Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Kebijakan Perampingan Birokrasi dan Tantangannya Ilustrasi Dimach Putra Teks Anugrah Endrawan Yogyantoro, pegawai Sekretariat Jenderal *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 D ata Global Competitiveness Index (GCI) 2019 memperlihatkan daya saing Indonesia menempati urutan ke 50 dari 141 negara. Aspek kinerja sektor publik hanya meraih skor 54,6 dari skala 100. Dengan total skor GCI sebesar 64.6, kita tertinggal jauh dari Singapura yang menempati urutan pertama dengan skor 85,9 atau negara Asia lain seperti Jepang (peringkat 5, skor 82.3) atau Korsel (peringkat 13; skor 79,6). Rilis tersebut menjadi sinyal bahwa kendati agenda Reformasi Birokrasi Nasional telah berjalan satu dekade, ladang perbaikan birokrasi masih terbentang luas. Hal ini sejalan dengan arahan terkini Presiden Joko Widodo terkait perampingan birokrasi (delayering). Instruksi penyederhanaan eselonisasi birokrasi menjadi 2 layer menjadi titik akselerasi agenda reformasi birokrasi nasional. Penguatan pola kerja fungsional akan mempercepat pelayanan dan menanamkan mindset perubahan orientasi kerja ASN. Dari yang awalnya lebih berorientasi ke proses menjadi ke orientasi hasil. Di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri, sebagai salah satu pionir reformasi sektor publik, perampingan birokrasi telah diimplementasikan pada tahun 2019 dengan penghapusan eselon III dan IV di Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang digantikan oleh Jabatan Fungsional Analis Kebijakan. Hal ini merupakan implementasi dari arahan Menkeu untuk menciptakan organisasi yang ramping dan tanpa sekat (flatter and boundaryless organization), SDM yang adaptive dan technology savvy dan pemanfaatan perkembangan TI. Lalu, apa sajakah tantangan yang harus dijawab dalam perampingan birokrasi? Pertama, ukuran birokrasi Indonesia yang masif dengan Jumlah ASN Indonesia sebesar 4.285.576 orang per 2019 membuat kompleksitasnya berbeda dengan Singapura yang hanya memiliki 84.000 aparatur sipil. Jumlah ASN Indonesia masih lebih besar dari Jepang dan Korsel yang sama-sama memiliki sekitar satu juta aparatur sipil. Rasio jumlah aparatur sipil dengan penduduk Korsel sebanding dengan Indonesia (sekitar 1: 60) sementara Jepang hanya separuhnya (1: 120). Kemenkeu sendiri memiliki 82.025 orang PNS dengan jumlah pejabat eselon III, IV dan V masing-masing 1.817 orang; 9.729 orang dan 2.957 orang. Tantangan berikutnya adalah tahapan peralihan jabatan struktural ke jabatan fungsional. Sesuai arahan Kemenpan-RB, delayering ditargetkan selesai pada Desember 2021 dalam 5 tahap. Tahap pertama melakukan identifikasi jabatan administrasi; kedua pemetaan jabatan dan pejabat administrasi dan selanjutnya pemetaan jabatan fungsional yang bisa ditempati. Kemudian, tahapan penyelarasan tunjangan jabatan fungsional dengan tunjangan jabatan administrasi, dan terakhir penyelarasan kelas jabatan administrasi ke jabatan fungsional. Dengan tantangan ukuran birokrasi, kompleksitas tahapan serta time constraint, diperlukan upaya yang selektif dan prudent dalam mengimplementasikan delayering . Kehati-hatian perlu menjadi prinsip utama demi memastikan kinerja ASN dan kualitas pelayanan kepada masyarakat tetap terjaga. Jika dibandingkan dengan Indonesia, Korsel memulai reformasi sektor publiknya pada tahun 1998 dan saat ini memiliki layer birokrasi ekuivalen 3 layer eselon. Reformasi sektor publik Korsel yang progresif namun cermat dan terukur telah mendukung transisi Korsel menjadi negara maju, status yang menjadi cita- cita Presiden Jokowi untuk Indonesia tahun 2045. Hal terpenting lain adalah manajemen perubahan, sebab masih ada anggapan bahwa jabatan fungsional adalah jabatan kelas dua. Oleh karena itu, salah satu prinsip delayering adalah hold harmless, yakni menjaga tingkat penghasilan demi menjaga motivasi pegawai terdampak. Tanpa manajemen perubahan yang baik keresahan pegawai akan berekses negatif. Untuk memastikan kelancaran delayering serta menjawab tantangan yang ada, terdapat sejumlah rekomendasi. Pertama, penataan ulang struktur organisasi dengan prinsip rasional dan realistis sesuai kebutuhan serta perangkat kelembagaan yang efektif agar terjadi sinergi antara jabatan struktural dan jabatan fungsional. Selain itu, diperlukan penyempurnaan jabatan fungsional khususnya jabatan fungsional core Kemenkeu, agar relevan dengan kebutuhan di lapangan. Kedua, penciptaan kualitas governance dan pelayanan yang lebih adaptif dengan perubahan dan tuntutan masyarakat. Untuk itu, desain proses bisnis jabatan fungsional harus sederhana dan jelas. Penguatan proses bisnis manajemen kinerja ASN juga perlu dirancang dari yang selama ini cenderung hierarkis menjadi lebih fleksibel. Ketiga, percepatan inisiatif transformasi digital Kemenkeu. Perampingan birokrasi harus didukung penerapan office automation yang menyeluruh demi memudahkan pekerjaan dan pengawasan output serta kualitas pekerjaan, khususnya dalam implementasi project dan knowledge management. Terakhir, implementasi strategi manajemen perubahan menyeluruh demi tercapainya delayering yang soft landing. Meskipun praktiknya top- down tetapi pokok-pokok kebijakan delayering perlu disampaikan dan pejabat terdampak dilibatkan sejak awal. Mengutip Kotter, pakar change management Harvard University, perubahan harus dikomunikasikan ke seluruh organisasi agar bisa mendapatkan dukungan dari semua pihak. Dengan demikian, diharapkan delayering dapat terlaksana tanpa kendala yang berarti. Tidak hanya demi birokrasi yang lebih sederhana, tetapi untuk mencapai percepatan pelayanan dan peningkatan kinerja sektor publik.
