Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.07/2022 tentang Pengelolaan Penerimaan Dalam Rangka Otonomi Khusus ...
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, clan kementerian/lembaga nonkementerian terkait melakukan penilaian atas rencana anggaran clan Program penggunaan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan clan rencana anggaran clan Program penggunaan yang bersumber dari DTI yang dialokasikan untuk provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf c clan huruf d.
Dihapus.
Dihapus.
Dihapus.
Kementerian/lembaga yang melakukan penilaian atas rencana anggaran clan Program penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: jdih.kemenkeu.go.id a. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi;
Kementerian Kesehatan;
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
Kementerian Perdagangan;
Kementerian Perindustrian;
Kementerian Ketenagakerjaan;
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;
Kementerian Pertanian; J. Kementerian Kelautan dan Perikanan;
Kementerian Perhubungan;
Kementerian Komunikasi dan Informatika;
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; dan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, dan kementerian/ lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai dengan tugas masing masing kementerian/lembaga sebagai berikut:
Kementerian Keuangan bertugas melakukan penilaian atas:
duplikasi rencana anggaran dan Program penggunaan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan dan rencana anggaran dan Program penggunaan yang bersumber dari DTI dengan rencana anggaran dan Program penggunaan yang bersumber dari Tambahan DBH Migas Otsus Provinsi Papua dan rencana anggaran dan Program penggunaan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang bersifat umum;
sinergi rencana anggaran dan Program penggunaan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan dan rencana anggaran dan Program penggunaan yang bersumber dari DTI dengan rencana anggaran dan Program penggunaan yang bersumber dari Tambahan DBH Migas Otsus Provinsi Papua dan rencana anggaran dan Program penggunaan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang bersifat umum; jdih.kemenkeu.go.id 3. penyusunan rencana anggaran dan Program penggunaan telah mempertimbangkan hasil pemantauan dan evaluasi penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua; dan
kesesuaian penggunaan penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus dengan ketentuan dalam perundang-undangan.
Kementerian Dalam Negeri bertugas melakukan penilaian atas:
dihapus;
dihapus;
dihapus;
3a. kesesuaian rencana anggaran dan Program penggunaan dengan rancangan RKPD;
kesesuaian rencana anggaran dan Program penggunaan dengan kewenangan provinsi/kabupaten/kota sesuai ketentuan perundang-undangan;dan 5. penyusunan rencana anggaran dan Program penggunaan telah mempertimbangkan hasil pemantauan dan evaluasi penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional bertugas melakukan penilaian atas:
kesesuaian rencana anggaran dan Program penggunaan dengan RAPPP, RPJM nasional, dan Rencana Kerja Pemerintah dengan memperhatikan hasil Musrenbang Otsus;
dihapus;
dihapus;
penyusunan rencana anggaran dan Program penggunaan telah mempertimbangkan Hasil pemantauan dan evaluasi penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus terkait RIPPP Provinsi Papua.
Kementerian/lembaga terkait bertugas melakukan penilaian atas:
kewajaran unit cost dan volume;
duplikasi rencana anggaran dan Program penggunaan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang telah ditentukan penggunaanya dengan berbasis kinerja pelaksanaan dan rencana anggaran dan Program penggunaan yang bersumber dari DTI dengan Program yang bersumber dari dana lainnya meliputi DAK fisik, DAK non fisik, hibah ke Daerah, dan/atau belanja kemen terian / lembaga;
dihapus;
dihapus;
dihapus;
kesesuaian rencana anggaran dan Program penggunaan dengan kewenangan provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan jdih.kemenkeu.go.id 7. penyusunan rencana anggaran dan Program telah mempertimbangkan hasil pemantauan dan evaluasi penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua.
Penilaian atas sinergi rencana anggaran dan Program penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a angka 2 dilaksanakan dengan memperhatikan:
kesesuaian antara rencana anggaran dan Program penggunaan yang bersumber dari Tambahan DBH Migas Otsus Provinsi Papua dan rencana anggaran dan Program penggunaan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus yang bersifat umum dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
sinergi Program dan Kegiatan dalam kebijakan prioritas program strategis bersama antara provinsi dan kabupaten/kota.
Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, dan kementerian / lembaga nonkementerian terkai t menyusun indikator dan kriteria penilaian sesuai tugas masing-masing kementerian/ lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Paja ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 30 dari 107 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2020 b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. Laba usaha; d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, 4. Pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; 5. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan 6. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 2 dari 107 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2020 berdasarkan Surat Kuasa Substitusi Nomor M.HH.PP.06.03-47, tanggal 25 November 2020; 2. Menteri Keuangan Republik Indonesia, yang kemudian dengan hak substitusi memberikan kuasa kepada Hadiyanto, jabatan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, dan kawan-kawan, kewarganegaraan Indonesia, berdasarkan Surat Kuasa Substitusi Nomor SKU-499/MK.01/2020, tanggal 4 Desember 2020; Selanjutnya disebut sebagai Termohon; Mahkamah Agung tersebut; Membaca surat-surat yang bersangkutan; DUDUK PERKARA Menimbang, bahwa Pemohon dengan surat permohonannya tertanggal 9 Oktober 2020, __ yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Agung pada tanggal 15 Oktober 2020 dan diregister dengan Nomor 63 P/HUM/2020 __ tanggal 15 Oktober 2020 telah mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, dengan dalil-dalil yang pada pokoknya sebagai berikut: A. Kata Pembuka ( Openin g Statements ); Pemohon merupakan suatu Perseroan Terbatas dalam negeri dengan kegiatan usaha utamanya yaitu aktifitas perusahaan holding (induk perusahaan) yang mendapatkan penghasilan dari penyimpanan aset berupa deposito dalam mata uang asing dan menyalurkan sebagian kecil asetnya untuk kegiatan usaha dalam grupnya; Pada saat ini Pemohon memiliki aset berupa deposito dalam bentuk mata uang asing dalam hal ini dalam mata uang Dolar Amerika Serikat dengan penghasilan berupa pendapatan bunga yang atas pendapatan tersebut telah dikenakan Pajak Penghasilan Final. Aset simpanan Pemohon tersebut tetap disimpan dalam bentuk mata uang Dolar Amerika Serikat dan tidak dicairkan ke dalam mata uang Rupiah Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 104 dari 107 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2020 Bahwa dengan demikian, Pemohon dalam pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu: a. kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 dan Pasal 1 angka 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011; b. kerugian hak yang diakibatkan oleh berlakunya peraturan perundang- undangan yang dimohonkan pengujian; Bahwa Pemohon PT Lancar Sampoerna Bestari adalah badan hukum privat berbentuk Perseroan Terbatas yang melaksanakan kegiatan usaha berupa aktifitas perusahaan holding mencakup kegiatan dari perusahaan holding, holding companies, yaitu perusahaan yang menguasai aset dari sekelompok perusahaan subsidiari dan kegiatan utamanya adalah kepemilikan kelompok tersebut sebagaimana tertuang dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Lancar Sampurna Bestari Nomor 40, yang dibuat dii hadapan Sitaresmi Puspadewi Sugianto, S.H., notaris di Surabaya pada tanggal 18 Maret 2019; Bahwa PT Lancar Sampoerna Bestari mendalilkan mendapatkan penghasilan dari penyimpanan aset berupa deposito dalam mata uang asing dan menyalurkan sebagian kecil asetnya untuk kegiatan usaha dalam grupnya, dan aset berupa deposito dalam bentuk mata uang asing dalam hal ini mata uang Dolar Amerika Serikat dengan penghasilan berupa pendapatan bunga yang atas pendapatan telah dikenakan Pajak Penghasilan Final. Aset simpanan tersebut tetap disimpan dalam bentuk mata uang Dolar Amerika Serikat dan tidak dicairkan ke dalam mata uang Rupiah sehingga tidak terjadi tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh Pemohon sebagai wajib pajak badan; Bahwa berdasarkan ketentuan yang berlaku, penghasilan dari seluruh kurs deposito yang belum dikonversikan ke dalam mata uang rupiah seharusnya belum menjadi objek pajak sehingga tidak dikenakan pajak, tetapi dengan berlakunya Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 yang menjadi objek hak uji materiil, atas keuntungan atau Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 104
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik ...
Relevan terhadap
Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang selanjutnya disingkat TKDD adalah bagian dari Belanja Negara yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah dan Desa dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan yang telah diserahkan kepada Daerah dan Desa.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dana Perimbangan adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas Dana Transfer Umum dan Dana Transfer Khusus.
Dana Alokasi Khusus Nonfisik yang selanjutnya disebut DAK Nonfisik adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus nonfisik yang merupakan urusan daerah.
