Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Relevan terhadap
Penilaian Massal untuk menentukan NJOP Bangunan objek pajak umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan dengan menyusun DBKB untuk setiap JPB.
JPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan atas:
perumahan;
perkantoran;
pabrik;
toko/apotek/pasar/ruko;
rumah sakit/klinik;
olahraga/rekreasi;
hotel/restoran/wisma;
bengkel/gudang/pertanian;
gedung pemerintah;
lain-lain;
Bangunan tidak kena pajak;
Bangunan parkir;
apartemen/kondominium;
pompa bensin (kanopi);
tangki minyak; dan
gedung sekolah.
Klasifikasi JPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
JPB 7 : hotel/restoran/wisma JPB 8 : bengkel/gudang/pertanian JPB 9 : gedung pemerintah JPB 10 : lain-lain JPB 11 : Bangunan tidak kena pajak JPB 12 : Bangunan parkir JPB 13 : apartemen/kondominium JPB 14 : pompa bensin (kanopi) JPB 15 : tangki minyak JPB 16 : gedung sekolah Berdasarkan JPB tersebut, DBKB dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu DBKB standar dan DBKB nonstandar.
Peraturan Presiden tentang Penrbahan Atas Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap Kendar ...
Relevan terhadap
a. penerimaan pembayaran PKB, BBNKB, Opsen PKB, dan/atau Opsen BBNKB; b. penerimaan pembayaran SWDKLLJ; c. penerimaan pembayaran administrasi STNK, TNKB, dan/atau NRKB pilihan; dan d. pencetakan dan validasi TBPKP. (3) Pelayanan penerimaan pembayaran dari petugas yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disalurkan kepada: a. bendahara Polri untuk penerimaan pembayaran besaran biaya administrasi STNK, TNKB, dan/atau NRKB pilihan; b. bendahara Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah provinsi yang melaksanakan pemungutan pajak provinsi untuk besaran PKB dan BBNKB; c. bendahara Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah kabupaten/kota yang melaksanakan pengelolaan penerimaan pajak kabupaten/kota untuk besaran Opsen PKB dan Opsen BBNKB; dan/atau d. bendahara Badan Usaha untuk besaran SWDKLLJ. (4) pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan mekanisme setoran yang dipisahkan secara langsung atau otomatis. (5) TBPKP yang terkait dengan PKB, BBNKB, Opsen PKB, dan Opsen BBNKB berfungsi sebagai surat setoran pajak daerah.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Bumi da ...
Relevan terhadap
Objek pajak diklasifikasikan menjadi:
objek pajak PBB Sektor Perkebunan meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan perkebunan;
objek pajak PBB Sektor Perhutanan meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan perhutanan;
objek pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi;
objek pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan untuk pengusahaan panas bumi;
objek pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan mineral atau batubara; dan
objek pajak PBB Sektor Lainnya meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai kelautan, yang;
selain diatur dalam peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, kecuali yang sudah diatur dalam peraturan daerah mengenai Pajak dan Retribusi yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; dan
selain objek pajak PBB Sektor Perkebunan, objek pajak PBB Sektor Perhutanan, objek pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, objek pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, atau objek pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara.
bahwa untuk menyesuaikan ketentuan klasifikasi objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor lainnya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah serta untuk meningkatkan pelayanan dan memberikan kemudahan bagi wajib pajak, perlu dilakukan perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, pada perairan yang digunakan untuk perikanan tangkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a yang terdapat hasil produksi ditentukan berdasarkan Nilai Jual Pengganti yang merupakan hasil perkalian pendapatan bersih perikanan tangkap dengan Angka Kapitalisasi.
NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, pada perairan yang digunakan untuk pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b yang terdapat hasil produksi ditentukan berdasarkan Nilai Jual Pengganti yang merupakan hasil perkalian pendapatan bersih pembudidayaan ikan dengan Angka Kapitalisasi.
NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, pada perairan yang digunakan untuk perikanan tangkap dan pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dan huruf b yang tidak terdapat hasil produksi ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, pada perairan yang digunakan untuk jaringan pipa, jaringan kabel, dan fasilitas penyimpanan dan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c, huruf d, atau huruf f, ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
NJOP bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 untuk objek pajak PBB Sektor Lainnya ditentukan berdasarkan Nilai Perolehan Baru.
Pembebasan Bea Masuk atas Impor Bibit dan Benih untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri Pertanian, Peternakan, atau Perikanan ...
Relevan terhadap
Untuk memperoleh pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pelaku Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), minimal memuat informasi mengenai:
nama dan alamat Pelaku Usaha;
nomor pokok wajib pajak;
rincian jumlah, jenis, perkiraan harga;
pelabuhan pemasukan Bibit dan Benih; dan
nomor dan tanggal invoice atau dokumen yang dipersamakan.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal dilampiri dengan dokumen pendukung berupa:
rekomendasi untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk dari pejabat paling rendah setingkat pimpinan tinggi pratama di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang:
pertanian;
lingkungan hidup dan kehutanan; dan/atau
kelautan dan perikanan; dan
invoice atau dokumen yang dipersamakan dengan invoice yang dikeluarkan/diterbitkan oleh penjual/ supplier .