Laporan Utama Transformasi Institusi Hadapi Disrupsi Teks CS. Purwowidhu MEDIAKEUANGAN 20 Foto Dok. Biro KLI Hadiyando, Sekretaris Jenderal D ihadapkan pada era disrupsi, institusi publik tak boleh lagi berlamban diri. Tranformasi institusi harus segera diwujudkan agar pelayanan publik dapat terus disempurnakan. Merespons fenomena ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melanjutkan penguatan pondasi paradigma dan budaya kerja baru “N ew Thinking of Working” bagi ekosistem operasi organisasi agar Kemenkeu bisa lebih agile dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan. Simak wawancara Media Keuangan dengan Sekretaris Jenderal Kemenkeu, Hadiyanto, mengenai upaya implementasi budaya kerja baru ini. Apa prinsip utama New Thinking of Working (NTOW)? Inti NTOW yaitu perubahan mindset dan budaya dalam cara kita berpikir dan bekerja sebagai sebuah institusi publik. Penting untuk ada keseimbangan antara pembangunan infrastruktur dan manusianya sehingga dapat saling melengkapi. Seluruh komponen perlu kita persiapkan dengan baik seperti teknologi, struktur organisasi, kebijakan SDM, dan proses bisnis. Di tataran leadership , kita juga harus me- nurture kemampuan manajemen Kemenkeu untuk mengkalibrasi, menginternalisasi, dan mengimplementasikan perubahan budaya secara efisien dan on scale agar hasilnya efektif. Budaya NTOW pada dasarnya dapat diterjemahkan sebagai pelaksanaan dari kelima nilai Kemenkeu dalam konteks Transformasi Digital Kemenkeu. Implementasi Enterprise Architecture menjadi satu keniscayaan agar NTOW berhasil dengan baik. Apa saja bentuk implementasi NTOW di Kemenkeu? Ada dua aktivitas utama yaitu penerapan Activity Based Workplace (ABW), serta eksplorasi kebijakan Flexible Working Space (FWS) dan Flexible Working Hour (FWH) termasuk remote working dan Work From Home (WFH) untuk mendorong produktivitas kerja dan __ work life balance di era digital __ ini. Kita juga melakukan office automation serta pengembangan organisasi dan SDM yang adaptif dengan perkembangan zaman. Kalau semua ini berjalan secara paralel, penerapan NTOW akan sukses. Sejauh mana perkembangan implementasi NTOW di Kemenkeu? Di 2019 kita telah melaksanakan piloting ABW di seluruh unit Eselon I. Di 2020 ini, fokus kita mengevaluasi dampak perubahan terhadap budaya kerja dan produktivitas unit piloting , kemudian menyempurnakan lebih lanjut kebijakan ABW untuk penerapan yang lebih luas. Terkait FWS dan FWH , Kemenkeu telah beberapa kali melaksanakan diskusi dan mengkaji kebijakan terkait, baik secara internal maupun bekerja sama dengan berbagai institusi di dalam dan di luar negeri. Apakah unit-unit vertikal Kemenkeu di daerah juga sudah menerapkan NTOW? Beberapa telah mengeksplorasi penerapan NTOW melalui benchmarking dan diskusi dengan unit-unit piloting di kantor pusat. Mereka mulai secara bertahap dari pengembangan infrastruktur IT hingga implementasi konsep ABW seperti di gedung KPKNL Ternate, Maluku Utara. Bagaimana peran Sekretariat Jenderal dalam memperkuat NTOW? NTOW merupakan Inisiatif Strategis Kemenkeu yang masuk ke dalam tema sentral di mana Sekretariat Jenderal menjadi penanggung jawab utamanya. Dalam pelaksanaannya, NTOW membutuhkan perubahan budaya dan cara kerja setiap personil Kemenkeu. NTOW didukung oleh Enterprise Architecture agar proses bisnis dan teknologi informasi dapat terus disempurnakan. Setjen sebagai prime mover kerap mengkoordinasikan penerapan NTOW di seluruh unit Eselon 1 Kemenkeu dengan melibatkan pimpinan Unit Eselon 1 dan para change agent . Dari sisi penganggaran juga, Setjen bersama dengan APIP memberikan bimbingan kepada Unit Eselon 1 untuk menyesuaikan program kerja unitnya dengan inisiatif NTOW dan inisiatif lainnya di Kemenkeu. Tantangan apa yang dihadapi dalam penerapan NTOW? Tantangan utama terkait dimensi waktu. Implementasi NTOW ini punya timeframe yang panjang, hasilnya belum tentu akan terlihat dalam jangka pendek. Di samping itu, perlu waktu untuk mendapatkan komitmen yang kuat dari seluruh pihak. Bagaimana dengan generation gap, mengingat hampir 70 persen pegawai Kemenkeu merupakan generasi milenial? Tugas kita adalah memastikan bahwa semua nilai positif dari setiap generasi dapat disintesiskan ke dalam budaya NTOW yang ingin kita dorong. Karenanya, penerapan NTOW perlu menyeimbangkan kebutuhan yang berbeda dari setiap generasi dan menjembatani generation gap tersebut. Mayoritas pegawai Kemenkeu menjalani WFH selama masa darurat pandemi COVID-19. Apakah remote working memungkinkan juga dilanjutkan di luar masa pandemi? Peluang itu ada. Sepanjang WFH di masa pandemi ini kita belum menemukan dampak negatif dari remote working terhadap kinerja. Fokus kita menyempurnakan berbagai komponen pendukung untuk memastikan bahwa penerapan remote working justru meningkatkan produktivitas. Kemenkeu berperan menjadi katalisator agar budaya digital pegawai dapat didorong ke arah yang produktif bagi kinerja institusi. Kita perlu ingat, bahwa situasi luar biasa yang terjadi saat ini dapat saja terulang lagi di masa depan, sehingga kita memang harus mempersiapkannya dengan lebih baik. Apa yang perlu diperhatikan agar remote working menghasilkan kinerja optimal? Fokus institusi adalah memastikan bahwa setiap pegawai memiliki fasilitas yang memungkinkan mereka untuk bekerja secara remote. Namun faktor yang lebih penting adalah mindset individu dan budaya organisasi. Dalam remote working kita meng- acknowledge bahwa setiap individu pegawai punya pola dan karakteristik yang berbeda dalam melaksanakan pekerjaannya. Pola setiap pegawai ini perlu dikombinasikan dengan pola, karakteristik serta kebutuhan unit dan tim sehingga tercapai keseimbangan yang optimal bagi unit dan tim secara keseluruhan. Kunci suksesnya adalah adanya arrangement internal unit yang baik misalnya kesepakatan untuk melakukan koordinasi harian secara reguler di waktu yang disepakati bersama untuk meng- update progress pekerjaan, menyepakati dan mengevaluasi target, dsb. Contoh lain, adanya ukuran kinerja yang jelas berdasarkan delivery dan pencapaian target yang telah ditetapkan. Ketiadaan ukuran kinerja yang jelas, berpotensi berdampak pada moral hazard dan tidak efektifnya NTOW. Apa harapan Bapak untuk pembangunan NTOW dan transformasi digital di Kemenkeu? Saya berharap terlaksananya NTOW dan transformasi digital akan memacu pegawai kita bekerja lebih produktif dan inovatif lagi, untuk menjadikan Kemenkeu sebagai institusi publik yang juga menjadi center of excellence baik secara nasional maupun internasional. Saya juga berharap implementasi NTOW secara penuh memungkinkan kita untuk mengkapitalisasi transformasi digital secara optimal, seperti untuk meningkatkan efisiensi operational cost dan alokasi space ruang kerja bagi pegawai, serta mengendalikan pertumbuhan jumlah pegawai.
