JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12763
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 1.217 hasil yang relevan dengan "kebijakan keuangan "
Dalam 0.013 detik
Thumbnail
DANA DESA Dana Desa | DANA DESA | PENGELOLAAN
PMK 145 TAHUN 2023

Pengelolaan Dana Desa

  • Ditetapkan: 27 Des 2023
  • Diundangkan: 28 Des 2023

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

TENTANG Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. 2. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri jdih.kemenkeu.go.id sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa. 7. Dana Desa adalah bagian dari TKD yang diperuntukkan bagi Desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. 8. Alokasi Dasar adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada setiap Desa. 9. Alokasi Afirmasi adalah alokasi yang dibagi secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal dan dapat mempertimbangkan jumlah penduduk miskin tinggi di Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal. 10. Alokasi Kinerja adalah alokasi yang dibagi kepada Desa dengan kinerja terbaik. 11. Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. 12. Indikasi Kebutuhan Dana Desa adalah indikasi dana yang perlu dianggarkan dalam rangka pelaksanaan Dana Desa. 13. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. 14. Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kernen terian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran BUN. jdih.kemenkeu.go.id 15. Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga. 16. Pemimpin Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Pemimpin PPA BUN adalah pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas program BA BUN dan bertindak untuk menandatangani daftar isian pelaksanaan anggaran BUN. 17. Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggungjawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN. 18. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN. 19. Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA-BUN adalah dokumen rencana keuangan tahunan dari BUN yang memuat rincian kegiatan, anggaran, dan target kinerja dari PPA BUN, yang disusun· menurut BA BUN. 20. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA Satker BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan TKD tahunan yang disusun oleh KPA BUN. 21. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 22. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 23. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah. 24. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disebut APBDes adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa. 25. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh jdih.kemenkeu.go.id penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 26. Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan. 27. Rekening Kas Desa yang selanjutnya disingkat RKD adalah rekening tempat penyimpanan uang Pemerintahan Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa dalam 1 ( satu) rekening pada bank yang ditetapkan. 28. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat pembuat komitmen, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara. 29. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penanda tangan surat perintah membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA. 30. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. 31. Aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disebut Aplikasi OM- SPAN adalah aplikasi yang digunakan dalam rangka memonitoring transaksi dalam sistem perbendaharaan dan anggaran negara dan menyajikan informasi sesuai dengan kebutuhan yang diakses melalui jaringan berbasis web. Pasal 2 Ruang lingkup pengelolaan Dana Desa dalam Peraturan Menteri ini meliputi:

a.

penganggaran;

b.

pengalokasian;

c.

penyaluran;

d.

penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan;

e.

penggunaan;

f.

pemantauan dan evaluasi; dan

g.

penghentian dan/ a tau penundaan penyaluran Dana Desa. BAB II PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA PENGELOLA DANA DESA Pasal 3 (1) Dalam rangka pengelolaan Dana Desa, Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran BUN Pengelola TKD menetapkan: jdih.kemenkeu.go.id a. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD;

b.

Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagai KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan;

c.

Kepala KPPN sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan; dan

d.

Direktur Pelaksanaan Anggaran sebagai koordinator KPA BUN Penyaluran TKD. (2) Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Kepala KPPN yang wilayah kerjanya meliputi Daerah kabupaten/kota penerima alokasi Dana Desa. (3) Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berhalangan, Menteri Keuangan menunjuk Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (4) Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berhalangan, Menteri Keuangan menunjuk pejabat pelaksana tugas / pelaksana harian Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (5) Keadaan berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dan Kepala KPPN sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan:

a.

tidak terisi dan menimbulkan lowonganjabatan; atau

b.

masih terisi namun pejabat definitif yang ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran tidak dapat melaksanakan tugas. (6) Pejabat pelaksana tugas KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang sama dengan KPA BUN. (7) Penunjukan:

a.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan/atau

b.

pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berakhir dalam hal Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau Kepala KPPN jdih.kemenkeu.go.id se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c telah terisi kembali oleh pejabat definitif dan/atau dapat melaksanakan tugas kembali se bagai KPA. (8) Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD dapat mengusulkan penggantian KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan kepada Menteri Keuangan. (9) Penggantian KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Pasal 4 (1) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:

a.

mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Dana Desa kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD yang dilengkapi dengan dokumen pendukung;

b.

menyusun RKA satker BUN TKD untuk Dana Desa beserta dokumen pendukung yang berasal dari pihak terkait;

c.

menyampaikan RKA satker BUN TKD untuk Dana Desa beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk direviu;

d.

menandatangani RKA satker BUN TKD untuk Dana Desa yang telah direviu oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan menyampaikannya kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD;

e.

menyusun DIPA BUN TKD untuk Dana Desa; dan

f.

menyusun dan/atau menyampaikan rekomendasi pengenaan penundaan, pemotongan, penghentian penyaluran, dan/atau penyaluran kembali TKD untuk Dana Desa kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD. (2) KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:

a.

menetapkan pejabat pembuat komitmen dan pejabat penandatangan SPM;

b.

melakukan verifikasi atas kesesuaian dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa;

c.

menyusun dan menyampaikan proyeksi penyaluran Dana Desa sampai dengan akhir tahun kepada koordinator KPA BUN Penyaluran TKD;

d.

melaksanakan penyaluran Dana Desa melalui pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke Desa; jdih.kemenkeu.go.id e. menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran Dana Desa kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menggunakan Aplikasi OM-SPAN dalam rangka pertanggungjawaban penyaluran Dana Desa;

f.

menyusun dan menyampaikan laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

g.

melakukan pengisian dan menyampaikan capaian kinerja penyaluran Dana Desa melalui aplikasi sistem monitoring dan evaluasi kinerja terpadu bendahara umum negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d menggunakan Aplikasi OM-SPAN yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. (4) Proyeksi penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f merupakan satu kesatuan dengan laporan keuangan dan proyeksi penyaluran TKD. (5) Koordinator KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:

a.

menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan realisasi penyaluran Dana Desa kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui Aplikasi OM-SPAN berdasarkan laporan realisasi penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e;

b.

menyusun proyeksi penyaluran Dana Desa sampai dengan akhir tahun berdasarkan rekapitulasi laporan dari KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui aplikasi cash _planning information network; _ dan c. menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD, KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, dan koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak bertanggung jawab secara formal dan materiil atas penggunaan Dana Desa oleh Pemerintah Desa. jdih.kemenkeu.go.id BAB III PENGANGGARAN Pasal 6 (1) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana Desa kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD. (2) Berdasarkan usulan Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyusun Indikasi Kebutuhan Dana Desa. (3) Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disusun dengan memperhatikan:

a.

kebutuhan Desa yang menjadi kewenangan Desa;

b.

prioritas nasional;

c.

hasil pengalihan belanja kementerian negara/lembaga yang masih mendanai kewenangan Desa; dan/atau

d.

kemampuan keuangan negara. (4) Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyampaikan Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat bulan Februari tahun anggaran sebelumnya. (5) Penyusunan dan penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Pasal 7 (1) Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 digunakan sebagai dasar penganggaran, penyusunan arah kebijakan, dan pengalokasian Dana Desa dalam nota keuangan dan rancangan U ndang- Undang mengenai APBN. (2) Penganggaran, penyusunan arah kebijakan, dan pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam pembahasan nota keuangan dan rancangan Undang-Undang mengenai APBN antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Berdasarkan hasil pembahasan antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan menetapkan pagu anggaran Dana Desa. BAB IV PENGALOKASIAN Pasal 8 (1) Berdasarkan pagu anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Direktorat Jenderal jdih.kemenkeu.go.id Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa. (2) Penghitungan rincian Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:

a.

sekaligus; atau

b.

bertahap. (3) Dalam hal penghitungan rincian Dana Desa dilakukan secara sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, penghitungan rincian Dana Desa dilakukan berdasarkan formula pengalokasian. (4) Formula pengalokasian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung secara merata dan berkeadilan berdasarkan:

a.

Alokasi Dasar;

b.

Alokasi Afirmasi;

c.

Alokasi Kinerja; dan

d.

