Uji materi Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas ...
Relevan terhadap
Kenyataannya dengan kekuatan uang, PT. Citra Tritunas melalui Walikota Batam saat itu merekomendasikan kepada Kementerian Perhubungan untuk menerbitkan ijin pelabuhan khusus Harbour Bay. Anehnya, pemerintah pusat itu langsung menyetujui ijin operasional pelabuhan tersebut. Persoalannya muncul lagi karena kenyataannya meski ijin sebagai pelabuhan khusus namun praktiknya menjadi pelabuhan umum. Tanpa mengambil/memungut tax penumpang, negara berpotensi dirugikan sudah ratusan miliar sejak pelabuhan itu beroperasi tahun 2006. Untuk itu, Kejaksaan Agung telah menetapkan Direktur PT. Citra Tritunas, Jong Hua sebagai tersangka dan Direktur Utamanya Hartono. Ketika negara dirugikan dari sektor pendapatan maka rakyatpun dirugikan karena dana pendapatan dari daerah sebagian akan dikembalikan ke daerah untuk pelaksanaan pembangunan. - Jaminan investasi juga tidak terjadi pada industri shipyard PT. Lautan Lestari shipyard yang merasakan terganggu bisnisnya dan dirugikan atas kebijakan BP Batam mengalokasikan lahan di depan perusahaan tersebut sehingga mengganggu aktivitas kapal yang akan keluar masuk ke lokasi tersebut. Pengaduan Tim Pengacara perusahaan shipyard tersebut kepada LSM Kodat 86 langsung ditindaklanjuti dengan mengirim surat klarifikasi akan kepentingan menjaga iklim investasi di Batam, namun kenyataannya setelah sekian lama surat tidak juga dijawab atau ditanggapi. Pemohon merasa tidak mendapatkan perlakuan yang semestinya dari BP Batam sebagai pelaksana Badan Publik sebab di dalam perusahaan tersebut adalah kepentingan ratusan karyawan yang juga berpotensi dirugikan jika perusahaan tempat kerjanya terganggu. Lebih besar adalah kepentingan kepastian hukum, jaminan investasi jangka panjang tidak dapat diciptakan oleh BP Batam. Hal ini juga memungkinkan mempengarugi investor-investor lainnya yang berpotensi dirugikan. Di mana secara kelompok kepentingan masyarakat Batam yang dijamin UUD 1945, khususnya Pasal 28D ayat (1) tidak dapat terpenuhi. legalitas.org
semuanya ada dalam kewenangan daerah otonom Pemko Batam. Di sini jelas terjadi tarik ulur kepentingan di mana ada urusan yang sama-sama ditangani kedua institusi pemerintah tersebut. Misalnya urusan reklame, ada yang ditangani BP Batam ada juga oleh Pemko Batam. Demikian juga masalah pengelolaan parkir di Bandara Hang Nadim yang masih dikelolah BP Batam, dan masih banyak urusan yang semestinya menjadi kewenangan Pemko Batam diambil BP Batam. Dualisme pemerintahan ini tidak dapat terus dibiarkan karena untuk kepentingan jangka panjang tentu sangat tidak baik bagi perkembangan dan pembangunan Batam. Di mana saat ini, kedua lembaga negara juga sama-sama lepas tanggung jawab dalam perencanaan pembangunan Batam untuk jangka panjang. Pembangunan yang dilakukan sekarang hanya bersifat parsial guna memenuhi tuntutan masyarakat semata, tetapi tidak pernah dipikirkan bagaimana pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan dan menjamin masa depan masyarakat Batam. Penegasan kewenangan dan keberadaan lembaga pemerintah ini harus ditegaskan secara konstitusi. Di mana keberadaan dualisme pemerintahan tersebut telah menimbulkan biaya-biaya atau beban yang memberatkan kehidupan masyarakat Batam. Bahkan terjadi perlakuan-perlakuan yang secara spesifik justru merugikan dan berpotensi merugikan hak-hak warga Batam yang dijamin dan diatur dalam UUD 1945. Permohonan uji materiil ( judicial review ) yang dilakukan Pemohon adalah cara konstitusional yang bermartabat sehingga keputusan apapun yang diberikan Mahkamah Konstitusi akan menjadi pedoman bagi seluruh masyarakat Batam dan Indonesia umumnya. Bahwa terjadinya dualisme pemerintahan cukup dialami masyarakat Batam yang hak-hak konstitusional dalam UUD 1945 terlanggar. PP tentang Penetapan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun Kebijakan Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun dengan berdasarkan PERPPU Nomor 1 Tahun 2007 jelas telah menabrak rambu- rambu tentang eksistensi PP sebagai peraturan pelaksana, di mana PP merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang bukan peraturan pelaksana dari PERPPU. Bilamana itu terjadi maka PP yang lahir berdasarkan PERPPU (sebagai peraturan pelaksana dari PERPPU) dengan sendirinya batal demi hukum. legalitas.org