BPHN
Relevan terhadap
Daftar Isi Salam Redaksi . .................................................... 2 Berita Utama Pengelolaan Surat Masuk dan Surat Keluar secara digital untuk menunjang kinerja BPHN............ 4 Penataan Regulasi Peraturan Perundang-Undangan Bidang Polhukampem Dengan Menggunakan Metode Penilaian 5 Dimensi............................................................................ 6 Untuk Kali Kedua, Aplikasi Garapan BPHN ‘Tembus’ TOP 99 Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2018. ........................................................................ 10 Pojok JDIHN Pusat-Daerah Bersinergi Kelola JDHIN......................... 12 Pendampingan Aplikasi Integrasi Sistem Jdih Tingkat Daerah. .................................................................. 13 Wujudkan Akses Informasi Terintegrasi di Jabar, Bphn Bersama Kanwil Kumham Gelar Rakor Jdihn 14 Bimtek Penguatan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. ...................................................... 15 Rapat Koordinasi Dalam Rangka Evaluasi Pelaksananan Permen kumham No. 30 Tahun 2013. . 16 Berita Cerdas Hukum (PusluhBankum) Menkumham Resmikan 14 Desa Sadar Hukum di Bali. ................................................................................... 17 Menggaet Kalangan Milenial. .......................................... 18 Penilaian Angka Kredit JFT Penyuluh Hukum Akan Diperketat. ................................................................. 19 Verifikasi/Akreditasi Obh, Bphn Gandeng Dewan Pers dan Ombudsman RI.......................................................... 20 Seputar Kegiatan PUSANEV Focus Group Discussion (FGD) Temuan Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Ketenagalistrikan: Dualisme Pengaturan Mengenai IMB Harus Segera Diselesaikan.................. 21 Legal Form Badan Usaha di Indonesia dikaji oleh Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Badan Usaha. ........................................................ 22 Topik E-Commerce Mengemuka dalam FGD Pokja Perdagangan Lintas Negara................................ 23 FGD Temuan Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Perpajakan. ............................................................ 24 Pusren at Glance Diskusi Publik Penyusunan Naskah Akademik Ruu Tentang Perubahan Atas Uu No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. ....................................... 25 Rapat Antar Kementrian Pemantauan Program Penyusunan RUU, PP dan Perpres Tahun 2018. ........................................................................ 26 Diskusi Publik Terkait Badan Usaha.............................. 27 Diskusi Publik Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia................................................ 29 Liputan Kegiatan Selamat Datang Prof Benny Riyanto dan Terima Kasih Prof Enny Nurbaningsih.................. 31 Bphn Turut Sukseskan Kegiatan Rakor Capaian Kinerja Kemenkumham T.A. 2018. ................. 32 Meriahkan Hut Ri Ke-73, Bphn Gelar Pesta Rakyat.. 33 Delegasi Thailand Kunjungi Bphn................................ 34 Audiensi Dengan The American Chamber of Commerce (Amcham)................................................. 34 Terkait Revisi Uu Narkotika, Prof Enny: Jangan Sampai Over Kapasitas Lapas, Menjadi Over Kapasitas Rehab 35. 35 Semarak Idul Adha 2018, Bphn Laksanakan Penyembelihan Hewan Kurban............... 36 Pusdok Kunjungi Perpustakaan Nasional.................... 37 Masukan Berharga Untuk Revisi UU Kepailitan dan Pkpu........................................................................... 38 Kunjungan Institut Agama Islam Negeri Surakarta ke Badan Pembinaan Hukum Nasional........................ 40 Bphn Gelar Rapat Internalisasi Pelaksanaan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah. ................................ 41 Uu Arbitrase Perlu Disesuaikan dengan Ketentuan Internasional.................................... 42 Artikel Indonesia dan Wto.......................................................... 43 Kata Mereka Asian Gamens. ................................................................... 44 Konsultasi Hukum . ............................................. 46 Serba-Serbi 5 Lomba 17 Agustus-An Bersejarah.............................. 49 Galeri Bphn ......................................................... 51
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
dan produktif dengan fokus pada sektor informal, UMKM, petani, nelayan, sektor korporasi, dan BUMN yang memiliki peran strategis bagi masyarakat,” ujar Ubaidi. Langkah lain yang akan diterapkan yakni menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan efektivitas perlindungan sosial, memperkuat kebijakan dalam pengendalian impor khususnya pangan, serta meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN). Empat pilar kebijakan teknis perpajakan Terjadinya perlambatan aktivitas ekonomi menjadi tantangan bagi pendapatan negara. Kinerja ekspor dan impor melemah, begitu pula dengan konsumsi dan investasi yang turut menurun. Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Ihsan Priyawibawa mengatakan, pada tahun 2021, pemerintahan akan melakukan optimalisasi pendapatan yang inovatif dan mendukung dunia usaha untuk pemulihan ekonomi. “Dari sisi perpajakan, pemerintah terus melakukan berbagai upaya perluasan basis pajak, dan perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan dalam rangka meningkatkan tax ratio ,” tutur Ihsan. Lanjutnya, penerapan Omnibus Law Perpajakan dan pemberian berbagai insentif fiskal juga diharapkan mampu mendorong peningkatan investasi dan daya saing nasional, mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19, serta memacu transformasi ekonomi. “Kebijakan teknis pajak yang akan diimplementasikan pada tahun 2021 dapat dikategorikan menjadi empat pilar kebijakan besar,” ungkap Ihsan. Pertama, mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui pemberian insentif perpajakan yang selektif dan terukur. Kedua, memperkuat sektor strategis dalam rangka transformasi ekonomi antara lain melalui terobosan regulasi, pemberian insentif pajak yang lebih terarah, dan proses bisnis layanan yang user friendly berbasis IT. Pilar ketiga ialah meningkatkan kualitas SDM dan perlindungan untuk masyarakat dan lingkungan. Sementara, pilar terakhir ialah mengoptimalkan penerimaan pajak. Langkah ini akan diimplementasikan dalam bentuk pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), serta ekstensifikasi dan pengawasan berbasis individu dan kewilayahan. Selain itu, pemerintah juga akan meneruskan reformasi perpajakan yang meliputi bidang organisasi, SDM, dan IT. Menurut Ihsan, selama ini sektor industri pengolahan dan perdagangan menjadi penyumbang utama penerimaan pajak. Terkait dengan basis pajak baru, ia menerangkan, dari sisi aspek subjek pajak, pendekatan kewilayahan menjadi fokus utama DJP. “Adapun dari aspek objek pajak, salah satunya adalah dengan meng- capture objek pajak dari aktivitas PMSE yang semakin marak seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan kondisi pandemi COVID-19 sekarang ini,” pungkasnya. Pembiayaan fleksibel dan responsif Penyusunan RAPBN 2021 masih belum terlepas dari situasi pandemi. Oleh sebab itu, sektor pembiayaan harus tetap antisipatif terhadap kebutuhan APBN dalam rangka pemulihan ekonomi akibat pandemi. Hal tersebut disampaikan Direktur Strategi dan Portofolio Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Riko Amir, dalam kesempatan wawancara dengan Media Keuangan. “Untuk arah kebijakan pembiayaan tahun depan, pembiayaan tetap fleksibel dan responsif terhadap kondisi pasar keuangan, tetapi juga tetap prudent dan memperhatikan kesinambungan fiskal,” terang Riko. Pihaknya juga terus berupaya mengembangkan skema pembiayaan yang kreatif dan inovatif, yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. “Nah, yang paling penting, pada 2021 juga harus ada efisiensi terhadap biaya utang itu sendiri,” kata Riko yang merupakan alumnus Univesity