Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @melaniiii19_ Pendampingan Usaha. Syarat ideal agar unit usaha kecil bisa naik kelas adalah dengan memberikan pendampingan. Dalam pendampingan ini, pemerintah juga dapat meningkatkan literasi keuangan mereka @cemiit Pemerataan daerah akses pembiyaan perlu segera dilaksanakan agar akselerasi pengentasan kemiskinan dapat terjadi. Masyarakat Indonesia yang berada pada garis kemiskinan bukan hanya ada di pulau Jawa tapi juga sampai ke Indonesia bagian timur. @jingga0102 Pembiayaan/Pinjaman. Karena meski sudah pegang modal, banyak juga pengusaha kecil yang perlu dibantu untuk pengelolaan modal bisnisnya, literasi keuangannya kurang., dan perlu edukasi marketing. Yang dibutuhkan ga semata mata modal doang Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Menurut kamu, dari tiga fasilitas UMi di bawah ini, mana yang harus ditingkatkan? 1. Pembiayaan/ pinjaman 2. Pendampingan usaha 3. Pemerataan daerah akses pembiayaan 5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Rahmat Widiana, Pemimpin Redaksi Media Keuangan Memperkukuh Lapisan Usaha Terbawah Kerjaan num puk Suntuk N ggak boleh k eluar rum ah W ork From Hom e # SOCIAL DISTAN CIN G Pusing Kerjaan # d i r u m a h a j a Ku m undu sebulan Pejuang gratisan Deadline m asih lam a Anak Introver Pak et data sek arat Drak or m asih on going Patah Hati Butuh hiburan Internet lem ot M asak an gosong BETE Capek tidur Capek ngurus anak PR anak banyak Gabut # Tim Rebahan L Jom Tok o buk u tutup Rum ah pacar jauh A pril adalah bulan istimewa bagi perempuan Indonesia. Hari kelahiran Kartini, sang pejuang kesetaraan hak-hak perempuan, diperingati setiap tahunnya di bulan ini. Dari dulu hingga kini, daya juang kaum hawa Indonesia terbukti luar biasa. Jutaan Kartini tampil kembali memperjuangkan hal berbeda, di tiap bidang pekerjaan, di tiap lapisan ekonomi. Di sektor usaha mikro lapisan terbawah, mereka juga jamak ditemukan. Dengan segala keterbatasan modal, aset, dan omzet, mereka membuka usaha guna memperoleh tambahan pemasukan bagi keluarga. Karena segala keterbatasannya, mereka seringkali dinilai tidak layak memperoleh pinjaman dari lembaga pembiayaan formal. Untuk membantu mereka, sejumlah Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) mengadopsi skema pembiayaan untuk pelaku usaha mikro yang disalurkan secara berkelompok kepada perempuan prasejahtera. Lantaran target LKBB tersebut selaras dengan sasaran pembiayaan Ultra Mikro (UMi), Kementerian Keuangan melalui Pusat Investasi Pemerintah menjalin kerjasama dengan mereka supaya dapat menjangkau pelaku usaha mikro yang berasal dari kalangan masyarakat prasejahtera. Itulah sebabnya mengapa debitur pembiayaan UMi didominasi oleh perempuan. Angkanya bahkan mencapai 95 persen dari total debitur. Namun, sesungguhnya program pembiayaan UMi tidaklah khusus tertuju bagi perempuan Indonesia saja. UMi bertujuan memberikan fasilitas pembiayaan bagi para pengusaha kecil yang tak dapat terjangkau oleh fasilitas kredit perbankan. Hal ini sejalan dengan tujuan Nawacita pemerintah, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Tak hanya itu, UMi juga berusaha menyasar para debitur di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) agar tujuan pemerataan pembangunan dapat tercapai, sekaligus menurunkan indeks gini ratio atau tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Selain itu, ekonomi nasional diprediksi akan mengalami penurunan akibat wabah Covid-19. Oleh karenanya, dukungan terhadap UMKM perlu terus ditingkatkan. UMKM memang terbukti menjadi penopang perekonomian Indonesia. Bahkan ketika krisis ekonomi 1998 mendera, merekalah sang penyelamat ekonomi nasional. Dengan dukungan pemerintah, mereka akan semakin kukuh. Sama sederhananya dengan kutipan sajak milik Joko Pinurbo, “Setelah punya rumah, apa cita-citamu? Kecil saja: ingin
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Excess Profit Tax sebagai Solusi *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Rinaldi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak MEDIAKEUANGAN 40 Ilustrasi A. Wirananda yaitu pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan tumbuh 799.504,33 persen ( yoy ). Inilah salah satu faktor yang mendorong capaian pertumbuhan penerimaan negara menjadi 3,23 persen ( yoy ) sehingga meng- off set realisasi belanja negara yang realisasinya hampir sama dengan capaian tahun lalu. Bagaimana dengan penerimaan pajak? jawabannya adalah “babak belur”, hanya PPN/PPnBM dan PBB (sektor P3) yang pertumbuhannya positif, lainnya negatif, bahkan penerimaan PPh Badan yang seharusnya mencapai peak -nya pada bulan April (jatuh tempo pelaporan SPT PPh Badan pada 30 April), pertumbuhan