Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Kegiatan Usaha Pertambangan/Pengusahaan Panas Bumi pada Tahap Eksplorasi. ...
Relevan terhadap
bahwa dalam rangka meningkatkan produksi energi terbarukan untuk menjamin tersedianya pasokan energi yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik 35.000 MW (tiga puluh lima ribu megawatt) dengan mengutamakan penggunaan energi baru dan terbarukan, perlu memberikan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan untuk pertambangan/pengusahaan panas bumi pada tahap eksplorasi;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk dapat memberikan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terhutang karena sebab-sebab tertentu;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1994, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Kegiatan Usaha Pertambangan/Pengusahaan Panas Bumi pada Tahap Eksplorasi;
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024
Relevan terhadap
DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a direncanakan sebesar Rp143.099.927.456.000,00 (seratus empat puluh tiga triliun sembilan puluh sembilan miliar sembilan ratus dua puluh tujuh juta empat ratus lima puluh enam ribu rupiah), yang terdiri atas:
DBH pajak;
DBH sumber daya alam; dan
DBH lainnya berupa DBH perkebunan sawit.
DBH pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
pajak penghasilan;
pajak bumi dan bangunan; dan
cukai hasil tembakau.
DBH sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb terdiri atas:
kehutanan;
mineral dan batubara;
minyak bumi dan gas bumi;
panas bumi; dan
perikanan.
DBH pajak bumi dan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat memperhitungkan biaya operasional yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. jdih.kemenkeu.go.id (5) Alokasi DBH ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan negara sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2023 dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.
Alokasi DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdiri atas alokasi formula dan alokasi kinerja.
Dalam rangka mempercepat penyelesaian Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2023, Menteri Keuangan dapat menetapkan alokasi sementara Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2023 dan/atau dapat menggunakan alokasi DBH tahun anggaran berjalan.
DBH sumber daya alam kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, khusus Dana Reboisasi yang sebelumnya disalurkan ke kabupaten/kota penghasil, disalurkan ke provinsi penghasil dan digunakan untuk membiayai kegiatan, terdiri atas:
rehabilitasi di luar kawasan sesuai kewenangan provinsi;
rehabilitasi hutan dan lahan sesuai kewenangan provinsi;
pembangunan dan pengelolaan hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan/atau jasa lingkungan dalam kawasan;
pemberdayaan masyarakat dan perhutanan sosial;
operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan;
pengendalian kebakaran hutan dan lahan;
perlindungan dan pengamanan hutan;
pengembangan perbenihan tanaman hutan;
penyuluhan kehutanan; dan/atau
strategis lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Penggunaan DBH cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, DBH sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan DBH sumber daya alam kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, diatur sebagai berikut: jdih.kemenkeu.go.id a. Penerimaan DBH cukai basil tembakau, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota dialokasikan untuk mendanai program sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai cukai, dengan prioritas pada bidang kesehatan untuk mendukung program jaminan kesehatan nasional terutama peningkatan kuantitas dan kualitas layanan kesehatan dan pemulihan perekonomian di daerah;
Penerimaan DBH sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota digunakan sesuai kebutuhan dan prioritas daerah, kecuali tambahan DBH minyak bumi dan gas bumi untuk Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua Barat Daya, dan Provinsi Aceh digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
Sisa DBH sumber daya alam kehutanan dari Dana Reboisasi yang merupakan bagian kabupaten/kota, baik yang disalurkan pada tahun 2016 maupun tahun-tahun sebelumnya yang masih terdapat di kas daerah dapat digunakan oleh organisasi perangkat daerah yang ditunjuk oleh bupati/wali kota untuk:
pembangunan dan pengelolaan taman hutan raya;
pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan;
penanganan pascakebakaran hutan dan lahan di taman hutan raya;
penanaman daerah aliran sungai kritis, penanaman pada kawasan perlindungan setempat, dan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air;
pembangunan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau;
penyuluhan lingkungan hidup;
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
pengelolaan keanekaragaman hayati; dan/atau
kegiatan strategis lainnya yang ditetapkan oleh Pemerin tah. jdih.kemenkeu.go.id (10) Dalam hal realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan melebihi pagu penerimaan yang dianggarkan dalam tahun 2024, Pemerintah dapat menyalurkan DBH berdasarkan realisasi penerimaan tahun berjalan dan/atau menyelesaikan Kurang Bayar DBH tahun-tahun sebelumnya sesuai dengan kemampuan keuangan negara. (l l)Tata cara percepatan penyelesaian Kurang Bayar DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penggunaan DBH sumber daya alam kehutanan dari Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan penggunaan sisa DBH sumber daya alam kehutanan dari Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf c diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai DBH Cukai Hasil Tembakau diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024. jdih.kemenkeu.go.id PRE SID.EN Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, Undang-Undang dalam Lembaran memerintahkan ini dengan Negara Republik Disahkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2023 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2023 MENTER! SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 140 I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2023 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2024 Pemulihan perekonomian Indonesia semakin menguat dan berkualitas pada tahun 2023. Pemerintah secara resmi mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat pada tanggal 30 Desember 2022, yang diikuti pencabutan status pandemi di Indonesia pada tanggal 21 Juni 2023. Pencabutan tersebut berdampak positif terhadap performa perekonomian domestik pada semester I tahun 2023 karena aktivitas perekonomian kembali berjalan seperti keadaan prapandemi. World Health Organization juga secara resmi mencabut status pandemi COVID-19 pada tanggal 5 Mei 2023 sehingga pemulihan ekonomi pascapandemi di harapkan akan lebih terakselerasi. Namun, berbagai risiko global masih tereskalasi. Tingkat inflasi di negara maju masih berada di atas target jangka menengah - panjang, sehingga tingkat suku bunga diperkirakan tetap berada di level tinggi untuk jangka waktu yang lama (higher for longery. Agresivitas pengetatan moneter terutama di negara maju berdampak pada volatilitas sektor keuangan, meningkatkan beban utang negara berkembang, serta menekan aktivitas ekonomi global. Kinerja pertumbuhan ekonomi beberapa negara pada triwulan II tahun 2023 cenderung menguat seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, meskipun Eropa masih menunjukan kontraksi. Sementara itu, beberapa indikator terkini menunjukkan situasi yang belum membaik, seperti Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur dan perdagangan intemasional yang tertahan di zona kontraksi. Meskipun terdapat risiko transmisi dari tekanan ekonomi global kepada perekonomian domestik, fundamental ekonomi makro Indonesia masih sehat dan berdaya tahan di tengah gejolak global yang tengah terjadi. Laju inflasi Indonesia masih jauh lebih moderat dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Eropa, India, Australia, Filipina, dan Singapura. Indonesia mencatatkan laju pertumbuhan ekonomi lebih dari 5% (lima persen) dalam 7 (tujuh) kuartal berturut-turut. Bahkan neraca perdagangan mencatatkan surplus selama 38 (tiga puluh delapan) bulan