Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Relevan terhadap
bahwa ketentuan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;
bahwa untuk lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung pada industri pionir untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan untuk penyelarasan dengan ketentuan yang terkait dengan perizinan berusaha berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, perlu mengganti ketentuan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;
Untuk dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Wajib Pajak badan harus memenuhi kriteria:
merupakan Industri Pionir;
berstatus sebagai badan hukum Indonesia;
merupakan penanaman modal baru yang belum diterbitkan keputusan mengenai pemberian atau pemberitahuan mengenai penolakan pengurangan Pajak Penghasilan badan;
mempunyai nilai rencana penanaman modal baru minimal sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan
memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan.
Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup:
industri logam dasar hulu:
besi baja; atau
bukan besi baja, tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri pemurnian atau pengilangan minyak dan gas bumi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri petrokimia berbasis minyak bumi, gas alam atau batubara tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri kimia dasar anorganik tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri bahan baku utama farmasi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
industri pembuatan peralatan iradiasi, elektromedikal, atau elektroterapi;
industri pembuatan komponen utama peralatan elektronika atau telematika, seperti semiconductor wafer , backlight untuk Liquid Crystal Display (LCD), electrical driver , atau display ;
industri pembuatan mesin dan komponen utama mesin;
industri pembuatan komponen robotik yang mendukung industri pembuatan mesin-mesin manufaktur;
industri pembuatan komponen utama mesin pembangkit tenaga listrik;
industri pembuatan kendaraan bermotor dan komponen utama kendaraan bermotor;
industri pembuatan komponen utama kapal;
industri pembuatan komponen utama kereta api;
industri pembuatan komponen utama pesawat terbang dan aktivitas penunjang industri dirgantara;
industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan yang menghasilkan bubur kertas ( pulp ) tanpa atau beserta turunannya;
infrastruktur ekonomi; atau
ekonomi digital yang mencakup aktivitas pengolahan data, hosting , dan kegiatan yang berhubungan dengan itu.
Rincian bidang usaha dan jenis produksi dari masing- masing cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal, berdasarkan hasil rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus menunjukkan bahwa seluruh pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian, telah memenuhi kewajiban perpajakan.
Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham, persyaratan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya berlaku untuk pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir.
Pemenuhan kewajiban perpajakan pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) dibuktikan melalui surat keterangan fiskal.
Surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Toko Bebas Bea.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang- Undang Kepabeanan.
Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang dan/atau orang tertentu.
Penyelenggara Toko Bebas Bea sekaligus Pengusaha Toko Bebas Bea yang selanjutnya disebut dengan Pengusaha Toko Bebas Bea adalah badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang dan/atau orang tertentu.
Ruang Penimbunan adalah bagian dari Toko Bebas Bea berupa ruang yang dimiliki/dikuasai oleh Pengusaha Toko Bebas Bea untuk:
menimbun atau menyimpan barang asal impor dan/atau barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean; dan
tempat dilakukannya pemeriksaan fisik oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Ruang Penjualan adalah bagian dari Toko Bebas Bea berupa ruang yang dimiliki/dikuasai oleh Pengusaha Toko Bebas Bea untuk:
menjual barang; dan/atau
menyerahkan, barang asal impor dan/atau barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean.
Tempat Penyerahan adalah bagian dari Toko Bebas Bea berupa ruang yang dimiliki/dikuasai oleh Pengusaha Toko Bebas Bea di:
terminal keberangkatan bandar udara internasional;
terminal keberangkatan internasional di pelabuhan utama;
tempat transit pada terminal keberangkatan bandar udara internasional yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri; atau
tempat transit pada terminal keberangkatan di pelabuhan utama yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri, di Kawasan Pabean untuk menyerahkan barang.
Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang- barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Wilayah atau KPU adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
Pajak Dalam Rangka Impor adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22.
Sistem Komputer Pelayanan adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Pertukaran Data Elektronik Kepabeanan yang selanjutnya disebut PDE Kepabeanan adalah proses penyampaian dokumen pabean dalam bentuk pertukaran data elektronik melalui komunikasi antar-aplikasi dan antar-organisasi yang terintegrasi dengan menggunakan perangkat sistem komunikasi data.
