Pengujian UU No. 36 Thn 2008 ttg Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 Ttg Pajak Penghasilan [Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, & d, Pasal 9 ayat ( ...
Relevan terhadap
a) cadangan piutang tak tertagih untuk badan usaha lain yang menyalurkan kredit, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; b) cadangan untuk bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; c) cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; d) cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan e) cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri. e. Mempermudah syarat untuk membiayakan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih Melalui perubahan UU PPh ini, syarat untuk membiayakan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dipermudah menjadi: 1) telah dibiayakan dalam laporan laba rugi komersial; 2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau ada perjanjian tertulis dengan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau ada pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan. 4) Syarat nomor 3 tidak berlaku bagi piutang debitur kecil yang dihapuskan. 2. Kemudahan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Bagi Wajib Pajak Badan yang masuk kategori usaha mikro, kecil dan menengah diberikan insentif berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif PPh Badan yang berlaku terhadap bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00. Apabila dibandingkan dengan Undang- Undang lama, aturan ini memberikan rasa keadilan yang lebih besar karena membedakan tarif pajak berdasarkan skala usaha Wajib Pajak. Lebih lanjut dalam perubahan UU PPh ini, pembebasan utang untuk debitur kecil misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat
refleksi bahwa yang menentukan besarnya pendapatan negara yang berasal dari pajak yang dibebankan kepada rakyat yang kemudian dibelanjakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat adalah rakyat sendiri dengan perantaraan Dewan Perwakilan. Sebagai negara yang berorientasi pada kepentingan kesejahteraan rakyat yang demokratis, Indonesia menjunjung tinggi hak dan kewajiban perpajakan dengan memberi kesempatan kepada rakyat melalui DPR untuk merumuskan undang-undang perpajakan (Pasal 23 A UUD 1945). Sehingga tidak ada taxation without representation yang dapat dianggap sebagai robbery (semboyan abad ke- 18 di Amerika). Secara tradisional (Nurmantu, 2005, dan Brotodihardjo, 2008), kita mengetahui 2 (dua) fungsi pajak, yaitu (1) fiskal atau budgeter (penerimaan negara) dan (2) pengaturan (regulasi – pengaturan kehidupan ekonomi dan sosial). Sementara itu, Fritz Neumark (dalam Nurmantu, 2005) menyebut beberapa prinsip pemajakan yang baik, yaitu (1) revenue productivity ; artinya bahwa system pajak seharusnya dapat menghasilkan penerimaan negara dalam jumlah yang cukup ( adequate ) dan flexible sesuai dengan kondisi yang dihadapi, (2) social justice; maksudnya bahwa sistem pemajakan harus memperhatikan keadilan sosial seperti bahwa semua orang yang telah berkemampuan membayar pajak seharusnya kena pajak ( universality ), orang dengan kemampuan bayar yang sama seharusnya beban pajaknya sama ( equality ) dan beban pajak dihitung berdasar kemampuan bayar masing-masing ( ability to pay ), serta distribusi beban pajak antar penduduk seharusnya dapat mempersempit celah perbedaan penghasilan dan kekayaan ( redistribution ), (3) economic goals ; artinya bahwa kebijakan perpajakan dapat dipakai sebagai alat membantu pencapaian tujuan ekonomi tertentu, dan (4) ease of administration and compliance ; artinya bahwa seharusnya peraturan perundangannya jelas dan mudah dipahami, berkesinambungan (relatif tidak sering berubah-ubah), murah biaya kepatuhan dan administrasi, serta memudahkan pembayaran pajak sehingga sistem pajak mudah pengadministrasinya dan pematuhannya. Sehubungan dengan prinsip revenue productivity sistem pajak, Jenkins dan Shukla (1997) menyatakan bahwa seberapa besar jumlah penerimaan pajak Pemerintah sebagian akan bergantung pada basis pajak ( tax base ) dan tarif pajak ( tax rates ) yang berlaku. Di Indonesia setiap tahun jumlah pajak yang harus dikumpulkan ditentukan dalam UU APBN berdasar persetujuan para wakil rakyat
Pengujian UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah [Pasal 14 huruf e dan huruf f] ...