berturut-turut. Pencapaian ini berhasil menempatkan Indonesia kembali sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas yang sebelumnya dicapai di tahun 2020. Selain itu, Indonesia juga berhasil melakukan konsolidasi fiskal dengan kembali kepada defisit kurang dari 3% (tiga persen) Produk Domestik Bruto yang dapat dilakukan di tahun 2022 atau lebih cepat 1 (satu) tahun dari target semula di tahun 2023. Karena itu, arah dan strategi kebijakan APBN tahun 2024 didesain untuk mendorong reformasi struktural dalam rangka percepatan transformasi ekonomi. Dalam rangka mendukung transformasi tersebut, kebijakan APBN tahun 2024 didorong agar lebih sehat dan berkelanjutan melalui: (i) optimalisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha; (ii) penguatan kualitas belanja negara yang efisien, fokus terhadap program prioritas, dan berorientasi pada output/ outcome (spending _bettery; _ dan (iii) mendorong pembiayaan yang prudent, inovatif, dan berkelanjutan. Dengan berpijak pada kebijakan reformasi struktural dan transformasi ekonomi, serta memperhitungkan berbagai risiko ekonomi global dan potensi pertumbuhan ekonomi nasional di tahun depan, maka asumsi indikator ekonomi makro di tahun 2024 ditargetkan sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi tahun 2024 ditargetkan mencapai 5,2% (lima koma dua persen). Pertumbuhan ekonomi tahun depan akan ditopang oleh stabilitas perekonomian di tahun 2023 dan akselerasi transformasi ekonomi. Terjaganya konsumsi domestik serta kinerja perdagangan intemasional Indonesia diperkirakan akan menguat yang akan mendorong terjaganya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024. Daya beli masyarakat diharapkan tetap terjaga seiring dengan semakin terkendalinya laju inflasi domestik, sedangkan kinerja ekspor diharapkan menguat seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi global serta kebijakan hilirisasi yang akan meningkatkan nilai tambah produk-produk eskpor Indonesia. Sementara itu, investasi diperkirakan tetap terjaga seiring dengan dukungan Pemerintah dalam mendukung sektor-sektor terkait termasuk kebijakan hilirisasi mineral. Stabilitas kondisi politik dan sosial di tengah gelaran Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024 akan berperan krusial dalam mendorong aktivitas investasi. Inflasi akan tetap terjaga pada tingkat 2,8% (dua koma delapan persen), didukung oleh daya beli masyarakat yang kuat dan kebijakan pengelolaan energi dan pangan yang semakin efisien. Rupiah diperkirakan akan mencapai RplS.000,00 (lima belas ribu rupiah) per dollar Amerika Serikat, dan suku bunga Surat Berharga Negara 10 tahun ditargetkan sebesar 6,7% (enam koma tujuh persen), didukung oleh perbaikan kondisi ekonomi global dan domestik yang mendorong kepercayaan asing dan arus modal masuk ke Indonesia. Harga minyak mentah Indonesia diperkirakan akan mencapai 82 (delapan puluh dua) dollar Amerika Serikat per barel. Lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 635.000 (enam ratus tiga puluh lima ribu) barel dan 1.033.000 (satu juta tiga puluh tiga ribu) barel setara minyak per hari. Pemerintah akan terus melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan produksi hulu migas nasional. Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 diposisikan untuk:
mencapai target-target pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, (2) menyukseskan rangkaian pemilihan umum tahun 2024, dan (3) menciptakan pembangunan yang lebih baik pada tahun akhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 sebagai fondasi yang kokoh dalam melanjutkan estafet pembangunan pada periode 2025-2029. Terna Rencana Kerja Pemerintah diarahkan untuk menjaga kesinambungan dan konsistensi pembangunan tahunan, serta sebagai upaya untuk membaurkan dinamika perubahan lingkungan yang terjadi secara tahunan ke dalam scenario pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah, dengan tetap memperhatikan koridor Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Pemerintah berkomitmen untuk mengembalikan trajectory pertumbuhan ekonomi dan indikator makro lainnya pada kondisi prapandemi COVID-19. Sebagai upaya mewujudkan hal tersebut, Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 tetap mendorong transformasi ekonomi sebagai game changer menuju Indonesia Maju. Transformasi ekonomi berorientasi pada peningkatan produktivitas, terutama dalam peningkatan nilai tambah di dalam dan antarsektor ekonomi, dan pergeseran tenaga kerja dari sektor informal yang bernilai tambah relative rendah menuju sektor formal yang bernilai tambah tinggi sehingga mendorong peningkatan pertumbuhan potensial jangka panjang. Peningkatan produktivitas juga diarahkan untuk menciptakan pembangunan inklusif dan berkelanjutan melalui pertumbuhan dan perkembangan ekonomi; pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan; dan perluasan akses dan kesempatan kerja. Penyusunan tema Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 dengan mempertimbangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, arahan Presiden, hasil evaluasi pembangunan tahun 2022, evaluasi kebijakan tahun 2023, forum konsultasi publik, kerangka ekonomi makro, agenda Pemilu Tahun 2024, dan dinamika ketidakpastian global serta isu strategis lainnya yang menjadi perhatian. Memperhatikan beberapa koridor tersebut maka tema pembangunan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 ditetapkan, yaitu "Mempercepat Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan". Berdasarkan tema dan sasaran pembangunan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024, ditetapkan delapan arah kebijakan pembangunan nasional tahun 2024, serta strategi yang melekat pada masing-masing arah kebijakan sebagai berikut:
Pengurangan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem, dilaksanakan melalui strategi: (a) memanfaatkan dan memutakhirkan data Registrasi Sosial Ekonomi untuk peningkatan akurasi program perlindungan sosial, (b) konvergensi pelaksanaan program-program perlindungan sosial, (c) intervensi kolaboratif untuk penanggulangan kemiskinan, (d) peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan, dan (e) peningkatan kualitas konsumsi pangan;
Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, dilaksanakan melalui strategi: (a) memperkuat penyelenggaraan tata kelola kependudukan, (b) reformasi sistem perlindungan sosial, (c) meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, (d) meningkatkan pemerataan layanan pendidikan berkualitas, (e) meningkatkan kualitas anak, perempuan, dan pemuda, dan (f) meningkatkan produktivitas dan daya saing;
Revitalisasi industri dan penguatan riset terapan, dilaksanakan melalui strategi: (a) meningkatkan daya saing dan kompleksitas industri yang didukung percepatan hilirisasi dan penguatan rantai pasok, serta (b) menyediakan iklim yang kondusif dalam penyusunan riset nasional;
Penguatan daya saing usaha, dilaksanakan melalui strategi: (a) meningkatkan kualitas teknologi informasi, (b) meningkatkan nilai tambah dan daya saing ekonomi, (c) mewujudkan investasi yang berkualitas melalui penciptaan iklim investasi yang ramah dan kondusif, (d) meningkatkan daya saing Usaha Mikro Kecil dan Menengah dan Koperasi, serta (e) meningkatkan modernisasi dan penerapan korporasi untuk daya saing pertanian dan kelautan perikanan;
Pembangunan rendah karbon dan transisi energi, dilaksanakan melalui strategi: (a) melaksanakan pembangunan rendah karbon di lima sektor prioritas (energi berkelanjutan, pengelolaan lahan berkelanjutan, industri hijau, pengelolaan limbah dan ekonomi sirkular, serta karbon biru dan pesisir); (b) konservasi lahan produktif; (c) menguatkan transisi energi melalui pemerataan akses energi berkeadilan; serta (d) meningkatkan layanan tenaga listrik yang merata, berkualitas, berkelanjutan dan berkeadilan, serta perluasan pemanfaatan;
