JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12763
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 659 hasil yang relevan dengan "insentif pajak untuk pemulihan ekonomi "
Dalam 0.016 detik
Thumbnail
BIDANG PAJAK | PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
122/PMK.03/2019

Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Serta Perlakuan Perpaja ...

  • Ditetapkan: 27 Agu 2019
  • Diundangkan: 27 Agu 2019

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Minyak dan Gas Bumi, Eksplorasi, Eksploitasi, Kontrak Kerja Sama, Wilayah Kerja, dan Kegiatan Usaha Hulu adalah Minyak dan Gas Bumi, Eksplorasi, Eksploitasi, Kontrak Kerja Sama, Wilayah Kerja, dan Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

2.

Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

3.

Operator adalah Kontraktor atau dalam hal Kontraktor terdiri atas beberapa pemegang participating interest , salah satu pemegang participating interest yang ditunjuk sebagai wakil oleh pemegang participating interest lainnya sesuai dengan Kontrak Kerja Sama.

4.

Operasi Perminyakan adalah kegiatan Eksplorasi, Eksploitasi, pengangkutan sampai dengan titik penyerahan, penutupan, dan peninggalan sumur ( plug and abandonment ) serta pemulihan bekas penambangan ( site restoration ) Minyak dan Gas Bumi, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Eksplorasi dan Eksploitasi.

5.

Kontrak Bagi Hasil adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.

6.

Surat Keterangan Fasilitas Perpajakan Tahap Eksplorasi yang selanjutnya disebut SKFP Eksplorasi adalah surat yang menerangkan bahwa fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak Bumi dan Bangunan, diberikan kepada Kontraktor pada tahap Eksplorasi dalam rangka Operasi Perminyakan.

7.

Surat Keterangan Fasilitas Perpajakan Tahap Eksploitasi yang selanjutnya disebut SKFP Eksploitasi adalah surat yang menerangkan bahwa fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak Bumi dan Bangunan, diberikan kepada Kontraktor pada tahap Eksploitasi termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dalam rangka Operasi Perminyakan.

8.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara.

9.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang selanjutnya disebut SKK Migas adalah satuan kerja yang melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi di bawah pembinaan, koordinasi, dan pengawasan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi.

10.

Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi kantor pelayanan pajak yang menangani administrasi perpajakan bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.

Thumbnail
BIDANG PAJAK | PAJAK PENGASILAN
PP 78 TAHUN 2019

Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu ...

  • Ditetapkan: 12 Nov 2019
  • Diundangkan: 12 Nov 2019

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.

Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

2.

Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.

3.

Bidang-bidang Usaha Tertentu dan di Daerah-daerah Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi dan daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.

4.

Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single Submission yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.

5.

Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.

6.

Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi/jasa pada saat pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran Penanaman Modal yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota atau izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS yang diperoleh Wajib Pajak.

MenimbangTutup
a.

bahwa untuk lebih mendorong dan meningkatkan kegiatan penanaman modal langsung, baik dari sisi pertumbuhan ekonomi, berkembangnya sektor usaha, kepastian hukum guna perbaikan iklim usaha yang lebih kondusif bagi kegiatan penanaman modal langsung di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional, serta pemerataan dan percepatan pembangunan bagi bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang- bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;

b.

bahwa untuk memenuhi implementasi pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik dan percepatan pelaksanaan berusaha, perlu mengatur penyederhanaan prosedur pemberian fasilitas perpajakan;

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31A ayat (2) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;

Pasal 3Tutup
(1)

Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berupa:

a.

pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah nilai Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah, yang digunakan untuk Kegiatan Usaha Utama, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing- masing sebesar 5% (lima persen) pertahun;

b.

penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka Penanaman Modal, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:

1.

untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud: a) bukan bangunan Kelompok I, masa manfaat menjadi 2 (dua) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 50% (lima puluh persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 100% (seratus persen) yang dibebankan sekaligus; b) bukan bangunan Kelompok II, masa manfaat menjadi 4 (empat) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 50% (lima puluh persen); c) bukan bangunan Kelompok III, masa manfaat menjadi 8 (delapan) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 25% (dua puluh lima persen); d) bukan bangunan Kelompok IV, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 20% (dua puluh persen); e) bangunan permanen, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen); f) bangunan tidak permanen, masa manfaat menjadi 5 (lima) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 20% (dua puluh persen).

2.

untuk amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud: a) Kelompok I, masa manfaat menjadi 2 (dua) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 50% (lima puluh persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 100% (seratus persen) yang dibebankan sekaligus; b) Kelompok II, masa manfaat menjadi 4 (empat) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 50% (lima puluh persen); c) Kelompok III, masa manfaat menjadi 8 (delapan) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 25% (dua puluh lima persen); d) Kelompok IV, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 20% (dua puluh persen).

c.

pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; dan

d.

kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:

1.

tambahan 1 (satu) tahun untuk Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dilakukan Wajib Pajak;

2.

tambahan 1 (satu) tahun apabila Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan di kawasan industri dan/atau kawasan berikat;

3.

tambahan 1 (satu) tahun apabila Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan pada bidang energi baru dan terbarukan;

4.

tambahan 1 (satu) tahun apabila mengeluarkan biaya untuk infrastruktur ekonomi dan/atau sosial di lokasi usaha paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

5.

tambahan 1 (satu) tahun apabila menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) paling lambat tahun pajak ke-2 (kedua);

6.

tambahan 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun: a) tambahan 1 (satu) tahun apabila menambah paling sedikit 300 (tiga ratus) orang tenaga kerja Indonesia dan mempertahankan jumlah tersebut selama 4 (empat) tahun berturut-turut; atau b) tambahan 2 (dua) tahun apabila menambah paling sedikit 600 (enam ratus) orang tenaga kerja Indonesia dan mempertahankan jumlah tersebut selama 4 (empat) tahun berturut-turut;

7.

tambahan 2 (dua) tahun apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah Penanaman Modal dalam jangka waktu 5 (lima) tahun; dan/atau

8.

tambahan 2 (dua) tahun apabila melakukan ekspor paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari nilai total penjualan dalam suatu tahun pajak, untuk Penanaman Modal pada bidang usaha yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a yang dilakukan di luar kawasan berikat.