Alokasi Formula. (5) Formula pengalokasian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN. (6) Dalam hal penghitungan rincian Dana Desa dilakukan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, penghitungan rincian Dana Desa dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

sebagian Dana Desa dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan; dan

b.

sebagian Dana Desa dihitung pada tahun anggaran berjalan. (7) Sebagian Dana Desa yang dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dilakukan berdasarkan formula pengalokasian sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (8) Sebagian Dana Desa yang dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dialokasikan sebagai insentif Desa berdasarkan kriteria tertentu. (9) Dalam hal terdapat ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan, sebagian Dana Desa yang dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat digunakan untuk melaksanakan kebijakan Pemerintah berupa burden sharing pendanaan. Pasal 9 (1) Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa. (2) Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan secara proporsional kepada setiap Desa dengan memperhatikan jumlah penduduk. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 10 (1) Alokasi Afirmasi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf b diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa. (2) Alokasi Afirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal dan dapat mempertimbangkan jumlah penduduk miskin tinggi di Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal. Pasal 11 (1) Alokasi Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf c diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa. (2) Alokasi Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada Desa dengan kinerja terbaik. (3) Penetapan Desa dengan kinerja Desa terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dinilai berdasarkan:

a.

kriteria utama; dan

b.

kriteria kinerja. (4) Penetapan Desa dengan kinerja Desa terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan data yang diterbitkan atau diperoleh pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan. (5) Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan tata kelola keuangan Desa yang efektif, efisien, dan bebas dari korupsi. (6) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri atas:

a.

indikator wajib; dan/atau

b.

indikator tambahan. (7) Indikator wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dinilai oleh Pemerintah. (8) lndikator tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dinilai oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (9) Dalam hal Pemerintah Daerah kabupaten/kota tidak melakukan penilaian kinerja Desa atau tidak menyampaikan hasil penilaian kinerja Desa sampai batas waktu yang telah ditetapkan, penilaian kinerja Desa dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Pasal 12 (1) Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf d diberikan dengan porsi tertentu dari anggaran Dana Desa. (2) Alokasi Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan dengan bobot tertentu berdasarkan indikator se bagai berikut:

a.

jumlah penduduk;

b.

angka kemiskinan Desa;

c.

luas wilayah Desa; dan

d.

tingkat kesulitan geografis. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 13 (1) Dana Desa setiap Desa yang dihitung secara sekaligus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a atau yang dihitung pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) huruf a ditetapkan berdasarkan penjumlahan Alokasi Dasar, Alokasi Afirmasi, Alokasi Kinerja, dan Alokasi Formula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 12. (2) Dana Desa setiap kabupaten/kota dihitung berdasarkan penjumlahan Dana Desa setiap Desa pada kabupaten/kota bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Presiden. (3) Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. (4) Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menyampaikan informasi Dana Desa setiap Desa dan Dana Desa setiap kabupaten/kota melalui laman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan mendahului penetapan oleh Presiden dan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). Pasal 14 (1) Data dalam pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 12, bersumber dari kementerian negara/lembaga yang berwenang dan/atau Pemerintah Daerah. (2) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 31 Agustus. (3) Dalam hal tanggal 31 Agustus bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat pada hari kerja berikutnya. (4) Dalam hal data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia, terdapat anomali, dan/atau tidak memadai, penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa menggunakan:

a.

data yang dipakai pada penghitungan Dana Desa tahun anggaran sebelumnya;

b.

data yang dibagi secara proporsional antara Desa pemekaran dan Desa induk dan/atau menggunakan data Desa induk;

c.

rata-rata data Desa dalam satu kecamatan dimana Desa tersebut berada;

d.

data hasil pembahasan dengan kementerian negara/lembaga penyedia data; dan/atau

e.

data hasil penyesuaian atas data yang digunakan pada penghitungan Dana Desa tahun anggaran sebelumnya dan/atau data yang dirilis pada laman kementerian negara/lembaga penyedia data terkait. jdih.kemenkeu.go.id (5) Pembahasan dengan kementerian negara/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilakukan melalui rekonsiliasi data dengan kementerian negara/lembaga penyedia data dan dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi. Pasal 15 (1) Kriteria tertentu untuk insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8) berupa:

a.

kriteria utama; dan

b.

kriteria kinerja. (2) Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan indikator tata kelola keuangan Desa yang efektif, efisien, dan bebas dari korupsi. (3) Desayang tidak memenuhi kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mendapatkan insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8). (4) Kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi kinerja keuangan, tingkat kepatuhan terhadap aturan pengelolaan keuangan Desa, penganggaran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya untuk prioritas nasional, dan/atau penghargaan yang diperoleh oleh Desa dari kementerian negara/lembaga. (5) Insentif Desa dibagikan kepada Desa yang memiliki kinerja terbaik berdasarkan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) Data kriteria utama dan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) merupakan data yang diterbitkan atau diperoleh pada tahun anggaran berjalan. (7) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersumber dari kementerian negara/lembaga yang berwenang dan/atau Pemerintah Daerah. (8) Dalam rangka penghitungan insentif Desa, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan permintaan data kriteria utama dan kriteria kinerja tahun berjalan kepada kementerian negara/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah. (9) Data kriteria utama dan kriteria kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) yang digunakan dalam penghitungan insentif Desa merupakan data yang telah diterima oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 31 Juli tahun anggaran berjalan. (10) Dalam hal tanggal 31 Juli bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, data sebagaimana dimaksud pada ayat (9) paling lambat diterima pada hari kerja berikutnya. Pasal 16 (1) Rincian insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8), ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. jdih.kemenkeu.go.id (2) Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menyampaikan informasi insentif Desa melalui laman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan mendahului penetapan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 17 Penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. BABV PENYALURAN Bagian Kesatu Dokumen Pelaksanaan Penyaluran Pasal 18 (1) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun RKA Satker BUN Dana Desa berdasarkan alokasi Dana Desa yang tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. (2) Penyusunan RKA Satker BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) RKA Satker BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk direviu. (4) RKA Satker BUN Dana Desa yang telah direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai salah satu dasar penyusunan RKA-BUN TKD. (5) PPA BUN Pengelolaan TKD menyusun RKA-BUN TKD berdasarkan hasil reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan pagu anggaran BUN yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (6) Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menetapkan RKA-BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan menyampaikan RKA-BUN TKD yang telah ditetapkan kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk ditelaah. (7) Hasil penelaahan atas RKA-BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa daftar hasil penelaahan RKA-BUN TKD. (8) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun DIPA BUN Dana Desa berdasarkan RKA-BUN TKD yang telah dilakukan penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7). (9) DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan oleh Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD kepada Direktur Jenderal Anggaran. jdih.kemenkeu.go.id (10) Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan mengesahkan DIPA BUN Dana Desa berdasarkan hasil penelaahan atas RKA-BUN TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (7). (11) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyampaikan DIPA petikan BUN Dana Desa kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (12) DIPA petikan BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (11) digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan satuan kerja BUN dan pencairan dana/ pengesahan bagi BUN/ Kuasa BUN. Pasal 19 (1) KPA BUN Pengelola Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dapat menyusun perubahan DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (10). (2) Penyusunan perubahan DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. Pasal 20 (1) Pejabat pembuat komitmen menggunakan DIPA petikan BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (11) sebagai dasar penerbitan SPP. (2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh pejabat penandatangan SPM sebagai dasar penerbitan SPM. (3) SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar penerbitan SP2D. Bagian Kedua Tahapan dan Persyaratan Penyaluran Pasal 21 (1) Dana Desa disalurkan dari RKUN ke RKD melalui RKUD. (2) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD. (3) Pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa dari bupati/wali kota. (4) Besaran pagu Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.

pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya; dan/atau

b.

pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya. jdih.kemenkeu.go.id (5) Pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a merupakan selisih antara pagu Dana Desa dengan pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b. (6) Pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. Pasal 22 (1) Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya se bagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf a dilakukan dalam 2 (dua) tahap, dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

tahap I, sebesar 40% (empat puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling lambat bulan Juni tahun anggaran berjalan; dan

b.

tahap II, sebesar 60% (enam puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling cepat bulan April tahun anggaran berjalan. (2) Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Desa berstatus Desa mandiri dilakukan dalam 2 (dua) tahap, dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

tahap I, sebesar 60% (enam puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling lambat bulan Juni tahun anggran berjalan; dan

b.