Percepatan pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas, dilaksanakan melalui strategi: (a) meningkatkan akses rumah tangga terhadap perumahan dan permukiman layak huni dan aman, dalam konteks pencegahan maupun pengentasan permukiman kumuh, (b) meningkatkan ketahanan air di tingkat wilayah sungai melalui penerapan pendekatan Simpan Air, Jaga Air, dan Hemat Air, (c) meningkatkan sinergi dan kolaborasi pengelolaan sumber daya air dengan berbagai agenda pembangunan ekonomi dan meningkatkan ketahanan kebencanaan di setiap wilayah, (d) meningkatkan SOM, sarana dan prasarana layanan keselamatan dan keamanan transportasi, dan (e) meningkatkan konektivitas untuk mendukung kegiatan ekonomi dan aksesibilitas menuju pusat pelayanan dasar dan daerah tertinggal, terluar, terdepan, dan perbatasan (3 TP);
Percepatan pembangunan lbu Kota Nusantara, dilaksanakan melalui strategi: (a) membangun gedung pemerintahan dan hunian, dan (b) membangun infrastruktur utama; dan
Pelaksanaan Pemilu tahun 2024, dilaksanakan melalui strategi: (a) mendorong terwujudnya tahapan pemilu/ pemilihan sesuai jadwal, (b) meningkatkan kualitas penyelenggaraan kepemiluan, (c) mengamankan penyelenggaraan Pemilu tahun 2024, dan (d) mendukung penyelenggaraan Pemilu di luar negeri. Prioritas Nasional (PN) dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2024 adalah:
Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan;
Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan;
Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing;
Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan;
Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar;
Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim; serta (7) Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transforrnasi Pelayanan Publik. Prioritas Nasional ini dapat di jelaskan lebih lanjut sebagai berikut: Prioritas Nasional 1, Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan diarahkan untuk mendorong peningkatan produktivitas untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Pelaksanaannya difokuskan pada pemenuhan kebutuhan energi dengan mengutamakan peningkatan energi baru terbarukan; peningkatan kuantitas/ketahanan air untuk mendukung pertumbuhan ekonomi; peningkatan ketersediaan, akses, dan kualitas konsumsi pangan; peningkatan pengelolaan kemaritiman, perikanan dan kelautan; penguatan kewirausahaan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, dan koperasi; peningkatan nilai tambah, lapangan kerja, dan investasi di sektor riil, dan industrialisasi; peningkatan ekspor bernilai tambah tinggi dan penguatan tingkat komponen dalam negeri; serta penguatan pilar pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Prioritas Nasional 2, Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan diarahkan untuk percepatan transformasi sosial dan ekonomi; penguatan rantai produksi dan rantai nilai di tingkat wilayah untuk meningkatkan .keunggulan kompetitif perekonomian wilayah; memperkuat integrasi perekonomian domestik dan meningkatkan kualitas pelayanan dasar untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah; serta meningkatkan sinergi pemanfaatan ruang wilayah melalui strategi pembangunan. Prioritas Nasional 3, Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing merupakan kunci peningkatan produktivitas untuk mendukung transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Prioritas Nasional 3 pada tahun 2024 akan diarahkan pada memperkuat penyelenggaraan tata kelola kependudukan; reformasi sistem perlindungan sosial, terutama untuk percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem; meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta; meningkatkan pemerataan layanan pendidikan berkualitas; meningkatkan kualitas anak, perempuan dan pemuda; mengentaskan kemiskinan, difokuskan pada penguatan akses penduduk miskin dan rentan terhadap aset produktif, pemberdayaan usaha, dan akses pembiayaan untuk mendukung akselerasi peningkatan ekonomi bagi penduduk miskin dan rentan; serta meningkatkan produktivitas dan daya saing. Prioritas Nasional 4, Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan memiliki kedudukan penting dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan negara-bangsa yang maju, modern, unggul, dan berdaya saing. Pelaksanaan Prioritas Nasional 4 akan difokuskan untuk: memperkuat pelaksanaan Gerakan Nasional Revolusi Mental dan pembinaan Ideologi Pancasila; memperkuat pemajuan kebudayaan untuk mengembangkan nilai luhur budaya bangsa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat; mengembangkan moderasi beragama untuk memperkuat kerukunan dan harmoni sosial; serta mengembangkan budaya literasi, kreativitas, dan inovasi dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan. Prioritas Nasional 5, Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar difokuskan pada pemenuhan infrastruktur pelayanan dasar; peningkatan konektivitas untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi; mendukung pembangunan inklusif dan berkelanjutan terutama di wilayah tertinggal, terpencil, · terluar dan perbatasan, serta penyediaan layanan dan pembangunan infrastruktur konektivitas yang merata; peningkatan layanan infrastruktur perkotaan; pembangunan energi dan ketenagalistrikan dalam mendukung transisi energi untuk menuju sistem energi rendah karbon; dan pembangunan dan pemanfaatan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, serta pendorong ( enablery teknologi informasi dan komunikasi dalam pertumbuhan ekonomi sebagai bagian dari transformasi digital. Prioritas Nasional 6, Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim difokuskan pada upaya menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk menopang produktivitas dan kualitas kehidupan masyarakat dalam rangka menuju transformasi ekonomi hijau yang inklusif dan berkelanjutan; serta pembangunan yang berorientasi pada pencegahan, pengurangan risiko, dan tangguh bencana. Pembangunan lingkungan hidup, ketahanan bencana, dan perubahan iklim diarahkan pada kebijakan pengurangan dan penanggulangan beban pencemaran untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, terutama penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun medis pascapandemi COVID-19; penguatan budaya dan kelembagaan yang bersifat antisipatif, responsif dan adaptif untuk membangun resiliensi berkelanjutan dalam menghadapi bencana; serta peningkatan capaian penurunan emisi dan intensitas emisi gas rumah kaca dengan fokus penurunan emisi gas rumah kaca di sektor lahan, industri, dan energi. Prioritas Nasional 7, Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik. Pembangunan bidang politik, hukum, pertahanan, dan keamanan diarahkan antara lain pada: pelaksanaan pemilihan umum dan pemilihan serentak tahun 2024 diarahkan pada penyelenggaraan pemilihan yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan jadwal; pembangunan kebebasan dan kesetaraan serta kapasitas lembaga demokrasi yang substantial; peningkatan kualitas komunikasi publik; mendukung pelaksanaan pembangunan bidang hukum untuk mewujudkan supremasi hukum dan peningkatan akses terhadap keadilan; mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas, dilakukan perbaikan tata kelola dan birokra~i; serta pembangunan bidang pertahanan dan keamanan. Agar prioritas sasaran pembangunan nasional dan prioritas nasional lainnya tersebut dapat tercapai, Pemerintah perlu melakukan reformasi baik dari sisi pendapatan dan belanja, serta melakukan berbagai inovasi untuk pembiayaan defisit APBN Tahun Anggaran 2024. Oleh sebab itu, konsolidasi dan reformasi fiskal harus terus dilakukan secara menyeluruh, bertahap, dan terukur. Dimulai dari penguatan sisi penerimaan negara, perbaikan sisi belanja dan pengelolaan pembiayaan yang prudent dan hati- hati, untuk mewujudkan pengelolaan fiskal yang lebih sehat, berdaya tahan, dan mampu menjaga stabilitas perekonomian ke depan. Reformasi fiskal di sisi penerimaan dijalankan melalui optimalisasi pendapatan yang ditempuh melalui penggalian potensi, perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan optimalisasi pengelolaan aset serta inovasi layanan. Dengan demikian, rasio perpajakan dapat meningkat untuk penguatan ruang fiskal, dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha serta melindungi daya beli masyarakat. Di sisi belanja, reformasi dijalankan melalui penguatan belanja agar lebih berkualitas dengan penguatan spending better. Upaya yang ditempuh melalui pengendalian belanja agar lebih efisien, lebih produktif, dan menghasilkan multiplier effect yang kuat terhadap perekonomian serta efektif untuk mendukung program-program pembangunan prioritas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Inovasi di sisi pembiayaan difokuskan untuk mendorong pembiayaan yang kreatif dalam pembangunan infrastruktur dengan melibatkan partisipasi swasta melalui Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha, penguatan peran Lembaga Pengelola Investasi, serta pendalaman pasar obligasi negara yang mengedepankan prinsip kehati-hatian. Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2024 dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Nomor 1169 /DPD RI/I/2023-2024, tanggal 7 September 2023. Pembahasan Undang-Undang ini dilaksanakan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XI/2013 tanggal 22 Mei 2014. II. PASAL DEMI PASAL