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menimbulkan permasalahan sebagai berikut: 1. Bahwa Pasal 4 UU Nomor 44 Tahun 2007 telah melahirkan terbitnya PP Nomor 46, Nomor 47, dan Nomor 48 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun telah merugikan dan berpotensi merugikan hak konstitusi masyarakat Batam, Indonesia umumnya–sebagaimana diatur dan dijamin dalam UUD 1945. 2. Bahwa Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pengesahan Perppu Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas: Bahwa Undang-Undang tersebut telah bertabrakan dengan Undang-Undang lainnya seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; Bahwa eksistensi sebuah undang-undang tentu tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang yang lain, sebab bisa menimbulkan pemahaman yang ambigu dan multi tafsir sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan mereduksi hak konstitusi Pemohon dalam memperoleh jaminan dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pembahasan 1. FILOSOFI Lahirnya PERPPU Nomor 1 Tahun 2007 Di dalam pertimbangan PERPPU Nomor 1 Tahun 2007 dinyatakan bahwa globalisasi ekonomi yang menuntut dikuranginya berbagai hambatan di bidang perdagangan selain merupakan kondisi yang memberikan peluang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan ekspor dan investasi, juga mengakibatkan menurunnya daya saing nasional sehingga menimbulkan dampak yang sangat serius terhadap perekonomian dan perdagangan nasional serta meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan (pertimbangan huruf a); Kebijakan nasional pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas berdasarkan PERPPU Nomor 1 Tahun 2000 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 yang merupakan salah satu bentuk legalitas.org
Tata Cara Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Fasilitas Dana Geothermal.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Badan Usaha Penyedia Jasa Penyiapan Proyek KPS adalah badan usaha yang menyediakan jasa penyusunan studi kelayakan, penyusunan dokumen pelelangan, dan asistensi dalam melakukan pengadaan badan usaha untuk penyediaan infrastruktur melalui skema kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha.
Dana Geothermal adalah dana yang dialokasikan untuk pembiayaan dalam rangka mitigasi risiko eksplorasi dan meningkatkan kelayakan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi.
Fasilitas Dana Geothermal adalah dukungan fasilitas yang diberikan Pemerintah untuk mengurangi risiko usaha panas bumi dalam rangka mendukung usaha pemanfaatan panas bumi bagi pengembangan pembangkit listrik.
Pusat Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat PIP adalah satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang melaksanakan kewenangan operasional dalam pengelolaan investasi pemerintah pusat sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi yang selanjutnya disebut IUP adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan panas bumi.
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi KPS yang selanjutnya disebut Proyek PLTP KPS adalah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang diadakan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2011.
Survei Pendahuluan adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika, dan geokimia untuk memperkirakan letak dan adanya sumber daya panas bumi serta wilayah kerja.
Kuasa Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi adalah pihak yang diberikan wilayah kuasa pengusahaan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1981 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1991.
Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi yang selanjutnya disebut Wilayah Kerja adalah wilayah kerja yang ditetapkan dalam IUP.
Penjualan Surat Utang Negara di Pasar Perdana dalam Denominasi Yen di Jepang.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Surat Utang Negara, yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, yang terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara.
SUN Dalam Denominasi Yen adalah SUN yang diterbitkan di pasar perdana dalam denominasi Yen di Jepang.
Penjualan SUN Dalam Denominasi Yen adalah kegiatan penjualan SUN Dalam Denominasi Yen berdasarkan ketentuan pasar keuangan di Jepang.
Pihak adalah orang perseorangan Warga Negara Jepang dimanapun mereka bertempat tinggal, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi yang didirikan atau diatur menurut peraturan perundang-undangan di Jepang.
Investment Bank adalah lembaga keuangan yang memperoleh izin dari otoritas pasar modal/lembaga keuangan dan dapat melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan/atau Manajer Investasi di Jepang.
Private Placement adalah kegiatan Penjualan SUN Dalam Denominasi Yen kepada investor tertentu melalui Agen Penjual dengan ketentuan dan persyaratan ( terms and conditions ) sesuai dengan kesepakatan.
Bookbuilding adalah kegiatan penawaran Penjualan SUN Dalam Denominasi Yen kepada Pihak dengan cara Agen Penjual mengumpulkan pemesanan pembelian dalam periode penawaran yang telah ditentukan.
Panel Calon Agen Penjual yang selanjutnya disebut Panel adalah beberapa Investment Bank yang lulus seleksi untuk kegiatan Penjualan SUN Dalam Denominasi Yen.
Agen Penjual adalah Investment Bank yang ditunjuk dari Panel untuk melaksanakan Penjualan SUN Dalam Denominasi Yen.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang, yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan utang.
Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang ditunjuk oleh pengguna anggaran untuk menggunakan anggaran kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
Pejabat Pembuat Komitmen dalam rangka Penjualan SUN Dalam Denominasi Yen, yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan pengadaan jasa Agen Penjual dan/atau konsultan hukum.