(2)

Tambahan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 1 dan angka 2 diberikan atas kerugian pada tahun pajak pertama, tahun pajak kedua, dan/atau tahun pajak ketiga sejak saat mulai berproduksi komersial.

(3)

Tambahan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7, dan angka 8 diberikan atas kerugian sampai dengan jangka waktu pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berakhir.

(4)

Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimanfaatkan sejak:

a.

saat mulai berproduksi komersial, untuk pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah nilai Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;

b.

diterbitkan keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, untuk:

1)

penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;

2)

pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;

3)

tambahan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 1 dan angka 2;

c.

keputusan penambahan jangka waktu fasilitas kompensasi kerugian, untuk tambahan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7, dan angka 8.

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara:

a.

penetapan nilai aktiva tetap berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan

b.

pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Thumbnail
GROSS SPLIT | PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
67/PMK.03/2020

Pemberian Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Serta Pajak Bumi dan Bangunan pada Keg ...

    Relevan terhadap

    Pasal 1Tutup

    Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

    1.

    Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi.

    2.

    Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas bumi.

    3.

    Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi.

    4.

    Kegiatan U saha H ulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi.

    5.

    Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di wilayah kerja yang ditentukan.

    6.

    Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.

    7.

    Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi.

    8.

    Kontrak Kerja Sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

    9.

    Kontrak Bagi Hasil adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.

    10.

    Kontrak Bagi Hasil Gross Split adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha Hulu berdasarkan pnns1p pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.

    11.

    Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

    12.

    Operator adalah Kontraktor atau dalam hal Kontraktor terdiri atas beberapa pemegang partisipasi interes (participating interest), salah satu pemegang partisipasi interes (participating interest) yang ditunjuk sebagai wakil oleh pemegang partisipasi interes (participating interest) lainnya sesuai dengan Kontrak Kerja Sama.

    13.

    Operasi Perminyakan adalah kegiatan Eksplorasi, Eksploitasi, pengangkutan sampai dengan titik penyerahan, penutupan dan peninggalan sumur (plug and abandonment) serta pemulihan bekas penambangan (site restoration) Minyak dan Gas Bumi, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Eksplorasi dan Eksploitasi.

    14.

    Produksi Komersial adalah saat dimulainya penjualan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi sampai dengan berakhirnya Kontrak Bagi Hasil Gross Split. 15. Surat Keterangan Fasilitas Perpajakan Gross Split yang selanjutnya disebut SKFP Gross Split adalah surat keterangan yang menerangkan fasilitas perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split. 16. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

    17.

    Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi kantor pelayanan pajak yang menangani administrasi perpajakan bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang Kegiatan U saha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

    Thumbnail
    PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | HUKUM KEUANGAN NEGARA
    4/PUU-XIX/2021

    Pengujian Formil dan Materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...

      Relevan terhadap 5 lainnya

      Halaman 363Tutup

      ekonomi bukanlah hal baru. Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, 16 Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) telah dikeluarkan. Tetapi berbagai paket tersebut belum dapat menciptakan kerangka regulasi ekonomi yang lebih baik. UU Cipta Kerja mengambil pendekatan lain yang lebih menyeluruh dan total dalam melakukan reformasi. Pendekatan ini mungkin perlu dilakukan karena Indonesia relatif terlambat dalam melakukan reformasi regulasi ekonomi dibandingkan negara lain di kawasan. Vietnam telah memulai inisiatif reformasi regulasi mereka sejak tahun 2010, yang dikenal sebagai Project 30 , untuk melengkapi reformasi ekonomi mereka, Do Moi, yang berlangsung sejak 1986. Malaysia juga memulai inisiatif Pemudah di tahun 2007 untuk mengkaji berbagai regulasi terkait ekonomi, baik yang sedang berlaku maupun yang akan dikeluarkan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diharapkan akan membawa angin segar perbaikan bagi daya saing perekonomian Indonesia, termasuk dalam mendukung pemulihan ekonomi di era pasca covid-19 dan membantu penanganan permasalahan ketenagakerjaan pada saat ini maupun dalam periode pasca pandemi mendatang. Keberhasilan dari reformasi ekonomi Indonesia tentunya akan tergantung dari implementasi dan keberlanjutan usaha reformasi tersebut, tetapi Undang-Undang ini akan membuka jalan untuk keberhasilan usaha tersebut. SAKSI DPR H. Firman Soebagyo, S.E., M.H. Berdasarkan pengetahuan yang Saksi ketahui, pengujian formil suatu undang- undang terkait dengan proses pembentukan undang-undang dimaksud berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, proses pembentukan undang-undang pada pokoknya mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan. Berdasarkan kelima tahapan dalam pembentukan undang-undang tersebut, keterlibatan Saksi di dalam proses pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja hanya meliputi tahapan perencanaan dan tahapan pembahasan saja. Saksi tidak terlibat di dalam penyusunan rancangan undang-

