JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12763
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 664 hasil yang relevan dengan "dukungan pembiayaan untuk usaha kreatif "
Dalam 0.018 detik
Thumbnail
Tidak Berlaku
BIDANG PERBENDAHARAAN | SUBSIDI
20/PMK.05/2016

Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat.

  • Ditetapkan: 17 Feb 2016
  • Diundangkan: 17 Feb 2016

Relevan terhadap

MenimbangTutup
a.

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, ketentuan mengenai imbal jasa penjaminan, subsidi bunga dan fasilitas lainnya untuk pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;

b.

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat;

c.

bahwa sehubungan dengan implementasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu untuk memperluas cakupan subsidi bunga sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Komite Kebijakan yang dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

d.

bahwa untuk perluasan cakupan subsidi sebagaimana dimaksud dalam huruf c, perlu dilakukan pengaturan kembali terhadap tata cara pelaksanaan subsidi bunga untuk Kredit Usaha Rakyat yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat;

e.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga untuk Kredit Usaha Rakyat;

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disingkat KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur usaha yang produktif dan layak, namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup.

2.

Subsidi Bunga KUR yang selanjutnya disebut Subsidi Bunga adalah subsidi berupa bagian bunga yang menjadi beban pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga yang diterima oleh penyalur KUR dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada penerima KUR.

3.

Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya disebut Komite Kebijakan adalah komite yang dibentuk oleh Presiden dengan Keputusan Presiden yang diberi kewenangan dalam memberikan arahan terhadap kebijakan program KUR.

4.

Penerima KUR adalah individu/perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha produktif sebagaimana ditetapkan oleh Komite Kebijakan.

5.

Penyalur KUR adalah bank atau lembaga keuangan bukan bank yang ditunjuk untuk menyalurkan KUR.

6.

Perjanjian Kerjasama Pembiayaan KUR yang selanjutnya disebut Perjanjian Kerjasama adalah perjanjian tertulis antara kuasa pengguna anggaran atas nama Menteri Keuangan mewakili pemerintah dengan Penyalur KUR.

7.

Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat K/L adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.

8.

Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.

9.

Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.

10.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

11.

Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.

12.

Bagian Anggaran yang selanjutnya disingkat BA adalah kelompok anggaran menurut nomenklatur kementerian negara/lembaga dan menurut fungsi BUN.

13.

Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

Thumbnail
Tidak Berlaku
INFRASTRUKTUR Infrastruktur | BIDANG PENGELOLAAN PEMBIAYAAN RESIKO | PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH
265/PMK.08/2015

Fasilitas dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. ...

  • Ditetapkan: 31 Des 2015
  • Diundangkan: 31 Des 2015

Relevan terhadap 3 lainnya

Pasal 16Tutup
(1)

Badan Usaha Milik Negara yang diberi penugasan untuk melaksanakan Fasilitas melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3).

(2)

Badan Usaha Milik Negara yang diberi penugasan untuk melaksanakan Fasilitas dapat mengadakan Penasehat Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. No.2063, 2015 -17- (3) Dalam rangka peningkatan kapasitas PJPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Badan Usaha Milik Negara yang diberi penugasan untuk melaksanakan Fasilitas dapat membantu Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur dalam melaksanakan identifikasi dan/atau pelatihan.

(4)

Sejak diterbitkannya Surat Keputusan Penugasan, setiap Badan Usaha Milik Negara yang diberi penugasan untuk melaksanakan Fasilitas wajib:

a.

menyampaikan laporan secara berkala kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur dan/atau PJPK atas pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3);

b.

menyampaikan Hasil Keluaran sementara, apabila diminta oleh Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur dan/atau PJPK;

c.

menyampaikan Hasil Keluaran final kepada PJPK sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 12, dengan tembusan dan satu salinan ditujukan kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur.

(5)

Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas, termasuk Penasehat Transaksi, harus melakukan tindakan-tindakan yang mendukung keberhasilan pelaksanaan Fasilitas.

(6)

Dalam rangka mendukung keberhasilan pelaksanaan Fasilitas, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur dapat memberikan masukan dan arahan kepada setiap Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas sepanjang berlangsungnya pelaksanaan Fasilitas.

Pasal 10Tutup
(1)

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur melakukan identifikasi/verifikasi atas kesiapan PJPK untuk menerima Fasilitas dan kemampuannya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka pelaksanaan Proyek KPBU berdasarkan Hasil Keluaran.

(2)

Apabila berdasarkan identifikasi/verifikasi diperoleh kesimpulan bahwa PJPK belum memiliki kapasitas yang memadai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur dapat mengadakan pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas PJPK.

(3)

Pelaksanaan identifikasi/verifikasi dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibiayai dari Dana Penyiapan Proyek.

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disingkat KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak.

2.

Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur.

3.

Penanggung Jawab Proyek Kerjasama yang selanjutnya disingkat PJPK adalah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, atau Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4.

Proyek KPBU adalah proyek yang disiapkan dan dilaksanakan transaksinya oleh PJPK dalam rangka KPBU.

5.

Proyek KPBU Prioritas adalah Proyek KPBU yang memenuhi kriteria sebagai proyek yang pelaksanaannya diprioritaskan oleh Pemerintah.

6.

Hasil Keluaran adalah segala kajian dan/atau dokumen dan/atau bentuk-bentuk lainnya yang disepakati dan disiapkan sesuai dengan kebutuhan PJPK untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka pelaksanaan Proyek KPBU.

7.

Fasilitas yang Diberikan pada Tahap Penyiapan Proyek dan/atau Pelaksanaan Transaksi yang selanjutnya disebut Fasilitas, adalah fasilitas fiskal yang disediakan oleh Menteri Keuangan kepada PJPK yang dibiayai dari sumber-sumber sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

8.

Dana Penyiapan Proyek ( Project Development Fund ) adalah dana yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan Fasilitas.

9.

Prastudi Kelayakan adalah kajian yang dilakukan untuk menilai kelayakan KPBU dengan mempertimbangkan paling kurang aspek hukum, teknis, ekonomi, keuangan, pengelolaan risiko, lingkungan, dan sosial.

10.

Tahap Perencanaan Proyek KPBU adalah tahap sebelum dilakukannya tahap penyiapan proyek KPBU oleh PJPK, yang menghasilkan studi pendahuluan. No.2063, 2015 -5- 11. Tahap Penyiapan Proyek KBPU adalah tahap sesudah diselesaikannya Tahap Perencanaan Proyek KPBU oleh PJPK, yang menghasilkan Prastudi Kelayakan.

12.

Tahap Pelaksanaan Transaksi KPBU adalah tahap sesudah diselesaikannya Tahap Penyiapan Proyek KPBU oleh PJPK, untuk melaksanakan pengadaan Badan Usaha dan penandatanganan Perjanjian KPBU.

