Cipta Kerja
Relevan terhadap
Ayat(l) Huruf a Tujuan Penataan Ruang Wilayah nasional mencerminkan keterpaduan pembangunan antarsektor, antarwilayah, dan antarpemangku kepentingan. Kebijakan dan strategi Penataan Ruang Wilayah nasional merupakan landasan bagi pembangunan nasional yang memanfaatkan Ruang. Kebijakan dan strategi Penataan Ruang Wilayah nasional dirumuskan dengan mempertimbangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, ketersediaan data dan informasi, serta pembiayaan pembangunan. Kebijakan dan strategi Penataan Ruang Wilayah nasional, antara lain, dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing nasional dalam menghadapi tantangan global, serta mewujudkan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Huruf b Sistem perkotaan nasional dibentuk dari Kawasan Perkotaan dengan skala pelayanan yang berhierarki yang meliputi pusat kegiatan skala nasional, pusat kegiatan skala Wilayah, dan pusat kegiatan skala lokal. Pusat kegiatan tersebut didukung dan dilengkapi dengan jaringan prasarana Wilayah yang tingkat pelayanannya disesuaikan dengan hierarki kegiatan dan kebutuhan pelayanan. Sistem jaringan prasarana utama merupakan sistem primer yang dikembangkan untuk mengintegrasikan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia selain untuk melayani kegiatan berskala nasional yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan ketenagalistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air. Yang termasuk dalam sistem jaringan primer yang direncanakan adalah jaringan transportasi untuk menyediakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) bagi lalu lintas damai sesuai dengan ketentuan hukum internasional. Huruf c Pola Ruang Wilayah nasional merupakan gambaran Pemanfaatan Ruang Wilayah nasional, baik untuk pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budi daya yang bersifat strategis nasional, yang ditinjau dari berbagai sudut pandang akan lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. Kawasan Lindung nasional, antara lain, Kawasan Lindung yang secara ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak lebih dari satu Wilayah provinsi, Kawasan Lindung yang memberikan pelindungan terhadap Kawasan bawahannya yang terletak di Wilayah provinsi lain, Kawasan Lindung yang dimaksudkan untuk melindungi warisan kebudayaan nasional, Kawasan hulu daerah aliran sungai suatu bendungan atau waduk, dan Kawasan Lindung lain yang menurut peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Kawasan Lindung nasional adalah Kawasan yang tidak diperkenankan dan/atau dibatasi pemanfaatan ruangnya dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan, warisan budaya dan sejarah, serta untuk mengurangi dampak dari bencana alam. Kawasan Budi Daya yang mempunyai nilai strategis nasional, antara lain Kawasan yang dikembangkan untuk mendukung fungsi pertahanan dan keamanan nasional, Kawasan industri strategis, Kawasan pertambapgan sumber daya alam strategis, Kawasan Perkotaan, Kawasan Metropolitan, dan Kawasan Budi Daya lain yang menurut peraturan perundang-undangan penzman dan/atau pengelolaannya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Huruf d Yang termasuk Kawasan Strategis Nasional adalah Kawasan yang menurut peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai Kawasan khusus. Huruf e lndikasi program utama merupakan petunjuk yang memuat usulan program utama, perkiraan pendanaan beserta sumbernya, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan dalam rangka mewujudkan Pemanfaatan Ruang yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang. Indikasi program utama merupakan acuan utama dalam penyusunan program Pemanfaatan Ruang yang merupakan kunci dalam pencapaian tujuan Penataan Ruang, serta acuan sektor dalam menyusun rencana strategis beserta besaran investasi. Indikasi program utama 5 (lima) tahunan disusun untuk jangka waktu rencana 20 (dua puluh) tahun. Huruf f Cukup jelas. Ayat (2) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi acuan bagi instansi pemerintah tingkat pusat dan daerah serta masyarakat untuk mengarahkan lokasi dan memanfaatkan Ruang dalam menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan Pemanfaatan Ruang. Ayat (3) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dengan visi yang lebih jauh ke depan yang merupakan matra spasial dari rencana pembangunan jangka panjang. Apabila jangka waktu 20 (dua puluh) tahun Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional berakhir, dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang baru, hak yang telah dimiliki Orang yang jangka waktunya melebihi jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional tetap diakui. Ayat (4) Peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional merupakan upaya untuk melihat kesesuaian antara Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan kebutuhan pembangunan yang memperhatikan perkembangan lingkungan strategis dan dinamika internal, serta pelaksanaan Pemanfaatan Ruang. Hasil pemnJauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional berisi rekomendasi tindak lanjut sebagai berikut:
perlu dilakukan revisi karena ada perubahan kebijakan nasional yang mempengaruhi Pemanfaatan Ruang akibat perkembangan teknologi dan/atau keadaan yang bersifat mendasar; atau
tidak perlu dilakukan revisi karena tidak ada perubahan kebijakan nasional yang mempengaruhi Pemanfaatan Ruang akibat perkembangan teknologi dan keadaan yang bersifat mendasar. Ayat (5) Peninjauan kembali dan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahun hanya apabila memenuhi syarat terjadinya perubahan lingkungan strategis. Peninjauan ke~bali dilakukan bukan untuk pemutihan penyimpangan Pemanfaatan Ruang. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Ayat (6) Termasuk kebijakan nasional yang bersifat strategis antara lain pengembangan infrastruktur, pengembangan Wilayah, dan pengembangan ekonomi. Cukup jelas. Angka 12
Pemerintah Pusat mendorong implementasi pengelolaan terpadu Usaha Mikro dan Kecil dalam penataan klaster melalui sinergi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan terkait.
Pengelolaan terpadu U saha Mikro dan Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kumpulan kelompok Usaha Mikro dan Kecil yang terkait dalam:
suatu rantai produk umum;
ketergantungan atas keterampilan tenaga kerja yang serupa; atau
penggunaan teknologi yang serupa dan saling melengkapi secara terintegrasi. RE: PUBLIK INDONESIA (3) Saling melengkapi secara terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan di lokasi klaster dengan tahap pendirian/legalisasi, pembiayaan, penyediaan bahan baku, proses produksi, kurasi, dan pemasaran produk Usaha Mikro dan Kecil melalui perdagangan elektronik/ non elektronik. (4) Pen en tuan lokasi klaster U saha Mikro dan Kecil disusun dalam program Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan pemetaan potensi, keunggulan daerah, dan strategi penentuan lokasi usaha. (5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melaksanakan pendampingan sebagai upaya pengembangan Usaha Mikro dan Kecil untuk memberi dukungan manajemen, sumber daya manusia, anggaran, serta sarana dan prasarana.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyediakan dukungan sumber daya manusia, anggaran, serta sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memberikan fasilitas yang meliputi:
lahan lokasi klaster;
aspek produksi;
infrastruktur;
rantai nilai;
pendirian badan hukum;
sertifikasi dan standardisasi;
promos1;
pemasaran;
digi talisasi; dan J. penelitian dan pengembangan.
Pemerintah Pusat mengoordinasikan pengelolaan terpadu U saha Mikro dan Kecil dalam penataan klaster.
Pemerintah Pusat melakukan evaluasi pengelolaan terpadu Usaha Mikro dan Kecil dalam penataan klaster.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan terpadu Usaha Mikro dan Kecil diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Keenam Kemitraan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2019
Relevan terhadap
Dalam hal perkiraan realisasi ^penerimaan negara ^tidak sesuai dengan target dan/atau adanya ^perkiraan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya ^danlatau pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan dalam ^APBN Tahun Anggaran 2019, maka dapat dilakukan:
penggunaan dana SAL;
penambahan penerbitan SBN;
pemanfaatan sementara saldo ^kas BLU; ^dan/atau d. penyesuaian Belanja Negara.
Pemerintah dapat melakukan pembelian kembali ^SBN untuk kepentingan stabilisasi ^pasar dan ^pengelolaan ^kas dengan tetap memperhatikan ^jumlah ^kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan.
Datam hat terdapat instrumen ^pembiayaan dari ^utang yang lebih menguntungkan dan/atau ketidaktersediaan salah satu instrumen pembiayaan dari utang, ^Pemerintah dapat melakukan perr.rbahan komposisi ^instrumen pembiayaan utang dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan fiskal.
Dalam hal diperlukan realokasi anggaran bunga utang sebagai dampak perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat melakukan realokasi dari pembayaran bunga utang luar negeri ke pembayaran bunga utang dalam negeri atau sebaliknya. (5) Untuk menurunkan biaya penerbitan SBN dan/atau memastikan ketersediaan pembiayaan melalui utang, Pemerintah dapat menerima jaminan penerbitan utang dari lembaga yang dapat menjalankan fungsi penjaminan, dan/atau menerima fasilitas dalam bentuk dukungan pembiayaan. (6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) ditetapkan oleh Pemerintah dan dilaporkan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 20'19 dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 20t9.
Ayat (1) Khusus untuk pemanfaatan sementara saldo kas BLU dilakukan dengan mempertimbangkan ^jenis BLU dan efektivitas saldo kas BLU yang akan dimanfaatkan sementara sehingga tidak mengganggu operasional dan manajemen kas BLU. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang meliputi perubahan SBN neto, penarikan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penarikan Pinjaman Luar Negeri. Penarikan Pinjaman Luar Negeri meliputi penarikan Pinjaman Tunai dan Pinjaman Kegiatan. Dalam hal Pinjaman Luar Negeri dan/atau Pinjaman Dalam Negeri tidak tersedia dapat digantikan dengan penerbitan SBN atau sebaliknya dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan fiskal. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas.
Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan E ...
