Perubahan atas Pearturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.02/2015 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Angg ...
Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2016.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008
Relevan terhadap
Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:
Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.
Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan bea keluar.
Penerimaan negara bukan pajak adalah semua penerimaan yang diterima negara dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara, serta penerimaan negara bukan pajak lainnya.
Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri serta sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri.
Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja ke daerah.
Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah belanja pemerintah pusat yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga, sesuai dengan program-program Rencana Kerja Pemerintah yang akan dijalankan.
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial.
Belanja pemerintah pusat menurut jenis adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
Belanja pegawai adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/ Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
Belanja barang adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan.
Belanja modal adalah belanja pemerintah pusat yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.
Pembayaran bunga utang adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk pembayaran atas kewajiban penggunaan pokok utang ( principal outstanding ), baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri, yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman.
Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.
Belanja hibah adalah belanja pemerintah pusat dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Pemerintah Negara lain, atau lembaga/organisasi Internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus.
Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat melalui kementerian negara/lembaga, guna melindungi dari terjadinya berbagai risiko sosial.
Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka 11 sampai dengan angka 17, dan dana cadangan umum.
Transfer ke daerah adalah pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan serta dana otonomi khusus dan penyesuaian.
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dana bagi hasil, selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dana alokasi umum, selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dana alokasi khusus, selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Dana penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat.
Sisa kredit anggaran adalah sisa kewajiban pembiayaan program-program pembangunan pada akhir tahun anggaran.
Sisa lebih pembiayaan anggaran adalah selisih lebih antara realisasi pembiayaan dengan realisasi defisit anggaran yang terjadi.
Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN.
Pembiayaan dalam negeri adalah semua pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri yang meliputi hasil privatisasi, penjualan aset perbankan dalam rangka program restrukturisasi, surat utang negara, dan dana investasi pemerintah.
Surat utang negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
Dana Investasi Pemerintah adalah dukungan Pemerintah dalam bentuk kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha.
Pembiayaan luar negeri bersih adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan utang/pinjaman luar negeri yang terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang/pinjaman luar negeri.
Pinjaman program adalah nilai lawan rupiah dari pinjaman luar negeri dalam bentuk valuta asing yang dapat dirupiahkan.
Pinjaman proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan tertentu.
Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan di dalam belanja negara, tidak termasuk gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan.
Perhitungan persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan anggaran pendidikan terhadap keseluruhan belanja negara, tidak termasuk keseluruhan gaji.
Tahun anggaran 2008 meliputi masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2008.
Uji materiil Pasal 4, Pasal 8, Pasal 10, dan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang PUPN terhadap Pasal 24D ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 ...
Relevan terhadap
demi adanya pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan nasional maupun pendapatan negara dari sektor pajak, juga agar Bank-Bank BUMN (Bank Badan Usaha Milik Negara) dapat mempunyai kebebasan dalam hal penanganan piutang perseroannya guna menyelesaikan piutang bermasalahnya, maka satu-satunya jalan yang dapat menyelesaikan permasalahan yang diajukan para Pemohon adalah melalui Mahkamah Konstitusi, yaitu dengan jalan melakukan Uji Materiil atas Pasal 4, Pasal 8 , Pasal 10 dan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terutama Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4). 43. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Pasal 4, Pasal 8 , Pasal 10 dan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara telah menimbulkan ketidakadilan, ketidakpastian hukum, dan ketiadaan manfaat, dan mengakibatkan tidak terwujudnya daripada tujuan dibentuknya perundang- undangan sebagai aturan hukum, serta telah bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terutama Pasal 28D ayat (1) juncto Pasal 33 ayat (4), sehingga sangat beralasan yang terhormat majelis hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 4, Pasal 8 , Pasal 10 dan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dinyatakan tidak berlaku atau dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya. II. HAL-HAL YANG DIMOHONKAN Berdasarkan alasan-alasan yang dikemukakan di atas, para Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus dengan keputusan sebagai berikut: 1. Menerima dan mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. 2. Menyatakan Pasal 4, Pasal 8, Pasal 10 dan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara tidak berlaku, karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 24D ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4), karenanya tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa.
Pengujian UU Nomor 3 2015 tentang Perubahan atas UU 27 Tahun 2014 tentang APBN 2015
Relevan terhadap
Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya untuk melaksanakan amanat konstitusi “untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat” , Pemerintah diwajibkan meng- addressat -kan lagi PIP kepada PT. SMI, dan akhirnya PT. SMI menjadi penerima akhir addressat -nya. PT. SMI dapat disebut menjadi penerima akhir addressat karena PT. SMI adalah BUMN, yaitu BUMN pemilik “kekayaan negara yang dipisahkan”, yang setiap saat sesuai dengan mekanisme pasar dapat menjual “dirinya sendiri” (saham kepemilikannya) kepada “siapapun” tanpa melalui mekanisme APBN. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 8 Yang dimaksud dengan “siapapun” diatas dapat berupa perseorangan maupun perseroan, baik lokal maupun interlokal, dalam negeri maupun luar negeri, asing maupun tidak asing, dan model inilah yang biasa dikenal dengan istilah “SWASTANISASI” , swastanisasi pusat investasi pemerintah. Dan karenanya ketentuan Pasal 23A UU 3/2015 yang dimohonkan diujikan oleh Pemohon menurut Pemohon adalah acara addressat meng-addressat- kan yang salah, alias “SALAH ALAMAT” . B.22c. Jika Pemohon tidak mematuhi ketentuan yang menurut Pemohon ”salah alamat” tersebut (misalnya Pemohon menghalang-halangi secara langsung ketentuan tersebut dengan upaya misalnya dengan “menggembok pintu” Kantor Presiden agar Presiden tidak dapat ngantor dan tidak dapat menandatangani Peraturan Pemerintah sebagai peng-halal-an dilakukannya transaksi yang salah alamat tersebut), maka negara dapat memaksakan ketentuan itu kepada Pemohon dan Pemohon dapat dikenakan sanksi jika tidak mematuhinya, sebagaimana substansi pertimbangan dalam pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-XII/2014 (tersebut pada poin B.22 di atas). Dan negara akan memaksakan ketentuan itu kepada Pemohon dan Pemohon dikenakan sanksi karena tidak mematuhinya dengan sanksi yang ada pada peraturan perundang-undangan lainnya, misalnya menghukum Pemohon dengan pasal Penghinaan Kepada Presiden. Dan inilah potensi kerugian konstitusional Pemohon yang berupaya menegakkan bahwa negara ini adalah negara hukum. B.22d.PIP adalah “milik” Pemohon sebagai warga negara Republik Indonesia (konsepsi kepemilikan kolektif seluruh rakyat yang dikelola oleh Pemerintah), karenanya PIP adalah milik rakyat yang pengelolaannya ada didalam mekanisme APBN, dan ketika itu berubah karena ketentuan Pasal a quo menjadi “kekayaan negara yang dipisahkan” (pengelolaannya diluar mekanisme APBN), maka Pemohon secara langsung juga akan terikat dan wajib untuk turut mematuhi ketentuan addressat tersebut. Dan secara langsung inilah kerugian konstitusional Pemohon jika pasal a quo diberlakukan, kerugian Pemohon yang sedang melaksanakan kewajiban menjunjung hukum dengan tidak ada kecualinya. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 9 B.23. Maka Pemohon mengajukan permohonan ini karena Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk memaksakan kewajiban menjunjung tinggi hukum dan/atau sebagai lembaga peradilan yang berwenang mengadili setiap Undang-Undang yang pemohon anggap tidak sesuai dengan UUD 1945. B.24. Bahwa Pemohon beranggapan bahwa Pasal 23A Undang-Undang a quo yang diujikan tersebut adalah BERTENTANGAN dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, selengkapnya alasan akan pemohon jelaskan alasannya dalam Pokok Permohonan dalam permohonan ini. B.25. Adapun secara sederhana alasan permohonan Pemohon tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
Bahwa Pemohon memiliki kewajiban konstitusional untuk menjunjung hukum, dan jika ada ketentuan yang menginjak hukum diberlakukan, maka kewajiban konstitusional Pemohon secara langsung akan dirugikan, karena kewajiban itu menuntut paksaan dan sanksi moril kepada Pemohon jika ikut dan/atau turut serta mendiamkan dan membiarkan pelanggaran hukum itu terjadi dan terus berlangsungnya.
Selain itu bahwa Undang-Undang yang mohon diujikan dalam permohonan ini adalah tentang APBN Republik Indonesia, yang menyangkut kepentingan seluruh warga negara Republik Indonesia, maka karenanya Pemohon memiliki kepentingan konstitusional secara langsung terhadap pengujian ini.
Bahwa Pasal 23A Undang-Undang a quo terkait secara langsung dengan keberadaan dan/atau penampakan PT. Sarana Multi Infrastruktur (selanjutnya disebut PTSMI).
Bahwa Pemohon beranggapan bahwa PTSMI telah menginjak hukum Republik Indonesia, PTSMI telah melakukan konspirasi kejahatan korporat yang SISTEMATIK, TERENCANA dan MASIF terhadap seluruh warga negara Republik Indonesia dengan menggunakan utang luar negeri Republik Indonesia untuk kepentingan bisnis sebuah perusahaan swasta (PT.INDONESIA INFRASTRUCTURE FINANCE, selanjutnya disingkat PTIIF) yang jelas-jelas mayoritas sahamnya dimiliki oleh institusi-institusi asing, dengan kata lain bahwa PTSMI Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 10 telah menggunakan utang luar negeri Republik Indonesia untuk kepentingan bisnis institusi-institusi asing di republik ini.
Bahwa jika pasal a quo diberlakukan, maka PTSMI akan menjadi entitas/institusi yang akan menjadi penerima pertama manfaat ekonomi sekaligus penikmati hasil pertama dari ketentuan a quo .
Dan jika pasal a quo diberlakukannya, maka jelas Pemohon dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan karena itu akan memberi ruang bagi PTSMI untuk melakukan penginjakan hukum selanjutnya yang lebih dahsyat lagi di republik ini, peninjakan hukum demi kepentingan bisnis institusi-institusi asing;
Bahwa desain bisnis PTSMI berpotensi menjadi praktik bisnis yang tidak Pancasilais dan/atau tidak konstitusional, yang jelas-jelas telah dilarang oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU- XI/2013.
Dan fakta menunjukkan bahwa PTSMI juga telah menjalankan praktek bisnis yang tidak Pancasilais dan/atau tidak konstitusional tersebut.
Bahwa pemberlakuan pasal a quo adalah kerugian konstisusional seluruh warga negara Indonesia, termasuk Pemohon. Dan jika ketentuan tersebut tidak diberlakukan, maka kerugian konstitusional seluruh warga negara Indonesia (paling tidak kerugian konstisusional Pemohon) tidak akan terjadi lagi, minimal akan sedikit berkurang kerugian konstitusional tersebut. Pelanggaran terhadap norma hukum dan pemerintahan tentu akan menyebabkan terjadinya ketidak-komprehensif-annya jalannnya pemerintahan dan ujungnya akan meyebabkan tidak efektifnya pengelolaan republik ini. Dan akhir dari semuanya adalah dapat mengganggu upaya pencapaian tujuan Negara Republik Indonesia. Karenanya dalam situasi adanya gangguan terhadap pencapaian tujuan Negara Republik Indonesia inilah maka kewajiban Pemohon untuk melaksanakan kewajiban konstitusionalnya sebagai warga negara Inodesia sebagaimana yang dimaksud dalam norma Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Dan jika kewajiban pemohon ini dihalang-halangi oleh siapa pun juga, maka itu artinya hak konstitusional Pemohon juga telah dirugikan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 11 “Pemohon berkeyakinan bahwa kepastian hukum dan berjalannya sistem bernegara yang komprehensif merupakan prasyarat utama bagi tercapainya tujuan Negara Republik Indonesia”. Sikap membiarkan atau mendiamkan saja pelanggaran substantif dan adanya ketidakpastian hukum terhadap persoalan yang sebenarnya ada dan aktual dalam bidang hukum dan pemerintahan di Republik Indonesia jelas itu adalah kerugian bagi seluruh warga negara, dan Pemohon sangat yakin bahwa Mahkamah Konstitusi tidak akan pernah membiarkan hak-hak konstitusional warga negara dirugikan oleh apapun juga. B.26. Bahwa Kementerian Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/2010 ( bukti P.22) memang membentuk PT. IIF, Kementerian Keuangan membentuk perusahaan swasta dan memberikan utang negara untuk perusahaan swasta PT. IIF tersebut dengan “perantara” PT. SMI: UKURAN KEBERHASILAN UKURAN KEBERHASILAN Semula: Cakupan perluasan modal lembaga pembiayaan infrastruktur Menjadi: Pendirian perusahaan pembiayaan infrastruktur Semula TARGET: Perluasan modal lembaga pembiayaan infrastruktur yang lebih besar sehingga mencakup XX.XX Menjadi TARGET: Beroperasinya secara efektif perusahaan pembiayaan infrastruktur PT IIFF B.27. Bahwa institusi World Bank dan Asian Development Bank (ADB) terlibat secara aktif sejak awal “mengatur” dan “mengarahkan” pemanfaatan utang negara itu untuk PT. IIF melalui PT. SMI, selengkapnya dapat dilihat pada bukti P.11, P.12, P.13, P.15, P.1 dan P.2. B.28. Bahwa Mahkamah Konstitusi telah pula membahas keberadaan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dalam perkara Nomor 2/SKLN-X/2012 B.29. Terdapat ketidakkonsistenan, di satu sisi dalam perkara Nomor 2/SKLN- X/2012 tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah (Kemenkeu) berjuang sekuat tenaga berupaya untuk menjadikan saham kecil sebuah perusahaan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 12 swasta menjadi saham milik negara, sementara disisi lain dalam APBNP 2015 (UU 3/2015) muncul ketentuan Pasal 23A (yang Pemohon mohon di- uji-kan dalam perkara ini) menunjukkan bahwa Pemerintah (Kemenkeu) dengan begitu mudahnya melepas kepemilikan negara menjadi “kekayaan negara yang dipisahkan” dan masuk kedalam upaya swastanisasi kekayaan milik negara, yang dampaknya luar biasa bagi kepentingan bangsa dan negara. B.30. Bahwa dalam pembahasan perkara Nomor 2/SKLN-X/2012 tersebut mempertegas pula ketentuan Pasal 24 ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: “Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR” . Bahwa sangat tegas pula Closing Statement Ketua BPK (Hadi Poernomo) dalam perkara tersebut: “/BPK berpendapat bahwa pembelian saham 7% PT NNT tertutup oleh PIP adalah penyertaan modal pemerintah pada perusahaan swasta tertutup yang ini terjadi pertama kali di bumi kita , dalam keadaan normal, pemerintah menanamkan saham pada perusahaan tertutup ” . Sebagai catatan : Mahkamah memutuskan bahwa BPK tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk diajukan sebagai Termohon dalam perkara ini, karenanya pendapat BPK di atas (terkait ketentuan Pasal 24 ayat (7) UU 17/2003) tetap merupakan kewenangan BPK. B.31. Bahwa Pertimbangan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi pada Perkara Nomor 62/PUU-XI/2013 juga secara tegas telah menyebutkan bahwa: [3.23]... Bahwa, menurut Mahkamah, pemisahan kekayaan negara dimaksud dilihat dari perspektif transaksi bukanlah merupakan transaksi yang mengalihkan suatu hak, sehingga akibat hukumnya tidak terjadi peralihan hak dari negara kepada BUMN, BUMD, atau nama lain yang sejenisnya. Dengan demikian kekayaan negara yang dipisahkan tersebut masih tetap menjadi kekayaan negara. Terkait dengan kewenangan BPK untuk memeriksa, menurut Mahkamah, oleh karena masih tetap sebagai keuangan negara dan BUMN atau BUMD sesungguhnya adalah milik negara dan, sebagaimana dipertimbangkan di atas, adalah juga kepanjangan tangan negara maka tidak terdapat alasan bahwa BPK tidak berwenang lagi memeriksanya. [3.18]... Pemisahan kekayaan negara tidak dapat diartikan sebagai putusnya kaitan negara dengan BUMN, BUMD, atau nama lain yang sejenisnya. Pemisahan kekayaan negara pada BUMN, BUMD, atau nama Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 13 lain yang sejenisnya hanyalah dalam rangka memudahkan pengelolaan usaha dalam rangka bisnis sehingga dapat mengikuti perkembangan dan persaingan dunia usaha dan melakukan akumulasi modal, yang memerlukan pengambilan keputusan dengan segera namun tetap dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya . B.32. Bahwa berdasarkan dua poin di atas dapat disimpulkan bahwa BPK memiliki kewenangan penuh untuk menilai pengelolaan utang negara yang dilakukan oleh PT. SMI tersebut, dan agar konsisten dengan penilaian BPK di atas maka dapat disebutkan: “/BPK berpendapat bahwa pembelian saham PT IIF tertutup oleh PT. SMI adalah penyertaan modal pemerintah pada perusahaan swasta tertutup yang ini terjadi pertama kali di bumi kita , dalam keadaan normal, pemerintah menanamkan saham pada perusahaan tertutup .” . B.33. Karenanya secara substansi apa yang dilakukan oleh World Bank, Asian Development Bank (ADB), Kemenkeu dan PT. SMI yang menggunakan utang negara untuk kepentingan perusahaan swasta PT. IIF adalah tidak sesuai dengan norma pengelolaan keuangan yang baik dan benar di republik ini, dan itu artinya bertentangan dengan norma hukum di republik ini, dan secara langsung bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. B.34. Bahwa PT. SMI adalah perusahaan baru, dan BPK BELUM PERNAH melakukan pemeriksaan secara khusus terhadap PT. SMI, karenanya “isi perut” dan pengelolaan keuangan yang ada di dalam PT. SMI masih merupakan misteri bagi bangsa ini, masih seperti kucing dalam karung. Karenanya, jika PIP “diserahkan” kepada PT. SMI seperti membeli kucing dalam karung. B.35. Bahwa sebenarnya hubungan antara Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dengan keberadaan PT. SMI telah telah memberikan kesimpulan yang substansinya sangat jelas bahwa PIP lebih baik tidak “disatukan” dengan PT. SMI sehingga dapat saling mendukung dalam situasi sulit (terlampir sebagai bukti P.18 ): Kajian Analisis Atas Penyempurnaan Model Bisnis Project Development Facility di Kementerian Keuangan __ B. Penyempurnaan Project Development Facility Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 14 Dalam merumuskan skema penyiapan proyek KPS yang diharapkan dapat memenuhi harapan-harapan dimaksud, muncul 2 (dua) opsi utama yang menjadi bahan pertimbangan. Dua opsi adalah sebagai berikut:
Opsi pertama adalah perluasan terhadap penugasan PT SMI berdasarkan KMK 126 Tahun 2011;
Opsi kedua adalah penujukan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebagai institusi yang mengelola dana penyiapan proyek. D. Simpulan 3. Dalam pembahasan perumusan teridentifikasi beberapa skema PDF sebagai berikut:
Sekretariat PDF di Kementerian Keuangan & PT SMI sebagai pengelola PDF b. Sekretariat PDF di Kementerian Keuangan & tanpa pengelola PDF c. Sekretariat PDF di PDF Fund & PT SMI sebagai pengelola PDF d. Sekretariat PDF di PDF Fund & PT SMI sebagai pengelola PDF e. Sekretariat PDF di pengelola PDF f. Sekretariat di PDF Fund & pengelola PDF 4. Alternatif BLU PIP sebagai PDF Fund dengan Sekretariat PDF di PDF Fund serta di pengelola PDF ( front office ) merupakan pilihan terbaik. C. ALASAN PERMOHONAN C.1. LATAR BELAKANG C.1.1. Bahwa pada tanggal 15 Januari 2010, KEMENTERIAN KEUANGAN (selanjutnya disebut KEMENKEU) telah menandatangani naskah perjanjian Utang Luar Negeri ( Loan Agreement-Loan Number 7731-ID; selanjunya disebut Loan Agreement , terlampir sebagai bukti P.3). Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 15 Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 16 C.1. 2. Bahwa perjanjian Loan Agreement yang ditandatangani tersebut secara langsung telah menjadikan Republik Indonesia memiliki utang kepada WORLD BANK Group (selanjutnya disebut World Bank ) c.q. International Bank for Reconstruction and Development (selanjutnya disebut IBRD) Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 17 sebesar US$100,000,000 (seratus juta Dollar Amerika Serikat). Dan Republik Indonesia berkewajiban membayar utang tersebut, mencicilnya selama 24,5 tahun. Jadwal pembayaran utang selengkapnya dapat dilihat pada halaman 16.
Peruntukan duit hasil ngutang dari Loan Agreement untuk PTSMI secara substantif niat dan perbuatannya ADALAH BERTENTANGAN, MELANGGAR, MELAWAN DAN/ATAU MENGINJAK-INJAK HUKUM DI REPUBLIK INDONESIA [ketentuan dari 24 ayat (7) UU 17/2003, Pasal 6 PP 44/2005 dan Pasal 1 ayat (23) PP 2/2006].
Bahwa World Bank , Kemenkeu dan PTSMI sejak awal telah merencanakan peruntukan duit hasil ngutang dari Loan Agreement untuk PTSMI dan kemudian diserahkan untuk kepentingan PTIIF. Dengan kata lain bahwa telah terjadi konspirasi kejahatan korporasi yang SISTEMATIS, TERENCANA dan MASSIF untuk menginjak-injak hukum di republik ini.
Bahwa World Bank sebenarnya telah mengetahui bahwa tindakannya memberikan dan/atau mengalokasikan duit hasil ngutang dari Loan Agreement untuk PTIIF tersebut adalah bertentangan, melanggar dan/atau melawan ketentuan dari Pasal 24 ayat (7) UU 17/2003, Pasal 6 PP 44/2005 dan Pasal 1 ayat (23) PP 2/2006, dan karena ke-tahuan-nya tersebut World Bank kemudian “menyembunyikan” rencananya dengan memberikan utang MELALUI entitas penghubung TERGUGAT II. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 29 4. Bahwa IFC sebagai salah satu pemegang saham PTIIF adalah institusi yang satu group dengan World Bank . dengan kata lain bahwa World Bank sebenarnya sedang memberikan utang untuk dirinya sendiri, alias “keluar kantung kiri- masuk ke kantung kanan”. Tindakan World Bank dengan cara konyol tersebut adalah jalan bagi World Bank agar dapat turut menikmati keuntungan dari operasionalnya bisnis PTIIF, World Bank mendapatkan keuntungan ganda, bunga utang plus keuntungan bisnis dari pengelolaan utang tersebut.
Bahwa saham miliK PTSMI (berbadan hukum RI) di entitas PTIIF (berbadan hukum RI) pada saat pendiriannya hanya sebesar 40,3 %, sementara bagian saham yang 59,7% -nya adalah milik entitas yang berbadan hukum non-RI. Dengan kata lain sebenarnya PTIIF adalah milik asing, 59,7% !!!!!:
Dan yang lebih menyedihkannya lagi, bahwa pada tanggal 19 Maret 2012, PTSMI telah menjual 6% saham miliknya di PTIIF kepada Sumitomo Mitsui Banking Corporation (badan hukum asing), sehingga akhirnya komposisi kepemilikan saham PTSMI pada saat pendiriannya yang hanya 40,3 % sekarang semakin menurun sehingga hanya tinggal tersisa 34,3 % saja, dan sebaliknya justru saham milik asing yang semakin meningkat dari 59,7% SEKARANG TELAH MENJADI 65,7 % !!!. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 30 Hal ini semakin memperjelas bahwa PTIIF sebenarnya adalah milik asing, UTANG RI UNTUK SWASTA ASING !!. Dan PTSMI sebagai bapak kandungnya justru malah terlibat transaksi nista tersebut, dia telah menjual anak kandungnya kepada pihak asing, PTSMI harus bertanggung jawab !!. Bagaimana dengan transaksi penjualan “barang milik negara” (saham 6%) yang dilakukan oleh PTSMI tersebut apakah telah sesuai dengan ketentuan hukum di republik ini ??, apakah itu telah disetujui oleh DPR RI sebagai representasi mata dan telinga kepentingan seluruh rakyat republik ini ?? MANA BUKTINYA ?!. #Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan PTSMI kepada Jepang melalui penjualan saham barang milik negara dan lainnya yang dilaksanakan secara serampangan dan tidak seksama serta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya tersebut, kami lampirkan sebagai Lampiran 7.
Bahwa kesimpulan atas telah dilakukannya konspirasi kejahatan korporasi tersebut adalah fakta substantif yang menunjukkan parahnya perbuatan yang telah dilakukan oleh PTSMI, bahwa duit ngutang seluruh Rakyat Indonesia ternyata diperuntukkan bukan cuma untuk kepentingan perusahaan swasta saja, TETAPI ternyata untuk PERUSAHAAN SWASTA “MILIK” ASING !!. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 31 8. Bahwa PTIIF merupakan perusahaan swasta “milik” asing yang berorientasi keuntungan, dan dalam operasionalnya, keuntungan tersebut kemudian akan dibagi sesuai dengan besarnya saham pemiliknya, 65,7% KEUNTUNGAN TERSEBUT UNTUK ASING !!. RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NGUTANG KEPADA ASING UNTUK DIGUNAKAN OLEH ASING ITU SENDIRI DAN UNTUK KEPENTINGANNYA SENDIRI ?!. Si asing dapat keuntungan ganda, untung dari bunga utang yang dibayar RI PLUS untung deviden dari operasional entitas PTIIF. TRAGIS !!, sepertinya ada yang salah dengan republik ini, sepertinya kita sedang dibodohi, dan lebih bodohnya lagi jika kita hanya diam terbengong -bengong bodoh dan sadar bahwa kita sebenarnya telah dibodohi. Entahlah nurani WNI mana yang kuat melihat perbuatan PTSMI membodohi bangsa ini, kalau kuat, itu artinya the golden way - nya Mario Teguh sepertinya cuma gombalan pepesan kosong di siang hari bolong. C.2.19. Bahwa tindakan PTSMI menandatangani Loan Agreement sebagai INDUK dari munculnya Project Agreement secara jelas menunjukkan bahwa PTSMI adalah EKSEKUTOR ATAU PELAKSANA LAPANGAN dari perilaku menginjak hukum di republik ini. C.2.20. Bahwa tindakan PTSMI membuat dan menandatangani Project Agreement yang menyebabkan seluruh rakyat RI jadi ngutang kepada World Bank tersebut adalah KESALAHAN YANG SANGAT-SANGAT FATAL. Tindakan PTSMI yang notabene adalah pengguna uang negara tersebut jelas sangat mengerikan, sangat tidak terpuji dan sangat membahayakan serta jelas-jelas telah merontokkan funndamental perekonomian Republik Indonesia, yaitu menambah utang secara serampangan, ngawur dan menginjak hukum !!. Dan yang jelas PTSMI TELAH membuat anak cucu seluruh rakyat Republik Indonesia menerima surat tagihan utang dan beban pembayarannya. Dan mengingat usia PTSMI yang sekarang ini mau diwafatkan dengan mengelola duit PIP (Pusat Investasi Pemerintah) sebagaimana Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 32 ketentuan pasal a quo , maka dapat dipastikan bahwa PTSMI telah WAFAT IN PEACE saat utang tersebut lunas pada tahun 2033 nanti. Mengingat agenda wafat itu, dapat dipastikan bahwa PTSMI dapat lepas tangan begitu saja dan tidak lagi menanggung pembayaran utang tersebut sebagaimana tanggungan seluruh anak cucu Indonesia dari sabang hingga Merauke. C.2.21. Secara sederhana fakta menginjak hukum dan pemerintahan yang dilakukan oleh PTSMI tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar G.1 Gambar G.2 Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 33 Gambar G.3 C.3. KERUGIAN KONSTITUSIONAL C.3.1. Bahwa dalam kehidupan kesehariannya seluruh rakyat Republik Indonesia telah MEMBAYAR BERBAGAI MACAM jenis pajak, cukai dan retribusi negara RI (selanjutnya disingkat Pajak). Rakyat di-Pajak dari mulai konsumsi barang kebutuhan pokok sehari- harinya (dari mulai sembako hingga kolor) yang telah dikenakan Pajak, bahkan ketika itu masih dalam proses produksi dan belum sampai ke pasar (bahan bakunya di -Pajak, pabriknya di-Pajak, gaji buruhnya di-Pajak, suplier di-Pajak, grosirnya di-Pajak, pengecernya di-Pajak), kemudian rakyat di-Pajak ketika mau berangkat membeli kebutuhan itu di pasar (angkutan umumnya di-Pajak, Ojek dan Becak-pun di-Pajak), kemudian rakyat di-Pajak lagi ketika membeli kebutuhan itu (Ppn), kemudian rakyat di-Pajak lagi lagi ketika mau membawa kebutuhan itu kembali ke rumahnya, dan rakyat di-Pajak ketika menggunakan kebutuhan itu di-rumahnya (Pph & PBB). Bahkan saat Pemohon mengajukan Permohonan kepada Mahkamah Konstitusi RI ini pun alat bukti yang diajukan Pemohon juga di-Pajak (PNBP bea materai). Kesemuanya hasil pembayaran Pajak dari rakyat tersebut kemudian diterima negra dan dimasukkan sebagai Penerimaan Negara dalam Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 34 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Republik Indonesia (APBN RI). C.3.2. Pembayaran Pajak dari rakyat dalam APBNP 2015 (terlampir sebagai bukti P.16): Pembayaran Pajak dari rakyat itu adalah 85% dari total penerimaan APBNP 2015: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 35 C.3.3. Dan menariknya untuk operasional negara ini, rakyat harus membayar: Kekurangan rencana akan belanja sebesar 222,5 Triliun itu akan ditutupi darimana lagi kalau bukan dari meningkatkan penerimaan dari Pajak rakyat tersebut. #menarik ketika rakyat selalu dilihat sebagai target, isi saku rakyat dijadikan target bancakan, isi saku anak cucu seluruh rakyat menjadi potensi pemasukan saku negara untuk membayar “jasa” pengelolaan saku negara itu sendiri. C.3.4. Dan APBNP 2015 juga menunjukkan bahwa kinerja “terbaik” seluruh BUMN se- republik ini (BUMN adalah payung-nya PTSMI) itu hanya “berkontribusi” mengurangi beban negara “hanya” sebesar 36,9 Triliun saja, dan itu hanya 2,4% saja dari kinerja terbaik setoran rakyat. Cukup menggelikan sebenarnya jika menilai kinerja terbaik seluruh BUMN yang mentereng-mentereng di republik ini itu, menyedihkan ketika angka kinerjanya bahkan angkanya kurang dari angka zakat minimal rakyat saja (angka zakat minimal 2,5%), itu baru angka kinerja BUMN kelas Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 36 satu, bagaimana dengan angka kinerja PTSMI sebagai BUMN kw 3 kelas sekian itu ?!, bisa dipastikan 0% = NOL PERSEN angkanya !!. Karenanya jelas aneh, jika disatu sisi saat ditanyakan kinerja angka setor-nya, PTSMI pasti mencoba terus berlindung dibalik mantra- mantra standard “tugas suci-nya” sebagai BUMN yang berbisnis tidak mencari keuntungan, sementara disisi lain gembar-gembor menunjukkan kinerja “ke-kapitalis-annya” saat meminta duit 2 Triliun dari APBN, bahkan sekarang ngelunjak meminta duit 18,3 Triliun dari duit rakyat yang ada di PIP. Inilah pola kesalahan berpikir, kontradiksi pola berpikir, standar ganda, ngaku miskin ketika minta duit rakyat tetapi ngaku kaya ketika berhadapan cuap-cuap didepan rakyat seakan-akan adalah dewa penyelamat yang diturunkan dari langit untuk mensejahterakan rakyat, padahal duit yang disakunya itu adalah duit dari rakyat juga. Mereka sebenarnya cuma mau “numpang makan” saja dari duit rakyat itu, cuma mau menghidupkan kompor di dapur rumahnya saja, ngebulin asap dapur rumahnya saja dengan alasan kebulan asap dapur itu adalah hasil kerja lebay-nya, cuma meningkatkan kesejahteraannya saja dengan alasan itu dari hasil gaji-nya, menyedihkan, kontradiksi dengan pernyataan Presiden RI pada Pembukaan Konferensi Asia Afrika 2015, DI JCC, Jakarta, 22 April 2015. ”The world that we inherited today is still fraught with global injustice, inequality and violence. Global injustice and inequality are clearly on display before us. __ When hundreds of people in the northern hemisphere enjoy the lives of super rich, while more than 1.2 billion people in the southern hemisphere struggle with less than 2 dollars per day, then global injustice becomes more visible before our eyes ”. C.3.5. Dan mungkin cara berpikir kontradiktif seperti inilah yang dikenal dalam dunia Psikologi sebagai kecenderungan gangguan mental Psikopat. Dan karenanya inilah pula urgensi kenapa Pemohon mengajukan Permohonanan pengujian norma atas pasal a quo tersebut, kewajiban rakyat menjunjung hukum dan pemerintahan di republik ini dari rongrongan korporasi-korporasi psikopat. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 37 C.3.6. Fakta angka diibawah pasti dapat semakin memperjelas kontradiksi itu (APBP 2015) #nyetor cuma 36,9 Triliun, tapi minta 70,4 Triliun ?!, untuk melaksanakan “tugas suci” mensejahterakan rakyat ?!, untuk disejahterakan maka rakyat harus nombok 33,5 Triliun ?!, untuk membayar gaji dan fasilitas kesejahteraan para aparatur pengelola BUMN itu sendiri ?!, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia ?!, “..untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa..”. Entah kemana perginya nurani berbangsa di republik ini ?!. “ We also feel the global injustice when a group of established nations are reluctant to recognize that the world has changed. The view that the world economic problems can only be solved by the World Bank, the International Monetary Fund, and the Asian Development Bank, is an outdated view ”. (Pidato Presiden RI, 22/04/2015) C.3.7. Disatu sisi: (APBP 2015) Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 38 Sementara disisi lain: Menarik ketika ternyata uang rakyat yang akan diberikan kepada PTSMI itu ternyata jumlahnya hampir sama besarnya dengan total pembayaran PBB seluruh rakyat di republik ini. Bumi, tanah dan air rakyat hanya untuk PTSMI ?!. Entah kemana perginya nurani republik ini ketika tukang ojek dan buruh- buruh pabrik non-UMR di Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung harus membayar PBB tiap meter persegi rumah petak kontrakan 3x2m-nya. Entah kemana perginya nurani bangsa ini ketika petani- petani miskin di Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung harus membayar PBB bagi tiap jengkal sawah dan ladangnya yang berada diatas bukit terjal yang itupun mereka harus berjalan kaki selama 4 jam setiap harinya untuk dapat merawat sawah dan ladangnya itu. Entah kemana perginya nurani Sila Pertama Pancasila ketika seluruh Sajadah yang diletakkan di tiap rumah warga negara republik ini harus membayar PBB untuk tiap centimeter persegi sajadah tersebut. IRONIS, karena faktanya ternyata pembayaran PBB itu semua hanya untuk membayar kenikmatan kehidupan aparatur PTSMI serta fasilitas gagah-gagahan di kertas-kertas kapitalis prospektus bisnis PTSMI saat cuap-cuap di depan para rentenir-rentenir asing agar turut serta menambahi utang negara republik ini. Semuanya cuma numpang makan dari uang receh di saku kecil rakyat. #mungkin Pidato Presiden RI di depan kepala-kepala negara lain saat pembukaan Konfrensi Asia Afrika di atas ada baiknya ditambahkan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 39 satu paragraf lagi jika Presiden RI akan ber-pidato di depan konfrensi rakyat kere di republik ini : “ We also feel the Indonesian injustice when a group of established Company are reluctant to recognize that the Indonesia has changed. The view that the Indonesia economic problems can only be solved by the World Bank, the PTSMI, and the PTIIF, is an very-very outdated view ”. (WNI, 28 Juni 2015) C.3.8. Bahwa utang luar negeri Republik Indonesia dibayarkan kepada para rentenir global melalui APBN RI, demikian juga dengan pembayaran utang luar negeri RI pada Loan Agreement utang negara untuk PTSMI. Sehingga menjadi jelas bahwa uang dari bermacam- macam Pajak yang dibayarkan oleh Pemohon dalam kehidupannya adalah uang yang digunakan APBN untuk membayar utang negara yang digunakan oleh PTSMI. C.3.9. Karenanya jika utang negara RI dilakukan dengan cara menginjak hukum, maka artinya Pemohon harus membayar untuk tindakan menginjak hukum tersebut. Dan jika Pemohon mendiamkan saja penginjakan hukum tersebut, maka secara langsung secara substantif dan normatif bahwa Pemohon artinya telah terlibat, menjadi bagian dan melindungi acara penginjakan hukum tersebut. C.3.10. Bahwa uang pembayaran pajak dari Pemohon itu juga digunakan untuk membayar operasional berjalannya pemerintahan republik ini. Karenanya jika utang negara RI dilakukan dan dibayarkan dengan cara menginjak- injak uang pembayaran pajak dari Pemohon yang niatnya agar pemerintahan republik ini dapat berjalan dengan baik, maka artinya Pemohon harus keluar uang untuk membayar suatu tindakan menginjak- injak pemerintahan republik ini dan/atau Pemohon menjadi terlibat menghancurkan sendiri pemerintahan republik ini. C.3.11. Tentu ini suatu hal yang sangat-sangat konyol, acara menginjak hukum yang dilakukan oleh orang lain tetap harus dibayar oleh Pemohon, bayangkan bahwa perbuatan hukum itu saja jelas jelas- jelas telah merugikan Pemohon secara langsung, dan konyolnya sudah dirugikan tetap saja Pemohon harus membayar untuk kerugian yang dialami karena acara penginjakan hukum yang dilakukan oleh orang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 40 lain itu, Pemohon sudah jatuh tertimpa tangga namanya, konyol jika Pemohon harus membayar untuk itu. Apapun alasannya, tentu ada yang salah dengan substansi normatif bernegara di republik ini jika Pemohon harus membayar untuk kerugian ber-warga negara itu, dan karena keanehan acara itulah maka sekarang ini Pemohon hanya dapat meminta perlindungan kepada Konstitusi republik ini, meminta perlindungan kepada Mahkamah Konstitusi. Semoga fakta-fakta dibawah ini dapat memperjelas KE-SPESIFIK-AN YANG PASTI AKAN TERJADI pada pos pengeluaran APBN republik ini: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 41 spesifik akan terjadi?! pasti terjadi pada anak cucu pemohon, anak cucu yang me angani-menghabiskan dan yang menikmati utang itu, anak cucu para penonton utang, anak cucu bagian cleaning service PTSMI, anak cucu pembantu rumah tangga pegawai Mahkamah Konstitusi, anak cucu Hakim Konstitusi, seluruh anak cucu republik ini. Dan sebagai pertimbangan Pemohon melampirkan tagihan utang dari World Bank kepada seluruh anak cucu Indonesia (terlampir sebagai Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 42 bukti P.23), semoga deretan daftar menu tagihan yang pasti akan terjadi itu dapat membuka mata hati kita semua agar jangan lagi “bermain-main” dengan nasib seluruh anak cucu rakyat Indonesia, janganlah lagi tergoda membebani generasi penerus republik ini dengan tagihan pembayaran utang psikopat itu. C.3.11. pinjaman negara yang dimanfaatkan untuk hal-hal yang produktif?! Sulit untuk menyebutkan yang mana utang yang dapat disebut utang yang produktif itu, karena faktanya menunjukkan bahwa setelah utang tersebut masuk ke Indonesia kemudian “diputar” dalam bentuk rupiah, kemudian menghasi lkan rupiah, tetapi pembayaran utang tersebut masih tetap dalam bentuk dollar (USD$), devaluasi kenaikan nilai tukar itu terus terjadi tiap penetapan APBN. Sulit menyebutkan jika ada utang yang produktif, karena faktanya devaluasi kenaikan nilai tukar dollar terhadap rupiah itu dalam kasus PTSMI ini saja hingga 30% (tiga puluh persen), tahun 2010 saat utang itu dimasukkan ke APBN dan diserahkan ke PTSMI dan diserahkan ke PTIIF, nilai satu dollar di APBN masih di angka Rp.9.000,00 (sembilan ribu rupiah) tetapi saat harus membayar utang itu nanti, APBNP 2015 saja harus mengeluarkan dana untuk membeli satu dollar senilai Rp.12.500,00 (dua belas ribu lima ratus rupiah), artinya “keuntungan” putaran utang negara di PTSMI dan PTIIF itu pasti telah habis “dimakan” oleh devaluasi nilai tukar dollar terhadap rupiah, itupun baru tahun 2015, bagaimana dengan tahun-tahun berikutnya ?!. Dan parahnya lagi, utang tersebut ternyata bukan digunakan dengan sekuat tenaga oleh PTSMI dan PTIIF, mereka hanya bertindak sebagai “investor” saja, karena faktanya duit utangan itu malah ditempatkan di perbankan sebagai simpanan alias deposito mereka, dan justru perbakan-lah yang memutar duit itu. Dan ketika duit itu masuk ke perbankan, duit itu dipinjamkan lagi ke rakyat dengan bunga membludak naik hingga 400% (dari 6% naik menjadi 24%), artinya saat rakyat ingin “mencicipi” duit utang itu, rakyat harus menanggung beban bunga utang itu hingga 5 kali lipat, membayar bunga utang 6% ke World Bank plus membayar bunga Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 43 utang 24% ke perbankan. Bagaimana dengan PTSMI ?!, PTSMI menikmati selisih bunga deposito beban rakyat itu. Bukti L.7: # 90% duitnya di-deposito-kan di perbankan nasional ?!, 80% pendapatan dari penempatan di perbankan nasional ?! Bagaimana dengan PTIIF ?!, sama saja, duit utang itu juga dijadikan beban rakyat, dapat dilihat Laporan Tahunan 2013 - PTIIF (bukti P.7): Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 44 # 90% duitnya di-deposito-kan di perbankan ?! 80% pendapatan dari penempatan di perbankan nasional ?!. C.3.11. Kemudian bagaimana dengan hubungan antara utang negara yang disimpan disaku perbankan dan diputar oleh perbankan ?!, jangankan PTSMI dan PTIIF, Pusat Investasi Pemerintah (PIP) itu sendiri pernah diingatkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) tentang duit “ngetem” itu dalam Laporan BPK terkait Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja Atas Kegiatan Perencanaan Investasi Pemerintah Yang Dikelola Pusat Investasi Pemerintah Pada Kementerian Keuangan Tahun 2012 (terlampir sebagai bukti P.17): # Karenanya, jika ketentuan pasal a quo tetap diberlakukan, maka sepertinya Pemohon telah didudukkan secara langsung di meja judi para rentenir penambah beban rakyat. # Fakta-fakta lainnya terkail permainan “petak umpet” ala PTSMI-PTIIF Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 45 C.4. POTENSI KERUGIAN KEDEPAN C.4.1. Bahwa rencana penyerahan asset PIP kepada PTSMI ketentuan Pasal a quo adalah rencana yang prematur, terburu-buru dan tanpa perencanaan yang matang, persis sama seperti saat perencanaan utang dari ADB untuk PTIIF dan PTSMI pada 10 tahun yang lalu, karena faktanya utang itu sendiri adalah asal tandatangan saja (bukti P.14): Pinjaman IIFF ini belum efektif karena masih terdapat beberapa persyaratan pengefektifan yang belum terpenuhi yakni: a) Belum diperolehnya izin usaha PT IIF; b) Belum diperolehnya persetujuan Menteri Hukum dan HAM atas akta pendirian PT IIF; c) Belum ditunjuknya CEO dan CFO PT IIF; d) Belum ditunjuknya enviromental and social staff ; e) Manual operasi PT IIF belum berlaku. # belum terpenuhi semua ?! asal tandatangan saja, teknis-nya NOL BESAR !! C.4.2. Terkait dengan rencana “mendadak 20 triliun” sebagaimana ketentuan pasal a quo , Pemohon melampirkan satu kajian tentang “isi perut” terkait skenario teknis trio Kemenkeu-PIP-PTSMI (terlampir sebagai bukti P.18), dan kajian itu sendiri menyimpulkan bahwa: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 46 C.4.3. Kemudian ada juga Laporan BPK terkait Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja Atas Kegiatan Perencanaan Investasi Pemerintah Yang Dikelola Pusat Investasi Pemerintah Pada Kementerian Keuangan Tahun 2012 juga memberikan berbagai rekomendasi “penyempurnaan” PIP, tetapi tidak ada satupun rekomendasi itu yang mengarahkan untuk menyerahkan duit rakyat yang ada di PIP itu kepada PTSMI, padahal saat pemeriksaan itu berlangsung sebenarnya PTSMI telah beroperasi, dan jika itu memang dipandang oleh BPK perlu menyerahkan duit itu kepada PTSMI, maka tentu BPK telah merekomendasikannya. C.4.4. Dan secara khusus BPK belum pernah memeriksa PTSMI, karenanya upaya untuk menyerahkan duit PIP kepada PTSMI tersebut jelas prematur dan terburu -buru. C.4.5. Karenanya jika ketentuan pasal a quo diberlakukan, maka Pemohon jelas ngeri- ngeri tidak sedap karena “keremang-remangan” pengelolaan yang ada, jangankan duit PTSMI yang “remang-remang” pengelolaannya karena merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, duit rakyat di PIP yang jelas-jelas itu saja masih tetap “remang-remang” pengelolaannya. Mengerikan jika duit rakyat diletakkan sebagai taruhan di meja judi rentenir global. C.4.6. Fakta juga menunjukkan bahwa sebenarnya PTSMI selama beroperasinya telah terlibat secara aktif dalam bisnis “perdagangan air”, bisnis yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Konsitusi (melalui Putusan Nomor85/PUU-XI/3013 perihal pengujian UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air) sebagai bisnis yang Inkonstitusional alias bisnis yang tidak Pancasilais. Bahwa PTSMI terlibat secara aktif Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 47 dalam bisnis tersebut sebagai “aktor utama” dalam Proyek SPAM Umbulan Jawa Timur (terlampir sebagai bukti P.19): C.4.7. Selain itu proses penetapan “acara mendadak 20 Triliun” untuk PTSMI sebagaimana ketentuan pasal a quo itu jelas nampak prematur, mendadak muncul begitu saja pada awal tahun 2015, kemudian diajukan oleh Menkeu ke DPR RI dan kemudian ditetapkan sebagai Pasal a quo. Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi XI DPR RI dengan Kemenkeu pada 5 Februari 2015 (terlampir sebagai bukti P.20) memutuskan meminta bebarapa syarat kepada Kemenkeu dan PTSMI. Tanggal 10 Februari 2015 PTSMI menyampaikan jawaban kepada Komisi XI DPR RI (terlampir sebagai bukti P.21), sebuah jawaban sebanyak 6 lembar kertas kuarto. Dan tanggal 6 Maret 2015 ditetapkan-lah Pasal 23A APBNP 2015. Hanya dalam waktu 1 bulan pasca RDP terakhir itu ternyata “mampu” melewati berbagai proses, dari mulai proses harmonisasi dengan Komisi VI DPR RI sebagai mitra Kemen BUMN, pembahasan dan penetapan di Badan Anggaran DPR RI hingga pembahasan dan penetapan di Badan Legislasi DPR RI. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 48 Sebuah kecepatan yang sempurna, cukup satu bulan, 20 Triliun untuk PTSMI, cukup 6 lembar kertas jawaban, 20 Triliun kekayaan negara berubah menjadi kekayaan yang dipisahkan. Karenanya wajar jika Pemohon menjadi su’udzon dan semakin ngeri-ngeri tak sedap dengan “acara mendadak 20 Triliun” untuk PTSMI itu, jangan-jangan ini penyelundupan anggaran, penyelundupan yang resmi terhadap APBNP 2015. C.4.8. Dan yang lebih menariknya lagi, tanggal 14-15 Mei 2015 di Gorontalo, Menkeu dan sdr. Fadel M. sebagai Ketua Komisi XI DPR RI (Fadel M. adalah anggota DPR RI dari daerah pemilihan Gorontalo) mulai mengenalkan “acara mendadak 20 triliun” untuk PTSMI itu, Menkeu kunker sekaligus menyampaikan janji-janji indah untuk Gorontalo, didampingi wakil rakyat Gorontalo: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 49 C.4.9. Akan menjadi mengerikan bagi Pemohon jika ternyata benar bahwa proses munculnya hingga ditetapkannya pasal a quo adalah sebuah proses transaksional. Jika memang itu yang terjadi, maka Pemohon jelas akan kehilangan kesempatan ikut “mencicipi” duit 20 Triliun untuk PTSMI itu karena wakil rakyat Pemohon di DPR RI (dari daerah pemilihan Kabupaten Bandung) bukanlah Ketua Komisi XI DPR RI, bahkan Pemohon tidak memiliki wakil rakyat di Komisi XI DPR RI. C.4.10. Karenanya ini jelas kejahatan HAM berat, diskriminasi bagi penikmat 20 Triliun, INKONSTITUSIONAL !! karena UUD 1945 jelas-jelas telah menegaskan bahwa Pemohon yang warga Kabupaten Bandung (walaupun bukan anggota apalagi Ketua Komisi XI DPR RI) tetap bersamaan kedudukannya dengan warga Gorontalo di dalam hukum dan pemerintahan untuk ikut mencicipi duit 20 Triliun itu. C.4.11. Inilah urgensi Pemohonan ini, Negara Indonesia adalah negara hukum. C.4.12. Bahwa sejak kecil Pemohon telah diajarkan oleh keluarga, lingkungan dan sekolah untuk mematuhi hukum dan jangan pernah menginjak hukum dan/atau bekerjasama dalam acara menginjak hukum. Dan secara normatif bahwa Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 telah secara tegas menyebutkan: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. C.4.13. Bahwa UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi di RI dan pondasi dalam pedoman utama kelangsungan hidup bangsa ini telah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 50 mewajibkan Pemohon untuk menjujung tinggi hukum RI. Bahwa UUD 1945 yang tidak terlepas dari Pembukaan UUD 1945 adalah merupakan wujud dari tujuan dan tegaknya harga diri serta kedaulatan bangsa ini. Dengan kata lain, acara menginjak hukum adalah perbuatan meruntuhkan harga diri dan kehormatan bangsa ini, sekaligus menghancurkan kedaulatan bangsa ini. C.4.13a. Bahwa PT. SMI adalah perusahaan yang berbadan hukum Republik Indonesia, dan aparatur pengelola PT. SMI adalah Warga Negara Indonesia. C.4.13b. Bahwa jika fakta-fakta konkret menunjukkan bahwa pengelolaan PT. SMI dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan hukum, maka itu artinya bertentangan dengan norma Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. C.4.13c. Bahwa jika fakta-fakta konkret menunjukkan bahwa aparatur PT. SMI melakukan pengelolaan dengan cara yang bertentangan dengan hukum, maka itu artinya bertentangan dengan norma Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. C.4.13d. Bahwa jika fakta-fakta konkret diatas terpenuhi, maka secara langsung artinya norma pada Pasal 23A UU 3/2015 tersebut bertentangan dengan norma- norma pada batu uji [Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945]. C.4.13e. Karenanya Pemohon membutuhkan tafsiran, kepastian dan keadilan hukum terhadap aplikasi konkret dari norma-norma batu uji tersebut dari Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penegakan hukum dan keadilan, pengawal konstitusi Republik Indonesia. C.4.13f. Selain tafsiran, kepastian dan keadilan hukum terhadap aplikasi konkret dari norma-norma batu uji tersebut hal ini diharapkan pula dapat menjadi dasar untuk mengurangi polemik ketidakkonsistenan dan ketidakkomprehensifan pengelolaan republik ini, misalnya polemik lembaga negara manakah yang sebenarnya lebih berwenang untuk memberikan penyuluhan tentang konstitusi, apakah lembaga Mahkamah Konstitusi ataukah MPR RI ?, apakah substansi dan aplikasi konkret “Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara” berbeda dengan “Empat Pilar MPR RI” ?, apakah program “Sosialisasi Empat Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 51 Pilar MPR RI” perlu dikeluarkan dari DIPA APBN MPR RI ?. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 52 C.4.14a. Bahwa PT. SMI adalah perusahaan yang berbadan hukum Republik Indonesia, dan aparatur pengelola PT. SMI adalah warga negara Indonesia. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 53 C.4.13b. Bahwa jika fakta-fakta konkret menunjukkan bahwa pengelolaan PT. SMI dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan hukum, maka itu artinya bertentangan dengan norma Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. C.4.13c. Bahwa jika fakta-fakta konkret menunjukkan bahwa aparatur PT. SMI melakukan pengelolaan dengan cara yang bertentangan dengan hukum, maka itu artinya bertentangan dengan norma Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. C.4.13d. Bahwa jika fakta-fakta konkret diatas terpenuhi, maka secara langsung artinya norma pada Pasal 23A UU 3/2015 tersebut bertentangan dengan normanorma pada batu uji [Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945]. C.4.13e. Karenanya Pemohon membutuhkan tafsiran, kepastian dan keadilan hukum terhadap aplikasi konkret dari norma-norma batu uji tersebut dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sebagai lembaga penegakan hukum dan keadilan, pengawal konstitusi Republik Indonesia. C.4.13f. Selain tafsiran, kepastian dan keadilan hukum terhadap aplikasi konkret dari norma-norma batu uji tersebut hal ini diharapkan pula dapat menjadi dasar untuk mengurangi polemik ketidakkonsistenan dan ketidakkomprehensifan pengelolaan republik ini, misalnya polemik lembaga negara manakah yang sebenarnya lebih berwenang untuk memberikan penyuluhan tentang konstitusi, apakah lembaga Mahkamah Konstitusi ataukah MPR RI ?, apakah substansi dan aplikasi konkret “Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara” berbeda dengan “Empat Pilar MPR RI” ?, apakah program “Sosialisasi Empat Pilar MPR RI” perlu dikeluarkan dari DIPA APBN MPR RI ?. (gambar termuat dalam permohonan) C.4.14. Bahwa konspirasi penginjakan hukum yang telah dilakukan secara SISTEMATIK, TERENCANA dan MASSIF yang telah dilakukan oleh World Bank , Kemenkeu, PTSMI dan PTIIF dengan menjadikan PTSMI sebagai eksekutor langsung dari penginjakan hukum itu adalah perbuatan yang melecehkan dan merusak tatanan hukum dan kedaulatan bangsa ini, infiltrasi asing terhadap bangsa ini, penjajahan terselubung. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 54 C.4.15. Bahwa harga diri, kehormatan bangsa dan kedaulatan serta kewajiban menjunjung tinggi hukum bagi bangsa ini tidaklah dapat dinilai dengan materi “remeh temeh”. Harga diri, kehormatan dan kedaulatan adalah harta benda milik diri yang paling berharga di muka bumi ini. Dan rakyat RI sendiri sebenarnya pernah merasakan beratnya konsekuensi tersebut. RI diwajibkan Pengadilan Amerika Serikat untuk membayar ganti rugi lebih dari Rp.2,8 triliun kepada Karaha Bodas Company LLC yang berbadan hukum Cayman Islands, tetapi sahamnnya dimiliki Caithness Energy, Florida Power & Light dan Tomen Corp berbadan hukum US. Dari perkara Karaha Bodas Company ini menunjukkan bahwa Hakim-hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat ternyata sangat menghargai dan memuliakan warga negaranya, siapapun yang merugikan warga negaranya pasti akan mereka hukum. Warga negara Amerika yang merasakan dirugikan oleh siapapun juga dimuka bumi ini dipersilahkan menuntut keadilan, dan putusan mereka tidak akan terpengaruh oleh apapun juga. Kemuliaan bagi tiap sen dollar pajak, cukai, materai dan retribusi yang telah dibayarkan oleh warga negara Amerika untuk menghidupi aparatur hukum mereka, peradilan, hakim dan mahkamah agung mereka. Bahwa ganti rugi yang wajib dibayarkan RI dalam perkara KBC tersebut artinya pembayaran itu (melalui institusi apapun yang membayarnya, misalnya Pertamina) tetaplah artinya Pemohon juga yang membayarnya, membayar harga diri, kehormatan dan kedaulatan karena terlanjur di-putuskan-kan sebagai bangsa yang tidak taat hukum. C.4.16. Bahwa tahun 2013 hingga hari ini Churchill Mining PLC (Churchill) yang berbadan hukum Inggris sedang berperkara di pengadilan ICSID- arbitrase internasional, Churchill menuntut RI mengganti rugi sebesar Rp.15 triliun. Dan jika dikabulkan itu artinya yang membayarnya nanti jelas adalah Pemohon juga. Entah mengapa begitu luar biasanya orang-orang asing dimuliakan dimeja mahkamah peradilan mereka, peradilan penuh kemuliaan, penghargaan atas harga diri dan kehormatan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 55 Dan menariknya dalam perkara Churchill dan tuntutan ganti rugi 12 triliun-nya tersebut, sebenarnya Churchill bukanlah hanya sedang mengadili atau memperkarakan sejenis perkara sengketa bisnis atau dunia per-saudagar-an saja, karena sebenarnya perkara itu sendiri telah diputuskan oleh Mahkamah Agung RI. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 56 Sederhananya, Churchill di ICSID sebenarnya sedang menuntut Pengadilan Negeri Kalimatan Timur, Pengadilan Tinggi TUN-Jakarta dan Mahkamah Agung RI. CHURCHILL SEDANG MENUNTUT HUKUM DI INDONESIA. Pengadilan Indonesia sedang diadili di pengadilan ICSID yang berada dalam yuridiksi negara Singapura. Ini fakta bahwa sebenarnya Putusan MAHKAMAH AGUNG RI SEDANG DIADILI DI PERADILAN WORLD BANK. Hubungan antara World Bank-ICSID-IBRD-IFC adalah sebagaimana yang disampaikan mister Roberto Dañino Zapata ( Secretary General of ICSID and Senior Vice President and General Counsel of the World Bank ) dalam acara First Annual Conference “Interpretation Under The Vienna Convention On The Law of Treaties ”, di London pada 17 January 2006: “ As you know, the expression “World Bank Group” is short-hand for five international organizations: The International Bank for Reconstruction and Development (IBRD),the International Development Association (IDA), International Finance Corporation (IFC), the Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA), Finally, the International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID). the four financial institutions of the World Bank Group are headed by the same President while, in the ICSID, the General Counsel of IBRD hastraditionally been elected by the Administrative Council to serve as theSecretary General of ICSID. the personnelworking for ICSID is in its entirety employed by IBRD, though assigned toICSID ”. Sederhananya bahwa Sekjen IBRD adalah Sekjen ICSID, Karyawan IBRD adalah juga karyawan ICSID. Dalam kasus Churchill di ICSID artinya Putusan Pengadilan Kalimatan Timur, Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta dan Putusan Mahkamah Agung RI sedang diadili oleh World Bank. HUKUM INDONESIA SEDANG DIADILI OLEH PERADILAN WORLD BANK GROUP. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 57 Apapun pendapat hakim pengadilan dan MAHKAMAH AGUNG RI, pakar hukum dan ahli penghalus bahasa, tetapi FAKTANYA bahwa disaat warga Indonesia telah dibodohi oleh World Bank, disaat itu juga institusi Pengadilan di Indonesia sebenarnya sama saja nasibnya, sedang diadili di peradilan World Bank , sedang dikerjain World Bank , # Arghhh!! : @!?<”<>%$%j; ; d#^4o$?!! C.4.17. Sebagai catatan akhir fakta (terlampir sebagai bukti P-22) menunjukkan: KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 40/KMK.01/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN 2010-2014 PROGRAM 100 HARI Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 58 DIREKTORAL JENDERAL KEKAYAAN NEGARA Fakta menunjukkan bahwa memang Loan Agreement itu memang dimaksudkan untuk PTIIF, sebuah perusahaan swasta, perusahaan yang mayoritas sahamnya milik asing, seluruh anak cucu Indonesia menanggung utang mereka. Dan yang pasti semoga saat pendirian PT. Sarana Multi Infrastruktur yang kemudian biasa disingkat disingkat PT. SMI sebenarnya bukanlah singkatan yang sama dengan Menkeu itu sendiri : Sri Mulyani Indrawati alias SMI, yang “kebetulan” saat ini menjadi pembesar di World Bank . Semoga PTSMI bukanlah berhala- pemberhalaan aparat Kemenkeu kepada mantan menterinya. D. PETITUM Berdasarkan alasan-alasan yang telah disampaikan diatas, Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi agar memeriksa, mengadili dan memutuskan permohonan a quo dengan amar:
Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
Menyatakan Pasal 23A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 59 Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 adalah bertentangan bertentangan dengan UUD 1945.
Menyatakan Pasal 23A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. [2.2] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, Pemohon telah mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-23 sebagai berikut:
Bukti P-1 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Bukti P-2 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015;
Bukti P-3 : Fotokopi Loan Agreement-Loan Number 7731-ID;
Bukti P-4 : Fotokopi Project Agreement Loan Number 7731-ID;
Bukti P-5 : Fotokopi Laporan Tahunan PT. SMI Tahun 2009;
Bukti P-6 : Fotokopi Laporan Tahunan PT. SMI Tahun 2010;
Bukti P-7 : Fotokopi Laporan Tahunan PT. IIF Tahun 2013;
Bukti P-8 : Fotokopi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Bukti P-9 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan Dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara Dan Perseroan Terbatas;
Bukti P-10 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 60 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Dan/Atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri;
Bukti P-11 : Fotokopi Report Nomor AB4691: Private Infrastructure Financing & Support Facility Project - Appraisal Stage;
Bukti P-12 : Fotokopi Report Nomor AB4696: Private Infrastructure Financing & Support Facility Project - Concept Stage;
Bukti P-13 : Fotokopi Asian Development Bank (ADB) ^* Proposed Loan and Equity Investment Republic of Indonesia: Indonesian Infrastructure Financing Facility Company Project;
Bukti P-14 : Fotokopi Kemenkeu: Laporan Pinjaman Pemerintah Tahun 2010;
Bukti P-15 : Fotokopi Report Nomor AC4407: Private Infrastructure Financing & Support Facility Project - Integrated Safeguards Data Sheet - Concept Stage ;
Bukti P-16 : Fotokopi APBNP 2015 : Penerimaan Perpajakan;
Bukti P-17 : Fotokopi BPK RI, Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja Atas Kegiatan Perencanaan Investasi Pemerintah Yang Dikelola Pusat Investasi Pemerintah Pada Kementerian Keuangan Tahun 2012;
Bukti P-18 : Fotokopi Novijan Janis (Kepala Subbidang Risiko Ekonomi Keuangan, dan Sosial pada Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal): Kajian Analisis Atas Penyempurnaan Model Bisnis Project Development Facility di Kementerian Keuangan, 2013;
Bukti P-19 : Fotokopi Panitia Lelang Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta Sistem Penyediaan Air Minum (Kps Spam) Umbulan, Ringkasan Eksekutif Pra-Studi Kelayakan (Memorandum Informasi): Proyek Kerjasama Pemerintah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 61 Swasta Sistem Penyediaan Air Minum (Kps-Spam) Umbulan, 2012;
Bukti P-20 : Fotokopi Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI DPR RI dengan Kemenkeu, 5 Februari 2015;
Bukti P-21 : Fotokopi Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI DPR RI dengan PT.SMI: 10 Februari 2015;
Bukti P-22 : Fotokopi Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/20 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2010–2014;
Bukti P-23 : Fotokopi Daftar Tagihan Utang World Bank kepada Republik Indonesia; [2.3] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam Berita Acara Persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini;
PERTIMBANGAN HUKUM Kewenangan Mahkamah [3.1] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226, selanjutnya disebut UU MK), dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076), salah satu kewenangan Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 62 [3.2] Menimbang bahwa permohonan a quo adalah permohonan pengujian konstitusionalitas Undang-Undang, in casu pengujian Pasal 23A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015, Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5669, selanjutnya disebut UU APBN- P 2015) terhadap UUD 1945. Dengan demikian, Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo . Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon [3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu Undang-Undang, yaitu:
perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama);
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;
badan hukum publik atau privat;
lembaga negara; Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:
kedudukan atau kualifikasinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK;
hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945 dalam kedudukan atau kualifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf a yang dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian; [3.4] Menimbang pula bahwa berkenaan dengan kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional, Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 bertanggal 20 September 2007, serta putusan-putusan selanjutnya, berpendirian bahwa kerugian Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 63 hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu:
adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
adanya hubungan sebab-akibat ( causal verband ) __ antara kerugian dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi; [3.5] Menimbang bahwa dalam permohonan a quo, Pemohon menjelaskan kedudukan hukum ( legal standing ) sebagai berikut:
Bahwa Pemohon adalah organisasi kepemudaan Mahasiswa Pancasila (MAPANCAS) Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten Bandung yang telah mendapatkan surat tugas khusus dari Dewan Pimpinan Daerah MAPANCAS Jawa Barat dan diketahui Dewan Pimpinan Pusat MAPANCAS;
Bahwa Pemohon mendalilkan memiliki hak konstitusional yang diberikan UUD 1945. Menurut Pemohon hak konstitusionalnya tersebut telah dirugikan dengan berlakunya Pasal 23A UU APBN-P 2015 sebagaimana diuraikan di atas, dengan alasan yang pada pokoknya:
Bahwa Pemohon memiliki kewajiban konstitusional untuk menjunjung hukum, dan jika ada ketentuan yang menginjak hukum diberlakukan, maka kewajiban konstitusional Pemohon secara langsung akan dirugikan, karena kewajiban itu menuntut paksaan dan sanksi moril kepada Pemohon jika ikut dan/atau turut serta mendiamkan dan membiarkan pelanggaran hukum itu terjadi dan terus berlangsung;
Undang-Undang a quo adalah tentang APBN yang menyangkut kepentingan seluruh warga negara Republik Indonesia maka karenanya Pemohon memiliki kepentingan konstitusional secara langsung terhadap pengujian Undang-Undang a quo ; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 64 c. Bahwa Pasal 23A Undang-Undang a quo terkait secara langsung dengan keberadaan dan/atau penampakan PT. Sarana Multi Infrastruktur (selanjutnya disebut PTSMI) yang menurut Pemohon telah menginjak hukum Republik Indonesia. PTSMI telah melakukan konspirasi kejahatan korporat yang sistematik, terencana, dan masif terhadap seluruh warga negara Republik Indonesia dengan menggunakan utang luar negeri Republik Indonesia untuk kepentingan bisnis sebuah perusahaan swasta (PT. Indonesia Infrastructure Finance, selanjutnya disingkat PTIIF) yang jelas-jelas mayoritas sahamnya dimiliki oleh institusi-institusi asing. Dengan kata lain, bahwa PTSMI telah menggunakan utang luar negeri Republik Indonesia untuk kepentingan bisnis institusi-institusi asing di republik ini;
Bahwa jika pasal a quo diberlakukan, maka PTSMI akan menjadi entitas/institusi yang akan menjadi penerima pertama manfaat ekonomi sekaligus penikmat hasil pertama dari ketentuan a quo ;
Bahwa jika pasal a quo diberlakukan, maka jelas Pemohon dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan karena itu akan memberi ruang bagi PTSMI untuk melakukan penginjakan hukum selanjutnya yang lebih dahsyat lagi di republik ini, penginjakan hukum demi kepentingan bisnis institusi- institusi asing;
Bahwa desain bisnis PTSMI berpotensi menjadi praktik bisnis yang tidak Pancasilais dan/atau tidak konstitusional, yang jelas-jelas telah dilarang oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 85/PUU- XI/2013;
Bahwa pemberlakuan pasal a quo adalah kerugian konstitusional seluruh warga negara Indonesia, termasuk Pemohon dan jika ketentuan tersebut tidak diberlakukan maka kerugian konstitusional seluruh warga negara Indonesia (paling tidak kerugian konstitusional Pemohon) tidak akan terjadi lagi, minimal akan sedikit berkurang kerugian konstitusional tersebut; [3.6] Menimbang bahwa berdasarkan syarat-syarat sebagaimana diuraikan pada paragraf [3.3] dan paragraf [3.4] serta dihubungkan dengan dalil Pemohon Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 65 sebagaimana dijelaskan pada paragraf [3.5] di atas , Mahkamah berpendapat sebagai berikut:
Bahwa Pemohon, sebagai organisasi kepemudaan, yaitu MAPANCAS, dalam hal ini secara spesifik MAPANCAS Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten Bandung, mendalilkan dirinya sebagai badan hukum privat. Namun demikian, bukti-bukti yang diajukan Pemohon sama sekali tidak ada hubungan dan tidak menjelaskan keberadaan Pemohon sebagaimana didalilkan yaitu sebagai badan hukum melainkan bukti-bukti yang menerangkan keberadaan Pemohon sebagai organisasi kepemudaan;
Bahwa pada sidang pemeriksaan pendahuluan tanggal 18 Agustus 2015, Panel Hakim telah memberikan nasihat kepada Pemohon yang intinya mengingatkan bahwa organisasi kepemudaan bukanlah badan hukum privat. Lagi pula, kerugian sebagaimana diterangkan Pemohon dalam permohonannya bukanlah kerugian hak konstitusional badan hukum privat dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan badan hukum privat. Oleh karenanya Panel Hakim menasihatkan agar Pemohon memperbaiki permohonannya, khususnya mengenai uraian perihal kedudukan hukum ( legal standing ) agar disesuaikan dengan kualifikasi Pemohon, dalam hal ini sebagai organisasi kepemudaan, sehingga uraian perihal kerugian hak konstitusional Pemohon pun harus disesuaikan relevansinya dengan kualifikasi Pemohon sebagai organisasi kepemudaan dimaksud, setidak- tidaknya dengan memberikan penjelasan yang merujuk pada ketentuan dalam Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga-nya yang dapat menggambarkan adanya kerugian hak konstitusional sebagaimana yang didalilkan;
Bahwa Pemohon dalam perbaikan permohonannya, yang diterima dalam persidangan Mahkamah tanggal 31 Agustus 2015, dan diperiksa dalam sidang perbaikan permohonan pada tanggal 31 Agustus 2015, Pemohon tidak lagi mendalilkan dirinya sebagai badan hukum privat melainkan sebagai organisasi kepemudaan. Namun demikian, dalam perbaikan permohonan dimaksud, Mahkamah tidak menemukan sama sekali uraian yang dapat membawa Mahkamah pada pendapat bahwa setidak-tidaknya terdapat korelasi antara kerugian hak konstitusional Pemohon dengan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 66 kualifikasi Pemohon sebagai organisasi kepemudaan melainkan hanya tambahan uraian yang menerangkan bahwa Pemohon (MAPANCAS) telah terdaftar di Kementerian Dalam Negeri Nomor 258/D.III.2/V/2010 dan penjelasan bahwa Pemohon ( in casu MAPANCAS Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten Bandung) telah mendapatkan “Surat Tugas” dari Dewan Pimpinan Daerah MAPANCAS Jawa Barat yang diketahui oleh Dewan Pimpinan Pusat MAPANCAS untuk mengajukan permohonan a quo . Dengan tambahan uraian demikian, Pemohon kemudian mendalilkan dirinya telah memenuhi syarat kedudukan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK (vide Perbaikan Permohonan, halaman 2);
Bahwa karena tidak jelasnya uraian perihal kedudukan hukum Pemohon sebagaimana diuraikan pada angka 3) di atas, padahal prima facie Mahkamah menganggap permohonan ini cukup penting, Mahkamah mencoba mencari kaitan antara kedudukan hukum Pemohon dengan kerugian hak konstitusional Pemohon dalam alasan-alasan permohonan dengan maksud agar permohonan a quo memenuhi syarat untuk dilanjutkan pemeriksaannya ke tahapan pemeriksaan persidangan. Namun demikian, ternyata Pemohon dalam alasan-alasan permohonannya justru menerangkan dalil-dalil berkenaan dengan praktik yang dikatakan telah dilakukan oleh PT. Sarana Multi Infrastruktur. Dengan demikian, menurut Mahkamah, permohonan a quo sesungguhnya bukanlah pengujian konstitusionalitas norma Undang-Undang melainkan persoalan penerapan norma Undang-Undang yang dimohonkan pengujian; [3.7] Menimbang, oleh karena telah nyata bagi Mahkamah bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) dalam permohonan a quo sehingga Mahkamah tidak perlu memeriksa pokok permohonan maka dengan berdasar pada Pasal 54 UU MK, tidak ada urgensinya bagi Mahkamah untuk mendengar keterangan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 67 4. KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo ; [4.2] Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan permohonan a quo ; [4.3] Pokok permohonan tidak dipertimbangkan. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), serta Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5076).
AMAR PUTUSAN Mengadili , Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima. Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, I Dewa Gede Palguna, Maria Farida Indrati, Wahiduddin Adams, Patrialis Akbar, Aswanto, Manahan M.P Sitompul, dan Suhartoyo, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Selasa, tanggal satu, bulan September, tahun dua ribu lima belas , yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Selasa, tanggal dua puluh, bulan Oktober, tahun dua ribu lima belas , selesai diucapkan pukul 15.43 WIB , oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, I Dewa Gede Palguna, Maria Farida Indrati, Wahiduddin Adams, Patrialis Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 68 Akbar, Aswanto, dan Manahan M.P Sitompul, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Syukri Asy’ari sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh Presiden atau yang mewakili, Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, dan tanpa dihadiri oleh Pemohon. KETUA, ttd. Arief Hidayat ANGGOTA-ANGGOTA, ttd. Anwar Usman ttd. I Dewa Gede Palguna ttd. Maria Farida Indrati ttd. Wahiduddin Adams ttd. Patrialis Akbar ttd. Aswanto ttd. Manahan M.P Sitompul PANITERA PENGGANTI, ttd. Syukri Asy’ari Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2016.