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak yang Berlaku pada Badan Informasi Geospasial ...
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK KEBUTUHAN MENDESAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL. Pasal 1 (1) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak kebutuhan mendesak yang berlaku pada Badan Informasi Geospasial meliputi penerimaan dari:
jasa pelatihan geospasial;
jasa penggunaan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan geospasial;
jasa penggunaan infrastruktur teknologi informasi geospasial;
j asa penggunaan alat pengumpulan data geospasial;
jasa penyelenggaraan informasi geospasial; dan
layanan produk informasi geospasial.
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 2 (1) Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari jasa pelatihan geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a dan jasa penyelenggaraan informasi geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e tidak termasuk biaya akomodasi dan transportasi. (2) Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari jasa penggunaan alat pengumpulan data geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf d tidak termasuk biaya asuransi peralatan, akomodasi dan transportasi. (3) Biaya asuransi peralatan, akomodasi dan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibebankan kepada wajib bayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 3 (1) Jenis layanan produk informasi geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf f selain yang ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, dapat berupa:
layanan penggunaan aplikasi berbasis informasi geospasial dasar;
layanan informasi geospasial tematik pada pemerintahan untuk melengkapi layanan pengurusan perizinan di kementerian/lembaga/ pemerintah daerah;
layanan informasi geospasial untuk pemutakhiran dan perhitungan pajak bumi dan bangunan pemerintah daerah; dan
data geospasial dasar yang digunakan untuk pembuatan peta dasar. (2) Formula untuk menghitung tarif layanan produk informasi geospasial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
layanan penggunaan aplikasi berbasis informasi geospasial dasar ( ( Y1 + Y2 + • • • + Yn))n = BM01GD X 1 + n b. layanan informasi geospasial tematik pada pemerintahan untuk melengkapi layanan pengurusan perizinan di kementerian/lembaga/ pemerintah daerah ( ( Y1 + Y2 + • • • Yn))n = BMOPTMK x LT x 1 + n c. layanan informasi geospasial untuk pemutakhiran dan perhitungan pajak bumi dan bangunan pemerintah daerah ( ( Y1 + Y2 + • .. _Y: _ ))n BMOPsAG X (LT+ LB) x 1 + n n d. data geospasial dasar yang digunakan untuk pembuatan peta dasar berupa data Receiver Independent Exchange Format (RINEX) Indonesia Continuously Operating Reference Station (Ina- CORS) dan data Real Time Kinematic (RTK) Online Correction ( ( Y1 + Y2 + • • • + Yn))n = BMOcoRs x 1 + n (3) Perhitungan formula sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
BM0 1 Gv merupakan biaya modal dan operasional yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan layanan penggunaan aplikasi berbasis informasi geospasial dasar. b. BMOPTMK merupakan biaya modal dan operasional yang dibu tuhkan dalam penyelenggaraan layanan informasi geospasial tematik pada pemerintahan untuk melengkapi layanan pengurusan perizinan di kementerian/lembaga/ pemerintah daerah. c. BMOPsAG merupakan biaya modal dan operasional yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan layanan informasi geospasial untuk pemutakhiran dan perhitungan pajak bumi dan bangunan pemerintah daerah. d. BMOcoRs merupakan biaya modal dan operasional yang dibutuhkan dalam pembuatan peta dasar berupa data Receiver Independent Exchange Format (RINEX) Indonesia Continuously Operating Reference Station (Ina-CORS) dan data Real Time Kinematic (RTK) Online Correction. e. Y 1 ^+ ^Y 2 ^+ · · · + Yn meru pakan nilai inflasi sebagaimana tercantum dalam undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara pada tahun pertama, kedua dan seterusnya. f. n merupakan selisih tahun penetapan tarif baru dengan tahun penetapan tarif terakhir. g. LT merupakan luas tanah berdasarkan data sertifikat tanah atau bukti kepemilikan tanah lainnya; dan
LB merupakan luas bangunan berdasarkan data informasi geospasial tematik. (4) Besaran BM0 1 Gv, BMOPTMK, BMOpsAG dan BMOcoRs sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Badan Informasi Geospasial. Pasal 4 (1) Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa jasa penyelenggaraan informasi geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e dan layanan produk informasi geospasial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf f selain:
deskripsi jaring kontrol geodesi;
data hasil pengukuran pasang surut; dan
pengolahan data geospasial dapat dilaksanakan oleh Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pendapatan yang berasal dari penyelenggaraan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk pengembalian atas investasi Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal terdapat kelebihan pendapatan yang berasal dari penyelenggaraan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pengembalian atas investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kelebihan pendapatan yang berasal dari penyelenggaraan layanan menjadi imbal jasa untuk Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak dan bagian pemerintah yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. (4) Penunjukan dan penugasan Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk besaran pengembalian atas investasi sebagaiman~ dimaksud pada ayat (2), serta besaran imbal jasa untuk Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak dan bagian pemerintah yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam bentuk perjanjian kerja sama antara Badan lnformasi Geospasial dengan Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. Pasal 5 (1) Dengan pertimbangan tertentu, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dapat dikenakan tarif sampai dengan Rp0,00 (nol rupiah) atau 0% (nol persen). (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran, persyaratan dan tata cara pengenaan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Informasi Geospasial wajib disetor ke Kas Negara. Pasal 7 Evaluasi atas tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dilaksanakan berdasarkan:
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak; dan/atau
hasil reviu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan terhadap kebutuhan biaya dan tren layanan selama masa penugasan Mitra Instansi Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pasal 8 Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus
Relevan terhadap
Toko yang berada pada KEK Pariwisata dapat berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 99 Pembelian rumah tinggal atau hunian yang menjadi Kegiatan Utama pada KEK Pariwisata, diberikan:
pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
