Penilaian Usulan Indikasi Kebutuhan Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara Bagian Anggaran Pengelolaan Investasi Pemerintah ...
Relevan terhadap
Penilaian atas aspek urgensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a terdiri atas:
keterkaitan dengan program pemerintah;
keberlangsungan Kegiatan;
keterkaitan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan; dan/atau
dampak Kegiatan terhadap sektor lainnya.
Ketentuan teknis mengenai penilaian aspek urgensi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuang ...
Relevan terhadap 25 lainnya
kerja dan menurunkan pengangguran (04.02) dan penyediaan uang dan barang untuk pengangguran yang memasuki usia pensiun.
(a) Penurunan emisi GRK; (b) Penyerapan karbon; dan/atau (c) Pencegahan penurunan cadangan karbon.
Sebelum melakukan reviu, pereviu harus memahami tugas dan fungsi objek reviu dan peraturan/kebijakan perencanaan penganggaran. Objek reviu adalah unit penyusun RKA-K/L eselon I yang memiliki alokasi anggaran (portofolio) dan sebagai penanggung jawab program. c) Menyusun Program Kerja Reviu Penyusunan program kerja yang berisi langkah-langkah reviu yang tepat dengan mempertimbangkan faktor risiko, materialitas, signifikansi, ketersediaan auditor, dan ketersediaan waktu.
Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Relevan terhadap 4 lainnya
Menteri selaku pengelola fiskal melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pendanaan desentralisasi secara berkala paling sedikit terhadap:
pelaksanaan TKD; dan
pelaksanaan APBD. Pasal 88 Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf a dilakukan paling sedikit terhadap:
realisasipenyerapan;
capaian keluaran; dan/atau
dampak dan manfaat pelaksanaan kegiatan. Pasal 89 (1) Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf b paling sedikit dilakukan terhadap:
PAD;
Belanja Daerah;
pengelolaan Pembiayaan; dan
likuiditas Keuangan Daerah. (2) Pemantauan dan evaluasi atas PAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan untuk mencapai penerimaan realisasi PAD yang mendekati potensi PAD. (3) Pemantauan dan evaluasi atas Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diukur dari kecepatan belanja, ketepatan belanja, pemenuhan Belanja Wajib, serta pencapaian keluaran dan hasil atas program prioritas. (4) Pemantauan dan evaluasi atas pengelolaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diukur dari:
^jumlah SiLPA yang wajar;
pemenuhan kewajiban Pembiayaan Utang Daerah; dan
pengelolaan DAD. (5) Pemantauan dan evaluasi atas likuiditas Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk mengukur kesehatan fiskal Pemerintah Daerah dalam membiayai kewajiban lancar.
Pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan TKD dan APBD dilakukan secara bersinergi atas pencapaian program prioritas nasional dan Daerah. Pasal 91 (1) Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 untuk mendukung sinergi kebijakan fiskal nasional menggunakan platform digital. (2) Pemantauan dan evaluasi dengan memanfaatkan platform digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselaraskan dengan berbagai pelaksanaan dan evaluasi yang dilakukan oleh kementerian/lembaga dan Daerah. Pasal 92 Hasil pemantauan dan evaluasi dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah dalam pengambilan kebijakan fiskal nasional, TKD, dan/atau pemberian sanksi atau insentif kepada Pemerintah Daerah.
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perurndang- undangan mengenai pemberian pinjaman oleh Pemerintah" antara lain peraturan pemerintah mengenai pemberian pinjaman oleh Pemerintah, peraturan pemerintah mengenai Pembiayaan proyek yang bersumber dari surat berharga syariah negara, dan peraturan pemerintah mengenai tata cara pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Ayat (7) Cukup ^jelas. Ayat (8) Cukup ^jelas. Yang dimaksud dengan "strategis" adalah kegiatan yang diusulkan memiliki keselarasan tujuan/sasaran dengan program prioritas/kegiatan prioritas/proyek prioritas dalam RPJMN, mendukung RPJMD, danf atau sesuai rencana induk sektoral. Yang dimaksud dengan "teknis" adalah kegiatan yang diusulkan memuat urgensi proyek, rencana penggunaan Pinjaman Daerah, ketersediaan jadwal pelaksanaan kegiatan, serta rencana keberlanjutan proyek. Yang dimaksud dengan "kelembagaant" adalah kegiatan yang diusulkan memuat penjelasan terkait pembagian kerja dan tanggung jawab pelaksana kegiatan, serta garis koordinasi pelaksana kegiatan pada selurrrh tahapan proyek. Yang dimaksud dengan "ekonomi" adalah kegiatan yang diusulkan menunjukkan kelayakan ekonomi yang dihitung antara lain menggunakan analisis biaya-manfaat. Yang dimaksud dengan "dampak sosial dan lingkungan" adalah kegiatan yang diusulkan dilengkapi dengan hasil identifikasi dan analisis dampak terhadap penerima manfaat kegiatan, serta analisis dampak lingkungan yang mungkin timbul akibat pelaksanaan kegiatan yang diusulkan. Yang dimaksud dengan "pembiayaartu adalah dokumen pengusulan kegiatan yang diusulkan dilengkapi dengan hasil analisa penganggaran modal dengan mempertimbangkan karakteristik proyek dan kebutuhan Daerah, serta keselarasan dengan sumber pembiayaan lainnya. Yang dimaksud dengan "mitigasi risiko" adalah kegiatan yang diusulkan dilengkapi dengan identifikasi risiko yang berpotensi muncul pada setiap tahapan proyek secara menyeluruh, dilengkapi rencana mitigasinya. Ayat (9) Cukup ^jelas Ayat (10) Cukup ^jelas
Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pengalokasian Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2022
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan bersama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan kementerian negara/lembaga terkait melakukan evaluasi atas program dan kegiatan DTI serta rencana penggunaan Dana Otonomi Khusus yang disampaikan Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6).
