JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12824
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 655 hasil yang relevan dengan "peraturan pajak bagi pelaku usaha mikro "
Dalam 0.02 detik
Thumbnail
HUKUM KEUANGAN NEGARA | PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
11 P/HUM/2021

Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 7 ayat (4) dan ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2014 tentang Saat Penghitungan ...

    Relevan terhadap

    Halaman 30Tutup

    ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 30 dari 52 halaman. Putusan Nomor 11 P/HUM/2021 dilakukan pengkreditan Pajak Masukan yaitu barang modal bagi PKP yang belum berproduksi; Ayat (1) Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang _modal dapat dikreditkan; _ Ayat (2) Barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, termasuk pengeluaran berkaitan dengan perolehan barang modal yang _dikapitalisasi ke dalam harga perolehan barang modal tersebut; _ Ayat (3) Ketentuan mengenai pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku _untuk seluruh kegiatan usaha; _ Dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 01/2012 hanya mengatur bagi PKP yang belum berproduksi dan belum melakukan penyerahan yang terutang PPN, Pajak Masukan atas perolehan/impor yang hanya berupa barang modal saja yang dapat dikreditkan; 42. Namun kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2014 sebagai pengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2010 yang mulai berlaku 10 Februari 2014, didalamnya pada Pasal 7 ayat (4) dan (6) mengatur perihal tidak dapat melakukan kompensasi ke masa pajak berikutnya atau tidak dapat melakukan permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak Masukan yang masih tersisa setelah PKP mengalami gagal berproduksi (setelah 3 tahun sejak melakukan pengkreditan Pajak Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30

    Halaman 4Tutup

    ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 4 dari 52 halaman. Putusan Nomor 11 P/HUM/2021 dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Penerapan pasal HAM dalam uji materiil ini karena yang membentuk badan hukum adalah orang dimana legal standing Pemohon sebagai badan hukum. Selain itu hak uji materiil yang diajukan oleh badan hukum telah diperkuat dalam Pasal 31A ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung; 5. Bahwa pada tanggal 10 Februari 2014, Termohon telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31 Tahun 2014 tentang Saat Penghitungan dan Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Masukan yang Telah Dikreditkan dan Telah Diberikan Pengembalian Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Mengalami Keadaan Gagal Berproduksi dimana dimuatkan pada Pasal 7 ayat (4) dan (6) mengenai pengaturan batasan jangka waktu diperbolehkannya melakukan pengkreditan Pajak Masukan baik melalui kompensasi ke masa pajak berikutnya ataupun permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak Masukan yang masih tersisa setelah PKP mengalami gagal berproduksi (masih belum menyerahkan BKP/JKP dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak pengkreditan Pajak Masukan pertama kali dilakukan) ditambah jangka waktu 2 (dua) tahun sejak dinyatakan gagal berproduksi, masih belum melakukan penyerahan BKP/JKP; 6. Bahwa Pemohon terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam (selanjutnya KPP PMA Enam) namun kemudian pemodal asing yaitu Mohan Nathurmal Mirpuri merubah kewarganegaran menjadi Warga Negara Indonesia sebagai pemegang Nomor Induk Kependudukan (NIK) 09.5402.060439.0115 sangat berkomitmen mengembangkan usaha untuk terus berinvestasi di Indonesia melalui usaha developer pembangunan gedung perkantoran Sainath Tower, pengelolaan gedung, untuk kemudian ruangan kantor tersebut akan disewakan. Sedangkan grup usaha lain dari Pemohon sudah berkomitmen di bidang usaha Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