Dana Bantuan Operasional Sekolah yang selanjutnya disebut Dana BOS adalah dana yang digunakan terutama untuk mendanai belanja nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah sebagai pelaksana program wajib belajar dan dapat dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana BOS Reguler adalah dana BOS yang dialokasikan untuk membantu kebutuhan belanja operasional seluruh peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah.
Dana BOS Afirmasi adalah dana BOS Afirmasi yang dialokasikan untuk mendukung operasional rutin bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang berada di daerah tertinggal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana BOS Kinerja adalah dana BOS Kinerja yang dialokasikan bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang dinilai berkinerja baik dalam menyelenggarakan layanan pendidikan.
Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini yang selanjutnya disebut Dana BOP PAUD adalah dana yang digunakan untuk biaya operasional pembelajaran dan dukungan biaya personal bagi anak yang mengikuti pendidikan anak usia dini.
Dana Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut Dana TPG PNSD adalah tunjangan profesi yang diberikan kepada guru Pegawai Negeri Sipil Daerah yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut Dana Tamsil Guru PNSD adalah tambahan penghasilan yang diberikan kepada guru Pegawai Negeri Sipil Daerah yang belum mendapatkan tunjangan profesi guru Pegawai Negeri Sipil Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana Tunjangan Khusus Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut Dana TKG PNSD adalah tunjangan yang diberikan kepada guru Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagai kompensansi atas kesulitan hidup dalam melaksanakan tugas di daerah khusus, yaitu di desa yang termasuk dalam kategori sangat tertinggal menurut indeks desa membangun dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Dana Bantuan Operasional Kesehatan yang selanjutnya disebut Dana BOK adalah dana yang digunakan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan bidang kesehatan, khususnya pelayanan di Pusat Kesehatan Masyarakat, penurunan angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan malnutrisi.
Dana Bantuan Operasional Keluarga Berencana yang selanjutnya disebut Dana BOKB adalah dana yang digunakan untuk meningkatkan keikutsertaan KB dengan peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata.
Dana Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil Menengah yang selanjutnya disebut Dana PK2UKM adalah dana yang digunakan untuk membantu mendanai kegiatan peningkatan kapasitas koperasi, dan usaha kecil dan menengah.
Dana Pelayanan Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disebut Dana Pelayanan Adminduk adalah dana yang digunakan untuk menjamin keberlanjutan dan keamanan Sistem Administrasi Kependudukan (SAK) terpadu dalam menghasilkan data dan dokumen kependudukan yang akurat dan seragam di seluruh Indonesia.
Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan yang selanjutnya disebut Dana BOP Kesetaraan adalah dana bantuan yang dialokasikan untuk penyediaan pendanaan biaya operasional non personalia dalam mendukung kegiatan pembelajaran program Paket A, Paket B, dan Paket C sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Taman Budaya yang selanjutnya disebut Dana BOP Museum dan Taman Budaya adalah dana yang dialokasikan untuk membantu peningkatan kualitas pengelolaan museum dan taman budaya agar memenuhi standar pelayanan teknis museum dan taman budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana Pelayanan Kepariwisataan adalah dana yang dialokasikan untuk mendukung peningkatan kualitas destinasi pariwisata dan daya saing pariwisata daerah, serta meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas masyarakat lokal, serta perluasan kesempatan kerja di bidang pariwisata.
Dana Bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah yang selanjutnya disebut Dana Bantuan BLPS adalah dana bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah berupa pembiayaan layanan pengolahan sampah dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga sampah.
22a. Dana Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak atau yang selanjutnya disebut Dana Pelayanan PPA adalah bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam penyediaan layanan kepada perempuan dan anak korban kekerasan termasuk tindak pidana perdagangan orang.
22b. Dana Fasilitasi Penanaman Modal adalah dana yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan fasilitasi penanaman modal di daerah sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
22c. Dana Ketahanan Pangan dan Pertanian adalah dana yang ditujukan untuk mendukung keberdayaan masyarakat memenuhi kebutuhan pangan dari hasil pekarangannya sendiri dengan membantu pemerintah daerah dalam menyukseskan program pekarangan pangan lestari.
Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PA BUN adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggungjawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah satuan kerja pada masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Indikasi Kebutuhan Dana Alokasi Khusus Nonfisik yang selanjutnya disebut IKD DAK Nonfisik adalah indikasi kebutuhan dana DAK Nonfisik yang perlu dianggarkan dalam APBN.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PPA BUN.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan Surat Perintah Membayar.
Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut Kepala KPPN adalah pimpinan instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran BUN Pengelolaan TKDD sebagai KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
Sekolah adalah satuan pendidikan dasar, satuan pendidikan menengah, dan satuan pendidikan khusus yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (negeri) dan yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta).
Rekening Sekolah adalah rekening atas nama sekolah yang menerima Dana BOS pada bank umum yang terdaftar dalam Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan/atau Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Berdasarkan laporan realisasi penyerapan dan laporan realisasi penggunaan DAK Nonfisik:
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan kebudayaan melakukan verifikasi atas kebutuhan riil Dana BOP PAUD, Dana TPG PNSD, Dana Tamsil Guru PNSD, TKG PNSD, Dana BOP Kesetaraan, dan Dana BOP Museum dan Taman Budaya;
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan melakukan verifikasi atas kebutuhan riil Dana BOK;
lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang KB melakukan verifikasi atas kebutuhan riil Dana BOKB;
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah melakukan verifikasi atas kebutuhan riil Dana P2UKM;
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri melakukan verifikasi atas kebutuhan riil Dana Pelayanan Adminduk;
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pariwisata melakukan verifikasi atas kebutuhan riil Dana Pelayanan Kepariwisataan;
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan melakukan verifikasi atas kebutuhan riil Dana Bantuan BLPS;
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan dan tugas pemerintahan di bidang perlindungan anak melakukan verifikasi atas kebutuhan riil Dana PPA;
lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal melakukan verifikasi atas kebutuhan riil Dana Fasilitasi Penaman Modal; dan
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian melakukan verifikasi atas kebutuhan riil Dana Ketahanan Pangan dan Pertanian.
Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima oleh Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, dengan ketentuan sebagai berikut:
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum triwulan berakhir untuk Dana TPG PNSD, Dana Tamsil Guru PNSD, dan Dana TKG PNSD; dan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum tahun anggaran berakhir untuk Dana BOP PAUD, Dana BOP Kesetaraan, Dana BOP Museum dan Taman Budaya, Dana BOK, Dana BOKB, Dana PK2UKM, Dana Pelayanan Adminduk, Dana Pelayanan Kepariwisataan, Dana Bantuan BLPS, Dana Pelayanan PPA, Dana Fasilitasi Penaman Modal, dan Dana Ketahanan Pangan dan Pertanian.
Dalam hal berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat perkiraan lebih salur DAK Nonfisik, Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghentian penyaluran periode berikutnya dan/atau penyesuaian jumlah penyaluran DAK Nonfisik periode berikutnya sesuai kebutuhan riil untuk memenuhi pembayaran DAK Nonfisik sampai dengan akhir tahun anggaran.
Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. ...
Relevan terhadap
Ruang lingkup penyelesaian piutang dalam Peraturan Menteri ini mencakup Piutang Instansi Pemerintah:
dengan Penanggung Hutang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); dan/atau
berupa Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Sangat Sederhana (KPR RS/RSS), yang pengurusannya telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (PUPN/DJKN).
Piutang terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak; atau
piutang yang berasal dari penerimaan pembiayaan APBN.
Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk piutang yang merupakan aset kredit eks Bank Dalam Likuidasi yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (PUPN/DJKN).
Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104);
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5462);
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2013 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5386);
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 126);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.06/2011;
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
Relevan terhadap
Pemerintah menetapkan kebijakan dasar Pembiayaan Ekspor Nasional untuk:
mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan ekspor nasional;
mempercepat peningkatan ekspor nasional;
membantu peningkatan kemampuan produksi nasional yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan untuk ekspor; dan
mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi untuk mengembangkan produk yang berorientasi ekspor.
Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, LPEI mempunyai tugas:
memberi bantuan yang diperlukan pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dalam rangka Ekspor, dalam bentuk Pembiayaan, Penjaminan, dan Asuransi guna pengembangan dalam epkumham.go rangka menghasilkan barang dan jasa dan/atau usaha lain yang menunjang Ekspor;
menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang dikategorikan tidak dapat dibiayai oleh perbankan, tetapi mempunyai prospek untuk peningkatan ekspor nasional; dan
membantu mengatasi hambatan yang dihadapi oleh Bank atau Lembaga Keuangan dalam penyediaan pembiayaan bagi Eksportir yang secara komersial cukup potensial dan/atau penting dalam perkembangan ekonomi Indonesia.