penerimaannya -15,23 persen. Kebijakan pajak yang telah diambil pemerintah Indonesia Kemenkeu menjelaskan bahwa pertumbuhan penerimaan PPN/PPnBM yang positif ini ditopang oleh PPN Dalam Negeri (PPN DN) yang masih tumbuh 10,09 persen, hal ini mengindikasikan masih kuatnya transaksi penyerahan barang dan jasa penerimaan. Namun situasi ini bisa berubah mengkhawatirkan karena penerimaan PPN pada bulan-bulan berikutnya hampir dapat dipastikan menurun jauh dengan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah. Sementara itu, pemberian insentif pajak terus dioptimalkan, misalnya melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang dialokasikan sebesar Rp123,01 triliun. Jika penerimaan negara terus menurun, sementara kebutuhan belanja negara terus meningkat, bisa dipastikan angka defisit akan melonjak drastis. Kembali ke kebijakan insentif pajak, pemerintah tentu telah memperhitungkan dampak dari insentif ini terhadap penerimaan negara, namun permasalahannya adalah apakah insentif ini benar-benar bisa dimanfaatkan oleh Wajib Pajak yang terdampak COVID-19? Apakah insentif PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) menjamin pekerja tidak di PHK? Apakah insentif restitusi PPN dipercepat menjamin usaha mereka tetap berkesinambungan? Terkait hal ini, menarik untuk dilihat pendapat dua pakar ekonomi dari Universitas California yaitu Saez dan Zucman. Mereka mengkritisi kebijakan yang diambil oleh pemerintah Amerika dalam menghadapi COVID-19. Krisis yang dihadapi dunia saat ini berbeda dengan krisis pada tahun 2008-2009. Kala itu bencana yang dihadapi adalah bencana yang secara langsung menyebabkan perusahaan mereka hancur, yaitu bencana krisis keuangan akibat bangkrutnya Lehman Brothers. Namun bencana yang terjadi saat ini adalah bencana kesehatan, yang mungkin tidak semua perusahaan terkena dampak langsung dari bencana ini. Banyak juga perusahaan yang malah meraup untung dari COVID-19 ini. Di saat banyak pabrik menutup usaha mereka, penjualan Amazon justru meningkat, bisnis Cloud meningkat, jumlah akses ke Facebook juga meningkat. Belum lagi jika melihat aplikasi webinar yang marak digunakan saat para pekerja “bekerja dari rumah” di masa pandemi ini. Excess Profit Tax sebagai solusi kebijakan pajak di tengah COVID-19 Melihat tidak semua perusahaan terkena dampak negatif dari COVID-19 ini, maka mereka mengusulkan agar pemerintah bisa mengkaji penerapan “ Excess Profit Tax (EPT)”. EPT adalah suatu pajak yang dikenakan kepada perusahaan yang mendapatkan keuntungan (profit) lebih dari suatu margin tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebagai contoh, pada tahun 1918, saat terjadi resesi ekonomi pasca Perang Dunia I, Amerika menerapkan EPT bagi perusahaan yang mencetak Return on Invested Capital (ROC) atau pengembalian investasi modal di atas 8 persen. Tarif EPT yang dikenakan pada saat itu progresif antara 20 hingga 60 persen. Kebijakan yang sama juga diterapkan pada tahun 1940, saat Perang Dunia II dan saat Perang Korea. Kebijakan pengenaan EPT ini mempunyai tujuan yang sama yaitu memastikan bahwa tidak ada pihak yang mengambil untung secara berlebihan pada saat pihak lain merasakan penderitaan. Apakah hal ini bisa diterapkan di Indonesia? Untuk menjawabnya, ada baiknya kita kembali lagi ke realisasi APBN 2020 sampai dengan April 2020. Dari segi realisasi penerimaan pajak sektoral non-Migas, non-PBB, dan non-PPh DTP, dapat dilihat bahwa ada beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan, seperti industri pengolahan serta jasa keuangan dan asuransi, yang masing-masing tumbuh 4,68 persen dan 8,16 persen. Kedua sektor ini menopang 45,3 persen dari total realisasi penerimaan pajak. Statistik ini menunjukkan bahwa tidak semua sektor terkena dampak negatif COVID-19 (walaupun masih diperlukan analisis mendalam terhadap hal ini, karena Maret dan April merupakan masa awal pandemi). Oleh sebab itu, menurut Penulis, kebijakan Excess Profit Tax layak dipertimbangkan sebagai suatu solusi kebijakan fiskal mengatasi dampak ekonomi yang disebabkan oleh COVID-19. Kebijakan ini terkesan tidak lazim diterapkan di negara manapun termasuk Amerika sekalipun apalagi di Indonesia, namun perlu diingat bahwa seperti yang dikatakan Sri Mulyani: “ Extraordinary situation needs extraordinary policy”, dan kita, Indonesia, sedang menghadapi kondisi extraordinary tersebut. P ada 20 Mei 2020, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja merilis realisasi APBN 2020 hingga 30 April 2020. Jika dilihat pada rilis tersebut, realisasi terlihat cukup bagus, defisit APBN sebesar Rp74,47 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi defisit pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp100,3 triliun. Namun, jika kita mengkaji lebih dalam dari realisasi defisit ini, maka terlihat penyebab “rendahnya” angka defisit ini adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang pertumbuhannya mencapai 21,70 persen ( yoy ). Salah satu sub-PNBP Ilustrasi A. Wirananda