    Halaman 33Tutup

    ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 33 dari 52 halaman. Putusan Nomor 11 P/HUM/2021 Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajiban pembayaran kembali sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6f), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atas jumlah pajak yang seharusnya dibayar kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (6e) huruf a oleh Pengusaha Kena Pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara _Perpajakan dan perubahannya; _ 46. Bahwa dalam Pasal 112 Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11/2020 tentang perubahan Pasal 9 Undang-Undang PPN Nomor 42/2009 sangat jelas tertulis dan telah diatur, terutama penekanan pada:  Ayat (6a) bahwa PKP yang mengalami gagal berproduksi yakni 3 tahun sejak pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan masih belum melakukan penyerahan BKP/JKP, maka Pajak Masukan yang telah dikreditkan dalam jangka waktu tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan;  Ayat (6e) sebagai penjelasan lanjutan dari ayat (6a) mengenai perihal Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan itu apa saja: baik bagi PKP yang sudah mendapatkan pengembalian maupun yang belum, dimana bagi yang belum pernah mengajukan permohonan pengembalian langsung ditetapkan tidak dapat melakukan kompensasi, jadi disini batasan waktu sekaligus mencakup telah diatur, paling mengenai perpanjangan jangka waktu pada sektor usaha tertentu sebagaimana ayat (6c) akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan;  Selain itu hal-hal lain yang akan didelegasikan kepada Peraturan Menteri Keuangan juga sangat jelas, semua dituliskan dalam Pasal 9 ayat (13); 47. Sangat berbeda halnya dengan Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang PPN Nomor 42/2009 yang sama sekali tidak dinyatakan secara Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33

    Thumbnail
    HUKUM KEUANGAN NEGARA | PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
    11 P/HUM/2021

    Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 7 ayat (4) dan ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2014 ...

      Relevan terhadap

      Halaman 30Tutup

      ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 30 dari 52 halaman. Putusan Nomor 11 P/HUM/2021 dilakukan pengkreditan Pajak Masukan yaitu barang modal bagi PKP yang belum berproduksi; Ayat (1) Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang _modal dapat dikreditkan; _ Ayat (2) Barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, termasuk pengeluaran berkaitan dengan perolehan barang modal yang _dikapitalisasi ke dalam harga perolehan barang modal tersebut; _ Ayat (3) Ketentuan mengenai pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku _untuk seluruh kegiatan usaha; _ Dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 01/2012 hanya mengatur bagi PKP yang belum berproduksi dan belum melakukan penyerahan yang terutang PPN, Pajak Masukan atas perolehan/impor yang hanya berupa barang modal saja yang dapat dikreditkan; 42. Namun kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2014 sebagai pengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2010 yang mulai berlaku 10 Februari 2014, didalamnya pada Pasal 7 ayat (4) dan (6) mengatur perihal tidak dapat melakukan kompensasi ke masa pajak berikutnya atau tidak dapat melakukan permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak Masukan yang masih tersisa setelah PKP mengalami gagal berproduksi (setelah 3 tahun sejak melakukan pengkreditan Pajak Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30

      Halaman 4Tutup

      ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 4 dari 52 halaman. Putusan Nomor 11 P/HUM/2021 dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Penerapan pasal HAM dalam uji materiil ini karena yang membentuk badan hukum adalah orang dimana legal standing Pemohon sebagai badan hukum. Selain itu hak uji materiil yang diajukan oleh badan hukum telah diperkuat dalam Pasal 31A ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung; 5. Bahwa pada tanggal 10 Februari 2014, Termohon telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31 Tahun 2014 tentang Saat Penghitungan dan Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Masukan yang Telah Dikreditkan dan Telah Diberikan Pengembalian Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Mengalami Keadaan Gagal Berproduksi dimana dimuatkan pada Pasal 7 ayat (4) dan (6) mengenai pengaturan batasan jangka waktu diperbolehkannya melakukan pengkreditan Pajak Masukan baik melalui kompensasi ke masa pajak berikutnya ataupun permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak Masukan yang masih tersisa setelah PKP mengalami gagal berproduksi (masih belum menyerahkan BKP/JKP dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak pengkreditan Pajak Masukan pertama kali dilakukan) ditambah jangka waktu 2 (dua) tahun sejak dinyatakan gagal berproduksi, masih belum melakukan penyerahan BKP/JKP; 6. Bahwa Pemohon terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam (selanjutnya KPP PMA Enam) namun kemudian pemodal asing yaitu Mohan Nathurmal Mirpuri merubah kewarganegaran menjadi Warga Negara Indonesia sebagai pemegang Nomor Induk Kependudukan (NIK) 09.5402.060439.0115 sangat berkomitmen mengembangkan usaha untuk terus berinvestasi di Indonesia melalui usaha developer pembangunan gedung perkantoran Sainath Tower, pengelolaan gedung, untuk kemudian ruangan kantor tersebut akan disewakan. Sedangkan grup usaha lain dari Pemohon sudah berkomitmen di bidang usaha Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