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPEI dapat melakukan:
bimbingan dan jasa konsultasi kepada Bank, Lembaga Keuangan, Eksportir, produsen barang ekspor, khususnya usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi; dan
melakukan kegiatan lain yang menunjang tugas dan wewenang LPEI sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pengujian UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
www.mahkamahkonstitusi.go.id Usaha pelayaran diberikan kemudahan di dalam Pasal 15 karena usaha pelayaran tersebut banyak melibatkan kepentingan orang banyak, masyarakat, dan rakyat. Hampir 90% angkutan barang diangkut melalui laut. Ahli sebagai orang yang bergelut di bidang maritim sangat senang Presiden Susilo Bambang Yudoyono mengeluarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2005. Namun demikian, kini “menyewa” dikategorikan sebagai usaha pelayaran. Padahal jelas sekali bahwa “menyewa” itu diatur di dalam KUHD Buku 2 Undang-Undang Pelayaran. Menurut ahli kegiatan bidang usaha Pemohon adalah menyewa kapal, dalam hal ini tongkang, tugboat dari perusahaan lainnya, yang juga perusahaan-perusahaan pelayaran, yang menyewakan kapal. Bilamana usaha pelayaran dalam Pasal 15 UU Pelayaran dikenakan ketentuan Pasal 23 UU Pajak Panghasilan maka itu mengkhianati Undang-Undang sendiri; 2. Haula Rosdiana Issu diskresi yang eksesif terhadap PPh Pasal 23 sudah menjadi concern dalam claster politik perpajakan sejak lama. Ahli menggagas pro corporate cash flow tax , untuk mendorong industri dengan mengembalikan PPh ke khitahnya seperti dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan tujuan membatasi kekuasaan negara untuk memungut pajak. Dimulai dari evaluasi dari diskresi regulasi objek PPh Pasal 23, atas jasa lain, dari beberapa perspektif. pertama dari perspektif supply side tax policy dan perspektif politik perpajakan. Bahwa jika pemerintah mendorong daya saing nasional sehingga yang didorong adalah produktivitas, maka seharusnya pemerintah konsisten dengan memberikan regulasi perpajakan yang jelas. Sudah menjadi hak konstitusi bahwa kepastian adalah hak yang penting. sebetulnya ketika objek PPh Pasal 23, khususnya jasa lain ini diserahkan kepada pemerintah, dulu kepada Direktur Jenderal Pajak, sekarang kepada Menteri Keuangan, maka sebetulnya apa yang dikhawatirkan selama ini, itu memang sebetulnya sudah lama terjadi. Berapa banyak kasus-kasus ketidakjelasan yang akhirnya berujung kepada pengajuan keberatan dan banding dan karena di Indonesia tidak menganut yurisprudensi, kejadian ini berulang-ulang kali terjadi. Dalam perumusan Undang-Undang PPh, ada beberapa alternatif usulan, pertama pembatasan dengan cara closed list dari Pasal 23, sehingga kalau terkait pengaturan dalam dari Undang-Undang, mempunyai tingkat atau derajat kepastian Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Pengujuan UU no. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terhadap UUD Negara RI 1945 ...