pembebasan Pajak Penghasilan atas Penjualan atas barang yang tergolong sangat mewah. Bagian Keenam Pajak Daerah Pasal 100 (1) Pemerintah Daerah wajib menetapkan pengurangan, keringanan, dan pembebasan atas pajak daerah dan/atau retribusi daerah kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah. (2) Pengurangan, keringanan, dan pembebasan atas pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa pengurangan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan pengurangan pajak bumi dan bangunan. (3) Pengurangan pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling rendah 5oo/o (lima puluh persen) dan paling tinggi looo/o (seratus persen). (41 Ketentuan mengenai bentuk, besaran, dan tata cara pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. BAB X FASILITAS DAN KEMUDAHAN LALU LINTAS BARANG Pasal 101 (1) Ketentuan larangan impor dan ekspor di KEK berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang larangan dan pembatasan impor dan ekspor. (2) Terhadap impor barang ke KEK belum diberlakukan ketentuan pembatasan dan tata niaga di bidang impor.
Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke TLDDP berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor. (4) Bagi barang yang membahayakan Kesehatan, Keselamatan, Keamanan dan Lingkungan (K3L) dapat dikenai pembatasan apabila barang dimaksud bukan merupakan bahan baku bagi kegiatan usaha dan institusi teknis terkait secara khusus memberlakukan ketentuan pembatasan di KEK. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai belum diberlakukannya ketentuan pembatasan dan tata niaga di bidang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan. (6) Pelaksanaan ketentuan mengenai impor dan ekspor dilakukan melalui sistem elektronik yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat dan terintegrasi secara nasional. Pasal 102 (1) Barang asal impor untuk dipakai di KEK belum diberlakukan kewajiban standar nasional Indonesia. (2) Barang yang dikeluarkan dari KEK ke TLDDP untuk diperdagangkan wajib memenuhi standar nasional Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 103 (1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan menunjuk Administrator KEK sebagai instansi penerbit surat keterangan asal. (21 Pengeluaran barang untuk ekspor dapat dilengkapi dengan surat keterangan asal yang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 104 (1) Penggunaan surat keterangan asal yang diterbitkan oleh negara asal dari luar negeri dapat diberlakukan untuk pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP. (2) Surat keterangan asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipergunakan untuk pengeluaran barang secara parsial dari KEK ke TLDDP dengan menggunakan pemotongan kuota. BAB XI FASILITAS DAN KEMUDAHAN KETENAGAKERJAAN Bagian Kesatu Penggunaan Tenaga Kerja Asing Pasal 105 (1) Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK selaku pemberi kerja yang akan mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. (2) Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu:
paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang; dan
untuk tenaga kerja asing yang mempunyai jabatan sebagai direksi atau komisaris, diberikan sekali dan berlaku selama tenaga kerja asing yang bersangkutan menjadi direksi atau komisaris.
Pengesahan (3) Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal; dan
tenaga kerja asing yang dibutuhkan pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start upl berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu. Pasal 106 Pemberi kerja tenaga kerja asing dapat mempekerjakan tenaga kerja asing yang sedang dipekerjakan oleh pemberi kerja lain sebagai direksi, komisaris, atau tenaga kerja asing pada sektor tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Pasal 107 Tata cara permohonan dan pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Bagian Kedua Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus Pasal 1O8 (1) Gubernur dapat membentuk lembaga kerja sama tripartit khusus di KEK. (2) Lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
melakukan a. melakukan komunikasi dan konsultasi mengenai berbagai permasalahan ketenagakerjaan;
melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan timbulnya permasalahan ketenagakerjaan; dan
memberikan saran dan pertimbangan mengenai langkah penyelesaian permasalahan ketenagakerjaan. Pasal 109 (1) Keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus terdiri atas unsur:
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah;
serikat pekerja/serikat buruh; dan
asosiasi pengusaha. (2) Unsur Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengikutsertakan Administrator KEK. Pasal 1 10 Gubernur mengangkat dan memberhentikan keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus. Pasal 1 1 1 Keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya selama 3 (tiga) tahun. Pasal 1 12 (1) Untuk dapat diangkat dalam keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus, calon anggota harus memenuhi persyaratan:
warga negara Indonesia; 70 sehat ^jasmani dan rohani;
berpendidikan paling rendah sekolah menengah tingkat atas atau sederajat;
aparatur sipil negara di lingkungan organisasi Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah atau instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di KEK dan/atau instansi terkait lainnya, bagi calon anggota yang berasal dari unsur Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah;
anggota atau pengururs serikat pekerja/serikat buruh yang mempunyai domisili di KEK, bagi calon anggota yang berasal dari unsur serikat pekerja/ serikat buruh; dan
anggota atau pengurlls asosiasi pengusaha, bagi calon anggota yang berasal dari unsur asosiasi pengusaha. (21 Ketua lembaga kerja sama tripartit khusus dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d. Pasal 1 13 Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1), calon anggota yang berasal dari unsur serikat pekerja/serikat buruh atau unsur asosiasi pengusaha harus diusulkan oleh pimpinan serikat pekerja/serikat buruh atau pimpinan asosiasi pengusaha yang bersangkutan. Pasal 1 14 (1) Selain karena berakhirnya masa jabatan, keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus dapat berakhir apabila anggota yang bersangkutan:
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1);
mengundurkan diri; b c meninggal c. meninggal dunia;
selama 6 (enam) bulan berturut-turut tidak dapat menjalankan tugasnya; atau
dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian keanggotaan lembaga kerja sama tripartit khusus sebelum berakhirnya masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Ketua lembaga kerja sama tripartit khusus. Pasal 1 15 Penggantian anggota lembaga kerja sarna tripartit khusus yang diberhentikan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal lL4 ayat (1) diusulkan oleh kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi kepada gubernur setelah menerima usulan dari organisasi atau instansi yang bersangkutan. Pasal 1 16 (1) Dalam hal anggota lembaga kerja sama tripartit khusus mengundurkan diri atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal ll4 ayat (1) huruf b, permintaan disampaikan oleh anggota yang bersangkutan kepada gubernur dengan tembusan kepada organisasi atau instansi yang mengusulkan. (2) Organisasi atau instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan penggantian anggota kepada gubernur. Pasal 1 17 Susunan keanggotaan lembaga kerja sarna tripartit khusus terdiri atas:
ketua merangkap anggota yang dijabat oleh gubernur;
3 (tiga) wakil ketua merangkap anggota masing-masing dijabat oleh anggota yang mewakili unsur Pemerintah Daerah, unsur asosiasi pengusaha dan unsur serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang berada di KEK;
sekretaris merangkap anggota dijabat oleh Administrator KEK;
anggota unsur Pemerintah Pusat sekurang-kurangnya terdiri dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan;
anggota unsur Pemerintah Daerah paling kurang terdiri dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerj aan kabupate n I kota;
anggota unsur serikat pekerja/serikat buruh terdiri dari serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang berada di KEK; dan
anggota unsur asosiasi pengusaha terdiri dari asosiasi pengusaha yang ditunjuk dan disepakati dari dan oleh asosiasi pengusaha yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang-undangan. Pasal 1 18 (1) Anggota lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 berjumlah 9 (sembilan) orang. (21 Dalam menetapkan Anggota lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur memperhatikan komposisi keterwakilan unsur Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, unsur serikat pekerja/serikat buruh dan unsur asosiasi pengusaha.
