JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12824
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 964 hasil yang relevan dengan "kebijakan fiskal untuk pelaku usaha "
Dalam 0.021 detik
Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PERIMBANGAN KEUANGAN
PP 1 TAHUN 2024

Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional

  • Ditetapkan: 02 Jan 2024
  • Diundangkan: 02 Jan 2024

Relevan terhadap 8 lainnya

Pasal 98Tutup

Ketentuan mengenai penilaian kesesuaian antara rancangan KUA dan rancangan PPAS dengan KEM PPKF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilaksanakan mulai tahun 2024. Pasal 99 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2024 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada.tan ggaL 2 Januari 2024 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRATIKNO I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2024 TENTANG HARMONISASI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL UMUM Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah telah meletakkan dasar-dasar penyempurnaan dan penguatan tata kelola hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Hal ini merupakan upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan bernegara. Upaya tersebut dimanifestasikan dalam berbagai redesain instrumen utama desentralisasi fiskal yang tidak hanya melalui TKD, pajak daerah, dan retribusi daerah, melainkan juga melalui sinergi kebijakan fiskal nasional, Pembiayaan Utang Daerah, DAD, dan Sinergi Pendanaan. Peraturan Pemerintah ini disusun untuk melaksanakan beberapa amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah khususnya mengenai sinergi kebijakan fiskal nasional, Pembiayaan Utang Daerah, DAD, dan Sinergi Pendanaan. Penggabungan beberapa muatan pengaturan tersebut sebagai upaya simplifikasi dan optimalisasi regulasi dalam suatu harmonisasi kebijakan fiskal nasional. Harmonisasi kebijakan fiskal nasional merupakan proses atau upaya untuk menyelaraskan, menyerasikan, dan/atau menyesuaikan kebijakan fiskal antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah di dalam pengelolaan dan pengaturan pendapatan, belanja, dan pembiayaan negara dan Daerah untuk menjalankan fungsi alokasi dan distribusi dalam rangka menjaga stabilitas, pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk mengoptimalkan pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah, penyelenggaraan DAD, pelaksanaan Sinergi Pendanaan, dan penerapan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.

1.

Sinergi 1. Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional Sinergi kebijakan fiskal nasional dilaksanakan melalui penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah, penetapan batas maksimal defisit APBD dan Pembiayaan Utang Daerah, pengendalian dalam kondisi darurat, serta sinergi BAS. Sinergi kebijakan fiskal nasional tersebut juga didukung dengan penyajian dan konsolidasi Informasi Keuangan Daerah secara nasional dan pemantauan serta evaluasi pendanaan desentralisasi yang dilaksanakan dalam suatu platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional. Pengaturan mengenai penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini menyempurnakan harmonisasi pengaturan perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran di tingkat pusat dan Daerah. Penyelarasan fiskal tersebut dilakukan antara lain melalui penyelarasan tahap perencanaan dan penganggaran seperti penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF, dan penyelarasan tahap pelaksanaan APBD. Penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF merupakan upaya peningkatan kualitas kebijakan fiskal Daerah yang selaras dengan kebijakan fiskal nasional. KEM PPKF yang berisi skenario arah kebijakan ekonomi dan fiskal dijadikan acuan oleh Pemerintah Daerah dalam perumusan KUA dan PPAS. Upaya penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF tersebut diharapkan dapat meningkatkan sinergisitas kebijakan fiskal nasional yang antara lain berupa keselarasan target kinerja makro dan kinerja program, kepastian pendanaan program prioritas dan pemenuhan Belanja Wajib, serta keselarasan arah pelaksanaan anggaran. Penyelarasan fiskal nasional tersebut tentunya akan mengoptimalkan fungsi utama kebijakan fiskal yaitu alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam Peraturan Pemerintah ini selain ditujukan untuk meningkatkan kualitas kebijakan fiskal Daerah, juga diharapkan mampu mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah dalam mendukung perbaikan kualitas keluaran (outputl dan dampak (outcomel layanan publik di Daerah. Peningkatan kualitas Belanja Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini dilakukan melalui penguatan belanja produktif di Daerah dan harmonisasi belanja pusat dan Belanja Daerah yang akan didukung melalui sinergi BAS. Dengan adanya sinergi BAS, Pemerintah Pemerintah dapat menyelaraskan program, kegiatan, dan keluaran agar kebijakan fiskal yang diambil lebih terukur dan meningkatkan keselarasan belanja pusat dan Belanja Daerah.

2.