      Halaman 33Tutup

      ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 33 dari 52 halaman. Putusan Nomor 11 P/HUM/2021 Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajiban pembayaran kembali sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6f), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atas jumlah pajak yang seharusnya dibayar kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (6e) huruf a oleh Pengusaha Kena Pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara _Perpajakan dan perubahannya; _ 46. Bahwa dalam Pasal 112 Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11/2020 tentang perubahan Pasal 9 Undang-Undang PPN Nomor 42/2009 sangat jelas tertulis dan telah diatur, terutama penekanan pada:  Ayat (6a) bahwa PKP yang mengalami gagal berproduksi yakni 3 tahun sejak pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan masih belum melakukan penyerahan BKP/JKP, maka Pajak Masukan yang telah dikreditkan dalam jangka waktu tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan;  Ayat (6e) sebagai penjelasan lanjutan dari ayat (6a) mengenai perihal Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan itu apa saja: baik bagi PKP yang sudah mendapatkan pengembalian maupun yang belum, dimana bagi yang belum pernah mengajukan permohonan pengembalian langsung ditetapkan tidak dapat melakukan kompensasi, jadi disini batasan waktu sekaligus mencakup telah diatur, paling mengenai perpanjangan jangka waktu pada sektor usaha tertentu sebagaimana ayat (6c) akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan;  Selain itu hal-hal lain yang akan didelegasikan kepada Peraturan Menteri Keuangan juga sangat jelas, semua dituliskan dalam Pasal 9 ayat (13); 47. Sangat berbeda halnya dengan Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang PPN Nomor 42/2009 yang sama sekali tidak dinyatakan secara Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33

      Thumbnail
      PMK 94 TAHUN 2024

      Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak Berupa Tarif Layanan Kesehatan yang Berlaku pada Rumah Sakit di Lingkungan ...

      • Ditetapkan: 02 Des 2024
      • Diundangkan: 17 Des 2024
      Thumbnail
      Tidak Berlaku
      COVID-19 Covid-19 | COVID 19 DAN PEN Covid 19 dan PEN | COVID-19 | PROGRAM PEN
      34/PMK.04/2020

      Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-1 ...

      • Ditetapkan: 16 Apr 2020
      • Diundangkan: 16 Apr 2020

      Relevan terhadap

      Pasal 2Tutup
      (1)

      Atas impor barang untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan berupa:

      a.

      pembebasan bea masuk dan/atau cukai;

      b.

      tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan

      c.

      dibebaskan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22.

      (2)

      Jenis barang impor yang diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

      (3)

      Impor barang yang mendapatkan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan __ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan melalui pusat logistik berikat.

      (4)

      Fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan __ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga diberikan terhadap pengeluaran barang asal impor dan/atau tempat lain dalam daerah pabean dari:

      a.

      kawasan berikat atau gudang berikat;

      b.

      Kawasan Bebas atau kawasan ekonomi khusus; dan/atau c. Perusahaan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor.

      (5)

      Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pengusaha kawasan berikat, pengusaha gudang berikat, pengusaha di Kawasan Bebas, pelaku usaha di kawasan ekonomi khusus, atau Perusahaan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor:

      a.

      dibebaskan dari kewajiban untuk melunasi bea masuk dan/atau cukai serta dikecualikan dari kewajiban melunasi pajak dalam rangka impor; dan/atau b. dikecualikan dari kewajiban untuk melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang pada saat pemasukannya belum dilunasi.

      (6)

      Pengeluaran barang yang dikecualikan dari kewajiban untuk melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, merupakan penyerahan barang kena pajak ke tempat lain dalam daerah pabean yang ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.

      (7)

      Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) huruf a, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan.