Komposisi keterwakilan unsur Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, unsur serikat pekerja/serikat buruh dan unsur asosiasi pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah masing-masing 3 (tiga) orang. Pasal 1 19 (1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2), lembaga kerja sama tripartit khusus dibantu oleh sekretariat. (21 Sekretariat lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh sekretaris lembaga kerja sama tripartit khusus. (3) Sekretariat lembaga kerja sama tripartit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara fungsional oleh sekretariat Dewan Kawasan. Pasal 12O (1) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, lembaga kerja sama tripartit khusus dapat membentuk Badan Pekerja. (2) Keanggotaan Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari anggota lembaga kerja sama tripartit khusus. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan, tugas, dan tata kerja Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 diatur dengan Peraturan Ketua lembaga kerja sama tripartit khusus. Pasal 121 (1) Lembaga kerja sarna tripartit khusus mengadakan sidang secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. PRES !DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Dalam hal diperlukan, lembaga keda sama tripartit khusus dapat melakukan kerja sama dan/atau mengikutsertakan pihak lain dalam sidang lembaga kerja sama tripartit khusus. (3) Pelaksanaan sidang lembaga kerja sama tripartit khusus dilakukan dengan mengutamakan musyawarah mufakat. (4) Tata kerja lembaga kerja sama tripartit khusus ditetapkan oleh Ketua lembaga kerja sama tripartit khusus. Pasal 122 (1) Lembaga kerja sama tripartit khusus berkoordinasi dengan lembaga kerja sama tripartit nasional untuk melakukan sinkronisasi terhadap agenda program yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas lembaga kerja sama tripartit khusus yang bersifat arahan dan konsultatif. (2) Lembaga kerja sama tripartit khusus dapat melakukan koordinasi dengan lembaga lainnya untuk menciptakan iklim ketenagakerjaan yang harmonis dan kondusif. (3) Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas lembaga kerja sarna tripartit khusus dibebankan kepada anggaran pendapatan belanja negara dan anggaran pendapatan belanja daerah. Bagian Ketiga Serikat Pekerja/ Serikat Buruh Pasal 123 (1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh. (21 Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh paling kurang 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh. Pasal 124 . Pasal 124 (1) Untuk perusahaan yang mempunyai lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, dapat dibentuk 1 (satu) forum serikat pekerja/serikat buruh pada setiap perusahaan. (2) Ketentuan mengenai pembentukan forum serikat pekerja/serikat buruh diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. BAB XII FASILITAS DAN KEMUDAHAN KEIMIGRASIAN
PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 79 (1) Penanaman Modal yang dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 tidak dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78. (21 Penanaman Modal yang dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 tidak dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75. Pasal 80 Badan Usaha dalam transaksi:
pengadaan tanah untuk KEK;
penjualan tanah dan/atau bangunan dan/atau c. sewa tanah dan/atau bangunan di KEK, tidak dipungut Pajak Penghasilan. di KEK; Pasal 81 (1) Warga negara asing yang bekerja di KEK dan telah menjadi subjek pajak dalam negeri serta memiliki keahlian tertentu dapat diberikan fasilitas dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia selama 4 (empat) tahun. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau melalui Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 82 . Bagian Ketiga Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Pasal 82 Fasilitas Pajak Penghasilan selain yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini tetap dapat diberikan kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 83 (1) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas:
penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud tertentu dari TLDDP, kawasan bebas, dan tempat penimbunan berikat kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
impor Barang Kena Pajak Berwujud tertentu ke KEK oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
impor Barang Konsumsi ke KEK pariwisata oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha;
penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud tertentu antar Badan Usaha, antar Pelaku Usaha, atau antar Badan Usaha dengan Pelaku Usaha;
penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud termasuk jasa persewaan tanah dan/atau bangunan di KEK oleh Pelaku Usaha dan/atau Badan Usaha kepada Pelaku Usaha lainnya dan/atau Badan Usaha di KEK yang sama atau KEK lainnya;
penyerahan f. penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu dan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha dari TLDDP atau selain TLDDP kepada Badan Usaha/Pelaku Usaha; dan
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam KEK oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha. (2) Barang Kena Pajak Berwujud tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d berupa:
barang modal termasuk tanah dan/atau bangunan, peralatan/mesin dan suku cadang yang diperlukan untuk proses produksi pengolahan, barang modal termasuk tanah dan/atau bangunan yang diperlukan untuk pembangunan dan/atau pengembangan KEK sesuai dengan bidang usahanya;
bahan baku, bahan pembantu, dan barang lain yang ^,diolah, dirakit dan/atau dipasang pada barang lain untuk kegiatan manufaktur, logistik, dan/atau penelitian dan pengembangan;
bahan baku, bahan pembantu, peralatan dan barang lain yang diperlukan bagi kegiatan yang menghasilkan jasa kena pajak dan/atau kegiatan pengembangan teknologi ; dan I atau d. barang yang diperuntukan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan yang digunakan bidang usaha industri manufaktur dan logistik, serta maintenance, repair and ouerhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang. (3) Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diberikan sesuai bidang usahanya berupa:
^jasa maklon;
^jasa PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA b. jasa perbaikan dan perawatan termasuk maintenance, repair and ouerhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang;
jasa pengurusan transportasi terkait barang untuk tujuan ekspor;
jasa konstruksi yang meliputi perencanaan, perancangan, pelaksanaan pembangunan, dan pengawasan pembangunan di KEK, termasuk konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi;
^jasa teknologi dan informasi;
jasa penelitian dan pengembangan;
jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsin5ruran, jasa konsultansi pemasaran, jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;
jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean untuk tujuan ekspor;
jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit, danl atau komunikasi/konektivitas data; dan
jasa lainnya yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. (4) Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a barang a. Barang Konsumsi yang diperlukan oleh Pelaku Usaha di KEK pariwisata sebagai bahan baku usaha untuk menghasilkan jasa;
waktu penggunaannya relatif singkat serta akan hilang keberadaan danf atau fungsinya bila sudah dipergunakart, yang digunakan dalam proses produksi yang menghasilkan jasa; dan