Relevan terhadap
Peraturari Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang ni.engetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 Maret 2015 MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P. S. BRODJONEGORO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 26 Maret 201 ^5 MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 455 NO (1) 1 LAMPIRAN I PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 /PMK. 02I201 ^5 TENTANG STANDAR B!AYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 2016 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 2016 YANG BERFUNGSI SEBAGAI BATAS TERTINGGI URAIAN SA TUAN BJAYA TA 2016 (2) (3) (4) HONORARIUM PENANGGUNG JAWAB PENGELOLA KEUANGAN 1.1 Kuasa Pengguna Anggaran a. Nilai pagu dana s.d. RplOO juta OB Rp500.000 b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta OB Rp610.000 c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta OB Rp720.000 d. Nilai pagu dana di atas Rp500 ju ta s.d. Rpl miliar OB Rp830.000 e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar OB Rp970.000 f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar OB Rpl.110.000 g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar OB Rpl.250.000 h. Nilai pagu dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar OB Rpl.580.000 i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar OB Rpl.910.000 j. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar OB Rp2.250.000 k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar OB Rp2.580.000 I. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar OB Rp3.080.000 m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar OB Rp3.580.000 n. Nilai pagu dana di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar OB Rp4.080.000 o. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun OB Rp4.580.000 p. Nilai pagu dana di atas Rpl triliun OB Rp5.580.000 1.2 Pejabat Pembuat Komitmen a. Nilai pagu dana s.d. RplOO juta OB Rp480.000 b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta OB Rp590.000 c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta OB Rp700.000 d. Nilai pagu dana di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar OB Rp800.000 e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar OB Rp940.000 f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar OB Rpl.070.000 g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar OB Rpl.210.000 h. Nilai pa g u dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar OB Rpl.530.000 i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar OB Rpl.850.000 j. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar OB Rp2.170.000 k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar OB Rp2.490.000 I. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar OB Rp2.980.000 m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar OB Rp3.460.000 n. Nilai pagu dana di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar OB Rp3.940.000 0. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun OB Rp4.430.000 p. Nilai pagu dana di atas Rpl triliun OB Rp5.390.000 1.3 Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan Surat Perintah Membayar a. Nilai pagu dana s.d. Rp 100 ju ta OB Rp400.000 b. Nilai pagu dana di atas Rp 100 ju ta s.d. Rp250 ju ta OB Rp480.000 c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta OB Rp570.000 d. Nilai pagu dana di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar OB Rp660.000 e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar OB Rp770.000 f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar OB Rp880.000 g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar OB Rp990.000 h. Nilai pagu dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar OB Rpl.250.000 i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar OB Rpl.520.000 j. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar OB Rpl.780.000 k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar OB Rp2.040.000 l. Nilai pagu dana di atas R p lOO miliar s.d. Rp250 miliar OB Rp2.440.000 m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar OB Rp2.830.000 n. Nilai pagu dana di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar OB Rp3.230.000 o. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun OB Rp3.620.000 p. Nilai pagu dana di atas Rpl triliun OB Rp4.420.000 1.4 Bendahara Pengeluaran a. Nilai pagu dana s.d. RplOO juta OB Rp340.000 b, Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta OB Rp420.000 c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta OB Rp500.000 d. Nilai pagu dana di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar OB Rp570.000 e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar OB Rp670.000 NO (1) f. Nilai pagu dana di atas g. Nilai pagu dana di atas h. Nilai pagu dana di atas i. Nilai pagu dana di atas j. Nilai pagu dana di atas k. Nilai pagu dana di atas I. Nilai pagu dana di atas m. Nilai pagu dana di atas n. Nilai pagu dana di atas 0. Nilai pagu dan a di atas p. Nilai pagu dana di atas URAIAN (2) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar Rp5 miliar s.d. RplO miliar RplO miliar s.d. Rp25 miliar Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar Rp75 miliar s.d. RplOO miliar RplOO miliar s.d. Rp250 miliar Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar Rp500 miliar s.d. Rp750 milia.r Rp750 miliar s.d. Rpl triliun Rpl triliun 1.5 Staf Pengelola Keuangan/Bendahara Pengeluaran Pembantu/Petugas Pengelola Adminstrasi Belanja Pegawai a. Nilai pagu dana s.d. RplOO juta b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta d. Nilai pagu dana di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar h. Nilai pagu dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar j. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar I. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar 11. Nilai pagu dana di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar o. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun p. Nilai pagu dana di atas Rpl t.riliun 2 HONORARIUM PENANGGUNG JAWAB PENGELOLA KEUANGAN PADA SATKER YANG KHUSUS MENGELOLA BELANJA PEGAWAI 2.1 Atasan Langsung Pemegang Kas/KPA a. Nilai pagu dana s.d Rp25 miliar b. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar c. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. RplOO miliar d. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp200 miliar e. Nilai pagu dana di atas Rp 200 miliar 2.2 Pemegang Kas/Bendahara a. Nilai pagu dana s.d Rp25 miliar b. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar c. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. RplOO miliar d. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp200 miliar e. Nilai pagu dana di atas Rp200 miliar 2.3 Juru Bayar/Staf a. Nilai pagu dana s.d Rp25 miliar b. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar c. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. RplOO miliar d. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp200 miliar e. Nilai pagu da.na di atas Rp 200 miliar 3 HONORARIUM PENGADAAN BARANG/JASA 3.1 Pejabat Pengadaan Barang/ Jasa 3.2 Panitia Pengadaan Barang clan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan sampai dengan Rp200 juta b. Nilai pagu pengadaan di atas Rp200 juta s.d. Rp500 juta c. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar d. Nilai pagu pengadaan di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar e. Nilai pagu pengadaan di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar f. Nilai pagu pengadaan di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar g. Nilai pagu pengadaan di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar h. Nilai pagu pengadaan di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar i. Nilai pagu pengadaan di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar j. Nilai pagu pengadaan di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar SA TUAN (3) OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB Per Paket OP OP OP OP OP OP OP OP OP BIAYA TA 2016 14) Rp770.000 Rp860.000 Rpl.090.000 Rpl.320.000 Rp 1. 550. 000 Rpl.780.000 Rp2.120.000 Rp2.470.000 Rp2.810.000 Rp3.160.000 Rp3.840.000 Rp260.000 Rp310.000 Rp370.000 Rp430.000 Rp500.000 Rp570.000 Rp640.000 Rp810.000 Rp980.000 Rpl.150.000 Rpl.330.000 Rpl.580.000 Rpl.840.000 Rp2.090.000 Rp2.350.000 Rp2.860.000 Rp350.000 Rp460.000 Rp580.000 Rp690.000 Rp810.000 Rp250.000 Rp330.000 Rp410.000 Rp490.000 Rp570.000 Rp200.000 Rp270.000 Rp340.000 Rp410.000 Rp470.000 Rp680.000 Rp680.000 Rp850.000 Rpl.020.000 Rpl.270.000 Rpl.520.000 Rpl.780.000 Rp2.120.000 Rp2.450.000 Rp2.790.000 Rp3.130.000 MENTERI KEUANGAN NO URAIAN (1) (2) k. Nilai pagu pengadaan di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar I. Nilai pagu pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar m. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar n. Nilai pagu pengadaan di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun o. Nilai pagu pengadaan di atas Rpl triliun 3.3 Panitia Pengadaan Barang dan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan sampai dengan Rp200 juta b. Nilai pagu pengadaan di atas Rp200 ju ta s.d. Rp500 ju ta c. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar d. Nilai pagu pengadaan di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar e. Nilai pagu pengadaan di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar f. Nilai pagu pengadaan di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar g. Nilai pagu pengadaan di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar h. Nilai pagu pengadaan di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar i. Nilai pagu pengadaan di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar j. Nilai pagu pengadaan di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar k. Nilai pagu pengadaan di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar l. Nilai pagu pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar m. Nilai pagu pe11gadaan di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar 11. Nilai pagu pengadaan di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun o. Nilai pagu pengadaan di atas Rpl triliun 3.4 Panitia Pengadaan Jasa dan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan jasa ko11sultansi s.d Rp50 juta b. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi di atas Rp50 juta s.d. RplOO juta c. Nilai pagu pengadaan jasa lainnya s.d. RplOO ju ta d. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas RplOO ju ta s.d. Rp250juta e. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp250 ju ta s.d. Rp500 ju ta f. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp500 ju ta s.d. Rpl miliar· g. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar h. Nilai pagu pengadaan jasa ko11sultansi/jasa lain11ya di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar i. Nilai pagu pe11gadaa11 jasa ko11sultansi/jasa lai11nya di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar j. Nilai pagu pengadaan jasa ko11sultansi/jasa lain11ya di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar k. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar I. Nilai pagu pengadaan jasa ko11sulta11si/jasa lai11nya Rp75 miliar m. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lai1111ya RplOO miliar 11. Nilai pagu pengadaan jasa ko11sultansi/jasa Iainnya Rp250 miliar o. Nilai pagu pengadaan jasa ko11sultansi/jasa lainnya Rp500 miliar p. Nilai pagu pengadaa11 jasa konsultansi/jasa lainnya Rp750 milia.r q. Nilai pagu pengadaa.n jasa konsultansi/jasa Jainnya Rpl triliun r. Nilai pagu pengadaa.n jasa konsultansi/jasa lainnya 3.5 Pengguna Anggaran 3.5.1 Pengadaan Barang/Jasa (Konstruksi) di atas Rp50 miliar s.d. di atas Rp75 miliar s.d. di atas RplOO miliar s.d. di atas Rp250 miliar s.d. di atas Rp500 miliar s.d. di atas Rp750 miliar s.d. di atas Rpl triliun a. Nilai pagu pe11gadaan di atas RplOO mi!iar s.d. Rp250 miliar b. Nilai pagu pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar c. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar d. Nilai pagu pengadaa.n di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun e. Nilai pagu pengadaan di atas Rp l triliun 3.5.2 Pengadaan Barang (Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaan di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar b. Nilai pagu pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar c. Nilai pagu pengadaan di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar d. Nilai pagu pengadaan di atas Rp750 miliar s.d. Rp 1 triliun e. Nilai pagu pengadaan di atas Rp 1 triliun SA TUAN BIAYA TA 2016 (3) (4) OP Rp3.580.000 OP Rp4.030.000 OP Rp4.490.000 OP Rp4.940.000 OP Rp5.560.000 Per Paket Rp760.000 OP Rp760.000 OP Rp920.000 OP Rpl.140.000 OP Rpl.370.000 OP Rpl.600.000 OP Rpl.910.000 OP Rp2.210.000 OP Rp2.520.000 OP Rp2.820.000 OP Rp3.230.000 OP Rp3.640.000 OP Rp4.040.000 OP Rp4.450.000 OP Rp5.010.000 Per Paket Rp450.000 OP Rp450.000 Per Paket Rp450.000 OP Rp480.000 OP Rp600.000 OP Rp720.000 OP Rp910.000 OP Rpl.090.000 OP Rpl.270.000 OP Rpl.510.000 OP Rpl.750.000 OP Rpl.990.000 OP Rp2.230.000 OP Rp2.560.000 OP Rp2.880.000 OP Rp3.200.000 OP Rp3.520.000 OP Rp3.960.000 OP Rp3.580.000 OP Rp4.030.000 OP Rp4.490.000 OP Rp4.940.000 OP Rp5.560.000 OP Rp3.230.000 OP Rp3.640.000 OP Rp4.040.000 OP Rp4.450.000 OP Rp5.010.000 !_ A www.jdih.kemenkeu.go.id NO (1) URAIAN (2) MENTERI KEUANGAN - 4 - 3.5.3 Pengadaan Jasa {Non Konstruksi) a. Nilai pagu pengadaanjasa konsultansi/ jasa lainnya di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar b. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar c. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar d. Nilai pagu pengaclaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp75 miliar s.cl. RplOO miliar e. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar f. Nilai pagu pengadaan jasa konsulta.nsi/jasa lainnya di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar g. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar h. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/jasa lainnya di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun i. Nilai pagu pengadaan jasa konsultansi/ jasa lainnya di atas Rpl triliun 4 HONORARIUM PERANGKAT UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) 4.1 Kepala ULP 4.2 Sekretaris/Staf Pendukung ULP 5 HONORARIUM PENERIMA HASIL PEKERJAAN 5.1 Pejabat Penerima Hasil Peker jaan/Pengadaan Barang/Jasa 5.2 Panitia Penerima Hasil Peker jaan/Pengadaan Barang/Jasa a. Nilai pagu peke1jaan/pengadaan s.d. Rp200 juta b. Nilai pagu peke1jaan/pengadaan di atas Rp200 juta s.d. Rp500 juta c. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar d. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar e. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar f. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar g. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar h. Nilai pagu peker jaan/pengadaan di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar i. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar j. Nilai pagu pekerjaa.n/pengadaan di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar k. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar l. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar m. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di a ^t as Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar n. Nilai pagu pekerjaan/pengadaan di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun o. Nilai pagu peke1jaan/pengadaan di atas Rpl triliun 6 HONORARIUM PENGELOLA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) 6.1 Pejabat yang Bertugas Mela.kukan Pemungutan Penerimaan Negara atau Atasan Langsung a. Nilai pagu dana s.d. RplOO juta b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta cl. Nilai pagu clana di atas e. Nilai pagu dana di atas f. Nilai pagu dana di atas g. Nilai pagu dana di atas h. Nilai pagu clana di atas i. Nilai pagu dana di atas j. Nilai pagu dana di atas k. Nilai pagu dana di atas l. Nilai pagu dana di atas m. Nilai pagu dana di atas n. Nilai pagu dana di atas 0. Nilai pagu dana di atas p. Nilai pagu clana di atas 6.2 Benda.hara Penerimaan Rp500 ju ta s.cl. Rp 1 miliar Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar Rp5 miliar s.cl. RplO miliar RplO miliar s.d. Rp25 miliar Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar Rp75 miliar s.d. RplOO miliar RplOO miliar s.cl. Rp250 miliar Rp250 miliar s.d. Rp500 milial' Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar Rp750 miliar s.d. Rpl tl'iliun Rpl triliun a. Nilai pagu dana s.cl. RplOO juta b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta d. Nilai pagu clana di atas Rp500 juta s.d. Rpl milial' e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.cl. Rp2,5 miliar SATUAN (3) OP OP OP OP OP OP OP OP OP OB OB OB Per Paket OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB BIAYA TA 2016 (4) Rpl.510.000 Rpl.750.000 Rpl.990.000 Rp2.230.000 Rp2.560.000 Rp2.880.000 Rp3.200.000 Rp3.520.000 Rp3.960.000 Rpl.000.000 Rp750.000 Rp420.000 Rp420.000 Rp520.000 Rp620.000 Rp770.000 Rp910.000 Rpl.060.000 Rpl.260.000 Rpl.450.000 Rpl.650.000 Rpl.840.000 Rp2.100.000 Rp2.370.000 Rp2.630.000 Rp2.890.000 Rp3.250.000 Rp420.000 Rp510.000 Rp610.000 Rp700.000 Rp890.000 Rpl.070.000 Rpl.260.000 Rpl.540.000 Rpl.820.000 Rp2.100.000 Rp2.380.000 Rp2.760.000 Rp3.130.000 Rp3.500.000 Rp3.880.000 Rp4.620.000 Rp340.000 Rp420.000 Rp500.000 Rp570.000 Rp730.000 NO (1) MENTERI KEUANGAN URAIAN (2) f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar h. Nilai pagu dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar j. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar k. Nilai pagu dana di atas Rp75 mi!iar s.d. RplOO miliar I. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar n. Nilai pagu dana di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar o. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun p. Nilai pagu dana di atas Rpl triliun 6.3 Petugas Penerimaan PNBP atau Anggota a. Nilai pagu dana s.d. RplOO juta b. Nilai pagu dana di atas RplOO juta s.d. Rp250 juta c. Nilai pagu dana di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta d. Nilai pagu dana di atas Rp500 juta s.d. Rpl miliar e. Nilai pagu dana di atas Rpl miliar s.d. Rp2,5 miliar f. Nilai pagu dana di atas Rp2,5 miliar s.d. Rp5 miliar g. Nilai pagu dana di atas Rp5 miliar s.d. RplO miliar h. Nilai pagu dana di atas RplO miliar s.d. Rp25 miliar i. Nilai pagu dana di atas Rp25 miliar s.d. Rp50 miliar j. Nilai pagu dana di atas Rp50 miliar s.d. Rp75 miliar k. Nilai pagu dana di atas Rp75 miliar s.d. RplOO miliar I. Nilai pagu dana di atas RplOO miliar s.d. Rp250 miliar m. Nilai pagu dana di atas Rp250 miliar s.d. Rp500 miliar n. Nilai pagu dana di atas Rp500 miliar s.d. Rp750 miliar 0. Nilai pagu dana di atas Rp750 miliar s.d. Rpl triliun p. Nilai pagu dana di atas Rpl triliun - 5 - 7 HONORARIUM PENGELOLA SISTEM AKUNTANSI INSTANSI (SAi) 7.1 Unit Akuntansi Pengguna Anggaran/Barang Tingkat Kementerian Negara/Lembaga (UAPA/UAPB) yang ditetapkan atas Dasar Keputusan Menteri a. Pengarah b. Penanggung Jawab c. Koordinator d. Ketua/Wakil Ketua e. Anggota/ Petugas 7.2 Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Tingkat Eselon I (UAPPA-El/UAPB-El) yang ditetapkan atas Dasar SK Eselon I a. Penanggung Jawab b. Koordinator c. Ketua/Wakil Ketua d. Anggota/Petugas 7.3 Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Tingkat Wilayah (UAPPA-W /UAPB-W) yang ditetapkan atas Dasar SK Eselon I a. Penanggung Jawab b. Koordinator c. Ketua/Wakil Ketua d. Anggota/Petugas 7.4 Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Tingkat Satuan Kerja (UAKPA/UAKPB) yang ditetapkan atas Dasar SK Eselon II atau Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Wilayah atau Koordinator Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah a. Penanggung Jawab b. Koordinator c. Ketua/Wakil Ketua d. Anggota/Petugas 8 HONORARIUM PENGURUS/PENYIMPAN BARANG MILIK NEGARA 8.1 Tingkat Pengguna Barang 8.2 Tingkat Kuasa Pengguna Barang 9 HONORARIUM KELEBIHAN JAM PEREKAYASAAN 9.1 Perekayasa Utama 9.2 Perekayasa Madya 9.3 Perekayasa Muda 9.4 .Perekayasa Pertama SA TUAN (3) OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OB OJ OJ OJ OJ BIAYA TA 2016 (4) Rp880.000 Rpl.030.000 Rpl.260.000 Rpl.490.000 Rpl.720.000 Rpl.950.000 Rp2.260.000 Rp2.560.000 Rp2.870.000 Rp3. l 70.000 Rp3.790.000 Rp260.000 Rp310.000 Rp370.000 Rp430.000 Rp540.000 Rp660.000 Rp770.000 Rp940.000 Rpl.110.000 Rpl.280.000 Rpl.450.000 Rpl.680.000 Rpl.910.000 Rp2.140.000 Rp2.370.000 Rp2.820.000 Rp700.000 Rp600.000 Rp500.000 Rp400.000 Rp350.000 Rp450.000 Rp400.000 Rp350.000 Rp300.000 Rp300.000 Rp250.000 Rp200.000 Rpl50.000 Rp300.000 Rp250.000 Rp200.000 Rpl50.000 Rp400.000 Rp300.000 Rp60.000 Rp50.000 Rp40.000 Rp35.000 /MV' www.jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN NO URAIAN (1) (2) 10 HONORARIUM PENUNJANG PENELITIAN/PEREKAYASAAN 10.l Pembantu Peneliti/Perekayasa 10.2 Koordinator Peneliti/ Perekayasa 10.3 Sekretariat Peneliti/Perekayasa 10.4 Pengolah Data 10.5 Petugas Smvey 10.6 Pembantu Lapangan 11 HONORARIUM NARASUMBER/PEMBAHAS/MODERATOR/PEMBAWA ACARA/PANITIA 11.1 Honorarium Narasumber/Pembahas:
Menteri/Pƫjabat Setingkat Menteri/Pe jabat Negara Lrunnya/yang disetarakan b. Pejabat Eselon I/yang disetarakan c. Pejabat Eselon II/yang disetarakan d. Pejabat Eselon III ke bawah/yang disetarakan 11.2 Honorarium Moderator 11.3 Honorarium Pembawa Acara 11.4 Honorarium Panitia a. Penanggung Jawab b. Ketua/Wakil ketua c. Sekretaris d. Anggota 11.5 Narasumber Kegiatan Di Luar Negeri a. Narasumber Kelas A b. Narasumber Kelas B c. Narasumber Kelas C 12 HONORARIUM PENYULUH PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA 12.1 SLTA 12.2 Sarjana Muda 12.3 Sarjana 12.4 Master (82) 13 SATUAN BIAYA OPERASIONAL PENYULUH 13.l Wilavah Ba.rat 13.2 Wilavah Tengah 13.3 Wilavah Timur 14 HONORARIUM ROHANIWAN 15 HONORARIUM TIM PELAKSANA KEGIATAN DAN SEKRETARIAT TIM PELAKSANA KEGIATAN 15.1 Honorarium Tim Pelalrnana Kegiatan 15.1.1 Yang Ditetapkan Oleh Presiden a. Pengaral1 b. Penanggung Jawab c. Koordinator/Ketua d. Wakil Ketua e. Sekretaris f. Anggota 15.1.2 Yang Ditetapkan Oleh Menteri/Pejabat Setingkat Menteri a. Pengarah b. Penanggung Jawab c. Ketua d. Wald! Ketua e. Sekretaris f. Anggota 15.1.3 Yang Ditetapkan Oleh Pejabat Eselon I a. Pengarah b. Penanggung Jawab c. Ketua d. Wakil Ketua e. Sekretaris f. Anggota 15.1.4 Yang Ditetapkan Oleh KPA a. Pengarah b. Penanggung Jawab c. Ketua d. Wakil Ketua e. Sekretaris f. Anggota SA TUAN BIAYA TA 2016 (3) (4) OJ Rp25.000 OB Rp420.000 OB Rp300.000 Penelitian/ Rpl.540.000 Perekayasaan OR Rp8.000 OH Rp80.000 OJ Rpl.700.000 OJ Rpl.400.000 OJ Rpl.000.000 OJ Rp900.000 Orang/Kali Rp700.000 OK Rp400.000 OK Rp450.000 OK Rp400.000 OK Rp300.000 OK Rp300.000 OH $330 OH $275 OH $220 OB Rp2.100.000 OB Rp2.400.000 OB Rp2.600.000 OB Rp2.800.000 OB Rp320.000 OB Rp400.000 OB Rp480.000 OK Rp400.000 OB Rp2.500.000 OB Rp2.250.000 OB Rp2.000.000 OB Rpl.750.000 OB Rpl.500.000 OB Rpl.500.000 OB Rpl.500.000 OB Rpl.250.000 OB Rpl.000.000 OB Rp850.000 OB Rp750.000 OB Rp750.000 OB Rp750.000 OB Rp700.000 OB Rp650.000 OB Rp600.000 OB Rp500.000 OB Rp500.000 OB Rp500.000 OB Rp450.000 OB Rp400.000 OB Rp350.000 OB Rp300.000 OB Rp300.000 NO (ll 16 17 18 URAJAN (2) 15.2 Honorarium Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan 15.2.1 Yang Ditetapkan Oleh Presiden a. Ketua/Wakil ketua b. Anggota 15.2.2 Yang Ditetapkan Oleh Menteri a. Ketua/Wakil ketua b. Anggota MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 7 - HONORARIUM TIM PENYUSUNAN JURNAL/BULETIN/MAJALAH/PENGELOLA WEBSITE 16.1 Honorarium Tim Penyusunan Jurnal a. Penanggung Jawab b. Redaktur c. Penyunting/ Editor d. Desain Grafis e. Fotografer f. Sekretariat g. Pembuat artikel 16.2 Honorarium Tim Penyusunan Buletin/Majalah a. Penanggung Jawab b. Redaktur c. Penyunting/Editor d. Desain Grafis e. Fotografer f. Sekretariat g. Pembuat artikel 16.3 Honorarium Tim Pengelola Website a. Penanggung Jawab b. Redaktur c. Editor d. WebAdmin e. Web Deueloper f. Pembuat Artikel HONORARIUM PENYELENGGARA SIDANG/KONFERENSI INTERNASIONAL-KONFERENSI TINGKAT MENTER!, SENIOR OFFICIAL MEETING (BILATERAL/REGIONAL /MULTILATERALj, WORKSHOP /SEMINAR/SOSIALISASl/SARASEHAN BERSKALA INTERNASIONAL 17.1 Honorarium Penyelenggara Sidang/Konferensi Internasional, Konferensi Tingkat Menteri, Senior Official Meeting (Bilateral/Regional/Multilateral) a. Pengarah b. Penanggung Jawab c. Ketua/Waldl Ketua d. Ketua Delegasi e. Tim Asistensi f. Anggota Delegasi RI g. Koordinator h. Ketua Bidang i. Sekretaris j. Anggota Panitia k. Liasion Officer (LO) I. Staf Pend ukung 17.2 Honorarium Penyelenggara Workshop /Seminar/Sosialisasi/Sarasehan Berskala Internasional a. Pengarah b. Penanggung Jawab c. Ketua/Waldl Ketua d. Ketua Delegasi e. Tim Asistensi f. Anggota Delegasi RI g. Koordinator h. Ketua Bidang i. Sekretaris j. Anggota Panitia k. Liasion Officer (LO) I. Staf Pendukung HONORARIUM PENYELENGGARA UJIAN DAN VAKASI 18.1 Tingkat Pendidikan Dasar a. Penyusunan/pembuatan bahan ujian b. Pengawas ujian c. Pemeriksaan hasil u jian SA TUAN BIAYA TA 2016 (3) (4) OB Rp500.000 OB Rp450.000 OB Rp250.000 OB Rp220.000 Oter Rp500.000 Oter Rp400.000 Oter Rp300.000 Oter Rpl80.000 Oter Rpl80.000 Oter Rpl50.000 Halaman Rp200.000 Oter Rp400.000 Oter Rp300.000 Oter Rp250.000 Oter Rpl80.000 Oter Rpl80.000 Oter Rpl50.000 Hal am an Rpl00.000 OB Rp500.000 OB Rp450.000 OB Rp400.000 OB Rp350.000 OB Rp300.000 Halaman Rpl00.000 OK Rp2.600.000 OK Rp2.400.000 OK Rp2.200.000 OK Rp2.200.000 OK Rp2.200.000 OK Rp2.000.000 OK Rp2.000.000 OK Rpl.600.000 OK Rpl.600.000 OK Rpl.400.000 OK Rpl.400.000 OK Rpl.200.000 OK Rpl.100.000 OK Rpl.000.000 OK Rp900.000 OK Rp900.000 OK Rp900.000 OK Rp800.000 OK Rp800.000 OK Rp600.000 OK Rp600.000 OK Rp500.000 OK Rp500.000 OK Rp400.000 Naskah/Pelajaran Rpl50.000 OH Rp240.000 Siswa/Mata Ujian Rp5.000 MENTER! KEUANGAN NO URAIAN (1) (2) ·18.2 Tingkat Pendidikan Menengah a. Penyusunan/pembuatan bal1an ujian b. Pengawas ujian c. Pemeriksaan hasil ujian 18.3 Tingkat Pendidikan Tinggi a. Diploma !/II/III/IV dan Strata 1 (Sl) 1) Penyusunan/pembuatan bahan ujian 2) Pengawas ujiam 3) Pemeriksaan Basil Ujian 4) Penguji Tugas Akhir/Skripsi - 8 - 5) Pengawas Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri 6) Penguji Ujian Keterampilan pada Ujian Masuk Perguruan Tinggi Nege1i b. Strata 2 (S2) 1) Penyusunan/pembuatan bahan ujian 2) Pengawas ujian 3) Pemeriksaan Hasil Ujian 4) Penguji Tesis c. Strata 3 (S3) 1) Penyusunan/pembuatan ballan ujian 2) Pengawas ujian 3) Pemeriksaan Hasil Ujian 4) Penguji Disertasi 19 HONORARIUM PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) 19. 1 Penceramah 19.2 Pengajar yang berasal dari luar satker penyelenggara 19.3 Pengajar yang berasal dari dalam satker penyelenggara 20 SATUAN BIAYA UANG MAKAN APARATUR SIPIL NEGARA 20.1 Golongan I dan II 20.2 Golongan III 20.3 Golongan IV 21 SATUAN BIAVA UANG LEMBUR DAN UANG MAKAN LEMBUR 21.l Uang Lembur a. Golongan I b. Golongan II c. Golongan lil d. Golongan IV 21.2 Uang Makan Lembur a. Golongan I dan II b. Golongan III c. Golongan IV 22 SATUAN BIAVA UANG SAKU RAPAT DI DALAM KANTOR 23 SATUAN BIAYA UANG SAKU PEMERIKSA DALAM LOKASI PERKANTORAN YANG SAMA 24 SATUAN BIAYA PENGEPAKAN DAN ANGKUTAN BARANG PERJALANAN DINAS PINDAH DALAM NEGERI 24. 1 Kereta api a. Pengepal<an dan Penggudangan b. Angkutan 24.2 Truk a. Pengepakan dan Penggudangan b. Anglcutan 24.3 Angkutan Laut/ Sungai a. Pengepakan dan Penggudangan b. Anglcutan c. Angkutan Laut/Sungai 25 SATUAN BIAVA BANTUAN BIAVA PENDIDIKAN ANAK (BBPA) PADA PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI 25. l Sekolah Dasar 25.2 Sekolall Menengah Pertama 25.3 Sekolall Menengah Atas 25.4 Perguruan Tinggi SATUAN (3) Naskah/Pelajaran OH Siswa/Mata Ujian Naskah/Mata Kuliah OH Mahasiswa/Mata Ujian Orang/Mahasiswa Orang/Mata Uji Peserta Naskah/Mata Kuliah OH Mahasiswa/Mata Ujian Orang/ Mahasiswa Naskah/Mata Kuliah OH Mahasiswa/Mata Ujian Orang/ Mahasiswa OJP OJP OJP OH OH OH OJ OJ OJ OJ OH Off OH Orang/Kali OH m3 km/m3 m3 km/m3 m3 km/m3 m3 Per Tahun Per Tahun Per Tahun PerTahun BIAVA TA 2016 (4) Rpl90.000 Rp270.000 Rp7.500 Rp250.000 Rp290.000 Rpl0.000 Rp250.000 Rp290.000 Rp75.000 Rp260.000 Rp300.000 RplS.000 Rp350.000 Rp280.000 Rp300.000 Rp20.000 Rp500.000 Rpl.000.000 Rp300.000 Rp200.000 Rp30.000 Rp32.000 Rp36.000 Rpl3.000 Rpl 7.000 Rp20.000 Rp25.000 Rp30.000 Rp32; 000 Rp36.000 Rp300.000 Rpl00.000 Rp75.000 Sesuai tarif berlaku Rp60.000 Rp400 Rp60.000 Rp400 Sesuai tarif berlaku $ 8,580 $ 10,940 $ 13,560 $ 14 840 MENTERI KEUANGAN 26 HONORARIUM SATPAM, PENGEMUDI, PETUGAS KEBERSIHAN, DAN PRAMUBAKTI NO PRO VIN SI SA TUAN (1) (2) (3) 1 . ^ACEH OB 2. SUMATERA UTARA OB 3. R I A U OB 4. KEPULAUAN RIAU OB 5. J A M B I OB SATPAM DAN PENGEMUDI (4) (dalam rupiah) PETUGAS KEBERSIHAN DAN PRAMUBAKTI ( ^5 ) 2.380.000 2.170.000 1.870.000 1.700.000 2.340.000 2.130.000 2.100.000 1.9 10.000 2.170.000 1.970.000 ---- ---- ·------------------------ -- ------ --·-------··-·---··- -----·····---··---··---- 6. SUMATERA BARAT OB 2.040.000 1.850.000 ----11 ---- -------··-·--·-··-·······--··----- --- ··-·- - -· - - · - - · ·· ·-------·-·- --- ·-··----·---- -···· ··- ·-·-·---· · · ---· · ·- · ·- · ·· -----·- ··-··· · ·- -·- · - - -· - - - - · -·-- - -- - - 7. SUMATERA SELATAN OB 2.330.000 2.120.000 8. LAMPUNG OB 2.000.000 1.820.000 9. BENGKULU OB 1.900.000 1.730.000 10. BANGKA BELITUNG OB 1 1 . B A N T E N OB 12. JAWA BARAT OB 13. D.IC.I. JAKARTA OB 14. JAWA TENGAH OB 15. D.I. YOGYAKARTA OB 16. JAWA TIMUR OB 17. B A L I OB 18. NUSA TENGGARA BARAT OB 19. NUSA TENGGARA TIMUR OB 20. KALIMANTAN BARAT OB 21. KALIMANTAN TENGAH OB 22. KALIMANTAN SELATAN OB 23. KALIMANTAN TIMUR OB 24. KALIMANTAN UTARA OB 25. SULAWESI UTARA OB 26. GORONTALO OB 27. SULAWESI BARAT OB 28. SULAWESI SELATAN OB 29. SULAWESI TENGAH OB 30. SULAWESI TENGGARA OB 31. MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT OB OB OB OB 2.340.000 2.130.000 2.340.000 2. 130.000 3.220.000 2.930.000 3.390.000 3.080.000 1.870.000 1.700.000 1 .870.000 1.700.000 2.670.000 2. 100. 000 1.870.000 1.870.000 1.970.000 2.400.000 2.130.000 2.380.000 2.700.000 2.400.000 1.870.000 2.090.000 2.340.000 2.140.000 2.020.000 1.870.000 2.150.000 2.120.000 2.430.000 1.9 1 0.000 1.700.000 1.700.000 1. 790.000 2.180.000 1.930.000 2. 170.000 2.450.000 2.180.000 1.700.000 1.900.000 2.130.000 1.940.000 1.840.000 1.700.000 1.950.000 1. 920.000 ..... -· · . ·-·-· - ·-· - - . --- · · - · -- · ··-··-·· --·-···· 2.530.000 2.300.000 MENTERI KEUANGAN 27 SATUAN BIAYA UANG HARIAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI DAN UANG REPRESENTASI NO ( ^1 ) 27.l Uang Harian Pe1jalanan Dinas Dalam Negeri PROVINS! SA TUAN (2) (3) DALAM KOTA LUAR KOTA LEBIH DARI 8 (DELAPAN) JAM (4) ( ^5 ) (dalam rupiah) DIKLAT (6) 1. ACEH OH 360.000 140.000 110.000 2. SUMATERA UTARA OH 370.000 150.000 110.000 ' 1 +, - . / 0 1 2 3- 1 - - 1 - - 1 - 3. R I A U OH 370.000 150.000 110.000 4. KEPULAUAN RIAU 5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8. LAMPUNG 9. BENGKULU 10. BANGl(A BELITUNG 11. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.I<:
I. JAl(ARTA 14. JAWA TENGAH 15. D.l. YOGYAI(ARTA 16. JAWA TIMUR 17. B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. I(ALIMANTAN BARAT 21. I(ALIMANTAN TENGAH 22. I(ALIMANTAN SELATAN 23. J(ALIMANTAN TIMUR 24. l(ALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 31. MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A -34-,- f>i\ ? uA' - 81\Rf\f -- -- - - 27.2 Vang Representasi NO ( ^1 ) 1. ---- 2.
PEJABAT NEGARA - - - - - - - - ^--- - - -- ·· · - ^- · · - - - - - · PEJABAT ESELON I PEJABAT ESELON II URAIAN (2) ·-- --·...- -------- . ·-·- -- - --- ^· - -- - OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH SA TUAN (3) 01-I · · - · - - ·· OH OH 370.000 150.000 110.000 370.000 150.000 110.000 380.000 150.000 110.000 380.000 150.000 110.000 380.000 150.000 110.000 1 () *- 1 -Â Ã- 1 380.000 150.000 110.000 410.000 370.000 430.000 530.000 370.000 420.000 410.000 480.000 440.000 430.000 380.000 360.000 380.000 430.000 430.000 370.000 370.000 410.000 430.000 370.000 380.000 380.000 430.000 580.000 480.000 LUAR KOTA (4) 250.000 . .. .. . .. ·- · · 200.000 150.000 160.000 150.000 170.000 210.000 150.000 170.000 160.000 190.000 180.000 170.000 150.000 140.000 150.000 170.000 170.000 150.000 150.000 160.000 170.000 150.000 150.000 150.000 170.000 230.000 190.000 (dalam rupiah) DALAM KOTA LEBIH DARI 8 (DELAPAN) JAM --·- · · . ( ^5 ) 125.000 .. ...... ... . ..
000 - 75.000 120.000 110.000 130.000 160.000 110.000 130.000 120.000 140.000 130.000 130.000 110.000 110.000 110.000 130.000 130.000 110.000 110.000 120.000 130.000 110.000 110.000 110.000 130.000 170.000 140.000 MENTERI KEUANGAN 28 SATUAN BIAVA UANG HARIAN PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI NO NEGARA SATUAN A (1) (2) ( ^3 ) (4) AMERIKA UTARA 1. Amerika Serikat OH 578 2 . Kanada OH 447 AMERIKA SELATAN 3. Argentina OH 534 4. Venezuela OH 557 5. Brazil OH 436 6. Chile OH 415 7. Columbia OH 436 8. Peru OH 459 9 . Suriname OH 398 10. Ekuador OH 385 AMERIKA TENGAH 1 1. Mexico OH 493 1 2 . Kuba OH 406 13. Panama OH 414 EROPA BARAT 14. Austria OH 504 15. Belgia OH 466 16. Perancis OH 512 17. Rep. Federasi Jerman OH 447 18. Belanda OH 463 19. Swiss OH 636 EROPA UTARA 20. Denmark OH 567 21. Finlandia OH 453 22. Norwegia OH 621 23. Swedia OH 466 24. Kerajaan Inggris OH 792 EROPA SELATAN 25. Bosnia Herzegovina OH 456 26. Kroasia OH 555 27. Spanyol OH 457 28. Yunani OH 422 29. Italia OH 702 30. Portugal OH 425 31. Serbia OH 417 (dalam US$) GO LONGAN B c D (5) (6) ( ^7 ) 513 440 382 404 368 307 402 351 349 388 344 343 341 291 241 3 16 270 222 323 276 254 347 320 276 295 252 207 273 242 241 366 324 323 305 26 1 22 1 342 306 271 453 3 18 317 419 282 281 464 382 381 415 285 285 416 272 271 570 403 40 1 491 343 301 409 354 3 1 3 559 389 386 436 342 34 1 774 583 582 420 334 333 506 406 405 413 287 286 379 242 241 637 446 427 382 242 241 375 326 288 NO NEGARA (1) (2) EROPA TIMUR 32. Bulgaria 33. Czech 34. Hongaria 35. Polandia 36. Rumania 37. Rusia 38. Slovakia 39. Ukraina AFRIKA BARAT 40. Nigeria 4 1 . Senegal -- AFRIKA TIMUR 42 . Ethio12ia 43. Kenya 44. Madagaskar 45. Tanzania 46. Zimbabwe 47. Mozambique AFRIKA SELATAN 48. Namibia 49. Afrika Selatan AFRIKA UTARA 50. Aljazair 5 1 . Mesir 52. Maroko 53. Tunisia 54. Sudan 55. Libya ASIA BARAT 56. Azerbaijan 57. Bahrain 58. Irak 59. Yordania 60. Kuwait 6 1 . Lib anon 62. Qatar 63. Arab Suriah 64. Turki 65. Pst. Arab Emirat 66. Yaman 67. Saudi Arabia 68. Kesultanan Oman MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 2 - SATUAN A ( ^3 ^) ( ^4 ^) OH 406 OH 6 1 8 OH 485 OH 46 1 OH 416 OH 556 OH 437 OH 485 OH 36 1 OH 384 OH 358 OH 384 OH 296 OH 350 OH 328 OH 399 OH 405 OH 380 OH 342 OH 409 OH 304 OH 293 OH 342 OH 308 OH 498 OH 416 OH 447 OH 406 OH 456 OH 357 OH 386 OH 358 OH 456 OH 459 OH 353 OH 450 OH 4 1 3 (dalam US$) GO LONGAN B c D (5) (6) (7) 367 320 284 526 447 367 438 390 345 4 1 5 360 3 19 38 1 3 1 3 277 5 1 2 407 406 394 341 303 436 375 33 1 3 1 3 292 29 1 3 1 7 237 2 3 1 295 22 1 193 3 17 237 225 244 182 1 8 1 290 244 2 1 8 28 1 248 247 329 265 264 334 268 233 3 1 3 253 2 5 1 308 287 286 303 235 2 1 1 25 1 192 1 9 1 241 187 1 86 282 2 1 0 184 254 1 89 165 459 365 364 294 228 2 1 4 325 253 23 1 292 236 225 325 296 294 267 207 1 86 276 2 1 5 1 96 257 200 196 364 283 253 323 302 301 241 197 196 33 1 269 25 1 292 247 249 NO NEGARA ( ^1 ) ( ^2 ) ASIA TIMUR 69. Rep.Rakyat Cina 70. Hongkong 71. Jepang 72. Korea Selatan 73. Korea Utara ASIA SELATAN 74. Afganistan 75. Bangladesh 76. India 77. Paldstan 78. Srilanka 79. Iran ASIA TENGAH 80. Uzbekistan 81. Kazal{hstan ASIA TENGGARA 82. Philipina 83. Singapura 84. Malaysia 85. Thailand 86 . Myanmar 87. Laos 88. Vietnam 89. Brunei Darussalam 90. Kamboja 91. Timor Leste ASIA PASIFIK 92. Australia 93. Selandia Baru 94. Kaledonia Baru 95. Pa2ua Nugini 96 . FHji MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 13 - SATUAN A ( ^3 ) (4) OH 378 OH 472 OH 519 OH 421 OH 494 OH 385 OH 339 OH 422 OH 343 OH 380 OH 421 OH 392 OH 456 OH 412 OH 530 OH 394 OH 392 OH 368 OH 380 OH 383 OH 374 OH 296 OH 392 OH 636 OH 451 OH 425 OH 520 OH 363 (dalam US$) GO LONGAN B c D ( ^5 ) (6) ( ^7 ) 238 207 206 320 287 286 303 262 261 326 297 296 321 300 278 226 173 172 196 167 166 329 327 325 203 182 181 242 209 199 312 243 217 352 287 254 420 334 333 278 222 221 363 279 276 262 219 218 275 211 201 250 197 196 262 202 196 265 204 196 256 197 196 223 197 196 354 229 196 585 394 393 308 278 276 387 276 224 476 319 259 329 221 179 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 4 - 29 SATUAN BIAYA PENGINAPAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI (dalam rupiah) TARIF HOTEL PEJABAT NO. PROVINS! SA TUAN NEGARA/ PEJABAT ESELON I (1) (2) (3) (4) PEJABAT NEGARA LAINNYA/ PEJABAT ESELON II (5) PEJABAT ESELON III PEJABAT ESELON IV/ /GOLONGAN GOLONGAN III IV (6) (7) GOLONGAN l/ll (8) 1 . ACEH OH 4.420.000 1.300.000 850.000 450.000 400.000 -- · --- · --- - · · - · - - · - - - -· -· -- - · ··-- · - - - - - - · · - - -·-· ··- -- · · -·-··- - -·-- - - -.... . . ·---·- - - · · · - - - ---- - ------- - - ··--· - ---·-- · - - - - - · --- ··--- · -- - - - · - - - - ----- - _ 2_ _ Ƹ l!__ ƹ _ A _ T_ ER _ ƺ.ƻǎ_R_ A ------ ____ S?.f: ! _ _ __ _ _ _ __ '!: 2̞()cQQ() _ _ _ , _ _i,; 2J_4..:
Q().Q, _ .. .. ?9.̜.0_QQ_ _ _ _ Cj_l.Q.: ,{)Q_Q , _ _ _ _ _ 3_1_()0QQQ_ 3. R I A U OH 3.820.000 1 .200.000 868.000 450.000 380.000 ·---· --- -- ---- ·----- -- - - - - · - - - · - - - - - -- · · - · ---·-- -- · ------- -··--·--·- - · -·· · ·-- - - ·· · - -· · · - - ·--- . - --- - ·- - - - - - - · - · · --·- ·-------- ·----· 4. KEPULAUAN RIAU __ OH __ . ___ _4..̠.!: ?.:
QQQ_ ____ __ _ ! ̖()Q , <; J _ ()Q _ ------̤̥Q,QQ()_ - - -· __ 5}D ^. OO _ Q _ _ _ _ ^280 ,QQQ 5. J A M B I OH 4.000.000 1 .200.000 740.000 400.000 290.000 - - --·----------·------ - ------ - - -- - - --- -· -- - - - -- - - · - - --·-- - · - -- ·- - - -- -- · · ·- ---· · · · -- · - - -- -- -· ·· ···· . ..... - -· - - - -- - ·· ··-·-··· ··· - - · ·- - · 6. SUMATERA BARAT OH 4.240.000 1 . 160.000 890.000 520.000 3 10.000 - - - ----·--·---------- - - - - - - ----- - - -·· - ---· ------ ---·----------...- · · ·----·-· -··· · . .. · · - · · · · · · ····-- ·- ·-· · - · ·- · · · -· ·· · · · - ··· ···-··· · · - · - · - · ·· - · · · · - -··-· ·--··· .... .. --·-·····--- 7. SUMATERA SELATAN OH 4.680.000 1 .250.000 630.000 560.000 340.000 -- · ------·-·-- - - - · - - · - - · - - --· --···---- · - · - ··· - ·····- - - - · -···---· ^. · · · ------ . - - · · · ---· - · - · - --·.... · ·-·- .
LAMPUNG OH ... }._9(j0.()_QQ , . . _ __ ^. ! ·: 3()Q. OOO . 790.000 - - - - - · - · --· - -·--· · · · · · · - · -·-- - - - -- · - 400.000 360.000 9. BENGKULU _ _ ____ c: l!f. ___ _ _ _ _ LüO _Q ^. _QQ Q. _ __ _ _ __ _ ?2. 0.:
. ()_ ()Q. _ __ , _ __7 _2()"()()() ,, _ _ ,?(j(): ()Q.O _ ____ 309.:
,()QQ !.2.: _ J: '0. ^NGl 0 ^BEL JJ' ^UNG ______ -̙!: f _ _ _ __ _ _ }.. ^3 ; 3 ^5 cQ()Q . __ l_,?_5.().:
()()Q.... ___ _ _ 8- ^50 "- ^0 () ^0 _ _ _ _ _ _ _ "t()()c_O Q() __ __ _ __ ____ : 3()(),()()(). 1 1 _ . ^B _ Ƽ_!'i_'!: __ E_ N _______ __ _ _ _ ___ ()!: ! _ _ __ ------ý: ^8 .!Q,()Q_Q _ __ ____ 1 , '!̕Q : Q . Q() . _ __ §()_ (),() ^00 _ _ _ ^_ (j ^4 Q,OOO _ ___ , __ _ : 1_0 9 ,()()() _ _ 1 _ 2 _ . ^J _ A _ W ƽ . _ B _ A _ R _ A _ T _ _ _ _ _ _ _ ___ 01-! _ _ _ ---þ,7- ^00 .()QQ ___ l!.̝Q.()()() _ _____ _ !3QQ, () Q9 _ _ _ _ __ _ 5.Q,QQQ __ _ , _...i§9.:
QQO _ __ 1_ ̔ ƾJ(L.JAKARTA _ ___ _ _ _ _ _ _ <2!: 1 _ _ _ _ __ , _ 8-J . ̓() , ()()() _ _ __ _ _ _1: _ ^4 <: )Q ^. OO() 14. JAWA TENGAH OH 4. 1 50.000 1 .480.000 --·--- -----------·---·--------· - - - - --·- ·---- ·-----·· ·---·-··-··--·---·· ---·--- -···-···-··--·---·-··--- - · · · - - 15. D.I. YOGYAKARTA OH 4.700.000 1.350.000 - - - ----- ·-----·-------·--·--- · - - · --·····- - · · ·--··· --- - -...·· •·· · · · · - · · · · ··· - ·--- · - - - ·- - · -··· - · · · · · · ·· · · · · 16. JAWA TIMUR OH 4.400.000 1 .370.000 --- ---·· ·-------· ---·-·---- ---·-···- - . . · · · · · ---·· -·- - · - - - · - - ···--····· - ·· -· · · ··--· . · · - - · - ····-·· -·---···- · -·-·· -· . - . . ^. -·· 17. B A L I OH 4.890.000 1 . 8 10.000 -- --- -----------·--------· -----· .... . - · ---- -·-·-·-- - · - -·· ·--········ · - · · ·- ·----···-·----- · · · · - · · · ··--·-· 18. NUSA TENGGARA BARAT OH 3.500.000 1 .760.000 870.000 . . · ····-·-· -· -.... . - .
000 --· ·-··· · - - · · · -...- · ··-- 8 10.000 6 10.000 400.000 450.000 360.000 - - ··· · · · ·-·· - · - .. · ·- · -· - · · - ·- - · · - · ·· 630.000 460.000 · · ^·· -· ^· - - --· - · - - · - · . ··-- - - - - -...
000 ':
^5 (J.: (; !Q_Q _ . .. ^. ^. : 33 (),Q()() 990.000 9 10.000 660.000 ·- -·· · -- - - -· - -·- - · . . ^. . ... . . ------ - - · · - - ·--·--- ·----·-------· 800.000 580. 000 360.000 . ·- · · · --- · - · - · -·· -----·--·--·-··-- ···- J·- ̭_l!-̚ ̛- ^TENG Q_ ^A _ R _ A _ _ Tl _ lv!ƿǀ . -- - _ _ ,SJJ:
.._ _ _ ____ ;
()()().: ,.Q()O. _____ , _ _ !: ()?(),()()() 75(),0QO_ . ...... . 5. _ ̒()Jl()() _ _ ____ _ ; : l().Q,()Q_Q.
KALIMANTAN BARAT ·- -Ji __ - -- ----.·'IQ(). O _ QQ . --·---!.: ÿ: 3 ^0 ,()()(). ... _ _ <: )()(),Q()() _ _ _ _ _ _ ^4 ; 3_Q ^. Q_()() _ _____ ^_ l?D Ā O()() 2 1 . KAL!MANTAN TENGAH OH 3.000.000 1 . 560.000 ... · · ·· ···· · · - · · · 750.000 560.000 350.000 . . . -· - - - .. - - - - - - · - · · - ········-· ·-· · - - · --·-----···· ·- -̗̘ _ K A L _ I M _ A _ NT _ ǁ _ SE ǂ TAI'!_ ___ __ _ S?..': : !. __ _____ : !,,_?5..Q.Q() _ O _ 1 .680.000 _ _ ___ 8-ā0,()()0 _ __ , _ __ 5 4: (): _ 0()(), ____ _ }<: )Q,()()Q _ ^2 _ 3 _ . K A[, I ^MAN _ T A _ N _]' _ IM _ Uǃ - · - -- · - - - __ ()J: I _ ___ _ , __ 4.,Q()Q,()()() _ _ __ ___ ^. 1.:
. ?.Cj.Q,() ^00 -- - --Ă,?Q,()()O __ __ __ _ _ _ C)5(),Q.Q_Q_ · · · · ·-·-· _: l̟Q.Q()Q 24. KALIMANTAN UTARA OH 4.000.000 1 .750.000 -·---- ·--·-····--- ^· --- - -····-------·-·- -·-· -- · · · - - . . ·- · - · · ···- ·- .. - - ·-· · · · · -· - · · · -··· - · · · · · - · ---- · . .... .
SULAWESI UTARA OH 3.200.000 1 . 560.000 -- --------- ---- ----- - ·--···- · - ·--·--· -·-- · - - · ·· · · · - - ---- - -- - - · ·· · - - · - · · ·· - - · 26. GORONTALO OH 1 .320.000 1 . 1 50.000 ---- · - · - - ----------- --··-·--- -----·----·-·--·-· - · - · - ------------ - ·---- - - · · - · · 27. SULAWESI BARAT OH 1 .260.000 1 . 030.000 ---·- ----·----·------·---·------- -·- ·-·-· · - · · · ---·-- -·- - · ·-----··- . .. -- · -· - -· · -- - · - -- - · - · · - · - - · -·· · · 620.000 400.000 350.000 690.000 550.000 370.000 ··------ - - · - - - - - -...- - · · - - - - - · -·--· - - ---- ------ - ···--- - ---- 550.000 400.000 ·----··-·--·· ^. . · -·.... . · - ^- · · · ··-- -·· · ^- 260.000 - · · - --- - - · ·· ·-··· - - 28. SULAWESI SELATAN ______ _ _ 9_1: : ! _ _ ____ '! ._ ̑ _ Q , QQQ _ _ ______ ^1 :
ăQ ^. O()() _ _____ ^_ _ .8 1.Q,O_()() _ _ _ _ _ __ 5.13_(),_D.Q() - -- - -- ̐̏ . _()_Q_Q _ - ̎ S! :
DŽDž ^L džLJLj S I ! # S'.$f: l __ · - - -- - OH 2.030.000 , _ 1 .300.000 900.000 5?0._()Q(). _ ^. ^. . .. }ąQ.O_D() 30. SULAWESI TENGGARA OH 1 .850.000 1 . 1 00.000 600.000 450.000 420.000 ·-- -----·--·----- - - ----- ------- · · -·-· · · ·--·-· --- - - - · ·-··-· -· ... - · · - · · · · - - · - ·--- .. ·-- ·· ···· -- - · . - -.... . . ----- - · . . --····- - - . ^. -· . ^. ··̫-··-- - · ·· · · · - ····-·-· _1.!.: _ !: "ALl]ljNJ-- ------- ---- ---- ____ .<2._J:
____ _ __ __ _ 3_:
QO_Q._OQO _ __ _ _ _1 ,(): 3(),._0_QO. 32 .
!J.()O 740.000 580.000 4 1 0.000 ···· - - ' -·-- ---- · ·.... ·-- --- . . ^. .. ^. . - ^.. · - · · - ^- - · · ·- - -- -- ^- -· ·- 600. 000 480.000 380.000 .. . . - · - - - · -·-· . · - ·-- - -- · - ·····--·--·· ---· - · - · · · · .lL ̡̢̣ ---------- . . _ ? _ ': ' ____ __ ____ ; 2 _,,S_Q,O _ ()Q. - -- -: ?.?Q"9()() _ _ _ _ __ _ _ '!,(j() , O Q Q . ·--.... .. _: 1§0.()QQ _ __ .. . : !.Q , _Q _ O () 34. PAPUA BARAT OH 2.750.000 1 .490.000 760.000 500.000 370.000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 5 - 30 SATUAN BIAVA RAPAT/ PERTEMUAN DI LUAR KANTOR 30.1 Paket Kegiatan Rapat/Pertemuan di Luar Kantor a. Menteri/Setingkat Menteri NO. PRO VIN SI SATUAN Ill (2) (3) 1. ACEH OP --̍: _ § _ u _ M _ 1?- _ 1-'. l?͌ _ _ : cn: Ǖ -- - -- - -- - · · - _ . - - - -- - · --··- _ _ _ _ ___ _ _ Qy _ ___ _ _ 3 . R I A U OP 4. KEPULAUAN RIAU OP 5. J A M B I OP 6. SUMATERA BARAT OP 7. SUMATERA SELATAN OP 8. LAMPUNG OP -·---··· · - - - - - -·-------·-· ----· ·-- -·· -·- · - - -----· ··· - - ·- · - · ·· · - - - · ·- · · ·· · - · · · - · · - - - -· -· ·- - -· ······-----·--· - - - - ·-· 9 . BENGKULU 10. BANGIV\ BELITUNG 11. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAIV\RTA OP OP OP OP OP 14. JAWA TENGAH OP ---- ----····---------··-----·----·--·--·--·--·----- - - - - -·--· ---· ---··- · - ····- -- - - - ······ -·· - - ·--··-- - - . ··-··-·· .
D.I. YOGYAKARTA OP 16. JAWA TIMUR 17. B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. IV\LIMANTAN BARAT - -· - · - - ···---· · ·-·- - ---· - ---· - · - - - - ···- - - - - - - · - -- · · · · - - -·-· · · · ·-· · - ··- - · - · · · - - - - · - · - 2 1 . IV\LIMANTAN TENGAH 2 2 . IV\LIMANTAN SELATAN 23. IV\LIMANTAN TIMUR 24. IV\LIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO -----· ·------------·---·---·--·-· 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 3 2 . MALUKU UTARA --·-- -- ---- - ·· - · ···--··-·· ·-·· · - · - 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP OP (dalam rupiah) H ALFDA Y FULLDA Y FULLBOARD 14) 15) 16) 340.000 465.000 1.035.000 280.000 540.000 1.350.000 ' . . - - - - · -.. - · . --- - · . · - - - - - - -·-- - · ···- - · -· - · --·- - -- ·---·-·- . --·---- ----·-·-·· 265.000 400.000 930.000 270.000 425.000 930.000 265.000 415.000 950.000 . · · - · · · - - · · ·· -·· · · ···· -- · - - · ·- - ··- -··- -· -·· 265.000 375.000 990.000 330.000 510.000 955.000 280.000 400.000 980.000 . .... . . - · - · -···· . . -- -·--· ·· ···---- ··-···.... · · · - ··- ······ - -- · - - - -- ·- --- . ·--·- . ·---·-···- · ·· - 270. 000 390.000 1.045.000 345.000 500.000 1.305.000 405.000 510.000 1.040.000 ......... -- ....
000 485.000 1. 160.000 510.000 600.000 2 . 100.000 1»- -)- 1 -+ , - 1 260.000 355.000 1.020.000 · -· · · - - · ·- . -· · · ·-·-·· - - - - ·· - · - · - · ·- · · - - - - - · · - - - - - - · - · - - - ·-·-- · · -- · · ·' - · · - · · · · · · - - · · 350.000 485.000 1 . 125.000 340.000 470.000 1.300.000 510.000 580.000 1.870.000 370.000 290.000 280.000 290.000 265.000 3 10.000 300.000 290.000 255.000 250.000 270.000 285.000 270.000 310.000 330.000 320.000 310.000 595.000 450.000 390.000 · - · . . - ·- . ·--- -··· - 470.000 425.000 480.000 -·-··- · · - - · ·- . ·-- · - - ·--· - - 480.000 415.000 400.000 420.000 450.000 450.000 415.000 450.000 525.000 460.000 450.000 1.090.000 1.040.000 980.000 970.000 1. 100.000 940.000 · - -··-· - · ·-·- - · · ·-·· . . ·-·- - · . .
000 1. 120.000 990.000 910.000 1.240.000 980.000 970.000 1.040.000 1.020.000 1. 120.000 1.020.000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 6 - b. Pejabat Eselon I & II NO. PROVINS! SATUAN (1) (2) (3) 1. ACEH OP 2 . SUMATERA UTARA OP (dalam rupiah) HALFDA Y FULLDA Y FULLBOARD (4) (5) (6) 300.000 400.000 860.000 - - -·-·- - ----· - - - · · · - - - · -- · - - - - - · -- - - - - - - - - - - ·- --- - --- - - - - - ---- ------·-- - - ---- 240.000 365.000 800.000 3. R I A U OP 225.000 335.000 690.000 4. KEPULAUAN RIAU OP 230.000 360.000 790.000 ---- -------- ··------ - - ---- ---- - ------ - - ------ ----- -- ---· - ------ ·-·-··------·--- ------- 5. J A M B I OP 225.000 350.000 780.000 6. SUMATERA BARAT OP 7. SUMATERA SELATAN OP 8. LAMPUNG OP 9. BENGKULU OP 10. BANGI<A BELITUNG OP 11. B A N T E N OP 12 . JAWA BARAT OP 13 . D.K.I. JAI<ARTA OP 14. JAWA TENGAH OP 15. D.I. YOGYAI<ARTA OP 225.000 260.000 240.000 230.000 305.000 365.000 310.000 380.000 · · -· · · - - - · - · · - · · - -..... - . -· 220.000 250.000 310.000 820.000 350.000 785.000 335.000 810.000 325.000 875.000 400.000 850.000 445.000 420.000 450.000 290.000 405.000 820.000 920.000 920.000 740.000 770.000 16. JAWA TIMUR OP 260.000 405.000 770.000 - --- ---·---- - ----------- ---- - --- ----- - . . - ··--· ----------- - - --- - - -- - - - · - -·-··-· ··--·--· - - ·-····· -· · ------ ··· - ···-· · · · • · · · . ....... · · -- - -- · · -·--- --- - - · -··· --····--·· - · - -·· -·-· · · · - --· 17. B A L I OP 370.000 490.000 1.500.000 18. NUSA TENGGARA BARAT OP 330.000 530.000 930.000 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 21. I<ALIMANTAN TENGAH 22. I<ALIMANTAN SELATAN 23. I<ALIMANTAN TIMUR 24. I<ALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA OP OP OP OP OP OP OP 26. GORONTALO OP 27. SULAWESI BARAT OP 250.000 385.000 240.000 325.000 250.000 405.000 225.000 360.000 . . - ·.... ......-· - 270.000 365.000 250.000 350.000 250.000 350.000 870.000 810.000 800.000 930.000 770.000 750.000 870.000 215.000 315.000 820.000 210.000 355.000 690.000 _? _ 8 __: _ ͍!: 1_͎ A y.' ͏͐͑ _ EL _ A _ T _ A l'l° ________ _ _ _ _ _ _ _ _____ _ _ _ __ QP _ _ _ _ . ·-- ·· _ __ _ _ 23 () : 9()() _ _ 385.000 1.000.000 29. SULAWESI TENGAH OP 245.000 30. SULAWESI TENGGARA OP 31. MALUKU OP 32 . MALUKU UTARA OP 33. P A P U A OP 34. PAPUA BARAT OP 230.000 250.000 - · . -- · · ·· - · - · - ·........ . ...... - . .
000 280.000 250.000 385.000 810.000 350.000 800.000 385.000 870.000 . . - - - · - - - - - - . --· ------ . .......... . . -.... . ... . . - - .
000 850.000 395.000 870.000 385.000 850.000 .
Pejabat Eselon III Kebawah NO. PROVINSI ( l) ( ^2 ) 1 . ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU 5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMA TERA SELATAN 8. LAM PUNG 9. BENGKULU 10. BANGKA BELITUNG 1 1 . B A N T E N 1 2 . JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH 1 5 . D.I. YOGYAKARTA 16. JAWA TIMUR 1 7 . B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 7 - SATUAN H ALFDA Y {3) {4) OP 260.000 OP 175.000 OP 185.000 OP 180.000 OP 135: 000 OP 1 50.000 OP 2 1 5.000 OP 195.000 OP 190.000 OP 265 .000 OP 275.000 OP 230.000 OP 280.000 OP 1 50.000 OP 2 10.000 OP 2 10.000 OP 280.000 OP 280.000 OP 2 10.000 OP 200.000 OP 2 10.000 OP 185.000 OP 200.000 OP 1 70.000 OP 170.000 OP 175.000 OP 1 70.000 OP 190.000 OP 205 .000 OP 190.000 OP 205.000 OP 135.000 OP 180.000 OP 2 10.000 (dalam rupiah) FULLDA Y FU LLBOARD (5) (6) 330.000 690.000 275.000 540.000 245.000 520.000 250.000 625.000 285.000 6 10.000 240.000 530.000 270.000 6 1 5.000 270.000 640.000 260.000 705.000 3 10.000 650.000 320.000 600.000 290.000 720.000 360.000 750.000 2 10.000 540.000 3 1 0.000 600.000 340.000 600.000 420.000 1 .000.000 420.000 750.000 320.000 700.000 260.000 620.000 340.000 620.000 295.000 700.000 300.000 600.000 280.000 550.000 270.000 700.000 250.000 650.000 290.000 5 10.000 320.000 750.000 320.000 590.000 280.000 550.000 320.000 700.000 180.000 535.000 330.000 650.000 320.000 600.000 No.
1 1 . 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
2 1 . 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 3 1 . 32. 33. 34. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 8 - 30.2 Uang Harian Kegiatan Rapat/ Pertemuan di Luar Kantor PROVINSI FULLBOARD FULLBOARD SATUAN DI LUAR DI DALAM KOTA KOTA (2) (3) (4) (5) ACEH OH 120.000 100.000 SUMATERA UT ARA OH 130.000 1 10.000 R I A U OH 130.000 100.000 KEPULAUAN RIAU OH 130.000 1 10.000 J A M E I OH 130.000 1 10.000 SUMATERA BARAT OH 120.000 100.000 SUMATERA SELATAN OH 120.000 100.000 LAMPUNG OH 130.000 1 10.000 BENGKULU OH 130.000 1 10.000 BANGKA BELITUNG OH 130.000 1 10.000 B A N T E N OH 120.000 100.000 JAWA BARAT OH 150.000 1 25.000 D.K.I. JAKARTA OH 180.000 150.000 JAWA TENGAH OH 130.000 1 10.000 D.I. YOGYAKARTA OH 140.000 1 1 5.000 JAWA TIMUR OH 140.000 1 15.000 B A L I OH 160.000 135.000 NUSA TENGGARA BARAT OH 150.000 125.000 NUSA TENGGARA TIMUR OH 140.000 1 15.000 KALIMANTAN BARAT OH 130.000 1 10.000 KALIMANTAN TENGAH OH 120.000 100.000 KALIMANTAN SELATAN OH 130.000 1 10.000 KALIMANTAN TIMUR OH 150.000 125.000 KALIMANTAN UTARA OH 150.000 125.000 SULAWESI UTARA OH 130.000 1 10.000 GO RO NT ALO OH 130.000 1 10.000 SULAWESI BARAT OH 120.000 100.000 SULAWESI SELATAN OH 150.000 125.000 SULAWESI TENGAH OH 130.000 1 10.000 SULAWESI TENGGARA OH 130.000 1 10.000 MALUKU OH 120.000 100.000 MALUKU UTARA OH 130.000 1 10.000 P A P U A OH 200.000 170.000 PAPUA BARAT OH 160.000 135.000 (dalam rupiah) FULLDA Y / HALFDA Y DI DALAM KOTA (6) 85.000 95.000 85.000 95.000 95.000 85.000 85.000 95.000 95.000 95.000 85.000 105.000 130.000 95.000 100.000 100.000 1 15.000 105.000 100.000 95.000 85.000 95.000 105.000 105.000 95.000 95.000 85.000 105.000 95.000 95.000 85.000 95.000 140.000 1 15.000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 9 - 3 1 SATUAN BIAYA TIKET PERJALANAN DINAS PINDAH LUAR NEGERI (ONE W AY) NO. PERWAKILAN SATUAN (1) (2) ( ^3) 1 . Abu Dhabi Orang/Kali 2 . Abuja Orang/Kali 4. Alger Orang/ Kali 5. Amman Orang/Kali JAKARTA - PERWAKILAN Published Business (4) (5) 1 , 1 50 3,060 3,400 5,240 2,22 1 3,080 · -- ^. . ^· - ·- · · -·- ··· · -- ^· - - - ^- - -- - ^· · First (6) 3,790 8,4 10 -B-'9.?() 3,490 4,300 6,437 1 ,840 3,970 4,662 ldalam US$ PERWAKILAN - JAKARTA Published Business First (7) (8) (9) 1 , 140 3,270 3,790 3,220 6,278 8,4 10 2,6 10 4,370 6,976 1 ,860 2,730 4,08 1 2,4 13 3,750 5,4 10 2,306 3,670 6, 162 . ··- ^- - - - - - · ^· · - · - - -· - - - - - --- - - · -- - - - . · ·---- ^- -· -- ^- - · ^- - ^. - ^- - - ^--- . ..... .....- ^· · - -- ····----- . ----·-- ·- . .. . -·-----·- _ 7 _ .l A _ n _ k_ ar _ a _ _ _ _ _ _ _ _ l _ O _ r _ a n --'g = / _ K _ al _ i _ · _ 1 _ _ _ 1-'- ,8 _ 6 _ 0 1 _ _ _ 2 --'- ,8 _ 0 _ 0 _ 1 _ _ _ 3 --' , _ 8_ 0_ 0 1 _ _ _ 1 ͒ ,8 _ 90 2,660 3, 700 _ 8 _ .1 An _ tan _ an _ ar _ i _ v_ o _ _ _ _ _ 1_ 0 _ r_ an _ g ͓ / _ K _ al 1 _ · _ 1 _ _ _ 4 ,2 _ 1 _ 0 _ 1 _ _ _ 5 _ ,_ 7_ 30 1 _ _ _ 7 _ ,2 _ 6 _ 0 _ 1 _ _ ͔ 4,2 10 5,730 7,820 9. _ ՕՖքօ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ __ ^ ___ _ _ ^Q_i: : MI ali _ __ } ^ , ^1 _ 6_() 4,960 8,090 3. ^,6 6.() 4,2 12 8,650 - - - - - - - ^· ^ · · · - -.... - ^- ---- - -·- ^- -- - - - - - --- 10. Athena Orang/Kali 3,820 4,830 9, 120 2,850 3, 160 8, 1 20 1 1 . B.S Begawan Orang/Kali 540 663 969 530 657 957 _ _ !_ Ց: _ _ I?-զէ liը-թ<: !_ ___________ ^_ __ _ ____ .<2E_ɒ LI!31L _ ___ _ _ l,7()ՙ ___ _ _ _ ^3,ooo 4,620 1 ,879 3,000 3,930 . . ··- ·· - ···- - - · - .. ---- - _ ____ _ _ ,, _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 13. Baku Orang/Kali 1 ,949 3, 106 4, 163 1 ,838 3,424 4, 163 14. Bangkok Orang/Kali 660 924 1 ,220 550 730 1 ,376 J ̞ _ : _ _ ^͕ <? ^Ͳji ͖͗-- -- --------- - ----- _ Q ^r ai: i ^g (I<_ i __ _ 9͘0 _ _ 1 ,712 _ _ _ 2,ͮYf76 1 ,040 _ _ _ l ,7p 2,076 16. Beirut Orang/Kali 1 ,460 2,890 5,232 1 , 130 3, 100 4,900 - - - - 1 - - Ǡ - - 1- - - ǡ -1 17. Beograd Orang/Kali 3,005 4,836 7,56 1 3,598 4,784 8, 164 -Ք: _ _ _ ^13- ͙͚ ^ll ͛ __ __ _ _ ^_ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ Qtaii_L_- ъ - ___ - - - ̟'̠} _ O 3 ,360 ___ 7-, _ 3.()() _ _ __ __ ՞'-՟?Q __ _ _ __ ՚: C>?() _ _ _ __ ^?,3. _ ^3() 19. Bern Orang/Kali 2,300 4,850 9,450 3,590 4,850 9,450 20. Bogota Orarig/Kali 5,08 1 1 1 ,823 14,388 6,056 10,890 14,65 1 --- 1 ^------- 1 ^----- 1 ---- 1 ---- 1 ---- 1 ---- - -ձ1:
.: _ _ ^J?E a ^s͜li ͝ --- _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ QաբմL_Iգՠi__ _ _ __ _ _ ^1 ͞ ^3. _ ^10 _ _ __ _ ^?, _ ^128 10, 934 ----- ^- ͟'-5͠͡ 10,734 1 1 ,347 · ^· -- ^· ·- ^· - - ---- ·· · ^· - - - - ^· · ^·· ^- ·· · ·-· ^· · · - 22. Bratislava Orang/Kali 2,0 1 8 3,539 5,700 2,075 3,539 5,700 -- - Ǣ - - 1 - - ǣ - - 1 23. Brussel Orang/Kali 3,370 5,346 24. 25. !=.J1: : 1 .<: '.!1͢ s!__ _ _ _ _____ _ _ _ ____ ^Q ͣ ^ͭ/I!31i _ _ _ _________ ?,3.?! -- - - - ̡'̢ ? _ O Budapest Orang/ Kali 26. Buenos Aires Orang/Kali 28. Canberra Orang/Kali 29. Cape Town Orang/Kali 1 ,620 4,340 4,900 7,500 2,287 - ·.... . . - . . 2, 130 4, 128 3,542 2,9 14 4,220 7,820 6,880 ..... . ... ·· - - -- 3,500 2,8 10 5,346 8,6 1 2 3,790 7,290 - ·--- --·--· ·- ·- ------· - · - · · - · ... - · 6,880 2,670 3,500 7,390 10,500 5,500 7,800 1 2,500 4,94 1 2,203 2,676 4,530 3,420 1 ,520 3,935 6,375 8,349 3,979 4, 1 5 1 9,694 · ξ- --- 1 --- -- ^1 ---- 1 3 --2.: _ Cara __<: '.ͤ-------- - 9.: : '.3n_j Kali _ - -- - - - ̣̤ O. !̥ - - -- ̦' - ̧ 3 ̨ _ _ _ _ _ !՝,8 Q() _ _ _ _ _ _ Ւ,4J'.3 _ _ _ _ }(l,l??_ ___ l_Փ:
?.QO. 3 1 . Chicago Orang/Kali 2,46 1 5,248 6, 146 2,236 5,5 1 2 6,820 32. Colombo Orang/Kali 1 ,050 1 ,950 2,250 880 1 , 150 1,810 __ ?-- pa15 ------------------- Q ̩̪̯l_I( '.3} i _ _ 3,230 6,540 9,620 3,030 -- -----ͥ'?8_0 9,520 34. Damascus Orang/Kali 1 ,740 3, 120 4, 120 1 ,6 1 0 3,030 4,420 _ 35. Dar Es Salaam Orang/Kali 2,930 4, 130 6,590 2,330 3, 140 6,420 ---դ-()ե-- J?arͦi: i __ _ _ _ _ __ ____ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ (?r3!1_ͧ/I(ͨi 1 , 125 1 ,703 2,063 97 1 _ _ _ _ 1,70? 3, 1 2 1 37. Davao City Orang/Kali 890 1 ,430 1 ,700 860 1 ,290 1 ,620 38. Den Haag Orang/Kali 3,060 4,930 6,590 2,790 4, 130 7,7 14 __ 3?: _ _ !? - ̫̬a _ _ _ ____ _ _ _ __ _ _ _ _ Qͩ; ; ui-ͪJ'ͫ<ali 830 1 ,2 13 1 ,630 770 _ _ l ,?lͬ _ __ - - - ̭ ,46 _ ̮ 40. Dili Orang/Kali 2,420 2,950 3, 1 20 2,320 2,600 3,000 4 1 . Doha Orang/Kali 1 ,460 2,390 4,220 1 ,490 2,730 3,82 1 42. Dubai Orang/Kali 1 ,470 2, 1 10 5,470 1 ,490 2,730 5,5 19 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 20 - ldalam US$ JAKARTA - PERWAKILAN PERWAKILAN - JAKARTA NO. PERW AIGLAN SATUAN Published Business First Published Business First Ill 121 (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 43. Frankfurt Orang/Kali 3,340 3,650 7,390 3,350 4,360 8,3 10 _ ± 9 _ uՍ(.5ՎhoՏ----- --------- -- Qպ_E_nѺL - _ _ __ _ ?Q - ---- ----- Կ?Հ - - - - - ԥ ' <?Q ---- --- Իo-g _ _ ____ L{) 3 ________ 2 , 9-g 45. Hamburg Orang/Kali 4, 108 5,397 7,8 13 4,952 6,399 9,255 46. Hanoi Orang/Kali 880 1 ,070 1 ,240 870 950 1 ,250 - - --- Ե? : ___ ___ !: !̰ 8: : 1: _ e _ _ _ __ _ __ _ _ _ ___ _ <?!ͳlnͱ{Kaḻ 3,0 10 3,700 _ _ _ ? , 1 8 () 2,950 3,780 6,8 10 48. Havana Orang/Kali 3,500 6,550 7, 100 3,500 6,550 7, 100 49. Helsinki Orang/Kali 2,530 4,745 7, 180 2,6 10 3,700 8, 100 _ 2 0 : _ __ !: ! <?!?: ̲̳ ^i _1: _- -------- ---------- - <: )!_f:
: 1: g [̴̵̶- ^i __ ^ - - - ____ : 5 _ () _ _ ^__!() - ---- -- ^1 , 160 - --- _ _ _ 6. !? _ () --- - -- ------ԹԺQ ____ _ l}Է_Զ_Q 5 1 . Hongkong Orang/Kali 980 1 ,4 10 1 ,630 890 1 ,700 2, 120 52. Houston Orang/Kali 2,0 10 4,040 8,530 1 ,970 5, 190 S, 180 ____ 52 ^Isl ̷- ̸IJ̹ ^d ___ __ ________ _ Qi: ԩ15{I£i __ _ __ _ _ _ ! , () _ ___ _ _ _ -- - ' - 3-__() - - ---- - '()?: q _ _ __ ^) ^, _ ^3 ^ ^Q ______ ^2 _, !g _ _ _ _ }.ԭ() 54. Istanbul Orang/Kali 1 ,859 2,974 4, 1 14 1 ,842 3,390 4, 150 55. Jeddah Orang/Kali 1 ,770 2,890 4,460 1 ,630 2,270 4, 160 ---ց---- '.!Շ12.Aւ --------- ------- - ̺8.?IS( ^I ̻̼̽ - Ա. IE: )? _ _ _ -ո,?Q _ _ _ ?,Q _ 6 () 2 , 1 70 - ---- ,!') () 7,0 10 57. Johar Bahru Orang/Kali 300 49 1 609 250 49 1 7 1 5 58. Kaboul Orang/Kali 2,480 2,930 3,325 2,245 2,600 3, 166 _ _ §Ԯԯ- ͵a ^c ̾ ^i _ _ ______ _ __ __ _ ___ ^ <?: ̿15 ^/ _̀́ ^i _ _ ___ _ _ 1 , ^6 _() _ 2, ?() _ _ _ _ ___ : ? ^3 _ () _ ____ __ ^1 , 1 90 __ _ _ _ _ } : ^9 () _ _ ___ _ _ _ ___ ^2 ].() 60. Khartoum Orang/Kali 2,400 3,606 5,260 2,400 2,770 4,090 6 1 . Kiev Orang/Kali 2,973 3,498 6,427 2,802 3,208 6,409 -- :
. - _!ՈՉE.A!.: 1: 1ՊՋՌi: _ _ _____ _ _ _ _ _ _ 9: ͂ ^g LIS8: !̓ _ 2,06 () _ __ _ 3,635 8,215 1 ,980 _ _ __ ____ ^Բ,:
Գ? __ _ ___ _ 6, 7_ 2 () 63. Kata Kinabalu Orang/Kali 450 684 828 420 684 948 64. Kuala Lumpur Orang/Kali 360 527 686 450 527 686 -Ԭ? _: __ IS: : c_l1iՃis __ _______ ___ ___ ___ ___ 9.. : ՁisL!<ՂL .. ___ ___ _ ____ __ _ _ _ 5 g _ _ _ ____ __ _ _ 8- _ ?() --- - - ---- - , - ()O Ԩ?() ___ __ _ __ __ _ _!__?Q __ __ __ _ _ __ l _ , ?Q 66. Kuwait Orang/Kali 1 ,630 2,240 3, 1 10 1,710 2, 130 3,0 15 67. Lima Orang/Kali 4,789 8,735 12,2 17 4,875 8,063 12,828 _ _ 6 _ ֆև 9_1: 1 _ _ _ _________ 9: րisi!Sտi- __ 1 ,740 2,970 5,7 1 1 1 ,740 3, 1 20 5,94 1 ·--------·- ··-· - - - · · ·--- - - --· -- · ---··· · - . .. . · · - · - -· ·· · · - · ·---- · - - · - - - - - · · - - -·- ·--- - - · ·--· - - · - ·-- - - - - - 69. London Orang/Kali 3,350 8, 189 10,330 2,080 4,770 7,030 70. Los Angeles Orang/Kali 1 ,765 3,825 4,427 1 ,826 3,876 4,8 14 ___ _ ?Ԫ·- ̈́.: : i-ir .!ͅ-------- -------- -- -- - _ 9.r _ _ is / I S L- --- - - - - -- ", ? _ O? - --- - Ԧ? _ 1 __ __ _ _ ? !4 1 () _ ___ 2, ? () }&! _ ___ _ _ --- ԧ 0 _ 8-() 72. Manama Orang/Kali 73. Manila Orang/Kali 74. ͆'.W-!_o _________ __ ___ ____ _ ____ _ _ __ _ _ () ^rang / ^Kali _ 75. Marseille Orang/Kali 1 ,777 670 3,3 1 1 2, 100 2,208 1,240 5,764 4,059 76. Melbourne Orang/Kali 1 ,350 2,300 ___ ?? ___ · _ Ͱ_J5iC: : ? _ _ gԫ!,Y _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ ________ _ Q: ͇͈_LI͉8: 1_i _ _ _ - - - - - -- - ,8-gO _ _ _ _ !')}(j() 78. Moskow Orang/Kali 2,3 10 79. Mumbai Orang/Kali 1 ,500 4,890 2,500 5,258 1 ,620 6,688 7,300 3, 162 1 ,736 650 3,388 2,690 1 ,350 2, 105 5,258 1 ,200 1 ,380 4,972 6,457 · · · · -- -- - - ······-···- . - - -·----·· ·- ···-···· · - - 4,059 7,880 2,6 1 1 3, 162 - - - ! )5 _ 8- - - -ժ, ^4 ?() ---- ---- -իլ6-2 - - -- 9,458 6,500 2,680 3,500 1,500 4,900 2,500 5,650 3,500 ---չ_2Ը _ ԼԽ-1>.C: Ծ! __ _ _ __________ _ _ _ _ Q_i: g{Kali _ ___ _ _ _ l,_9 0 __ _ __ ?,Ր?O ____ ___ 4, ?!')() _ _ __ : 2 , () 60 - --- -} _ ^l _ Q --- ---- -- ՄՅ?ՆQ 8 1 . Nairobi Orang/Kali 3,270 4,000 5,492 3, 130 4, 190 5,500 82. New Delhi Orang/Kali 1 ,500 2,500 3,500 1 ,500 2,500 3,500 ---1 ---- 1 ---- 1 83. New York <: )ri1n15/I\ali __ Orang/Kali 2,542 4,726 8,07 1 2,425 4,943 8, 123 - · - - - · - · - - ·· - ·· - -- - · - · · · - - - 84. Noumea 1 ,960 3,809 4,6 12 1 ,259 3,809 4,6 12 85. Osaka Orang/Kali 1,250 _ _ _ 8 q_Դ!?. _ _ _ _ ___ __________ _ _ _ __ _ Qr͊15/K͋i - _ 3,239 87. Ottawa Orang/Kali 2, 100 2,040 2,620 1 , 190 2, 149 2,563 - ---- 1 ---- 1 ---- 1 ----- 1 3,8 18 - 5,870 3,320 3,8 18 5,740 3,480 . . - - · · -·· - - ·...·· · · - -· · - - - - - · · --· · · · -· --·----- 5,570 2,630 4,250 6,449 NO. PERWAKILAN SATUAN (1) (2) (3) 88. Panama City Orang/Kali MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 1 - JAKARTA - PERWAKILAN Published Business First (4) (5) (6) 5,23 1 7,390 10,307 12,540 (dalam US$ PERWAKILAN - JAKARTA Published Business (7) (81 5,379 7,397 First (9) 12,394 12,280 Ӻ?.:
_ .!: ar@ariAB--------------- ·- Q_r: a.n. 15-/IԖ: Ui _ _ ??̝IS<? - - - 7,59!?. - - -- · - · - · - · · · .. .
Paris Orang/Kali 2, 153 3,290 7,4 1 2 2, 129 4,070 7,4 12 91. Penang Orang/Kali 460 613 734 436 6 1 3 734 92. Perth _____________ Qʹ!5-L.IS8-: 1_i_ _ _ _ _ _ __ !'!.°- l?l()Q _ _ _ _ _ 2-,5̆1 _ 970 - · - _ __ l,B4: ! _ ___ __ 2,f>?Q 93. Phnom Penh Orang/Kali 730 1 , 130 1 ,340 800 1 ,206 1 ,460 94. Port Moresby Orang/Kali 1,500 2,4 17 2,927 1 ,493 2,6 1 7 3,040 -Ӹ- Pra12_̅------------- 2r: ___ an ԙL.!Ԛԛi. _ _ ______ : i_,3gg --- --՛՜.<?-2 __ ___ !§!ԇԈZ _ ____ _ 6 ,Q±?. _____ 1_ 2-,762 _ __ !; i_,__(: i_(): ? 96. Pretoria Orang/Kali 2,779 4,220 5,257 97. Pyongyang Orang/Kali 1 ,660 2,220 4,040 __ ? C Quito __ _ _____________ ___ <?LԉLISԊԋ- _ __ _ _ 6!()()LJ: _ __ _____ _ _ f>,!?3() _ __ 1̇,42-<? 99. Rabat Orang/Kali 2,830 3,520 6,285 100. Riyadh Orang/Kali 1,580 2,450 2,870 2,704 4, 1 5 1 5,104 1 ,500 2,050 4,600 5,040 6,440 14,240 - -- - · - ·· - - · - - · · -· - · - - · - · -·-· - - --· - - - - - ·---· 2,9 10 3,680 5,690 1 ,530 2,070 2,990 _ _ l()l.: ___ B£1!!: Ԥ- -- ---------- ----- Qr_Dl!\E_i _ _ _ ____ __ 2-,ӽ()0. __ ___ !?.,()()() _ _ _ (5 ! _ 5 <?() _ _ _ _ __ ?,!?_ ()() ___ --- -Ԍ·<?()() ______ ?2!?9-9 102. San Francisco Orang/Kali 1 ,843 3,565 5,758 1 ,730 4,29 1 5,758 103. Sana'a Orang/Kali 1 ,880 3,060 3,9 10 1 ,5 1 0 2,940 3,840 _ _ 1-0."I-.: _ san_1: : iag ̈-------- --- --- - <?r: FL-Li _ _ _ _ _ _ _ _ i,8̉<J. _ 6,800 7,o7o 3,520 · · - - - ӷ , .Q.Ӷ_c> ____ ___ _ (),?Ԑ() 105. Sarajevo Orang/Kali 3,840 5,800 8,600 3,700 5,703 9,260 106. Seoul Orang/Kali 1 ,090 1 ,280 1 ,743 860 1 ,3 10 1 ,650 l<?I: ___ Sh̊ghai _ _ _________ Qr: anն[!ԗԘ_i_ ___ _ 1 , 196 l: ?LJ: 'f _ _ 2,<J.l'.! _ __ __ l _ , ()1- _ 0 _ __ __ ___ l _ , ?LJ: 5 _ _ _ __ ?, ԍ_Ԏ() 108. Singapura Orang/Kali 322 534 647 350 534 647 109. Sofia Orang/Kali 1 ,930 3,340 6,2 10 1 ,250 3,450 5,978 _ __!!2: ___ Son̋khla _______ _ 0-: '.ll ԟ/ԡԢԠ--- _ _ _ _ - ӻ() .Q _ _ _ _ _ l : _ 9-!Q _ _ _ _ _ _ _ 1 , _ 2-2- _ () _ _ _ _ _ ?_()() ______ 1- _ , _()() _ __ _ _ l:
'.?:
Q 1 1 1 . Stockholm Orang/Kali 2,840 4,405 6,970 2,360 4,405 6,256 1 1 2. Suva !}Ӽ: - ӿyԁi: iԀy _ _ _ _ _ _ _ - - - --- --- ---- 1 14. Tashkent Orang/Kali 9!a.n.lIEl.l i -- - Orang/Kali 2,380 4,7 10 - - _ _ },!JtJ: () _ _ _ _ _ _ _ 2,2-ͯ() 3,672 3,930 5,060 2,680 4,900 2,460 1 ,420 3,380 4,300 2,393 3,56 1 5,940 2,6 ,1! 5,7 10 1 1 5. Tawau Orang/Kali 450 890 1 ,370 420 940 1 ,480 _ !} _ () _: ___ ! eȟ̍̎------- _ _ _ __ Q_Ԝԝ/5-/_1- <Ԟ!- _ _ _ __ _ !.: ?()() _ _ _ _ _; 3-() _() n 7. Tokyo Orang/Kali 1 ,070 1 ,570 2, 140 1 , 1 90 2 , 1 40 2,520 1 18. Toronto Orang/Kali 1,970 3,390 7,270 1 ,990 3,420 7,740 _UJ ..:
_ Tr!ȑ E_ _____________ _ _ Qrկ/]հ Ԅ-- _ __ _ _ _ 2-·?ԏ_o _ _ _ 3,2-3-Q __ _ _ 5,660 _ _ __ _ 2-: 4: ()9. _ _ _ _ __ -1Ԃԃ!() _ _ _ ___ : i: : 4̐ 0 _ 1 2 _ 0 _ . _ 1 T _ u_ n_ is _ _ _ _ _ _ _ _ 1_ 0 _ r_ an ̑ g = / _ K _ al 1 _ · 1 _ _ _ 3 ̒ ,0 _ 9 _ 8 _ 1 _ _ _ 4 ̓ , 2 00 1 _ _ _ 4 ̔ ,8 _ 9 _ 01 _ _ _ 3 ̕ ,0 _ 9 _ 8 _ 1 _ _ _ 5 ̖ , 0_ 18 _ 1 _ _ _ 5 ̗ ,6 _ 7 _ 01 1 _ 2 _ 1 _ . _ 1 _ V _ an _ C _ ou _ v _ e _ r _ _ _ _ _ _ 1 0 _ r_ an , g = / _ K _ al _ 1 _ · _ 1 _ _ _ 1 ̘ , 9 _ 8 _ 0 _ 1 _ _ _ 2 ̙ , 4 ____: _ 20 _: ___ 1 _ _ _ 4 ̚ ,3 : ___: 1 : ___: 0 _ 1 _ _ ___: c l ,890 3,800 4, 190 i2̛: ___ ԣռ_i_IE:
ս ---------- Q:
.l?: l!SճL _ _ _ _ _ _ _ I_,9()4. _ __ _ __ _ _ _ 2, 192 _ _ _ _ 2-A!?..4. _ _ _ _ _ _i. º _ ?()4. ___ -ԅ? Ԇ.: 93 ____ ___ 2- , _ 6. _ !?.4.
Vatican Orang/Kali 1,890 4,749 5,978 1 24. Vientiane Orang/Kali 900 1 ,250 1 ,380 1 ,890 920 3,8 19 4,480 1 ,057 1 ,600 !.. 2-!?: ___ ԑԒ-ԓ Ԕԕ§l _______ _ _ _ _ _ gփ-l?: l!Ӿi _ _ _ _ },409 4?2()0 , _ 4,800 3, l l_Q --- - - - ӵ ,__ ()4. _ ? _ _ __ _ _ _ _ '4,__? 1-§ 1 26. Washington Orang/Kali 2,436 6,090 9,020 2,3 10 6,143 7,875 - - - -1- - - - - 1- - - -'--- -l- - -'--- - 1- - : ___ - 1 1 27. Wellington Orang/Kali 2, 130 4,360 5,770 1 ,990 5,470 5,980 -ӹ??.: __ GiHI-- ------- ----- ---·- - - -·· 9.EJK/KEt!i _ _ 129. Windhoek Orang/Kali 130. Yangoon Orang/Kali 13 1 . Zagreb Orang/Kali -- 2!4 10 3,755 750 4,344 3,200 6,550 6,8 10 9,088 950 1 , 100 6,750 20,522 2,320 - · · - _ ...... 3,382 750 4,802 }c.6_59. - ----- -̜,9_ 2Q 6,320 8,778 950 1 , 100 8,82 1 17,0 15 MENTERI KEUANGAN REP U BLIK INDONESIA - 22 - 32 SATUAN BIAYA OPERASIONAL KHUSUS KEPALA PERWAKILAN RI DI LUAR NEGERI PERWAKILAN RI SATUAN (1) (2) AMERIKA UTARA & TENGAH l . New York KJRI 2. Ottawa 3. New York PTRI 4. San Fransisco (3) OT OT OT OT --·----- ·---·----·- - ---· ------ - - ··---· . ·-·---- - - - - - - - - - - ··--···- ·-----·-- - · - ---··-----··- --- - 5. Washington 6. Los Angeles _ _ 7_ · _ _ gӲӳc: Ӵg ----- --- - - - -- - - --- - - -- - - - - - - - --- - - - - 8. Houston 9. Toronto 10. Vancouver AMERIKA SELATAN & KARIBIA 12. Boenos Aires --- - ·-·- ··- . ____________ . __ ___ _ _ _ _ _ _ _ _ -- - - - - · · - · ···- · - - - - - - - - ······ -- - ---· ·• - - ---- - · - - · 13. Paramaribo 14. Brazilia 15. Caracas 16. Havana 17. Bogota 19. Lima 20. Quito 2 1 . Panama EROPA TENGAH & TIMUR ____ ??_. _ _ BC: : <: )_g!: c! _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ 23. Bucharest 24. Budapest 25. Moscow --·-- ·-- ·----- ---···· · · -- --- -- - - - - - - --· -·· - - · · - - · - - · - - · - · · - · ·- 26. Praque . . ·- ·- - - - --- . . OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT OT 27. Sofia OT 28. Warsaw OT ----------· ---··-· - - · . ·- -----···---·-·---- - - - . - · ·- ·-··- -·.... . · · · ··-- . - - . ··· - -· . .. . . - . - · · - · .. ··- · ·· · ----· · - . . - - ··· 29. Kiev OT 30. Bratislava OT _ _ _ }) _ . __ -ӫջ_gӬӭ!? _ ____________ __ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ OT _ _____ _ _ _ 32. Sarajevo OT (dalam US$) BIAYA TA 20 16 (4) --- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - - -- - ___ _ ?_9 _ , gQ () 60,000 60,000 - - - --- -- - -- - - - - - - - - --- -- - - - -- -- ө - Ө , Q_Q Q 60,000 60,000 ---- - -- -- - ---- - - - ---- v-5-?()Q_Q 45,000 45,000 45,000 - · - - - - - - - - _ _ _ }Q,()O_Q - - - - - . - ---- - - -- - · - ----- - - - - --- - - - -- -- - - _ }() ^, () ^O Q 15,000 30,000 15,QQO 1 5,000 30,000 .. .. . .. - - - - - - - - - - --- - - - - - - - -- - - - - _ _ ^1 §.!Q_Q() 15,000 1 5,000 1 5,000 - . --- ^-- - ^}§,QQQ 18,000 18,000 _ _ _ _ _ _ ӯ_q,OO() 17,000 15,000 - - - - - - . . - - -- _ _ _ ?ӪQQQ 30,000 15,000 · - - . - - - - - - - -- -- - - - _ ^ }Ӯ,_D()Q 15,000 PERWAKILAN RI (1) EROPA BARAT 33. Stockholm 34. Helsinski (2) MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 23 - SATUAN (3) OT OT (dalam US$) BIAYA TA 20 16 (4) 30,000 ----- ----- - - - ------··- - - -- - ---···----·-·---- ·-- - ··- - · - - - - - - · -· - --·-·------ -· - ---------- - - ---- - - ............. · - - -·...-·...- - - · -· - -· --·· }.Q ,Q_QQ 45,000 35. Rome 36. Vatican 37. Frankurt OT OT 18,000 OT . ....... · · · · · - . - w ^5 "QQQ 38. Bern OT 30,000 39. Berlin OT 60,000 --Ӥ.<?..:
.. _ §¨ ©ª_ el _ s ___ __ _ _ -··- -· - · ···· - · ·· · · ····-· - · · · · · ·· ·· ·-··· · _ __ QT ____ _ ...... .... ... ... ... . .. . ... _ .......· · - · · - · -· - - - - ------ӧg.!.Q_QQ 4 1 . Den Haag OT . 60,000 42. Geneva OT 100,000 __ =': }: _ _ £1.ӥյP1: !վg_ _ _ . .. _ . . · · ·- - ·.... .. _ .................^OT _ __ . _ _ . . ___ . . _ . . __ ___ 1D&Q.9 44. London OT 60,000 45. Paris OT 60,000 -- ӣ§ H -- Yi ̌ - ̋ - ^n ̊ - - - - - - - - ·---- - · - - · · ·· · - - -- · · - · - · -··· - -...___ _ __ 9 _ ! ........ . - - · ·· · · · ·· · ·...· · ·· · · - · · - · __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ?.9.1.0.9.Q 47. Copenhagen OT 30,000 48. Madrid OT 30,000 ___ 49: _ _ .<2!Ӧ-- --- - ·- · -- ---· - - ··- - ·.... - - - .... - · - - · · - - · - - · - · · · - _ _ ()! _ __ _ - . ................. . . · - · · · · - · · · · · · ·-· · - · · · · - -· · - · --· - · - ___ }(),Q.9Q 50. Marseilles OT 30,000 5 1 . Lisabon OT 2 1 ,000 52. Athena ..... ····· - ···· - ··· · _ · - - - ·- · - _ __ _ . . ____ .<?.T. - -- · ·· ·····............ . .. .... . . _ __ .. . · · · · ·-··.... . . _ _ _ 39 ^,000 53. Ankara 54. Istanbul AF RI KA 55. Addis Ababa 56. Dar Es Salaam OT 30,000 OT 30,000 OT 1 5,000 OT ------- --- ------------------------- -·---------- -· --·- · - --- - - - · - -- ·- --- · · - - - - -- ------ - - --·- -·-........ -· - -- - - - · - _ _ }: !?,Q.QQ 30,000 57. Abuja 58. Tananaravie 59. Dakkar --- - --- ---- - - -- - - - - -- - --------------------- - -------- - - - - - - -·-·· - -· --- · - - - ---- - - - 60. Nairobi 6 1 . Harare 62. Windhoek ----- --- -- --- - - - - - - - -----· · - - - · - - · - · -···-- . - - · · 63. Pretoria 64. Cape Town _ _ __ 6x: _ .rviap11_t() . ................ . OT OT 1 5,000 -·- . - _ _ Q!.... · · -· · · · -...··- · · - ·- - ··· - · · . ·· - ·-· -- ·....... _ ! ?.!.Q()_Q OT OT OT OT OT OT 30,000 18,000 . . - . .. --·- . . · · - · · - - ···- - · }_5,000 30,000 30,000 1 5,QOO PERWAKILAN RI (1) (2) ASIA SELATAN & TENGAH 66. Mumbai 67. Colombo 68. Dhaka MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 24 - SATUAN (3) OT OT OT (dalam US$) BIAYA TA 20 16 (4) 30,000 15,000 1 5,000 69. Islamabad OT 30,000 - · ------ -----·------·---- - -------·---·---·--·----·--·-- · - - - - - -·---··-·--·-·--·- · - · - - · ·--- · - - - - - - · -·-·-······ -·· -··-·· · . - - . -·--· - ---·-··-·-·---···-····--· ·-------· -- - - -·-- 70. Kaboul OT 1 5,000 7 1 . Karachi OT 30,000 72. New Delhi OT 30,000 73. Teheran OT 74. Tashkent OT 75. Baku OT -·----- ----- - -- - --------·-- - --·-------- - ·---· · ·· - - - - ----------· ··- ·--------- --- · - · - · - · ·· --· · --········- -- .