13.

Kajian Awal Prastudi Kelayakan adalah kajian yang terdiri atas kajian hukum dan kelembagaan, kajian teknis, kajian ekonomi dan komersial, kajian lingkungan dan sosial, kajian mengenai bentuk kerjasama, kajian risiko, kajian kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Penjaminan Infrastruktur, dan/atau kajian mengenai hal-hal yang perlu ditindaklanjuti, termasuk penyiapan rancangan perjanjian KPBU.

14.

Kajian Akhir Prastudi Kelayakan adalah kajian yang memuat penyesuaian data dengan kondisi setelah dilakukannya Kajian Awal Prastudi Kelayakan dan pemutakhiran atas kelayakan dan kesiapan KPBU.

15.

Dukungan Kelayakan adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap Proyek KPBU oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara.

16.

Penjaminan Infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban finansial PJPK yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian penjaminan.

17.

Pembayaran Ketersediaan Layanan ( Availability Payment ) adalah pembayaran secara berkala oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya Layanan Infrastruktur yang sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU.

18.

Badan Usaha Pelaksana KPBU yang selanjutnya disebut Badan Usaha Pelaksana, adalah Perseroan Terbatas yang didirikan oleh Badan Usaha pemenang lelang atau ditunjuk langsung.

19.

Perjanjian KPBU adalah perjanjian antara PJPK dan Badan Usaha Pelaksana dalam rangka Penyediaan Infrastruktur.

20.

Kesepakatan Induk Dalam Rangka Penyediaan dan Pelaksanaan Fasilitas yang selanjutnya disebut Kesepakatan Induk adalah kesepakatan yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko selaku penyedia Fasilitas dan PJPK selaku penerima Fasilitas, yang berisi prinsip dan ketentuan dasar mengenai penyediaan dan pelaksanaan Fasilitas yang wajib ditaati oleh PJPK sebagai konsekuensi dari diterimanya Permohonan Fasilitas.

21.

Perjanjian Dalam Rangka Penugasan Khusus yang selanjutnya disebut Perjanjian Penugasan adalah perjanjian yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan Direktur Utama dari Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas, yang mengatur secara rinci mengenai hak dan kewajiban keuangan dari Badan Usaha Milik Negara sehubungan dengan pelaksanaan penugasan.

22.

Perjanjian Pelaksanaan Fasilitas adalah perjanjian yang mengacu kepada Kesepakatan Induk, yang ditandatangani oleh Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur atau Direktur Utama dari Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas dan wakil yang sah dari PJPK.

23.

Penasehat Transaksi adalah pihak-pihak yang terdiri atas penasehat/konsultan teknis, penasehat/konsultan keuangan, penasehat/konsultan hukum dan/atau regulasi, penasehat/konsultan lingkungan dan/atau penasehat/konsultan lainnya, baik berupa perorangan dan/atau badan usaha dan/atau lembaga yang bertugas untuk membantu pelaksanaan Fasilitas. No.2063, 2015 -7- 24. Surat Keputusan Penugasan adalah surat yang berisi penetapan mengenai penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara tertentu untuk melaksanakan Fasilitas.

25.

Permohonan Fasilitas adalah surat yang berisi permohonan mengenai penyediaan Fasilitas yang diajukan oleh PJPK kepada Menteri Keuangan.

Thumbnail
PERUBAHAN | APBN
UU 8 TAHUN 2017

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017. ...

  • Ditetapkan: 21 Agu 2017
  • Diundangkan: 22 Agu 2017

Relevan terhadap

Pasal IiTutup

Cukup ^jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA I.AMPIRAN I UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESI,A NOMOR 8 TAHUN 2OL7 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2OL6 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2017 RINCIAN PEMBIAYAAN ANGGARAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2OI7 I 1.1 t.2 t.2.t r.2.t.t t.2.t.2 t.2.2 t.2.2.L t.2.2.1.1 t.2.2.1.2 r.2.2.1.2.1 r.2.2.t.2.1.1 ALOITASI PEIIBIAYAAIV ANGGARAN Pembiayaan Utang Surat Berharga Negara (Neto) Pinjaman (Neto) Pinjaman Dalam Negeri (Neto) Penarikan Pinjaman Dalam Negeri (Bruto) Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Dalam Negeri Pinjaman Luar Negeri (Neto) Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) Pinjaman Tunai Pinjaman Kegiatan Pinjaman Kegiatan Pemerintah Fusat Pinjaman Kegiatan Kementerian Negara/L,embaga Semula (Ribuan Rupiah) 930.L67.788.571 384.690.492.775 399.992.s86.000 -15.302.093.225 1.486.800.000 2.500.000.000 -1.013.200.000 -16.788.893.225 48.293.t74.O75 13.300.000.000 34.993.t74.O75 24.92t.745.787 23.905.48 r.787 MenJadl (Ribuan Rupiah) 997.235.750.105 46t.343.622.876 467.3t4.304.000 -5.970.681.125 r.733.027.719 2.500.000.000 -766.972.281 -7.703.708.844 s7.soo.276.256 20.100.000.000 37.400.276.256 29.684.L7A.989 27.208.54A.900 t.2.2.t.2.t.2 1..2.2.r.2.r.2 t.2.2.1.2.2 t.2.2.2 2 2.1 2.t.r 2.1.2 2.r.3 2.t.4 2.1.5 2.2 2.2.r 2.2.2 2.3 2.3.1 2.3.1. I 2.3.r.2 2.3.r.3 2.3.t.4 2.3.2 2.3.3 2.3.4 Pinjaman Kegiatan Diterushibahkan Pinjaman Kegiatan kepada BUMN/ Pemda Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Luar Negeri Pembiayaan Investasi Investasi Kepada BUMN PMN kepada PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) PMN kepada PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) PMN kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) PMN kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) PMN kepada PT Djakarta Lloyd (Persero) Investasi Kepada Lembaga/ Badan Lainnya PMN kepada l.embaga Pembiayaan Ekspor Indonesia PMN kepada BPJS Kesehatan untuk Program DJS Kesehatan Investasi Kepada BLU Dana Bergulir Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) kmbaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM Pusat Investasi Pemerintah Dana Pengembangan Pendidikan Nasional Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Pusat Investasi Pemerintah 1.016.264.000 to.o7r.428.288 -65.082.067.300 -47.4AA.928.936 -4.000.000.000 - 1.000.000.000 - l'OOO.O00.000 -2.000.000.000 0 0 -6.800.000.000 -3.200.000.000 -3.600.000.000 -34.700.000.000 -10.700.000.000 -9.700.000.000 -500.000.000 -500.000.000 0 -2.500.ooo.ooo -20.ooo.ooo.ooo - 1.500.000.000 PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -2- 2.475.630.O89 7.716.O97.267 -6s.203.985.100 -59.733.761.381 -6.379.318,092 - 1,000.000.000 - 1.000.000.000 -2.000.000.000 -2.000.000.000 -379.318.092 -3.200.000.000 -3.200.000.000 -48.150.560.000 -5.600.000.000 -3.100.000.000 -500.000.000 -500.000.000 -1.500.000.000 - 10.500.ooo.ooo -32.050.560.O00 2.4 2.4 2.4.1 2.4.2 2.4.3 2.4.4 2,4.5 3 3.1 3.1.1 3.1.1.1 3.1.t.2 4 5 5.1 Investasi kepada Organisasi/ [e mbaga Keuangan Internasional/Badan Usaha Internasional Islamic Development Bank (lDB) The Islamic Corporation for the Development of Private Sector (lCD) Internationai Fund for Agricultural Development (IFAD) International Development Association (IDA) Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) Penbcrlan Pinjanatr Pinjaman kepada BUMN/Pemdal l.embaga / Badan Lainnya Pinjaman kepada BUMN/Pemda (Neto) Pinjaman kepada BUMN/Pemda (Bruto) Penerimaan cicilan pengembalian pinjaman kepada BUMN/Pemda Kerqilbar Penjamlaan Peobiayaan Lalnnya Hasil Pengelolaan Aset -1.988.928.936 -75.923.436 -41.030.500 -39.900.000 -44.289.OOO -t.787.786.OOO -6.409.651.26a -6.409.651.268 -6.409.65t.268 -LO.O7 1.428.288 3.66t.777.O20 -924.L24.OOO 300.ooo.ooo 300.000.000 -2.003.883.289 -76.494.289 -41.339.000 -40.200.000 -44.622.OOO - 1.801.228.000 -3.668.737.389 -3.668.737.3a9 -3.668.737.389 -7 .716.097 .267 4.047.359.878 -1.O05.374.OOO 300.ooo.000 300.000.000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Asisten Deputi Bidang Perekonomian, i Bidang Hukum dan undangal, Djaman LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESTA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG.UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG ANGGAMN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGAM TAHUN ANGGARAN 2017 POSTUR APBN PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2017 A. B.

