Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan Barang Milik Negara. ...
Relevan terhadap
Permohonan penetapan status Penggunaan BMN diajukan secara tertulis oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang paling lama 6 (enam) bulan sejak BMN diperoleh.
Permohonan penetapan status Penggunaan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dokumen sebagai berikut:
untuk BMN berupa tanah, yakni fotokopi dokumen kepemilikan berupa sertipikat;
untuk BMN berupa bangunan:
fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
fotokopi dokumen perolehan; dan
fotokopi dokumen lainnya, seperti Berita Acara Serah Terima (BAST) perolehan barang;
untuk BMN berupa tanah dan bangunan:
fotokopi dokumen kepemilikan tanah berupa sertipikat;
fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
fotokopi dokumen perolehan bangunan; dan 4. fotokopi dokumen lainnya, seperti Berita Acara Serah Terima (BAST) perolehan barang;
untuk BMN selain tanah dan/atau bangunan:
yang memiliki dokumen kepemilikan: a) fotokopi dokumen kepemilikan, seperti Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), bukti pemilikan pesawat terbang, bukti pemilikan kapal laut, atau dokumen lain yang setara dengan bukti kepemilikan; dan b) fotokopi dokumen lainnya, seperti Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) atau Berita Acara Serah Terima (BAST) terkait perolehan barang;
yang tidak memiliki dokumen kepemilikan dengan nilai perolehan di atas Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/ satuan, yakni fotokopi Berita Acara Serah Terima (BAST) perolehan barang clan dokumen lainnya;
untuk BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan un tuk dilakukan pemindah tanganan dengan car a Penyertaan Modal Pemerintah Pusat (PMPP):
fotokopi dokumen penganggaran, seperti Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA);
fotokopi hasil audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah atau Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia;
fotokopi dokumen kepemilikan berupa sertipikat, untuk BMN berupa tanah;
fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), untuk BMN berupa bangunan;
fotokopi dokumen perolehan bangunan, untuk BMN berupa bangunan;
fotokopi dokumen lainnya, seperti Berita Acara Serah Terima (BAST) perolehan barang; clan 7. fotokopi Berita Acara Serah Terima (BAST) pengelolaan sementara BMN, dalam hal BMN yang akan dijadikan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat (PMPP) secara fisik sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna Barang;
dalam hal dokumen penganggaran berupa Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sebagaimana dimaksud pada huruf e angka 1 tidak secara tegas menyatakan BMN direncanakan untuk dijadikan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat (PMPP), maka permohonan didukung dengan:
fotokopi Kerangka Acuan Kerja (KAK);
fotokopi Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L); atau
fotokopi Petunjuk Operasional Kegiatan (POK);
fotokopi dokumen se bagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf f harus disertai dengan surat keterangan dari pejabat struktural yang Kernen terian / Lem bag a menyatakan ke benaran terse but. berwenang pad a bersangkutan yang fotokopi dokumen (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf c angka 1, terhadap BMN berupa tanah yang belum memiliki dokumen kepemilikan berupa sertifikat, dokumen kepemilikan tersebut diganti dengan:
fotokopi dokumen kepemilikan/ penguasaan, seperti Akta Jual Beli (AJB), Girik, Letter C, Berita Acara Serah Terima (BAST) terkait perolehan barang, dan ledger jalan;
Surat Pernyataan Tanggung Jawab bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat struktural yang berwenang di lingkungan unit organisasi eselon I pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan bahwa tanah tersebut digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga;
surat keterangan dari Lurah/ Camat setempat yang memperkuat pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf b, jika ada; dan
surat permohonan pendaftaran hak atas tanah dari satuan kerja pada Kementerian/Lembaga kepada Kantor Pertanahan, jika ada.
Dikecualikan dari keten tuan se bagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c angka 2 sampai dengan angka 4, terhadap BMN berupa bangunan yang tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (1MB), dokumen perolehan, dan/atau dokumen lainnya, dokumen tersebut diganti dengan Surat Pernyataan Tanggung J awab bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat struktural yang berwenang pada Kementerian/ Lembaga bersangku tan yang menyatakan bahwa bangunan tersebut digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kernen terian / Lembaga.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d angka 1, dalam hal dokumen kepemilikan dan/atau dokumen lainnya tidak ada, dokumen tersebut diganti dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat struktural yang berwenang pada Kementerian/ Lembaga bersangkutan yang menyatakan bahwa barang tersebut adalah BMN dan digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d angka 2, terhadap BMN selain tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki dokumen kepemilikan dengan nilai perolehan di atas Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/ satuan yang tidak memiliki Berita Acara Serah Terima (BAST) terkait perolehan barang dan dokumen lainnya, dokumen tersebut diganti dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat struktural yang berwenang pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan bahwa barang tersebut adalah BMN dan digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga.