Rekomendasi untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, minimal memuat:
nama dan alamat Pelaku Usaha;
nomor pokok wajib pajak;
rincian jumlah dan jenis barang beserta perkiraan nilai pabeannya; dan
uraian mengenai kegiatan yang dilakukan dalam rangka pembangunan dan pengembangan bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan secara elektronik ke Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui SINSW.
Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara manual disertai dengan:
lampiran permohonan dalam bentuk salinan cetak ( hard copy ); dan
salinan digital ( soft copy ) hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik.
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR/PENGELUARAN ^) BIBIT DAN BENIH UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERTANIAN, KESATU : Memberikan pembebasan bea masuk atas impor/pengeluaran ^) Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan, atau perikanan kepada:
Nama :
.........(2)...........
NPWP :
.........(9)...........
Alamat :
.........(10)........... dengan rincian jumlah, harga, negara asal, dan pelabuhan/bandar udara pemasukan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEDUA : Pelaksanaan pengimporan/pengeluaran ^*) Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU harus memenuhi ketentuan umum di bidang impor. KETIGA : Dalam hal Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU dikenakan ketentuan larangan, pembatasan, atau tata niaga impor, ketentuan tersebut harus dipenuhi pada saat barang tersebut diimpor. KEEMPAT : Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU akan dipergunakan untuk pembangunan dan pengembangan serta untuk dikembangbiakkan pada industri pertanian, peternakan, atau perikanan;
apabila syarat tersebut pada huruf a tidak dipenuhi atau terdapat penyalahgunaan dari barang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU, Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk ini dinyatakan tidak berlaku; dan
terhadap Bibit dan Benih yang telah disalahgunakan dikenakan bea masuk yang terutang serta sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. KELIMA : Menunjuk ..........(11)........... sebagai tempat pemasukan/pengeluaran ^*) , dan menunjuk ..........(12)........... sebagai Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU. KEENAM : Pemberian pembebasan bea masuk ini sewaktu-waktu dapat dilakukan pemeriksaan kemudian oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. KETUJUH : Jangka waktu pengimporan atas impor Bibit dan Benih yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU diberikan selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri ini. KEDELAPAN :
.........(2)........... wajib menyampaikan laporan pemanfaatan Bibit dan Benih kepada Kepala ..........(12)........... sebagai Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean setiap 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean sampai dengan terealisasinya tujuan untuk dikembangbiakkan. KESEMBILAN : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;
Menteri Keuangan;
..........(13)...........;
..........(2)............ Ditetapkan di ..........(14)............ pada tanggal ..........(15).............
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA *) Coret yang tidak perlu LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ..........(1).......... TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR ATAU PENGELUARAN BIBIT DAN BENIH UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERTANIAN, PETERNAKAN, ATAU PERIKANAN KEPADA ..........(2)........... DAFTAR BIBIT DAN BENIH YANG MENDAPATKAN PEMBEBASAN BEA MASUK Nama :
.........(2)............. NPWP :
.........(9)........... Alamat :
.........(10)........... NO URAIAN BIBIT DAN BENIH JUMLAH DAN SATUAN BIBIT DAN BENIH PERKIRAAN NILAI PABEAN NEGARA ASAL PELABUHAN PEMASUKAN a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nomor Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (2) : diisi Pelaku Usaha penerima pembebasan bea masuk. Nomor (3) : diisi nomor surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (4) : diisi tanggal surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (5) : diisi jabatan pejabat yang menandatangani surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (6) : diisi kementerian/lembaga penerbit rekomendasi beserta nomor dan tanggal rekomendasi. Nomor (7) : diisi nomor dan tanggal __ invoice atau dokumen yang dipersamakan. Nomor (8) : diisi nomor Peraturan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (9) : diisi Nomor Pokok Wajib Pajak Pelaku Usaha penerima pembebasan bea masuk Bibit dan Benih. Nomor (10) : diisi alamat Pajak Pelaku Usaha penerima pembebasan bea masuk Bibit dan Benih. Nomor (11) : diisi pelabuhan/bandar udara/gudang berikat/kawasan berikat/tempat penyelenggaraan pameran berikat/tempat lelang berikat/kawasan ekonomi khusus/kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas tempat penyelesaian kewajiban pabean Bibit dan Benih. Nomor (12) : diisi nama Kantor Pabean yang ditunjuk sebagai tempat penyelesaian kewajiban pabean atas impor Bibit dan Benih. Nomor (13) : diisi para pihak yang perlu diberikan salinan Keputusan Menteri. Nomor (14) : diisi kota tempat Keputusan Menteri ditetapkan. Nomor (15) : diisi tanggal Keputusan Menteri ditetapkan. Nomor (16) : diisi nama pejabat yang menandatangani Keputusan Menteri. Nomor (17) : diisi nomor urut Bibit dan Benih. Nomor (18) : diisi uraian jenis Bibit dan Benih. Nomor (19) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih. Nomor (20) : diisi perkiraan nilai pabean Bibit dan Benih. Nomor (21) : diisi negara asal Bibit dan Benih. Nomor (22) : diisi pelabuhan/bandar udara tempat pemasukan Bibit dan Benih. B. CONTOH FORMAT SURAT PEMBERITAHUAN PENOLAKAN PERMOHONAN UNTUK MENDAPATKAN PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR ATAU PENGELUARAN BIBIT DAN BENIH KOP SURAT __ Nomor :
............ (1).............. ............(2)............. Lampiran :
............ (3) ............. Hal : Pemberitahuan Penolakan Permohonan Pembebasan Bea Masuk atas Impor/Pengeluaran*) Bibit dan Benih Yth............... (4)...................…………………………………….. __ __ Sehubungan dengan surat Saudara Nomor ...............(5)..............., dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
Melalui surat Nomor...……….(5)……… tersebut, Saudara mengajukan permohonan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor/pengeluaran*) Bibit dan Benih berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ............... (6)..............., dengan rincian sebagai berikut ............... (7)...............