c.

D. E. PEI|DAPATAI{ ITFEARA I. PENERIMAAN DAL,AM NEGERI 1. PENERIMAANPERPAJAKAN 2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK II. PENERIMAAN HIBAH BEI"AI{JA ITEICARA I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT II. TMNSFER KE DAERAH DAN DANA DESA I{ESEIUBAITGITI| PRIMER SI'RPLUs/ (DEFISITI AITGGARAX IA. AI % Defisit Atqgaran terhadap PDB PEUBIAYAAN ANGGARAIT (I + II+III+IV+V) I, PEMBIAYMN UTANG II. PEMBIAYAANINVESTASI III. PEMBERIAN PINJAMAN IV. KEWAJIBANPENJAMINAN V. PEMBIAYAAN LAIN}IYA Scmule (Ribuan Rupiah) r.750.283.380. r76 L.748.91O.7 18.574 1.498.871.646.935 250.039.071.639 | .372 .66r .602 2.O80.45L.L68.747 1.315.526.103.976 764.925.064.771 -r08.973.200.901 -330.167.7EE.571 -2,41 330.167.788.S71 344.690.492.775 -47.488.928.936 -6 .409 .65r .264 -924.r24.OOO 300.000.000 uedadi (Ribuan Rupiah) 1.736.060.149.91s t.732.952.O11.O24 1.472.709.46t.675 260.242.149.353 3.I08.138.887 2.133.295.900.O20 | .366 .956 .572 .312 7 66.339.327 .708 -t7a.o39.407.L67 -397.235.750.1O5 -, ^o,) 397.235.750.rO5 46r.343.622.875 -59.733.761.381 -3.664.737 349 - 1.005.374.000 300.000.000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Bidang Perekonomian, Hukum dan undangan, Djaman

Thumbnail
REVISI ANGGARAN | TAHUN ANGGARAN 2018
11/PMK.02/2018

Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2018

  • Ditetapkan: 02 Feb 2018
  • Diundangkan: 02 Feb 2018

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

2.

Revisi Anggaran adalah perubahan rincian anggaran yang telah ditetapkan berdasarkan APBN Tahun Anggaran 2018 dan disahkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2018.

3.

Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

4.

Lembaga adalah organisasi non Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.

5.

Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian/Lembaga.

6.

Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.

7.

Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.

8.

Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.

9.

Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN, baik di kantor pusat maupun kantor daerah, atau satuan kerja di Kementerian/Lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.

10.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/KPA.

11.

DIPA Petikan adalah DIPA per satuan kerja yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan satuan kerja.

12.

Pagu Anggaran adalah alokasi anggaran yang ditetapkan untuk mendanai belanja pemerintah pusat dan/atau pembiayaan anggaran dalam APBN Tahun Anggaran 2018.

13.

Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat RKA-K/L adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut bagian anggaran Kementerian/Lembaga.

14.

Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer ke daerah dan dana desa tahunan yang disusun oleh KPA BUN.

15.

Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian/ Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa program/kegiatan dan membebani dana APBN.

16.

Penelaahan Revisi Anggaran adalah forum antara Kementerian Keuangan dan Kementerian/Lembaga untuk memastikan kesesuaian usulan perubahan anggaran dengan pencapaian target-target yang telah ditetapkan dalam dokumen rencana kerja pemerintah, rencana kerja Kementerian/Lembaga, dan RKA-K/L DIPA beserta alokasi anggarannya.

17.

Kesesuaian adalah keterkaitan atau relevansi antara objek dengan instrumen yang digunakan.

18.

Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disingkat DHP RKA-K/L adalah alokasi anggaran yang ditetapkan menurut unit organisasi dan program yang dirinci ke dalam Satker-Satker berdasarkan hasil penelaahan RKA-K/L.

19.

Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DHP RDP BUN adalah dokumen hasil penelaahan RDP BUN yang memuat alokasi anggaran menurut program dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran.

20.

Rumusan Kinerja adalah rumusan yang ditetapkan sebagai acuan dalam pelaksanaan program dan kegiatan termasuk sasaran kinerja yang akan dicapai serta indikator sebagai alat ukur pencapaian kinerja meliputi rumusan program, hasil ( outcome) , kegiatan, keluaran ( output ), indikator kinerja utama, dan indikator kinerja kegiatan.

21.

Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon I atau unit Kementerian/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil ( outcome) dengan indikator kinerja yang terukur.

22.