Pembiayaan Utang Daerah dan Sinergi Pendanaan Dalam rangka mendukung Daerah dalam pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, Daerah dapat mengakses sumber-sumber Pembiayaan Utang Daerah baik yang berskema konvensional maupun syariah, meliputi Pinjaman Daerah, Obligasi Daerah, dan Sukuk Daerah. Sebagai dasar pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah, Peraturan Pemerintah ini mengatur seluruh aspek mengenai Pembiayaan Utang Daerah, antara lain mulai dari prinsip umum, prosedur dan tahapan, pengelolaan, pertanggungiawaban dan pelaporan, pemantauan dan evaluasi, hingga kewajiban dan sanksi atas pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah. Pengaturan tersebut menjadi dasar bagi Daerah dalam mengembangkan dan memanfaatkan Pembiayaan Utang Daerah. Selain itu, dengan terbatasnya pendanaan pembangunan Infrastruktur Daerah, melalui Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah juga mendorong Pemerintah Daerah untuk mewujudkan adanya sinergi antar-sumber pendapatan dan/atau Pembiayaan Utang Daerah, baik dari PAD, TKD, Pembiayaan Utang Daerah, kerja sama antar-Daerah, dan kerja sama antara Pemerintah Daerah dengan badan usaha, sehingga diharapkan setiap program dan kegiatan pembangunan terlaksana secara tersinergi, sehingga alokasi sumber daya dapat dimanfaatkan secara lebih efisien.

3.

DAD Peraturan Pemerintah ini memberikan ruang bagi Daerah yang memiliki kapasitas fiskal memadai dan telah memenuhi Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik, untuk dapat membentuk DAD. Pembentukan DAD diharapkan dapat memberikan berbagai manfaatyang bersifat lintas generasi. Selain itu, hasil pengelolaan DAD juga akan menambah penerimaan Daerah. DAD diharapkan dapat membantu Daerah mengoptimalkan kapasitas fiskal yang dimiliki, termasuk SiLPA yang tinggi, untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pelayanan publik dan pembangunan lintas generasi di Daerah dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. REPUBUK INDONESIA -4- Dalam rangka memberikan dasar pelaksanaan pembentukan dan pengelolaan DAD bagi Daerah, Peraturan Pemerintah ini mengatur pokok-pokok pengaturan pembentukan dan pengelolaan DAD, seperti mulai dari persiapan DAD hingga pemilihan instrumen investasi dan pemanfaatan hasil pengelolaan DAD. Dengan mengelola DAD, diharapkan Daerah dapat memperbaiki kualitas perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran di Daerah sehingga menghasilkan belanja yang berkualitas. IT. PASAL DEMI PASAL

Pasal 21Tutup

Platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional meliputi:

a.

penyelenggaraan platform digital;

b.

data dan informasi digital;

c.

digitalisasi pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah;

d.

konsolidasi informasi keuangan Pemerintah Daerah; dan

e.

penyajian Informasi Keuangan Daerah. Paragraf 2 Penyelenggaraan Platform Digital Pasal 22 (1) Pemerintah membangun sistem informasi pembangunan Daerah, pengelolaan Keuangan Daerah, dan informasi lainnya melalui platform digital. (2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terinterkoneksi dengan sistem informasi konsolidasi kebijakan fiskal nasional. (3) Sistem informasi konsolidasi kebijakan fiskal nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan dalam bentuk SIKD secara nasional dan digitalisasi hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah yang diselenggarakan oleh Menteri. Pasal 23 (1) Menteri menyelenggarakan SIKD secara nasional (21 Penyelenggaraan SIKD secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:

a.

mendukung perlrmusan kebijakan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah, kebijakan Keuangan Daerah, dan pengendalian fiskal nasional;

b.

menyajikan b. menyajikan Informasi Keuangan Daerah secara nasional;

c.

mendukung konsolidasi informasi keuangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan pengelolaan TKD yang efektif;

d.

mendukung percepatan dan perluasan digitalisasi Daerah selaras dengan kebijakan transformasi digital nasional;

e.

memperkuat perumusan kebijakan dengan memanfaatkan kebijakan berbasis data (data driuen policgl; dan

f.

melakukan pemantauan, pengendalian, dan evaluasi implementasi kebijakan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah, pengelolaan Keuangan Daerah, pengelolaan kinerja, dan pengelolaan fiskal Daerah lainnya. Pasal 24 (1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan sistem informasi terintegrasi melalui platform digital untuk menghasilkan data dan informasi digital. (21 Sistem informasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terinterkoneksi dengan SIKD dalam rangka mendukung sinergi kebijakan fiskal nasional. Paragraf 3 Data dan Informasi Digital Pasal 25 (1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan data dan/atau informasi digital. (21 Data dan/atau informasi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.

lnformasi Keuangan Daerah;

b.

informasi kinerja Daerah, termasuk data transaksi Pemerintah Daerah; dan

c.

informasi lainnya. Pasal 26 (1) Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (21 huruf a minimal memuat informasi:

a.

perencanaan;

b.

penganggaran;

c.

pelaksanaan;

d.

penatausahaan;

e.

pelaporan; dan

f.

pertanggungjawaban. (21 Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:

a.

merLlmuskan kebijakan Keuangan Daerah;

b.

menyelenggarakan pengelolaan Keuangan Daerah;

c.

melakukan evaluasi kinerja Keuangan Daerah;

d.

menyediakan statistik keuangan Pemerintah Daerah;

e.

mendukung keterbukaan informasi kepada masyarakat;

f.

mendukung penyelenggaraan SIKD;

g.

melakukan evaluasi pengelolaan Keuangan Daerah; dan

h.

menyusun Kapasitas Fiskal Daerah.