tidak ditujukan untuk penggunaan di luar KEK. (5) Jenis Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dapat diberikan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor, dicantumkan dalam daftar barang yang diusulkan oleh Administrator KEK dan ditetapkan oleh Dewan Nasional. (6) Barang Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang diimpor, jumlahnya ditetapkan oleh Administrator KEK dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Dewan Nasional. (71 Dalam hal KEK berasal dari sebagian atau seluruh wilayah kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, penyerahan Jasa Kena Pajak dari dan ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 84 (1) Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha ke TLDDP, dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pelaku (2) Pelaku Usaha di KEK yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang pada saat impor barang atau penyerahan barang tidak dipungut pajaknya. (3) Dapat dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berasal dari Pelaku Usaha maintenancq repair and ouerhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan. (4) Dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pihak yang mendapat fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pasal 85 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha di KEK wajib membuat faktur pajak pada saat penyerahan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 86 Atas impor dan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu, Jasa Kena Pajak Tertentu, dan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis diberikan fasilitas dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 87 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Bagian Keempat Bea Masuk, Pajak Dalam Rangka Impor, dan Cukai Paragraf 1 Umum (1) Untuk seluruh Pabean. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan KEK sebagai Kawasan Pabean diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 89 (1) Fasilitas dan kemudahan kepabeanan yang diberikan bagi Badan Usaha di KEK meliputi pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas impor barang modal dalam rangka pembangunan atau pengembangan KEK. (2) Fasilitas dan kemudahan kepabeanan yang diberikan bagi Pelaku Usaha di KEK yang bergerak di bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang masih dalam tahap pembangunan atau pengembangan meliputi pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas impor barang modal.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237 /PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus ...
Relevan terhadap
Barang Kena Pajak Berwujud tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 huruf a, huruf b, dan huruf d berupa:
barang modal termasuk tanah dan/atau bangunan, peralatan/mesin dan suku cadang yang diperlukan untuk proses produksi pengolahan, barang modal termasuk tanah dan/atau bangunan yang diperlukan untuk Pembangunan dan/atau Pengembangan KEK sesuai dengan bidang usahanya;
bahan baku, bahan pembantu, dan barang lain yang diolah, dirakit dan/atau dipasang pada barang lain untuk kegiatan manufaktur, logistik, dan/atau penelitian dan pengembangan;
bahan baku, bahan pembantu, peralatan dan barang lain yang diperlukan bagi kegiatan yang menghasilkan jasa kena pajak dan/atau kegiatan pengembangan teknologi; dan/atau
barang yang diperuntukkan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perekondisian permesinan yang digunakan bidang usaha industri manufaktur dan logistik, serta perbaikan dan perawatan ( maintenance, repair and overhaul ) untuk kapal dan pesawat terbang.
Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 huruf f diberikan sesuai bidang usahanya berupa:
jasa maklon;
jasa perbaikan dan perawatan termasuk maintenance, repair and overhaul (MRO) untuk kapal dan pesawat terbang;
jasa pengurusan transportasi terkait barang untuk tujuan ekspor;
jasa konstruksi yang meliputi perencanaan, perancangan, pelaksanaan Pembangunan, dan pengawasan Pembangunan di KEK, termasuk konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi;
jasa teknologi dan informasi;
jasa penelitian dan pengembangan;
jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsinyuran, jasa konsultansi pemasaran, jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;
jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean untuk tujuan ekspor;
jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/ atau komunikasi/konektivitas data; dan
jasa lainnya yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Dihapus.
Barang konsumsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 huruf c meliputi:
Barang Konsumsi yang diperlukan oleh Pelaku Usaha di KEK Pariwisata sebagai bahan baku usaha untuk menghasilkan jasa;
waktu penggunaannya relatif singkat serta akan hilang keberadaan dan/atau fungsinya bila sudah dipergunakan, yang digunakan dalam proses produksi yang menghasilkan jasa; dan
tidak ditujukan untuk penggunaan di luar KEK.
Ketentuan Pasal 27 ayat (7) dihapus, sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:
Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto Atas Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Tertentu Di Indonesia ...
Relevan terhadap
Untuk dapat memanfaatkan pembebanan tambahan pengurangan penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan beserta bukti pendukung bahwa Penelitian dan Pengembangan telah memperoleh hak Kekayaan Intelektual berupa Paten atau Hak PVT dan/atau mencapai tahap Komersialisasi kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi melalui OSS.
Penelitian kesesuaian antara proposal dengan realisasi kegiatan Penelitian dan Pengembangan dilakukan oleh Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Terhadap penelitian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan koordinasi antara kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan Kementerian dan/atau Lembaga Pemerintah yang menangani bidang terkait tema Penelitian dan Pengembangan yang dimohonkan.
Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan bahwa:
Wajib Pajak dapat memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto, besaran persentase tambahan pengurangan penghasilan bruto yang dapat dimanfaatkan Wajib Pajak, dan Tahun Pajak saat Wajib Pajak dapat mulai memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto; atau
Wajib Pajak tidak dapat memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto.
Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui OSS dengan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Peraturan Perpajakan II.
Wajib pajak yang dapat memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto, wajib menyampaikan laporan penghitungan pemanfaatan pengurangan penghasilan bruto setiap tahun kepada Direktur Jenderal Pajak melalui OSS paling lambat bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan badan Tahun Pajak pemanfaatan tambahan pengurangan penghasilan bruto.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan sesuai Format Surat Penyampaian Laporan Pemanfaatan Pengurangan Penghasilan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat teguran kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan laporan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak surat teguran disampaikan.
Untuk mendapatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan melalui OSS dengan melampirkan:
proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan; dan b. Surat Keterangan Fiskal.
Proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:
nomor dan tanggal proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan;
nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak;
fokus, tema, dan topik Penelitian dan Pengembangan;
target capaian dari kegiatan Penelitian dan Pengembangan;
nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak dari rekanan kerja sama, jika Penelitian dan Pengembangan dilakukan melalui kerja sama;
perkiraan waktu yang dibutuhkan sampai mencapai hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan Penelitian dan Pengembangan;
perkiraan jumlah pegawai dan/atau pihak lain yang terlibat dalam kegiatan Penelitian dan Pengembangan; dan
perkiraan biaya dan tahun pengeluaran biaya.
Dalam hal OSS tidak berjalan sebagaimana mestinya, penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara luar jaringan oleh Wajib Pajak kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menggunakan surat sesuai contoh Format Surat Pemberitahuan Rencana Kegiatan Penelitian dan Pengembangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3), kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi melakukan penelitian kesesuaian antara proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan yang diajukan dengan ketentuan proposal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan kriteria Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Terhadap penelitian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan koordinasi antara kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan Kementerian dan/atau Lembaga Pemerintah yang menangani bidang terkait tema Penelitian dan Pengembangan yang dimohonkan.
Dalam hal proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan dinyatakan sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan dinyatakan sesuai atau tidak sesuai kriteria Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, pemberitahuan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
OSS untuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
surat pemberitahuan dalam hal terdapat kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pemberitahuan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditembuskan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Peraturan Perpajakan II serta Kementerian dan/atau Lembaga Pemerintah yang menangani bidang terkait tema Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Tata Cara Pendanaan Pengadaan Tanah bagi Proyek Strategis Nasional oleh Lembaga Manajemen Aset Negara ...
Relevan terhadap
Pembentukan Dana Jangka Panjang yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b dapat dilakukan:
secara periodik pada awal tahun anggaran; dan/atau b. secara insidentil pada tahun berjalan, sesuai dengan kebutuhan Pendanaan Pengadaan Tanah oleh LMAN.
Pembentukan Dana Jangka Panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pemindahan dana antar rekening di LMAN yang menampung Dana Jangka Panjang atau yang dipersamakan dan ditindaklanjuti melalui pembentukan dokumen anggaran, dengan ketentuan sebagai berikut:
KPA BUN mengajukan permohonan alokasi anggaran pengeluaran pembiayaan BUN untuk keperluan pembentukan Dana Jangka Panjang dari hasil pengelolaannya kepada Pemimpin PPA BUN BA 999.03;
Pemimpin PPA BUN BA 999.03 memproses usulan penetapan Keputusan Menteri Keuangan mengenai besaran alokasi anggaran pengeluaran pembiayaan BUN sebagaimana dimaksud pada huruf a;
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf b, dilakukan penerbitan DIPA BUN BA 999.03 untuk keperluan pembentukan Dana Jangka Panjang dari hasil pengelolaannya; dan
proses penerbitan DIPA BUN BA 999.03 sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perencanaan, penelaahan, penetapan alokasi anggaran pada BA BUN, dan pengesahan DIPA BUN.
Berdasarkan DIPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPK pada KPA BUN:
melakukan pengujian secara formal dan material terhadap kelengkapan dan administrasi pengeluaran pembiayaan BUN untuk keperluan pembentukan Dana Jangka Panjang dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) badan layanan umum hasil pengelolaan Dana Jangka Panjang oleh LMAN;
menyusun Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak untuk ditandatangani oleh KPA BUN, sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
menerbitkan SPP pengeluaran pembiayaan yang bersifat permintaan pengesahan penerimaan pembiayaan dari penggunaan saldo anggaran lebih BLU dan pengeluaran pembiayaan untuk penambahan Dana Jangka Panjang, yang disusun dengan mencatat nilai yang sama; dan
menyampaikan SPP pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada huruf c dilampiri Keputusan Menteri Keuangan mengenai besaran alokasi anggaran pengeluaran pembiayaan BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada PPSPM.
Berdasarkan SPP pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PPSPM pada KPA BUN:
melakukan pengujian secara formal terhadap kelengkapan dan kebenaran administrasi pengeluaran pembiayaan BUN untuk keperluan pembentukan Dana Jangka Panjang dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) badan layanan umum dan ketersediaan alokasi anggaran pengeluaran pembiayaan dalam DIPA BUN;
menerbitkan SPM pengeluaran pembiayaan BUN untuk keperluan pembentukan Dana Jangka Panjang dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) badan layanan umum yang bersifat perintah pengesahan penerimaan pembiayaan dari penggunaan saldo anggaran lebih BLU dan pengeluaran pembiayaan untuk penambahan dana jangka panjang; dan
menyampaikan SPM pengeluaran pembiayaan BUN untuk keperluan pembentukan Dana Jangka Panjang dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) badan layanan umum sebagaimana dimaksud huruf b kepada KPPN dengan dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b.
Berdasarkan SPM pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), KPPN:
menerima dan melakukan penelitian dan pengujian atas SPM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tata cara pencairan anggaran pendapatan dan belanja negara atas beban bagian anggaran bendahara umum negara pada kantor pelayanan perbendaharaan negara; dan
menerbitkan SP2D pengeluaran pembiayaan bersifat pengesahan terhadap penerimaan pembiayaan dari penggunaan saldo anggaran lebih badan layanan umum dan pengeluaran pembiayaan untuk penambahan Dana Jangka Panjang.
SPM pengeluaran pembiayaan yang telah diterbitkan SP2D sebagaimana dimaksud ayat (5) menjadi dasar bagi:
KPA BUN untuk mencatat realisasi pengeluaran pembiayaan dan penambahan dana jangka panjang pada laporan keuangan BUN;
KPA satuan kerja badan layanan umum LMAN untuk mencatat pengurangan kas badan layanan umum;
KPPN mitra kerja satuan kerja badan layanan umum LMAN untuk mencatat pengurangan Kas badan layanan umum; dan
Direktorat Pengelolaan Kas Negara selaku kuasa BUN pusat untuk mencatat realisasi penerimaan pembiayaan dari penggunaan saldo anggaran lebih badan layanan umum.
Mekanisme pembentukan Dana Jangka Panjang yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengikuti pengaturan dalam Undang-Undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dukungan Pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bagi Pengelolaan Sampah di Daerah
Relevan terhadap
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan yang selanjutnya disingkat dengan PSEL adalah mesin/peralatan yang dapat mengolah sampah menjadi energi listrik dan mengurangi volume sampah dan waktu pengolahan secara signifikan melalui teknologi yang ramah lingkungan dan teruji.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus, dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat berupa badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta yang berbadan hukum Indonesia.
Belanja Pemerintah Pusat adalah belanja yang dialokasikan dalam APBN kepada kementerian negara/lembaga.
Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yograkarta.
Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria/kategori tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.
Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.