Prioritas Pembangunan adalah serangkaian kebijakan yang dilaksanakan melalui prioritas nasional, program prioritas, kegiatan prioritas, dan proyek prioritas.

23.

Prioritas Nasional adalah program/kegiatan/proyek untuk pencapaian Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan kebijakan Presiden lainnya.

24.

Program Prioritas adalah Program yang bersifat signifikan dan strategis untuk mencapai Prioritas Nasional.

25.

Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi Satker atau penugasan tertentu Kementerian/Lembaga yang berisi komponen kegiatan untuk mencapai keluaran ( output) dengan indikator kinerja yang terukur.

26.

Kegiatan Prioritas adalah Kegiatan yang bersifat signifikan dan strategis untuk mencapai Program Prioritas.

27.

Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan adalah Program/Kegiatan/keluaran ( output ) yang ditetapkan oleh Pemerintah setelah rencana kerja pemerintah ditetapkan dan/atau ditetapkan pada Tahun Anggaran 2018.

28.

Proyek Prioritas adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis dan jangka waktu tertentu untuk mendukung pencapaian Prioritas Pembangunan.

29.

Proyek Prioritas Nasional adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha untuk pencapaian Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan kebijakan Presiden lainnya.

30.

Belanja Operasional adalah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sebuah Satker dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-K/L . 31. Pemberian Pinjaman adalah pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga, dan/atau badan lainnya yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.

32.

Perubahan Anggaran Belanja yang Bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah perubahan pagu Penerimaan Negara Bukan Pajak dari target yang direncanakan dalam APBN.

33.

Lanjutan Pinjaman/Hibah Luar Negeri atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri adalah penggunaan kembali sisa alokasi anggaran yang bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri atau pinjaman/hibah dalam negeri yang tidak terserap, termasuk lanjutan dalam rangka pelaksanaan Kegiatan pemberian hibah dan Pemberian Pinjaman.

34.

Percepatan Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri atau Pinjaman/Hibah Dalam Negeri adalah tambahan alokasi anggaran yang berasal dari sisa pagu pinjaman/hibah luar negeri atau pinjaman/hibah dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pendanaan Kegiatan dalam rangka percepatan penyelesaian pekerjaan dan/atau memenuhi kebutuhan anggaran yang belum tersedia pada Tahun Anggaran 2018, termasuk percepatan dalam rangka pelaksanaan Kegiatan pemberian hibah dan Pemberian Pinjaman.

35.

Ineligible Expenditure adalah pengeluaran-pengeluaran yang tidak diperkenankan dibiayai dari dana pinjaman/ hibah luar negeri karena tidak sesuai dengan naskah perjanjian pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

36.

Subsidi Energi adalah subsidi dalam bentuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis BBM Tertentu (JBT) dan bahan bakar gas cair ( Liquefied Petroleum Gas /LPG) tabung 3 (tiga) kilogram untuk konsumsi rumah tangga dan usaha mikro, dan subsidi listrik.

37.

Transfer ke Daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

38.

Dana Desa adalah dana yang dialokasikan dalam APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

39.

Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah dana APBN yang dialokasikan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal Badan Usaha Milik Negara dan/atau perseroan terbatas lainnya dan dikelola secara korporasi.

40.

Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/Lembaga adalah pejabat eselon I selaku penanggung jawab Program yang memiliki alokasi anggaran (portofolio) pada bagian anggaran Kementerian/Lembaga.

41.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/ Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga.

42.

Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah Surat Berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.

43.

Sistem Aplikasi adalah sistem informasi atau aplikasi yang dibangun oleh Kementerian Keuangan untuk mendukung proses penyusunan dan penelaahan anggaran, pengesahan DIPA, dan perubahan DIPA.

Thumbnail
PEMBIAYAAN Pembiayaan | PINJAMAN DALAM NEGERI | PENGELOLAAN PEMBIAYAAN
79/PMK.05/2016

Tata Cara Penarikan Pinjaman dalam Negeri.

  • Ditetapkan: 16 Mei 2016
  • Diundangkan: 16 Mei 2016

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

2.

Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.

3.

Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggungjawab dari PA untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.

4.

Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat PDN adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu sesuai dengan masa berlakunya.

5.

Pemberi Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Pemberi PDN adalah badan usaha milik negara, pemerintah daerah, dan perusahaan daerah yang memberi pinjaman kepada Pemerintah.

6.

Naskah Perjanjian Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Naskah Perjanjian PDN adalah naskah perjanjian atau dokumen lain yang dipersamakan yang memuat kesepakatan mengenai PDN antara Pemerintah dengan Pemberi PDN.

7.

Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.

8.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan PA dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.

9.

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh Kuasa BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa BUN dan merupakan Kuasa BUN yang melaksanakan tugas pembayaran sebagaimana tercantum dalam DIPA.

10.

Kementerian Teknis (Executing Agency) yang selanjutnya disingkat EA adalah kementerian negara/lembaga selaku unit teknis yang menjadi koordinator atas pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari PDN dan bertanggung jawab sesuai tugas dan fungsinya.

11.

Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat BI adalah badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009.

12.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.

13.

Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disingkat DJPB adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pelaksanaan anggaran, pengelolaan kas dan investasi, pembinaan pengelolaan keuangan badan layanan umum, dan akuntansi pelaporan keuangan.

14.

Rekening Khusus yang selanjutnya disebut Reksus adalah rekening Pemerintah yang dibuka Menteri Keuangan pada BI atau Bank yang ditunjuk untuk menampung dan menyalurkan dana PDN dan dapat dipulihkan saldonya ( revolving ) setelah dipertanggungjawabkan kepada Pemberi PDN.

15.

Surat Perintah Membayar Rekening Khusus yang selanjutnya disebut SPM-Reksus adalah dokumen yang diterbitkan oleh PA/KPA atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan yang berasal dari PDN dengan cara penarikan Reksus.

16.

Surat Perintah Pencairan Dana Rekening Khusus yang selanjutnya disebut SP2D-Reksus adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM-Reksus.

17.

Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998.

18.

Letter of Credit yang selanjutnya disebut L/C adalah janji tertulis dari bank penerbit L/C ( issuing bank ) yang bertindak atas permintaan pemohon ( applicant ) atau atas namanya sendiri untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga atau eksportir atau kuasa eksportir (pihak yang ditunjuk oleh beneficiary / supplier ) sepanjang memenuhi persyaratan L/C.

19.

No Objection Letter atau dokumen yang dipersamakan yang selanjutnya disingkat NOL adalah surat persetujuan dari Pemberi PDN atas suatu kontrak pengadaan barang dan jasa dengan atau tanpa batasan nilai tertentu berdasarkan jenis pekerjaan yang ditetapkan.