of Groningen tersebut. Untuk tahun depan, pihaknya akan mendorong biaya bunga utang bisa makin efisien, seiring dengan pendalaman pasar keuangan, perluasan basis investor, penyempurnaan infrastruktur Surat Berharga Negara (SBN) itu sendiri, serta diversifikasi pembiayaan. “Indonesia tidak bisa mengelak dari pandemi ini. Oleh karena itu, pemerintah melakukan kebijakan counter cyclical di mana ketika pertumbuhan ekonominya menurun, pemerintah melakukan berbagai cara untuk membantu boosting ekonomi,” ujar Riko. Di sisi lain, Riko mengungkapkan sejumlah lembaga pemeringkat utang melihat Indonesia telah melakukan kebijakan on the right track dan mampu menjaga stabilitas makroekonominya. Pada bulan Agustus lalu, salah satu lembaga pemeringkat utang yaitu Fitch mempertahankan peringkat utang Indonesia pada posisi BBB dengan outlook stable . Fitch mengapresiasi pemerintah lantaran telah merespons krisis dengan cepat. Mereka menilai pemerintah telah mengambil beberapa tindakan sementara yang luar biasa, meliputi penangguhan tiga tahun dari plafon defisit 3 persen dari PDB dan pembiayaan bank sentral langsung pada defisit. “Penilaian tersebut menjadikan pemerintah lebih confidence dalam menjalankan peran untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah pandemi ini,” pungkas Riko Amir. Dengarkan serunya wawancara bersama para narasumber pilihan Media Keuangan
Laporan Utama MEDIAKEUANGAN 12 Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraaan pada sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR- DPD di Gedung Parlemen. Foto Dok. DPR RI MEDIAKEUANGAN 12 Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 menjadi berbeda dari biasa. Negeri masih dilanda pandemi. Sekuat tenaga upaya dikerahkan agar pandemi segera teratasi. Namun, ketidakpastian masih tinggi, bahkan di beberapa daerah pertumbuhan kasus baru terus terjadi. Pemerintah harus memantapkan langkah antisipasi untuk memitigasi dampak sosial ekonomi di tahun depan. PERCEPAT PEMULIHAN, PERKUAT REFORMASI Teks Reni Saptati D.I P ada 14 Agustus 2020 lalu, pemerintah telah menyampaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN tahun anggaran 2021 dan Nota Keuangan. Kebijakan fiskal RAPBN 2021 mengambil tema Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi. Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Ubaidi S. Hamidi mengemukakan setidaknya ada dua hal yang melatarbelakangi pemilihan tema. “Pertama, pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia telah berdampak sangat luar biasa bagi kesehatan masyarakat dan perlambatan perekonomian dalam tahun 2020,” tutur pria kelahiran Klaten tersebut. Sumber daya fiskal perlu diarahkan untuk mendukung keberlanjutan dan akselerasi berbagai upaya strategis pemulihan kondisi kesehatan dan perekonomian nasional yang telah mulai dilakukan sejak 2020, dan akan dilanjutkan pada 2021. “Kedua, langkah menuju Visi Indonesia 2045 sebagai negara maju tetap perlu diperjuangkan bersama,” tegas Ubaidi. Guncangan perekonomian nasional tahun ini tidak menyurutkan langkah pemerintah untuk tetap mewujudkan cita-cita luhur yaitu masyarakat yang semakin sejahtera, serta bagaimana berupaya untuk keluar dari middle income trap . Ia menjelaskan, pemulihan ekonomi akan bermakna jika dilengkapi dengan reformasi struktural yang konsisten. Sebaliknya, reformasi akan berjalan efektif jika didukung proses pemulihan ekonomi yang solid. “Strategi recovery ekonomi dan reformasi merupakan satu paket, two in one , yang komplementer dan saling menguatkan, agar dari sisi kesehatan-sosial-ekonomi dapat segera pulih menuju normal,” ujar Ubaidi yang sebelum bertugas di BKF, selama belasan tahun bertugas di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Program pemulihan ekonomi nasional berlanjut Reformasi yang akan dilaksanakan pada 2021 meliputi banyak sektor. Untuk mendukung pemulihan melalui penguatan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, alat kesehatan, serta mendorong health security preparedness , reformasi sektor kesehatan akan digalakkan. Di sisi lain, pemerintah juga melakukan reformasi perlindungan sosial untuk mendukung pemulihan sekaligus mempersiapkan program yang adaptif terhadap resesi ekonomi dan bencana. Ubaidi menjelaskan, fokus reformasi juga akan diarahkan ke sektor pendidikan, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), perpajakan, penganggaran, dan optimalisasi teknologi informasi melalui digitalisasi layanan publik. “Dalam rangka menjawab tantangan stuktural terkait perlunya penguatan daya saing, peningkatan kapasitas produksi dan pemanfaatan bonus demografi untuk mendukung produktivitas dan transformasi ekonomi, maka diperlukan reformasi untuk penguatan fondasi agar mampu keluar dari middle income trap ,” Ubaidi menerangkan. Tahun depan, jelasnya, pemerintah juga tetap akan melanjutkan penanganan bidang kesehatan terutama pandemi COVID-19 serta mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional. “Pemerintah akan memberikan stimulus ekonomi yang berkeadilan, tepat sasaran,
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu | Foto Dok. Media Keuangan JALAN BAGI PEMULIHAN NEGERI P antang menyerah menghadapi kesamaran situasi imbas pandemi, pemerintah memanfaatkan bencana nonalam ini sebagai momentum untuk membenahi diri dan mengakselerasi pembangunan di segala lini, demi kebaikan negeri. Semangat itu pun menggelora dalam RAPBN 2021. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Direktur Jenderal Anggaran, Askolani, mengenai seluk beluk RAPBN 2021. Apa yang menjadi fokus pemerintah dalam mendesain RAPBN 2021? Dalam menyusun RAPBN 2021, tentunya pemerintah berbasis kepada kondisi dan langkah kebijakan di 2020 ini. Penanganan masalah kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi menjadi satu paket kebijakan yang harus didesain secara komprehensif dan sinergis. Upaya preventif di bidang kesehatan adalah kunci penting. Next step nya untuk kita maju adalah bagaimana kembali memulihkan ekonomi itu secara bertahap di tahun 2021. Langkah kita di Q2, Q3, dan Q4 ini sangat menentukan pijakan ke depan. Tantangan kita bagaimana supaya langkah-langkah pemulihan ekonomi, konsolidasi, dan upaya mendorong belanja pemerintah, bisa menstimulus pertumbuhan ekonomi di Q3 menjadi lebih positif. Bagaimana upaya pemerintah untuk mengejar penyerapan di Q3 dan Q4? Implementasi kombinasi adjustment pola belanja, baik melalui kebijakan realokasi dan refocusing belanja K/L dan pemda maupun tambahan belanja untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang harus dilakukan oleh semua stakeholder terkait, sangat menentukan capaian di Q2, Q3, dan Q4. Sampai dengan awal Q3 di bulan Juli, sebagian besar sudah cukup signifikan implementasinya. Tantangan kita adalah percepatan alokasi dan implementasi sisa anggaran PEN. Langkah percepatan antara lain dilakukan melalui koordinasi yang lebih intens dengan K/L dan Komite PEN untuk mendesain kebijakan implementatif PEN yang akan dilakukan ke depan. Presiden juga turut serta me review PEN bersama dengan para menteri di sidang kabinet. Presiden secara tegas mengingatkan para menterinya untuk turun langsung, membedah DIPA-nya masing masing untuk me review reformasi desain anggaran, lalu kita juga mengajak Bappenas untuk mendesain program anggaran tersebut. Jadi, format alokasi belanja K/L di tahun 2021 nanti akan meng adopt desain anggaran yang baru yang programnya lebih simpel, lebih eye catching, dan lebih mudah diterapkan. Ini kita koneksikan juga dengan target prioritas pembangunan sesuai arahan Presiden dan rencana kerja pemerintah. Penguatan reformasi lainnya yang akan pemerintah lakukan? Pandemi ini memberi banyak lesson learn pada kita, yang menjadi masukan untuk perbaikan reformasi di berbagai bidang. Contohnya, manajemen di bidang kesehatan harus bisa lebih proaktif dan antisipatif terhadap model bencana nonalam ini. Di bidang perlindungan sosial dan dukungan UMKM, perbaikan pendataan masyarakat menengah ke bawah menjadi kunci. Pemerintah juga sedang memikirkan