Hasil evaluasi program dan kegiatan DTI serta rencana penggunaan Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara evaluasi.
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan berita acara evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal berita acara evaluasi ditandatangani.
Program dan kegiatan DTI serta Dana Otonomi Khusus yang tertuang dalam berita acara evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) menjadi pedoman penetapan program dan kegiatan dalam anggaran pendapatan dan belanja Daerah.
Penyampaian usulan alokasi pembagian DTI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) disertai dengan rencana penggunaan yang disusun dalam rincian program dan kegiatan DTI per kabupaten/kota.
Rincian program dan kegiatan DTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direviu oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama kementerian negara/lembaga terkait untuk mendapatkan penilaian prioritas tinggi.
Dalam hal usulan program dan kegiatan DTI yang telah direviu oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama kementerian negara/lembaga terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbeda dengan alokasi DTI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) dan ayat (6), Pemerintah Daerah melakukan penyesuaian program dan kegiatan DTI sesuai dengan alokasi DTI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan sebagai berikut:
dalam hal alokasi DTI sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (5) dan ayat (6) lebih rendah dari nilai program dan kegiatan DTI yang telah direviu oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama kementerian negara/lembaga terkait, penyesuaian dilakukan dengan cara mengurangi program dan kegiatan DTI yang telah direviu oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama kementerian negara/lembaga terkait;
dalam hal alokasi DTI sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (5) dan ayat (6) lebih tinggi dari nilai program dan kegiatan DTI yang telah direviu oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama kementerian negara/lembaga terkait, penyesuaian dilakukan dengan cara menambahkan program dan kegiatan DTI dari stok program dana alokasi khusus penugasan terkait; dan c. dalam hal alokasi DTI sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (5) dan ayat (6) lebih tinggi dari nilai program dan kegiatan DTI yang telah direviu oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama kementerian negara/lembaga terkait dan stok program dana alokasi khusus penugasan terkait, penyesuaian dilakukan dengan cara menambahkan usulan program dan kegiatan DTI baru.
Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan program dan kegiatan DTI yang telah disesuaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) beserta rencana penggunaan Dana Otonomi Khusus yang sesuai dengan nilai alokasi Dana Otonomi Khusus tiap-tiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dan ayat (6) kepada Pemerintah Daerah provinsi.
Pemerintah Daerah provinsi melakukan evaluasi dan sinkronisasi program dan kegiatan DTI serta rencana penggunaan Dana Otonomi Khusus Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan kompilasi program dan kegiatan DTI provinsi dan kabupaten/kota beserta kompilasi rencana penggunaan Dana Otonomi Khusus provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal laporan panitia kerja transfer ke Daerah dan dana desa dalam rangka pembicaraan tingkat 1/pembahasan rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022 beserta nota keuangannya.
Penyusunan penyesuaian program dan kegiatan DTI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan rencana penggunaan Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) mengacu pada penggunaan Dana Otonomi Khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat
Relevan terhadap
Ruang lingkup Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat terdiri atas:
pendahuluan;
kebijakan pelaporan keuangan;
kebijakan akuntansi kas dan setara kas;
kebijakan akuntansi investasi;
kebijakan akuntansi piutang;
kebijakan akuntansi persediaan;
kebijakan akuntansi aset tetap;
kebijakan akuntansi perjanjian konsesi jasa;
kebijakan akuntansi properti investasi;
kebijakan akuntansi aset lainnya;
kebijakan akuntansi kewajiban/utang;
kebijakan akuntansi ekuitas;
kebijakan akuntansi pendapatan;
kebijakan akuntansi beban, belanja, dan transfer ke daerah;
kebijakan akuntansi pembiayaan;
kebijakan akuntansi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiKPA)/Saldo Anggaran Lebih (SAL);
kebijakan akuntansi transitoris; dan
kebijakan akuntansi pelaporan penanganan dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan program pemulihan ekonomi nasional.