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai Kapasitas Fiskal Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 27 (1) Pemerintah Daerah menyampaikan data dan/atau informasi digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (21 Data dan/atau informasi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diselaraskan dengan BAS untuk Pemerintah Daerah. (3) Data dan/atau informasi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 dapat dibagipakaikan dengan sistem informasi lain. Paragraf 4 Digitalisasi Pengelolaan Hubungan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah Pasal 28 (1) Menteri menyelenggarakan digitalisasi pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dalam rangka sinergi kebijakan fiskal nasional. (21 Digitalisasi pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui:

a.

penyiapan rumusan tata kelola dan kebijakan teknis di bidang digitalisasi pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah;

b.

pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan digitalisasi pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah;

c.

penyusunan standar dan pembakuan digitalisasi pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah; dan

d.

penyajian informasi digitalisasi pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat. Pasal 29 (1) Digitalisasi pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dilakukan dengan menghubungkan berbagai sistem informasi dan ekosistem digital. (21 Dalam rangka menghubungkan berbagai sistem informasi dan ekosistem digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kementerian yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang Keuangan Negara dapat melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga dan Daerah serta pemangku kepentingan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 5 Konsolidasi lnformasi Keuangan Pemerintah Daerah Pasal 30 (1) Menteri menJrusun konsolidasi informasi keuangan Pemerintah Daerah secara nasional, berdasarkan data dan/atau informasi digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27. (21 Konsolidasi informasi keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal digunakan dalam rangka sinergi kebijakan fiskal nasional, pen5rusunan statistik keuangan pemerintah, dan pen5rusunan laporan keuangan secara nasional yang selaras dan terkonsolidasi. Paragraf 6 Penyajian lnformasi Keuangan Daerah Pasal 31 (1) Menteri menyajikan Informasi Keuangan Daerah secara nasional dan bersifat terbuka melalui situs resmi dan/atau menggunakan berbagai platform digital. (21 Setiap Pemerintah Daerah menyajikan lnformasi Keuangan Daerah dan bersifat terbuka melalui situs resmi dan/atau menggunakan berbagai platform digital. Pasal 32 Ketentuan lebih lanjut mengenai platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional diatur dengan Peraturan Menteri.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PERIMBANGAN KEUANGAN
PMK 97 TAHUN 2023

Insentif Fiskal untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan Kategori Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat pada Tahun Anggaran 2023 ...

  • Ditetapkan: 21 Sep 2023
  • Diundangkan: 25 Sep 2023

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota.

2.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

3.

Insentif Fiskal adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diberikan kepada daerah berdasarkan kriteria tertentu berupa perbaikan dan/atau pencapaian kinerja di bidang dapat berupa tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, dan pelayanan dasar yang mendukung kebijakan strategis nasional dan/atau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional.

4.

Insentif Fiskal untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan Kategori Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat yang selanjutnya disebut Insentif Fiskal Kategori Kesejahteraan Masyarakat adalah Insentif Fiskal yang diberikan kepada pemerintah daerah yang berkinerja baik di tahun berjalan meliputi kategori penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan stunting , penggunaan produk dalam negeri, dan percepatan belanja daerah.

5.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

6.

Belanja Daerah yang Ditandai untuk Kemiskinan Ekstrem yang selanjutnya disebut Belanja Penandaan Kemiskinan Ekstrem adalah belanja daerah yang digunakan untuk mendukung percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem di daerah.

7.

Belanja Daerah yang Ditandai untuk Stunting yang selanjutnya disebut Belanja Penandaan Stunting adalah belanja daerah yang digunakan untuk mendukung percepatan penurunan stunting di daerah.

Pasal 5Tutup
(1)

Insentif Fiskal Kategori Kesejahteraan Masyarakat untuk kategori kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dihitung berdasarkan kinerja penggunaan produk dalam negeri.

(2)

Kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan data:

a.

besaran rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil;

b.

transaksi rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil; dan

c.

anggaran belanja barang dan jasa dan belanja modal.

(3)

Penghitungan kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk daerah yang mempunyai nilai rasio rencana umum pengadaan produk dalam negeri melalui penyedia paling sedikit 40% (empat puluh persen).

(4)

Rasio rencana umum pengadaan produk dalam negeri melalui penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung dengan rumus sebagai berikut: rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil anggaran belanja barang dan jasa + anggaran belanja modal (5) Penghitungan nilai kinerja kategori penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: transaksi rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil anggaran belanja barang dan jasa + anggaran belanja modal

Thumbnail
SALDO ANGGARAN LEBIH | DANA
PMK 88 TAHUN 2024

Tata Cara Pemberian Pinjaman yang Bersumber dari Dana Saldo Anggaran Lebih

  • Ditetapkan: 25 Okt 2024
  • Diundangkan: 29 Nov 2024

Relevan terhadap

MenimbangTutup
a.

bahwa untuk mendukung kebijakan pemerintah dan menjaga keberlanjutan fiskal, Bendahara Umum Negara dapat mengoptimalkan dana saldo anggaran lebih melalui penempatan dana saldo anggaran lebih selain di Bank Indonesia berdasarkan amanat Undang-Undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan;

b.