Agen Fiskal adalah lembaga/institusi yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan antara lain pencatatan kepemilikan ( registry ) dan melakukan pembayaran bunga dan pokok SUN Dalam Denominasi Yen.
Memorandum Informasi adalah informasi tertulis mengenai penawaran SUN Dalam Denominasi Yen kepada calon investor.
Penjatahan adalah penetapan alokasi SUN Dalam Denominasi Yenyang diperoleh setiap calon investor sesuai dengan hasil Penjualan SUN Dalam Denominasi Yen.
Setelmen adalah penyelesaian transaksi SUN Dalam Denominasi Yen yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan SUN Dalam Denominasi Yen.
Hari Kerja adalah hari kliring pada lembaga kliring di Jepang yang ditunjuk.
Tata Cara Pembayaran Ketersediaan Layanan pada Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur. ...
Dosen.
Relevan terhadap
Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon Dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
Penyelenggara pendidikan tinggi atau Satuan Pendidikan Tinggi menetapkan kebijakan dan pelaksanaan ikatan dinas bagi calon Dosen untuk memenuhi kepentingan penyelenggara pendidikan tinggi atau Satuan Pendidikan Tinggi yang bersangkutan. ditjen Peraturan Perundang-undangan (3) Ikatan dinas bagi calon Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Dosen pada Satuan Pendidikan Tinggi dalam rangka memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan peningkatan mutu penyelenggaraan tridharma Perguruan Tinggi.
Kebutuhan calon Dosen penerima ikatan dinas didasarkan pada kebutuhan tenaga Dosen menurut bidang keilmuan dan/atau bidang keprofesian secara nasional.
Ikatan dinas diberikan kepada mahasiswa program magister atau program doktor sebagai calon Dosen yang memperoleh bantuan biaya pendidikan.
Bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan biaya investasi dari penyelenggara pendidikan tinggi atau Satuan Pendidikan Tinggi yang mencakup:
uang kuliah;
uang buku;
sarana belajar;
uang penelitian;
biaya hidup; dan
asuransi kesehatan.
Persyaratan penerima ikatan dinas bagi calon Dosen meliputi peryaratan akademik dan nonakademik.
Prosedur rekrutmen penerima ikatan dinas bagi calon Dosen sekurang-kurangnya meliputi seleksi dan penetapan calon penerima ikatan dinas.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan prosedur rekrutmen calon Dosen penerima ikatan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri. ditjen Peraturan Perundang-undangan
Pengujian UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah [Pasal 14 huruf e dan huruf f] ...
Relevan terhadap 17 lainnya
2,5 kali pendapatan Kalimantan Tengah. Dan oleh karena itu, tidak mengherankan provinsi ini mempunyai kapasitas fiskal tertinggi di Indonesia, 5,9 juta per kapita. Lebih tinggi dibandingkan DKI Jakarta yang hanya 2,4 juta per kapita kapasitas fiskalnya. Dan lebih tinggi juga dari Provinsi Riau yang hanya 2,39 juta per kapita kapasitas fiskalnya; • Bahwa tingginya kapasitas fiskal Provinsi Kalimantan Timur juga diikuti dengan besarnya ruang fiskal. Data APBD tahun 2010 menunjukkan provinsi ini adalah provinsi yang paling tinggi ruang fiskalnya mencapai hampir 74%. Ruang fiskal adalah satu indikator yang menunjukkan daerah itu leluasa, fleksibel untuk menggunakan anggaran sesuai dengan yang betul-betul dibutuhkan oleh daerah yang bersangkutan; • Bahwa Provinsi Kalimantan Timur menjadi satu-satunya provinsi di luar Jawa yang berada pada peringkat 5 nasional menarik investasi dan mampu menempati peringkat 3 nasional menarik investasi dalam negeri dan mampu menempati peringkat 5 nasional untuk menarik investasi asing; • Bahwa Provinsi Kalimantan Timur indikator sosialnya juga cukup menggembirakan, angka kematian bayi di provinsi ini hanya ada 20 per 1.000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi dibandingkan Kalimantan Selatan yang masih di angka 34. Rata-rata lama sekolah provinsi ini sudah di atas 9 tahun, jauh lebih baik dibandingkan Kalimantan Barat yang baru 7 tahun. Usia harapan hidup provinsi ini sudah melebihi 72 tahun, jauh lebih baik dibandingkan Kalimantan Barat yang baru sekitar 70 tahun. Pendapatan per kapita provinsi ini 35 juta lebih hampir 6-7 kali dari pendapatan per kapita yang ada di provinsi lain di Kalimantan; • Bahwa kualitas pembangunan manusia Provinsi Kalimantan Timur ini juga menempati peringkat kelima secara nasional. Dan yang terbaik di Kalimantan dibandingkan dengan Provinsi Kalimantan Selatan yang berada di peringkat 26, Kalimantan Barat di peringkat 28, dan Kalimantan Tengah di peringkat 7; • Bahwa perkembangan indikator sosial yang lain, persentase rumah tangga yang memiliki telepon dan telepon seluler. Provinsi ini juga menempati peringkat ketiga 91,88% rumah tangga di Kalimantan Timur sudah tercatat memiliki telepon dan telepon seluler. Kalau dari rumah tangga yang menggunakan komputer/ notebook . Provinsi ini juga terbaik ketiga, hanya
VI. Keterangan Ahli Pemerintah Dan Tanggapan Pemerintah Atas Keterangan Ahli para Pemohon A. Keterangan Ahli Pemerintah Terhadap keterangan para Ahli yang diajukan oleh Pemerintah pada sidang pleno tanggal 9 Februari 2012, tanggal 15 Februari 2012, dan tanggal 28 Februari 2012 dapat Pemerintah simpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Keterangan DR. Machfud Sidik, M.SC. Dalam keterangannya DR. Machfud Sidik, M.Sc menyampaikan bahwa desentralisasi dan demokratisasi adalah suatu fenomena yang kompleks dengan berbagai dimensinya baik dari aspek administrasi, ketatanegaraan, fiskal dan sosial politik. Analisis yang sama mengenai langkah yang harus diambil sangat dibutuhkan dengan harapan bahwa pada waktunya nanti akan muncul sebuah sistem hubungan pemerintahan dan hubungan keuangan antara tingkat pemerintah yang lebih realistis dan berkelanjutan. Desentralisasi berarti membedakan fungsi fiskal, politik, dan adminitrasi dari tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah dalam wujud yang berbeda-beda antar negara, tergantung pada seberapa besar pemerintahan negara yang bersangkutran memberikan peranan yang lebih besar pada pemerintahan daerah yang bersangkutan di dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahannya Satu hal penting yang harus dipahami adalah desentralisasi fiskal adalah instrumen, bukan tujuan. Desentralisasi fiskal adalah salah satu instrumen yang digunakan oleh pemerintah di dalam rangka mengelola pembangunan, mendorong pembangunan daerah maupun nasional untuk mencapai kesejahteraan yang lebih baik terhadap masyarakatnya. Untuk menjabarkan konsepsi pemikiran tersebut, maka pemerintah Indonesia perlu menetapkan beberapa misi hubungan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah yang harus dicapai. Yaitu pertama, mengembangkan hubungan keuangan
DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di Daerah tertentu yang merupakan urusan Daerah. DAK dialokasikan untuk 3 tujuan yaitu (1) untuk membantu daerah dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimum pelayanan dasar pendidikan, kesehatan, dan/atau infrastruktur jalan, jembatan, sanitasi, irigasi, dan air minum; (2) pencapaian prioritas nasional; dan (3) untuk kebijakan tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundangan termasuk kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ABPN. Daerah yang belum dapat memenuhi SPM karena dana yang tersedia tidak mencukupi maka kepada daerah yang bersangkutan dapat dialokasikan DAK. Perubahan kebijakan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang bersifat parsial, misalnya hanya meningkatkan porsi DBH Sumber Daya Alam kepada Daerah, sangat tidak dianjurkan karena akan berakibat memperburuk ketimpangan kemampuan fiskal antar daerah. Dari pemikiran tersebut, DR. Machfud Sidik, M.Sc berpendapat bahwa usulan tentang meningkatkan porsi dana bagi hasil untuk sumber daya alam, khususnya migas, sangat sulit untuk diterima karena akan meningkatkan hanya beberapa daerah tertentu yang bisa lebih baik posisi keuangan, tetapi justru akan memperburuk disparitas kemampuan fiskal antar daerah satu dengan daerah lain. 2. Keterangan Prof. DR. Robert A. Simanjuntak, PHD Dalam memberikan keterangannya Prof. DR. Robert A. Simanjuntak menyampaikan bahwa pembagian sumber-sumber keuangan antar tingkat pemerintahan merupakan konsekuensi logis dari pembagian kewenangan/fungsi. Hal tersebut praktis terjadi di semua negara kesatuan di dunia, dan di sebagian besar negara federal, pemerintah pusat menguasai sumber-sumber penerimaan yang potensial. Maka dalam pelaksanaan desentralisasi, adalah wajar terjadi dinamika berupa tuntutan penguatan (peningkatan) sumber-sumber penerimaan pemda. Ada tiga cara yang biasa ditempuh: (1).
Tata Cara Pencairan Dana Kegiatan Capacity Building Program Kreditanstalt Fur Wiederaufbau-Industrial Efficiency And Pollution Control Tahap I. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Program Kreditanstalt fur Wiederaufbau-Industrial Efficiency And Pollution Control Tahap I yang selanjutnya disebut Program KfW-IEPC I adalah program yang bersumber dari hibah Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW) yang dipinjamkan oleh Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan kepada bank pelaksana untuk membiayai kegiatan investasi yang berorientasi lingkungan hidup dalam rangka pengendalian polusi dan efisiensi industri.
Dana Capacity Building adalah dana yang berasal dari penyisihan sebesar 33% (tiga puluh tiga perseratus) atas bunga pinjaman IEFC Tahap I yang disetor oleh bank pelaksana kepada Pemerintah.
Kegiatan Capacity Building adalah kegiatan yang dibiayai oleh Dana Capacity Building dalam rangka peningkatan efektivitas dan keberlanjutan pengelolaan pinjaman lunak di bidang lingkungan hidup, peningkatan kemampuan baik bank pelaksana, Kementerian Lingkungan Hidup, maupun Kementerian Keuangan dalam memasukkan isu lingkungan hidup dalam pembiayaan perbankan, serta peningkatan pengetahuan dan kemampuan nasabah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Bank Pelaksana adalah bank yang menyalurkan dana pinjaman Program KfW-IEPC I, __ yang terdiri dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, Bank Pembangunan Daerah Bali, Bank Nagari, dan Bank Negara Indonesia kepada nasabah dari kalangan usaha kecil dan menengah.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara yang berfungsi sebagai dasar pelaksanaan pembiayaan kegiatan serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi Pemerintah.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat yang memiliki kewenangan atas penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab secara formal dan material kepada Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota atas pelaksanaan kebijakan anggaran yang berada dalam penguasaannya.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA atau KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban belanja negara.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PP-SPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA atau KPA untuk melakukan pengujian atas Surat Permintaan Pembayaran dan menerbitkan Surat Perintah Membayar.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan selaku Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) yang bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK yang berisi permintaan kepada PP-SPM untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar sejumlah uang atas beban bagian anggaran yang dikuasainya untuk untung pihak yang ditunjuk dan sesuai syarat-syarat yang ditentukan dalam dokumen perikatan yang menjadi dasar penerbitan SPP berkenaan.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PP-SPM untuk dan atas nama PA atau KPA kepada BUN atau kuasa BUN, berdasarkan SPP untuk melakukan pembayaran sejumlah uang kepada pihak yang ditunjuk dan atas beban anggaran yang ditetapkan dalam SPP berkenaan.
SPM Langsung yang selanjutnya disebut SPM-LS adalah SPM kepada pihak yang ditunjuk yang diterbitkan oleh PA atau KPA atas dasar perjanjian/kontrak kerja atau surat perintah kerja lainnya.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berdasarkan SPM.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja yang selanjutnya disingkat SPTB adalah pernyataan tanggung jawab belanja yang diterbitkan/dibuat oleh KPA atau PPK atas transaksi belanja negara.
Kegiatan Rekomendasi Teknis adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Bank Pelaksana dengan atau tanpa dibantu oleh konsultan dalam rangka pengumpulan data debitur untuk mendapatkan rekomendasi teknis dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Rencana Penggunaan Dana adalah rencana yang disusun oleh Bank Pelaksana dalam menggunakan dana yang telah disetor untuk membiayai Kegiatan Capacity Building.
Surat Penetapan Rencana Kerja dan Anggaran BUN yang selanjutnya disingkat SP RKA-BUN adalah dokumen penetapan alokasi anggaran menurut unit organisasi dan program yang dirinci ke dalam satuan kerja pada Bagian Anggaran BUN.
Monitoring Aspek Keuangan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Bank Pelaksana, didampingi konsultan apabila diperlukan, dalam rangka pemantauan terhadap aspek keuangan berupa penyaluran dana Program KfW-IEPC I.
Monitoring Aspek Teknis adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Bank Pelaksana, didampingi konsultan bila diperlukan, dalam rangka pemantauan terhadap aspek teknis berupa realisasi pelaksanaan proyek yang menjadi obyek pembiayaan dana KfW-IEPC.
PUU Nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
Relevan terhadap 8 lainnya
Kebijakan desentralisasi fiskal merupakan upaya untuk mendorong kemandirian keuangan daerah, sehingga diharapkan penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat berjalan secara otonom. Kebijakan desentralisasi fiskal juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya sendiri. Fungsi pemerintahan daerah akan dapat terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber- sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Oleh karena itu, desentralisasi fiskal berimplikasi pada adanya kewenangan yang berkaitan dengan sumber-sumber penerimaan daerah, karena penerimaan daerah tersebut mendukung berhasil atau tidaknya penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Adapun kebijakan perpajakan dalam konteks desentralisasi fiskal yang menjadi penanda penting bagi demokrasi adalah dengan adanya taxing power sharing (pembagian wewenang perpajakan) yang di dalamnya terdiri dari aspek expenditure assignment dan revenue assignment dengan tujuan utama adalah untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas. Pembagian wewenang perpajakan secara substantif mengandung makna dan tujuan sebagai bentuk fiscal power sharing untuk membangun kemandirian daerah dalam hal fiskal, karena sisi paling penting dalam revenue assignment adalah kewenangan perpajakan. Taxing power sharing (pembagian wewenang perpajakan) tersebut dimaksudkan untuk memberikan kewenangan yang lebih maksimal bagi daerah dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan kepada pusat. Oleh karenanya, desentralisasi fiskal dibarengi dengan adanya pergeseran taxing power (kekuasaan perpajakan) dari pemerintah pusat ke daerah, karena kebijakan desentralisasi fiskal tidak hanya terkait dengan masalah kewenangan penggunaan anggaran (belanja daerah) semata, melainkan juga mencakup revenue assignment (kewenangan penerimaan), terutama taxing power (kewenangan perpajakan). Selain itu, bahwa salah satu prasyarat penting dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintahan adalah diperlukannya kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri. Pola hubungan keuangan antara pusat dan daerah harus dilihat tidak hanya pada
yang bahkan ranking di bawah 90 yaitu jalan, pelabuhan (port), dan electro city untuk pembangkit listrik. Dan yang lainnya bukan berarti rankingnya baik, juga masih di atas 60, jadi di sini bisa terlihat bahwa betapa posisi kita sangat begitu jelas tertinggal. Di sini juga terlihat bahwa kebutuhan pembangunan infrastruktur Indonesia infrastruktur yang ideal adalah 5% sampai 6% dari PDB dan saat ini Indonesia memiliki anggaran infrastruktur sebesar sekitar 3,25% dari PDB, dimana alokasi anggaran ini diharapkan akan meningkat secara gradual (bertahap) hingga mencapai 5% pada Tahun 2014. Dengan mengacu anggaran yang dimiliki pemerintah tersebut, maka terjadi gap yang sangat besar antara tuntutan biaya pembangunan infrastruktur dengan kapasitas yang dimiliki pemerintah, yaitu di situ tercatat hanya sekitar 31% atau Rp451 trilliun dan itu mengapa untuk mengatasi gap ini pemerintah mengadakan program kerja sama dengan pihak investor swasta untuk ikut membangun infrastruktur Indonesia salah satunya melalui program Kerja Sama Pemerintah Swasta (KPS). Untuk itu sangat penting untuk membuat kebijakan pemerintah yang kondusif bagi dunia investasi sehingga memacu investor swasta berkualitas untuk berpatisipasi tinggi dalam program ini. Kemudian yang kedua, antara investor dan kontraktor ini juga berkaitan utamanya terkait dengan biaya kontruksi dan risiko daripada pelaksanaan. dan antara masyarakat dan konsultan kontraktor itu ada tuntutan untuk membangun dengan kepedulian lingkungan dan kepedulian kepada masyarakat serta pemberdayaan masyarakat dan juga berkaitan dengan Pemerintah dan masyarakat di sini juga terkait dengan kewajaran dari suatu kompensasi, dan, dukungan lahan, serta dukungan bisnis. Ini adalah analisa kami terhadap kesuksesan suatu interaksi di antara stakeholder untuk membangun infrastruktur. Kalau kami berasumsi ada suatu kebijakan yang menyebabkan kenaikan biaya konstruksi, kemudian juga menyebabkan kenaikan biaya investasi, tentunya posisi investor menjadi posisi yang sangat tidak diuntungkan dalam posisi ini, artinya kalau kita lihat harga daripada investasi itu lebih tinggi daripada yang direncanakan, maka kapasitas pemerintah masih sama sehingga ini akan
ketersediaan dana yang akan ditransfer pusat kepada daerah, tetetapi yang jauh lebih penting adalah dengan adanya distribusi kewenangan perpajakan secara memadai. Pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka peningkatan dan pelayanan yang memadai kepada masyarakat. Penyerahan kewenangan tersebut juga merupakan bagian dari usaha mempersingkat pelayanan kepada masyarakat dan mempercepat proses demokratisasi. Dengan demikian, salah satu bentuk dari pelaksanaan otonomi daerah dan kebijakan desentralisasi fiskal yang sangat penting adalah dengan diakuinya keberadaan dan eksistensi Pajak Daerah, karena Pajak Daerah merupakan pendapatan asli daerah yang seharusnya menjadi sumber pendanaan utama bagi pembangunan daerah dalam kerangka otonomi daerah dan wujud pelaksanaan dari kebijakan desentralisasi fiskal. D. ASAS-ASAS PEMUNGUTAN DAN PEMBAGIAN BEBAN PAJAK YANG ADIL Pembentuk Undang-Undang di dalam menetapkan PKB dan BBN-KB alat- alat berat dan alat-alat besar dalam UU PDRD telah mempertimbangkan asas pemungutan pajak yang telah ada dan diterima secara universal, yaitu asas-asas sebagai berikut: 1. Asas Equality Menurut asas ini, pembagian tekanan pajak di antara subjek pajak dilakukan secara seimbang dengan kemampuannya masing-masing, dalam artian bahwa pajak harus memberikan perlakuan yang sama terhadap orang-orang yang berada dalam kondisi yang sama. Atau dengan kata lain, bahwa dalam keadaan yang sama, para wajib pajak dikenakan pajak yang sama pula. 2. Asas Certainty Dalam asas ini, pajak yang dikenakan terhadap masyarakat harus terdapat/memberikan kepastian. Adapun kepastian hukum yang paling dipentingkan adalah mengenai subjek, objek, besarnya pajak, waktu pembayaran, serta hak dan kewajiban wajib pajak.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat SATK adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan untuk seluruh transaksi penerimaan dan pengeluaran serta aset dan kewajiban pemerintah yang terkait dengan fungsi khusus Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, serta tidak tercakup dalam Sub Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SABUN) lainnya.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Bagian Anggaran yang bersangkutan.
Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat KPB adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi khusus pada tingkat satuan kerja di lingkup Bendahara Umum Negara.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang menjadi koordinator dan bertugas melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK yang berada langsung di bawahnya.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAP BUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK/UAKKPA BUN TK.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKP BUN TK adalah unit akuntansi pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan seluruh UAP BUN TK.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengelola Barang Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat UAKPLB BUN adalah satuan kerja/unit akuntansi yang diberi kewenangan untuk mengurus/menatausahakan/mengelola BMN yang dalam penguasaan Bendahara Umum Negara Pengelola Barang.
Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penganggaran.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Ditjen PBN adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan Negara.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang selanjutnya disingkat DJPK adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perimbangan keuangan.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah Instansi Eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Badan Kebijakan Fiskal yang selanjutnya disingkat BKF adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan analisis di bidang kebijakan fiskal.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan dan hibah.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disebut BMN Idle adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa adalah aset yang dikuasai Negara berdasarkan:
Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/032/PEPERPU/1958 jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439/1958 jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960;
Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962;
Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/1964; dan
Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T-0403/G- 5/5/66.
Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah Badan usaha atau bentuk badan usaha tetap yang diberikan wewenang untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan badan pelaksana.
Barang yang menjadi milik/kekayaan negara yang berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disebut BMN Yang Berasal Dari KKKS adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh atau dibeli KKKS dan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan usaha hulu.
Kontraktor Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut Kontraktor PKP2B adalah badan usaha yang melakukan pengusahaan pertambangan batubara, baik dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Barang yang menjadi milik/kekayaan negara yang berasal dari Kontraktor Perjanjian Kerjasama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut BMN Yang Berasal Dari Kontraktor PKP2B adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh Kontraktor dalam rangka kegiatan pengusahaan pertambangan batubara dan/atau barang dan peralatan yang tidak terjual, tidak dipindahkan atau tidak dialihkan oleh Kontraktor setelah pengakhiran perjanjian yang telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan menjadi milik Pemerintah termasuk barang kontraktor yang pada pengakhiran perjanjian akan digunakan untuk kepentingan umum.
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat BLBI adalah fasilitas yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada perbankan untuk menjaga kestabilan sistem pembayaran dan sistem perbankan, agar tidak terganggu oleh adanya ketidakseimbangan likuiditas, antara penerimaan dan penarikan dana pada bank-bank.
PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) yang selanjutnya disebut PT PPA adalah perusahaan perseroan yang didirikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk melakukan pengelolaan aset negara yang berasal dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang tidak berperkara untuk dan atas nama Menteri Keuangan berdasarkan perjanjian pengelolaan aset.
Aset Eks Kelolaan PT PPA adalah kekayaan negara yang berasal dari kekayaan eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang sebelumnya diserahkelolakan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)/PT PPA (Persero), dan telah dikembalikan pengelolaannya kepada Menteri Keuangan.
Aset yang Diserahkelolakan kepada PT PPA adalah kekayaan negara yang berasal dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang tidak terkait dengan perkara, berupa aset properti, aset saham, aset reksa dana, dan/atau aset kredit, yang sebelumnya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.06/2006 tentang Pengelolaan Kekayaan Negara yang berasal dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero), dikelola oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
Aset Eks Pertamina adalah aset-aset yang tidak turut dijadikan Penyertaan Modal Negara dalam Neraca Pembukaan PT. Pertamina sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.06/2008 tentang Penetapan Neraca Pembukaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina Per 17 September 2003, serta telah ditetapkan sebagai sebagai Barang Milik Negara yang berasal dari Aset Eks Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 92/KK.06/2008 tentang Penetapan Status Aset Eks Pertamina Sebagai Barang Milik Negara.
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah.
Selisih Kurs adalah selisih yang dihasilkan dari pelaporan jumlah unit mata uang asing yang sama dalam mata uang pelaporan pada kurs yang berbeda.
Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi.
Buku Besar Kas adalah kumpulan akun-akun yang digunakan untuk meringkas transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akuntansi berdasarkan basis kas.
Buku Besar Akrual adalah kumpulan akun-akun yang digunakan untuk meringkas transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akuntansi berdasarkan basis akrual.
Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah, yaitu aset, utang, dan ekuitas pada tanggal tertentu.
Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintah dalam satu periode pelaporan.
Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, Laporan Arus Kas, LO, LPE, dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih dalam rangka pengungkapan yang memadai.
Reviu adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam Laporan Keuangan, permintaan keterangan dan analitik yang menjadi dasar memadai bagi Aparat Pengawas Intern Pemerintah untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas Laporan Keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) untuk tingkat UAKPA BUN TK ditandatangani dengan ketentuan sebagai berikut:
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Pengeluaran Kerja Sama Internasional dan Perjanjian Internasional ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di BKF yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Pembayaran Dukungan Kelayakan ditandatangi oleh Pejabat Eselon II di DJPPR yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek ditandatangi oleh Pejabat Eselon II di DJPPR yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola PNBP Minyak Bumi dan Gas Bumi ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di DJA yang mengelola PNBP;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola PNBP Panas Bumi ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di DJA yang mengelola PNBP;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Setoran Lainnya ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di DJA yang mengelola PNBP;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di DJKN yang menangani Pengelolaan Kekayaan Negara;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Aset KKKS ditandatangani oleh Pejabat Eselon II pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang menangani Pengelolaan BMN yang berasal dari KKKS;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Aset Kontraktor PKP2B ditandatangani oleh Pejabat Eselon II pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang menangani Pengelolaan BMN yang berasal dari Kontraktor PKP2B;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Aset Eks Pertamina ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di DJKN yang mengelola Kekayaan Negara Dipisahkan;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola BMN Idle yang Sudah Diserahkan Ke DJKN selaku Pengelola Barang, ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di DJKN yang mengelola BMN;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Aset yang Timbul dari Pemberian BLBI, ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di DJKN yang menangani Pengelolaan Kekayaan Negara;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Aset Lainnya dalam Pengelolaan DJKN, ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di DJKN yang menangani Pengelolaan Kekayaan Negara;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Piutang dalam rangka Dana Antisipasi Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di unit kerja pada Kementerian Negara/Lembaga yang ditunjuk selaku KPA;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Belanja/Beban Pensiun, Belanja/Beban Jaminan Layanan Kesehatan, Belanja/Beban Jamkesmen, Belanja/Beban Jamkestama, Belanja/Beban JKK, Belanja/Beban JKM, Belanja/Beban Program THT, Belanja/Beban PPN RTGS BI, Belanja/Beban Selisih Harga Beras Bulog, dan Pelaporan Iuran Dana Pensiun ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di Ditjen PBN yang ditunjuk sebagai KPA;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Pendapatan dan Belanja/Beban Dalam Rangka Pengelolaan Kas Negara, ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di Ditjen PBN yang menangani Pengelolaan Kas Negara;
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Utang PFK Pegawai, ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di Ditjen PBN yang menangani Pengelolaan Utang PFK Pegawai; dan
Pernyataan Tanggung Jawab UAKPA BUN TK Pengelola Utang PFK Pajak Rokok, ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di DJPK yang menangani Pengelolaan Utang PFK Pajak Rokok.
Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) untuk UAKKPA BUN TK Pengelola BMN yang berasal dari Pertambangan ditandatangani oleh Kepala Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) untuk tingkat UAP BUN TK ditandatangani dengan ketentuan sebagai berikut:
Pernyataan Tanggung Jawab UAP BUN TK Pengelola Pengeluaran Keperluan Hubungan Internasional ditandatangani oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal;
Pernyataan Tanggung Jawab UAP BUN TK Pengelola:
Pembayaran Dukungan Kelayakan; dan
Pembayaran Fasilitas Penyiapan Proyek ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko;
Pernyataan Tanggung Jawab UAP BUN TK Pengelola PNBP yang Dikelola oleh DJA ditandatangani oleh Direktur Jenderal Anggaran;
Pernyataan Tanggung Jawab UAP BUN TK Pengelola Aset yang Berada Dalam Pengelolaan DJKN ditandatangani oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara;
Pernyataan Tanggung Jawab UAP BUN TK Pengelola:
Belanja/Beban Pensiun, Belanja/Beban Jaminan Layanan Kesehatan, Belanja/Beban Jamkesmen, Belanja/Beban Jamkestama, Belanja/Beban Program THT, Belanja/Beban PPN RTGS BI, Belanja/Beban Selisih Harga Beras Bulog, dan Pelaporan Iuran Dana Pensiun;
Pendapatan dan Belanja/Beban Dalam Rangka Pengelolaan Kas Negara; dan
Utang PFK Pegawai; ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan; dan
Pernyataan Tanggung Jawab UAP BUN TK Pengelola Utang PFK Pajak Rokok ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) untuk tingkat UAKP BUN TK ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.