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap
Laporan Utama Perkuat Ekosistem Untuk Indonesia Sehat L ima tahun sudah program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) berjalan. Di balik defisit yang terjadi setiap tahunnya, pelayanan kesehatan yang layak untuk masyarakat tetap harus berjalan. Bukan semata amanah Undang- Undang, tetapi pada dasarnya menjadi sehat adalah hak asasi manusia. Segala upaya dilakukan pemerintah mulai dari memberikan suntikan dana hingga penyesuaian iuran JKN-KIS yang diberlakukan di awal tahun 2020. Simak petikan wawancara Media Keuangan bersama Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Fachmi Idris, seputar keberlangsungan JKN-KIS. Apa yang melatarbelakangi terjadinya defisit JKN-KIS? Konstruksi iuran JKN- KIS pada awalnya memakai asumsi minimum guna menjaga keberlangsungan kapasitas fiskal. Regulasi kemudian mengatur bahwa setiap tahun program ini harus mampu membiayai kewajiban yang ditanggungnya. Permasalahannya adalah memang terjadi ketidakseimbangan ( mismatch ) antara total pendapatan dan total pengeluaran. Akan tetapi dalam konteks program, setiap tahun kewajiban membayar ke fasilitas kesehatan selalu terpenuhi. Opsi kebijakan apa saja untuk memitigasi kondisi keuangan yang tidak seimbang tersebut? Terdapat tiga opsi, yaitu penyesuaian iuran, perasionalan manfaat, atau suntikan dana tambahan. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya opsi ketiga yakni menyuntikkan dana tambahan dipilih pemerintah untuk mengatasi mismatch yang terjadi. Di akhir tahun 2018, dilakukan audit tujuan tertentu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan sistem populasi ke seluruh rumah sakit dan fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan untuk melihat apakah ada masalah dari segi pengeluaran, kolektabilitas, atau kepesertaan. Dari segi pengeluaran, ditemukan fraud tapi angkanya di bawah satu persen. Dari segi kolektabilitas secara total bagus tetapi kolektabilitas dari peserta mandiri belum optimal. Setelah mengkaji keseluruhan hasil audit tersebut ditemukan bahwa ternyata persoalan defisit adalah karena iuran yang belum sesuai. Akhirnya dikeluarkanlah kebijakan penyesuaian iuran yang besarannya dihitung __ oleh Dewan Jaminan Sosial (DJSN). Apa yang diharapkan dengan adanya penyesuaian iuran JKN-KIS? Yang pasti dengan adanya penyesuaian iuran ini, diharapkan dalam 5 tahun ke depan tidak ada lagi defisit (dalam konteks transaksi berjalan) sehingga apabila arus kas program bagus, otomatis berdampak ke arus kas rumah sakit. Pastinya rumah sakit akan lebih nyaman dan bisa mengembangkan layanan lebih baik lagi. Dengan demikian, komitmen kita dalam kontrak juga dapat diperkuat. Bagaimana tanggapan Bapak terhadap fenomena penurunan kelas kepesertaan JKN-KIS pasca penyesuaian iuran? Kita tidak akan mempersulit peserta yang ingin turun kelas karena kita tidak ingin menyusahkan masyarakat dengan penyesuaian iuran ini. Dari segi keuangan pun hal ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena meskipun turun kelas maka tarif kelas rumah sakit akan menyesuaikan juga, tetapi perlu ditekankan bahwa mutu layanan medis semua sama di tiap kelas, tidak ada pembedaan. Kami yakin penyesuaian ini butuh proses dan nantinya akan tercipta keseimbangan baru. Perbaikan layanan apa yang diberikan oleh BPJS Kesehatan pasca penyesuaian iuran ini? Kita mencanangkan 10 komitmen perbaikan layanan, baik yang langsung di rumah sakit maupun melalui fasilitas layanan kita. Perbaikan yang langsung di rumah sakit antara lain, penguatan peran petugas BPJS Kesehatan di Rumah Sakit. Jadi kita menempatkan petugas kita dengan atribut rompi bertuliskan BPJS Satu Siap Membantu di rumah sakit mitra BPJS, utamanya yang memiliki jumlah pasien 1000 orang/hari, untuk memastikan peserta tidak mendapatkan hambatan layanan. Kedua, kita buat program PRAKTIS atau Perubahan Kelas Tidak Sulit untuk mengakomodir peserta yang ingin turun kelas pasca penyesuaian iuran. Ketiga, display ketersediaan tempat tidur pada masing-masing kelas di rumah sakit secara real-time agar masyarakat bisa melihat dengan transparan. Saat ini sudah hampir 80% rumah sakit mitra kita memiliki display tempat tidur. Selanjutnya, display tindakan operasi agar pasien yang masuk dalam waiting list operasi memiliki kepastian jadwal operasi dan alasan waiting list. Implementasi program ini masih terbatas, saat ini baru ada di RSUD Margono Soekarjo di Purwokerto. Di samping itu, kita juga ada program simplifikasi pelayanan pasien hemodialisa. Lebih dari itu, semua komitmen kita diintegrasikan online dalam bentuk mobile apps, yakni Mobile JKN. Kita juga mendorong rumah sakit mitra untuk membuat registrasi, antrian, dan rujukan secara online demi kenyamanan dan kepastian waktu layanan bagi pasien. Saat ini sudah sekitar 1000-an fasilitas kesehatan tingkat pertama yang memiliki layanan registrasi online . Kita akan tingkatkan layanan Mobile JKN ini secara masif. Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menjaga keberlanjutan JKN? Penyesuaian iuran yang saat ini dijalankan baru menyelesaikan permasalahan arus kas atau defisit transaksi berjalan. Setelah ini, kita perlu memikirkan bagaimana mengisi aset karena jaminan sosial yang baik adalah yang memiliki aset yang bagus. Upaya yang dapat dilakukan antara lain, pertama, pastikan dulu iuran sesuai dengan hitungan aktuaria, kemudian kontribusi dalam segi iuran ini kita buka dengan konsep gotong royong besar yang betul-betul memastikan kontribusi sosial masyarakat sesuai dengan status sosialnya. Konsep gotong-royong ini pada dasarnya yang sehat membantu yang sakit, yang mampu membantu yang tidak mampu, yang muda membantu yang tua, dan seterusnya. Selanjutnya, kita perlu duduk bersama mendefiniskan kebutuhan dasar kesehatan seperti apa dan kelas standar JKN yang bagaimana yang dijamin Undang-Undang. Jadi kita harus komprehensif. Terakhir, kita harus sama-sama membangun ekosistem yang bagus. Dari segi regulator, apakah regulasi yang dikeluarkan instansi terkait mendorong terjadinya pelayanan yang seharusnya, misal adanya pedoman nasional pelayanan kedokteran. Lalu dari segi data, bagaimana ekosistem akan membuat data itu verified dan valid. Peran daerah dalam membangun ekosistem ini penting. Dari BPJS, bagaimana membangun layanan bermutu tinggi. Yang tidak kalah penting juga yaitu kesadaran masyarakat membayar iuran karena ini pun termasuk ekosistem. Jadi program ini bisa optimal manakala semua ekosistem bisa terbentuk dengan baik. Teks CS. Purwodidhu Foto Fath Fachmi Idris, Dirut BPJS Kesehatan MEDIAKEUANGAN 20
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Ilustrasi Dimach Putra Teks I Gede Githa Adhi Pramana, pegawai Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan, DJKN *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 Risiko Resesi Ekonomi usaha. Sektor UMKM juga bisa disebut pahlawan devisa karena banyak memanfaatkan bahan baku dan sumber daya lokal serta minim bergantung pada komponen impor. Sektor UMKM juga memiliki multiplier effect yang tinggi dalam menekan ketimpangan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, UMKM berperan serta dalam pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat. Dari beragam kontribusi di atas, dapat kita lihat bahwa sektor UMKM berkontribusi dalam penerimaan negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, sektor UMKM dapat dinyatakan sebagai salah satu tulang punggung perekonomian nasional. Namun demikian, berbagai tantangan dihadapi oleh sektor UMKM baik dari sisi internal maupun eksternal. Akses permodalan, pemahaman yang rendah terhadap teknologi produksi, dan pemasaran serta aspek legal dan akuntabilitas menjadi tantangan dari sisi internal. Sementara itu, hambatan yang dihadapi UMKM untuk berkembang dari sisi eksternal antara lain iklim usaha belum kondusif, keterbatasan infrastruktur, kesulitan akses bahan baku, serta aspek teknologi informasi. Dalam mengatasi tantangan di atas diperlukan sinergi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Setidaknya ada 3 hal yang perlu menjadi fokus pemerintah dalam penguatan dan pemberdayaan UMKM di Indonesia: Pertama, dukungan permodalan. Laju pertumbuhan UMKM yang tinggi tidak sebanding dengan kemudahan akses permodalan. Saat ini, UMKM banyak bergantung pada pembiayaan dari dana APBN seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), dana bergulir, dan pembiayaan ultra mikro (UMi). Pembiayaan APBN memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan modal UMKM yang tinggi. Dengan demikian perlu terobosan- terobosan baru untuk pembiayaan non APBN atau dengan menciptakan kemudahan akses pendanaan UMKM dari lembaga keuangan Kedua, dukungan pembinaan. Selain permodalan, dukungan dari sisi pembinaan juga penting dalam meningkatkan kualitas UMKM. Kementerian Keuangan menginisiasi program pembiayaan terpadu dengan pendampingan melalui program UMi. Dalam program tersebut, PIP menyalurkan pinjaman kepada mitra yakni PT PNM (Persero), PT Pegadaian (Persero) dan PT BAV. Selain menyalurkan, mitra juga diwajibkan memberikan pendampingan kepada