bagaimana mensinergikan antara kebijakan subsidi dengan kebijakan perlindungan sosial yang kemudian semua di support dengan satu data yang solid dan valid. Lalu ada juga reformasi perpajakan, baik dari segi regulasi, kebijakan, dan administrasinya. Nah, on top dari semua itu, pemerintah tentunya juga akan menyiapkan reformasi mengenai penanganan bencana. Seperti apa prioritas belanja pemerintah dalam RAPBN 2021? Pemerintah tetap memprioritaskan kesehatan, perlindungan sosial, dan pendidikan. Penanganan kesehatan lanjutan diarahkan lebih sustainable seperti upaya preventif melalui penyediaan vaksin apabila nanti sudah ditemukan, dan reformasi di bidang kesehatan. Program perlindungan sosial juga tetap berjalan misalnya dalam bentuk PKH, kartu sembako, bantuan tunai, plus kartu prakerja dan program subsidi. Di sektor pendidikan, pemerintah memperkuat mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, even program beasiswa untuk S2, S3 tetap akan dilanjutkan di tahun depan. Nah, setelah tiga bidang tadi, pemerintah juga langsung satu paket mendukung untuk pemulihan ekonomi. Pertama, melalui penyiapan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang menjangkau sampai ke daerah 3T guna membangun manusia Indonesia yang lebih produktif dan kompetitif. Teknologi ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, pendidikan, serta ekonomi masyarakat, terlebih dalam kondisi kita tidak bisa bertemu fisik. Perluasan pembangunan ICT ini sudah dirancang sampai jangka menengah. Selanjutnya pembangunan infrastruktur dan ketahanan pangan. Keduanya tidak dapat dipisahkan sebab pangan ini harus didukung misalnya dengan irigasi yang cukup dan bendungan yang baik. Yang menjadi prioritas juga adalah pemulihan pariwisata karena ini salah satu andalan utama kita. Dukungan pariwisata dilakukan oleh banyak K/L dan pemda, bukan hanya Kemenpar. Kemudian yang terakhir yang kita prioritaskan juga adalah dukungan bagi dunia usaha dan UMKM, baik melalui insentif fiskal maupun skema subsidi. Apakah nantinya alokasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) juga akan mendukung belanja prioritas ini? Ya, kita juga mereformasi alokasi TKDD. Kebijakan belanja yang di pusat tadi kemudian di connecting kan dengan kebijakan alokasi TKDD. Dana desa misalnya diarahkan khususnya untuk perlindungan sosial dan mendukung ICT di desa. Reformasi kesehatan dan pendidikan juga dikaitkan dengan kebijakan alokasi TKDD. Jadi ini kita melihatnya sebagai satu paket. Bagaimana prioritas dari sisi pembiayaan? Dari sisi pembiayaan juga kita akan terus dukung untuk peningkatan kualitas SDM melalui pembiayaan dana abadi, baik itu untuk LPDP, beasiswa, maupun untuk universitas termasuk untuk kebudayaan. Di pembiayaan ini kita juga akan support BUMN untuk bisa mendukung penugasan pemerintah termasuk melanjutkan pemulihan ekonomi di tahun 2021. Apa implikasi dari defisit 5,5 persen di RAPBN 2021? Dengan 5,5 persen intinya adalah secara fiskal pemerintah tetap ekspansif untuk mendukung penanganan kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi. Ini pijakan kita untuk bisa menjadikan Indonesia maju dan keluar dari middle income trap . Visi kita di 2045 Indonesia masuk lima besar negara di dunia. Penurunan defisit ini juga sejalan dengan UU 2/2020 bahwa secara bertahap defisit APBN itu akan dikembalikan menjadi dibawah 3 persen di tahun 2023. Apa yang membuat pemerintah optimis mematok pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen di 2021? Tentunya efektivitas kebijakan PEN di 2020 ini menjadi pijakan ke depan ya. Kemudian dengan langkah fiskal ekspansif sebagaimana dalam RAPBN 2021, plus prediksi sejumlah lembaga internasional mengenai pemulihan ekonomi dunia di 2021, kita mendesain ekonomi kita tumbuh 4,5-5,5 persen di 2021. bagaimana mempercepat belanja sesuai alokasi anggaran mereka di APBN 2020, maupun mengoptimalkan belanja anggaran program PEN yang harus dijalankan stakeholder terkait. Adakah upaya penyempurnaan sistem penganggaran ke depan? Ada. Pertama, kita memperpendek mekanisme proses review atas usulan anggaran K/L sehingga dapat mempersingkat waktu penetapan DIPA-nya. Kedua, kita mensimplifikasi proses verifikasi kelengkapan dokumen. Jadi, kami akan meminta K/L untuk mendahulukan melengkapi dokumen yang memiliki skala prioritas tinggi. Ketiga, kami akan proaktif meminta dan mengomunikasikan kepada K/L untuk melakukan akselerasi dalam melengkapi dokumen usulan anggaran. Kita akan tuangkan ini dalam peraturan Menteri Keuangan dan SOP agar sistem ini menjadi landasan yang lebih sustainable . Kita juga akan terus melakukan evaluasi dan apabila ada modifikasi untuk lebih mempercepat mekanisme yang ada, akan kami lakukan. Bagaimana dengan reformasi bidang anggaran di 2021? Kemenkeu menyiapkan
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Tantangan dan hambatan dalam mendorong investasi di sektor riil Foto Resha Aditya Pemerintah Daerah turut berpartisipasi menjalankan beberapa program untuk mendorong ekspor dari industri kecil dan menengah. MediaKeuangan 10 Dari total proyek terkendala perizinan dan rekomendasi Dari total proyek terkendala lahan Dari total proyek terkendala regulasi Dari total proyek terkendala insentif fiskal Dari total proyek terkendala isu lainnya saja akan merintangi laju pertumbuhan ekonomi. Menurut Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan P. Roeslani, sektor konsumsi perlu dijaga sebab mendominasi postur pertumbuhan ekonomi nasional. “Memang kita harus tetap menjaga terutama konsumsi domestik kita yang memiliki kontribusi 55-56 persen dari total pertumbuhan kita,” tutur Rosan. Dengan demikian, meningkatkan pertumbuhan konsumsi domestik menjadi jalan penyelamatan. Lalu bagaimana cara untuk mendorong pertumbuhan konsumsi domestik? Akselerasi investasi adalah jawabannya. Menurut Bahlil Lahadalia, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi adalah pahlawan yang menjaga kedaulatan ekonomi bangsa. “Ketika membicarakan konsumsi, tentu saja berhubungan dengan daya beli. Daya beli ini tidak terlepas dari soal kepastian pendapatan. Kepastian pendapatan bisa terwujud jika tersedia lapangan pekerjaan. Nah, investasi menjadi satu-satunya jalan untuk menciptakan lapangan pekerjaan,” terang Bahlil. Hal senada juga diungkapkan oleh Rosan P. Roeslani, Ketua Umum Kadin Indonesia. Menurutnya, investasi memegang peranan besar dalam menekan defisit transaksi berjalan hanya saja belum berjalan optimal. “Jika kita lihat, investasi meningkat dari tahun ke tahun tapi belum optimal. Kadin melihat perlunya meningkatkan peran investasi terutama investasi yang berorientasi ekspor,” ujar Rosan. Saat ditanyakan strategi BKPM dalam mendukung pemerintah menekan defisit transaksi berjalan, Bahlil mengungkapkan ada tiga langkah yang akan dilakukan. Pertama, menarik investasi untuk produk-produk substitusi impor. Kedua, mendorong investasi yang memiliki output produk ekspor. Ketiga, memanfaatkan investasi agar mampu menciptakan lapangan kerja sebesar-besarnya. “Saat ini kita sedang mendorong investasi di sektor-sektor produktif, manufaktur, padat karya yang mampu banyak menciptakan lapangan pekerjaan, yang banyak melahirkan substitusi impor dan yang berorientasi ekspor,” ungkap pria kelahiran Banda ini. Namun demikian, masih ada beberapa aspek yang menghambat masuknya investasi ke Indonesia. Untuk itu, pembenahan internal terutama birokrasi yang berbelit menjadi fokus BKPM. “Pengusaha itu butuh kepastian, kemudahan, dan efisiensi, jika tiga itu sudah didapatkan selesai sudah urusan. Maka dari itu, melalui Inpres Nomor 7 Tahun 2019, seluruh kewenangan terkait perizinan yang ada pada 22 Kementerian dan Lembaga didelegasikan ke BKPM. Harapannya adalah memotong mata rantai birokrasi yang terlalu panjang,” tegasnya. Bahlil menambahkan bahwa persepsi investasi tidak hanya dari pengusaha kelas kakap saja namun juga Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). “BKPM tidak hanya memfasilitasi pengusaha kelas besar namun juga selama usaha tersebut