tahap II, sebesar 40% (empat puluh persen) dari pagu Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya setiap Desa, dilakukan paling cepat bulan April tahun anggaran berjalan. (3) Desa mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan status Desa berdasarkan indeks Desa membangun yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi atau indeks Desa lainnya yang ditetapkan oleh kementerian negara/lembaga terkait. Pasal 23 (1) Penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan setelah KPA BUN Penyaluran Dana Desa, In sen tif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menerima dokumen persyaratan penyaluran dari bupati/wali kota secara lengkap dan benar. (2) Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

tahap I berupa:

1.

peraturan Desa mengenai APBDes; dan jdih.kemenkeu.go.id 2. surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa; dan

b.

tahap II berupa:

1.

laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran se belumnya; dan

2.

laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahap I menunjukkan rata- rata realisasi penyerapan paling rendah sebesar 60% (enam puluh persen) dan rata-rata capaian keluaran menunjukkan paling rendah sebesar 40% (empat puluh persen). (3) Selain persyaratan penyaluran tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, bupati/wali kota melakukan:

a.

perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) hurufb;

b.

perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran sebelumnya; dan

c.

penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa, melalui Aplikasi OM-SPAN. (4) Perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku selama 1 (satu) tahun anggaran untuk penyaluran Dana Desa. (5) Perekaman realisasi Dana Desa yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. (6) Selain persyaratan penyaluran tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b bupati/wali kota melakukan penandaan pengajuan penyaluran atas Desa layak salur yang disertai dengan daftar rincian Desa melalui Aplikasi OM-SPAN. (7) Penerimaan dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

tahap I paling lambat tanggal 15 Juni tahun anggaran berj alan; dan

b.

batas waktu untuk tahap II mengikuti ketentuan mengenai langkah-langkah akhir tahun. (8) Dalam hal tanggal 15 Juni sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) diterima paling lambat pada hari kerja berikutnya. (9) Dalam hal Bupati/wali kota tidak melakukan perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Dana Desa tidak disalurkan dan menjadi sisa Dana Desa di RKUN. jdih.kemenkeu.go.id (10) Bupati/wali kota bertanggungjawab untuk menerbitkan surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 2 untuk seluruh Desa, dan wajib menyampaikan surat kuasa dimaksud pada saat penyampaian dokumen persyaratan penyaluran tahap I pertama kali disertai dengan daftar RKD. (11) Capaian keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 dihitung berdasarkan rata-rata persentase capaian keluaran dari seluruh kegiatan setiap Desa. (12) Laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 disusun sesuai dengan tabel ref erensi data bi dang, kegiatan, uraian keluaran, volume keluaran, satuan keluaran, dan capaian keluaran sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. (13) Dalam hal tabel referensi data bidang, kegiatan, uraian keluaran, volume keluaran, satuan keluaran, dan capaian keluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (12) belum tersedia, bupati/wali kota menyampaikan permintaan perubahan tabel referensi kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan untuk dilakukan pemutakhiran. (14) Daftar RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (10) merupakan daftar rekening kas setiap Desa pada bank umum yang terdaftar dalam sistem kliring nasional Bank Indonesia dan/atau Bank Indonesia real time gross settlement sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (15) Dalam hal terdapat perubahan RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (14), bupati/wali kota menyampaikan perubahan RKD kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (16) Tata cara dan penyampaian perubahan RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (15) dilaksanakan berdasarkan ketentuan mengenai pengelolaan data supplier dan data kontrak dalam sistem perbendaharaan dan anggaran negara. ( 1 7) Dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam bentuk dokumen digital ( softcopy). (18) Dokumen persyaratan penyaluran se bagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diolah dan dihasilkan melalui Aplikasi OM-SPAN. Pasal 24 Tahapan dan persyaratan penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 25 (1) In sen tif Desa se bagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8) disalurkan setelah KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menerima dokumen persyaratan penyaluran dari bupati/wali kota secara lengkap dan benar berupa surat pernyataan kepala Desa terkait komitmen penganggaran insentif Desa dalam APBDes. (2) Penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara sekaligus paling cepat bulan Agustus tahun anggaran berjalan. (3) Selain persyaratan penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bupati/wali kota melakukan penandaan pengajuan penyaluran insentif Desa atas Desa layak salur kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui Aplikasi OM-SPAN yang disertai dengan daftar rincian Desa. (4) Batas waktu penerimaan dokumen persyaratan penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan mengena1 langkah- langkah akhir tahun. Pasal 26 (1) Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), Pasal 24, dan Pasal 25 ayat (1) disampaikan dengan surat pengantar yang ditandatangani paling rendah oleh pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pengelolaan keuangan Daerah atau pimpinan organisasi perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Kewenangan penandatanganan surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/wali kota. Pasal 27 Bupati/wali kota bertanggung jawab atas:

a.

kelengkapan persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 25;

b.

kebenaran data perekaman pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf a; dan

c.

kebenaran atas surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a angka 2 serta surat pengantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1). Pasal 28 (1) Dalam rangka penyampaian dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), bupati/wali kota menerima dokumen persyaratan penyaluran dari kepala Desa secara jdih.kemenkeu.go.id lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a angka 1 dan huruf b. (2) Kepala Desa bertanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 29 Pemerintah Daerah kabupaten/kota dilarang menambah persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 25. Pasal 30 (1) Dalam hal bupati/wali kota tidak menyampaikan:

a.

dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);

b.

dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; dan

c.

dokumen persyaratan penyaluran insentif Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), sampai dengan batas akhir penyampaian dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa, Dana Desa tidak disalurkan dan menjadi sisa Dana Desa di RKUN. (2) Sisa Dana Desa di RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disalurkan kembali pada tahun anggaran berikutnya. Bagian Ketiga Penyaluran Dana Desa Setiap Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa Pasal 31 (1) Pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dilaksanakan dengan menggunakan SPP dan SPM. (2) Pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dengan menggunakan akun penerimaan nonanggaran oleh Daerah. (3) Penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana pada ayat (1) dicatat dengan menggunakan akun pengeluaran nonanggaran. (4) Dalam rangka pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pejabat pembuat komitmen menerbitkan SPP. (5) Berdasarkan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pejabat penandatanganan SPM menerbitkan SPM untuk pemotongan Dana Desa setiap kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD. jdih.kemenkeu.go.id (6) Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPPN menerbitkan SP2D untuk penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD. (7) Kepala KPPN menyampaikan daftar rincian SP2D penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada bupati/wali kota melalui Aplikasi OM-SPAN. (8) Tata cara penerbitan SPP, SPM, dan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI PENATAUSAHAAN,PERTANGGUNGJAWABAN,DAN PELAPORAN Bagian Kesatu Penatausahaan, Pertanggungjawaban, dan Pelaporan Tingkat Pemerintah Pasal 32 (1) Dalam rangka pertanggungjawaban penyaluran Dana Desa, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e kepada koordinator KPA BUN Penyaluran TKD melalui Aplikasi OM-SPAN. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menyampaikan konsolidasi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a dan huruf c kepada Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD melalui Aplikasi OM-SPAN. Pasal 33 (1) Dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan BA BUN TKD, Pemimpin PPA BUN Pengelola TKD menyusun laporan keuangan TKD sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan TKD. (2) Laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pertanggungjawaban pengelolaan Dana Desa. (3) Laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh unit eselon II Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang ditunjuk selaku Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN Pengelolaan TKD menggunakan sistem aplikasi terintegrasi. (4) Untuk penatausahaan, akuntansi, dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun laporan keuangan tingkat KPA dan menyampaikan kepada Pemimpin PPA BUN jdih.kemenkeu.go.id Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD, dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan disusun setelah dilakukan rekonsiliasi data realisasi anggaran transfer dengan KPPN selaku Kuasa BUN dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan;dan b. laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan disampaikan secara berjenjang kepada PPA BUN Pengelola TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sesuai dengan jadwal penyampaian laporan keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan BUN. (5) Penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur tersendiri dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Dalam rangka penyusunan laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menyusun dan menyampaikan laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD disusun setelah dilakukan penyampaian data elektronik akrual transaksi TKD selain transaksi realisasi anggaran transfer ke dalam sistem aplikasi terintegrasi; dan

b.

laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD disampaikan kepada PPA BUN Pengelola TKD sesuai dengan jadwal penyampaian laporan keuangan yang disusun oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan memperhatikan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan BUN. (7) Penyampaian data elektronik akrual transaksi TKD selain transaksi realisasi anggaran transfer, penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 34 Dalam rangka pelaporan kinerja penyaluran Dana Desa, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melakukan pengisian dan menyampaikan capaian kinerja Dana Desa melalui aplikasi sistem monitoring dan evaluasi kinerja terpadu BUN paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 35 Dalam rangka sinkronisasi penyajian laporan realisasi anggaran TKD, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan koordinator KPA BUN Penyaluran TKD dapat melakukan rekonsiliasi data realisasi atas penyaluran Dana Desa dengan KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dan Pemerintah Daerah. Bagian Kedua Penatausahaan, Pertanggungjawaban, dan Pelaporan Tingkat Pemerintah Daerah Pasal 36 (1) Pemerintah Daerah kabupaten/kota menganggarkan Dana Desa dalam APBD berdasarkan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. (2) Dalam hal terdapat perubahan pagu Dana Desa setiap kabupaten/kota, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menganggarkan perubahan pagu dimaksud dalam perubahan APBD dan/atau perubahan penjabaran APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (3) Dalam rangka penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan Dana Desa, Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan pencatatan pendapatan dan belanja atas Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Pencatatan pendapatan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan daftar rincian SP2D untuk penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD dari Aplikasi OM-SPAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7). (5) Pencatatan belanja Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan SP2D pengesahan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota dilakukan berdasarkan daftar rincian SP2D untuk penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD dari Aplikasi OM-SPAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7). Bagian Ketiga Penatausahaan, Pertanggungjawaban, dan Pelaporan Tingkat Pemerintah Desa Pasal 37 (1) Pemerintah Desa menganggarkan Dana Desa dalam APBDes berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengalokasian Dana Desa setiap Desa, penyaluran, dan penggunaan Dana Desa. (2) Pemerintah Desa yang mendapatkan insentif Desa dihitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8), menganggarkan insentif Desa dalam APBDes, penjabaran APBDes, perubahan APBDes, dan/atau jdih.kemenkeu.go.id perubahan penjabaran APBDes tahun anggaran berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam rangka penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan Dana Desa, Pemerintah Desa melakukan pencatatan pendapatan dan belanja atas Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Bagian Keempat Pelaporan APBDes Pasal 38 (1) Kepala Desa menyampaikan:

a.

laporan pelaksanaan APBDes semester pertama tahun anggaran sebelumnya; dan

b.

laporan pertanggungjawaban realisasi APBDes tahun anggaran sebelumnya, kepada bupati/wali kota melalui camat. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bupati/wali kota menyusun:

a.

laporan konsolidasi pelaksanaan APBDes semester pertama tahun anggaran sebelumnya; dan

b.

laporan konsolidasi realisasi pelaksanaan APBDes tahun anggaran sebelumnya. (3) Bupati/wali kota menyampaikan laporan konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara elektronik melalui sistem informasi yang dikelola oleh Pemerintah. BAB VII PENGGUNAAN Pasal 39 (1) Penggunaan Dana Desa yang dihitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diprioritaskan untuk mendanai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan prioritas Desa. (2) Pemerintah dapat menentukan fokus penggunaan Dana Desa sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. (3) Rincian prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan petunjuk operasional ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan kementerian negara/ lembaga terkait. (4) Petunjuk operasional atas fokus penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi setelah jdih.kemenkeu.go.id berkoordinasi dengan kementerian negara/lembaga paling lambat sebelum tahun anggaran berjalan. Pasal 40 (1) Bupati/wali kota dapat menyusun petunjuk teknis atas pelaksanaan kegiatan yang didanai dari Dana Desa, berpedoman pada penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dan petunjuk operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3). (2) Pelaksanaan kegiatan yang didanai dari Dana Desa diutamakan secara swakelola dengan menggunakan sumber daya/bahan baku lokal, dan diupayakan dengan lebih banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat Desa setempat. Pasal 41 (1) Kepala Desa bertanggung jawab atas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39. (2) Pemerintah Daerah melakukan pendampingan atas penggunaan Dana Desa. BAB VIII PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasal 42 (1) Kementerian Keuangan melakukan:

a.

pemantauan dan evaluasi atas pengelolaan Dana Desa; atau

b.

pemantauan bersama-sama dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi sesuai dengan kewenangannya. (2) Pemantauan dan evaluasi oleh Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan terhadap:

a.

penyaluran Dana Desa;

b.

laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa;

c.

sisa Dana Desa di RKD; dan

d.

laporan perpajakan Pemerintah Desa. (3) Pemantauan bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan minimal terhadap pengelolaan kegiatan dan capaian keluaran kegiatan yang ditentukan penggunaannya. Pasal 43 Pemantauan dan evaluasi terhadap penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a dilaksanakan untuk:

a.

memastikan penyaluran telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan jdih.kemenkeu.go.id b. mengetahui besaran dan kendala realisasi penyaluran Dana Desa yang dilaksanakan oleh masing-masing KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. Pasal 44 (1) Pemantauan dan evaluasi terhadap laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dilakukan untuk:

a.

menghindari penundaan penyaluran Dana Desa tahun anggaran berjalan; dan

b.

mengetahui besaran penyerapan dan capa1an keluaran Dana Desa. (2) Dalam hal bupati/wali kota terlambat dan/atau tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dapat berkoordinasi dan meminta bupati/wali kota untuk melakukan percepatan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam hal realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan dapat meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada bupati/wali kota. Pasal 45 (1) Pemantauan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c dilakukan untuk mengetahui:

a.

besaran sisa Dana Desa di RKD yang belum selesai diperhitungkan pada penyaluran Dana Desa sampai dengan tahun anggaran sebelumnya; dan

b.

besaran sisa Dana Desa tahun anggaran sebelumnya di RKD. (2) Besaran sisa Dana Desa di RKD yang belum selesai diperhitungkan pada penyaluran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diperhitungkan dalam penyaluran tahap II Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berjalan. (3) Besaran sisa Dana Desa tahun anggaran sebelumnya di RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dianggarkan kembali di tahun anggaran berjalan oleh kepala Desa dan dilakukan perekaman oleh bupati/wali kota pada Aplikasi OM-SPAN. (4) Dalam hal penganggaran kembali oleh kepala Desa dan perekaman oleh bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilaksanakan, sisa Dana Desa tahun anggaran sebelumnya di RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperhitungkan pada penyaluran tahap II Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berjalan. jdih.kemenkeu.go.id (5) Dalam hal Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) tidak mencukupi, selisih sisa Dana Desa diperhitungkan pada penyaluran tahap II Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berikutnya. (6) Sisa Dana Desa di RKD yang telah dianggarkan kembali di tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan sesuai dengan fokus penggunaan Dana Desa sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan prioritas penggunaan Dana Desa yang diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi yang berlaku. (7) Dalam hal berdasarkan pemantauan atas sisa Dana Desa di RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c ditemukan sisa Dana Desa di RKD lebih dari 100% ( seratus persen) dari Dana Desa yang diterima pada tahun anggaran berjalan, Kementerian Keuangan menyampaikan hasil pemantauan dimaksud kepada bupati/wali kota. (8) Berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), bupati/wali kota meminta inspektorat Daerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap:

a.

besaran sisa Dana yang dapat diserap pada tahun anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan, dalam hal sisa Dana tersedia secara fisik;

b.

besaran sisa Dana yang tidak dapat diserap pada tahun anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan, dalam hal sisa Dana tersedia secara fisik; dan/atau

c.

selisih sisa Dana antara yang dilaporkan dengan kondisi se benarnya secara fisik. (9) Berdasarkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Inspektorat Daerah menyampaikan hasil pemeriksaan kepada bupati/wali kota. (10) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdapat besaran sisa Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a, sisa Dana dimaksud diserap setinggi-tingginya 30% (tiga puluh persen). (11) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdapat besaran sisa Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b, bupati/wali kota menyampaikan surat permohonan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk menghentikan penyaluran Dana Desa pada tahun anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan. (12) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdapat selisih sisa Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf c, bupati/wali kota menyampaikan surat permohonan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk memperhitungkan penyaluran Dana Desa pada tahun jdih.kemenkeu.go.id anggaran setelah tahun anggaran periode pemeriksaan sebesar rekomendasi dari inspektorat Daerah. (13) Mekanisme pemeriksaan dan penyampaian hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (9) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 46 Pemantauan dan evaluasi terhadap laporan perpajakan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d, dilakukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan penyampaian data transaksi harian dan rekapitulasi transaksi harian. Pasal 47 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4) dikecualikan bagi Desa yang mengalami bencana alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi pada tahun anggaran sebelumnya sampai dengan sebelum penyaluran tahap II tahun anggaran berjalan. (3) Bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hilang atau rusaknya sebagian atau seluruh:

a.