Astana OT ASIA TIMUR & PASIFIK · · ----- - - · · ···- · -··· - . .. . . · · · · · - · · · · · · - - · - · · · · - · · - · - · - · · · · ·...-- -- · · - · ·'-· · ·· -· · ··· · -........· - - - · - · · 77. Hongkong 78. Osaka OT OT __ _ ?: Ә'._ __ !: Y <? E. g _ y ̉̈g _ _ _ _ ·--·· · - - · - ····- - - . - - - - - - - · · - · - _ _ __ __ _ 01.: _ __ .
Seoul OT 8 1 . Tokyo OT ....-·-----·· -- - - -.... 30,000 30,000 ... - · - ... . · - · - - - · - · - . . - - - · · · · · · · - · - __ _ _ _ }§,O.Q.Q 24,000 -.... .. . . 45,000 60,000 . - - - - . · - - - - - J§ ^,0 0.9 45,000 60,000 _ 8 _ 2 _ . _ JC«E_o _ m _ _ әӚ-ӛ!1 -. . -- - · - · - · · · _ _ _ _______________ - · - --·- __ QI _ _ _ _ _ _ _ _ . . _ _ _ _ ___ _ __ _ . .. __ _ _ - - - - ---- - - - - - - - -- - - - - - -ӗg ¹ _ Q_Q _ Q 83. Beijing OT 45,000 84. Guangzhou OT 30,000 --- ӝӞӟ-- Ӗ '.: i- _ n U ̇i: - ̆ a _ _ _ _ _ __ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ q'f _ _ _ _ ····- - - - - --- --- - - ----- ()9,999 86. Noumea OT 15,000 87. Sydney OT 60,000 _ §? _ _ . _ !"ell!¬_ gtl!- _ __ _ _ _ _ _ _ _ __ . _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ __ _ __ _ _ OT _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ - -- -- -· - - -- -- -- ӕ _ Q,QQQ 89. Port Moresby OT 30,000 90. Darwin OT 45,000 --y-1: _ _ _ iyt_e!b()l11:
1: _ ®----·--- _ _ ____ _ ____ __ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ O: : I' _ _ _ _........ _ _ __ ___.... . _ .. . __ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ ---ӠӡӢQOO 92. Vanimo 93. Perth 94. Dilli - ··- - · - - · - - - · -- - · . · · · -...... - - - - . · · · - · .
Suva 96. Bangkok ___ ?J : _ _ _ P.§1: ".'Ӝ<?. <; '.Ӕ!Y ------ - · - - - - - - - ······ --- - -- - ---- -- 98. Hanoi 99. Ko ta Kinabalu 100. Kuala Lumpur OT OT OT OT OT OT OT OT OT 1 5,000 45,000 30,000 15,000 45,000 . .....- - · · - · - · - - . - - - - · - - · - · · J? _ , _ Q_QQ 15,000 30,000 60,000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 25 - (dalam US$) PERWAKILAN RI SATUAN BIAYA TA 20 16 (1) (2) (3) (4) 1 0 1 . Manila OT 45,000 102 . Penang OT 30,000 OT - - - - ӍQ - ӌ _ : __ y ^an g<?- ------ -- _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 30,000 . - · · - --· -·-- · - - · -- - - · · -· -· -· ---··--·-·---·-- 104. Singapore OT 60, 000 105. Vientiane OT 1 5,000 _ _ _ !Q.L ¯ ^a °<: J: -±1=.§ erL!3-1?: g: ; t\V8: ²---- _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ()'!' __ _ _ _ _ _ _ _ _____ __ _ _ _ _ _ --- - · · - - - - - - - -- - - -- - - - ±§,Q() _ Q 30,000 107. Ho Chi Minh OT 108. Songkhla OT 30,000 _ lQӎ ': !³´ or _ _ ? µ _ ^hru _ _ _ _ _ _ _ __ ___ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ Q'I' _ _ _ _ _ _ __ _ ___ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ __ _ _ _ _ __ _ __ ___ _ ____ _ _ _ __ _ ---.9.!QQ() 1 10. Kuching OT 45,000 1 1 1 . Shanghai OT 45,000 ___ ! _ _ 1_z.: _ !խ-ծ -- ----------- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - _ _ _ ?! _ _ _ _ _ ___ __ _ - - - - - - -- --- - - - --- ----- - - - - -- -- - - -- - - ---- ----- ӋQ , QQQ TIMUR TENGAH 1 13. Khartoum OT - -- -- ---- -------------- · · - - -- - - - - - ·· - - - · -·-· - - · ··--- -·- ·--·-·----- - - --· --·----- - . -·---- ··· -· ·-- - - -- -- - -- ---- ----- -- - ______ _ ! _ ӊ _ ? 9().Q 1 14. Algiers OT 1 1 5. Tunisia OT 1 16. Rabbat OT 1 17. 1 18. 1 19. 120. 1 2 1 . Tripoli Baghdad Cairo Damascus Jeddah 122. Sana'a ·------ - -· · - - · - ·- -· - · · - · · -- -- - - -- - - - - - --· · - · · · - -- · - - · - · -·-...- · · · · ·-··- · · - · - · ·----· · -· - · - - OT OT OT OT OT OT 1 5,000 1 5,000 - - - - -- - - - - _ _ _ )?,OQ() 1 5,000 1 5,000 - -- - -- - - - - -- -- -- - - · - -- - - - --- _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ '±'.5-!()Q() 30,000 60,000 - - - -- - _ _ J?1()9Q 123. Kuwait OT 30,000 124. Abu Dhabi OT 30,000 --ӑӒ§-ӓ-- ӏIEӐ_c: t _ I?: ________ _____ ___ _ _ _ __ _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ __ QT _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ___ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __ _ _ ___ __ _ _ 3-9190.Q 126. Riyadh OT 45,000 127. Beirut OT 1 5,000 l?? _: _ _ _ Dol]. a ______ ____ ___ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ____ _ _ _ _ _ _ __ _ _____ _ _ _ _ QI _ _ _ _ _ ___ _ _ ___ __ _ _ _ ___ _ _ _ _ _ ___ _ __ _ _ _ ___ _ __ ____ __ _ _ _____ _ _ _ _ _____ }Q _ ¸ Q_Q() 129. Dubai 130. Muscat 1 3 1 . Manama OT OT OT 30,000 30,000 - -- - - - - - --- - -- - - - _ _ _ __ _ _ _ _ _ __ _ 37,000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 26 - 33 SATUAN BIAYA MAKANAN PENAMBAH DAYA TAHAN TUBUH NO. PROVINS I SATUAN (1) (2) (3) 1 . ACEH OH 2. SUMATERA UTARA OH 3. R I A U OH (dalam rupiah) BIAYA TA 2016 (4) 19.000 1 9.000 19.000 4. KEPULAUAN RIAU OH 19.000 5. J A M B I _ _ _ O _ H _ _ _ , _ _ _ _ _ _ 1 8 .o _ o _ o _ , 6. SUMATERA BARAT OH 1 8.000 --· - -------·---- - - ---· - -- - - - · - - · · --·- - - - - -- - - -- - · - - - - - · - - - · - -·- · -- - --· - - ----· ---- -·--·-------- --· - - - - - - - - - - - - - . . - --- - - -·-··· · 7. SUMATERA SELATAN OH 8. LAMPUNG OH 9. BENGKULU OH --- --------- - - ------- - - · -·---·-· - ----- · ·· - - - · · ·-- - - - - · - - -- - - · - · - - - -- -- - - - - - - - -- - · - - ·--- - -... 1 0. BANGl(A BELITUNG OH 1 1 . B A N T E N OH 12. JAWA BARAT OH 13. D.K.I. JAJ(ARTA OH 14. JAWA TENGAH OH 1 5 . D.I. YOGYAI(ARTA OH ---·-- - -- -- ·- · - - · - - - -------- - - --- --- - - - - - · - --- - - - · · - -· - -- --- - · - - · · - - - -------- - - - - 16. JAWA TIMUR OH 1 7. B A L I OH 1 8. NUSA TENGGARA BARAT OH 19. NUSA TENGGARA TIMUR OH 20. I(ALIMANTAN BARAT OH 18.000 1 8.000 1 8.000 1 8.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 19.000 2 1 . I(ALIMANTAN TENGAH OH 1 8.000 ----- - - -- ·· - - - - - - - - -----· -· · · - - - · - - --· - - - - ---- · - ---- - - - -- - ------ · - ·- - - - - - -- -...
KALIMANTAN SELATAN 23. I(ALIMANTAN TIMUR 24. I(ALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT OH 1 8.000 OH 19.000 OH 19.000 OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH ..... .....· · · · · - - ·...- - - - 19.000 1 9.000 1 8.000 19. 000 1 8.000 19.000 - · .- - · -- · - · · - · · - -·- - -- - . - - - · · · ·- · -·- 20.000 22.000 25.000 25.000 34 SATUAN BIAYA SEWA KENDARAA N MENTERI KEUANGAN 34. 1 Sewa Kendaraan Pelaksanaan Kegiatan Insidentil NO PROVINS! SA TUAN RODA 4 I l l lǟI f ^3 l 141 1 . ACEH Per hari 770.000 2. SUMA TERA UT ARA Per hari 7 10.000 3 . R I A U Per hari 790.000 4. KEPULAUAN RIAU Per hari 820.000 5. J A M B I Per hari 7 10.000 6. SUMATERA BARAT Per hari 700.000 7. SUMATERA SELATAN Per hari 700.000 8. LAMPUNG Per hari 700.000 9. BENGKULU Per hari 710.000 10. BANGKA BELITUNG Per hari 770.000 1 1 . B A N T E N Per hari 700.000 12. JAWA BARAT Per hari 7 10.000 13. D.K.I. JAKARTA Per hari 7 10.000 14. JAWA TENGAH Per hari 700.000 15. D.I. YOGYAKARTA Per hari 7 10.000 16. JAWA TIMUR Per hari 700.000 17. B A L I Per hari 790.000 18. NUSA TENGGARA BARAT Per hari 790.000 19. NUSA TENGGARA TIMUR Per hari 800.000 20. KALIMANTAN BARAT Per hari 780.000 2 1 . KALIMANTAN TENG.AH Per hari 820.000 22. KALIMANTAN SELATAN Per hari 7 10.000 23. KALIMANTAN TIMUR Per hari 810.000 24. KALIMANTAN UT.ARA Per hari 8 10.000 25. SULAWESI UTARA Per hari 800.000 26. GO RO NT ALO Per hari 740.000 27. SULAWESI BARAT Per hari 7 1 0.000 28. SULAWESI SELATAN Per hari 700.000 29. SULAWESI TENGAH Per hari 770.000 30. SULAWESI TENGGARA Per hari 770.000 3 1 . MALUKU Per hari 890.000 32. MALUKU UT.ARA Per hari 900.000 33. P A P U A Per hari 1 . 025.000 34. PAPUA BARAT Per hari 980.000 (dalam rupiah) RODA 6/BUS RODA 6/ BUS SEDANG BESAR (51 ( ^6 1 2 . 100.000 3.670.000 1 .950.000 2.920.000 2 . 160.000 3 . 1 50.000 2 . 160.000 3.560.000 1 . 950.000 3.250.000 1 .900.000 3.050.000 1 .950.000 3.700.000 1 . 840.000 2.920.000 1 . 950.000 3.020.000 2 .050.000 3 . 1 50.000 1 . 840.000 2 .920.000 2.050.000 3.020.000 1 .950.000 3 .020.000 1 . 900.000 2.920.000 1 . 950.000 3 . 150.000 1 .900.000 2.920.000 2 .270.000 3.020.000 2 .270.000 3.020.000 2.380.000 3.240.000 2 . 100.000 3 .350.000 2.600.000 3.700.000 1 .950.000 3 . 1 50.000 2.200.000 3.560.000 2 . 160.000 3 .560.000 2.050.000 3.460.000 1 . 950.000 3.020.000 1 . 950.000 3.020.000 2 .300.000 3.020.000 1 . 950.000 3 . 1 50.000 2 .050.000 3 . 1 50.000 2.700.000 3.780.000 2.810.000 3 .890.000 3.780.000 4.860.000 3 .240.000 4.2 10.000 NO MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 28 - 34.2 Sewa Kendaraan Operasional Pejabat PRO VIN SI (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TA 20 1 6 I l l f2l 131 14\ 34 ӂ . _ 1 ____ l' EJABA 'f _ _ E !? HLO_ I'! J _ _ __ ____ _ _ _ ____ _ _ __ _ ___ __ __ _ _ _ · ----- _ _ -Ӄӄ!' _J: l u ! In _ _ _ _ _____ _ _ _ _ - Ӂ? ..: _66 Q : Q_Q O _ 3 4 . 2 . 2 __ PJ KLM A: ! E§NOQ - P _ _ II _ _ __ _ - - - · -- -- - _ _ _ · · - - · · 3 4 . 2 . 2 . 1 ACEH 34.2 . 2 . 2 SUMATERA UTARA 34. 2 . 2 . 3 R I A U 3 4 . 2 . 2 . 4 KEPULAUAN RIAU 3 4 . 2 . 2 . 5 J A M B I 34 . 2 . 2 . 6 SUMATERA BARAT 34. 2 . 2 . 7 SUMATERA SELATAN 34. 2 . 2 . 8 LAM PUNG 34. 2 . 2 . 9 BENGKULU 3 4 . 2 .2 . 1 0 BANGI(A BELITUNG 34 . 2 . 2 . 1 1 B A N T E N 34.2 . 2 . 1 2 JAWA BARAT 34.2 . 2 . 1 3 D.K.I. JAI(ARTA 3 4 . 2 . 2 . 1 4 JAWA TENGAH : lӀҿ _: _'.2 ^. 1 5 - PQRoZ[ I0: X1: - - - -- ·-·-- · - · - - - - · - - - -· - · - - - - · - - - - - - - - - · -- - · · - 34.2 . 2 . 1 6 JAWA TIMUR 34 . 2 . 2 . 1 7 B A L I 34. 2 . 2 . 1 8 NUSA TENGGARA BARAT 3 4 . 2 . 2 . 1 9 NUSA TENGGARA TIMUR 3 4 . 2 . 2 . 2 0 KALIMANTAN BARAT - Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan 1 4 . 1 80 . 000 1 3 . 880. 000 1 3 . 73 0 . 000 1 5 . 000. 000 1 3 . 500.000 1 3 . 650. 000 1 3 . 500. 000 1 3 . 43 0 . 000 1 3 . 500. 000 ··· - . . - · - - - · - - - · · · - - · - 1 2 . 750 . 000 1 3 . 9 5 0 . 000 1 3 . 9 50 . 000 -- ---- - - - - - - ---- 1 3 . 2 50 . 000 1 3 . 9 5 0 . 000 1 4 . 030. 000 1 3 .430. 000 1 3 . 500. 000 1 3 .650. 000 - - - · · · ···- . . · - - · · · · -· · - -- - - -- -· - - - - - - - · . . ·· · - · · - -- · -- Per bulan 1 4 . 850. 000 Per bulan 1 4 . 030. 000 Ӆ ӆӇӈ: _?_Ӊ-- Y!ST!,L_l'-I _ _ !O!'! _ G _ A _ N -- _ __ _ _ _ ___ ______ ···- - - - - · - · - - · --·· · · · - _ _ _ _ __ J: =><: : _ r_bulQl]. _ __ _ _ __ __ __ J4: )Ҿ _0 . QQ _ Q 3 4 . 2 . 2 . 22 I(ALIMANTAN SELATAN Per bulan 1 4 . 030. 000 3 4 . 2 . 2 . 23 KALIMANTAN TIMUR 34 . 2 . 2 .24 KALIMANTAN UTARA 34. 2 . 2 . 25 SULAWESI UTARA 34 . 2 . 2 . 26 GORONTALO 34 . 2 . 2 . 27 SULAWESI BARAT -·- -- - - · - - - - --- ·- - - · - - ---- - - -- ·· ·- -· ···· - - - · -- - -- - - -- - - - -- · -- - - - --- - - - - - · - · - - - - - ··· · 34. 2 . 2 .28 SULAWESI SELATAN 34 . 2 . 2 .29 SULAWESI TENGAH 34. 2 . 2 . 30 SULAWESI TENGGARA 34.2 . 2 . 3 1 MALUKU 34. 2 . 2 . 32 MALUKU UTARA 34 . 2 . 2 .33 P A P U A · - - --·-···- · -·- · - - - . ·-- ·-··--- .. ·-··-·· . ·- .... - - · · · · . . · - ·· .. 34 . 2 . 2 . 34 PAPUA BARAT Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan Per bulan 1 4 . 030. 000 1 4 . 030. 000 1 5 . 00 0 . 000 1 5 . 00 0 . 000 1 3 . 580.000 · --- . - · · ---·--· --·-·..... . - -· · ·· - · .. - - - · . -- · ··- - - Per bulan 1 3 . 580. 000 Per bulan 1 4 . 400. 000 Per bulan 1 4 . 0 3 0 . 000 -· · - - - - - · · ·-·--·-· · -····- . - . · - · ----- - · · · · · - · . . - · - Per bulan 1 4 . 480. 000 Per bulan Per bulan Per bulan 1 4 . 400. 000 1 4 . 850 . 000 1 4 . 780.000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 29 - 34.3 Sewa Kendaraan Operasional Kantor dan/atau Lapangan (dalam rupiah) NO PROVINSI SA TUAN PICK UP M I N IBUS DOU BLE GARD AN rn 121 (3) 14\ 15) 16\ ___ l . _ Ãg _EH _ _ _ _ _ ___ _ - ·· · · - · --- _ _EÄr __ l: >_l1Ĵ -- _ _ § _,_3 ()9..: () 0 9 _ _ _ _ _ Ei , ? 3 () · ()()() _ _ _ J _ ? ..:
. 23 () , Q_Q()___ -- ҹ Ҽ-!-ҽ----- - --- - - ···· · · · - - - - _ F'̫!.1: Jl11̃- - 5. <: )˿() . () 00_ - _ __ 6.000.000 15.000.000 1 6 . 1 30.000 14.780.000 -Һ·-- ! Ҹ"(J L "': l}ҷ _ Ҷ _ RI ҵT} _ _ _ _ _ ____ _ _ ___ F'('!J: ".Pl11̄-- __ 'i'J 3 _ () , () _0 ( ) _ _ _ _ _ ? _. ˾ 50. ()Q() 5. J A M B I Per bulan 5.850.000 5.930.000 · - -·-·- ---· - · · · - · · ··----·-· 5.930.000 14.850.000 6. SUMATERA BARAT Per bulan Per bulan . ·- · · · - - ·· · . . 6 . 1 50.000 5.850.000 · - - · --··-· ··--·-··· ... .. ... · -- · - - . -·- -.--· - - · ·--- · - · · · · - -··-· - - - - - -- - - - - 7. SUMATERA SELATAN 5.550.000 - - - - - - -- -- - - - - - - - - --- - - -- - - - --- - - - - - - - - 8. LAMPUNG Per bulan 5.780.000 14.780.000 5.850.000 14.780.000 ------ ··----··· - - · - · - · · -· · · -- - · · · · - - · · - - · -· · · - ··-- - - · - - ·-·· - ···-........ . .. - ··--·· -- --·-··· · .
BENGKULU Per bulan 5 . S)̬_G.: ()9()_ -- - _ : 5- ,_ ^93 () , ^0 ()() _ - _ 1 _ ˽ _ .? _ §() , _ ^0 Q_Q_ -- ---- ·--------·-·---- - -···---- - - · · ·-- ----- - - - · · ·--- - - ----- Per bulan 6.230.000 6 .380.000 15.l ; )Q . () OO 10. BANGKA BELITUNG 1 1 . B A N T E N Per bulan . . _ _ _ _ ?.4: 0(),()0_9 _ _ _ ^5.6 J ^0.000 _ __ _ _ 1 ¸ ^.4 _ ^8 ()_ ^.00 () _ !2һ !!'b - )3},շ'!: _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __!'er_b _u)Å- .. _ _ 5 , ˼ _ Q ( ) , ()O() _ _ : 5-: <5_7 0. ()()() __ _ 1 4. _: !139- c QQQ _ 13. D.K.I. JAKARTA Per bulan 5.660.000 6.690.000 14.770.000 14. JAWA TENGAH Per bulan -- --·-------· --·--- - - - - - -·· -··--· · - -· --·--··- .
D.I. YOGYAKARTA Per bulan _ _ ˸ U ? ^3 () , ()()() _ -̅: 13: 5-(),()()() _ _ J̀§ ́()..: O _ O O 5.630.000 - - - 5, .f?: 5-Q . () 00 _ _ 1_4 ..: _ ˻˺9 ..: 99_() --··--- · - ·- · -- -· - · - - -- -- --- - - - · · - -· ·-- - - - - - - - · · · · - · · - · · · · - - - - - -- ···--·· · · - . 1 6 . JAWA TIMUR Per bulan 5.630.000 --·-- -·--··-··· ·· ·--··------- . ·--· · - - · - · - -- - - · · - - - · - - · - -- - · · - · · · · · · - · - - - · - - - - ····-- 17. B A L I Per bulan ---···--·· - · - - - - - ··- - · - · · - -- - · -·· - - - - · ·· -- - ^- --- - . ---·· - ··· - · · - · --· - . · · · - ·-· - · · - · · 18. NUSA TENGGARA BARAT Per bulan - ·-· ---- - ---· ·-·-···-·----·--·------·---- - -· · - - · ·--·· --·--·------ - 19. NUSA TENGGARA TIMUR Per bulan 5.930.000 6.080.000 7. 130.000 --- - - · ·- --------- - -·-·--····· - - · - · - - - · ----·- · ·-·- · · - - ··· · · - - · · ··· -- - - - - · - - - --- ·· ·· ·-· - · ·- · -· · -...
KALIMANTAN BARAT Per bulan 6.380.000 2 1 . KALIMANTAN TENGAH Per bulan 6.750.000 - - - ----------- - - - --·-·--·--·--- - - -- - · - · -- - · - - - - - - - · · · - · - ·· --· - · -·- - · ···· - - · ---· - ··- ·· ·· 22. KALIMANTAN SELATAN Per bulan 6.720.000 ---··- --·-···-·---··-·-·---- - - - · - · · ···- · ·· - -- · - -- - · - ··--- · - - · · · · - · · · · · · ·· · · ---- - - · - - - · · · · · - --· · ·- · - · · 23. KALIMANTAN TIMUR Per bulan 6.380.000 --·- -------- --- - -- - -·· - --- --···-· .. -----·· --···-··-- - - - - -·-·- · ·· · · · · - 24. KALIMANTAN UTARA Per bulan 6.380.000 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO Per bulan Per bulan 7.350.000 7.280.000 5.850.000 14.630.000 6.000.000 14.930.000 6.230.000 15.000.000 7.350.000 16. 130.000 6.530.000 15.230.000 6.680.000 6.530.000 7.200.000 7.200.000 --- - - - -· - - · - · · · · - - - - ··· · · - ·-· · · · 7.500.000 7.430.000 15.530.000 15.380.000 15.230.000 15.230.000 16.280.000 16.280.000 27. SULAWESI BARAT Per bulan 6. 150.000 5.890.000 - . - · ·· · - · · · · - · . - - - · . . · · - - - · · - · . - .. I ·· .. - . 15.080.000 15.080.000 ----·--·- - - .. · ·· - · · . --· - - · · - · · · - · -· ··- · - · · - - - · - - -·--· ---·- 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH Per bulan Per bulan 6 . 1 50.000 6.750.000 5.890.000 6.980.000 15.680.000 30. SULAWESI TENGGARA Per bulan 6.900.000 _ _ _ _ 6 : ˹ 8 () ,0 ()_Q -- l_S.,299:
. ()() 0 3 1 . MALUKU Per bulan 8 . 1 80.000 - - · - - - -- · ----· ·-······- · · · ·-· · · ----· · - - · · · · ··----- · ·- ·--- · - - - · - - --··- ··· - - - ·· · - - · - · ··...- - - · - - · · · 32 . MALUKU UTARA 33. P A P U A - · ·- - - - - · - - · -- ... . - - -·· -·--- 34. PAPUA BARAT Per bulan Per bulan Per bulan 7.880.000 · · ·· -- · - - · .. . · · · - · -· · ·· · - 8.630.000 8.480.000 6.830.000 17.250.000 6.830.000 7.200.000 - · ·- ·--·-· · · - ·.... . - - 7. 130.000 16.880.000 . ·-· -··-·-...· - -- l 7 .630.000 17.330.000 ( AW www.jdih.kemenkeu.go.id MENTERI KEUANGAN 35 SATUAN BIAYA PENGADAAN KENDARAAN DINAS 35. 1 Kendaraan Dinas Pejabat NO PROVINS! (1) ( ^2 ^ ) 35. 1 . 1 PEJABAT ESELON I 35. 1 .2 PEJABAT ESELON II 35. 1.2. l ACEH - - ---- - -- - -·---- 35. 1 .2.2 SUMA TERA UT ARA 35. 1 .2.3 R I A U 35. 1 .2.4 KEPULAUAN RIAU SA TUAN 13) Unit Unit - ··----- - - - -· Unit Unit Unit (dalam rupiah) BIAYA TA 20 16 - · ----- 14) 702. 970.000 4 12.2 10.000 4 1 7 .870.000 4 12.210.000 4 1 1 .080.000 - - --- - - - - ----- - --- - -·-·---· 35. 1 .2.5 J A M B I Unit 4 12.2 10.000 35. 1 .2.6 SUMATERA BARAT Unit 4 1 7.870.000 35. 1 .2.7 SUMA TERA SELA TAN Unit 4 12.2 10.000 ---- - · ---·---- - --- - -- - ----------·--------· -- ^- --···-· - · · - - - --· - - - - - -- --- - - - - 35. 1 .2.8 LAMPUNG Unit 4 12.2 10.000 35. 1 .2.9 BENGKULU Unit 4 12.2 10.000 35. 1.2. 10 BANGI\A BELITUNG Unit 4 12.2 10.000 - ---- - - - - - - - ---- 35. 1 .2. 1 1 35. 1.2. 12 35. 1 .2. 13 35. 1 .2. 14 35. 1.2. 1 5 35. 1 .2. 16 35. 1 .2. 17 35. 1.2. 18 35. 1 .2. 19 --- 35. 1 .2.20 35. 1 .2.2 1 35. 1 .2.22 B A N T E N Unit JAWA BARAT Unit D.K.I. JAI\ARTA Unit ·-- - --------- -- - - ·--·--·-·--·- --·-··· - - · ·- · -·- - -- - - JAWA TENG AH D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR - - - B A L I NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR --- - --- - ------ KALIMANTAN BARAT I\ALIMANTAN TENGAH I\ALIMANTAN SELATAN Unit Unit Unit . -- - ----- ·-- - · · · ·----- - · Unit Unit Unit - -- - --- - - --- - - - - - ---- - - Unit Unit Unit - · -------- - ------------ -- -- -- · ··---- - - - 35. 1 .2.23 35. 1 .2.24 35. 1 .2.25 35. 1 .2.26 35. 1 .2.27 35. 1 .2.28 35. 1 .2.29 35. 1 .2.30 35. 1 .2.3 1 --- - - 35. 1 .2.32 35. 1 .2.33 35. 1 .2.34 KALIMANTAN TIMUR Unit I\ALIMANTAN UTARA Unit SULAWESI UT ARA Unit ---- -- ---------- - ------------------ -- --·-- ---· · · · - · ·· · ·----- GO RO NT ALO Unit SULAWESI BARAT Unit SULAWESI SELA TAN Unit - ----- -- - - ----- SULAWESI TENG AH SULAWESI TENGGARA MALUKU - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - ----- - ---- - - MALUKU UT ARA P A P U A PAPUA BARAT Unit Unit Unit - - -- --- - - - - - -- Unit Unit Unit 409.940.000 409. 940.000 409. 940.000 ---------------- 4 1 1 .080.000 4 1 1.080.000 4 1 1 .080.000 -·-- - --------- 4 17.870.000 4 17.870.000 4 17.870.000 ·---- - -·---·--- ------- 4 19.000.000 42 1 .270.000 4 19.000.000 ----- - ---- - - 4 19.000.000 4 19.000.000 4 19.000.000 ----- --- - --·-·· ···---------- 42 1 .270.000 4 1 1 .080.000 4 1 1 .080.000 - -- - ----·----- 42 1 .270.000 42 1 .270.000 425.800.000 - - -- - - - - -·-·-- ·------ 425.800.000 430.330.000 428.060.000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 31 - 35.2 Kendaraan Operasional Kantor dan/atau Lapangan Roda 4 (Empat) NO PROVINS! SA TUAN I 1l I?\ 131 1. ACEH Unit 2. SUMATERA UTARA Unit 3. R I A U Unit 4. KEPULAUAN RIAU Unit PICK UP 741 207.290.000 209.220.000 - --- -------· ---· - - - 207 .290.000 204.200.000 (daiam rupiah MINIBUS DOUBLE GARDAN . 151 lt)i 306.890.000 472.230.000 308.020.000 473.360.000 · - - - - · - - - - - - - -- ·- - - - - - · - ^- - --·-· ^· ^- ^- ^- ^- ^- ^- - - ^- -- ^- - ^- ^ - ^- 306.890.000 472.230.000 302.360.000 468.830.000 5. J A M B I _ _ ___ -- - - - ----- --- ---- - · _ ^_ _ ^_ Q11 i ^t _____ _ __ _ _ ^20 ?,2_ ^9 (?,QQ.Q. _ _ __ _ - - ˴ () ^6 _ ^. _ ^8 9.(): Q OO _ _____ : !I 2,; i; 3Q; Q ()Q 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8. LAMPUNG ·-- ---------------------- - · - - ----- --·----·· --- - - 9. BENGKULU 10. BANGl(A BELITUNG Unit Unit Unit Unit Unit 209.220.000 308.020.000 207.290.000 306.890.000 _ __ ___ _ 2_0?c 2_9.C>,()O O _ __306.890.000 207.290.000 306.890.000 207.290.000 306.890.000 473.360.000 472.230.000 472.230.000 - - - -- ·--- - - - - - - - - - - - · - - --·-- - - 472.230.000 472.230.000 !!-:
_ !3 ^A Ƈ 1: _ ƈ·------------------- ----·------ ---- -- ---· ˳ I1 } t _ , ___ ^ ____ 2_()2_§ ^10 c ^00 () _ _ , _ _ _ _ 2_9._·'.!0.Q: ()() _O _ _ _ _ _ '.'}˶˷:
lJ() .(){)Q 12. JAWA BARAT Unit 202.610.000 296.700.000 463 . 1 70.000 13. D.K.I. JAICARTA Unit 202.6 10.000 296.700.000 463 . 1 70.000 14. JAWA TENGAH Unit 204.200.000 302.360.000 468.830.000 · - - - - -- ----- - ------- - - - - - - - - · - · - - ·-- - ---- - - - -· - - - - - ---- - - - - - - -- --- - -- - - ---- - - - ------- . . - - - · - · · · - ·· ·- -- --· - - - - - - - - - · · · · · - · - - ··-··- ·- -· · - · · - - - -· · · -- -- · - ·-- ^- - - - -- 1 5. 0.1. YOGYAICARTA Unit 204.200.000 302.360.000 468.830.000 16. JAWA TIMUR Unit 204.200.000 302.360.000 468.830.000 -˵!· !3--Ӱ-ӱL________ __ _ _ _ _ _ _ _ _ _U!l!L _ . . _ 2Q9.220.ooo 308.020.000 473.360.000 . · -- .. · · ··-· - · ··-· - - · ·...
NUSA TENGGARA BARAT Unit 209.220.000 308.020.000 473.360.000 Ɖ 1 Ɗ 9 Ƌ ._._N : : : _ U ƌ S ƍ A T _: _ E = N Ǝ ^G =-= G = A = R = A : _: _ T _: _ IM = U -=-:
.: R _ _ _ _ _ _ _ _ , _ _ _ U Ə ^n Ɛ 1 Ƒ · ^t _ _ ^, _ _ : : : _ 20 ƒ 9 Ɠ . Ɣ 2 ƕ 20 Ɩ .Ɨ o Ƙ oƙ o, _ _ ƚ 3 ƛ 0 Ɯ 8 Ɲ .0 ƞ 2 Ɵ 0 Ơ .o ơ o ==- o , _ _ 4 Ƣ 7 ƣ 3 Ƥ .3 ƥ 6 Ʀ 0 Ƨ .0 ƨ 0 Ʃ 0 ƪ1 3 2: ƫƬ ^L ! ˲ _ N T_A- -ƭ ^ARA !. _ __ ___ -· - - · - ------ - - - _ _ !: !Ʈ ^i ! _ __ _ _ _ 2_2(),Q2__Q()OO _ __ __ -: ±.,QQ(),.Q()Q _____ 'f J 2Ư ^1 (),()9 _ 0 _ 2 1 . KALIMANTAN TENGAH Unit 224.020.000 344.260.000 494.870.000 22. ICALIMANTAN SELATAN Unit 220.020.000 342.000.000 492.6 10.000 23. 10,ư !ƱƲt: l! AƳ'.1: !ƴƵƶ----- _____ _ _ ^-- - ^--- -- ^--- ·- - ^_ _ ^Q!J: it ^_ _ _ 220,92().()00 __ _ _ .}: '}2_,()00.()0() __ _ _ _ 4_9_Ʒ.6 }().90() 24. ICALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH -- ····--·--·----·· -------·-------··--· - · - 30. SULAWESI TENGGARA 3 1 . MALUKU Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit 220.020.000 342.000.000 492.6 10.000 220.020.000 342.000.000 492.610.000 204.200.000 204.200.000 224.020.000 224.020.000 23 1 .000.000 302.360.000 468.830.000 302.360.000 468.830.000 344.260.000 494.870.000 · · · · ·- - ··-- · · · · - · -··· ·· · · - · ·-- -· · · · --- - · · -·-· . · ···· . . • .
260.000 494.870.000 353.320.000 503.930.000 32. MALUKU UTARA Unit 23 1 .000.000 353.320.000 503.930.000 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT 35.3 Kendaraan Operasional Bus NO. I ll 1 . Roda 4 dan/atau Bus Kecil 2. Roda 6 dan/atau Bus Sedang Unit 239. 150.000 Unit 233.970.000 URAIAN {2) ·-·-· -- · -- - - - - - · --· ·· · ·-· -·- - -- · · -- ··· ·-·-· ·- - - - 357.850.000 508.460.000 355.590.000 506.200.000 (dalam rupiah) SA TUAN BIAVA TA 2016 { ^3 ) (4) Unit 360.942.000 Unit 563.360.000 Unit 1 . 138.896.000 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 32 - 35.4 Kendaraan Operasional Kantor dan/atau Lapangan Roda 2 (Dua) NO PROVINS! SA TUAN I ll ǝl Ǟ 1. ACEH Unit 2. SUMATERA UTARA Unit - -- · ---- ------ -- - - ·-··-·-· - -·- · ··-·· ·-· -·-· · -------- - -- -- - --- -·-· ----- · · -· · - · 3. R I A U Unit 4. KEPULAUAN RIAU Unit 5. J A M B I Unit ---- ----- · -·-··-- · · - ··-- _ ^_ . . _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6. SUMATERA BARAT Unit 7. SUMATERA SELATAN Unit 8. LAMPUNG Unit __ , ___ -· - -----····--···--· - · .. ^. ... -- - - - - - - - · · · · - - · - · - · - -· - · · - - · - ---- - -- 9. BENGKULU Unit 10. BANGKA BELITUNG Unit 1 1 . B A N T E N Unit -- - - ---------- - - - - - -- - - - - - -- - - - - - -- -- - -- - -- - - - - - -- - - - 1 2 . JAWA BARAT 13. D.ICI. JAKARTA 14. JAWA TENGAH 15. D.I. YOGYAKARTA 16. JAWA TIMUR 17. B A L I --·-- ----- - ------· - ---·--·-- -- - 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTA.RA 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BA.RAT 28. SULAWESI SELATAN Unit Unit Unit ·· -- --··--·-- ·---- - -----··· . -· - · · - - · · ··· Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit 29. SULAWESI TENGAH Unit (dalam rupiah) OPERASIONAL LAPAN GAN 141 151 20.280.000 33.440.000 20.280.000 19.690.000 20.280.000 ·· · ··-· · -- ^·· - - - ^- - ^· · ^- --- 33.440.000 32.360.000 33.440.000 20.620.000 35.600.000 20.280.000 33.440.000 - · - f!(.) ^. ®13.0.·.0. ^0 _ ^0 _ _ _ _ __ }¯·-4: 4: ^0 ,9(.)Q 20.280.000 33.440.000 20.280.000 33.440.000 19. 2 1 0.000 3 1 .280.000 . . .. ^. ^. ^. ^. . ..... ^.. ------ - - - · -· · · · - ·-- ·- ··--· - -- - - - 19.2 10.000 19.210.000 19.690.000 19.690.000 19.690.000 20.620.000 20.620.000 20.620.000 2 1 .220.000 22.040.000 2 1 . 220.000 2 1 .220.000 2 1 .220.000 2 1 .220.000 22.040.000 19.690.000 19.690.000 22.040.000 . . · - . · · - · · - --·- 3 1 .280.000 3 1 .280.000 32.360.000 . --· --------- · ----- ^· · ····--- 32.360.000 32.360.000 35.600.000 35.600.000 35.600.000 36.670.000 37.750.000 36.670.000 36.670.000 36.670.000 36.670.000 37.750.000 32.360.000 32.360.000 37.750.000 30. SULAWESI TENGGARA Unit 22.040.000 37.750.000 3 1 . MALUKU Unit 22.320.000 38.830.000 Ҳҳ- i'l'.11.\l: '.l: : '. Ҵ(l!_ ^UTARA _ _ _ · -· · · _ _ _ _ _ _ _ · · - · · · · ·-· · · ··· - - - - - - _ _ Unit 22,320.000 _ _ _ 3°: 83_(.): _QO _O _ _ 3 _ 3 _ . _ , _ P _ A _ P _ U _ A _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ , _ _ ___: U :
: : n : : : i t : : ___ _ _ , _ _ ___: 2 :
: : 3 c:
.:
5 : : _: 5 : _: 0 c: _ .o : : _: o : _: __ o 42.070.000 34. ^P A ^P UA BARAT Unit 22.7 10.000 39.910.000 MENTERI KEUANGAN 36 SATUAN BIAYA PENGADAAN PAKAIAN DINAS PAKAIAN DINAS PAKAIAN DINAS PEGAWAI/ NO PROVINS! SA TUAN DOKTER PERA WAT Ill (2) (31 (4) 75\ 1 . ACEH Ste! 6 10.000 460.000 2. SU MATERA UT ARA Ste! 650.000 500.000 3. R I A U Ste! 650.000 500.000 4. KEPULAUAN RIAU Ste! 650.000 500.000 5. J A M B I Ste! 650.000 500.000 6. SUMATERA BARAT Ste! 650.000 500.000 7. SUMATERA SELATAN Ste! 650.000 500.000 8. LAMPUNG Ste! 600.000 450.000 9. BENGKULU Ste! 650.000 500.000 10. BANGl(A BELITUNG Ste! 650.000 500.000 1 1 . B A N T E N Ste! 530.000 430.000 12. JAWA BARAT Ste! 500.000 400.000 13. D.ICI. JAl\ARTA Ste! 680.000 590.000 14. JAWA TENGAH Ste! 600.000 450.000 15. D.l. YOGYAl<ARTA Ste! 520.000 4 10.000 16. JAWA TIMUR Ste! 6 10.000 460.000 17. B A L I Ste! 6 10.000 460.000 18. NUSA TENGGARA BARAT Ste! 650.000 500.000 19. NUSA TENGGARA TIMUR Ste! 660.000 550.000 20. I\ALIMANTAN BARAT Ste! 650.000 500.000 2 1 . KALIMANTAN TENGAH Ste! 650.000 500.000 22. l\ALIMANTAN SELATAN Stet 650.000 500.000 23. KALIMANTAN TIMUR Stet 650.000 500.000 24. I<ALIMANTAN UTARA Stet 650.000 500.000 25. SULAWESI UTARA Ste! 6 10.000 460.000 26. GO RO NT ALO Ste! 650.000 500.000 27. SULAWESI BARAT Ste! 6 1 0.000 460.000 28. SULAWESI SELATAN Stet 6 10.000 460.000 29. SULAWESI TENGAH Ste! 6 10.000 460.000 30. SULAWESI TENGGARA Ste! 6 10.000 460.000 3 1 . MALUKU Ste! 660.000 550.000 32. MALUKU UTARA Ste! 660.000 550.000 33. P A P U A Ste! 750.000 650.000 34. PAPUA BARAT Ste! 700.000 620.000 ldalam runiahl PAKAIAN PAKAIAN KERJA PENGEMUDI PAKAIAN SERAGAM /PETUGAS KERJA MAHASISWA/ KEBERSIHAN / SATPAM TARUNA PRAMUBAKTI (6) (7) (81 400.000 460.000 980.000 450.000 440.000 930.000 450.000 440.000 1.000.000 450.000 440.000 940.000 450.000 440.000 900.000 450.000 500.000 900.000 450.000 440.000 1.000.000 380.000 450.000 970.000 450.000 440.000 900.000 450.000 440.000 1 .000.000 380.000 360.000 800.000 350.000 340.000 780.000 530.000 590.000 1 .200.000 380.000 360.000 800.000 360.000 350.000 790.000 400.000 390.000 850.000 400.000 390.000 850.000 450.000 440.000 900.000 500.000 490.000 950.000 450.000 500.000 900.000 450.000 440.000 900.000 450.000 440.000 900.000 450.000 440.000 900.000 450.000 440.000 900.000 400.000 500.000 920.000 450.000 440.000 900.000 400.000 390.000 850.000 400.000 390.000 9 10.000 400.000 390.000 850.000 400.000 390.000 850.000 500.000 490.000 1 . 1 00.000 500.000 490.000 1 .200.000 600.000 590.000 1 .400.000 550.000 540.000 1 .300.000 MENTERI KEUANGAN PENJELASAN STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 20 1 6 YANG BERFUNGSI SEBAGAI BATAS TERTINGGI 1 . Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan Honorarium yang diberikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) , Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) , Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan Surat Perintah Membayar, Bendahara Pengeluaran, dan Staf Pengelola Keuangan/ Bendahara Pengeluaran Pembantu/ Petugas Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) . Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan pada setiap satuan kerja, diberikan berdasarkan besaran pagu yang dikelola Penanggung Jawab Pengelola Keuangan untuk setiap Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) , dengan ketentuan sebagai berikut:
Kepada Penanggungjawab Pengelola Keuangan yang mengelola lebih dari 1 (satu) DIPA, dapat diberikan honorarium dimaksud sesuai dengan jumlah DIPA yang dikelola dengan besaran didasarkan pagu dana yang dikelola pada masing-masing DIPA. Alokasi honorarium tersebut dibebankan pada masing-masing DIPA.
Untuk membantu PPK dalam pelaksanaan administrasi belanja pegawai di lingkungan satuan kerja, KPA dapat menunjuk PPABP. Besaran honorarium PPABP diberikan mengacu pada honorarium Staf Pengelola Keuangan sesuai dengan pagu belanja pegawai yang dikelolanya.
Ketentuan Jumlah Staf Pengelola Keuangan (SPK) diatur sebagai berikut:
Jumlah SPK yang membantu KPA: a) KPA yang merangkap sebagai PPK, jumlah SPK paling banyak 6 (enam) orang, termasuk PPABP. b) KPA yang dibantu oleh satu atau beberapa PPK, jumlah SPK paling banyak 3 (tiga) orang termasuk PPABP.
Jumlah Keseluruhan SPK yang membantu PPK dalam 1 (satu) KPA tidak melebihi 2 (dua) kali dari jumlah PPK.
Jumlah SPK untuk PPK yang digabungkan diatur sebagai berikut: a) jumlah SPK tidak boleh melampaui sebelum penggabungan; b) besaran honorarium SPK didasarkan pada jumlah pagu yang dikelola SPK; c) dalam hal penggabungan PPK dilaksanakan tahun anggaran sebelumnya, maka jumlah SPK paling banyak sejumlah SPK tahun sebelumnya; MENTERI KEUANGAN d. jumlah keseluruhan alokasi dana untuk honorarium penanggung jawab pengelola keuangan dalam 1 (satu) tahun anggaran paling banyak 1 0% ( sepuluh persen) dari pagu yang dikelola; dan
dalam hal Bendahara Pengeluaran telah diberikan tunjangan fungsional bendahara, maka yang bersangkutan tidak diberikan honorarium dimaksud. Cata tan: Honorarium penanggung jawab pengelola keuangan dapat diberikan kepada pengelola kegiatan yang secara langsung mengelola dan melaksanakan kegiatan yang anggarannya bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) , dengan ketentuan alokasi honorarium dimaksud berasal dari pagu Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga (RKA-K/ L) berkenaan.
Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan pada Satker yang Khusus Mengelola Belanja Pegawai Honorarium yang diberikan kepada pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditunjuk untuk melakukan pengelolaan belanja pegawai pada Kementerian Negara/ Lembaga/ satuan kerja sesuai surat keputusan pejabat yang berwenang.
Honorarium Pengadaan Barang/Jasa a. Honorarium Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Honorarium diberikan kepada seseorang yang diangkat oleh Pengguna Anggaran (PA) / Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai Pejabat Pengadaan Barang/ Jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa melalui penunjukan langsung/pengadaan langsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Honorarium Panitia Pengadaan Barang/Jasa dan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (ULP) Honorarium diberikan kepada seseorang yang diangkat oleh PA/ KPA menjadi Panitia Pengadaan Barang/Jasa atau Kelompok Kerja ULP untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Cata tan: Dalam hal anggota kelompok kerja pada ULP telah menerima tunjangan profesi, maka kepada anggota kelompok kerja tersebut tidak diberikan honorarium dimaksud. MENTERI KEUANGAN c . Honorarium Pengguna Anggaran Honorarium diberikan kepada Pengguna Anggaran dalam hal:
melakukan penetapan pemenang atas pelelangan a tau penyedia pada penunjukan langsung untuk paket pengadaan barang/ konstruksi/jasa lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku; a tau (2) menetapkan pemenang pada seleksi atau penyedia pada penunjukkan langsung untuk paket pengadaan jasa konsultansi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Honorarium Perangkat Unit Layanan Pengadaan (ULP) Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang diberi tugas tambahan sebagai perangkat pada ULP. Yang dimaksud dengan ULP sebagaimana tersebut di atas adalah unit yang struktur organisasinya dilekatkan pada unit organisasi yang sudah ada. Dalam hal ULP sudah merupakan struktur organisasi tersendiri dan perangkat ULP telah diberikan remunerasi sesuai ketentuan yang berlaku, maka perangkat ULP tidak diberikan honorarium dimaksud. 5 . Honorarium Penerima Hasil Pekerjaan Honorarium diberikan kepada panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/ KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
Honorarium Pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang untuk mengelola PNBP fungsional dengan ketentuan sebagai berikut:
Jumlah petugas penerima PNBP atau anggota paling banyak 5 (lima) orang;
Jumlah alokasi dana untuk honorarium Pengelola PNBP dalam 1 (satu) tahun paling tinggi sebesar 1 0% (sepuluh persen) dari target pagu penerimaan PNBP fungsional; dan
Dalam hal bendahara penerimaan telah menerima tunjangan fungsional bendahara, maka yang bersangkutan tidak diberikan honorarium dimaksud. MENTERI KEUANGAN 7. Honorarium Pengelola Sistem Akuntansi Instansi (SAi) Honorarium diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas melakukan pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/ Lembaga sesuai dengan unit akuntansi masing-masing, baik yang dikelola secara prosedur manual maupun terkomputerisasi. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) . Ketentuan mengenai jumlah pengelola SAI adalah sebagai berikut:
ditetapkan atas dasar Keputusan Menteri paling banyak 7 (tujuh) orang; dan
ditetapkan bukan atas dasar Keputusan Menteri paling banyak 6 (enam) orang. Cata tan: Kernen terian satuan biaya SAL Negara/ Lembaga tidak diperkenankan memberlakukan Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dalam pengelolaan 8 . Honorarium Pengurus/Penyimpan Barang Milik Negara Honorarium yang diberikan kepada ,Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI di lingkungan Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang yang melaksanakan tugas rutin selaku pengurus/penyimpan barang berdasarkan surat keputusan Pengguna Barang. Jumlah pejabat/pegawai yang dapat diberikan honorarium selaku pengurus/penyimpan barang milik negara paling banyak 4 (empat) orang pada tingkat Pengguna Barang dan 2 (dua) orang pada tingkat Kuasa Pengguna Barang.
Honorarium Kelebihan Jam Perekayasaan Honorarium atas kelebihan jam kerja yang diberikan kepada fungsional perekayasa yang diberi tugas berdasarkan surat perintah dari pejabat yang berwenang untuk melakukan perekayasaan, paling banyak 4 (empat) jam sehari, dengan tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur. MENTERI KEUANGAN 10. Honorarium Penunjang Penelitian/Perekayasaan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang diberi tugas untuk menunjang kegiatan penelitian/ perekayasaan yang dilakukan oleh fungsional peneliti/perekayasa sebagai pembantu peneliti/perekayasa, koordinator peneliti/ perekayasa, sekretariat peneliti/ perekayasa, pengolah data, petugas survei, pembantu lapangan berdasarkan surat perintah pejabat yang berwenang. Dalam hal pembantu peneliti/perekayasa sebagaimana tersebut di atas berstatus sebagai pegawai negeri sipil, maka peneliti/perekayasa dimaksud tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur. Cata tan: 1 . Dalam hal penelitian/perekayasaan dilakukan bersama-sama dengan pegawai negeri sipil (non fungsional peneliti/ perekayasa) , kepada pegawai negeri sipil (non fungsional peneliti/perekayasa) atas penugasan penelitian yang dilakukan di luar jam kerja normal diberikan honorarium paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima persen) dari honorarium kelebihan jam perekayasaan untuk perekayasa pertama serta tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur. 2 . Khusus honorarium pembantu lapangan, dalam hal ketentuan mengenai upah harian minimum di suatu wilayah lebih tinggi daripada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka satuan biaya ini dapat dilampaui mengacu pada ketentuan tersebut. 3 . Honorarium penunjang penelitian/perekayasaan diberikan secara selektif dengan mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektifitas. 1 1 . Honorarium Narasumber/Pembahas/Moderator/Pembawa Acara/ Panitia 1 1 . 1 Honorarium Narasumber / Pembahas Honorarium yang diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang memberikan informasi/pengetahuan dalam kegiatan Seminar/ Rapat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/Bimbingan Teknis/ Workshop/ Rapat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis, tidak termasuk untuk kegiatan diklat/pelatihan. Cata tan: 1 . Satuan jam yang digunakan untuk kegiatan Seminar/Rapat Koordinasi / Sosialisasi / Diseminasi / Bim bing an Teknis / Workshop/ Ra pat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis adalah 60 (enam puluh) menit. MENTERI KEUANGAN 2 . Honorarium narasumber/pembahas dapat diberikan dengan ketentuan:
berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara; dan/atau
berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ masyarakat. 1 1 .2 Honorarium Moderator Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas sebagai moderator pada kegiatan Seminar/ Ra pat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis/ Workshop/ Rapat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/Kegiatan Sejenis. Cata tan: Honorarium Moderator dapat diberikan dengan ketentuan:
berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara; atau
berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ masyarakat. 1 1 .3 Honorarium Pembawa Acara Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas memandu acara dalam kegiatan Seminar/ Ra pat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/ Bimbingan Teknis/ Workshop/Rapat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis yang dihadiri oleh Menteri/ Pejabat Setingkat dengan peserta kegiatan minimal 300 (tiga ratus) orang dan sepanjang dihadiri lintas unit eselon I/ Kementerian Negara/ Lembaga lainnya/masyarakat. 1 1 .4 Honorarium Panitia Honorarium yang diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang sebagai panitia atas pelaksanaan kegiatan Seminar/ Rapa t Koordinasi / Sosialisasi / Diseminasi / Bim bing an Teknis / Workshop/Rapat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ Kernen terian Negara/ Lem bag a lainnya/ masyarakat. MENTER! KEUANGAN /· Dalam hal pelaksanaan kegiatan Seminar/ Rapat Koordinasi/ Sosialisasi/ Diseminasi/Bimbingan Teknis/ Workshop/ Rapat Kerja/ Sarasehan/ Simposium/ Lokakarya/ Focus Group Discussion/ Kegiatan Sejenis memerlukan tambahan panitia yang berasal dari non Pegawai Aparatur Sipil Negara harus dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan urgensi, dengan besaran honorarium mengacu pada besaran honorarium untuk anggota panitia. Jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 1 0% (sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas. 1 1 . 5 Narasumber Kegiatan di Luar Negeri Satuan biaya yang diberikan kepada narasumber Warga Negara Indonesia Non Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI untuk kegiatan Workshop/ Seminar/ Sosialisasi/ Sarasehan yang diselenggarakan di luar negeri. Narasumber Kelas A Narasumber Kelas B Narasumber Kelas C Narasumber Non Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang disetarakan dengan Menteri, ketua dan wakil ketua lembaga negara. Narasumber Non Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang disetarakan dengan duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, duta besar yang menjabat kepala perwakilan, pegawai negeri Gol IV/ c ke atas, perwira tinggi Anggota Polri/TNI, dan anggota lembaga negara. Narasumber Non Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang disetarakan dengan pegawai negeri Gol III/ c . sampai dengan IV / b dan perwira menengah Anggota Polri/TNI.
Honorarium Penyuluh Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja Honorarium diberikan sebagai pengganti upah kerja kepada Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang diangkat untuk melakukan penyuluhan berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Dalam hal ketentuan mengenai upah minimum di suatu wilayah lebih tinggi dari pada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka: / MENTERI KEUANGAN a. satuan biaya ini dapat dilampaui dan mengacu pada Peraturan yang mengatur tentang Upah Minimum Propinsi (UMP) .
pemberlakuan satuan biaya Honorarium Penyuluh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang didasarkan atas Peraturan yang mengatur tentang UMP berlaku ketentuan: 1 ) SLTA diberikan setinggi-tingginya sesuai UMP setempat.
Sarjana Muda/ DI/ DII/ DIII diberikan setinggi-tingginya 1 14% ( seratus em pat belas persen) dari UMP setempat.
Sarjana diberikan setinggi-tingginya 1 24% (seratus dua puluh empat persen) dari UMP setempat.
Master (82) diberikan setinggi-tingginya 1 33% (seratus tiga puluh tiga persen) dari UMP setempat. Dalam rangka pelaksanaan kewajiban pemberi kerja untuk membayar iuran/premi jaminan sosial, maka atas satuan biaya/upah minimum dimaksud dapat ditambahkan iuran/premi jaminan sosial sesuai ketentuan yang berlaku. 1 3 Satuan Biaya Operasional Penyuluh Biaya Operasional Penyuluh (BOP) adalah satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya bantuan transportasi bagi para Pegawai Aparatur Sipil Negara sebagai penyuluh dalam rangka mengunjungi daerah binaannya sebagaimana dimaksud pada Undang Undang Nomor 1 6 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. 1 4. Honorarium Rohaniwan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang ditugaskan oleh pejabat yang berwenang sebagai rohaniwan pada saat pengambilan sumpah jabatan. 1 5 . Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dan Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan 1 5 . 1 Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang berdasarkan Surat Keputusan Presiden/ Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri/ Pejabat Eselon I/ KPA diangkat dalam suatu tim pelaksana kegiatan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu. Terhadap tim pelaksana kegiatan yang dibentuk berdasarkan keputusan Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan sumber pendanaan dari APBN maka besaran honorarium yang diberikan disetarakan dengan honorarium tim pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri. MENTERI KEUANGAN Ketentuan pembentukan tim adalah sebagai berikut:
mempunyai keluaran (out put) jelas dan terukur;
bersifat koordinatif yang mengharuskan untuk mengikutsertakan Eselon I/ Kementerian Negara/ Lembaga lainnya;
bersifat temporer, pelaksanaannya perlu diprioritaskan;
merupakan perangkapan fungsi atau tugas tertentu kepada pejabat negara/pegawai Aparatur Sipil Negara disamping tugas pokoknya sehari-hari; dan
dilakukan secara selektif, efektif, dan efisien. 1 5. 2 Honorarium Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan Honorarium yang diberikan kepada seseorang yang diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan administratif yang berfungsi untuk menunjang kegiatan tim pelaksana kegiatan. Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan merupakan bagian tidak terpisahkan dari tim pelaksana kegiatan. Sekretariat tim pelaksana kegiatan hanya dapat dibentuk untuk menunjang tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Presiden/Menteri. Jumlah sekretariat tim pelaksana kegiatan sebagai berikut:
paling banyak 1 0 (sepuluh) orang untuk tim sekretariat yang mendukung tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Presiden; atau
paling banyak 7 (tujuh) orang untuk tim sekretariat yang mendukung tim pelaksana yang ditetapkan oleh Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri. Cata tan: 1 . Dalam hal tim telah terbentuk selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, Kementerian Negara/ Lembaga melakukan evaluasi terhadap urgensi dan efektifitas keberadaan tim untuk dipertimbangkan menjadi tugas dan fungsi suatu unit organisasi. 2 . Kementerian Negara/ Lembaga dalam melaksanakan ketentuan Standar Biaya Masukan agar melakukan langkah-langkah efisiensi anggaran dengan melakukan pembatasan dan pengendalian pemberian honorarium tim pelaksana kegiatan, dengan ketentuan sebagai berikut:
Tim yang ditetapkan oleh Pejabat Eselon I/ KPA diperuntukkan bagi tim yang lintas eselon I dalam 1 (satu) Kementerian Negara/ Lembaga. Pengaturan jumlah honorarium yang diterima bagi Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II, Pejabat Eselon III, Pejabat Eselon IV, pelaksana, dan pejabat fungsional, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: / MENTERI KEUANGAN No Pejabat/ Pegawai Klasifikasi I II III 1 . Pejabat Negara, Eselon I, clan 2 3 4 Eselon II 2 . Pejabat Eselon III 3 4 5 3 . Pejabat Eselon IV, pelaksana, 5 6 7 dan pejabat fungsional Keterangan: 1 . Batasan klasifikasi pengaturan jumlah honorarium yang diterima sebagaimana dimaksud di atas adalah sebagai berikut: Klasifikasi I Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menerima tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan : rpengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertingginya lebih besar atau sama dengan Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah) . Klasifikasi II Klasifikasi III Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menerima tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertingginya lebih besar atau sama dengan Rp25. 000.000 (dua puluh lima juta rupiah) dan kurang dari Rp40.000.000 (empat puluh juta rupiah) . Kementerian Negara/ Lembaga yang telah menerima tunjangan kinerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tunjangan kinerja dengan tunjangan kinerja pada kelas jabatan tertingginya kurang dari Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) atau belum menerima tunjangan kinerja. 2 . Dalam hal tim yang lintas eselon I dalam 1 (satu) Kementerian Negara/ Lembaga ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga, maka besaran honorarium yang diberikan tetap mengacu pada besaran honorarium tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh Pejabat Eselon I dan mengikuti ketentuan pembatasan sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas. MENTERI KEUANGAN b. Tim yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri/ Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga diperuntukkan bagi tim yang lintas Kementerian Negara/ Lembaga. Penetapan tim oleh pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga dilaksanakan setelah pembentukan tim tersebut mendapat persetujuan Menteri/Pimpinan Lembaga. Pemberian honorarium bagi tim yang ditetapkan oleh Presiden, Menteri/ Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan kewenangan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga dikecualikan atas ketentuan huruf a di atas.
Honorarium Tim Penyusunan Jurnal/Buletin/Majalah/Pengelola Website 16. 1 Honorarium Tim Penyusunan Jurnal Honorarium tim penyusunan jurnal dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk menyusun dan menerbitkan jurnal berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Unsur sekretariat adalah pembantu umum, pelaksana dan yang sejenis, dan tidak berupa struktur organisasi tersendiri. Cata tan: Dalam hal diperlukan, untuk jurnal internasional dapat diberikan honorarium kepada mitra bestari (peer review) sebesar Rp l . 500. 000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) . 1 6. 2 Honorarium Tim Penyusunan Buletin/ Majalah Honorarium tim penyusunan buletin/ majalah dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk menyusun dan menerbitkan buletin/ majalah, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Majalah adalah terbitan berkala yang isinya berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang patut diketahui pembaca. Buletin adalah media cetak berupa selebaran atau majalah berisi warta singkat atau pernyataan tertulis yang diterbitkan secara periodik yang ditujukan untuk lembaga atau kelompok profesi tertentu. MENTERI KEUANGAN 1 6.3 Honorarium Tim Pengelola Website Honorarium tim pengelola website dapat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberi tugas untuk mengelola website, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang. Website yang dimaksud disini adalah yang dikelola oleh unit eselon I/ setara. Dalam hal website yang dikelola oleh unit vertikal setingkat eselon II di daerah maka kepada pengelola website tersebut dapat diberikan honorarium tim pengelola website. 1 7. Honorarium Penyelenggara Sidang/Konferensi lnternasional- Konferensi Tingkat Menteri, Senior O f ficial Meeting (Bilateral/ Regional/Multilateral), Workshop/ Seminar I Sosialisasi/ Sarasehan Berskala Internasional 1 7. 1 Honorarium Penyelenggara Konferensi Tingkat Menteri, Regional/ Multilateral) Si dang/ Konferensi In ternasional, Senior O f ficial Meeting (Bilateral/ Honorarium penyelenggara sidang/ konferensi in ternasional, konferensi tingkat menteri, senior of ficial meeting (bilateral/ regional/multilateral) dapat diberikan kepada Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI penyelenggara kegiatan sidang/konferensi yang dihadiri/ pesertanya pejabat setingkat menteri atau senzor of ficial berdasarkan surat keputusan pejabat berwenang. 1 7.2 Honorarium Penyelenggara Workshop/ Seminar/ Sosialisasi/ Sarasehan Berskala Internasional Honorarium penyelenggara workshop/ seminar/ sosialisasi/ sarasehan berskala internasional dapat diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI penyelenggara kegiatan workshop/ seminar/ sosialisasi/ sarasehan berskala internasional, berdasarkan surat keputusan dari pejabat berwenang. 1 8 . Honorarium Penyelenggara Ujian dan Vakasi Honorarium Penyelenggaraan Ujian dan Vakasi merupakan imbalan bagi penyusun naskah ujian, pengawas ujian, penguji atau pemeriksa hasil ujian pada pendidikan tingkat dasar, menengah, dan tinggi. Satuan biaya pengawas ujian sudah termasuk uang transpor. Pemberian honorarium penyusun naskah ujian, penguji atau pemeriksa hasil ujian kepada guru/ dosen diberikan atas kelebihan be ban kerja guru/ dosen dalam penyusunan naskah ujian, pengujian atau pemeriksaan hasil ujian yang ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. MENTER! KEUANGAN Pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, honorarium pemeriksaan hasil ujian tidak diberikan untuk penyelenggaraan ujian yang bersifat latihan dan ujian lokal. Sementara untuk tingkat pendidikan tinggi, honorarium pemeriksaan hasil ujian dapat diberikan untuk ujian masuk penerimaan mahasiswa baru, ujian tengah semester, ujian akhir semester dan ujian akhir, baik untuk ujian yang bersifat tertulis maupun praktik.
Honorarium Penyelenggaraan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan (Diktat) 1 9 . 1 Penceramah Honorarium penceramah dapat diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/ Praktisi yang memberikan wawasan pengetahuan dan/atau sharing ex perience sesuai dengan keahliannya kepada peserta diklat pada kegiatan pendidikan dan pelatihan dengan ketentuan sebagai berikut:
berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara;
berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta diklat yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara/ masyarakat; dan
khusus untuk Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI, honorarium tersebut digunakan untuk kegiatan pengajaran diklat yang materi diklatnya diampu oleh Pejabat Esekm II ke atas/ setara. · 1 9 . 2 Pengajar yang berasal dari luar satker penyelenggara Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari luar unit satker penyelenggara sepanjang kebutuhan pengaJar tidak terpenuhi dari unit satker penyelenggara. 1 9 . 3 Pengaj ar yang berasal dari dalam satker penyelengara Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari dalam unit satker penyelenggara baik widyaiswara maupun pegawai lainnya. Bagi widyaiswara, honorarium diberikan atas kelebihan jumlah minimal jam tatap muka. Ketentuan jumlah minimal tatap muka mengacu pada ketentuan yang berlaku. Cata tan: 1 . Jam pelajaran yang digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan diklat adalah 45 (empat puluh lima) menit. 2 . Dalam hal diperlukan, kepanitiaan penyelenggaraan diklat dapat dibentuk dan diberikan honorarium dengan ketentuan sebagai berikut: MENTERI KEUANGAN a. kepanitiaan diperuntukkan dengan fungsi menatausahakan diklat, evaluator, dan fasilitator kunjungan serta hal-hal lain yang menunjang terselenggaranya diklat dengan baik;
merupakan tugas tambahan/perangkapan fungsi bagi yang bersangku tan; c . dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan urgensinya;
besaran honorarium mengacu pada satuan biaya honorarium panitia sebagaimana dimaksud dalam lampiran I angka 1 1 .4; dan e . jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 1 0% (sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas.
Satuan Biaya Uang Makan Aparatur Sipil Negara Satuan biaya uang makan Aparatur Sipil Negara merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan uang makan pegawai yang dihitung berdasarkan jumlah hari kerja. 2 1 . Satuan Biaya Uang Lembur dan Uang Makan Lembur a. Uang Lembur Uang lembur merupakan kompensasi bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang melakukan kerja lembur berdasarkan surat perintah dari pejabat yang berwenang.
Uang Makan Lembur Uang makan lembur diperuntukkan bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara setelah bekerja lembur paling kurang 2 (dua) jam secara berturut-turut dan diberikan maksimal 1 (satu) kali per hari. Cata tan: Satuan biaya ini dapat diperuntukkan bagi Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan dan Pramubakti yang melakukan perikatan langsung dengan satker dengan ketentuan besaran uang lembur dan uang makan lembur mengacu pada tarif terendah satuan biaya ini.
Satuan Biaya Uang Saku Rapat Di Dalam Kantor Uang saku rapat di dalam kantor merupakan kompensasi bagi seseorang yang melakukan kegiatan rapat yang dilaksanakan di dalam kantor. Uang saku rapat di dalam kantor dapat dibayarkan sepanjang rapat di dalam kantor memenuhi ketentuan sebagai berikut:
dihadiri peserta dari eselon II lainnya/ eselon I lainnya/ Kementerian Negara/ Lembaga lainnya/masyarakat; dan
dilaksanakan minimal 3 (tiga) jam di luar jam kerja pada hari kerja. Cata tan: MENTERI KEUANGAN a. Satuan biaya uang· saku rapat di dalam kantor belum termasuk konsumsi rapat.
Terhadap peserta rapat tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur.
Bagi peserta yang berasal dari luar unit penyelenggara dapat diberikan uang transpor sepanjang kriteria pemberian uang transpor terpenuhi.
Satuan Biaya Uang Saku Pemeriksa Dalam Lokasi Perkantoran Yang Sama Satuan biaya uang saku pemeriksa dalam lokasi perkantoran yang sama merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya kompensasi kepada aparat fungsional pemeriksa (auditor) berdasarkan surat perintah pejabat yang berwenang yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan internal dalam lokasi perkantoran yang sama dan dilaksanakan lebih dari 8 (delapan) jam. Terhadap aparat fungsional pemeriksa (auditor) tersebut tidak diberikan uang makan, uang lembur dan uang makan lembur.
Satuan Biaya Pengepakan dan Angkutan Barang Perjalanan Dinas Pindah Dalam Negeri Satuan biaya pengepakan dan angkutan barang perjalanan dinas pindah dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengepakan dan angkutan barang pindahan yang diberikan kepada pejabat negara/pegawai Aparatur Sipil Negara yang dipindahtugaskan berdasarkan Surat Keputusan pejabat yang berwenang. Satuan biaya ini merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada pejabat negara/pegawai Aparatur Sipil Negara yang berkenaan. Satuan biaya ini sudah termasuk ongkos tukang, pengadaan bahan-bahan, biaya bongkar muat, dan biaya angkutan barang dari tempat asal sampai dengan tujuan.
Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar Negeri Satuan Biaya Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar Negeri adalah satuan biaya untuk bantuan biaya pendidikan anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f/ Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan RI di Luar Negeri. MENTERI KEUANGAN Pemberian Bantuan Biaya Pendidikan Anak (BBPA) pada Perwakilan RI di Luar Negeri dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1 . BBPA digunakan untuk membiayai tuition f ee. 2 . Diberikan untuk anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Staf f/Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan RI di Luar Negeri, yang bersekolah pada pendidikan formal mulai sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan tidak termasuk program pasca sarJ ana. 3 . Diberikan untuk anak-anak yang termasuk dalam tunjangan keluarga dan bersekolah di lokasi yang sama dengan tempat bekerja orang tuanya (negara akreditasi-lokasi perwakilan RI di Luar Negeri tempat orang tuanya bertugas) .
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3 (tiga) dikecualikan bagi:
anak-anak Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f / Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang bekerja pada Perwakilan RI di Luar Negeri pada negara yang termasuk dalam perwakilan rawan dan/atau berbahaya; dan
anak-anak dari Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f/ Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang dimutasikan antar perwakilan (cross posting) .
Perwakilan RI yang termasuk dalam daerah rawan dan/atau berbahaya dan Pejabat Dinas Luar Negeri/ Home Sta f f / Atase Teknis/ Atase Pertahanan yang dimutasikan antar perwakilan (cross posting) sebagaimana dimaksud pada angka 4 ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri.
Alokasi anggaran untuk BBPA sudah termasuk dalam pagu anggaran Kernen terian Negara/ Lembaga.
Penggunaan Satuan Biaya BBPA mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri.
Pemberian BBPA dilakukan dengan menerapkan prinsip efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab.
Honorarium Pramubakti Satpam, Pengemudi, Petugas Kebersihan dan Honorarium yang diberikan hanya kepada non pegawai Aparatur Sipil Negara yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai satpam, pengemudi, petugas kebersihan dan pramubakti, berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang/ kontrak kerja. Cata tan: MENTERI KEUANGAN a. untuk satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti dengan melalui jasa pihak ketiga/ diborongkan, alokasi honorarium dapat ditambah paling banyak sebesar 1 5% (lima belas persen) dari satuan biaya, besaran tersebut tidak termasuk seragam dan perlengkapan.
dalam satu tahun anggaran, dapat dialokasikan tambahan honorarium sebanyak satu bulan sebagai tunjangan hari raya keagamaan.
dalam hal ketentuan mengenai upah minimum di suatu wilayah lebih tinggi dari pada satuan biaya dalam Peraturan Menteri ini, maka satuan biaya ini dapat dilampaui mengacu pada ketentuan tersebut.
dalam rangka pelaksanaan kewajiban pemberi kerja untuk membayar iuran/ premi jaminan sosial, maka atas honorarium satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti satuan biaya/upah minimum di suatu wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf c dapat ditambahkan iuran/premi jaminan sosial sesuai ketentuan yang berlaku.
Satuan Biaya Uang Harian Perjalanan Dinas Dalam Negeri Dan Uang Representasi Satuan biaya uang harian perjalanan dinas dalam negeri merupakan penggantian biaya keperluan, sehari-hari Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/ Pihak Lain dalam menjalankan perintah perjalanan dinas di dalam negeri. Uang representasi hanya diberikan kepada pejabat negara (ketua/wakil ketua dan anggota lembaga tinggi negara, Menteri serta setingkat Menteri) , pejabat eselon I dan pejabat eselon II yang melaksanakan perjalanan dinas jabatan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi yang melekat pada jabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai perjalanan dinas dalam negeri. Uang harian diklat diberikan kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang diberikan tugas untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di dalam kota yang melebihi 8 (delapan) jam atau diselenggarakan di luar kota.
Satuan Biaya Uang Harian Perjalanan Dinas Luar Negeri Satuan Biaya Uang Perjalanan Dinas Luar Negeri merupakan penggantian biaya keperluan sehari-hari Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/Pihak Lain dalam menjalankan perintah perjalanan dinas di luar negeri yang dapat digunakan untuk uang makan, transpor lokal, uang saku, dan uang penginapan. MENTERI KEUANGAN Besaran uang harian bagi negara yang tidak tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, merujuk pada besaran uang harian negara dimana Perwakilan RI bersangkutan berkedudukan. Contoh: Uang harian bagi pejabat/ pegawai yang melaksanakan perjalanan dinas ke negara Uganda, besarannya merujuk pada uang harian negara Kenya.
Satuan Biaya Penginapan Perjalanan Dinas Dalam Negeri Satuan biaya penginapan perjalanan dinas dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya menginap dalam rangka pelaksanaan perjalanan dinas dalam negeri. Dalam pelaksanaannya, mekanisme pertanggungjawaban disesuaikan dengan bukti pengeluaran yang sah.
Satuan Biaya Rapat/Pertemuan di Luar Kantor 30. 1 Paket Kegiatan Rapat/ Pertemuan di Luar Kantor Satuan biaya paket kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang perlu dilakukan secara intensif dan bersifat koordinatif yang sekurang kurangnya melibatkan peserta dari eselon I lainnya/masyarakat. Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor menurut pesertanya terbagi dalam 3 (tiga) jenis, yaitu:
Kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor pejabat Menteri/ setingkat Menteri adalah kegiatan rapat/pertemuan yang melibatkan paling sedikit 1 (satu) orang pejabat Menteri/ setingkat Menteri;
Kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor pejabat eselon I/ eselon II adalah kegiatan rapat/ pertemuan yang melibatkan paling sedikit 1 (satu) orang pejabat eselon I/ eselon II/yang disetarakan;
Kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor pejabat eselon III adalah kegiatan rapat/ pertemuan yang melibatkan paling sedikit 1 (satu) orang pejabat eselon III/ yang disetarakan. Satuan biaya paket kegiatan rapat/ pertemuan di luar kantor menurut lama penyelenggaraan terbagi dalam 3 (tiga) jenis yaitu:
Paket Fullboard Satuan biaya paket fullboard disediakan untuk paket kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor sehari penuh dan menginap.
Paket Fullday MENTERI KEUANGAN Satuan biaya paket fullday disediakan untuk paket kegiatan rapat/ pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor minimal 8 (delapan) jam tanpa menginap.
Paket Half day Satuan biaya paket halfday disediakan untuk paket kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor minimal 5 (lima) jam tanpa menginap. Cata tan:
Akomodasi paket fu l lboard diatur sebagai berikut:
Untuk pejabat eselon II ke atas, akomodasi 1 (satu) kamar untuk 1 (satu) orang.
Untuk pejabat eselon III ke bawah, akomodasi 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang.
Satuan biaya paket fullboard im digunakan untuk penghitungan biaya paket rapat fullboard per peserta dengan akomodasi 1 (satu) kamar untuk 2 (dua) orang. Sedangkan besaran indeks satuan biaya paket fullboard untuk pejabat Eselon II ke atas sebagaimana dimaksud pada butir a. 1 ) dapat diberikan sebesar 1 ,5 (satu setengah) kali dari satuan biaya paket fullboard sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri ini.
Kegiatan rapat/pertemuan luar kantor dalam rangka penyelesaian pekerjaan yang dilakukan secara intensif harus menggunakan satuan biaya ini.
Dalam rangka efisiensi anggaran untuk kegiatan rapat, PA/ KPA agar melaksanakan rapat/pertemuan di luar kantor (fullboard, fullday, dan halfday) secara selektif dengan mengutamakan penggunaan fasilitas milik negara.
Khusus untuk kegiatan rapat koordinasi internal eselon I yang harus dilaksanakan di luar kantor dan tidak memungkinkan untuk mengikutsertakan eselon I lain, maka kegiatan tersebut menggunakan ketentuan satuan biaya ini sepanjang telah mendapat persetujuan dari Pejabat Eselon I pemegang portofolio program dan dilakukan secara selektif serta harus dipertanggungjawabkan urgensi pelaksanaannya. MENTERI KEUANGAN 30.2 Uang Harian Kegiatan Rapat/ Pertemuan di Luar Kantor Uang Harian Kegiatan Rapat/ Pertemuan di Luar Kantor merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pengalokasian uang harian kegiatan fullboard di luar kota, kegiatan f ullboard dan kegiatan fullday/ half day di dalam kota kepada peserta dan panitia kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor. · Cata tan: Kepada panitia (karena faktor transportasi dan/atau guna mempersiapkan pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian pertanggungjawaban) dan kepada peserta (karena faktor transportasi) yang memerlukan waktu tambahan untuk berangkat/ pulang di luar waktu pelaksanaan kegiatan, dapat dialokasikan biaya penginapan dan uang harian perjalanan dinas sesuai ketentuan yang berlaku, untuk 1 (satu) hari sebelum dan/atau 1 (satu) hari sesudah pelaksanaan kegiatan. 3 1 . Satuan Biaya Tiket Perjalanan Dinas Pindah Luar Negeri (One Way) Satuan biaya tiket perjalanan dinas pindah luar negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pembelian tiket pesawat udara perjalanan dinas pindah dan diberikan untuk satu kali jalan (one way) . Satuan biaya tiket termasuk biaya asuransi, tidak termasuk air port tax serta biaya retribusi lainnya. Satuan biaya ini diberikan kepada Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI clan keluarga yang sah berdasarkan surat keputusan pindah dari pejabat yang berwenang sesuai ketentlian peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk melaksanakan perintah pindah dari perwakilan RI di luar negeri atau sebaliknya. Cata tan: Untuk biaya tiket perjalanan dinas pindah antar perwakilan (cross-posting) mengikuti ketentuan sebagai berikut:
besaran biaya tiket perjalanan dinas pindah antar perwakilan (cross-posting) dapat dilakukan sesuai dengan informasi yang diperoleh dari perusahaan travel dan ditetapkan oleh KPA/PPK;
penetapan besaran biaya tiket perjalanan dinas pindah antar perwakilan (cross-posting) tersebut agar tetap memperhatikan prinsip prinsip efisiensi, efektifitas, dan kewajaran serta kemampuan keuangan negara. I MENTERI KEUANGAN 32. Satuan Biaya Operasional Khusus Kepala Perwakilan RI Di Luar Negeri Satuan Biaya Operasional Khusus Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri adalah dana operasional yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan misi khusus Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri dan bukan merupakan tam bah an penghasilan.
Satuan Biaya Makanan Penambah Daya Tahan Tubuh Satuan biaya makanan penambah daya tahan tubuh merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan makanan/ minuman bergizi yang dapat menambah/ meningkatkan/ mempertahankan daya tahan tubuh Pegawai Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas melaksanakan pekerjaan tugas dan fungsi kantor yang dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan pegawai dimaksud.
Satuan Biaya Sewa Kendaraan a. Sewa Kendaraan Pelaksanaan Kegiatan Insidentil Satuan biaya sewa kendaraaan pelaksanaan kegiatan insidentil merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa kendaraan roda 4 (empat) , roda 6 (enam) / bus sedang, dan roda 6 (enam) / bus besar untuk kegiatan yang sifatnya insidentil (tidak bersifat terus - menerus) . Satuan biaya ini diperuntukkan bagi:
Pejabat Negara yang melakukan perjalanan dinas dalam negeri di tempat tujuan; atau
Pelaksanaan kegiatan yang membutuhkan mobilitas tinggi, berskala besar, dan tidak tersedia kendaraan dinas serta dilakukan secara selektif dan efisien. Satuan biaya sewa kendaraan sudah termasuk bahan bakar dan pengemudi.
Satuan Biaya Sewa Kendaraan Operasional Pejabat/ Operasional Kantor dan/atau Lapangan Satuan biaya sewa kendaraan operasional pejabat/ operasional kantor dan/atau lapangan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa kendaraan roda 4 (empat) , yang difungsikan sebagai kendaraan dinas kantor sebagai pengganti pengadaan kendaraan melalui pembelian. ,. MENTERI KEUANGAN Dalam pelaksanaannya, sebelum melakukan perjanjian sewa, satker penyewa wajib melakukan pemeriksaan bahwa penyedia barang menjamin bahwa kondisi kendaraan yang disewa selalu siap pakai (termasuk pemeliharaan rutin dan menyediakan pengganti apabila kendaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya) , oleh karenanya atas kendaraan dimaksud tidak dapat dialokasikan biaya pemeliharaan. Cata tan: 1 . Penggunaan satuan biaya sewa kendaraan operasional pejabat/ operasional kantor dan/atau lapangan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk melakukan langkah-langkah efektifitas penggunaan anggaran, sehingga fungsinya sebagai pengganti atas pengadaan kendaraan melalui pembelian, dengan tetap menjadi bagian dari rencana kebutuhan untuk penyediaan pengadaan kendaraan pejabat/ operasional kantor. 2 . Satuan biaya sewa kendaraan operasional pejabat/ operasional kantor dan/atau lapangan dapat diperuntukkan bagi satuan kerja yang belum memiliki kendaraan pejabat/ operasional kantor dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas fungsi. 3 . Mekanisme sewa kendaraan operasional pejabat/ operasional kantor dan/atau lapangan mengikuti ketentuan pengadaan barang/jasa yang berlaku.