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Penggunaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi
Relevan terhadap
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Daerah kabupaten/kota yang telah menganggarkan dan telah melaksanakan pemberian insentif atas kinerja pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan dalam RKP Tahun Anggaran 2024, pemberian insentif dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1514) sampai dengan Tahun Anggaran 2024 berakhir;
Daerah yang telah menganggarkan dan telah melaksanakan pemberian bantuan langsung tunai dalam rangka perlindungan sosial untuk masyarakat dalam RKP Tahun Anggaran 2024, pemberian bantuan langsung tunai dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1514) sampai dengan Tahun Anggaran 2024 berakhir;
Daerah yang telah menetapkan RKP DBH DR Tahun Anggaran 2024 sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan, dapat melakukan penyesuaian program/kegiatan penggunaan DBH DR berdasarkan Peraturan Menteri ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b diatur dengan peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan Daerah dan ketentuan yang ditetapkan oleh kementerian/lembaga terkait.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke Daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Daerah, serta kepada Daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi yang selanjutnya disebut DBH DR adalah bagian Daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan dana reboisasi.
Sisa Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi Provinsi yang selanjutnya disebut Sisa DBH DR Provinsi adalah selisih lebih antara DBH DR yang telah disalurkan oleh Pemerintah kepada pemerintah provinsi dengan realisasi penggunaan DBH DR yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan selama satu periode tahun anggaran dan/atau beberapa tahun anggaran.
Sisa Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Sisa DBH DR Kabupaten/Kota adalah DBH DR yang merupakan bagian kabupaten/kota sampai dengan tahun anggaran 2016, yang masih terdapat di rekening kas umum daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.
Rancangan Kegiatan dan Penganggaran Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi yang selanjutnya disingkat RKP DBH DR adalah rencana kegiatan dan penganggaran yang dapat dibiayai oleh DBH DR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan diselaraskan dengan program kerja Pemerintah Daerah pada tahun anggaran berjalan.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau wali kota bagi Daerah kota.
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan yang selanjutnya disingkat IIUPH adalah pungutan yang dikenakan kepada Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan atas suatu kawasan hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut diberikan.
Provisi Sumber Daya Hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil yang dipungut dari hutan negara.
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.
Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
Kesatuan Pengelola Hutan yang selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
Hasil Hutan Kayu adalah benda-benda hayati yang berupa hasil hutan kayu yang dipungut dari hutan alam.
Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati selain kayu baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya yang berasal dari hutan negara.
Forestry and Other Land Use Net Sink 2030 yang selanjutnya disebut FOLU Net Sink 2030 adalah upaya pengendalian perubahan iklim dengan sasaran pengurangan laju deforestasi, pengurangan laju degradasi hutan, pengaturan pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan secara lestari, Perhutanan Sosial, rehabilitasi hutan dengan rotasi reguler dan sistematis, rehabilitasi hutan non rotasi pada kondisi lahan kritis dan menurut kebutuhan lapangan, tata kelola restorasi gambut, perbaikan tata air gambut, perbaikan dan konservasi mangrove, konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, serta pengembangan berbagai instrumen kebijakan baru, pengendalian sistem monitoring, evaluasi dan pelaksanaan komunikasi publik.
Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Pemberian Bantuan Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum ...
Relevan terhadap
Usulan kebutuhan alokasi Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum dituangkan oleh unit eselon I selaku penanggungjawab program dalam bentuk rencana kerja dan anggaran setiap tahun dalam dokumen rencana kerja, RKA-K/L pagu anggaran, dan/atau RKA-K/L alokasi anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Agama.
Alokasi Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh unit eselon I selaku penanggungjawab program kepada:
Sekretariat Jenderal c.q. Biro Perencanaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Agama untuk diteliti; dan
Aparat Pengawasan Internal Pemerintah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Agama untuk direviu.
Tata cara pencantuman alokasi Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum pada RKA-K/L dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk penyusunan dan penelaahan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran.
Pedoman Penggunaan Sistem Informasi Kredit Program
Relevan terhadap
Pengelola SIKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a merupakan unit Eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memiliki tugas menyelenggarakan pengelolaan Kredit Program.