nasabah. Program semacam ini perlu dikembangkan dengan meningkatkan peran dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, serta menguatkan peran BUMN sebagai agent of development . Alternatif lainnya adalah melalui program pendampingan UMKM oleh mahasiswa sebagai bagian program terpadu dari kampus. Dengan adanya akses pembiayaan dan kemampuan dalam mengelola bisnis yang baik, UMKM diharapkan dapat mengembangkan usahanya agar bisa naik kelas. Terakhir adalah penciptaan iklim usaha UMKM yang kondusif. Upaya untuk memberdayakan UMKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh yang meliputi: penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha serta menjamin kepastian usaha disertai efisiensi ekonomi; pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia; pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM); dan pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Perlu adanya database nasabah penerima program pemerintah untuk meminimalisir irisan nasabah antar program. Dengan demikian, dapat memberikan kesempatan pelaku usaha lain sehingga tercipta iklim usaha UMKM yang kondusif. Dalam Global Economic Risks and Implications for Indonesia Reports yang dirilis oleh Bank Dunia, Indonesia diprediksi terdampak resesi ekonomi global. Bank dunia memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia di tahun 2019 menjadi 5,1persen. Pada 2020, ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 4,9 persen dan pada 2022 tumbuh 4,6 persen. Bercermin pada krisis ekonomi tahun 1998, sudah sewajarnya jika Indonesia menguatkan sektor UMKM melalui penyediaan akses permodalan, pembinaan/mentoring, dan penciptaan iklim usaha UMKM yang kondusif. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan kualitas UMKM agar berdaya saing di kancah nasional dan global terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Keberhasilan dalam penguatan dan pemberdayaan UMKM pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian Indonesia secara signifikan serta memperkuat daya tahan terhadap ancaman resesi global. Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM PENGUATAN UMKM DI TENGAH U saha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Salah satunya adalah penciptaan lapangan kerja. Penyerapan tenaga kerja pada tahun 2017 dari UMKM mencapai 116,7 juta tenaga kerja atau 97 persen dari total tenaga kerja yang diserap unit usaha di Indonesia. UMKM juga telah terbukti mampu bertahan pada krisis ekonomi Indonesia. Sekitar 96 persen UMKM bertahan dari goncangan krisis moneter 1997/1998 dan 2008/2009. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pasca krisis ekonomi tahun 1997-1998, jumlah UMKM di Indonesia malah menunjukan tren yang meningkat. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UMKM (2017), populasi pelaku UMKM sebesar 62,92 juta atau 99,9 persen dari total pelaku 37 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu TANGKAS MENANGGULANGI KEDARURATAN 21 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020 C OVID-19 yang belum kunjung usai tidak hanya mengorbankan kesehatan masyarakat tapi juga kian berdampak pada ekonomi. Di tengah kecamuk pandemi, pemerintah terus mengadaptasi kebijakan dengan kebutuhan kondisi terkini. Kecepatan pemenuhan anggaran penanganan COVID-19 ini menjadi sebuah keharusan agar pandemi segera terbasmi dari negeri. Simak wawancara Media Keuangan dengan Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara, Kunta 1 Tahun 2020 memberikan fleksibilitas pada pemerintah untuk melakukan berbagai macam kebijakan atau pengelolaan alokasi anggaran supaya bisa cepat bergerak, seperti realokasi dan refocusing belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, termasuk tambahan anggaran yang difokuskan ke tiga hal kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan dunia usaha. Hal tersebut, juga didukung dengan kemungkinan untuk melakukan relaksasi defisit juga. Kita juga melakukan monitoring dan evaluasi berkala secara intensif sehingga kebutuhan di tiga fokus tadi bisa terpenuhi. Koordinasi dengan BI, OJK, dan LPS juga terus dilakukan untuk menjaga kestabilan sektor keuangan. Kebijakan anggaran apa saja yang diambil untuk mendukung sektor kesehatan dalam upaya percepatan penanganan COVID-19? Yang pertama, adalah pembentukan gugus tugas Covid-19 yang didukung pendanaan sekitar Rp3,1 triliun dari pemanfaatan cadangan APBN, yang dimanfaatkan untuk penanganan Kesehatan di masa awal darurat pandemic Covid-19. Selanjutnya, kita memberikan stimulus fiskal berupa tambahan belanja kesehatan Rp75 triliun (dari total stimulus tahap 3 sebesar Rp405 triliun) yang difokuskan pada belanja penanganan Kesehatan (antara lain peralatan, sarpras Kesehatan, dan