Satuan Biaya Pengadaan Kendaraan Dinas Satuan biaya pengadaan kendaraan dinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan kendaraan operasional bagi pejabat, operasional kantor dan/atau lapangan serta bus melalui pembelian guna menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga. Bagi satker baru yang sudah ada ketetapan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, pengadaan kendaraan dinasnya dilakukan secara bertahap sesuai dana yang tersedia. Dalam hal kebutuhan kendaraan operasional telah dipenuhi melalui mekanisme sewa kendaraan, maka pengadaan melalui pembelian tidak diperkenankan lagi.
Satuan Biaya Pengadaan Pakaian Dinas Satuan biaya pengadaan pakaian dinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan pakaian dinas termasuk ongkos jahit dan atributnya yang meliputi: MENTERI KEUANGAN a. Satuan Biaya Pakaian Dinas Dokter Satuan biaya pakaian dinas dokter diperuntukkan bagi dokter yang bekerja di instansi pemerintah dan diberikan paling banyak 1 (satu) potong jas per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif.
Satuan Biaya Pakaian Dinas Perawat Satuan biaya pakaian dinas perawat diperuntukkan bagi perawat yang bekerja di instansi pemerintah dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel pakaian per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif.
Satuan Biaya Pakaian Dinas Pegawai Satuan biaya pakaian dinas pegawai diperuntukkan bagi pegawai dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif, dengan ketentuan sebagai berikut:
harus ada ketentuan yang ditetapkan oleh Presiden pada awal pembentukan satker mengenai kewajiban penggunaan pakaian dinas pegawai; dan
dalam hal satker yang pada awal pembentukannya tidak terdapat ketentuan yang mewajibkan penggunaan pakaian dinas pegawai, biaya pakaian dinas pegawai dapat dialokasikan setelah memiliki ijin prinsip dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Satuan Biaya Pakaian Seragam Mahasiswa/Taruna Satuan biaya pakaian seragam mahasiswa/ taruna diperuntukkan bagi mahasiswa/ taruna pada pendidikan kedinasan di bawah Kementerian Negara/ Lembaga tertentu dan diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun yang penyediaannya dilaksanakan secara selektif, dengan ketentuan sebagai berikut:
harus ada ketentuan yang ditetapkan oleh Presiden pada awal pembentukan satker mengenai kewajiban penggunaan pakaian seragam mahasiswa/ taruna; dan
dalam hal satker yang pada awal pembentukannya tidak terdapat ketentuan yang mewajibkan penggunaan pakaian seragam mahasiswa/taruna, biaya pakaian seragam mahasiswa/ taruna dapat dialokasikan setelah memiliki ijin prinsip dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA e. Satuan Biaya Pakaian Kerja Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti Satuan biaya pakaian kerja pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti diperuntukkan bagi pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti yang diangkat berdasarkan surat keputusan KPA, dan dapat diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun.
Satuan Biaya Pakaian Kerja Satpam Satuan biaya pakaian kerja satpam diperuntukkan bagi satpam, sudah termasuk perlengkapannya (sepatu, baju PDL, kopel, ikat pinggang, tali kurt dan peluit, kaos kaki, topi, kaos security, dan atribut lainnya) dan dapat diberikan paling banyak 2 (dua) stel per tahun. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P. S. BRODJONEGORO LAMP!RAN ll PERATURAN / ENTER ! KEUA IJ GAN REPUBL ! K INDONESIA 9M: 65 PMK.02!2015 TENTANG STANDAR B!AYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 2016 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DON ESIA STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 2016 YANG BERFUNGSI SEBAGAI ESTIMASI (dalam rupiah) NO URAIAN SATUAN BIAYA TA 2016 (1) (2) (3) (4) 1 SATUAN BIAYA UANG TRANSPOR KEGIATAN DALAM KABUPATEN/KOTA Orang/Kali 150.000 2 SATUAN BIAYA DIKLAT PIMPINAN/STRUKTURAL 2.1 Diklat Pimpinan Tk. II Peserta/ Angkatan 30.261.000 2.2 Diklat Pimpinan Tk. Ill Peserta/ Angkatan 22.125.000 2.3 Diklat Pimpinan Tk. IV Peserta/ Angkatan 20.230.000 3 SATUAN BIAYA LATIHAN PRAJABATAN 3.1 Golongan I dan Golongan II Peserta/ Angkatan 4.470.000 3.2 Golongan Ill Pesertaj Angkatan 5.545.000 4 SATUAN BIAYA PEMELIHARAA N SARANA KANTOR 4.1 Inventaris Kantor Pegawai/Tahun 80.000 4.2 Personal Computer/ Notebook Unit/Tahun 730.000 4.3 Printer Unit/Tahun 690.000 4.4 ACSplit Unit/Tahun 610.000 4.5 Genset lebih kecil dari 50 KVA Unit/Tahun 7.190.000 4.6 Genset 75 KVA Unit/Tahun 8.640.000 4.7 Genset 100 KVA Unit/Tahun 10.150.000 4.8 Genset 125 KVA Unit/Tahun 10.780.000 4.9 Genset 150 KV A Unit/Tahun 13.260.000 4.10 Genset 175 KVA Unit/Tahun 14.810.000 4.11 Genset 200 KVA Unit/Tahun 15.850.000 4.12 Genset 250 KVA Unit/Tahun 16.790.000 4.13 Genset 275 KVA Unit/Tahun 17.760.000 4.14 Genset 300 KVA Unit/Tahun 20.960.000 4.15 Genset 350 KVA Unit/Tahun 22.960.000 4.16 Genset 450 KV A Unit/Tahun 25.620.000 4.17 Genset 500 KV A Unit/Tahun 31.770.000 5 SATUAN BIAYA PENERJEMAHAN DAN PENGETIKAN 5.1 Dari Bahasa Asing ke Bahasa Indonesia a tau Sebalilmya a. Bahasa Inggris Halaman Jadi 152.000 b. Bahasa Jepang Halaman Jadi 238.000 c. Bahasa Mandarin Halaman Jadi 238.000 d. Bahasa Belanda Halaman Jadi 238.000 e. Bahasa Prancis Halaman Jadi 173.000 f. Bahasa Jerman Halaman Jadi 173.000 g. Bahasa Asing Lainnya Halaman Jadi 238.000 5.2 Dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Daerah/Bahasa Lokal atau Sebaliknya Halaman Jadi 120.000 6 SATUAN BIAYA BANTUAN BEASISWA PROGRAM GELAR/NON GELAR DALAM NEGERI 6.1 Program Diploma I, III, dan Diploma IV /Strata 1 a. Biaya Hid up dan Biaya Operasional - Diploma I dan Diploma III OT 16.070.000 - Diploma IV dan Strata 1 OT 17.010.000 b. Uang Buku dan Referensi -Diploma I OT 1.330.000 - Diploma Ill OT 1.590.000 - Diploma IV dan Strata 1 OT 1.850.000 NO (1) 7 8 6.2 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 2 - URAIAN (2) Program Strata 2 /SP-1 dan Strata 3/SP-2 a. Biaya Hidup dan Biaya Operasional - Strata 2 dan Spesialis 1 - Strata 3 dan Spesialis 2 b. Uang Buku dan Referensi - Strata 2 dan Spesialis 1 - Strata 3 dan Spesialis 2 SATUAN BIAYA SEWA MESIN FOTOKOPI 7.1 Mesin Fotokopi Analog 7.2 Mesin Fotokopi Digital HONORARIUM NARASUMBER/PEMBAHAS (PAKAR/PRAKTISI/PROFESIONAL) (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TA 2016 (3) ( ^4 ) OT 20.690.000 OT 2 1 .320.000 OT 2.1 20.000 OT 2.380.000 Unit/Bulan 3.800.000 Unit/Bulan 5.000.000 OJ 1.700.000 MENTER ! KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 3 - 9 SATUAN BIAYA PENGADAAN BAHAN MAKANAN 9.1 Pengadaan Bahan Makanan untuk Narapidana NO PROVINSI 1 -· 1 2 3 4 5 6 - ^-- ^- - 7 8 9 1 0 1 1 -- -- 12 1 3 14 15 1 6 17 1 8 1 9 2 0 2 1 22 23 - - -- 24 25 26 27 28 29 30 -- 3 1 32 33 34 . . RAYON ! .. ·· · ^- -- ^· ^· ^ · ^· ^· ^- ^· - · ·· · · ^· ^ · · B A N T E N JAWA BARAT D.K.l. JAKARTA - - - - - - - - - - - --- - - - - - -- - JAWA TENGAH D. !. YOGYAKARTA JAWA TIMUR ( ^2 ) --.... ··- ·· · --··· · . .. . · · · ^·-- - --- -- -· - ·----- - - --- - -- · . · ^·· · - · · · · - · · · · · · ·-- LAMPUNG DAERAH KHUSUS RAYON I RAYON II ACEH SUMATERA R I A U KEPULAUAN J A M B I SUMATERA SUMATERA ------ - - · ^·........ . .. BENGKULU UTARA R!AU BARAT SELATAN BANGKA BELITUNG B A L I . . - · · . .
. - --··- ....... NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT . ...... ... KALIMANTAN KALIMANTAN KALIMANTAN ·· - -- - -- - - KALIMANTAN TENGAH SELATAN TIMUR UTARA DAERAH KHUSUS RAYON II RAYON III GORONTALO SULAWESI UTARA · · · · · · - SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU MALUKU UTARA · ·· ^· · · ^· · · ^·- · ·-· - · P A P U A PAPUA BARAT DAERAH KHUSUS RAYON III . .
.
. . .
... · · ·- - . . .....
. ..
. · · ^· · - ^---- - -· ·· · · . . .
-- - - . . -... - · · . . .. ·· · ····-··· .. SATUAN ( ^3 \ ...
...... OH OH OH -- -- - -- - - -..... . ···· - ^- ^· ·· - - · - - - - - -- - - - -- --- · ^· -- -- - - -·- ·- · -· OH OH OH · -· - --- . . OH OH OH OH OH OH OH OH OH .... · ·· -· --- · ^-- - ----- · --- - · -- ^- - - ·· · ^· OH OH OH OH OH OH · · ^- · ^· - ^- - ^-----· · . . ·.... .. . . • . . · ··- · · . - - -·· ·- ^· - ^·· ^· ^- ... .
... OH OH OH OH OH OH OH OH 01 - 1 OH OH OH OH OH OH OH - -·· · .. -· -· · - ·· · . . -· ( dalam rupiah ) BIAYA TA 2016 . .. ( ^4 ) - - - - · -- - - - ^-- -- · ^· · · ^· -........ . . - - - - - - - - - - ..... - - - - ^- ^- ^- ^- 1 4.000 14.000 14.000 1 4.000 14.000 14.000 . .. · ·-· · ^- . .
000 1 8.000 15.000 15.000 15.000 15.000 ............· - ^· · · · · - · · - · . ... - · ....
000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 . . · · · · ·· · · · · ^··- . - .. -· . ...... . ·· · ^·· ^- 15.000 1 9.000 17.000 17.000 ·-· ·· 1 7.000 17.000 17.000 1 7.000 17.000 17.000 1 7.000 17.000 22.000 MENTER ! KEUANGAN 9.2 Pengadaan Bahan Makanan untuk Operasi Pasukan dan Latihan Pra Tugas Operasi Bagi Anggota Polri/TNI, Dikma Bagi Anggota Polri/TNI, Diklat LainnyajPra Tugas Operasi Bagi Anggota Polri/TNI, Anggota yang Sakit Bagi Anggota PolrijTNI, dan Tahanan Anggota PolrijTN I OPERAS I PASUKAN DAN SATUAN LATIHAN PRA NO PROVINSI TUGAS OPERAS! BAGI ANGGOTA POLRI/TNI 1 12 3 4 1. ACEH OH 45.000 2. SUMATERA UTARA OH 45.000 3. RIA U OH 45.000 4. KEPULAUAN RIAU OH 45.000 - · --- 5. J A MB ! OH 45.000 6. SUMATERA BARAT OH 45.000 7. SUMATERA SELATAN OH 45.000 DIKMABAGI ANGGOTA POLRI/TNI 5 36.000 --- --- .
000 36.000 36.000 DIKLAT LAINNYA/PRA TUGAS OPERAS! BAGI ANGGOTA POLRI/TNI 6 36.000 • __ 4 __________ 36.000 36.000 36.000 --------- ------ -- ---- - ^- ^ -- 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 (dalam rupiah) ANGGOTA YANG SAKIT TAHANAN BAGI ANGGOTA ANGGOTA POLRI/TNI POLRI/TNI 7 8 32.000 27.000 ------- -- - --- - - 32.000 27.000 32.000 27.000 32.000 27.000 ------- 32.000 27.000 32.000 27.000 32.000 27.000 -- - ·-- - - -- -- - · - ---- -- - - - ---- - - ^- - --- - --- - - - - -- - -- ----y6.0QQ. - - ---- - - - - - - - - ----- · ^·- -· - ·- - - -- - -- - --· - - --- ---- - - 8. LAMPUNG 9. BENGKULU 10. BANGKA BELITUNG 11. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA -- 14. JAWA TENGAH 15. D.!. YOGYAKARTA 16. JAWA TIMUR -- 17. B A LI 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 21. KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN -- 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA -- 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN -- 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 31. MALUKU · ^-- 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A 34. PAPUA BARAT OH 45.000 36.000 OH 45.000 36.000 OH 45.000 36.000 --- ---- ----- - ----- - - - ---- - - - - - - -- OH 42.000 34.000 OH 42 .000 34.000 OH 42.000 __ }'±: Q_Q.Q ---- ----- · OH 42.000 34.000 OH 42.000 34.000 OH 42.000 34.000 - -- --- - - ------- ---- - - OH 52.000 42.000 OH 52.000 42 .000 OH 52.000 42.000 ------ - OH 51.000 41.000 OH 51.000 41.000 OH 51.000 41.000 --- ------ ---- --- - - - - ------- - ---- - - OH 51.000 41.000 OH 51.000 41.000 OH 51.000 41.000 ------ ---- ----- --------- - -- OH 51.000 41.000 OH 51.000 41.000 OH 51.000 41.000 ·--- -· ---- ^- - - -- - - OH 51.000 41.000 OH 51.000 41.000 OH 52.000 42 .000 36.000 36.000 36.000 ------- - ---------- - 34.000 34.000 34.000 ---------- ---- - 34.000 34.000 34.000 - --- -- - --------·· ----- ---------- 42.000 42.000 42.000 -- -------------· 41.000 41.000 41.000 - ^-- - ^-- -· --·-- 41.000 41.000 41.000 -- - ------------- · ^·---- 41.000 41.000 41.000 -- ---- - ----- ----·-·· 41.000 41.000 42.000 32.000 27.000 32.000 27.000 32.000 27.000 ------ - - ---- - - - - - 30.000 25.000 30.000 25.000 30.000 25.000 - ------ - --- -- · - 30.000 25.000 30.000 25.000 30.000 25.000 ------------ - ------ - -----· 37.000 31.000 37.000 31.000 37.000 31.000 ------ 36.000 30.000 36.000 30.000 36.000 30.000 · - ---- -- --- ^- - - ---- -- ----·- 36.000 30.000 36.000 30.000 36.000 30.000 -- ^--- -· - --- --- - 36.000 30.000 36.000 30.000 36.000 30.000 ----- -- 36.000 30.000 36.000 30.000 37.000 31.000 ---- - -- - --- - - --- - --------- - - - - - - - - --------------··· ·--- --- - ------- ---- ---- - OH 52 .000 42.000 42.000 37.000 31.000 01-1 60.000 48.000 48.000 42.000 35.000 OH 60.000 48.000 48.000 42.000 35.000 NO (1) 1 . 2 .
MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 5 - 9.3 Pengadaan Bahan Makanan untuk Pasien Rumah Sakit dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) PROVINSI SATUAN (2) ( ^3 ) ACEH OH SUMATERA UTARA OH R I A U OH KEPULAUAN RIAU OH ·--- J A M B I OH SUMATERA BARAT OH SUMATERA SELATAN OH PASIEN RUMAH SAKIT (4) 32.000 32.000 32.000 32.000 --- - -- - ·-- 32.000 32.000 32.000 (dalam rupiah) PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) (5) 27.000 - ---··--- - ------- 27.000 27.000 27.000 ---- -------- 27.000 27.000 27.000 --· --- -- --- - --- ---- - ------ - 8. LAMPUNG 9. BENGKULU 10. BANGKA BELITUNG -- 1 1 . B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA -- 14.
-- 20. 2 1 .
-- 23.
-- 26.
-- 32.
JAWA TENGAH D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR B A L I NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA - -------- - ---- GORONTALO SULAWESI BARAT --- SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU ---------- - - - --------- MALUKU UTARA P A P U A PAPUABARAT OH OH OH OH OH OH OH OH OH ·--- - ----· OH OH OH ---- OH OH OH · - · OH OH OH ---- - OH OH OH OH OH OH ··· ·------ --· ·-···-- - - OH OH OH 32.000 32.000 32.000 --------· 30.000 30.000 30.000 ··- 30.000 30.000 30.000 - ---- - ----- - · ·· · - --- - - 38.000 38.000 38.000 ---Ӹ- - --- 36.000 36.000 36.000 ------------ 36.000 36.000 36.000 ---------------- 36.000 36.000 36.000 ------ 36.000 36.000 38.000 27.000 27.000 27.000 -- -· 25.000 25.000 25.000 --- 25.000 25.000 25.000 ---- - --- --------- - ------- 32.000 32.000 32.000 ------- - - 30.000 30.000 30.000 ---- - ----- 30.000 30.000 30.000 -------- - ---- - -- 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 32.000 -------------------- · · -· ----------------- 38.000 32.000 44.000 37.000 44.000 37.000 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 6 - 9.4 Pengadaan Bahan Makanan untuk Keluarga Penjaga Menara Suar (PMS), Petugas Pengamatan Laut, ABK Cadangan pad a Kapal Negara, ABK Aktif pada Kapal Negara, dan Petugas SROP dan VTIS (dalam rupiah) KELUARGA PETUGAS ABK ABK AKTIF PETUGAS SRO P PENJAGA CADANGAN PADA KAPAL NO PROVINSI SATUAN PENGAMATAN PADA KAPAL DANVTIS MENARASUAR 1 (2) 1. ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. Rl A U ---· --- - - - ------- -- - - -.......---·· -· - - - · 4.
--··- 7.
----- · 13.
--- - · - · 22.
--- - ··· 25.
-----· 28.
--- - - - 31.
000 17.000 17.000 - 17.000 22.000 22.000 22.000 20.000 20.000 - · · · · -- .
000 20.000 20.000 ... - 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 . ...... . .
000 22.000 25. 000 - · - 25.000 ·-· .. LAUT 5 27.000 27.000 27.000 .....
000 27.000 27.000 - . ^•. ----·-- ---· - · · ···-· · - -- · ·· - 27.000 27.000 27.000 ·· ·· - - . .
000 25.000 25.000 ..... ......
000 25.000 25.000 25.000 32.000 32.000 32.000 30.000 30.000 - -- - - - · · · · ·- - 30.000 30.000 30.000 · · --- - - - 30.000 30.000 30.000 - -- - - 30.000 30.000 30.000 - - - -- - -- - -- - 32.000 32.000 37.000 - - - - - 37.000 NEGARA 6 27.000 27.000 27.000 -· 27.000 27.000 27. 000 27.000 27.000 27.000 - · · · · 27.000 25.000 I . 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 32.000 32.000 32.000 30.000 30.000 · · ·---·· 30.000 30.000 30.000 . .
000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 --.... .
000 32.000 37.000 37.000 NEGARA . . - - - - - . . - - -- · - 7 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 30.000 30.000 30. 000 30.000 30.000 30.000 38.000 38.000 38.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 38.000 38.000 44.000 44.000 8 .. .. --- - - · -- 32.000 32.000 32.000 · · · · · · - - ·- - -- --- - 32.000 32.000 32.000 ....- . .. . ·-· - - · · - - · - ···-· - . -· . ---- · · ·-........
. . - - - - ... ·- - · · ·· · · 32.000 32.000 32.000 . .. . - - 32.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 38.000 38.000 38.000 36.000 36.000 --·· - · - ------- --- - -·- - --- 36 .000 36.000 36.000 . . -- -· · · · · - - - . - - - - - - - - .
. - ------·· 36.000 36. 000 36.000 -- - - - 36.000 36.000 36.000 ---- 38.000 38.000 44.000 - - - - - - - ------ - - -- - · · -- 44.000 MENTER I KEUANGAN REP U BLI K I N DONES IA - 7 - 9.5 Pengadaan Bahan Makanan untuk Petugas Bengkel dan Galangan Kapal Kenavigasian, Petugas Pabrik Gas Aga untuk Lampu Suar, Penjaga Menara Suar (PMS), dan Kelompok Tenaga Kesehatan Kerja Pelayaran NO PROVINSI Ill (2) 1. ACEH ----·- · ·.... ............ . .
SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU -- --- - - ------ - -...... -...- - ·- -- - · - -- - - - - - - --- 5.
·- ----- 8.
--- 11.
···------- 17. J A MB I SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN . ---.... --·-· -- --· .. LAMPUNG BENGKULU BANGI(A BELITUNG -- - ------·- - ---··-··· . .. ·· · ·-····----- B A N T E N JAWA BARAT D.K.I. JAI(ARTA -------------------- -------··· . .. . - JAWA TENGAH D.I. YOGYAI(ARTA JAWA TIMUR -· ··--· - ---- -- ···· B A L I - -- .
. . - ···· ·-· -- ····· · · ..... - 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR ----· -- ... · ·······-- ... ...... . • ..•. ···· · 20.
·--· ....
---·-·-· 26. 2 7 .
I(ALIMANTAN BARAT I(ALIMANTAN TENGAH I (ALIMANTAN SELATAN · · --·- ...... ··- ^· --- .. ....... . ·-·-- · -- I(ALIMANTAN TIMUR I(ALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA ......... .
. - - - - · · --- · -- - -............ .. _, _............. GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN -----·- .. ·---· _, __________ .......... . ... . .....
..... . ......
SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU I · · · ·........ MALUKU UTARA P A P U A PAPUA BARAT . . . SATUAN . . .
...- ( ^3 ) OH OH OH OH · · -· OH OH OH OH OH OH .. OH OH OH · · -... OH OH OH - OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH . - . . --· . .
. PETUGAS BENGKEL DAN GALANG AN KAPAL KENAVIGASIAN 141 32.000 32.000 32.000 32.000 . . - - - - - -- 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 -- ------ -· . . . - · - - . - .
. ·- - · - . - . .
000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 38.000 38.000 38.000 36.000 36.000 36.000 ....
000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 38.000 38.000 44.000 44.000 PETUGAS PABRIK GAS AGA UNTUK LAMPU .. · ·· - - - - - - I - . . .... .. .. · - · . · -- · · - . -· ... . - · - - - - SUAR 1 5 \ 32.000 32.000 32.000 32.000 . . .
000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 38.000 38.000 38.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 38.000 38.000 44.000 44.000 . . . (dalam rupiah) KELOMPOK PENJAGA TENAGA MENARA KESEHATAN SUAR (PMS) KERJA . .
32.000 32.000 32.000 32.000 ..... ...
000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 30.000 30.000 30.000 . .
000 30.000 30.000 38.000 38.000 38.000 PELAYARAN · - 17\ 32.000 . . --- --- --- - - · - · - ·- - --- ^- -- 32.000 32.000 32.000 ·····--·--··· · · · · ·- · · · · · - - · · · - - -· - --· ·- · ---·· -- ·-····-- 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 ----· - - - --- - -- - - --- 30.000 30.000 30.000 · ······· - · · ·· - - - ----- · 30.000 30.000 30.000 ---· ·· -- -------- 38.000 38.000 38.000 ·---- - - -- . . -·-·------------ ··-· ·· ·-··· -- - . . .
. .
000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 38.000 38.000 44.000 44.000 ·-- __ , . __ 36.000 36.000 36.000 -- -- - -· -- 36.000 36.000 36.000 .. - -- · · -- --- ·-- . -· . ....
000 36.000 36.000 ·-·- - ·------·-- 36.000 36.000 38.000 - · _, ________ _ 38.000 44.000 44.000 M E NTER I KEUANGAN R E P U B L I K I N DON ESIA - 8 - 9.6 Pengadaan B ahan Makanan untuk Mahasiswa/ Siswa Sipil dan Mahasiswa Militer/ Semi Militer di Lingkup Sekolah Kedinasan NO (1) 1 . -- - - - - 2.
-··-·-·· 5. 6 .
9 .
·---- - - 1 1.
1 6. --··· ·-· 17.
2 1.
-- - · · · 23.
PROVINSI 12) ACEH · · - --- · · ·· . . -· SUMATERA UTARA R I A U KEPULAUAN RIAU ·· · · · - - · -- - - · - · - - - - -- - - - - - - -·· ·..... ... - -- - ··· · ·- · - ^..... J A M B ! SUMATERA SUMATERA . . - - - - - -- - - ---· · · · - · · LAMPUNG BENGKULU BARAT SELATAN BANGJ(A BELITUNG ..... - · -- - -- - - - B A N T E N JAWA BARAT 0.1(.1. JA!(ARTA . . .
. -- - -- - - - .. . . · · --- - · ·- - ··· - - . - - . - - - - ·---- · - - ··--··· -· ---· ----· - ·· · - ··· ·· ·· · -··· ··· JAWA TEN GAI-l 0.1. YOGYAI(ARTA JAWA TIMUR ·--·· ·· --· - .. . B A L I NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR ·· -- - - -·· ·· ···· . . - ·· · J(ALIMANTAN J(AL!MANTAN J(AL!MANTAN - · - · · · · - - - . - · · · · ·· · · -· · I(AL!MANTAN J(AL!MANTAN BARAT TEN GAI-l SELATAN -· TIMUR UTARA SULAWESI UTARA . . · · - · · · - · ӷ....
. - ----····-· ·· . . --- -- - ---·· ·· . . --· -· - - · · - 26. -- 27.
3 1. · · ·-··· 32.
GORONTALO SULAWESI SULAWESI ·-- · ···-· · · · -· -· · SULAWESI SULAWESI MALUKU BARAT SELATAN . . . TEN GAI-l TENGGARA MALUKU UTARA PAPUA PAPUA BARAT ..
... · · · -···-... SATUAN ( ^3 OI-l ··- ·· · OI-l OI-l OI-l ----- -· -- - - . OI-l OI-l OI-l . . - - - - . . · - - · OI-l OI-l OI-l OI-l OH OI-l - - - - -- - -- - ---- - -- - · ·····----· -· · OI-l OH OI-l · · · · ·- ·· OI-l OI-l OI-l · ·· · · · · ·· - -- ··- . . OI-l OI-l OI-l OH OI-l OI-l - - - -- -· OI-l OI-l OI-l -- - OI-l OH 01-I · · · ·· - - OI-l 01-1 OI-l . . ·· - -- ··-··- ·· . . MAHASISWA/ SISWA SIPIL . - · · 4 32.000 32.000 32. 000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 32.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 38.000 38.000 38.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 36.000 38. 000 38.000 44.000 44. 000 (dalam rupiai1) MAHASISWA MILITER/ SEMI MILITER - . 5 37.000 37.000 37.000 37.000 . .. - · · ---- 37.000 37. 000 37. 000 37.000 37.000 37.000 34.000 34.000 34. 000 ---- - - -- - - · · ·· ··•· · · - - - · - -.... .... . ·· ·-· · · ·· · - - · ··- ·- ·· -· ···· - - .
.
000 34.000 34.000 42.000 42. 000 42 .000 4 1 . 000 4 1 .000 4 1 .000 4 1 .000 4 1.000 4 1 .000 4 1.000 4 1 .000 4 1 .000 4 1 .000 4 1 . 000 42.000 42.000 48.000 48. 000 MENTER I KEUANGAN 9.7 Pengadaan. Bahan Makanan untuk Rescue Team NO PROVINSI { 1\ 1. ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U -- -- - - --- - - - - - --- - - - . - . ..
KEPULAUAN RIAU -- ·-·· ··- .
J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN - - -- - - --- - - 8 . LAMPUNG ---····· - - -····· · - - - -- - - - - - --- - --- · -···· - -- - · · · · -- -· -- -- 9. BENGKULU 10. BANGI{A BELITUNG 1 1. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA - - - - ---- .. . - · -------- · · - - - - -- · ·· · .. . .
JAWA TENGAH 15. D.I. YOGYAKARTA 16. JAWA TIMUR · ·- ... - I · · .
B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. l{ALIMANTAN BARAT --- -·--·· ·· - - - - - --- ...... . - -- --·...---- · · · · · ---- - -- - - - - - - -- --·...· -- ------- 2 1 . l{ALIMANTAN TENGAH 22. · ·· ··--·- 23.
3 1.
I{ALIMANTAN SELATAN - - ---·.... . l{ALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN - ····· - SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU MALUKU UTARA P A P U A PAPUA BARAT SATUAN ( ^3 \ OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OH OI-l OH OH OH OH OH OH .... (dalam rupiah) BIAYA TA 2016 (4) 37.000 37.000 37.000 37.000 37.000 37.000 37.000 37.000 37.000 37.000 34.000 34.000 34.000 34.000 34.000 34.000 42.000 42.000 42.000 4 1.000 - ----- -- - - - .. - - - - 4 1.000 4 1.000 4 1.000 4 1.000 . . -- ......... ..... . 4 1.000 41.000 4 1 .000 4 1.000 4 1.000 4 1.000 42.000 42.000 48.000 48.000 M ENTE R ! KEUANGAN REPU BLI K I NDON ESIA 10 SATUAN BIAYA KONSUMSI TAHANAN NO PROVINSI (1\ 1.
·- 13.
-- · · · · · ·- 16.
····· - -· 19.
·-· . .
··•· ··· · - 25.
· - · 31.
ACEH SUMATERA UTARA R I A U . -·· ·---ü .. ..... -- ··- . .. · - · KEPULAUAN RIAU J A M B I SUMATERA SUMATERA LAMPUNG BENGKULU ·---· - - ·· ···---- - BARAT . . . - - - SELATAN BANGKA BELITUNG B A N T E N JAWA BARAT . . . D.K.I. JAKARTA JAWA TENGAH D.I. YOGYAKARTA - -- - - · · · · · - - · JAWA B A L I . -· · - TIMUR . . ..... (2} . . ·- ..
--· -·-··-··· ·--·· • · NUSA TENGGARA BARAT ·· ··- ··.... · · · ···· ··-···· - · · · NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH ·· ···· ·· · · . -- - --- ·····-...- -- ···- · ··· · - · · ·· · · ···· ·- -- ----· - -- - - - · ·-···· KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAI-I . .. .
. - -- SULAWESI TENGGARA - · MALUKU MALUKU UTARA P A P U A ·· - PAPUABARAT .
^. . -.... - ^·- · · · · · - · - - ·---- . ^.
. ^. .... .• · -· .. · · · · · · - - -· -· ···· . . ····- · · · ------ - --- - · · · · ·- - ·---·-··· ---- - . · ··-·-····· · -·- . ..
. --· ···· ····--- · ·· -·-- . . ·---·· --· .... . ^. . .. · ·-- · --·-··- ___ , ______ SATUAN -· · · · · ·· -· · · 131 OH OH OH OH OH OH OH OH OI-I OH OH OH OH OH OH OI-I OI-I OH OH OH OH . - ·· OH OH OH OI-I OH OH OH OH OH OH OH OH or - r . . . . .
. . ( dalam ru pial1) BIAYA TA 2016 · · -· · ·· . . .
.
...· ···-- ( ^4 ) . ^. . · -- - ··· ·· 43.000 41.000 36.000 35.000 33.000 39.000 39.000 36.000 39.000 36.000 39.000 40.000 42.000 33.000 32.000 39.000 39.000 37.000 37.000 38.000 36.000 .........··-· · · · ....
.
. . ^. ^......... .
000 38.000 38.000 39.000 38.000 41.000 41.000 36.000 36.000 42.000 49.000 55.000 . .. . ^. .. ^.
000 MENTER I KEUANGAN REP U BLI K I N DONES IA 11. SATUAN BIAYA KONSUMSI RAPAT NO PROVINSI (1\ ( ^2 1 1 . 1 RAPAT KOORDINASI TINGKAT - 1 1 - SATUAN 13) Orang/Kali MAKAN 14) 1 10.000 (dalam rupiah) KUDAPAN (SNACK) 5 49.000 - -- -------- µE..J'i : £E¶I(E; SE·()N I/Sl!?'f,'\¸ __ _ _ _ _ _ ^ ^ _ _ _ !L_ĉ-- - _ RAPAT BIASA __ _ 1 1.2. 1 ACEH 1 1 .2.2 SUMATERA UTARA 1 1.2.3 R I A U 1 1 .2.4 KEPULAUAN RIAU 1 1 .2.5 J A M B I !1,?,() ____ ¹l!!'A__f_ Eº »¼Ù- _ 1 1 .2.7 SUMATERA SELATAN 1 1 .2.8 LAMPUNG 1 1.2.9 BENGKULU 1 1 .2. 10 BANGICA BELITUNG 1 1 .2. 1 1 B A N T E N 1 1,½. 1-¾ J_t: WA B¿RAT .. 1 1 .2. 13 D.K.I. JAICARTA 1 1 .2. 14 ^JAWA TENGAH 1 1 .2. 15 ^D.I. YOGYAICARTA 1 1 .2. 16 ^JAWA TIMUR 1 1 .2. 17 ^B A L I · - · U_: ?} ^_ l3_ l'Jl!ð_A _ ! ^E L'T ^GGA À--Át: ò'I' 1 1 .2. 19 ^NUSA TENGGARA TIMUR 1 1 .2.20 ICALIMANTAN BARAT _ ^1 !: ÂÃ ^2 !__ IÄ ^IM Å ^NTA Æ - ^T ÇÈc: 'Ø_H __ _ _ _ _ 1 1 .2.22 ^ICALIMANTAN SELATAN 1 1 .2.23 1 1 .2.24 · - ·· · · - ·· · - · . 1 1 .2.25 1 1 .2.26 1 1 .2.27 ·· ·· · - 1 1 .2.28 1 1 .2.29 ICALIMANTAN TIMUR ICALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA GORONTALO SULAWESI BARAT - - SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH 1 1 .2.30 ^SULAWESI TENGGARA - . ^...... ^. Orang/Kali Orang/Kali _ _ _ Qr: ang/Kali _ Orang/Kali Orang/Kali . - __ Q_ ^r : ln ^g /!Õa,Ii___ Orang/Kali Orang/Kali _ _ .. Orang/Kali .. Orang/Kali Orang/Kali _ _ _ __ OrangjKali _ Orang/Kali Orang/Kali _____ Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali _ Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali _ _ _ __ Orang/ Kali ....
. . ^- - - - Orang/Kali Orang/Kali _ ^_ Orang/Kali ^_ · · Ӷ ^..... .
.
000 46.000 40.000 41 .000 39.000 44.000 .. . .
.... -· ·-· - 46.000 40.000 44.000 40.000 44.000 45.000 47.000 37.000 36.000 44.000 44.000 4 1 .000 4 1 .000 42.000 40.000 45.000 42.000 42.000 - -···· · - ·· ---· 15.000 13.000 15.000 20.000 17.000 16.000 17.000 18.000 16.000 18.000 15.000 14.000 18.000 13.000 13.000 15.000 17.000 17.000 2 1 .000 16.000 15.000 14.000 17.000 16.000 44.000 Orang/Kali 18.000 44.000 Orang/Kali 14.000 47.000 . . . ^. __ Orang/Kali _ 16.000 45.000 Orang/Kali 15.000 4 1 .000 Orang/Kali 15.000 _ _ _ ___ Orang/Kali . . _ _ _ _ 42.000 _ _ _ _ 20.000 1 1 .2.3 1 ^MALUKU Orang/Kali 47.000 19.000 1 c 1 É 1 Ê .2 Ë - Ì 3 Í 2 Î 1_ M A L _ U __ K u __ u _ T _ A _ RA __ _ __________ 1_0ran: ċgL/Kali 11 _ __ __ Ï 5 Ö7.ooo_ 1 _ __ __ Ð 2 Ñ 0 Ò .o Ó o Ô o _1 1 1_c?.33 ï f.!' ^U A _ . __ _ Orang/Kall 60.000 3 1 .000 1 1 .2.34 ^PAPUA BARAT Orang/Kali 57.000 25.000 MENTER I KEUANGAN 12 SATUAN BIAYA KEPERLUAN SEHARI-HARI PERKANTORAN Dl DALAM NEGERI NO 1 1 . -- -- 2 .
--- - -- ·- 8.
----- - - 17. -- 18.
--···-- 20. 2 1 . PROVINSI ACEH -- ^- -·-·-· · - ....^. ^ . ^. . SUMATERA R I A U KEPULAUAN · ^·- . 12 UTARA RIAU - - - - - - -- - - - - - - - - - - - . · · - J A M B ! SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN . ^. ^. ^. - - -- - --- - . - . . ^. ·· - LAMPUNG BENGKULU . . BANG!(A BELITUNG . ...... B A N T E N JAWA BARAT 0.!(. ! . JAKARTA ........... . - - --- - - · - --·- - · JAWA TENGAH D . ! . YOGYA!(ARTA JAWA TIMUR - - - - . ^.. . ^. . ^. ----· · · - · · · . ^· · · ^- ^· · . · · · · - · · · -... B A L I NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR · · - · · · · ·- - - -· KALIMANTAN !(AL!MANTAN . . . - - BARAT TENGAH · · · - ····· 22. !(AL!MANTAN SELATAN . ... · - .. ^· - - - -- - ^- ^-- - - - - . ^. . - - - · · · MEMILIKI SAMPAI DENGAN 40 PEGAWAI SATUAN (3) . Satker/Tahun _ Satker /Tahun Satl{er /Tahun Satl{er /Tahun · · · - - - ····· -· · SatkerjTahun Satker jTahun Satker /Tahun · ^· · - -.... Satker /Tahun Satker /Tahun SatkerjTahun . . Satker/Tahun SatkerjTahun Satker /Tahun -- ^- - - · . -- - ^- - ^- - - ·· · - Satl{er /Tahun Satl{er /Tahun Satker/Tahun ··-· - -- - Satl{er /Tahun Satker/Tahun Satker/Tahun Satl{er /Tahun Satl{er /Tahun Satl{er /Tahun BIAYA TA 2016 (4) 60.870. 000 60.020.000 60.020.000 6 1 .7 10.000 59.600.000 60. 020.000 60. 020.000 59. 170.000 60.020.000 59 .600.000 . . .
870.000 60.440.000 60.440.000 - · · - ·· · 60.870.000 60.440 .000 60.440.000 .. . . 6 1 .290.000 60.440.000 60.440. 000 -- - - · 60.440.000 59.600.000 60.020.000 - ^- ^-- ^- ^- ^- - - ---- . .. . ···· ·· - · ··· - · · ^· - , . _ _ __ _ _ _ _ _ · - -----...· ^· · · -.... . .........^. . · - - - 23.
· · - · -· · · · 26.
3 1 . - - ------ 32.
!(AL!MANTAN TIMUR KALIMANTAN UTARA SULAWESI · ^· · ^·- -- - ---- - · - ·· · UTARA . . . GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN . . . ^. SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU . . ^--- - ^- - -- · - - - - - - - - MALUKU UTARA P A P U A PAPUA BARAT --·-· - - -.... ӵ......... . Satker /Tahun Satker/Tahun Satker /Tahun .... Satker /Tahun Satl{er /Tahun Satker/Tahun . · · ^- SatkerjTahun Satl{er / Tahun Satl{er /Tahun -· Satker /Tahun Satker/Tahun Satl{er /Tahun 60.440.000 60.440 .000 62. 130. 000 60. 870.000 57.060.000 60.870.000 60.020.000 60.440 .000 64.460. 000 64.460.000 73.970. 000 67.630.000 . .
. (dalam rupiah) MEMILIKI LEBIH DARI 40 PEGAWAI SATUAN . . . - 15) OT .. · - · OT OT OT . .......... . OT OT OT OT OT OT OT OT OT ..... OT OT OT .. - . ^.. . .. . OT OT OT . . . OT OT OT . . . - -- - - - OT OT OT . ^- - - · · ·· OT OT OT OT OT OT ..... OT OT OT BIAYA TA 2016 16) 1 . 530. 000 ....- -- . - · - ---. ---- 1 . 5 10 . 000 1 . 5 1 0 .000 1 . 550 .000 - - -- - - - ^- - - - - - - -- - - 1 . 490.000 1.510.000 1 . 5 10.000 · · · · · - - --- - - . . ^. --· ^- - - ^· - - · ^· ^- ^- ^- ^- ^- ^- - -- - ^- . .. - - ^- ^ - - - - - - - -- - - - - - - - . ^. . ^. . - ·-· - · · 1 . 480.000 1 .5 10.000 1 . 490.000 1 . 530.000 1 . 520.000 1 . 520.000 - · · · · · · · - · · ·· ..... - - - -- 1 . 530.000 1 . 520.000 1 . 520. 000 ·- - · · 1 . 540.000 1 . 520. 000 1 . 520.000 · · · · · - · · . 1 . 520. 000 1 . 490.000 1 . 510.000 1 . 520.000 1 . 520.000 1 . 560.000 . .. . . · · ·· · · ·· · -· ···· 1 . 530. 000 1 . 430.000 1 . 530. 000 . ... . -·· ·· - 1 . 510.000 1 . 520.000 1 .620.000 1 . 620.000 1 . 850. 000 1 . 700.000 MENTER I KEUANGAN REP U BL I K I N DONES IA - 1 3 - 13 SATUAN BIAYA PENGGANTIAN INVENTARIS LAMA DAN/ATAU PEMBELIAN INVENTARIS UNTUK PEGAWAI BARU NO.
1 .
·- --- 3 . 4 . 5. · - - · · · 6 .
· - - · · -· ··· 9. 1 0 . 1 1 . · · · - · · · ·· · · 1 2 . 1 3 . 1 4 . - - - - - . . 1 5. 1 6 . 1 7 . PROVINSI (2) ACEH SUMATERA UTARA ---Ӵ - - - - ·· · · - - - - . R I A U ..........- - KEPULAUAN RIAU J A M B I -- - - - - - - - - - . ·· · · · ·...--- -· · · SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN LAMPUNG · · · -·............ . - - - - - BENGKULU BANGKA BELITUNG B A N T E N -- - · ·· · - - JAWA BARAT D.K.I. JAKARTA JAWA TENGAH - -·- - ---· · · · · D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR B A L I . . . · -- - - ·- · · · - · - - -- - - - -· - --· - - . - - - - - - .. . . · · · · • .. ... .. . ... .... _...- - - - ·- . · - ·-· · ···· -- - ·· · - · - · - - - - - - - - · · - 1 8. NUSA TENGGARA BARAT 1 9 . NUSA TENGGARA TIMUR -- 20. - - - - - - - - 2 1 .
---- - - -· 24.
3 1 .
KALIMANTAN KALIMANTAN KALIMANTAN KALIMANTAN BARAT - - -- - . . · · - · TENGAH SELATAN TIMUR - - ----- - --·- ------· ·····- · · - - - · --·- · · · - ·· - - · · - - - · · -- -- ·- - ---·-- · KALIMANTAN UTARA SULAWESI UTARA GORONTALO - · - . · · - · SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH - - - SULAWESI TENGGARA MALUKU MALUKU UTARA P A P U A PAPUA BARAT - - - - . - - - - -- · - - - - - - - - - - - - - - - - · - · · · - - - - - - · · · ·· - · - · - · · · - · ···· · - - - --· · - - · - · · - - · · - · -·- -· · - - - - - · ·-·---- SATUAN (3) Pegawai/Tahun · - -- __ _ }='hgijki{].'a}11111 Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun -·· - · - - - -·· · · -....
... ·- - - - - · · · -· - - - - - - - -- - ....... _ ...... Pegawai/Tahun PegawaijTahun Pegawai/Tahun - - PegawaijTahun Pegawai/Tahun PegawaijTahun PegawaijTahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun .... PegawaijTahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun PegawaijTahun PegawaijTahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun · - - - - - - · · · - . . - - - - - - - -- - - - PegawaijTahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun Pegawai/Tahun PegawaijTahun Pegawai/Tahun - - - (dalam rupiah) BIAYA TA 2016 - - . - ·-··- ··· ·- · · · ··- · ·· (4) 1 .660.000 1 . 570.000 ·· · · · - · - - - - - · - ····---- 1 . 580.000 1 . 560. 000 1 .6 1 0. 000 - - - --- 1 .600.000 1 . 580.000 1 . 580.000 -- 1 . 570.000 1 . 550.000 1 . 580.000 - - - 1 . 570.000 1 .600. 000 1 . 660. 000 . - - - 1 .650.000 1 . 580. 000 1 .660. 000 . . . - - - .. - - - - - 1 .600.000 1 . 530. 000 1 . 560. 000 . .....· - · - - - - - - 1 .640. 000 1 . 570. 000 1 . 550. 000 -- - - · - --- - . . ...... . - - - -- 1 . 550. 000 1 . 540. 000 1 . 520.000 . . - · -· 1 .480.000 1 . 6 1 0.000 1 . 540.000 . . . 1 .630.000 1 . 700. 000 1 . 750. 000 1 .960.000 1 . 850. 000 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 14 - 14 SATUAN BIAYA PEMELIHARAAN DAN OPERASIONAL KENDARAAN DINAS 14. 1 Kendaraan Dinas Pejabat NO. PROVINSI (1) (2) 14. 1 . 1 PEJABAT NEGARA 14. 1 . 2 PEJABAT ESELON I 14. 1 . 3 PEJABAT ESELON II 14. 1 .3 . 1 ACEH 14. 1 .3.2 SUMATERA UTARA 14. 1 .3.3 R I A U 14. 1 .3.4 KEPULAUAN RIAU --- 14. 1 .3.5 J A M B I 14. 1 .3.6 SUMATERA BARAT 14. 1 . 3.7 SUMATERA SELATAN 14. 1 .3.8 LAMPUNG 14. 1 .3.9 BENGKULU 14. 1 .3. 1 0 BANGKA BELITUNG 14. 1 . 3 . 1 1 B A N T E N 14. 1 . 3 . 1 2 JAWA BARAT 14. 1 .3. 1 3 D.K.I. JAKARTA ---- ---·-- · SATUAN (3) UnitjTahun . · - - - - -------- Unit/Tahun Unit/Tahun . ·- -- -- -- --- - - - Unit/Tahun Unit/Tahun UnitjTahun (dalam rupiah) BIAYA TA 20 16 (4) 4 1 .900.000 ·- 40.000.000 39.850.000 38.420.000 38.530.000 38.280.000 -·-- - ---------- - - - - - - - - ---- - -- Unit/Tahun 39.240.000 Unit/Tahun 39 . 190.000 UnitjTahun 38.550. 000 Unit/Tahun 38.670.000 UnitjTahun 38.580.000 UnitjTahun 38.250.000 - - -- -- - - --- - - - --- - - --- - -- - -- - --- - -- - Unit/Tahun 38.4 10.000 UnitjTahun 38.330.000 38.730.000 --- _ _ l! ^ni !/_ Ta!: t_M---- _ 14. 1 .3 . 14 14. 1 .3. 1 5 14. 1 . 3 . 1 6 14. 1 .3. 1 7 14. 1 .3. 18 14. 1 .3 . 19 14. 1 .3 .20 14. 1 . 3.2 1 14. 1 .3.22 14. 1 .3.23 14. 1 .3.24 14. 1 .3.25 14. 1 .3 .26 14. 1 .3.27 14. 1 .3.28 14. 1 .3.29 14. 1 .3.30 1 4. 1 . 3 . 3 1 14. 1 .3.32 14. 1 .3.33 14. 1 .3.34 JAWA TENGAH D.I. YOGYAKARTA JAWA TIMUR - - - --- ---- B A L I NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN Unit/Tahun UnitjTahun Unit/Tahun ··-- - -------------------------------- - · Unit/Tahun UnitjTahun Unit/Tahun ---------- - ----- UnitjTahun UnitjTahun UnitjTahun - --· - ^- ^ ---- .- - - - - - - - - - ------- KALIMANTAN TIMUR Unit/Tahun KALIMANTAN UTARA UnitjTahun SULAWESI UTARA Unit/Tahun ---------- - ------ - - ------ - - - -- . - - · ------ ---·-···-- ------ GORONTALO Unit/Tahun SULAWESI BARAT Unit/Tahun SULAWESI SELATAN UnitjTahun -------------- - ------ - --- - ---- -·· - ---- - - - - -- - -- -- - ---- -······ - ... - .. - -- ----- - -· SULAWESI TENGAH UnitjTahun SULAWESI TENGGARA UnitjTahun MALUKU Unit/Tahun ----- - - ------------ - -- - -- - - - - - - - - - - ----- --· - - ---- - -- - - - ··- - - ---- - - . - -- MALUKU UTARA Unit/Tahun P A P U A UnitjTahun PAPUA BARAT Unit/Tahun 39.950.000 39.950.000 38.6 1 0.000 · · · · ·- ^--- ^- ^- ^- ^-- ^- ^--- 39.950.000 39. 100.000 37.980.000 - - 38.750.000 38.990.000 38.990.000 -------- - 38. 560. 000 38.560.000 38.480.000 · - ----------- -- - - -- --- - ---· 3 8 . 1 50 . 000 37. 180.000 38.630.000 - - - - - - - - - - -- --- - - - - - - -- ----- 39.050.000 39 .540.000 39. 140.000 · - --- - - - --- - - - · -- --------- --- 38.230.000 38.770.000 38.840. 000 14. 2 Kendaraan Dinas Operasional NO. PROVINSI (1) (2) 1 . ACEH 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU 5. J A M B I 6. SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN 8. LAMPUNG 9. BENGKULU -- - 10. BANGKA BELITUNG 11. B A N T E N 12. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA 14. JAWA TENGAH 15. D.I. YOGYAKARTA --- - --- - -- - ---------------- - 16. JAWA TIMUR 17. B A L I 18. NUSA TENGGARA BARAT -- 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 21. KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA - - -- - - 25. SULAWESI UTARA 26. GORONTALO 27. SULAWESI BARAT 28. SULAWESI SELATAN 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 31. MALUKU 32. MALUKU UTARA 33. P A P U A M ENTE R I KEUANGAN R E P U BLI K I N DO N ESIA - 15 - SATUAN RODA EMPAT (3) (4) Unit/Tahun 34.620.000 Unit/Tahun 33.470.000 Unit/Tahun 33.560.000 DOU BLE GARDAN (5) 37.640.000 36.070.000 36.210.000 - ---------- - - · · · - ·- - · - · - . - - - ------- - Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun 33.350.000 34.130.000 34.100.000 . - ·----- --- - 33.580.000 33.670.000 33 .600.000 · - - ----- - -- - ----- Unit/Tahun 33.330.000 Unit/Tahun 33.410.000 Unit/Tahun 33.350.000 35.930.000 36.970.000 36.930.000 · - ---- 36.200.000 36.330.000 36.230.000 ------- - --- -- - 35.860.000 36.090.000 35.990.000 (dalam rupiah) RODA DUA ( ^6 ) 3.930.000 3.700.000 3.670.000 3. 570.000 3.810.000 3.850.000 3.670.000 3.700.000 3.680.000 --------- 3.610.000 3. 580.000 3.560.000 -- - ----- -- - - ------ - ------- ---- -- - --·· - --- - --- - - - --- - - -·- - ---- . Unit/Tahun Unit/Tahun _ Unit/VW ñ': 1 : ? _ _ Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun _ Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun ---------- Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun ---- - --------- Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/Tahun 33.650.000 34.880.000 34.680.000 - ------- - - - - - ---- - -· - - - · --- · 33.600.000 35.210.000 34.060.000 --- - ---------- ---- 33.140.000 34.160.000 35.710.000 -- · · - - - - ---· - - -- - ·- ···· · · - 34.380.000 34.010.000 33.660.000 -- - ----- - ----- - ---- 33.930.000 33.670.000 32.470.000 -- -- - -----· ----------- 33.630.000 34.450.000 34.880.000 ---- - -------------- 34. 560.000 33.750.000 34.260.000 36.450.000 3.640.000 38.050.000 3.950.000 37.780.000 3.910.000 -- - --- ··-· - - -- - - - - - · - - ------ ------ - -- - ----- -- - 36.280.000 3.650.000 38.400.000 4.110.000 36.810.000 3.810.000 ·---- - -- - 35.550.000 3.580.000 36.360.000 3.760.000 38.290.000 4.150.000 --- - - - ---- - --- - -------- 36.620.000 3.800.000 36.130.000 3.700.000 35.680.000 3.620.000 - ---· · - - ------ - ------- - - · --------- 36.060.000 35.690.000 34.690.000 - --- -- -- - - - - - -- - - - - --- -- - 36.320.000 36.660.000 37.210.000 - - - ----- - - - - - - 36.730.000 35.740.000 36.310.000 3.710.000 3.670.000 3.360.000 3.640.000 3.840.000 3.940.000 3.940.000 3.760.000 4.000.000 - - -- -- - ---- - - - --- ------ . --- - ·-· - ·-···--·· · · --- - - · · · ··-··· ···-··-· - - - -- --- - - - - 34. PAPUA BARAT Unit/Tahun 34.300.000 36.390.000 3.920.000 14.3 Operasional dalam Lingkungan Kantor, Roda 6, Roda 6 Khusus Tahanan Kejaksaan, dan S peed Boat (dalam rupiah) No. Uraian Satuan Biaya TA 20 16 (1) (2) ( ^3 ) (4) 1. Operasional dalam Lingkungan Kantor Unit/Tahun 9.750.000 2. Roda 6 Unit/Tahun 37.110.000 3. Roda 6 Khusus Tahanan Kejaksaan ___ !: !EST/_ TUh_u_l1 __ 40.760.000 - - -- --- - - --·-- - - - - - · - --- -- -- ---· - - - - - . - -· --- - ·--· · · · ---- - - - - . .. - -- - - - . - - - -- .......... .. -- ------- 4. S peed Boat Unit/Tahun 20.240.000 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 16 - 14.4 Kendaraan Dinas Operasional Patroli Jalan Raya (PJR) NO. PROVINSI (1) (2) SATUAN (3) PJR RODA EMPAT (4) PJR RODA DUA (: ; 250 CC) (5) (dalam rupiah) PJR RODA DUA (} 750 CC) (6) 1 . ACEH Unit/Tahun 78.370.000 g h i j k l -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- - 1- -- -- m -- -- -- 1 9 .680.000 47.080.000 _ _ ^2. _ _ ó-î M- í T ìë Y T J\ RA.... .. . . _ ^_ _ _ . t! " ê ! /! ^n .. . 75.920.000 18.960.000 43.840.000 .............· - · · · · ·-........ · · ··· · · · · · · - · · · · 3. R I A U Unit/Talmn 76.090.000 18.890.000 42 . 5 1 0 .000 __ 4 _ . _ 1_ K _ E _ P _ U _ L _ A _ U _ A _ N __ R _ I A ___ U __ __ __ __ __ __ __ _ 1 _ __ U _ n _ it ~ / _ T _ al _ "l _ u_ n __ 1 __ 7 _ 5 _ . _ 6_ 50 _ . _ 0 _ 0 _ 0 1 18.580.00 0 1 _ _ 4 n 0 o . ^7 p 5 q 0 r . s 00 t 0 u 1 - -- é 8 ù -rvf _ ^B _I _ _ . _ _ ^Un ^è ^t/ _ 'f.ah ^u _ ^n 77.330.000 1 9 . 3 10.000 _ 44. 9; 3()-Q()() 6. SUMATERA BARAT UnitjTahun 77.250.000 1 9.450.000 46.750.000 42.480.000 7. SUMATERA SELATAN UnitjTahun 76 . 1 30.000 18.880.000 8. LAMPUNG ....· - .. - . - - ·......... 9 . BENGKULU 10. BANGKA BELITUNG 1 1 . B A N T E N Unit/Tal-: 1un Unit/Tahun Unit/Tahun Unit/T ç un __ 1 2 . JAWA BARAT Unit/Tahun 13. D.K.I. JAKARTA Unit/Tahun 14. J ÷\Y TENGAH . . _ . _...Unit/Talmn 15. D.I. YOGYAKARTA Unit/Tahun 76.340.000 1 8 .960.000 76. 1 80.000 18.900.000 75.620.000 18.700.000 75.790.000 18.580.000 ... . .
650.000 18.530.000 42.900.000 42.570.000 4 1 .420.000 40.820.000.... · - · · · · · ·· · · · · · ·· -- ···-· 40.540.000 76.300.000 18.800.000 42.060.000 78. 9 10.000 19.750.000 47.550.000 78.490.000 1 9 . 6 1 0.000 46.700.000 1 6 . JAWA TIMUR Unit/Tahun 76. 1 90.000 18.800.000 -- Ɩ¡-- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -l- -- -- Ɨ -- -- --l-- Ƙ ƙ ƚ ƛ¡ ---- 42.050.000 17. B A L I Unit/Tahun 79.630.000 20.250.000 5 1 .490.000 45.930.000 --· - - - - - - · ·- · · · · · -- - - · - · · ·-·-.... ...... ... - - · . . - -.... . .. . -- 18. NUSA TENGGARA BARAT Unit/Talmn 77. 1 60.000 19.3 1 0.000 19. NUSA TENGGARA TIMUR Unit/Tahun 75.2 10.000 18.6 1 0.000 4 1 .760.000 20. KALIMANTAN BARAT 2 1 . KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR Unit/Tahun Unit/Talmn Unit/Tahun 77.390.000 1 9 . 1 40.000 44.860.000 80.690.000 20.370.000 52.090.000 77.840.000 1 9 .280.000 45.680.000 Unit/Tahun 77.060.000 18.980.000 43.890.000 _ 2 _ 4 _ . _ 1_ K __ A L _ IM _ A __ N_ TA __ N __ U _ T _ A _ RA __ __ __ __ __ __ __ _ 1 __ _ U _ n _ it / _ T _ al _ "l _ u_ n __ 1 __ 7 _ 6 _ . _ 3_ 10 _ . _ 0_ 0 _ 0 _ __ 1 = ô8·720-00 1 _ _ 4 v 2 w - x 37 y 0 z - { 00 | 0 } 1 25. SULAWESI UTARA Unit/Tahun 76.890.000 18.990.000 43.960.000 _ _?6: _ 9(? RONTALO _ _ Unit/Tahun 76.330.000 18.880.000 _43 .2?().0QO 27. SULAWESI BARAT Unit/Tahun 73.760.000 17.9 1 0.000 36.890.000 28. SULAWESI SELATAN Unit/Tahun 76 .260.000 18.770.000 4 1 .870.000 29. SULAWESI TENGAH Unit/Tahun 78.000.000 19.4 1 0.000 46 .420.000...- - . .
SULAWESI TENGGARA Unit/Tahun 78.920.00: : ..: 0:
1 ^_....c1:
.: c9-'- .7'-1:
.: 0:
.:
00.:
.0:
1 _ _ 4 _ 8 _ .2 _ 0 _ 0 _ .0 _ 0 _ 0 _ 1 _ 3 _ 1 _ . _ 1 _ M _ A _ L _ U _ K _ U __ __ __ __________ 1 _ __ u _ n _ it / _ T _ ah __ u_ n __ 1 __ 7 --' 8 _ ._ 23 ~ _ o _ .-'- o _ oo 1 ---'19.7 g10.oo 1 _ _ 4 7 .0 8 0 · oo o 1 32. MALUKU UTARA Unit/Tahun 76. 5 1 0.000 1 9 . 160.000 43 .940.000 33. P A P U A UnitjTahun 34. PAPUA BARAT Unit/Tahun 77.590.000 1 9 .900.000 48.090.000 77.690.000 19.640.000 46.680.000 14.5 Operasional Kendaraan Dinas Untuk Pengadaan Dari Sewa No.
1 . 2 . - ···-· . 3 . Pejabat Eselon I Pejabat Eselon II.... ·· ·- -· - - ·· · · · · - Uraian (2) ...... . Operasional Kantor dan/ a tau Lapangan (dalam rupiah) Satuan Biaya TA 20 1 6 (3) (4) Unit/Tal-: 1un 30.000.000 UnitjTahun 27.000.000 · · ·· - - . -- - - ---- ·- - Unit/Tahun 25.000.000 MENTER I KEUANGAN REPUBLI K I N DONES IA - 17 - 1 5 SATUAN BIAYA PEMELIHARAAN GEDUNG/ BANGUNAN DALAM NEGERI (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN GEDUNG GEDUNG TIDAK HALAMAN GEDUNG/ BANG UN AN KANTOR BERTINGKAT BERTINGKAT (1) (2) 1 . ACEH - ------ - ·-- m---· - - -----· - · - - - - - - - --- - - - ···· -...- 2. SUMATERA UTARA 3. R I A U 4. KEPULAUAN RIAU - - - - -- - - -- - ^- - --- - ^- -.........•.... . - - - - - . . - - - 5. J A M B I 6 . SUMATERA BARAT 7. SUMATERA SELATAN ( ^3 ) ( ^4 ) - - -- - -- - 1?2/tí"': l_!l_ - ^- - -- - 170.000 m2 jtahun 178.000 m2 jtahun 188.000 m2 jtahun 209.000 - - - - ---- I - - m2 /tahun 18 1.000 m2 jtahun 157.000 m2 jtahtm 187.000 (5) (6) 13 1.000 1 0.000 133.000 10.000 140.000 1 1 .000 156.000 1 1.000.... . · · · · - · · · ·· · · · · · - · · · · - - · 134.000 10.000 107.000 1 0.000 1 26.000 1 1.000 8. LAMPUNG m2 jtahun 186.000 1 12.000 10.000 9. BENGKULU m2 jtahun 163.000 99.000 10.000 - -- l l -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- - l - & -- -- -1 - -- -- -= -- --- -- ------ -- ---æ-()_: _ J?Aø(}!0 _ f3 ELI 'f U å G m2jtahun 182.000 1 1. B A N T E N 1 2. JAWA BARAT 13. D.K.I. JAKARTA ··--·-- ------ - --- - -- --- · · · · · · · · - · · . -- - -- 14. JAWA TENGAH 15. D.l. YOGYAKARTA m2 jtahun 177.000 m2 jtahun 156.000 rr? jtahun 179.000 __ m2 jtahun 155.000 1 15.000 126.000 89.000 133.000 87.000 87.000 1 1 .000 10.000 10.000 1 1.000 - -- - -- - · · · · - -.... - · · · · - - ·· · · - - .
000 10.000 m2 jtahun 151 .000 --1 -------- 1 -------- 1 m2 jtah1: m _ 173.000 16. JAWA TIMUR 17. B A L I 1 8. NUSA TENGGARA BARAT 19. NUSA TENGGARA TIMUR 20. KALIMANTAN BARAT 2 1. KALIMANTAN TENGAH 22. KALIMANTAN SELATAN 23. KALIMANTAN TIMUR 24. KALIMANTAN UTARA 25. SULAWESI UTARA m2 jtahun 177.000 m2 jtalmn 195.000 m2 jtahu11 178.000 m2 jtahun 178.000 m2 jtahun 204.000 m2 jtahun 175.000 m2 jtahun 188.000 m2 jtahun 188.000 J?2/ tahun _ _ 177.000 26. GORONTALO m2 jtahun 169.000 27. SULAWESI BARAT m2 jtal mn 193.000 1- -- r l-- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- - 1' ( ) *1 28. SULAWESI SELATAN m2 /tahun 165.000 29. SULAWESI TENGAH 30. SULAWESI TENGGARA 3 1. MALUKU m2 jtalmn 195.000 m2 jtal1un 17 1.000 m2/talmn 202.000 128.000 10.000 - - ---- ·- · ·· - - · - ------ - - · · ··- ···· ·-- - 13 1.000 10.000 134.000 10.000 1 16.000 1 0.000 1 16.000 1 0.000 130.000 1 1.000 1 -------- 1 120.000 1 1 .000 . .. ^. · - 177.000 10.000 177.000 1 0.000 10 1.000 10.000 · - · · ·· · - . .. - - - - 1 1 1 .000 14.000 143.000 1 1.000 1 -------- 1 1 19.000 1 0.000 145.000 1 1 .000 125.000 10.000 14 1.000 14.000 32. MALUKU UTARA m2 jtahun 205.000 137.000 14.000 1 ---- ----- 1 -------- 1 33. P A P U A m2jtalmn 399.000 227.000 14.000 --- 11 ----------------- 1 2 1 -------- 1 -------- - 34. PAPUA BARAT m jtalmn 514.000 38 1 .000 1 9.000 MENTER I KEUANGAN 16 SATUAN BIAYA SEWA GEDUNG PERTEMUAN NO. PROVINSI SATUAN (1) 1 . --··· · · ·-- 2 . 3 .
· ·-· 5.
-- 7. ---·- · · ·· - 8. 9 . 1 0 . ·· -- 1 1 . 1 2 . 1 3. ACEH · · ·-····- ... . ---····-·· - · - .. SUMATERA R I A U KEPULAUAN - - - · ·· . - - - · - J A M B I - SUMATERA · ·· · ···- · · · · · · · · · · · - UTARA RIAU . · - · BARAT (2) . . . - -.... . . SUMATERA SELATAN ....- · - ·-· . LAMPUNG BENGKULU -.... - · . BANGI<A BELITUNG - - · · · --... B A N T E N JAWA BARAT D.K.I. JAI<ARTA . . .
... - - - - - --· ··· - · · ....... · · · · · - - . - -- -........ .. . .. . · · · ·· 1 4 . 1 5. 1 6 . · · · · - · 17. 1 8 . 1 9 . - · · · · ·- · 20. 2 1 .
--- - - - 23.
-- 28. · - · - - - 29.
3 1 . - 32. 3 3 .
JAWA TENGAH D.I. YOGYAI<ARTA JAWA TIMUR ..... . B A L I NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR ···- · - · · · · - · · · · · - · · · I<ALIMANTAN I<ALIMANTAN .. . .. . . - BARAT TENGAH . . . I<ALIMANTAN SELATAN ··· · · · · · · - . . - - - I<ALIMANTAN TIMUR I<ALIMANTAN UTARA SULAWESI .. .. . · · · · · · · · · - UTARA GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN - · . .. -- · · - - - . - · · · ·· · - - - ·.... - - · · · · · · · · SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU ·- . . MALUKU UTARA P A P U A PAPUA BARAT -.... - - · · - - . . · ·· ·-·· . . ...... ···-- - · - · · - - -· - - - · · - ·-··· - · - ·- · · - . - --- -- - - - - . . - · · - - -·-·· · - - · · · · - · - (3) Per hari · -...-· Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari Per hari . . - - .. .
.
. . - . · ··-··· (dalam rupiah) BIAYA TA 2016 (4) · - - · · - · · · - - · . . . · · - - ^· - - · · - --- - - . ·- · · --· - - ·· . . . 8 . 500. 000 ....- - ·· - -- -- - - ------ 1 1 . 000. 000 9. 1 1 8.000 7.843.000 - - --- - - - 1 1 .250. 000 1 7 . 620.000 1 2 . 325.000 1 0. 000. 000 8.250.000 7. 300. 000 · · ·· · · · - 8 . 360.000 1 8 . 750.000 2 1 .875. 000 - - · · ·-- --- - - · ····· · 1 3 . 1 25. 000 1 2 . 5 1 6 .000 1 0. 1 00. 000 ..... . . - - 1 5. 000.000 9.250.000 8.705.000 . - - - - - - - - 8 .750. 000 9. 375. 000 8. 750.000 - · 8.475. 000 7. 700.000 1 8.400. 000 · · · - · · 8. 875.000 7.200.000 1 0. 500. 000 - · · · · - ·- 1 0.675. 000 9.000. 000 8. 000. 000 · · · ·· · · · - 8.000. 000 1 5. 000. 000 1 8 .350.000 MENTER I KEUANGAN REPU BLI K I N DONES IA 17 SATUAN BIAYA TAKSI PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI NO . PROVINSI (1) (2) 1 . ACEH - - ^- -- - - ^- - - ^- - · - - · · · · · 2. 3. 4. 5 . 6 . 7 . 8 . 9.
1 1 . 12. 13. 14. 1 5 . 16. - - - - - - - - - - - 17. 18. 19.
.......
2 1 . 22. · ^· · ·· ^· - · ·· · 23. 24. 25. -- - - - - · · - 26. 27. 28. 29. 30. 3 1 . - - 32. 33. 34. SUMATERA UTARA R I A U KEPULAUAN RIAU - - - · -·· · ···· - J A M B I - -· SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN ....- - - · ^· ^· · - ·· - - · LAMPUNG BENGKULU BANGI(A BELITUNG B A N T E N JAWA BARAT D . K . I . JAI<ARTA JAWA TENGAH D . I . YOGYAI<ARTA JAWA TIMUR . . . . - -- - - - - - - - - - B A L I - - . ----· NUSA TENGGARA NUSA TENGGARA . . . . ·· -·· · ·· . BARAT TIMUR - - - I<ALIMANTAN BARAT I<ALIMANTAN I<ALIMANTAN - - - - . I<ALIMANTAN I<ALIMANTAN TENGAH SELATAN TIMUR UTARA SULAWESI UTARA · · · · · · · · · . - - - ^- GORONTALO SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN - - - - - SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA MALUKU -- MALUKU UTARA P A P U A PAPUA BARAT . · · - · · ·· - - - - - -- - · · · · · · ·- · · ·- .. SATUAN ( ^3 ) Orang/Kali Orang[Kali Orang/Kali - -- ^Orang/Kali _ Orang[Kali Orang/Kali __ __ Qrang/Kali Orang/Kali Orang/Kali - - - - - ^Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali -- - · · · · · · · -· · - · _ Orang/Kali - - - - -- - - - · · · · · - - - ·- · · - - -- - - ·· ·· · - · · · · · - · · ··· - · · . . .. ^-- -- - -- --· -· · -· --- - · - - · - - . . .. · - --- - - ---- · · · ·-· . . Orang/Kali Orang/Kali _ _ Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali Orang[Kali Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali - - ^Orang/Kali - - Orang[Kali Orang/Kali _ ^OrangjKali Orang/Kali Orang/Kali Orang/Kali _ _ Orang/Kali Orang[Kali Orang/Kali (dalam rupiah) BIAYA TA 20 1 6 ..... - - -- - · · - · - - .... (4 ^) - - ^120.000 - · ^- 232.000 75.000 120.000 120.000 190.000 125.000 ..... .
. · - ·- 145.000 95.000 90.000 306.000 1 40.000 1 70.000 75.000 94.000 1 48.000 . . . - -.... . . 1 50.000 2 13 .000 80.000 1 07.000 90.000 1 00.000 80.000 75.000 1 10.000 ....