bahwa optimalisasi pengelolaan dana saldo anggaran lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat dilakukan dalam bentuk pinjaman dana saldo anggaran lebih, yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah/pemerintah daerah atau badan hukum lainnya yang mendapatkan penugasan pemerintah untuk melaksanakan kebijakan nasional;

c.

bahwa untuk memberikan pedoman dalam pelaksanaan optimalisasi pengelolaan dana saldo anggaran lebih dalam bentuk pinjaman dana saldo anggaran lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan sesuai kewenangan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu mengatur tata cara pemberian pinjaman yang bersumber dari dana saldo anggaran lebih;

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman yang Bersumber dari Dana Saldo Anggaran Lebih;

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

2.

Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.

3.

Treasury Dealing Room yang selanjutnya disingkat TDR adalah unit pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang melaksanakan transaksi pengelolaan kelebihan atau kekurangan kas, dengan dilengkapi alat komunikasi, perekam dan perangkat pendukung lainnya.

4.

Rekening Lainnya adalah rekening yang dibuka oleh BUN/kuasa BUN pada Bank Indonesia selain rekening kas umum negara dan sub rekening kas umum negara.

5.

Rekening Lain Bank Indonesia Kelolaan TDR adalah rekening milik kuasa BUN yang digunakan untuk operasional TDR.

6.

Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran tahun- tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah atau dikurangi dengan koreksi pembukuan.

7.

Dana SAL BUN adalah SAL yang dimiliki oleh BUN yang tidak dibatasi penggunaannya untuk membiayai kegiatan tertentu.

8.

Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

9.

Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai BUMN.

10.

Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah.

11.

Badan Hukum Lainnya yang selanjutnya disingkat BHL adalah badan hukum yang dibentuk berdasarkan perintah undang-undang dan/atau dibentuk oleh Pemerintah dengan tujuan tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

12.

Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

13.

Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi, atau bupati bagi daerah kabupaten, atau wali kota bagi daerah kota.

14.

Pinjaman Dana SAL adalah fasilitas dukungan likuiditas berupa pinjaman jangka pendek yang dapat diberikan Pemerintah kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah/BHL yang mendapat penugasan Pemerintah dalam rangka melaksanakan kebijakan nasional, sebagai bentuk optimalisasi pemanfaatan Dana SAL BUN.

15.

Pinjaman Likuiditas Dana SAL adalah setiap pinjaman atas pemanfaatan Pinjaman Dana SAL.

16.

Debitur adalah BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah/BHL penerima Pinjaman Dana SAL.

17.

Pimpinan Debitur adalah pimpinan tertinggi pada BUMN/BUMD/BHL yang dapat berupa Direktur Utama/Ketua Dewan Direktur/Ketua Eksekutif atau Kepala Daerah pada Pemerintah Daerah.

18.

Jaminan adalah garansi berupa aset yang bertujuan untuk memberikan kepastian pengembalian atas Pinjaman Dana SAL, baik pokok maupun bunga/imbal hasilnya.

19.

Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.

20.

Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah surat utang negara dan surat berharga syariah negara.

21.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

22.

Direktur Jenderal Perbendaharaan adalah direktur jenderal pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang merupakan unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perbendaharaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

23.

Direktur Pengelolaan Kas Negara adalah direktur pada Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang merupakan unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan kas negara.

24.

Reverse Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Reverse Repo adalah transaksi beli SBN dengan janji jual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.

Thumbnail
BIDANG PERIMBANGAN KEUANGAN | INDEKS FISKAL
PMK 43 TAHUN 2024

Pengelolaan Insentif Fiskal Tahun Anggaran 2024 untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan

  • Ditetapkan: 21 Jun 2024
  • Diundangkan: 02 Jul 2024

Relevan terhadap

Pasal 36Tutup
(1)

Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan Insentif Fiskal.

(2)

Pemantauanterhadap pengelolaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a.

laporan rencana penggunaan;

b.

penyaluran dari RKUN ke RKUD; dan

c.

laporan realisasi penyerapan anggaran dan realisasi keluaran.

(3)

Evaluasi terhadap pengelolaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a.

kebijakan pengalokasian Insentif Fiskal;

b.

mekanisme penyaluran Insentif Fiskal;

c.

realisasi penyaluran Insentif Fiskal; dan

d.

penggunaan dan capaian keluaran Insentif Fiskal.

(4)

Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penyusunan kebijakan Insentif Fiskal tahun anggaran berikutnya.

Pasal 17Tutup
(1)

Insentif Fiskal Kelompok Kategori Kesejahteraan Masyarakat untuk kategori kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dihitung berdasarkan kinerja penggunaan produk dalam negeri.

(2)

Kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan data:

a.

besaran rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil;

b.

transaksi rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil;

c.

transaksi e-purchasing produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil; dan

d.

anggaran belanja barang dan jasa dan belanja modal.

(3)

Penghitungan kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk Daerah yang mempunyai nilai rasio rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil paling rendah 40% (empat puluh persen).