      Halaman 309Tutup

      yang berbentuk Perseroan Terbatas, Perkumpulan, dan Koperasi; ➢ adanya pengaturan tentang pengkreditan Pajak Masukan yang ditemukan saat pemeriksaan pajak, sehingga dapat meminimalisir sengketa antara Wajib Pajak dan Fiskus; dan ➢ adanya pengaturan tentang besaran sanksi administrasi berdasarkan suku bunga acuan yang berlaku, sehingga sesuai dengan prinsip keadilan ( fairness ) dan tujuan untuk menciptakan efek jera ( deterrent effect ) terhadap Wajib Pajak. Sehingga dengan demikian, dalil para Pemohon tersebut hanyalah bentuk kekhawatiran yang tidak beralasan dan berangkat dari asumsi tanpa data. 4) Bahwa tujuan UU Cipta Kerja dalam Pasal 3 telah menjamin kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan koperasi dan UMKM, seperti: • Perizinan tunggal bagi UMK melalui pendaftaran; • Memberikan insentif dan kemudahan bagi usaha menengah dan besar yang bermitra dengan UMK; • Pengelolaan terpadu UMK melalui sinergi dengan pemangku kepentingan; • Insentif fiskal dan pembiayaan; • Pemerintah memprioritaskan penggunaan DAK untuk mendanai kegiatan pengembangan dan pemberdayaan UMKM; • Pemberian fasilitasi layanan bantuan dan perlindungan hukum bagi UMK; • Prioritas produk/jasa UMK dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah;

      Halaman 460Tutup

      kegiatan usaha koperasi, dan kriteria UMK-M, basis data tunggal UMK-M, pengelolaan terpadu UMK-M, kemudahan perizinan berusaha UMK-M, kemudahan mendapatkan sertifikat halal untuk UMK yang biayanya ditanggung oleh Pemerintah, serta kemitraan, insentif, dan pembiayaan UMK-M. Pengaturan terkait dengan peningkatan investasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan percepatan proyek strategis nasional memuat ketentuan mengenai: pelaksanaan dan pembiayaan investasi pemerintah pusat melalui pembentukan lembaga pengelola investasi, penyediaan lahan, dan perizinan untuk percepatan proyek strategis nasional. Dalam rangka mendukung kebijakan strategis Cipta Kerja tersebut diperlukan pengaturan mengenai penataan administrasi pemerintahan dan pengenaan sanksi. UU Cipta Kerja diyakini akan dapat membawa perubahan struktur ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan produktivitas tenaga kerja yang tinggi dan membawa Indonesia keluar dari middle income trap . Melalui UU Cipta Kerja, Pemerintah menargetkan: Pertama , penciptaan lapangan kerja sebanyak 2,7 s.d. 3 juta/tahun (meningkat dari sebelum pandemi sebanyak 2 juta /tahun), untuk menampung 9,29 juta orang yang tidak/belum bekerja (7,05 juta pengangguran dan 2,24 juta Angkatan Kerja Baru). Kedua , kenaikan upah yang pertumbuhannya sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas pekerja. Kenaikan upah diikuti juga dengan peningkatan kompetensi pencari kerja dan kesejahteraan pekerja. Peningkatan produktivitas pekerja akan berpengaruh pada peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Saat ini produktivitas Indonesia pada tingkat 74,4% masih berada di bawah rata-rata negara Asean pada tingkat 78,2%. Ketiga , peningkatan investasi sebesar 6,6% - 7,0%, untuk membangun usaha baru atau mengembangkan usaha eksisting, yang akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan pekerja, sehingga akan mendorong peningkatan konsumsi sebesar 5,4% - 5,6%.

      Thumbnail
      PENGUSAHA PENERIMA FASILITAS KITE | BIDANG BEA CUKAI
      PER-08/BC/2022

      Petunjuk Teknis Pemberian Pembebasan Bea Masuk Dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang ...

        Relevan terhadap

        Pasal 1Tutup

        Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

        1.

        Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang- Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. Bea Masuk Tambahan adalah tambahan atas Bea Masuk seperti Bea Masuk antidumping, Bea Masuk imbalan, Bea Masuk tindakan pengamanan, dan Bea Masuk pembalasan. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPN atau PPN dan PPnBM adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

        10.
        11.
        12.
        13.
        14.
        15.

        Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan, yang selanjutnya disebut KITE Pembebasan, adalah pembebasan Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan Barang dan Bahan yang berasal dari luar daerah pabean untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah, yang selanjutnya disebut KITE IKM adalah kemudahan berupa pembebasan Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor dan/atau penyerahan produksi IKM. Perusahaan KITE Pembebasan adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan. Perusahaan KITE IKM adalah badan usaha yang memenuhi kriteria industri kecil atau industri menengah dan telah ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE IKM. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Wilayah, KPU, dan Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. Barang dan Bahan adalah barang dan bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas yang:

        a.

        diimpor, b. dimasukkan dari tempat penimbunan berikat, kawasan bebas dan/atau kawasan ekonomi khusus yang berasal dari luar daerah pabean: atau c. dimasukkan dari perusahaan KITE Pembebasan lainnya atau perusahaan KITE IKM, dengan fasilitas KITE Pembebasan, untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain untuk menjadi barang hasil produksi yang mempunyai nilai tambah. Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan Bahan. Barang dan Bahan Rusak adalah Barang dan Bahan yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan mutu dan tidak dapat diproses atau apabila diproses akan menghasilkan Hasil Produksi yang tidak memenuhi kualitas dan/atau standar mutu. Hasil Produksi Rusak adalah Hasil Produksi yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan kualitas/standar mutu. Diolah adalah dilakukan pengolahan untuk menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. Dirakit adalah dilakukan perakitan dan/atau penyatuan sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. Dipasang adalah dilakukan pemasangan, pelekatan, dan/atau penggabungan dengan barang lain sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.