000 2 1 7.000 145.000 75.000 1 3 1 .000 2 1 0.000 174.000 355.000 1 45.000 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA 1 8 SATUAN BIAYA TIKET PESAWAT PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI (PP) (dalam rupiah) NO KOTA SATUAN BIAYA TIKET ASAL TUJUAN BISNIS EKONOMI I l l 1 2 1 1 3 ) ( ^4 ) 1 5 ) 1 . JAKARTA AMBON 1 3 .285.000 7.08 1 .000 2. JAKARTA BALIKPAPAN 7.4 1 2 . 000 3 . 797. 000 3 . JAKARTA BANDA ACEH 7 . 5 1 9 . 000 4.492. 000 4. JAKARTA BANDAR LAMPUNG 2 . 407. 000 1 . 583 . 000 5. JAKARTA BANJARMASIN 5.252 . 000 2 . 995.000 6. JAKARTA BAT AM 4.867.000 2 . 888.000 7. JAKARTA BENGKULU 4.364.000 2 . 62 1 . 000 8. JAKARTA BIAK 1 4.065.000 7. 5 1 9 .000 9 . JAKARTA DENPASAR 5.305.000 3.262.000 1 0 . JAKARTA GORONTALO 7.23 1 . 000 4.824. 000 1 1 . JAKARTA JAMB I 4.065.000 2 . 460. 000 1 2 . JAKARTA JAYAPURA 1 4. 568. 000 8 . 1 93 . 000 1 3 . JAKARTA JOGJAKARTA 4. 1 07 . 000 2.268.000 1 4. JAKARTA KENDARI 7. 658.000 4. 1 82 . 000 1 5. JAKARTA KUPANG 9 . 4 1 3 . 000 5.08 1 . 000 1 6 . JAKARTA MAKASSAR 7.444.000 3 . 829. 000 1 7 . JAKARTA MALANG 4 . 599. 000 2 . 695.000 1 8 . JAKARTA MAMUJU 7 . 295.000 4.867.000 1 9 . JAKARTA MAN ADO 1 0 . 824. 000 5. 1 02 . 000 20. JAKARTA MANOKWARI 1 6 . 22 6 . 000 1 0 . 824.000 2 1 . JAKARTA MATARAM 5.3 1 6 . 000 3 . 230. 000 22. JAKARTA ME DAN 7. 2 52 . 000 3 . 808. 000 23. JAKARTA PADANG 5 . 530.000 2.952.000 24. JAKARTA PALANGKARAYA 4.984. 000 2 .984. 000 25. JAKARTA PALEMBANG 3 . 8 6 1 . 000 2.268.000 2 6 . JAKARTA PALU 9 . 348 . 000 5. 1 1 3 . 000 27. JAKARTA PANGKAL PINANG 3 . 4 1 2 . 000 2 . 1 39 . 000 28. JAKARTA PEKANBARU 5. 583. 000 3 . 0 1 6 . 000 29. JAKARTA PONTIANAK 4.353.000 2 . 78 1 . 000 30. JAKARTA SEMARANG 3 . 8 6 1 . 000 2 . 1 82 . 000 3 1 . JAKARTA SOLO 3 .86 1 . 000 2 . 342 . 000 32. JAKARTA SURABAYA 5.466.000 2 . 674. 000 33. JAKARTA TERN ATE 1 0 . 00 1 . 000 6 . 664. 000 34. JAKARTA TIMIKA 1 3 . 830.000 7.487. 000 35. AMBON DENPASAR 8.054.000 4.47 1 . 000 3 6 . AMBON JAYAPURA 7.434. 000 4. 1 6 1 . 000 37. AMBON KENDARI 4.824. 000 2 . 856.000 38. AMBON MAKASSAR 6 . 022.000 3 . 455. 000 39. AMBON MANOKWARI 5. 1 77 . 000 3 . 027.000 40. AMBON PALU 6. 1 40 . 000 3 . 508 . 000 4 1 . AMBON SORONG 3 . 637. 000 2 . 257.000 42. AMBON SURABAYA 8 . 803 . 000 4.845.000 43 . AMBON TERN ATE 4.022. 000 2 . 449 . 000 44. BALIKPAPAN BANDA ACEH 1 2 . 739. 000 6 . 749 . 000 45. BALIKPAPAN BAT AM 1 0 . 354.000 5.305.000 NO ASAL I l l (2) 46. BALIKPAPAN 47. BALIKPAPAN 48. BALIKPAPAN 49 . BALIKPAPAN 50. BALIKPAPAN 5 1 . BALIKPAPAN 52. BALIKPAPAN 53. BALIKPAPAN 54. BALIKPAPAN 55. BALIKPAPAN 56. BALIKPAPAN 57. BALIKPAPAN 58. BALIKPAPAN 59. BANDA ACEH 60. BANDA ACEH 6 1 . BANDA ACEH 62. BANDA ACEH 63. BANDA ACEH 64. BANDA ACEH 65. BANDA ACEH 6 6 . BANDA ACEH 67. BANDA ACEH 68. BANDA ACEH 69. BANDAR LAMPUNG 70. BANDAR LAMPUNG 7 1 . BANDAR LAMPUNG 72 . BANDAR LAMPUNG 73. BANDAR LAMPUNG 74. BANDAR LAMPUNG 75. BANDAR LAMPUNG 76. BANDAR LAMPUNG 77. BANDAR LAMPUNG 78. BANDAR LAMPUNG 79 . BANDAR LAMPUNG 80. BANDAR LAMPUNG 8 1 . BANDAR LAMPUNG 82. BANDAR LAMPUNG 83. BANDAR LAMPUNG -- 84. BANDAR LAMPUNG 85. BANDAR LAMPUNG 8 6 . BANDAR LAMPUNG 87. BANDAR LAMPUNG 88. BANDAR LAMPUNG 8 9 . BANDAR LAMPUNG 90. BANDAR LAMPUNG 9 1 . BANDAR LAMPUNG MENTER ! KEUANGAN REP U BLI K I N DONES IA - 2 1 - KOTA TUJUAN (3) DENPASAR JAYAPURA JOGJAKARTA MAKASSAR MAN ADO ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA DENPASAR JAYAPURA JOGJAKARTA MAKASSAR MAN ADO PONTIANAK SEMARANG S OLO SURABAYA TIMIKA BALIKPAPAN BANDA ACEH BANJARMASIN BAT AM BIAK DENPASAR JAYAPURA JOGJAKARTA KENDARI MAKASSAR MALANG MAN ADO MATARAM ME DAN PADANG PALANGKARAYA PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK SEMARANG SOLO SURABAYA TIMII(A (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TIKET BISNIS EKONOMI (4) (5) 1 0 . 739.000 5. 648. 000 1 9 . 07 1 . 000 1 0 . 08 6 . 000 9 . 669 . 000 4.749 . 000 1 2 . 664. 000 6 . 1 50 . 000 1 5. 702.000 7.295. 000 1 2 . 493. 000 6 . 1 40.000 1 0 . 942 . 000 5.369. 000 9 . 445. 000 4.749. 000 1 0 . 99 6 . 000 5.423. 000 9 . 445. 000 4. 674. 000 9 . 445. 000 4.8 1 3 .000 1 0 . 889 . 000 5. 1 1 3 . 000 1 8 . 408 .000 9 . 445.000 1 0 . 835.000 6 .279 . 000 1 9 . 1 67 . 000 1 0 . 7 1 7. 000 9 . 765.000 5.380.000 1 2 . 760. 000 6 . 78 1 . 000 1 5 . 798.000 7.92 6 . 000 9.990 . 000 5. 840. 000 9 . 530. 000 5.305. 000 9 . 530. 000 5.444.000 1 0 . 985.000 5 . 744. 000 1 8 . 504. 000 1 0 . 076. 000 8 . 1 29 . 000 4. 1 29 . 000 8 . 225. 000 4.760. 000 6 . 1 93 . 000 3 . 4 1 2 . 000 5.840.000 3 . 3 1 6 . 000 14. 1 1 9 . 000 7.487. 000 6 . 2 3 6 . 000 3 . 647 . 000 1 4. 568.000 8 . 097.000 5. 1 55. 000 2 . 760.000 8.354. 000 4.482.000 8 . 1 6 1 . 000 4. 1 6 1 . 000 5 . 594. 000 3 . 1 34. 000 1 1 . 1 9 9 . 000 5.305. 000 6 . 246. 000 3 . 62 6 . 000 7. 979 . 000 4. 1 50 . 000 6 . 439.000 3 .380. 000 5. 947. 000 3 . 40 1 . 000 4.93 1 . 000 2 . 760. 000 6 . 482. 000 3 . 433.000 5.380. 000 3 .220 . 000 4.93 1 . 000 2 . 685. 000 4.93 1 .000 2 . 824.000 6 . 3 8 6 . 000 3 . 1 23 . 000 -·-- 1 3 .905.000 7.455.000 NO ASAL I l l (2) 92. BANDUNG 93. BANDUNG 94. BANDUNG 95. BANDUNG 9 6 . BANDUNG 97. BANDUNG 98. BANDUNG 99. BANDUNG 1 00 . BANDUNG 1 0 1 . BANDUNG 1 02 . BANDUNG 1 03 . BANDUNG 1 04. BANDUNG 1 05. BANJARMASIN 1 0 6 . BANJARMASIN 1 07 . BANJARMASIN 1 08 . BANJARMASIN 1 09 . BANJARMASIN 1 1 0 . BANJARMASIN 1 1 1 . BANJARMASIN 1 1 2 . BANJARMASIN 1 1 3 . BANJARMASIN 1 1 4. BANJARMASIN 1 1 5. BANJARMASIN 1 1 6 . BANJARMASIN 1 1 7. BANJARMASIN 1 1 8 . BANJARMASIN 1 1 9 . BAT AM 120. BAT AM 1 2 1 . BAT AM 1 22 . BAT AM 1 2 3 . BAT AM 1 24. BAT AM 1 2 5 . BAT AM 1 2 6 . BAT AM 127. BAT AM 1 28 . BAT AM 1 2 9 . BAT AM 1 30 . BAT AM 1 3 1 . BAT AM 1 3 2 . BAT AM 1 3 3 . BAT AM 1 34. BENGKULU 1 35. BIAK 1 3 6 . BIAK 1 37. BIAK 1 38 . BIAK MENTERI KEUANGAN REP U BLI K I N DONES IA - 22 - KOTA TUJUAN ( ^3 ) BAT AM DENPASAR JAKARTA JAMB I JOGJAKARTA PADANG PALEMBANG PANGKAL PINANG PEKANBARU SEMARANG SOLO SURABAYA TANJUNG PANDAN BANDA ACEH BAT AM BIAK DENPASAR JAYAPURA JOGJAKARTA ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA BANDA ACEH DENPASAR JAYAPURA JOGJAKARTA MAKASSAR MAN AD O ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA PALEMBANG BALIKPAPAN BANDA ACEH BAT AM DENPASAR (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TIKET BISNIS EKONOMI ( ^4 ) ( ^5 ) 6 .289 . 000 3 . 583. 000 5 . 62 6 . 000 3 .252. 000 2 . 064.000 1 .476 . 000 5.006. 000 2 . 94 1 . 000 3 . 3 6 9 . 000 2 . 1 29 . 000 6 . 1 29 . 000 3 . 508.000 4.385.000 2 . 63 1 . 000 4. 599 . 000 2 . 738.000 6 . 525. 000 3 . 70 1 . 000 3 . 027.000 1 . 957. 000 3 . 647. 000 2 .268.000 4.824. 000 2 . 856. 000 4.439 .000 2 . 663 . 000 1 0 . 792. 000 6 . 022.000 8 . 407.000 4. 578. 000 1 6 . 68 6 . 000 8 . 749. 000 8 . 792.000 4.920. 000 1 7 . 1 3 5.000 9 . 359 . 000 7 . 723 . 000 4. 022 . 000 1 0 . 546. 000 5 . 4 1 2 . 000 9 . 006.000 4. 642 . 000 7.498 . 000 4. 022 . 000 9 . 049 . 000 4.696.000 7.498. 000 3.958.000 7.498. 000 4.097.000 8 . 942 . 000 4.385.000 1 6 .472. 000 8 . 7 1 7 . 000 1 0 . 439 . 000 5.936.000 8 . 450. 000 4.824.000 1 6 . 782. 000 9.263.000 7. 370. 000 3.936.000 1 0 .375.000 5.337.000 1 3 . 4 1 3 . 000 6 . 482. 000 1 0 . 1 93 . 000 5.3 1 6 . 000 8 . 6 53 . 000 4 . 546 . 000 7. 1 45.000 3.936.000 8 . 707. 000 4 . 599. 000 7. 594. 000 4.396 . 000 7. 1 45.000 3 . 8 6 1 . 000 7. 1 45.000 4. 000. 000 8 . 600.000 4.300.000 1 6 . 1 1 9 .000 8 . 62 1 . 000 2 . 899 . 000 1 .893 . 000 1 8 . 622 . 000 9 . 477. 000 1 8 . 7 1 8 . 000 1 0 . 1 08 . 000 1 6 .333.000 8 . 664. 000 1 6 . 729.000 8.995.000 NO ASAL (1) ( ^2 ) 1 3 9 . BIAK 1 40. BIAK 1 4 1 . BIAK 1 42 . BIAK 1 43 . BIAK 1 44. BIAK 1 45. BIAK 1 4 6 . BIAK 1 47. BIAK 1 48 . BIAK 1 49 . DENPASAR 1 50 . DENPASAR 1 5 1 . DENPASAR 1 52 . DENPASAR 1 53 . DENPASAR 1 54. DENPASAR 1 55 . DENPASAR 1 56 . DENPASAR 1 57 . DENPASAR 1 58 . DENPASAR 1 59 . DENPASAR 1 60. DENPASAR 1 6 1 . JAMB I 1 62 . JAMB I 1 63 . JAMB I 1 64. JAMB I 1 65 . JAMB I 1 66 . JAMB I 1 67 . JAMBI 1 68 . JAMB I 1 69 . JAMB I 1 70 . JAMB I 1 7 1 . JAMB I 1 72 . JAMB I 1 73 . JAMB I 1 74. JAYAPURA 1 75. JAYAPURA 1 7 6 . J A Y A PU RA 1 77. JAYAPURA 1 78 . JAYAPURA 1 79 . JAYAPURA 1 80 . JAYAPURA 1 8 1 . JAYAPURA 1 82 . JOGJAKARTA 1 83 . JOGJAKARTA 1 84. JOGJAKARTA 1 85. JOGJAKARTA MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 23 - KOTA TUJUAN ( ^3 \ JAYAPURA JOGJAKARTA MAN AD O ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK SURABAYA TIMIKA JAYAPURA KUPANG MAKASSAR MAN ADO MATARAM ME DAN PADANG PALANGKARAYA PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK TIMIKA BALIKPAPAN BANJARMASIN DENPASAR JOGJAKARTA KUPANG MAKASSAR MALANG MAN AD O PALANGKARAYA PONTIANAK SEMARANG SOLO SURABAYA JOGJAKARTA MAN ADO ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK TIMIKA DENPASAR MAKASSAR MAN AD O ME DAN (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TIKET BISNIS EKONOMI (4) 15\ 3 . 6 1 5 . 000 2 . 32 1 . 000 1 5 . 648 . 000 8 . 1 08 . 000 1 1 . 734. 000 6 . 353 .000 1 8 . 472. 000 9 . 498. 000 1 6 . 932 . 000 8 . 728. 000 1 5. 424. 000 8 . 1 08 . 000 1 6 .985. 000 8 . 78 1 . 000 1 5. 873. 000 8 . 568. 000 1 2 . 782.000 7 . 08 1 . 000 5.808.000 3 . 444.000 1 1 . 680 . 000 6 . 845. 000 5 . 09 1 . 000 2 . 952 . 000 4. 1 82 . 000 2 . 63 1 . 000 7.85 1 . 000 4.278. 000 1 . 840. 000 1 . 390. 000 1 0 . 589. 000 5. 658. 000 9 . 049 . 000 4.888.000 8 . 557. 000 4. 909. 000 7 . 54 1 . 000 4.278 . 000 9 . 092. 000 4.942 . 000 7.990.000 4. 738 . 000 1 0 . 1 40 . 000 6 . 1 29 . 000 7 . 733. 000 4.407. 000 7. 690. 000 4. 1 93 . 000 7 . 733 . 000 4.439. 000 6 . 6 53 . 000 3 . 55 1 . 000 1 1 .434. 000 6 . 075.000 --- -- 9 . 659 . 000 4.952 . 000 7 . 09 1 . 000 3.925.000 1 2 . 707. 000 6 . 097. 000 7.444.000 4. 1 93 . 000 6 . 878.000 4. 0 1 1 . 000 6 . 428. 000 3 . 476 . 000 6 . 428.000 3 . 6 1 5 . 000 7.883. 000 3 . 9 1 5. 000 1 3 .274. 000 7. 690.000 22. 1 09 . 000 1 1 .263. 000 1 8 . 932. 000 1 0 . 097.000 1 7.38 1 . 000 9 . 327.000 1 5.873 . 000 8 . 7 1 7. 000 1 7.43 5 . 000 9 .380. 000 1 6 .322 . 000 9 . 1 77 . 000 3 . 6 1 5. 000 2 . 289. 000 3 . 8 6 1 . 000 2 . 48 1 . 000 6 . 52 5 . 000 3 . 893 . 000 1 0 . 53 6 . 000 5. 722 . 000 9 . 5 1 9 . 000 4. 770. 000 NO ASAL (1) (2) 1 8 6 . JOGJAKARTA 1 87. JOGJAKARTA 1 88 . JOGJAKARTA 1 89 . JOGJAKARTA 190. JOGJAKARTA 1 9 1 . KENDARI 1 9 2. KENDARI 1 9 3 . KENDARI 1 94. KENDARI 1 9 5 . KENDARI 1 9 6 . KENDARI 197. KENDARI 198. KENDARI 1 9 9. KENDARI 200. KENDARI 20 1 . KENDARI 202. KUPANG 203. KUPANG 204. KUPANG 205. KUPANG 206. KUPANG 207. MAKASSAR 208. MAKASSAR 209. MAKASSAR 2 1 0. MAKASSAR 2 1 1 . MAKASSAR 2 1 2 . MALANG 2 1 3 . MALANG 2 1 4. MALANG 2 1 5. MALANG 2 1 6 . MALANG 2 1 7. MALANG 2 1 8 . MALANG 2 1 9 . MALANG 220. MALANG 22 1 . MALANG 222. MALANG 223 . MALANG 224. MALANG -- 225. MALANG 226. MALANG 227. MAN ADO 228. MAN ADO 229. MAN AD O 230. MAN AD O 23 1 . MAN ADO MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 24 - KOTA TUJUAN (3) PADANG PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK TIMIKA BANDA ACEH BAT AM DENPASAR JOGJAKARTA PADANG PALEMBANG PEKANBARU SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA JAYAPURA JOGJAKARTA MAKASSAR MAN ADO SURABAYA BIAK JAYAPURA KENDARI MAN ADO TIMIKA BALIKPAPAN BANDA ACEH BANJARMASIN BAT AM BIAK JAYAPURA KENDARI MAKASSAR MAN ADO ME DAN PADANG PALANGKARAYA PALEMBANG PEKANBARU TIMIKA ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TIKET BISNIS EKONOMI ( ^4 ) ( ^5 ) 7.969.000 4.000.000 6 . 460.000 3 . 380.000 8 . 022.000 4.054.000 6 . 9 1 0 . 000 3 . 840 . 000 1 1 . 894. 000 7.038.000 1 2 . 9 53 . 000 7. 1 02 . 000 1 0 . 568. 000 5 . 6 58 . 000 5.455.000 3 .273.000 8 . 1 29 . 000 4.70 6 . 000 1 1 . 1 67.000 5 .722.000 9 . 6 59. 000 5. 1 02 . 000 1 1 .220.000 5 .776 . 000 9 . 6 59 . 000 5 .027. 000 9 . 6 59 . 000 5. 1 6 6. 000 1 1 . 1 03 . 000 5.46 6 . 000 1 8 . 633.000 9 . 798.000 14.386.000 8. 1 08 . 000 7.348. 000 4. 1 82 . 000 7. 637. 000 4.3 1 1 . 000 1 1 . 648. 000 6 . 1 40 . 000 6 . 749 . 000 3 . 722. 000 8 . 493. 000 4.93 1 . 000 1 0 . 1 93 . 000 5 . 787. 000 2 . 663.000 1 . 78 6 . 000 5.327.000 2.909 . 000 1 1 . 72 3 . 000 6 . 567. 000 1 0 . 1 08 . 000 5. 1 34. 000 1 0 . 204.000 5.765.000 8 . 1 6 1 . 000 4.407. 000 7.8 1 9 . 000 4. 3 1 1 . 000 1 6 . 087. 000 8 . 482.000 1 6 . 53 6 . 000 9 . 092.000 1 0 . 322.000 5.487.000 1 0 . 1 29 . 000 5. 1 6 6 . 000 1 3 . 1 67.000 6 .3 1 1 . 000 9 . 9 58 . 000 5 . 1 45. 000 8 . 4 1 8 . 000 4.385.000 7. 9 1 5 . 000 4.407.000 6 . 899 . 000 3 . 765.000 8.46 1 . 000 4.439.000 1 5. 873 . 000 8 . 46 1 . 000 1 5 . 552. 000 7.3 1 6 . 000 14.0 1 2 . 000 6 . 546. 000 1 2 . 504. 000 5.926.000 -- 14.055.000 6. 599. 000 1 2 . 9 53 . 000 6.396.000 NO ASAL ( ^1 ) ( ^2 ) 232. MAN ADO 233 . MAN ADO 234. MAN ADO 235. MAN ADO 2 3 6. MATARAM 237. MATARAM 238. MATARAM 239. MATARAM 240. MATARAM 24 1 . MATARAM 242. MATARAM 243. MATARAM 244. MATARAM 245. MATARAM 246 . MATARAM 247. MATARAM 248. MATARAM 249 . MATARAM 250. MATARAM 25 1 . ME DAN 252. ME DAN 253. ME DAN 2 54. ME DAN 255. ME DAN 256. ME DAN 257. ME DAN 258. PADANG 259. PADANG 260. PADANG 2 6 1 . PADANG 262. PADANG 263. PADANG 264. PALANGKARAYA 265. PALANGKARAYA 2 6 6 . PALANGKARAYA 267. PALANGKARAYA 268. PALANGI{.ARA Y A 269. PALANG l{.ARA Y A -- 27 0 . PALANGI{.ARA Y A 27 1 . PALANGI{.ARA Y A 272. PALAN Gl{.ARA Y A 273 . PALANGI{.ARA Y A 274. PALANGI{.ARA Y A 275. PALEMBANG 276. PALEMBANG 277. PALEMBANG MENTER I KEUANGAN REP U BL I K I N DONES IA - 25 - KOTA TUJUAN ( ^3 ) SEMARANG SOLO SURABAYA ··ӳ TIMIKA BALIKPAPAN BANDA ACEH BANJARMASIN BAT AM BIAK JAYAPURA JOGJAKARTA MAK.ASSAR MAN AD O ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK SURABAYA BANDA ACEH MAKASSAR PONTIANAK SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA MAKASSAR PONTIANAK SEMARANG SOLO SURABAYA TIMII{.A BANDA ACEH BAT AM JO GJAKARTA MATARAM ME DAN PADANG PALEMBANG PEI{.ANBARU SEMARANG SOLO SURABAYA BALIKPAPAN MAI{.ASSAR PONTIANAK (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TIKET BISNIS EKONOMI 1 4 ) (5) 1 2 . 504.000 5.85 1 . 000 1 2 . 504. 000 5.990. 000 9 . 937.000 5.262 . 000 1 6 . 1 83 . 000 8 . 995. 000 1 0 .750 . 000 5. 6 1 5 . 000 1 0 . 846.000 6.246 . 000 8 . 803 . 000 4. 888 . 000 8.46 1 . 000 4.803 . 000 1 1 . 552 . 000 6 . 546 . 000 1 3 . 092.000 7.327.000 • 4.4 1 7 .000 2 . 78 1 . 000 4.7 1 7. 000 2 . 909.000 8 . 7 1 7 . 000 4. 738 . 000 1 0 . 600.000 5. 637. 000 9.060.000 4.867.000 7 . 5 5 1 . 000 4.246 . 000 9 . 102 . 000 4.909 . 000 8 . 00 1 . 000 4.706. 000 3 . 829 . 000 2 . 32 1 . 000 3 .466 . 000 2 . 1 93 .000 1 2 . 5 1 4. 000 6 . 1 72 . 000 9 . 733.000 5.230. 000 9 . 284.000 4.696.000 9 . 284. 000 4.835.000 1 0 . 739 . 000 5. 1 34.000 1 8 . 258. 000 9 . 455.000 1 0. 974.000 5.402 . 000 8 . 1 93 . 000 4.460.000 7. 744. 000 3 . 925.000 7.744.000 4.065.000 9 . 1 99 . 000 4.364.000 1 6 . 7 1 8 . 000 8 . 685. 000 1 0 . 546. 000 6 . 022.000 8 . 1 6 1 . 000 4 .578. 000 7.477.000 4.022 . 000 8 . 557. 000 4. 888. 000 1 0 . 300.000 5.4 1 2 . 000 8 . 760. 000 4. 642 . 000 7 . 2 52 . 000 4.022 . 000 8 . 803. 000 4.696.000 7.252 . 000 3 . 947. 000 - 7.252 . 000 4.08 6 . 000 8 . 69 6 . 000 4.385. 000 9 . 894.000 5.220. 000 9.466.000 4.78 1 . 000 6 . 685. 000 3 . 840.000 NO ASAL (1) ( ^2 ) 278. PALEMBANG 279 . PALEMBANG 280. PALEMBANG 28 1 . PALEMBANG 282 . PALU 283 . PALU 284. PALU 285. PALU 286. PALU 287. PANGKAL PINANG 288. PANGKAL PINANG 289 . PANGKAL PINANG 290. PANGKAL PINANG 29 1 . PANGKAL PINANG 292 . PANGKAL PINANG 293. PANGKAL PINANG 294. PANGKAL PINANG 295. PANGKAL PINANG 296. PANGKAL PINANG 297. PANGKAL PINANG 298. PANGKAL PINANG 299. PANGKAL PINANG 300. PANGKAL PINANG 30 1 . PEKANBARU 302. PEKANBARU 303. PEKANBARU 304. PEKANBARU 305. PEKANBARU 306. PONT JANAK 307. PONTIANAK 308. PONTIANAK 309 . PONTIANAK 3 1 0 . PONTIANAK 3 1 1 . SEMARANG 3 1 2 . SOLO 3 1 3 . SURABAYA 3 1 4. SURABAYA 3 1 5. SURABAYA 3 1 6 . SURABAYA MENTER I KEUANGAN REPU BL I K I N DONES IA - 26 - KOTA TUJUAN ( ^3 ) SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA MAKASSAR PO SO SORONG SURABAYA TOLl-TOLl BALIKPAPAN BANJARMASIN BAT AM JO GJAKARTA MAKASSAR MAN ADO ME DAN PADANG PALEMBANG PEKANBARU PONTIANAK SEMARANG SOLO SURABAYA PONTIANAK SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA MAKASSAR SEMARANG SOLO SURABAYA TIMIKA MAKASSAR MAKASSAR DENPASAR JAYAPURA MAKASSAR TIMIKA (dalam rupiah) SATUAN BIAYA TIKET BISNIS EKONOMI ( ^4 ) ( ^5 ) 6 .236 . 000 3 . 305.000 6 . 2 3 6 . 000 3 . 444. 000 7 . 690.000 3 . 744. 000 1 5. 2 1 0 . 000 8.076.000 4.268. 000 2 . 578. 000 1 .957.000 1 .423.000 6 . 878.000 3 . 883.000 6 . 878.000 3 . 883 . 000 2 . 94 1 . 000 1 .9 1 5 . 000 9 . 038 . 000 4 . 63 1 . 000 7.09 1 . 000 3 . 9 1 5 . 000 6 . 739. 000 3 . 8 1 8 . 000 6 . 06 5 . 000 3.262.000 9 . 060. 000 4.663.000 1 2 . 097.000 5.808.000 8. 888. 000 4. 653 . 000 7.337. 000 3 .883 . 000 5.829 . 000 3.262.000 7.39 1 . 000 3.936.000 6 . 279 . 000 3 . 733.000 5 . 829.000 3 . 1 87.000 5 . 829 . 000 3.326.000 ӯ·- ^· - 7. 284. 000 3 . 62 6 . 000 8 . 247. 000 4. 5 1 4.000 7.797.000 3 . 979 . 000 7 . 797. 000 4. 1 1 8 . 000 9 . 24 1 . 000 4.407. 000 1 6 .77 1 . 000 8 . 739.000 9 . 9 1 5 . 000 5.24 1 . 000 6 . 685. 000 3 . 765.000 6 . 685. 000 3.904.000 8 . 1 40 . 000 4.204.000 1 5. 6 59 . 000 8 . 535.000 9.466.000 4.706 . 000 9.466.000 4. 845. 000 3 . 1 9 8 . 000 1 . 979. 000 1 2 . 675.000 7.23 1 .000 5.936. 000 3 . 433.000 1 1 .295.000 6 . 589. 000 MENTE R I KEUANGAN REP U BLIK I N DONES IA - 27 - 19 SATUAN BIAYA TIKET PESAWAT PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI (PP) (dalam US$) BIAYA TAHUN 20 16 NO. KOTA (1) (2) AMERIKA UTARA 1 . <; : hica,g<?_ 2. Houston - - - -- - · · ---· - · · · 3. l,-9S J\JJ. ^geles .
New York 5. Ottawa 6. San Fran. sis co 7. Toronto 8. Vancouver . - Ӳ- - - - - 9. yv ashington EKSEKUTIF (3) - ^- -- ^· ·· · - 1_2,_!33 . . ...... - · - - · -- -- --· ^1 A ^,6 B?. 1 1 ,4 1 1 15, 1 0 1 12,266 13,438 1 1 ,750..... 1(),902 15, 150 AMERIKA SELATAN 10. Bogota 1 1 . Brazilia 12. Boenos Aires 13. Caracas 14. Paramaribo ...... .
Santiago d e Chile ....-- - ··· . --- - · 16. Quito 17. Lima --- ӱ - ....^ .
. 18,399 16,393 23,000 23, 128 15,0 18 2 1 ,874 17,325 8,263 AMERIKA TENGAH 18. Mexico City 19. Havana 20. Panama City .. - - -- ---- 2 1 . 22. 23. 24. 25. 26 . 27. 28.
. 29 . 30. 3 1 . 32. EROPA BARAT Vienna Brussels Marseilles Paris Berlin Bern Bonn Hamburg Geneva Amsterdam Den Haag Frankfurt · · - . . - · · ·· - · · - ·· · - ^·· ·· · · · · ··· · ·· · · · · - 1 1 ,822 14,702 15,532 10,520 10,7 13 10,850 10,724 10,277 1 1 ,478 . 10,945 9,938 8, 166 8,2 16 8,2 16 7,660 BISNIS (4) 6,89 1 . .. .. . . 6,4C7 5,925 6 , 179 6,924 7, 138 8,564 7,458 8,652 9,426 1 1 ,5 18 1 5,300 1 3,837 9,494 15,539 16,269 8,263 7,83 1 1 1 ,223 9,306 4, 177 5,994 5,074 6,085 6, 126 6,778 5,023 7,639 5,370 5,898 5,898 4,037 EKONOMI (5) -â-'.IJ.ã . --ä'.?.9.1_ 3,D42 3,83E 4,08F 2,987 3,20 1 ...... - _} ,'!-7.7 G,930 7,7 13 5,97.() 10,400.... . .. - - ---· - ·· 6,825 . . 7,35_3 8,90() _ 12,J27 5,()38 3,966 _7,3_X-Y 6, 195 3,H57 3,87.0 . . 3,54_1 3,33 1 3,959 4,355 3,753 . I, lOS. 4,3_33 },33 1 3,33 1 1 ,065 NO. KOTA (1) (2) EROPA UTARA 33. Copenhagen 34. Helsinski 35. Stockholm 36. London 37. Oslo EROPA SELATAN 38. Sarajevo 39. Zagreb 40. Athens 4 1 . Lisbon 42. Madrid 43. Rome 44. Beograd 45. Vatican EROPA TIMUR 46. Bratislava --- 47. Bucharest 48. Kiev 49. Moscow 50. Praque 5 1 . Sofia 52. Warsawa 53. Budapest AFRIKA BARAT 54. , Daldcar 55. Ahuja AFRIKA TIMUR 56. Addis Ababa 57. Nairobi 58. An tananarive --- 59. Dar Es Salaam 60. Harare AFRIKA SELATAN 6 1 . Windhoek 62. Cape Town 63. Johannes burg 64. Maputo --- 6 5 . Pretoria MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 28 - (dalam US$) BIAYA TAHUN 20 16 EKSEKUTIF BISNIS EKONOMI (3) (4) (5) 9,696 4,920 3,730 10,023 5,93 1 3,68 1 9,9 17 5,506 3,433 1 1 ,4 10 7,293 4, 153 9,856 4,773 4,049 1 1 ,778 7, 129 6,033 16,974 10, 177 5, 182 14,9 1 1 9,256 8,04 1 9,309 4,746 3,383 10,393 4,767 3,63 1 10,000 6,000 4,500 10,3 18 6,404 5,564 10,000 6,000 4,500 7, 125 4,423 3,842 8,839 4,982 4, 1 13 10,860 6,029 5, 193 9,537 7,206 5, 143 19,3 1 8 1 1 ,848 6,748 7,473 6,346 3,6 12 10,777 5,052 3,447 8,839 5,979 2 , 1 87 12,900 9,848 8,555 10,28 1 7,848 6,8 18 7,700 5,808 5,552 8,732 7,966 6,08 1 1 1 ,779 9,000 8,282 8,947 6,599 5,733 1 1 , 1 18 10,600 5,747 1 8,24 1 1 1 ,774 7,5 10 17, 182 9,703 8,429 12,943 9,802 7,2 16 1 1 ,255 8,524 6,275 12,943 9,802 7,2 16 - NO. KOTA (1) (2) AFRIKA UTARA 66. Algiers 67. Cairo 68. Khartoum 69. Rabbat 70. Tripoli 7 1 . Tunisia ASIA BARAT 72. Manama 73 . Baghdad 74. Amman 75. Kuwait 76. Beirut 77. Doha 78. Damascus 79. Ankara 80. Abu Dhabi 8 1 . Sanaa 82. Jeddah 83. Muscat 84. Riyadh 85. Istanbul 86. Dubai ASIA TENGAH 87. Tashkent 88. Astana 89. Suva ASIA TIMUR 90. Beijing 9 1 . Hongkong 92. Osalm 93. Tokyo 94. Pyongyang 9 5 . Seoul 96. _Shanghai 97. Guangzhou MENTER I KEUANGAN REP U BLI K I N DONES IA - 29 - (dalam US$) BIAYA TAHUN 20 16 EKSEKUTIF BISNIS EKONOMI (3) (4) (5) 9,536 6,593 5,7 10 8,683 7, 122 4,483 5,904 4,507 3,9 15 8,9 10 7,72 1 5,665 6,55 1 5,706 4,975 9,4 19 5,0 1 8 3,6 19 6,573 6, 1 54 4,827 5,433 4, 148 3,545 7,56 1 6,43 1 3,545 6,77 1 4,273 3, 1 10 7,703 4,490 3,730 5,2 16 3,639 2,745 8,684 5,390 3,325 9,449 6,643 3,58 1 5,283 4,976 2,727 8,205 5,878 3,679 6,446 3,785 3,32 1 6,469 5, 1 56 3,727 5,359 3,5 1 0 3,000 1 1 ,06 1 4,435 2,467 4,207 4,207 1 ,920 13,6 1 7 8,453 7,343 13,66 1 12,089 8,962 4,244 4,244 4,244 - ------ 2,595 2, 140 1 ,623 3,028 2,633 1 ,257 3,204 2,686 1 ,864 3,734 2,675 1 ,835 4,040 2,220 1 ,660 3,233 2,966 1 ,737 3 , 1 2 2 2 , 7 4 9 1 , 304 - 3 , 1 22 2,749 1 ,304 NO. KOTA (1) (2) ASIA SELATAN 98. Kaboul 99. Teheran 100. Colombo 1 0 1 . Dhaka 102. Islamabad 103. Karachi 104. New Delhi 105. Mumbai ASIA TENGGARA 106. Bru1dar Seri Bagawru1 107. Bangkok 108. Davao City 109. Hanoi 1 10. Ho Chi Minh 1 1 1 . J ohor Bal1ru 1 12. Kota Kinabalu 1 13. Kuala Lumpur 1 14. Mru1ila 1 15. Penang 1 16. Phnom Penh 1 17. Singapore 1 18. Vientiane 1 19. Yangon 120. Tawau 12 1 . Songkhla ASIA PASIFIK 122. Canberra 123. Darwin 124. Melbourne 125. Noumea 126. Perth 127. Port Moresby 128. Sydney 129. Vanimo 130. Wellington 1 3 1 . Baku '• MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 30 - (dalam US$) BIAYA TAHUN 20 16 EKSEKUTIF BISNIS EKONOMI (3) (4) (5) 6,307 3,905 3,208 5,800 4,600 3,200 3, 1 19 2,562 1 ,628 3,063 2,4 1 7 1 ,092 5,482 3,333 2,50 1 4,226 3,633 2,32 1 3,500 2,500 1 ,500 3,063 2,4 1 7 1 ,092 1 ,628 1 , 147 9 19 2,344 1 , 155 823 2,757 2,558 1 ,64 1 1 ,833 1 ,833 1 ,656 1 ,677 1 ,503 1 ,235 1 , 195 9 1 1 525 1 ,894 1 ,427 694 1 , 158 659 585 2,453 1 ,6 14 1 , 150 9 1 8 766 545 2,202 1 ,981 1 ,627 99 1 673 403 2.274 2.025 1.420 1 ,468 1 ,2 12 1 ,053 1 ,894 1 ,427 694 2,344 1 , 155 823 6,304 6,304 2,500 6,689 4,900 3,964 4,886 3,814 2,858 6,940 5,9 17 1 ,9 16 5,77 1 1 ,80 1 1 ,525 8,252 17,090 13,835 4,629 4,237 2,557 3,3 18 2,740 2,380 1 1 ,750 9,830 4, 120 1 3 ,234 8,556 2,28 1 MENTERI KEUANGAN REP U BL I K I N DONES IA - 3 1 - 20 SATUAN BIAYA PENYELENGGARAAN PERWAKILAN Rl Dl LUAR NEGERI 20. 1 ATK, Langganan Koran/Majalah, Lampu, Pengamanan Sendiri, Kantong Diplomatik, NO (1) 1.
... .....
....
. . · · - · · · · · - · · ATK (OT) (3) 1 ,297 1,220 1 ,295 . . ^1 ,29 ^2 1 ,299 1 ,307 1 ,369 1 ,307 1 ,307 1 ,333 . .. 1 , 185 1 ,478 1 ,500 1 , 1 75 1 , 1 70 1 , 1 72 1 ,0 01 -- .. 1 ,099 1 ,220 1 ,220 1 ,038 1 ,985 - · · 1 ,947 2,022 2,022 ·- - 1 ,9 1 0 2,509 1 ,9 1 0 1,929 2,509 1 ,9 1 0 - · 1 ,9 1 0 1 ,9 1 0 - · Langganan Koran/ Majalah (Ekslempa.rj Bulan) (4) - - - - - -- - . · · - - - · 38 37 38 4 1 40 42 40 42 42 42 · ·· - 38 47 40 56 .. ... ... . .. - - - - · 33 37 32 - - - - - - · · · · · · · - 35 - · · - - - - - - - - · · - ----- - - - -- . 35 35 33 264 259 269 269 - - - - - ··- --·-···· --· · · 254 334 254 257 334 254 . . 254 254 Lampu (Buah) (5) 18 18 -· 1 8 20 19 20 19 20 20 18 . . . 1 8 22 15 27 16 1 8 15 1 7 17 16 16 22 22 23 23 · · · - . 22 33 22 22 28 22 22 22 Pengamanan - - · - - Sendiri (OB) (6) 2,574 2,52 1 3,488 . . 2,3 QĈ 2,308 1 ,963 2, 1 89 3,39 1 1 ,553 2,978 1 , 150 2, 195 2,200 2,403 1 , 150 1 ,777 1 , 150 1 ,262 2,657 1 ,69 1 2,836 2,776 .... 3, 120 2,373 3,076 2,799 5,368 2,690 2,7 1 7 2,776 2,690 2,799 2,690 - Kantong Diplomatik (kg) (7) 96 94 96 1 0 1 · ··· -· - · . ·· ·- -- - ^- 1 0 1 106 1 0 1 106 106 99 . . - · .
....
45 . 46. ····- - -- - - · 47. -·· · 48 . 49. 50. -- - 5 1 . 52.
• .
K 0 T A (2) EROPA UTARA Copenhagen Helsinski Stockholm .... . . London Oslo - - -- - - EROPA SELATAN Sarajevo Zagreb ..... Athens Lisa bon Madrid ..... -...- Rome Beograd Vatican EROPA TIMUR Bratislava --·- · - Bucharest Kiev Moscow Praque Sofia Warsaw Budapest AFRIKA BARAT Dald{ar Abuja . - - ··· · - - · · AFRIKA TIMUR Addis Ababa Nairobi An tananarive Dar Es Salaam Harare · · • ·· · · · - - · · - AFRIKA SELATAN Windhoek Cape Town Johannesburg Maputo Pretoria . . . - . - .
...
. ---- 94. 95. 96. 97. 98. ·--.... K 0 T A - · - - - - - .. . ·· · · · · - - - - (2) AFRIKA UTARA Algiers Cairo · - · · · · · - - · · · · Khartoum Rabbat Tripoli Tunisia ASIA BARAT .... - · · - - - - - .. - - - - - ^- Manama Baghdad Amman Kuwait Beirut Doha ·· · · · · · - · Damascus Ankara Abu Dhabi Sana' a Jeddah Muscat Riyadh Istanbul Dubai - - - - · ---- . . ····· · ·-··· ASIA TENGAH Tashkent As tan a Balm . . . -------- - - - - -- -- ASIA TIMUR Beijing Hongkong Osalm Tokyo Pyongyang Seoul Shru1ghai Guangzhou . . ......
........
........ - · · ··· . .. .
. - · - · - - · ·· · - - .
. . -- - · · - · ··--- · · · · . - - --..... .. - - ... . MENTER I KEUANGAN REP U BL I K I N DONES IA ATK (OT) (3) 1 ,220 1 ,2 9. 9 1 ,220 1 ,220 1 ,220 1 ,299 1 ,202 1 ,220 1 , 170 1 , 170 1 ,220 1 , 120 1 ,220 1 ,220 1 , 170 1 , 170 1 ,220 1 , 170 1 ,220 1 ,220 1 , 170 1 ,220 1 ,220 1 ,220 1 ,220 1 ,270 1 ,270 1 ,270 1 ,220 1 ,270 1 ,220 1 ,220 - 33 - Langganan Koran/ Majalah (Ekslemparj Bulan) (4) 140 157 1 5 1 138 132 130 - -- - - - - -- · - · · · - - - - - -- --- · - ·- -- - - - - . - - - - - -· - - - - · ^-....
. - - · - - ·· - · . - ^--- ^- ^- ----·- · . · - · · . - - - · -· - - · . . ... -· . .
....... _ _ 423 42 1 385 363 399 385 38 1 399 408 372 376 394 - - 376 399 408 38 1 4 1 2 439 346 346 379 379 365 36 1 346 346 Lampu (Buah) (5) 6 7 7 6 6 6 5 5 5 5 5 5 5 5 5 . . . 5 5 6 7 5 5 5 5 6 - - - - - 6 6 6 6 6 6 6 6 Pengamanan Sendiri (OB) (6) 1 , 8 1 5 1 ,658 1 ,449 1 ,557 2 , 1 5 1 1 ,2 1 2 1 ,278 4,300 928 1 ,469 1 ,574 1 , 5 1 5 1 ,575 2 , 547 1 ,250 1 ,464 1 ,534 1 ,469 1 , 1 73 2,547 1 ,250 2,244 1 , 1 50 1 ,035 2,233 2 , 1 67 - 2 ,055 3 ,450 1 ,324 2,524 2,233 2,233 Kantong Diplomatik (kg) (7) 139 155 1 50 137 13 1 - - 129 ..... . . -· · - · · ·- - - . . . -·· - ·-· ···· ··· - · · · - 194 1 94 177 1 67 183 177 175 183 187 ..... . 1 7 1 173 1 8 1 173 183 1 87 2 . 244 1 . 1 50 1 .035 47 47 . . . 5 1 5 1 49 49 47 47 (dalam US$) Jamuan (OH) (8) - - 40 39 ···· - · · 40 40 40 - - - . -..., _ _ __ -- - ------ - · 40 . - - - - - 52 5 1 47 --- ·........ . 44 48 47.... · · · · · · · · · - · · 46 48 49 · · · - . . -- -- - - -.... . 45 46 50 - - --- - --· -··· · - · ·- 46 48 49 · · · · - - · -.... . . - - - - ...._ __ __ _ _ _ · · · · - - 46 · - ····- · 46 46 44 45 48 48 47 46 44 44 NO (1) ·- - - . .
1 0 1 . K 0 T A (2) ASIA SELATAN · · · · - · · Kaboul Teheran Colombo - - - - - - - - --· . . - - - ----- ---Ӱ- - --.... . .. - - . .
. .. . . 1 1 8. 1 1 9 . 1 2 0 . - - - - - 12 1 . 122. 123. -- -- - · 124. -- - - - - - 125. 126. 127. - -- - - - - 128.
1 ^29.
1 3 1 . 132. - - - - 133. 134.
. . Dhalm Islamabad Karachi - - - - - - - - - - - - - - - - New Delhi Mumbai - - - - - - ^. ... . ASIA TENGGARA Bandar Seri Bagawan Bangkok ··· ·- - - ·· . Davao City Hanoi Ho Chi Minh · ^· · ^- - · Johor Bahru Kota Kinabalu Ku<tla Lumpur Manila Penang Phnom Penh Singapore Vientiane Yangon Songkhla Kuching Tawau ASIA PASIFIK Canberra Darwin Melbourne Noumea . . . Perth Port Morsby . · - Sydney Vanimo Wellington Suva Dilli .....
. - - -- - - · . .
. .
.
..... . . - .
...... . .....
.
. . MENTER I KEUANGAN REP U BL I K I N DONES IA ATK (OT) (3) 1 , 120 1 ,640 1 , 170 · ·· ·- 1 , 170 1 ,220 1 ,220 1 , 170 1 , 170 1 , 170 1 , 170 - - 1 , 170 1 , 170 1 , 170 1 , 170 1 , 170 1 ,2 10 1 , 170 1 , 170 1 , 170 1 , 170 1 ,220 1 ,220 1 , 170 1 , 170 1 , 170 1 ,250 1 ,220 1 ,220 3,520 1 ,220 1 .220 . . . 1 ,220 1 ,220 1 ,220 1 , 134 1 , 1 58 - 34 - Langganan Koran/ Majalah (Ekslempar I Bulan) (4) 50 62 44 . .. ^. ·- 45 45 45 46 46 · - 47 47 47 46 46 . . ^. . . ^. ^. ^ . ^. ^ . . · · · - - · ^- ^· - - . - - - - - - -...- - - - - .......... ~ .. - - - - .
.. 37 37 38 47 37 39 49 47 46 47 37 37 60 52 52 56 · ---- - - - - ----·- . ^. . ^. ^. - 52 · -- · - · · - - · ·- · - -- - . . so 52 50 52 . . · ·- 48 49 ·-·· · -.... - · ·- -- - ^· - Lampu (Bual1) (5) 6 7 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 29 6 6 6 6 6 ·· ···- - 6 6 - 6 5 5 - Pengamanan ....
.. · · ^· -·· · . . Sencliri (OB) (6) 1 ,945 1 ,850 1 ,495 1 , 553 2 , 1 4 1 1 ,546 2 ,329 2 ,329 1 ,350 1 ,480 982 1 , 179 1 ,265 97 1 2,089 1 ,263 1 ,052 1 , 6 78 2 ,035 2 , 9 1 7 2,362 98 1 1 ,480 1 ,22 1 1 ,22 1 - · 2 , 1 59 2,568 2 ,568 . ^3,248 2 ,568 1 ,64T 3 , 160 642 1 ,840 1 ,7 1 0 1 ,747 · ·· - · Kantong Diplomatik (kg) (7) · ^·-· . · ·· - -...^. . . ^. .. 65 80 57 . . - - - - - 58 58 58 59 59 75 75 - · . 75 73 65 60 60 62 . .• .. - . • . .
^. . - - - - 7 5 60 62 - · 78 75 74 75 60 60 123 123 123 133 --- . - ·... 123 · · ·· ··--- - ^· - -- __ ua. 123 1 1 8 123 1 14 1 1 7 · · · · · ·- ·· · - · · (dalam US$) I Jamuan (OH) (8) ...... . - - - - 89 1 1 0 78 . .. --- - --·--· - - 79 79 79 .. •. ........ 8 1 8 1 · · · · - · · - · - · - · 83 83 . - - - - - -- - ---- -· - ^-- - .
. ^. · ·· -- - ^-- 83 8 1 8 1 . - - - -- 66 66 68 . . - - ·· - ·· ·· · - -- --.. - - 83 66 69 - . - - - - - . ... - 87 83 82 -- - - - - - 83 66 66 . . . · · ·· - - - -· · · 92 · - - ^- - --- - - - ·· · - -· - -- · - - · -·- · · -· 92 92 67 -- . · - - 92 - - -- _ ___ !32 . · ·- -· 92 89 92 86 88 - · - -·-·- - ·· ·- · · ^- MENTER I KEUANGAN 20.2 Pemeliharaan, Pengadaan Inventaris Kantor, Pakaian SopirjSatpam, Sewa Kendaraan, dan Konsumsi Rapat -· NO K 0 T A (1) (2) AMERIKA UTARA 1 . _ ^fhicago · ^- 2 . 3. 4 . 5. 6 . 7 . 8 .
. . - -· ^· -·· 9 . Houston Los Angeles New York Ottawa San Fransisco Toronto Vancouver Washington - · - AMERIKA SELATAN · · · · ·· · 1 0 . 1 1 . 1 2 . 1 3 . 1 4 . 1 5 . Bogota Brazilia Boenos Aires - - . -· . - Caracas Paramaribo - - .. - - - - - · · - · · · - .
..• s_ϣnti<go d_e _ _g]lil": _ __ ·· ^· ·- · ^· - . . 1 6 . Quito 17. Lima -- · · · ··- · · - · - - - - ^- -- - · . ^. . -·····- · · 1 8 . 1 9 . -· ··· - 20. · · · · · - --- 2 1 . 22. 23. · · - - · - ·· · · -· 24. 25. 26. - · ·· · - · · · · 27. 28. 29. · · ·· · · · ------- -- 30. 3 1 . 32. · · · · -...... .
. .
. ···· - 38. 39. 40.
... 4 1 . 42. 43. 44. AMERIKA TENGAH Mexico Ci!; y Havana ...... .. Panama Cit y ERO PA BARAT · - · Vienna Brussels Marseilles Paris Berlin Bern Bonn Hamburg Geneva - . Amsterdam Frankfurt Den Haag . - ··- - - - - - .. · · - · ^- - ·· -- - · · ...................... . . - - ^- ^- ^- ^- ^- ^--......... · - -- .. - ^- -- ERO PA UTARA Copenhagen · · · - · - · ·· .. Helsinski Stockholm London -·- Oslo ERO PA SELATAN Sarajevo Zagreb Athens Lisbon Madrid Rome Beograd . . . · ·· - · · - - - · - - - - - - - - - - - . . .
.... - - -- - . · - 45. Vatican --- Kendaraan din as (Unit/ Tahun\ (3) 8,528 8,353 8,520 8,995 9,408 9,003 9,408 9,408 8,77 1 8,529 10,639 8,500 9,496 7,562 8,44 1 · - · 7,2 1 0 7,9 1 3 - 8,00 1 7,825 7,500 1 3,692 1 3,434 _ 1 w,95 1 1 3,95 1 1 3 , 1 76 24,268 .... 1 3 , 1 76 1 3,308 1 7,309 - · 1 3 , 1 76 1 3 , 1 76 13, 1 76 14,597 13,434 13, 1 76 13,563 16, 147 1 1 ' 1 09 1 7,730 1 2 , 1 42 1 2 ,40 1 1 2,659 14,500 1 2,09 1 13,563 Pemeliharaan Gedung (m ^2 /Tahun) (4) · - . . . · · ·- 82 80 82 82 72 86 72 72 84 63 63 80 80 63 63 63 63 72 72 72 80 72 80 - . 80 72 80 80 73 80 72 72 72 80 72 80 80 80 72 72 7 2 7 2 7 2 85 75 72 Halaman (m ^2 / Tahun) ·· · - (5) 9 9 9 9 · - 9 1 0 9 9 1 3 . .. ^. - - - - - - 9 9 1 5 1 2 9 9 ..... . . · · - - ·- 9 9 - - - ^- ^- -- -- ...... - 9 9 9 · - · · · - · · 9 9 9.... . - - - - - - - ^- ^- ^- - ^- ^- -· · 9 9 18 9 9 9 ---·· 9 9 9 . ^. ^.
. - ^- ^- ^- ^- ^- - 9 ·· · · · · · 9 9 9 9 9 9 9 9 9 20 Pengadaan Inventaris Kantor (OT) (6) . . · - - ·· · · - - - - - - - . . . -· ·· - - · . - · - - . - . - - · 695 681 695 733 767 734 767 767 7 1 5 695 867 1 ,500 775 6 1 6 688 588 645 - ·· - 652 638 609 760 745 774 774 73 1 960 73 1 738 960 73 1 73 1 73 1 8 1 0 745 73 1 753 896 6 1 6 667 674 688 702 1 , 500 - - - · - - - - 9 671 9 753 Pakaian Sopir/ Satpam (Stel) (7) 327 320 326 345 36 1 345 36 1 36 1 336 327 797 500 450 290 324 . . . 276 303 307 300 287 708 695 722 722 682 895 682 689 895 682 682 682 755 695 682 702 835 302 326 330 337 344 500 - --- 329 368 Sewa Kendaraan Sedan (8) 306 300 306 307 29 1 323 29 1 29 1 3 1 5 264 500 500 39 1 250 26 1 · ^· · ^- .• . 223 245 - - - 275 275 232 300 293 304 304 287 43 1 287 290 377 287 287 287 - 3 1 8 293 300 300 352 - - - - ^- 242 262 - 265 275 276 400 286 295 (hari) Mobil Bus Box (9) ( 1 0) 408 4 1 8 400 409 408 4 1 7 409 44 1 350 46 1 43 1 44 1 350 46 1 350 46 1 · - 420 429 .... - . . ·· - - ^- - 350 800 800 466 350 350 350 384 . . . 392 383 350 608 596 6 1 9 6 1 9 585 _ 1_, 1 36 585 59 1 768 . . ^.. 585 585 585 648 596 585 602 7 1 7 493 533 539 550 562 750 537 602 4 1 8 600 600 6 19 370 4 1 3 - - - - - - 353 387 392 383 366 · · · · · · ·· -· · · ·· · 82 1 806 837 · ^·· · ·-· - - -- ^- - - 837 790 _ 1 ,308 _ 790 798 - --· ^1 ,x08 790 790 790 876 · - · 806 79 1 8 1 4 969 · - 667 72 1 729 - ^- 744 760 950 · - 726 8 1 4 dalam US$) Konsumsi Rap at (OK) ( 1 1 ) 47 ..... 46 47 49 5 1 50 5 1 5 1 - - - - - - - ^- 48 · · ·--- - ..• 46 58 70 · ^··· - -- - - ..... - 69 4 1 46 · · · - . . ...... . . · - · 39 43 · - -- -- · - ·-- · · · - · - ^- - - - - 44 43 4 1 - ^--- · .. 5 1 50 52 - ---- - - -- - ------ · · · 52 49 99 . -·- - - -- · -· · · 49 49 64 ---- - - - 49 49 49 . . ... . . - . 54 · -·- - · · · 50 4 9 50 6 0 - - - · · · · - · 4 1 70 45 - - - - - · - - - ^· · - - - 46 47 75 - - -- - - - - 45 50 NO K O T A (1) (2) EROPA TIMUR 46. Bratislava Kenclaraan din as (Unit/ Tahun\ (3) MENTER ! KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA - 36 - Pemeliharaan Geclung (m ^2 /Tahun) (4) Halaman (m2/ Tahun) (5) Pengaclaan lnventaris Kantor (OT) (6) dalam US$ Sewa Kenclaraan Pakaian (hari) Konsumsi Sopir/ 1---.-----1 Rapat Satpam Mobil (OK) (Stel) Sedan Bus Box (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1 ) 13, 1 7_6 7 2 - - 9 73 1 3 5 8 2 8 7 5 8 5 79 1 - - 4 9 4 7 . Bucharest 1 1 ,496 72 9 638 ' 3 1 2 250 5 1 0 690 43 - _ _ - _ : ʫ - 6 ʬ : ʭ E 5 ʮ -o ʯ e ʰ ʱ c _ o _ w _ _ _ _ __ _ _ _ _ _ __ _ _ __ _ _ __ - _ - _ _ _ - _ - __ - _ _ -l ---- : 01- l -----; = õ ---- l -----=; 7- l --- I -- -- ʲ ! ʳ 4 ʴ ; -r - -- -6 ʵ 5 3 ʶ : -r-- ʷ ; ʸ : ʹ 2 - 1 - _ - _ -- - - _ ʺ ; = 1 -1 50. Prague 1 1 ,367 72 9 631 309 275 505 682 42 __ 5 ʻ 1 ʼ - -- I ʽ S ʾ o f ʿ i a ˀ -- -- -- -- -- -- -- -- - l- -- ˁ 1 ˂ 1 ˃ ,3 ˄ 6 ˅ 7 ˆ l - -- -- -- - 7 ˇ 2 ˈ l- -- -- ˉ 0 1 __ __ __ 6 ˊ 3 ˋ 1 ˌ 1 _ __ _ 3 ˍ 0 ˎ 9 ˏ µ- -- ː 2 ˑ 7 ˒ 5 1 _ __ ˓ 5 ˔ 0 ˕ 5 1 _ __ ˖ 6 ˗ 8 ˘ 2 1 _ __ __ _ 4 ˙ 2 ˚ 1 52. _ _ Warsaw .. . - .. 1 1 ,367 72 63 1 309 596 800 682 48 53. Budapest--------- l ^---12,4 Ɓ01 1 _ __ __ __ ˛ 7 ˜ 2 ˝ - l -----9 1 _ __ __ ˞ 6 ˟ 88 ˠ 1 --337 1 _ __ ˡ 3 ˢ 8 ˣ 7 1 _ __ _ 5 ˤ 9 ˥ 6 ö1 _ __ __ 7 _ 4 4 _ 1 _ __ __ __ 46 ˦ 1 AFRIKA BARAT . · - · ^· ·- -- - · . ·- · · -...··· ^· · · - - · · - - · - -- ˧ 54 ˨ - ˩ F D ˪ a ˫ k ˬ k ˭ a ˮ r __ __ __ __ __ __ __ __ _ l-- ˯ 1 ˰ 2 ˱ · ˲ 4 ˳ 7 ˴ 9 - l- -- -- -- ˵ 7 = 2 ˶ 1- -- -- ˷ 9 ˸ ^1- -- -- ÷ 3 ˹ 5 ˺ 3 - l -- ˻ 2 ˼ 0 ˽ 4 l----275 ż ˾---63 1 ___ ˿ 1 ̀ 5 ́ 3 1 _ __ __ ̂ 4 ̃ 3_1 55. Abuja 12,234 72 9 349 200 275 650 1 50 42 . . -· ·· - -- -·.......· · - · - - .. , , _ ^. . . - . -- · AFRIKA TIMUR 56. Addis Ababa 57. Nairobi . . ·---· - ·-- -.... ^- -· ^-- 58. Antananarive 59. Dar Es Salaam 60. Harare AFRIKA SELATA N 1 1 , 1 33 13,756 1 1 ' 133 1 0,766 1 1 ,500 72 68 63 72 63 9 9 9 9 9 3 1 5 3 1 5 3 1 5 304 325 259 252 259 2 5 1 268 275 250 250 275 250 7 1 0 663 7 1 0 686 733 · -- - - 7 1 0 663 7 1 0 686 733 8 8 - - - -- - · - · · - · · · 8 8 8 8 6 1 . Windhoek _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 ,745 _ . . 76 _ 9 1 __ 332 273 475 350 · - 844 62. Cape Town 1 3,457 90 1 1 608 3 1 3 343 350 857 1 2 __ 6 ̄ 3 ̅ - ̆ µµ ̇ J ̈ o ̉ h = an ̊ ^n ̋ ^e ̌ s ̍ b ̎ u ̏ r ̐ g __ __ __ __ __ __ _ 1 _ __ ̑ 1 ̒ 2 ̓ ,3 ̔ ^8 ̕ 0 ø ^I ^- -- -- -- ̖ 8 = 2 ùI- -- -- ̗ 1 ̘ 1 1 _ __ __ ̙ s ̚ o ̛ o _ 1 _ __ ̜ 3 ̝ S ̞ 0 1 _ __ ̟ 3 ̠ 1 ̡ 6 _ 1 __ ̢ 2 ̣ 5 ̤ 7 _ 1 _ __ ̥ 7 ̦ 8 ̧ 8 1 _ __ __ ̨ 1 ̩ 1_1 6 'f . _ _ Maputo _ _ _ _ _ . ^ 1 2 ,650 79 1 0 357 295 323 274 _ __ ^806 ___ _ _ _ ? 1 __ ̪ 6 ̫ 5- ̬ F P ̭ r ̮ et = o ̯ n = · ^a ̰ -- -- -- -- -- -- -- - ^l ^·---12·3 ʪ80 1 _ __ __ __ ̱ 8 ̲ 2 ú1 _ __ __ ¶ 1 ̳ 1 ̴ 1 _ __ __ ̵ s ̶ o̷ o_1 _ __ ̸ 3 ̹ 5 ̺ 0 1 _ __ ̻ 3 ̼ 1 ̽ 6 ú1 _ __ _ 2 û 6 ̾ 7 ̿ 1 _ __ ̀ 7 ́ 8 ͂ 8_1 _ __ __ ̓ 1 ̈́ 1 AFRIKA UTARA 66. ͅ ͆ ie ͇ r ͈ s __ __ __ __ __ __ __ __ __ 1 __ __ ͉ 1 ͊ 0 ͋ ,7 ͌ 6 ü 6 1 _ __ __ __ _ 7 ͍ 2 ͎ l ----g l ----304 1 _ __ _ 2 û 5 ͏ 1 ͐ l ----27s 1 _ __ ͑ 3 ü 5 ͒ 0 _ 1 _ __ ͓ 1 ͔ 5 ͕ 0 ͖ 1 _ __ __ __ 4 ͗ 7 1 67. Cairo 1 2 ,09 1 70 10 342 281 278 333 1 57 52 68. Khartoum . . _ _ . ___ ___ __ _ _ - · - - 1 1 ,623 72 9 329 271 275 350 1 5 1 . - - · _ 50 69. Rabbat 1 0,644 72 9 30 1 248 275 350 1 50 46 __ 7 ͘ 0 ͙ . __ 1 1 ͚ T ͛ ri ͜ ·P ͝ ' o = li __ __ __ __ __ __ __ __ __ _ 1 _ __ ¶ 1 ͞ 0 ͟ ·͠ 1 5 ͡ 4 ͢ l -----72 l ----9 1 _ __ __ -= 2 ͣ 87 ͤ l --236 1 _ __ ͥ 2 ͦ 75 _ ͧ l ---350 1 _ __ ¶ 1 ͨ 5 ͩ 0 ͪ1 _ __ __ ͫ 4 _ 4 1 .. 7_1 , _ Tunisia · - ·-·· _ _ 1 0,4 1 8 72 .. . 9 .. . . _ 284 234 275 400 1 50 _ _ so ASIA BARAT _ 7 2 : _ _ Manama _ _ ^ -· -· 1 1 ,560 _ 74 - - - · _ ^9 503 404 227 359 1 54 _ _ _ __ 34 __ 7 ͬ 3 ͭ - ý F B ͮ a ͯ g c h = cl Ͱ a ͱ c1 __ __ __ __ __ __ __ __ _ 1 _ __ Ͳ 1 ͳ 1 ʹ · ͵ s Ͷ oo ͷ l -- -- -- 7 2 ͺ l ----9 1 _ __ __ _ s ͻ o ͼ o ͽ ^1 _ __ ; 4 Ϳ 0 1 _ 1 _ __ 2 7 s_1 _ __ ΄ 3 ΅ s Ά o 1 __ __ _ 1 Sþ o ÿ ^1 _ __ __ · 5 Έ 0 Ή ^1 74. Amman 1 0,522 63 9 458 367 250 300 125 3 1 _ _ ^7 5.... ^ISuwait - · - - ^· 9,9 1 0 7 2 9 431 346 2 7 5 350 _ 1 50 . . _ _ _ 29 76. Beirut 1 ^0,889 72 9 474 380 275 350 1 ^50 32 77. Ί D o = h Ό a _ ___________ 1 __ __ 1 0 ? , Ύ 5 Ώ 2 : : _ 2 l -- -- -- ΐ 5 Α 5 Β õ ----9 1 _ __ __ Γ 4 Δ 5 = 8_1 _ __ Ε 3 = 6 Ζ 7 1 -- -- Η 2 Θ 2- Ι 5_1 _ __ Κ 2 Λ 8 Μ 5_1 _ __ Ν 1 Ξ 0 Ο 0_1 _ __ __ Π 3 Ρ 1 _1 ?: ^il· Damascus _ _ _ __ _ . . 1 0,399 72 .. _ _ . 9 453 363 275 350 1 50 __ _ __ _ _ _3 1 79. Ankara 1 0,889 72 9 474 380 275 350 1 50 32 80. Abu Dhabi 1 1 , 133 72 9 484 389 275 350 1 50 33 8 1 . Sana'a .. _ _ _ _ _ _ __ _ 1 0, 1 54 .. 63 _ _ _ 9 _ _ _ _ 442 354 -- -- -= 2 5 -=- o -I - -- -, 3 Σ 0 : -: 0 : - I- -- -,- 1 2 þ 5 ÿ1 - - __ - ___ - - ____ - _ __ -, 3 : -: 0 Τ 1 _ 8 _ 2 _ . _ Jeclclah 1 0,277 72 9 447 359 275 350 1 50 30 Υ 8 Φ 3 Χ . __ 1 1 Ψ M Ω u Ϊ s Ϋ c ά a έ t __ __ __ __ __ __ __ __ _ 1 _ __ ή 1 ί 0 ΰ ,7 α 6 β 6 γ l - -- -- -- δ 7 ε 2 ùl - -- -- ζ 9 _ 1 _____ 4 _ 6 9 1 _ __ __ 3 7 η 6_1 _ __ __ 2 _ 1 _ 1 _ 1 __ __ 3 Ā 5 Ā o ö1 _ __ θ 1 ι 5κ o_1 _ __ __ λ 32 μ 1 _ _ 8 ^4 ^ : _ J3: iy ^a clh . .. .. . _ _ _ _ _ _ 1 0 ^, 277 - · · · 72 __ _ _ 10 447 448 275 534 _ _ 1 50 _ _ _ __ _30 3 ο 8 :
.: 0 c.. 1 _ __ _: 2 : : ..: 5 : - I- -- --: : - 3 π 50 øI-- ρ 1 ς 5 -': ' 0-I- -- -- ÷ 3 --=- 2-I __ 8 σ 6 τ - ý F D υ l φ t b χ a = i __ __ __ __ __ __ __ __ __ _ 1 _ __ ψ 1 ω 1 ϊ , ϋ 1 ό 33 ύ l -----72 l ----9 l ----484 1 _ __ ώ 3 Ϗ 8 ϐ 9 ϑ l- -- ϒ 2 ϓ 7 ϔ 5 1 __ __ ϕ 35 ϖ 0 ā1-- --= 1 ϗ 5 Ϙ 0 _ 1 _ __ __ ϙ 3 Ϛ 3 _ 1 - - - : : A : : = S -= IA :
.: _: T :
: : E :
: N .:
.. G : : .: AH = -- -- -- -- -- --I -- -- -,-, --,- AI-- -- -- -- - -I-- -- -- -- ! I-- -- -- -- -- 1 -- -- - -- -- -- - - 1 1 -- -- -- -1 ------ 1 ----- - _ 8 _ 7 _ . _ Tashkent 1 0 ,39 .:
, 9 _ 1 _ __ __ __ _ 6 =- 3 ϛ l ----9=-+---4:
.: 53_ 1 _ __ _ 3Ϝ c 6 : : .: 3 :
.. ___ .....= 2 :
: : 5 c: : 0_1 _ __ ϝ 3 : : .: 0 :
.: 0 Ϟ 1 _ __ ϟ 1 2 =- 5 ā1 _ __ __ __ 3 =- l =-1 88._ _ Astana _ __ _ ___ . . _ .. 1 1 ,256 63 9 490 393 250 300 125 33 89. Baku 1 1 , 9_ 9_ 0_1 _ __ __ __ _ 6 Ϡ 3 ϡ l ----9 l-----5-=2- =2_ 1 _ __ _ 4 : 1 :
.: 9 _1 _ __ __: 2 :
.: 5_0 _ ---3:
.: 0:
: 0: : 1 2 =- 5 =- l ----35_ 1 NO (1) 90.
. -- 9 1 . 92. 93. - ^- - -- - - · -·· 94. 95. 96. · · · --- - ---- - ·· 97.
. ^. . .
. .. - -- -- 98. 99. 1 00. 1 0 1 . 102. 1 03. . - -· -· 1 04. 105. 1 06 . 1 07. .. . ^. · · - ^· · · 1 08. 1 09. 1 1 0. 1 1 2 . 1 1 3. 1 1 3. - - - · ^· · ·-·· 1 14. 1 1 5. 1 1 6.
^. . ^. .
. - - - - 1 1 7. 1 1 8. 1 1 9. 120. 1 2 1 . 122. 1 23. 124. 125. 1 26 . 127. 128. 129. · · - . ·- . ___ ,.
K 0 T A (2) ASIA TIMUR Beijing Hongkong Osaka !.Ċ!cy() . ^--- - ^- ^- -- ^- · · ·- · - --- ...... · · - - .. . ··- · - - - - Pyongyang Seoul : : lhanghai Guangzhou ASIA SELATAN · - - - · - ^- Kaboul Teheran Colombo . . .
...· - - - -- · Dhaka Islamabad Karachi - -- - - - New Delhi Mumbai . .. - -- ^·.... ^. . ^. . ·· · - - ASIA TENGGARA Bandar Seri Bagawan ?angkok . . - · --- ·- . . .
.
. ^. ^. . ^. . Davao City Hanoi Ho Chi Minh Johor Bahru - - - ^- - .
. - - - . ^. ^. ^. ^. ^. Kota Kinabalu Kuala Lump!lr - - - ^- - - - - - . .. . - ^· - Manila Penang Phnom Penh · · ^· · · · - · · - - - - - - -.... ^. . - - - Singapore Vientiane Ya_ngon Songkhla Kuching Taw au ·· · · - -··· · -· · · ^· • · - . .
.
. . . ^.....
. Darwin Melbourne Noumea · ^· -...· ^· ^ · · ^· · - - ^· · ^· · · Perth Port Moresby Sydney - · ^· · · · ^· · · - - Vanimo . . 1 3 1 . Wellington 132. Suva 1 33. Dilli Kendaraan dinas (Unit/ Tahunl (3) 9,905 9,905 10,863 1 0,863 1 0,437 1 0,33 1 9,905 9,905 9, 197 1 1 ,400 8, 132 8,229 8,229 8,229 8,423 8,423 8,6 1 7 8,6 1 7 8,6 1 7 8,423 8,423 7,500 7,500 7,500 . . .
...8,6 1 7 7,500 7, 164 9,004 8,6 1 7 8,520 8,6 1 7 7,500 7,500 9,585 9,585 9,585 1 0,359 . . 9,585 9,200 9, 585 9, 197 9,585 8,907 9 , 1 0 1 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA Pemeliharaan Gedung (m ^2 /Tahun) (4) . ^. . .
. . .
. ^.. - . 72 80 80 80 72 80 72 72 55 97 63 63 72 72 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 63 72 78 72 72 63 63 63 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 - 37 - Halaman (m ^2 / Tahun) (5) 9 . · - 9 9 9 9 9 9 9 9 1 2 9 ...... 9 9 9 -....
.. . - ^· ..
· -·· · ^-·· · 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 - - - -- - - ·--· 9 9 9 9 9 9 - - · ·· . ^. . 9 · - - ^· 9 9 9 . . • . ^- - · · 9 9 9 · · ^· · · · - . . -· ^· . 9 9 9 9 Pengadaan Inventaris Kantor · ^· · · · · ^· - · - - - ^- . . (OT) (6) 37 1 371 407 407 39 1· 387 37 1 37 1 32 1 400 284 287 287 287 294 294 30 1 301 30 1 294 294 240 240 240 301 240 250 3 1 4 3 0 1 297 301 240 240 334 334 334 36 1 334 32 1 334 32 1 334 3 1 1 3 1 8 Pakaian Sopir/ Satpam . . - (Stel) (7) 397 397 436 436 4 1 9 4 1 4 397 397 149 1 80 1 32 134 1 34 134 137 137 140 140 140 137 137 1 1 2 1 1 2 1 1 2 140 1 12 1 1 6 146 140 138 140 1 1 2 1 1 2 200 1 56 1 56 168 1 56 149 1 56 149 1 56 145 1 48 Sewa Kendaraan Sedan (8) 44 1 44 1 484 484 465 460 44 1 44 1 575 7 1 0 509 · - - . 5 1 5 - 5 1 5 5 1 5 527 527 539 539 539 527 527 430 430 430 539 430 448 · - 563 539 533 539 430 430 . . ^. 600 600 600 648 600 575 600 575 600 557 569 (hari) Mobil Bus Box (9) ( 1 0 ) 397 309 . . 400 309 436 339 436 339 .....
4 1 9 326 4 1 4 322 397 309 397 309 - ^- · - ^· · · · ^· - ^· · 885 2,767 1 , 100 2,563 783 2 , 'f 4 () · · ^· · · · · - ^· - · 792 2,475 792 2 ,475 792 2 ,475 . . 8 1 1 2,534 8 1 1 2,534 829 2,592 829 . ^. ^2,592 829 2,592 8 1 1 2,534 8 1 1 2,534 · ^· - 662 2,068 662 2,068 662 2 ,068 · ·- 829 2,592 662 2,068 690 . 2 , 1 Ϣ_5 867 2,708 829 2,592 820 2,563 829 2,592 662 2,068 662 2, 9 68 . - - - . ·- · . - 923 . . - - - ^2, ^? ^83 923 2,883 923 2,883 997 3, 1 16_ 923 2,883 885 2,767 923 2,883 . . . 923 2,767 923 2,883 857 2,679 876 2,737 dalam US$) Konsumsi Rap at (OK) ( 1 1 ) 20 20 22 22 - - - - - - - 2 1 2 1 20 . - - - - - - · .. . 20 - - -- - - - - - ^- . ^. - .. 28 35 25 - - - - - - - -- - - - - 25 25 25 25 25 26 26 --- -- - - - - - - - 26 25 25 2 1 2 1 2 1 - - - - - -·- · · · -· - ^· . . . 26 2 1 22 27 26 26 - ·· · -· 26 2 1 2 1 - - ··· · - -- ·· · . ^. . 29 - - - ------- - - ·· 29 29 45 . ^- -- - ·-- - -- ..... 29 28 29 . . . 28 29 27 27 MENTER I KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA PENJELASAN STANDAR BIAYA MASUKAN TAHUN ANGGARAN 20 16 YANG BERFUNGSI SEBAGAI ESTIMASI 1 . Satuan Biaya Uang Transpor Kegiatan Dalam Kabupaten/Kota Satuan biaya uang transpor kegiatan dalam kabupatenjkota merupakan satuan biaya untuk perencanaan kebutuhan transportasi Pejabat Negara/ Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/ pihak lain dalam melakukan kegiatanj pekerjaan di luar kantor yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas kantorjinstansi dengan ketentuan masih dalam batas wilayah suatu kabupatenjkota (pergi pulang) dan tidak menggunakan kendaraan dinas. Satuan biaya uang transpor kegiatan dalam kabupatenjkota tidak dapat diberikan kepada Pejabat Negaraj Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI/pihak lain yang melakukan kegiatan dalam komplek perkantoran yang sama. Catatan:
Untuk kegiatan dalam kabupatenjkota yang memerlukan biaya melebihi satuan biaya yang ditetapkan (termasuk moda transportasi udara dan/atau air) dapat diberikan secara at cost.
Satuan biaya uang transpor kegiatan dalam kabupatenj kota dapat dibebankan pada anggaran unit penyelenggara kegiatan atau anggaran satker pegawai berkenaan sepanjang tidak terjadi duplikasi anggaran.
Khusus Provinsi DKI Jakarta, yang dimaksud kabupatenjkota adalah meliputi kesatuan wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan. 2 . Satuan Biaya Diktat Pimpinan/Struktural Satuan biaya diklat pimpinan/ struktural merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya diklat penjenjangan bagi pejabatjpegawai yang akanj telah menduduki jabatan tertentu. Satuan biaya ini sudah termasuk biaya observasi lapangan, namun belum termasuk biaya perjalanan dinas peserta.
Satuan Biaya Latihan Prajabatan Satuan biaya latihan prajabatan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya latihan prajabatan bagi calon Pegawai Negeri Sipil sebagai syarat untuk diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Satuan biaya ini sudah termasuk biaya observasi lapangan, namun belum termasuk biaya perjalanan dinas peserta. MENTER I KEUANGAN R E P U BLI K I N DONESIA - 39 - 4. Satuan Biaya Pemeliharaan Sarana Kantor Satuan biaya pemeliharaan sarana kantor merupakan satuan biaya pemeliharaan yang digunakan untuk mempertahankan barang inventaris kantor (yang digunakan langsung oleh pegawai, khususnya meja dan kursi) , personal computer/notebook, printer, ac split, dan genset agar berada dalam kondisi normal (beroperasi dengan baik) . Untuk biaya pemeliharaan genset belum termasuk kebutuhan bahan bakar minyak.
Satuan Biaya Penerjemahan dan Pengetikan Satuan biaya penerjemahan dan pengetikan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya penerjemahan dan pengetikan dari naskah asli ke dalam bahasa yang diinginkan.
Satuan Biaya Bantuan Beasiswa Program Gelar/Non Gelar Dalam Negeri Satuan biaya bantuan beasiswa program gelar / non gelar dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya bantuan mahasiswa program gelarjnon gelar dalam negeri bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang ditugaskan untuk melanjutkan pendidikan Diploma I, Diploma III, Diploma IV atau Strata 1 (satu) , dan pendidikan Pasca Sarjana (Strata 2 (dua) atau Strata 3 (tiga) yang terdiri dari biaya hidup dan operasional, uang buku dan referensi. Biaya pelaksanaan pendidikan ditanggung oleh Pemerintah secara at cost sedangkan untuk biaya riset program dapat dialokasikan bantuan biaya riset sesuai kemampuan keuangan Kementerian Negara/ Lembaga masmg masmg.
Satuan Biaya Sewa Me sin Fotokopi Satuan biaya sewa mesin fotokopi merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa mesin fotokopi analog dan/ a tau me sin fotokopi digital} untuk menunjang pelaksanaan operasional kantor. Satuan biaya ini sudah termasuk toner dan biaya perawatan untuk pencetakan sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) lembar /bulan.
Honorarium Narasumber/Pembahas (Pakar/Praktisi/Profesional) Honorarium narasumber j pembahas (Pakar / Praktisi/ Profesional) merupakan satuan biaya yang diperuntukkan bagi Non Pejabat Negara/Pegawai Aparatur Sipil Negara/ Anggota Polri/TNI yang mempunyai keahlianjpengalamanjprofesionalisme tertentu dalam ilmuj bidang tertentu untuk kegiatan seminar jrapat koordinasi/ sosialisasi/ diseminasi/ workshop j rapat kerja/ sarasehan/ simposiumjlokakarya/ f ocus group discussionjkegiatan sejenis. M ENTE R I KEUANGAN R E P U B L I K I N DONESIA 9. Satuan Biaya Pengadaan Bahan Makanan Satuan l?iaya pengadaan bahan makanan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan bahan makanan, dan diberikan untuk:
1 Pengadaan Bahan Makanan untuk Narapidana Satuan biaya pengadaan bahan makanan diberikan pada Narapidana. Pengaturan daerah khusus untuk pengadaan bahan makanan narapidana pada masing-masing rayon mengacu pada peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Man usia.
2 Pengadaan Bahan Makanan untuk Operasi Pasukan dan Latihan Pra Tugas Operasi Bagi Anggota Polri/TNI, Dikma Bagi Anggota Polri/TNI, Diklat Lainnya/ Pra Tugas Operasi Bagi Anggota Polri/TNI, Anggota yang Sakit Bagi Anggota Polri/TNI, dan Tahanan Anggota Polri/TNI a. Operasi pasukan adalah serangkaian tindakan pasukan dalam rangka pencegahan, penanggulangan, penindakan terhadap gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) , serta penanganan bencana yang diselenggarakan dalam kurun waktu, sasaran, cara bertindak, pelibatan kekuatan, dan dukungan sumber daya tertentu oleh beberapa fungsi pasukan dalam bentuk satuan tugas (satgas) .
Latihan pra tugas operasi adalah pelatihan berupa teori dan praktek dalam rangka kesiapan sebelum pelaksanaan operasi pasukan.
Dikma adalah pendidikan pertama dari peserta umum yang dididik untuk menjadi Anggota Polri/TNI.
Diklat lainnya/ pra tugas operasi adalah pendidikan latihan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan Anggota Polri/TNI.
Anggota yang sakit adalah Anggota Polri/TNI dan keluarganya yang dirawat/ sakit (pasien) .
Tahanan Anggota Polri/TNI adalah Anggota Polri/TNI yang ditahan karena melanggar disiplin. · 9.3 Pengadaan Bahan Makanan Untuk Pasien Rumah Sakit dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) a. Pengadaan Bahan Makanan Pasien Rumah Sakit adalah pengadaan bahan makanan yang diberikan kepada pasien rumah sakit pemerintah. MENTERI KEUANGAN REP U B L I K I N DONES IA b. Pengadaan Bahan Makanan bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dalam Panti Sosialj Rumah Perlindungan Sosial adalah pengadaan bahan makanan yang diberikan kepada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang mendapatkan pelayananjperlintlungan/ rehabilitasi sosial di dalam Panti Sosial/ Rumah Perlindungan Sosial.
4 Pengadaan Bahan Makanan Untuk Keluarga Penjaga Menara Suar (PMS) , Petugas Pengamatan Laut, ABK Cadangan Pada Kapal Negara, ABK Aktif Pada Kapal Negara, dan Petugas SROP dan VTIS a. Keluarga Penjaga Menara Suar (PMS) adalah keluarga petugas penjaga menara suar yang ikut serta mendampingi petugas penjaga menara suar di lokasi tempat bertugas. Satuan biaya pengadaan bahan makanan untuk keluarga penjaga menara suar diberikan kepada istri/ suami dan anak (maksimal 2 anak) petugas penjaga menara suar.
Petugas pengamatan laut adalah petugas yang melaksanakan survey hidrografi pada alur pelayaran serta melakukan evaluasi alur dan perlintasan serta memonitoring pelaksanaan Sarana Bantuan Navigasi Pelayaran (SBNP) . c . ABK Cadangan Kapal Negara adalah awak kapal negara kenavigasian yang siaga untuk ditempatkan pada kapal negara kenavigasian pada saat sandar dan bertolak serta bongkar muat.
ABK Aktif Kapal Negara adalah awak kapal negara kenavigasian yang ditempatkan dan bekerja di kapal negara kenavigasian pada posisi tertentu pada saat berlayar.
Petugas Stasiun Radio Pantai (SROP) dan Vessel Tra f fic Infonnation Service (VTIS) adalah petugas yang mengoperasikan peralatan di SROP dan VTIS. 9 . 5 Pengadaan Bahan Makanan Untuk Petugas Bengkel dan Galangan Kapal Kenavigasian, Petugas Pabrik Gas Aga Untuk Lampu Suar, Penjaga Menara Suar (PMS) , dan Kelompok Tenaga Kesehatan Kerja Pelayaran a. Petugas bengkel dan galangan kapal kenavigasian adalah petugas yang memperbaiki dan merawat sarana prasarana kenavigasian di bengkel navigasi dan memperbaiki serta merawat kapal negara kenavigasian di galangan navigasi. MENTERI KEUANGAN b. Petugas pabrik gas aga untuk lampu suar adalah petugas yang bekerja di pabrik gas aga di Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran (BTKP) , gas aga digunakan sebagai bahan bakar bagi lampu-lampu menara suar.
Penjaga Menara Suar (PMS) adalah petugas yang menjaga dan merawat menara suar agar dapat berfungsi dengan baik.
Kelompok tenaga kesehatan kerja pelayaran adalah petugas kesehatan yang bertugas memeriksa kondisi kesehatan para awak kapal pada saat pengurusan sertifikasi kepelautan. 9 . 6 Pengadaan Bahan Makanan untuk Mahasiswa/ Siswa Sipil dan Mahasiswa Militer j Semi Militer di Lingkup Sekolah Kedinasan a. mahasiswaj siswa sipil ( seperti mahasiswa pad a Sekolah Tinggi Perikanan, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Akademi Migas) ; dan
mahasiswaj siswa militer j semi militer (seperti mahasiswa Akademi TNI/ Akpol, mahasiswa Penerbangan, mahasiswa Institut Pemerintahan Dalam Negeri) . 9 . 7 Pengadaan Bahan Makanan Rescue Team Pengadaan Bahan Makanan Rescue Team adalah pengadaan bahan makanan yang diberikan kepada Rescue Team pada saat melaksanakan tugasnya (misal: penangan bene ana) . 1 0. Satuan Biaya Konsumsi Tahanan Satuan biaya konsumsi tahanan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan paket makanan tahanan, diberikan untuk tahanan yang antara lain berada pada rumah tahanan Kejaksaan, Kepolisian, Badan Narkotika Nasional (BNN) , dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) . 1 1 . Satuan Biaya Konsumsi Rapat Satuan biaya konsumsi rapat merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan makan dan kudapan termasuk minuman untuk rapatjpertemuan baik untuk rapat koordinasi tingkat Menteri/ eselon I/ setara maupun untuk rapat biasa. Rapat koordinasi tingkat Menteri/ eselon I/ setara adalah rapat koordinasi yang pesertanya Menteri/ eselon I/pejabat yang setara. M ENTE R I KEUANGAN R E P U B L I K I N DONESIA 1 2 . Satuan Biaya Keperluan Sehari-hari Perkantoran di Dalam Negeri Satuan biaya keperluan sehari-hari perkantoran di dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya keperluan sehari-hari perkantoran berupa barang habis pakai yang secara langsung menunjang penyelenggaraan operasional dan untuk memenuhi kebutuhan minimal agar suatu kantor dapat memberikan pelayanan· secm·a optimal, terdiri atas: alat tulis kantor (ATK) , barang cetak, alat-alat rumah tangga, langganan surat kabarj beritajmajalah, dan air minum pegawai. 1 3 . Satuan Biaya Penggantian Inventaris Lama dan/ a tau Pembelian Inventaris untuk Pegawai Baru Satuan biaya penggantian inventaris merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya penggantian inventaris lama dan/atau pembelian inventaris bagi pegawai baru. Penggantian inventaris lama digunakan untuk penggantian meja dan kursi pegawai, pengalokasiannya maksimal 10% (sepuluh persen) dari jumlah pegawai, sedangkan pembelian inventaris bagi pegawai baru disesuaikan dengan kebutuhan.
Satuan Biaya Pemeliharaan dan Operasional Kendaraan Dinas Satuan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas yang digunakan untuk mempertahankan kendaraan dinas agar tetap dalam kondisi normal dan siap pakai sesuai dengan peruntukannya. Satuan biaya ini termasuk biaya bahan bakar. Satuan biaya tersebut belum termasuk biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang besarannya mengacu pada ketentuan yang berlaku. Catatan:
Yang dimaksud kendaraan adalah kendaraan yang lingkungan kan tor. Contoh: operasional dalam lingkungan kan tor digunakan hanya terbatas dalam Golf car/sejenisnya yang digunakan untuk mengantar tamu kenegaraan.
Khusus untuk operasional kendaraan dinas yang pengadaannya bersumber dari sewa, satuan biaya tersebut hanya diperuntukkan untuk bahan bakar. M ENTE R I KEUANGAN R E P UBLI K I N DON ESIA 3 . Satuan biaya ini tidak diperuntukan bagi:
kendaraan yang rusak berat yang memerlukan biaya pemeliharaan besar dan untuk selanjutnya harus dihapuskan dari daftar inventaris; dan/atau
pemeliharaan kendaraan yang bersifat rekondisi dan/atau overhaul. 1 5 . Satuan Biaya Pemeliharaan Gedung/Bangunan Dalam Negeri Satuan biaya digunakan untuk pemeliharaan rutin gedung/ bangunan di dalam negeri dengan maksud menjagaj mempertahankan gedung dan bangunan kantor di dalam negeri agar tetap dalam kondisi semula atau perbaikan dengan tingkat kerusakan kurang dari atau sama dengan 2% (dua persen), tidak termasuk untuk pemeliharaan gedungj bangunan di dalam negeri yang memiliki spesifikasi khusus berdasarkan ketentuan yang berlaku. Satuan biaya pemeliharaan gedungj bangunan dalam negen dialokasikan un tuk:
gedungj bangunan milik negara; dan/atau
gedungj bangunan milik pihak lain yang disewa dan/atau dipinjam oleh pengguna barang dan dalam perjanjian diatur tentang adanya kewajiban bagi pengguna barang untuk melakukan pemeliharaan.
Satuan Biaya Sewa Gedung Pertemuan Satuan biaya sewa gedung pertemuan merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya sewa gedung pertemuan untuk pelaksanaan kegiatan di luar kantor antara lain rapat koordinasi, sosialisasi, seleksijujian masuk pegawai, dan kegiatan lain sejenis. Gedung pertemuan adalah gedung yang biasa digunakan untuk pertemuan dengan kapasitas lebih dari 300 (tiga ratus) orang, sudah termasuk sewa meja, kursi, sound system, dan fasilitas gedung pertemuan lainnya. 1 7. Satuan Biaya Taksi Perjalanan Dinas Dalam Negeri Satuan biaya taksi perjalanan dinas dalam negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya tarif satu kali perjalanan taksi dari kantor tempat kedudukan menuju bandara/ pelabuhanj terminal/ stasiun keberangkatan atau dari bandarajpelabuhanj terminal/ stasiun kedatangan menuju tempat tujuan di kota bandarajpelabuhan/ terminalj stasiun kedatangan dan sebaliknya. Catatan: M ENTE R I KEUANGAN R E P U BLIK I N DONESIA Contoh penghitungan alokasi biaya taksi: Seorang pejabatjpegawai negeri melakukan perjalanan dinas jabatan dari Jakarta ke Medan, maka alokasi biaya taksi sebagai berikut:
Berangkat a) biaya taksi dari tempat kedudukan di Jakarta ke Bandara Soekarno-Hatta; dan b) biaya taksi dari Bandara Kualanamu (Sumut) ke tempat tujuan (hotelj penginapanj kantor) di Medan.
Kembali a) biaya taksi dari hotel/ penginapan (Medan) ke Bandara Kualanamu (Sumut) ; dan b) biaya taksi dari Bandara Soekarno-Hatta ke tempat kedudukan (Jakarta) . 1 8 . Satuan Biaya Tiket Pesawat Perjalanan Dinas Dalam Negeri (PP) Satuan biaya tiket pesawat perjalanan dinas dalam negeri adalah satuan biaya untuk pembelian tiket pesawat udara Pergi Pulang (PP) dari bandara keberangkatan suatu kota ke bandara kota tujuan dalam perencanaan anggaran. Satuan biaya tiket termasuk biaya asuransi, tidak termasuk air port tax serta biaya retribusi lainnya. Dalam pelaksanaan anggaran, satuan biaya tiket perjalanan dinas dalam negeri menggunakan metode at cost ( sesuai pengeluaran) .
Satuan Biaya Tiket Pesawat Perjalanan Dinas Luar Negeri (PP) Satuan biaya tiket pesawat perjalanan dinas luar negeri (PP) merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pembelian tiket pesawat udara dari bandara di Jakarta ke berbagai bandara kota tujuan di luar negeri Pergi Pulang (PP) . Satuan biaya tiket termasuk biaya asuransi, tidak ten; nasuk airport tax serta biaya retribusi lainnya. Perjalanan dinas luar negeri dengan lama perjalanan melebihi 8 (delapan) jam penerbangan (tidak termasuk waktu transit) , bagi pejabat Eselon III ke atasjfungsional yang setara dapat menggunakan kelas bisnis. Dalam pelaksanaan anggaran, satuan biaya tiket perjalanan dinas dalam negeri menggunakan metode at cost ( sesuai pengeluaran) . M ENTER I KEUANGAN R E P U B L I K I N DONES IA 20. Satuan Biaya Penyelenggaraan Perwakilan RI di Luar Negeri Satuan biaya penyelenggaraan perwakilan RI di luar negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya penyelenggaraan operasional perwakilan RI di luar negeri, berupa:
1 ATK, Langganan Koranj Majalah, Lampu, Pengamanan Sendiri, Kantong Diplomatik, Jamuan a. ATK, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan kebutuhan alat tulis (misal: kertas, ballpoint, dan amplop) yang alokasinya dikaitkan dengan jumlah pegawai.
Langganan koranj majalah, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan media cetak. c. Lampu, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan penerangan di dalam gedung dan halaman kantor perwakilan.
Pengamanan sendiri, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai tenaga kerja yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan pengamanan di kantor perwakilan dan wisma.
Kantong diplomatik, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai peng1nman dokumen diplomatik.
Jamuan, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kegiatan jamuan tamu diplomatik yang dilaksanakan di luar kantor.
2 Pemeliharaan, Pengadaan Inventaris Kantor, Pakaian Sopir j Satpam, Sewa Kendaraan, dan Konsumsi Rapat a. Pemeliharaan kendaraan dinas, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk mempertahankan kendaraan dinas perwakilan RI di luar negeri agar tetap dalam kondisi siap pakai sesuai dengan peruntukannya, termasuk biaya bah an bakar. Catatan: Untuk negara yang mempunyai 4 (empat) musim, satuan biaya tersebut sudah termasuk biaya penggantian ban salju. Dalam hal terdapat peraturan dari negara setempat yang mewajibkan asuransi kendaraan, biaya asuransi kendaraan dapat dialokasikan sesuai kebutuhan riil dan dilengkapi dengan data dukung yang dapat di pertanggungj a wa bkan. M ENTE R ! KEUANGAN R E P U B L I K I N DO N ESIA b. Pemeliharaan gedung, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pemeliharaan rutin gedungjbangunan kantor jwisma perwakilan RI di luar negeri dengan maksud untuk menjagajmempertahankan gedungjbangunan kantor/ wisma perwakilan RI di luar negeri agar tetap dalam kondisi semula atau perbaikan dengan tingkat kerusakan kurang dari atau sama dengan 2% (dua persen) . Satuan biaya pemeliharaan gedungj bangunan kantor j wisma perwakilan RI di luar negeri dialokasikan untuk: 1 . gedungjbangunan milik negara; dan/atau 2 . gedungj bangunan milik pihak lain (selain pemerintah RI) yang disewa dan/ a tau dipinjam oleh pengguna barang dan dalam perjanjian diatur tentang adanya kewajiban bagi pengguna barang untuk melakukan pemeliharaan.
Pemeliharaan halaman, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk pemeliharaan rutin halaman gedung/ bangunan perwakilan RI di luar negeri. Catatan: Untuk perwakilan RI di negara yang mempunyai 4 (empat) musim dapat dialokasikan biaya pemeliharaan tambahan di luar gedung untuk fasilitas umum apabila ada ketentuan pemeliharaan dari negara yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan riil dan dilengkapi oleh data dukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pengadaan inventaris kantor, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan meja dan kursi pegawai pada perwakilan RI di luar negeri. Pengalokasiannya maksimal 10% (sepuluh persen) dari jumlah pegawai (home staff) dan minimal untuk 1 (satu) pegawai, sedangkan pembelian inventaris bagi pegawai baru disesuaikan dengan kebutuhan.
Pakaian sopir / satpam, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai pengadaan pakaian dinas harian sopir / satpam pada perwakilan RI di luar negeri.
Sewa kendaraan sedan, bus, dan mobil box, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kebutuhan biaya sewa kendaraan sedan, bus dengan kapasitas 32 (tiga puluh dua) penumpang selama 8 (delapan) jam, dan mobil box untuk kegiatan yang sifatnya insidentil dan dilakukan secara selektif serta efisien. Satuan biaya sewa tersebut sudah termasuk biaya bahan bakar dan pengemudi.
Konsumsi rapat, merupakan satuan biaya yang digunakan untuk membiayai kebutuhan biaya pengadaan konsumsi rapat biasa yang diselenggarakan di kantor, dimana di dalamnya sudah termasuk makan dan kudapan. Catatan Umum: M ENTER ! f<EUANGAN R E P U B L i f< I N DONESIA 1) Kementerian Negara/ Lembaga dalam melaksanakan ketentuan standar biaya masukan agar melakukan langkah-langkah efisiensi anggaran sebagai berikut: a) pembatasan dan pengendalian biaya perjalanan dinas; b) pembatasan dan pengendalian biaya rapat di luar kantor; c) penerapan sewa kendaraan operasional sebagai salah satu alternatif penyediaan kendaraan operasional; d) pembatasan dan pengendalian pemberian honorarium tim kegiatan; dan e) lebih mengutamakan pelaksana penggunaan produk dalam negeri.
Satuan biaya yang terdapat dalam Peraturan Menteri ini sudah termasuk pajak.
Satuan biaya diklat pimpinan struktural dan diklat prajabatan mengacu pada Peraturan Pemerintah mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Lembaga Administrasi Negara.