(4)

Rasio rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung dengan menggunakan rumus: rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil anggaran belanja barang dan jasa + anggaran belanja modal (5) Penghitungan nilai kinerja kategori penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: 80% (delapan puluh persen) X transaksi rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil + 20% (dua puluh persen) X transaksi e- purchasing produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil anggaran belanja barang dan jasa + anggaran belanja modal anggaran belanja barang dan jasa + anggaran belanja modal (6) Data nilai kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c bersumber dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

(7)

Data nilai kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d bersumber dari Kementerian Keuangan.

(8)

Data yang digunakan sebagai data kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c merupakan data periode bulan Januari 2024 sampai dengan bulan Juni 2024.

(9)

Data yang digunakan sebagai data kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf d merupakan data tahun anggaran 2024.

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Insentif Fiskal adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diberikan kepada daerah atas pencapaian kinerja berdasarkan kriteria tertentu berupa perbaikan dan/atau pencapaian kinerja Pemerintah Daerah dapat berupa pengelolaan keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, dan pelayanan dasar yang mendukung kebijakan strategis nasional, dan/atau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional.

2.

Insentif Fiskal untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan yang selanjutnya disebut Insentif Fiskal Kinerja Tahun Berjalan adalah Insentif Fiskal yang diberikan kepada Pemerintah Daerah yang berkinerja baik pada tahun berjalan.

3.

Insentif Fiskal untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan Kategori Kinerja dalam rangka Pengendalian Inflasi yang selanjutnya disebut Insentif Fiskal Kategori Pengendalian Inflasi Daerah adalah Insentif Fiskal yang diberikan kepada Pemerintah Daerah yang berkinerja baik pada tahun berjalan berdasarkan kinerja pengendalian inflasi daerah.

4.

Insentif Fiskal untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan Kelompok Kategori Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat yang selanjutnya disebut Insentif Fiskal Kelompok Kategori Kesejahteraan Masyarakat adalah Insentif Fiskal yang diberikan kepada Pemerintah Daerah yang berkinerja baik di tahun berjalan meliputi kategori penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan stunting , penggunaan produk dalam negeri, dan percepatan belanja daerah.

5.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

6.

Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada daerah untuk dikelola oleh daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

7.

Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

8.

Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.

9.

Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga.

10.

Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen rencana keuangan tahunan dari BUN yang memuat rincian kegiatan, anggaran, dan target kinerja dari pembantu pengguna anggaran BUN, yang disusun menurut BA BUN.

11.

Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.

12.

Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor Daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.

13.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.

14.

Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

15.

Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

16.

Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota.

17.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

18.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.

19.

Belanja Daerah yang Ditandai untuk Inflasi yang selanjutnya disebut Belanja Penandaan Inflasi adalah belanja Daerah yang digunakan untuk pengendalian inflasi.

20.

Belanja Daerah yang Ditandai untuk Kemiskinan Ekstrem yang selanjutnya disebut Belanja Penandaan Kemiskinan Ekstrem adalah belanja Daerah yang digunakan untuk mendukung percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem di Daerah.

21.

Belanja Daerah yang Ditandai untuk Stunting yang selanjutnya disebut Belanja Penandaan Stunting adalah belanja Daerah yang digunakan untuk mendukung percepatan penurunan stunting di Daerah.

22.

Indikasi Kebutuhan Dana TKD adalah indikasi dana yang perlu dianggarkan dalam rangka pelaksanaan TKD.

23.

Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.

24.

Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.

25.

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

26.

Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat pembuat komitmen, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.

27.

Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat penandatangan surat perintah membayar untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.

28.

Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.

29.

Aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disebut Aplikasi OM- SPAN adalah aplikasi yang digunakan dalam rangka memonitoring transaksi dalam sistem perbendaharaan dan anggaran negara dan menyajikan informasi sesuai dengan kebutuhan yang diakses melalui jaringan berbasis web .

30.

Administrator Pusat adalah pegawai negeri sipil yang bertugas untuk melakukan penelitian terhadap persyaratan penyaluran Insentif Fiskal.

31.

Administrator Daerah adalah aparatur sipil negara Daerah yang ditugaskan untuk mengelola, menyusun, dan menyampaikan persyaratan penyaluran Insentif Fiskal.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG FISKAL
PMK 7 TAHUN 2024

Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Saturan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024 ...

  • Ditetapkan: 12 Feb 2024
  • Diundangkan: 13 Feb 2024

Relevan terhadap

MenimbangTutup
a.

bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu adanya upaya menstimulasi daya beli masyarakat pada sektor perumahan, untuk itu diperlukan dukungan pemerintah berupa kebijakan pemberian insentif fiskal;

b.

bahwa dukungan pemerintah berupa kebijakan insentif fiskal di sektor perumahan pada tahun 2023 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023, perlu untuk dilanjutkan pada tahun 2024;

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024;

Pasal 9Tutup
(1)

Untuk dapat memanfaatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pengusaha Kena Pajak harus telah melakukan pendaftaran melalui aplikasi di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dan/atau Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat paling lambat 1 Juli 2024.