Relevan terhadap
seperti kerusakan infrastruktur, polusi, ancaman kejadian ( blow out gas H2S), sensitivitas masyarakat sekitar pengeboran, demo setiap saat dan sebagainya. Seharusnya diatur tahapan-tahapan proporsi pembagian yang lebih besar pada awal-awal kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, baru ketika pada kondisi puncak produksi ada pengaturan proporsi untuk daerah lain; 3. Kedua, transparansi, khususnya dalam proses perhitungan. Sejak rekonsiliasi Lifting, maka data yang disajikan Kementerian ESDM merupakan akumulasi data dari BP Migas yang diperoleh dari kontraktor. Kontraktor sendiri, meskipun berada di daerah, tidak pernah bersedia membuka data lifting kepada Pemerintah Daerah, dengan alibi bahwa data lifting dari lapangan miliknya sepenuhnya dikuasai BP Migas. Akibatnya daerah hanya menerima data final secara sepihak. 4. Begitu pula, dalam perhitungan Dana Bagi Hasil (DBH), daerah juga hanya menerima data final dari Kementerian Keuangan, terlebih lagi data potongan pajak, cost recovery dan fee Hulu BP Migas, daerah sama sekali tidak memiliki rumusan perhitungan. Contoh faktual adalah potongan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pertambangan yang dipungut oleh Pusat, ternyata Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) Onshone Kabupaten Bojonegoro hanya dihitung 40% dari realisasi lifting, padahal PBB Pertambangan adalah salah satu sumber pendapatan yang dibagi-hasilkan dengan daerah penghasil. Memang saat ini telah ada Perpres Nomor 26 Tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang diperoleh dari Industri Ekstraktif adalah segala kegiatan yang mengambil sumber daya alam yang langsung dari perut bumi berupa mineral, batubara, minyak bumi dan gas bumi. Namun bagaimana implementasinya, saat ini belum ada realisasinya; 5. Bahwa pemerintah pusat tidak pernah melakukan keadilan partisipatif karena tidak melibatkan “pihak” dari Kalimantan Timur sebagai salah satu yang diajak berunding dalam proses perumusan UU 33/2002. Bahkan Undang-Undang tersebut didesain oleh ahli yang berasal dari berbagai universitas di luar Kalimantan Timur. e. Kemiskinan Rakyat Di Kalimantan Timur 1. Bahwa jumlah warga Kalimantan Timur yg bekerja di sektor pertambangan dan Migas hanya 0,53% dari total penduduk. 0,53% penduduk mengelola
penetapan tambahan atas pajak Pusat yang besar tarif penetapan tambahannya ditentukan oleh Pemerintah Daerah sendiri dan hasilnya juga diterima oleh daerah yang bersangkutan. Opsen tersebut misalnya dapat diberlakukan atas PPh Orang Pribadi. 2. Dana Alokasi Umum Untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara Pusat dan Daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah (dengan kebijakan bagi hasil dan DAU minimal sebesar 26% dari penerimaan dalam negeri). Dengan perimbangan tersebut, khususnya dari DAU akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya. Sesuai dengan UU Perimbangan bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep Fiscal Gap , dimana kebutuhan DAU suatu Daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah ( fiscal needs ) dan potensi daerah ( fiscal capacity ). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah/gap yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada. Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut, distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar. Dengan konsep ini beberapa daerah, khususnya daerah yang kaya sumber daya alam dapat memperoleh DAU yang negatif. Variabel-variabel kebutuhan daerah dan potensi ekonomi daerah. Kebutuhan daerah paling sedikit dicerminkan dari variabel jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan geografi, dan tingkat pendapatan masyarakat dengan memperhatikan kelompok masyarakat miskin. Sementara potensi ekonomi daerah dicerminkan dengan potensi penerimaan daerah seperti potensi industri, potensi SDA, potensi SDM, dan PDRD.