biaya penggantian klaim perawatan pasien positif Covid-19), insentif dan santunan kematian bagi tenaga medis, dan bantuan iuran peserta BPJS Kesehatan untuk segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) Kelas 3. Lalu kita juga lakukan kebijakan realokasi dan refocusing anggaran K/L dan pemda. Dalam hal ini, Kementerian Keuangan terus memantau perkembangan revisi anggaran K/L untuk penanganan COVID-19 serta pelaksanaan anggarannya. Selain itu, kita juga memberikan insentif fiskal berupa fasilitas perpajakan, khususnya untuk pengadaan peralatan kesehatan dan obat-obatan. Dengan dukungan tersebut, sekarang sudah banyak industri dalam negeri yang bisa memproduksi Alat Pelindung Diri (APD), bahkan ada juga yang bisa memproduksi ventilator pernafasan. Upaya apa yang dilakukan untuk memastikan kecukupan anggaran penanganan COVID-19? Pemerintah akan terus memantau kebutuhan anggaran, dikaitkan dengan proyeksi berapa lama pandemi ini akan terjadi. Semakin lama, dan semakin banyak korban, tentunya akan dibutuhkan lebih banyak anggaran. Sumber pendanaan ini utamanya dari pendapatan dan pembiayaan, serta realokasi dan refocusing anggaran K/L dan TKDD. Pemerintah melalui koordinasi dengan stakeholder terkait akan terus melakukan pemetaan kebutuhan anggaran penanganan Covid-19, dan memperkuat perencanaan dan keakuratan kebijakan kesehatan. Di samping itu, pemerintah akan terus mendorong refocusing anggaran K/L untuk mendukung sektor kesehatan, mengingat apabila pandemi berlangsung lebih lama, maka kegiatan K/L tidak dapat berjalan, dan anggarannya dapat direalokasi untuk mendukung intervensi kesehatan. Berapa total anggaran yang diperoleh setelah refocusing dari K/L dan pemda? Dalam menangani pandemi Covid-19 dan dampaknya, telah dilakukan kebijakan penghematan anggaran, baik belanja K/L maupun transfer ke daerah dan dana desa. Untuk penghematannya total K/L sekitar Rp145-an triliun dan untuk pemda sekitar Rp94 triliun. Uang ini digunakan sebagai salah satu sumber dana pemberian stimulus yang berfokus ke tiga hal di awal tadi. Penghematan tersebut di luar kebijakan refocusing anggaran K/L dan Pemda untuk mendukung penanganan Kesehatan. Apakah ke depan akan ada peningkatan anggaran kesehatan? Sejak 2019, rasio anggaran kesehatan terhadap APBN sebenarnya sudah lebih dari 5 persen, karena kita meng cover Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), prasarana dan sarana kesehatan, termasuk dana-dana yang di transfer ke daerah. Jadi fokusnya bukan ke persentasenya harus sekian tapi lebih kepada program apa yang mau dijalankan, lalu output dan outcome apa yang mau dituju. Tentu Covid-19 ini menjadi baseline dalam persiapan anggaran kesehatan ke depan. Misal dalam pemenuhan fasilitas kesehatan dan perbaikan JKN, baik dari segi layanan maupun sistemnya. Bagaimana dengan fokus alokasi anggaran kesehatan ke depan? Ke depan anggaran kesehatan difokuskan untuk reformasi kesehatan. Pertama, mempercepat pemulihan dampak Covid-19 melalui peningkatan dan pemerataan fasilitas kesehatan, peralatan kesehatan, dan tenaga kesehatan, serta koordinasi dengan pemda, BUMN/BUMD, dan swasta. Kedua, penguatan sistem kesehatan, baik supply maupun demand. Ketiga, penguatan health security preparedness melalui penguatan kesiapan pencegahan, deteksi, dan respons penyakit, penguatan health emergency framework, dan sistem kesehatan yang terintegrasi. Apa harapan Bapak untuk implementasi kebijakan penanganan pandemi dan ketahanan APBN? Pertama, harapan saya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, serta seluruh lapisan masyarakat terus berlanjut, termasuk sharing the pain dengan pemda itu penting. Gugus tugas penanganan pandemi sebagai implementasi kebijakan satu pintu juga penting dilanjutkan. Kemudian kita juga ingin mendukung dunia usaha untuk kesehatan, sehingga kebutuhan alat kesehatan dan farmasi dalam negeri dapat kita penuhi sendiri. Yang terakhir, dengan adanya pandemi ini seluruh sector kehidupan akan melakukan penyesuaian (yang biasa disebut new normal). Mekanisme bekerja, bentuk interaksi dalam masyarakat, dan sebagainya akan menyesuaikan. Termasuk dalam hal pengelolaan APBN. Seharusnya APBN kita dengan new normal yang kita jalani saat ini, menjadi baseline yang efektif dan efisien dalam proses recovery dan reformasi kebijakan fiskal di tahun 2021 dan tahun-tahun selanjutnya. Wibawa Dasa Nugraha, mengenai optimalisasi anggaran kesehatan untuk atasi kedaruratan. Bagaimana APBN kita memprioritaskan kesehatan masyarakat selama ini? Anggaran Kesehatan dan anggaran Pendidikan menjadi concern Pemerintah selama ini, untuk meningkatkan kualitas SDM. Sejak 2016, Pemerintah menjaga alokasi anggaran kesehatan minimal 