Untuk satuan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas, pemeliharaan sarana kantor, penggantian inventaris lama dan/atau pembelian inventaris untuk pegawai baru, pengadaan bahan makanan, konsumsi rapat, pengadaan kendaraan operasional bus, sewa mesin fotokopi, sewa kendaraan dinas,pemeliharaan gedungj bangunan dalam negeri, sewa kendaraan, pengadaan kendaraan roda 2 (dua) dan operasional kantor dan/ a tau lapangan, pengadaan operasional kantor dan/atau lapangan roda 4 (empat) , dan pengadaan pakaian dinas danj atau kerja, pada beberapa kabupaten diberikan toleransi pengusulan satuan biaya melebihi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri ini sehingga menjadi sebagai berikut: No Provinsi Kabupaten Toleransi 1 . Sumatera Toba 1 3 1 % dari Satuan biaya Utara Samosir 1 3 7% Provinsi Sumut Nias Utara 1 4 1 % Labuan 1 43% Batu Selatan 2. Sumatera Kep. 1 84% dari Satuan biaya Bar at Mentawai Provinsi Sumbar 3 . Kalimantan Ketapang 1 50% dari Satuan biaya Bar at Provinsi Kalbar 4. Kalimantan Timur 5. Maluku 6. Papua 7 . Papua Bar at M ENTE R I KEUANGAN R E P U B L I K I N DON ESIA - 49 - Kutai 1 38% Kartanegara Tanah Tidung 1 90% Seram Bagian 1 34% Timur Maluku 1 42% Tenggara Kep. Aru 1 44% Maluku 1 58% Tenggara Bar at Buru Selatan 1 64% Tual 1 68% Maluku Barat 1 89% Day a Tolikara 23 1 % Asmat 1 3 1 % Dogiyai 1 38% Sarmi 1 44% Jayawijaya 1 47% Merauke 1 48% Nduga 1 89% Lanny Jaya 2 1 3% Peg. Bintang 228% Yalimo 230% Puncak Jaya 244% Intan Jaya 258% Puncak 27 1 % Membrana 237% Tengah May brat 1 5 1 % Fak-Fak 1 47% Raja Ampat 1 47% Tambraw 1 75% dari Satuan biaya Provinsi Kaltim dari Satuan biaya Provinsi Maluku dari Satuan biaya Provinsi Papua dari Satuan biaya Provinsi Papua Barat MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 50 - Pengertian Istilah:
OJ b. OH c. OB d. OT e. OP f. OK g. OR h. Oter 1. OJP Orang/Jam Orang/ Hari Orang/ Bulan Orang/Tahun Orang/ Paket ' · OrangjKegiatan Orang/ Responden Orang/Terbitan Orang/ Jam Pelajaran MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P. 8 . BRODJONEGORO -< NTERIAN
Pengujian UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan terhadap UUD Negara RI Tahun 1945
Relevan terhadap
(Pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Bank Indonesia wajib menolak dan mengabaikan segala campur tangan dari pihak manapun dalam pelaksanaan tugasnya). Pasal 48 (Anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya kecuali karena yang bersangkutan mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, atau berhalangan) dimaksudkan untuk memperkukuh Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 di atas. Ketika saya membaca Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 48 UU Nomor 23 Tahun 1999 itu, instinct saya mendorong saya untuk berkesimpulan negatif: "Ini negara di dalam negara!" Hal ini berdasar keraguan saya tentang bagaimana mungkin bisa menjadi sangat ekslusif, bahwa Bank Indonesia sekaligus menetapkan dan melaksanakan kebijaksaan moneter (secara independen). Ibaratnya pemerintah menjadi terbungkam, disisihkan peran aktifhya untuk mengatur kebijaksanaan ekonomi yang pasti selalu mengandung kebijaksanaan moneter sebagai derivatnya. Entah dari mana datangnya naskah Undang-Undang Bank Indonesia semacam itu. Pernah diberitakan naskah itu datang dari Jerman yang berhaluan Bundesbank. Kalau benar demikian memang tak mengherankan terasa benar adanya semacam "kediktatoran" ala Jerman. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 50 Dari pengantar di atas tentulah menjadi lumrah bahwa saat ini telah terjadi "kerunyaman" ( absurdity ) dalam hubungan antara Bank Indonesia dan Pemerintah. Kemelut besar yang saat ini melanda Bank Indonesia tak terlepas dari kedudukan independensinya yang tidak dapat diterima, baik oleh pemerintah maupun oleh sebagian masyarakat yang tidak menghendaki adanya dualisme soverenitas. Tentu kemelut besar di Bank Indonesia itu terjadi pula karena alasan intern. Kemelut semacam ini telah menjelaskan sendiri ( self-explanatory ), bahwa sebenamya Bank Indonesia telah gagal melaksanakan peran dan tugasnya secara optimal sebagaimana ditentukan oleh Penjelasan Pasal 23 UUD 1945, dan Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 1999. Bank Indonesia terbukti tidak mampu memelihara kestabilan nilai rupiah, tidak mampu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter secara tepat. Mengatur dan menjaga kelancaran sistim pembayaran pun tidak jelas arah dan ujudnya. Lebih dari itu Bank Indonesia jelas telah gagal dalam mengatur dan mengawasi bank-bank. Perbankan Indonesia menjadi berantakan dan terpuruk seperti yang kita lihat saat ini tidak terlepas dari tidak efektifnya pengawasan Bank Indonesia. Undang-Undang tentang Bank Indonesia ini sudah berlaku satu setengah tahun, lebih tua dari usia pemerintahan Gus Dur, namun tidak ada tanda-tanda akan bisa efektif. Untuk sedikit lebih bersahabat dalam menanggapi independensi Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan oleh UU Nomor 23 Tahun 1999, dapatlah kiranya dikemukakan sebagai berikut ini. Keinginan untuk memberikan kedudukan independensi kepada Bank Indonesia tentulah tidak terlepas dari pengalaman sejarah, betapapun pendek sejarah ini. Memang pemerintahan Orde Baru yang totalitarian telah menyalahgunakan kekuasaannya dan menjadikan Bank Indonesia sebagai suatu alat kekuasaan rezim. Bank Indonesia tidak lagi menjadi suatu lembaga terhormat untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya yang mulia demi kemaslahatan bangsa dan negara, tetapi telah menjadi alat kekuasaan bagi para penguasa negara. Jadi independensi bank dimaksudkan untuk menghindari dapat terjadinya campur tangan kotor dari pemerintahan yang tidak bersih, yang penuh dengan pelanggaran dan penyalah-gunaan kekuasaan. Dari sinilah lahir citacita independensi untuk bank sentral itu dan sekaligus melebar ke tingkat ekstrimitasnya, sehingga mengabaikan posisi sub-ordinasi terhadap pemeritahan negara. Sampai-sampai secara eksplisit tersurat ketentuan yang menetapkan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 51 bahwa "pihak lain dilarang melakukan segala macam campur tangan" dan juga bahwa "Bank Indonesia wajib menolak dan mengabaikan segala campur tangan dari pihak manapun ". Ini yang absurd sekali ! Di dalam independensi ini tersurat dan tersirat kuat adanya sikap apriori bahwa setiap pemerintah (pemerintahan negara) pastilah akan selalu kotor, akan selalu menyeleng dan menyalahgunakan kekuasaan serta korup. Seolah-olah tidak pernah terbayangkan bahwa suatu pemerintahan dapat pula akan baik, bersih dan berwibawa, sebagaimana reformasi mencita-citakannya. Sebaliknya, independensi itu dilandasi oleh suatu pandangan apriori menyakini bahwa bank sentral kita pastilah akan merupakan suatu lembaga yang tangguh, bersih, bebas dari penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaannya, serba baik, dan terhormat, patut diseganai dan profesional dan seterusnya, Andaikata demikian ini yang digambarkan tentang Bank Indonesia, dengan segala kepatutannya untuk menyandang independensi, maka kita tidak perlu terperanjat melihat kenyataan semrawut yang ada, yang pasti akan menjadi bahan tertawaan. Bank Indonesia telah kebobolan, kecolongan, telah menjadi "sarang penyamun" sebagaimana Anwar Nasution pernah menggambarkannya. Dengan independensinya itu, pimpinan Bank Indonesia bahkan cenderung arogan. Independensi Bank Indonesia terkesan telah menumbuhkan semacam superiority complex dan sekaligus mendorong pimpinan Bank Indonesia lebih berani ngawur dalam membuat pemyataan-pemyataan kebijaksanaan yang sebenamya memerlukan kedalaman pemikiran (misalnya saja mengenai pasar-bebas, spekulasi dan intervensi) belum lama ini. Dengan mutu profesionalisme dan kepemimpinan semacam itu independensi Bank Indonesia dapat saja berubah menjadi malapetaka nasional. Patut diragukan, mampukah Bank Indonesia membendung krisis moneter yang saat ini masih terus mengintai Indonesia. Ibaratnya Bank Indonesia, ataupun pihak-pihak yang menghendaki independensi Bank Indonesia, telah menuding kebobrokan pemerintah, tanpa mampu mawas diri bahwa Bank Indonesia sebenamya sedang menjadi tudingan masyarakat. Mengenai Presiden Abdurrahman Wahid dan gaya kepemimpinannya dalam penyelenggaraan pemerintahan negara yang "otoritarian". Dengan mudah dapat dipahami bahwa Presiden Abdurrahman Wahid pasti akan "berselisih" dengan Bank Indonesia berkaitan dengan independensi Bank Indonesia semacam itu. Memang untuk alasan apapun, tentu diharapkan alasan yang baik (reformasi), Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 52 independensi Bank Indonesia macam ini akan memasung dinamika dan kreativitas penyelenggaraan negara. Pemerintah akan merasakan, seperti diungkapkan di atas, adanya negara di dalam negara. Hal ini sempat ahli (sebagai pembicara utama) kemukakan dalam suatu diskusi reformatif yang diprakarsai oleh Salahuddin Wahid beberapa waktu yang lalu dan mendapat tanggapan positif dan kurang lebihnya afirmatif. Belum lagi kalau penyakit lama kambuh, bahwa pemerintah benar-benar akan main kayu, mencampuradukkan antara reformasi dan deformasi sekaligus, maka independensi Bank Indonesia akan merupakan sumber perselisihan yang akut. Seperti dapat diduga, inilah yang terjadi saat ini. Lebih dari itu, bukan saja tentang independensi Bank Indonesia yang kini dipermasalahkan, tetapi juga tentang posisi dan kekuasaan Bank Indonesia telah menjadi suatu perebutan yang memalukan. Independensi Bank Indonesia semacam itu tentu akan menarik bagi kekuatan (partai-partai) oposisi. Independensi akan bisa menjadi sarana perebutan kekuatan antara pemerintah dengan pihak oposisi, dengan menggunakan otoritas Bank Indonesia sebagai benteng perlawanan politik. Inipun kiranya sedang terjadi pada saat ini. Antara Pemerintah dan Bank Indonesia seharusnyalah terjadi suatu koordinasi integral. Indonesia menganut faham " Penta Politica ", pemisahan kekuasaan antara lima (penta) kekuasaan negara, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, yudikatif, advisori (DPA) dan auditori (BPK). Bank Indonesia tidak ada kaitannya dengan penta politica ini. Dalam posisi semacam ini maka Bank Indonesia haruslah terkoordinasi dalam pemerintahan negara yang diselenggarakan oleh Pemerintah, di dalam suatu tingkat sub-ordinasi tertentu. Selanjutnya biarlah lembaga legislatif melakukan pengawasan efektifnya terhadap Pemerintah. Dengan kata lain independensi Bank Indonesia perlu di redefinisi, harus menjadi lebih supel dan fleksible, sehingga tidak terjadi dualisme otoritas dan kebijaksanaan antara pemerintah dan Bank Indonesia. Tanpa itu maka kemelut ekonomi dan moneter di lapangan akan sulit diatasi. Independensi yang menumbuhkan dualisme otoritas semacam itu memang peka akan pertarungan. Dalam pertarungan antara keduanya tentulah akan menguntungkan pihak ketiga yang dapat mempermainkan dan menggerogoti perekonomian nasional kita. Pertengkaran antara pemerintah dan Bank Indonesia saat ini pasti akan lebih Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 53 memperpuruk rupiah kita, mendorong capital flight, melambungkan tingkat suku bunga, menghambat investasi dan tentulah menunda pembukaan lapangan kerja bagi rakyat. Penyelewengan KLBI dan BLBI akan makin sulit terlacak, pencetakan uang palsu akan makin sukar diungkap. Sementara itu ahli menghargai sikap konsekuen dan taat hukum Syahril Sabirin sampai UU Nomor 23 Tahun 1999 itu di amendemen secara jujur (tanpa ada udang di balik batu). Saya pun menghargai sikap Pemerintah yang tidak menghendaki dualisme soverenitas, yang tidak mustahil dualisme ini merupakan suatu skenario politik besar terhadap Indonesia; Landasan hukum pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pasal 34 (1) Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang. (2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002; Selanjutnya dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagian Menimbang: Butir a. menyatakan "bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat". Boleh ditanyakan kepada jajaran pimpinan OJK yang ada di ruang ini, bagaimana melaksanakan tugas negara ini secara independen. Butir b. "Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir a, diperlukan otoritas jasa keuangan yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel". Boleh ditanyakan pula kepada jajaran pimpinan OJK yang ada di ruang ini bagaimana OJK bisa akuntabel, terhadap siapa, terhadap Bank Indonesia, terhadap Kementerian Keuangan atau kepada DPR, atau kepada diri sendiri? Menurut website OJK, fungsi OJK adalah menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 54 sektor jasa keuangan. Mengulangi presentasi tertulis saya yang disampaikan di ruang ini pada tanggal 18 September 2014, saya ingin menegaskan ulang tentang OJK sebagai lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur-tangan oihak lain, yang menjadikannya sebagai super-body dalam dunia keuangan Indonesia. Peran OJK dalam perekonomian nasional adalah sangat sektoral, yaitu menyangkut sektor jasa keuangan saja. Selanjutnya sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK tidak dipersoalkan kaitan OJK dengan tugas nasional sesuai dengan Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945, serta masalah Sila ke-5 Pancasila, yaitu "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Tugas sektoral OJK di dalam sektor jasa keuangan yang adil, transparan dan akuntabel untuk mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat secara independen, sama sekali tidak menjamin dan bahkan dapat bertentangan dengan tugas-tugas spesifik sesuai dengan doktrin kebangsaan (nasionalisme) dan doktrin kerakyatan yang dianut oleh Negara Republik Indonesia; Memang barangkali OJK dapat melaksanakan tugas sektoralnya secara teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mewujudkan sistem keuangan tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, namun tanpa merasa terikat (misalnya) dengan masalah riil yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, yaitu makin melebarnya kesenjangan antara kaya dan miskin (Gini ratio 2005 0,34% dan sekarang 2014 0,46%), makin dominannya investasi asing terhadap perekonomian nasional dan makin terdesaknya investor nasional dan ekonomi rakyat. Lebih dari itu meskipun pertumbuhan ekonomi di atas 5,5% (ini pun tidak terlalu tinggi), namun Indonesia makin kehilangan kedaulatan ekonomi: kita makin tidak berdaulat dalam pertanian khususnya pangan dan bibit, obat-obat dasar, teknik industri, teknologi dan energi. Dan lebih hebat lagi kita tidak berdaulat dalam penguasaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya [ayat (3) Pasal 33 UUD 1945] karena berlakunya sistem keuangan yang liberalistik dan kapitalistik, yang OJK berdasar tugasnya malahan dapat mengukuhkan penyelewengan konstitusional ini. Sektor keuangan dapat tetap adil, transparan dan akuntabel serta tumbuh berkelanjutan dan stabil serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat sesuai dengan konsideran UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, namun Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 55 independensi yang menjadikan OJK " super body " tidak memungkinkan OJK dapat mengatasi tantangan-tantangan dan keprihatinan perekonomian di atas, bahkan dengan wewenangnya sebagai super body bisa malah mengabaikan dan membahayakan kepentingan nasional demi kestabilan sektor jasa keuangan belaka. Oleh karena itu, peran OJK hendaknya dikembalikan kepada Bank Indonesia atau ke Departemen Keuangan agar terkait dengan tugas-tugas menyelamatkan perekonomian nasional dan kepentingan nasional Indonesia. Janganlah sampai dengan tugas sektoral OJK tadi yang terjadi adalah pembangunan di Indonesia, dan bukan pembangunan Indonesia artinya bangsa Indonesia hanya menjadi penonton atau menjadi kuli di negeri sendiri. Demikian pula jangan sampai dengan pengutamaan kestabilan dan pertumbuhan jasa keuangan maka pembangunan menjadi penggusuran terhadap orang miskin, bukan penggusuran kemiskinan;
Dr. Margarito Kamis, S.H., M.H. Apabila Undang-Undang OJK dikenali secara utuh agak sulit untuk tidak berkesimpulan bahwa ini tampak seperti negara dalam negara. Ahli ingin mengatakan bahwa Pasal 23D UUD 1945 menyatakan, “Negara memiliki suatu Bank Central yang susunan kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensi-nya diatur dengan undang-undang” , tidak dapat dan/atau tidak bermakna bahwa independensi atau Bank Indonesia atau Bank Central itu sebagian kewenangannya mesti diserahkan kepada organ lain yang tidak diperintahkan oleh konstitusi. Makna independensi dalam Pasal 23D UUD 1945 harus dimaknai sebagai patokan penentu relasi antar Bank Indonesia dengan Pemerintah. Jadi, derajat relasi hukum antara fungsi antara pemerintah dengan Bank Indonesia itu yang dimaksud dengan Pasal 23D UUD 1945 bukan mengurangi sebagian kewenangan Bank Indonesia dan kewenangan itu diserahkan kepada lembaga lain di luarnya. Itu sebabnya saya mengawali dengan mengatakan bahwa bila dikenali betul Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2012 ini secara konstitusional terlalu sulit untuk tidak menyatakan OJK tampak seperti negara dalam negara; Ahli ingin memperkuatnya dengan mengenali beberapa atau mengungkapkan beberapa saja diantaranya sebab tidak mungkin itu diungkapkan semua karena ahli yakin betul bahwa Majelis pun memiliki penilaian yang tidak mungkin dan/atau sebagaimana yang telah terefleksi dalam risalah sidang, tampak memiliki Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 56 kemiripan dengan apa yang ahli kemukakan; OJK dengan prinsip independensi melalui Undang-Undang ini dapat mengatur sendiri, membuat sendiri peraturan, dan melaksanakan Undang-Undang. Padahal mestinya ini dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah kecuali hal-hal lain yang memang tidak bisa diatur dan/atau tidak diatur dalam Undang-Undang. Karena keadaan hukum dengan fungsi mereka membutuhkan pengaturan barulah dilakukan, tetapi ini tidak dilakukan. Apa saja yang kan diatur dapat diatur dengan sendirinya oleh mereka tanpa bisa dicampuri oleh Pemerintah, tanpa dapat dicek (dikontrol) oleh DPR. Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung yang yang merupakan pelaksana kekuasan kehakiman pengaturan mengenai gaji pun diatur dengan Peraturan Presiden. Bagaimana OJK dapat mengatur dirinya sendiri, gaji pun diatur sendiri. Betapa luar biasanya OJK ini seperti lembaga negara di dalam negara; Menurut ahli tidak ada lembaga negara yang mempunyai 2 sumber keuangan pendanaan, namun OJK ini dibiayai dengan APBN dan pungutan yang dipungut sendiri dari bank dan jasa keuangan lainnya. Apa argumen konstitusionalnya sehingga dapat membenarkan tindakan tersebut? Siapa yang berani memastikan bahwa tidak ada potensi penyalahgunaan dan bagaimana mungkin bisa dipastikan akuntabilitas dan transparansi OJK dengan kewenangan seperti itu? Padahal bukankah negara hukum yang demokratis yang di atur dalam Undang-Undang Dasar 1945 menghendaki akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan kekuasaan negara? Menurut ahli bahwa pengawasan oleh OJK dimaksudkan untuk perlindungan konsumen dan adanya independensi OJK tidak diperoleh titik relasi dengan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945. Bagaimana dapat mengusahakan perekonomian nasional dengan prinsip kekeluargaan dan gotong royong, kalau salah satu organ negara (lembaga negara) mempunyai fungsi yang begitu strategis tidak dapat dicek (dikontrol), dan bekerja semau-maunya karena diatur dalam Undang-Undang. Dengan demikian keberadaan OJK bertentangan dengan prinsip negara hukum [Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 33 UUD 1945]; [2.3] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Presiden dalam persidangan tanggal 5 Mei 2014 menyampaikan keterangan lisan dan keterangan tertulis bertanggal 30 April 2014 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah tanggal 21 Oktober 2014 yang menguraikan hal-hal sebagai berikut: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 57 I. Pokok Permohonan Bahwa para Pemohon mengajukan permohonan pengujian materiil Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34, Pasal 37 dan frasa "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan ..." dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU OJK terhadap UUD 1945. Merujuk kepada permohonan para Pemohon, pada pokoknya para Pemohon menganggap hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya ketentuan UU OJK, khususnya ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Pasal 1 angka 1 yang menyatakan "OJK, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini." b. Pasal 5 yang menyatakan "OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan." c. Pasal 34 yang menyatakan: (1) “Dewan Komisioner menyusun dan menetapkan rencana kerja dan anggaran OJK. (2) Anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau pungutan dari pihak lain yang melakukan kegiatan _di sektor jasa keuangan; _ (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja dan anggaran OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner." d. Pasal 37 yang menyatakan:
“ OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. (2) Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib membayar pungutan yang dikenakan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penerimaan OJK. (4) OJK menerima, mengelola, dan mengadministrasikan pungutan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 58 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara akuntabel dan mandiri. (5) Dalam hal pungutan yang diterima pada tahun berjalan melebihi kebutuhan OJK untuk tahun anggaran berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke Kas Negara. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah." e. Frasa dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 yang menyatakan "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan ..." Merujuk pada dalil-dalil dalam permohonan, para Pemohon pada pokoknya menyatakan bahwa dengan diberlakukannya ketentuan-ketentuan a quo , telah mengakibatkan terjadinya kerugian konstitusional yang dialami oleh Para Pemohon, dengan alasan:
Pasal 23D UUD 1945 yang menyatakan, "Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan Undang-Undang ". Menurut para Pemohon hanya bank sentral yang dijelaskan secara eksplisit di UUD 1945 yang boleh independen, sehingga frasa independen OJK tidak menemukan pembenaran secara konstitusional.
Pasal 33 UUD 1945, yang menurut para Pemohon berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 OJK diharuskan untuk terintegrasi dengan sistem perekonomian yang diamanatkan konstitusi, sehingga tidak mungkin independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. Dengan demikian, OJK dipaksa dan diarahkan untuk independen dan terpisah dari sistem besar ketatanegaraan yang termaktub dalam konstitusi.
Secara konstitusional aspek pengaturan dan pengawasan OJK juga tidak jelas di UUD 1945 mendapat mandat atau turunan dari pasal berapa, dimana masing-masing kewenangan yang diperoleh OJK berasal dari turunan yang asimetris. Pasal 5 UU OJK juga dapat menimbulkan konsekuensi adanya penumpukan kewenangan dalam satu badan sehingga dapat menimbulkan potensi moral hazard .
Penggunaan APBN yang digunakan sebagai biaya operasional secara konstitusional tidak memiliki landasan hukum dikarenakan OJK tidak berada dalam struktur ketatanegaraan yang rigid dan juga sifat OJK yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 59 independen sehingga terdapat potensi penyalahgunaan kewenangan keuangan negara. Selain itu, jika terjadi krisis di sektor industri keuangan, bukan tidak mungkin dana APBN akan dipakai untuk menalangi krisis dan seberapa banyak dana publik dan/atau APBN yang boleh dikucurkan masih belum diatur.
Pasal 37 UU OJK akan menimbulkan dampak: (a) mengurangi kemandirian OJK karena OJK merupakan badan publik dengan amanat yang diberikan oleh rakyat melalui DPR; (b) sumber pendanaan dari jasa keuangan di pihak lain juga akan membalik akuntabilitas substantif OJK dari kepentingan publik dan konsumen kepada kepentingan kepada kepentingan industri jasa dan keuangan, f. Para Pemohon menginginkan agar pungutan yang mengatasnamakan negara haruslah jelas dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dalam Undang-Undang. II. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dan Kedudukan Hukum ( Legal Standing ) Para Pemohon A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Pembentukan OJK Merupakan Opened Legal Policy Berdasarkan Pasal 33 ayat (5) UUD 1945 Sebelum menanggapi lebih lanjut mengenai materi permohonan para Pemohon, Pemerintah akan terlebih dahulu membahas apakah terhadap ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34, Pasal 37 dan frasa "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan ..." dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 UU OJK ini telah tepat dan benar dapat diajukan pengujian konstitusional ( constitutional review ) ke Mahkamah Konstitusi. Mengingat pentingnya pengaturan mengenai sistem perekonomian nasional maka UUD 1945 mengatur mengenai perekonomian nasional diatur dalam Bab tersendiri yaitu Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Nasional. Bab XIV terdiri dari dua pasal yaitu Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945, mengenai pengaturan Perekonomian Nasional diatur dalam Pasal 33 UUD 1945. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 60 Sebagaimana telah diketahui bersama prinsip-prinsip dasar pengelolaan perekonomian nasional terdapat dalam Pasal 33 UUD 1945 dan Pasal 33 ayat (5) UUD 1945 juga telah mengamanatkan kepada pembentuk Undang-Undang pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan prinsip- prinsip pada Pasal 33 UUD 1945 diatur dalam Undang-Undang. Oleh karena itu, dalam rangka menjalankan amanat konstitusi tersebut maka telah diterbitkan perundang-undangan mengenai pengelolaan perekonomian nasional berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945, yang salah satunya adalah UU OJK. Pembentukan UU OJK secara keseluruhan oleh pembentuk Undang- Undang adalah dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil dan makmur kepada seluruh rakyat Indonesia. Sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (5) UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa "Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam Undang-Undang ", maka DPR bersama Pemerintah telah menyusun UU OJK sehingga pembentukan UU OJK merupakan suatu pilihan kebijakan yang bebas dan terbuka ( opened legal policy ) bagi pembuat Undang-Undang. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka pembentukan UU OJK adalah tepat berdasarkan amanat UUD 1945 khususnya pada Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 UUD 1945. Oleh karena itu, sudah sepatutnya permohonan uji materiil ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34, Pasal 37 dan frasa "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan ..." dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU OJK tersebut tidak dapat diajukan pengujian materiil di Mahkamah Konstitusi. Hai ini sesuai dengan pendapat Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimuat dalam Putusan Nomor 26/PUU-VII/2009 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden terhadap UUD 1945 yang menyatakan sebagai berikut: Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 61 "Bahwa Mahkamah dalam fungsinya sebagai pengawal konstitusi tidak mungkin untuk membatalkan Undang-Undang atau sebagian isinya, jikalau norma tersebut merupakan delegasi kewenangan terbuka yang dapat ditentukan sebagai legal policy oleh pembentuk Undang-Undang. Meskipun seandainya isi suatu Undang-Undang dinilai buruk, maka Mahkamah tidak dapat membatalkannya, sebab yang dinilai buruk tidak selalu berarti inkonstitusional, kecuali kalau produk legal policy tersebut jelas-jelas melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang intolerable . Sepanjang pilihan kebijakan tidak merupakan hal yang melampaui kewenangan pembentuk Undang-Undang, tidak merupakan penyalahgunaan kewenangan, serta tidak nyata-nyata bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka pilihan kebijakan demikian tidak dapat dibatalkan oleh Mahkamah; dan Putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden terhadap UUD 1945, yang menyatakan sebagai berikut: "Menimbang bahwa Mahkamah dalam fungsinya sebagai pengawal konstitusi tidak mungkin untuk membatalkan Undang-Undang atau sebagian isinya, jikalau norma tersebut merupakan delegasi kewenangan terbuka yang dapat ditentukan sebagai legal policy oleh pembentuk Undang-Undang. Pandangan hukum yang demikian sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 010/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan sepanjang pilihan kebijakan tidak merupakan hal yang melampaui kewenangan pembentuk Undang- Undang, tidak merupakan penyalahgunaan kewenangan, serta tidak nyata-nyata bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka pilihan kebijakan demikian tidak dapat dibatalkan oleh Mahkamah". Selain itu, pokok-pokok permasalahan yang diajukan oleh para Pemohon sangat tidak tepat diuji oleh Mahkamah Konstitusi, karena dalil-dalil permohonan menyangkut mengenai implementasi dari norma bukan kesalahan atau pertentangan norma dengan UUD 1945 sebagaimana disampaikan oleh Prof. Arief Hidayat dalam sidang pane! pemeriksaan pendahuluan tanggal 25 Maret 2014 yang pada pokoknya menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan untuk mengadili apa yang dilakukan oleh suatu lembaga negara dalam suatu pengujian Undang-Undang tetapi mengadili norma yang bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, sudah sepatutnya permohonan pengujian Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34, Pasal 37 dan frasa "... tugas pengaturan dan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 62 pengawasan di sektor perbankan ..." dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU OJK yang diajukan oleh para Pemohon dinyatakan tidak dapat diterima ( niet ontvankelijk verklaard ). B. Tinjauan Kedudukan Hukum ( Legal Standing ) Para Pemohon Legal Standing Sebagai Pembayar Pajak Harus Dibuktikan Oleh Pemohon Dengan Menyertakan Bukti SPT Dan Bukti Pembayaran Kewajiban Pajak Pemohon Berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (untuk selanjutnya disebut "UU Mahkamah Konstitusi") disebutkan bahwa para Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang. Ketentuan tersebut dipertegas dalam penjelasannya, bahwa yang dimaksud dengan "hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam UUD 1945. Dengan demikian agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Para pemohon yang memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) dalam permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 maka terlebih dahulu harus menjelaskan dan membuktikan:
kualifikasinya dalam permohonan a quo sebagaimana disebut dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi;
hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dalam kualifikasi dimaksud yang dianggap telah dirugikan oleh berlakunya Undang- Undang yang diuji;
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional Para pemohon sebagai akibat berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian. Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007, serta putusan-putusan selanjutnya, telah memberikan pengertian dan batasan secara kumulatif tentang kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi harus memenuhi 5 (lima) syarat, yaitu:
adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh UUD Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 63 1945;
hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji;
bahwa kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
adanya hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji;
adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. Karena itu, Pemerintah berpendapat bahwa para Pemohon tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) dan tidak dirugikan hak konstitusionalnya oleh berlakunya Undang-Undang a quo , sehingga para Pemohon tidak memenuhi syarat sebagai pemohon uji materiil sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 51 UU Mahkamah Konstitusi tersebut. Menurut pendapat Pemerintah, legal standing sebagai pembayar pajak yang patuh, tidak dapat diterima begitu saja dengan memiliki dan melampirkan Nomor Pajak Wajib Pajak (NPWP) sebagai bukti. Dengan memiliki NPWP tidak secara serta merta para Pemohon telah membayar pajak, maka seharusnya para Pemohon juga turut menyertakan bukti Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak dan juga pembayaran kewajiban Pajak yang merupakan pelaporan perhitungan dan pembayaran pajak oleh, objek pajak, dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta atau kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tidak Ada Hak Konstitusional Pemohon Yang Dilanggar Dengan Berlakunya Ketentuan UU OJK Yang Diuji Selain itu, Pemerintah tidak melihat adanya pelanggaran hak konstitusional para Pemohon yang sebagaimana didalilkan dalam permohonan para Pemohon yaitu dengan berlakunya ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34, Pasal 37 dan frasa "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan ..." dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU OJK telah merugikan hak Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 64 konstitusionalitasnya sebagai perserorangan warga negara Indonesia dengan didasarkan pada: Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan "Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat." dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Bahwa para Pemohon dalam permohonan uji materiilnya tidak secara jelas menguraikan mengenai kerugian konstitusional dan hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian konstitusional Pemohon secara spesifik, aktual atau setidaknya potensial yang dapat dipastikan akan terjadi dikarenakan berlakunya norma yang terkandung dalam ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34, Pasal 37 dan frasa "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan ..." dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU OJK. Bahwa ketentuan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bukan merupakan hak-hak dasar atau hak konstitusional warga negara in casu hak para Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945. Hal ini dikarenakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 merupakan salah satu bentuk pelaksanaan kedaulatan rakyat. Penetapan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) setiap tahunnya dengan Undang-Undang mempunyai pengertian bahwa dalam penyusunan Undang-Undang APBN, haruslah mendapatkan persetujuan rakyat yang dalam hal ini diwakili oleh DPR. Selain itu, penggunaan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 sebagai batu uji permohonan a quo sangat tidak tepat dan tidak berdasar hukum. Ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 merupakan prinsip persamaan dalam hukum dan pemerintahan ( equality before the law ), prinsip kewajiban menjunjung hukum tidak hanya harus dilaksanakan oleh negara, namun juga wajib dijunjung tinggi oleh seluruh warga negara Indonesia. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 65 Bahwa penggunaan Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 tidak dapat dijadikan dasar kedudukan hukum oleh para Pemohon dikarenakan bukan hak konstitusional para Pemohon, namun merupakan suatu kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia untuk menerapkan prinsip persamaan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dan sebagai pembayar pajak tidak serta merta dapat dasar dalam pengajuan uji materiil suatu Undang-Undang. Permohonan Pemohon merupakan permohonan yang Obscuur Libel Selain itu, permohonan para Pemohon merupakan permohonan yang obscuur libel yaitu nampak pada tidak sesuainya antara posita permohonan para Pemohon dan petitum yang dimintakan oleh para Pemohon dalam permohonannya. Para Pemohon tidak menjelaskan mengapa frasa "...tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan.." bertentangan dengan UUD 1945, namun tetap meminta petitum agar Mahkamah Konstitusi menyatakan frasa dimaksud bertentangan dengan UUD 1945. Para Pemohon juga telah melakukan kesalahan yang menyebabkan permohonan Para Pemohon menjadi tidak jelas dan tidak fokus ( obscuur libel ) yaitu pada angka 2 petitum permohonannya yang meminta agar Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34 dan Pasal 37 UU OJK bertentangan dengan UUD 1945, namun pada angka 3 para Pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 34 dan Pasal 37 UU OJK tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Bahwa berdasarkan uraian di atas, Pemerintah berpendapat permohonan para Pemohon tidak jelas, tidak cermat, tidak fokus dan kabur ( obscuur libel ), utamanya dalam mengkonstruksikan kerugian konstitusional seperti apa yang dialami oleh para Pemohon sebagai individu perseorangan warga negara Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah memohon agar Ketua/Majelis Hakim Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Para pemohon ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima ( niet ontvankelijk verklaard ). Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 66 III. Penjelasan Pemerintah Atas Permohonan Para Pemohon A. Penjelasan Pemerintah Atas Permohonan Putusan Provisi Para Pemohon Tidak Ada Alasan Yang Spesifik Dan Aktual Serta Penting Dan Mendesaknya Permohonan Provisi Pemohon Harus Dikabulkan Oleh Mahkamah Konstitusi Istilah provisionil dikenal luas dengan istilah "provisionllels vonnis", "provisoire", "voorlopige", "provisionaf, "voorlaufig", "provissorich ainstwelling", "bij vooraad' dan Iain-Iain. Istilah-istilah dimaksud pada pokoknya menjelaskan bahwa putusan provisi adalah putusan yang sifatnya sangat segera dan mendesak untuk dilakukan oleh hakim terhadap salah satu pihak dan bersifat sementara di samping adanya tuntutan pokok dalam surat gugatan. Dalam Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, putusan provisi hanya dikenal pada perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang diatur dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang mengatur "Mahkamah Konstitusi dapat mengeluarkan penetapan yang memerintahkan pada pemohon dan/atau termohon untuk menghentikan sementara pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi". Namun demikian, dalam sejarahnya Mahkamah Konstitusi pernah mengabulkan permohonan provisi yang diajukan oleh Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah dalam perkara Nomor 133/PUUA/1I/2009 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Permohonan provisi yang dikabulkan sebagian oleh Mahkamah Konstitusi terkait dengan penundaan penerapan Pasal 32 ayat (1) huruf c juncto Pasal 32 ayat (3) UU KPK oleh Presiden yakni mengenai tindakan administratif berupa penghentian pimpinan KPK yang menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan. Dalam Putusan Nomor 133/PUU-VII/2009, Mahkamah Konstitusi memberikan pendapat sebagai berikut: "Bahwa dalam praktik pemeriksaan perkara pengujian undang-undang seringkali untuk kasus-kasus tertentu dirasakan perlunya putusan sela dengan tujuan melindungi pihak yang hak konstitusionalnya amat sangat Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 67 terancam sementara pemeriksaan atas pokok pemohonan sedang berjalan". Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana disebutkan di atas, maka terdapat unsur-unsur yang harus dapat dipenuhi dan dijelaskan secara spesifik dan aktual oleh para Pemohon dalam permohonannya. Terhadap permohonan provisi para Pemohon, Pemerintah berpendapat bahwa para Pemohon tidak dapat menjelaskan secara spesifik dan aktual terkait dengan alasan pentingnya dan mendesaknya mengapa permohonan provisi para Pemohon harus dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi dan akibatnya apabila permohonan provisi para Pemohon tidak dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sampai dengan saat ini, OJK telah melakukan kewenangannya untuk melakukan pengaturan dan pengawasan dalam sektor jasa keuangan serta mengadvokasi kepentingan para konsumen. Dalam melakukan kewenangannya tersebut, tidak terdapat kendala yang berarti dan tidak ada hak konstitusional dari para Pemohon yang telah dilanggar atau terancam untuk dilanggar dengan adanya pelaksanaan kewenangan OJK dimaksud. Dikabulkannya permohonan provisi dapat menimbulkan kerancuan hukum bahkan ketidakpastian hukum di sektor jasa keuangan Selain itu, dalam Putusan Nomor 133/PUU-VI1/2009 Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan: "Bahwa Mahkamah berpendapat putusan sela perlu untuk diterapkan apabila dengan putusan tersebut tidak akan menimbulkan kerancuan hukum di satu pihak, sementara di pihak lain justru akan memperkuat perlindungan hukum". Dengan adanya pertimbangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana disebutkan di atas, maka sesungguhnya Mahkamah Konstitusi telah menetapkan batasan dikabulkannya permohonan provisi dari para Pemohon pengujian Undang-Undang yaitu apabila dengan putusan tersebut tidak akan menimbulkan kerancuan hukum di satu pihak. Pemerintah berpendapat bahwa apabila permohonan provisi para Pemohon dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi akan dapat menimbulkan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 68 kerancuan hukum bahkan ketidakpastian hukum bagi para pelaku pasar dan para konsumen di sektor jasa keuangan secara umum dan khususnya di pihak OJK. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka seyogianya Mahkamah Konstitusi menolak permohonan provisi dari para Pemohon dikarenakan tidak ada keadaan yang sangat mendesak untuk dikabulkannya permohonan provisi dimaksud dan apabila dikabulkan dapat menimbulkan kerancuan hukum dan ketidakpastian hukum bagi para pelaku pasar dan para konsumen di sektor jasa keuangan secara umum dan khususnya di pihak OJK. B. Penjelasan Pemerintah Atas Pendapat Para Pemohon Yang Menyatakan Pasal 1 Angka 1 UU OJK Bertentangan Dengan UUD 1945 OJK Merupakan Lembaga Negara Yang Memiliki Sifat Constitutional Importance Secara yuridis pembentukan UU OJK dilandasi oleh Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 UUD 1945. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945 memberikan kewenangan konstitusional kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membentuk suatu Undang- Undang, sedangkan Pasal 33 UUD 1945 merupakan landasan konstitusional dibentuknya UU OJK; Pembentukan UU OJK merupakan pengejawantahan tujuan konstitusional dibentuknya Negara Indonesia, yang terdapat dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 yang menentukan salah satu tujuan negara ( common virtues ) yaitu memajukan kesejahteraan umum yang perlu diwujudkan melalui pelembagaan negara Indonesia, dan amanat konstitusional Pasal 33 UUD 1945, yaitu dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian dan memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia, maka program pembangunan nasional harus dilaksanakan secara komprehensif dan mampu menggerakkan kegiatan perekonomian nasional yang memiliki jangkauan yang luas dan menyentuh keseluruh sektor riil dari perekonomian masyarakat Indonesia. Pengaturan mengenai perekonomian nasional sebagaimana diamanatkan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 69 pada Pasal 33 UUD 1945 terkait erat dengan sistem keuangan untuk menunjang berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional sehingga diperlukan lembaga-lembaga keuangan untuk menopang perekonomian nasional sehingga diperlukan lembaga yang memiliki fungsi pengaturan dan pengawasan lembaga-lembaga keuangan dimaksud dalam rangka menjalankan tujuan konstitusional dibentuknya Negara Indonesia dan amanat konstitusional Pasal 33 UUD 1945. Konstitusionalitas suatu norma dalam Undang-Undang tidak hanya dapat diukur melalui pasal-pasal yang terdapat dalam batang tubuh UUD 1945 melainkan juga melalui Pembukaan UUD 1945 yang mana di dalamnya terdapat tujuan dibentuknya Negara Indonesia. Mengingat konstitusionalitas suatu norma dalam Undang-Undang tidak hanya dapat diukur melalui pasal-pasal yang terdapat dalam batang tubuh UUD 1945 melainkan juga melalui Pembukaan UUD 1945 yang mana di dalamnya terdapat tujuan dibentuknya Negara Indonesia, maka berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut di atas Pemerintah berpendapat bahwa OJK merupakan suatu lembaga negara independen yang memiliki sifat constitutional importance dikarenakan merupakan salah satu instrument untuk mencapai tujuan bernegara dan amanat konstitusional dalam Pembukaan dan Pasal 33 UUD 1945. Sebagaimana disampaikan oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. dalam bukunya "Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi", bahwa ragam struktur organisasi kekuasaan negara dewasa ini sudah berkembang sangat bervariasi, sehingga yang dinamakan organ negara atau lembaga negara tidak lagi hanya terbatas pada tiga fungsi menurut doktrin klasik yang dikembangkan sejak abad ke-18. Lembaga-lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Penyiaran Indonesia, Badan Pengawas Pemilu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan sebagainya merupakan contoh lembaga dan/atau komisi baru yang bersifat independen dan memiliki fungsi campuran dan dibentuk berdasarkan Undang-Undang, namun tetap memiliki sifat constitutional importance . Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 70 Sifat Independensi OJK Merupakan Hal Yang Tidak Terpisahkan Dengan Pembentukan OJK Selain itu, pembentukan UU OJK juga merupakan amanat Pasal 34 ayat (1) dan Penjelasan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU Bank Indonesia) yang mengamanatkan bahwa "(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang". Lebih lanjut penjelasan Pasai 34 ayat (1) UU Bank Indonesia menyatakan "(1) Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap Bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat." Dengan adanya Pasal 34 ayat (1) dan Penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU Bank Indonesia sebagaimana disebutkan di atas, maka sejak semula independensi OJK merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan pembentukan OJK. Namun demikian, meskipun dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah OJK tetap berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Independensi OJK merupakan suatu keharusan dan hal ini disadari oleh pembentuk Undang-Undang yaitu Pemerintah dan DPR, dikarenakan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan OJK hams memiliki independensi. Hal ini disebabkan OJK mengawasi kegiatan jasa keuangan dan transaksi keuangan oleh entitas bisnis yang dapat berpotensi terjadinya benturan kepentingan serta berpotensi mempengaruhi kepentingan pihak-pihak tertentu, termasuk pihak Pemerintah dengan tetap berada dalam koridor hukum yang juga menjamin bahwa independensi tersebut dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Independensi OJK diwujudkan dalam 2 (dua) hal. Pertama, secara kelembagaan OJK tidak berada di bawah otoritas lain di dalam sistem Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 71 Pemerintah Negara Republik Indonesia yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya Otortias Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh karena itu, OJK melibatkan keterwakilan unsur-unsur dari kedua otoritas dimaksud, secara Ex-Officio . Keberadaan Ex-Officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiscal, moneter, dan sektor jasa keuangan. Keberadaan Ex-Officio juga diperlukan guna memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan. Kedua, independensi OJK tercermin dalam kepemimpinan OJK. Secara orang perseorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam UU OJK. Di samping itu, untuk mendapatkan pimpinan OJK yang tepat, Undang-Undang OJK mengatur seleksi yang unsur-unsurnya terdiri atas Pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat sektor jasa keuangan. C. Penjelasan Pemerintah Atas Pendapat Para Pemohon Yang Menyatakan Pasal 5 Dan Frasa "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan ..." Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 UU OJK Bertentangan Dengan UUD 1945 Dalam posita permohonannya para Pemohon, tidak menjelaskan mengapa frasa "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan..." bertentangan dengan UUD 1945, namun para Pemohon tetap meminta petitum kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa frasa dimaksud bertentangan dengan UUD 1945 sehingga menyebabkan permohonan para Pemohon menjadi tidak jelas dan tidak fokus ( Obscuur Libel ). Namun demikian Pemerintah tetap akan menjelaskan mengapa frasa "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan..." dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU OJK tidak Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 72 bertentangan dengan UUD 1945 dengan digabungkan pada Penjelasan Pemerintah terkait Pasal 5 UU OJK dikarenakan memiliki keterkaitan yaitu mengenai kewenangan pengaturan dan pengawasan OJK yang terintegrasi terhadap seluruhh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan termasuk tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan. Pengaturan dan Pengawasan Sektor Jasa Keuangan Yang Terintegrasi Merupakan Kebutuhan Untuk Meningkatkan Efektivitas Dan Efisiensi Dalam Menghadapi Globalisasi dan Konglomerasi Sektor Jasa Keuangan Secara historis pembentukan UU OJK didasarkan pada terjadinya Asian Financial Crisis tahun 1997-1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya sektor perbankan. Krisis pada tahun 1997-1998 berawal dari krisis nilai tukar di Thailand, krisis tersebut menjalar dengan cepat ke negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Filipina, Indonesia, dan Korea Selatan serta berkembang menjadi krisis perbankan. Krisis perbankan yang melanda Indonesia diakibatkan karena banyak bank yang mengalami krisis likuiditas, yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi dan politik sehingga secara keseluruhan menjadi krisis multidimensi sehingga menyebabkan krisis di Indonesia beriangsung lebih lama dibandingkan negara-negara Asia lainnya dan menyebabkan beban fiskal yang sangat besar, mencapai Rp. 600 triliun. Tidak hanya Asian Financial Crisis tahun 1997-1998, Global Crisis pada tahun 2008 juga memiliki peran mengapa diperlukan pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi dalam sektor jasa keuangan. Pada saat krisis global tahun 2008, Indonesia sebagai salah satu negara yang sistem keuangannya berinteraksi di pasar global tidak luput dari tekanan dan ancaman krisis, sehingga menyebabkan salah satu bank di Indonesia harus di- bailout untuk menghindari pengulangan akibat-akibat yang disebabkan Asian Financial Crisis tahun 1997-1998. Krisis pada tahun 1997-1998 dan juga krisis pada tahun 2008 menunjukkan kelemahan dalam hal kelembagaan dan pengaturan pada sektor jasa keuangan bukan hanya dalam sektor perbankan saja. Reformasi di bidang hukum sektor jasa keuangan diharapkan menjadi salah satu solusi untuk menciptakan sistem penyelesaian dan pencegahan krisis keuangan di masa yang akan datang. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 73 Filosofi pembentukan UU OJK bertujuan agar kegiatan sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, mengingat sistem keuangan merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional dan memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam penyediaan dana untuk pembiayaan pembangunan ekonomi nasional. Berdasarkan landasan filosofis dimaksud, perlu dilakukan penataan agar dapat tercapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah, memandang diperlukan OJK yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel. Secara filosofi, OJK sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan harus memiliki independensi di dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini disebabkan OJK mengawasi kegiatan jasa keuangan dan transaksi keuangan oleh entitas bisnis yang dapat berpotensi terjadinya benturan kepentingan serta berpotensi mempengaruhi kepentingan pihak-pihak tertentu, termasuk pihak Pemerintah. Untuk itu, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, OJK harus independen atau bebas dari intervensi pihak- pihak berkepentingan, tentunya dalam koridor hukum yang juga menjamin bahwa independensi tersebut dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Mengenai landasan sosiologis dapat Pemerintah sampaikan bahwa pembentukan OJK dilatarbelakangi oleh fakta bahwa terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi dan inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar masing- Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 74 masing subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya lembaga keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga-lembaga keuangan di dalam sistem keuangan. Kemudian, banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard , belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, pembentukan OJK didasarkan pula atas pertimbangan perlunya dilakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di industri jasa keuangan yang mencakup bidang perbankan, pasar modal dan industri jasa keuangan non bank; Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai pengawasan sektor jasa keuangan menjadi terintegrasi dan koordinasi di antara subsektor jasa keuangan menjadi lebih mudah sehingga pengawasan dan regulasinya menjadi lebih efektif sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan juga perlindungan konsumen sektor jasa keuangan yang lebih kuat, mengingat semakin rumitnya transaksi dan interaksi antar lembaga-lembaga keuangan di dalam sistem keuangan. Pasal 23D UUD 1945 Merupakan Opened Legal Policy dari Pembuat Undang-Undang dan Pasal 5 dan frasa "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan..." dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 64, Pasai 65 dan Pasal 66 UU OJK Tidak Bertentangan Dengan Konstitusi Terhadap dalil para Pemohon yang mendalilkan bahwa kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan merupakan turunan langsung dari Pasal 23D UUD 1945, menurut Pemerintah hal tersebut tidak beralasan dan tidak berdasar hukum dikarenakan sebagaimana disampaikan oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. dalam bukunya "Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi" pada halaman 92 yang menyatakan: "Selain itu, nama dan kewenangan bank sentral juga tidak tercantum Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 75 eksplisit dalam UUD 1945. Ketentuan Pasal 23D UUD 1945 hanya menyatakan "Negara memiliki bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan Undang-Undang”. Bahwa bank sentral itu diberi nama seperti yang sudah dikenal seperti selama ini, yaitu "Bank Indonesia", maka hal itu adalah urusan pembentuk Undang-Undang. Demikian pula dengan kewenangan bank sentral itu, menurut Pasal 23D tersebut, akan diatur dengan Undang-Undang." maka kewenangan Bank Indonesia sebagai bank sentral dapat ditentukan oleh pembentuk Undang-Undang melalui Undang-Undang yang dibentuknya dikarenakan Pasal 23D UUD 1945 merupakan ketentuan open legal policy dari pembuat Undang-Undang. Oleh karena itu apabila pembentuk Undang-Undang merasa perlu ada yang diperbaharui dari sistem sektor jasa keuangan termasuk kewenangan suatu lembaga hal tersebut dapat saja dilakukan dan tidak bertentangan dengan konstitusi. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dan mengingat pentingnya sektor jasa keuangan sebagai salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional yang menjalankan fungsi intermediasi dalam rangka pembiayaan pembangunan ekonomi nasional agar dapat tercapainya tujuan konstitusional dibentuknya Negara Indonesia dan amanat konstitusional Pasal 33 UUD 1945, maka menurut Pemerintah kewenangan OJK dalam melakukan pengaturan dan pengawasan dalam sektor jasa keuangan sebagaimana termaktub dalam Pasal 5 dan frasa "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan..." dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU OJK merupakan kewenangan yang tidak melanggar konstitusi dan kewenangan tersebut menunjukkan bahwa OJK memiliki sifat constitutional importance dikarenakan merupakan salah satu instrumen untuk mencapai tujuan dan amanat konstitusional dalam Pembukaan dan Pasal 33 UUD 1945. Apabila para Pemohon mengkhawatirkan adanya penumpukan kewenangan dalam OJK dan dapat menimbulkan potensi moral hazard , menurut pendapat Pemerintah hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan dikarenakan UU OJK juga telah memisahkan fungsi pengaturan dengan pengawasan sebagai unsur check and balances di dalam OJK. Hal ini diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 76 Fungsi pengaturan dilakukan oleh Dewan Komisioner (vide Pasal 8) sedangkan fungsi pengawasan dilakukan masing-masing oleh Pengawas Perbankan, Pengawas Pasar Modal dan Pengawas Industri Keuangan Non Bank (vide Pasal 9 huruf b). Dewan Komisioner sebagai organ tertinggi dalam OJK selain menjalankan fungsi pengaturan, juga berperan untuk memastikan masing-masing Pengawas melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun demikian perlu dicatat bahwa Penjelasan Pasal 9 huruf b menyatakan bahwa pengawasan Dewan Komisioner terhadap pelaksanaan tugas Kepala Eksekutif ditujukan untuk mengevaluasi dan memperbaiki kinerja dari Kepala Eksekutif. Pengawasan tersebut tidak dimaksudkan untuk memberi kewenangan kepada Dewan Komisioner untuk mengintervensi atau turut campur terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang setiap Kepala Eksekutif. Lebih lanjut, dalam rangka check and balances, di internal OJK terdapat Komite Etik, yaitu organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, pejabat dan pegawai OJK terhadap kode etik. (vide Pasal 1 angka 21). Anggota Dewan Komisioner melanggar kode etik dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir. Pelanggaran kode etik dalam ketentuan ini adalah pelanggaran yang dikategorikan pelanggaran berat dan dilaporkan oleh Dewan Komisioner kepada Dewan Perwakilan Rakyat. (vide Pasal 17 ayat (1)). Dewan Komisioner menetapkan Peraturan Dewan Komisioner mengenai kode etik dan menegakkan kode etik OJK (vide Pasal 32). D. Penjelasan Pemerintah Atas Pendapat Para Pemohon Yang Menyatakan Pasal 34 dan Pasal 37 UU OJK Bertentangan Dengan UUD 1945 Pengaturan Pungutan OJK Dimaksud Telah Sejalan Dengan Ketentuan Pasal 23A UUD 1945 Pengembangan sektor jasa keuangan yang merupakan bagian dari upaya pembangunan nasional dalam rangka upaya peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia ditempuh melalui usaha mewujudkan keseluruhan kegiatan sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 77 keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945. UU OJK dibentuk dengan tujuan sebagaimana disebutkan di atas, namun guna mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya jaminan sumber pembiayaan yang mampu mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai salah satu unsur yang dapat menjadikan OJK sebagai lembaga yang independen dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Berdasarkan hal tersebut, maka pembentuk Undang-Undang yaitu DPR dan Pemerintah sepakat dalam hal anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan sebagaimana termaktub dalam Pasal 34 ayat (2) UU OJK. Ketentuan tersebut bermakna bahwa pembiayaan kegiatan OJK, sewajarnya didanai secara mandiri yang pendanaannya bersumber dari pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Selain itu, dalam Pasal 37 UU OJK mengatur bahwa OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan, dan pungutan tersebut merupakan penerimaan OJK. Sebagaimana telah dijelaskan pula dalam penjelasan pasal tersebut yang menyatakan bahwa pembiayaan kegiatan OJK sewajarnya didanai secara mandiri yang pendanaannya bersumber dari pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Penetapan besaran pungutan tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan serta kebutuhan pendanaan OJK. Pengaturan pungutan OJK dimaksud telah sejalan dengan ketentuan Pasal 23A UUD 1945 yang mengatur bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk kepentingan Negara diatur dengan undang- undang. Sejalan dengan hal tersebut, UU OJK memberikan kewenangan kepada OJK untuk memungut biaya dari industri jasa keuangan, pungutan tersebut merupakan penerimaan OJK dan OJK berwenang untuk menerima, mengelola, dan mengadministrasikan pungutan tersebut Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 78 secara akuntabel dan mandiri. Namun demikian, jika jumlah pungutan telah melebihi kebutuhan pembiayaan OJK, maka kelebihan tersebut disetor ke kas negara sebagai penerimaan negara. Praktik pungutan atau iuran dalam sistem hukum sektor jasa keuangan Indonesia juga telah dikenal sebelumnya dengan adanya Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang menyatakan (3) “Bursa Efek dapat menetapkan biaya pencatatan Efek, iuran keanggotaan, dan biaya transaksi berkenaan dengan jasa yang _diberikan; _ (4) Biaya dan iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disesuaikan menurut kebutuhan pelaksanaan fungsi Bursa Efek. Selain itu, pungutan, iuran atau premi juga dikenal di dalam Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan khususnya pada Bagian Ketiga mengenai Premi. Oleh karena itu, pungutan, iuran, atau premi yang dikenakan kepada para pelaku pasar merupakan praktik yang lazim dalam sistem hukum sektor jasa keuangan di Indonesia dan telah sejalan dengan ketentuan Pasal 23A UUD 1945. Oleh karena itu, Pemerintah berpendapat bahwa dalil Para Pemohon yang menyatakan Pungutan yang dilakukan oleh OJK tidak sesuai dengan UUD 1945 adalah tidak beralasan dan tidak berdasar hukum dikarenakan telah sesuai dengan Pasal 23A UUD 1945. Mekanisme Penganggaran Dan Pungutan OJK Telah Akuntabel Dan Sesuai Dengan Konstitusi Mengingat pada masa awal pembentukan OJK memerlukan pembiayaan dan OJK masih dalam tahap membangun regulasi dan standard operating procedure dalam kelembagaannya, maka untuk memenuhi kebutuhan OJK diberikan alternatif sumber pembiayaan OJK dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam Pasal 34 UU OJK telah menentukan bahwa penetapan rencana dan anggaran OJK oleh Dewan Komisioner harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Memperhatikan hal tersebut, maka sepanjang masih terdapat unsur APBN dalam pembiayaan kegiatan OJK, maka proses penyediaan APBN untuk Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 79 pembiayaan tersebut tidak dapat terlepas dari mekanisme penyusunan dan penetapan APBN yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, beserta peraturan pelaksanaannya. Mengenai penetapan besaran pungutan tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan serta kebutuhan pendanaan OJK dan harus dibebankan kepada pihak yang secara langsung menerima manfaat dari efektifnya fungsi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan oleh OJK, serta standar biaya yang lazim digunakan oleh sektor jasa keuangan atau regulator sektor jasa keuangan sejenis, baik domestik maupun internasional. Hal ini dilakukan agar OJK dapat mengimbangi tuntutan dan dinamika sektor jasa keuangan, baik secara domestik maupun internasional. Pengaturan mengenai pelaporan dan akuntabilitas OJK telah diatur di dalam Pasal 38 UU OJK, yang mengatur bahwa OJK menyusun laporan keuangan dan kegiatan secara periodik atau insidentil apabila DPR memerlukan penjelasan. Terkait laporan keuangan, OJK diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan wajib diumumkan kepada publik melalui media cetak dan media elektronik. Selain pengawasan eksternal, mekanisme mengenai pengawasan internal OJK juga telah diatur dalam UU OJK dengan adanya dewan audit sebagai salah satu anggota dewan komisioner. Pungutan OJK Merupakan International Best Practices Agar OJK Dapat Mengimbangi Tuntutan Dan Dinamika Sektor Jasa Keuangan, Baik Secara Domestik Maupun Internasional Selain itu, dapat Pemerintah jelaskan pula bahwa pembiayaan kegiatan pengatur dan pengawas sektor jasa keuangan oleh industri jasa keuangan dalam bentuk pungutan merupakan praktik yang lazim di banyak negara. Sebagai contoh, Office of the Comptroler of the Currency (OCC) di Amerika Serikat (USA) memungut biaya dari bank secara semi-annuaily yang didasarkan pada skala usaha bank sesuai dengan total asetnya. Selain itu terdapat tambahan pungutan dengan persentase tertentu sesuai dengan peringkat risiko bank. Selain hal tersebut di atas, OCC Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 80 memperoleh pendapatan dari memproses aplikasi perusahaan, Investasi terutama pada US-Treasury, pungutan atas pemeriksaan khusus/investigasi tertentu ( special examination ), pungutan atas perizinan, serta pendapatan lainnya (kegiatan seminar, penjualan publikasi, dan sebagainya). Tidak terlalu berbeda dengan OCC, Office Of Superintendent Of Financial Institute (OSFI) di Kanada memiliki pendanaan bersumber dari pungutan atas penilaian terhadap lembaga keuangan yang diperhitungkan baik berbasis total aset, berbasis premi, maupun berbasis keanggotaan. Pungutan terhadap bank berbasis total aset, pungutan terhadap asuransi berbasis premi. pungutan terhadap loan company (seperti BPR) berbasis keanggotaan. Di samping itu, OSFI juga memperoleh bantuan dari Canadian International Development Agency (CIDA) terutama untuk asistensi internasional, pendapatan dari pemerintah daerah (dalam hal OSFI membantu melakukan pengawasan terhadap beberapa institusi di Pemerintah Daerah berdasarkan kontrak), dan pendapatan dari lembaga pemerintahan. Di belahan benua Asia, Financial Services Supervisory (FSS) Korea selatan memperoleh pendanaan dari Supervisory Fee , yaitu pungutan yang dikenakan kepada lembaga keuangan sehubungan dengan kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh FSS, termasuk pemeriksaan yang dilakukan oleh FSS selain Supervisory Fee , FSS juga memungut Issuer Regulatory Fee , yaitu pungutan yang dikenakan kepada Issuer ( Emiten ) sehubungan dengan pengajuan perizinan kepada FSC-Korea sesuai dengan Exchange Act ( Capital Market ). Supervisory Fee dikenakan berdasarkan pada kewajiban ( debt liabilities ) dari institusi lembaga keuangan, sementara Issuer Regulatory Fee dikenakan berdasarkan pada jumlah dan jenis dari surat berharga/sekuritas yang diterbitkan; Selain contoh negara-negara di atas, terdapat banyak contoh negara yang pembiayaan OJKnya sepenuhnya dilakukan melalui pungutan dari industri, misalnya Belgia, Bolivia, Bosnia, Ekuador, Jerman, Hungaria, Islandia, Latvia, Norwegia, Luxemburg, Malta, Mexico, Panama, Swedia, Peru, Switzerland, Turki dan Inggris; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 81 Sementara itu, terdapat juga regulator di beberapa negara yang kegiatannya dibiayai oleh industri dan anggaran negara, misalnya Austria, El-Salvador, Guatelama, Nikaragua, dan Venezuela. Sedangkan regulator yang sepenuhnya dibiayai oleh negara antara lain Chile, China, Costa Rica, Kazakhstan, Lebanon, Jepang dan Uruguay. IV. Dampak Jika Dikabulkannya Permohonan Para Pemohon Dikabulkannya Permohonan A Quo Dapat Mengganggu Pelaksanaan Tugas-Tugas Pengawasan Dan Pengaturan Di Sektor Jasa Keuangan Dan Akan Membahayakan Industri Perbankan Dan Kosumen Serta Perekonomian Nasional Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan di atas, dan mengingat peran penting Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengatur dan pengawas sektor jasa keuangan yang merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional dan memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam penyediaan dana untuk pembiayaan pembangunan ekonomi nasional terutama dalam rangka menjalankan tujuan konstitusional dibentuknya Negara Indonesia dan amanat konstitusional Pasal 33 UUD 1945. Oleh karena itu, apabila dikabulkannya permohonan a quo dan diterimanya argumentasi para Pemohon, maka hal tersebut akan mengganggu pelaksanaan tugas-tugas pengawasan di perbankan dan akan membahayakan industri perbankan dan kosumen. Selain itu, dikabulkannya permohonan a quo dapat menimbulkan risiko bagi perekonomian akibat lemahnya pengawasan terhadap konglomerasi sektor jasa keuangan dan produk-produk lintas sektor jasa keuangan, sehingga pada akhirnya perlindungan terhadap konsumen di sektor jasa keuangan menjadi terbengkalai. Selain itu berdasarkan ketentuan peralihan Pasal 55 UU Otoritas Jasa Keuangan, kewenangan pengaturan dan pengawasan di bidang pasar modal dan lembaga keuangan telah beralih dari Menteri Keuangan dan Bapepam-LK kepada Otoritas Jasa Keuangan sejak 31 Desember 2012 dan kewenangan pengaturan dan pengawasan di bidang perbankan telah beralih dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan sejak 31 Desember 2013. Berdasarkan hal tersebut, apabila permohonan Pemohon dikabulkan maka Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 82 akan menghambat tugas dan fungsi pengawasan pasar modal, lembaga keuangan dan perbankan dikarenakan pengalihan kewenangan pengaturan dan pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan kepada Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dapat menyebabkan kekosongan hukum di pengawasan dan pengaturan sektor jasa keuangan sehingga akan berdampak sangat negatif pada perekonomian nasional dan para pelaku pasar. Selain itu, dampak dikabulkannya permohonan Pemohon akan menimbulkan konsekuensi pengawasan sektor jasa keuangan akan kembali menjadi pengawasan sektoral yang tidak terintegrasi, yang berpotensi menimbulkan risiko bagi perekenomian akibat lemahnya pengawasan terhadap konglomerasi sektor jasa keuangan dan produk-produk lintas sektor jasa keuangan, sehingga pada akhirnya perlindungan terhadap konsumen di sektor jasa keuangan akan menjadi terbengkalai. V. Kesimpulan Berdasarkan keterangan dan argumentasi tersebut di atas, dapat Pemerintah sampaikan kesimpulan sebagai berikut:
Bahwa para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan permohonan pengujian ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34, Pasal 37 dan frasa "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan ..." dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasai 55, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU OJK karena permohonan para Pemohon tidak terkait dengan konstitusionalitas norma.
Permohonan provisi para Pemohon tidak beralasan dan tidak berdasar hukum dikarenakan para Pemohon tidak dapat menjelaskan secara spesifik terkait keadaan yang mendesak mengapa Mahkamah Konstitusi harus mengeluarkan putusan provisi dalam perkara a quo . Selain itu, dikabulkannya permohonan provisi para Pemohon dapat menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum bagi para pelaku pasar di sektor jasa keuangan dan konsumen termasuk dalam OJK.
Ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34, Pasal 37 dan frasa "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan ..." dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU OJK sama sekali tidak bertentangan dengan UUD 1945. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 83 Oleh karena itu, Pemerintah memohon kepada yang terhormat Ketua/Majelis Hakim Konstitusi yang memeriksa dan memutus permohonan uji materiil Pasai 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34, Pasal 37 dan frasa "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan ..." dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU OJK, dapat memberikan putusan sebagai berikut:
Menyatakan bahwa para pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum ( legal standing );
Menolak Permohonan Provisi para Pemohon untuk seluruhnya;
Menolak permohonan pengujian para Pemohon seluruhnya atau setidak- tidaknya menyatakan permohonan pengujian para Pemohon tidak dapat diterima ( niet ontvankelijk verklaard );
Menerima Keterangan Presiden secara keseluruhan;
Menyatakan ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34, Pasal 37, dan frasa "... tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan..." dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU OJK tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tetap berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Namun demikian apabila Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya ( ex aequo etbono ). [2.4] Menimbang bahwa untuk membuktikan keterangannya, Presiden dalam persidangan tanggal 8 Oktober 2014, tanggal 28 Oktober 2014, tanggal 12 November 2014, dan tanggal 1 Desember 2014 mengajukan 13 (tiga belas) ahli yakni Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., MPA., Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum., Dr. Maruarar Siahaan, S.H., Dr. Zainal Arifin Moechtar, S.H., LL.M., Prof. Erman Rajagukguk, S.H., LL.M., Ph.D., Dr. Sihabudin, S.H., M.H., Refly Harun, S.H., LL.M., Dr. Mulia P.Nasution, D.E.S.S., Dr. Harjono, S.H., MCL., Prof. Achmad Zen Umar Purba, S.H., LL.M, Prof. Dr. Yuliandri, S.H., M.H., Prof. Wihana Kirana Jaya, MsocSc., PhD, dan Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., MS., yang memberikan keterangan lisan di bawah sumpah/janji dalam persidangan tersebut dan/atau menyerahkan keterangan tertulis yang mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., MPA Apabila hendak disederhanakan, pokok permohonan pengujian Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) adalah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 84 perihal konstitusionalitas kehadiran/keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai salah satu lembaga atau komisi negara independen. Sebagai lembaga negara baru yang secara umum diberi tugas melakukan pengawasan secara terintegrasi terhadap seluruh kegiatan pada sektor jasa keuangan, kehadiran OJK dinilai Pemohon (1) tidak memiliki landasan konstitusional (karena tidak memiliki cantolan di dalam UUD 1945), (2) kehadiran OJK hanya dimandatkan dalam UU tentang Bank Indonesia, (3) fungsi pengawasan Bank Indonesia terhadap bank direduksi oleh OJK, (4) independensi OJK, (5) terjadinya penumpukan kewenangan pada OJK sehingga akan menjadi lembaga super-body , dan (6) kehadiran OJK dinilai merugikan pihak yang meiakukan kegiatan di sektor jasa keuangan karena adanya pungutan. Semua alasan tersebutlah yang menjadi alasan atau dasar bagi Pemohon untuk mempersoalkan konstitusionalitas keberadaan OJK; Sehubungan dengan pokok permohonan pengujian ini, secara terbatas, saya hanya akan menjelaskan sisi kelembagaan yang meliputi:
kedudukan, (2) sumber kewenangan, (3) pemindahan fungsi pengawasan bank dari Bl ke OJK, dan terakhir (4) independensi OJK. Adapun perihal pungutan yang dilakukan OJK dalam rangka melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana juga dipersoalkan Pemohon tidak akan diulas. Sebab, menurut ahli masalah itu hanyalah sebuah konsekuensi dari kehadiran sebuah lembaga, di mana jika UU memberi kewenangan untuk itu, maka tidak beralasan untuk mempersoalkan konstitusionalitasnya. Lagi pula, apabila soal kelembagaan OJK telah diselesaikan, masalah kewenangan (termasuk melakukan pungutan) dengan sendirinya akan terurai; Sehubungan dengan masalah kelembagaan, saya akan menerangkan empat pokok pembahasan terkait OJK. Pertama, kedudukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga negara. OJK, sama halnya dengan Bank Indonesia berkedudukan sebagai lembaga negara. Dalam UU 21/2011 didefenisikan, OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. Adapun Bank Indonesia didefenisikan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 85 Undang-Undang ini; Dari sisi defenisi, memang terdapat sedikit perbedaan antara OJK dan Bank Indonesia terkait penggunaan kata "negara". Di mana, untuk defenisi Bank Indonesia digunakan frasa "lembaga negara" yang independen. Sedangkan OJK hanya disebut sebagai "lembaga" yang independen. Tanpa ada kata "negara"; Hanya saja, pendefenisian seperti itu (tanpa menggunakan frasa "lembaga negara") tidak saja untuk OJK, tetapi juga dipakai mendefenisikan lembaga- lembaga negara lain. Di antaranya, Komisi Pemilihan Umum didefenisikan sebagai, lembaga penyelenggara Pemilu...dst. Tanpa ada kata "negara". Demikian juga dengan Badan Pengawas Pemilu dalam UU 15/2011 yang didefenisikan sebagai, lembaga penyelenggara Pemilu...dst. Hal yang sama juga ditemukan dalam Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga didefenisikan sebagai dengan frasa lembaga mandiri...dst; Pertanyaannya, apakah defenisi yang menggunakan frasa "lembaga negara" atau hanya kata "lembaga" menunjukkan perbedaan status atau kedudukan lembaga tersebut? Dalam arti, hanya lembaga yang menggunakan frasa "lembaga negara" saja yang berkedudukan sebagai lembaga negara, sedangkan yang menggunakan kata "lembaga" tidak berkedudukan sebagai lembaga negara? Apakah demikian? Pada dasarnya adanya frasa "lembaga negara" atau hanya kata "lembaga" tidak mempengaruhi status dan kedudukan sebuah lembaga sebagai lembaga negara. Sebab, sepanjang suatu lembaga dibentuk untuk melaksanakan fungsi- fungsi negara mengamini pendapat Hans Kelsen-, maka lembaga dimaksud adalah lembaga negara. Sejalan dengan soal itu, mengutip Jimly Asshiddiqie, baik "lembaga pemerintahan", "lembaga non-pemerintahan", "lembaga negara" atau "lembaga" saja, semuanya termasuk dalam kategori lembaga negara; Oleh karena itu, sekalipun OJK hanya didefenisikan dengan kata "lembaga" saja, bukan berarti OJK tidak berkedudukan sebagai lembaga negara. Sebab, sudah sangat tegas dinyatakan dalam UU 21/2011 bahwa salah satu tujuan OJK adalah terselenggaranya sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel yang merupakan bagian dari fungsi negara. Adapun OJK dibentuk untuk menjalankan fungsi dimaksud, yaitu untuk mengawasi berjalannya sektor jasa keuangan. Sehingga tidak perlu diragukan lagi bahwa OJK berkedudukan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 86 sebagai lembaga negara, sama halnya dengan Bl yang juga berkedudukan sebagai lembaga negara; Walaupun sama-sama berkedudukan sebagai lembaga negara, OJK dan Bank Indonesia memiliki derajat kedudukan yang berbeda sebagai lembaga negara. Bank Indonesia merupakan lembaga yang dibentuk sebagai konsekuensi ketentuan Pasal 23D UUD 1945 yang menyatakan, negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan UU. Dalam hal ini, kehadiran bank sentral yang kemudian diberi nama dengan Bank Indonesia merupakan mandat UUD 1945. Artinya, sumber norma yang menjadi dasar keberadaan Bank Indonesia adalah UUD 1945; Sedangkan kehadiran OJK merupakan konsekuensi Pasal 34 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyatakan, tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang. Lalu, berdasarkan ketentuan tersebut dibentuklah lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang diberi nama dengan OJK; Perbedaan dasar hukum pembentukan Bl dan OJK memiliki konsekuensi terhadap tidak samanya kekuatan keduanya. Dalam arti, karena dasar pembentukan Bl berasal dari UUD 1945, maka lembaga ini tidak dapat dibubarkan hanya karena kebijakan pembentuk Undang-Undang. Jika hendak membubarkan Bl atau bank sentral, harus melalui perubahan UUD 1945. Inilah yang menyebabkan keberadaan Bl menjadi kuat. Sementara kedudukan OJK tidak sekuat Bl. Sebab, kekuatan lembaga ini hanya berbasis pada Undang-Undang. Di mana, jika pembentuk Undang-Undang sepakat membubarkan OJK, maka cukup hanya melalui perubahan atau pencabutan Undang-Undang. Artinya, pembubaran OJK tidak harus melalui perubahan UUD 1945 yang jauh lebih sulit; Perbedaan sumber norma pembentukan dua lembaga tersebut tidak dapat dijadikan dasar penilaian konstitusionalitas atau tidaknya lembaga yang ada. Sebab, baik lembaga yang dibentuk karena perintah UUD 1945 maupun lembaga yang hadir karena perintah Undang-Undang sama-sama konstitusional sepanjang dibuat oleh lembaga yang berwenang dan sesuai wewenang yang dimilikinya. Jadi, perbedaan dasar hukum tidak menjadi alasan mempersoalkan konstitusionalitas sebuah lembaga atau komisi negara; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 87 Selain itu, apabila ukuran konstitusionalitas keberadaan sebuah lembaga negara hanya atas dasar ada tidaknya perintah UUD 1945 sebagaimana didalilkan Pemohon, tentunya bukan hanya OJK yang akan dikatakan inkonstitusional. Sebab, banyak lembaga/komisi negara lainnya yang kehadirannya tidak diperintahkan UUD 1945, melainkan hadir melalui sebuah UU atau bahkan hanya peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang. Misalnya KPK hadir berdasarkan UU No 30/2002 dan tidak satupun norma dalam UUD 1945 yang memerintahkan pembentukannya. Begitu juga dengan Bawaslu, tidak ditemukan adanya norma yang secara eksplit memerintahkan pembentukannya. Dua lembaga terakhir tersebut juga hadir atas dasar Undang-Undang dan bukan perintah langsung UUD 1945. Di mana, keberadaan dua lembaga tersebut adalah konstitusional. Jadi, akan menjadi sangat keliru jika dasar penilaian konstitusionalitas sebuah lembaga hanya atas kategori ada tidaknya perintah atau cantolan ketentuan UUD 1945 sebagai dasar membentuknya; Selanjutnya yang Kedua, sumber kewenangan Bl dan OJK. Baik Bl maupun OJK sama-sama lembaga negara yang kewenangannya diberikan melalui Undang-Undang, bukan UUD 1945. Terkait kewenangan bank sentral/BI, Pasal 23D UUD 1945 menyatakan, ...suatu bank sentral yang kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan Undang-Undang. Pasal 23D UUD 1945 mendelegasikan pengaturan tentang kewenangan Bl kepada Undang-Undang. Artinya, kewenangan Bl akan diatur dalam Undang-Undang yang mengatur tentang Bl. Dengan demikian, sumber kewenangan Bl adalah Undang-Undang, bukan UUD 1945. Dalam hal ihwal ini, Bl masuk dalam kategori lembaga negara yang keberadaanya diatur di dalam UUD 1945, tetapi kewenangannya diatur dalam UU, yaitu UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bl; Dalam konteks sumber kewenangan, derajat kedudukan OJK menyamai Bl. Sebab, kewenangan OJK juga berasal dari UU, yaitu UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Dalam hal ini, sekalipun pengakuan keberadaannya tidak bersumber dari UUD 1945, tetapi semua hal terkait keberadaan, kedudukan dan kewenangannya bersumber dari Undang-Undang. Dalam hal sumber kewenangan inilah posisi Bl dan OJK dapat disebandingkan; Ketiga, terkait keabsahan pemindahan fungsi pengaturan dan pengawasan bank dari Bl kepada OJK melalui UU Bank Indonesia. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, pengaturan segala tugas dan wewenang Bl diserahkan kepada Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 88 pembentuk Undang-Undang. Terkait hal itu, pembentuk UU berwenang menentukan apa saja yang akan diatur sebagai kewenangan Bl. Karena itu, tugas, wewenang dan fungsi Bl sebagai bank sentral sepenuhnya menjadi kewenangan DPR dan Presiden (sebagai pembentuk Undang-Undang) menentukannya. Artinya, bila terdapat wewenang yang diberikan kepada bank sentral, lalu kemudian wewenang tersebut diambil atau dialihkan kepada lembaga lain yang juga dibentuk berdasarkan kewenangan pembentuk Undang-Undang, maka hal itu tidak dapat dipersoalkan konstitusionalitasnya; Sehubungan dengan itu, dalam kaitannya dengan keberadaan Bl dan OJK, di mana Pemohon menilai bahwa Bl lebih memiliki landasan konstitusional dibanding-kan OJK dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan bank adalah tidak tepat. Sebab, penentuan kewenangan bank sentral merupakan wewenang pembentuk Undang-Undang. Apakah wewenang tertentu diberikan kepada Bl atau mungkin dicabut atau dialihkan dari Bl, berdasarkan Pasal 23D UUD 1945 sepenuhnya menjadi hak DPR dan Presiden. Termasuk memindahkan sebagian kewenangan Bl kepada OJK yang dibentuk berdasarkan mandat Pasal 34 ayat (1) UU Bl; Oleh karena itu, pemindahan kewenangan tersebut konstitusional adanya. Apalagi pemindahan kewenangan dimaksud dilakukan melalui Undang-Undang. Keberadaan OJK yang dibentuk dengan Undang-Undang dan kedudukan Bl yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 sama-sama konstitusional. Di mana, apapun kewenangan yang diberikan pada kedua lembaga negara tersebut tidak dapat dipersoalkan konstitusionalitasnya sepanjang dilakukan sesuai kewenang Presiden dan DPR sebagai primary legislator ; Terakhir atau yang Keempat adalah persoalan independensi OJK. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, OJK itu adalah sebuah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya...dst. Harus dipahami, bahwa frasa "independen" menunjuk pada kedudukan OJK sebagai lembaga negara yang berada di luar kekuasaan Pemerintah. Dalam hal ini, independensi OJK menunjukkan lembaga ini bukan institusi yang berada di bawah Presiden, melainkan sebuah lembaga negara yang diberikan kewenangan menjalankan fungsi negara yang diberikan kepadanya. Independensi OJK sama dengan Bl. Dalam hal ini, misalnya Bl, jika diletakkan dalam rumpun lembaga negara, Bl berada dalam rumpun eksekutif. Upaya memberikan label " independent " dilakukan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 89 untuk memberikan jarak dengan pemegang kekuasaan eksektif agar terhindar dari pengaruh dinamika politik. Jimly Asshiddiqie (2007) menggambarkan hal itu dilakukan sebagai bentuk kesengajaan melepaskan Bank Sentral dari kewenangan mutlak pemegang atau kepala pemerintahan. Karenanya, dengan memberi tambahan independen, BS hadir menjadi semacam a quasi executive entity . Begitu juga OJK, kehadirannya secara konstitusional didasarkan atas ketentuan 33 UUD 1945 dan UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang merupakan turunan dari Pasal 23D UUD 1945. Jadi, sifat independensi bank sentral juga dapat dilekatkan kepada OJK; Kehadiran berbagai komisi negara independen bukan fenomena yang hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga terjadi di banyak negara di dunia, seperti Inggris, Afrika Selatan, Thailand dan Amerika Serikat. Secara umum, hadirnya komisi negara independen ditujukan untuk menyempurnakan proses demo-kratisasi yang terus berkembang seiring dengan perubahan kondisi sosial politik yang terjadi; Di sisi lain, keberadaan lembaga negara atau komisi negara independen di berbagai negara juga merupakan bentuk koreksi atas kemapanan peng- klasifikasian kekuasaan pemerintah negara yang ada sebelumnya. Di mana, cabang kekuasaan negara hanya dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kekuasaan membuat Undang-Undang (legislatif), kekuasaan pemerintah (eksekutif) dan kekuasaan kehakiman (yudisial). Ketika cabang kekuasaan yang telah ada tersebut dianggap tidak lagi mampu, bahkan sebagiannya dinilai menurun kredibilitasnya dalam melaksanakan tugasnya, sehingga membutuhkan institusi di luar cabang kekuasaan tersebut untuk menutupi kelemahan yang ada; Terkait dengan hal tersebut, Asimow dalam bukunya Administrative Law (2002) menyatakan most administrative agencies fall in the executive branch, but some important agencies are independent . Organ negara ( state organs ) yang diidealkan independen dan karenanya berada di luar cabang kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Dalam hal ini, William F. Funk & Richard H. Seamon mengatakan, lembaga independen itu tidak jarang mempunyai kekuasan " quasi legislative ", " quasi executive " dan " quasi judicial ". Sementara itu, komisi yang berada di bawah eksekutif sering disebut dengan executive agencies. Namun executive agencies tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai lembaga independen karena pada prinsipnya dibentuk menjalankan tugas-tugas eksekutif; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 90 Sebuah lembaga negara/komisi negara dikatakan independen bila dinyatakan secara tegas (eksplisit) dalam dasar hukum pembentukkannya, baik yang diatur dalam UUD atau Undang-Undang. Kemudian, pengisian pimpinan lembaga bersangkutan tidak dilakukan oleh satu lembaga saja. Selanjutnya, sebagaimana dikemukakan Asimov, dalam teori hukum tata negara, sebuah lembaga dikatakan independen apabila pemberhentian anggota lembaga yang hanya dapat dilakukan berdasarkan sebab-sebab yang diatur dalam Undang- Undang pembentukan lembaga yang bersangkutan Ciri lainnya menurut William J Fox Junior, presiden dibatasi untuk tidak secara bebas memutuskan ( discretionary decision ) pemberhentian sang pimpinan lembaga. Tidak hanya itu, Funk and Seamon menambahkan bahwa lembaga negara independen bila pimpinan yang kolektif, tidak dikuasai/mayoritas berasal dari partai politik tertentu; dan masa jabatan para pemimpin tidak habis secara bersamaan, tetapi bergantian ( staggered terms ); Dalam konsep atau teori itulah sebetulnya indepensi OJK harus dipahami. Independensi OJK bukan bermakna bahwa peran negara dalam penyelenggaraan perekonomian nasional menjadi berkurang. Sebab, kehadiran OJK bukan dalam rangka menarik keluar urusan yang seharusnya menjadi fungsi pemerintahan negara, melainkan tetap dilakukan oleh negara melalui pembagian urusan terkait perbankan dan perekonomian nasional kepada beberapa lembaga negara. Di mana, awalnya hanya menjadi kewenangan Bl semata, sekarang sebagiannya diserahkan kepada OJK; Selain itu, sekalipun ditempatkan sebagai lembaga negara independen, pelaksanaan tugas OJK juga tetap terikat dan terkait dengan pelaksanaan tugas pemerintah dan Bank Indonesia. Di mana, secara struktural keterkaitan pelaksanaan tugas OJK diwujudkan dalam bentuk dijabatnya dua Komisioner OJK secara ex-oficio oleh pejabat eleson I pada Kementerian Keuangan dan Anggota Dewan Gubernur Bl. Sedangkan 7 orang anggota Dewan Komisioner lainnya diisi melalui proses seleksi. Hal itu menunjukkan bahwa sifat independensi OJK tetap dalam kerangka keterkaitan tugasnya mengawal perekonomian nasional bersama Kementerian Keuangan dan Bl; Selanjutnya, posisi OJK sebagai sebuah lembaga negara yang independen juga memiliki konsekuensi logis terhadap kewenangan yang dimilikinya. Salah satunya, kewenangan membentuk atau menerbitkan berbagai peraturan yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 91 berkedudukan sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang. Di mana, peraturan- peraturan yang dibuat mengikat seluruh pihak dan berlaku ke luar dan ke dalam. Bahkan merujuk pada sistem perundang-undangan kita, lembaga negara/komisi negara mempunyai ruang untuk membentuk peraturan yang sifatnya regeling ; Lalu, bagaimana indepensi OJK jika dikaitkan dengan Pasal 33 UUD 1945 sebagai dasar konstitusional pembentukannya? Karena terintegrasi dengan sistem perekonomian, apakah kemudian independensinya tidak akan terjaga? Dalam hal ini, dapat dipastikan bahwa tugas dan fungsi OJK terkait erat dengan penyelenggaraan perekonomian nasional. Namun bukan berarti hal itu secara serta merta akan merusak atau menghilangkan indenpendensi OJK. Harus diingat, independen adalah sifat objektif kelembagaan OJK dalam melaksanakan fungsinya sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Hanya saja, dalam pelaksanaan fungisnya tentu saja terbuka ruang untuk terjadi penyimpangan. Walaupun demikian, persoalan ini tentu bukan masalah konstitusionalitas norma Undang-Undang OJK, melainkan soal pelaksanaan norma oleh pejabat di lembaga tersebut; Sebelum mengakhiri keterangan ini, ahli juga akan menyinggung bagaimana hubungan antara Kementerian Keuangan, Bl, dan OJK. Di mana, tiga institusi tersebut memiliki kewenangan yang saling bersinggungan satu sama lain. Lebih-lebih lagi Bl dengan OJK. Secara struktural, Bl dan Kementerian Keuangan menjadi bagian dari Dewan Komisioner OJK. Dengan demikian, kedua institusi tersebut sekalipun bukan mayoritas di OJK, tetapi tetap memiliki kewenangan untuk turut mempengaruhi keputusan-keputusan yang akan dibuat OJK. Selain mempengaruhi, kehadiran Bl dan Kementerian Keuangan juga dapat memastikan langkah-langkah pengawasan jasa keuangan yang dilakukan OJK terintegrasi atau terkoordinasi dengan agenda-agenda urusan keuangan yang diurus oleh Pemerintah dan Bank Indonesia; Dari segi tujuan, Kementerian Keuangan bertujuan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Adapun OJK hadir untuk teraturnya sektor jasa keuangan, terwujudnya sistem keuangan yang stabil serta terlindunginya kepentingan konsumen. Sedangkan Bl bertujuan untuk memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ketiga lembaga tersebut saling terkait satu sama lain. Di mana, semua akan mendukung pencapaian mewujudkan pemajuan kesejahteraan umum yang dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 92 Dengan tujuan yang saling berhubungan serta ada jaminan terkoordinasinya tugas tiga lembaga tersebut secara struktural, maka kehadiran OJK justru akan dapat menutupi berbagai kelemahan yang ada sebelumnya. Dengan begitu, pandangan yang menyatakan bahwa kehadiran OJK telah mereduksi dan melemahkan peran Bl justru kehilangan relevansinya. Hal yang terjadi justru sebaliknya, di mana kehadiran OJK akan dapat memperkuat pelaksanaan tugas pengawasan jasa keuangan yang ada. Pada saat bersamaan juga dapat membantu terselenggaranya urusan pemerintahan dibidang keuangan secara lebih baik;
Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.HUM Hadirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam sistem tata kelola keuangan di Indonesia ( finance governance ) memberikan harapan positif terhadap upaya penguatan sektor jasa keuangan, agar dapat tumbuh menjadi sektor jasa yang profesional dan berorientasi untuk melayani serta melindungi masyarakat pengguna jasa keuangan secara lebih baik. Tugas pemerintah dalam negara hukum modern ( moderne rechsstaat ) menurut Hughes (1994:
meliputi 7 (tujuh) macam, yaitu: 1 . _Providing economic insfrastructure;
Provision of various_ _collectieve goods and service;
The resolution and adjustment of group conflicts; _ _4. The maintanance of competititon;
Protection of natural resources;
Provision_ _for minimum access by individuals to the goods and services of the economy;
_ Stabilisation of the economy. Jika merujuk pendapat tersebut, kehadiran OJK kiranya dapat memenuhi fungsi untuk mewujudkan stabilitas ekonomi melalui tujuan dari pembentukan OJK sebagaimana diatur pada Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011, yaitu agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat; Sesuai dengan amanah Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, telah lahir Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). UU tersebut diberlakukan mulai 1 Januari 2013. Lembaga independen tersebut ditugaskan untuk mengatur dan mengawasi lembaga keuangan bank dan non-bank. Lembaga keuangan non-bank yang diawasi oleh OJK adalah Asuransi, Dana Pensiun, Bursa Effek/Pasar Modal, Modal Ventura, Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 93 Perusahaan Anjak Piutang, reksadana, perusahaan pembiayaan. Dengan mulai beroperasinya Lembaga tersebut, maka sejak republik ini berdiri baru pertama kalinya lahir Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengawasi lembaga secara terintegrasi yaitu lembaga keuangan bank dan non bank. Lembaga independen tersebut mengambil alih tugas pengawasan lembaga keuangan bank dan non bank yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai pengawas Bank dan Bapepam-LK untuk lembaga keuangan non bank. Pola pembentukan institusi OJK menyerupai pembentukan KPK dan cukup banyak state auxiliary agencies lain yang sifatnya constitutionally important. Artinya, dengan memahami hakikat makna ketentuan-ketentuan dalam konstitusi untuk mewujudkan sistem tatakelola perekonomian yang baik, maka hal itu mendasari konsiderasi pembentukan OJK. Meskipun, sama halnya dengan landasan eksistensi KPK dan beberapa state auxiliary agencies lain, tidak semua hal yang diperlukan dalam kehidupan ketatanegaraan dan pemerintahan harus diatur secara eksplisit dan rinci dalam konstitusi, mengingat cakupan ruang lingkup materi muatan konstitusi yang lazimnya bersifat terbatas sebagai norma dasar tertinggi dalam suatu negara. Namun, dalam suatu hal yang bersifat urgen terdapat hal-hal yang secara konstitusional dianggap penting untuk dibentuk/dilaksanakan dalam praksis ketatanegaraan; Kiranya, konsiderasi UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK sudah konsisten dengan dasar pengaturan bagi lahirnya OJK dan maksud pembentuk UUD Negara RI 1945 untuk mewujudkan tata kelola perekonomian yang baik sebagaimana diatur pada Pasal 34 UU Bank Indonesia yaitu:
. untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat;
. berdasarkan pertimbangan tersebut, diperlukan otoritas jasa keuangan yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan serta pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel. Penjabaran kewenangan OJK dalam substansi UU OJK juga telah konsisten secara intensional maupun gramatikal dengan delegasi kewenangan yang diberikan terhadap UU Nomor 21 Tahun 2011; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 94 Urgensi OJK Krisis keuangan yang terjadi di Asia merupakan implikasi kelemahan kualitas sistem keuangan di Asia. Pada bulan Juli 1997, Indonesia mulai terkena dampaknya karena struktur ekonomi nasional Indonesia yang masih lemah untuk menghadapi krisis global tersebut. Hal itu menyebabkan kurs rupiah terhadap dolar AS melemah pada tanggal 1 Agustus 1997 dan diikuti penutupan 16 bank bermasalah oleh pemerintah pada bulan November 1997. Kemudian, pemerintah dan Bank Indonesia membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk mengawasi 40 bank bermasalah lainnya dan mengeluarkan kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam rangka membantu bank-bank bermasalah tersebut. Kebijakan BLBI tersebut tidak berjalan efektif karena dana bantuan tersebut disalahgunakan oleh sejumlah pihak. Hal itu memperburuk citra perbankan dan sistem pengawasan perbankan yang dilakukan oleh BI. Bank Indonesia yang bertindak sebagai pengatur dan pengawas di sektor perbankan diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia agar tercipta sistem perbankan yang sehat secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar serta bermanfaat bagi perekonomian nasional. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang dialami Indonesia mengharuskan pemerintah melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis. Pada tahun 1999-2004, pemerintah melakukan program penyehatan perbankan, rekapitalisasi bank umum dan restrukturisasi kredit perbankan, serta pemantapan ketahanan sistem perbankan dan prinsip kehati-hatian bank, yang meliputi pengembangan infrastruktur perbankan, peningkatan Good Corporate Governance dan penyempurnaan pengaturan serta sistem pengawasan bank. Pada tahun 2004, pemerintah memulai implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang merupakan landasan dan arah kebijakan perbankan dalam jangka panjang serta beberapa program dalam Arsitektur Keuangan Indonesia (ASKI), guna menciptakan landasan dalam membangun sistem keuangan yang kokoh dan mampu menunjang kegiatan perekonomian nasional secara berkesinambungan (Herry Rocky, 2012, Perkembangan Perbankan 1990-2010 (http: //herryrocky.blogspot.com/2012/03/perkembangan-perbankan-1990- 2010.html, diakses 9 Juli 2012); Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 95 Pengalaman Indonesia menghadapi krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 dan tahun 2008 yang mengakibatkan terjadinya krisis multidimensi yang berdampak sangat besar terhadap perekonomian nasional, memberikan gambaran pentingnya peranan jasa keuangan dalam mendukung perekonomian nasional. Oleh karena itu, pengelolaan sektor jasa keuangan yang baik menjadi penting untuk mencegah terjadinya krisis, sehingga krisis yang pernah dialami diharapkan tidak akan terjadi lagi. Untuk itu, diperlukan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan dalam mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Best Practices OJK di Beberapa Negara Lain dan Kontribusinya bagi Pembentukan OJK di Indonesia Pembentukan OJK kiranya juga merupakan hasil belajar dari best practices sistem pengawasan oleh institusi tunggal dan independen di beberapa negara lain. Beberapa diantaranya dapat disebutkan disini; Pada tanggal 25 Januari 2001, Menteri Keuangan Jerman, Hans Eichel mengumumkan pembentukan otoritas pengawas keuangan terintegrasi, yaitu Bundesanstalt für Finanzdienstleistungsaufsicht (BaFin) dan mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 2002 berdasarkan hukum otoritas jasa keuangan pengawasan tunggal ( Gesetz über die integrierte Finanzdienstleistungsaufsicht ). BaFin merupakan gabungan dari lembaga pengawas terpisah untuk perbankan ( Bundesaufsichtsamt für das Kreditwesen -BAKred), asuransi ( Bundesaufsichtsamt für das VersicherungswesenB AV) dan sekuritas ( Bundesaufsichtsamt für den Wertpapierhandel -BAWe). BaFin memiliki wewenang terkait pengawasan lembaga kredit, perusahaan asuransi, perusahaan investasi dan lembaga keuangan lainnya. BaFin bertujuan untuk menjamin stabilitas dan integritas sistem keuangan Jerman secara menyeluruh, dengan dua tujuan utama yaitu menjaga solvabilitas bank, penyedia jasa keuangan dan perusahaan asuransi dan perlindungan konsumen dan investor. Setelah BaFin dibentuk, Deutsche Bundesbank (Bundesbank) bertugas sebagai otoritas moneter dan sistem pembayaran. Bundesbank merumuskan kebijakan moneter dan perbankan, menjaga nilai mata uang, mempertahankan tingkat kecukupan cadangan aset/siklus kas dan pengelolaan uang kertas, memantau perkembangan bisnis dan menganalisis spektrum yang luas dari masalah ekonomi, serta menjamin kelancaran fungsi pembayaran domestik dan asing dengan menyediakan layanan jasa kliring; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 96 Otoritas Jasa Keuangan di Australia diperankan oleh The Australian Prudential Regulation Authorihy (APRA). Lembaga-lembaga yang diatur oleh APRA diantaranya adalah bank, asuransi, penyedia retirement saving accounts, trustee of superannuation entity. Organisasi APRA terdiri dari sebuah dewan ( board ), seorang pemimpin operasi ( chief executive officer) didukung para staf. Di Australia, APRA dibiayai dari kontribusi (levy) lembaga yang diawasi. APRA mengambil alih tugas dari Reserve Bank of Australia (RBA) dan Insurance and Superannuation Committee (ISC). Lembaga yang dibentuk pada tanggal 1 Juli 1998 tersebut menjalankan fungsi pengawasan micro-prudential lembaga keuangan yang terdiri dari bank, credit union, building society dan perusahaan asuransi. Selain itu, APRA juga mengawasi industri dana pensiun ( superannuation Funds ); Krisis keuangan yang dialami oleh Korea pada tahun 1997-1998 mengakibatkan beberapa konglomerat bisnis besar mengalami kesulitan keuangan, kredit macet di bank-bank Korea meningkat tajam, sehingga melemahkan kesehatan keuangan lembaga perbankan domestik, yang berdampak pada ketidakstabilan keuangan Korea. Hal ini mendorong pemerintah Korea untuk melakukan reformasi kelembagaan dan kebijakan keuangan, maka dibentuklah Korea Deposit Insurance Corporation (KDIC), Financial Supervisory Commission (FSC)/ Financial Supervisory Services (FSS) yang memiliki wewenang sebagai lembaga pengawas tunggal untuk perbankan dan non-perbankan. Dengan perubahan ini Ministry of Finance and Economy (MOFE), FSC/FSS, Bank of Korea (BOK), dan KDIC adalah empat lembaga publik yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas dan efisiensi sistem keuangan Korea; Masih cukup banyak negara lain yang juga membentuk institusi semacam OJK untuk melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan sektor keuangan secara terpadu. Meskipun latar belakang pendirian lembaga pengawas jasa keuangan terpadu berbeda di setiap negara, terdapat beberapa faktor yang memicu dilakukannya perubahan terhadap struktur kelembagaan pengawas jasa keuangan. Pertama, munculnya konglomerasi keuangan dan mulai diterapkannya universal banking di banyak negara. Kondisi ini menyebabkan regulasi yang didasarkan atas sektor menjadi tidak efektif karena terjadi gap dalam regulasi dan supervisi. Kedua, stabilitas sistem keuangan telah menjadi isu utama bagi lembaga pengawas (dan lembaga pengawas) yang awalnya belum memperhatikan masalah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 97 stabilitas sistem keuangan, mulai mencari struktur kelembagaan yang tepat untuk meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Ketiga, kepercayaan dan keyakinan pasar terhadap lembaga pengawas menjadi komponen utama good governance. Guna __ meningkatkan good governance pada lembaga pengawas jasa keuangan, banyak negara melakukan revisi struktur lembaga pengawas jasa keuangannya; Adapun alasan pendirian OJK sebagaimana tercantum dalam penjelasan umum UU OJK adalah telah terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial menciptakan sistem keuangan menjadi kompleks, dinamis, dan saling terkait antar- subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. Selain itu, banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard , belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan; Pembentukan Undang-Undang OJK ini dimaksudkan untuk memisahkan fungsi pengawasan perbankan dari bank sentral ke sebuah badan atau lembaga yang independen di luar bank sentral. Dasar hukum pemisahan fungsi pengawasan tesebut yaitu Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang menyatakan:
Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang. (2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Pengawasan tersebut dilakukan terhadap bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah serta berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan serta Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan tugasnya, lembaga yang dinisbatkan menjadi supervisory board ini melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang diatur dalam Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 98 Undang-Undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud. Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan Bank melalui koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari Bank Indonesia terkait keterangan serta data makro yang diperlukan; Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan sebagai amanat Pasal 34 Undang- undang Bank Indonesia didasarkan pada prinsip-prinsip reformasi keuangan, yaitu: independensi, terintegrasi dan menghindari benturan kepentingan. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, OJK berlandaskan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik ( Good Coorporate Governance ). Bank Indonesia memberikan pengertian tentang pemerintahan yang baik tersebut adalah suatu hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta, dan masyarakat. Asas-asas tersebut adalah independensi, kepastian hukum, kepentingan umum, keterbukaan, profesionalitas, dan integritas. Perspektif Hukum Adminstrasi Negara Fungsi OJK Fungsi OJK tidak lepas dari fungsi pemerintahan ( sturen ) yang melekat pada wewenang pemerintah ( bestuursbevoegdheid ). Dalam melaksanakan fungsi sturen , pemerintah diberikan kewenangan untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan penegakan hukum administrasi negara. Pengawasan dilaksanakan melalui kewenangan perijinan ( vergunning ) yang dilekatkan pada kewenangan OJK seperti yang diantaranya diatur pada Pasal 7 huruf h UU Nomor 21 Tahun 2011, yaitu memberikan dan/atau mencabut:
izin usaha;
izin orang perseorangan;
efektifnya pernyataan pendaftaran;
surat tanda terdaftar;
persetujuan melakukan kegiatan usaha;
pengesahan;
persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan. Kewenangan tersebut dalam hukum administrasi diiperlukan sebagai upaya pentaatan terhadap norma hukum administrasi negara; Dimensi perlindungan hukum ( rechtsbescherming ) dalam pelaksanaan fungsi sturen ( sturende functie ) yang antara lain terdapat pada Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 UU Nomor 21 Tahun 2011, pada intinya dimaksudkan untuk melindungi rakyat yang menjadi konsumen/pengguna jasa sektor keuangan dari praktik-praktik yang melanggar prinsip-prinsip tatakelola keuangan perbankan dan non perbankan yang baik ( good financial governance ). Hal itu terlihat dari Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 99 kewenangan OJK untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (Pasal 6 UU Nomor 21 Tahun 2011). Kewenangan tersebut ditujukan guna mewujudkan tujuan pemerintahan ( bestuursdoeleinden ) sebagaimana diatur pada Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011, yaitu bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Tujuan tersebut selaras dengan konsiderasi pembentukan UU Nomor 21 Tahun 2011 sebagaimana telah diuraikan di atas. Kewenangan yang diatribusikan kepada OJK sebagaimana terdapat pada Padal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 UU Nomor 21 Tahun 2011 merupakan derivasi dari Pasal 34 ayat (1) UU BI Nomor 3 Tahun 2004 yang mengatur bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang. Dengan demikian, dalam isu konstitusionalitas, karakter constitutionally important dari UU OJK dapat ditelusuri melalui Pasal 34 UU BI yang bersumber pada Pasal 23D UUD 1945, yang mengatur bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan Undang-Undang. Bahkan, secara sistematik, dapat pula ditelusuri landasan konstitusionalnya dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang mengatur bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Atribusi kewenangan OJK dalam UU OJK dan pengaturan mengenai institusionalitas OJK merupakan manifestasi dari jiwa konstitusi, khususnya dengan memahami dialektika Pasal 23D dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945; Fungsi utama lembaga keuangan seperti OJK bertujuan untuk mencapai empat tujuan ( goals ) secara umum. Empat tujuan tersebut meliputi:
keamanan dan ketahanan ( safety and soundness ) lembaga keuangan;
pencegahan risiko sistemik;
keadilan dan efisiensi pasar;
perlindungan terhadap konsumen Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 100 dan investor. Tujuan pertama dicapai melalui penerapan peraturan yang ketat dan prinsip kehati-hatian yang mengedepankan pendekatan persuasi. Tujuan pencegahan risiko sistemik merupakan tantangan bagi pengawas yang diberi mandat karena penyebab risiko sistemik tidak dapat diprediksi. Walaupun demikian, pengawas tersebut dapat mengurangi kemungkinan risiko sistemik melalui penerapan aturan yang telah dibentuk. Pencapaian tujuan ketiga lebih kepada pendekatan penegakan aturan ( enforcements ) yang meliputi sanksi, denda, pembekuan usaha, pencabutan izin usaha, dan hukuman lainnya. Kiranya, tujuan tersebut selaras dengan Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011, yaitu OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat; Kewenangan pengaturan ( regelende bevoegdheid ) dan kewenangan pemerintahan ( besturende bevoegdheid ) yang tercermin dari kewenangan- kewenangan yang diatribusikan kepada OJK dalam teori hukum administrasi negara mencerminkan karakter hukum administrasi negara: norm (norma), instrument (sarana) dan waarborg (jaminan). Hal itu dapat dibandingkan dengan pendapat de Haan, dkk. (1986:
, bahwa: " Minstens zo nauw als het verband tussen norm en instrument is dat tussen norm en waarborg. Ook hier weer nemen wij achtereenvolgens de normering van het overherheidsgedraag en die van het gedrag van burgers tot uitgangspunt. De overheidsnormering vraagt primair om bestuurlijke waarborgen, terwijl de rechtsnormen die het gedrag van burgers beinvloden, rechtsbescerming noodzakelijk maken ". Pengaturan mengenai OJK dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 telah memenuhi dimensi norma, sarana dan jaminan yang menjadi dimensi utama Hukum Administrasi Negara. Hal itu selain menjadi dasar teoretis bagi pengaturan kewenangan OJK, juga merupakan amanah konstitusi yang harus diwujudkan melalui fungsi dan kewenangan OJK. OJK dimaksudkan untuk memberikan jaminan pemerintah ( bestuurlijke waarborgen) terhadap masyarakat konsumen/pengguna OJK yang melakukan aktivitas di sektor jasa keuangan. Fungsi jaminan itu diwujudkan melalui instrumen perijinan terhadap aktivitas keuangan bagi penyelenggara jasa perbankan maupun non perbankan. Kewenangan penetapan peraturan perundang-undangan di sektor keuangan merupakan salah satu fungsi penormaan pemerintah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 101 ( bestuursnormering ) yang diarahkan pada upaya memberikan jaminan pemerintahan (bestuurlijke waarborg ) untuk memberikan petlindungan hukum ( rechtsbescherming ) terhadap masyarakat pengguna jasa keuangan; Perkembangan mutakhir dalam hukum administrasi negara menunjukkan adanya arah penyelenggaraan fungsi pemerintsh yang semakin berfokus pada pengguna pelayanan/konsumen. Dikatakan oleh John McMillan (2009) bahwa: "Compliance with legal standards is the starting premise in all codes of good administration, but the newer codes go further. An emerging principle or standard is the need for agencies to be customer focus delivery of citizen-centred services … Deliver high-quality programs and services that put the citizen first’.The reason for this new emphasis is that people now interact wiath government differently, more frequently, and with heightened expectations. This is a product of the expansion in government benefits, subsidies, licences, taxes, contracts, authorisations, sanctions, penalties, services and regulatory programs. People now relate to government in many ways – as citizens, clients, consumers and customersssed – or, as Prime Minister Rudd recently described it, to engage in." Hadirnya OJK bisa diharapkan akan menjafi institusi independen yang berfokus pada perlindungan masyarakat/ konsumen jasa keuangan. Hal itu juga dinyatakan melalui tujuan pembentukan OJK sebagaimana diatur pada Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011, yaitu agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat. Hal itu akan berimplikasi terhadap pelayanan publik pemerintah di sektor jasa keuangan yang semakin "customer focus delivery of citizen-centred services." Tujuan itu dilaksanakan melalui berbagai kewenangan pengawasan dan perijinan vide Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 UU Nomor 21 Tahun 2011, termasuk kewenangan pencabutan ijin yang merupakan salah satu bentuk sanksi dalam hukum administrasi negara, Hal itu diharapkan dapat memperkuat dan melindungi sektor keuangan Indonesia dari potensi terjadinya krisis keuangan melalui peranan OJK untuk mendorong penguatan fondasi sektor keuangan; Kedudukan Pungutan OJK Dalam Pasal 23A UUD 1945 diatur bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 102 Rumusan itu merupakan hasil dari Perubahan III UUD 1945 tanggal 9 November 2001. Berkaitan dengan keuangan guna membiayai operasional kinerja darI OJK, Pasal 37 UU Nomor 21 Tahun 2011 mengatur beberapa hal prinsip terkait keuangan OJK, sebagai berikut:
OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan;
Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib membayar pungutan yang dikenakan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penerimaan OJK;
OJK menerima, mengelola, dan mengadministrasikan pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara akuntabel dan mandiri;
Dalam hal pungutan yang diterima pada tahun berjalan melebihi kebutuhan OJK untuk tahun anggaran berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke Kas Negara. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah; UU OJK mengatur norma yang bersifat mandatory mengenai kewenangan OJK dalam melaksanakan kewenangan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Legalitas ( rechtsmatigheid ) pungutan tersebut dapat diukur dari sifat koherensi norma hukum UU OJK dengan Pasal 23 dan Pasal 23A UUD 1945. Kewenangan untuk melakukan pungutan tersebut merupakan implikasi pengaturan Pasal 34 ayat (2) UU OJK, yang mengatur bahwa Anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Sifat norma hukum tersebut pada hakikatnya merupakan legal policy yang memberikan kewenangan bagi OJK untuk melakukan pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor keuangan yang bisa bersifat tambahan dari keuangan yang bersumber dari APBN atau menjadi alternatif dari keuangan OJK yang diperoleh dari APBN. Jika dibandingkan dengan OJK di beberapa negara lain, sumber keuangan OJK-OJK tersebut pada umumnya bersumber dari pihak- pihak yang bergerak di sektor jasa keuangan atas konsiderasi untuk menumbuhkan kemandirian OJK; Jika Pasal 34 ayat (2) juncto Pasal 37 UU OJK ditarik koherensinya secara vertikal ke atas sampai di ranah konstruksi Pasal 23A UUD 1945, maka norma hukum mengenai pungutan dalam UU OJK tersebut memenuhi syarat dan kriteria Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 103 dari pungutan sebagaimana diatur pada Pasal 23A UUD 1945 tersebut. Selanjutnya, apabila Pasal 34 ayat (2) juncto Pasal 37 UU OJK dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan berikutnya antara lain Pasal 38 UU OJK yang mengatur pelaporan dan akuntabilitas OJK, maka, pada hakikatnya pengaturan mengenai keuangan serta pungutan dalam UU OJK tetap memenuhi asas kelengkapan ( volledigheid , universalitas) dan asas berkala (periodisitas) sebagai asas-asas klasik yang diakui oleh UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Asas kelengkapan ( volledigheid ) pada intinya merupakan asas yang mempertahankan hak budget parlemen secara lengkap sehingga penguasa publik tidak terlepas dari pengawasan DPR; Asas berkala (periodisitas) mengandung makna bahwa pemberian otorisasi dan pengawasan rakyat dengan perantaraanwakilnya secara berkala dalam kebijaksanaan pemerintah guna memenuhi fungsinya. Dengan periodisitas ini memungkinkan pemberian otorisasi dan pengawasan rakyat berjalan secara teratur. Periodisitas ini tidak menghilangkan pengawasan rakyat, tetapi juga harus diperhatikan agar kesempatan pemerintah untuk menjalankan rencananya tetap berlaku. Kedua hal ini merupakan persyaratan pencapaian tujuan demokrasi dalam hukum tata negara. Beberapa ketentuan dalam Pasal 38 UU Nomor 21 Tahun 2012 menunjukkan tetap dipenuhinya asas kelengkapan ( volledigheid ) dan asas berkala dalam pengaturan mengenai keuangan OJK;
OJK wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri atas laporan keuangan semesteran dan tahunan;
OJK wajib menyusun laporan kegiatan yang terdiri atas laporan kegiatan bulanan, triwulanan, dan tahunan;
Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat memerlukan penjelasan, OJK wajib menyampaikan laporan;
Periode laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember;
OJK wajib menyampaikan laporan kegiatan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat;
Laporan kegiatan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat; Pengaturan mengenai pengelolaan keuangan dalam OJK baik yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 104 bersumber dari APBN dan/atau pungutan dari masyarakat tersebut tetap memenuhi asas-asas yang terkandung dalam Pasal 23 UUD 1945. Pasal 23 UUD 1945 itu mengandung 3 (tiga) asas yang saling berkaitan secara erat, yaitu:
Asas berkala ( periodiciteit beginsel), yaitu anggaran negara tersebut dianggarkan untuk jangka waktu tertentu. 2. Asas terbuka ( openbaar beginsel), yaitu prosedur pembahasan anggaran negara oleh DPR dan Pemerintah dilakukan secara terbuka baik melalui sidang terbatas pemerintah dengan Komisi APBN maupun dalam sidang Pleno (mencerminkan pula asas demokrasi). 3. Asas kedaulatan ( souvereiniteit beginsel), yaitu unsur kedaulatan rakyat melalui perwakilannya merupakan syarat mutlak terciptanya rencana anggaran negara tahunan ( jaarlijke machtiging) ; Ditinjau dari segi pengelolaan keuangan negara yang dikelola oleh OJK, baik yang bersumber dari UU APBN maupun pungutan dari pihak pengelola jasa keuangan, juga sudah memenuhi standar pengelolaan keuangan negara dalam UU Keuangan Negara yang didasarkan atas-asas pengelolaan keuangan negara yang merupakan pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain: • akuntabilitas berorientasi pada hasil; • profesionalitas; • proporsionalitas; • keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara; • pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri PP Nomor 11 Tahun 2014 yang mengatur mengenai Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai implementasi dari Pasal 37 ayat (6) UU OJK dimaksudkan untuk memenuhi asas-asas pengelolaan keuangan negara tersebut dalam pelaksanaan pungutan oleh OJK. Pada intinya, pungutan yang dilaksanakan dan dikelola oleh OJK tidak menyimpang dari kaidah pengelolaan keuangan negara dalam APBN, kecuali yang memang diatur secara khusus dalam UU OJK berkaitan dengan kedudukan dan kewenangan OJK yang bersifat khusus, sebagaimana diatur pada Pasal 35 UU OJK yang mengatur kekhususan berikut:
Anggaran OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, administratif, pengadaan aset serta kegiatan pendukung lainnya.
Anggaran dan penggunaan anggaran untuk membiayai kegiatan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 105 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan standar yang wajar di sektor jasa keuangan dan dikecualikan dari standar biaya umum, proses pengadaan barang dan jasa, dan sistem remunerasi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pengadaan barang dan jasa Pemerintah, dan sistem remunerasi; Namun, kekhususan tersebut tidak menyebabkan terputusnya ikatan norma hukum tersebut dengan Pasal 23 dan Pasal 23A UUD 1945 sebagaimana juga diatur pada Pasal 38 ayat (8) UU OJK yang menentukan bahwa Laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Dengan demikian, pengaturan mengenai keuangan dan pungutan dalam UU OJK tetap dilaksanakan berdasarkan sistem pengelolaan keuangan negara dalam sistem ketatanegaraan sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
Dr. Maruarar Siahaan, S.H I. Legal Standing Pandangan kami tentang ketidak cukupan legal standing untuk menguji pasal-pasal dalam Undang-Undang Ototritas Jasa Keuangan, kami utarakan dalam hal-hal sebagai berikut:
Meskipun Pemohon telah mencoba menguraikan dasar argumen legal standing nya dalam permohonan pengujian ini, dapat dirasakan bahwa sesungguhnya dengan dasar bahwa Pemohon sebagai pembayar pajak dan aktivis yang juga melakukan advokasi di bidang APBN, tidak terlihat urgensi dan relevansinya. Dasar hukum legal standing harus dikembalikan kepada jurisprudensi tetap Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 006/PUU- III/2005 dengan 5 (lima) syarat yang memuat adanya hak konstitusional yang diberikan UUD 1945, dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian, kerugiannya spesifik dan aktual, atau setidaknya bersifat potensial, yang terjadi karena ada hubungan kausal antara kerugian konstitusional dengan undang-undang yang diuji dan adanya kemungkinan jika permohonan dikabulkan, kerugian hak konstitusional tidak akan terjadi lagi. Norma dalam Putusan tersebutlah seharusnya yang digunakan sebagai dasar pengakuan legal standing untuk mengajukan permohonan pengujian di MK, agar terdapat konsistensi dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 106 Pembayar pajak sebagai dasar hukum legal standing di MK, sesungguhnya baru berdasarkan putusan yang terbatas secara individual yang berdiri sendiri, yang masih diperdebatkan karena umumnya kedudukan demikian jikalau dikaitkan dengan jurisprudensi tetap MK soal legal standing , sesungguhnya masih diakui secara terbatas, dan belum merupakan jurisprudensi tetap yang mengikat;
Indikator bahwa standing untuk mengajukan pengujian dilihat dari aspek kerugian hak konstitusional khususnya jaminan hak atas rasa aman berdasar Pasal 27 UUD 1945, yang berbunyi “ Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan tanpa ada kecuali ” , dan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945: “ Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang __ dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ”. Kedua pasal yang dikutip tidak merujuk tentang hak konstitusional, sebagai hak yang diberikan kepada warga negara oleh konstitusi, dan dengan demikian justru memberikan kewajiban pada negara untuk memenuhi hak konstitusional;
Seandainyapun permohonan Pemohon dikabulkan maka tidak tampak bahwa kerugian hak konstitusional yang disebut mempunyai causal verband dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang yang dimohon untuk diuji, karena menurut hemat kami, kerugian yang diklaim Pemohon, tetap akan terjadi jikalau persoalan tentang hak konstitusi yang disebut dalam UUD 1945, yaitu kerugian konstitutional dalam hubungan dengan hak atas persamaan di depan hukum dan pemerintahan serta hak konstitusi atas “ anggaran ditetapkan dengan Undang-Undang serta dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat ”, tetap terjadi, dan Pemohon tidak dapat menjelaskan dan menguraikan hilangnya kerugian konstitusional yang terjadi jika Undang-Undang OJK dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Petunjuk bahwa bukanlah para Pemohon yang seharusnya mempunyai legal standing untuk mengajukan pengujian atas UU OJK, dapat dilihat dari seluruh ukuran yang ditentukan dalam jurisprudensi tetap MK yang telah menjadi bagian dari hukum acara, khususnya causal verband antara kerugian Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 107 konstitusional Pemohon yang dinyatakan dalam permohonan dengan dibentuknya OJK. MK perlu menegaskan sikap dalam pendirian tentang legal standing berdasarkan dalih tax payer tersebut; II. Permohonan Putusan Provisi Dalam tahap pemeriksaan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 saat ini, terlepas dari ketiadaan norma hukum acara, baik dalam UU MK maupun dalam jurisprudensi MK yang mengenal pengaturan provisionel eis , baik karena sisi urgensi kepentingan konstitusional yang harus dilindungi oleh berlakunya satu norma, maupun karena pengaturan yang ada dalam UU MK sendiri yang memuat asas presumption of constitutionality , yang menentukan bahwa semua Undang-Undang yang telah diperlakukan harus dipandang konstitusional sampai dengan dibatalkannya Undang-Undang tersebut dengan alasan bertentangan dengan UUD 1945, maka tidak relevan lagi berbicara tentang provisi. Secara eksplisit diatur dalam Pasal 58 UU MK, yang menegaskan bahwa: “ Undang-Undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun _1945”; _ Dengan pengaturan demikian, memang jelas bahwa kepentingan konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945 melalui cara bekerjanya lembaga- lembaga jasa keuangan dengan jumlah taruhan yang sungguh besar, suatu kemungkinan saja untuk menghentikan bekerjanya OJK tanpa melalui putusan provisi melainkan putusan akhir, tidak terbayangkan akibatnya, karena dapat menjadi kekacauan atau disaster yang berantai, yang dapat memicu krisis ekonomi. Jikalau lembaga baru i.c. OJK dihentikan sementara saja, akan menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar, karena beragamnya produk jasa keuangan yang menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks dan saling terkait antara produk dan lembaga jasa keuangan, baik di bidang perbankan, asuransi, dana pensiun, modal ventura, obligasi, SUN dan lain-lain. Tanpa pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi, dengan jumlah dana besar yang bergulir, akan menimbulkan kekacauan besar-besaran, yang boleh jadi mengakibatkan kolapsnya sistem perekonomian dan keuangan Indonesia. Putusan yang bersifat sementara atau permanen demikian akan sangat berbahaya. Oleh karenanya, terkadang menyebabkan timbulnya pikiran bahwa dalam kebijakan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 108 publik dalam bentuk Undang-Undang yang menyangkut Undang-Undang dengan regulasi suatu bidang ekonomi dengan pengaruh yang mendasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, tampaknya kemungkinan digunakannya mekanisme pengujian suatu RUU yang telah disetujui bersama sebelum diundangkan – mekanisme yang dikenal dengan judicial preview – di mana semua pihak dapat menumpahkan pikiran dan pendapatnya tentang suatu kebijakan publik yang mendasar, tidak dibayangi ketakutan akan dampak yang timbul secara dahsyat, seandainya suatu Undang-Undang tertentu dinyatakan inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dalam suatu proses judicial review ; III. Materi Muatan Konstitusi Sebagai Grundnorm dan Constitutional Boundaries Konstitusi modern yang menjadi hukum tertinggi dan menjadi pedoman dalam politik hukum penyelenggaraan negara, bukan hanya memuat norma-norma dasar yang secara kongkrit dirumuskan, melainkan juga memuat prinsip atau asas konstitusi yang terumuskan secara umum dan hanya dalam garis besar. Lebih dari sebagai suatu dokumen yang ringkas dan supel khususnya UUD 1945 – setelah perubahanpun – dengan pembukaan yang merupakan jiwa dan filosofi di atas mana negara Republik Indonesia dibentuk serta tujuan dibentuknya negara R.I. yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, menunjukkan bahwa dia lebih dari sekedar dokumen juridis. Dari Pembukaan UUD 1945, yang menentukan arah dan tujuan dibentuknya negara R.I., sangat jelas bahwa tujuan tersebut didasari oleh suatu pandangan bangsa tentang suatu negara yang disebut sebagai negara kesejahteraan atau welfare state . Bertolak belakang dengan konsep negara dalam pemilikiran liberalisme, dengan peran negara yang terbatas dan bahkan dirumuskan dalam satu kurun waktu sejarah hanya sebagai penjaga malam, maka dalam konsep negara kesejahteraan, peran negara dalam mengupayakan kesejahteraan menjadi sedemikian luasnya, sehingga keberadaan lembaga negara yang ada dalam organisasi kekuasaan, menjadi tidak memadai lagi. Oleh karena besarnya peran negara dalam konsep negara kesejahteraan tersebut, muncul kebutuhan akan lembaga negara yang tidak dikenal dalam praktik semula, dan kemudian terbentuk dalam lembaga negara yang independen; Kebutuhan akan organ yang akan menjalankan kewenangan tertentu dalam rangka mencapai kesejahteraan rakyat mengalami perkembangan, sehingga untuk memenuhi hal itu berdasarkan organ-organ negara yang secara tradisional Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 109 ada, tidak lagi memadai. Akibatnya perkembangan organ atau lembaga yang independen merupakan kecenderungan yang terjadi secara universal, bahkan di negara-negara yang menganut paham liberalisme yang sangat mempraktikkan peran negara secara terbatas, justru mempelopori kelahiran lembaga-lembaga negara yang independen tersebut. Oleh karenanya, norma dasar konstitusi yang seyogianya mengatur pembentukan organ-organ negara secara ekplisit dan tegas sehingga dapat membentuk struktur organisasi kekuasaan negara dalam konstitusi sepanjang mengenai lembaga negara yang menerima kewenangannya langsung dari konstitusi, tidak lagi mampu memberi gambaran yang total tentang organ-organ yang menerima kewenangannya dari undang-undang dasar, dan berdasarkan delegated auhority of legislation dikuasakan pembentukannya dalam satu Undang-Undang. Secara analogis kita dapat melihat keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002; Dasar konstitusionalitas kelembagaan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemerintahan, dalam suatu negara kesejahteraan tidak selalu hanya merujuk kepada suatu norma fundamental konstitusi yang secara eksplisit ditemukan dalam UUD 1945, karena tugas, fungsi dan tujuan negara secara filosofis, sosiologis dan juridis dapat menjadi landasan pembentukan kebijakan dan peraturan perundangan yang diperlukan dalam penyelenggaran pemerintahan. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan secara jelas menyebut bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum. Jikalau norma fundamental dalam UUD 1945 menjadi sumber hukum dan validitas norma hukum dibawahnya yang diperlukan dalam penyelengaraan negara, maka norma fundamental tersebut bersumber pada Grundnorm yang menjadi landasan politik hukum yang selalu menjadi orientasi kedepan, upaya memperbaharui ius constitutum kearah _ius constituendum; _ Untuk menemukan landasan politik hukum dalam pembentukan organ negara yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu yang tidak memadai lagi untuk diserahkan kepada lembaga yang secara tradisional ada dalam organisasi kekuasaan negara, maka untuk mencegah atau mengantisipasi timbulnya kondisi atau keadaan yang dapat menimbulkan pelanggaran terhadap konstitusi ketika mandate konstitusi tidak dapat ditemukan secara tegas, maka melalui suatu naskah akademis, diperhitungkan adanya suatu ruang yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 110 memungkinkan diskresi pembuat kebijakan dapat terlaksana secara bebas dan baik. Dalam ruang lingkup demikian dengan batas-batas yang diperhitungkan tidak dapat dilanggar pembuat kebijakan, maka dengan konstruksi. Dapat dibangun apa yang disebut ruang dalam mana diskresi pembuat kebijakan bergerak secara bebas. Jikalau kebijakan atau politik hukum yang dipilih untuk dilaksanakan tersebut tampak melampaui batas konstitusi ( constitutional boundary) yang dirumuskan, maka kebijakan demikian dihindari, karena potensil diuji dan dapat dinyatakan bertentangan dengan konstitusi serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Indikator konstitusionalitas tersebut dapat dirumuskan melalui interpretasi, konstruksi dan penghalusan terhadap:
Pembukaan UUD 1945, yg memuat pandangan hidup bangsa dalam Pancasila;
Tujuan Bernegara dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945;
Norma Konstitusi yang bersifat HAM dan Bukan, dalam Batang Tubuh UUD 1945. Dengan pencarian makna melalui interpretasi dan konstruksi untuk membentuk ruang gerak dengan batas yang ditentukan untuk tidak dilampaui, maka dapat ditemukan suatu ruang yang bebas bagi diskresi pembuat Undang- Undang, untuk membentuk kebijakan publik berdasar politik hukum yang mengacu pada konstitusi sebagai hukum dasar. Undang-Undang OJK menurut pendapat saya masih dalam ruang yang tidak melanggar constitutional boundary tersebut; IV. Pokok Permohonan 1. Umum Setiap penyelenggara negara berhak dan wajib untuk menafsirkan konstitusi atau UUD 1945 sebelum melaksanakan tugasnya dalam penyelenggaraan Negara, baik sebagai legislator dalam pembuatan Undang- Undang atau dalam pengujian Undang-Undang tersebut. UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis, menyiratkan adanya kostitusi yang tidak tertulis sebagai bagian yang dianggap tidak terpisah, yang ditemukan dalam Pembukaan UUD 1945, dalam filosofi kehidupan bernegara dan berbangsa serta dalam tujuan yang ditetapkan kearah mana suatu negara yang terbentuk itu akan berjalan. Seluruh konstitusi yang termuat dalam pembukaan dan batang tubuh tersebut juga memuat dan membentuk asas-asas konstitusi yang harus ditemukan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 111 dengan interpretasi, konstruksi dan penghalusan hukum ( rechtsverfijning ), untuk dapat dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan yang dipandang serasi dengan konstitusi, sebagai kebijakan yang sumber keabsahan atau validitas dan legitimasinya dapat ditetapkan tidak bertentangan dengan UUD 1945; Konsepsi negara kesejahteraan ( welfare state ) yang mewajibkan adanya state intervention dalam penyelenggaran negara untuk mencapai peningkatan kesejahteraan umum dan perlindungan segenap bangsa, merupakan hal yang sangat terbuka dalam mandat konstitusi bagi penyelenggara negara, sehingga lingkungan strategis lokal, nasional dan global harus menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan apakah suatu kebijakan harus dilakukan yang perlu dalam kerangka penyelenggaraan negara bagi kehidupan masyarakat dan bangsa, dan apakah kebijakan demikian masih dalam kerangka constitutional boundaries yang ditetapkan dalam UUD 1945. __ Ruang dalam kerangka constitutional boundaries tersebut akan memberi petunjuk seberapa jauh pembuat Undang-Undang boleh bergerak dalam melakukan regulasi yang diperlukan untuk menyesuaikan kondisi nasional dengan perkembangan global, yang tidak dapat dielakkan karena interdependensi bagian-bagian dari dunia dengan dunia luar, yang turut menentukan keberhasilan untuk perlindungan dan kesejahteraan warga negara. Diskresi pembuat Undang-Undang harus juga digunakan untuk bergerak dalam ruang constitutional boundaries yang disebut di atas. Keberadaan dan praktik BI dalam pengawasan jasa keuangan, telah menjadi titik tolak disekresi yang berada dalam constitutional boundaries yang dimaksud; Oleh karenanya menentukan mandate konstitusi tidak cukup hanya dengan merujuk suatu pasal tertentu dalam UUD 1945 sebagai dasar dalam menentukan konstitusionalitas norma atau kebijakan yang akan dibentuk, melainkan harus menemukannya dengan tafsir, hermeneutika, konstruksi dan penghalusan. Terlebih lagi bahwa suatu norma konstitusi yang telah memuat suatu perintah secara tegas dalam konstitusi pun memerlukan kehati-hatian, karena suatu norma konstitusi yang biasanya terumuskan secara general (umum) dan hanya mengandung asas, dalam implementasinya mengalirkan norma turunan secara derivative , yang meskipun tidak secara tegas disebut Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 112 sebagai norma konstitusi, tetapi merupakan hal yang tidak dapat dikesampingkan demikian saja sebagai bagian dari konstitusi, terutama jika ada delegated authority of legislation yang diberikan kepada pembuat Undang- Undang. Oleh karenanya apa yang disebut sebagai norma yang konstitusional tidak dapat dilihat secara tunggal melainkan harus secara integral dalam doktrin kesatuan konstitusi, dari pembukaan sampai batang tubuh secara tidak terpisah satu dengan yang lain; Pengalaman menunjukkan krisis perbankan yang terjadi bukan berasal dari perbankan, melainkan dari bidang-bidang lain yang merembet kepada perbankan. Produk-produk jasa keuangan yang sudah demikian besar (dari sisi size), dari sisi keterkaitan konglomerasi, dan terakhir dari sisi kompleksitas masalah jasa keuangan, tampaknya menyebabkan BI tidak lagi tepat dan tidak mampu melakukan hal itu semua secara sendirian. Ketidak mampuan BI merespon perkembangan yang pesat di bidang jasa keuangan sudah menjadi kenyataan yang menjadi pengalaman kita sehingga keberadaan BLBI dan lain- lainnya menjadi problem yang harus dipikul sekarang ini. Oleh karenanya membesarnya tugas yang timbul dalam penyelenggaraan negara, dibidang pengawasan dan pengaturan jasa keuangan menjadi keniscayaan.
Lembaga Negara Independen Ketika tugas negara yang terbagi dalam organisasi kekuasaan yang tradisional seperti eksekutif, legislatif dan judikatif dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan dirasakan tidak mencukupi lagi, terasa kebutuhan untuk melakukan perluasan organ tersebut tetapi dengan membentuk badan- badan atau lembaga yang independen. Independensi lembaga tersebut terwujud dalam struktur yang berada di luar organisasi penyelenggara pemerintahan yaitu eksekutf, yudikatif dan legislatif. Kecenderungan untuk menetapkan organ baru yang muncul karena kebutuhan dalam penyelenggaraan pemerintahan, juga boleh lahir dari sikap yang ingin membebaskan lembaga baru dari keterpasungan birokrasi lama, melainkan memulai sesuatu yang baru, dengan ciri yaitu adanya kewenangan regulasi dan pengawasan dalam organ yang sama tetapi dalam mekanisme checks and balance ; Salah satu gejala yang sangat umum dewasa ini diseluruh dunia, adalah banyaknya lahir organ-organ atau lembaga baru yang menjalankan juga tugas Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 113 dan kewenangan pemerintahan dan penyelenggaraan negara, diluar organisasi atau struktur kekuasaan yang lazim atau utama, baik disebut secara khusus dalam UUD, maupun dalam Undang-Undang atau hanya dengan peraturan yang lebih rendah. Hal ini terjadi karena semakin luasnya tugas-tugas pemerintahan dalam penyelenggaraan kepentingan umum, akan tetapi yang dirasakan perlu dilakukan melalui partisipasi publik yang luas dan demokratis maupun sebagai mekanisme pengawasan yang lebih luas. Badan- atau organ yang bertumbuh tersebut sering disebut sebagai komisi negara atau lembaga negara pembantu (auxiliary state organ) . Bahkan sebelum reformasi pun, organ seperti ini, sudah sangat banyak dan sering dibentuk sebagai jawaban atas permasalahan yang dihadapi, meskipun dalam kenyataan jawaban dengan organ baru demikian, boleh jadi merupakan beban secara keuangan, justru menambah kerumitan dalam penyelesaian masalah. Organ atau badan atau lembaga-lembaga independen ini, baik di negara maju maupun negara berkembang, bertumbuh dengan kewenangan yang bersifat regulatif, pengawasan dan monitoring, bahkan tugas-tugas yang bersifat eksekutif. Bahkan kadang-kadang lembaga independen demikian menjalankan ketiga fungsi sekaligus. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan untuk merampingkan organisasi Pemerintahan akibat tuntutan zaman untuk mengurangi peran pemerintahan yang sentralistis tetapi penyelenggaran negara dan pemerintahan dapat berlangsung effektif, effisien dan demokratis dalam memenuhi pelayanan publik. Jimly Asshiddiqie mencatat bahwa di Amerika Serikat lembaga-lembaga independen dengan kewenangan regulasi, pengawasan atau monitoring ini lebih dari 30-an ( Jimly Asshidiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat jenderal dan Kepaniteraan MKRI, 2006, hal 8) . Akan tetapi, seperti ditulis oleh Kenneth F. Warren, pada awal Pemerintahan di Amerika tidak ada badan independen yang memiliki kewenangan mengatur, namun karena sentimen masyarakat terhadap penyalahgunaan ekonomi pasar bebas yang terjadi pada 1800an, Pemerintah menjawab tuntutan masyarakat dengan pertama kalinya membentuk Interstate Commerce Commission, dan sejak itu sampai abad keduapuluh, badan-badan independen demikian telah bertumbuh seperti raksasa dan sangat berkuasa, yang mencerminkan problem dan tantangan yang kompleks dari satu perubahan masyarakat Amerika pada abad Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 114 baru ekplorasi ruang angkasa ( Kenneth F. Warren Administrative Law In The Political System,,Prentice hall, Upper Saddle River, New Jersey 07458, Third Edition, 1996, hal 78) . Indonesia menurut catatan kami memiliki kurang lebih 44 lembaga, badan atau komisi-komisi negara semacam ini, yang kemungkinan banyak diantaranya sudah tidak aktif lagi karena memang ada yang dibentuk oleh pemerintahan masa lalu, yang mungkin tidak memperoleh anggaran yang cukup lagi untuk mendukung kegiatannya, atau barangkali tidak dipandang relevan lagi; Semua badan, organ atau lembaga demikian, apakah bernama dewan, komisi atau badan, yang menyelenggarakan (sebagian) fungsi pemerintahaan, secara umum disebut juga lembaga negara, yang dibedakan dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang disebut juga non-govermental organization (NGO). Istilah-istilah lembaga, badan atau organ sering dianggap identik, sehingga meskipun sesungguhnya dapat berbeda makna dan hakikatnya satu sama lain, orang dapat menggunakan satu istilah untuk arti yang lain. Dalam pembicaraan kita sekarang ini, yang penting untuk dibedakan apakah lembaga atau badan itu merupakan lembaga yang dibentuk oleh dan untuk negara atau oleh dan untuk masyarakat. Lembaga apa saja yang dibentuk bukan sebagai lembaga masyarakat dapat kita sebut sebagai lembaga negara . Dalam ”Sengketa Kewenangan Lembaga Negara”, maka kata lembaga negara termuat hanya dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, yang mengatur tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi, dimana satu diantaranya adalah ” memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar”, hal mana dengan kata-kata yang sama diulangi lagi dalam Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 juncto UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. Kejelasan tentang organ mana yang disebut sebagai lembaga negara menurut UUD 1945 sebelum perubahan, baru dapat terlihat secara tegas dalam ketetapan MPRS, baik Nomor XX/MPRS/1966, Nomor XIV/MPRS/1966, Nomor X/MPRS/1969 dan Nomor III/MPR/1978. Dari ketetapan MPRS dan MPR tersebut kita dapat melihat adanya kualifikasi lembaga negara yang berbeda yaitu Lembaga Tertinggi Negara yang disebut MPR dan Lembaga Tinggi Negara yaitu Presiden, DPA, DPR, BPK, dan Mahkamah Agung. MPR dalam UUD 1945 sebelum perubahan adalah penjelmaan seluruh rakyat sebagai pemegang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 115 kedaulatan, dan dalam realitasnya MPRlah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi . Setelah UUD 1945 mengalami perubahan, kita juga tidak dapat menemukan kejelasan definisi lembaga negara. Kalau dilakukan inventarisasi dalam UUD 1945 setelah perubahan kita memang menemukan lembaga-lembaga negara yang disebut, baik secara tegas yang dibentuk dan menerima kewenangan dari UUD 1945, atau yang hanya disebut adanya satu lembaga untuk fungsi tertentu, yang kemudian nama dan wewenangnya diatur dalam Undang-Undang mengenai lembaga negara tersebut. Misalnya Pasal 22 ayat (5) yang mengatur bahwa ” pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri” dan ayat (6) menentukan bahwa ” ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang”. Demikian juga Pasal 23D UUD 1945 hanya menyebut adanya satu bank sentral, yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan Undang-Undang; Dari ketentuan tersebut juga dapat diketahui bahwa penyebutan adanya lembaga negara dalam UUD belum dengan sendiri menentukan bahwa lembaga yang akan dibentuk itu merupakan organ konstitusi sebagai lembaga negara yang memperoleh kewenangannya dari UUD 1945. Ada kalanya penyebutan dalam UUD 1945 merupakan penugasan kepada pembuat Undang-Undang untuk membentuk lembaga negara, dan mengatur hal-hal yang menyangkut kewenangan, susunan, kedudukan dan tanggung jawabnya dalam satu Undang-Undang. Dalam hal demikian dia menjadi organ atau lembaga negara yang memperoleh kewenangannya dari Undang-Undang, namun tetap merupakan lembaga negara yang konstitusional. Konsep Independensi Independensi suatu lembaga sesungguhnya diberikan karena dibutuhkan untuk dijadikan dasar dari suatu sikap netral ( impartial ) dan boleh membebaskan diri dari kungkungan conflict of interest diantara subjek pengawasan dan yang memiliki kepentingan lain. Independensi, merupakan prasyarat bagi terwujudnya sikap netral dan merupakan jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan. Kemandirian dan kemerdekaan lembaga, dengan menempatkannya tidak dibawah kekuasaan eksekutif, legislatif __ maupun yudikatif, tidak menyebabkan bahwa lembaga tersebut menjadi superbody , karena mekanisme pengawasan secara hukum pidana, maupun administrasi Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 116 dan tatanegara, merupakan hal yang terjadi secara mekanis dalam proses checks and balances . Baik komisioner OJK sendiri-sendiri maupun sebagai institusi, independensi dirumuskan sebagai kebebasan dari pelbagai pengaruh, yang berasal dari luar diri lembaga, baik sebagai intervensi yang bersifat mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung, maupun berupa bujuk rayu, tekanan, paksaan, ancaman atau tindakan balasan karena kepentingan politik, atau ekonomi tertentu dari siapapun, dengan imbalan atau janji imbalan berupa keuntungan jabatan, keuntungan ekonomi atau bentuk lain; Mekanisme masa jabatan dan pemilihan pejabat yang duduk dalam lembaga independen tersebut umumnya menjadi metode yang sering digunakan untuk menunjukkan independensi lembaga tersebut, ysng akan terjamin jika secara konsisten dilaksanakan. Seorang yang diangkat dengan mekanisme pemilihan yang biasanya dilakukan oleh DPR, juga dijamin kedudukannya dalam masa jabatan tertentu tidak dapat dihentikan, kecuali karena adanya pelanggaran pidana yang berat menyebabkan pejabat yang bersangkutan harus diberhentikan dari jabatannya. Otoritas Jasa Keuangan yang dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, memuat seluruh persyaratan sebagai lembaga Negara yang independen; Integrasi Kewenangan Regulasi dan Pengawasan. Tampaknya integrasi kewenangan regulasi dan pengawasan dalam satu lembaga merupakan ciri dari lembaga independen, di mana kewenangan eksekutif, legislatif dan yudikatifnya disatukan dalam satu lembaga. Jika hal demikian terdapat pada OJK, maka menurut hemat kami, tidak mengganggu derajat independensi lembaga induk (BI), yaitu kewenangan BI yang seharusnya tidak boleh diambil tetapi diambil, sehingga berkurang sentralitasnya, dan juga tidak mengurangi kewenangan lembaga induk serta ciri dan fungsi utama lembaga induk atau BI, tidak dikurangi dalam hal sentralitas BI dalam UUD. Sistem keuangan dan perekonomian nasional, terutama berkembangnya lembaga jasa keuangan dengan fungsi utama sebagai intermediasi dengan innovasi finansial, telah menciptakan sistem yang kompleks, dan dalam perkembangannya yang pesat didorong oleh proses globalisasi. Hal tersebut telah mengakibatkan tugas tersebut tidak lagi dapat diserahkan kepada BI sebagai Bank Sentral dengan tugas pokok sebagai Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 117 otoritas moneter. Pengalaman masa lalu ketika BI sebagai Bank Sentral menggunakan instrument moneter berupa bantuan liquiditas untuk menyehatkan kondisi bank yang diawasi adalah disebabkan karena bank sentral keinginannya menutupi kelemahan akibat pelanggaran terhadap prudential banking [Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hal. 10] . Hal ini telah mengakibatkan masalah yang tidak dapat dipandang selesai sampai saat ini; Adanya kewenangan yang meliputi fungsi regulasi dan pengawasan bahkan sering ajudikasi sebagai fungsi judikatif terjadi dalam lembaga Negara independen secara universal. Dengan kompleksitas masalah dalam bidang jasa keuangan dengan produknya yang beragam dan pemain yang meliputi asing dengan jumlah dana yang besar, menyebabkan perlunya dilakukan pengaturan dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan jasa keuangan secara lebih terintegrasi ( ibid, hal.3) Kesewenang-wenangan yang mungkin dapat timbul dalam hal demikian, dapat dicegah dengan membangun system checks and balances baik secara internal maupun melalui lembaga lain secara eksternal dalam judicial review dan mekanisme hukum lain yang tersedia. Dampak Globalisasi Terhadap Ekonomi dan Keuangan Nasional Globalisasi, sebagai satu proses transformasi meliputi seluruh aspek kehidupan. Hal itu semakin dirasakan membawa pengaruh mendalam baik dalam kehidupan pribadi secara individual maupun secara kelembagaan dalam kehidupan negara dan masyarakat, ketika gagasan, dana dan nilai-nilai kultural masuk kedalam ruang-ruang kita secara mudah menembus batas ruang dan waktu. Komunikasi yang amat mudah dengan kecepatan tinggi dan transportasi yang murah membawa proses globalisasi tersebut mentransformasi kehidupan manusia dan lembaga yang dikenal dalam negara dan masyarakat. Interaksi sosial, politik, ekonomi, finansial, ilmu pengetahuan, teknologi dan kultural antara satu bagian dunia dengan bagian dunia lain, terjadi dan berlangsung demikian saja dengan satu tekanan klik pada perangkat elektronik. Akibatnya dikatakan bahwa dunia ini telah menjadi rata ( the world is flat ) [ Thomas L. Friedman, The World is Flat, The Globalized World in the Twenty First Century, Penguin Books 2006, hal 7 ]. Globalisasi ada kaitannya dengan dalil bahwa kita sekarang hidup dalam satu dunia ( Anthony Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 118 Giddens, Run Away World, How Globalisation is Reshaping Our Lives,Profile Books,h. 7 ). Dibawah pengaruh globalisasi, kedaulatan negara telah menjadi semakin kabur atau tidak jelas, karena kekuatan global dapat mempengaruhi kehidupan warganegara disatu teritorial tertentu; Meskipun begitu banyak dimensi yang dapat diperlihatkan oleh kata Globalisasi , dan dimana-mana orang mengatakan bahwa kita hidup dalam zaman dengan kehidupan sosial yang sebagian besar ditentukan oleh proses global, dimana garis batas budaya nasional, ekonomi nasional dan wilayah nasional yang semakin kabur, akan tetapi inti dari persepsi ini adalah terjadinya proses globalisasi ekonomi yang muncul dan berjalan dengan sangat cepat ( Paul Hirst & Grahame Thomson, Globalization in Question, dialih bahasakan P. Sumitro, Globalisasi Adalah Mitos: Sebuah Kesangsian Terhadap Konsep Globalisasi Ekonomi Dunia Dan Kemungkinan Aturan Mainnya, Yayasan Obor Indonesia 2001, hal 1 ). Dikatakan lebih lanjut, bahwa telah muncul, atau sedang muncul, suatu sistem ekonomi yang benar-benar global, dimana didalamnya tercakup ekonomi nasional dan, karena itu strategi pengelolaan ekonomi nasional, semakin memerlukan kreativitas untuk bertahan. Dinamika dasar ekonomi dunia telah mencakup seluruh dunia; ekonomi dunia dikuasai oleh kekuatan pasar bebas yang tak terkendali, dengan perusahaan-perusahaan transnasional sebagai pelaku utama dan pembawa perubahan ( ibid) . Satu ciri dari globalisasi ekonomi dapat ditunjuk kebebasan modal bergerak dari satu negara kenegara lain, sehingga dalam keadaan tertentu pergerakan jangka pendek modal memasuki satu negara, dan ketika kemudian tiba-tiba ditarik kembali, akan terjadi gangguan besar bagi sistem moneter negara tersebut. Meski kebijakan moneter Amerika tidak diterapkan keseluruh dunia akan tetapi mata uang dollar menjadi alat pembayaran utama dalam sistem perdagangan internasional. Sistim nilai tukar mengambang dan pusat pusat pasar modal di Amerika sangat berpengaruh pada pasar modal diseluruh dunia, sehingga fluktuasi yang terjadi secara berantai akan membawa dampak ke pasar modal negara lain ( Tetapi saat ini mata uang dollar tidak lagi perkasa, dan terutama karena krisis yang dipicu oleh prime mortgage, orang mulai beralih kemata uang euro (Harian Kompas Oktober 2007 ). Tidak ada pemerintah nasional yang dapat menjalankan dengan effektif Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 119 tata aturan ekonomi apapun, bila tata aturan itu menyimpang dari standar internasional dan merugikan kepentingan TNC yang beroperasi diwilayahnya (Paul Hirst & Grahame Thomson, op.cit hal 19 _); _ Satu transformasi, yaitu perubahan dalam struktur, tampilan atau karakter terjadi secara luas dan besar-besaran, sebagai akibat proses globalisasi. Semua negara, wilayah, lembaga, masyarakat dan individu terkena dampaknya, yang juga mengakibatkan terjadinya perubahan besar dalam interaksi dan interelasi secara kelembagaan, wilayah dan antar masyarakat serta individu. Respon yang memadai terhadapnya tidak dapat diabaikan sama sekali, karena penetrasi yang terjadi secara global telah melampaui dengan mudah batas-batas negara, bahkan-batas-batas yang ingin dijaga dalam rumah keluarga-keluarga. Meskipun proses globalisasi sesungguhnya mempunyai banyak dimensi-sebagaimana telah diuraikan dibagian awal-akan tetapi sesungguhnya orang lebih banyak berbicara tentang proses dan dampaknya dalam bidang ekonomi. Hal itu terjadi karena dampak globalisasi dibidang ekonomi dapat menyengsarakan rakyat diwilayah atau negara tertentu secara signifikan, karena tidak siap dan tidak mampu menghadapi perubahan yang terjadi secara global tersebut. Umumnya negara- negara yang miskin dan sedang berkembang, dengan kemampuan ekonomi dan teknologi yang rendah tidak siap menghadapinya. Apalagi jika kebijakan yang diambil tidak dapat memperhitungkan keadaan domestik secara sosial, ekonomi dan kultural yang tidak memiliki kesiapan yang memadai, diharuskan bersaing secara bebas dan terbuka dengan aktor asing yang lebih canggih. Sesungguhnya transformasi yang terjadi dengan globalisasi sekarang menyebabkan hampir seluruh dunia, sedikit banyak terhubung kedalam sistem dunia yang semakin terintegrasi, dimana parameter pasar mendominasi; Pasal 33 UUD 1945 dan Kebijakan Ekonomi Globalisasi dan integrasi dunia melalui perdagangan bebas dengan filosofi pasar bebas, mau tidak sangat mempengaruhi kondisi perekonomian dan keuangan Indonesia. Dalam hal demikian perlindungan yang diperlukan dalam menjaga segenap bangsa semakin menjadi besar. Memang kemungkinan UU OJK merupakan salah satu yang diajukan oleh IMF sebagai persyaratan untuk bantuan membenahi ekonomi Indonesia, tetapi tidak selalu Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 120 dapat disimpulkan secara sederhana bahwa hanya karena demikian saja UU OJK tersebut bertentangan dengan UUD 1945; UUD 1945, yang memuat konstitusi Ekonomi, yang telah beberapa kali dijadikan batu penguji terhadap kebijakan ekonomi yang tertuang dalam undang-undang yang dimohonkan review oleh Mahkamah Konstitusi. Pasal 33 UUD 1945 yang menentukan prinsip penguasaan negara, demokrasi ekonomi dan kebersamaan, effisiensi berkeadilan, dan pembangunan yang sustainable serta berwawasan lingkungan oleh Mahkamah diartikan bahwa penguasaan itu tidak selalu dalam arti mutlak 100%, sepanjang penguasaan atas pengelolalan tersebut memberi pada negara posisi yang menentukan dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan, sehingga oleh karenanya juga divestasi ataupun privatisasi atas kepemilikan saham Pemerintah dalam BUMN yang mengelola sumber daya alam tidak dapat dianggap bertentangan dengan UUD 1945 [ _Pasal 33 ayat (4) UUD 1945: _ “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional] , sepanjang penguasaan negara efti atas cabang produksi strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak, serta sumber daya alam, dan sepanjang Negara memiliki posisi dominan dalam policy making badan usaha melalui komposisi saham. Dengan kata lain dalam tafsiran Mahkamah, privatisasi dan kompetisi sepanjang tidak meniadakan penguasaan negara dalam arti posisi yang menentukan dalam pengambilan keputusan kebijakan tetap, dalam tangan negara, dapat diterima dan tidak bertentangan dengan UUD 1945 ( Ibid, hal 336-349 _); _ Dalam krisis keuangan yang dapat menimbulkan krisis global, yang dikatakan seperti tsunami, bagi Indonesia dampak ”globalisasi” secara buruk kelihatannya berjalan satu arah. Kita tidak mampu memberi perlawanan, dan menjadi korban. Sejak era Pemerintah Orde Baru, dua kekuatan utama telah menelan Indonesia, yaitu pertama ”kekuatan deregulasi” yang memaksa keterbukaan akses pasar nasional, yang awalnya hanya meliputi perdagangan, tetapi kemudian meliputi investasi asing. Kedua, pertumbuhan perjanjian dagang regional, ternyata telah menggeser proses regulasi kearah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 121 skala yang berbeda ( Kami menggunakan dua kekuatan itu dari Paul Dickens, op.cit hal 427 _); _ Kritik Stiglitz, yang mengecam pendekatan IMF “ one-size-fits-all”, yang dianggap memberikan solusi dengan cara yang sama dengan tidak mempertimbangkan keadaan nasional yang berbeda, menyatakan l dengan cara yang lugas: ”... Especially at the International Monetary Fund , decisions were made on the basis of what seemed a curious blend of ideology and bad economics, dogma that sometimes seemed to be thinly veiling special interest… While no one was happy about the suffering that often accompanied the IMF programs, inside the IMF, it was simply assumed that whatever suffering occurred was a necessary part of the pain countries had to experience on the way to becoming a successful market economy, and that the measures would, in fact reduced the pain the country would have to face in the long run. The hypocrisy of pretending to help developing countries by forcing them to open up their market to the goods of advanced industrial countries while keeping their own market protected, policies that make the rich richer and the poor more impoverished and increasingly angry (Joseph E. Stiglitz, Globalization And Its Discontents, Allen Lane Penguin Books 2002, hal xiii,xiv dan xv). Dibagian lain Siglitz menyebutkan bahwa kenyataan tidak adanya mekanisme pasar yang sempurna dapat disimak dari pernyataan Joseph Stiglitz : ” presumption that markets, by themselves, lead to efficient outcomes, failed to allow for desirable government interventions in the market and make everyone better off ” ( Putusan MK op.cit hal 330-331 ) _; _ Banyak dimensi yang dapat diperlihatkan oleh kata Globalisasi , dan dimana-mana orang mengatakan bahwa kita hidup dalam zaman dengan kehidupan sosial yang sebagian besar ditentukan oleh proses global, dimana garis batas budaya nasional, ekonomi nasional dan wilayah nasional yang semakin kabur, akan tetapi inti dari persepsi ini adalah terjadinya proses globalisasi ekonomi yang muncul dan berjalan dengan sangat cepat ( Paul Hirst & Grahame Thomson, Globalization in Question, dialih bahasakan P. Sumitro, Globalisasi Adalah Mitos: Sebuah Kesangsian Terhadap Konsep Globalisasi Ekonomi Dunia Dan Kemungkinan Aturan Mainnya, Yayasan Obor Indonesia 2001, hal 1) . Dikatakan lebih lanjut, bahwa telah muncul, atau Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 122 sedang muncul, suatu sistem ekonomi yang benar-benar global, dimana didalamnya ekonomi nasional dan, karena itu strategi pengelolaan ekonomi nasional, semakin terpengaruh. Dinamika dasar ekonomi dunia telah mencakup seluruh dunia; ekonomi dunia dikuasai oleh kekuatan pasar bebas yang tak terkendali, dengan perusahaan-perusahaan transnasional sebagai pelaku utama dan pembawa perubahan ( _ibid); _ Mahkamah Konstitusi yang diberi mandat untuk mengawal konstitusi, memberi tafsiran atas pasal 33 UUD 1945 sebagai batu ujian konstitusionalitas kebijakan ekonomi yang diadopsi dalam undang-undang yang dimohonkan pengujian, dengan memperhitungkan juga lingkungan strategis global yang berubah. Mahkamah Konstitusi secara khusus telah memberi pengertian ”penguasaan oleh negara” dalam putusan-putusannya sebagai berikut ini : ” ...dengan memandang UUD 1945 sebagai sebuah sistem...,maka penguasaan oleh negara dalam Pasal 33 memiliki pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas dari pada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata. Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik dibidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin ”dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Dalam pengertian kekuasaan tertinggi tersebut tercakup pula pengertian pemilikan publik oleh rakyat secara kolektif. Bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalam wilayah negara, pada hakikatnya adalah milik publik seluruh rakyat secara kolektif yang dimandatkan kepada negara untuk menguasainya guna dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran bersama. Karena itu Pasal 33 ayat (3) menentukan ”bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sesesar-besar kemakmuran rakyat”. ”...pengertian ”dikuasai negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan ”bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, termasuk pula didalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber sumber kekayaan yang dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 123 1945 memberikan mandat kepada negara untuk melakukan fungsinya dalam mengadakan kebijakan (beleid), tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad)” (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 01-02-022/PUU- I/2003 ). Ini memperkuat keyakinan kita akan apa yang disebut ketidak sempurnaan pasar dan perlunya intervensi Pemerintah sebagaimana disebut Joseph Stiglitz: ” Behind the free market ideology there is a model, often attributed to Adam Smith, which argues that market forces-the profit motive-drive the economy to efficient outcomes as if by invisible hand. One of the great achievements of modern economics is to show the sense in which, and the conditions under which Smith’s conclusion is correct. It turns out that these conditions are highly restrictive. Indeed, more recent advances in economic theory-ironically occurring precisely during the period of the most relentless pursuit of the Washington consensus policies-have shown that whenever information is imperfect and market incomplete, which is to say always, and especially in developing countries, then the invisible hand works most imperfectly. Significantly, there are desirable government interventions which, in principle, can improve upon the efficiency of the market. These restrictions on the conditions under which markets result in efficiency are important-many of the key activities of government can be understood as responses to the resulting market failure” (Joseph E. Stiglitz, op.cit hal 73-74 ). __ Oleh karenanya Pasal 33 UUD 1945 sebagai konstitusi ekonomi Indonesia yang membentuk paradigma negara kesejahteraan ( Kita tidak menyebut paradigma sosialis, untuk menghindari kesan kembali mempertahankan kebijakan ekonomi yang dianut negara-negara komunisme dalam masa perang dingin, yang secara mutlak telah mengalami kekalahan dari sistem kapitalisme) , dengan tafsir mutakhir yang dilakukan Mahkamah Konstitusi, kami yakini dapat diterapkan di Indonesia, dengan memperhatikan tingkat perkembangan kondisi sosial, kultural dan ekonomi dari Negara dan bangsa Indonesia. Dalam menata dan melaksanakan tugasnya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang didasarkan pada UUD 1945, kami melihat bahwa pemerintah pusat dan lokal dalam tugas pokoknya untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, ekonomi, dan pembangunan yang effektif dan effisien untuk mendukung terwujudnya Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 124 perekonomian nasional yang berfihak pada ekonomi kerakyatan, yang merata, mandiri, handal, berkeadilan dan mampu bersaing dikancah perekonomian Internasional harus dapat memperhatikan paradigma negara kesejahteraan ( welfare state). Pembentukan OJK hemat kami sesuai dengan konsep pengawasan dan intervensi yang dibutuhkan untuk melindungi rakyat dan perekonomian Indonesia dari praktik di bidang jasa keuangan yang merugikan perekonomian masyarakat dan negara, karena sebagai lembaga negara yang independen, OJK adalah bagian dari organ negara, yang memenuhi syarat dalam tugas pengawasan dan pengaturan lembaga jasa keuangan, yang didalilkan Pemohon bertentangan dengan UUD 1945. Justru dia menjadi bagian dari campur tangan negara untuk mengawasi dan mengatur jasa keuangan di Indonesia, dengan cara yang independen dan dibebaskan dari benturan kepentingan yang mungkin terjadi, yang menjadi amanat Pasal 33 UUD 1945 dan Pembukaan UUD 1945, sebagaimana telah ditasfirkan oleh Mahkamah Konstitusi; Sekali lagi kami memohon kehati-hatian Majelis yang Mulia Hakim MK, suatu putusan yang meniadakan lembaga OJK seperti yang terjadi pada BP Migas, membawa akibat yang sangat berbeda, karena akan menghilangkan kepastian hukum, kepercayaan investor asing, yang akan terdorong untuk menarik dana besar mereka secara mendadak, sehingga dapat menimbulkan panik dan kekacauan secara berantai, yang boleh menjadi krisis ekonomi; Kesimpulan 1. Pemohon tidak mempunyai dasar legal standing yang memadai untuk memohon pengujian UU OJK;
Karena keterkaitan ekonomi global dengan ekonomi Indonesia, maka Putusan MK, sekalipun hanya menghentikan untuk sementara kegiatan OJK, justru dapat menimbulkan krisis ekonomi di Indonesia;
UU OJK tidak melanggar constitutional boundary Dalam UUD 1945;
Dr. Zainal Arifin Moechtar, S.H., LL.M Pada dasarnya, pengujian atas UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (lebih lanjut disebut UU OJK) dilakukan oleh karena Pemohon menganggap bahwa; Pertama , OJK ini bukanlah lembaga yang sah secara konstitusional dan karenanya tidak dapat disematkan sifat keindependenan padanya. Kedua , OJK telah mengambil alih peran dan fungsi Bank Indonesia, padahal menurut Pemohon, hanya Bank Indonesia-lah yang memiliki sifat-sifat Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 125 sebagai bank sentral dengan segala tugas dan fungsinya sehingga tidaklah tepat jika OJK diperbolehkan untuk memiliki fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana yang dimaksud di dalam UU OJK. Ketiga , pembentukan OJK menimbulkan banyak kerugian oleh karena OJK mengadakan pungutan terhadap perusahaan sektor jasa keuangan yang dijadikan sumber pendanaan OJK. Karena ini berarti entitas yang diawasi malah menjadi sumber dana dan akan mengganggu independensi OJK, khususnya OJK akan lebih memperhatikan industri jasa dan keuangan dibanding kepentingan publik; Dalam kapasitas sebagai ahli dan untuk merespon permohonan Pemohon tersebut, akan menjelaskan hal-hal sebagai berikut; Pertama, seperti apa sesungguhnya lembaga negara independen secara teoritik dan praktik. Kedua, makna relasi OJK dengan lembaga bank sentral; Ketiga, pungutan yang dilakukan terhadap jasa keuangan apakah dengan serta merta dapat dianggap melanggar prinsip Pasal 23A UUD 1945; Dalam kapasitas sebagai ahli dengan menyatakan sebagai berikut; Perihal Independensi OJK dan Lembaga Negara Independen Tentu saja tak dapat dimungkiri bahwa OJK adalah lembaga negara independen sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 1, UU OJK itu sendiri. Dapat digolongkan sebagai lembaga negara oleh karena merupakan lembaga yang dibentuk oleh negara dan dalam rangka menjalankan tugas negara di sektor pengawasan terhadap perbankan. Kemudian, diberikan sifat independen oleh karena diharapkan bebas dari campur tangan pihak lain. Oleh karena itu, OJK kemudian dijadikan lembaga negara yang bersifat independen; Lembaga negara independen seringkali diterjemahkan menjadi lembaga negara tersendiri yang terpisah dari cabang kekuasaan yang lainnya. Lembaga yang menjadi independen atas lembaga negara lainnya dan menjalankan fungsi- fungsi tertentu secara permanen (state independent agencies) , maupun yang hanya bersifat menunjang (state auxiliary agencies) , sehingga padanya disematkan kewenangan kelembagaan kuat untuk menjalankan fungsi campuran antara regulatif, administratif, pengawasan, dan fungsi penegakan hukumnya ( Lihat: Jimly Ashiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara , Rajawali Pers, Jakarta, 2009, halaman 338-339 _); _ Bahwa menurut Milakovich dan Gordon, komisi negara independen pada Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 126 hakikatnya memiliki karakter kepemimpinan yang bersifat kolegial, sehingga keputusan-keputusannya diambil secara kolektif. Selain itu, anggota atau para komisioner lembaga ini tidak melayani apa yang menjadi keinginan presiden sebagaimana jabatan yang dipilih oleh presiden lainnya ( Michael E.Milakovich, dan George J. Gordon , Public Administration in America , Seventh Edition, USA, Wadsworth and Thomson Learning, 2001 ). Perihal independen ini, Funk dan Seamon menjelaskannya dalam arti anggota bebas dari kontrol presiden, walaupun independensi itu sifatnya relatif, tidak mutlak ( William F Funk and Seamon, 2001 Administrative Law, Examples and Explanations , Aspen Law and Bussiness, New York _); _ Di samping itu, periode jabatannya bersifat ”staggered ”. Artinya, setiap tahun setiap komisioner berganti secara bertahap dan oleh karena itu, seorang presiden tidak bisa menguasai secara penuh kepemimpinan lembaga-lembaga terkait, karena periodesasi jabatan komisioner tidak mengikuti periodesasi politik kepresidenan. Demikian juga perihal jumlah anggota atau komisioner ini bersifat ganjil dan keputusan diambil secara majoritas suara. Selain itu, keanggotaan lembaga ini biasanya menjaga keseimbangan perwakilan yang bersifat partisan ( ibid). Dengan karakter seperti di atas, maka komisi independen relatif memiliki posisi yang leluasa dalam melakukan fungsinya karena tidak berada di bawah kontrol kekuasaan manapun secara mutlak; Ditambahkan Gordon dan Milakovich, perihal nomenklatur kelembagaan bisa ditarik dalam kesimpulan penggunaan istilah regulatory agencies merujuk kepada semua jenis dependent and independent regulatory boards , commissions, law enforcemen agencies dan executive department yang memiliki kewenangan pengaturan (Op.Cit Gordon and Milakovich). __ Lebih lanjut dijelaskan bahwa: The term of regulatory agencies will refer to a regulatory bodies headed by single individual (most commonly a director); a regulatory commissions is headed by group of commissioners (or sometimes, board member) and both regulatory bodies will refer to both kinds of structures (ibid) . Dikatakan, sebagai pembedaan yang akan menunjukkan perbedaan type of regulators, in their _operational as well as their formal structures (ibid); _ Masih dalam hal yang sama, Funk dan Seamon menjelaskan secara lebih rinci bahwa karakteristik lembaga independen ini adalah, Pertama , dikepalai oleh multi-member groups, yang berbeda dari yang mengepalai agency . Kedua , tidak Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 127 boleh dikuasai secara simple majority oleh partai tertentu, yang artinya bebas dari penguasaan partai tertentu. Ketiga , para komisionernya punya masa jabatan yang fixed dengan cara berjenjang ( staggered terms ), yang artinya mereka tidak berhenti secara bersamaan. Keempat , para anggota hanya bisa diberhentikan dari jabatan menurut apa yang ditentukan di dalam dalam aturan dan tidak dengan cara yang ditentukan oleh Presiden seperti di lembaga eksekutif ( Op.Cit., Funk dan Seamon _); _ Sementara itu, Michael R. Asimov, komisi negara disebutnya sebagai administrative agencies dengan pengertian sebagai units of government created by statute to carry out specific tasks in implementing the statute. Most administrative agencies fall in the executive branch, but some important agencies are independent ( Michael R. Asimov 2002, Administrative Law , Chicago: The BarBri Group ) . Mengenai watak dari sebuah komisi, apakah tergantung pada satu cabang kekuasaan tertentu, atau bersifat independen, Asimov melihatmya dari segi mekanisme pengangkatan dan pemberhentian anggota komisi negara tersebut. Menurutnya, pemberhentian anggota komisi negara independen hanya dapat dilakukan berdasarkan sebab-sebab yang diatur dalam Undang-Undang pembentukan komisi bersangkutan. Sedangkan anggota komisi negara biasa, sewaktu-waktu diberhentikan oleh presiden, melalui mekanisme pengaturan yang dimiliki presiden ( _bid); _ Sementara William F. Fox, Jr mengemukakan bahwa komisi negara adalah bersifat independen apabila dinyatakan secara tegas di dalam undang-undang komisi bersangkutan, yang dibuat oleh Congress . Atau, bilamana terdapat pembatasan kewenangan presiden untuk tidak bisa secara bebas memutuskan ( discretionary decision ) pemberhentian pimpinan komisi negara tersebut ( William F. Fox, Jr., Understanding Administrative Law , Danvers: Lexis Publishing, 2000 _); _ Sebuah komisi negara independen adalah lembaga publik yang memiliki independensi, otonomi dan kompetensi pengaturan dalam menjalankan ruang publik yang sensitif, seperti perlindungan persaingan, supervisi capital market , dan pengaturan pelayanan kepentingan ekonomi secara umum . Keberadaan komisi negara independen ini, dijustifikasi oleh adanya kompleksitas pengaturan hal-hal tertentu, serta tugas-tugas yang bersifat supervisory dan sangat membutuhkan keahlian khusus. Kebutuhan untuk Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 128 implementasi secara cepat kewenangan publik di sektor tertentu dan juga bebas dari campur tangan politik dalam pelaksanaan tugas. Bahwa dari berbagai pengertian tersebut, OJK menemukan fungsi independennya secara sangat kuat. Pertama, oleh karena adanya kepentingan dan tugas tertentu yang diinginkan negara untuk dijalankan secara lebih independen dan bebas dari campur tangan mana pun menjadi. Khususnya mengenai kepentingan untuk melakukan pengawasan perbankan secara independen. Dan oleh karena adanya kebutuhan untuk melakukan pengasan secara lebin independen itulah maka UU Bank Indonesia sendiri telah mengamanatkan dibentuknya lembaga tersendiri yang independen dalam melakukan pengawasan sektor jasa keuangan; Kedua , OJK telah memiliki hampir semua ciri keindependenan yang dimaksudkan sebagai ciri penegas dari keindependenan suatu lembaga negara independen. Tentu saja tidak semua, apalagi memang tidak satupun lembaga negara independen di Indonesia yang mengikuti berbagai ciri teoritik untuk lembaga negara independen tersebut. Misalnya soal pergantian yang berjenjang ( staggered terms ). Sampai saat ini, tidak satupun lembaga negara independen yang memiliki sifat pergantian berjenjang. Lagipula, kepentingan pergantian berjenjang adalah untuk mengecilkan kemungkinan penguasaan suatu lembaga negara independen oleh partai politik tertentu. Tetapi selebihnya, OJK dapat dikatakan menjalankan penuh sifat-sifat keindependenan sebagaimana ciri teoritik; Ketiga , haruslah diingat bahwa keindependenan dapat diukur kepentingan konstitusionalnya melalui fungsi yang ingin dikerjakan. Jika ada suatu tugas yang negara ingin lakukan, sangat penting, serta adanya kemungkinan conflict of interest dengan kepentingan Pemerintah, maka disitulah lahir kepentingan konstitusional untuk mengindependenkan tugas tersebut ke suatu lembaga tersendiri dengan harapan tidak akan dipengaruhi oleh cabang kekuasaan manapun. Bank Indonesia dan OJK Perihal OJK telah mengambil alih peran dan fungsi Bank Indonesia, memang merupakan hal yang menarik. Sesungguhnya harus diingat beberapa hal yang melatari lahirnya UU Bank Indonesia yang mencantumkan pemisahannya dari Bank Indonesia. Salah satunya krisis yang terjadi di tahun 1997-1998, dan menimbulkan kesimpulan kala itu bahwa terjadi ketidakefektifan pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Oleh karenanya, dipisahkanlah fungsi regulasi dan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 129 pengawasannya. Pemisahan ini tentunya adalah open legal policy pembentuk Undang-Undang yang melihat adanya persoalan pengawasan perbankan. Karenanya, pembentukan OJK adalah bagian dari ijtihan negara untuk melakukan perbaikan sektor pengawasan jasa keuangan; Kedua , perihal makna terintegrasi. Makna kata terintegrasi secara hukum tidaklah dapat dikatakan bahwa terintegrasi itu haruslah dipegang oleh satu lembaga saja. Terintegrasi tentu saja bermakna dapatjuga dilakukan oleh multi-pihak, sepanjang dilakukan secara terkordinatif dengan relasi yang baik dan jelas. Sekedar mencontohkan, integrated criminal justice system menjelaskan bahwa sistem penegakan hukum pidana yang terintegrasi tidaklah berarti hanya harus ada satu lembaga yang mengerjakan penegakan hukum pidana. Tetapi dapat juga dengan beberapa lembaga yang diupayakan terformat secara terintegrasi. Inilah yang dapat dilihat dalam relasi antara Bank Indonesia dan OJK dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Tidaklah harus dilakukan oleh satu lembaga saja, tetapi dapat juga dengan multi-pihak. Disinilah peran pembentuk Undang- Undang untuk merumuskan legal policy apa yang akan diambil dalam artian menjelaskan sistem perekonomian yang terintegrasi tersebut. Masih perihal terintegrasi tentunya tidak dapat diterjemahkan sebagai membiarkan adanya campur tangan satu pihak atas pihak yang lain sehingga mengganggu independensi. Terintegrasi memiliki makna kuat termasuk saling kontrol. Seperti layaknya suatu _checks and balances system; _ Karenanya, seharusnya dibalik logikanya bahwa dengan kehadiran OJK bukanlah memperlemah fungsi bank sentral yang sesungguhnya yakni memelihara kestabilan nilai rupiah dengan melaksanakan kebijakan moneter yang berkelanjutan, konsisten, transparan dan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah dalam bidang perekonomian. Dalam tugas tersebut, OJK sangat berfungsi untuk membantu kebijakan secara keseluruhan dalam kaitan menjaga sistem perekonomian nasional yang dikerjakan oleh Pemerintah, OJK, maupun Lembaga Penjamin Simpanan yang memang penting untuk saling bahu-membahu menjaga kestabilan perekonomian nasional; Perihal Pungutan OJK Pada dasarnya, Pasal 34 ayat (2), Pasal 37 ayat (1) s.d. ayat (6) serta penjelasannya mengatur bahwa anggaran OJK bersumber dari APBN dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Dan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 130 kemudian juga diatur bahwa yang dimaksud dengan pungutan antara lain adalah pungutan untuk biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, dan pengesahan, biaya pengaturan, pengawasan, pemeriksaan serta penelitian dan transaksi perdagangan efek; Aturan ini bermakna banyak. Pertama , pendanaan OJK sesungguhnya dapat dilakukan dengan hanya menggunakan APBN. Dapat juga hanya menggunakan pungutan. Dapan juga dengan menggunakan keduanya. Hal yang sebagai konsekuensi dari penggunaan kata “dan/atau” dalam aturan sebagaimana yang dimaksud di atas. Hanya dibebankan ke APBN tentu tidak tepat oleh karena memang ada pungutan yang seharusnya dibayarkan oleh pihak yang berkepentingan seperti yang diatur di atas. Hanya menggunakan pungutan juga tidak mungkin oleh karena OJK harus beroperasi dari awal dan belum memiliki pendanaan. Maka yang paling mungkin adalah dengan menggabungkan kemungkinan keduanya digunakan. Oleh karena itulah hadir kata “dan/atau”; Kedua , tidaklah dapat dikatakan dengan serta merta bahwa dengan pungutan ini akan mengganggu independensi. Mencontohkan biaya-biaya persidangan perkara yang diatur di Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya. Hal tersebut diatur dalam Perma Nomor 3 Tahun 2012. Dalam Perma tersebut diatur secara jelas perihal biaya-biaya yang dimaksudkan untuk membayar kepentingan pencari keadilan khususnya untuk membiayai kepaniteraan; proses peradilan itu sendiri dan biaya pemberkasan. Bahkan diatur biaya penyelesaian perkara yang berkisar antara Rp. 250.000-Rp. 10.000.000,- Dan kemudian diatur disesuaikan dengan keadaan pengadilan setempat tersebut. Bahkan di beberapa pengadilan, jika ada yang tidak mampu membayar dengan membuktikan bahwa ia benar-benar tidak mampu membayar karena termasuk golongan miskin, maka pengadilan dapat membebaskan dari biaya perkara tersebut; Artinya, pada dasarnya tidaklah dapat dikatakan melakukan pembayaran untuk mengurus biaya perkara dalam proses peradilan dapat mengganggu independensi lembaga tersebut dalam menegakkan keadilan. Sepanjang, hal tersebit diatur dengan jelas dan terang sehingga tidak ada lagi biaya-biaya lain selain dari biaya yang diatur dalam peraturan yang mendasarinya. Hal yang sama dapat dilihat ke konteks OJK. Bahwa sesungguhnya apa yang dibayarkan oleh asa keuangan merupakan bagian dari yang tidak dapat dikatakan akan mengganggu independensi OJK dalam melaksanakan tugas. Hal tersebut bagian dari biaya Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 131 yang harus dibayarkan oleh pelaku jasa keuangan untuk membiayai proses yang dikerjakan OJK. Tentu tidak mengganggu independensi OJK sepanjang ditetapkan melalui biaya yang sudah diatur dengan detail, bahkan diguanakan untuk pembiayaan apa saja serta yang paling penting adalah transparansi penggunaannya; Ketiga , perihal pungutan ini melanggar ketentuan UUD 1945 terkhusus Pasal 23A yang menyatakan “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang” , sesungguhnya tidak serta merta dapat dikatakan melanggar. Apalagi, aturan mengenai pajak dan pungutan bersifat memaksa di negara ini tidaklah diatur secara terkodifikasi dalam satu Undang- Undang yang khusus mengenai pajak dan pungutan bersifat memaksa. Jika dikatakan bahwa harus dengan Undang-Undang tersendiri juga akan sangat repot karena harus membuat begitu banyak Undang-Undang khusus dan tersendiri yang mengatur soal pungutan. Termasuk Undang-Undang khusus pungutan OJK maupun Mahkamah Agung, serta seluruh lembaga-lembaga lainnya yang menggunakan pungutan ataupun pajak; Karenanya, pengaturan lebih lanjut dengan menggunakan aturan pelaksana dari Undang-Undang yang membolehkan pungutan secara praktik masih dapat diterima dan menjadi open legal policy dalam besaran jumlah pungutan sepanjang, -mengutip Putusan MK No. 26/PUU-VII/2009 tentang sifat open legal policy , yakni sepanjang isinya tidak melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang intolerable (tidak dapat ditoleransi). Maka sepanjang pungutan tersebut tidak melanggar moralitas, masih rasional jumlahnya serta tidak menimbulkan ketidakdilan, maka masih dapat dibenarkan. Meskipun pada saat yang sama harus memperhatikan kondisi dari pihak yang dipunguti biaya tersebut. Seperti yang diatur dalam Perma untuk biaya perkara maupun Peraturan OJK untuk pungutan atas jasa keuangan; Keempat , jikalaupun dianggap melanggar prinsip Pasal 23A UUD 1945 yang mengamatkan harus diatur dalam Undang-Undang tersendiri, maka harus dapat dilakukan dengan mengupayakan adanya kodifikasi atas keseluruhan pajak dan pungutan bersifat memaksa lainnya. Atau sekurang-kurangnya semua pungutan yang terjadi di MA, LPS, Pemerintah melalui PNBP, maupun OJK dan berbagai lembaga lain haruslah dibuatkan Undang-Undang nya masing-masing. Hal yang tentu mustahil karena mengingat kompleksitas soal hal tersebut; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 132 5. Prof. Erman Rajagukguk, S.H., LL.M., PH.D Pertanyaan yang mendasar adalah, apakah Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34, Pasal 37 dan frasa “… tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan...” dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A dan Pasal 34D Undang-Undang Dasar 1945 ? Dengan perkataan lain pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
Apakah filosofi pemisahan kewenangan stabilitas moneter dan pengawasan perbankan? 2. Apakah filosofi penggabungan pengawasan perbankan dan lembaga keuangan non-bank? 3. Apakah artinya independensi dan bebas dari campur tangan pihak lain dalam kelembagaan OJK? 4. Bagaimanakah hubungan kelembagaan antara Pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam sistem perekonomian Indonesia? 5. Apakah filosofi pembiayaan OJK dilakukan dengan pungutan dari para pelaku pasar? Pendapat Hukum ahli atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas adalah sebagai berikut ini: Filosofi pemisahan kewenangan menjaga stabilitas moneter dan pengawasan perbankan adalah agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang berkelanjutan dan stabil, mampu melindungi kepentingan konsumen atau masyarakat. Hal ini juga merupakan amanat Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah memperkirakan perkembangan transaksi sektor jasa keuangan yang tidak bisa dilakukan secara partial, namun harus secara terintegrasi dari berbagai sub sektor jasa keuangan; Filosofi penggabungan pengawasan perbankan dan lembaga keuangan non-bank adalah untuk melindungi kepentingan konsumen atau masyarakat. OJK sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di sektor jasa Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 133 keuangan harus memiliki independensi didalam melaksanakan tugasnya. Hal ini disebabkan OJK mengawasi kegiatan jasa keuangan dan transaksi keuangan oleh entititas bisnis yang dapat berpotensi terjadinya benturan kepentingan serta berpotensi pula mempengaruhi pihak-pihak tertentu, termasuk pihak Pemerintah. Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi dan informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis dan saling terkait antar masing-masing sub sektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Disamping itu adanya lembaga keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai sub sektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antara lembaga-lembaga keuangan seperti bank, perusahaan- perusahaan yang go publik (sektor Pasar Modal), Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya; Independensi dan bebas dari campur tangan pihak lain dalam kelembagaan OJK tidak berarti independensi secara mutlak. Independensi tersebut harus diimbangi dengan check and balance , artinya bukan lembaga yang memiliki kebebasan yang tidak terbatas. Independensi dalam arti mengatur sendiri ( self-regulatory bodies ) seperti komisi lain yang ada: Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pemilihan Umum, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Independensi OJK artinya juga bahwa OJK tidak berada dibawah otoritas lain atau tidak menjadi bagian dari Pemerintah. Namun OJK tetap wajib menyusun laporan kegiatan secara berkala dan melaporkannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan OJK harus tetap memberikan laporan keuangan tahunannya serta diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh BPK. Selanjutnya OJK wajib mengumumkan laporan keuangan tersebut kepada publik melalui media cetak dan media elektronik; Dalam hal OJK mengidentifikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi kesehatan bank tersebut memburuk, maka OJK dapat mengajukan ke Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) untuk segera dilakukan rapat guna memutuskan langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis. Anggota FKSSK yaitu Menteri Keuangan, Bank Indonesia, OJK dan LPS melakukan pertukaran informasi terkait dengan tugas dan fungsi dari masing-masing lembaga; Filosofi pembiayaan OJK yang berasal dari APBN dan/atau pelaku pasar adalah Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 134 sebagai pembiayaan bagi OJK karena bertugas mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan disektor perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya, dimana pelaku pasar juga akan memperoleh manfaat dari jasa pengawasan yang dilakukan oleh OJK; Berdasarkan uraian saya tersebut di atas, maka Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34, Pasal 37 dan frasa “… tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan …” dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan tidak bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A dan Pasal 34D Undang- Undang Dasar 1945; Menurut Pendapat Hukum saya, apabila permohonan Pemohon dikabulkan mengembalikan semua kegiatan pengawasan perbankan kembali ke Bank Indonesia; tidak semudah membalikkan telapak tangan dan membawa implikasi yang besar dalam sektor jasa keuangan; Akan tetapi pengembalian kewenangan pengawasan perbankan tersebut membutuhkan pengaturan baru yang memakan waktu yang panjang sehingga terjadi kekosongan hukum yang mengakibatkan ketidakpastian hukum. Ketidakpastian hukum akan menyebabkan investor-investor melepaskan surat- surat berharga yang dimiliknya, hal ini dapat menyebabkan penjualan surat-surat berharga yang dimiliki oleh investor karena harganya yang akan terus merosot akibat adanya ketidakpastian hukum. Keadaan tersebut akan mempengaruhi kondisi fiskal perekonomian negara dikarenakan ABPN yang masih dalam keadaan defisit membutuhkan alternatif pembiayaan untuk menutupi defisit dimaksud dengan menerbitkan surat berharga negara, namun nilai surat berharga dimaksud menjadi berkurang, tidak laku dan pemerintah dapat mengalami keadaan default dalam arti pinjaman menjadi tidak terbayarkan dan defisit tidak dapat ditutup; Hal tersebut akan mengakibatkan krisis keuangan dan perekonomian yang pada akhirnya dapat menyebabkan krisis pemerintahan; Dengan perkataan lain, tindakan hukum yang demikian yaitu mengembalikan fungsi pengawasan perbankan akan membawa akibat negatif bagi ekonomi bangsa; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 135 6. Dr. Sihabudin, S.H., M.H I. Analisis Umum Ketentuan mengenai keuangan negara pertama kali diatur di dalam Konstitusi sejak 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI. Namun belum ada satupun pasal yang membahas mengenai kedudukan apalagi kewenangan dari Bank Sentral maupun Bank Indonesia. Pada Pasal 23 UUD 1945 pada saat itu hanya berisi lima pasal mengenai APBN, perpajakan, mata uang, dan pembentukan lembaga tinggi Negara BPK-RI (Badan Pemeriksa Keuangan). Pada Konstitusi RIS Bab IV mengenai Pemerintahan Pasal 165 mulai mengatur mengenai BANK SIRKULASI yang diatur dalam undang-undang Federal dan hanya dibentuk satu di ibukota negara. Kemudian pada masa pemberlakuan UUDS 1950 pengaturan mengenai bank sentral mulai diatur pada Pasal 109 ayat (4) dan Pasal 110 , meski masih menggunakan nama BANK SIRKULASI ; Bank Indonesia mulai diberikan independensi dan diakui secara konstitusional sebagaimana hasil amandemen UUD 1945 pada era reformasi dan disahkannya UU Nomor. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam Undang- Undang tersebut berisi penegasan BI sebagai bank sentral yang independen dan bebas dari campur tangan pemerintah maupun pihak lain. BI diberikan kewenangan pemberian izin usaha bank, pembinaan dan pengawasan perbankan, meski muncul perdebatan di MPR yang meminta fungsi pengawasan bank dialihkan pada lembaga terpisah dari BI (yang dalam UU BI disebut LPJK), sedangkan kewenangan perizinan dan pengaturan masih tetap di bawah BI, dan permintaan itu dikabulkan. Hal tersebut dalam pembahasan amandemen kedua UUD 1945 (6 Desember 1999) menjadi perdebatan anggota MPR, dimana saya kutip salah satu pendapat dari Jubir F-KB, Abdul Khaliq Ahmad: “sebagai Bank Sentral, BI memiliki kewenangan di bidang penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter. BI juga mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta pengaturan dan pengawasan bank. Dengan demikian, kedudukan BI akan menjadi lembaga tinggi Negara sederajat dengan lembaga-lembaga tinggi negara yang sudah ada.. Oleh karena itu dengan dimasukkannya pengaturan tentang BI dalam UUD, independensi BI sebagai Bank Sentral diharapkan akan semakin kukuh dan bebas dari intervensi kekuatan lain. Merebaknya kasus-kasus besar perbankan akhir- akhir ini makin menyadarkan kita bahwa saatnya sekarang meningkatkan kinerja BI dengan pengaturannya secara eksplisit dalam UUD”. Seiring dengan terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi dan inovasi finansial, Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 136 menciptakan sistem keuangan yang kompleks, dinamis dan saling terkait antar masing-masing subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya lembaga keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan atau yang disebut konglomerasi keuangan menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga keuangan dalam sistem keuangan. Hal tersebut yang menyebabkan perlunya untuk membentuk lembaga baru agar keseluruhan pengawasan kegiatan keuangan dapat terintegrasi, meski dalam permohonan disebutkan kebutuhan membentuk OJK adalah karena desakan ekonomis dari IMF terhadap pemerintah Indonesia yang disebabkan BI dianggap gagal fungsi; Dasar pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK):
Landasan yuridis: Pasal 34 UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang mengamanatkan pembentukan lembaga pengawas sektor keuangan yang mencakup perbankan, lembaga keunagan non bank, perusahaan pembiayaan dan badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat;
Landasan filsafati: pemenuhan prinsip-prinsip good governance dengan menciptakan spesialisasi dalam pengawasan, pengembangan metode pengawasan yang tepat serta mengurangi luasnya rentang kendali pengawasan agar dalam pengambilan keputusan menjadi efisien dan efektif;
Landasan sosiologis: peran pengaturan dan pengawasan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus diarahkan untuk menciptakan efisiensi, persaingan yang sehat, perlindungan konsumen, dan memelihara mekanisme pasar yang sehat melalui prinsip kesetaraan ( level playing field ); II. ANALISIS BUTIR-BUTIR PERMOHONAN 1. Mengenai kedudukan hukum atau legal standing Pemohon, sesuai ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi yang menyatakan: “ Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang ”. Dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi berbeda dengan hukum acara yang dikenal dan diberlakukan dalam praktik peradilan umum, karena hukum acara Mahkamah Konsitusi mengandung kekhususan-kekhusuan tertentu yang tidak ditemukan dalam praktik di peradilan umum. Salah satu kekhususan dalam hukum acara Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 137 Mahkamah Konstitusi, adalah adanya syarat kerugian konstitusional bagi Pemohon yang mengajukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 45. Dalam pikiran saya, konsep kerugian pada dasarnya adalah domain hukum perdata ( private law ), bukan domain hukum konstitusi. Jika dalam hukum perdata kerugian dimaknai sebagai hilang atau terganggunya hak-hak perdata seseorang yang diakibatkan oleh perbuatan orang lain yang melanggar hak tersebut atau yang melawan hukum. Sedangkan dalam hukum konstitusi Pertama , adanya hak konstitusional yang bersangkutan yang diberikan oleh UUD 45, Kedua , hak konstitusional tersebut dianggap oleh yang bersangkutan telah dirugikan oleh Undang-Undang yang dimohonkan pengujian. Ketiga , kerugian konstitusional tersebut bersifat khusus dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. Keempat , adanya hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian tersebut dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji. Terakhir, adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. Walaupun sekilas tampak bahwa ‘penganuliran’ terhadap pasal atau materi tertentu dari suatu undang-undang merupakan remedy terhadap kerugian konstitusional yang terjadi sebagai akibat dari berlakunya pasal atau materi tertentu dari Undang-Undang tersebut, sesungguhnya ‘penganuliran’ tersebut bukanlah akibat langsung dari adanya kerugian konstitusional tersebut, melainkan akibat dari adanya pertentangan antara pasal atau materi tertentu dari undang-undang tersebut dengan UUD 45 [lihat Pasal 57 ayat (1)] Jika secara perdata, ada atau tidaknya kepentingan tersebut dapat dibuktikan secara formil berdasarkan, salah satunya, ada atau tidaknya hubungan hukum, maka bagaimana membuktikan adanya ‘kepentingan’ dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi. Dapat disimpulkan bahwa pemohon dapat dikatakan memenuhi legal standing dalam permohonan tersebut, meski masih menimbulkan multi tafsir dalam pemaknaan kerugian secara konstitusional. Dalam permohonan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 138 tersebut para penggugat juga belum menunjukkan secara jelas apa kerugian konstitusional yang mereka dapatkan, apakah unsur “kepentingan” sudah dianggap mewakili? Sehingga Pemohon hanya menjabarkan hak konstitusional yang belum sesuai dengan alasan mereka mengajukan permohonan (seperti: membayar pajak, pemberi aspirasi, kedudukan dalam hukum dan apa dasar OJK disebut melakukan pemborosan sehingga mereka mengalami kerugian secara konstitusional).