20.

Closing Date adalah batas akhir waktu untuk pencairan dan/atau penarikan dana PDN melalui penerbitan surat perintah pencairan dana dan/atau surat pengantar-surat penarikan dana oleh KPPN.

21.

Closing Account adalah batas akhir waktu untuk penarikan dana PDN yang dapat dimintakan kembali penggantiannya kepada Pemberi PDN atas pengeluaran yang telah dilakukan oleh Pemerintah.

22.

Dana Awal Reksus yang selanjutnya disebut Initial Deposit adalah dana awal yang ditempatkan pada Reksus oleh Pemberi PDN atas permintaan BUN atau Kuasa BUN untuk kebutuhan pembiayaan selama periode tertentu atau sejumlah yang ditentukan dalam Naskah Perjanjian PDN.

23.

Advis Debit Kredit adalah warkat pembukuan yang diterbitkan oleh BI atau Bank sehubungan dengan realisasi atas penarikan PDN yang digunakan sebagai dokumen atas pendebitan dan pengkreditan rekening Pemerintah pada BI atau Bank dan dapat digunakan sebagai dokumen pembanding atas realisasi penerimaan/pendapatan dan belanja APBN.

24.

Nota Disposisi yang selanjutnya disebut Nodis adalah surat yang diterbitkan oleh BI atau Bank yang antara lain memuat informasi realisasi L/C dan berfungsi sebagai pengantar dokumen kepada importir.

25.

Bukti Transfer adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pemberi PDN yang menunjukkan bahwa Pemberi PDN telah melakukan pencairan PDN yang antara lain memuat informasi PDN, nama proyek, jumlah uang yang telah ditarik ( disbursed ), cara penarikan, dan tanggal transaksi penarikan yang digunakan sebagai dokumen sumber pencatatan penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan hibah atau dokumen/pemberitahuan/ konfirmasi yang disampaikan oleh Pemberi PDN terkait refund yang dilakukan oleh Pemerintah yang digunakan sebagai koreksi atas penerimaan pembiayaan.

26.

Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan yang selanjutnya disingkat SP3 adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN, yang fungsinya dipersamakan sebagai surat perintah membayar/surat perintah pencairan dana kepada BI dan satuan kerja untuk dibukukan/disahkan sebagai penerimaan dan pengeluaran dalam APBN atas realisasi penarikan PDN melalui tata cara pembayaran langsung, L/C, dan/atau pembiayaan pendahuluan yang dibiayai terlebih dahulu oleh Pemerintah Daerah/Badan Usaha Milik Negara.

Thumbnail
PENERUSAN PINJAMAN | PEMERINTAH DAERAH
108/PMK.05/2016

Tata Cara Penerusan Pinjaman dalam Negeri dan Penerusan Pinjaman Luar Negeri Kepada Badan Usaha Milik Negara dan Pemerintah Daerah. ...

  • Ditetapkan: 01 Jul 2016
  • Diundangkan: 01 Jul 2016

Relevan terhadap

Pasal 12Tutup
(1)

Pemda yang mengajukan usulan pembiayaan PPDN harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.

dalam hal Pemda tidak memiliki pinjaman, maka jumlah PPDN yang dapat ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

b.

dalam hal Pemda masih memiliki pinjaman, jumlah sisa pinjaman ditambah jumlah PPDN yang dapat ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

c.

memiliki rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman paling sedikit 2,5 (dua koma lima);

d.

tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah; dan

e.

memiliki laporan keuangan yang telah diaudit dan dinyatakan paling rendah wajar dengan pengecualian untuk 1 (satu) tahun, dan wajar tanpa pengecualian untuk 2 (dua) tahun terakhir.

(2)

Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemda yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi PDN sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan.

(3)

Usulan pembiayaan PPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(4)

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terpenuhi, Pemda yang bersangkutan harus menyampaikan dokumen pendukung sebagai berikut:

a.

persetujuan tertulis DPRD melalui sidang paripurna sebagai bentuk komitmen/dukungan atas pengembalian PPDN;

b.

pertimbangan tertulis Menteri Dalam Negeri;

c.

studi kelayakan kegiatan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

d.

perhitungan APBD dan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan PPDN sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

e.

laporan keuangan selama 3 (tiga) tahun terakhir untuk PPDN;

f.

surat pernyataan kesediaan dilakukan pemotongan DAU dan/atau DBH dalam rangka pembayaran tunggakan PPDN, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

g.

surat kuasa pemotongan DAU dan/atau DBH dari Gubernur/Walikota/Bupati kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

h.

APBD tahun berkenaan;

i.

rencana penarikan PPDN sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan

j.

persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi PDN sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 25Tutup
(1)

Pemda yang mengajukan usulan pembiayaan PPLN harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.

dalam hal Pemda tidak memiliki pinjaman, maka jumlah PPLN yang dapat ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

b.

dalam hal Pemda masih memiliki pinjaman, jumlah sisa pinjaman ditambah jumlah PPLN yang dapat ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

c.

memiliki rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman paling sedikit 2,5 (dua koma lima);

d.

tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah;

e.

memiliki laporan keuangan yang telah diaudit dan dinyatakan paling rendah wajar dengan pengecualian untuk 1 (satu) tahun dan wajar tanpa pengecualian untuk 2 (dua) tahun terakhir; dan

f.

memiliki laporan keuangan yang telah diaudit dan dinyatakan paling rendah wajar dengan pengecualian untuk 3 (tiga) tahun terakhir, dalam hal kegiatan berupa penyediaan infrastruktur prioritas.

(2)

Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemda yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi PLN sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan.

(3)

Usulan pembiayaan PPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(4)

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) terpenuhi, Pemda yang bersangkutan harus menyampaikan dokumen pendukung sebagai berikut:

a.

persetujuan tertulis DPRD melalui sidang paripurna sebagai bentuk komitmen/dukungan atas pengembalian PPLN;

b.

pertimbangan tertulis Menteri Dalam Negeri;

c.

studi kelayakan kegiatan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

d.

perhitungan APBD dan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan PPLN sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

e.

laporan keuangan selama 3 (tiga) tahun terakhir untuk PPLN;

f.

surat pernyataan kesediaan dilakukan pemotongan DAU dan/atau DBH dalam rangka pembayaran tunggakan PPLN sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

g.

surat kuasa pemotongan DAU dan/atau DBH dari Gubernur/Walikota/Bupati kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

h.

APBD tahun berkenaan;

i.

rencana penarikan PPLN sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan

j.

persyaratan lain yang ditetapkan oleh calon pemberi PLN, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat PDN adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi PDN yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu sesuai dengan masa berlakunya.

2.

Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PLN adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh pemerintah dari pemberi PLN yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.