Relevan terhadap
LPEI dan PT PII menyampaikan laporan triwulanan dan tahunan atas pelaksanaan penugasan penjaminan dan penugasan dukungan loss limit kepada Menteri ditembuskan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Direktur Jenderal Kekayaan Negara, dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
informasi umum:
perkembangan kegiatan penjaminan;
strategi pelaksanaan penjaminan; dan
kebijakan terkait penugasan penjaminan;
capaian target;
informasi keuangan;
profil risiko dan mitigasi risiko; dan
informasi lain yang dianggap penting.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat:
30 (tiga puluh) hari kalender setelah periode pelaporan dimaksud berakhir, untuk laporan triwulanan; dan
pada akhir triwulan pertama setelah periode pelaporan dimaksud berakhir, untuk laporan tahunan.
Dalam hal diperlukan, Menteri sewaktu-waktu dapat meminta laporan pelaksanaan penugasan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023
Relevan terhadap
Dalam hal perkiraan realisasi penerimaan negara tidak sesuai dengan target, adanya perkiraan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2023, kinerja anggaran telah tercapai, dan/atau untuk menjaga keberlanjutan fiskal, Pemerintah dapat melakukan:
penggunaan dana SAL;
penarikan Pinjaman Tunai;
penambahan penerbitan SBN;
pemanfaatan saldo kas Badan Layanan Umum; dan/atau
penyesuaian Belanja Negara.
Pemerintah dapat melakukan pembelian kembali SBN untuk pengelolaan kas dengan tetap memerhatikan jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan.
Dalam hal terdapat instrumen pembiayaan dari utang yang lebih menguntungkan dan/atau ketidaktersediaan salah satu instrumen pembiayaan dari utang, Pemerintah dapat melakukan perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan fiskal.
Dalam hal diperlukan realokasi anggaran bunga utang sebagai dampak perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah dapat melakukan realokasi dari pembayaran bunga utang luar negen ke pembayaran bunga utang dalam negen atau sebaliknya.
(6) (1) (2) (1) (2) (1) Untuk menurunkan biaya penerbitan SBN dan/atau memastikan ketersediaan pembiayaan melalui utang, Pemerintah dapat menerima jaminan penerbitan utang dari lembaga yang dapat menjalankan fungsi penjaminan, dan/atau menerima fasilitas dalam bentuk dukungan pembiayaan. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2023.
Ayat (1) Pemberian hibah kepada pemerintah asing/lembaga asmg dilakukan dalam bentuk uang tunai dan/atau uang untuk membiayai kegiatan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pemerintah dapat memberikan hibah kepada pemerintah daerah antara lain dalam rangka penanggulangan bencana. Anggaran pemberian hibah dapat bersumber dari realokasi anggaran kegiatan kementerian negara/lembaga yang sudah menjadi kewenangan pemerintah daerah. Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pos pembiayaan untuk dana abadi di bidang pendidikan antara lain untuk:
dana abadi pendidikan yang di dalamnya termasuk dana abadi pesantren;
dana abadi penelitian;
dana abadi kebudayaan; dan
dana abadi perguruan tinggi. Dana abadi pendidikan, dana abadi penelitian, dan dana abadi perguruan tinggi dikelola oleh Lem baga Pengelola Dana Pendidikan sebagai endowment fund. Dana abadi pendidikan yang di dalamnya termasuk dana abadi pesantren merupakan dana yang diakumulasikan dalam bentuk dana abadi yang berasal dari alokasi anggaran pendidikan tahun- tahun sebelumnya sebagai dana abadi pendidikan. Hasil pengelolaan dana abadi pendidikan dimaksud digunakan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya termasuk pendidikan pesantren dan pendidikan keagamaan sebagai bentuk pertanggungjawaban an targenerasi. Bentuk, skema, dan cakupan bidang pendidikan yang di dalamnya termasuk dana abadi pesantren dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dana abadi penelitian merupakan dana yang diakumulasikan dalam bentuk dana abadi yang hasil kelolaannya digunakan dalam rangka penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan untuk menghasilkan invensi dan inovasi. Bentuk, skema, dan cakupan bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan untuk menghasilkan invensi dan inovasi dilaksanakan sesua1 dengan keten tuan peraturan perundang- undangan. Dana abadi kebudayaan merupakan dana yang diakumulasikan dalam bentuk dana abadi yang hasil kelolaannya digunakan untuk mendukung kegiatan terkait pemajuan kebudayaan. Bentuk, skema, dan cakupan bidang kebudayaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dana abadi perguruan tinggi merupakan dana yang diakumulasikan dalam bentuk dana abadi yang hasil kelolaannya digunakan untuk mendukung pengembangan perguruan tinggi kelas d unia di perguruan tinggi terpilih. Bentuk, skema, dan cakupan bidang pengembangan perguruan tinggi dilaksanakan sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Dalarn pelaksanaan PMN, Kornisi yang rnernbidangi urusan keuangan negara pada Dewan Perwakilan Rakyat rnelakukan pendalarnan dalarn waktu paling lama 60 (enarn puluh) hari kerja sejak Undang-Undang ini ditetapkan. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Yang dirnaksud dengan "peraturan perundang-undangan rnengenai penanganan panderni Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)" adalah Undang-Undang Nornor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pernerintah Pengganti Undang- Undang Nornor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistern Keuangan untuk Penanganan Panderni Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalarn Rangka Menghadapi Ancarnan yang Mernbahayakan Perekonornian Nasional dan/atau Stabilitas Sistern Keuangan Menjadi Undang-Undang beserta peraturan lainnya yang terkait. Ancarnan yang rnernbahayakan perekonornian nasional dan/atau stabilitas sistern keuangan terrnasuk kondisi geopolitik yang berdarnpak terhadap perekonornian global dan dornestik. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kegiatan prioritas" antara lain untuk pembangunan lbu Kota Nusantara/ sentra pertumbuhan ekonomi baru dan/atau tahapan pelaksanaan pemilihan umum. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "defisit" adalah defisit sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Ayat (1) Pelaksanaan lanjutan kegiatan/proyek tersebut pada Tahun Anggaran 2023 termasuk dalam rangka penyelesaian kegiatan/proyek yang diberikan penambahan waktu sebagai dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 31 Ayat(l) Yang dimaksud dengan "krisis pasar SBN domestik" adalah kondisi krisis pasar SBN berdasarkan indikator Protokol Manajemen Krisis ( Crisis Management Protocol-CMP) pasar Surat Berharga Negara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Penggunaan dana SAL untuk melakukan stabilisasi pasar SBN dapat dilakukan apabila kondisi pasar SBN telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada level krisis. Krisis di pasar SBN tersebut dapat memicu krisis di pasar keuangan secara keseluruhan, mengingat sebagian besar lembaga keuangan memiliki SBN. Situasi terse but juga dapat memicu krisis fiskal, apabila Pemerintah harus melakukan upaya penyelamatan lembaga keuangan nasional. Stabilisasi pasar SBN domestik dilakukan melalui pembelian SBN di pasar sekunder oleh Menteri Keuangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Huruf a Penggunaan tambahan dana SAL termasuk untuk memenuhi kebutuhan mendesak dan/atau prioritas yang timbul pada tahun anggaran berjalan antara lain untuk menurunkan pembiayaan utang, cadangan belanja Ibu Kata Nusantara/ sentra pertumbuhan ekonomi baru, cadangan belanja pemilihan umum, cadangan kompensasi, cadangan kurang bayar DBH, dan/atau cadangan kurang bayar subsidi. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Huruf d Khusus untuk pemanfaatan saldo kas Badan Layanan Umum dilakukan dengan mempertimbangkan operasional dan manajemen kas Badan Layanan Umum. Huruf e Yang dimaksud dengan "penyesuaian Belanja Negara" termasuk melakukan pengutamaan penggunaan anggaran yang disesuaikan secara otomatis ( automatic adjustment), realokasi anggaran, pemotongan anggaran Belanja Negara, penyesuaian pagu, dan/atau pergeseran anggaran antarprogram. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang meliputi perubahan SBN neto, penarikan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penarikan Pinjaman Luar Negeri. Penarikan Pinjaman Luar Negeri meliputi penarikan Pinjaman Tunai dan Pinjaman Kegiatan. Dalam hal Pinjaman Luar Negeri dan/atau Pinjaman Dalam Negeri tidak tersedia dapat digantikan dengan penerbitan SBN atau sebaliknya dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan fiskal. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 33 Ayat(l) Ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan termasuk dampak dari pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau kondisi geopolitik yang berdampak terhadap perekonomian global dan domestik. Termasuk langkah kebijakan yang dapat ditempuh untuk menghadapi ancaman perekonomian dan/atau stabilitas sistem keuangan tersebut antara lain melakukan penyesuaian besaran Pendapatan Negara, Belanja Negara dan/atau Pembiayaan Anggaran. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 34 Ayat (1) Pemenuhan pembiayaan APBN Tahun Anggaran 2023 dapat juga berasal dari hasil penerbitan SBN dalam triwulan IV Tahun 2022, dalam hal perkiraan realisasi penerimaan negara dan/atau perkiraan realisasi pengeluaran negara tidak sesuai dengan target Tahun 2022. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1) Saldo kas pada Badan Layanan Umum dialokasikan sebagai penerimaan pembiayaan lainnya untuk dapat menjadi anggaran dan/atau tambahan anggaran pengeluaran pembiayaan investasi pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Investasi Pemerintah. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 38 Ayat (1) Cukup jelas. jdih.kemenkeu.go.id Ayat (2) Mekanisme pengesahan belanja modal merupakan pertanggungjawaban penggunaan dana cadangan/ dana jangka panJang pada Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara. Ayat (3) Mekanisme pengesahan belanja merupakan pertanggungjawaban penggunaan dana cadangan/ dana jangka panjang pada Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "BMN" berupa tanah dan/atau bangunan serta selain tanah dan/atau bangunan. Penetapan BPYBDS sebagai PMN pada Badan Usaha Milik Negara antara lain BPYBDS sebagaimana tercatat dalam laporan keuangan PT Pertamina (Persero) yang telah diserah terimakan oleh Kementerian Perhubungan untuk menjadi tambahan PMN bagi PT Pertamina (Persero). Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. ; I ' ill ------=-Â Ayat (7) Terhadap penambahan PMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (5), serta pemberian PMN sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Komisi yang membidangi urusan keuangan negara pada Dewan Perwakilan Rakyat melakukan pendalaman dalam waktu paling lama 60 ( enam puluh) hari kerja sejak diajukan permohonan penjadwalan rapat kerja pendalaman oleh Pemerintah. Dalam hal pendalaman sebagaimana dimaksud di atas, karena satu dan lain hal belum dapat dilakukan, Pemerintah dapat mengambil langkah-langkah PMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta melaporkan langkah- langkah tersebut dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2023. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Ayat (1) Ketentuan mengenai penjaminan Pemerintah untuk masing- masmg program diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Pelaksanaan penjaminan infrastruktur dalam proyek kerja sama Pemerintah dengan badan usaha yang dibatasi pada proyek kerja sama Pemerintah dengan badan usaha dengan penanggung jawab proyek kerja sama adalah pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. jdih.kemenkeu.go.id Huruf f Cukup jelas. Huruf g Pemberian jaminan Pemerintah Pusat untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional dibatasi hanya pada proyek strategis nasional yang telah memperoleh surat jaminan oleh Pemerintah sebagaimana diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pemberian jaminan Pemerintah Pusat untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional. Huruf h Pemberian jaminan Pemerintah untuk percepatan pem bangunan infrastruktur ketenagalistrikan di batasi hanya pada proyek yang telah memperoleh jaminan pinjaman oleh Pemerintah kepada kreditur sehubungan dengan pembayaran kembali pinjaman PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) selaku pelaksana penugasan pembangunan infrastruktur kelistrikan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pembentukan rekening dana cadangan penJamman Pemerintah ditujukan terutama untuk menghindari pengalokasian anggaran kewajiban penjaminan Pemerintah dalam jumlah besar dalam satu tahun anggaran di masa yang akan datang, menjamin ketersediaan dana yang jumlahnya sesuai kebutuhan, menjamin pembayaran klaim secara tepat waktu dan memberikan kepastian kepada pemangku kepentingan (termasuk kreditur /investor). Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Mekanisme pembayaran pengeluaran belanja transaksi khusus atas klaim kewajiban dan/atau penggantian biaya yang timbul dari pelaksanaan kewajiban penjaminan untuk program penjaminan Pemulihan Ekonomi Nasional dilaksanakan melalui pemindahbukuan dana cadangan penjaminan ke rekening kas umum negara dan diperlakukan sebagai penerimaan pembiayaan. Bukti pemindahbukuan dana cadangan penjaminan dijadikan sebagai dasar pagu belanja transaksi khusus dalam penyusunan daftar isian pelaksanaan anggaran. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Penempatan dana cadangan ke dalam instrumen investasi Pemerintah dimaksudkan dalam rangka optimalisasi dana cadangan. Ayat (11) Cukup jelas. Pasal 43 Ayat (1) Penyesuaian pembayaran bunga utang dan pengeluaran cicilan pokok utang dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan, antara lain dapat disebabkan oleh:
Kondisi ekonomi makro yang tidak sesuai dengan kondisi yang diperkirakan pada saat penyusunan APBN Perubahan dan/atau laporan realisasi pelaksanaan APBN Semester Pertama Tahun Anggaran 2023;
Dampak dari restrukturisasi utang dalam rangka pengelolaan portofolio utang;
Dampak dari percepatan penarikan pinjaman;
Dampak dari transaksi Lindung Nilai atas pembayaran bunga utang dan pengeluaran cicilan pokok utang; dan/atau
Dampak dari perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang. Ayat (2) Pelaksanaan transaksi Lindung Nilai dilaporkan Pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2023. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Kewajiban yang timbul dari transaksi Lindung Nilai bukan merupakan kerugian keuangan negara karena ditujukan untuk melindungi pembayaran bunga utang dan pengeluaran cicilan pokok utang dari risiko fluktuasi mata uang dan tingkat bunga. Selain itu, transaksi Lindung Nilai tidak ditujukan untuk spekulasi mendapatkan keuntungan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pengaturan mengenai penyelesaian piutang instansi Pemerintah termasuk mengenai tata cara dan kriteria penyelesaian piutang eks-Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Ayat(l) Yang dimaksud dengan "keadaan darurat" adalah memburuknya kondisi ekonomi makro dan keuangan yang menyebabkan fungsi dan peran APBN tidak dapat berjalan secara efektif dan efisien, an tar a lain:
proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi dasar ekonomi makro lainnya secara signifikan;
proyeksi penurunan pendapatan negara dan/atau meningkatnya belanja negara secara signifikan;
kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil SBN secara signifikan; dan / a tau d. belum berakhirnya pandemi Corona Virus Disease 201 9 (COVID-19) yang berdampak pada menurunnya kesehatan masyarakat dan mengancam perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "karena suatu dan lain hal belum dapat ditetapkan" adalah apabila Badan Anggaran belum dapat melakukan rapat kerja dan/atau mengambil kesimpulan di dalam rapat kerja, dalam waktu 2x24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah usulan disampaikan Pemerintah kepada Dewan Yang dimaksud dengan "langkah-langkah antisipasi" adalah langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah dalam rangka penanganan kondisi darurat termasuk namun tidak terbatas pada langkah-langkah penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan dampaknya terhadap perekonomian dan/atau sektor keuangan dengan mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVIDÂ 19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang, yang berlaku secara mutatis mutandis untuk menjaga kesinambungan kebijakan Pemerintah yang sudah ditempuh sebelumnya, termasuk namun tidak terbatas pada pelebaran defisit yang melampaui dari besaran defisit yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "Lembaga Penjamin Simpanan mengalami kesulitan likuiditas" adalah dalam hal perkiraan kas yang dapat diperoleh dari sumber daya keuangan Lembaga Penjamin Simpanan tidak mencukupi pada saat kebutuhan dana harus dipenuhi oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Pemberian pinjaman kepada Lembaga Penjamin Simpanan juga dapat dilakukan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang. Ayat (2) Penambahan utang antara lain bersumber dari penerbitan SBN. Ayat (3) Cukup jelas.
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang ...
Relevan terhadap
Ayat (1) Huruf a Tujuan Penataan Ruang Wilayah nasional mencerminkan keterpaduan pembangunan antarsektor, antarwilayah, dan antarpemangku kepentingan. Kebijakan dan strategi Penataan Ruang Wilayah nasional merupakan landasan bagi pembangunan nasional yang memanfaatkan Ruang. Kebijakan dan strategi Penataan Ruang Wilayah nasional dirumuskan dengan mempertimbangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, ketersediaan data dan informasi, serta pembiayaan pembangunan. jdih.kemenkeu.go.id Kebijakan dan strategi Penataan Ruang Wilayah nasional, antara lain, dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing nasional dalam menghadapi tantangan global, serta mewujudkan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Huruf b Sistem perkotaan nasional dibentuk dari Kawasan Perkotaan dengan skala pelayanan yang berhierarki yang meliputi pusat kegiatan skala nasional, pusat kegiatan skala Wilayah, dan pusat kegiatan skala lokal. Pusat kegiatan tersebut didukung dan dilengkapi dengan jaringan prasarana Wilayah yang tingkat pelayanannya disesuaikan dengan hierarki kegiatan dan kebutuhan pelayanan. Sistem jaringan prasarana utama merupakan sistem primer yang dikembangkan untuk mengintegrasikan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia selain untuk melayani kegiatan berskala nasional yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan ketenagalistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air. Yang termasuk dalam sistem jaringan primer yang direncanakan adalah jaringan transportasi untuk menyediakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) bagi lalu lintas damai sesuai dengan ketentuan hukum in ternasional. Huruf c Pola Ruang Wilayah nasional merupakan gambaran Pemanfaatan Ruang Wilayah nasional, baik untuk pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budi daya yang bersifat strategis nasional, yang ditinjau dari berbagai sudut pandang akan lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. jdih.kemenkeu.go.id Kawasan Lindung nasional, antara lain, Kawasan Lindung yang secara ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak lebih dari satu Wilayah provinsi, Kawasan Lindung yang memberikan pelindungan terhadap Kawasan bawahannya yang terletak di Wilayah provinsi lain, Kawasan Lindung yang dimaksudkan untuk melindungi warisan kebudayaan nasional, Kawasan hulu daerah aliran sungai suatu bendungan atau waduk, dan Kawasan Lindung lain yang menurut peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Kawasan Lindung nasional adalah Kawasan yang tidak diperkenankan dan/atau dibatasi pemanfaatan ruangnya dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan, warisan budaya dan sejarah, serta untuk mengurangi dampak dari bencana alam. Kawasan Budi Daya yang mempunyai nilai strategis nasional, antara lain Kawasan yang dikembangkan untuk mendukung fungsi pertahanan dan keamanan nasional, Kawasan industri strategis, Kawasan pertambangan sumber daya alam strategis, Kawasan Perkotaan, Kawasan Metropolitan, dan Kawasan Budi Daya lain yang menurut peraturan perundang-undangan penzman dan/atau pengelolaannya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Huruf d Yang termasuk Kawasan Strategis Nasional adalah Kawasan yang menurut peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai Kawasan khusus. jdih.kemenkeu.go.id Huruf e Indikasi program utama merupakan petunjuk yang memuat usulan program utama, perkiraan pendanaan beserta sumbernya, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan dalam rangka mewujudkan Pemanfaatan Ruang yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang. Indikasi program utama merupakan acuan utama dalam penyusunan program Pemanfaatan Ruang yang merupakan kunci dalam pencapaian tujuan Penataan Ruang, serta acuan sektor dalam menyusun rencana strategis beserta besaran investasi. Indikasi program utama 5 (lima) tahunan disusun untuk jangka waktu rencana 20 (dua puluh) tahun. Huruf f Cukup jelas. Ayat (2) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi acuan bagi instansi pemerintah tingkat pusat dan daerah serta masyarakat untuk mengarahkan lokasi dan memanfaatkan Ruang dalam menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan Pemanfaatan Ruang. Ayat (3) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dengan visi yang lebih jauh ke depan yang merupakan matra spasial dari rencana pembangunan jangka panjang. Apabila jangka waktu 20 (dua puluh) tahun Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional berakhir, dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang baru, hak yang telah dimiliki Orang yang jangka waktunya melebihi jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional tetap diakui. Ayat (4) Peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional merupakan upaya untuk melihat kesesuaian antara Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan kebutuhan pembangunan yang memperhatikan perkembangan lingkungan strategis dan dinamika internal, serta pelaksanaan Pemanfaatan Ruang. jdih.kemenkeu.go.id Hasil peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional berisi rekomendasi tindak lanjut sebagai berikut:
perlu dilakukan revisi karena ada perubahan kebijakan nasional yang mempengaruhi Pemanfaatan Ruang akibat perkembangan teknologi dan/atau keadaan yang bersifat mendasar; atau
tidak perlu dilakukan revisi karena tidak ada perubahan kebijakan nasional yang mempengaruhi Pemanfaatan Ruang akibat perkembangan teknologi dan keadaan yang bersifat mendasar. Ayat (5) Peninjauan kembali dan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahun hanya apabila memenuhi syarat terjadinya perubahan lingkungan strategis. Peninjauan kembali dilakukan bukan untuk pemutihan penyimpangan Pemanfaatan Ruang. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Ayat (6) Termasuk kebijakan nasional yang bersifat strategis antara lain pengembangan infrastruktur, pengembangan Wilayah, dan pengembangan ekonomi. Cukup jelas. Angka 12
Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah Untuk Percepatan Proyek Pembangunan Jalan Tol Di Sumatera ...