Sesuai dengan hasil penelitian terhadap berkas permohonan Saudara, dapat disampaikan bahwa:
.........................................................(8)................................................................... .............................................................................................................…………….
Memperhatikan dengan hal tersebut butir 2, permohonan Saudara ditolak/tidak dapat dilakukan pemrosesan lebih lanjut.
Dalam hal Saudara memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi ................(9).................... Demikian disampaikan untuk menjadi perhatian.
n. Menteri Keuangan Republik Indonesia Kepala ...........(10).............., Tembusan : *) Coret yang tidak perlu PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nomor surat pemberitahuan penolakan. Nomor (2) : diisi tanggal surat pemberitahuan penolakan. Nomor (3) : diisi jumlah dokumen yang dilampirkan dalam surat pemberitahuan penolakan. Nomor (4) : diisi nama lengkap dan jabatan pejabat yang menandatangani surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (5) : diisi nomor surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (6) : diisi nomor Peraturan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (7) : diisi rincian jumlah, jenis, perkiraan harga, dan informasi lainnya mengenai Bibit dan Benih yang diajukan permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (8) : diisi hasil penelitian terhadap berkas permohonan. Nomor (9) : diisi contact center Kantor Pabean. Nomor (10) : diisi nama Kantor Pabean yang menerbitkan surat pemberitahuan penolakan. Nomor (11) : diisi nama pejabat yang menandatangani surat pemberitahuan penolakan. Nomor (12) : diisi nama instansi yang diberikan tembusan atas terbitnya surat pemberitahuan penolakan. C. CONTOH FORMAT LAPORAN PEMANFAATAN BIBIT DAN BENIH LAPORAN PEMANFAATAN BIBIT DAN BENIH YANG MENDAPATKAN PEMBEBASAN BEA MASUK Nama Pelaku Usaha/Perusahaan :
.…(1)….. Nomor Surat KMK :
.…(2)….. No. Periode Pelaporan Realisasi Impor Pemanfaatan Bibit/Benih Hasil Pengembangbiakan Keterangan No Pendaftaran PIB Tgl PIB Uraian Barang Jumlah Jumlah Pemanfaatan pada periode pelaporan Akumulasi Pemanfaatan s.d. periode pelaporan Sisa Pemanfaatan Jumlah yang tidak dimanfaatkan Total Pengembangbiakan Akumulasi Pengembangbiakan s.d. periode pelaporan …(3)…...(4)…...(5)…...(6)…...(7)…...(8)…...(9)…...(10)…...(11)…...(12)…...(13)…...(14)…...(15)… ……….(18)………. PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nama Pelaku Usaha penerima pembebasan bea masuk. Nomor (2) : diisi nomor Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (3) : diisi nomor urut Bibit dan Benih. Nomor (4) : diisi dengan urutan angka romawi, tanggal, bulan, dan tahun periode pelaporan. Nomor (5) : diisi nomor pemberitahuan pabean impor dari barang impor yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (6) : diisi tanggal, bulan, dan tahun pemberitahuan pabean impor dari barang impor yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (7) : diisi uraian jenis Bibit dan Benih. Nomor (8) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih. Nomor (9) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih yang sudah dimanfaatkan pada periode pelaporan. Nomor (10) : diisi akumulasi jumlah dan satuan Bibit dan Benih yang sudah dimanfaatkan sampai dengan periode pelaporan. Nomor (11) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih yang belum dimanfaatkan sampai dengan periode pelaporan. Nomor (12) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih yang tidak dimanfaatkan. Contoh : mati atau rusak. Nomor (13) : diisi jumlah dan satuan tumbuhan atau hewan yang dihasilkan atas hasil pengembangbiakan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. Nomor (14) : diisi akumulasi jumlah dan satuan tumbuhan atau hewan yang dihasilkan atas hasil pengembangbiakan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. Nomor (15) : diisi keterangan “mati”, “rusak”, atau keterangan lainnya atas Bibit dan Benih yang tidak dimanfaatkan. Nomor (16) : diisi tempat diterbitkannya laporan pemanfaatan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. Nomor (17) : diisi tanggal, bulan, dan tahun diterbitkannya laporan pemanfaatan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. Nomor (18) : diisi nama dan jabatan pejabat dari Pelaku Usaha yang menandatangani laporan pemanfaatan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. D. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PEMBERIAN IZIN PEMUSNAHAN BIBIT DAN BENIH KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ..........(1).......... TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMUSNAHAN BIBIT DAN BENIH YANG DIIMPOR/DIKELUARKAN*) DENGAN MEMPEROLEH PEMBEBASAN BEA MASUK UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERTANIAN, PETERNAKAN, ATAU PERIKANAN KEPADA ..........(2).......... MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menetapkan : PEMBEBASAN DARI KEWAJIBAN PEMBAYARAN BEA MASUK YANG TERUTANG KARENA KEADAAN KAHAR ( FORCE MAJEURE ) ATAS BIBIT DAN BENIH YANG MENDAPAT FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK KEPADA……….(2)………. KESATU : Memberikan persetujuan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ) atas bibit dan benih yang telah mendapatkan pembebasan bea masuk kepada:
Nama :
..………..…….…..…(2)……………..………………… b. NPWP :
Alamat :
..………..…….….….(10)…..………..………………… dengan rincian jumlah dan jenis barang sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEDUA : Keputusan Menteri ini berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan. KETIGA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
...…….(11)……….
...……………….. dst Ditetapkan di...…….(12)………. pada tanggal...….….(13)……….
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA KANTOR...…….(14)………., ……….(15)………. LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...…….(1)………. TENTANG PEMBEBASAN DARI KEWAJIBAN PEMBAYARAN BEA MASUK YANG TERUTANG KARENA KEADAAN KAHAR ( FORCE MAJEURE ) ATAS BIBIT DAN BENIH YANG MENDAPAT FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK KEPADA……….(2)………. DAFTAR BIBIT DAN BENIH YANG MENDAPAT PEMBEBASAN DARI KEWAJIBAN PEMBAYARAN BEA MASUK YANG TERUTANG KARENA KEADAAN KAHAR ( FORCE MAJEURE ) ATAS BIBIT DAN BENIH YANG MENDAPAT FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK KEPADA……….(2)………. NO. URAIAN BARANG JUMLAH BARANG SATUAN BARANG NILAI PABEAN POS TARIF/HS, TARIF BM KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK NEGARA ASAL KANTOR PABEAN TEMPAT PEMASUKAN PEMBERITAHUAN PABEAN NOMOR TANGGAL NO. URUT NOMOR TANGGA L ..(16)..
.(17)..
.(18)..
.(19)..
.(20)..
.(21)..
.(22)..
.(23)..
.(24)..
.(25)..
.(26)..
.(27)..
.(28)..
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA KANTOR...…….(14)………., ……….(15)………. PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nomor Keputusan Menteri mengenai pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ) atas Bibit dan Benih yang telah mendapatkan pembebasan bea masuk. Nomor (2) : diisi nama penerima pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (3) : diisi nomor surat permohonan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (4) : diisi tanggal surat permohonan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (5) : diisi jabatan pejabat yang menandatangani surat permohonan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (6) : diisi dokumen pendukung yang dilampirkan dalam permohonan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (7) : diisi nomor Peraturan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (8) : diisi nomor Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (9) : diisi Nomor Pokok Wajib Pajak penerima pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (10) : diisi alamat penerima pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (11) : diisi para pihak yang perlu diberikan salinan Keputusan Menteri. Nomor (12) : diisi kota tempat Keputusan Menteri ditandatangani. Nomor (13) : diisi tanggal Keputusan Menteri ditandatangani. Nomor (14) : diisi nama Kantor Pabean yang menerbitkan Keputusan Menteri. Nomor (15) : diisi nama pejabat yang menandatangani Keputusan Menteri. Nomor (16) : diisi nomor urut Bibit dan Benih. Nomor (17) : diisi uraian jenis Bibit dan Benih. Nomor (18) : diisi jumlah Bibit dan Benih. Nomor (19) : diisi satuan Bibit dan Benih. Nomor (20) : diisi nilai pabean Bibit dan Benih. Nomor (21) : diisi pos HS dan tarif bea masuk. Nomor (22) : diisi nomor Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor/pengeluaran*) Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (23) : diisi tanggal Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor/pengeluaran*) Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (24) : diisi nomor urut Bibit dan Benih dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor/pengeluaran*) bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (25) : diisi negara asal barang Bibit dan Benih. Nomor (26) : diisi nama Kantor Pabean tempat pemasukan barang. Nomor (27) : diisi nomor pemberitahuan pabean dari barang impor terkait Bibit dan Benih. Nomor (28) : diisi tanggal, bulan, dan tahun pemberitahuan pabean dari barang impor terkait Bibit dan Benih. I. CONTOH FORMAT SURAT PEMBERITAHUAN PENOLAKAN PEMBEBASAN DARI KEWAJIBAN PEMBAYARAN BEA MASUK YANG TERUTANG KARENA KEADAAN KAHAR ( FORCE __ MAJEURE ) KOP SURAT __ Nomor :
............ (1) ............. ........... (2) ............. Lampiran :
............ (3) ............. Hal : Pemberitahuan Penolakan Permohonan Pembebasan Dari Kewajiban Membayar Bea Masuk yang Terutang Karena Keadaan Kahar ( Force Majeure ) Yth. Pimpinan .......... (4) ..................…………………………………….. __ __ Sehubungan dengan surat Saudara Nomor ...............(5)..............., bersama ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
Melalui surat Nomor...……….(5)……… tersebut, Saudara mengajukan permohonan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ) atas Bibit dan Benih yang pada saat impornya/pengeluaran*) mendapatkan pembebasan bea masuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor ...............(6)............... dengan rincian sebagai berikut ...............(7)...............