Pemindai sidik jari adalah sebuah perangkat elektronik yang digunakan untuk menangkap gambar digital dari pola sidik jari.
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017. ...
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016.
Relevan terhadap
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih yang terdiri atas Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah.
Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas Pendapatan Pajak Dalam Negeri dan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional.
Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan pajak penghasilan, pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pendapatan pajak penjualan atas barang mewah, pendapatan pajak bumi dan bangunan, pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya.
Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pendapatan bea masuk dan pendapatan bea keluar.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam (SDA), pendapatan bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PNBP lainnya, serta pendapatan Badan Layanan Umum (BLU).
Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada Kementerian Negara/Lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial.
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Program adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk mencapai hasil ( outcome ) tertentu pada Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.
Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak sesuai kemampuan keuangan negara.
Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dana Perimbangan adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas Dana Transfer Umum dan Dana Transfer Khusus.
Dana Transfer Umum adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah untuk digunakan sesuai dengan kewenangan daerah guna mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Transfer Khusus adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus, baik fisik maupun nonfisik yang merupakan urusan daerah.
Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas pencapaian kinerja tertentu.
Dana Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan dalam APBN untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah dana yang dialokasikan dalam APBN untuk penyelenggaraan urusan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dana Desa adalah dana yang dialokasikan dalam APBN yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun- tahun anggaran berikutnya.
Pembiayaan Dalam Negeri adalah semua penerimaan pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri, yang terdiri atas penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman, saldo anggaran lebih, hasil pengelolaan aset, penerbitan surat berharga negara neto, pinjaman dalam negeri neto, dikurangi dengan pengeluaran pembiayaan, yang meliputi alokasi untuk penyertaan modal negara, dana bergulir, kewajiban yang timbul akibat penjaminan Pemerintah, dan pembiayaan untuk dana pengembangan pendidikan nasional.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih realisasi pembiayaan anggaran atas realisasi defisit anggaran yang terjadi dalam satu periode pelaporan.
Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiKPA) tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan.
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut sukuk negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya yang selanjutnya disingkat BPYBDS adalah bantuan Pemerintah berupa Barang Milik Negara yang berasal dari APBN, yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh BUMN berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga atau pada BUMN.
Dana Investasi Pemerintah adalah dana untuk penyertaan modal negara, dan/atau dana bantuan perkuatan permodalan usaha yang sifat penyalurannya bergulir, yang dilakukan untuk menghasilkan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah dana APBN yang dialokasikan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau perseroan terbatas lainnya dan dikelola secara korporasi, termasuk penyertaan modal kepada organisasi/lembaga keuangan internasional dan PMN lainnya.
Dana Bergulir adalah dana yang dikelola oleh BLU tertentu untuk dipinjamkan dan digulirkan kepada masyarakat/lembaga dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya.
Pinjaman Dalam Negeri adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya.
Kewajiban Penjaminan adalah kewajiban yang secara potensial menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada BUMN dan/atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam hal BUMN dan/atau BUMD dimaksud tidak dapat membayar kewajibannya kepada kreditur sesuai perjanjian pinjaman atau perjanjian jual beli dalam rangka melaksanakan proyek kerja sama Pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Pembiayaan Luar Negeri Neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman program dan pinjaman proyek dikurangi dengan penerusan pinjaman dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri.
Pinjaman Program adalah pinjaman luar negeri yang diterima dalam bentuk tunai di mana pencairannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah pihak yaitu Pemerintah dan Pemberi Pinjaman, seperti matrik kebijakan atau dilaksanakannya kegiatan tertentu.
Pinjaman Proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu Kementerian Negara/Lembaga, termasuk pinjaman yang diteruspinjamkan dan/atau diterushibahkan kepada pemerintah daerah dan/atau BUMN.
Penerusan Pinjaman adalah pinjaman luar negeri atau pinjaman dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah Pusat yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah dan/atau BUMN yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu.
Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementerian Negara/Lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah.
Persentase Anggaran Pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara.
Tahun Anggaran 2016 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2016.
Tata Cara Pembayaran Kembali (Reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut SKK Migas adalah satuan kerja yang dibentuk sesuai Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Badan Pengelola Migas Aceh, yang selanjutnya disingkat BPMA adalah suatu badan Pemerintah yang dibentuk untuk melakukan pengelolaan dan pengendalian bersarna kegiatan usaha hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh (0 s.d. 12 mil laut).
Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk Kontrak Kerja Sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kontraktor adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang ditetapkan untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan SKK Migas atau BPMA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi.
First Tranche Petroleum yang selanjutnya disingkat FTP adalah sejumlah tertentu minyak mentah dan/atau gas bumi yang diproduksi dari suatu wilayah kerja dalam satu tahun kalender, yang dapat diambil dan diterima oleh SKK Migas atau BPMA dan/atau Kontraktor dalam tiap tahun kalender, sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi ( own use ).
Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut PPN atau PPN dan PPnBM, adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pembayaran Kembali ( Reimbursement ) PPN atau PPN dan PPnBM adalah pengembalian PPN atau PPN dan PPnBM atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak kepada Kontraktor atas PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor ke kas negara sesuai dengan kontrak kerja sama yang ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rekening Departemen Keuangan k/Hasil Minyak Perjanjian Karya Production Sharing Nomor 600.000411980 pada Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut Rekening Minyak dan Gas Bumi, adalah Rekening dalam valuta USD untuk menampung seluruh penerimaan, dan membayar pengeluaran terkait usaha hulu minyak dan gas bumi.
Over Lifting Kontraktor adalah kelebihan pengambilan minyak dan gas bumi oleh Kontraktor dibandingkan dengan haknya yang diatur dalam Kontrak Kerja Sama pada periode tertentu.
Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran/penyetoran ke kas negara yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan oleh sistem settlement.
Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh bank sebagai bank persepsi.
Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh kantor pos sebagai pos persepsi.
Equity to be Split yang selanjutnya disebut Equity adalah hasil produksi yang tersedia untuk dibagi antara SKK Migas atau BPMA dan Kontraktor setelah dikurangi FTP, insentif investasi (jika ada), dan pengembalian biaya operasi.
Pengujian Undang-UndangNomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Rep ...
Relevan terhadap
Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak Tahun Anggaran 2014.
Relevan terhadap
Penerimaan negara dari PBB dibagi dengan imbangan 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 90% (sembilan puluh persen) untuk daerah.
Penerimaan PBB bagian Pemerintah Pusat sebesar 10% (sepuluh persen) dibagi kepada kabupaten/kota dengan rincian sebagai berikut:
6,5% (enam lima persepuluh persen) dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten/kota; dan
3,5% (tiga lima persepuluh persen) dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten/kota yang realisasi penerimaan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.
Penerimaan PBB bagian Pemerintah Daerah sebesar 90% (sembilan puluh persen) dibagi dengan rincian:
16,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan;
64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk kabupaten/kota yang bersangkutan; dan
9% (sembilan persen) untuk biaya pemungutan.
Bagian daerah dari biaya pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dibagi dengan Direktorat Jenderal Pajak menurut sektor dengan imbangan sebagai berikut:
Objek pajak sektor perkebunan, 40% (empat puluh persen) bagian Daerah dan 60% (enam puluh persen) bagian Direktorat Jenderal Pajak;
Objek pajak sektor perhutanan, 35% (tiga puluh lima persen) bagian Daerah dan 65% (enam puluh lima persen) bagian Direktorat Jenderal Pajak; dan
Objek pajak sektor pertambangan, 30% (tiga puluh persen) bagian Daerah dan 70% (tujuh puluh persen) bagian Direktorat Jenderal Pajak.
Pengujian UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang APBN TA 2018 terhadap UUD Negara RI Tahun 1945
Relevan terhadap
kewenangan untuk mengelola pendapatan/perpajakan, keleluasaan untuk menentukan anggaran dan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki daerah untuk membiayai pelayanan publik yang menjadi tugas daerah. Dengan adanya desentralisasi fiskal ini daerah dituntut untuk lebih bertanggung jawab terhadap permasalahan ekonomi lokal sekaligus mengoptimalkan potensi ekonomi yang dimilikinya, sehingga memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Karena ekonomi daerah yang kuat akan mempermudah proses desentralisasi fiskal berdampak pada efisiensi, peningkatan kualitas pelayanan publik, demokrasi yang makin matang, tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan bersih, sehingga sumber daya fiskal akan mencukupi baik untuk daerah dan pusat. Jika ekonomi daerah lemah, maka problem desentralisasi fiskal akan didominasi oleh permasalahan kekurangan dan perebutan sumber daya, bukan pada tujuan untuk menyediakan layanan publik yang lebih baik dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. [3.11.3] Bahwa desentralisasi fiskal dari sisi pengeluaran didanai terutama melalui transfer dana ke daerah, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 13 UU APBN bahwa “Transfer ke daerah adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal yang bersumber dari Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Otonomi Khsusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta”, Sedangkan Dana Desa yang dimaksud Pasal 1 angka 23 UU APBN adalah dana yang dialokasikan dalam APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat; TKDD merupakan salah satu mekanisme pendanaan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal, otonomi daerah dan pembangunan desa yang dilakukan pemerintah pusat untuk mengurangi ketimpangan (disparitas) pendanaan dan pelayanan publik terhadap pemerintah daerah dan/atau ketimpangan antardaerah itu sendiri. TKDD digunakan untuk memformulisasikan kembali struktur hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas alokasi dan pemanfaatan sumber daya, sebagaimana kehendak Pasal 18A ayat (2) UUD 1945 bahwa “Hubungan
Karenanya, desentralisasi ekonomi adalah tahapan dari proses desentralisasi di Indonesia dimana Daerah dituntut untuk lebih bertanggung jawab terhadap permasalahan ekonomi lokal sekaligus mengoptimalkan potensi ekonomi yang dimilikinya, sehingga memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Meskipun desain desentralisasi fiskal di Indonesia bertumpu pada desentralisasi di sisi pengeluaran yang didanai melalui transfer ke daerah , local taxing power tetap harus dikembangkan secara gradual dalam rangka penguatan sumber pendapatan daerah, namun tetap menjaga harmonisasi sistem perpajakan antara pusat dan daerah. Pendapatan Asli Daerah lebih dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi akuntabilitas fiskal daerah dan keterkaitan antara kebutuhan pelayanan publik yang bersifat lokal dan kompensasinya berupa kewajiban pemenuhan pembayaran pajak daerah maupun retribusi daerah, karena ada pungutan-pungutan yang akan langsung dilakukan oleh Pemda. Misi yang kedua ini juga bertumpu pada prinsip resource mobilization yang dinamis baik di tingkat Pusat maupun Daerah un t uk mencapai pengumpulan sumber- sumber pendapatan yang relatif tinggi namun tetap mempertimbangkan optimal tax structure yang bercirikan pencapaian revenue productivity, with efficiency of cost of tax collection, equitable and minimizing dis t or t ion . Desentralisasi fiskal yang benar tidak akan berhenti pada aspek fiskal saja , tetapi justru tujuan besarnya adalah mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Ekonomi Daerah yang kuat akan mempermudah proses desentralisasi fiskal berdampak pada efisiensi, peningkatan kualitas pelayanan publik, demokrasi yang makin matang, tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan bersih, sehingga sumber daya fiskal akan mencukupi baik untuk Daerah dan Pusat. Jika ekonomi daerah lemah, maka problem desentralisasi fiskal akan didominasi oleh permasalahan kekurangan dan perebutan sumber daya, bukan pada tujuan untuk menyediakan layanan publik yang lebih baik dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan desentralisasi fiskal jangka panjang harus mampu mengoreksi vertical fiscal gap dan horizontal fiscal dispari t ies . Kinerja akuntabilitas, profesionalitas dan keterbukaan dalam pengelolaan sumber daya menjadi prasyarat utama dalam menapak proses desentralisasi dalam rangka menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan bebas korupsi. Proses desentralisasi di Indonesia dalam kurun waktu hampir dua dekade terakhir, masih diwarnai disfungsi tata kelola pemerintahan
Pasal 27 UU KN menyatakan bahwa: (1) Pemerintah Pusat menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBN dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. (2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada DPR selambatlambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah Pusat. (3) Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi: a. perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN; b. perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal; c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja; d. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan. (4) Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran. (5) Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang Perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. Selanjutkan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UUPK) antara lain menyatakan: Pasal 11 UUPK menyatakan: (1) Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. (2) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan c. Pajak
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Paja ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 46 dari 107 halaman. Putusan Nomor 63 P/HUM/2020 penghasilan, dimana menurut Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 dalam hal adanya keuntungan selisih kurs mata uang asing baik yang sudah diperoleh maupun yang belum diperoleh, otomatis harus diakui sebagai penghasilan berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Demikian pula dalam pandangan Ahli Dr. Indra Perwira S.H., M.H., dalam keterangan ahli menyebutkan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 membagi dua kategori dari keuntungan atau kerugian atas selisih kurs mata uang asing, yakni yang tidak diakui sebagai penghasilan/biaya dan yang diakui sebagai penghasilan/biaya. Hal itu menjadi tidak sejalan dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh, karena dalam Undang-Undang PPh penghasilan itu adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi (artinya kemampuan Wajib Pajak bertambah dengan adanya penghasilan yang berupa keuntungan, sedangkan kerugian tidak akan menambah kemampuan ekonomis, tetapi mengurangi kemampuan ekonomis Wajib Pajak). Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh keuntungan selisih kurs mata uang asing baru dapat diakui sebagai penghasilan apabila (i) keuntungan selisih kurs telah diterima atau diperoleh oleh wajib pajak, (ii) sudah dapat dikonsumsi oleh wajib pajak, dan (iii) telah menambah kekayaan wajib pajak. Dari uraian tersebut di atas, terbukti bahwa terjadi pertentangan atau ketidakselarasan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2010 (yang merupakan peraturan perundang-undangan yang secara hirarki tingkatnya lebih rendah) dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh yang merupakan peraturan perundang- undangan yang secara hirarki tingkatnya lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010. Dengan adanya perbedaan pemahaman makna tersebut terbukti bahwa Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah tidak dirumuskan dengan cara Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46
Pengujian UU Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentin ...
Relevan terhadap 13 lainnya
Grafik 1.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak, 2006-2018 Sumber: diolah, CITA Rendahnya kinerja pemungutan pajak juga ditunjukkan dengan kemampuan memungut potensi yang ada ( tax coverage ratio ) dan masih berada pada angka 50%. Bahkan jika diukur dengan taxbuoyancy ratio (perbandingan antara pertumbuhan penerimaan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi), kemampuan memungut potensi pajak lebih rendah atau setidaknya mengalami stagnasi.Artinya, pertumbuhan ekonomi yang seharusnya menciptakan potensi pajak baru pada praktiknya belum dapat dipungut secara optimal. Grafik 1.3 Tax Buoyancy Ratio Sumber: diolah, CITA (2,0) (1,0) ‐ 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 ‐10% 0% 10% 20% 30% 40% 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Tax Growth (LHS) GDP Growth (LHS) Tax Buoyancy (RHS) Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Melalui Compliance Risk Management (“CRM”) dapat diklasifikasikan tingkat kepatuhan dan risikonya, sehingga terdapat insentif bagi wajib pajak untuk patuh. Hal ini hanya dimungkinkan jika terdapat asupan data dan informasi yang memadai untuk profiling . Berikut digambarkan proses pengelolaan data wajib pajak berdasarkan risiko kepatuhan (CRM). Gambar 1.1 The Compliance Risk Management Process Sumber: OECD Guidance Note. Compliance Risk Management: Managing and Improving Tax Compliance. 2004. Penegakan hukum juga tidak akan berjalan maksimal tanpa didukung dengan keterbukaan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Oleh karena itu, Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (“Perppu Nomor 1 Tahun 2017”) sekaligus mengatur kewenangan akses informasi keuangan terhadap lembaga jasa keuangan domestik. Akses yang luas ini justru akan menciptakan equal playing field dan keadilan karena wajib pajak yang sudah ikut program pengampunan dan patuh tidak menjadi sasaran kebijakan ini.Justru kebijakan ini akan menyasar mereka yang belum patuh dan berada di luar sistem agar melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id