Relevan terhadap
Jaminan Pinjaman atas Kewajiban Finansial PT Hutama Karya (Persero) diberikan secara penuh kepada Kreditur sesuai dengan Perjanjian Pinjaman atau kepada Pemberi Fasilitas Pembiayaan Syariah berdasarkan Perjanjian Pembiayaan.
Pinjaman yang disepakati berdasarkan Perjanjian Pinjaman atau Perjanjian Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan untuk pelaksanaan:
pembangunan jalan tol di Sumatera sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 ten tang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera; dan / a tau b. pembiayaan kembali (refinancing) dalam rangka pembiayaan pembangunan jalan tol di Sumatera sebagaimana dimaksud dalam huruf a tersebut di atas.
Kewajiban Finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pokok pinjamanjpokok pembiayaan yang telah jatuh tempo;
bungajlmbalan yang telah jatuh tempo;
denda; dan / a tau d. biaya-biaya lain yang timbul, sehubungan dengan Perjanjian Pinjaman atau Perjanjian Pembiayaan.
Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mengacu kepada harga acuan pinjaman yang ditetapkan oleh Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko secara berkala setiap 6 (enam) bulan atau pada saat diperlukan.
Untuk penentuan harga acuan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri menugaskan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan untuk melakukan perhitungan.
PT Hutama Karya (Persero) harus menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melalui Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara dengan tembusan kepada Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan, dan Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
laporan keuangan PT Hutama Karya (Persero) secara semesteran dan tahunan;
laporan kemampuan bayar PT Hutama Karya (Persero) termasuk proyeksi kemampuan bayar dan pengusahaan ruas jalan tol untuk 1 (satu) tahun ke depan;
laporan pelaksanaan rencana mitigasi risiko se bagaimana dimaksud dalam Pasal 19, termasuk pengelolaan risiko Gagal Bayar;
laporan arus kas pad a saat diperlukan berdasarkan permintaan Penjamin sebelum tanggal jatuh tempo atas pembayaran Kewajiban Finan sial berdasarkan Perjanjian Pinjaman, Perjanjian Pembiayaan, Perjanjian Perwaliamanatan, atau Perjanjian Penerbitan dan Penunjukan Agen Pemantau;
laporan pengadaan Pinjaman atau penerbitan Obligasi; dan
laporan perkembangan proyek selama masa konstruksi.
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil yang Berlaku pada Kementerian Perdagangan ...
Pengelolaan Insentif Fiskal Tahun Anggaran 2024 untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan
Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang Tahun 2Ol9
Relevan terhadap
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 20t9. Dalam Keputusan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara;
Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya;
Obligasi Negara yang selanjutnya disingkat ON adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari L2 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto;
Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto;
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing;
SBSN Jangka Panjang adalah SBSN berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto;
SBSN Jangka Pendek atau Menetapkan PERTAMA disebut Surat +t KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perbendaharaan Negara Syariah yang selanjutnya disingkat SPNS adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan secara diskonto;
Pinjaman meliputi Pinjaman Dalam Negeri dan Pinjaman Luar Negeri;
Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat PDN adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari Pemberi Pinjaman Dalam Negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya;
Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PLN adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk SBN, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu;
ll.Pinjaman Kegiatan adalah PLN yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu;
Pinjaman T\rnai adalah PLN dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. KEDUA : Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang tahun 2Ol9 yang selanjutnya disebut SPTMU memuat:
T\rjuan;
Kebijakan umum;
Pembiayaan melalui utang;
Sumber pembiayaan melalui utang;
Pengelolaan portofolio utang;
Indikator risiko pembiayaan utang; dan
Outstanding utang di akhir tahun 2019. KETIGA T\rjuan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 1 sebagai berikut:
Memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang tahun 2Ol9 dan membiayai kembali utang jatuh tempo dengan biaya yang minimal dan risiko yang terkendali;
Mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam ^jangka panjang; dan
Meningkatkan akuntabilitas publik sebagai bagian dari pengelolaan utang Pemerintah yang transparan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Kebijakan umum sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 2 sebagai berikut:
Mengendalikan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada level yang aman dengan mempertimbangkan kemampuan Ir KEEMPAT KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA membayar kembali;
Meningkatkan optimalisasi biaya utang untuk mendukung kesinambungan fiskal melalui optimalisasi pinjaman tunai dan peningkatan kinerja kegiatan yang dibiayai dengan utang;
Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber dalam negeri dan memanfaatkan sumber utang luar negeri sebagai pelengkap;
Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan dan melakukan pendalaman pasar SBN domestik;
Melakukan upaya lengthening duration untuk mengendalikan utang ^jatuh tempo ^jangka pendek- menengah melalui pelaksanaan penerbitan SBN dan pengelolaan portofolio utang secara aktif untuk mengendalikan biaya dan risiko utang;
Meningkatkan koordinasi pengelolaan likuiditas dengan para pemangku kepentingan dalam kerangka Assef Liabilitg Management (ALMI;
Mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif antara lain melalui pengadaan pinjaman kegiatan dan penerbitan SBN berbasis proyek yang mendukung program pembangunan nasional;
Mengoptimalkan pemanfaatan pinjaman tunai untuk meningkatkan fleksibilitas pemenuhan pembiayaan melalui utang dengan mempertimbangkan kapasitas pemberi pinjaman dan biaya serta risiko pinjaman;
Memperkuat dan mengoptimalkan peran hubungan investor dan kelembagaan, optimalisasi strategi komunikasi dengan para pemangku kepentingan dalam kerangka perluasan basis investor untuk menciptakan gambaran dan pengetahuan positif mengenai SBN;
Meningkatkan pendalaman pasar domestik dengan mengoptimalkan penerbitan SBN ritel secara dalam ^jaringan (online); 1 1. Meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam pengembangan instrumen pembiayaan untuk mendukung pendalaman pasar domestik; dan
Melaksanakan sosialisasi dan pemasaran SBN dalam negeri sebagai strategi untuk meningkatkan investor domestik dan mendorong penambahan investor usia muda. Pembiayaan melalui utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 3 sebesar Rp432.390,6 miliar (empat ratus tiga puluh dua ribu tiga ratus sembilan puluh koma enam miliar rupiah) yang terdiri atas SBN neto sebesar Rp439.031,2 miliar (empat ratus tiga puluh sembilan ribu tiga puluh satu koma dua miliar rupiah) dan Pinjaman neto sebesar negatif Rp6.640,6 miliar (enam ribu enam ratus empat puluh l'3 KELIMA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK ^INDONESIA KEENAM KETUJUH KEDELAPAN koma enam miliar rupiah). Dengan memperhatikan outlook defisit ^APBN ^tahun anggaran 2019, pembiayaan ^non-utang, ^dan ^utang jatuh tempo, maka kebutuhan pembiayaan melalui utang ditetapkan sebesar Rp929.933,6 ^miliar (sembilan ratus dua puluh sembilan ribu sembilan ratus tiga puluh tiga koma enam miliar ^rupiah) dengan rincian sebagaimana tercantum ^dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak ^terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ^ini. Sumber pembiayaan melalui utang ^sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka ^4 terdiri ^atas:
Pembiayaan melalui penerbitan SBN sebesar ^Rp 848.939,9 miliar (delapan ratus empat ^puluh delapan ribu sembilan ratus tiga puluh sembilan koma sembilan miliar rupiah). Pembiayaan melalui penerbitan SBN dimaksud tidak termasuk penerbitan SPN dan SPNS ^yang akan jatuh tempo pada tahun 2Ol9 ^sebesar Rp47.590,0 miliar (empat puluh tujuh ribu lima ratus sembilan puluh koma nol miliar rupiah), sehingga penerbitan SBN bruto sebesar Rp896.529,9 miliar (delapan ratus sembilan ^puluh enam ribu lima ratus dua puluh sembilan ^koma sembilan miliar rupiah) dan dapat disesuaikan apabila terdapat perubahan atas utang ^jatuh tempo pada tahun 2019 dan/atau kebutuhan pembiayaan defisit dan non-utang (neto). 2. Pembiayaan melalui penarikan Pinjaman sebesar Rp80.993,7 miliar (delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh tiga koma tujuh miliar rupiah). Penerbitan SBN bruto sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUH angka 1 sebesar Rp896 .529,9 miliar (delapan ratus sembilan puluh enam ribu lima ratus dua puluh sembilan koma sembilan miliar rupiah) terdiri atas:
Penerbitan SBN Rupiah sebesar Rp747.897,9 miliar (tujuh ratus empat puluh tujuh ribu delapan ratus sembilan puluh tujuh koma sembilan miliar rupiah); dan
Penerbitan SBN dalam valuta asing sebesar Rp148.632,0 miliar (seratus empat puluh delapan ribu enam ratus tiga puluh dua koma nol miliar rupiah), dan dapat dioptimalkan hingga sebesar 18,Oo/o (delapan belas koma nol persen) dari pembiayaan melalui SBN. Rincian lebih lanjut atas penerbitan SBN bruto tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. Penerbitan SBN Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDELAPAN angka 1 dilaksanakan melalui metode lelang dan non-lelang. l7 KESEMBILAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KESEPULUH KESEBELAS : Penerbitan SBN Rupiah melalui lelang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILAN dilaksanakan sebagai berikut:
Lelang SBN direncanakan sebanyak 48 ^(empat puluh delapan) kali dengan rincian lelang SUN sebanyak 24 (dua puluh empat) kali dan lelang SBSN sebanyak 24 (dua puluh empat) kali. 2. Jenis instrumen, target per lelang dan target total ditetapkan sebagai berikut:
SPN dengan tenor 3 (tiga) bulan dengan target indikatif sebesar Rp 41.79O,O miliar (empat puluh satu ribu tujuh ratus sembilan puluh koma nol miliar rupiah);
SPNS dengan tenor 6 (enam) bulan danlatau 12 (dua belas) bulan dengan target indikatif sebesar Rp37.760,0 miliar (tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus enam puluh koma nol miliar rupiah);
SPN dengan tenor 9 (sembilan) bulan dan/atau 12 (dua belas) bulan dengan target indikatif sebesar Rp51.750,0 miliar (lima puluh satu ribu tujuh ratus lima puluh koma nol miliar rupiah);
ON dengan target indikatif sebesar Rp405.216,1 miliar (empat ratus lima ribu dua ratus enam belas koma satu miliar rupiah); dan
SBSN Jangka Panjang dengan target indikatif sebesar Rp159. L63,9 miliar (seratus lima puluh sembilan ribu seratus enam puluh tiga koma sembilan miliar rupiah);
Target outstanding SPN dan SPNS pada akhir tahun 2Ol9 sebesar Rp83.710,0 miliar (delapan puluh tiga ribu tujuh ratus sepuluh koma nol miliar rupiah);
Target indikatif penerbitan per instrumen dan frekuensi lelang dapat diubah sesuai dengan perkembangan kebutuhan pembiayaan dan kondisi pasar dengan tetap mempertimbangkan target bia5ra dan risiko utang;
Jadwal pelaksanaan lelang serta indikasi target penerbitan akan diumumkan kepada para pihak secara periodik dan terbuka, termasuk bila terdapat perubahan dalam rencana penerbitan. Penerbitan SBN Rupiah melalui non-lelang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILAN dilaksanakan dengan metode bookbuilding dan piuate placement. Penerbitan SBN dengan metode bookbuilding sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEBELAS dilakukan untuk penerbitan SBN ritel dengan target indikatif sebesar Rp45.000,0 miliar (empat puluh lima ribu koma nol miliar rupiah) sampai dengan Rp65.OOO,O (enam puluh lima ribu koma nol miliar rupiah) dalam 10 (sepuluh) kali penerbitan dan dapat diubah dengan tetap mempertimbangkan target biaya it t- KEDUABELAS KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KETIGABELAS KEEMPATBELAS KELIMABELAS dan risiko utang. : Penerbitan SBN dengan metode priuate placement sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEBELAS dilakukan secara terkoordinasi dengan mempertimbangkan:
Kebutuhan kas;
Hasil pelaksanaan lelang SBN apabila tidak mencapai target dan/atau memiliki biaya yang tinggi;
Kebutuhan untuk pengembangan pasar SBN, termasuk pelaksanaan priuate placemenf secara selektif khususnya bagi investor institusi yang tidak bisa membeli instrumen keuangan lain selain SBN dan investor institusi yang mempunyai kewajiban untuk memiliki portofolio SBN dengan jumlah atau persentase tertentu; dan
Penerbitan dalam rangka konversi dana transfer daerah;
Penerbitan SBN untuk tujuan khusus yang diperkenankan dengan tetap memperhatikan biaya dan risiko, diantaranya dalam menampung dana repatriasi. Penerbitan SBN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDELAPAN angka 2 terdiri atas penerbitan SUN dalam valuta asing sebesar Rpl19.I14,4 miliar (seratus sembilan belas ribu seratus empat belas koma empat miliar rupiah) dan penerbitan SBSN dalam valuta asing sebesar Rp29.517 ,6 miliar (dua puluh sembilan ribu lima ratus tujuh belas koma enam miliar rupiah). Penerbitan SBN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPATBELAS dilakukan dalam mata uang kuat (hard currencg) yaitu USD, EUR, JPY, dan/atau mata uang lain dengan tujuan untuk:
Memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN, refinancing utang, dan sebagai pelengkap atas penerbitan SBN Rupiah;
Melakukan diversifikasi instrumen pembiayaan dalam rangka mengelola biaya dan risiko pembiayaan;
Memberikan ruang kepada institusi non- pemerintah untuk memperoleh pembiayaan dari pasar keuangan domestik;
Membantu mewujudkan stabilitas moneter dan turut menjaga cadangan devisa;
Menyediakan acuan bagi korporasi dalam penerbitan obligasi dalam valuta asing; dan
Menyediakan instrumen valas di pasar keuangan domestik untuk tujuan khusus yang diperkenankan dengan tetap memperhatikan biaya dan risiko, diantaranya dalam menampung dana repatriasi. It KEENAMBELAS KETUJUHBELAS KEDELAPANBELAS KESEMBILANBELAS KEDUAPULUH KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Dalam rangka menjamin ketersediaan anggaran di awal tahun anggaran 2OL9, Pemerintah dapat melakukan penerbitan SBN pada triwulan keempat tahun 2018, dengan memperhatikan:
Kebutuhan pembiayaan pada bulan Januari 2Ol9;
Besaran target pembiayaan utang tahun 2Ol9; dan
Kondisi perekonomian dan pasar keuangan. Pembiayaan melalui penarikan Pinjaman sebagaimana dimaksud Diktum KETUJUH angka 2 terdiri atas penarikan PDN dan penarikan PLN. Penarikan PDN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUHBELAS ditetapkan sebesar Rp2.345,4 miliar (dua ribu tiga ratus empat puluh lima koma empat miliar rupiah) dengan mempertimbangkan:
Penyelesaian dan percepatan kegiatan-kegiatan prioritas yang telah terkontrak;
Percepatan penyelesaian kontrak atas kegiatan- kegiatan prioritas yang telah ditetapkan pada tahun-tahun sebelumnya;
Kapasitas Kementerian/Lembaga pelaksana kegiatan dalam menentukan jenis dan menyelesaikan kegiatan;
Kapasitas industri dalam negeri terkait dengan penyediaan barang dan jasa;
Kapasitas pemberi PDN; dan
Biaya dan risiko pinjaman. Penarikan PLN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUHBELAS ditetapkan sebesar Rp78.648,3 miliar (tujuh puluh delapan ribu enam ratus empat puluh delapan koma tiga miliar rupiah) yang terdiri atas penarikan Pinjaman Tunai sebesar Rp44.L64,O miliar (empat puluh empat ribu seratus enam puluh empat koma nol miliar rupiah) dan penarikan Pinjaman Kegiatan sebesar Rp34.484,3 miliar (tiga puluh empat ribu empat ratus delapan puluh empat koma tiga miliar rupiah). Penarikan PLN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILANBELAS dilakukan dengan kebijakan:
Mengutamakan pinjaman tingkat bunga tetap (fixed rate) dengan tetap mempertimbangkan biaya dan risiko utang;
Meningkatkan kinerja realisasi penarikan PLN untuk menghindari tambahan biaya utang dan memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang optimal;
Meningkatkan kinerja realisasi penarikan PLN melalui peningkatkan kualitas penganggaran serta optimalisasi fungsi monitoring dan evaluasi sebagai upaya menghindari tambahan biaya pinjaman dan untuk mempercepat penyelesaian output dalam rangka pencapaian target pembangunan nasional; 47 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEDUAPULUHSATU 4. Mengutamakan Pinjaman T\rnai yang bersumber dari pemberi pinjaman multilateral dan bilateral, dengan memperhatikan kapasitas pemberi pinjaman dan ketersediaan program baik kebijakan maupun kegiatan yang menjadi basis pinjaman tunai; dan
Mengadakan pinjaman tunai komersial sebagai alternatif terakhir dengan tetap mempertimbangkan biaya dan risiko utang. Dalam rangka mengantisipasi potensi tambahan pembiayaan utang dalam tahun anggaran berjalan, dapat dilakukan penjajakan terhadap sumber-sumber pembiayaan, yang dapat digunakan untuk memenuhi tambahan kebutuhan pembiayaan utang dan/atau dalam rangka fleksibilitas pembiayaan utang. Pengelolaan portofolio utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 5 dilakukan untuk mendukung pencapaian portofolio utang yang optimal, mengendalikan pembayaran bunga utang dan pengembangan pasar SBN domestik melalui program penukaran utang (debt switch), pembelian kembali utang secara tunai (cash bugback), dan penataan profil utang (reprofiling). Indikator risiko pembiayaan utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 6 yang menjadi target terdiri atas:
Risiko tingkat bunga (interest rate risk);
Risiko pembiayaan kembali (refinancing risk); dan
Risiko nilai tukar (exchange rate risk). KEDUAPULUHEMPAT : Dalam rangka pengendalian risiko tingkat bunga sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 1, pengadaan utang mengutamakan tingkat bunga tetap ^(fixed rate) dengan tetap membuka ruang pengadaan utang tingkat bunga mengamb ang (uaiable rate) maksimal sebesar 2O,Oo/o (dua puluh koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. : Risiko pembiayaan kembali sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 2 ditargetkan dengan indikator:
Rata-rata utang jatuh tempo (Auerage Time to Maturitg) penerbitan SBN sebesar 8,4 (delapan koma empat) sampai dengan 9,4 (sembilan koma empat) tahun, pengadaan Pinjaman sebesar 9,O (sembilan koma nol) sampai dengan 10,O (sepuluh koma nol) tahun, dan pengadaan utang sebesar 8,5 (delapan koma lima) sampai dengan 9,5 (sembilan koma lima) tahun; dan Porsi utang yang jatuh tempo dalam 1 (satu) tahun maksimal I2,Oo/o (dua belas koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. KEDUAPULUHDUA KEDUAPULUHTIGA KEDUAPULUHLIMA {r 2. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEDUAPULUHENAM KEDUAPULUHTUJUH KEDUAPULUHDELAPAN KEDUAPULUHSEMBILAN KETIGAPULUH KETIGAPULUHSATU KETIGAPULUHDUA Dalam rangka pengendalian risiko nilai tukar sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 3, indikator ^yang ditargetkan sebagai berikut:
Penerbitan SBN dalam valuta asing dibatasi maksimal sebesar t9,Oo/o (delapan belas koma ^nol persen) dari pembiayaan melalui SBN;
lJtang dalam valuta asing sebesar maksimal2S,Oo/o (dua puluh lima koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. Jumlah outstanding utang di akhir tahun 2Ol9 sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 7, diperkirakan sebesar Rp4.812.411,9 miliar (empat juta delapan ratus dua belas ribu empat ratus sebelas koma sembilan miliar rupiah) atau sebesar 29,9o/o (dua puluh sembilan koma sembilan persen) dari PDB, dengan indikator risiko portofolio utang sebagaimana tercantum dalam Lampiran III ^yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. Evaluasi terhadap SPTMU dilakukan secara berkala dengan tujuan untuk memantau kesesuaian target dan realisasinya, serta untuk menyajikan prognosis pembiayaan utang hingga akhir tahun anggaran. Penlrusunan SPTMU menggunakan asumsi dan data masukan per tanggal 30 September 2Ol9 dan apabila terdapat perubahan signifikan akan dilakukan perubahan. Dalam rangka optimalisasi penggunaan dana Sisa Anggaran Lebih pada rekening Kas Negara, target pengadaan utang dapat disesuaikan dengan tetap memperhatikan kebutuhan kas untuk pembiayaan awal tahun 2O2O. Pada saat Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Nomor 47 lPRl2019 tentang Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang Tahun 2Ol9 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 17 Oktober 2OL9. Salinan Keputusan Direktur Jenderal ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Wakil Menteri Keuangan;
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan;
Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan;
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan;
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan; ,lt t" t KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 8. Sekretaris Direktorat Jenderal dan Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal Z5 Oktober 20tg DIREKTUR JENDERAL LAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, /VLUKY ^ALFIRMA. ^q t I KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN ^RISIKO NOMOR 53 lPRl2Ote ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN ^TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 Kebutuhan Pembiayaan APBN Melalui Utang Tahun 2Ol9 dalam miliar R Uraian Nominal 1 Pembiayaan Defisit 2 Pembiayaan Non-Utang (netf a. Pembiayaan Investasi b. Pemberian Pinjaman c. Kewajiban Penjaminan d. Pembayaan Lainnya 3 Utang Jatuh Tempo a. Surat Berharga Negara b. Pinjaman 37O.739,7 61.650,9 74.39L,6 2.281,3 (15.022,0) 497.5'43,0 4a9.908,7 87.634,3 Total Kebutuhan Pembiayaan 929.933,6 DIREKTUR JENDERAL PEN.GELO LAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, LTuuxvALFIRMA" {2- t- I Komposisi Penerbitan Surat Berharga Negara Tahun 2Ol9 (dalam miliar Rp) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO NOMOR 53 lPRl2Ot9 ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, l-y"un ^ALFIRMA.47- fl- I Instrumen Nominal Surat Utang Negara a Surat Utang Negara Rupiah i Obligasi Negara ii Surat Perbendaharaan Negara iii Surat Utang Negara Ritel b Surat Utang Negara dalam Valuta Asing 639.247,O 520.L32,7 405.2L6,t 93.540,0 2L.376,6 L19.1L4,4 Surat Berharga Syariah Negara a Surat Berharga Syariah Negara Rupiah i Surat Berharga Syariah Negara Jangka Panjang ii Surat Perbendaharaan Negara Syariah iii Surat Berharga Syariah Negara Ritel b Surat Berharga Syariah Negara dalam Valuta Asing 257.282,8 227.765,2 159.163,9 37.760,0 30.841,3 29.5L7.6 Total Penerbitan Surat Berharga Negara (bnuto) 896.529,9 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO NOMOR 53 lPRl2Ot9 ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 Ekspektasi Portofolio Utang Akhir Tahun 2OL9 Outstanding (dalam miliar rupiah) SBN Pinjaman Utang 4.026.397,9 786.O14,O 4.812.4L1,9 lndikator Risiko Portofolio Utang Risiko Tingkat Bunga Porsi Utang Tingkat Bunga Tetap 90,5yo Risiko Pembiayaan Kembali Rata-Rata Utang Jatuh Tempo (tahun) 8,4 Porsi Utang Jatuh Tempo Dalam 1 Tahun 8,2o/o Risiko Nilai Tukar Porsi Utang Dalam Valuta Asing 38,5o/o Rasio Utang terhadap PDB PDB (dalam miliar rupiah) Rasio Utang terhadap PDB 16.093.100,0 29,90/o Asumsl Kurs USD t4.200 DIREKTUR JENDERAL PENGELO LAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, L1LUKY ^ALFTRMAN ^fL_ f {
Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang Tahun 2019
Relevan terhadap
Keputusan Presiden 2017;
Peraturan Menteri KEPUTUSAN PEMBIAYAAN PEMBIAYAAN 2019. Nomor l4l ITPA Tahun Keuangan Nomor DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN DAN RISIKO TENTANG STRATEGI TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN Menetapkan ?l KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERTAMA : Dalam Keputusan Direktur Jenderal ini, ^yang dimaksud dengan:
Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN meliputi Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara;
Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya;
Obligasi Negara yang selanjutnya disingkat ON adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto;
Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto;
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing;
SBSN Jangka Panjang adalah SBSN berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto;
SBSN Jangka Pendek atau disebut Surat Perbendaharaan Negara Syariah yang selanjutnya disingkat SPNS adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan secara diskonto;
Pinjaman meliputi Pinjaman Dalam Negeri dan Pinjaman Luar Negeri;
Pinjaman Dalam Negeri yang selanjutnya disingkat PDN adalah setiap pinjaman oleh Pemerintah yang diperoleh dari Pemberi Pinjaman Dalam Negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya;
Pinjaman Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PLN adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh Pemerintah dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk SBN, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu;
Pinjaman Kegiatan adalah PLN yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu;
Pinjaman T\rnai adalah PLN dalam bentuk devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN dan pengelolaan portofolio utang. -u, ^L d1' KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEDUA KETIGA KEEMPAT Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang tahun 2OI9 yang selanjutnya disebut SPTMU memuat:
Tujuan;
Kebijakan umum;
Pembiayaan melalui utang;
Sumber pembiayaan melalui utang;
Pengelolaan portofolio utang;
Indikator risiko pembiayaan utang; dan
Outstanding utang di akhir tahun 2Ot9. Tujuan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 1 sebagai berikut:
Memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang tahun 2Ol9 dan membiayai kembali utang jatuh tempo dengan biaya yang minimal dan risiko yang terkendali;
Mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam ^jangka panjang; dan
Meningkatkan akuntabilitas publik sebagai bagian dari pengelolaan utang Pemerintah yang transparan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Kebijakan umum sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 2 sebagai berikut:
Mengendalikan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada level yang aman dengan mempertimbangkan kemampuan membayar kembali; Meningkatkan optimalisasi biaya utang untuk mendukung kesinambungan fiskal melalui optimalisasi pinjaman tunai, dan peningkatan kinerja kegiatan yang dibiayai dengan utang; Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber dalam negeri dan memanfaatkan sumber utang luar negeri sebagai pelengkap; Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembi ayaan dan melakukan pendalaman pasar SBN domestik; Melakukan upaya lengthening duration untuk mengendalikan utang jatuh tempo ^jangka pendek- menengah melalui pelaksanaan penerbitan SBN dan pengelolaan portofolio utang secara aktif untuk mengendalikan biaya dan risiko utang; Meningkatkan koordinasi pengelolaan likuiditas dengan para pemangku kepentingan dalam kerangka Asse/ Liabilitg Management (ALM); Mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif antara lain melalui pengadaan pinjaman kegiatan dan penerbitan SBN berbasis proyek yang mendukung program pembangunan nasional; 2t r 2_ 3.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KELIMA KEBNAM KETUJUH 8. Mengoptimalkan pinjaman tunai untuk meningkatkan fleksibilitas pemenuhan pembiayaan melalui utang dengan mempertimbangkan kapasitas pemberi pinjaman dan biaya serta risiko pinjaman;
Memperkuat dan mengoptimalkan ^peran hubungan investor dan kelembagaan, optimalisasi strategi komunikasi dengan para pemangku kepentingan dalam kerangka perluasan basis investor untuk menciptakan gambaran dan pengetahuan positif mengenai SBN;
Meningkatkan pendalaman pasar domestik dengan mengoptimalkan penerbitan SBN ritel secara dalam ^jaringan (online);
Meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam pengembangan instrumen pembiayaan untuk mendukung pendalaman pasar domestik; dan
Melaksanakan sosialisasi dan pemasaran SBN dalam negeri sebagai strategi untuk meningkatkan investor domestik dan mendorong penambahan investor usia muda. Pembiayaan melalui utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 3 sebesar Rp373.882,0 miliar (tiga ratus tujuh puluh tiga ribu delapan ratus delapan puluh dua koma nol miliar rupiah) yang terdiri atas SBN neto sebesar Rp381.833,9 miliar (tiga ratus delapan puluh satu ribu delapan ratus tiga puluh tiga koma sembilan miliar rupiah) dan Pinjaman neto sebesar negatif Rp7.951,8 miliar (tujuh ribu sembilan ratus lima puluh satu koma delapan miliar rupiah). Dengan memperhatikan outlook defisit APBN tahun anggaran 2019, pembiayaan non-utang, dan utang jatuh tempo, maka kebutuhan pembiayaan melalui utang ditetapkan sebesar Rp87 L463,8 miliar (delapan ratus tujuh puluh satu ribu empat ratus enam puluh tiga koma delapan miliar rupiah) dengan rincian sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. Sumber pembiayaan melalui utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 4 terdiri atas:
Pembiayaan melalui penerbitan SBN sebesar Rp791.781,3 miliar (tujuh ratus sembilan puluh satu ribu tujuh ratus delapan puluh satu koma tiga miliar rupiah). Pembiayaan melalui penerbitan SBN dimaksud tidak termasuk penerbitan SPN dan SPNS yang akan jatuh tempo pada tahun 2Ol9 sebesar Rp50.000,0 miliar (lima puluh ribu koma nol miliar rupiah), sehingga penerbitan SBN bruto sebesar Rp841.781,3 miliar (delapan ratus empat puluh satu ribu tujuh ratus delapan puluh satu koma tiga miliar rupiah) dan dapat disesuaik; ,t KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEDELAPAN KESEMBILAN KESEPULUH apabila terdapat perubahan atas utang jatuh tempo pada tahun 2Ol9 dan/atau kebutuhan pembiayaan defisit dan non-utang (neto). 2. Pembiayaan melalui penarikan Pinjaman sebesar Rp79.682,5 miliar (tujuh puluh sembilan ribu enam ratus delapan puluh dua koma lima miliar rupiah). Penerbitan SBN bruto sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUH angka 1 sebesar Rp841.781,3 miliar (delapan ratus empat puluh satu ribu tujuh ratus delapan puluh satu koma tiga miliar rupiah) terdiri atas:
Penerbitan SBN Rupiah sebesar Rp722.849,3 miliar (tujuh ratus dua puluh dua ribu delapan ratus empat puluh sembilan koma tiga miliar rupiah); dan
Penerbitan SBN dalam valuta asing sebesar Rp118.932,0 miliar (seratus delapan belas ribu sembilan ratus tiga puluh dua koma nol miliar rupiah), dan dapat dioptimalkan hingga sebesar 17,Oo/o (tujuh belas koma nol persen) dari pembiayaan melalui SBN. Rincian lebih lanjut atas penerbitan SBN bruto tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. Penerbitan SBN Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDELAPAN angka 1 dilaksanakan melalui metode lelang dan non-lelang. Penerbitan SBN Rupiah melalui lelang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILAN dilaksanakan sebagai berikut:
Lelang SBN direncanakan sebanyak 48 (empat puluh delapan) kali dengan rincian lelang SUN sebanyak 24 (dua puluh empat) kali dan lelang SBSN sebanyak 24 (dua puluh empat) kali. 2. Jenis instrumen, target per lelang dan target total ditetapkan sebagai berikut:
SPN dengan tenor 3 (tiga) bulan dengan target indikatif sebesar Rp42.2OO,O miliar (empat puluh dua ribu dua ratus koma nol miliar rupiah);
SPNS dengan tenor 6 (enam) bulan danlatau 12 (dua belas) bulan dengan target indikatif sebesar Rp39.960,0 miliar (tiga puluh sembilan ribu sembilan ratus enam puluh koma nol miliar rupiah);
SPN dengan tenor 9 (sembilan) bulan dan/atau L2 (dua belas) bulan dengan target indikatif sebesar Rp48.550,0 miliar (empat puluh delapan ribu lima ratus lima puluh koma nol miliar rupiah);
ON dengan target indikatif sebesar Rp386.853,0 miliar (tiga ratus delapan puluh enam ribu I ? KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KESEBELAS KEDUABELAS KETIGABELAS delapan ratus lima puluh tiga koma nol miliar rupiah); dan
SBSN Jangka Panjang dengan target indikatif sebesar Rp144.926,6 miliar (seratus empat puluh empat ribu sembilan ratus dua puluh enam koma enam miliar rupiah);
Target outstanding SPN dan SPNS pada akhir tahun 2OL9 sebesar Rp8O.71O,O miliar (delapan puluh ribu tujuh ratus sepuluh koma nol miliar rupiah);
Target indikatif penerbitan per instrumen dan frekuensi lelang dapat diubah sesuai dengan perkembangan kebutuhan pembiayaan dan kondisi pasar dengan tetap mempertimbangkan target biaya dan risiko utang;
Jadwal pelaksanaan lelang serta indikasi target penerbitan akan diumumkan kepada para pihak secara periodik dan terbuka, termasuk bila terdapat perubahan dalam rencana penerbitan. Penerbitan SBN Rupiah melalui non-lelang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILAN dilaksanakan dengan metode bookbuilding dan priuate placement. Penerbitan SBN dengan metode bookbuilding sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEBELAS dilakukan untuk penerbitan SBN ritel dengan target indikatif sebesar Rp50.000,0 miliar (lima puluh ribu koma nol miliar rupiah) sampai dengan Rp70.000,0 (tujuh puluh ribu koma nol miliar rupiah) dalam 10 (sepuluh) kali penerbitan dan dapat diubah dengan tetap mempertimbangkan target biaya dan risiko utang. Penerbitan SBN dengan metode priuate placement sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEBELAS dilakukan secara terkoordinasi dengan mempertimbangkan:
Kebutuhan kas;
Hasil pelaksanaan lelang SBN apabila tidak mencapai target dan/atau memiliki biaya yang tinggi; Kebutuhan untuk pengembangan pasar SBN, termasuk pelaksanaan priuate placement secara selektif khususnya bagi investor institusi yang tidak bisa membeli instrumen keuangan lain selain SBN dan investor institusi yang mempunyai kewajiban untuk memiliki portofolio SBN dengan jumlah atau persentase tertentu; dan Penerbitan dalam rangka konversi dana transfer daerah; Penerbitan SBN untuk tujuan khusus yang diperkenankan dengan tetap memperhatikan biaya dan risiko, diantaranya dalam menampung dana repatriasi. ?N 3.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEEMPATBELAS KELIMABELAS KEENAMBELAS KETUJUHBELAS KEDELAPANBELAS Penerbitan SBN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDELAPAN angka 2 terdiri atas penerbitan SUN dalam valuta asing sebesar Rp89.414,4 miliar (delapan puluh sembilan ribu empat ratus empat belas koma empat miliar rupiah) dan penerbitan SBSN dalam valuta asing sebesar Rp29.517 ,6 miliar (dua puluh sembilan ribu lima ratus tujuh belas koma enam miliar rupiah). Penerbitan SBN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPATBELAS dilakukan dalam mata uang kuat (hard currency) yaitu USD, EUR, JPY, dan latau mata uang lain dengan tujuan untuk:
Memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN, refinancing utang, dan sebagai pelengkap atas penerbitan SBN Rupiah;
Melakukan diversifikasi instrumen pembiayaan dalam rangka mengelola biaya dan risiko pembiayaan;
Memberikan ruang kepada institusi non- pemerintah untuk memperoleh pembiayaan dari pasar keuangan domestik;
Membantu mewujudkan stabilitas moneter dan turut menjaga cadangan devisa;
Menyediakan acuan bagi korporasi dalam penerbitan obligasi dalam valuta asing; dan
Menyediakan instrumen valas di pasar keuangan domestik untuk tujuan khusus yang diperkenankan dengan tetap memperhatikan biaya dan risiko, diantaranya dalam menampung dana repatriasi. Dalam rangka menjamin ketersediaan anggaran di awal tahun anggaran 2019, Pemerintah dapat melakukan penerbitan SBN pada triwulan keempat tahun 2OL8, dengan memperhatikan:
Kebutuhan pembiayaan pada bulan Januari 2Ol9;
Besaran target pembiayaan utang tahun 2019; dan
Kondisi perekonomian dan pasar keuangan. Pembiayaan melalui penarikan Pinjaman sebagaimana dimaksud Diktum KETUJUH angka 2 terdiri atas penarikan PDN dan penarikan PLN. Penarikan PDN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUHBELAS ditetapkan sebesar Rpl .373,4 miliar (seribu tiga ratus tujuh puluh tiga koma empat miliar rupiah) dengan mempertimbangkan:
Penyelesaian dan percepatan kegiatan-kegiatan prioritas yang telah terkontrak;
Percepatan penyelesaian kontrak atas kegiatan- kegiatan prioritas yang telah ditetapkan pada tahun-tahun sebelumnya;
Kapasitas Kementerian/Lembaga pelaksana kegiatan dalam menentukan jenis dan t KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KESEMBILANBELAS KEDUAPULUH KEDUAPULUHSATU menyelesaikan kegiatan;
Kapasitas industri dalam negeri terkait dengan penyediaan barang dan jasa;
Kapasitas pemberi PDN; dan
Biaya dan risiko pinjaman. Penarikan PLN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETUJUHBELAS ditetapkan sebesar Rp78.3O9,O miliar (tujuh puluh delapan ribu tiga ratus sembilan koma nol miliar rupiah) yang terdiri atas penarikan Pinjaman T\rnai sebesar Rp44.I64,O miliar (empat puluh empat ribu seratus enam puluh empat koma nol miliar rupiah) dan penarikan Pinjaman Kegiatan sebesar Rp34.145,0 miliar (tiga puluh empat ribu seratus empat puluh lima koma nol miliar rupiah). Penarikan PLN sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESEMBILANBELAS dilakukan dengan kebdakan:
Mengutamakan pinjaman tingkat bunga tetap (fixed rate) dengan tetap mempertimbangkan biaya dan risiko utang;
Meningkatkan kinerja realisasi penarikan PLN untuk menghindari tambahan biaya utang dan memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang optimal;
Meningkatkan kinerja realisasi penarikan PLN melalui peningkatan kualitas penganggaran serta optimalisasi fungsi monitoring dan evaluasi sebagai upaya menghindari tambahan biaya pinjaman dan untuk mempercepat penyelesaian output dalam rangka pencapaian target pembangunan nasional;
Mengutamakan Pinjaman T: nai yar: g bersumber dari pemberi pinjaman multilateral dan bilateral, dengan memperhatikan kapasitas pemberi pinjaman dan ketersediaan program baik kebijakan maupun kegiatan yang menjadi basis pinjaman tunai; dan
Mengadakan pinjaman tunai komersial sebagai alternatif terakhir dengan tetap mempertimbangkan biaya dan risiko utang. Dalam rangka mengantisipasi potensi tambahan pembiayaan utang dalam tahun anggaran berjalan, dapat dilakukan penjajakan terhadap sumber-sumber pembiayaan, yang dapat digunakan untuk memenuhi tambahan kebutuhan pembiayaan utang dan/atau dalam rangka fleksibilitas pembiayaan utang. Pengelolaan portofolio utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 5 dilakukan untuk mendukung pencapaian portofolio utang yang optimal, mengendalikan pembayaran bunga utang dan pengembangan pasar SBN domestik melalui program penukaran utang (debt stuitch), pembelian kembali utang secara tunai (cash bugback), dan penataan profil utang (reprofiling). ? KEDUAPULUHDUA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEDUAPULUHTIGA KEDUAPULUHEMPAT KEDUAPULUHLIMA KEDUAPULUHENAM KEDUAPULUHTUJUH Indikator risiko pembiayaan utang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 6 yang menjadi target terdiri atas:
Risiko tingkat bunga (interest rate risk);
Risiko pembiayaan kembali (refinancing risk); dan
Risiko nilai tukar (exchange rate risk). Dalam rangka pengendalian risiko tingkat bunga sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 1, pengadaan utang mengutamakan tingkat bunga tetap (frx"d rate) dengan tetap membuka ruang pengadaan utang tingkat bunga mengambang (uariable rate) maksimal sebesar 2O,Oo/o (dua puluh koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. Risiko pembiayaan kembali sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 2 ditargetkan dengan indikator:
Rata-rata utang jatuh tempo (Auerage Time to Matuity) penerbitan SBN sebesar 8,9 (delapan koma sembilan) sampai dengan 9,9 (sembilan koma sembilan) tahun, pengadaan Pinjaman sebesar 9,8 (sembilan koma delapan) sampai dengan 1O,8 (sepuluh koma delapan) tahun, dan pengadaan utang sebesar 9,O (sembilan koma nol) sampai dengan 10,0 (sepuluh koma nol) tahun; dan
Porsi utang yang jatuh tempo dalam 1 (satu) tahun maksimal l2,Oo/o (dua belas koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. Dalam rangka pengendalian risiko nilai tukar sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUAPULUHTIGA angka 3, indikator yang ditargetkan sebagai berikut:
Penerbitan SBN dalam valuta asing dibatasi maksimal sebesar l7,Oo/o (tujuh belas koma nol persen) dari pembiayaan melalui SBN;
Utang dalam valuta asing sebesar maksimal2S,Oo/o (dua puluh lima koma nol persen) dari kebutuhan pembiayaan melalui utang. Jumlah outstanding utang di akhir tahun 2Ol9 sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA angka 7, diperkirakan sebesar Rp4.754,0 triliun (empat ribu tujuh ratus lima puluh empat koma nol triliun rupiah) atau sebesar 29,5o/o (dua puluh sembilan koma lima persen) dari PDB, dengan indikator risiko portofolio utang sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. Evaluasi terhadap SPTMU dilakukan secara berkala dengan tujuan untuk memantau kesesuaian target dan realisasinya, serta untuk menyajikan prognosis pembiayaan utang hingga akhir tahun anggaran. KEDUAPULUHDELAPAN ?l KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEDUAPULUHSEMBILAN : Pen5rusunan SPTMU menggunakan asumsi dan data KETIGAPULUH masukan per tanggal 30 Juni 2Ol9 dan apabila terdapat perubahan signifikan akan dilakukan perubahan. : Pada saat Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Nomor 69lPRl2O18 tentang Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang Tahun 2OI9 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. KETIGAPULUHSATU : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 1 Juli 2019. Salinan Keputusan Direktur Jenderal ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Wakil Menteri Keuangan;
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan;
Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan;
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan;
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan;
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan;
Sekretaris Direktorat Jenderal dan Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Agustus 2019 DIREKTUR JENDERAL '"ffLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, { ^Z ^LUKY ^ALFTRMAN ^@ /c t, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO NOMOR 47 lPRl2Otg ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 Kebutuhan Pembiayaan APBN Melalui Utang Tahun 2Ol9 (dalam miliar Rp) Uraian 1 Pembiayaan Defisit 2 Pembiayaan Non-Utang (neto) a. Pembi ayaar: - Investasi b. Pemberian Pinjaman c. Kewajiban Penjaminan d. Pembiayaan Lainnya 3 Utang Jatuh Tempo a. Surat Berharga Negara b. Pinjaman Total Kebutuhan Pembiayaan Nominal 310.8L2,4 63.069,6 75.799,3 2.281,3 ( 15.000,0) 497 .581,7 409.947 ,4 87.634,3 871.463,8 DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, fi n UC- t"J& ^LUKY ALFTRMAN ^4-L t KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO NOMOR 4l lPRl2Or8 ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 Komposisi Penerbitan Surat Berharga Negara Tahun 2Ol9 (dalam miliar Rp) Instrumen Nominal Surat Utang Negara a Surat Utang Negara Rupiah i Obligasi Negara ii Surat Perbendaharaan Negara iii Surat Utang Negara Ritel b Surat Utang Negara dalam Valuta Asing 594.498,5 505.084,1 386.853,0 90.750,0 27.481,1 89.414,4 Surat Berharga Syariah Negara a Surat Berharga Syariah Negara Rupiah i Surat Berharga Syariah Negara Jangka Panjang ii Surat Perbendaharaan Negara Syariah iii Surat Berharga Syariah Negara Ritel b Surat Berharga Syariah Negara dalam Valuta Asing 247.282,8 217.765,2 144.926,6 39.960,0 32.878,7 29.517,6 Total Penerbitan Surat Berharga Negara (bruto) 841.781,3 DIREKTUR JENDERAL PENNELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, t, \r- { t LUKY ALFTRMAN4L-L { KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO NOMOR ^41 /PR/2O18 ^TENTANG STRATEGI PEMBIAYAAN TAHUNAN MELALUI UTANG TAHUN 2019 Ekspektasi Portofolio Utang Akhir Tahun 2OI9 DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO, * ^t ^LUKY ^ALFIRMAN ^a_r Outstanding (dalam miliar rupiah) SBN Pinjaman Utang 3.974.r43,t 779.860,3 4.754.OO3,4 Indikator Risiko Portofolio Utang Risiko Tingkat Bunga Porsi Utang Tingkat Bunga Tetap 89,9o/o Risiko Pembiayaan Kembali Rata-Rata Utang Jatuh Tempo (tahun) 8,7 Porsi Utang Jatuh Tempo Dalam 1 Tahun 8,2o/o Risiko Nilai T\rkar Porsi Utang Dalam Valuta Asing 38,3o/o Rasio Utang terhadap PDB PDB (dalam miliar rupiah) Rasio Utang terhadap PDB 16.108.384,9 29,5o/o Asumsi Kurs USD 14.250 rl