3.

Penerusan Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat PPDN adalah PDN yang diteruspinjamkan kepada penerima PPDN yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.

4.

Penerusan Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PPLN adalah PLN yang diteruspinjamkan kepada penerima PPLN yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.

5.

Perjanjian Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Perjanjian PDN adalah kesepakatan tertulis mengenai pinjaman antara Pemerintah dan pemberi PDN.

6.

Perjanjian Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disebut Perjanjian PLN adalah kesepakatan tertulis mengenai pinjaman antara Pemerintah dan pemberi PLN.

7.

Perjanjian Penerusan Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat Perjanjian PPDN adalah kesepakatan tertulis mengenai penerusan pinjaman antara Pemerintah dan penerima PPDN.

8.

Perjanjian Penerusan Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disingkat Perjanjian PPLN adalah kesepakatan tertulis mengenai penerusan pinjaman antara Pemerintah dan penerima PPLN.

9.

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut Menteri Perencanaan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.

10.

Daftar Kegiatan Prioritas adalah daftar rencana kegiatan pembangunan prioritas yang layak dibiayai dari PDN dan telah memenuhi kriteria kesiapan pelaksanaan dari Menteri Perencanaan.

11.

Daftar Kegiatan adalah daftar rencana kegiatan yang telah tercantum di dalam daftar rencana prioritas PLN dan siap untuk diusulkan kepada calon pemberi PLN dan/atau dirundingkan dengan calon pemberi PLN.

12.

Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

13.

Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pemda adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

14.

Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

15.

Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah.

16.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

17.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemda yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemda dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

18.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

19.

Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

20.

Menteri Dalam Negeri adalah menteri yang membidangi urusan dalam negeri.

21.

Menteri Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut Menteri BUMN adalah menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.

22.

Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

23.

Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Thumbnail
BIDANG KEKAYAAN NEGARA | LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA
260/PMK.06/2015

Tata Cara Penetapan Penggunaan Surplus dan Kapitalisasi Modal Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.

  • Ditetapkan: 31 Des 2015
  • Diundangkan: 31 Des 2015

Relevan terhadap

Pasal 1Tutup

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI adalah lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.

2.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

3.

Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

4.

Dewan Direktur adalah Dewan Direktur LPEI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.

5.

Direktur Eksekutif adalah Direktur Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.

6.

Surplus adalah laba dari hasil kegiatan usaha LPEI dalam 1 (satu) tahun buku.

7.

Cadangan Umum adalah dana yang berasal dari penyisihan sebagian Surplus yang digunakan untuk menutup kerugian yang timbul dari pelaksanaan kegiatan usahanya.

8.

Cadangan Tujuan adalah dana yang berasal dari penyisihan sebagian Surplus yang dapat digunakan, antara lain untuk biaya penggantian dan/atau pembaruan aktiva tetap, pengadaan perlengkapan yang diperlukan, dan pengembangan organisasi dan sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas LPEI.

9.

Jasa Produksi adalah bagian dari Surplus yang diberikan sebagai penghargaan kepada pegawai LPEI berdasarkan kinerjanya.

10.

Tantiem adalah bagian dari Surplus yang diberikan sebagai penghargaan kepada anggota Dewan Direktur berdasarkan kinerjanya.

11.

Bagian Laba Pemerintah adalah bagian dari Surplus yang disetorkan ke kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.

12.

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.

13.

Bukti Setoran PNBP adalah suatu bukti penyetoran atas PNBP kepada kas Negara berupa Surat Setoran Bukan Pajak.

14.

Indikator Kinerja Utama adalah ukuran keberhasilan pencapaian kinerja.

15.

Kapitalisasi Modal adalah tambahan kontribusi modal Pemerintah pada LPEI yang berasal dari selisih lebih antara akumulasi Cadangan Umum dan Cadangan Tujuan LPEI dengan 25% (dua puluh lima persen) modal awal LPEI.

Thumbnail
Tidak Berlaku
INFRASTRUKTUR Infrastruktur | PROYEK STRATEGIS NASIONAL | INFRASTRUKTUR
60/PMK.08/2017

Tata Cara Pemberian Jaminan Pemerintah Pusat untuk Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. ...

  • Ditetapkan: 09 Mei 2017
  • Diundangkan: 09 Mei 2017

Relevan terhadap 1 lainnya

Pasal 22Tutup
(1)

Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melaksanakan pemantauan terhadap potensi timbulnya Risiko Politik yang dijamin dan kelangsungan Proyek Strategis Nasional.

(2)

Dalam melaksanakan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dapat membentuk Komite Koordinasi yang beranggotakan perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan/atau instansi terkait.

(3)

Berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan laporan secara periodik per semester paling lambat pada akhir bulan ketiga berikutnya setelah akhir periode semester berkenaan dan/atau rekomendasi kepada Menteri untuk memberikan dukungan dan/atau melakukan tindakan sesuai dengan kewenangan Menteri dalam mencegah dan/atau mengurangi dampak Risiko Politik yang dijamin.

Pasal 15Tutup
(1)

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan melakukan verifikasi atas klaim yang diajukan oleh Badan Usaha.

(2)

Dalam rangka melakukan verifikasi atas klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Strategi Portofolio dan Pembiayaan dapat berkoordinasi dengan unit terkait.

(3)

Verifikasi atas klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan:

a.

kesesuaian antara jumlah klaim dengan jumlah tagihan yang menjadi kewajiban PJPSN berdasarkan Perjanjian Kerjasama dan/atau dokumen lainnya yang dipersamakan dengan Perjanjian Kerjasama;

b.

tidak terdapat perselisihan antara PJPSN dan Badan Usaha mengenai jumlah klaim yang menjadi kewajiban PJPSN;

c.

tujuan pembayaran yang meliputi nama dan nomor rekening; dan

d.

keabsahan Berita Acara antara PJPSN dan Badan Usaha.

(4)

Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara verifikasi klaim yang ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen.

Pasal 4Tutup

Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan infrastruktur Proyek Strategis Nasional, Menteri menerbitkan jaminan Pemerintah yang terdiri atas :

a.

Jaminan Pemerintah untuk Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.08/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha;

b.

Jaminan Pemerintah Pusat atas Pembiayaan Infrastruktur Melalui Pinjaman Langsung dari Lembaga Keuangan Internasional kepada Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.08/2015 tentang Tata Cara Pemberian dan Pelaksanaan Jaminan Pemerintah atas Pembiayaan Infrastruktur Melalui Pinjaman Langsung dari Lembaga Keuangan Internasional kepada Badan Usaha Milik Negara;

c.

Jaminan Pemerintah Untuk Percepatan Proyek Pembangunan Jalan Tol di Sumatera sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.08/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan untuk Percepatan Proyek Pembangunan Jalan Tol di Sumatera;

d.