      (8)

      Tata laksana impor atau pengeluaran barang yang mendapatkan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor barang untuk dipakai, impor barang melalui pusat logistik berikat, kawasan berikat, gudang berikat, Kawasan Bebas, kawasan ekonomi khusus, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor, barang kiriman, dan barang bawaan penumpang.

      Thumbnail
      FASILITAS PERPAJAKAN | KAWASAN INDUSTRI
      105/PMK.010/2016

      Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan Bagi Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri. ...

      • Ditetapkan: 30 Jun 2016
      • Diundangkan: 30 Jun 2016

      Relevan terhadap 1 lainnya

      Pasal 8Tutup

      Tata cara pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 sesuai dengan:

      a.

      Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu serta pengalihan aktiva dan sanksi bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang diberikan fasilitas Pajak Penghasilan, kecuali ketentuan mengenai surat keterangan pemenuhan kesesuaian bidang usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), atau cakupan produk, serta persyaratan lain;

      b.

      Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan, kecuali ketentuan mengenai pemenuhan cakupan industri pionir;

      c.

      Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis; dan/atau

      d.

      Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal.

      Pasal 7Tutup

      Tata cara pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, sesuai dengan:

      a.

      Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu serta pengalihan aktiva dan sanksi bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang diberikan fasilitas Pajak Penghasilan;

      b.

      Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan;

      c.

      Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis; dan/atau

      d.

      Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal.

      MenimbangTutup
      a.

      bahwa dalam rangka memberikan perlakuan perpajakan, dan kepabeanan, di Kawasan Industri dan sesuai ketentuan Pasal 41 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri, perlu menyusun peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan mengenai fasilitas perpajakan dan kepabeanan di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri; __ b. bahwa Peraturan Menteri Keuangan mengenai fasilitas perpajakan dan kepabeanan di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam huruf a bersifat khusus untuk Kawasan Industri, yang terpisah dari Peraturan Menteri Keuangan mengenai perlakuan perpajakan dan kepabeanan yang bersifat umum;

      c.

      bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan;

      d.

      bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang- bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur tata cara pemberian fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu;

      e.

      bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur pelaksanaan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis;

      f.

      bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk pembangunan dan pengembangan industri dalam rangka penanaman modal serta mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri;

      g.

      bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan Bagi Perusahaan Industri di Kawasan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri; __

      Thumbnail
      Tidak Berlaku
      HUKUM KEUANGAN NEGARA | BIDANG PAJAK
      150/PMK.010/2018

      Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.

      • Ditetapkan: 26 Nov 2018
      • Diundangkan: 27 Nov 2018

      Relevan terhadap

      Pasal 1Tutup

      Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

      1.

      Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.

      2.

      Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran penanaman modal, atau izin usaha Wajib Pajak pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan, termasuk perluasan dan perubahannya sepanjang termasuk dalam kriteria Industri Pionir.

      3.

      Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi dari Kegiatan Usaha Utama dijual ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.

      4.

      Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.

      5.

      Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.

      Pasal 15Tutup
      (1)

      Atas penanaman modal baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini, tidak dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu.

      (2)

      Atas penanaman modal baru yang belum memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini, dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah tertentu.

      (3)

      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) juga berlaku bagi:

      a.

      Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.011/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;

      b.

      Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.010/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan; atau

      c.

      Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.

      Pasal 12Tutup
      (1)

      Wajib Pajak yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2:

      a.

      harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah atas penghasilan yang mendapatkan pengurangan Pajak Penghasilan badan dan penghasilan lainnya yang tidak mendapatkan pengurangan Pajak Penghasilan badan; dan

      b.

      tetap melaksanakan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

      (2)

      Dalam hal terdapat biaya bersama bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanannya dialokasikan secara proporsional.

      (3)

      Penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dari Kegiatan Usaha Utama, tidak dilakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan selama periode pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan badan tanpa penerbitan surat keterangan bebas pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan.

      (4)

      Penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dari luar Kegiatan Usaha Utama, tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.

      Thumbnail
      Tidak Berlaku
      PENELITIAN | PENGHASILAN BRUTO
      153/PMK.010/2020

      Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto Atas Kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Tertentu Di Indonesia ...

      • Ditetapkan: 09 Okt 2020
      • Diundangkan: 09 Okt 2020

      Relevan terhadap

      Pasal 1Tutup

      Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

      1.

      Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut metodologi ilmiah untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan pemahaman tentang fenomena alam dan/atau sosial, pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis, dan penarikan kesimpulan ilmiah.

      2.

      Pengembangan adalah kegiatan untuk peningkatan manfaat dan daya dukung ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah terbukti kebenaran dan keamanannya untuk meningkatkan fungsi dan manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi.

      3.

      Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul karena hasil olah pikir manusia yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna bagi kehidupan manusia.

      4.

      Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

      5.

      Hak Perlindungan Varietas Tanaman yang selanjutnya disebut Hak PVT adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu.

      6.

      Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.

      7.

      Surat Keterangan Fiskal adalah informasi mengenai kepatuhan Wajib Pajak selama periode tertentu untuk memenuhi persyaratan memperoleh pelayanan atau dalam rangka pelaksanaan kegiatan tertentu yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

      8.

      Komersialisasi adalah kegiatan produksi di Indonesia dan penjualan atas barang dan/atau jasa hasil Penelitian dan Pengembangan.

      9.

      Wajib Pajak adalah Wajib Pajak badan dalam negeri yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 4Tutup
      (1)

      Penelitian dan Pengembangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dapat diberikan tambahan pengurangan penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b meliputi Penelitian dan Pengembangan yang:

      a.

      dilakukan oleh Wajib Pajak, selain Wajib Pajak yang menjalankan usaha berdasarkan kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang penghasilan kena pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan tersendiri dalam kontrak yang berbeda dengan ketentuan umum di bidang Pajak Penghasilan;

      b.

      mulai dilaksanakan paling lama sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan;

      c.

      memenuhi kriteria:

      1.

      bertujuan untuk memperoleh penemuan baru;

      2.

      berdasarkan konsep atau hipotesa orisinal;

      3.

      memiliki ketidakpastian atas hasil akhirnya;

      4.

      terencana dan memiliki anggaran; dan

      5.

      bertujuan untuk menciptakan sesuatu yang bisa ditransfer secara bebas atau diperdagangkan di pasar; dan

      d.

      merupakan Penelitian dan Pengembangan prioritas dengan fokus dan tema sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.

      (2)

      Kegiatan yang tidak diberikan tambahan pengurangan penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b meliputi kegiatan:

      a.

      penerapan rekayasa sepenuhnya dalam kegiatan produksi pada tahap awal produksi komersial;

      b.

      kendali mutu selama produksi komersial, termasuk pengujian rutin terhadap hasil produksi;

      c.

      perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi selama produksi komersial;

      d.

      perbaikan, penambahan, pengayaan atau peningkatan kualitas lainnya yang bersifat rutin dari produk yang telah ada;

      e.

      penyesuaian dari kemampuan yang ada terhadap permintaan khusus atau kebutuhan pelanggan sebagai bagian dari kegiatan komersial yang berkesinambungan;

      f.

      perubahan rancangan secara musiman ataupun periodik dari produk yang telah ada;

      g.

      rancangan rutin dari peralatan dan cetakan;

      h.

      rekayasa konstruksi dan rancang bangun sehubungan dengan konstruksi, relokasi, pengaturan kembali, atau fasilitas permulaan yang digunakan ( start-up of facilities ) dan peralatan; dan/atau i. riset pemasaran.

      (3)

      Biaya Penelitian dan Pengembangan yang dapat diberikan tambahan pengurangan penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b meliputi biaya yang berkaitan dengan:

      a.

      aktiva selain tanah dan bangunan, berupa:

      1.

      biaya penyusutan aktiva tetap berwujud dan/atau biaya amortisasi aktiva tidak berwujud; dan

      2.

      biaya penunjang aktiva tetap berwujud yang meliputi listrik, air, bahan bakar dan biaya pemeliharaan;

      b.

      barang, dan/atau bahan;

      c.

      gaji, honor, atau pembayaran sejenis yang dibayarkan kepada pegawai, peneliti, dan/atau perekayasa yang dipekerjakan;

      d.

      pengurusan untuk mendapatkan hak Kekayaan Intelektual berupa Paten atau Hak PVT; dan/atau

      e.

      imbalan yang dibayarkan kepada lembaga Penelitian dan Pengembangan dan/atau lembaga pendidikan tinggi, di Indonesia, yang dikontrak oleh Wajib Pajak untuk melakukan kegiatan Penelitian dan Pengembangan tanpa memiliki hak atas hasil dari Penelitian dan Pengembangan yang dilakukan.