(2)

Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan keterangan yang paling sedikit memuat:

a.

rincian atas jumlah ketersediaan rumah tapak dan satuan rumah susun yang sudah jadi 100% (seratus persen) dan siap diserahterimakan atau pekerjaan sudah selesai;

b.

rincian atas jumlah ketersediaan rumah tapak dan satuan rumah susun yang masih dalam proses pembangunan yang siap diserahterimakan atau pekerjaan sudah selesai dalam periode insentif; dan

c.

perkiraan Harga Jual rumah tapak dan satuan rumah susun sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.

(3)

Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dan/atau Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat menyampaikan data pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Anggaran, dan Badan Kebijakan Fiskal.

(4)

Penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik.

(5)

Ketentuan mengenai format penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Thumbnail
COVID 19 DAN PEN Covid 19 dan PEN | BIDANG PENGELOLAAN PEMBIAYAAN RESIKO | HUKUM KEUANGAN NEGARA
32/PMK.08/2021

Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan E ...

  • Ditetapkan: 01 Apr 2021
  • Diundangkan: 01 Apr 2021

Relevan terhadap 4 lainnya

MenimbangTutup
a.

b ahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;

b.

bahwa guna memenuhi tuntutan kebutuhan dan perkembangan hukum penjaminan pemerintah untuk pelaku usaha korporasi, maka Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional perlu disempurnakan;

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;

Pasal 10Tutup
(1)

Dalam rangka pelaksanaan penugasan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), LPEI berhak mendapatkan IJP.

(2)

IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibayarkan oleh Pemerintah melalui Menteri dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

untuk Pelaku Usaha dengan Nilai Penjaminan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), IJP yang dibayarkan sebesar 100% (seratus persen);

b.

untuk Pelaku Usaha dengan Nilai Penjaminan lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) sampai dengan Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah), IJP yang dibayarkan sebesar 100% (seratus persen); atau

c.

untuk Pelaku Usaha dengan Nilai Penjaminan lebih dari Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah) sampai dengan Rpl.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), IJP yang dibayarkan:

1.

sebesar 80% (delapan puluh persen) dan 20% (dua puluh persen) dibayarkan oleh Pelaku Usaha untuk penjaminan yang diterbitkan periode 1 April 2021 sampai dengan 31 Juli 2021; atau

2.

sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan 30% (tiga puluh persen) dibayarkan oleh Pelaku Usaha untuk penjaminan yang diterbitkan periode 1 Agustus 2021 sampai dengan 17 Desember 2021.

(3)

IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dihitung dengan formula, yaitu besaran IJP = tarif IJP x Nilai Penjaminan.

(4)

Tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan untuk pertama kali oleh Menteri melalui surat.

(5)

Besaran tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dilakukan evaluasi dan penyesuaian oleh Menteri setiap 3 (tiga) bulan.

(6)

Penyesuaian tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ditetapkan melalui surat Menteri.

(7)

Tarif IJP dan penyesuaian besaran tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), ditetapkan dengan memperhatikan:

a.

keputusan mengenai kebijakan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);

b.

laporan keuangan LPEI;

c.

kemampuan Pemerintah melalui Menteri dalam menyediakan alokasi belanja pembayaran IJP; dan/atau d. data dan informasi pendukung lainnya, antara lain proyeksi non performing loan (NPL), besaran porsi penjaminan, batasan loss limit , dan jangka waktu Pinjaman.

(8)

Dalam menetapkan besaran tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), Menteri dapat meminta masukan dari pihak yang kompeten dan independen, serta pihak yang terkait lainnya.

(9)

IJP yang dibayarkan oleh Pemerintah melalui Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan belanja subsidi atas pelaksanaan program PEN.

5.

Ketentuan ayat (1) Pasal 13 diubah dan ayat (2) dihapus sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:

Thumbnail
SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA | PEMBIAYAAN
PMK 112 TAHUN 2024

Pengelolaan Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara

  • Ditetapkan: 20 Des 2024
  • Diundangkan: 31 Des 2024

Relevan terhadap

Pasal 12Tutup
(1)

Direktur Jenderal menyampaikan bahan penyusunan pagu indikatif rancangan APBN yang bersumber dari SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 kepada:

a.

Direktur Jenderal Anggaran sebagai bahan penyusunan pagu indikatif rancangan APBN; dan

b.

Deputi bidang pendanaan pembangunan pada Kementerian Perencanaan dengan tembusan kepada Deputi bidang lain yang terkait pada Kementerian Perencanaan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan Daftar Prioritas Proyek SBSN.

(2)

Bahan penyusunan pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan sebagai pagu indikatif rancangan APBN dengan mempertimbangkan kondisi keuangan negara dan/atau aspek kebijakan fiskal yang terkait penyusunan rancangan APBN.

(3)

Pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan jumlah nilai tertinggi rencana anggaran belanja pembiayaan Proyek yang bersumber dari SBSN untuk setiap Kementerian/Lembaga.

(4)

Pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditetapkan lebih rendah dari BMP SBSN, berdasarkan pertimbangan kondisi keuangan negara dan/atau aspek kebijakan fiskal yang terkait penyusunan rancangan APBN.