5 persen dari APBN, karena kesehatan berdampak langsung ke future income orang. Kalau orang sehat, dia akan semakin produktif. Secara tidak langsung, ini juga merupakan investasi Pemerintah di bidang SDM. Dengan adanya pandemi COVID-19 bagaimana prioritas sektor kesehatan dikaitkan dengan ekonomi? Pandemi ini menimbulkan krisis kesehatan lalu berdampak ke krisis ekonomi dan akhirnya bisa berdampak ke krisis keuangan. Karena pandemik ini belum ada obatnya, maka dilakukan pembatasan- pembatasan, seperti physical distancing, work from home, dan PSBB. Maka yang paling terdampak pertama kali dari pandemi ini adalah sektor riil atau informal. Sehingga menimbulkan krisis ekonomi, kalau hal ini tidak segera diatasi akan berakibat pada krisis keuangan. Dengan kata lain, kesehatan, ekonomi dan keuangan ini saling mempengaruhi, tidak dapat dipisahkan. Untuk merespons kondisi tersebut, saat ini Pemerintah memberi stimulus fiscal tahap 3 yang berfokus pada sektor kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan pada dunia usaha. Dengan demikian, bukan hanya kesehatan masyarakat yang tertangani, tetapi masyarakat miskin, rentan miskin, serta dunia usaha yang sosial ekonominya terdampak COVID-19 juga bisa tetap hidup. Sehingga selama masa pandemi, kebutuhan pokok setidaknya dapat terpenuhi, daya beli terjaga dan saat pandemi berakhir, kita bisa segera bangkit kembali. Apa strategi yang dilakukan untuk mengantisipasi kebijakan yang begitu dinamis di masa darurat ini? Saat ini semuanya berubah serba cepat dan kita harus siap untuk mengantisipasinya. Jangan sampai telat karena risiko kedepannya sangat tinggi. Adanya Perppu Nomor
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
idak ada satu ahli di negara mana pun yang mengetahui dengan pasti bagaimana perkembangan virus ini ke depan. Tidak ada yang tahu pasti apakah akan ada obat yang bisa menyembuhkan. Tidak ada yang tahu pasti kapan vaksin untuk penyakit ini bisa ditemukan. Sementara kebijakan pengganggaran di tahun 2021 melalui RAPBN 2021 tak bisa lepas dari persoalan dan dinamika yang terjadi di tahun ini. Akan tetapi, pemerintah berupaya optimis dan tetap realistis dalam menentukan program-program tahun depan. Dono Widiatmoko, Senior Lecture University of Derby, Inggris menyampaikan bahwa ilmu pengetahuan mengenai virus dan penyakit ini masih amat terbatas. “Ilmu kita mengenai COVID-19 di seluruh dunia sama titik nolnya, di bulan Desember. Sampai sekarang belum ada evidence yang jelas. Bisa jadi saat ini belum ada evidence kita tertular dua kali, tapi kita tidak tahu kedepannya,” terangnya. Saat ditanya negara mana yang bisa menjadi panutan dalam penanganan pandemi, pria yang mengajar Health Economic ini menjelaskan bahwa ada kelebihan dan kekurangan dari strategi tiap negara menghadapi COVID-19. “Penanganan COVID-19 siapa yang paling benar di dunia ini, tak ada yang tahu. Contohnya New Zealand dengan Swedia, keduanya negara maju. Sementara penanganan COVID-19 keduanya berbeda 180 derajat. New Zealand full lockdown sementara Swedia tidak sebab mereka penganut herd immunity, tapi orang-orang tua dijaga. Namun, di sisi lain, New Zealand ekonominya mati, Swedia ekonominya jalan, tapi angka kematiannya tinggi. Nah, tergantung kita mau contoh yang mana,” jelasnya. Memulihkan ekonomi dari gempuran pandemi Di tengah ketidakpastian ekonomi, berbagai strategi dan kebijakan dikeluarkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Onny Widjanarko, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, berpendapat ada beberapa kebijakan baik yang telah dan akan dilakukan yang perlu diakselerasi sehingga ekonomi Indonesia dapat pulih lebih cepat. “Penanganan COVID-19 perlu dipercepat sehingga aktivitas sosial meningkat dan berimplikasi pada peningkatan aktivitas transaksi ekonomi. Sektor-sektor ekonomi yang dapat berjalan dengan protokol kesehatan perlu dibuka. Perlu percepatan penyerapan anggaran dengan jumlah besar dan inklusif. Selain itu, restrukturisasai kredit terutama UMKM dan perluasan pemanfaatan digital juga merupakan pilihan yang tepat,” tutur Onny. Hal senada juga disampaikan oleh Ralph Van Doorn, Senior Economist World Bank. Menurutnya, bangkitnya ekonomi di tengah ketidakpastian dapat dilakukan dengan menciptakan situasi yang kondusif bagi investasi, perdagangan dan inovasi dan meningkatkan kemampuan para pekerja melalui program Kartu Prakerja. Ia juga menambahkan bahwa upaya Indonesia untuk mengatasi kesenjangan infrastruktur perlu dilanjutkan sebab hal tersebut merupakan strategi kunci dalam pemulihan ekonomi paskapandemi. Selain itu, meratakan kurva utang juga perlu dilakukan sebab pembayaran bunga yang meningkat akan mengurangi ruang fiskal. Melonggarkan