Dana Desa;

b.

dokumen pertanggungjawaban penggunaan Dana Desa; dan/atau

c.

keluaran kegiatan yang didanai Dana Desa. (4) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, merupakan Dana Desa dalam bentuk tunai yang telah ditarik dari RKD. (5) Bupati/wali kota melakukan verifikasi kebenaran atas kejadian bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (6) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), bupati /wali kota menyampaikan surat permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang minimal memuat:

a.

nama dan kode Desa;

b.

peristiwa bencana alam yang dialami;

c.

waktu kejadian; dan

d.

akibat bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (7) Surat permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilampiri surat pernyataan tanggung jawab mutlak yang ditandatangani oleh kepala Desa. (8) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan meneliti kelengkapan dan kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7). (9) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (8) telah lengkap dan sesuai, Direktur Jenderal jdih.kemenkeu.go.id Perimbangan Keuangan menenma permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa dengan menerbitkan naskah dinas persetujuan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. (10) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak lengkap dan tidak sesuai, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menolak permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa dengan menerbitkan surat penolakan. (11) Bupati/wali kota mengajukan surat permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lambat sebelum pengajuan penyaluran Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan. (12) Dalam hal Desa telah menerima penyaluran Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan, permohonan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (11) tidak dapat diajukan. Pasal 48 Dalam hal Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima · permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (9) dengan lengkap dan sesuai, Desa tersebut dikecualikan dari perhitungan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahap II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4). Pasal 49 (1) Selairt pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (2), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan evaluasi terhadap:

a.

kebijakan pengalokasian, penyaluran, dan/atau prioritas penggunaan Dana Desa; dan / a tau b. hal-hal lain yang diperlukan untuk membantu merumuskan kebijakan yang lebih baik kedepannya. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan menggunakan indikator meliputi:

a.

kesesuaian alokasi Dana Desa dengan kebutuhan setiap Desa;

b.

kecepatan penyaluran dan penyerapan Dana Desa;

c.

kesesuaian penggunaan Dana Desa sesuai prioritas; dan/atau

d.

indikator /kriteria lain yang relevan, baik dalam agregasi tingkat Desa, maupun tingkat kabupaten/kota. (3) Evaluasi atas indikator sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan menggunakan data yang bersumber dari kementerian negara/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah sesua1 dengan kewenangannya. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 50 (1) Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 49, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi. (2) Laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat digunakan untuk rekomendasi perbaikan kebijakan Dana Desa ke depan. Pasal 51 (1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilaksanakan secara berjenjang oleh:

a.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;dan b. Kepala KPPN selaku KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan. (2) Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan koordinasi dengan gubernur/bupati/wali kota. (3) Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Wilayah Direktorat J enderal Perbendaharaan menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada koordinator KPA BUN Penyaluran TKD paling lambat bulan Februari tahun anggaran berikutnya. (5) Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat bulan Maret tahun anggaran berikutnya. (6) Penyusunan laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 52 (1) Bupati/wali kota melakukan pemantauan dan evaluasi atas:

a.

pagu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (4) huruf b;

b.

penyaluran Dana Desa;

c.

prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39;

d.

capaian keluaran Dana Desa; dan/atau

e.

sisa Dana Desa di RKD. (2) Dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bupati/wali kota jdih.kemenkeu.go.id dapat meminta penjelasan kepada kepala Desa dan/atau melakukan pengecekan atas kewajaran data dalam laporan capaian keluaran yang akan direkam dalam Aplikasi OM-SPAN. (3) Dalam hal terdapat indikasi penyalahgunaan Dana Desa, bupati/wali kota dapat meminta inspektorat Daerah untuk melakukan pemeriksaan. BAB IX PENGHENTIAN DAN/ ATAU PENUNDAAN PENYALURAN DANA DESA Pasal 53 (1) Dalam hal terdapat permasalahan Desa, berupa:

a.

kepala Desa dan/atau bendahara Desa melakukan penyalahgunaan keuangan Desa dan ditetapkan se bagai tersangka;

b.

Desa mengalami permasalahan administrasi, ketidakjelasan status hukum, dan/atau status keberadaan Desa;

c.

penyalahgunaan wewenang oleh bupati/wali kota terkait pelantikan dan/atau penghentian kepala Desa yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

d.

terdapat indikasi penyalahgunaan keuangan Desa untuk mendanai kegiatan yang mengancam keamanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau

e.

sisa Dana Desa hasil pemeriksaan inspektorat Daerah, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya tahun anggaran berjalan dan/atau tahun anggaran berikutnya. (2) Bupati/wali kota melakukan pemantauan atas proses perkara hukum penyalahgunaan keuangan Desa yang melibatkan kepala Desa dan/atau bendahara Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (3) Dalam hal berdasarkan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Desa dan/atau bendahara Desa telah ditetapkan sebagai tersangka, bupati/wali kota menyampaikan surat permohonan penghentian penyaluran Dana Desa kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (4) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan:

a.

surat permohonan penghentian penyaluran Dana Desa dari bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3);

b.

keputusan dan/atau surat rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan jdih.kemenkeu.go.id pemerintahan dalam negeri dan/atau bupati/wali kota atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;

c.

surat rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berdasarkan hasil klarifikasi gubernur sebagai wakil Pemerintah;

d.

surat rekomendasi dari Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d; atau

e.

surat permohonan dari bupati/wali kota atas permasalahan Desa se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e. (5) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya berdasarkan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan mulai penyaluran tahap berikutnya setelah surat dimaksud diterima. (6) Dalam hal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima setelah Dana Desa tahap II tahun anggaran berjalan disalurkan, penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya untuk tahun anggaran berikutnya dihentikan. (7) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) dilakukan melalui naskah dinas Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Direktur J enderal Perbendaharaan. (8) Dalam hal proses penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (7) telah dilaksanakan, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan pemberitahuan kepada:

a.

bupati/wali kota;

b.

menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri; dan/atau

c.

Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara. (9) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat disalurkan kembali ke RKD dalam hal:

a.

terdapat pencabutan status hukum tersangka, pemulihan status hukum tersangka, dan/atau sudah ditetapkan pejabat pelaksana tugas kepala Desa dan/atau Bendahara Desa atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; jdih.kemenkeu.go.id b. terdapat penyelesaian permasalahan administrasi, ketidakjelasan status hukum, dan/ a tau status keberadaan Desa atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;

c.

telah dilantik kepala Desa hasil pemilihan oleh bupati/wali kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c; atau

d.

tidak terdapat lagi indikasi penyalahgunaan Keuangan Desa untuk mendanai kegiatan separatis yang mengancam keamanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia atas permasalahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d. (10) Penyaluran kembali Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan dalam hal Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima surat:

a.

permohonan pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa dari bupati/wali kota;

b.

rekomendasi dari bupati/wali kota dan/atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri;

c.

rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri berdasarkan hasil klarifikasi gubernur sebagai wakil Pemerintah; atau

d.

rekomendasi dari Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara. (11) Penghentian dan/atau penundaan penyaluran Dana Desa . yang tidak ditentukan penggunaannya se bagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat disalurkan kembali ke RKD pada tahun anggaran berjalan dalam hal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diterima 7 (tujuh) hari kerja sebelum batas waktu penerimaan dokumen penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7). (12) Desa yang dihentikan penyaluran Dana Desanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf e, berhak mendapatkan penyaluran Dana Desa pada dua tahun anggaran setelah periode pemeriksaan dalam hal sisa Dana Desa telah diserap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (10). (13) Penyaluran kembali Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dilakukan dalam hal Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima surat permohonan pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa dari bupati/wali kota paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum batas waktu penerimaan dokumen penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7). (14) Dalam hal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diterima setelah setelah batas waktu penerimaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (11), Dana jdih.kemenkeu.go.id Desa se bagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak disalurkan dan menjadi sisa Dana Desa di RKUN. (15) Sisa Dana Desa di RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (12) tidak dapat disalurkan kembali ke RKD pada tahun anggaran berikutnya. Pasal 54 (1) Desa yang dihentikan dan/atau ditunda penyaluran Dana Desanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d, berhak mendapatkan penyaluran Dana Desa pada tahun anggaran berikutnya dalam hal surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (10) telah diterima oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. (2) Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (10) dan ayat (13), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerbitkan naskah dinas pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya dan menyampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. (3) Dalam hal proses pencabutan penghentian penyaluran Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah dilaksanakan, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan pemberitahuan kepada:

a.

bupati/wali kota;

b.

menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri; dan/atau

c.

Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau dan/atau Kepala dari lembaga yang menangani urusan keamanan negara. Pasal 55 (1) Dalam hal terdapat permasalahan Desa se bagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) pada Desa yang menerima Insentif Desa, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghentian penyaluran insentif Desa. (2) Insentif Desa yang dihentikan penyalurannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi sisa Dana Desa di RKUN dan tidak disalurkan pada tahun anggaran berikutnya. Pasal 56 (1) Dalam hal terdapat setoran ke RKUN yang dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atas penyalahgunaan Dana Desa, setoran dimaksud merupakan bagian yang diperhitungkan dan mengurangi pencatatan nilai kumulatif sisa Dana Desa di RKD. (2) Bupati/wali kota melakukan koordinasi dengan pengadilan dan/atau kejaksaan untuk mendapatkan jdih.kemenkeu.go.id bukti setoran atau salinan bukti setoran ke RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Bupati/wali kota menyampaikan bukti setoran atau salinan bukti setoran ke RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan surat permohonan untuk diperhitungkan sebagai pengurang nilai kumulatif sisa Dana Desa di RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. (4) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk diperhitungkan sebagai pengurang nilai kumulatif sisa Dana Desa di RKD dengan menerbitkan naskah dinas kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. Pasal 57 (1) Dalam hal terdapat permasalahan Desa yang disebabkan penyalahgunaan wewenang oleh bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf c, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran dana alokasi umum yang tidak ditentukan penggunaannya. (2) Penundaan penyaluran dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan surat rekomendasi penundaan penyaluran dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. (3) Penundaan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada periode penyaluran dana alokasi umum berikutnya setelah surat rekomendasi se bagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima. (4) Besaran penundaan penyaluran dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebesar 3% (tiga persen) dari jumlah penyaluran dana alokasi umum pada periode bersangkutan. (5) Penundaan dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. (6) Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPA BUN Penyaluran Dana Transfer Umum melaksanakan penundaan penyaluran dana alokasi umum. (7) Penyaluran kembali dana alokasi umum yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan setelah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima surat rekomendasi penyaluran kembali dari jdih.kemenkeu.go.id menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. (8) Dalam hal surat rekomendasi penyaluran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum diterima sampai dengan tanggal 15 November tahun anggaran berjalan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penyaluran kembali dana alokasi umum yang ditunda. (9) Tata cara pelaksanaan penundaan dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan penyaluran kembali dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pengelolaan dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana otonomi khusus. BABX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 58 (1) Bupati/wali kota melakukan pengecekan data jumlah Desa di wilayahnya dengan membandingkan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dengan data jumlah Desa mutakhir yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (2) Bupati/wali kota menyampaikan hasil pengecekan data jumlah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat hari kerja terakhir bulan Juni pada tahun ·anggaran sebelum tahun anggaran berjalan. (3) Dalam hal data jumlah Desa hasil pengecekan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih sedikit dibandingkan dengan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat menggunakan data jumlah Desa hasil pengecekan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal·8 setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. (4) Dalam hal data jumlah Desa hasil pengecekan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih banyak dibandingkan dengan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menggunakan data jumlah Desa yang bersumber dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dalam melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. jdih.kemenkeu.go.id (5) Dalam hal terdapat perubahan nama dan/atau kode Desa sesuai dengan ketentuan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dilakukan perubahan nama dan/atau kode Desa pada Aplikasi OM-SPAN. (6) Perubahan kode Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan sepanjang belum terdapat realisasi penyaluran Dana Desa. Pasal 59 Bagi Desa yang tidak mendapatkan penyaluran Dana Desa di tahun anggaran sebelumnya dan/atau Desa yang mengalami bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 7 dikecualikan dari ketentuan persyaratan penyaluran Dana Desa sebagai berikut:

a.

persyaratan penyaluran Dana Desa yang diajukan oleh bupati/wali kota kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan berupa laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya, dan b. persyaratan penyaluran Dana Desa yang diajukan oleh kepala Desa kepada bupati/wali kota berupa laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya. Pasal 60 (1) Dalam hal terdapat risiko rendahnya penyaluran Dana Desa akibat kejadian kahar, Menteri Keuangan dapat memberikan perpanjangan batas waktu penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) serta batas waktu penerimaan dokumen persyaratan penyaluran se bagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7). (2) Perpanjangan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan atau surat yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. (3) Kejadian kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bencana alam, bencana non alam, bencana sosial, dan/atau kebakaran. (4) Kejadian bencana alam, bencana non alam, dan/atau bencana sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada peraturan perundangan-undangan mengenai bencana. (5) Kejadian kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung dengan pernyataan bupati/wali kota. Pasal 61 Penunjukan pejabat perbendaharaan negara, peran koordinator KPA Penyaluran TKD, pembagian wilayah kerja KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, pengelolaan RKD, pengelolaan data supplier, penyusunan rencana penarikan kebutuhan dana, penyusunan proyeksi penyaluran, penyelesaian retur, jdih.kemenkeu.go.id penyusunan laporan keuangan, dan pemantauan dan evaluasi oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 62 Ketentuan mengenai:

a.

format surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a angka 2;

b.

format laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b;

c.

format daftar RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (10);

d.

format surat pernyataan komitmen penganggaran Dana Desa dihitung pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1);

e.

format surat pengantar penyampaian dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 26 ayat (1);

f.

format surat pernyataan tanggung jawab mutlak permintaan pengecualian perhitungan sisa Dana Desa se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 7 ayat (7); dan

g.

format surat permohonan pengurangan pencatatan beserta penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 63 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07 /2022 tentang Pengelolaan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1295) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.07 /2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07 /2022 tentang Pengelolaan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 759), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 64 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024. jdih.kemenkeu.go.id

Thumbnail
HUKUM UMUM
PP 19 TAHUN 2022

Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

  • Ditetapkan: 09 Mei 2022
  • Diundangkan: 09 Mei 2022

Relevan terhadap

Pasal 15Tutup

Perencanaan Tugas Pembantuan Pusat dan Tugas Pembantuan Provinsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai sistem perencanaan pembangunan nasional. Penganggaran Tugas Pembantuan Pusat dilaksanakan sesuai dengan:

a.

ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keuangan negara;

b.

sinergi kebijakan fiskal nasional; dan C. sinergi pendanaan pelaksanaan Urusan Pemerintahan. Penganggaran Tugas Pembantuan Provinsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenru pengelolaan keuangan daerah. Pasal 16 Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Pusat dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian kepada daerah provinsi dan/atau daerah kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Menteri/Lembaga Pemerintah non-Kementerian. Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Provinsi kepada daerah kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Peraturan Menteri/Lembaga Pemerintah non- Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. Peraturan Menteri/Lembaga Pemerintah non- Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling lambat bulan November untuk penyelenggaraan Tugas Pembantuan tahun anggaran berikutnya. jdih.kemenkeu.go.id (5) (6) (7) (1) (2) Peraturan Menteri/Lembaga Pemerintah non- Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada gubernur dan/atau bupati/wali kata sebagai dasar penetapan Peraturan Gubernur dan/atau Peraturan Bupati/Wali Kota mengenai tata cara penyelenggaraan Tugas Pembantuan Pusat dan Keputusan Gubernur dan/atau Keputusan Bupati/Wali Kata mengenai pelaksanaan Tugas Pembantuan Pusat. Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada bupati/wali kata sebagai dasar penetapan Peraturan Bupati/Wali Kata mengenai tata car a penyelenggaraan Tu gas Pembantuan Pravinsi dan Keputusan Bupati/Wali Kata mengenai pelaksanaan Tugas Pembantuan Provinsi. Peraturan Gubernur dan/atau Peraturan Bupati/Wali Kata serta Keputusan Gubernur dan/atau Keputusan Bupati/Wali Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) ditetapkan paling lambat bulan Desember sebelum tahun pelaksanaan Tugas Pembantuan tahun anggaran berikutnya.