Jaminan Obligasi Dalam Rangka Percepatan Proyek Pembangunan Jalan Tol di Sumatera sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan Obligasi Dalam Rangka Percepatan Proyek Pembangunan Jalan Tol di Sumatera;

e.

Jaminan Pinjaman untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan;

f.

Jaminan Kelayakan Usaha untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan; atau

g.

Jaminan Pemerintah Pusat sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

Thumbnail
Tidak Berlaku
KEGIATAN USAHA | PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
PP 96 TAHUN 2021

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

  • Ditetapkan: 09 Sep 2021
  • Diundangkan: 09 Sep 2021

Relevan terhadap

Pasal 20Tutup
(1)

Sebelum dilakukan lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam pasal lT ayat (3), Menteri mengumumkan secara terbuka rencana pelaksanaan lelang dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender atau paling cepat 60 (enam puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan lelang. (21 Pengumuman rencana pelaksanaan lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara dilaksanakan secara terbuka dengan ketentuan paling sedikit:

a.

dimuat dalam L (satu) m,edia cetak lokal dan/atau 1 (satu) media cetak nasional;

b.

diumumkan di kantor atau melalui laman resmi kementenan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang I{ineral dan Batubara; dan/atau

c.

diumumkan di kantor atau melalui laman resmi Pemerintah Daerah provinsi. Pasal 21 (1) Dalam pelaksanaan lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2O, Menteri rnembentuk panitla lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara. (21 Panitia lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara yang dibentuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan gasal dan paling sedikit berjumlah 7 (tujuh) orang.

(3)

Dalam Pasal'22 (1) Dalam pelaksanaan lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batrrbara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, ca.lon peserta lelang harus memenuhi persyaratan:

a.

administratif;

b.

teknis dan pengelolaan lingkungan; dan

c.

finansial. (21 Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk:

a.

Badan Usaha, paling sedikit meliputi: I nomor induk berusaha;

2.

profil Badan Usaha; dan

3.

susunan pengurus, daftar pemegang saham, dan daftar pemilik manfaat dari Badan Usaha. b. Koperasi, paling sedikit meliputi:

1.

nomor induk berusaha;

2.

profil Koperasi; dan

3.

susunan pengurus dan daftar pemilik mantaat dari Koperasi. c. perusahaan perseorangan paling sedikit meliputi: 1 nomor induk berusaha;

2.

profil perusahaan perseorangan; dan

3.

susunan pengurus dan daftar pemilik manfaat dari perusahaan perseorangan. (3) Persyaratan teknis dan pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pating sedikit meliputi:

a.

pengalaman Badan Usaha, Koperasi, atau perusahaan perseorangan di bidang Pertambangan Mineral atau Batubara, atau bagi perusahaan baru harus mendapat dukungan dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan;

b.

mempunyai personil yang berpengalaman dalam bidarrg Pertambangan dan/atau geologi paling sedikit 3 (tiga) tahun;

c.

surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengel<llaan lingkungan hidup; dan

d.

RKAB d. RKAB Tahunan selama kegiatan Eksplorasi" (4) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a.

laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik atau surat keterangan dari akurrtan publik bagi perusahaan baru;

b.

surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;

c.

menempatkan jaminan kesungguhan lelang clalam bentuk uang tunai di bank pemerintah sebesar lOo/o (sepuluh persen) dari nilai kompensasi data informasi; dan

d.

surat pernyataan kesanggupan membayar nilai penawaran lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah pengumurnan pemenang lelang.

Pasal 78Tutup

Pasal 78 (1) Dalam pelaksanaan lelang WIIJPK Mineral logam atau WIUPK Batrrbara sebagaimane dimaksud dalam Pasal 76 ayat i1), Menteri membentuk panitia lelang WIUPK Minerai logam atau WIUPK Batubara. (21 Panitia lelang WIIJPK Mineral logam atau WIUPK Batubara yang dibentuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan gasal dan paling sedikit berjumlafu ^z (tujuh) orang. (3) Dalam keairggotaan panitia lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (21, dapat mengikutsertakan Pemerintah Daerah. Pasal 79 (1) Dalam pelaksanaan lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), calon peserta lelang harus memenuhi persyaratan:

a.

adrninistratif;

b.

teknis dan pengelolaan lingkungan; dan

c.

finansial. (21 Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a.

nomor induk berusaha;

b.

prol-rl Badan Usaha; dan

c.

sllsunan pengurus, daftar pemegang saham, dan daftar pemilik manfaat dari BUMN, BUMD, atau Badan Usaha swasta. (3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan terintegrasi secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Persyaratan teknis dan pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit meliputi:

a.

pengalaman BUMN, BUMD, atau Badan Usaha swasta di bidang Pertambangan Minerai atau Batubara paling sedikit 3 (tiga) tahun, atau bagi perusahaan baru harus mendapat dukungan dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan:

b.

mempunyai personil yang berpengalaman dalam bidang Pertambangan dan/atau geologi palirrg sedikit 3 (tiga) tahun;

c.

surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengeiolaan lingkungan tridup; dan

d.

RKAB Tahunar, selama kegiatan Eksplorasi. (5) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a.

laporan keuangan 3 (tiga) tahrrn terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik atau surat keterangan dari akuntan publik bagi perusahaan baru;

b.

surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan pcraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;

c.

menempatkan ^jaminan kesungguhan lelang dalam bentuk uang tunai di bank pemerintah sebesar lOoh (sepuluh persen) dari nilai kompensasi data informasi; clan d. surat perny-ataan kesanggupan membayar nilai penawaran lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara dalam ^jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah pengumuman pemenang lelang. Pasal 80 (1) Prosedur lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara dilakukan dengan 2 (dua) tahap yang ,terdiri atas:

a.

tahap prakualifikasi; dan

Pasal 201Tutup

Peraturan Pemerintatr diundangkan. ini mulai berlaku pada tanggal Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 September 2O2l JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 September 2O2l MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2O2I NOMOR 208 PI.]NJELASAN ATAS PERATURAN PE},{h,RINTAH R.EP{'BLIK INDONESIA NOMOR 9€t Tt\HiJ$l 2021 TENTA}iG PELAKSANAsN KEGIATAN USAHA PERTAMBANC}AN MINERAL DAN BATUBARA I. UMLIM Pasal 33 ayat i,3) tJndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 'lahun i915 menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamrrya dik-uasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakrnurall ralryat. N{engingat Mineral dan Batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi rnerupakan sumber ciaya alarn yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transpara,n. berkelanjutan, dan benva'.; vasan lingkungan, serta bcrkeadilarl aqar merrrperoleh manfaat sebesar-besar kemakmuran ralgrat secara berkelanjutair. Sejalan dengan diundangkannya Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan Atas Tundang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 Pertarnbangan Mineral dar, Batubara, perlu melakukan penataan kembali perrgaturan yang trerkaitan dengan kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yallg meliputi:

1.