        16.
        17.
        18.
        19.
        20.
        21.
        22.
        23.
        24.
        25.
        26.
        27.
        28.
        • 4- Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam daerah pabean untuk dipamerkan. Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Cukai. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah importir dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Kantor Pelayanan Utama yang selanjutnya disingkat KPU adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 29, Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
        Thumbnail
        Tidak Berlaku
        BIDANG PERIMBANGAN KEUANGAN | HUKUM KEUANGAN NEGARA
        86/PMK.07/2022

        Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus ...

        • Ditetapkan: 23 Mei 2022
        • Diundangkan: 24 Mei 2022

        Relevan terhadap

        Pasal 59Tutup
        (1)

        Pemotongan penyaluran TKD dapat dilakukan dalam hal terdapat:

        a.

        kelebihan penyaluran TKD, termasuk DBH CHT dan DBH SDA Kehutanan Dana Reboisasi yang tidak digunakan sesuai peruntukannya dan/atau tidak dianggarkan kembali pada tahun anggaran berikutnya;

        b.

        tunggakan pembayaran pinjaman Daerah;

        c.

        pembayaran kembali atas pokok dan pembayaran bunga atas Pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah;

        d.

        tidak dilaksanakannya hibah Daerah induk kepada Daerah otonomi baru;

        e.

        Daerah tidak dan/atau kurang membayar iuran jaminan kesehatan;

        f.

        kebijakan pengamanan penerimaan negara;

        g.

        pembebanan keuangan negara atas biaya yang timbul akibat adanya tuntutan hukum dan/atau putusan peradilan atas kasus/sengketa hukum yang melibatkan Pemerintah Daerah;

        h.

        tidak terpenuhinya kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja wajib dalam APBD paling sedikit sebesar yang diamanatkan dalam peraturan perundang- undangan;

        i.

        tidak terpenuhinya kewajiban Pemerintah Daerah terkait dengan penyesuaian tarif dan pengawasan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

        j.

        pemenuhan kewajiban penyelesaian tunggakan pembayaran beasiswa pendidikan mahasiswa Papua; dan/atau

        k.

        pemenuhan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

        (1a) Dalam hal Daerah yang memiliki kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah terkena penundaan dan/atau pemotongan penyaluran DAU atau DBH, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tetap memperhitungkan DAU atau DBH yang menjadi hak Daerah sebesar kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah yang jatuh tempo pada saat pelaksanaan penundaan dan/atau pemotongan DAU atau DBH.

        (1b) Dalam hal Daerah yang memiliki kewajiban pembayaran Pinjaman PEN Daerah terkena penundaan penyaluran DBH triwulan IV, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan tetap mengalokasikan DBH Triwulan IV sebesar kewajiban yang jatuh tempo pada saat pelaksanaan penundaan penyaluran DBH triwulan IV.

        (2)

        Dalam hal suatu Daerah dikenakan lebih dari 1 (satu) pemotongan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), besaran pemotongan penyaluran untuk setiap periode penyaluran dilaksanakan secara kumulatif paling banyak 50% (lima puluh persen) dari jumlah penyaluran periode bersangkutan.

        (3)

        Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD dalam hal terdapat Daerah tidak dan/atau kurang membayar iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyelesaian tunggakan iuran jaminan kesehatan Pemerintah Daerah melalui pemotongan DAU dan/atau DBH.

        (4)

        Kebijakan pengamanan penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f antara lain berupa pemotongan pajak pusat pada saat penyaluran TKDD dari RKUN ke RKUD yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

        (5)

        Belanja wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h meliputi:

        a.

        Alokasi Dana Desa;

        b.

        Belanja Wajib yang Bersumber dari DTU;

        c.

        belanja kesehatan;

        d.

        belanja pendidikan; dan

        e.

        belanja wajib lainnya yang besarannya ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan.

        (6)

        Ketentuan mengenai tata cara pemotongan penyaluran TKD untuk DTU atas pemenuhan kewajiban Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan belanja wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

        2.

        Di antara Pasal 59 dan Pasal 60 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 59A yang berbunyi sebagai berikut:

        Thumbnail
        Tidak Berlaku
        COVID-19 Covid-19 | COVID 19 DAN PEN Covid 19 dan PEN | HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PAJAK
        239/PMK.03/2020

        Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberla ...

        • Ditetapkan: 30 Des 2020
        • Diundangkan: 30 Des 2020

        Relevan terhadap

        Pasal 1Tutup

        Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

        1.

        Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN, adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

        2.

        Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh, adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

        3.

        Pajak Pertambahan Nilai, yang selanjutnya disingkat PPN, adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.

        4.

        Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disingkat PPh, adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.

        5.

        Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

        6.

        Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

        7.

        Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

        8.

        Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

        9.

        Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.

        10.

        Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

        11.

        Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang selanjutnya disebut SKJLN, adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

        12.

        Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disebut KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

        13.

        Pihak Tertentu adalah pihak yang menerima insentif perpajakan.

        14.

        Badan/Instansi Pemerintah adalah badan/instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang melakukan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

        15.

        Rumah Sakit adalah rumah sakit yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan, Kepala Daerah/Dinas Kesehatan Tingkat I, atau Kepala Daerah/Dinas Kesehatan Tingkat II sebagai rumah sakit rujukan untuk penanganan pandemi COVID-19.

        16.

        Pihak Lain adalah pihak selain Badan/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Badan/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit untuk membantu penanganan pandemi COVID-19.

        17.

        Pihak Ketiga adalah pihak yang bertransaksi dengan Badan/Instansi Pemerintah, Rumah Sakit atau Pihak Lain untuk penanganan pandemi COVID-19.

        18.

        Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat adalah Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang memproduksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19.

        Pasal 2Tutup
        (1)

        Insentif PPN diberikan kepada:

        a.

        Pihak Tertentu atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

        b.

        Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat atas perolehan bahan baku vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19; dan

        c.

        Wajib Pajak yang memperoleh vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 dari Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19.

        (2)

        Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

        a.

        Badan/Instansi Pemerintah;

        b.

        Rumah Sakit; atau

        c.

        Pihak Lain.

        (3)

        Barang Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

        a.

        obat-obatan;

        b.

        vaksin dan peralatan pendukung vaksinasi;

        c.

        peralatan laboratorium;

        d.

        peralatan pendeteksi;

        e.

        peralatan pelindung diri;

        f.

        peralatan untuk perawatan pasien; dan/atau

        g.

        peralatan pendukung lainnya yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi COVID-19.

        (4)

        Peralatan pendukung vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi paling sedikit syringe , kapas alkohol, alat pelindung diri ( face shield , hazmat , sarung tangan, dan masker bedah), cold chain , cadangan sumber daya listrik (genset), tempat sampah limbah bahan berbahaya dan beracun ( safety box ), dan cairan antiseptik berbahan dasar alkohol.

        (5)

        Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 __ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

        a.

        jasa konstruksi;

        b.

        jasa konsultasi, teknik, dan manajemen;

        c.

        jasa persewaan; dan/atau

        d.

        jasa pendukung lainnya.

        (6)

        Jasa pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d merupakan jasa yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi COVID-19 termasuk pelaksanaan vaksinasi.

        (7)

        PPN yang terutang atas:

        a.

        impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

        b.

        penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditanggung pemerintah;

        c.

        pemanfaatan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean oleh Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditanggung pemerintah;

        d.

        penyerahan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah; dan

        e.

        penyerahan vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 __ oleh Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah.

        (8)

        Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, termasuk juga penyerahan berupa pemberian cuma- cuma.

        (9)

        Dalam hal Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan impor Barang Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, impor Barang Kena Pajak tersebut tidak dikenai PPN sepanjang Pihak Tertentu dimaksud memiliki SKJLN sebelum melakukan impor, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

        (10)

        Insentif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dan huruf c bagi Pihak Lain diberikan jika:

        a.

        perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, selanjutnya akan diserahkan kepada Badan/Instansi Pemerintah dan/atau Rumah Sakit untuk keperluan penanganan pandemi COVID-19 tanpa mendapat imbalan atau kompensasi; dan

        b.

        perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean tersebut tidak dipergunakan untuk pemakaian sendiri.

        (11)

        Insentif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf d, diberikan setelah Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memperoleh surat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan, yang paling sedikit memuat keterangan:

        a.

        identitas Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat;

        b.

        identitas Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan;

        c.

        nama dan jumlah barang; dan

        d.

        pernyataan bahwa perolehan bahan baku yang akan diperoleh merupakan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19.

        Thumbnail
        PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | HUKUM KEUANGAN NEGARA
        36/PUU-XVIII/2020

        Pengujian ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Pengujian ketentuan Pasal 6 UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentan ...

          Relevan terhadap 4 lainnya

          Halaman 69Tutup
          • Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur Dan Rincian Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020; - Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan Pemulihan Ekonomi Nasional; - Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19); - Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19); - Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) Sebagai Bencana Nasional; - Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tanggal 12 Oktober 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penganggulangannya; - Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/392/2020 tanggal 30 Juni 2020 tentang Pemberian Insentif Dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan Yang Menangani Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ; - Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/446/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) - Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/447/2020 tanggal 23 Juli 2020 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Hk.01.07/Menkes/392/2020 Tentang Pemberian Insentif Dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan Yang Menangani Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
          Halaman 97Tutup

          b. Penanggulangan wabah penyakit menular tidak hanya berdampak pada sektor Kesehatan tetapi juga sektor kehidupan lainnya, sehingga dalam rangka menjaga perekonomian nasional, Pemerintah memerlukan keleluasaan ruang gerak fiskal agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan. c. Perubahan kata “dapat” menjadi kata “wajib”, akan berdampak pada terbatasnya ruang gerak fiskal APBN. Apabila suatu saat terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, serta peningkatan belanja negara dan pembiayaan sebagai akibat dari adanya wabah penyakit menular, sehingga guna penanggulangannya, mengharuskan Pemerintah untuk melakukan realokasi anggaran, sebagaimana yang dilakukan saat ini, maka dengan adanya kata “wajib”, pengalokasian dalam APBN menjadi tidak fleksibel dan terfokus pada pemberian insentif karena adanya kewajiban. Padahal dalam kondisi demikian, selain aspek Kesehatan, terdapat pula aspek-aspek lain yang juga harus diperhatikan guna dapat menjaga kondisi perekonomian nasional secara luas. d. Selain itu, dapat Pemerintah sampaikan bahwa dalam pemberian insentif fiskal terdapat beberapa pertimbangan, antara lain sasaran pemberian ( targeted ), waktu ( timely ), serta bersifat sementara di saat kondisi tidak normal. Berkaitan dengan pemberian insentif dalam kondisi yang tidak normal, tujuan insentif adalah untuk menormalisasi keadaan. Dengan demikian, apabila kondisi sudah kembali normal maka seyogianya insentif tersebut tidak diberikan lagi ( temporary ). Sehingga dengan demikian, penggunaan kata “dapat” relatif lebih tepat untuk menjaga agar pemberian insentif lebih terukur, sesuai kebutuhan dan efektif. 3. Bahwa terkait dengan permintaan untuk menjelaskan mengenai kata “dapat” itu merupakan pilihan? Apakah ada data pendukung? yang kemudian bisa menggeser makna penghargaan tadi atau reward yang sesungguhnya itu esensinya. Pilihan yang seperti apa yang kemudian bisa menggeser bahwa ini bisa tidak wajib? Maka dapat Pemerintah jelaskan sebagai berikut: Bahwa terkait dengan perspektif keuangan, Pemerintah telah menjelaskan sebagaimana tanggapan pada angka 2 di atas.