Pasal 20Tutup
(1)

Direktur Jenderal menetapkan usulan bahan pagu anggaran rancangan APBN yang bersumber dari SBSN berdasarkan rekomendasi usulan bahan pagu anggaran hasil Rapat TM II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan pertimbangan minimal berupa:

a.

pagu indikatif rancangan APBN untuk tahun anggaran yang direncanakan;

b.

BMP SBSN;

c.

kebijakan pembiayaan dan aspek fiskal lain, termasuk rencana program pembiayaan dari berbagai sumber dana lain dalam APBN; dan

d.

perkembangan kebijakan dalam penyusunan rancangan APBN.

(2)

Usulan bahan pagu anggaran rancangan APBN yang bersumber dari SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan usulan jumlah nilai tertinggi untuk rencana anggaran belanja pembiayaan Proyek bagi masing-masing Kementerian/Lembaga.

(3)

Usulan bahan pagu anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan lebih rendah dari BMP SBSN berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d.

Pasal 11Tutup
(1)

Direktur Jenderal menetapkan usulan bahan pagu indikatif rancangan APBN yang bersumber dari SBSN berdasarkan rekomendasi usulan bahan pagu indikatif hasil Rapat TM I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

(2)

Penetapan usulan bahan pagu indikatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Direktur Jenderal dengan mempertimbangkan:

a.

BMP SBSN;

b.

kebijakan pembiayaan dan aspek fiskal lain, termasuk rencana program pembiayaan APBN dari sumber dana lain dalam APBN; dan

c.

perkembangan kebijakan dalam penyusunan rancangan APBN.

(3)

Usulan bahan pagu indikatif rancangan APBN yang bersumber dari SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan usulan jumlah nilai tertinggi untuk rencana anggaran belanja pembiayaan Proyek bagi masing-masing Kementerian/Lembaga.

(4)

Usulan bahan pagu indikatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan lebih rendah dari nilai BMP SBSN, berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c.

Thumbnail
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH | MOBIL LISTRIK
PMK 135 TAHUN 2024

Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Bat ...

  • Ditetapkan: 31 Des 2024
  • Diundangkan: 31 Des 2024

Relevan terhadap

MenimbangTutup
a.

bahwa untuk menjaga keberlanjutan dalam mendorong kebijakan pemerintah dalam melakukan peralihan dari penggunaan energi fosil ke energi listrik, menarik minat investasi, meningkatkan produksi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai di dalam negeri, dan mendukung program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, perlu dukungan pemerintah berupa kebijakan pemberian insentif fiskal;

b.

bahwa kebijakan pemberian insentif fiskal tahun 2024 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9 Tahun 2024 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024, perlu dilanjutkan dengan kebijakan pemberian insentif fiskal berupa pajak penjualan atas barang mewah atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2025;

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19A ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai ( Battery Electric Vehicle ) untuk Transportasi Jalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025;

Pasal 2Tutup
(1)

PPnBM yang terutang atas impor KBL Berbasis Baterai CBU Roda Empat tertentu oleh Pelaku Usaha ditanggung Pemerintah untuk tahun anggaran 2025.

(2)

PPnBM yang terutang atas penyerahan KBL Berbasis Baterai Roda Empat tertentu yang diproduksi dari KBL Berbasis Baterai CKD Roda Empat oleh Pelaku Usaha ditanggung Pemerintah untuk tahun anggaran 2025.

(3)

Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(4)

KBL Berbasis Baterai CBU Roda Empat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan KBL Berbasis Baterai Roda Empat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan KBL Berbasis Baterai Roda Empat yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi dan suburusan pemerintahan hilirisasi yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang investasi yang mengatur mengenai pedoman dan tata kelola pemberian insentif impor dan/atau penyerahan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat dalam rangka percepatan investasi beserta perubahannya.

(5)

KBL Berbasis Baterai Roda Empat yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan KBL Berbasis Baterai Roda Empat yang tercantum dalam surat persetujuan pemanfaatan insentif yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi dan suburusan pemerintahan hilirisasi yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang investasi.

(6)

Dalam hal terdapat penyesuaian rincian KBL Berbasis Baterai Roda Empat dalam surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), rincian KBL Berbasis Baterai Roda Empat tersebut sebagaimana tercantum dalam perubahan surat persetujuan pemanfaatan insentif yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi dan suburusan pemerintahan hilirisasi yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang investasi.

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

2.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.

3.

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang PPN.

4.

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.

5.

Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

6.

Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat yang selanjutnya disebut KBL Berbasis Baterai Roda Empat adalah kendaraan beroda empat yang digerakkan dengan motor listrik dan mendapatkan pasokan sumber daya tenaga listrik dari baterai secara langsung di kendaraan maupun dari luar.

7.

KBL Berbasis Baterai Dalam Keadaan Utuh ( Completely Built-Up ) Roda Empat yang selanjutnya disebut KBL Berbasis Baterai CBU Roda Empat adalah kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan utuh sebagai KBL Berbasis Baterai Roda Empat.

8.

KBL Berbasis Baterai Dalam Keadaan Terurai Lengkap ( Completely Knocked-Down ) Roda Empat yang selanjutnya disebut KBL Berbasis Baterai CKD Roda Empat adalah kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan terurai dan lengkap sebagai KBL Berbasis Baterai Roda Empat.

9.

Pelaku Usaha adalah perusahaan yang berbadan hukum di Indonesia yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri atau manufaktur yang memproduksi KBL Berbasis Baterai Roda Empat, baik yang dilakukan sendiri atau dalam rangka kontrak melalui kerja sama produksi dengan industri perakitan kendaraan bermotor dan/atau industri perakitan pemegang merek KBL Berbasis Baterai Roda Empat lainnya.

10.

Tingkat Komponen Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat TKDN adalah besaran kandungan dalam negeri pada kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG ANGGARAN
PMK 24 TAHUN 2024

Tata Cara Penundaan dan/atau Pemotongan Penyaluran Dana Transfer ke Daerah atas Pemenuhan Belanja Wajib dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ...

  • Ditetapkan: 16 Apr 2024
  • Diundangkan: 02 Mei 2024

Relevan terhadap

MenimbangTutup
a.

bahwa daerah otonom diwajibkan untuk mengalokasikan belanja wajib untuk mendanai urusan pemerintahan daerah yang besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional;

b.

bahwa daerah yang tidak melaksanakan kewajiban pengalokasian belanja wajib sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenai sanksi penundaan dan/atau pemotongan penyaluran dana transfer ke daerah yang tidak ditentukan penggunaannya;

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penundaan dan/atau Pemotongan Penyaluran Dana Transfer ke Daerah atas Pemenuhan Belanja Wajib dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG FISKAL
PMK 9 TAHUN 2024

Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Bat ...

  • Ditetapkan: 12 Feb 2024
  • Diundangkan: 15 Feb 2024

Relevan terhadap

Pasal 2Tutup
(1)

PPnBM yang terutang atas impor KBL Berbasis Baterai CBU Roda Empat tertentu oleh Pelaku Usaha ditanggung Pemerintah untuk tahun anggaran 2024.

(2)

PPnBM yang terutang atas penyerahan KBL Berbasis Baterai Roda Empat tertentu yang berasal dari produksi KBL Berbasis Baterai CKD Roda Empat oleh Pelaku Usaha ditanggung Pemerintah untuk tahun anggaran 2024.

(3)

Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(4)

KBL Berbasis Baterai CBU Roda Empat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan KBL Berbasis Baterai Roda Empat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan KBL Berbasis Baterai Roda Empat yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi yang mengatur mengenai pedoman dan tata kelola pemberian insentif impor dan/atau penyerahan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat dalam rangka percepatan investasi.

(5)

Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuktikan dengan surat persetujuan pemanfaatan insentif impor dan/atau penyerahan KBL Berbasis Baterai Roda Empat yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi.

MenimbangTutup
a.

bahwa untuk mendorong kebijakan pemerintah dalam melakukan peralihan dari penggunaan energi fosil ke energi listrik, menarik minat investasi, meningkatkan produksi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai di dalam negeri, dan mendukung program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, perlu dukungan pemerintah berupa kebijakan pemberian insentif fiskal;

b.

bahwa sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai ( Battery Electric Vehicle ) untuk Transportasi Jalan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai ( Battery Electric Vehicle ) untuk Transportasi Jalan, salah satu insentif fiskal yang dapat diberikan pemerintah berupa pajak penjualan atas barang mewah atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu ditanggung pemerintah;

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19A ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai ( Battery Electric Vehicle ) untuk Transportasi Jalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024;

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

2.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.

3.

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

4.

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.

5.

Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

6.

Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat yang selanjutnya disebut KBL Berbasis Baterai Roda Empat adalah kendaraan beroda empat yang digerakkan dengan motor listrik dan mendapatkan pasokan sumber daya tenaga listrik dari baterai secara langsung di kendaraan maupun dari luar.

7.

KBL Berbasis Baterai Dalam Keadaan Utuh ( Completely Built-Up ) Roda Empat yang selanjutnya disebut KBL Berbasis Baterai CBU Roda Empat adalah kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan utuh sebagai KBL Berbasis Baterai Roda Empat.

8.

KBL Berbasis Baterai Dalam Keadaan Terurai Lengkap ( Completely Knocked-Down ) Roda Empat yang selanjutnya disebut KBL Berbasis Baterai CKD Roda Empat adalah kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan terurai dan lengkap sebagai KBL Berbasis Baterai Roda Empat.

9.

Pelaku Usaha adalah perusahaan yang berbadan hukum di Indonesia yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri atau manufaktur yang memproduksi KBL Berbasis Baterai Roda Empat, baik yang dilakukan sendiri atau dalam rangka kontrak melalui kerja sama produksi dengan industri perakitan kendaraan bermotor dan/atau industri perakitan pemegang merek KBL Berbasis Baterai Roda Empat lainnya.

10.

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.

11.

Tingkat Komponen Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat TKDN adalah besaran kandungan dalam negeri pada KBL Berbasis Baterai.

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • ...
  • 97