Pengelola SIKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:
menyusun dan mengembangkan proses bisnis SIKP yang dituangkan dalam dokumen kebutuhan pengguna;
menguji kesiapan proses bisnis sistem informasi yang telah dibangun oleh Pengguna SIKP;
menguji kesiapan SIKP yang telah dibangun oleh Penyedia SIKP;
mengadakan pelatihan SIKP untuk Pengguna SIKP;
melakukan pembinaan kepada Pengguna SIKP;
melakukan monitoring dan evaluasi atas kepatuhan dan validitas data; dan
melaksanakan tugas lain terkait proses bisnis SIKP sesuai dengan kebijakan pemerintah terkait Kredit Program.
Pengelola SIKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki wewenang:
memberikan persetujuan/penolakan permohonan Kode Pengguna dan Kode Akses dari calon Pengguna SIKP dan menentukan Hak Akses calon Pengguna SIKP;
menentukan elemen data dalam laporan penyaluran Kredit Program;
memberikan rekomendasi lolos uji sistem online antara SIKP dengan sistem informasi Pengguna SIKP yang menggunakan koneksi langsung antar sistem;
mengakses dan memanfaatkan seluruh data yang terdapat di dalam SIKP;
menyetujui/menolak permintaan data dari Pengguna SIKP dan pihak lain;
melakukan pengawasan terhadap validitas data dan mengeluarkan data yang tidak valid dari basis data SIKP;
memberikan sanksi kepada Pengguna SIKP; dan
melaksanakan wewenang lain terkait proses bisnis SIKP sesuai dengan kebijakan pemerintah terkait Kredit Program.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c Pengelola SIKP dapat bekerjasama dengan pihak lain.
Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan pihak yang mempunyai kompetensi teknis di bidang sistem informasi dan teknologi pada:
unit eselon II lingkup Kementerian Keuangan;
Kementerian/Lembaga; atau
pihak swasta.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, huruf e, dan huruf f, Pengelola SIKP dapat menugaskan instansi vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Pengelolaan Anggaran dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap
Penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID 19) dan Program PEN melalui belanja bendahara umum negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
belanja Pemerintah Pusat pada BA BUN; dan
transfer ke daerah dan dana desa.
Belanja Pemerintah Pusat pada BA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain berupa pemberian subsidi bunga/margin kepada:
debitur perbankan;
perusahaan pembiayaan; dan/atau
lembaga penyalur program kredit Pemerintah yang memenuhi persyaratan.
Penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 __ (COVID- 19) dan Program PEN melalui belanja Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b berupa belanja Kementerian/Lembaga yang diarahkan untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) dan Program PEN termasuk beberapa komponen bantuan sosial dan bantuan Pemerintah.
Penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 __ (COVID- 19) dan Program PEN melalui pembiayaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, antara lain berupa:
PMN;
Penempatan Dana;
Investasi Pemerintah; dan/atau
Penjaminan.
Penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) __ dan Program PEN melalui tax expenditure sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d meliputi:
penyesuaian tarif pajak penghasilan wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap;
perlakuan perpajakan dalam kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik;
perpanjangan waktu pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan; dan
pemberian kewenangan kepada Menteri untuk memberikan fasilitas kepabeanan berupa pembebasan atau keringanan bea masuk dalam rangka penanganan kondisi darurat serta pemulihan dan penguatan ekonomi nasional.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non-Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) yang selanjutnya disebut BA 999.08 adalah subbagian anggaran bendahara umum negara yang menampung belanja Pemerintah Pusat untuk keperluan belanja pegawai, belanja bantuan sosial, belanja lain-lain yang pagu anggarannya tidak dialokasikan dalam bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/KPA atau pembantu penguna anggaran/kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan Negara dan/atau Perseroan Terbatas lainnya serta lembaga/badan lainnya, yang pengelolaannya dilakukan secara korporasi.
Penempatan Dana adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan menempatkan sejumlah dana pada bank umum tertentu dengan bunga tertentu.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Penjaminan dalam rangka Program PEN yang selanjutnya disebut Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh penjamin dalam rangka pelaksanaan Program PEN atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan.
Rincian Output yang selanjutnya disingkat RO adalah keluaran ( output) riil yang sangat spesifik yang dihasilkan oleh unit kerja Kementerian/Lembaga yang berfokus pada isu dan/atau lokasi tertentu serta berkaitan langsung dengan tugas dan fungsi unit kerja tersebut dalam mendukung pencapaian sasaran kegiatan yang telah ditetapkan.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disingkat APIP K/L adalah Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga.
Komite penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) dan pemulihan ekonomi nasional yang selanjutnya disebut Komite adalah komite yang dibentuk dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) serta pemulihan dan transformasi ekonomi nasional.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.