          Halaman 106Tutup
          1. Dalam rangka pengelolaan pengendalian risiko yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit, saksi harus mengikuti standar prosedur operasional khususnya tentang keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit. Seperti hand hygiene , penggunaan alat pelindung diri (APD), menjaga kebersihan lingkungan dan lain-lain agar tercipta kondisi rumah sakit yang sehat, aman, selamat, dan nyaman. Kami sangat bersyukur karena dalam era pandemik ini saksi yang bertugas di rumah sakit tetap sehat dan tetap terlindungi dengan APD yang telah disiapkan oleh rumah sakit yang berasal dari berbagai sumber, termasuk dari Pemerintah. 5) Dalam rangka meningkatkan kemampuan memberikan pelayanan kepada para pasien, saksi mengikuti pelatihan secara berkala dan khususnya dalam melayani penderita Covid-19 yang memperlukan pengetahuan dan kemampuan yang khusus. Maka pendidikan pelatihan bagi tenaga kesehatan sangat diperlukan. 6) Mengingat Covid-19 adalah penyakit berbahaya dengan cara penularan yang sangat cepat, maka kami juga melakukan upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan, dan pemulihan bagi tenaga kerja. Selain pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, saksi juga mengimplementasikan budaya keselamatan pasien. Perilaku hidup bersih dan sehat, serta peningkatan kesehatan baik fisik maupun mental. Saksi tetap dapat memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan prosedur menggunakan APD dalam melayani pasien, diberikan vitamin, serta makanan tambahan secara rutin. Terlebih itu, saksi juga sangat berterima kasih untuk apresiasi dan penghargaan bagi tenaga kesehatan berupa insentif dari pemerintah dan insentif yang sudah saksi terima sebesar Rp. 15.900.000,00. Selain itu, untuk mendukung keterangannya, Presiden mengajukan dokumen yang dilampirkan dengan keterangannya dan diberi tanda bukti T-1 sampai dengan bukti T-5 sebagai berikut: 1. Bukti T-1 : Fotokopi Surat Sekretaris Badan PPSDM Kesehatan Nomor HK.05.05/2/8686/2020 tanggal 21 September 2020 hal Penyampaian Data untuk Alat Bukti Perkara Uji Materiil di
          Thumbnail
          HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG ANGGARAN
          208/PMK.02/2020

          Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2021

          • Ditetapkan: 18 Des 2020
          • Diundangkan: 21 Des 2020

          Relevan terhadap

          Pasal 1Tutup

          Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

          1.

          Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

          2.

          Revisi Anggaran adalah perubahan nnc1an anggaran yang telah ditetapkan berdasarkan APBN Tahun Anggaran 2021 dan disahkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2021.

          3.

          Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

          4.

          Lembaga adalah organisasi non-Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.

          5.

          Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian/ Lembaga.

          6.

          Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.

          7.

          Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Um um Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.

          8.

          Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan tanggung jawab penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. dan pada 9. Kua: sa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di Kementerian/Lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN. 10 . Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/KPA atau PPA/KPA BUN.

          11.

          DIPA Petikan adalah DIPA per satuan kerja yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan satuan kerja.

          12.

          Pagu Anggaran adalah alokasi anggaran yang ditetapkan dalam DIPA untuk mendanai belanja Pemerintah Pusat dan/atau pembiayaan anggaran dalam APBN Tahun Anggaran 2021.

          13.

          Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut bagian anggaran Kementerian / Lembaga.

          14.

          Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan untuk pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah dan dana desa tahunan yang disusun oleh KPA BUN.

          15.

          Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit orgamsas1 pada Kementerian/Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa program/kegiatan dan membebani danaAPBN.

          16.

          Penelaahan Revisi Anggaran adalah forum antara Kementerian Keuangan, Kernen terian/ Lembaga, dan dapat melibatkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk memastikan kesesuaian usulan perubahan anggaran dengan pencapaian target-target yang telah ditetapkan dalam dokumen rencana kerja Pemerintah, rencana kerja Kementerian/Lembaga, dan RKA-K/L DIPA beserta alokasi anggarannya.

          17.

          Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat DHP RKA-K/L adalah dokumen yang berisi rangkuman RKA-K/L per unit eselon I dan program dalam suatu Kementerian/Lembaga yang ditetapkan berdasarkan hasil penelaahan.

          18.

          Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DHP RDP BUN adalah dokumen hasil penelaahan RDP BUN yang memuat alokasi anggaran menurut unit organ1sas1, fungsi, dan program yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.

          19.

          Rumusan Kinerja adalah rumusan yang ditetapkan sebagai acuan dalam pelaksanaan program dan kegiatan termasuk sasaran kinerja yang akan dicapai serta indikator sebagai alat ukur pencapaian kinerja meliputi rumusan program, hasil (outcome), kegiatan, keluaran (output), indikator kinerja utama, dan indikator kinerja kegiatan.

          20.

          Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi eselon I atau unit Kementerian/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil ( outcome) dengan indikator kinerj a yang terukur.

          21.

          Prioritas Pembangunan adalah serangkaian kebijakan yang dilaksanakan melalui prioritas nasional, Program prioritas, kegiatan prioritas, dan proyek prioritas.

          22.

          Prioritas Nasional adalah Program/kegiatan/proyek untuk pencapaian Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan kebijakan Presiden lainnya.

          23.

          Program Prioritas adalah Program yang bersifat signifikan dan strategis untuk mencapai Prioritas Nasional.

          24.

          Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon II/Satker atau penugasan tertentu Kementerian/Lembaga yang berisi komponen Kegiatan untuk mencapai keluaran (output) dengan indikator kinerja yang terukur.

          25.

          Belanja Operasional adalah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan se buah Satker/unit eselon II dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berupa belanja pegawai operasional dan belanja barang operasional.

          26.

          Pemberian Pinjaman adalah pmJaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.

          27.

          Lanjutan Pinjaman/Hibah Luar Negeri atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri adalah penggunaan kembali s1sa alokasi anggaran yang bersumber dari pinjainan/hibah luar negeri atau pinjaman/hibah dalam negeri yang ticlak terserap / ticlak cligunakan pada Tahun Anggaran 2020, termasuk lanjutan untuk pelaksanaan Kegiatan pemberian hi bah dan Pemberian Pinjaman sepanjang masih terclapat s1sa alokasi komitmen pinjaman/hibah luar negeri atau pinjaman/hibah clalam negeri.

          28.

          Percepatan Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri aclalah tambahan alokasi anggaran yang berasal clari sisa komitmen pinjaman/hibah luar negeri atau pinjaman/hibah clalam negeri yang belum clitarik untuk memenuhi kebutuhan penclanaan Kegiatan untuk percepatan penyelesaian pekerjaan dan/atau memenuhi kebutuhan anggaran yang belum terseclia pacla Tahun Anggaran 2021, termasuk percepatan untuk pelaksanaan Kegiatan pemberian hi bah clan Pemberian Pinjaman .

          29.

          Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya clisebut Program PEN aclalah rangkaian Kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian clari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat Disease . 2019 penanganan (COVID-19) panclemi clan/atau Corona Virus menghaclapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional clan/ atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.

          30.

          Pengeluaran yang tidak diperkenankan (Ineligible Expenditure) adalah pengeluaran-pengeluaran yang ticlak cliperkenankan clibiayai clari clana pinjaman/hibah luar negeri karena tidak sesuai clengan naskah perjanjian pinjaman clan/ atau hi bah luar negeri .

          31.

          Subsidi Energi adalah subsidi dalam bentuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis BBM Tertentu (JBT) dan bahan bakar gas cair (Liquefied Petroleum Gas/LPG) tabung 3 (tiga) kilogram untuk konsumsi rumah tangga, petani sasaran, nelayan sasaran, dan usaha mikro, dan subsidi listrik.

          32.

          Transfer ke Daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Y ogyakarta.

          33.

          Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang digunakan untuk mem biayai penyelenggaraan pemerin tahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan inasyarakat.

          34.

          Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta lembaga/badan lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi. 35 . Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/ Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga adalah pejabat eselon I selaku penanggung jawab Program yang memiliki alokasi anggaran (portofolio) pada bagian anggaran Kementerian/Lembaga.

          36.

          Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/ lnspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga.

          37.

          Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.

          38.

          Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prms1p syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.

          39.

          Surat Penetapan Satuan Anggaran Bagian Anggaran 999.08 yang selanjutnya disebut SP SABA 999.08 adalah dokumen alokasi anggaran yang ditetapkan untuk suatu Kegiatan, yang dilakukan pergeseran anggaran belanjanya dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga. 40 . Sistem Aplikasi adalah sistem informasi atau aplikasi yang dibangun oleh Kementerian Keuangan untuk mendukung proses penyusunan dan penelaahan anggaran, pengesahan DIPA, dan perubahan DIPA.

          41.

          Sisa Anggaran Kontraktual adalah selisih lebih antara alokasi anggaran rincian output yang tercantum dalam DIPA dengan nilai kontrak pengadaan barang/jasa untuk menghasilkan rincian output sesuai dengan volume rincian output yang ditetapkan dalam DIPA.

          42.

          Sisa Anggaran Swakelola adalah selisih lebih antara alokasi anggaran rincian output yang tercantum dalam DIPA dengan realisasi anggaran untuk mencapai volume nnc1an output yang sudah selesai dilaksanakan. 43 . Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.

          44.

          Target PNBP adalah perkiraan PNBP yang akan diterima dalam satu tahun anggaran.

          45.

          Pagu Penggunaan PNBP adalah perkiraan PNBP yang akan digunakan dalam satu tahun anggaran.

          46.

          Klasifikasi Rincian Output yang selanjutnya disingkat KRO adalah kumpulan atas keluaran ( output) Kementerian/Lembaga (rincian output) yang disusun dengan mengelompokkan atau mengklasifikasikan muatan Rincian Output (RO) yang sejenis/ serumpun berdasarkan sektor/bidang/jenis tertentu secara sistematis. 4 7. Rincian Output yang selanjutnya disingkat RO adalah keluaran ( output) riil yang sangat spesifik yang dihasilkan oleh unit kerja Kementerian/Lembaga yang berfokus pada isu dan/atau lokasi tertentu serta berkaitan langsung dengan tugas dan fungsi unit kerja tersebut dalam mendukung pencapaian sasaran Kegiatan yang telah ditetapkan.

          Pasal 8Tutup
          (1)

          Perubahan anggaran belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri dan/atau pmJaman dalam negen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a butir 2 bersifat menambah atau mengurangi Pagu Anggaran belanja Kementerian/Lembaga dan BA BUN.