Pada angka 24 tidak perlu menyebutkan Undang-undang nomor 13 tahun 1968 khususnya di Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) mengenai kewenangan Pemerintah dan Dewan Moneter yang sudah dihapuskan sejak Undang- Undang tersebut dicabut dan digantikan dengan UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI. Sehingga tidak tepat apabila angka 24 dijadikan landasan yuridis permohonan oleh pemohon terhadap UU OJK;
Pada angka 25, memang dibentuknya OJK dalam rangka mengurangi tugas BI dan agar terjadinya distribusi tanggung jawab yang seimbang. BI sebagai Pembina jangan sekaligus menjadi pengawas. Harapannya Bank Sentral berfungsi sebagai lembaga moneter, sehingga terhindar konflik interest;
Pada angka 31, Pemohon menggunakan istilah “perkawinan” untuk memaknai konglomerasi keuangan, sehingga dalam legal drafter hal ini menyalahi interpretasi gramatikal. Pada butir ini juga menjelaskan mengenai unit link dan penggabungan produk bank dengan asuransi dan produk lembaga keuangan lain yang dikatakan belum ada dalam UU Asuransi dan RUU nya. Padahal terkait hal ini, perbankan diberikan kebebasan dengan membentuk self regulation terkait produknya akibat konglomerasi keuangan yang disebut bancassurance dan ini juga dasar dibentuknya UU OJK bukan sebaliknya. Pada ketentuan peralihan sudah diatur bahwa ‘saat OJK terbentuk, tugas dan wewenang Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Usaha Perasuransian menjadi tugas dan wewenang OJK, jadi hal ini secara legalitas telah memberikan peralihan kewenangan kepada OJK terkait usaha asuransi;
Pada angka 32, angka 38 dan angka 39, dikatakan secara konstitusional, cantolan OJK tidak jelas di UUD 1945 dan berasal dari turunan yang asimetris. Dalam UUD 1945, khususnya pada pasal 23D mengatur mengenai bank sentral yang tidak secara khusus menyebutkan BI atau OJK. Bunyi Pasal 23D, Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 139 “ Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan independensinya diatur dengan undang-undang ”. Tidak ada kata “bank Indonesia” yang awalnya diperdebatkan dimasukkan atau cukup menggunakan kata “bank sentral”, dengan ketakutan apabila menggunakan langsung “bank Indonesia” apabila lembaga ini “sakit” akan terganggu kestabilan bank sentral. Jadi Pasal 23D UUD 45 memberikan kedudukan dan kewenangan bagi bank sentral yang nantinya muncul turunan dengan pengaturan di dalam UU bank sentral yang melahirkan UU Bank Indonesia. Perlu digarisbawahi juga adalah pendirian lembaga tinggi atau lembaga Negara tidak harus menggunakan konstitusi sebagai dasar pendirian atau pembentukannya, namun bisa menggunakan Undang-Undang. OJK pendiriannya didasarkan pada UU BI yang mendasarkan pada Pasal 23D UUD 1945. Mengenai OJK yang berasal dari turunan yang asimetris, yaitu OJK berdasarkan PasaL 34 UU BI hanya diberikan kewenangan untuk mengawasi perbankan mengambil alih kewenangan BI saja bukan Menkeu dan Bapepam- LK. Pasal 34 UU BI ayat (1) hanya berbunyi: Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan Undang-Undang . Dalam legal drafting , dalam pasal ini tidak disebutkan OJK secara langsung, tetapi karena penamaan lembaga menggunakan huruf kecil yakni “ lembaga pengawasan sector jasa keuangan ” dimaknai pembuat Undang-Undang tidak memberikan nama lembaga tertentu, sehingga penggunaan nama OJK diperkenankan. Kedua , Pasal 34 UU BI memang hanya menyebutkan bahwa pembentukan LPJK/OJK hanya untuk mengawasi bank yang awalnya kewenangan dari BI, namun di dalam penjelasan Pasal 34 UU BI ( penjelasan merupakan bagian dan satu kesatuan dengan batang tubuh sehingga tidak dapat dimaknai secara terpisah ) menjelaskan mengenai kewenangan OJK tidak hanya mengawasi bank tetapi juga mengawasi lembaga keuangan lainnya dan mengenai sifat independensi OJK.
Angka 37, munculnya mandat yuridis dalam Pasal 34 UU BI merupakan big planning dari IMF dan inspirasi dari FSA inggris ( Finantial Suoervisory Agency of United Kingdom ) yang gagal. Suatu catatan bahwa gagalnya FSA-UK bukan konsepnya yang salah, konsepnya sudah benar dan bagus, hanya persoalan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 140 menangani krisi tidak terjadi koordinasi yang baik dari pihak terkait. Perlu ditekankan bahwa Politik Hukum pembentukan OJK bukan murni dari “permintaan”, namun dari pendekatan historis, hal ini dipengaruhi keadaan politik hukum pada masa reformasi, yaitu muncul pada masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie sebagai pengganti rezim Soeharto. BJ Habiibie yang menimba ilmu di Jerman tertarik dengan metode yang digunakan oleh Bundesanstalt fur finanzdienstleistungsaufsicht yang memiliki kewenangan mengawasi Bank, perusahaan asuransi, dan dealer sekuritas atas masukan dari Bundesbank (Bank sentral jerman) pada saat itu. Metode ini dikenal dengan metode integrated dengan pendekatan twin peaks . Ini juga bertujuan agar pengawasan berjalan efektif. Memang benar bahwa Financial supervisory authority (FSA) gagal di Inggris, namun percontohan model integrated di Indonesia meniru Jepang dan Korea Selatan, hal ini bisa dibuktikan dengan adanya dokumen kunjungan kerja delegasi pansus RUU OJK pada tanggal 31 Oktober s.d. 6 November 2010. Secara historis munculnya Pasal 34 UU BI ini sebenarnya bukan karena desakan IMF. IMF yang mempunyai anggota 168 (seratus enam puluh delapan) negara, berperan hanya memberi saran yang sifatnya umum, dan letter of intent dibuat oleh Indonesia sendiri, dan juga atas permitaan BI sejak diberikan independensi dalam UU Nomor 23 Tahun 1999.
Angka 40, perlu menjadi catatan bahwa tidak ada Undang-Undang di bidang ekonomi yang lebih kuat antara satu dengan lainnya, kecuali memiliki strata lebih tinggi ( stuffenbaw theory Hans Kelsen dan asas lex superiori derogate legi inferiori ). Namun apabila ada UU yang lebih khusus akan mengalahkan UU yang lebih umum ( lex specialis derogate legi generalis ). Perlu diingat, bahwa hirarkhi peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak mengenal yang disebut dengan Undang-Undang Payung yang dapat dijadikan dasar secara umum bagi Undang-Undang khusus di bawahnya. Meski pernah dalam prolegnas akan dibentuk RUU tentang Demokrasi Ekonomi namun sampai sekarang masih menjadi perdebatan. Jadi antara UU Perbankan, UU Asuransi, UU Pasar Modal dan sebagainya memiliki derajat yang sama. Pasal 34 UU BI sebagai landasan yuridis BI mengawasi perbankan karena merupakan turunan dari Pasal 23D UUD 1945 namun telah memberikan kewenangannya kepada Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 141 OJK melalui UU OJK pada Pasal 6, Pasal 7 hingga ketentuan peralihan dan penjelasan sebagai satu kesatuan norma.
Angka 44, isi permohonan tersebut kurang memahami perbedaan antara makroprudensial dan mikroprudensial. Meski kewenangan BI sebagian mengenai microprudensial telah diserahkan kepada OJK melalui UU OJK, namun BI masih tetap secara konstitusional merupakan Bank Sentral Republik Indonesia berdasarkan Pasal 23D UUD 1945 dan UU Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2009. Sehingga dalam forum bank sentral dunia dalam hal ini Basel Committee (BI sampai sekarang bukan anggota Basel Committee namun mengikuti ketentuan Basel Committee dalam hal pengawasan mulai Basel I hingga Basel III) masih tetap dipegang Bank Indonesia sebagai pemegang kewenangan Macroprudensial sebagai Bank Sentral.
Angka 46, pada Konsideran mengingat UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK disebutkan landasan yuridisnya adalah Pasal 33 UUD 1945. Tidak tepat kalau pemohon menghubungkan dengan Pasal 33 ayat (1) karena berbeda sistem dengan OJK, namun Pemohon melupakan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 dimana ditemukan ASAS KEMANDIRIAN, dimana kemandirian diartikan sebagai independensi. Hal ini yang dapat menjadi landasan yuridis pembentukan lembaga Negara yaitu OJK yang bersifat independen sebagaimana diatur dalam batang tubuh dan penjelasan Undang-Undang ini.
Angka 51, Pemohon belum memahamii perbedaan antara stabilitas moneter dengan stabilitas sistem keuangan, dimana keduanya memiliki perbedaan yang signifikan. Stabilitas moneter yang dipegang oleh BI merupakan kestabilan mata uang untuk mengendalikan inflasi, sedangkan stabilitas sistem keuangn yang dipegang OJK merupakan stabilitas institusi dan pasar uang untuk menghindari tekanan dan pergerakan harga yang menyebabkan guncangan ekonomi (Aspach O, et al tahun 2006 dalam searching for a metric for financial stability ). Sehingga dengan adanya pemisahan antara macro dan microprudensial mengembalikan fungsi BI sebagai otoritas moneter selaku Bank Sentral di Indonesia. Menurut Jordan (2010), tujuan dari bank sentral berfokus pada instrument makroprudensial dan moneter untuk stabilitas harga sebagaimana bagan berikut : Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 142 Dapat disimpulkan bahwa kewenangan OJK tidak akan bias karena OJK berperan dalam stabilitas sistem keuangan sedangkan BI akan fokus sebagai otoritas moneter dan stabilitas moneter.
Untuk permohonan mengenai Pasal 37 UU OJK, tentang pembiayaan OJK melalui APBN dan/atau pungutan terhadap bank dan lembaga keuangan, bahwa pungutan itu dalam ilmu ekonomi merupakan hal yang wajar, dimana pungutan itu merupakan pemberian atas jasa otoritas yang telah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap lembaga keuangan tersebut, apalagi sistem pungutan ini diatur dan ditentukan oleh Pemerintah, bukan OJK yang menentukan. Ada informasi, bahwa ada 100 (seratus) negara yang memungut biaya untuk operasional kegiatan seperti OJK ini.
Hal yang masih sumir juga adalah mengenai pertanyaan: siapa yang akan mengawasi OJK? Sebenarnya itu pertanyaan klasik, dimana siapa yang akan mengawasi lembaga pengawas? Padahal BI sempat diragukan hingga dibentuklah Badan Supervisi BI di dalam tubuh BI. Pengawasan akan tetap dilakukan yang merupakan fungsi BPK. Sebenarnya Hal pengawasan OJK sudah diatur Pasal 38 UU 21/2011. Hal ini sekaligus menjawab bahwa indepensi OJK bukan bebas sebebas-bebasnya, melainkan ada tanggung jawab dan pengawasan.
Sebagai penutup tanggapan saya adalah jika pengawasan yang sudah berjalan dilakukan oleh OJK sebagai pengawas independen dihentikan beberapa waktu saja, maka akan terjadi dampak ketidak percayaan pada lembaga-lembaga keuangan yang ada, yang berakibat terjadinya gangguan geraknya lembaga keungan dan berdampak sistemik perekonomian dan keuangan nasional. Apalagi jika Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keungan yang dibatalkan, maka akan berdampak negatif (berisiko) yang sangat besar. Microprudential Policy Capital and Liquidity Buffer Macroprudential Risk and Monetary Policy 1. __ Countercylical Capital Buffer and new instruments 2. __ Interest Rate Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 143 7. Refly Harun, S.H., LL.M 1. Sepanjang yang dapat ahli catat, Pemohon dalam permohonan ini mempersoalkan tiga hal, yaitu (1) keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga independen, (2) kewenangan OJK, dan (3) sumber keuangan OJK;
Sebelum membahas lebih jauh mengenai ketentuan yang dipersoalkan tersebut, izinkanlah ahli mengemukakan pendapat yang terkait dengan legal standing Pemohon. Menurut ahli, Pemohon tidak memiliki kerugian konstitusional yang nyata, baik aktual maupun potensial. Seharusnya yang mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang adalah lembaga atau pihak-pihak yang secara konkret merasa dirugikan dengan ketentuan a quo baik secara potensial maupun aktual. Sepanjang yang dapat ahli simak, Mahkamah terlalu longgar memberikan legal standing terhadap permohonan-permohonan seperti ini. Namun, semua itu terpulang kepada Mahkamah untuk mempertimbangkan hal tersebut. Ahli tidak dalam kapasitas untuk masuk terlalu jauh dalam persoalan ini;
Pemohon mempersoalkan kata "independen" dalam Pasal 1 angka 1 UU OJK yang berbunyi, " Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini ";
Alasannya, antara lain, frase "independen" dan "independensi" hanya dikenal oleh UUD 1945 melalui ketentuan Pasal 23D yang berbunyi, " Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang ". Dengan demikian, menurut Pemohon, hanya bank sentral yang boleh independen;
Menurut ahli, tidak benar UUD 1945 hanya menyematkan kata "independen" kepada bank sentral. Dalam UUD 1945, kata yang maknanya setara dengan "independen" juga digunakan untuk lembaga-lembaga lain di UUD 1945, yaitu menggunakan kata "mandiri" atau "bebas" atau gabungan keduanya sebagaimana terlihat dalam pasal-pasal berikut: - Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 144 yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri [Pasal 22E ayat (5) Perubahan Ketiga]; - Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri [Pasal 23E ayat (1) Perubahan Ketiga]; - Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim [Pasal 24B ayat (1) Perubahan Ketiga].
Dilihat dari sifatnya, lembaga-lembaga negara di luar lembaga negara utama, yang kita kenal sebagai bagian dari sistem pembagian atau pemisahan kekuasaan negara (MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, dan BPK), dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu Dependent Regulatory Agencies dan Independent Regulatory Boards and Commissions (Michael E. Milakovich dan George J. Gordon);
Disebut Dependent Regulatory Agencies bila lembaga yang ada merupakan bagian dari departemen atau kabinet atau struktur eksekutif lainnya, seperti Komisi Hukum Nasional (KHN), Komisi Kepolisian, dan Komisi Kejaksaan, Dewan Riset Nasional, Badan Narkotika Nasional (BNN), Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, dan Iain-Iain;
Disebut Independent Regulatory Boards and Commissions bila lembaga yang ada memiliki ciri-ciri sebagai lembaga yang independen atau mandiri, yaitu: (Michael E. Milakovich dan George J. Gordon) - Memiliki karakter kepemimpinan yang bersifat kolegial; - Anggota atau para komisioner tidak melayani keinginan presiden sebagaimana jabatan yang dipilih oleh presiden; - Bersifat independen, relatif bebas dari kontrol presiden; - Masa jabatan komisioner biasanya definitif dan cukup panjang; - Periode jabatan bersifat " staggered '. Komisioner berganti secara bertahap sehingga presiden tidak bisa menguasai secara penuh kepemimpinan lembaga tersebut. - Jumlah komisioner bersifat ganjil dan keputusan diambil secara mayoritas suara. - Keanggotaan lembaga biasanya menjaga keseimbangan perwakilan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 145 yang bersifat partisan.
Di Indonesia sejak era Reformasi telah bermunculan banyak lembaga independen, seperti Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Komisi Informasi Pusat (KIP), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi keuangan (PPATK), dan sebagainya;
Di antara lembaga-lembaga tersebut bahkan ada yang keberadaan dan kewenangannya disebut dalam UUD 1945 secara jelas dan tegas seperti KY. Ada yang keberadaannya saja yang disebut, tetapi kewenangannya tidak jelas disebut, seperti bank sentral. Ada pula yang sebaliknya, kewenangannya disebut tetapi keberadaannya tidak disebut secara tegas, seperti KPU yang disebut dengan hurup kecil dengan frase "suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri", yang dalam praktiknya memunculnya dua lembaga, yaitu KPU dan Bawaslu;
Namun, lebih banyak lagi lembaga-lembaga independen yang baik keberadaan maupun wewenangnya tidak disebut dalam UUD 1945, seperti DKPP, KIP, Komnas HAM, dan sebagainya. OJK termasuk salah satu di antaranya;
Lembaga-lembaga independen yang tidak disebut dalam UUD 1945, baik keberadaan maupun kewenangannya, tidak bisa dikatakan inkonstitusional sepanjang tidak ada pasal-pasal dalam UUD 1945 yang dilanggar. Dalam konteks OJK, misalnya, patut dipertanyakan apakah OJK mengambil alih fungsi bank sentral sebagaimana disebut dalam Pasal 23D yang berbunyi, " Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang ";
Perlu digarisbawahi bahwa UUD 1945 tidak menyebut secara eksplisit lembaga yang berfungsi sebagai bank sentral - dari sisi original intent ada penolakan untuk mempermanenkan Bank Indonesia dalam konstitusi. Bahkan, ketika pembahasan pasal tentang bank sentral dibahas ada suara-suara untuk membubarkan Bl dan menggantikannya dengan institusi Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 146 lain. Selain itu, UUD 1945 juga tidak mengatur kewenangan bank sentral, melainkan menyerahkannya kepada ketentuan Undang-Undang;
Merujuk pada ketentuan tentang "suatu komisi pemilihan umum" dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yang melahirkan dua lembaga dalam praktiknya, yaitu KPU dan Bawaslu, hal yang sama bukan tidak mungkin diberlakukan pula pada ketentuan "suatu bank sentral" dalam Pasal 23D UUD 1945;
Secara teoretis dan didasarkan pada putusan Mahkamah terdahulu tentang frase "suatu komisi pemilihan umum" bisa saja fungsi bank sentral dijalankan lebih dari satu lembaga. Bisa pula bank sentral tersebut tidak bernama "Bank Indonesia". Hal-hal tersebut diserahkan kepada pembentuk Undang-Undang untuk mengaturnya. UUD 1945 hanya mengamanatkan bahwa harus ada bank sentral;
Munculnya lembaga-lembaga independen dalam dunia modem adalah suatu kondisi yang tak terelakkan. Paling tidak dua hal ini menjadi pertimbangan kuat bagi munculnya lembaga-lembaga independen tersebut, yaitu (1) karena pranata yang lama sudah tidak memuaskan kinerjanya, tidak independen, bahkan terlibat korupsi-kolusi;
Karena kebutuhan akan spesialisasi dan profesionalisme sebagai akibat bertambah kompleksnya tugas yang diemban;
Terkait dengan independensi suatu lembaga seperti OJK, terdapat dua aspek yang harus digarisbawahi, yaitu independen dari campur tangan politik dan independen dari industri finansial yang diawasi itu sendiri;
Pentingnya independensi pengaturan dan pengawasan finansial dapat dipelajari dari kasus Korea dan Jepang. Krisis tahun 1997 yang juga melanda Korea merupakan akibat dari tidak independennya pengawasan sektor finansial. Pengawasan bank khusus dan lembaga keuangan non- bank berada di bawah kewenangan langsung dari kementerian keuangan dan ekonomi (Lindgren dkk, " Financial Sector Crisis and Restructuring : Lesson from Asia ", IMF Occasional Paper, No. 188, 1999);
Di Jepang juga terjadi permasalahan serupa. Kekuasaan Kementerian Keuangan Jepang pada tahun 1995 sangat luas, mencakup perencanaan keuangan, kewenangan membuat aturan, inspeksi keuangan, dan pemeriksaan/ pengawasan lembaga keuangan. Hal ini menyebabkan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 147 rentan terjadinya korupsi oleh pejabatnya. Pada Juni 1998, Jepang mengeluarkan fungsi pengawas lembaga keuangan dari kementerian dan dialihkan kepada Financial Supervisory Authority (FSA), lembaga independen yang memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, dan asuransi (Lihat Takeo Hoshi dan Takahisho Ito, Financial Regulation in Japan; Fifth Year Review of the Financial Services Agency , 2002, revised 2003 , hal 1-2);
Keberadaan suatu otoritas independen adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi keefektifan sistem pengawasan di sektor jasa keuangan. Argumen ini terkait dengan fungsi/kemampuan otoritas tersebut untuk melindungi diri baik dari intervensi pasar keuangan yang diawasinya maupun campur tangan politik. Hal ini diperlukan agar otoritas tersebut dapat mengembangkan fungsi dan tugasnya, mewujudkan transparansi dan pencapaian tujuan stabiltas keuangan ( Steeven Seelig and Alica Novoa, "Governance Practice at Financial Regulatory and Supervisory Agencies. IMF Working Paper Monitory and Capital Market Departements wp/09/135, Juli 2009 , hal.10);
Otoritas yang independen di sektor keuangan akan lebih mampu menghasilkan regulasi yang efektif, membuat operasi di dalam pasar menjadi lebih efisien, dan yang lebih penting menciptakan sistem dan fungsi pengawasan yang lebih baik dibandingkan ketika berada di bawah lembaga pemerintahan/kementerian (Kenneth Kaoma Mwenda, " Legal Aspects of Financial Services Regulation and The Concept of A United Regulator", the World Bank-Law Justice and Development Series 2006 , hal. 31);
Penting dicatat bahwa ada ketidakkonsistenan Pemohon ketika mempersoalkan kewenangan OJK dalam pengawasan lembaga keuangan bukan bank. Menurut Pemohon, mandat yang diberikan oleh Pasal 34 UU 23/1999 yang telah diubah dengan UU 3/2004 adalah pengawasan bank. Namun, dalam bagian petitum justru pengawasan bank itulah yang diminta untuk dibatalkan (dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat). Petitum itu justru menimbulkan tanda tanya mengenai siapa yang sesungguhnya berkepentingan terhadap permohonan ini; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 148 23. Dari sisi sejarah, pembentukan OJK sebenamya memang hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan Undang-Undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan RUU Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral. Pada waktu RUU tersebut diajukan muncul penolakan dari Bl dan DPR. Sebagai kompromi maka disepakati bahwa lembaga yang akan menggantikan Bank Indonesia dalam mengawasi bank tersebut juga harus bertugas mengawasi lembaga keuangan lainnya. Hal ini agar tidak terlihat bahwa pemisahan fungsi pengawasan tersebut adalah memangkas kewenangan bank sentral (lihat Zulkarnain Sitompul, "Menyambut Kehadiran OJK", Pilars No. 02/Th. Vll/12-18 Januari 2004);
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, ahli menyatakan bahwa keberadaan OJK tidak bisa dikatakan bertentangan dengan UUD 1945;
Untuk menutup keterangan ini, ahli ingin mengutip Direktur Finance Research Eko B. Supriyanto dalam opini di Kompas tanggal 4 Maret 2014. "Jika ada pihak-pihak yang hendak melakukan uji materi terhadap UU OJK ke Mahkamah Konstitusi, di satu sisi ini merupakan kebebasan, tetapi di sisi lain ini "kegenitan" semata. Selama ini, proses pembentukan OJK sudah makan waktu teramat panjang sejak 1999 dengan naskah akademi yang memadai, dan pembahasan yang mendalam di DPR dan Pemerintah serta Bl sendiri; Jika uji materi diterima dan dikabulkan MK, akan menimbulkan kekacauan dalam industri keuangan dan perbankan yang melibatkan aset Rp 12.000 triliun. Harus diketahui, OJK bukan seperti SKK Migas yang dapat dimatikan begitu saja. Ini menyangkut sektor perbankan dan keuangan yang ada risiko sistemiknya. Lembaga kepercayaan yang harus dijaga. Saat ini, konglomerasi sektor keuangan butuh lembaga OJK yang independen, dan sudah sewajarnya kita semua mendorong kredibilitas OJK seperti layaknya KPK." 8. Dr. Mulia P. Nasution, D.E.S.S Sehubungan dengan permohonan pengujian ( constitutional review ) Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 34, Pasal 37, Pasal 55, Pasal 64,Pasal 65 dan Pasal 66 UU OJK terhadap UUD 1945" yang dimohonkan oleh para Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 149 Pemohon, yaitu Salamuddin, dkk, perkenankan kami menyampaikan Keterangan Ahli mengenai 2 hal, yaitu: pentingnya OJK sebagai lembaga yang menyelenggarakan pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor keuangan dan pengelolaan keuangan OJK, sebagai berikut: I. Pentingnya Otoritas Jasa Keuangan Keberadaan OJK adalah suatu keniscayaan bagi negara kita pada masa kini. Pembentukan OJK adalah hasil dari suatu proses transformasi kelembagaan yang telah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang, yaitu lebih dari satu dekade (1998-2011) di negara kita. Berawal dari kelemahan pengawasan perbankan nasional yang sangat dirasakan pada saat terjadinya Asian Financial Crisis pada tahun 1997-1998, gagasan pembentukan suatu lembaga pengawas jasa keuangan yang independen muncul sebagai upaya memperbaiki penyelenggaraan pengaturan dan pengawasan terhadap industri jasa keuangan. Pelaksanaan transformasi kelembagaan tersebut diperlukan untuk mencegah agar tidak terulang kembali krisis seperti yang pernah terjadi pada masa yang lalu dan agar lebih mampu menghadapi berbagai permasalahan dan tantanganyang semakin berat sebagai akibat dari perkembangan dan dinamika di sektor industri jasa keuangandi masa depan; Pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan hanya dapat terlaksana secara profesional, apabila lembaga yang diberikan mandat untuk melaksanakan tugas tersebut bersifat mandiri, tidak berada di bawah kekuasaan dan pengaruh lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif. Krisis perbankan yang melanda Indonesia yang kemudian meluas menjadi krisis ekonomi dan politik pada awal dekade yang lalu, menunjukkan kepada kita betapa pentingnya keberadaan suatu lembaga pengawas jasa keuangan yang independen dalam penyelenggaraan fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan. Oleh karena itu, para pembuat Undang-Undang di negara kita persis 10 tahun yang lalu menyepakati untuk mencantumkan amanat pembentukan dengan undang-undang suatu lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen dalam Pasal 34 Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia; Namun, proses pembentukan lembaga tersebut tidaklah berjalan mulus. Walaupun Undang-Undang telah mengamanatkan pembentukan lembaga Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 150 dimaksud akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010, urgensi untuk membentuk suatu lembaga pengawas perbankan yang independen di luar Bank Indonesia tidak sepenuhnya mendapat dukungan dari beragam pemangku kepentingan. Dari segi konsep, model lembaga independen yang akan dibentuk masih terus dalam pembahasan dan perdebatan, baik di kalangan akademisi, maupun di lingkungan pemerintah sendiri. Secara politik, walaupun proses konsolidasi fiskal, yang berjalan sejak tahun 2000 telah berhasil membawa stabilisasi di bidang perbankan dan keuangan negara, prioritas utama pemerintahan Presiden SBY pada awal periode 2004-2009 adalah melaksanakan berbagai kegiatan yang mendesak yang dapat menggerakkan kembali roda perekonomian, setelah 5 tahun mengalami stagnasi, bahkan sempat mengalami kemunduran, melalui program Pro-Growth, Pro-Job dan Pro-Poor yang dicanangkan oleh Pemerintah. Sampai terjadinya krisis keuangan global pada tahun 2008, konsep pembentukan OJK masih tetap dalam perdebatan. Perdebatan tersebut bukanlah mengenai perlunya independensi lembaga tersebut, karena sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, Bank Indonesia telah menjadi lembaga yang independen, tetapi terutama urgensi keberadaan lembaga baru di luar Bank Indonesia untuk mengatur dan mengawasi sektor perbankan; Seiring dengan berjalannya waktu, sektor industri jasa keuangan semakin berkembang dan mengalami dinamika yang luar biasa. Tidak terkecuali di negara kita. Dalam kurun waktu tersebut, seiring dengan pemulihan ekonomi dan semakin berkembangnya kegiatan perekonomian di negara kita, produk-produk industri jasa keuangan muncul semakin beragam dan kompleks. Selain itu, sebagaimana juga di sektor industri yang lain, di sektor jasa keuangan juga terjadi konglomerasi, baik secara vertikal, maupun horizontal. Demikian pula, industri jasa keuangan mengalami proses globalisasi yang berdampak signifikan terhadap konsumen, pemilik modal, perekonomian dan publik. Proses globalisasi tersebut dipermudah terutama dengan kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi dan berlakunya norma dan standar yang bersifat internasional, terutama di sektor perbankan. Pada gilirannya, kemudahan untuk beroperasi secara global memperlancar langkah-langkah, konsolidasi, pembentukan holding company , mergers and acquisitions oleh para pelaku industri terutama yang berinduk di luar negeri untuk dapat meningkatkan efisiensi, memperbesar market share atau untuk Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 151 mendominasi pasar demi meraih pertumbuhan usaha dan memaksimalkan profit perusahaan mereka di Indonesia. Pengaturan dan pengawasan yang tidak dilakukan secara terintegrasi akan dapat menyulitkan upaya pencegahan dan penanganan kasus-kasus pelanggaran yang terjadi di sektor jasa keuangan; Sejalan dengan perkembangan tersebut, konsep pembentukan OJK mengalami dinamika, pergeseran, penyesuaian dan penyempurnaan. Menjadi penting agar seluruh sektor jasa keuangan dapat diatur dan diawasi secara terintegrasi. Agar lebih efektif, pengaturan dan pengawasan tersebut perlu dilakukan oleh satu lembaga, yaitu OJK. Dengan demikian, ruang lingkup OJK yang pembentukannya akan ditetapkan dengan Undang-Undang berkembang menjadi lebih luas, yaitu tidak hanya mencakup sektor perbankan, tetapi termasuk pengaturan dan pengawasan sektor industri jasa keuangan secara keseluruhan; Namun sampai terjadinya Global Crisis yang terutama melanda beberapa negara industri pada tahun 2008 yang berdampak terhadap sektor keuangan di Indonesia, agenda untuk menyatukan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan di dalam satu lembaga belum menjadi prioritas nasional yang mendesak untuk dilaksanakan, walaupun sudah diamanatkan oleh undang-undang. Dalam dinamika proses perumusan dan penyiapan RUU OJK, pemikiran untuk tidak mengeluarkan fungsi pengaturan dan pengawasan mikro prudential dari Bank Indonesia memiliki alasan yang kuat. Pertama , melakukan transformasi kelembagaan sangat berisiko sehingga perlu dilakukan secara berhati-hati, karena dapat berdampak terhadap industri jasa keuangan yangberperan sangat strategis dalam sistem perekonomian nasional. Kedua , menyiapkan perangkat hukum, struktur organisasi baru, sumber daya manusiaakan membutuhkan waktu yang tidak sedikit, perencanaan yang matang dan pelaksanaan secara seksama. Setelah lembaga baru terbentuk, perlu disusun prosedur kerja ( Standard Operating Procedure atau SOP) dan disiapkan dukungan anggaran dan logistik yang diperlukan, agar organisasi tersebut dapat beroperasi secara penuh. Ketiga , pengalaman di beberapa negara lain menunjukkan bahwa keberadaan lembaga pengawas industri jasa keuangan yang independen di luar bank sentral atau di luar pemerintah tidaklahmenjadi jaminan tidak akan terjadi permasalahan atau kasus- kasus di sektor jasa keuangan. Contohnya, di Inggris dan di Amerika Serikat; Terjadinya krisis keuangan global pada tahun 2008 menyebabkan pentingnya memprioritaskan pembentukan OJK. Sementara itu, dari segi konsep, Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 152 dalam kurun waktu 2004-2008, pembahasan mengenai kedudukan dan bentuk kelembagaan OJK telah melalui due process dan diskusi yang mendalam, baik di lingkungan pemerintah, maupun pada pertemuan-pertemuan ( public hearings ) yang diselenggarakan oleh tim pemerintah dengan berbagai pemangku kepentingan. Berbagai masukan telah diperoleh pemerintah untuk menyempurnakan naskah RUU OJK yang akan diajukan kepada DPR. Pertukaran informasi dan pengalaman mengenai sistem dan kelembagaan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan di beberapa negara juga dilakukan oleh pemerintah untuk memperkaya referensi dan menjadi bahan pertimbangandalam penyusunan organisasi OJK; Kendati demikian, pembentukan OJK baru dapat terselesaikan pada tahun 2011 setelah krisis berlalu dan melalui proses pembahasan yang panjang dan meleiahkan. Namun ada hikmah dari proses pembahasan yang cukup lama tersebut. Pembahasan Undang-Undang yang dilakukan secara terburu-buru sering kurang mendalam.Sebaliknya pembentukan UU OJK yang menjadi salah satu proses legislasi terlama di negara kita, telah melalui proses diskusi yang mendalam dan pertimbangan yang matang, sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan negara akan suatu lembaga pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan secara terintegrasi. Pengaturan dan pengawasan secara terintegrasi tersebut sangat dibutuhkan pada masa ini dan di masa yang akan datang, karena:
koordinasi otoritas fiskal, moneter dan sektor keuangan perlu diperkuat;
ii. sumber krisis semakin beragam (perbankan, pasar modal, lembaga keuangan non-bank, fiskal; iii. sektor jasa keuangan saling berhubungan ( interconnected );
iv. konglomerasi keuangan semakin dominan;
struktur produk keuangan semakin kompleks ( hybrid products );
vi. fungsi pengawasan lembaga keuangan dengan fungsi pengelolaan moneter dan fiskal memiliki potensi konflik kepentingan; vii. pemisahan fungsi pengawasan sektor keuangan dari otoritas moneter dan otoritas fiskal sesuai dengan trend global terkini. II. Pengelolaan keuangan OJK OJK adalah lembaga yang dibentuk dan mendapatkan pelimpahan sebagian kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan ( pouvoir public ) untuk mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan. Pembentukan dan pelimpahan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 153 kekuasaan tersebut tidak tercantum dalam UUD, namun dari perjalanan panjang dan dinamika dalam penyelenggaraan pemerintahan di negara kita, keberadaan lembaga yang bertugas untuk mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan tersebut terbukti constitutionally important . Oleh karena itu, untuk memberikan landasan hukum yang kuat, pembentukan OJK tersebut ditetapkan dengan Undang-Undang; Sebagai bagian dari sistem pemerintahan negara, OJK diamanatkan untuk bertugas mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya, OJK perlu diberikan kedudukan dan status hukum yang sepadan, serta kewenangan, prasarana dan sarana yang diperlukan. Salah satu sarana utama yang diperlukan oleh OJK adalah dana. Berbeda dengan bank sentral yang memiliki sumber pendapatan dari pengelolaan moneter dan sistem pembayaran, OJK tidak mempunyai sumber pendapatan sendiri. Oleh karena itu, OJK memerlukan sumber pendanaan dari iuar.Dana tersebut dapat bersumber dari APBN, maupun dari luar APBN, berupa iuran yang dipungut dari sektor industri yang diawasi oleh OJK; Berkenaan dengan sumber pendanaan OJK ini, setidaknya ada dua pertanyaan mendasar. Pertama, manakah yang lebih baik, apakah OJK dibiayai dari APBN atau semata-mata dari pungutan.Apabila OJK dibiayai dari APBN, alokasi anggaran bagi OJK tersebut akan mengurangi dana APBN yang sudah demikian terbatas untuk membiayai penyelenggaraan tugas kementerian negara dan lembaga pemerintahan lainnya. Sehingga apabila dimungkinkan untuk memperoleh pendanaan dari sumber lain, seyogianya OJK tidak tergantung dari sumber penerimaan dari APBN; Oleh karena itu, muncul pertanyaan kedua, yaitu apabila dana tersebut bersumber dari APBN, apakah pengelolaannya oleh OJK selaku Pengguna Anggaran, harus mengikuti pengelolaan anggaran yang berlaku pada umumnya seragam bagi setiap kementerian negara. Jawabannya adalah tidak harus selalu demikian. Sebagaimana kita fahami bersama bahwa dalam pengelolaan anggaran oleh kementerian negara dan lembaga pemerintahan ditetapkan ketentuan- ketentuan yang pada umumnya seragam mulai dari proses perencanaan dan penyusunan anggaran, sampai pada pelaporan dan pertanggungjawaban. Keseragaman dalam ketentuan pengelolaan keuangan APBN tersebut merupakan penerapan dari asas-asas umum yang dianut dalam Undang-Undang di bidang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 154 keuangan negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yaitu Asas Tahunan, Asas Universalitas, Asas Kesatuan dan Asas Spesialitas; Namun di dalam doktrin hukum perbendaharaan negara yang juga dianut dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dikenal asas-asas umum lainnya, yaitu Asas Akuntabilitas berorientasi pada hasil, Asas Profesionalitas, dan Asas Proporsionalitas. Asas-asas ini pada hakekatnya memberikan fleksibilitas bagi pengguna anggaran untuk membelanjakan danayang telah diamanatkan kepadanya untuk menghasilkan ouput yang telah ditetapkan dengan cara yang sebaik-baiknya. Dengan demikian pemberian fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan yang bersumber dari APBN kepada OJK sebagaimana ditetapkan dalam UU OJK adalah sejalan dengan semangat anggaran berbasis kinerja yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Sebagai suatu organisasi yang dituntut untuk menjalankan tugasnya secara independen dengan standar profesionalitas yang tinggi, pemberlakuan aturan dan mekanisme yang seragam dengan yang berlaku bagi kementerian negara dapat menjadi kendala dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan operasional OJK. Oleh karena itu prinsip " let manager manages " yang menjadi semangat dalam sistem pengelolaan keuangan negara sesudah dimulai reformasi pada tahun 2003 perlu benar-benar-benar dihayati dalam pengaturan pengelolaan keuangan OJK. Sehingga dalam dokumen usulan anggaran yang diajukan oleh OJK kepada pemerintah untuk memperoleh dana APBN, rencana pengeluaran yang akan dilakukan oleh OJK tidak perlu diuraikan secara terperinci seperti halnyauraian usulan anggaran yang diajukan oleh satuan kerja kementerian negara. Demikian pula pada tahap pelaksanaan anggaran, pencairan anggaran yang bersumber dari APBN dapat dilakukan secara berkala berdasarkan rencana penggunaan dana dan realisasi anggaran untuk masing-masing jenis belanja. Sudah barang tentu, hal ini akan mengurangi informasi yang diperoleh Bendahara Umum Negara atas pengelolaan dana APBN tersebut oleh OJK. Oleh karena itu sangat penting peranan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan atas pengelolaan keuangan OJK. Karena dari laporan berkala yang wajib disampaikan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 155 oleh OJK kepada BPK sebagai auditor negara dan laporan pertanggungjawaban tahunan oleh OJK dapat diperoleh informasi mengenai berbagai pengeluaran- pengeluaran tersebut, dan BPK pada saat memeriksa laporan keuangan OJK, dapat melakukan penelusuran rincian dan bukti-bukti dari setiap pengeluaran. Fleksibilitas dalam proses pengusulan anggaran, pencairan dana, pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran yang demikian pada hakekatnya serupa dengan yang diterapkan kepada Badan Usaha Milik Negara yang mendapatkan dana untuk menyelenggarakan Public Service Obligation ; Apabila OJK membiayai dirinya dari pungutan, sudah barang tentu tidak diperlukan keterikatan kepada ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi kementerian negara. Penerimaan dan pengeluaran iuran dikelola oleh OJK terpisah dari APBN. OJK memiliki kewenangan untuk mengatur sistem pengelolaan keuangan yang berlaku. Namun demikian, gambaran secara ringkas mengenai kondisi keuangan OJK perlu disampaikan dalam Nota Keuangan sebagai bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara dan informasi kepada publik yang mencerminkan asas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara; Oleh karena itu, menyangkut pengenaan pungutan oleh OJK, hal utama yang perlu menjadi pertimbangan adalah kewajaran mengenai besarnya iuran tersebut, dan penerapan asas proporsionalitas dalam pengenaannya terhadap masing-masing sektor industri. Karena pada akhirnya setiap pungutan kepada sektor industri, akan menjadi tambahan biaya bagi industri yang dapat dialihkan menjadi beban konsumen. Penutup Sebagai ahli, berusaha untuk memberikan keterangan seobyektif mungkin. Walaupun sebagai mantan Ketua Tim Pelaksana Persiapan Pembentukan OJK, sulit bagi kami untuk tidak terpengaruh suasana hati dalam memberikan keterangan ini. Mengingat penyiapan organisasi OJK adalah tugas yang diamanahkan kepada kami menjelang akhir pengabdian di Kementerian Keuangan. Kami membayangkan, alangkah sedihnya apabila organisasi yang baru saja dibentuk harus dirombak, tanpa alasan yang kuat dan mendesak, padahal keberadaannya pada hakikatnya sejalan dengan semangat UUD untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan dapat berperan sangat positif untuk kemajuan sektor jasa keuangan di negara kita. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 156 Menurut ahli akan lebih baik, apabila kita memprioritaskan penuntasan proses transformasi kelembagaan dengan menyelesaikan agenda amandemen beberapa undang-undang di sektor keuanganyang sangat krusial untuk penataan dan harmonisasi pengaturan di sektor jasa keuangan. Demikian pula meiakukan secara internal, bagi OJK, menuntaskan proses transformasi kelembagaan, dengan melengkapi berbagai Peraturan OJK dan SOP yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan operasional, manajemen SDM dan keuangan, serta sistem dan teknologi informasi dan komunikasi; Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta ke 9 (1966-1977) pernah mengatakan: "Manusia tanpa cita-cita adalah mati, cita-cita tanpa kerja adalah mimpi dan idaman yang menjadi kenyataan adalah kebahagian". Proses transformasi kelembagaan tidaklah mudah dan tidak ada organisasi yang sempurna, tidak terkecuali institusi OJK yang masih baru. Namun dengan bekerja, bekerja dan bekerja dengan sebaik-baiknya, niscaya OJK akan dapat menjadi lembaga idaman;
Dr. Harjono, S.H., MCL Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan Dari Aspek Konstitusi OJK merupakan lembaga negara baru yang tugasnya melakukan pengaturan dan pengawasan pada lembaga keuangan, maka konstitusionalitasnya seringkali dikaitkan dengan independensi bank sentral, sebagaimana diatur oleh Pasal 23D Undang-Undang Dasar 1945. Ahli berpendapat bahwa perlu untuk dikaji posisi bank sentral yang sebenarnya dalam Undang-Undang Dasar 1945 karena dengan diketahui posisi bank sentral, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 23D UUD 1945 maka secara langsung pula dapat diketahui kedudukan OJK secara hukum. Bahwa Undang-Undang Dasar 1945 mengatur lembaga negara di dalamnya, antara lain MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, BPK, KY, KPU, yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Namun di samping itu, disebut juga adanya lembaga negara oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang pembentukannya diserahkan kepada Presiden, yang akan diatur oleh Undang-Undang, yaitu Dewan Pertimbangan Presiden, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 23D Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa negara memiliki sebuah bank sentral. Jadi hubungan antara bank sentral dengan negara adalah hubungan kepemilikan. Bank sentral tidak dimaksudkan sebagai lembaga Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 157 negara untuk melaksanakan fungsi utama kenegaraan, sebagaimana dikenal kekuasaan pembuat undang-undang legislatif, eksekutif, dan kekuasaan yudisial; Meskipun bank sentral adalah lembaga negara dalam pengertian lembaga yang dibentuk oleh kekuasaan negara, dan mempunyai kewenangan publik, namun kedudukannya berbeda dengan lembaga negara MPR, DPR, DPD, Mahkamah Konstitusi, KY, dan KPU. Sebagai Contoh untuk menyebut keberadaan Mahkamah Konstitusi lembaga negara yang melangsungkan fungsi utama kenegaraan lainnya, Undang-Undang Dasar tidak menggunakan kata memiliki Mahkamah Konstitusi, sebagaimana digunakan untuk menyebut bank sentral. Undang-Undang Dasar 1945 tidak menyatakan bahwa negara memiliki Mahkamah Konstitusi dan lain sebagainya. Bank sentral lebih sebagai lembaga yang kegiatannya dalam bidang perbankan yang susunan, kedudukan dan kewenangan, tanggung jawab, dan independency-nya diatur Undang-Undang. Artinya, bank sentral adalah lembaga bentukan negara yang kewenangan dan independency - nya ditentukan oleh Undang-Undang dan bukan Undang-Undang Dasar 1945, meskipun Undang-Undang Dasar 1945 menentukan hal apa saja yang perlu diatur dalam Undang-Undang tentang lembaga bank sentral tersebut; Frasa negara memiliki satu bank sentral dalam Pasal 23D UUD 1945 adalah tepat, tetapi tidak tepat untuk menyebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara memiliki MPR, DPR, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil studi dengan memperbandingkan konstitusi negara-negara lain, tidak menemukan ketentuan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 23D Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pengaturan bank sentral yang dicantumkan dalam pasal konstitusi. Federal Reserve Bank of New York, bank terbesar di dunia yang sangat berpengaruh dalam perekonomian dunia tidak diatur dalam konstitusi Amerika Serikat. Bahkan untuk kurun waktu yang lama, Amerika Serikat tidak mempunyai bank sentral. Federal Reserve Bank of New York sebagai bank sentral Amerika Serikat baru dibentuk dengan undang-undang pada masa pemerintahan Presiden Woodrow Wilson tahun 1931, padahal sejak 1778 Konstitusi Amerika Serikat sudah berlaku; Dari kajian ini tampak jelas bahwa bank sensral meskipun statusnya adalah lembaga negara, artinya dibentuk oleh kewenangan publik dan untuk melaksanakan kekuasaan publik, namun bukanlah sebuah lembaga konstitusi yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi utama alat kelengkapan negara. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 158 Independency bank sentral dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebut dalam Pasal 23D yang dari rumusan pasal tersebut sangat jelas bahwa isinya atau content -nya akan ditentukan oleh Undang-Undang dan bukan ditentukan Undang- Undang Dasar 1945; Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai pilihan kata yang bervariasi untuk menggambarkan sifat kewenangan yang dimiliki oleh satu lembaga negara yang diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 23D digunakan kata independency untuk bank sentral. Pasal 23E digunakan kata bebas dan mandiri untuk BPK. Pasal 24, kata kekuasaan yang merdeka atau kekuasaan kehakiman . Pasal 22E dengan kata mandiri untuk KPU dan Pasal 24 digunakan kata mandiri untuk KY. Dari pilihan kata yang berbeda-beda yang digunakan itu ada makna yang sama terkandung dalam kata pilihan, yaitu bahwa satu lembaga negara dalam menjalankan kewenangannya wajib untuk tidak dipengaruhi oleh pihak luar manapun dan pihak luar dilarang untuk memengaruhi lembaga negara tersebut ketika lembaga negara yang bersangkutan melaksanakan kewenangan. Kewenangan yang tidak boleh dipengaruhi oleh pihak luar tersebut adalah kewenangan inti, yaitu kewenangan fungsional, artinya kewenangan yang ditempatkan dalam relasi dengan kewenangan fungsional yang dimiliki oleh lembaga negara yang lain; Prinsip bahwa kewenangan adalah terbatas dan prinsip kemandirian dan kebebasan dalam menjalankan kewenangan fungsionalnya adalah prinsip yang mendasari good governance atau tata pemerintahan yang baik, yang tujuannya adalah untuk menghindari abuse of power pemegang kekuasaan dan untuk mempersempit moral hazard . Hal itu sangat sejalan dengan peringatan Lord Acton bahwa power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely ; Conselor democracy state ( negara hukum) good governance ( pemerintahan yang baik), itu semuanya adalah konsep yang di dalamnya mengandung unsur untuk menghindari konsentrasi kemenangan, yaitu dengan cara melakukan pendistribusian kewenangan fungsional sangat terbatas, serta untuk menjamin bahwa setiap produk kewenangan terhindar dari interact pihak tertentu; Apakah dari prinsip independency bank sentral, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 23D Undang-Undang Dasar 1945 tersebut harus melekat pada kewenangan bank sentral untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan bank lainnya. Kewenangan tersebut merupakan kewenangan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 159 konstitusional, artinya kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana dimaksud oleh Pasal 51 Undang-Undang MK, sehingga akan menjadi kerugian konstitusional kalau pengawasan tersebut tidak dilaksanakan. Sebagaimana telah ternyata sebelumnya bahwa independency bank sentral menurut Pasal 23D akan diatur Undang-Undang, sehingga independency bukan hak konstitusional, dalam arti hak yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945, tetapi yang akan ditentukan dan diatur oleh Undang-Undang. Karenanya, kalaupun seandainya kewenangan pengawasan harus melekat kepada independency , maka yang akan mengatur adalah Undang-Undang dan bukan Undang-Undang Dasar 1945; Perbandingan Penguasaan Lembaga Keuangan Di Beberapa Negara Tentang pengaturan struktur pengawasan untuk industri keuangan, termasuk lembaga perbankan yang dipraktikkan oleh negara-negara di dunia, Federal Reserve Bank of San Fransisco membedakan dalam 3 pendekatan, yakni:
Single agent . Pengawas tunggal untuk mengawasi industri keuangan, termasuk bank, asuransi, dan pasar modal;
Separate agencies . Pengawas yang terpisah untuk setiap industri keuangan;
Pengawasan dengan struktur hybrid atau penggabungan antara pendekatan nomor 1 dan nomor 2; Dalam masing-masing pendekatan tersebut, peranan dari bank sentral negara bervariasi antara pendekatan yang satu dengan yang lain. Pendekatan pengawasan tunggal dilakukan oleh Jepang dan Singapura. Di Jepang pengawasan dilakukan oleh GPSA yang didirikan tahun 1998 setelah banyak bank besar yang gagal dan karena timbulnya ketidakpercayaan publik kepada kementerian keuangan. GPSA adalah otoritas pengawas keuangan yang utama yang berada di luar bank sentral dan kewenangannya semakin bertambah dan kuat semenjak tahun 2001; Singapura yang menganut otoritas tunggal yang dilaksanakan oleh Monetary Authority of Singapore , namun berbeda dengan Jepang, Monetary Authority of Singapore juga melakukan fungsi bank sentral. Pendekatan pengawasan oleh otoritas yang terpisah dipraktikkan di Tiongkok dan India. Industri keuangan bank, asuransi, dan pasar modal di India dan Tiongkok diawasi oleh otoritas yang berbeda-beda. Pendekatan hybrid mengombinasikan elemen pengawasan satu otoritas dan elemen pengawasan terpisah dipraktikkan di Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 160 Malaysia diawasi oleh otoritas yang sama. Sedangkan untuk industri pasar modal diawasi oleh otoritas yang lain; Pada tahun 1999, Korea Selatan mendirikan Korean Financial Supervisory Service (KFSS) melalui sebuah Undang-Undang. Setelah adanya krisis moneter yang melanda Asia. KFSS dibentuk dari kombinasi empat otoritas pengawas yang sebelumnya ada di Korea, yakni 1) banking supervisory authority ;
security supervisory board ;
insurance supervisory board ; dan
nonbank supervisory authority . Sejak tahun 2008 setelah melakukan reorganisasi, KFSS diawasi oleh financial service commission . Kewenangan financial service commission sebelumnya dimiliki oleh Kementerian Keuangan Korea. Berdasarkan KFSS, keberadaan KFSS berada di luar bank sentral; Dari uraian dan perbandingan dalam praktik negara lain dapat ditentukan fakta hukum sebagai berikut.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, bank sentral adalah suatu fungsi yang akan diatur oleh Undang-Undang;
Bank sentral adalah lembaga negara yang dimiliki oleh negara;
Sebagai lembaga negara, bank sentral kedudukannya sangat berbeda dengan lembaga negara utama yang kewenangannya diberikan Undang-Undang Dasar;
Independency bank sentral akan diatur dan ditentukan kontennya oleh Undang-Undang. Tidak terdapat ketentuan Undang-Undang Dasar bahwa independency bank sentral haruslah disertai hak pengawasan oleh bank sentral kepada lembaga keuangan bank. Undang-Undanglah yang akan mengatur, apakah bank sentral diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan kepada lembaga keuangan bank atau tidak diberi kewenangan untuk melaksanakan pengawasan kepada lembaga keuangan bank; Penyatuan pengawasan atau pemisahan pengawasan terhadap lembaga keuangan, baik bank, asuransi, dan pasar modal adalah kewenangan pembuat Undang-Undang untuk mengaturnya. Pembuat Undang-Undang yang terdiri atas Presiden dan DPR adalah lembaga yang tepat untuk mengatur sistem pengawasan kepada lembaga keuangan karena kedua lembaga, yaitu Presiden dan DPR terlibat secara langsung dalam urusan bidang keuangan negara. Sehingga mempunyai informasi dan data yang akurat dan mengetahui pilihan yang baik untuk mengaturnya dan bukan ditentukan oleh lembaga peradilan; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 161 Pembuatan Undang-Undang berhak dan bahkan wajib untuk melakukan perubahan apabila ternyata dalam pelaksanaannya diperlukan perubahan pengaturan atas pengawasan lembaga keuangan agar supaya tercipta tata pengawasan yang lebih baik dalam pengelolaan lembaga keuangan demi terciptanya kestabilan keuangan dan perlindungan kepada konsumen; Perubahan tidak dapat dilakukan apabila peradilan yang menetapkan sistem pengawasan yang harus diterapkan karena dasarnya adalah sistem yang sah dan sistem yang melanggar hukum dan melakukan perubahan untuk penyempurnaan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum. Perubahan sistem pengawasan dilakukan oleh banyak negara pada saat mengalami krisis keuangan global yang pernah terjadi di sekitar tahun 1997 dan di awal tahun 2000 sekitar tahun 2008; Kesimpulan Ahli berkesimpulan bahwa keberadaan OJK tidak bertentangan secara konstitusional dengan pengaturan bank sentral yang terdapat dalam Pasal 23D Undang-Undang Dasar 1945 dan keberadaannya diberlakukan untuk menciptakan lembaga keuangan yang sehat serta diperlukan bagi perlindungan konsumen lembaga keuangan di Indonesia; Isu konstitusionalitas lainnya tentang OJK menyangkut kewenangan untuk melakukan pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan jasa keuangan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang OJK. Ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Ahli berpendapat bahwa ketentuan pasal ini bermaksud untuk memberi dasar hukum yang jelas dan demi kepastian hukum atas pemungutan yang dilakukan dengan alasan untuk keperluan negara. Pasal ini tidak bermaksud untuk melarang negara melakukan... yang bersifat memaksa kalau memang negara memerlukannya. Dalam praktik, pemungutan ini memang telah dilakukan oleh negara dalam berbagai bentuk, sebagai contoh adalah apa yang disebut sebagai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dalam transaksi pemindahan hak atas tanah dan bangungan, nilai BPHTB ini dapat dikatakan sangatlah besar karena 5% dari nilai transaksi; Ketentuan Pasal 23A menggunakan rumusan diatur dengan undang- undang yang ditafsirkan harus ada Undang-Undang tersendiri atau khusus yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 162 mengaturnya yang berbeda dengan rumusan diatur dalam Undang-Undang yang pengaturannya dapat tersebar dalam berbagai Undang-Undang. Dalam kenyataannya sampai sekarang, belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur pungutan lain yang bersifat memaksa. Ahli berpendapat bahwa tujuan adanya Undang-Undang tersendiri tidaklah hanya bersifat membuat perbedaan formal belaka, yaitu apakah telah terpenuhinya adanya Undang-Undang tersendiri, tetapi juga menyangkut persoalan-persoalan substantif dari Undang-Undang tersebut; Undang-Undang OJK memungkinkan OJK untuk melakukan pungutan dan jelas bahwa pungutan digunakan untuk keperluan negara. Karena OJK dalam bernegara yang melakukan tugas negara, yaitu tugas yang tidak dapat secara hukum dilakukan oleh lembaga yang bukan lembaga negara; Dari segi kebutuhan, pungutan tersebut dibatasi jumlah yang diperlukan. Artinya, tidak memungut tanpa batas, tanpa dasar berapa jumlah yang akan dipungut. Karena jumlahnya sebatas jumlah yang diperlukan untuk anggaran tahunan yang harus disusun lebih dulu dan mendapat persetujuan DPR. Pasal 36 Undang-Undang OJK menegaskan apabila hasil pungutan melebihi kebutuhan OJK, maka kelebihan tersebut disetor ke kas negara. OJK sebagai lembaga negara harus membuat laporan keuangan secara transparan dan akuntabel, sebagaimana diharuskan oleh undang-undang; Secara substansi, aturan keuangan OJK telah mempertimbangkan pengelolaan keuangan negara yang baik. Ahli berpendapat bahwa Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 tidak hanya perlu formalitas adanya Undang-Undang tersendiri saja, tetapi juga substansi, yaitu menyangkut pengelolaan keuangan negara yang jelas peruntukannya, artinya transparan dan akuntabel. Undang- Undang OJK yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan telah mempertimbangkan transparansi, akuntabilitas, serta pembatasan yang rasional, proporsional tentang jumlah yang boleh dipungut; Dengan demikian, meskipun Undang-Undang yang dimaksud oleh Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 belum ada, namun substansi yang seharusnya terdapat pada undang-undang tersebut telah diakomodasi dalam Undang-Undang OJK. Apabila Mahkamah menetapkan bahwa pemungutan keuangan yang terdapat dalam Undang-Undang OJK dan pengelolaannya bertentangan dengan Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 163 Undang-Undang Dasar 1945, hanya sekadar bahwa belum dibuatnya Undang- Undang secara khusus dan harus dibatalkan, maka akibatnya akan banyak pungutan-pungutan lainnya, antara lain BPHTB harus juga batal; Sebagaimana ahli uraikan di atas maka sebagai penafsir Konstitusi, Mahkamah dapat menambahkan hal-hal yang diperlukan agar ketentuan tentang keuangan yang terdapat dalam Undang-Undang OJK menjadi sempurna dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, atau melakukan penafsiran conditionally constitutional pada aspek substansinya. Sementara itu, Mahkamah dapat memberikan kriteria konstitusionalitas terhadap Undang-Undang yang diperlukan untuk melaksanakan Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 dan hal ini pernah dilakukan oleh Mahkamah dalam beberapa kali putusannya, termasuk mengenai BHP dan juga mengenai peradilan Tipikor;
Prof. Achmad Zen Umar Purba, S.H., LL.M. I. Ada empat isu pokok yang perlu ditanggapi terlebih dahulu, yaitu:
Pemisahan kewenangan stabilitas moneter dan pengawasan perbankan serta penggabungan pengawasan antara sistem perbankan dan lembaga keuangan non bank;
Independensi dan bebas dari campur tangan pihak lain dalam kelembagaan OJK;
Pembiayaan OJK (APBN dan pungutan dari pelaku pasar);
Pelaporan dan akuntabilitas OJK. II. Mengenai isu pertama, pemisahan kewenangan, secara mendasar kita harus memahami pertumbuhan sektor perbankan dan jasa keuangan sebagai sarana kebutuhan kehidupan modern yang berada pada era globalisasi. Lebih-lebih bagi Indonesia, karena tahun depan ia bersama dengan negara-negara ASEAN lain akan memasuki ASEAN Market Community . Sementara itu lahirnya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan konglomerasi kepemilikan di sektor keuangan telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan. Pembentukan OJK dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik ( good governance ), yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran ( fairness ). Khusus mengenai pengawasan di bidang perbankan, OJK memiliki tugas yang Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 164 berbeda dari Bank Indonesia ("Bl") sebagai bank sentral seperti diamanatkan oleh UUD 1945, sebagaimana yang telah diubah ("UUD 1945"). Dalam situasi demikian, peran sektor perbankan dan keuangan menjadi amat penting. Oleh sebab itu diperlukan satu konsep yang jelas; Apa yang dilakukan UU OJK adalah melakukan pemisahan pengawasan terhadap bank, yang tidak lagi dilakukan oleh Bl. Pengawasan oleh pihak di luar bank sendiri dimaksudkan untuk menjaga kualitas pihak yang diawasi demi kepentingan masyarakat, termasuk kepentingan konsumen yang berurusan dengan bank. Perlindungan konsumen adalah salah satu fungsi pengawasan OJK; Selanjutnya jasa keuangan harus dibuat terintegrasi. Itulah filosofinya mengapa OJK bukan saja mengawasi bank, tetapi juga sektor-sektor non bank, dalam hal ini pasar modal asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan serta lembaga keuangan lain; Jika sektor perbankan dan sektor keuangan non bank sehat, transaksi bisnis yang lain akan lancar pula, nasional maupun transnasional. Indonesia yang berekonomi kuat hanya akan lahir, jika sektor keuangan dan perbankan juga dilandasi sistem pengawasan yang kuat; III. Dalam masalah kedua, yang berkaitan dengan independensi, menurut Para Pemohon, hanya Bl yang berhak memakai status "independen" karena ada "cantolannya" ada di Pasal 23D UUD 1945. OJK samasekali tidak memiliki "cantolan" dalam UUD 1945. Pada hemat ahli, Pemohon telah menggunakan alurpikir yang salah. Sebab "independen" bukanlah istilah yang dapat dimonopoli. Jadi dapat saja satu lembaga menyatakan dirinya "independen" tanpa harus melihat ada pegangannya dalam UUD 1945. Komisi Pengawas Pesaingan Usaha, misalnya mendeklarasikan dirinya sebagai "suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain. [Pasal 30 ayat (2) UU No.5/1999] Demikian juga bagi OJK, independen di sini berarti bebas dari pengaruh siapapun, terutama Pemerintah; IV. Mengenai isu Pembiayaan (Penggunaan APBN dan Pungutan OJK), OJK sebagian dibiayai oleh dana dari APBN dan selebihnya dari dana yang dipungut dari masyarakat yang merupakan pengguna jasa OJK [Pasal (2) UU OJK]. Oleh Para Pemohon, aturan dalam UU OJK ini dipersoalkan karena Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 165 mereka khawatir akan terjadi " abuse of power " Sebagai WNI mereka tidak mau APBN menjadi tergerus akibat digunakan oleh OJK. Tentang hak OJK untuk memungut, para Pemohon bertanya*. "Bagaimana mungkin lembaga yang melakukan pengawasan memungut dari yang diawasinya?" (butir 66 Permohonan). Mengenai APBN, Pemohon tampak bersikap a priori , padahal kalau dibaca Pasal 38 UU OJK, jelas diatur tentang masalah pertanggungjawaban — yang akan diuraikan di bawah. Otoritas di beberapa negara antara lain di Hongkong, Estonia dan Slovakia juga menerapkan pungutan kepada para pelaku kegiatan di sektor jasa keuangan dalam rangka membiayai operasionalnya; Filosofi dari pendanaan ini adalah bahwa lembaga resmi negara, yang independen 1) dapat dibiayai dari APBN dan 2) dengan kekuatan Undang- Undang dibenarkan memungut dengan pertanggungjawaban dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Pasal 38 UU OJK; Pungutan menjadi sumber dana operasional OJK, sehingga segala kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan dapat dilakukan dengan lebih independen, mengingat secara kelembagaan, OJK berada di luar Pemerintah. Pungutan terhadap pihak yang melakukan kegiatan di sektor keuangan yang dilakukan OJK sudah sejalan dengan UUD 1945 karena pungutan tersebut didasarkan pada Undang- Undang. V. Isu terakhir berkaitan dengan sistem Pelaporan dan Akuntabilitas. Secara filosofis pelaporan dan akuntabilitas ini harus diikuti dengan ketentuan- ketentuan dalam Pasal 38 UU OJK yang dijabarkan dalam 10 ayat, menyangkut mengenai: - laporan keuangan serta laporan kegiatan; - laporan ke DPR dan Presiden Rl dengan standar dan kebijakan akuntansi yang ditetapkan OJK; - audit yang dilakukan oleh BPK; dan pengumuman laporan tahunan OJK kepada publik melalui media; Pengaturan rinci itu menurut saya telah cukup menjawab kekhawatiran para Pemohon dengan sekalian memahami filosofi konsep pelaporan dan akuntabilitas OJK tersebut; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 166 VI. Secara umum saya ingin menyampaikan bahwa permohonan tidak ditopang argumentasi yang kuat, juga tidak didukung bukti. Berbagai pernyataan yang terdapat dalam permohonan bersifat simplistik, menggampangkan persoalan, dangkal, a priori dan kategori lain semacam itu. Dengan demikian semua tuntutan dalam permohonan sangat patut untuk ditolak.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengelolaan Penerusan Pinjaman.