Sesuai dengan hasil penelitian terhadap berkas permohonan Saudara, dapat disampaikan bahwa:
.........................................................(8)................................................................... .…………….. ............................................................................................................
Memperhatikan hal tersebut butir 2, permohonan Saudara ditolak/tidak dapat diproses lebih lanjut.
Saudara dapat mengajukan kembali permohonan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ) setelah memenuhi alasan penolakan sebagaimana dimaksud pada butir 2.
Dalam hal Saudara memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi ................(9).................... Demikian disampaikan untuk menjadi perhatian.
n. Menteri Keuangan Republik Indonesia Tembusan:
................... (12) .................... *) Coret yang tidak perlu PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nomor surat pemberitahuan penolakan. Nomor (2) : diisi tanggal surat pemberitahuan penolakan. Nomor (3) : diisi jumlah dokumen yang dilampirkan dalam surat pemberitahuan penolakan. Nomor (4) : diisi nama lengkap dan jabatan pejabat yang menandatangani surat permohonan persetujuan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (5) : diisi nomor surat permohonan persetujuan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (6) : diisi nomor Peraturan Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (7) : diisi rincian jumlah, jenis, perkiraan harga, dan informasi lainnya mengenai Bibit dan Benih yang diajukan permohonan persetujuan pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang karena keadaan kahar ( force majeure ). Nomor (8) : diisi hasil penelitian terhadap berkas permohonan. Nomor (9) : diisi contact center Kantor Pabean. Nomor (10) : diisi nama Kantor Pabean yang menerbitkan surat pemberitahuan penolakan. Nomor (11) : diisi nama pejabat yang menandatangani surat pemberitahuan penolakan. Nomor (12) : diisi nama instansi yang diberikan tembusan atas terbitnya surat pemberitahuan penolakan. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI
Tata Cara Pelaksanaan Subsidi Bunga/Subsidi Margin Kredit Usaha Alat dan Mesin Pertanian
Relevan terhadap
Subsidi diberikan kepada Penerima Kredit Alsintan yang memiliki usaha pengelolaan Taksi Alsintan layak dibiayai, yang meliputi:
petani;
kelompok tani/gabungan kelompok tani; dan/atau
pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah pada sektor pertanian.
Kriteria dan persyaratan penerima Kredit Alsintan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian mengenai Taksi Alsintan.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Alat dan Mesin Pertanian yang selanjutnya disebut Alsintan adalah peralatan yang dioperasikan dengan motor penggerak ataupun tanpa motor penggerak untuk kegiatan budi daya Pertanian.
Taksi Alsintan adalah kegiatan model tata kelola usaha jasa Alsintan dengan sistem jasa sewa atau kepemilikan Alsintan, dengan dukungan pemanfaatan teknologi informasi untuk penguatan usaha/bisnis kelembagaan pengelola Alsintan.
Kredit Usaha Alat dan Mesin Pertanian yang selanjutnya disebut Kredit Alsintan adalah kredit/pembiayaan investasi yang dikhususkan untuk pembelian Alat dan Mesin Pertanian yang diusahakan sebagai Taksi Alsintan yang diberikan oleh penyalur Kredit Alsintan kepada penerima Kredit Alsintan yang memperoleh subsidi bunga dari pemerintah.
Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga yang seharusnya diterima oleh penyalur Kredit Alsintan dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada penerima Kredit Alsintan.
Subsidi Margin adalah bagian margin yang menjadi beban pemerintah sebesar selisih antara margin yang seharusnya diterima oleh penyalur Kredit Alsintan dengan margin yang dibebankan kepada penerima Kredit Alsintan dalam skema pembiayaan syariah.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi nonkementerian negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Anggaran Subsidi Kredit Usaha Alat Mesin Pertanian yang selanjutnya disingkat KPA Alsintan adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran untuk pembayaran subsidi atas Kredit Alsintan.
Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya disebut Komite Kebijakan adalah komite yang dibentuk oleh Presiden dengan Keputusan Presiden yang diberi kewenangan dalam memberikan arahan terhadap kebijakan program Kredit Alsintan.
Penerima Kredit Alsintan adalah pihak yang memenuhi kriteria untuk menerima Kredit Alsintan sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Kredit Alsintan.
Penyalur Kredit Alsintan adalah lembaga keuangan atau koperasi yang memenuhi persyaratan untuk menyalurkan Kredit Alsintan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai pedoman pelaksanaan Kredit Alsintan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran BUN Belanja Subsidi.
Baki Debet adalah sisa pokok pinjaman/sisa pokok pembiayaan yang wajib dibayar kembali oleh Penerima Kredit Alsintan kepada Penyalur Kredit Alsintan.
Sistem Informasi Kredit Program yang selanjutnya disingkat SIKP adalah sistem informasi elektronik yang digunakan untuk menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran kredit program.
Tahun Penyaluran adalah periode penyaluran Kredit Alsintan mulai bulan Januari sampai dengan Desember berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Komite Kebijakan.
Rencana Target Penyaluran yang selanjutnya disingkat RTP adalah rencana yang disusun oleh Penyalur Kredit Alsintan untuk menyalurkan Kredit Alsintan selama Tahun Penyaluran.
Indikasi Kebutuhan Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat IKD adalah indikasi dana untuk pemenuhan kewajiban pemerintah yang penganggarannya hanya ditampung pada bagian anggaran BUN.
Penjamin Kredit Alsintan adalah perusahaan penjaminan dan perusahaan lain yang ditunjuk untuk memberikan penjaminan Kredit Alsintan.
Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial debitur Kredit Alsintan oleh Penjamin Kredit Alsintan baik berdasarkan prinsip konvensional maupun syariah.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang selanjutnya disingkat BPKP merupakan aparat pengawasan intern pemerintah yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional.
Untuk menyusun pengalokasian subsidi penyaluran Kredit Alsintan, KPA Alsintan berkoordinasi dengan sekretariat Komite Kebijakan untuk melaksanakan rapat sinkronisasi kebijakan Kredit Alsintan.
Rapat sinkronisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur:
sekretariat Komite Kebijakan;
KPA Alsintan;
Kementerian Keuangan; dan
Kementerian/Lembaga yang terkait dengan penyusunan arah kebijakan Kredit Alsintan.
Unsur Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri dari unit kerja eselon I yang memiliki tugas dan fungsi di bidang:
fiskal dan sektor keuangan;
penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak; dan c. perbendaharaan negara.
Rapat sinkronisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membahas persiapan penyusunan pengalokasian subsidi penyaluran Kredit Alsintan dengan minimal mempertimbangkan:
hasil penilaian dan evaluasi atas kinerja penyaluran Kredit Alsintan periode sebelumnya;
RTP Kredit Alsintan;
kapasitas fiskal keuangan negara;
hasil reviu BPKP; dan
kebijakan pelaksanaan Kredit Alsintan.
Hasil rapat sinkronisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menghasilkan usulan pengalokasian subsidi Kredit Alsintan sebagai bahan pertimbangan dalam rapat koordinasi Komite Kebijakan.
Rapat sinkronisasi kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebelum pelaksanaan rapat koordinasi Komite Kebijakan.
Biaya Operasional Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG OPERASIONAL PEMUNGUTAN PAJAK BUMI BANGUNAN. BIAYA DAN jdih.kemenkeu.go.id Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan selain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. 3. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah otonom penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah otonom, serta kepada daerah otonom lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/ a tau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah. 4. Biaya Operasional Pemungutan yang selanjutnya disingkat BOP adalah biaya yang meliputi kegiatan pemungutan PBB yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. 5. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 2 (1) Penerimaan PBB terdiri atas penerimaan negara yang berasal dari objek pajak PBB:
sektor perkebunan;
sektor perhutanan;
sektor pertambangan minyak dan gas bumi;
sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi;
sektor pertambangan mineral atau batubara; dan
sektor lainnya. (2) Rincian objek pajak PBB atas masing-masing sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi objek pajak PBB. Pasal 3 Penerimaan PBB se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dialokasikan kepada Daerah dalam bentuk DBH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah memperhitungkan BOP. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 4 (1) BOP sehagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan sehagai herikut:
BOP PBB sektor perkehunan sehesar 5,4% (lima koma empat persen) dari penerimaan PBB sektor perkehunan;
BOP PBB sektor perhutanan sehesar 5,85% (lima koma delapan lima persen) dari penerimaan PBB sektor perhutanan;
BOP PBB sektor pertamhangan minyak dan gas humi sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertamhangan minyak dan gas humi;
BOP PBB sektor pertamhangan untuk pengusahaan panas humi sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertamhangan untuk pengusahaan panas humi;
BOP PBB sektor pertamhangan mineral atau hatu hara sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertamhangan mineral atau hatu hara; dan
BOP PBB sektor lainnya sehesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor lainnya. (2) Penganggaran BOP sehagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lehih lanjut mengenai penggunaan BOP sehagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Pasal 5 Perhitungan BOP · terhadap pemungutan PBB yang merupakan hagian dari DBH PBB, dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN peruhahan. Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai herlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Perkiraan Defisit dan Pembiayaan Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja selama 1 (satu) periode pelaporan.
Asset Liability Committee Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut ALCO adalah komite yang bertugas untuk membantu Menteri Keuangan dalam melakukan asesmen kondisi ekonomi makro, pasar keuangan, dan sektor fiskal yang berdampak pada pelaksanaan APBN dan menyusun rekomendasi kebijakan terkait ekonomi makro, pasar keuangan dan pengelolaan serta pengendalian pendapatan, belanja, keseimbangan primer, defisit dan/atau surplus, pembiayaan APBN, dan kondisi likuiditas kas negara.
Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat SAL adalah akumulasi neto dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiKPA) tahun-tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan.
Pinjaman Tunai adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan Defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang.
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Penagihan Utang Kepabeanan dan Cukai
Relevan terhadap 2 lainnya
PEMINDAHBUKUAN HARTA KEKAYAAN YANG TERSIMPAN PADA LEMBAGA JASA KEUANGAN SEKTOR PERBANKAN, LEMBAGA JASA KEUANGAN SEKTOR PERASURANSIAN, DAN/ATAU LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI ..……………………………(1)…………………………….. ……………………………(2)…………………………… Nomor :
Pembayaran Utang dan Biaya Penagihan dengan menggunakan harta kekayaan Penanggung Utang yang telah diblokir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada pejabat.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan:
cetakan bukti pembuatan tagihan penerimaan negara bukan pajak atau yang dipersamakan untuk pembayaran Biaya Penagihan;
cetakan kode billing untuk pembayaran Utang; dan
surat permintaan pemindahbukuan kepada Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan, Lembaga Jasa Keuangan sektor perasuransian, dan/atau Lembaga Jasa Keuangan lainnya sebagai pelunasan Utang dan Biaya Penagihan dengan menggunakan harta kekayaan yang telah diblokir.
Permohonan penggunaan harta kekayaan Penanggung Utang yang telah diblokir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat permohonan penggunaan harta kekayaan yang diblokir untuk membayar Utang dan Biaya Penagihan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Permintaan pemindahbukuan sebagai pelunasan Utang dan Biaya Penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dituangkan dalam surat permintaan pemindahbukuan dari pihak pemilik harta kekayaan yang diblokir kepada pihak Lembaga Jasa Keuangan sektor perbankan, Lembaga Jasa Keuangan sektor perasuransian, dan/atau Lembaga Jasa Keuangan lainnya sebagai pelunasan Utang dan Biaya Penagihan dengan menggunakan harta kekayaan yang telah diblokir dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf T yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
KEKAYAAN YANG TERSIMPAN PADA LEMBAGA JASA KEUANGAN SEKTOR PERBANKAN, LEMBAGA JASA KEUANGAN SEKTOR PERASURANSIAN, DAN/ATAU LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI ……………………(1)………………………...…………………(2)……………………… Nomor :
Fasilitas untuk Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Pemanfaatan Barang Milik Negara dan/atau Pemindahtanganan Barang Milik Negara dalam Rangka Persiap ...
Relevan terhadap
Badan usaha milik negara yang diberi penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) melaksanakan tugas pelaksana Fasilitas paling kurang sebagai berikut:
melaksanakan penugasan untuk mencapai tujuan Fasilitas;
menyusun tata kelola pelaksanaan Fasilitas untuk dituangkan dalam Perjanjian Pelaksanaan Fasilitas, termasuk menyusun dan merancang Perjanjian Pelaksanaan Fasilitas tersebut;
mengelola dan mengadministrasikan kegiatan untuk pelaksanaan Fasilitas, berupa pemberian asistensi dan/atau konsultasi kepada PJPBMN sesuai dengan jenis dan ruang lingkup Fasilitas yang disediakan, termasuk menyusun dan menyampaikan Hasil Keluaran; dan
membangun kerja sama dan menjalankan koordinasi yang baik dengan pihak lainnya yang terkait dengan pelaksanaan Fasilitas.
Dalam melaksanakan penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), badan usaha milik negara dapat:
melakukan kerja sama dengan lembaga nasional, lembaga internasional, pihak lain yang memiliki keahlian di bidang properti dan/atau sektor terkait;
mengadakan Penasihat Transaksi untuk membantu dalam melaksanakan Fasilitas; dan/atau
mengembangkan sistem dengan perangkat keras dan/atau lunak yang diperlukan untuk membantu percepatan pelaksanaan penugasan khusus dan membantu integritas data dan informasi yang digunakan.
Kerja sama dan/atau pengadaan Penasihat Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan peraturan internal badan usaha milik negara yang bersangkutan.
Dalam rangka kerja sama dengan dengan lembaga nasional, lembaga internasional, pihak lain yang memiliki keahlian di bidang properti dan/atau sektor terkait dan/atau pengadaan Penasihat Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan/atau PJPBMN dapat memberikan pertimbangan mengenai kualifikasi dari Penasihat Transaksi.
Badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), melakukan kegiatan sebagai berikut:
menyampaikan laporan secara berkala yang paling sedikit berisi analisis atas pelaksanaan Fasilitas dan rencana tindak lanjut kepada Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan/atau PJPBMN atas pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3);
menyampaikan informasi dan keterangan terkait pelaksanaan Fasilitas, dalam hal diperlukan untuk pengawasan dan evaluasi pelaksanaan penugasan khusus; dan
bertanggung jawab untuk memastikan Pemanfaatan BMN dan/atau Pemindahtanganan BMN secara profesional dan tercapainya maksud dan tujuan pelaksanaan Fasilitas termasuk terlaksananya tugas dan tanggung jawab lembaga nasional, lembaga internasional, pihak lain yang memiliki keahlian di bidang properti dan/atau sektor terkait, dan Penasihat Transaksi.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan ...
Relevan terhadap
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2025 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERSIFAT VOLATIL YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERSIFAT VOLATIL YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (RUPIAH) I. JASA PENGUJIAN LABORATORIUM A. Pengujian Kualitas Air dan Lingkungan pada Seluruh Tahapan Unit Usaha Sektor Kelautan dan Perikanan 1. Biotik a. Fitoplankton dan Zooplankton ( Setting Volume/Displacement Volume ) Per Contoh 20.000,00 b. Identifikasi Fitoplankton sampai Genus Per Contoh 75.000,00 c. Identifikasi Fitoplankton sampai Spesies Per Contoh 100.000,00 d. Identifikasi Zooplankton sampai Genus Per Contoh 75.000,00 e. Identifikasi Zooplankton sampai Spesies Per Contoh 100.000,00 f. Identifikasi Makrobenthos sampai Genus Per Contoh 50.000,00 g. Identifikasi Makrobenthos sampai Spesies Per Contoh 100.000,00 h. Indeks keragaman, keseragaman, dominansi Fitoplankton Per Contoh 70.000,00 i. Indeks keragaman, keseragaman, dominansi Zooplankton Per Contoh 70.000,00 j. Indeks keragaman, keseragaman, dominansi Makrobenthos Per Contoh 50.000,00 k. Analisis isi saluran pencernaan Per Contoh 100.000,00 l. Fekunditas Per Contoh 70.000,00 m. Diameter Telur Per Contoh 35.000,00 n. Taksonomi Ikan Per Contoh 35.000,00 o. Air untuk Penanganan dan/atau Pengolahan Produk Perikanan
PAJAK SATUAN TARIF (RUPIAH) g. Analisis Mayor Histocompatibility Complex (MHC) Per Contoh 250.000,00 h. Analisis Mytocondria Deoxyribonucleic Acid Per Contoh 250.000,00 i. Pelayanan Transfer Gen dengan Elektroforator Per Contoh 115.000,00 j. Konsentrasi Deoxyribonucleic Acid (DNA)/Ribonucleic Acid (RNA) (Fluorometri) Per Contoh 45.000,00 11. Analisis/Identifikasi/Pemeriksaan dengan Metode Sekuensing a. Sekuensing Lengkap Forward Per Contoh 300.000,00 b. Sekuensing Lengkap Reverse Per Contoh 300.000,00 c. Purifikasi Produk Polymerase Chain Reaction (PCR) Per Contoh 50.000,00 d. Analisis Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) Per Contoh 90.000,00 C. Pelayanan Pemeriksaan/Uji Mutu Hasil Perikanan Sektor Kelautan dan Perikanan 1. Uji Mikrobiologi Produk Hasil Perikanan a. Angka Lempeng 1) Angka Lempeng Total (ALT) / Total Plate Count (TPC) Per Contoh 75.000,00 2) Angka Lempeng Total (ALT) Termofil Aerob/ Mesofil Aerob Per Contoh 100.000,00 3) Angka Lempeng Total (Termofil Anaerob) Per Contoh 100.000,00 b. Identifikasi Bakteri/Kapang/Khamir (Paket Harga untuk Lingkup Uji Pendahuluan, Isolasi, Mikroskopis, Biokimia/Konvensional) Per Contoh Per Paket 1.000.000,00 c. Total Coliform Per Contoh 75.000,00 d. Total Coliform , Produk Kekerangan Per Contoh 150.000,00 e. Identifikasi Escherichia coli , Produk Kekerangan Per Contoh 300.000,00 f. Identifikasi Escherichia coli Per Contoh 245.000,00 g. Vibrio cholerae/Vibrio parahaemolyticus Per Contoh 375.000,00 h. Salmonella Per Contoh 350.000,00 i. Staphylococcus aureus Per Contoh 360.000,00 j. Total Staphylococcus Per Contoh 210.000,00 k. Listeria monocytogenes Per Contoh 350.000,00 l. Total Jamur/Kapang/Yeast/ Khamir Per Contoh 260.000,00