Pasal 5Tutup

Penyelenggaraan Dekonsentrasi Kepada GWPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi ketentuan: jdih.kemenkeu.go.id a. b.

c.

d.

(1)

(2) (1) (2) (3) lebih efektif dan efisien dilaksanakan oleh GWPP; daerah memiliki pelaksana yang lingkup tugas dan fungsinya sama dengan Urusan Pemerintahan yang didekonsen trasikan; daerah memiliki sarana dan prasarana serta personel untuk menyelenggarakan dekonsentrasi; dan tidak memerlukan biaya pendamping dari daerah. Pasal 6 Perencanaan Dekonsentrasi Kepada GWPP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai sistem perencanaan pembangunan nasional dan sinkronisasi proses perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional. Penganggaran Dekonsentrasi Kepada GWPP dilaksanakan sesuai dengan:

a.

ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keuangan negara;

b.

sinergi kebijakan fiskal nasional; dan C. sinergi pendanaan pelaksanaan Urusan Pemerin tahan. Pasal 7 Penyelenggaraan Dekonsentrasi Kepada GWPP berupa pembinaan dan pengawasan umum dan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a ditetapkan dengan Peraturan Menteri/Lembaga Pemerin tah non -Kernen terian. Penyelenggaraan Dekonsentrasi Kepada GWPP berupa pelaksanaan tugas dan wewenang GWPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. Peraturan Menteri/Lembaga Pemerintah non- Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negen.

(4)

(5) (6) (7) (1) (2) Peraturan Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang keuangan. Peraturan Menteri/Lembaga Pemerintah non- Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling lambat bulan November untuk penyelenggaraan Dekonsentrasi Kepada GWPP tahun anggaran berikutnya. Peraturan Menteri/Lembaga Pemerintah non- Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada GWPP sebagai dasar penetapan Keputusan Gubernur mengenai pelaksanaan Dekonsentrasi Kepada GWPP. Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan paling lambat bulan Desember sebelum tahun pelaksanaan Dekonsentrasi Kepada GWPP tahun anggaran berikutnya.

Thumbnail
COVID-19 Covid-19 | COVID 19 DAN PEN Covid 19 dan PEN | BIDANG PAJAK | HUKUM KEUANGAN NEGARA
113/PMK.03/2022

Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2021 tentang Pemberian Insentif Pajak terhadap Barang yang Diperlukan dalam Rangka . Penang ...

  • Ditetapkan: 11 Jul 2022
  • Diundangkan: 11 Jul 2022

Relevan terhadap

MengingatTutup
1.

Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);

3.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);

4.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

5.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

6.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

7.

Undang Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6485);

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 148, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6526);

9.

Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);

10.

Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 227) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 129);

11.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Pengadaan Vaksin dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1393);

12.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);

13.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2021 tentang Pemberian Insentif Pajak terhadap Barang yang Diperlukan dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak Penghasilan bagi Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1530);

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG ANGGARAN
137/PMK.02/2021

Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil dan Kebutuhan Mendesak pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir ...

  • Ditetapkan: 05 Okt 2021
  • Diundangkan: 07 Okt 2021

Relevan terhadap

MenimbangTutup
a.

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, dalam hal tertentu tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang bersifat volatil dan/atau kebutuhan mendesak, dapat diatur dengan Peraturan Menteri;

b.

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, pemerintah pusat menetapkan kebijakan penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko meliputi sektor ketenaganukliran;

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil dan Kebutuhan Mendesak pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir;

Thumbnail
KEMENTERIAN KEUANGAN | RENCANA STRATEGIS
77/PMK.01/2020

Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024

  • Ditetapkan: 29 Jun 2020
  • Diundangkan: 30 Jun 2020

Relevan terhadap

Pasal 2Tutup
(1)

Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020- 2024 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 berisi:

a.

Pendahuluan;

b.

Visi, misi, dan tujuan;

c.

Arah kebijakan, strategi, kerangka regulasi, dan kerangka kelembagaan;

d.

Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan; dan

e.

Penutup.

(2)

Data dan informasi mengenai kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d juga dimuat dalam Sistem Informasi Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran – Rencana Strategis.

Thumbnail
Tidak Berlaku
BIDANG BEA CUKAI | HUKUM DAGANG
16/KM.4/2024

Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 9/KM.4/2024 Tentang Penetapan Jenis Satuan Barang Yang Digunakan Dalam Pemberitahuan Pabean Impor ...

  • Ditetapkan: 03 Mei 2024
  • Diundangkan: 03 Mei 2024

Relevan terhadap

MengingatTutup
1.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.04/2019 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1671);

2.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.04/2012 tentang Pemberitahuan Pabean Dalam Rangka Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 331) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.04/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.04/2012 tentang Pemberitahuan Pabean Dalam Rangka Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 408);

3.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1685) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PKM.010/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 256);

4.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 26/PMK.010/2022 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 316);

5.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 981) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor;

MenimbangTutup
a.

bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 9A ayat (1a) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.04/2019 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean;

b.

bahwa Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri a.n. Menteri Perdagangan melalui surat Nomor HK.01.01/ 237/M-DAG/SD/04/2024 tanggal 29 April 2024 tentang Penyampaian Salinan Peraturan Menteri Perdagangan di Bidang Impor, telah menyampaikan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor untuk dilakukan pengawasan pelaksanaan ketentuan mengenai pembatasan impor;

c.

bahwa perlu standardisasi jenis satuan barang yang digunakan dalam pemberitahuan pabean atas pemasukan ke Tempat Penimbunan Berikat untuk barang yang tidak terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan hidup (K3L) dan belum berlaku ketentuan larangan dan/atau pembatasan pada saat pemasukan ke dalam Tempat Penimbunan Berikat;

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 9/KM.4/2024 tentang Penetapan Jenis Satuan Barang yang Digunakan dalam Pemberitahuan Pabean Impor;

Thumbnail
BIDANG UMUM | KEARSIPAN
196/PMK.01/2019

Pedoman Kearsipan di Lingkungan Kementerian Keuangan.

  • Ditetapkan: 20 Des 2019
  • Diundangkan: 23 Des 2019

Relevan terhadap

Pasal 6Tutup
(1)

As as sen tralisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 merupakan penetapan kebijakan Kearsipan Kementerian Keuangan secara terpusat.

(2)

Asas desentralisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 merupakan pelaksanaan kebijakan Kearsipan Kementerian Keuangan yang dilakukan pada masmg- masing Unit Kearsipan dan Unit Pengolah.

Pasal 7Tutup
(1)

Kebijakan Kearsipan di lingkungan Kementerian Keuangan dilaksanakan un tuk menyelenggarakan Kearsipan secara komprehensif dan terpadu.

(2)

Kebijakan Kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat kebijakan terkait.

a.

tata naskah dinas;

b.

Klasifikasi Arsi p;

c.

sistem klasifikasi keamanan dan Akses Arsip; dan

d.

jadwal Retensi Arsip.

Pasal 4Tutup

Peraturan Menteri ini mengatur mengenai penyelenggaraan Kearsipan di lingkungan Kementerian Keuangan yang meliputi:

a.

kebijakan Kearsipan;

b.

pembinaan Kearsipan;

c.

pengelolaan Arsip Dinamis; d . pengelolaan Arsip elektronik; dan

e.

Sumber Daya Kearsipan.