      (4)

      Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan berdasarkan masing-masing proposal kegiatan Penelitian dan Pengembangan.

      (5)

      Dalam hal biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dipisahkan untuk masing-masing proposal Penelitian dan Pengembangan, pembebanan berdasarkan masing-masing proposal dilakukan secara proporsional berdasarkan waktu pemanfaatan atau penugasan.

      (6)

      Tambahan pengurangan penghasilan bruto atas biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tidak dapat diberikan dalam hal aktiva yang digunakan merupakan bagian dari penanaman modal yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam:

      a.

      Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; atau

      b.

      Pasal 29A Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Pajak Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Pajak Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.

      Thumbnail
      Tidak Berlaku
      REIMBURSEMENT | PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
      119/PMK.02/2019

      Tata Cara Pembayaran Kembali (Reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan ...

      • Ditetapkan: 16 Agu 2019
      • Diundangkan: 01 Jan 1900

      Relevan terhadap

      MenimbangTutup
      a.

      bahwa ketentuan mengenai tata cara pembayaran kembali ( Reimbursement ) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak kepada kontraktor dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali ( Reimbursement ) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Kepada Kontraktor dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali ( Reimbursement ) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Kepada Kontraktor dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;

      b.

      bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 90 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh, pada saat terbentuknya Badan Pengelola Migas Aceh, semua hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari perjanjian Kontrak Kerja Sama Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang berlokasi di Aceh dialihkan kepada Badan Pengelola Migas Aceh;

      c.

      bahwa batasan Bagian Negara yang dapat digunakan untuk penyelesaian Pembayaran Kembali ( Reimbursement ) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu dilakukan penyesuaian sesuai dengan pengaturan dalam Kontrak Kerja Sama;

      d.

      bahwa berkenaan dengan huruf b dan huruf c, perlu mengatur kembali tata cara pembayaran kembali ( reimbursement ) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada kontraktor dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi;

      e.

      bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran Kembali ( Reimbursement ) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Kepada Kontraktor dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;

      Pasal 1Tutup

      Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

      1.

      Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut SKK Migas adalah satuan kerja yang dibentuk sesuai Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

      2.

      Badan Pengelola Migas Aceh, yang selanjutnya disingkat BPMA adalah suatu badan Pemerintah yang dibentuk untuk melakukan pengelolaan dan pengendalian bersarna kegiatan usaha hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh (0 s.d. 12 mil laut).

      3.

      Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk Kontrak Kerja Sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

      4.

      Kontraktor adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang ditetapkan untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan SKK Migas atau BPMA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

      5.

      Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi.

      6.

      First Tranche Petroleum yang selanjutnya disingkat FTP adalah sejumlah tertentu minyak mentah dan/atau gas bumi yang diproduksi dari suatu wilayah kerja dalam satu tahun kalender, yang dapat diambil dan diterima oleh SKK Migas atau BPMA dan/atau Kontraktor dalam tiap tahun kalender, sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi ( own use ).

      7.

      Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut PPN atau PPN dan PPnBM, adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

      8.

      Pembayaran Kembali ( Reimbursement ) PPN atau PPN dan PPnBM adalah pengembalian PPN atau PPN dan PPnBM atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak kepada Kontraktor atas PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor ke kas negara sesuai dengan kontrak kerja sama yang ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta ketentuan peraturan perundang-undangan.

      9.

      Rekening Departemen Keuangan k/Hasil Minyak Perjanjian Karya Production Sharing Nomor 600.000411980 pada Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut Rekening Minyak dan Gas Bumi, adalah Rekening dalam valuta USD untuk menampung seluruh penerimaan, dan membayar pengeluaran terkait usaha hulu minyak dan gas bumi.