bermanfaat bagi masyarakat terutama dalam menyediakan lapangan pekerjaan,” jelasnya. Orientasi Ekspor Harus Berubah Selain investasi, strategi lain yang perlu dilakukan dalam mengatasi defisit transaksi berjalan adalah melalui peningkatan kinerja ekspor. Rosan berharap pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan inisiatif yang dapat mendorong ekspor dan berimplikasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. “Pada tahun 2019, current account deficit kita membaik sedikit. Namun, itu bukan karena ekspor yang meningkat tapi ekspor turun dan impor turunnya lebih banyak lagi. Jadi kita harus melihat dari semua sisi dan diharapkan pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan inisiatif yang mencoba untuk meningkatkan pertumbuhan kita ke depan,” jelasnya. Menurut pria yang juga merupakan chairman Recapital Group ini, sebagai salah satu ujung tombak dalam pertumbuhan ekonomi, kinerja ekspor Indonesia harus dioptimalkan dengan cara mengubah orientasi ekspor, melakukan diversifikasi negara, dan juga diversifikasi produk. “Kita harus aktif membuka pasar-pasar baru yang berpotensi seperti pasar di Timur Tengah, pasar-pasar di Afrika yang memang mulai digarap oleh pemerintah dalam beberapa tahun terakhir, bukan hanya pasar-pasar tradisional seperti Jepang, Korea, US, Eropa. Kita harus melakukan diversifikasi negara dan juga diversifikasi produk. Itu yang harus kita lakukan ke depannya,” ujarnya. Bahlil juga mengungkapkan bahwa sejak masa VOC hingga tahun 2018, komoditas ekspor Indonesia tidak banyak mengalami perubahan yakni barang mentah. “Pola ini harus diubah. Maka dari itu, sekarang pemerintah menggiring semua sumber daya alamnya itu untuk dilakukan hilirisasi. Sebagai contoh, ketika sawit kita di- banned oleh Eropa beberapa waktu lalu. Namun, karena kreativitas kita dapat melahirkan B20 dan B30. Bagi petani hal ini mendatangkan keuntungan karena harga sawit menjadi tinggi dan bagi negara juga mendapat keuntungan karena impor berkurang,” pungkasnya. Energi Terbarukan adalah Keniscayaan Tingginya impor bahan bakar migas menjadi penyumbang terbesar dalam defisit transaksi berjalan. Oleh sebab itu, pengembangan energi terbarukan (EBT) menjadi salah satu solusi agar defisit teratasi. Pilihan jatuh kepada minyak sawit mentah (CPO). “Sawit kita cukup banyak, CPO nya juga berlimpah. Industri sawit sudah berkembang bisnisnya dan supply chain nya sudah tertata baik. Selain itu, kita juga menguasai teknologinya, sehingga untuk hilirisasi sawit, CPO diolah menjadi biodiesel yang dapat digunakan sebagai bahan bakar complimentary solar,” terang Andriah Feby Misna, Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Peningkatan kemandirian energi dan penyediaan energi ramah lingkungan merupakan tujuan utama dari pemanfaatan biodiesel sebagai bagian dari energi baru terbarukan. “Saat ini rata-rata penggunaan BBM solar kurang lebih 33 juta kiloliter per tahun. Mengacu kepada Kebijakan Energi Nasional, harapannya di tahun 2025 nanti sekitar 13,8 juta kiloliter bahan bakar kita berasal dari bahan bakar nabati. Dengan adanya perkembangan teknologi seperti co-processing dan stand alone untuk green refinery , tidak menutup kemungkinan pemanfaatan bahan bakar nabati bisa melebihi target yang ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional,” ungkap Feby. Upaya untuk meningkatkan kemandirian energi terus berlanjut. Pekerjaan rumah yang masih menanti adalah mencari pengganti gasolin. Hal ini disebabkan impor gasolin menjadi masalah impor migas terbesar saat ini. “Untuk solar sebenarnya kita sudah bisa dikatakan selesai. Pekerjaan rumah kita saat ini ada di gasolin yang masih impor sebesar 60 persen. Jadi, nantinya CPO juga akan dikembangkan untuk pembuatan green gasolin dan juga green avtur,” jelasnya.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
“Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Ekonomi pandemi T ak ada satupun negara di dunia yang siap berhadapan dengan pandemi. Beragam strategi diterapkan masing-masing negara untuk bertahan melewati krisis, termasuk Indonesia. Beragam kebijakan diterbitkan demi menyelamatkan berbagai lini terdampak pandemi. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan, “Saya bilang ini ekonomi pandemi. Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Tak semata kesehatan, namun juga dampak- dampak lain yang mengikutinya. “Kalau kesehatan kena, (lantas) tidak tertangani dengan baik akan menciptakan dampak sosial. Dampak sosial yang eskalasinya meninggi, tidak bisa diatasi akan menimbulkan dampak ekonomi, krisis. Ketika krisis terjadi, dampak sosial akan lebih besar lagi, lalu kolaps secara ekonomi nasional,” tuturnya. Kondisi semacam itu kemudian menjadi dasar bagi pemerintah dalam bersikap. Yustinus mengatakan bahwa kebijakan PEN ini bukan menjadikan ekonomi sebagai panglima. Alih- alih demikian, kebijakan ini justru mendudukkan kembali ekonomi pada perspektif asalnya, yakni ihwal kelangsungan hidup. “Ekonomi itu ya soal survival. Soal hidup orang. Soal bagaimana pelaku UMKM bisa berjualan lagi, itulah ekonomi. Soal bagaimana orang yang di-PHK itu bisa makan, itu adalah ekonomi,” tutur alumni pascasarjana Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia ini. Karena itu, program PEN setidaknya mencakup tiga hal utama yakni penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial, serta stimulus ekonomi bagi pelaku usaha. Selaras dengan hal itu, peneliti senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad berpendapat bahwa program PEN sudah mengakomodasi agenda untuk mitigasi risiko resesi. “Secara umum sebenarnya sudah menangkap beberapa agenda mengantisipasi mitigasi risiko resesi, baik untuk bantuan sosial, penanganan kesehatan hingga ekonomi,” katanya melalui keterangan tertulis. Namun demikian, menurutnya masih terdapat beberapa hal yang masih perlu dievaluasi, antara lain ihwal mekanisme bantuan sosial dan stimulus ekonomi bagi pelaku UMKM. Tauhid menyarakan adanya evaluasi bentuk bantuan sosial. “Pertama, bentuk non-tunai hanya menguntungkan pada rantai nilai yang dimiliki sebagian kecil pengusaha. Ini terjadi karena lembaga usaha yang dilibatkan dalam bantuan sembako sangat terbatas,” katanya. “Kedua, karena diberikan dalam bentuk non tunai (sembako, minyak, sarden, gula, dsb) maka yang berputar kebutuhan hanya pada komoditas tersebut sehingga tidak dapat menggerakkan UMKM kebutuhan lainnya,” paparnya melalui keterangan tertulis. Sedangkan terkait stimulus bagi pelaku UMKM, Tauhid mengkhawatirkan keberadaan pelaku UMKM di luar jangkauan perbankan berpotensi menurunkan tingkat efektivitas kebijakan ini. Sebab menurutnya, beragam program stimulus yang ada saat ini belum dapat menjangkau kelompok yang berada di luar jangkauan perbankan tersebut. Dari kekhawatiran itu, Tauhid menyarankan beberapa hal untuk mendorong efektivitas PEN. Bagi pelaku UMKM, Tauhid berpendapat perlunya skema khusus untuk menjangkau para pelaku UMKM yang tidak terjangkau oleh lembaga keuangan. Sementara itu, H.M. Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengatakan bahwa PEN adalah langkah yang tepat untuk dilakukan pemerintah. “Prinsipnya saya melihat dari sisi desain, PEN sebagai jurus untuk memulihkan ekonomi kita sudah sangat benar. Namun dari sisi realisasi ini yang kita harus hati-hati. Disiplin pada target, sehingga rencana di atas kertas bisa ditransformasikan menjadi intervensi lapangan yang berdampak,” paparnya melalui keterangan tertulis. Pria kelahiran Sumenep ini mengatakan bahwa saat ini realisasi program-program yang ada masih terbilang rendah. “Sektor kesehatan, misalnya, serapannya baru 5,12 persen. Padahal sektor ini adalah episentrum masalah,” paparnya. Ia khawatir, realisasi yang rendah ini tatkala diburu target realisasi tinggi dapat berakibat eksekusi yang kurang akurat. Situasi demikian menurutnya akan mempengaruhi efektivitas program. Senada dengan Tauhid Ahmad, Said juga berpendapat bahwa momentum adalah faktor penting dalam keberhasilan program PEN. Integrasi Data Tantangan pemulihan ekonomi nasional tidak luput dari perkara data. Misalnya, terkait skema khusus bagi pelaku UMKM yang tidak terjangkau perbankan yang sebelumnya ia sampaikan, Tauhid Ahmad berpendapat bahwa kondisi itu tidak serta merta dapat dicapai tanpa pendataan yang memadai. “Ini tentu dengan proses pendataan yang memadai dan sebagai langkah awal dapat menggunakan data Sensus Ekonomi BPS Tahun 2016/2017 yang memuat cukup detail dengan tambahannya adanya update tahun 2020,” papar Tauhid. Lantas terkait bantuan sosial, ia beranggapan bahwa data yang dijadikan basis pendistribusian yakni Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tak lagi relevan dengan kondisi lapangan. Untuk itu, Tauhid menyarankan pemerintah perlu memperkuat integrasi bantuan untuk pelaku UMKM dalam “satu pintu” dengan menggabungkan dan verifikasi data yang ada di perbankan, data perpajakan, serta data pembinaan di Kementerian Koperasi dan UKM. “Ini memperkuat daya dorong UMKM lebih cepat pulih,” paparnya. Perihal data, Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan, “Datanya tidak sempurna sudah pasti, tapi itu memang data terbaik yang kita punya. Dan, kita ingin melakukan program ini secepat mungkin. Kalaupun dia ada inclusion-exclusion error secara relatif harusnya bisa dipahami,” ujarnya. Febrio juga menambahkan bahwa perbaikan data yang dijadikan acuan terus dilakukan pemerintah. Data yang andal, menurutnya, akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. “Tapi sementara ini kita memang butuh gerak cepat. Ada inclusion-exclusion error itu kita tolerir, sepanjang ini programnya memang arahnya ke masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya. Hal ini kembali pada salah satu orientasi semula program PEN yakni menyelamatkan sisi rumah tangga. “Bagaimana rumah tangga masyarakat yang paling rentan ini ditolong dulu,” jelasnya. Kendati tak alpa dari kendala, pemerintah terus berupaya memperbaiki implementasi program PEN melalui monitoring dan evaluasi. “Nah inilah tiap minggu dilakukan monev di Kemenkeu untuk mengevaluasi semua program ini. Mana yang jalan, mana yang kurang jalan. Yang kurang jalan, siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat, atau diganti programnya, dan sebagainya,” pungkas Kepala BKF. Tantangan PEN tidak luput dari perkara data, data yang andal akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. Foto Anas Nur Huda Menjaga Momentum Pemulihan ekonomi nasional ibarat perjalanan panjang yang melintasi berbagai jalan terjal. Kendaraan yang mutakhir serta pengemudi yang mumpuni tak serta merta jadi faktor utama. Kendati risiko telah dipotret dan diantisipasi dengan baik, tidak lantas PEN jadi bersih dari catatan. Tauhid Ahmad menuturkan apabila dibandingkan dengan negara-negara lain yang menerapkan program serupa, program PEN sudah hampir sejajar. Yustinus Prastowo Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis
Monitoring dan evaluasi berkala “Saya mendukung langkah-langkah cepat pemerintah dalam merumuskan peraturan teknis pelaksanaan dari implementasi PEN,” Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto menyampaikan dukungannya. Namun demikian, ia menilai pemerintah juga sudah memahami bahwa implementasi antara peraturan dan pelaksanaan di lapangan terdapat celah. “Sebagai contoh, turunan peraturan dari PP 23 tahun 2020 atas program Penempatan Dana diikuti PMK 64 tahun 2020 tidak dapat terakselerasi oleh perbankan di lapangan akibat persyaratan yang terlalu rigid dalam akses program tersebut,” contohnya. Oleh sebab itu, Dito berpendapat perlu ada monitoring dan evaluasi secara bersama baik Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjaminan Simpanan terhadap kondisi dan perkembangan industri jasa keuangan secara berkala. Proses monitoring dan evaluasi implementasi PEN kini berjalan rutin. Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) serta aparat penegak hukum (KPK, Kejaksaan dan POLRI) melakukan monitoring, evaluasi, serta pengendalian pelaksanaan program- program PEN. Di internal Kementerian Keuangan, proses monitoring dan evaluasi dilakukan secara berjenjang. “Menteri Keuangan waktu itu telah menunjuk Tim Monev PEN yang diketuai Wakil Menteri Keuangan. Di tim itu ada empat sub tim besar,” ungkap Adi. Proses monitoring dan evaluasi dimulai dari kelompok kerja yang dipimpin oleh Pejabat Eselon I yang dilakukan setiap hari, laporan ke Wakil Menteri Keuangan setiap 3 hari, dan laporan ke Menteri Keuangan setiap minggu. Dalam setiap jenjang, dibahas perkembangan pelaksanaan program, identifikasi permasalahan, dan perumusan solusi untuk mengakselerasi dan mendorong efektivitas program. Penyesuaian postur APBN Untuk memastikan ketersediaan anggaran dalam penanganan pandemi, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap postur dan rincian APBN 2020. Awalnya, penyesuaian tersebut tertuang dalam Perpres 54/2020. Namun, melihat perkembangan hari demi hari dampak pandemi, penyesuaian postur APBN kembali dilakukan yang tertuang dalam Perpres 72/2020. “Ketika menerbitkan Perpu 1/2020 yang kemudian ditindaklanjuti dengan Perpres 54/2020, pemerintah menambah defisit dari 1,76 persen ke 5,07 persen. Di Perpres 72 yang ditetapkan presiden tanggal 24 Juni lalu, dalam rangka mendukung sinergi dan perluasan ekstensifikasi penanganan pandemi ini, defisit diperlebar lagi menjadi 6,34 persen,” ujar Direktur Penyusunan APBN Direktorat Jenderal Anggaran Rofyanto Kurniawan. Langkah tersebut dilakukan lantaran pendapatan negara diproyeksikan lebih rendah Rp60,9 triliun sebagai dampak perlambatan ekonomi. Di sisi lain, pemberian insentif perpajakan dan belanja negara menjadi lebih tinggi Rp125,3 triliun karena menampung tambahan kebutuhan anggaran pemulihan ekonomi. Meskipun faktor ketidakpastian tinggi, Rofyanto mengungkapkan Perpres 72/2020 telah mengantisipasi dan mempertimbangkan berbagai risiko yang akan muncul ke depan. “Tentunya dengan berbagai upaya yang kita lakukan, kita harapkan target yang ingin dicapai pemerintah bisa tercapai melalui Perpres 72/2020 ini, baik dari sisi penanganan COVID-19, sisi makro ekonominya, maupun sisi sustainabilitas APBN-nya,” tuturnya. “Pemerintah sudah mengantisipasi berbagai ketidakpastian di depan. Kita sudah menyiapkan skenario untuk program- program yang akan dijalankan dalam rangka menjaga daya beli masyarakat sampai dengan akhir tahun 2020.” Sementara itu, terkait penyusunan RAPBN 2021, Rofyanto berharap tahun 2021 menjadi masa transisi dari penanganan pandemi COVID-19 pada tahun 2020. “Kita harapkan tentunya penanganan pandemi ini bisa terfokus di tahun 2020 saja. Tahun 2021 kita sudah bisa fokus ke pemulihan ekonomi,” ucapnya. Ia pun memetakan beberapa tantangan perekonomian dan risiko yang perlu diwaspadai untuk dimitigasi. “Pertama, kita harus menyadari sepenuhnya bahwa pemulihan perekonomian global, termasuk pemulihan ekonomi kita, masih ada risiko ketidakpastian,” jelas Rofyanto. Kedua, Indonesia masih harus menghadapi tantangan untuk keluar dari middle income trap . Belum lama ini, Indonesia baru saja naik peringkat menjadi upper middle income country . Menurutnya, Indonesia harus bergerak ke arah high income country . Dengan berbagai tantangan dan risiko, kebijakan fiskal 2021 diarahkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Selain itu, kata Rofyanto, pemerintah juga akan menjalankan program-program reformasi, baik itu reformasi dari sisi pendapatan, belanja maupun dari sisi pembiayaan. “Untuk itulah, dalam menyiapkan RAPBN 2021, berbagai anggaran alokasi yang kita siapkan itu merupakan anggaran yang responsif, yang artinya dinamis bisa merespon berbagai dinamika perubahan yang akan terjadi,” pungkasnya. Unduh Mobile PPID, dapatkan kemudahan informasi terkait Kementerian Keuangan Kemudahan akses untuk menu permohonan informasi dan keberatan. Keleluasaan bagi pengguna untuk update profil akun secara mandiri. Tampilan lebih user friendly terutama untuk tuna netra. Tampilan baru pada menu riwayat permohonan informasi dan keberatan.