Thumbnail
ORGANISASI DAN TATAKERJA | LEMBAGA NATIONAL SINGLE WINDOW
78/PMK.01/2022

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga National Single Window

  • Ditetapkan: 18 Apr 2022
  • Diundangkan: 19 Apr 2022

Relevan terhadap

Pasal 3Tutup

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Lembaga National Single Window menyelenggarakan fungsi:

a.

perumusan dan pelaksanaan pedoman dalam pengelolaan Indonesia National Single Window dan penyelenggaraan Sistem Indonesia National Single Window ;

b.

penyediaan fasilitas untuk pengajuan, pemrosesan, dan penyampaian keputusan secara tunggal, dalam penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor;

c.

penyediaan fasilitas untuk penyampaian, pencantuman, dan penghapusan ketentuan tata niaga post border pada Sistem Indonesia National Single Window ;

d.

pelaksanaan simplifikasi dan standardisasi dalam Indonesia National Single Window mengenai pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan ekspor dan/atau impor;

e.

penyiapan dukungan teknis melalui Indonesia National Single Window dalam peningkatan fasilitasi perdagangan, pengawasan lalu lintas barang, dan optimalisasi penerimaan negara, yang berkaitan dengan kegiatan ekspor dan/atau impor;

f.

pelaksanaan pengelolaan informasi mengenai peraturan perundang-undangan sebagai acuan utama pengajuan dokumen kepabeanan dalam kegiatan ekspor dan/atau impor;

g.

pelaksanaan tata kelola data dan informasi elektronik yang terkait dengan ekspor dan/atau impor;

h.

pelaksanaan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama di bidang sistem National Single Window dalam forum nasional dan internasional;

i.

koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi dan teknis kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Lembaga National Single Window ;

j.

pelaksanaan harmonisasi dan sinkronisasi proses bisnis antar kementerian/lembaga dalam pelaksanaan Indonesia National Single Window ;

k.

penanganan dokumen logistik nasional; dan

l.

pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Keuangan.

Thumbnail
BIDANG PAJAK | HUKUM KEUANGAN NEGARA
112/PMK.03/2022

Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah ...

  • Ditetapkan: 08 Jul 2022
  • Diundangkan: 08 Jul 2022
  • Konsolidasi

Relevan terhadap

MenimbangTutup
a.

bahwa untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum dalam penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak sehubungan dengan ketentuan penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak bagi wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu mengatur ketentuan mengenai Nomor Pokok Wajib Pajak bagi wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia;

b.

bahwa untuk memberikan kesetaraan serta mewujudkan administrasi perpajakan yang efektif dan efisien bagi wajib pajak selain wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia yang menggunakan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak, perlu mengatur ketentuan mengenai Nomor Pokok Wajib Pajak bagi wajib pajak orang pribadi bukan penduduk Indonesia, wajib pajak warisan belum terbagi, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah;

c.

bahwa untuk mendukung kebijakan satu data Indonesia, perlu mengatur pencantuman nomor identitas tunggal yang terstandardisasi dan terintegrasi dalam pelayanan administrasi perpajakan;

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 44E ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah;

Thumbnail
BIDANG UMUM | HUKUM KEUANGAN NEGARA
227/PMK.09/2021

Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan

  • Ditetapkan: 31 Des 2021
  • Diundangkan: 31 Des 2021

Relevan terhadap

Pasal 7Tutup
(1)

Tugas dan tanggung jawab UPG Koordinator sebagai berikut:

a.

menyusun dan mengoordinasikan rencana kerja dan pelaksanaan program pengendalian Gratifikasi di lingkungan Kementerian Keuangan dengan melibatkan UPG Unit Kerja;

b.

melaksanakan koordinasi dan konsultasi dengan KPK dalam penyusunan rencana kerja dan pelaksanaan program pengendalian Gratifikasi;

c.

melakukan pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan pelaksanaan pengendalian Gratifikasi di lingkungan Kementerian Keuangan;

d.

menjalankan fungsi pembinaan kepada:

1.

UPG Tingkat I; dan

2.

UPG Tingkat II/UPG Tingkat III jika diperlukan; dan e. menyusun laporan pengendalian Gratifikasi di lingkungan Kementerian Keuangan.

(2)

Tugas dan tanggung jawab UPG Unit Kerja sebagai berikut:

a.

melaksanakan rencana kerja pengendalian Gratifikasi; ft b. memberikan saran dan pertimbangan terkait Gratifikasi pada unit kerja masing-masing;

c.

menerima, mengadministrasikan, dan memproses laporan Gratifikasi;

d.

menyimpan objek Gratifikasi yang dititipkan Pelapor kepada UPG Unit Kerja sampai dengan adanya penetapan status kepemilikan Gratifikasi dari KPK;

e.

meneruskan laporan Gratifikasi dan/atau objek Gratifikasi kepada KPK;

f.

melakukan koordinasi dengan KPK terkait penetapan status kepemilikan Gratifikasi;

g.

memantau tindak lanjut rekomendasi penanganan laporan Gratifikasi dan penetapan status kepemilikan Gratifikasi yang diberikan oleh KPK;

h.

memberikan informasi dan penjelasan terkait hak dan kewajiban Pelapor Gratifikasi dan perkembangan penanganan laporan Gratifikasi;

i.

memberikan informasi dan data terkait penanganan serta perkembangan sistem pengendalian Gratifikasi sebagai bahan pertimbangan (management tools) bagi pimpinan Kementerian Keuangan dalam penentuan kebijakan dan strategi pengendalian Gratifikasi;

j.

melakukan sosialisasi/internalisasi atas ketentuan Gratifikasi dan penerapan pengendalian Gratifikasi;

k.

melakukan koordinasi dan konsultasi dengan UPG Koordinator dalam pelaksanaan pengendalian Gratifikasi jika diperlukan;

1.

menyusun dan melakukan pemantauan atas identifikasi titik rawan praktik Gratifikasi;

m.

melakukan pemantauan pelaksanaan pengendalian Gratifikasi;

n.

melakukan evaluasi pelaksanaan pengendalian Gratifikasi; dan

o.

menyusun laporan pelaksanaan pengendalian Gratifikasi.

(3)

Selain melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) UPG Tingkat I juga menjalankan fungsi pembinaan kepada UPG Tingkat II dan UPG Tingkat III pada lingkup kerjanya.

(4)

Selain melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) UPG Tingkat II juga menjalankan fungsi pembinaan kepada UPG Tingkat III pada lingkup kerjanya.

(5)

Fungsi pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, ayat (3), dan ayat (4) mencakup pembinaan atas pelaksanaan tugas dan fungsi UPG dan peningkatan kompetensi personil UPG antara lain melalui program coaching, mentoring, knowledge sharing, dan/atau metode pembelajaran lainnya yang diperoleh di tempat kerja ( learning from experience).

Pasal 1Tutup

TENTANG LING KUN GAN Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Penyelenggara Negara Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut Penyelenggara Negara adalah pejabat negara pada Kementerian Keuangan yang menjalankan r www.jdih.kemenkeu.go.id fungsi eksekutif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentlian peraturan perundang- undangan.

2.

Pegawai Negeri Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut Pegawai adalah calon pegawai negeri sipil, pegawai negeri sipil Kementerian Keuangan, dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, atau orang yang menerima gaJ1 atau upah dari keuangan negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bekerja di lingkungan Kementerian Keuangan.

3.

Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas meliputi uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik baik secara langsung ataupun tidak langsung kepada Pegawai atau Penyelenggara Negara.

4.

Pihak adalah seluruh pihak eksternal maupun internal Kementerian Keuangan baik orang perseorangan, kelompok, maupun badan hukum.

5.

Penerima Gratifikasi adalah Pegawai atau Penyelenggara Negara yang menerima Gratifikasi.

6.

Pelapor Gratifikasi adalah Pegawai atau Penyelenggara Negara yang menyampaikan laporan Gratifikasi.

7.

Unit Pengendalian Gratifikasi yang selanjutnya disingkat UPG adalah unit di Kementerian Keuangan yang dibentuk atau ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengelolaan pengendalian Gratifikasi.

8.

Benturan Kepentingan adalah situasi dimana Pegawai atau Penyelenggara Negara memiliki atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya r sehingga dapat mempengaruhi kualitas kinerja, keputusan/kebijakan, dan/atau tindakan.

9.

Kedinasan adalah seluruh aktivitas resmi Pegawai atau Penyelenggara Negara yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi serta jabatannya.

10.

Berlaku Umum adalah kondisi pemberian yang diberlakukan sama untuk semua dalam hal jenis, bentuk, persyaratan atau nilai, sesuai dengan standar biaya yang berlaku, dan memenuhi kewajaran atau kepatutan.

11.

Unit Organisasi Non Eselon Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut Unit non Eselon adalah unit organisasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan, dibentuk melalui peraturan perundang-undangan dengan struktur organisasi tertentu yang tidak memiliki eselonisasi, baik yang menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum maupun yang tidak menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum.

12.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

13.

Komisi Pemberantasan Korupsi yang selanjutnya disingkat KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

  • 1
  • ...
  • 25
  • 26
  • 27
  • ...
  • 122