Dikecualikan dari keten tuan se bagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e angka 3 sampai dengan angka 6, dalam hal fotokopi dokumen kepemilikan, fotokopi dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB), fotokopi perolehan bangunan, dan/atau fotokopi dokumen lainnya tidak ada, dokumen tersebut diganti dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pejabat struktural yang berwenang di lingkungan unit orgamsas1 eselon I pada Kementerian/Lembaga bersangkutan yang menyatakan bahwa barang tersebut adalah BMN yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dilakukan pemindahtanganan dengan cara Penyertaan Modal Pemerintah Pusat (PMPP).
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang tetap harus menyelesaikan kepemilikan BMN pengurusan dokumen yang berada dalam penguasaannya, meskipun telah terdapat penetapan status Penggunaan atas BMN bersangkutan yang persyaratannya didasarkan pada pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (7).
Ketentuan Pasal 12 ayat (4) dihapus, sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:
Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang dan Bahan Guna Pembuatan Kabel Serat Optik untuk Tahun Anggaran 2012. ...
Relevan terhadap
Untuk memperoleh Bea Masuk Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Perusahaan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan dilampiri Rencana Impor Barang yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi, Kementerian Perindustrian.
Rencana Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
nomor dan tanggal Rencana Impor Barang;
nomor Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2012;
nama Perusahaan;
Nomor Pokok Wajib Pajak;
alamat;
kantor pabean tempat pemasukan barang;
uraian, jenis, dan spesifikasi teknis barang;
pos tarif (HS);
jumlah/satuan barang;
perkiraan harga impor;
negara asal;
perkiraan bea masuk yang ditanggung pemerintah; dan
nama dan tanda tangan dari __ pimpinan Perusahaan. Pasal 4 (1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Direktur Jenderal Bea dan Cukai memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa persetujuan sebagian atau persetujuan seluruhnya atas Barang dan Bahan yang tercantum dalam Rencana Impor Barang yang dilampirkan pada permohonan yang diajukan Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disetujui sebagian atau seluruhnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas impor Barang dan Bahan guna pembuatan kabel serat optik oleh industri pembuatan kabel serat optik. (4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan penolakan kepada Perusahaan dengan menyebutkan alasan penolakan. Pasal 5 (1) Atas realisasi impor Bea Masuk Ditanggung Pemerintah yang pelaksanaannya didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atau Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai setempat membubuhkan cap "BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.011/2012" pada semua lembar Pemberitahuan Pabean Impor.
Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipakai sebagai dasar untuk pencatatan penerimaan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah dan dialokasikan sebagai belanja subsidi pajak dalam jumlah yang sama. Pasal 6 (1) Dalam hal terdapat perbedaan antara Barang dan Bahan yang akan diimpor dengan daftar Barang dan Bahan yang terdapat dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Perusahaan dapat mengajukan permohonan untuk melakukan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan tersebut. (2) Permohonan untuk melakukan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan Rencana Impor Barang Perubahan yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi, Kementerian Perindustrian. Pasal 7 (1) Atas permohonan untuk melakukan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Direktur Jenderal Bea dan Cukai memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. (2) Persetujuan atas permohonan untuk melakukan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa persetujuan sebagian atau persetujuan seluruhnya. (3) Dalam hal permohonan untuk melakukan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 disetujui sebagian atau seluruhnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3). (4) Dalam hal permohonan untuk melakukan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditolak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan penolakan kepada Perusahaan dengan menyebutkan alasan penolakan. Pasal 8 Pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah.
Tata Cara Pemberian Penghargaan dan Pengenaan Sanksi atas Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga. ...
Kesejahteraan Sosial.
Relevan terhadap
Tanggung jawab Pemerintah dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial meliputi:
merumuskan kebijakan dan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
menyediakan akses penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
melaksanakan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial;
mendorong dan memfasilitasi masyarakat serta dunia usaha dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya;
meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang kesejahteraan sosial;
Ditjen Peraturan Perundang-undangan g. menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan kesejahteraan sosial;
melaksanakan analisis dan audit dampak sosial terhadap kebijakan dan aktivitas pembangunan;
menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial;
melakukan pembinaan dan pengawasan serta pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
mengembangkan jaringan kerja dan koordinasi lintas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial tingkat nasional dan internasional dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
memelihara taman makam pahlawan dan makam pahlawan nasional;
melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial; dan
mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero)Di Bidang Penjaminan Infrastruktur. ...