penghasil migas memperoleh 15% untuk minyak, 30% untuk gas yang dibagi adalah berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) migas. Sedangkan penerimaan negara yang berasal dari pajak yang terkait dengan kegiatan migas itu 100% ke pusat utuh tidak dibagi ke daerah; • Bahwa yang dibagi hanya PNBP yang dibagikan ke daerah ini persentase Tetapi basic -nya 85% pusat, 15% daerah, bagi hasil 85-15 itu amat sangat umum di perminyakan. Ini berasal dari contract production sharing (PEC) dimana yang 85% bagian host country. Kalau di Indonesia, bagian Negara yang 15% itu bagiannya kontraktor, production sharing contract sekarang namanya kontrak kerja sama. Bilangan 85-15 asalnya di dunia perminyakan di Indonesia maupun di dunia 85-15. Kontrak PSC ini pada awalnya diterapkan di Indonesia tahun 1960-an bagi hasilnya itu 60-40. 60 Indonesia, 40 kontraktor minyak asing; • Bahwa pada awal 75-an harga minyak dunia melonjak, pendapatan dari kontraktor asing meskipun kelihatannya lebih kecil 40% Indonesia, 60% besar sekali. Karena nilai 60-40 itu setelah cost recovery. Dirubahlah bagi hasil persentasenya dirubah karena tidak adil 60-40 itu. Karena harga minyak yang melonjak, dari harga sekitar 3 dollar, harga minyak mentah waktu itu, melonjak menjadi 12 dollar untuk pertama kali dalam 100 tahun, harga melonjak luar biasa karena embargo minyak Arab waktu itu; • Bahwa bagi hasil yang 60-40 yang sudah baku pada waktu itu dirasakan tidak adil, diubah menjadi 85-15 seperti pada saat sekarang. Undang- Undang 33/2004 dalam konteks membagihasilkan dana bagi hasil yang berasal PNBP dimana daerah 15%, pusat 85%. Apa proporsi bagi hasil antara pemerintah dan kontraktor minyak asing 85-15?. Yang ada 85-15 dalam industri migas adalah pembagian bagi hasil antara pemerintah host country dengan kontraktor minyak; • Bahwa 15% untuk kontraktor minyak asing atau kontraktor PSC ini, mereka di samping menerima yang 15%, juga mereka memperoleh cost recovery. Jadi sekalipun perusahaan minyak asing memperoleh 15%, mereka memperoleh 100% cost recovery -nya, identifikasi bagi hasil daerah ini mengacu kepada daerah penghasil yang hanya memperoleh 15%;
Akuntan Publik.
Relevan terhadap
Menteri membentuk Komite Profesi Akuntan Publik.
Keanggotaan Komite Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 13 (tiga belas) orang yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
Kementerian Keuangan;
Asosiasi Profesi Akuntan Publik; epkumham.go c. Asosiasi Profesi Akuntan;
Badan Pemeriksa Keuangan;
otoritas pasar modal;
otoritas perbankan;
akademisi akuntansi;
pengguna jasa akuntan publik;
Kementerian Pendidikan Nasional;
Dewan Standar Akuntansi Keuangan;
Dewan Standar Akuntansi Syariah;
Dewan SPAP; dan
Komite Standar Akuntansi Pemerintah.
Anggota Komite Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Menteri untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) masa periode berikutnya. (4) Keanggotaan Komite Profesi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat kolegial. Pasal 46 (1) Ketua Komite Profesi Akuntan Publik ditetapkan dari unsur pemerintah dan wakil ketua ditetapkan dari unsur Asosiasi Profesi Akuntan Publik.
Komite Profesi Akuntan Publik bertugas memberikan pertimbangan terhadap:
kebijakan pemberdayaan, pembinaan, dan pengawasan Akuntan Publik dan KAP;
penyusunan standar akuntansi dan SPAP; dan
hal-hal lain yang diperlukan berkaitan dengan profesi Akuntan Publik.
Selain memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komite Profesi Akuntan Publik juga berfungsi sebagai lembaga banding atas hasil pemeriksaan dan sanksi administratif yang ditetapkan oleh Menteri atas Akuntan Publik dan KAP.
Keputusan Komite Profesi Akuntan Publik atas banding sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan mengikat. epkumham.go (5) Tata cara beracara banding ditetapkan oleh Komite Profesi Akuntan Publik. Pasal 47 Untuk mendukung pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) dan ayat (3), Komite Profesi Akuntan Publik dibantu oleh sekretariat. Pasal 48 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan unsur-unsur, serta tata kerja Komite Profesi Akuntan Publik, dan sekretariat Komite Profesi Akuntan Publik diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB XI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Umum Pasal 49 Menteri berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP. Bagian Kedua Pembinaan Pasal 50 Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Menteri berwenang:
menetapkan peraturan atau keputusan yang berkaitan dengan pembinaan Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP;
menetapkan kebijakan tentang SPAP, ujian profesi epkumham.go akuntan publik, dan pendidikan profesional berkelanjutan;
melakukan tindakan yang diperlukan terkait dengan:
SPAP;
penyelenggaraan ujian sertifikasi profesi akuntan publik; dan
pendidikan profesional berkelanjutan, untuk melindungi kepentingan publik. Bagian Ketiga Pengawasan Pasal 51 (1) Dalam melakukan pengawasan, Menteri melakukan pemeriksaan terhadap Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP.
Menteri dapat menunjuk pihak lain untuk dan atas nama Menteri untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berwenang untuk:
meminta keterangan, informasi dan/atau dokumen kepada Pihak Terasosiasi; dan
meminta keterangan, informasi dan/atau dokumen kepada asosiasi profesi.
Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP dilarang menolak atau menghindari pemeriksaan dan menghambat kelancaran pemeriksaan.
Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP yang diperiksa wajib memperlihatkan dan meminjamkan kertas kerja, laporan dan dokumen lainnya serta memberikan keterangan yang diperlukan termasuk kertas kerja yang berkaitan dengan nasabah penyimpan dan simpanannya pada bank.
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) hanya dilakukan untuk memperoleh keyakinan atas kepatuhan Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP terhadap Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, serta SPAP. epkumham.go (7) Pemeriksa yang ditugasi oleh Menteri wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya dari Akuntan Publik yang diperiksa.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 52 (1) Menteri mencantumkan Pihak Terasosiasi dalam daftar orang tercela, dalam hal Pihak Terasosiasi:
menolak memberikan keterangan dan/atau memberikan keterangan atau dokumen palsu atau yang dipalsukan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3);
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1); __ c. dikenai pidana karena melakukan pelanggaran atas Undang-Undang ini; atau
dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencantuman Pihak Terasosiasi dalam daftar orang tercela diatur dalam Peraturan Menteri. BAB XII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 53 (1) Menteri berwenang mengenakan sanksi administratif kepada Akuntan Publik, KAP, dan/atau cabang KAP atas pelanggaran ketentuan administratif.
Pelanggaran ketentuan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pelanggaran terhadap Pasal 4, Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (4), Pasal 13, Pasal 17, Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, Pasal 28 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (1), Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 35 ayat (5) dan ayat (6), atau Pasal 51 ayat (4) dan ayat (5). epkumham.go (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu;
peringatan tertulis;
pembatasan pemberian jasa kepada suatu jenis entitas tertentu;
pembatasan pemberian jasa tertentu;
pembekuan izin;
pencabutan izin; dan/atau
denda.
Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g dapat diberikan tersendiri atau bersamaan dengan pengenaan sanksi administratif lainnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan besaran denda diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 54 Penerimaan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) huruf g dan ayat (4) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Akuntan Publik yang:
melakukan manipulasi, membantu melakukan manipulasi, dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf j; atau
dengan sengaja melakukan manipulasi, memalsukan, dan/atau menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja atau tidak membuat kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sehingga tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya dalam rangka pemeriksaan oleh pihak yang berwenang __ dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling epkumham.go banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). __ Pasal 56 Pihak Terasosiasi yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Pasal 57 (1) Setiap orang yang memberikan pernyataan tidak benar atau memberikan dokumen palsu atau yang dipalsukan untuk mendapatkan atau memperpanjang izin Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (2), atau Pasal 8 ayat (2), dan/atau untuk mendapatkan izin usaha KAP atau izin pendirian cabang KAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) atau Pasal 20 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang bukan Akuntan Publik, tetapi menjalankan profesi Akuntan Publik dan bertindak seolah-olah sebagai Akuntan Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan oleh korporasi, pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Dalam hal korporasi tidak dapat membayar denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pihak yang bertanggung jawab dipidana dengan pidana penjara epkumham.go paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun. BAB XIV KEDALUWARSA TUNTUTAN ATAU GUGATAN Pasal 58 (1) Akuntan Publik yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dibebaskan dari tuntutan pidana apabila perbuatan yang dilakukan telah lewat dari 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal laporan hasil pemberian jasa.
Akuntan Publik dibebaskan dari gugatan terkait dengan pemberian jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) apabila perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 yang dilakukan telah lewat dari 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal laporan hasil pemberian jasa. BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 59 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP yang telah memiliki izin Akuntan Publik, KAP, dan cabang KAP yang masih berlaku dinyatakan tetap berlaku. b. Akuntan Publik yang telah memiliki izin Akuntan Publik yang masih berlaku harus memperbarui (registrasi ulang) izin Akuntan Publiknya dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini dengan menyampaikan dokumen berupa surat keterangan domisili dan Nomor Pokok Wajib Pajak. c. Permohonan izin Akuntan Publik, izin usaha KAP dan/atau izin pendirian cabang KAP yang telah diajukan dan sedang dalam proses, harus diajukan kembali sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam epkumham.go Undang-Undang ini. d. Sertifikat tanda lulus ujian profesi yang telah diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia atau Institut Akuntan Publik Indonesia dinyatakan masih berlaku untuk memenuhi persyaratan memperoleh izin Akuntan Publik sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a sampai ada ketentuan yang baru. e. Rekan non-Akuntan Publik yang telah menjadi rekan pada suatu KAP dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini harus mendaftar sebagai Rekan non-Akuntan Publik dengan menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c dan huruf d. f. KAPA atau OAA yang namanya telah dicantumkan bersama-sama dengan nama KAP harus mendaftar dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini. g. KAP harus menyesuaikan komposisi tenaga kerja profesional dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini. h. Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang telah diakui oleh Menteri ditetapkan kembali dengan Keputusan Menteri sebagai Asosiasi Profesi Akuntan Publik untuk menjalankan kewenangan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. i. SPAP yang ditetapkan oleh Asosiasi Profesi Akuntan Publik yang telah diakui oleh Menteri dinyatakan tetap berlaku. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 60 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
Ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan (“Accountant”) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 705) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; epkumham.go b. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan (“Accountant”) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 705) yang mengatur jasa Akuntan Publik, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan belum ada peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini, dinyatakan masih berlaku. Pasal 61 (1) Semua Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Semua Peraturan Menteri sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 62 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. epkumham.go
Penerbangan.
Relevan terhadap
Jaringan dan rute penerbangan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan:
permintaan jasa angkutan udara;
terpenuhinya persyaratan teknis operasi penerbangan;
fasilitas bandar udara yang sesuai dengan ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan;
terlayaninya semua daerah yang memiliki bandar udara;
pusat kegiatan operasi penerbangan masing-masing badan usaha angkutan udara niaga berjadwal; serta f. keterpaduan rute dalam negeri dan luar negeri. epkumham.go (2) Jaringan dan rute penerbangan luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (2) ditetapkan dengan mempertimbangkan:
kepentingan nasional;
permintaan jasa angkutan udara;
pengembangan pariwisata;
potensi industri dan perdagangan;
potensi ekonomi daerah; dan
keterpaduan intra dan antarmoda. Pasal 124 (1) Badan usaha angkutan udara niaga berjadwal nasional dapat mengajukan rute penerbangan baru dalam negeri dan/atau luar negeri kepada Menteri. (2) Menteri melakukan evaluasi pengajuan dan menetapkan rute penerbangan baru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 125 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur penetapan serta pemanfaatan jaringan dan rute penerbangan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat T a r i f Pasal 126 (1) Tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri terdiri atas tarif angkutan penumpang dan tarif angkutan kargo. (2) Tarif angkutan penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas golongan tarif pelayanan kelas ekonomi dan non-ekonomi. (3) Tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan komponen:
tarif jarak;
pajak;
iuran wajib asuransi; dan
biaya tuslah/tambahan ( surcharge ). epkumham.go Pasal 127 (1) Hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (3) merupakan batas atas tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri. (2) Tarif batas atas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan aspek perlindungan konsumen dan badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dari persaingan tidak sehat. (3) Tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri yang ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipublikasikan kepada konsumen. (4) Badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri dilarang menjual harga tiket kelas ekonomi melebihi tarif batas atas yang ditetapkan Menteri. (5) Badan usaha angkutan udara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi administratif berupa sanksi peringatan dan/atau pencabutan izin rute penerbangan. Pasal 128 (1) Tarif penumpang pelayanan non-ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dan angkutan kargo berjadwal dalam negeri ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. (2) Tarif angkutan udara niaga untuk penumpang dan angkutan kargo tidak berjadwal dalam negeri ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa angkutan. Pasal 129 Tarif penumpang angkutan udara niaga dan angkutan kargo berjadwal luar negeri ditetapkan dengan berpedoman pada hasil perjanjian angkutan udara bilateral atau multilateral. Pasal 130 Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi dan angkutan udara perintis serta tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri. epkumham.go
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penerimaan bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor (PDRI) yang ditanggung pemerintah (DTP) sebagaimana dimaksud pada huruf a tersebut tidak diperhitungkan dalam besaran dana alokasi umum (DAU), dan dialokasikan sebagai belanja subsidi pajak dalam jumlah yang sama. Yang dimaksud dengan sektor-sektor tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a antara lain adalah sektor migas, panas bumi, listrik, penerbangan, pelayaran, industri terpilih, dan transportasi publik. Ayat (4) Penerimaan perpajakan sebesar Rp591.978.380.000.000,00 (lima ratus sembilan puluh satu triliun sembilan ratus tujuh puluh delapan miliar tiga ratus delapan puluh juta rupiah) terdiri dari: (dalam rupiah) a. Pajak dalam negeri 569.971.680.000.000,00 4111 Pajak penghasilan (PPh) 305.961.420.000.000,00 41111 PPh minyak bumi dan gas alam 41.649.820.000.000,00 411111 PPh minyak bumi 15.125.760.000.000,00 411112 PPh gas alam 26.524.060.000.000,00 41112 PPh nonmigas 264.311.600.000.000,00 411121 PPh Pasal 21 39.500.500.000.000,00 411122 PPh Pasal 22 non impor 6.720.800.000.000,00 411123 PPh Pasal 22 impor 21.638.140.000.000,00 411124 PPh Pasal 23 25.285.130.000.000,00 411125 PPh Pasal 25/29 orang pribadi 2.954.800.000.000,00 411126 PPh Pasal 25/29 badan 111.161.120.000.000,00 411127 PPh Pasal 26 17.323.800.000.000,00 411128 PPh final dan fiskal luar negeri 39.727.310.000.000,00 4112 Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM) 187.626.700.000.000,00 4113 Pajak bumi dan bangunan (PBB) 24.159.700.000.000,00 4114 Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) 4.852.700.000.000,00 4115 Pendapatan cukai 44.426.530.000.000,00 41151 Pendapatan Cukai 44.426.530.000.000,00 411511 Pendapatan Cukai Hasil Tembakau 43.571.000.000.000,00 411512 Pendapatan Cukai Ethyl Alkohol 196.800.000.000,00 411513 Pendapatan Cukai Minuman Mengandung Ethyl Alkohol 658.730.000.000,00 4116 Pendapatan pajak lainnya 2.944.630.000.000,00 b. Pajak perdagangan internasional 22.006.700.000.000,00 4121 Pendapatan bea masuk 17.940.800.000.000,00 4122 Pendapatan bea keluar 4.065.900.000.000,00
Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Transfer Ke Daerah yang Penggunaannya Sudah Ditentukan.
Tata Cara Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Relevan terhadap
. Dalam pencairan anggaran belanja negara, KPPN melakukan penelitian dan pengujian atas SPM yang disampaikan oleh PPSPM.
. Penelitian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
meneliti kelengkapan dokumen pendukung SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); dan
meneliti kebenaran SPM.
. Penelitian kebenaran SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi:
meneliti kesesuaian tanda tangan PPSPM pada SPM dengan spesimen tanda tangan PPSPM pada KPPN;
memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah angka dan huruf pada SPM; dan
memeriksa kebenaran penulisan dalam SPM, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan.
. Pengujian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
menguji kebenaran perhitungan angka atas beban APBN yang tercantum dalam SPM;
menguji ketersediaan dana pada kegiatan/output/jenis belanja dalam DIPA dengan yang dicantumkan pada SPM;
menguji kesesuaian tagihan dengan data perjanjian/kontrak atau perubahan data pegawai yang telah disampaikan kepada KPPN.
Menguji persyaratan pencairan dana; dan
Menguji kesesuaian nilai potongan pajak yang tercantum dalam SPM dengan nilai pada SSP.
. Pengujian kebenaran perhitungan angka sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a merupakan pengujian kebenaran jumlah belanja/pengeluaran dikurangi dengan jumlah potongan/penerimaan dengan jumlah bersih dalam SPM.
. Pengujian persyaratan pencairan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, meliputi:
Menguji SPM UP berupa besaran UP yang dapat diberikan sesuai dengan Pasal 46 ayat (2);
Menguji SPM TUP meliputi kesesuaian jumlah uang yang diajukan pada SPM TUP dengan jumlah uang yang disetujui Kepala KPPN;
Menguji SPM PTUP meliputi jumlah TUP yang diberikan dengan jumlah uang yang dipertanggungjawabkan dan kepatuhan jangka waktu pertanggungjawaban;
Menguji SPM GUP meliputi batas minimal revolving dari UP yang dikelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (8);
Menguji SPM LS Non Belanja Pegawai berupa kesesuaian data perjanjian/kontrak pada SPM LS dengan data perjanjian/kontrak yang tercantum dalam Kartu Pengawasan Kontrak KPPN; dan
Menguji SPM LS Belanja Pegawai sesuai dengan prosedur standar operasional yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
. Dalam hal terdapat UP tahun anggaran sebelumnya belum dipertanggungjawabkan, pengujian SPM UP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf (a), meliputi:
kesesuaian jumlah uang dan keabsahan bukti setor pengembalian sisa UP tahun anggaran yang sebelumnya; atau
kesesuaian jumlah potongan UP pada SPM UP dengan sisa UP tahun anggaran yang sebelumnya;
. Dalam hal jumlah uang yang harus dipertanggungjawabkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c kurang dari jumlah TUP yang diberikan, harus disertai dengan bukti setor pengembalian TUP yang telah dilakukan konfirmasi KPPN.
. Ketentuan menyertakan bukti setor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku dalam hal SPM-PTUP diajukan ke KPPN dalam rangka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (5) huruf a.
Pelaksanaan Piloting Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi.
Pedoman Umum Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Instansi Pemerintah adalah Departemen dan Lembaga Non Departemen.
Pimpinan Instansi Pemerintah adalah Menteri Teknis atau Pimpinan Lembaga Non Departemen.
Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban membayar PNBP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Instansi Pemeriksa adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang diminta oleh Menteri atau Pimpinan Instansi Pemerintah untuk memeriksa PNBP.
Pemeriksa adalah pejabat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang mendapat tugas untuk memeriksa PNBP.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan atas kepatuhan pemenuhan kewajiban PNBP berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP.
Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2009. ...
Relevan terhadap
bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009 terdapat alokasi bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor (PDRI) ditanggung pemerintah untuk sektor-sektor tertentu sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah);
bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241/PMK.011/2008 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang dan Bahan Untuk Memproduksi Barang Dan/Atau Jasa Guna Kepentingan Umum dan Peningkatan Daya Saing Industri Sektor Tertentu Untuk Tahun 2009, disebutkan bahwa Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Direktur Jenderal Anggaran diinstruksikan untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241/PMK.011/2008;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Atas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2009;