Pengusattaan Pertambangan diberilcan daiam trentuk Lzin Usaha Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan Khusus, dan lzin Pertambangan Ra.kyai. 2. Pengutamaan pemasokan kebutr: han Mineral dan Batubara untr-rk kepentingan dalam negen guna rnenjamin tersedianya Mineral dan Batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber energi untuk kebtrtuhan dalam negeri. 3. Pcla.ksanaan dan pengendrllian kegiatan lJsaha Pertambanga.n Mineral dan Batubara secara bu'daya guna, berhasil guna, dan berdaya saing. 4. Peningkatan penciapatan Mas1rs1215at i,rkai, daerah, dan negara, serta menciptakan iapangan kbrja untu-k sebesar-besa.r kesejahteraan rakyat.

5.

Penerbitan II 5. Penerbitan perizinan yang transparan dalarn kegiatan usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sehingga iklim usaha diharapkan dapat lebih sehat darr korrrpetitif. :

6.

Peningkatan nilar tambah dengan rnelakukan pengolahan dan pemurnian Mineral dan Batubara di dalam negeri. PASAL DE}ytI PASAL Pasal 1 Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup.jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup ielas Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Huruf a Prinsip efektivitas drtentrrkan berdasarkan paCa tujuan penyelenggara suatu rlrusan pemerintahari yang ^+.epat glrna dan berdayaguna. Huruf b , Prinsip cfisiensi ditenurkan berdasarkan tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat diperoleh dalam penyeienggaraan suatu ui'usan pemerintahan. Huruf c e Huruf c Prinsip akrrntctbiirtir-s ciirentukan berdasarkan kedekatan antara pelratlg; H1: n-gjav,,air penyelenggaraan suatu unrsan pemerintahan derrgan ii; us, besaran, dan jangkatran dampak yang riiiimbrrli.,e^n oleh penyelenggaraan suatu urusan pemerint?hriri. Huruf d Prinsip eksterna]rias ri'.l.cntukan berdasarkan luas, besaran, dan jeingkatran e-rmpak ya-ng timbul akibat penyelen gg(ara an srlat u urusan pemerint-ahar,. Pasal 7 Cukup jelas. Pasa.l 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 1O Ayat- (1) Cukrrp jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Hur,,rf'a Ctrkup jelas I{uruf b Cukup; ele,s Fluruf c Yang dimaksud ,Jeng.rn "pemilik rnanfaat" adalah orang pcrseoranqan a: au pejai: at yang diberikan kewenangan untuk : nenulrjuk atau rnemberhentikan direksi, dewan komisar-s, Dengums, pemLrina, atau pengawas pa.da k,rrporasi, merailiki kenranepuan unttrk mengendalikan kol'po.asi, br: rhak atas Can,/atau menerima manfaat dari korpori: r, buik la,ngsung maupun tidak langsung, rnen; pakan pemiiik S€benarnl,a dari da.na atau saham korprrrasi. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukrrp jelas Ayat (6) Cukup jeias. Ayat ^(71 Cr: kup jelas. Ayat (8) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Surat keteratrgan fiskal yang dipersyaratkan meliputr surat keterangan fiskal pemegang IUp yang mengalihka.n, pengurLr,s, dan pemegang saham. Huruf c Cukup jeias. Pasal I 1 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Yang dimaksuC ciengan "penqalihan kepemilikan saham" dalam ketentuan irri adnlah perubahan pemegang saham dan/atau komposisi besaran saham yang dilakukan di luar bursa sa-ham. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Crrkup jelas Ayat (a) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jeias. Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Huruf a Cukup jelas Huruf b Surat keterangan fiskal yang dipersyaratka.n meliputi surat keterar.gan liskal Badan Usaha pemegang IUP yang rnengalihkan, pengurus'r, dan pemegang satram. Huruf c Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasai 16 Cukup ^jelas Pasal t7 Cukup jelas Pasal 18 Yang diinaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan" adalah ketentr-ran peraturan perundang-undangan di bidang ketenaganukliran. Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 2 1 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Cukurp jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dirnaksud dengan "r'nendapat dukungan,, antara lain dalam bentuk kerja sama atau dukungan teknis/operasional dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertarnbangan. Huruf b Cukrrp ^jelas. Huruf c Cukup.lelas. Huruf o Cukup jclas. Ayat (a) Huruf a Yang dimaksud denga,n "surat keterangan dari aku.ntan publik" adalah strrat yang menjelaskan kondisi keuangan perusahaan baru. tluruf b Surat keterangan fiskal yang clipersyaratkan meliputi surat keterangan fiskai pengurLrs dan pemegang saham. Huruf c Cukup 1elas. Huruf C Cukup.1elas. Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jetas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup.lelas. Pasal 2-l Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup ielas. Pasal 3t Cukup ^jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Fluruf b Cukup ielas Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cr.rkup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup 3elas. Pasal 38 Cukup jeias. Pasal 39 Huruf a Yang dimaksr: d rlengan "persetujuan lingkungan" adalah keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pern5rataan kesanggupan pengelolaan iingkungan hiCup. Huruf b Cukup jelas. Pasal 4O Huruf a Crrkup jelas. Huruf b Surat keterangan fiskal yang dipersyaratkan meliputi surat keterangan liskal pemegang lLJP pengurlrs dan pemegang saham pemegang IUP. Huruf c Cukup jelas Pasal 4 1 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas.

Thumbnail
LINGKUNGAN HIDUP | PEMBANGUNAN
PP 40 TAHUN 2012

Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara.

  • Ditetapkan: 05 Mar 2012
  • Diundangkan: 05 Mar 2012

Relevan terhadap

Pasal 21Tutup
(1)

Bukti kemampuan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf f, merupakan tanda bukti modal disetor atau pernyataan kesanggupan untuk pembiayaan pembangunan Bandar Udara.

(2)

Tanda bukti modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Bandar Udara yang diprakarsai oleh badan hukum Indonesia ditetapkan paling sedikit sebesar 5 (lima) persen dari total perkiraan biaya pembangunan.

(3)

Pernyataan kesanggupan untuk pembiayaan pembangunan Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk:

a.

Bandar Udara yang pembangunannya diprakarsai oleh Pemerintah Daerah, dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan

b.

Bandar Udara yang pembangunannya diprakarsai oleh badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah.

  • 1
  • ...
  • 29
  • 30
  • 31
  • ...
  • 67