      10.

      Over Lifting Kontraktor adalah kelebihan pengambilan minyak dan gas bumi oleh Kontraktor dibandingkan dengan haknya yang diatur dalam Kontrak Kerja Sama pada periode tertentu.

      11.

      Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran/penyetoran ke kas negara yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan oleh sistem settlement.

      12.

      Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh bank sebagai bank persepsi.

      13.

      Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh kantor pos sebagai pos persepsi.

      14.

      Equity to be Split yang selanjutnya disebut Equity adalah hasil produksi yang tersedia untuk dibagi antara SKK Migas atau BPMA dan Kontraktor setelah dikurangi FTP, insentif investasi (jika ada), dan pengembalian biaya operasi.

      Thumbnail
      HUKUM KEUANGAN NEGARA | PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
      6/PUU-XVIII/2020

      Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS, menimbulkan ketidakpastian hukum dan potensi penurunan manfaat ...

        Relevan terhadap

        Halaman 212Tutup

        untuk memajukan kesejahteraan umum. Salah satu caranya adalah dengan membentuk BUMN. Tugas pemerintah untuk memajukan kesejahteraan umum itu tentu tidak terbatas hanya dalam konteks pelaksanaan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 adalah penegasan bahwa untuk hal-hal atau bidang-bidang yang termasuk dalam kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) harus dikuasai negara dan maksud penguasaan negara itu bukan untuk kepentingan lain tetapi semata-mata untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ihwal pengertian yang terkandung dalam pengertian “dikuasai oleh negara” itu telah ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, sebagaimana telah dipertimbangkan sebelumnya.” Dengan demikian, maksud dan tujuan BUMN tidaklah hanya untuk mengejar keuntungan ( profit oriented ), namun pada saat yang sama juga harus memberikan kesejahteraan dan pemerataan ekonomi kepada rakyat. Bahwa perlu kami tegaskan, BUMN bukanlah badan usaha yang tujuannya hanya memikirkan keuntungan dan nilai investasi, melainkan badan usaha yang manfaatnya harus dirasakan oleh rakyat. Bahwa BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi. Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar besarnya kemakmuran masyarakat. BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi. 6. Sejalan dengan ketentuan di dalam Pasal 1 angka 5 UU BUMN yang menyebutkan bahwa “Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada Persero dan pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan” dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003, maka secara garis besar Menteri BUMN memiliki kewenangan sebagai:

        Thumbnail
        HUKUM KEUANGAN NEGARA | PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
        6/PUU-XVIII/2020

        menjatuhkan pPengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indon ...

          Relevan terhadap

          Halaman 212Tutup

          untuk memajukan kesejahteraan umum. Salah satu caranya adalah dengan membentuk BUMN. Tugas pemerintah untuk memajukan kesejahteraan umum itu tentu tidak terbatas hanya dalam konteks pelaksanaan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 adalah penegasan bahwa untuk hal-hal atau bidang-bidang yang termasuk dalam kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) harus dikuasai negara dan maksud penguasaan negara itu bukan untuk kepentingan lain tetapi semata-mata untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ihwal pengertian yang terkandung dalam pengertian “dikuasai oleh negara” itu telah ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, sebagaimana telah dipertimbangkan sebelumnya.” Dengan demikian, maksud dan tujuan BUMN tidaklah hanya untuk mengejar keuntungan ( profit oriented ), namun pada saat yang sama juga harus memberikan kesejahteraan dan pemerataan ekonomi kepada rakyat. Bahwa perlu kami tegaskan, BUMN bukanlah badan usaha yang tujuannya hanya memikirkan keuntungan dan nilai investasi, melainkan badan usaha yang manfaatnya harus dirasakan oleh rakyat. Bahwa BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi. Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar besarnya kemakmuran masyarakat. BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi. 6. Sejalan dengan ketentuan di dalam Pasal 1 angka 5 UU BUMN yang menyebutkan bahwa “Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada Persero dan pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan” dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003, maka secara garis besar Menteri BUMN memiliki kewenangan sebagai:

          • 1
          • ...
          • 29
          • 30
          • 31
          • ...
          • 66