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap
MEDIAKEUANGAN 32 33 MEDIAKEUANGAN 32 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Mengelola Manusia dari Hati M enjadi seorang pegawai negeri sipil (PNS) bukanlah impian Humaniati. Lulusan psikologi Universitas Gajah Mada itu awalnya ingin meniti karier di sebuah perusahaan multinasional yang bergerak di industri perbankan. Restu sang ibu yang justru membawa langkahnya mendaftar pekerjaan menjadi abdi negara. Pertimbangannya cukup logis, selain faktor usia yang telah menginjak angka 28, saat itu Ia pun telah memiliki momongan. Ritme pekerjaan PNS yang lebih stabil dan jaminan hari tua dirasa lebih cocok baginya yang telah berkeluarga. Berbeda dengan korporat swasta yang kebanyakan menitikberatkan pada pemenuhan target dan profit. Siapa sangka pilihan tersebut mengantarnya ke posisi yang cukup strategis. Setelah hampir tiga dasawarsa mengabdi, Ia kini menempati jabatan sebagai Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) di Sekretariat Jenderal, Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Di pundaknya kini dititipkan masa depan puluhan ribu pegawai di Kemenkeu). Dari dirinya komando pengelolaan dan pengembangan kualitas SDM Kemenkeu berasal. Amanah yang diembannya kini bukan diraih tanpa perjuangan. Karier wanita yang akrab dipanggil Ati ini diawali saat Ia direkrut sebagai tenaga psikolog di Kemenkeu. Saat itu, termasuk dirinya, hanya ada dua orang psikolog di Kemenkeu. ”Karena cuma dua orang, kami dituntut untuk bekerja seefektif mungkin dan mandiri. Termasuk dalam mengambil keputusan,” kenang Ati. Pekerjaan yang diampu Humaniati saat itu berkaitan dengan penyelenggaraan beragam tes psikologi berdasarkan kebutuhan, contohnya untuk Diklatpim (pendidikan dan pelatihan kepemimpinan). Di masa awal meniti karier, di saat belum dikenal istilah ”reformasi birokrasi”, Atik banyak ditempa dari pengalamannya. Ia banyak dihadapkan pada situasi yang menguji integritas dan ketegasannya. Oknum- oknum internal maupun eksternal banyak yang ingin mendapat privilege tersendiri dengan mencurangi hasil tes mereka. ”Saya tetap bergeming, dari situ saya belajar betul tentang integritas, decisive judgement , dan resilience ,” ucapnya mantap. Manajemen talenta jadi senjata Bermacam pengalaman yang menempanya, membuat wanita kelahiran Madiun ini semakin paham bagaimana memetakan pegawai di Kementerian Keuangan. Saat masih menjabat sebagai Kepala Bagian Pengembangan Pegawai, pembangunan pengelolaan SDM berbasis sistem merit dimulai. Pembangunan sistem yang dimulai sejak tahun 2007 itu berbarengan dengan dimulainya era reformasi birokrasi. Dari yang awalnya sangat administratif, infrastruktur pengelolaan SDM dikembangkan menjadi berbasis kompetensi / competency based human resources management (CBHRM). ”Kita mengubah paradigma pengelolaan SDM, karena sistem merit ini berbasis kompetensi, kualifikasi dan kinerja,” ucapnya menjelaskan. Pembangungan kompetensi dimulai dari sektor manajerial, kemudian berlanjut ke pembangunan sistem manajemen kinerja yang kini menjadi basis dari sisi penilaian kinerja. Untuk menjadikan pegawai memiliki kualifikasi yang baik, Biro SDM membangun human capital development plan , kode etik, pola mutasi dan lain-lain. Semua sistem ini disempurnakan menjadi pondasi dan pada akhirnya mendukung pelaksanaan sistem merit. Setahun setelah menjabat sebagai Kepala Biro SDM, pada 2014 istilah sistem merit baru mulai dikenal secara nasional melalui undang-undang ASN. ”Kita diuntungkan karena mulai duluan, udah diimplementasikan sejak 2007,” serunya bangga. Langkah berikutnya yang diambil oleh ibu dua anak ini adalah konsisten menyempurnakan pengelolaan SDM berbasis merit. Bukan kebetulan jika pada tahun 2019 Kementerian Keuangan kemudian berhasil memperoleh predikat ‘sangat baik’ atas implementasi sistem merit dari Komite Aparatur Sipil Negara (KASN). Ia sangat bersyukur karena Sekretaris Jenderal Hadiyanto, sebagai atasannya langsung sangat mendukung dan memberi perhatian khusus. Tak hanya saat proses penilaian, tapi lebih lagi untuk implementasi sistem merit di Kementerian Keuangan. Pencapaian ini menandakan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan sistem merit yaitu kualifikasi, kompetensi dan kinerja yang diberlakukan secara adil dan wajar tanpa diskriminasi telah berhasil diterapkan di Kemenkeu. Dari delapan aspek penerapan sistem merit dengan nilai ideal 400, Kemenkeu berhasil mencatat 382,5 poin. Hal itu menunjukkan Kemenkeu sudah hampir memenuhi kondisi ideal yang diharapkan. Bibit kebaikan dari keluarga Kecintaan Humaniati dalam memahami karakter manusia dan nilai kemanusiaan berangkat dari apa yang Humaniati KEPALA BIRO SDM, SEKRETARIAT JENDERAL Teks Dimach Putra | Foto Anas Nur Huda 33 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 MEDIAKEUANGAN 32