Relevan terhadap
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297); ditjen Peraturan Perundang-undangan 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4920);
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4555);
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556);
Pengadaan Langsung Secara Elektronik di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pengadaan Secara Elektronik ( E-Procurement ) adalah pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kementerian Keuangan, yang selanjutnya disebut Pusat LPSE Kementerian Keuangan, adalah unit struktural di lingkungan Kementerian Keuangan yang memberikan pelayanan dan menyelenggarakan sistem pengadaan barang/jasa secara elektronik.
Kementerian/Lembaga adalah Instansi Pemerintah Pusat/Daerah yang telah bekerjasama dengan Kementerian Keuangan dalam penggunaan fasilitas layanan pengadaan secara elektronik.
Pengadaan Langsung adalah pengadaan barang/jasa langsung kepada Penyedia Barang/Jasa, tanpa melalui Pelelangan/Seleksi/Penunjukan Langsung.
Pengadaan Langsung Secara Elektronik adalah pengadaan langsung yang dilaksanakan melalui aplikasi sistem informasi manajemen pengadaan langsung.
Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Pengadaan Langsung, yang selanjutnya disebut Aplikasi SIMPeL, adalah aplikasi yang digunakan untuk melaksanakan Pengadaan Langsung Secara Elektronik di lingkungan Kementerian Keuangan.
Pejabat Pembuat Komitmen, yang selanjutnya disebut PPK, adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan Barang/Jasa.
Pejabat Pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan pengadaan langsung.
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan, yang selanjutnya disebut Panitia/PPHP, adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.
Pengawas Pekerjaan adalah pihak ketiga yang diperintahkan oleh PPK jika diperlukan, untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas semua pelaksanaan pekerjaan yang dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa.
Auditor adalah tim atau perorangan yang diberi tugas, tanggung jawab, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan atau pemeriksaan pada instansi pemerintah dan/atau pihak lain yang didalamnya terdapat kepentingan negara sesuai ketentuan perundang-undangan.
User ID adalah nama atau pengenal unik sebagai identitas diri yang digunakan untuk beroperasi di dalam suatu sistem elektronik.
Kata Sandi (Password) adalah kumpulan karakter atau string yang digunakan oleh pengguna jaringan atau sebuah sistem operasi banyak pengguna (multi user ) untuk memverifikasi User ID kepada sistem keamanan yang dimiliki oleh jaringan atau sistem tersebut.
Super Admin adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola basis data referensi dan/atau log access SIMPeL yang berkedudukan di Pusat LPSE.
Admin System adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola SIMPeL di tingkat Kementerian/Lembaga yang berkedudukan di Pusat LPSE atau Kementerian/Lembaga.
Admin Agency adalah apegawai yang ditunjuk sebagai pengelola SIMPeL di tingkat provinsi yang berkedudukan di LPSE Kementerian Keuangan Daerah atau satuan kerja (satker) Kementerian/Lembaga di daerah.
Admin Satuan Kerja, yang selanjutnya disebut Admin Satker, adalah pegawai yang ditunjuk sebagai pengelola SIMPeL di tingkat satuan kerja yang berkedudukan di satuan kerja instansi vertikal.
Sub Admin Satker adalah pegawai yang ditunjuk untuk membantu tugas Admin Satker dalam pengelolaan SIMPeL di tingkat satuan kerja yang bersangkutan dan berkedudukan di satuan kerja instansi vertikal.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga ...
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Relevan terhadap
Aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) terdiri atas:
BPKP;
Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern;
Inspektorat Provinsi; dan
Inspektorat Kabupaten/Kota.
BPKP melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi:
kegiatan yang bersifat lintas sektoral;
kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara; dan
kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden.
Dalam rangka pelaksanaan pengawasan intern untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Menteri Keuangan melakukan koordinasi kegiatan yang terkait dengan Instansi Pemerintah lainnya.
Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Inspektorat Provinsi melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah provinsi yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.
Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.
Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “Inspektorat Provinsi” termasuk Instansi Pemerintah yang masih menggunakan nama Badan Pengawasan Daerah Provinsi. Huruf d Yang dimaksud dengan “Inspektorat Kabupaten/Kota” termasuk Instansi Pemerintah yang masih menggunakan nama Badan Pengawasan Daerah Kabupaten/Kota. Ayat (2) Huruf a Kegiatan yang bersifat lintas sektoral merupakan kegiatan yang dalam pelaksanaannya melibatkan dua atau lebih kementerian negara/lembaga atau pemerintah daerah yang tidak dapat dilakukan pengawasan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah kementerian negara/lembaga, provinsi, atau kabupaten/kota karena keterbatasan kewenangan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara” adalah bagian anggaran yang dikuasai oleh menteri/pimpinan lembaga sebagai pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga selaku Pengguna Anggaran. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, __ yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. __ 4. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang selanjutnya disingkat BPKP, adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga.
Inspektorat Provinsi adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada gubernur.
Inspektorat Kabupaten/Kota adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada bupati/walikota.
Kementerian negara adalah organisasi dalam Pemerintahan Republik Indonesia yang dipimpin oleh menteri untuk melaksanakan tugas dalam bidang tertentu.
Lembaga adalah organisasi non-kementerian negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya. __ 10. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. __ 11. Instansi Pemerintah adalah unsur penyelenggara pemerintahan pusat atau unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Tata Cara Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Relevan terhadap
. Menteri/Pimpinan Lembaga menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian internal terhadap pelaksanaan anggaran Satker di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga masing-masing.
. Pengawasan dan pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
. KPA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan dan anggaran yang berada dalam penguasaannya kepada PA.
. Pelaksanaan tanggung jawab KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
mengesahkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana;
merumuskan standar operasional agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa sesuai dengan ketentuan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
menyusun sistem pengawasan dan pengendalian agar proses penyelesaian tagihan atas beban APBN dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
melakukan pengawasan agar pelaksanaan kegiatan dan pengadaan barang/jasa sesuai dengan keluaran ( output ) yang ditetapkan dalam DIPA;
melakukan monitoring dan evaluasi agar pembuatan perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa dan pembayaran atas beban APBN sesuai dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA serta rencana yang telah ditetapkan;
merumuskan kebijakan agar pembayaran atas beban APBN sesuai dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA; dan
Melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dalam rangka penyusunan laporan keuangan.
. Dalam melaksanakan kewenangan KPA di bidang belanja pegawai, KPA mengangkat PPABP untuk membantu PPK dalam mengelola administrasi belanja pegawai.
. PPABP bertanggung jawab atas pengelolaan administrasi belanja pegawai kepada KPA.
. PPABP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:
melakukan pencatatan data kepegawaian secara elektronik dan/atau manual yang berhubungan dengan belanja pegawai secara tertib, teratur, dan berkesinambungan;
melakukan penatausahaan dokumen terkait keputusan kepegawaian dan dokumen pendukung lainnya dalam dosir setiap pegawai pada Satker yang bersangkutan secara tertib dan teratur;
memproses pembuatan Daftar Gaji induk, Gaji Susulan, Kekurangan Gaji, Uang Duka Wafat/Tewas, Terusan Penghasilan/Gaji, Uang Muka Gaji, Uang Lembur, Uang Makan, Honorarium, Vakasi, dan pembuatan Daftar Permintaan Perhitungan Belanja Pegawai lainnya;
memproses pembuatan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP);
memproses perubahan data yang tercantum pada Surat Keterangan Untuk Mendapatkan Tunjangan Keluarga setiap awal tahun anggaran atau setiap terjadi perubahan susunan keluarga;
menyampaikan Daftar Permintaan Belanja Pegawai, ADK Perubahan Data Pegawai, ADK Belanja Pegawai, Daftar Perubahan Data Pegawai, dan dokumen pendukungnya kepada PPK;
mencetak Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan setiap awal tahun dan/atau apabila diperlukan; dan
melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan penggunaan anggaran belanja pegawai.
Rumah Sakit
Relevan terhadap
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri. jdih.kemenkeu.go.id (2) Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia bertanggung jawab kepada Menteri.
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia merupakan unit nonstruktural di Kementerian yang bertanggung jawab dibidang kesehatan dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.
Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia berjumlah maksimal 5 (lima) orang terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.
Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia terdiri dari unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat.
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dalam melaksanakan tugasnya dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris.
Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara.