Perlakuan Perpajakan atas Penyertaan Modal Perusahaan Modal Ventura pada Perusahaan Mikro, Kecil, Dan Menengah. ...
Relevan terhadap
Perusahaan mikro, kecil, dan menengah yang menjadi pasangan usaha perusahaan modal ventura sebagain1ana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf k angka (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yaitu perusahaan yang penjualan bersihnya setahun tidak melebihi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Batasan penjualan bersih setahun sebagain1ana dilnaksud pada ayat (1) merupakan penghasilan bersih tahun pajak sebelumnya pada saat perusahaan n1odal ventura inelakukan penyert«an modal kepada perusahaan pasangan usaha.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuang ...
Relevan terhadap
dengan carrying value SUN. Carrying value SUN adalah nilai nominal SUN setelah dikurangi atau ditambah unamortized discount atau _premium; _ dan 5. pembayaran denda, yaitu pembayaran imbalan bunga atas kelalaian Pemerintah membayar kembali imbalan bunga atas pinjaman perbankan dan bunga dalam negeri jangka pendek lainnya, serta pengembalian kelebihan bea dan cukai. 55 BELANJA SUBSIDI Alokasi anggaran yang diberikan Pemerintah kepada perusahaan negara, lembaga Pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan/atau jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada masyarakat melalui perusahaan negara dan/atau perusahaan swasta yang diberikan oleh Menteri Keuangan selaku BUN. Belanja subsidi terdiri atas:
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional ...
Relevan terhadap
Terhadap jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c pada Pusat Teknologi Penerbangan berupa jasa pengujian teknologi aerodinamika, jasa pengujian di laboratorium vibrasi, jasa pengujian mekanik, dan jasa pengujian densitas untuk pelajar dan mahasiswa dapat dikenakan tarif 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
Terhadap jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c pada:
Pusat Teknologi Penerbangan berupa jasa pengujian teknologi aerodinamika, jasa pengujian di laboratorium vibrasi, jasa pengujian mekanik dan jasa pengujian densitas; dan/atau
Pusat Teknologi Satelit berupa jasa pengujian komponen, untuk pelaku usaha mikro dan usaha kecil dan institusi pendidikan menengah dan tinggi dapat dikenakan tarif 75% (tujuh puluh lima persen) dari tarif sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
Bantuan atau Sumbangan, serta Harta Hibahan yang Dikecualikan sebagai Objek Pajak Penghasilan
Relevan terhadap 1 lainnya
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 tentang Badan- badan dan Orang Pribadi yang Menjalankan Usaha Mikro dan Kecil yang Menerima Harta Hibah, Bantuan, atau Sumbangan yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak Penghasilan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
bahwa untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang memberi maupun menerima bantuan atau sumbangan, serta harta hibahan, perlu mengatur kembali Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 tentang Badan-badan dan Orang Pribadi yang Menjalankan Usaha Mikro dan Kecil yang Menerima Harta Hibah, Bantuan, atau Sumbangan yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak Penghasilan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4 dan ayat (3) huruf a angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Bantuan atau Sumbangan, serta Harta Hibahan yang Dikecualikan Sebagai Objek Pajak Penghasilan;
Harta hibahan dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sepanjang:
diterima oleh:
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
badan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2);
badan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) 4. badan sosial termasuk yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4);
koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5); atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6), dan b. tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara Pihak- Pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Harta hibahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk uang atau barang.
Harta hibahan bagi Pihak penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas ...
Relevan terhadap
Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tetap dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (21 Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pungutan Bea Masuk merupakan Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pungutan Bea Masuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Impor beberapa Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang meliputi Impor:
barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umrrm, amal, sosial, atau kebudayaan oleh badan atau lembaga di bidang ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan yang:
berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik lndonesia;
pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
bersifat nonprofit;
barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan oleh:
perguruan tinggi;
kementerian atau lembaga pemerintah yang melaksanakan kegiatan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; atau
badan atau lembaga berbadan hukum yang melakukan kegiatan usaha dan salah satu kegiatannya melakukan penelitian atau percobaan guna peningkatan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
barang untuk keperluan khusus penyandang disabilitas oleh badan atau lembaga sosial yang mengurus penyandang disabilitas;
peti atau kemasan lain yang berisi ^jenaza}r atau abu ^jenazah;
barang pindahan tenaga kerja Indonesia yang bekeda di luar negeri, mahasiswa yang belajar di luar negeri, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas di luar negeri paling singkat 1 (satu) tahun, jika barang tersebut tidak untuk diperdagangkan dan mendapat rekomendasi dari perwakilan Republik Indonesia setempat;
barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan penrndang-undangan di bidang kepabeanan;
barang Impor sementara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Impor sementara;
barang yang dipergunakan oleh kontraktor kontrak kerja sama untuk:
kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi meliputi eksplorasi dan eksploitasi; atau
kegiatan penyelenggaraan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung yang meliputi penugasan survei pendahuluan dan eksplorasi, eksplorasi, eksploitasi, dan pemanfaatan;
barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama dengan kualitas pada saat diekspor;
barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan, dan pengujian, kemudian diimpor kembali;
barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang mendapat kemudahan Impor untuk tujuan ekspor;
barang dan bahan atau mesin yang diimpor oleh usaha atau industri mikro, kecil, dan menengah atau konsorsium untuk usaha atau industri mikro, kecil, dan menengah dengan menggunakan kemudahan Impor untuk tujuan ekspor;
barang dalam rangka perjanjian kerja sama/karya pengusahaan pertambangan batubara yang dilakukan oleh kontraktor perjanjian kerja sama/karya pengusahaan pertambangan batubara dengan ketentuan sebagai berikut:
kontraknya ditandatangani sebelum tahun 1990;
kontraknya mencantumkan ketentuan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan Bea Masuk atas Impor barang dalam rangka perjanjian kerja sama/karya pengusahaan pertambangan batubara;
kontraknya tidak mencantumkan ketentuan mengenai jangka waktu pemberian pembebasan atau keringanan Bea Masuk; dan
barang impornya merupakan barang milik negara; dan
barang kiriman hadiah/hibah untuk kepentingan penanggulangan bencana alam yang diajukan oleh:
badan atau lembaga yang bergerak di bidang ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan;
pemerintah pusat dan pemerintah daerah; atau
lembaga internasional atau lembaga asing nonpemerintah. (41 Impor Barang Kena Pajak yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan tanpa menggunakan surat keterangan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
Jenis kontrak kerja sama, kriteria barang, dan tata cara untuk tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pembebasan Bea Masuk dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. BAB VII PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN Pasal 29 (1) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak danlatau Jasa Kena Pajak, Impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang berkenaan dengan:
Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu ^yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu ^yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari ^pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (21; dan
Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu ^yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal LO, tidak dapat dikreditkan.
Pajak (21 Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang berkenaan dengan Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (21 dan Pasal 26 ayat (21 dapat dikreditkan jika memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan dalam peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan. BAB VIII EVALUASI Pasal 3O (U Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini bersifat sementara waktu atau selamanya. (21 Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dievaluasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaa.n negara. (3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan oleh Menteri. (4) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak danlatau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dapat dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan. BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 31 (1) Atas:
Impor danf atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 25;
pemanfaatan dan Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1O dan Pasal 26; darr e. Impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3), yang diberikan pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, tetapi Pajak Pertambahan Nilai tersebut telah telanjur dipungut atau dibayar, berlaku ketentuan sebagai berikut: a, bagi Pengusaha Kena Pajak penjual:
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut wajib disetorkan ke kas negara; dan
Pajak Masukan yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sehubungan dengan penyerahan yang: a) seharusnya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan; atau b) seharusnya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan jika memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
bagi pihak terpungut:
dalam hal pihak terpungut merupakan Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar dapat dikreditkan ^jika memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan; atau
dalam hal pihak terpungut bukan merupakan Pengusaha Kena Pqiak, Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar merupakan pajak yang seharusnya tidak terutang. (2) Pihak terpungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
importir;
pembeli barang;
penerima jasa;
pihak yang memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean; atau
pihak yang memanfaatkan ^jasa dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Pasal 32 (1) Wajib Pajak wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai terutang yang telah dibebaskan atas Impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf k serta ayat (2) huruf a, huruf i, huruf j, dan huruf o atau Pajak Pertambahan Nilai terutang yang tidak dipungut atas Impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c sampai dengan huruf gdan ayat(21huruf b sampai dengan huruf f, apabila dalam ^jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak saat Impor dan/atau perolehannya, Barang Kena Pajak tersebut:
digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula; atau
dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya. (21 Dikecualikan dari kewajiban membayar kembali Pajak Pertambahan Nilai atas lmpor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dipindahtangankan:
dari pusat ke cabang atau sebaliknya danf atau antarcabang;
oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhanan nasional, dan perusahaan penyelenggara ^jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan nasional kepada pihak lain atas kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangErn, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, dan/atau kapal tongkang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c dan ayat(21huruf b untuk digantikan dengan kapal dalam ^jenis yang sama dengan ukuran atau kapasitas yang lebih besar; atau
oleh badan usaha milik negara untuk tujuan setoran modal pengganti saham dalam rangka holdingisasi, dengan cara penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan/atau pengambilalihan usaha, jika digunakan sesuai dengan tujuan semula. (3) Holdingisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf c merupakan pembentukan perusahaan induk badan usaha milik negara melalui upaya restrukturisasi perusahaan dengan pengalihan saham dari 1 (satu) badan usaha milik negara ke badan usaha milik negara lain dan membentuk satu grup badan usaha milik negara dengan menginduk pada salah satu badan usaha milik negara setelah mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.
Orang pribadi atau badan yang melakukan importasi Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf b, huruf g, huruf h, huruf k, huruf 1, dan huruf m wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah tidak dipungut, apabila dalam ^jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak saat Impor, Barang Kena Pajak tersebut:
digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula; atau
dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian maupun seluruhnya. (5) Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (a) wajib dilakukan oleh Wajib Pajak, orang pribadi, atau badan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak Barang Kena Pajak tersebut digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian maupun selumhnya. (6) Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) tidak dapat dikreditkan. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 33 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut yang diberikan atas Barang Kena Pajak yang mendapatkan pembebasan Bea Masuk sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan Bea Masuk mengikuti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/ Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelak ...
Relevan terhadap
Subsidi Bunga/Subsidi Margin Program PEN diberikan kepada Debitur perbankan, perusahaan pembiayaan, dan Lembaga Penyalur Program Kredit Pemerintah yang memenuhi persyaratan.
Debitur perbankan dan perusahaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
merupakan Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, Koperasi, dan/atau debitur lainnya dengan plafon Kredit/Pembiayaan paling tinggi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
memiliki Baki Debet Kredit/Pembiayaan sampai dengan 29 Februari 2020;
tidak termasuk dalam Daftar Hitam Nasional untuk plafon Kredit/ Pembiayaan di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
memiliki kategori performing loan lancar (kolektibilitas 1 atau 2) dihitung per 29 Februari 2020; dan
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau mendaftar untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Debitur Lembaga Penyalur Program Kredit Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
merupakan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah dengan plafon Kredit/Pembiayaan paling tinggi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
memiliki Baki Debet Kredit/Pembiayaan sampai dengan 29 Februari 2020; dan
memiliki kategori performing loan lancar (kolektibilitas 1 atau 2) dihitung per 29 Februari 2020.
Debitur lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan:
debitur KPR sampai dengan tipe 70; dan
debitur Kredit Kendaraan Bermotor untuk usaha produktif, termasuk yang digunakan untuk ojek dan/atau usaha informal.
Dalam hal Debitur memiliki akad Kredit/Pembiayaan di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) harus memperoleh restrukturisasi dari Penyalur Kredit/Pembiayaan.
Debitur yang memiliki plafon Kredit/Pembiayaan kumulatif melebihi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), tidak dapat memperoleh Subsidi Bunga/Subsidi Margin.
(6a) Debitur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang merupakan pelaku usaha individu/perseorangan baik sendiri maupun dalam kelompok usaha adalah warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan kepemilikan nomor induk kependudukan.
(6b) Nomor induk kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) divalidasi melalui SIKP.
Debitur lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (5), ayat (6), ayat (6a), dan ayat (6b).
Dalam hal Debitur Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah merupakan Debitur Lembaga Penyalur Program Kredit Pemerintah yang berbentuk BLU, yang memperoleh Kredit/Pembiayaan baik secara langsung dari BLU, melalui Lembaga Linkage BLU berupa Koperasi, maupun melalui Koperasi yang bekerja sama dengan BLU, selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5), ayat (6), ayat (6a), dan ayat (6b) Debitur harus memenuhi persyaratan yang diatur oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
Untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dapat dilakukan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Ketentuan mengenai Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (5) Pasal 8 diubah, ketentuan ayat (2) Pasal 8 dihapus dan ditambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (6) dan ayat (7), sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Pengelolaan Anggaran dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap
Berdasarkan kebijakan dan strategi penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN dan rencana strategis awal mengenai pendanaan untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN meliputi sektor sebagai berikut:
sektor kesehatan;
sektor perlindungan sosial;
sektor dukungan sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;
sektor insentif usaha;
sektor dukungan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah; dan
sektor pembiayaan korporasi.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk:
penyediaan belanja penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
insentif tenaga medis;
santunan kematian tenaga medis;
bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional;
pengadaan alat kesehatan, sarana dan prasarana, serta dukungan sumber daya manusia bagi Gugus Tugas Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)/Satuan Tugas Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
insentif perpajakan di bidang kesehatan; dan
penanganan kesehatan lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan antara lain untuk:
Program Keluarga Harapan;
Kartu Sembako;
Paket Sembako Jabodetabek;
Bantuan Sosial Tunai Non-Jabodetabek;
Kartu Prakerj a;
Diskon listrik;
Logistik/ pangan/ sembako;
Bantuan Langsung Tunai Dana Desa; dan
Perlindungan sosial lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor dukungan sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan antara lain untuk:
Program padat karya Kementerian/Lembaga;
insentif perumahan;
pariwisata berupa hibah ke daerah dan diskon tiket oleh Kernen terian / Lem baga;
dana insentif daerah pemulihan ekonomi;
cadangan dana alokasi khusus fisik;
fasilitas pinjaman daerah; dan
dukungan sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor insentif usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk:
Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung Pemerintah;
pembebasari Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor;
pengurangan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25;
pengembalian pendahuluan pajak pertambahan nilai, penurunan tarif paj ak penghasilan; dan
insentif usaha lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor dukungan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan an tar a lain un tuk:
subsidi bunga/ margin;
belan j a imbal j asa penj aminan (IJP);
Penempatan Dana Pemerintah di perbankan;
penjaminan loss limit kredit usaha mikro, kecil, dan menengah;
pajak penghasilan final usaha mikro, kecil, dan menengah ditanggung Pemerintah;
pembiayaan investasi kepada koperasi melalui lembaga pengelola dana bergulir koperasi usaha mikro, kecil, dan menengah; dan
dukungan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah lainnya.
Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN pada sektor pembiayaan korporasi untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dapat dilaksanakan melalui:
Penempatan Dana di perbankan;
PMN;
pembiayaan untuk modal kerja;
kegiatan penjaminan dengan skema yang ditetapkan oleh Pemerintah;
pemberian pinjaman;
belan j a im bal j asa pen j aminan (IJP) pelaku usaha korporasi dan imbal jasa penjaminan (IJP) loss _limit; _ dan g. investasi Pemerintah lainnya sesuai ketentuan perundang- undangan.
Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap
Subsidi Bunga/Subsidi Margin Program PEN diberikan kepada Debitur perbankan, perusahaan pembiayaan, dan Lembaga Penyalur Program Kredit Pemerintah yang memenuhi persyaratan.
Debitur perbankan dan perusahaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
merupakan Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, Koperasi, dan/atau debitur lainnya dengan plafon Kredit/Pembiayaan paling tinggi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
memiliki Baki Debet Kredit/Pembiayaan sampai dengan 29 Februari 2020;
tidak termasuk dalam Daftar Hitam Nasional untuk plafon Kredit/Pembiayaan di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
memiliki kategori performing loan lancar (kolektibilitas 1 atau 2) dihitung per 29 Februari 2020; dan
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atau mendaftar untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Debitur Lembaga Penyalur Program Kredit Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
merupakan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah dengan plafon Kredit/Pembiayaan paling tinggi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
memiliki Baki Debet Kredit/Pembiayaan sampai dengan 29 Februari 2020; dan
memiliki kategori performing loan lancar (kolektibilitas 1 atau 2) dihitung per 29 Februari 2020.
Debitur lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan:
debitur KPR sampai dengan tipe 70; dan
debitur Kredit Kendaraan Bermotor untuk usaha produktif, termasuk yang digunakan untuk ojek dan/atau usaha informal.
Dalam hal Debitur memiliki akad Kredit/Pembiayaan di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) harus memperoleh restrukturisasi dari Penyalur Kredit/Pembiayaan.
Debitur yang memiliki plafon Kredit/Pembiayaan kumulatif melebihi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), tidak dapat memperoleh Subsidi Bunga/Subsidi Margin.
Debitur lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (5), dan ayat (6).
Dalam hal Debitur Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah merupakan Debitur Lembaga Penyalur Program Kredit Pemerintah yang berbentuk BLU, yang memperoleh Kredit/Pembiayaan baik secara langsung dari BLU, melalui Lembaga Linkage BLU berupa Koperasi, maupun melalui Koperasi yang bekerja sama dengan BLU, selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5), dan ayat (6), Debitur harus memenuhi persyaratan yang diatur oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
Untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dapat dilakukan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Ketentuan mengenai Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah