Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Excess Profit Tax sebagai Solusi *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Rinaldi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak MEDIAKEUANGAN 40 Ilustrasi A. Wirananda yaitu pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan tumbuh 799.504,33 persen ( yoy ). Inilah salah satu faktor yang mendorong capaian pertumbuhan penerimaan negara menjadi 3,23 persen ( yoy ) sehingga meng- off set realisasi belanja negara yang realisasinya hampir sama dengan capaian tahun lalu. Bagaimana dengan penerimaan pajak? jawabannya adalah “babak belur”, hanya PPN/PPnBM dan PBB (sektor P3) yang pertumbuhannya positif, lainnya negatif, bahkan penerimaan PPh Badan yang seharusnya mencapai peak -nya pada bulan April (jatuh tempo pelaporan SPT PPh Badan pada 30 April), pertumbuhan penerimaannya -15,23 persen. Kebijakan pajak yang telah diambil pemerintah Indonesia Kemenkeu menjelaskan bahwa pertumbuhan penerimaan PPN/PPnBM yang positif ini ditopang oleh PPN Dalam Negeri (PPN DN) yang masih tumbuh 10,09 persen, hal ini mengindikasikan masih kuatnya transaksi penyerahan barang dan jasa penerimaan. Namun situasi ini bisa berubah mengkhawatirkan karena penerimaan PPN pada bulan-bulan berikutnya hampir dapat dipastikan menurun jauh dengan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah. Sementara itu, pemberian insentif pajak terus dioptimalkan, misalnya melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang dialokasikan sebesar Rp123,01 triliun. Jika penerimaan negara terus menurun, sementara kebutuhan belanja negara terus meningkat, bisa dipastikan angka defisit akan melonjak drastis. Kembali ke kebijakan insentif pajak, pemerintah tentu telah memperhitungkan dampak dari insentif ini terhadap penerimaan negara, namun permasalahannya adalah apakah insentif ini benar-benar bisa dimanfaatkan oleh Wajib Pajak yang terdampak COVID-19? Apakah insentif PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) menjamin pekerja tidak di PHK? Apakah insentif restitusi PPN dipercepat menjamin usaha mereka tetap berkesinambungan? Terkait hal ini, menarik untuk dilihat pendapat dua pakar ekonomi dari Universitas California yaitu Saez dan Zucman. Mereka mengkritisi kebijakan yang diambil oleh pemerintah Amerika dalam menghadapi COVID-19. Krisis yang dihadapi dunia saat ini berbeda dengan krisis pada tahun 2008-2009. Kala itu bencana yang dihadapi adalah bencana yang secara langsung menyebabkan perusahaan mereka hancur, yaitu bencana krisis keuangan akibat bangkrutnya Lehman Brothers. Namun bencana yang terjadi saat ini adalah bencana kesehatan, yang mungkin tidak semua perusahaan terkena dampak langsung dari bencana ini. Banyak juga perusahaan yang malah meraup untung dari COVID-19 ini. Di saat banyak pabrik menutup usaha mereka, penjualan Amazon justru meningkat, bisnis Cloud meningkat, jumlah akses ke Facebook juga meningkat. Belum lagi jika melihat aplikasi webinar yang marak digunakan saat para pekerja “bekerja dari rumah” di masa pandemi ini. Excess Profit Tax sebagai solusi kebijakan pajak di tengah COVID-19 Melihat tidak semua perusahaan terkena dampak negatif dari COVID-19 ini, maka mereka mengusulkan agar pemerintah bisa mengkaji penerapan “ Excess Profit Tax (EPT)”. EPT adalah suatu pajak yang dikenakan kepada perusahaan yang mendapatkan keuntungan (profit) lebih dari suatu margin tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebagai contoh, pada tahun 1918, saat terjadi resesi ekonomi pasca Perang Dunia I, Amerika menerapkan EPT bagi perusahaan yang mencetak Return on Invested Capital (ROC) atau pengembalian investasi modal di atas 8 persen. Tarif EPT yang dikenakan pada saat itu progresif antara 20 hingga 60 persen. Kebijakan yang sama juga diterapkan pada tahun 1940, saat Perang Dunia II dan saat Perang Korea. Kebijakan pengenaan EPT ini mempunyai tujuan yang sama yaitu memastikan bahwa tidak ada pihak yang mengambil untung secara berlebihan pada saat pihak lain merasakan penderitaan. Apakah hal ini bisa diterapkan di Indonesia? Untuk menjawabnya, ada baiknya kita kembali lagi ke realisasi APBN 2020 sampai dengan April 2020. Dari segi realisasi penerimaan pajak sektoral non-Migas, non-PBB, dan non-PPh DTP, dapat dilihat bahwa ada beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan, seperti industri pengolahan serta jasa keuangan dan asuransi, yang masing-masing tumbuh 4,68 persen dan 8,16 persen. Kedua sektor ini menopang 45,3 persen dari total realisasi penerimaan pajak. Statistik ini menunjukkan bahwa tidak semua sektor terkena dampak negatif COVID-19 (walaupun masih diperlukan analisis mendalam terhadap hal ini, karena Maret dan April merupakan masa awal pandemi). Oleh sebab itu, menurut Penulis, kebijakan Excess Profit Tax layak dipertimbangkan sebagai suatu solusi kebijakan fiskal mengatasi dampak ekonomi yang disebabkan oleh COVID-19. Kebijakan ini terkesan tidak lazim diterapkan di negara manapun termasuk Amerika sekalipun apalagi di Indonesia, namun perlu diingat bahwa seperti yang dikatakan Sri Mulyani: “ Extraordinary situation needs extraordinary policy”, dan kita, Indonesia, sedang menghadapi kondisi extraordinary tersebut. P ada 20 Mei 2020, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja merilis realisasi APBN 2020 hingga 30 April 2020. Jika dilihat pada rilis tersebut, realisasi terlihat cukup bagus, defisit APBN sebesar Rp74,47 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi defisit pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp100,3 triliun. Namun, jika kita mengkaji lebih dalam dari realisasi defisit ini, maka terlihat penyebab “rendahnya” angka defisit ini adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang pertumbuhannya mencapai 21,70 persen ( yoy ). Salah satu sub-PNBP Ilustrasi A. Wirananda
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 1 lainnya
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu ‘WHATEVER IT TAKES’ P ola permintaan ( demand ) dan penawaran ( supply ) di seluruh dunia berubah akibat COVID-19 yang secara alamiah membentuk kebiasaan baru dalam perekonomian. Menyikapi kondisi ini pemerintah telah menyusun beragam program yang menyasar pemulihan ekonomi, baik di sisi demand maupun supply . Pemerintah pun telah merevisi APBN 2020 untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam revisi baru, pemerintah memperluas defisit anggaran menjadi 6,34 persen dari PDB. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Nathan Kacaribu, mengenai upaya pemulihan ekonomi nasional. Apa tujuan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)? Program PEN ini ditujukan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat serta memulihkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Kita mulai dari rumah tangga masyarakat yang paling rentan, lalu ke sektor usaha, lagi-lagi kita lihat yang paling rentan yaitu UMi dan UMKM. Lalu dengan logika yang sama kita menciptakan kredit modal kerja untuk korporasi. Kita juga akan berikan special tretament untuk sektor pariwisata, perdagangan, dan pabrik-pabrik padat Salah satu yang juga sedang didorong dan cukup efektif adalah bentuk penjaminan kredit modal kerja dan dipasangkan dengan penempatan dana murah di perbankan. Nah, ini sudah jalan tiga minggu, pemerintah menempatkan Rp30 triliun di Bank Himbara lalu didorong dengan penjaminan itu kemudian sekarang sudah tercipta lebih dari Rp20 triliun kredit modal kerja baru. Untuk insentif perpajakan masih belum optimal karena wajib pajak yang berhak untuk memanfaatkan insentif tidak mengajukan permohonan dan perlunya sosialisasi yang lebih masif dengan melibatkan stakeholders terkait. Merespon hal ini, kita melakukan simplifikasi prosedur agar lebih mudah dijalankan oleh calon beneficiary. Upaya apa yang dilakukan untuk perbaikan program PEN? Setiap kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan dalam rangka program PEN, termasuk monitoring dan evaluasi yang kita lakukan setiap minggu akan mengikuti kondisi perekonomian saat ini. Semua program kita evaluasi, mana yang jalan dan mana yang kurang. Yang kurang efektif siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat atau diganti programnya dan sebagainya supaya bisa diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sampai kapan program PEN dilangsungkan? Pemerintah akan meneruskan kebijakan yang bersifat preventif dan adaptif dengan perkembangan kasus dan dampak dari COVID -19. Meski tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai terlihat namun pemulihan pasti terjadi perlahan-lahan. Karena selama belum ditemukan obat atau vaksin yang efektif tentunya kita masih dihadapkan dengan risiko inheren. Nah, risiko ini yang terus kita asess . Yang pasti, tujuan pemerintah adalah terus membantu masyarakat yang terdampak COVID-19. Bagaimana mitigasi risiko dalam upaya pemulihan ekonomi? Saat ini kita dalam suasana krisis dan kita ingin mendorong perekonomian agar pulih sesegera mungkin. Risiko ekonomi yang lebih besar adalah resesi. Untuk itu jangan sampai kita gagal menstimulasi ekonomi, padahal kita memang sudah ada budget nya. Itu yang menjadi tantangan dan menjadi cambuk bagi kita pemerintah setiap hari, supaya kita bisa lebih efektif. Pemerintah melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mendorong pemulihan aktivitas ekonomi. Kita tidak mau resesi, kita tidak mau jumlah pengangguran dan orang miskin bertambah. Pemerintah siap memberikan support supaya momentum pemulihan ini semakin besar meskipun risikonya juga masih ada. Yang terpenting tata kelolanya baik dan risiko dihitung dengan baik. Semuanya di well measured, kita tahu risikonya, kita bandingkan dengan risiko yang lebih besar, kita pilih kebijakan yang me minimize dampak yang paling berat bagi perekonomian dan masyarakat kita secara keseluruhan. Penambahan anggaran PEN menjadi Rp695,2 triliun diikuti dengan pelebaran defisit 6,34 persen saat ini. Bagaimana posisi fiskal dalam kondisi tersebut? Kita punya ruang untuk bergerak secara fiskal karena selama ini kita melakukan kebijakan makro yang hati-hati dan prudent. Karena kita sudah melakukan disiplin fiskal yang cukup ketat selama bertahun-tahun, sehingga rasio utang kita rendah maka itu membuat kita punya ruang untuk melakukan pelebaran defisit sampai tiga tahun. Negara lain tidak banyak yang punya privilege itu, bahkan tahun ini banyak yang defisitnya double digit. Saat ini defisit kita 6,34 persen, tahun depan kita akan turun ke sekitar 4,7 persen, tahun depannya lagi akan turun ke tiga koma sekian. Tahun 2023 kita tetap commited untuk balik ke disiplin fiskal sebelumnya di bawah 3 persen. Apa prinsip utama dalam mengambil kebijakan fiskal di tengah ketidakpastian waktu berakhirnya krisis pandemi ini? “Whatever it takes ”(apapun yang diperlukan), itu sudah pasti menjadi prinsip utama, tapi dalam konteks kita mau melindungi masyarakat sebanyak-banyaknya. Kita berupaya agar pengangguran dan kemiskinan tidak bertambah banyak. Bagaimana memberikan kebijakan yang benar- benar bisa berdampak kepada masyarakat, itu fokus kita. Prinsip lainnya tepat sasaran, akseleratif, gotong royong, seperti kebijakan burden sharing yang pemerintah lakukan dengan BI. Dan yang harus selalu diingat adalah untuk menghindari moral hazard . Pemerintah juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum (Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK) untuk memastikan proses pembuatan kebijakan, serta pengawalan dalam implementasi program PEN ini sesuai dengan aturan yang berlaku. Bagaimana pendapat Bapak terhadap pembentukan Komite Penanganan COVID-19 dan PEN? Saya pikir itu sangat bagus untuk koordinasi. PEN ini kan melibatkan banyak K/L misalnya untuk Kesehatan, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) nya Kementerian Kesehatan, subsidi bunga untuk KUR dan non-KUR ada di Kementerian Koperasi, penjaminan KPA-nya Kementerian BUMN, dsb. Di samping itu, penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi ini harus dilihat sebagai satu big picture . Harus ada pertimbangan yang serius dan seimbang antara risiko kesehatan dengan risiko resesi ekonomi. Semua ini kan perlu diorkestrasi dengan baik. Tugas koordinator untuk bisa membuat ini lebih terintegrasi. Apa harapan Bapak terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam kaitannya dengan kebijakan PEN? Saya pikir ini memang tanggung jawab dari kita semua karena ekonomi ini sebenarnya hanya satu aspek dari kehidupan bangsa ini. Kehidupan di balik angka-angka itu lebih penting. Kalau aktivitas ekonominya jalan tapi kita tidak disiplin mengikuti protokol kesehatan ya risikonya terlalu besar. Intinya ini benar-benar memang harus kombinasi dari disiplin masyarakat dan kebijakan yang benar dan efektif. Keduanya harus jalan bersama dengan seimbang. karya yang kita asess terdampak sangat dalam dan cukup lama. Jadi semua ini bertahap kita asess secara well measure . Pelan-pelan kita mulai dorong aktivitas perekonomian. Dengan adanya program PEN diharapkan kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat krisis pandemi dan pembatasan aktivitas tidak terlalu dalam. Bagaimana efektivitas program PEN sejauh ini? Sejauh ini di sisi rumah tangga yakni perlindungan sosial relatif paling efektif. Namun di sisi lain memang masih cukup menantang. Untuk kesehatan, penyerapannya masih rendah karena kendala pada pelaksanaan di lapangan seperti keterlambatan klaim biaya perawatan dan insentif tenaga kesehatan karena kendala administrasi dan verifikasi yang rigid . Tapi bulan Juli ini sudah dipercepat dengan adanya revisi KepMenkes. Selanjutnya, dukungan untuk UMKM sudah mulai berjalan, khususnya subsidi bunga untuk KUR. Ini memang cukup menantang karena melibatkan puluhan bank dan lembaga keuangan yang kapasitas teknologi pengolahan datanya tidak sama. Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Foto Dok. BKF
Opini Perdagangan Internasional dan Kebijakan Fiskal *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Subagio Effendii, pegawai Tugas Belajar di University of Technology Sydney, MEDIAKEUANGAN 40 W abah pandemi COVID-19, selain menciptakan krisis kesehatan global, telah menimbulkan disrupsi yang masif pada tatanan perdagangan internasional. Dari sisi penawaran (supply), upaya lockdown dan working from home mengakibatkan berkurangnya tenaga kerja yang terlibat dalam aktivitas produksi (labor shortage). Upaya ini juga mengharuskan pemerintah untuk menutup pelabuhan air dan udara yang menghambat distribusi barang antarnegara. Laporan International Air Transport Association menunjukan penurunan kuantitas transportasi kargo internasional sampai dengan bulan Maret 2020 sebesar 23 persen secara year-on-year dengan estimasi kerugian mencapai US$1,6 miliar. Lebih lanjut, kebijakan negara untuk menerapkan pembatasan ekspor __ (export restrictions) demi melindungi pasokan domestik turut menambah kompleksitas permasalahan. World Trade Organization (WTO) mencatat 80 negara, termasuk di dalamnya negara- negara yang menjadi ‘lumbung’ pangan dunia, seperti Rusia, Vietnam, dan Argentina, serta otoritas kepabeanan telah menerapkan export restrictions atas perlengkapan medis, bahan pangan, dan kertas toilet. Dari sisi permintaan ( demand ) , perubahan preferensi konsumsi akibat COVID-19 menyebabkan mismatch antara permintaan dan penawaran. Untuk makanan, misalnya, studi terbaru dari Food and Agriculture Organization menemukan peningkatan minat konsumen terhadap produk makanan yang memiliki cangkang atau kulit serta dikemas dengan rapat. Bahkan, konsumen di beberapa negara tidak segan untuk menolak produk makanan yang berasal dari Tiongkok. Selain itu, upaya lockdown mengharuskan pemerintah untuk menutup pasar tradisional sehingga membatasi akses konsumen terhadap bahan pangan yang mengakibatkan peningkatan food waste. Permasalahan ganda pada supply dan demand menyebabkan penurunan kuantitas perdagangan internasional secara signifikan. WTO mengestimasi penurunan perdagangan tahun ini mencapai 13 persen hingga 32 persen (setara US$8 triliun) terutama di sektor jasa komersial dan barang dengan supply chain yang kompleks. Di samping itu, secara fundamental, disrupsi ini juga membuat premis comparative advantage (David Ricardo, 1817) yang menjadi fondasi ekonomi pasar dan perdagangan internasional menjadi diragukan validitasnya. Premis klasik yang berargumen bahwa social welfare akan optimal jika negara melakukan spesialisasi dengan memproduksi barang yang memiliki opportunity cost terendah sesuai ketersediaan faktor produksi serta membeli kebutuhan lainnya di pasar internasional, nampaknya hanya absah bila mekanisme perdagangan internasional tidak terdisrupsi. Sebaliknya, dalam kondisi terjadi supply and demand shocks , semua negara akan berusaha memproduksi seluruh kebutuhannya di dalam negeri dan sedapat mungkin membatasi ekspor produknya ke luar negeri. Beberapa negara berkembang di Afrika dan Amerika Latin bahkan telah mengadopsi konsep Food Sovereignty and Solidarity yang memberikan hak konstitusional kepada rakyat untuk menentukan pilihan produksi dan konsumsi pangan yang terbaik termasuk penerapan sistem agrikultur yang sesuai dengan sumber daya dan kearifan lokal. Dalam konsep ini, bahan pangan ditempatkan sebagai bagian dari solidaritas kemanusiaan, bukan komoditas komersial sehingga terbebas dari semua ketentuan ekonomi pasar dan perdagangan internasional. Indonesia telah mengadopsi konsepsi kedaulatan pangan dalam Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan namun belum diterapkan secara holistik. Disrupsi perdagangan internasional juga membuat upaya untuk menjaga daya beli masyarakat di masa resesi menjadi problematik. Harus diakui Indonesia masih sangat bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan yang esensial di masa pandemi seperti pangan, energi, obat-obatan, dan perlengkapan kesehatan. Badan Pusat Statistik mencatat total impor minyak bumi, beras, gandum, daging, dan kedelai pada tahun 2019 masing- masing mencapai 40.926; 444; 10.692; 262; dan 2.670 ribu ton. Kelangkaan barang esensial di pasar domestik akibat terganggunya impor tentunya akan memicu supply-push inflations yang memukul daya beli masyarakat. Bahkan, jika berkelanjutan, masalah ini dapat memicu konflik sosial yang membuat ‘ongkos’ penanganan pandemi menjadi semakin tinggi. Oleh karenanya, pemerintah perlu segera melakukan langkah strategis untuk memitigasi dampak disrupsi perdagangan sekaligus mencegah krisis kesehatan berkembang menjadi krisis pangan. Dari perspektif kebijakan fiskal, pemerintah telah berupaya mendorong peningkatan pasokan pangan domestik dengan memasukkan industri pertanian, pengolahan bahan pangan, perdagangan, dan jasa penunjang pertanian dalam daftar penerima insentif pajak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan DISRUPSI Nomor 44/PMK.03/2020. Kelompok petani skala kecil juga mendapatkan fasilitas penundaan angsuran pokok dan subsidi bunga atas pinjaman usaha selama enam bulan. Upaya selanjutnya, otoritas fiskal dapat merelaksasi pungutan bea masuk serta pajak impor lainnya atas produk esensial dan menggunakan instrumen kebijakan fiskal, setelah berkoordinasi dengan otoritas perdagangan, sebagai bargaining chips untuk mengafirmasi komitmen para mitra dagang di kawasan, terutama negara-negara produsen bahan pangan seperti Australia, Thailand, Vietnam, dan Myanmar, untuk tetap memberikan akses pasar dan tidak melakukan export restrictions di masa pandemi. Ilustrasi A. Wirananda
Laporan Utama MEDIAKEUANGAN 12 Program PEN memberikan stimulus secara komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Foto Resha Aditya P MEDIAKEUANGAN 12 J ika pemerintah tak lekas bertindak, kesulitan yang dihadapi masyarakat semakin berat. Dampak pandemi COVID-19 terhadap ekonomi nasional sudah terasa sangat besar. Laju ekonomi kuartal I 2020 tercatat 2,97 persen atau terkontraksi 2,41 persen dibanding kuartal IV 2019. Kontraksi mendalam juga dihadapi negara-negara lain di dunia. IMF memprediksi kontraksi ekonomi global hingga -4,9 persen. Bank Dunia mematok angka lebih rendah di kisaran -5,2 persen. “Saat ini yang terkena itu masyarakat juga, tidak hanya sektor keuangan,” ungkap Plt. Kepala Kebijakan Pusat Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal Adi Budiarso. “ Hit -nya double , di supply dan demand . Darimana demand ? Karena kita harus lockdown , bahkan ada beberapa yang tidak boleh kerja. Artinya mereka akan menurunkan konsumsi. Lalu pada saat yang sama, produksi juga berhenti. Artinya apa? Pressure terhadap supply juga luar biasa besar,” tambahnya. Tak hanya menekan angka pertumbuhan, pandemi berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Penduduk miskin bisa bertambah antara 3,02 hinga 5,71 juta orang. Angka pengangguran dapat naik jumlah hingga jutaan. Langkah extraordinary dalam Program PEN menjadi upaya mengatasi kondisi tak menyenangkan ini. “Supaya tidak terpuruk terlalu dalam dan memakan banyak korban, standar kesehatan harus tinggi, tetapi dari sisi ekonomi, kita memitigasi risikonya juga harus kuat,” tegas pria yang meraih gelar Doctor dari Universitas of Canberra tersebut. Pendekatan demand dan supply Pendekatan dalam program PEN memberikan stimulus secara komprehensif baik dari sisi demand maupun supply . Dari sisi demand , stimulus bertujuan untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Bentuknya berupa program perlindungan sosial baik yang bersifat perluasan dari program existing maupun program- program baru. Program existing meliputi Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, dan Kartu Pra Kerja. Sementara itu, program-program baru terdiri atas Bantuan Sembako Jabodetabek, Bansos Tunai Non Jabodetak, BLT Dana Desa, dan diskon listrik. “Pertama adalah menyelamatkan kehidupan. Kalau tidak ada penerimaan, mereka tidak bisa makan. Makanya pemerintah jor-joran ke situ,” terang Adi. Dari sisi supply , pemberian insentif perpajakan dan dukungan untuk dunia usaha ditujukan untuk mempertahankan aktivitas usaha sekaligus meningkatkan produksi nasional. “Yang menarik, insentif perpajakan ini juga kita dorong untuk kebijakan yang lebih green . Misalnya, investasi baru yang menggunakan energi terbarukan kita kasih support dengan tax holiday ,” ujar Adi yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF. Rentang stimulus yang diberikan mempertimbangkan waktu pandemi COVID-19, dari survival mode hingga recovery mode . Dengan akses bantuan yang luas dan terbuka, diharapkan penanganan efektif dapat dipercepat sehingga ekonomi nasional dapat terhindar dari krisis lebih dalam. Krisis ekonomi pernah melanda negeri ini. Tahun 1998 dan 2008, krisis menerjang sektor keuangan. Nilai tukar rupiah terdepresiasi tajam. Kala itu, UMKM berperan besar menjadi penyangga perekonomian. Roda ekonomi nasional pun terus berputar. Kali ini, kondisinya jauh berbeda. Aktivitas masyarakat turun, sektor riil terpukul. Untuk mengatasi, pemerintah mengambil langkah cepat dan extraordinary. Terbungkus dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). SIAPKAN SKENARIO PULIHKAN EKONOMI Teks Reni Saptati D.I
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Laporan Utama Transformasi Institusi Hadapi Disrupsi Teks CS. Purwowidhu MEDIAKEUANGAN 20 Foto Dok. Biro KLI Hadiyando, Sekretaris Jenderal D ihadapkan pada era disrupsi, institusi publik tak boleh lagi berlamban diri. Tranformasi institusi harus segera diwujudkan agar pelayanan publik dapat terus disempurnakan. Merespons fenomena ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melanjutkan penguatan pondasi paradigma dan budaya kerja baru “N ew Thinking of Working” bagi ekosistem operasi organisasi agar Kemenkeu bisa lebih agile dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan. Simak wawancara Media Keuangan dengan Sekretaris Jenderal Kemenkeu, Hadiyanto, mengenai upaya implementasi budaya kerja baru ini. Apa prinsip utama New Thinking of Working (NTOW)? Inti NTOW yaitu perubahan mindset dan budaya dalam cara kita berpikir dan bekerja sebagai sebuah institusi publik. Penting untuk ada keseimbangan antara pembangunan infrastruktur dan manusianya sehingga dapat saling melengkapi. Seluruh komponen perlu kita persiapkan dengan baik seperti teknologi, struktur organisasi, kebijakan SDM, dan proses bisnis. Di tataran leadership , kita juga harus me- nurture kemampuan manajemen Kemenkeu untuk mengkalibrasi, menginternalisasi, dan mengimplementasikan perubahan budaya secara efisien dan on scale agar hasilnya efektif. Budaya NTOW pada dasarnya dapat diterjemahkan sebagai pelaksanaan dari kelima nilai Kemenkeu dalam konteks Transformasi Digital Kemenkeu. Implementasi Enterprise Architecture menjadi satu keniscayaan agar NTOW berhasil dengan baik. Apa saja bentuk implementasi NTOW di Kemenkeu? Ada dua aktivitas utama yaitu penerapan Activity Based Workplace (ABW), serta eksplorasi kebijakan Flexible Working Space (FWS) dan Flexible Working Hour (FWH) termasuk remote working dan Work From Home (WFH) untuk mendorong produktivitas kerja dan __ work life balance di era digital __ ini. Kita juga melakukan office automation serta pengembangan organisasi dan SDM yang adaptif dengan perkembangan zaman. Kalau semua ini berjalan secara paralel, penerapan NTOW akan sukses. Sejauh mana perkembangan implementasi NTOW di Kemenkeu? Di 2019 kita telah melaksanakan piloting ABW di seluruh unit Eselon I. Di 2020 ini, fokus kita mengevaluasi dampak perubahan terhadap budaya kerja dan produktivitas unit piloting , kemudian menyempurnakan lebih lanjut kebijakan ABW untuk penerapan yang lebih luas. Terkait FWS dan FWH , Kemenkeu telah beberapa kali melaksanakan diskusi dan mengkaji kebijakan terkait, baik secara internal maupun bekerja sama dengan berbagai institusi di dalam dan di luar negeri. Apakah unit-unit vertikal Kemenkeu di daerah juga sudah menerapkan NTOW? Beberapa telah mengeksplorasi penerapan NTOW melalui benchmarking dan diskusi dengan unit-unit piloting di kantor pusat. Mereka mulai secara bertahap dari pengembangan infrastruktur IT hingga implementasi konsep ABW seperti di gedung KPKNL Ternate, Maluku Utara. Bagaimana peran Sekretariat Jenderal dalam memperkuat NTOW? NTOW merupakan Inisiatif Strategis Kemenkeu yang masuk ke dalam tema sentral di mana Sekretariat Jenderal menjadi penanggung jawab utamanya. Dalam pelaksanaannya, NTOW membutuhkan perubahan budaya dan cara kerja setiap personil Kemenkeu. NTOW didukung oleh Enterprise Architecture agar proses bisnis dan teknologi informasi dapat terus disempurnakan. Setjen sebagai prime mover kerap mengkoordinasikan penerapan NTOW di seluruh unit Eselon 1 Kemenkeu dengan melibatkan pimpinan Unit Eselon 1 dan para change agent . Dari sisi penganggaran juga, Setjen bersama dengan APIP memberikan bimbingan kepada Unit Eselon 1 untuk menyesuaikan program kerja unitnya dengan inisiatif NTOW dan inisiatif lainnya di Kemenkeu. Tantangan apa yang dihadapi dalam penerapan NTOW? Tantangan utama terkait dimensi waktu. Implementasi NTOW ini punya timeframe yang panjang, hasilnya belum tentu akan terlihat dalam jangka pendek. Di samping itu, perlu waktu untuk mendapatkan komitmen yang kuat dari seluruh pihak. Bagaimana dengan generation gap, mengingat hampir 70 persen pegawai Kemenkeu merupakan generasi milenial? Tugas kita adalah memastikan bahwa semua nilai positif dari setiap generasi dapat disintesiskan ke dalam budaya NTOW yang ingin kita dorong. Karenanya, penerapan NTOW perlu menyeimbangkan kebutuhan yang berbeda dari setiap generasi dan menjembatani generation gap tersebut. Mayoritas pegawai Kemenkeu menjalani WFH selama masa darurat pandemi COVID-19. Apakah remote working memungkinkan juga dilanjutkan di luar masa pandemi? Peluang itu ada. Sepanjang WFH di masa pandemi ini kita belum menemukan dampak negatif dari remote working terhadap kinerja. Fokus kita menyempurnakan berbagai komponen pendukung untuk memastikan bahwa penerapan remote working justru meningkatkan produktivitas. Kemenkeu berperan menjadi katalisator agar budaya digital pegawai dapat didorong ke arah yang produktif bagi kinerja institusi. Kita perlu ingat, bahwa situasi luar biasa yang terjadi saat ini dapat saja terulang lagi di masa depan, sehingga kita memang harus mempersiapkannya dengan lebih baik. Apa yang perlu diperhatikan agar remote working menghasilkan kinerja optimal? Fokus institusi adalah memastikan bahwa setiap pegawai memiliki fasilitas yang memungkinkan mereka untuk bekerja secara remote. Namun faktor yang lebih penting adalah mindset individu dan budaya organisasi. Dalam remote working kita meng- acknowledge bahwa setiap individu pegawai punya pola dan karakteristik yang berbeda dalam melaksanakan pekerjaannya. Pola setiap pegawai ini perlu dikombinasikan dengan pola, karakteristik serta kebutuhan unit dan tim sehingga tercapai keseimbangan yang optimal bagi unit dan tim secara keseluruhan. Kunci suksesnya adalah adanya arrangement internal unit yang baik misalnya kesepakatan untuk melakukan koordinasi harian secara reguler di waktu yang disepakati bersama untuk meng- update progress pekerjaan, menyepakati dan mengevaluasi target, dsb. Contoh lain, adanya ukuran kinerja yang jelas berdasarkan delivery dan pencapaian target yang telah ditetapkan. Ketiadaan ukuran kinerja yang jelas, berpotensi berdampak pada moral hazard dan tidak efektifnya NTOW. Apa harapan Bapak untuk pembangunan NTOW dan transformasi digital di Kemenkeu? Saya berharap terlaksananya NTOW dan transformasi digital akan memacu pegawai kita bekerja lebih produktif dan inovatif lagi, untuk menjadikan Kemenkeu sebagai institusi publik yang juga menjadi center of excellence baik secara nasional maupun internasional. Saya juga berharap implementasi NTOW secara penuh memungkinkan kita untuk mengkapitalisasi transformasi digital secara optimal, seperti untuk meningkatkan efisiensi operational cost dan alokasi space ruang kerja bagi pegawai, serta mengendalikan pertumbuhan jumlah pegawai.
LAPORAN UTAMA 8 Menuju Paradigma Kerja Baru 12 Digital Workplace di Depan Mata 16 Infografik 18 Persepsi Baru Untuk Terus Maju 20 Transformasi Institusi Hadapi Disrupsi PHOTO STORY 22 Kreasi Lain Kain Pantai TEKA TEKI 22 Teka Teki Medkeu WAWANCARA 25 Pematung Pun Perlu Pandai Berhitung POTRET KANTOR 28 Gesit Beraksi di Tengah Pandemi BAGAIMANA CARANYA? 31 Langkah Komunikasi di tengah Pandemi PROFESI 32 Membumikan Pesan Lewat Visual Berkesan Daftar Isi Redaksi menerima kontribusi tulisan dan artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Bagi tulisan atau artikel yang dimuat akan mendapatkan imbalan sepantasnya. BUGAR 35 Memutus Mata Rantai Corona dari Rumah OPINI 36 Kebijakan Perampingan Birokrasi dan Tantangannya UANG KITA BUAT APA 38 Kelola Pesona Wisata Indonesia OPINI 46 Work From Home Sebagai Upaya _"Social Distancing”: _ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ A Blessing in Disguise? GENERASI EMAS 48 Restorasi Pukau Maninjau LOKAL 54 Pesona Budaya dari Tanah Para Raja FINANSIAL 56 Minimalis di Era Konsumtif 5 DARI LAPANGAN BANTENG 6 EKSPOSUR Diterbitkan oleh: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Pelindung: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pengarah: Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. Penanggung Jawab: Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto. Pemimpin Umum: Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Rahayu Puspasari. Pemimpin Redaksi: Kabag Manajemen Publikasi, Rahmat Widiana. Redaktur Pelaksana: Yani Kurnia A. Dewan Redaksi: Ferry Gunawan, Dianita Suliastuti, Titi Susanti, Budi Sulistyo, Pilar Wiratoma, Purwo Widiarto, Muchamad Maltazam, Alit Ayu Meinarsari, Teguh Warsito, Hadi Surono, Budi Prayitno, Budi Sulistiyo. Tim Redaksi: Reni Saptati D.I, Danik Setyowati, Abdul Aziz, Dara Haspramudilla, Dimach Oktaviansyah Karunia Putra, A. Wirananda, CS. Purwowidhu Widayanti, Rostamaji, Adik Tejo Waskito, Arif Nur Rokhman, Ferdian Jati Permana, Andi Abdurrochim, Muhammad Fabhi Riendi, Leila Rizki Niwanda, Kurnia Fitri Anidya, Buana Budianto Putri, Muhammad Irfan, Arimbi Putri, Nur Iman, Berliana, Hega Susilo, Ika Luthfi Alzuhri, Irfan Bayu Redaktur Foto: Anas Nur Huda, Resha Aditya Pratama, Andi Al Hakim, Arief Kuswanadji, Intan Nur Shabrina, Ichsan Atmaja, Megan Nandia, Sugeng Wistriono, Rezky Ramadhani, Arif Taufiq Nugroho. Desain Grafis dan Layout: Venggi Obdi Ovisa, Ditto Novenska Alamat Redaksi: Gedung Djuanda 1 Lantai 9, Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1, Jakarta Telp: (021) 3849605, 3449230 pst. 6328/6330. E-mail: mediakeuangan@kemenkeu.go.id. C O V E R S T O R Y : Kemenkeu selalu berusaha inovatif dan adaptif dengan perubahan. Menjadi institusi pemerintah terdepan, teknologi digital diusung sebagai salah satu komponen paradigma baru dalam bekerja. Penerapan kebaruan teknologi ini kami gambarkan dengan seorang anak yang menggunakan kacamata virtual. Anas Nur Huda Venggi Obdi Ovisa
“ABW merupakan bagian dari inisiatif RBTK The New Thinking of Working untuk perubahan budaya Kemenkeu. CTO sebagai inisiator sudah melakukan walk the talk sebagai unit yang mengimplemen- tasikannya paling awal. Budaya ABW seperti no dedicated seat berjalan sangat baik hingga level setara Eselon II” Herry Hernawan Chief Change Management Officer II, CTO mendukung kolaborasi dan rencana delayering . “Kedua, aspek teknologi data center (DC). Dengan luas sekitar 900 m2, DC Kemenkeu memiliki kapasitas yang sangat mencukupi dalam mengelola operasional sistem untuk mendukung proses bisnis Kemenkeu,” ungkapnya optimistis. DC Kemenkeu juga didukung oleh Data Recovery Center (DRC) sebagai redundansi untuk pemulihan akibat bencana. Ketiga, aspek perangkat pengguna. Saat ini masih terdapat pengguna yang bersifat fix seperti personal computer yang tidak mendukung mobilitas bekerja. “Ke depannya, diharapkan setiap pegawai dapat memanfaatkan perangkat pengguna yang mobile serta comply dengan standar perangkat end user dan keamanan informasi yang di di Kemenkeu,” jelas Herry. Terakhir, aspek jaringan. Herry menyatakan Pusintek telah menyiapkan jaringan intranet dan internet yang cukup memadai. Selama adanya kebijakan WFH, penggunaan masih di bawah 30 persen. Dari sisi sumber daya manusia (SDM), Kepala Biro SDM Setjen Kemenkeu Humaniati mengungkapkan fakta menarik seputar kesiapan SDM Kemenkeu menuju digital workplace . “Dilihat dari peta demografi komposisi pegawai Kemenkeu, lebih dari 25 persen pegawai adalah generasi X yang technology- savvy , sekitar 65 persen pegawai merupakan generasi Y dan Z, mereka adalah milenial dan bisa disebut digital native , sedangkan generasi baby boomer berada di angka 10 persen,” nyata wanita kelahiran Madiun tersebut. Meskipun baby boomer , menurut Humaniati, para pegawai tersebut cukup fasih dalam mengaplikasikan teknologi digital. Untuk meningkatkan kapasitas SDM Kemenkeu supaya adaptif terhadap kemajuan teknologi, ia menekankan tiga aspek utama. Pertama, organisasi dan budaya. “Suasana yang tidak lepas dari teknologi membuat organisasi dan para pegawai akan beradaptasi sehingga dari “terpaksa” menjadi “terbiasa” dan “bisa” dengan maksimal memberdayakan teknologi yang dibutuhkan.” Kedua, penguatan SDM. Humaniati menyebutkan dua arah pengembangan SDM Kemenkeu agar optimal memanfaatkan teknologi, yaitu hard competency dan soft competency . Pemenuhan kebutuhan tersebut didukung dengan keberadaan BPPK. Terakhir, penguatan regulasi. “Penguatan regulasi diperlukan agar ada keselarasan antarunit dalam pemanfaatn IT di organisasinya masing-masing.” Menuju era transformasi digital, ia mengatakan pihaknya selalu berupaya mengisi kebutuhan pegawai di bidang teknologi informasi sekaligus menambah pelatihan- pelatihan di bidang tersebut. Menurutnya, jajaran pimpinan Kemenkeu baik di pusat maupun daerah juga menunjukkan komitmen saling membangun semangat untuk menuju digital workplace . Humaniati menilai Kemenkeu secara komprehensif sangat siap menuju digital workplace . Namun, ia mengharapkan nantinya implementasi digital workplace secara utuh tidak meninggalkan sisi humanity pegawai. “Harapan saya, pegawai tetap berkinerja tinggi dan produktif, selalu berbahagia, dan memiliki sikap agile dan adaptif di tengah perkembangan saat ini. Dan tentunya tetap menjaga moral dan integritas yang baik,” pungkasnya. Roadmap Implementasi Modul E-Kemenkeu Kehadiran pegawai Cuti Izin ketidakhadiran/TL/PSW Izin luar negeri Informasi pegawai Agenda pegawai Proyek Naskah dinas Rapat/event Pengelolaan ruang rapat/event Pengelolaan lembur Pengelolaan mutasi dan promosi Pengelolaan aduan (fasilitas perkantoran dan TIK) Layanan Balai Kesehatan Layanan perpustakaan Beban kerja Pengajuan angka kredit fungsional Layanan TIK Aset pengguna Perjalanan dinas Informasi dan pengajuan diklat Informasi dan pengajuan beasiswa Kinerja pegawai Peminjaman kendaraan dinas Laporan harta kekayaan pegawai 2020 2021 I II III IV
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
MEDIAKEUANGAN 32 33 MEDIAKEUANGAN 32 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Keikhlasan Melako nkan Beragam Peran DIAN LESTARI Kepala Pusat Kebijakan Regional Dan Bilateral Badan Kebijakan Fiskal Teks Dimach Putra | Foto Anas Nur Huda P erempuan di zaman yang sarat perubahan ini harus piawai berlakon peran. Bukan untuk menyembunyikan jati diri sebenarnya. Tapi untuk mampu bertahan dan menjalankan tanggung jawab yang susah payah diperjuangkan untuk didapatkan. Hal itu yang dirasakan Dian Lestari. Salah satu Srikandi mumpuni di Kementerian Keuangan. Ibu dari dua putri ini kini dipercaya menjadi Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral pada Badan Kebijakan Fiskal. Tak mudah, memang. Tapi bagi perempuan yang akrab dipanggil Dian ini, tanggung jawab tersebut merupakan kepercayaan yang harus teguh ia jalankan. Jalan panjang telah ia lewati untuk bisa mencapai posisinya saat ini. Beragam peran pun telah berhasil Ia tunaikan dengan luwes. Dian lalu membagikan sedikit kisahnya. Ikhlas jalankan penugasan ”Saya tidak pernah menolak penugasan. Jangankan penugasan, pekerjaan apapun yang relevan kalau pimpinan meminta saya untuk mengerjakan itu, pasti akan sebisa mungkin saya lakukan,” ucapnya mengawali. Dian memutar ingatannya kembali ke akhir Agustus 2016. Ia mendapat mandat langsung dari atasannya untuk menempati posisi Senior Advisor di World Bank. Ia diminta mendampingi Andien Hadiyanto yang terlebih dulu ditunjuk menjadi Executive Director . Peran penting sebagai penasehat di multilateral development bank paling bergengsi tersebut harus diampunya per-1 November 2016. Tak ada waktu baginya untuk mencerna semua perasaan yang bercampur 33 VOL. MEDIAKEUANGAN 32 aduk. Saat menerima kabar tersebut, Ia tengah mengurus kesiapan delegasi Indonesia yang akan bertolak ke pertemuan tahunan di Washington D.C. Tanggung jawab tersebut menyita waktunya hingga pertengahan Oktober. Sampai akhirnya hanya 2 minggu tersisa bagi perempuan kelahiran Tegal ini untuk mempersiapkan keberangkatannya. Keikhlasan Dian dalam menjalankan peran yang dipercayakan padanya diuji sesampainya di negeri Paman Sam. Dian dituntut harus langsung dapat beradaptasi. Sepekan awal, Ia harus fokus pada program pendampingan dengan senior advisor sebelumnya. ”Kalau saya missed di sini, saya akan kehilangan kesempatan untuk dapat transisi yang smooth ,” ujarnya. Hal tersebut dirasa cukup menantang baginya, tapi Dian punya cara menghadapinya. Kuncinya satu, jangan dipikirin, tapi jalanin aja. Kalau ada yang dipikirin biasanya akan banyak kekhawatiran. Tapi kalau kita fokus untuk jalanin, kita nggak sempat mikir begitu,” bebernya. Kekuatan dukungan keluarga Pengalaman bertugas di World Bank tak hanya menempa Dian dalam sisi profesionalitas berkarier, tetapi juga dalam perannya sebagai istri dan ibu dalam keluarga. Begitu menerima kabar penugasannya, Ia langsung mengutarakan maksudnya untuk membawa serta dua buah hatinya yang beranjak dewasa. ”Suami gak bisa ikut karena ada tanggung jawab pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Tapi kami sepakat bahwa anak-anak butuh international exposure dan ini saatnya!” ungkapnya. Masa-masa awal kepindahannya di Amerika membuatnya berjibaku dengan beragam hal. Belum lagi menyesuaikan fisik di lingkungan baru, pekerjaan menuntutnya untuk cepat beradaptasi dengan ritme kerja yang jauh berbeda dengan di Indonesia. Sementara itu, Ia juga harus memilih lingkungan terbaik untuk mereka hidup saat kedua putrinya menyusul tiga bulan berikutnya. ”Saya memilih tinggal di Rockfiled, Maryland. Daerah suburb (pinggiran) yang punya sistem pendidikan oke dan jadi kawasan favorit komunitas internasional yang kerja di D.C buat tinggal bersama keluarga,” ucapnya. Pilihan tersebut dianggap tepat. Meskipun isu ketegangan ras, agama, dan golongan merebak karena iklim
ndonesia baru-baru ini telah menjadi negara ekonomi kelas menengah, dengan jumlah populasi kelas menengahnya mencapai 16% pada tahun 2014 dari hanya 5% pada tahun 1993 (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Indonesia juga berhasil menjadi salah satu negara dengan pengentasan kemiskinan tercepat di dunia. Namun demikian, sekitar 26 juta orang Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan dan 77,4 juta orang atau setara dengan 29,1% dari populasi masih menjadi bagian kemiskinan atau rentan jatuh kembali ke dalam kemiskinan. Hal ini menunjukkan tingginya jumlah penduduk Indonesia yang masih rentan terhadap guncangan ekonomi walaupun ada kemajuan yang signifikan dalam mengurangi kemiskinan. Oleh karena itu, penting untuk menemukan solusi yang efektif guna mengubah masyarakat miskin Indonesia menjadi masyarakat berpenghasilan menengah. Rumah tangga berpendapatan menengah merupakan kontributor konsumsi dan sumber suara sosial serta politik yang signifikan dalam membentuk kebijakan pembangunan. Solusi yang dapat diambil oleh pemerintah Indonesia, antara lain dengan meningkatkan pembangunan infrastruktur untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas pendidikan terutama dalam penyediaan keterampilan khusus yang dibutuhkan oleh lapangan kerja, dan meningkatkan kualitas kesehatan dan peluang kehidupan bagi anak- anak di daerah pedesaan. Semua hal tersebut membutuhkan sejumlah besar pembiayaan di tengah tekanan global, rasio pajak yang rendah, dan rencana pemerintah untuk mengurangi pajak penghasilan. Langkah awal yang dapat dilakukan yakni dengan memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan pajak. Apabila jumlah “calon kelas menengah” dan “kelas menengah” dapat meningkat secara proporsional, maka dengan basis subjek pajak yang substansial itu, Indonesia dapat menerapkan rezim pajak penghasilan progresif, di mana mereka yang memiliki pendapatan berlebih harus membayar lebih banyak pajak. Dengan terhimpunnya dana pajak tersebut, Indonesia kemudian dapat membangun skema perlindungan sosial yang kuat. Tantangan berikutnya adalah bagaimana membuat pembelanjaan kelas menengah agar menjadi lebih produktif, karena jika pengeluaran kelas menengah tersebut tidak produktif, maka risiko jatuh ke dalam middle income trap akan lebih besar. Dari segi ketenagakerjaan dan produktivitas tenaga kerja, terlepas dari upah yang kecil, produktivitas yang rendah telah menghasilkan total biaya output yang lebih tinggi. Di samping itu, pada tataran global, Indonesia masih berada di peringkat ke-2 terkait kekakuan kontrak kerja terutama dalam hal pemutusan hubungan kerja, sedangkan tingkat kepatuhannya hanya sebesar 49%. Pengangguran usia muda mencapai tujuh kali lebih banyak dari pengangguran orang dewasa, sementara sebanyak dua dari tiga perempuan Indonesia termasuk di antara mereka yang menganggur. Di lain sisi, sehubungan dengan tingkat pelatihan, hanya sekitar 8% dari perusahaan yang ada di Indonesia yang benar-benar memberikan pelatihan untuk karyawan mereka, padahal pemerintah telah memberikan insentif pajak berupa pengurangan hingga Rp300 juta ( super deduction ) bagi perusahaan yang memberikan pelatihan bagi karyawannya. Dari segi pembangunan pendidikan, meskipun telah ada upaya pemerintah untuk melakukan perbaikan mendasar, namun outcome dari upaya ini masih belum optimal. Pencapaian rata-rata pengetahuan siswa dengan lama pendidikan 12 tahun sebenarnya hanya sama dengan 7,9 tahun mengenyam pendidikan. Hal ini menunjukkan ketidakefektifan dalam proses pembelajaran, baik dari sisi kurikulum dan kapasitas guru, dan/ atau terbatasnya fasilitas pendidikan yang ada. Beberapa ide muncul sebagai solusi dari tantangan dimaksud, salah satunya dengan mengembangkan dan memperluas industri pendidikan anak usia dini. Hal ini dianggap mendesak karena sebuah penelitian menunjukkan bahwa return pendidikan satu tahun pada anak usia dini lebih besar daripada return pendidikan pada perguruan tinggi dengan durasi yang sama. Sayangnya, hanya sekitar 1% anak Indonesia yang saat ini dapat menikmati pendidikan anak usia dini. Dari segi kualitas kesehatan, 27% anak Indonesia masih mengalami hambatan pertumbuhan ( stunting ) sehingga Indonesia berada pada peringkat stunting ke-5 di dunia. Sementara itu, dari 74% wanita Indonesia yang telah mendapat pemeriksaan kehamilan, hanya 37% yang mampu memberikan ASI dan hanya 58% yang telah menerima suntikan imunisasi untuk bayinya. Oleh sebab itu, efektivitas sistem perlindungan kesehatan nasional harus ditingkatkan, antara lain melalui pembetulan alokasi subsidi, mengingat saat ini sebanyak 40% rumah tangga kelas menengah masih menerima subsidi pemerintah, dan peningkatan kepatuhan pembayaran iuran jaminan sosial kesehatan. Pada akhirnya, meskipun kombinasi dari tantangan pembangunan, demokrasi, dan desentralisasi cenderung memperumit masalah dan penanganannya, namun pemerintah harus mampu merancang kebijakan yang tidak hanya layak berdasarkan standar yang diterima, tetapi juga sesuai untuk Indonesia yang kaya akan keberagaman. Pemerintah harus dapat mengimplementasikan kebijakan yang memastikan keberlanjutan dan produktivitas pembiayaan pembangunan, meskipun setiap kebijakan yang diambil tidak akan bisa menyenangkan semua pihak. 41 MEDIAKEUANGAN 40 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Opini MENJADI CALON SOSIALITA, Memakmurkan Indonesia *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Bramantya Saputro Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI MEDIAKEUANGAN 40
Opini Mitigasi Bencana Ilustrasi Dimach Putra Teks Mahpud Sujai Peneliti Madya, Badan Kebijakan Fiskal *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 I ndonesia merupakan Negara yang berada di Kawasan Cincin Api Pasifik, rangkaian gunung api paling aktif di dunia yang membentang sepanjang lempeng pasifik. Posisi geografis tersebut membuat Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam terutama gempa bumi. Selain itu, bentuk negara yang berupa kepulauan membuat Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Indonesia juga memiliki iklim tropis dengan curah hujan yang sangat tinggi yang bisa berakibat pada bencana tanah longsor di dataran tinggi dan bencana banjir di dataran rendah. Melihat kondisi Indonesia yang rawan bencana menjadikan program mitigasi bencana sangat penting dirancang pemerintah. Dampak Bencana di Indonesia Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang tahun 2019 telah terjadi sebanyak 3.721 bencana alam tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang berdampak pada 477 orang meninggal dunia, 109 orang hilang, 3.415 orang luka-luka dan 6,1 juta orang mengungsi dari tempat tinggalnya. Selain itu, dampak bencana juga menimbulkan kerusakan pada 72.992 rumah, 2011 unit fasilitas umum dan fasilitas kesehatan, 270 kantor pemerintahan dan juga 437 jembatan. Berdasarkan jenis bencana alam yang terjadi, sekitar 97 persen termasuk bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor dan 3 persen adalah bencana geologis seperti gempa bumi dan gunung meletus. Meskipun rendah dari sisi frekuensi, namun bencana geologis memiliki dampak yang sangat besar terutama jika terjadi tsunami dan gempa. Untuk itulah, diperlukan kesadaran ekstra dari seluruh lapisan masyarakat termasuk pemerintah dalam memitigasi bencana alam. Urgensi Program Mitigasi Bencana Program mitigasi bencana bertujuan untuk mengurangi dampak kerusakan dan kehilangan korban jiwa akibat bencana. Memberikan edukasi kepada masyarakat merupakan salah satu aspek terpenting dalam program mitigasi bencana. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukan materi kebencanaan dalam kurikulum pendidikan. Mitigasi lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah menyiapkan berbagai peralatan pendeteksi bencana, seperti alat pendeteksi banjir maupun tsunami. Dengan demikian, masyarakat dapat mengantisipasi datangnya bencana alam sehingga dampak kerugian baik jiwa maupun materi dapat diminimalisasi. Program mitigasi lain yang dilakukan pemerintah dengan meningkatkan akurasi informasi kebencanaan bagi masyarakat melalui BMKG dan BNPB. Beberapa bencana alam yang terjadi di Indonesia juga disebabkan oleh kerusakan alam dan perubahan iklim seperti banjir dan kebakaran hutan. Program mitigasi bencana perlu disinkronkan dengan program mitigasi perubahan iklim seperti pengurangan kerusakan hutan, restorasi lahan gambut, reboisasi dan penghijauan daerah hulu sungai. Dengan mengarusutamakan mitigasi perubahan iklim, secara langsung akan dapat mengurangi risiko terjadinya bencana alam di Indonesia. Dukungan Anggaran Pemerintah melalui APBN telah mengalokasikan dana penanggulangan bencana. Alokasi dana tersebut terbagi dalam tiga kategori. Pertama, dana kontijensi bencana disediakan dalam APBN untuk kegiatan kesiapsiagaan pada tahap Prabencana. Kedua, dana siap pakai (DSP) yang disediakan dalam APBN yang ditempatkan dalam anggaran BNPB untuk kegiatan pada tahap keadaan darurat. DSP juga harus disiapkan oleh pemerintah daerah melalui APBD. DSP harus tersedia sesuai kebutuhan pada saat tanggap darurat. Ketiga, dana bantuan sosial berpola hibah yang disediakan dalam APBN untuk kegiatan pada tahap Pascabencana. Sepanjang 2019, pemerintah telah mengeluarkan dana lebih dari Rp15 triliun yang berasal dari APBN untuk penanganan bencana baik melalui alokasi anggaran kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) maupun alokasi anggaran lainnya. Pemerintah juga menyediakan dana yang lebih besar untuk penanganan serta mitigasi kebencanaan yang disimpan dalam bentuk DSP yang berada dalam alokasi Bendahara Umum Negara (BUN). Dana khusus untuk bencana alam tersebut termasuk anggaran yang disisihkan pemerintah pusat pada APBN setiap tahunnya. Apabila tidak ada bencana alam dalam skala tertentu, maka dana tersebut akan terus terakumulasi setiap tahunnya. Dana khusus bencana alam ini berbeda dengan dana darurat kebencanaan yang selama ini menjadi salah satu sumber pendanaan kegiatan penanganan bencana alam. Penanggulangan bencana harus dilakukan secara tepat namun tetap memperhatikan tertib administrasi dan akuntabilitas. Terkait dengan hal ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2008 mengenai pendanaan dan pengelolaan dana penanggulangan bencana. Pemerintah juga komprehensif mendukung penanganan bencana secara tepat waktu dan kualitas dengan tetap akuntabel. Akuntabilitas pembiayaan untuk penanganan bencana sangat penting untuk menghindari potensi penyalahgunaan anggaran yang mungkin timbul akibat dana yang harus keluar dengan cepat untuk keperluan penanganan bencana. Hal ini juga sebagai bentuk transparansi anggaran yang dialokasikan dan tanggung jawab kepada masyarakat. PERAN ANGGARAN DAN KOORDINASI ANTAR LEMBAGA DALAM
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap
perpajakan yang dikeluarkan. Pelaporan angka tersebut secara berkala dapat memudahkan Pemerintah dalam mengevaluasi dan memantau efektivitas insentif perpajakan. Dengan demikian, kebijakan insentif perpajakan dapat dinyatakan efektif atau tidak efektif. Berkaca pada pengalaman Belgia dalam program “ Notional Interest Program ” yang dilakukan pada tahun 2006, evaluasi kebijakan insentif perpajakan harus menjadi perhatian. Sebelum program tersebut dilakukan, Belgia memperkirakan akan kehilangan penerimaan perpajakannya senilai X. Setelah program berjalan, Belgia melakukan evaluasi dan menemukan bahwa penerimaan perpajakannya hilang 3X atau tiga kali lebih besar dari perkiraan. Hal ini memperlihatkan bahwa cost yang dihasilkan lebih besar dibandingkan benefit -nya, sehingga Belgia pun melakukan amandemen atas peraturan tersebut. Selain mengetahui efisiensi suatu kebijakan, evaluasi atas kebijakan perlu dilakukan untuk mengetahui efektivitas kebijakan tersebut. Jika Belgia menghadapi inefisiensi pada Opini LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN UNTUK Transparansi Fiskal dan Evaluasi Insentif P enerimaan pajak menjadi sumber utama untuk membiayai APBN. Pada tahun 2019, penerimaan pajak menyumbang 82 persen dari total penerimaan negara dan ditargetkan naik menjadi 83 persen di tahun 2020. Meskipun bergantung pada penerimaan pajak, sejumlah insentif perpajakan tetap diberikan Pemerintah sebagai bentuk komitmen dalam mendukung dunia usaha. Dari tahun ke tahun insentif perpajakan meningkat dari sebesar Rp192,6 triliun pada 2016 menjadi Rp196,8 triliun pada 2017 dan kemudian meningkat signifikan pada 2018 sebesar Rp221,1 triliun. Di Indonesia, insentif perpajakan masuk dalam kategori belanja perpajakan pada laporan belanja perpajakan. Belanja perpajakan didefinisikan sebagai pendapatan pajak yang tidak dapat dikumpulkan atau yang berkurang sebagai akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari ketentuan umum perpajakan ( benchmark tax system ) yang diberikan kepada subjek dan objek pajak yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Ketentuan khusus tersebut dapat berupa pembebasan jenis pajak ( tax exemption ), pengurangan pajak yang harus dibayar ( tax allowance ), maupun penurunan tarif pajak ( rate relief ), dan lainnya. Dalam definisi belanja perpajakan disebutkan adanya perbedaan antara ketentuan khusus dan ketentuan umum perpajakan ( benchmark tax system ). Konsekuensinya adalah Pemerintah harus menentukan ketentuan umum perpajakannya dengan tepat. Dalam laporan belanja perpajakan, Pemerintah telah menentukan kategori ketentuan umum perpajakan untuk masing-masing jenis pajak dan juga membuat positive list berisi deviasi-deviasi dari ketentuan umum perpajakan yang tidak dapat dikategorikan sebagai belanja perpajakan. Selain menentukan ketentuan umum perpajakan, langkah selanjutnya yang dilakukan untuk menghitung besarnya belanja perpajakan adalah melihat ketentuan khusus apa saja yang menjadi belanja perpajakan. Apabila telah memenuhi kriteria, perhitungan belanja perpajakannya dapat dilakukan. Angka-angka yang disajikan dalam laporan belanja perpajakan membuat Pemerintah dapat memperhitungkan cost-benefit dalam kebijakan insentif kebijakannya, Indonesia menghadapi kenyataan bahwa kebijakan yang ditawarkan kurang menarik, seperti kebijakan tax holiday melalui PMK Nomor 103/PMK.010/2016. Kompleksitas administrasi dan ketidakpastian atas hasil pengajuannya meski bidang usaha tersebut memenuhi kriteria menjadikan kebijakan tersebut tidak menarik. Pemerintah pun menerbitkan peraturan baru tentang tax holiday melalui PMK Nomor 35/PMK.010/2018. Peraturan ini mengubah paradigma dalam pemberian tax holiday dari sebelumnya ‘verify before trust’ menjadi ‘ trust and verify ’. Efek positif dari penyederhanaan sistem dan kepastian pemberian fasilitas ini terbukti menghasilkan investasi sembilan kali lebih besar (per Juli 2019) dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut mencerminkan pentingnya laporan belanja perpajakan dan diharapkan laporan tersebut dapat mempermudah Pemerintah mengevaluasi kebijakan insentif perpajakan lainnya, seperti Kawasan Ekonomi Khusus. Penerbitan laporan belanja perpajakan juga menunjukkan komitmen Pemerintah dalam melaksanakan good governanc e dalam pengelolaan keuangan negara. Selain itu, penerbitan laporan juga sejalan dengan rekomendasi BPK untuk menjalankan transparansi fiskal yang merujuk pada IMF’s Fiscal Transparency Code . Meskipun transparansi fiskal merupakan komitmen global, namun tak banyak negara yang melaporkannya secara berkala. Di ASEAN, hanya Indonesia dan Filipina yang melakukannya. Melalui transparansi fiskal, Pemerintah Indonesia dapat meningkatkan akuntabilitasnya dan pada saat yang bersamaan rakyat dan Ilustrasi M. Fitrah Teks M. Rifqy Nurfauzan Abdillah & Ulfa Anggraini Analis pada Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. pemerintah dapat menilai cost dan benefit kebijakan insentif. Laporan Belanja Perpajakan merupakan laporan kedua yang berhasil diterbitkan. Berbagai perbaikan diupayakan Pemerintah. Salah satunya adalah perluasan cakupan pajak dari yang sebelumnya hanya tiga jenis yakni PPN, PPh, dan Bea Masuk dan Cukai menjadi empat jenis pajak yaitu ditambah PBB sektor P3. Semoga kedepannya perhitungan laporan belanja perpajakan dapat terus disempurnakan. Dengan demikian, evaluasi terhadap kebijakan insentif perpajakan dapat dilakukan dengan lebih baik. MEDIAKEUANGAN 36
MEDIAKEUANGAN 32 33 MEDIAKEUANGAN 32 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Mengelola Manusia dari Hati M enjadi seorang pegawai negeri sipil (PNS) bukanlah impian Humaniati. Lulusan psikologi Universitas Gajah Mada itu awalnya ingin meniti karier di sebuah perusahaan multinasional yang bergerak di industri perbankan. Restu sang ibu yang justru membawa langkahnya mendaftar pekerjaan menjadi abdi negara. Pertimbangannya cukup logis, selain faktor usia yang telah menginjak angka 28, saat itu Ia pun telah memiliki momongan. Ritme pekerjaan PNS yang lebih stabil dan jaminan hari tua dirasa lebih cocok baginya yang telah berkeluarga. Berbeda dengan korporat swasta yang kebanyakan menitikberatkan pada pemenuhan target dan profit. Siapa sangka pilihan tersebut mengantarnya ke posisi yang cukup strategis. Setelah hampir tiga dasawarsa mengabdi, Ia kini menempati jabatan sebagai Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) di Sekretariat Jenderal, Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Di pundaknya kini dititipkan masa depan puluhan ribu pegawai di Kemenkeu). Dari dirinya komando pengelolaan dan pengembangan kualitas SDM Kemenkeu berasal. Amanah yang diembannya kini bukan diraih tanpa perjuangan. Karier wanita yang akrab dipanggil Ati ini diawali saat Ia direkrut sebagai tenaga psikolog di Kemenkeu. Saat itu, termasuk dirinya, hanya ada dua orang psikolog di Kemenkeu. ”Karena cuma dua orang, kami dituntut untuk bekerja seefektif mungkin dan mandiri. Termasuk dalam mengambil keputusan,” kenang Ati. Pekerjaan yang diampu Humaniati saat itu berkaitan dengan penyelenggaraan beragam tes psikologi berdasarkan kebutuhan, contohnya untuk Diklatpim (pendidikan dan pelatihan kepemimpinan). Di masa awal meniti karier, di saat belum dikenal istilah ”reformasi birokrasi”, Atik banyak ditempa dari pengalamannya. Ia banyak dihadapkan pada situasi yang menguji integritas dan ketegasannya. Oknum- oknum internal maupun eksternal banyak yang ingin mendapat privilege tersendiri dengan mencurangi hasil tes mereka. ”Saya tetap bergeming, dari situ saya belajar betul tentang integritas, decisive judgement , dan resilience ,” ucapnya mantap. Manajemen talenta jadi senjata Bermacam pengalaman yang menempanya, membuat wanita kelahiran Madiun ini semakin paham bagaimana memetakan pegawai di Kementerian Keuangan. Saat masih menjabat sebagai Kepala Bagian Pengembangan Pegawai, pembangunan pengelolaan SDM berbasis sistem merit dimulai. Pembangunan sistem yang dimulai sejak tahun 2007 itu berbarengan dengan dimulainya era reformasi birokrasi. Dari yang awalnya sangat administratif, infrastruktur pengelolaan SDM dikembangkan menjadi berbasis kompetensi / competency based human resources management (CBHRM). ”Kita mengubah paradigma pengelolaan SDM, karena sistem merit ini berbasis kompetensi, kualifikasi dan kinerja,” ucapnya menjelaskan. Pembangungan kompetensi dimulai dari sektor manajerial, kemudian berlanjut ke pembangunan sistem manajemen kinerja yang kini menjadi basis dari sisi penilaian kinerja. Untuk menjadikan pegawai memiliki kualifikasi yang baik, Biro SDM membangun human capital development plan , kode etik, pola mutasi dan lain-lain. Semua sistem ini disempurnakan menjadi pondasi dan pada akhirnya mendukung pelaksanaan sistem merit. Setahun setelah menjabat sebagai Kepala Biro SDM, pada 2014 istilah sistem merit baru mulai dikenal secara nasional melalui undang-undang ASN. ”Kita diuntungkan karena mulai duluan, udah diimplementasikan sejak 2007,” serunya bangga. Langkah berikutnya yang diambil oleh ibu dua anak ini adalah konsisten menyempurnakan pengelolaan SDM berbasis merit. Bukan kebetulan jika pada tahun 2019 Kementerian Keuangan kemudian berhasil memperoleh predikat ‘sangat baik’ atas implementasi sistem merit dari Komite Aparatur Sipil Negara (KASN). Ia sangat bersyukur karena Sekretaris Jenderal Hadiyanto, sebagai atasannya langsung sangat mendukung dan memberi perhatian khusus. Tak hanya saat proses penilaian, tapi lebih lagi untuk implementasi sistem merit di Kementerian Keuangan. Pencapaian ini menandakan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan sistem merit yaitu kualifikasi, kompetensi dan kinerja yang diberlakukan secara adil dan wajar tanpa diskriminasi telah berhasil diterapkan di Kemenkeu. Dari delapan aspek penerapan sistem merit dengan nilai ideal 400, Kemenkeu berhasil mencatat 382,5 poin. Hal itu menunjukkan Kemenkeu sudah hampir memenuhi kondisi ideal yang diharapkan. Bibit kebaikan dari keluarga Kecintaan Humaniati dalam memahami karakter manusia dan nilai kemanusiaan berangkat dari apa yang Humaniati KEPALA BIRO SDM, SEKRETARIAT JENDERAL Teks Dimach Putra | Foto Anas Nur Huda 33 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 MEDIAKEUANGAN 32
diajarkan di rumah dan keluarganya. Ia mengaku sangat mengidolakan mendiang bapaknya sebagai sosok yang selalu menginspirasinya. Seorang dosen dan cendikiawan, bapaknya adalah teman diskusi yang asyik baginya. Suatu momen kebersamaan yang selau ia rindukan kini. Satu pesan dari ayah yang paling membekas adalah untuk tidak menghakimi orang lain. ”Saat satu telunjuk kita menunjuk ke orang lain, artinya empat (jari) lainnya mengarah ke diri kita sendiri,” ucapnya mengenang pesan sang bapak. Humaniati memaknainya sebagai pengingat untuk selalu berintrospeksi. ”Apakah kita sudah lebih baik dari yang kita tunjuk? Itulah mengapa saya banyak berdialog dengan diri saya sendiri. Apakah yang saya lakukan sudah benar?” lanjutnya. Tak hanya dari sang bapak, ibunya sangat menanamkan disiplin, loyalitas dan kesabaran terutama dalam keluarga. Nilai tersebut sangat terlihat saat ibunya harus menemani sang bapak berbulan-bulan di rumah sakit hingga akhir hayatnya. Kepergian bapak menjadi hantaman pertama dalam hidupnya. Meskipun dalam kondisi menyedihkan, Ia tetap bersyukur atas pelajaran yang didapat dari pengalaman itu. Tak hanya tentang kesabaran dan loyalitas dari ibunya, pemilihan makam untuk mendiang bapaknya yang berpesan dikubur di pemakaman umum, bersanding dengan makam warga lain dengan beragam keyakinan. Mengabdi demi institusi Perjalanan karier Humaniati memang panjang dan berliku. Tapi dari pilihan karier yang diambilnya itu Ia merasa tak pernah bosan. Menurutnya, manusia itu selalu penuh kejutan. ”Manusia itu amazing , muncul berbagai hal yang tidak terduga dari seorang manusia. Sampai sekarang saya tidak pernah berasumsi bahwa saya sudah memahami semuanya,” ungkapnya. Karakter manusia yang selalu berubah itu membuat wanita yang telah mengabdi selama tiga dekade ini tidak pernah berasumsi telah tuntas memahami pengelolaan SDM. Ia merasa karena yang ditangani adalah manusia, sehingga kejutan-kejutan baru akan selalu muncul. Biro SDM sebagai pengelola dituntut untuk harus selalu siap, memenuhi kebutuhan pegawai, tapi tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Kementerian Keuangan. Meskipun usianya sudah akan memasuki masa purnabhakti, Humaniati tetap memegang harapan tinggi bagi pengelolaan SDM di Kemenkeu. Ia terus akan memberikan yang terbaik dalam menyiapkan SDM Kemenkeu yang berintegritas, berkompetensi, namun tetap bahagia. Untuk itu ia selalu berpesan pada para jajarannya agar selalu mengeluarkan sisi atau versi terbaik bagi institusi. ”Agar kita bisa selalu bertumbuh, untuk mencintai tanah air ini, Indonesia. Dan nantinya meninggalkan kondisi yang terbaik untuk generasi selanjutnya,” pungkasnya. “G agal paham”, kalimat sederhana, terdiri atas dua kata, yang mungkin dapat mewakili kegagapan kita dalam memahami dunia baru. Semua bergerak begitu cepat, seakan siap menggulung siapa-siapa yang menolak bergabung. “Keterhubungan” menjadi kata dasar, yang mampu membuat gempar hanya dengan tagar-tagar. Dalam buku terbaru Prof. Rhenald Kasali seri Disrupsi ini, tersaji contoh-contoh terkini tentang mobilisasi yang bersinergi dengan orkestrasi, bagaimana Alibaba dengan #SinglesDay menghasilkan triliunan dari hati para jomlo yang kesepian, bagaimana #MeToo menjadi bentuk perlawanan terhadap pelecehan seksual, juga bagaimana #OrangUtanFreedom mampu membuat ekspor sawit Indonesia ke Eropa kebat-kebit. Di zaman digital, hal-hal viral tidak lagi tertangkal oleh jalan konvensional. Orkestrator sering kali menggunakan cerita yang menyentuh sisi emosional, untuk menggugah rasa kemanusiaan, hingga tercipta suatu gerakan massal. Layaknya dua sisi mata uang, kemajuan teknologi bisa menjadi alat kepentingan, bisa juga untuk tujuan kepedulian sosial. Sharing , shaping , dan funding menjadi perilaku konsumen dewasa ini, membuat teori existing menjadi penting untuk ditinjau kembali. Di era disrupsi, para pengambil kebijakan harus terus bertransformasi serta menyesuaiakan diri, karena yang dihadapi hari ini adalah kerumunan yang terkoneksi. General Electric, salah satu raksasa korporasi dunia yang mencoba berinovasi, dengan Predix (perangkat lunak untuk analisis data mesin-mesin industry), optimis akan masuk sepuluh besar perusahaan teknologi global. New York Times pun menjulukinya 124 Year-Old Software Start Up Company . Sayangnya jauh panggang dari api, Predix pun tidak sesuai prediksi. “The main is no longer the main” menjadi mantra yang tidak main-main. Kekuatan lama yang enggan keluar dari zona nyaman, dan masih bertopang pada penguasaan aset sebagai “the main” - nya, akan tergantikan oleh kekuatan baru yang tidak “gagal paham”, yang mengutamakan penguasaan data sebagai sumber dayanya. Melalui #MO, Prof. Rhenald Kasali mengajak para pembaca meninggalkan cara-cara kuno, meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama. Menggunakan bahasa yang mudah, setiap masalah dalam buku ini dipaparkan secara terarah sehingga empat ratus halaman tetap bisa dibaca dengan menyenangkan. Fakta-fakta diulas sedemikian jelas, dipertegas dengan contoh-contoh yang lugas. Buku ini bukan hanya relevan untuk pembaca individu, namun juga untuk kalangan pemerintah, organisasi, professional, korporasi, maupun akademisi. Jika Anda ingin tetap kokoh berdiri di tengah derasnya arus disrupsi, Anda mesti pelajari dan kuasai strategi yang menjadi roh dari New Power , yakni mobilisasi dan orkestrasi. Selamat membaca, selamat datang di dunia yang tiap masa berlalu selalu muncul pembaru. Buku Gagal Paham Judul: MO, sebuah dunia baru yang membuat orang gagal paham Penulis / Penerjemah: Rhenald Kasali Tahun Terbit: 2019 Dimensi: 422 Halaman Kunjungi Perpustakaan Kementerian Keuangan dan Jejaring Sosial Kami: Gedung Djuanda I Lantai 2 Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta Pusat 13 Writes (Namun Kenyataannya, kehidupan tak selamanya berjalan mulus) Hardy Zhu, dkk 3 Cinta 1 Pria oleh Arswendo Atmowiloto 3 Women & A Guy Ana Westy 30 Day Revenge Mitch Albom 9 Summer 10 Autumns Dari Kota Apel ke The Big Apple Iwan Setiawan Buku Buku Pilihan Perpustakaan Kemenkeu: Peresensi Ahmad Dwi Foto Dok. Biro SDM Humaniati dalam beberapa kegiatan
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Dana Haji juga kan sebetulnya masih ada di dalam ekosistem keuangan syariah,” jelas Yani. Lebih lanjut, Yani mengungkapkan bahwa industri keuangan syariah saat ini masih didominasi oleh perbankan syariah dengan total aset per Januari 2019 mencapai Rp479,17 triliun atau sekitar 5,95 persen dari Rp 8.049 triliun total perbankan nasional. Sedangkan untuk industri keuangan nonbank syariah (IKNB) periode yang sama, asetnya tercatat Rp101,197 triliun dengan pangsa pasar sebesar 5,81 persen dari total aset IKNB nasional yang mencapai Rp1.741 triliun. Dari sisi pembiayaan syariah, Sukuk Negara atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sendiri menyumbang 18 persen dari total obligasi negara yang telah diterbitkan sebesar Rp682 triliun per Maret 2019 lalu. Senada dengan Yani, Peneliti Utama Badan Kebijakan Fiskal, Lokot Zein Nasution, memaparkan bahwa perkembangan instrumen keuangan syariah paling pesat dialami oleh Sukuk Negara. Sementara itu, instrumen keuangan syariah yang lain tidak mengalami perubahan signifikan. Bahkan, komposisi dari perbankan syariah terus mengalami penurunan, meski penurunannya tidak menunjukkan gejala yang konsisten, sehingga sifatnya lebih reaktif terhadap kondisi ekonomi global. “Dari total aset keuangan syariah, dominasi paling besar dimiliki oleh perbankan syariah, kedua adalah sukuk negara, ketiga adalah pembiayaan syariah, keempat adalah asuransi syariah, kelima adalah IKNB syariah, keenam adalah reksadana syariah, dan terakhir adalah sukuk korporasi,” ujarnya. Peran APBN Kementerian Keuangan sendiri memiliki peran mendorong keuangan syariah melalui instrumen APBN. Yang pertama adalah dari sisi penerimaan negara. Menurut Yani, kebijakan perpajakan yang kondusif dan mendukung pengembangan keuangan syariah diperlukan dalam bentuk tax neutrality dan insentif perpajakan. Tax neutrality menjadi penting karena dalam skema keuangan syariah, seperti Sukuk Negara, diperlukan underlying asset dalam bentuk barang, manfaat aset, ataupun dalam bentuk proyek. “Kalau dalam perpajakan, seolah ada penyerahan barang. Jadi, seolah-olah ada dua kali kena PPN. Kalau di Undang-Undang PPN sepanjang ada pertambahan nilai dan sepanjang ada penyerahan akan terkena PPN. Kalau kita bilang ini tidak ada penambahan nilai dan tidak ada penyerahan juga. Karena underlying asset tadi hanya sebagai dasar perhitungan untuk memberikan pinjaman,” jelas Yani. Yang kedua adalah dari sisi belanja APBN. Belanja pemerintah di Kementerian/Lembaga tertentu dapat diarahkan untuk mendukung pengembangan industri atau ekonomi syariah. Misalnya saja Halal Tourism melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau kurikulum pendidikan syariah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Terakhir dari sisi pembiayaan. Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Dwi Irianti Hadiningdyah, memaparkan kehadiran Sukuk Negara mampu memperkaya jenis instrumen pembiayaan APBN dan pembangunan proyek di tanah air, sekaligus menyediakan instrumen investasi dan likuiditas bagi investor institusi maupun individu. Di samping itu, penerbitan Sukuk Negara di pasar internasional juga menandai eksistensi serta mengokohkan posisi Indonesia di pasar keuangan syariah global. Bahkan, pada tahun 2018 Indonesia menjadi negara pertama yang menerbitkan Sovereign Green Sukuk yang diterima dengan baik oleh investor dan mendapatkan pengakuan dari berbagai lembaga internasional. Lebih jauh, Dwi menjelaskan pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam rangka mendorong ekonomi syariah secara inklusif, di antaranya melalui diversifikasi instrumen pembiayaan APBN dengan menerbitkan Sukuk Ritel dan Sukuk Tabungan. Melalui instrumen ini masyarakat umum dapat berinvestasi sekaligus berperan serta dalam pembangunan Indonesia. Kehadiran Sukuk Ritel dan Sukuk Tabungan dapat menjadi pilihan bagi masyarakat dan menambah portofolio investasi bagi investor, terutama investor syariah. Pada tahun 2019, kedua instrumen tersebut diterbitkan dengan minimum Rp1 juta dan maksimum Rp3 miliar. Hal tersebut dilakukan agar instrumen tersebut dapat dijangkau dan diakses oleh berbagai lapisan masyarakat. “Penerbitan SBSN Ritel dilaksanakan setiap tahun dan sangat diminati oleh masyarakat yang terlihat dari pemesanan yang selalu oversubscribe sehingga diharapkan melalui instrumen ini dapat mendorong transformasi masyarakat dari savings-oriented society menuju investment-oriented society ,” pungkasnya. 23 MEDIAKEUANGAN 22 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020 " Zakat dan wakaf yang notabene masuk ke dalam kelompok dana sosial keagamaan itu masuk ke dalam industri keuangan syariah. Seperti Dana Haji juga kan sebetulnya masih ada di dalam ekosistem keuangan syariah ". Yani Farida A Kepala Bidang Kebijakan Pengemabangan Industri Keuangan Syariah BKF Foto Anas Nur Huda
alam lima tahun terakhir, tren pariwisata telah mengalami sejumlah transformasi. Era digital telah mengubah pengalaman perjalanan wisatawan. Seiring meningkatnya penggunaan gawai dan penetrasi internet di Indonesia, wisatawan semakin mudah untuk merencanakan perjalanan wisata. Kemajuan teknologi juga mengubah pola konsumsi masyarakat. Beragam aplikasi sosial media yang tercipta mendorong individu untuk memamerkan pengalaman perjalanan wisatanya. Saat ini, perjalanan wisata tidak lagi menjadi kebutuhan tersier melainkan sudah bergeser menjadi primer. Bahkan, memiliki pengalaman perjalanan wisata menjadi lebih penting dibandingkan membeli atau mengonsumsi barang. Kemudian muncul istilah baru yakni Leisure Economy yang dipopulerkan oleh Linda Nazareth dalam bukunya “ The Leisure Economy: How Changing Demographics, Economics, and Generational Attitudes Will Reshape Our Lives and Our Industries ”. Menurut Linda saat ini terjadi pergeseran pola konsumi dari konsumsi berbasis barang ke konsumsi berbasis pengalaman. Mayoritas masyarakat saat ini lebih memprioritaskan waktu luang daripada barang. Leisure Economy dapat disimpulkan sebagai aktivitas yang mengutamakan kepuasan dan kesenangan yang kemudian menghasilkan nilai tambah ekonomi. Indonesia, sebagai negara dengan beragam destinasi yang kaya dari segi alam maupun budaya pun tidak lengah memanfaatkan momentum ini. Presiden Joko Widodo telah menetapkan pariwisata sebagai salah satu sektor utama yang mendorong perekonomian nasional. Bahkan, pariwisata diproyeksikan sebagai penghasil devisa nomor wahid di tanah air. Fokus pariwisata bukan ambisi belaka Upaya mendorong industri pariwisata Indonesia tidak hanya sekedar tren semata. Pariwisata Indonesia memang terbukti memiliki potensi besar untuk mendongkrak devisa. Hal ini tercermin dari terus meningkatnya kunjungan wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Sebagai contoh, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik di tahun 2015 adalah sebesar 256,42 dan 10,41 juta. Sementara itu, di tahun 2018 jumlah tersebut naik menjadi 303,5 juta dan 15,81 juta. Tidak hanya itu, sejak 2015 kontribusi industri pariwisata terhadap devisa terus meningkat. Bahkan, pada 2018 pariwisata menyumbang devisa sebesar USD19,2 miliar, mengalahkan sektor minyak dan gas yang selama ini menjadi primadona. Dibandingkan industri lain, pariwisata disebut Moekti Prasetiani Soejachmoen, Chief Economist PT Dana Reksa sebagai industri yang paling mudah untuk “dijual” sebab Indonesia sudah memiliki modal yang besar. “Kekayaan alam sudah ada di situ, tinggal bagaimana masyarakat dan pemerintah setempat mengoptimalkan keberadaan dari situs pariwisata itu agar menarik,” tuturnya. Namun demikian, kesenjangan pariwisata masih menjadi salah satu masalah. Bali adalah nama kota yang terpatri dalam benak wisatawan sebagai tujuan wisata di Indonesia meski Indonesia memiliki banyak destinasi wisata lain. Untuk itulah, Pemerintah mengeluarkan jurus baru yakni ‘Program Sepuluh Destinasi Wisata Prioritas’. Program yang kemudian mengerucut pada ‘Lima Destinasi Super Prioritas’ ini bertujuan untuk mendongkrak pemerataan pariwisata Indonesia dan menciptakan lapangan kerja. “Dengan adanya sepuluh Bali Baru dan dikerucutkan pada lima Destinasi Super Prioritas tentunya merupakan peluang untuk menarik wisatawan asing dalam menentukan destinasi wisata di Indo- nesia,” ujar Sufintri Rahayu, Direktur PR Traveloka. Komitmen pemerintah untuk pariwisata Anggaran sebesar Rp9,4 triliun dialokasikan Pemerintah di tahun 2020 untuk memoles pariwisata Indonesia di lima destinasi super prioritas yakni Danau Toba, Borobudur, Labuan Bajo, Mandalika, dan Likupang. Anggaran ini meningkat enam kali lipat dari anggaran di tahun 2019 yang hanya sebesar Rp1,69 triliun. “Secara umum alokasi tersebut untuk pengembangan kawasan wisata di lima destinasi super prioritas tersebut. Alokasi anggaran sebesar Rp7.268,9 miliar digunakan untuk pembangunan dan peningkatan jalan, penyediaan sumber daya air, pembangunan rumah swadaya pariwisata, dan penataan pemukiman. Dukungan aksesibilitas juga dilakukan oleh Kementerian Perhubungan. Anggaran sebesar Rp854,7 miliar digunakan untuk pengembangan program bandara dan pelabuhan beserta fasilitasnya. Selain alokasi anggaran, komitmen pemerintah agar industri pariwisa- ta dapat melesat juga terlihat dari beberapa kebijakan salah satunya adalah pembangunan fisik maupun nonfisik. Untuk pembangunan nonfisik bagaimana membangun brand Indonesia sebagai impian destinasi wisata. Sedangkan pembangunan fisik terutama untuk infrastruktur yang menunjang amenitas dan aksesibilitas menuju kawasan wisata,” terang Made Arya Wijaya, Direktur Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Ditjen Anggaran. Dari dana tersebut, Kementerian Pariwisata mengalokasikan Rp4.477 miliar antara lain untuk kegiatan promosi ( branding, advertising dan selling ), pengembangan destinasi yang memenuhi unsur 3A (aksesibilitas, atraksi dan amenitas), pengembangan destinasi dan kelembagaan, pendidikan kepariwisataan dan pengembangan Kawasan Otorita Pariwisata (Danau Toba, Borobudur dan Labuan Bajo). Sementara itu, dukungan fisik dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) dengan membangun berbagai infrastruktur Foto Faiz 27 MEDIAKEUANGAN 26 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020
rfa Ampri, Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilareral (PKRB) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengatakan, sampai dengan 2018, pemerintah menyiapkan dana kisaran lima triliun rupiah setiap tahun untuk penanganan bencana. “Dana tanggap darurat istilahnya. Besarnya itu rata-rata itu turun naiklah, tapi kalau yang terakhir ini ya diatas 5 T (triliun), rata-rata selama 15 tahun,” ungkapnya. Irfa mengatakan dana ini diproyeksikan untuk dapat meredam dampak dari bencana yang melanda Indonesia. “Nah jadi itu sebenarnya adalah shockbreaker lah gitu ya kalau terjadi bencana besar,” katanya. Pada kesempatan terpisah, Dr Widjo Kongko dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan bahwa dana yang dialokasikan untuk penanganan bencana seyogyanya dipersiapkan secara komprehensif. Bukan hanya dana tanggap darurat, melainkan juga untuk rehabilitasi, rekonstruksi, dan mitigasi. “Bahwa bukan anggaran tanggap darurat saja, bukan rehab rekon (rehabilitasi dan rekonstruksi) saja, tetapi anggaran mitigasi yang juga harus disiapkan,” ungkapnya. Ia melanjutkan, “Yang penting terkait dengan anggaran kebencanaan itu harus detil, arsitektur kebencanaan itu anggarannya harus melibatkan keseluruhan proses mulai dari mitigasi, proses rehab rekon, tanggap darurat termasuk kesiapsiagaan.” Dana sejumlah itu tidak dapat sepenuhnya menutupi seluruh kebutuhan untuk penanganan bencana. Saat bencana besar terjadi beruntun, dana itu tentu tidak mencukupi. Tak menutup kemungkinan, kebutuhan dana untuk penanganan bencana membengkak dua sampai tiga kali lipat. Irfa mencontohkan situasi pada 2018 silam, kala Indonesia didera setidaknya dua kali gempa besar. “Nah tapi kalau bencana besar seperti terjadi di Lombok sama yang kemarin di Sulawesi Tengah, nah itu dana itu tidak cukup, ya kan. Nah contohnya yang Lombok saja itu perkiraannya itu sekitar 5 T, dananya. Nah kemudian yang Sulawesi Tengah itu double sampai 10 T,” ungkapnya. Untuk menyiasati situasi-situasi tak terduga semacam itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai menyusun mekanisme baru di tahun 2019 dan tahun-tahun setelahnya. Irfa mengatakan, mulai tahun 2019, Kemenkeu mulai menyiasati alokasi anggaran bencana dengan dua hal, yakni asuransi barang milik negara dan pembentukan pooling fund . “Jadi kalau terjadi bencana, katakan gedung ini hancur ya, itu nanti yang bayar asuransi,” ia melanjutkan, “kita juga mau mempercepat pembentukan pooling fund . Nah pooling fund adalah tadi, jadi pooling fund ini harapannya adalah semua jenis pembiayaan itu bisa dilakukan oleh lembaga ini.” Hal serupa juga dikatakan oleh Kunta Wibawa Dasa Nugraha, Direktur PAPBN Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu. “Intinya ke depannya kita juga sudah mulai memikirkan bagaimana kita bisa mengatasi bencana tadi dengan lebih teroganisir dan teratur tapi bebannya tidak juga semuanya ke APBN,” katanya dalam kesempatan terpisah. Ihwal asuransi, Dr. Widjo Kongko, Ahli Tsunami dari Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) sependapat dengan pemerintah. “Asuransi penting terutama untuk menghitung risiko. Risiko harus bisa dihitung dan diklarifikasikan menjadi biaya yang harus ditanggung oleh pihak ketiga, dalam hal ini asuransi,” katanya. Peta zonasi untuk mitigasi Selain ihwal penyiapan dana untuk bencana, pemerintah juga mesti memikirkan lebih jauh mengenai siasat menghadapi ancaman bencana dengan lebih matang. Widjo Kongko berpendapat pemerintah perlu menyusun skala prioritas terkait penganggaran untuk penanganan bencana. “Ini Indonesia kan luas,” ia melanjutkan, “Maka yang harus dilakukan adalah skala prioritas. Nah kalau skala prioritas itu berarti kita melihat kajian- kajian yang sudah cukup lengkap untuk menjadi prioritas ke Foto Resha Aditya P 39 MEDIAKEUANGAN 38 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020 " Soal penganggaran pembangunan kembali pasca bencana bukan sekedar masalah birokrasi jumlah anggaran dan penyaluran. Tetapi mesti berangkat dari konsepsi ". Kuntoro Mangkusubroto Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh- Nias 2005-2009