Relevan terhadap
kecil karena dikenakan pajak yang begitu besar. Dengan kata lain, dikenakannya kewajiban perpajakan yang berlaku surut tersebut dapat membunuh usaha Pemohon dan pengusaha usaha kecil menengah (UKM) lainnya. Lebih jauh lagi dampak dari pembebanan pajak yang begitu besar dapat berimbas juga pada pengurangan tenaga kerja yang bergantung pada usaha Pemohon. - Bahwa Pemohon juga potensial dan pasti untuk dikenakan SKPKB PPN Barang dan Jasa untuk masa pajak Januari 2010 sampai dengan Maret 2012 dengan nilai yang sama, bahkan bisa bertambah, dengan hutang PPN di setiap bulan 2009 yaitu Rp 92.289.221,-. Ini artinya pemohon harus membayar setiap bulannya senilai Rp 92.289.221,- Total kerugian potensial Pemohon adalah sekitar Rp 92.289.221,- x 27 bulan = Rp. 2,491,808,967 (dua milyar empat ratus sembilan puluh satu juta delapan ratus delapan ribu sembilan ratus enam puluh tujuh rupiah); - Bahwa total kerugian Pemohon , akibat kekosongan aturan dalam UU KUP tentang mulai berlakunya kewajiban PKP dengan kemauan sendiri sehingga diberlakukannya kewajiban pajak yang berlaku surut dari sejak Januari 2009 - Maret 2012 adalah: Yang sudah dikeluarkan SKPKB Rp. 1.107.470.652 Yang potensial dikeluarkan SKPKB Rp. 2,491,808,967 Rp. 3.599.279.619 (tiga milyar lima ratus sembilan puluh sembilan juta dua ratus tujuh puluh sembilan juta enam ratus sembilan belas rupiah) 6. Bahwa hak Konstitusional Pemohon tersebut telah sangat dirugikan dengan berlakunya UU KUP . Kerugian tersebut bersifat spesifik dan potensial yang berdasarkan penalaran yang wajar dipastikan akan terjadi, serta mempunyai hubungan kausalitas dengan berlakunya Pasal 2 ayat (4) dan ayat (4a) UU KUP. Oleh karena itu, dengan dikabulkannya permohonan ini oleh MK sebagai the sole interpreter of the constitution dan pengawal konstitusi maka kerugian Hak Konstitusional Pemohon tidak akan terjadi lagi; 7. Bahwa dengan demikian, Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) sebagai pemohon pengujian Undang-Undang dalam perkara a quo karena telah memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) UUMK beserta Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
c. Sebagaimana telah kami sampaikan di atas, kewajiban perpajakan Pemohon telah timbul ketika peredaran bruto usahanya mencapai batas yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, maka pada saat itu timbul kewajiban Pemohon untuk melaporkannya kepada KPP setempat untuk dikukuhkan sebagai PKP. d. Terkait dengan jangka waktu pendaftaran dan pelaporan PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UU KUP telah diatur dalam Pasal 2 ayat (5) UU KUP yang menyatakan bahwa: "Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) termasuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan." e. Adapun jangka waktu tersebut telah diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 yang menyatakan bahwa kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00. Artinya pelaporan untuk dikukuhkan sebagai PKP tersebut dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat Wajib Pajak telah memenuhi syarat untuk dilakukan pengukuhan PKP. f. Pembebasan kewajiban perpajakan dan pembebasan pengenaan sanksi administratif sebagaimana yang dimintakan Pemohon sangat tidak relevan dengan fungsi pengawasan dan penegakan hukum terhadap Wajib Pajak sehingga dapat menimbulkan banyaknya pelanggaran berupa kesengajaan pada Wajib Pajak untuk tidak segera/menunda pelaksanaan kewajiban pelaporan usaha untuk pengukuhan PKP sehingga akan menimbulkan kerugian yang sangat besar pada negara. Sehubungan dengan dalil Pemohon terhadap materi yang dimohonkan, Pemerintah memberikan keterangannya sebagai berikut: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Untuk memberikan kemudahan bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran dalam melaksanakan kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai, Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran dalam menghitung pajak dapat menggunakan Nilai Lain sebagai dasar Pengenaan Pajak yang caranya sebagai berikut: a. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah sebesar 10% X Harga Jual Barang Kena Pajak; b. Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah sebesar 10% X 20% X jumlah seluruh penyerahan barang dagangan. Ayat (2) Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang dalam suatu tahun buku tidak memilih menggunakan Dasar Pengenaan Pajak dengan Nilai Lain wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan] maupun dalam bentuk kebijakan/regulasi pedoman pengkreditan pajak masukan [Hingga kini ^2nd best theory dengan format deemed VAT input (pedoman pengkreditan pajak masukan) masih diterapkan. Peraturan yang masih berlaku adalah “Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu” Dalam Pasal 7 PMK tersebut diatur bahwa Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yaitu sebesar: a. 60% (enam puluh persen) dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Jasa Kena Pajak; atau b. 70% (tujuh puluh persen) dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Barang Kena Pajak] Ketidaksetaraan pelaksanaan Hak dan Kewajiban terjadi karena dalam Pasal 2 ayat (4a) hanya ada penggunaan kata Kewajiban sebagaimana dapat dilihat bunyi Pasal 2 ayat (4a) berikut ini: "Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.'' Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id