          (2)

          Perubahan anggaran belan j a yang dan/atau pengeluaran pembiayaan bersumber dari pmJaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri, termasuk Pemberian Pinjaman yang bersifat menambah Pagu Anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Anggaran dapat berupa:

          a.

          lanjutan pelaksanaan kegiatan/proyek tahun anggaran sebelumnya yang dananya bersumber dari pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri termasuk pemberian pinjaman dan pinjaman yang diterushibahkan;

          b.

          percepatan Penarikan Pinjaman Luar Negeri dan/ atau Pinjaman Dalam Negeri, termasuk Pemberian Pinjaman dan Pinjaman yang diterushibahkan;

          c.

          penambahan pagu Pemberian Pinjaman Tahun Anggaran 2020 yang tidak terserap; dan/atau

          d.

          tambahan pmJaman luar negen dan/atau pinjaman dalam negeri baru.

          (3)

          Perubahan anggaran belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri yang bersifat mengurangi Pagu Anggaran belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pengurangan alokasi pmJaman kegiatan/ proyek yang menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Anggaran, dilakukan dalam hal:

          a.

          kegiatan/proyek yang didanai dari pinjaman luar negen dan/atau pinjaman dalam negeri telah selesai dilaksanakan, target kinerjanya yang tercantum dalam perJanJ1an pmJaman telah tercapai, dan sisa alokasi anggarannya tidak diperlukan lagi; dan/atau

          b.

          Pemberi pmJaman melakukan pembatalan seluruhnya atau pembatalan sebagian atas komitmen pmJaman luar negen dan/atau pinjaman dalam negeri yang tercantum dalam perJanJ1an pmJaman.

          (4)

          Penambahan pinjaman luar negeri dan pmJaman dalam negeri baru setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2021 ditetapkan harus melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat kecuali pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri untuk penanggulangan bencana.

          (5)

          Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman dalam negeri dapat diikuti dengan perubahan nnc1an, dan perubahan Rupiah Murni Pendamping.

          (6)

          Dalam hal alokasi kegiatan/proyek yang bersumber dari pinjaman luar negeri tidak memerlukan lagi Rupiah Murni Pendamping, dana Rupiah Murni Pendamping yang telah dialokasikan untuk kegiatan/ proyek dalam Pagu Alokasi Tahun 2021 yang berlebih dapat digunakan/ direalokasi untuk mendanai Rupiah Murni Pendamping pada kegiatan/proyek yang tercantum dalam Pagu Alokasi Tahun 2021, atau dapat direalokasi untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau pemulihan ekonomi nasional pascapandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

          (7)

          Dalam hal Revisi Anggaran terkait dengan lanjutan pelaksanaan kegiatan/ proyek tahun lalu yang dananya bersumber dari pinjaman luar negeri, usulan Revisi Anggaran dapat disertai dengan Revisi Anggaran terkait dengan lanjutan Rupiah Murni Pendamping dalam DIPA tahun sebelumnya yang tidak terserap untuk pembayaran uang muka kontrak kegiatan/proyek yang dibiayai dari pinjaman luar negen.

          (8)

          Usulan revisi lanjutan Rupiah Murni Pendamping pada DIPA Tahun 2020 yang tidak terserap untuk pembayaran uang muka kontrak kegiatan/proyek yang dibiayai dari pinjaman luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (7), disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat tanggal 29 Januari 2021.

          (9)

          Revisi lanjutan Rupiah Murni Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (8) digunakan untuk perJanJ1an pmJaman luar negeri yang ditandatangani paling lambat tanggal 31 Desember 2020, serta penarikan Rupiah Murni Pendamping yang telah direvisi dalam DIPA Tahun Anggaran 2021 dilakukan paling lambat tanggal 31 Maret 2021.

          (10)

          Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (7) dalam proses penelaahannya harus melibatkan atau mengkonfirmasi terlebih dahulu kepada Direktorat Pinjaman dan Hibah- Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.

          Thumbnail
          DANA DESA Dana Desa | TRANSFER KE DAERAH | BIDANG PERIMBANGAN KEUANGAN
          145/PMK.07/2018

          Penyaluran dan Penggunaan Dana Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2018 dan Tahun Anggaran 2019 untuk Mendukung Percepatan Rehabilitasi da ...

          • Ditetapkan: 14 Nov 2018
          • Diundangkan: 14 Nov 2018

          Relevan terhadap

          Pasal 1Tutup

          Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

          1.

          Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang selanjutnya disingkat TKDD adalah bagian dari Belanja Negara yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah dan Desa dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan yang telah diserahkan kepada Daerah dan Desa.

          2.

          Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

          3.

          Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

          4.

          Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

          5.

          Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.

          6.

          Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

          7.

          Dokumen Rencana Aksi Pascabencana Gempa yang selanjutnya disebut Dokumen Rencana Aksi adalah dokumen yang memuat rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi yang ditetapkan oleh kepala daerah.

          8.

          Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

          9.

          Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

          10.

          Dana Bagi Hasil Pajak yang selanjutnya disebut DBH Pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.

          11.

          Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disingkat DBH CHT adalah bagian dari Transfer ke Daerah yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau provinsi penghasil tembakau.

          12.

          Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat DBH SDA adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, mineral dan batubara, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pengusahaan panas bumi.

          13.

          Dana Alokasi Khusus Fisik yang selanjutnya disebut DAK Fisik adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus fisik yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

          14.

          Dana Alokasi Khusus Nonfisik yang selanjutnya disebut DAK Nonfisik adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus nonfisik yang merupakan urusan daerah.

          15.

          Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan pemerintahan umum, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.

          16.

          Dana Desa adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

          17.

          Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

          18.

          Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota.

          19.

          Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.

          20.

          Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.

          21.

          Rekening Kas Desa yang selanjutnya disingkat RKD adalah rekening tempat penyimpanan uang Pemerintahan Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa pada bank yang ditetapkan.

          22.

          Lembar Rekapitulasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, yang selanjutnya disebut LRT adalah dokumen yang memuat rincian penerimaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa oleh Daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.

          • 1
          • ...
          • 24
          • 25
          • 26
          • ...
          • 66