PSBB, membuka ekonomi Dengan pelonggaran PSBB, kegiatan ekonomi mulai bergerak dan berdampak positif. Namun di sisi lain, hal ini berisiko menurunkan status kewaspadaan terhadap COVID-19. Menurut Ralph banyak negara, termasuk Indonesia, telah menghadapi trade- off antara memperlambat penyebaran COVID-19 dan mempertahankan aktivitas ekonomi. Melalui kebijakan yang tepat, ada peluang untuk bergerak dengan aman menuju New Normal . “Ada beberapa langkah konkret bagi Indonesia agar bisa mendapatkan peluang terbaik dalam membuka kembali perekonomian. Pemerintah harus fokus dalam memperluas kapasitas laboratorium pengujian, mengintegrasikan sistem informasi untuk pengawasan, mengumpulkan data dengan baik sehingga tingkat pandemi dapat diukur lebih akurat, memastikan ketersediaan dan kesiapan layanan kesehatan termasuk produksi dan distribusi vaksin COVID-19,” tambahnya. Sementara itu, Dono menyatakan bahwa efektivitas PSBB juga diragukan. Ia melakukan penelitian evaluasi PSBB dari beberapa variabel seperti google mobility report , ojek online dan jumlah polutan udara di Jakarta. “PSBB pasti ada pengaruhnya tapi besar atau kecilnya tergantung. Ada beberapa daerah yang sukses seperti Pekalongan, Malang, dan Banyumas, tapi sekarang bocor juga. Mengapa? Sebab, kita butuh menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi dengan kesehatan. Maka kita perlu mengakomodasi ekonomi berjalan dengan tetap menjaga prinsip pencegahan penularan penyakit,” tuturnya. Alokasi anggaran untuk pandemi Ralph menilai langkah yang diambil Pemerintah Indonesia untuk mengakselerasi belanja produktif di sektor kesehatan, bantuan sosial dan dukungan terhadap industri dianggap tepat. “Bantuan sosial penting agar masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan pendapat tidak jatuh dalam jurang kemiskinan. Sebab, tanpa program tersebut, kami memprediksi sebanyak 5,5 -8 juta masyarakat Indonesia akan masuk ke dalam garis kemiskinan. Namun, penting agar program tersebut diberikan tepat sasaran. Data memperlihatkan bahwa penyaluran program PKH dan Kartu Sembako sudah sesuai, tetapi efektivitas penyaluran BLT Desa dan Kartu Pra Kerja masih perlu ditingkatkan terutama menghilangkan aspek-aspek yang memperlambat pencairan,” jelasnya. Membahas mengenai alokasi anggaran, Dono menyampaikan perspektifnya bahwa selama ini mayoritas anggaran kesehatan sebaiknya tak hanya dialokasikan pada anggaran kuratif saja namun juga perlunya fokus pada program preventif dan promotif. “Seharusnya yang menjadi prioritas adalah anggaran preventif dan promotif sebab penyakit ini (COVID-19) fokusnya adalah disiplin agar kita lebih sehat dan bisa lebih imun. Saat ini, akibat COVID-19 ada beberapa masalah kesehatan yang terabaikan dan itu yang terkait dengan pencegahan seperti pre-natal care dan imunisasi dengan tutupnya posyandu. Maka, saya mohon agar semua yang ada urusannya dengan investasi manusia di masa depan diproteksi”, ujar Dono. Proyeksi kondisi ekonomi ke depan Jika terjadi gelombang kedua COVID-19 di Indonesia, Ralph memperkirakan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi yang lebih dalam dari ekonomi global sebesar 7,8 persen pada tahun 2020 dibandingkan dengan skenario dasar World Bank yaitu kontraksi 5 persen. “Jika ada gelombang kedua dan diikuti pembatasan mobilitas skala besar di kuartal III dan IV maka diprediksi ekonomi Indonesia akan berkontraksi sebanyak 2 persen pada tahun 2020. Selain itu, efek yang lebih terasa adalah hilangnya pendapatan dari konsumsi dan investasi,” paparnya. Sementara itu, Onny menyatakan optimismenya bahwa ekonomi Indonesia dapat tetap terjaga dan dipertahankan untuk tumbuh positif di tengah pandemi. “Pemerintah sudah bertekad dan all out agar negara kita tidak mengalami pertumbuhan negatif di sisa kuartal tahun 2020 ini. Ditambah lagi dengan melihat tema APBN 2021 yakni Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi. RAPBN 2021 disusun saat kondisi ekonomi global dan domestik mengalami tekanan dan tantangan luar biasa. Menurut kami, kebijakan yang diambil sudah pas,” ujarnya. Tak dipungkiri lagi, tahun 2020 menjadi tahun yang penuh gejolak. Namun demikian, Pemerintah terus memahat optimisme salah satunya melalui APBN 2021 yang didisain sebagai instrumen percepatan pemulihan ekonomi paskapandemi. Apa saja strategi pemerintah tahun depan, simak di laporan utama berikutnya. 11 MEDIAKEUANGAN 10 VOL. XV / NO. 156 / SEPTEMBER 2020 "...pada intinya kita perlu menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi dengan kesehatan." Pemerintah mengakselerasi belanja produktif dalam rangka memberikan stimulus kepada perekonomian Foto Tino Adi P Dono Widiatmoko Senior Lecture University of Derby