Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Relevan terhadap
Ayat (1) Undang-Undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menj adi :
penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, dan penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
ii. penghasilan dari usaha dan kegiatan; iii. penghasilan dari modal, yang berupa harta bergerak ataupun harta tak bergerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan
iv. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah. Dilihat . Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak. Karena Undang-Undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horizontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenai pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum. Contoh penghasilan yang disebut dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas yang tidak terbatas pada contoh dimaksud. Huruf a Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti upah, gaji, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya adalah objek pajak. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang pada hakikatnya merupakan penghasilan. Selain itu termasuk dalam pengertian penghasilan meliputi gratilikasi yang merupak".r- p.-berian yang wajar karena layanan dan manfaat yang diterima oleh pemberi gratifikasi sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan atau pemberian jasa. Yang dimaksud dengan "imbalan dalam bentuk natura" adalah imbalan dalam bentuk barang selain uang, sedangkan "imbalan dalam bentuk kenikmatan" adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan. Huruf b Huruf b Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, serta kegiatan seperti hadiah undian tabungan dan hadiah dari pertandingan olahraga. Yang dimaksud dengan "penghargaan" adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala. Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan pemegang sahamnya, harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar. Misalnya, H S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan nilai sisa buku sebesar Rp40.OOO.O00,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual dengan harga Rp60.000.00O,O0 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian, keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp55.000.OOO,0O (lima puluh lima juta rupiah), nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp6O.OO0.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp20.000.O00,00 (dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) merupakan penghasilan. Apabila Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan objek pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dan nilai bukunya merupakan penghasilan. Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan merupakan penghasilan bagi pihak yang mengalihkan kecuali harta tersebut dihibahkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Demikian juga, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa bantuan atau sumbangan dan hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil bukan merupakan penghasilan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal Wajib Pajak pemilik hak penambangan mengalihkan sebagian atau seluruh hak tersebut kepada Wajib Pajak lain, keuntungan yang diperoleh merupakan objek pajak. Huruf e Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak merupakan objek pajak. trRES!DEN REPUBLIK INDONESIA 42 Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan. Huruf f Huruf g Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi. Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; 4l pembagian laba dalam bentuk saham;
pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
pembayaran 7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statutef yang dilakukan secara sah;
pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dalam praktik sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan. Huruf h Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa puh, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:
penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
penggunaan 2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan / perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa: a) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui ' satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; b) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serulpa; c) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture filmsl, film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas. Huruf i Huruf i Huruf j Huruf k Huruf I Huruf m Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta bergerak atau harta tak bergerak, misalnya sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah, dan sewa gudang. Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya "alimentasi" atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu. Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Namun, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak. Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 merupakan penghasilan. Huruf n Huruf n Huruf o Cukup ^jelas Huruf p Huruf q Huruf r Cukup ^jelas. Huruf s Cukup jelas. Ayat (1a) Cukup ^jelas. Ayat (1b) Cukup ^jelas. Ayat (lc) Cukup ^jelas. Ayat (ld) Dihapus. Dalam pengertian premi asuransi termasuk premi reasuransi. Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi penghasilan baik yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak serta yang belum dikenakan pajak. Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan. Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional. Namun, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha berbasis syariah tersebut tetap merupakan objek pajak menurut Undang-Undang ini. Ayat (21 Sesuai dengan ketentuan pada ayat (1), penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan objek pajak. Berdasarkan pertimbangan antara lain: perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat; -- kesederhanaan dalam pemungutan pajak; berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak; pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter, atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya. Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Obligasi sebagaimana dimaksud pada ayat ini termasuk surat utang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, seperti Medium Term Note, Floating Rate Note yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Surat Utang Negara yang dimaksud pada ayat ini meliputi Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara. Ayat (3) Huruf a Bantuan atau sumbangan bagi pihak yang menerima bukan merupakan objek pajak sepanjang diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Zakat, infak, dan sedekah yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak serta serta sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama lainnya yang diakui di Indonesia yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang direrima oleh penerima sumbangan yang berhak diperlakukan sama seperti bantuan atau sumbangan. Yang dimaksud dengan "zakat" adalah zakat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenat zakat. Hubungan usaha antara pihak yang memberi dan yang menerima dapat terjadi, misalnya PT A sebagai produsen suatu jenis barang yang bahan baku utamanya diproduksi oleh PT B. Apabila PT B memberikan sumbangan bahan baku kepada PT A, sumbangan bahan baku yang diterima oleh PT A merupakan objek pajak. Harta hibahan bagi pihak yang menerima bukan merupakan objek pajak apabila diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan, badan pendidikan, atau badan sosial termasuk yayasan atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil termasuk koperasi, sepanjang diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Huruf b Cukup ^jelas Huruf c Pada prinsipnya harta, termasuk setoran tunai, yang diterima oleh badan merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi badan tersebut. Namun karena harta tersebut diterima sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka berdasarkan ketentuan ini, harta yang diterima tersebut bukan merupakan objek pajak. Huruf d . Huruf d Daerah tertentu merupakan daerah yang memenuhi kriteria antara lain daerah terpencil, yaitu daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral. Huruf e Penggantian atau santunan yang diterima oleh orang pribadi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi kesehatair, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, bukan merupakan objek pajak. Hal ini selaras dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) hurufl d, yaitu bahwa premi asuransi yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi untuk kepentingan dirinya tidak boleh dikurangkan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Pengecualian sebagai objek pajak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan. Yang dikecualikan dari objek pajak adalah iuran yang diterima dari peserta pensiun, baik atas beban sendiri maupun yang ditanggung pemberi kerja. Pada dasarnya iuran yang diterima oleh dana pensiun tersebut merupakan dana milik dari peserta pensiun, yang akan dibayarkan kembali kepada mereka pada waktunya. Pengenaan pajak atas iuran tersebut berarti mengurangi hak para peserta pensiun, dan oleh karena itu iuran tersebut dikecualikan sebagai objek pajak. Huruf h Sebagaimana tersebut dalam huruf g, pengecualian sebagai objek pajak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan. Yang dikecualikan dari objek pajak dalam hal ini adalah penghasilan dari modal yang ditanamkan di bidang-bidang tertentu. Penanaman modal oleh dana pensiun dimaksudkan untuk pengembangan dan merupakan dana untuk pembayaran kembali kepada peserta pensiun di kemudian hari, sehingga penanaman modal tersebut perlu diarahkan pada bidang-bidang yang tidak bersifat spekulatif atau yang berisiko tinggi. Huruf i Untuk kepentingan pengenaan pajak, badan- badan sebagaimana disebut dalam ketentuan ini i-ang ^merupakan ^himpunan ^para ^anggotanya dikenai pajak sebagai satu kesatuan, yaitu pada tingkat badan tersebut. Oleh karena itu, bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima oleh para anggota badan tersebut bukan lagi merupakan objek pajak. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Yang dimaksud dengan "perusahaan modal ventura" adalah suatu perusahaan yang kegiatan irsahanya membiayai badan usaha (sebagai pasangan usaha) dalam bentuk penyertaan modal untuk suatu jangka waktu tertentu. Berdasarkan ketentuan ini, bagian laba yang diterima atau diperoleh dari perusahaan pasangan usaha tidak termasuk sebagai objek pajak, dengan syarat perusahaan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam sektor-sektor tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan saham perusahaan tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Apabila Apabila pasangan usaha perusahaan modal ventura memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f, dividen yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura bukan merupakan objek pajak. Agar kegiatan perusahaan modal ventura dapat diarahkan kepada sektor-sektor kegiatan ekonomi yang memperoleh prioritas untuk dikembangkan, misalnya untuk meningkatkan ekspor nonmigas, usaha atau kegiatan dari perusahaan pasangan usaha tersebut diatur oleh Menteri Keuangan. Mengingat perusahaan modal ventura merupakan alternatif pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal, penyertaan modal yang akan dilakukan oleh perusahaan modal ventura diarahkan pada perusahaan-perusahaan yang belum mempunyai akses ke bursa efek. Huruf I Huruf m Cukup jelas. Bahwa dalam rangka mendukung usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Untuk itu dipandang perlu memberikan fasilitas perpajakan berupa pengecualian pengenaan pajak atas sisa lebih yang diterima atau diperoleh sepanjang sisa lebih tersebut ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan dimaksud. Penanaman kembali sisa lebih dimaksud harus direalisasikan paling lama dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak sisa lebih tersebut diterima atau diperoleh. Untuk menjamin tercapainya tujuan pemberian fasilitas ini, maka lembaga atau badan yang menyelenggarakan pendidikan harus bersifat nirlaba. Pendidikan serta penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada siapa saja dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang membidanginya. Angka 2 Pasal 6 Huruf n Bantuan atau santunan yang diberikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kepada Wajib Pajak tertentu adalah bantuan sosial yang diberikan khusus kepada Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang tidak mampu atau sedang mendapat bencana alam atau tertimpa musibah. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Ayat (1) Beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, dan biaya rutin pengolahan limbah, sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Huruf a Biaya yang dimaksud pada ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan demikian, pergeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Contoh: Dana Pensiun A yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf h b. penghasilan bruto lainnya sebesar Jumlah penghasilan bruto Rp1OO.0O0.OOO,00 Ro3OO 000.000.00 (+) Rp400.0O0.000,00 Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), biaya yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan adalah sebesar 314 x Rp20O.000.000,00 = Rp150.000.000,00. Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya tidak merupakan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f. Bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham. Pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk keperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi, tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan. Pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Dengan demrkian, jika pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Selanjutnya lihat ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f dan Pasal 18 beserta penjelasannya. Pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain Pajak Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak Hotel, dan Pajak Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya. Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Huruf b Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Selanjutnya lihat ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 1 1, dan Pasal 1 1A beserta penjelasannya. Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi. Huruf c Huruf d Huruf e di Indonesia Huruf f Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan. Huruf g Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain. Huruf h Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan upaya penagihan yang maksimal atau terakhir. Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional, melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Yang dimaksud dengan "biaya pembangunan infrastruktur sosial" adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba. Contoh dari infrastruktur sosial antara lain rumah ibadah, sanggar seni budaya, dan poliklinik. Huruf I Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. V 9999I I ^ON YS (+) (+) (+) (+) Fnu (oo'ooo'ooo'oor du) 00'000'000009 (oo'ooo'ooo'oo6 oo-o00T00T0T ^dd (oo'ooo'ooo'ooo'r du) 'IIHIN CId (oo'ooo'ooo'ooo'rdu) (oo'ooo'ooo'oot du) (oo'ooo'ooo'ooo'rdu) 00'000'oo0'ooz ^cl5 (oo'ooo'ooo'ooz'r du) 600Z ^unqel Ie>lsg ^r8n-r ^esrg vloz ^unqBt IB>ISU ^PqB.I 600Z ^unqq IaIsU ^rEru ^esrg tloz ^unqEl lB>lsu ^BqE-I 600Z ^unqel IB>lsU ^r8n; ^esrg zloz ^unqBl lB>lsu ^BqB.I 600Z ^unr.{Bt IE>ISU ^rBn; ^esrg IrcZ ^unr{Bt IDIsU IEnd 600Z ^unqq Ie>lsu ^r8n: ^esrg oloz ^unr.{Bt IB>ISU ^BqB'I 600Z ^unqet IP>lsU IEnd dd du) : ln>IrJeq reteqes ue>ln>lelrp uer8n; e>1 rsesueduroy O0'OOO'OOO'OO8d5 IE{sU ^BqBI ^: VyOZ 00'OO0'OOO'0OIdg ^p>1sg ^BqBI ^: ilOZ 'I I H I N dd IB>lsU BqEI : ZIOZ (OO'OOO'000'00td5) 1e>lsu r8n-r : ItOZ O0'OOO'000'Og6dd Ie>lsu ^Bqel ^: OIOZ : tn>Irreq re8eqes V Jd IB>IsU ^rBnr ^eqel ^eduln>1.raq ^unqe] ^(eufl ^g ^uTBIBC ^'(qerdnr etnl sn]er Bnp rerlnu nles) 00'OOO'000'O0Z'1dg reseqes p>IsU uer8rue>1 Blrrepuaru 600Z unqet r.uelep V Jd : qoluoc ']nqesrel uer8n; e>1 e.(uledeprp unqEl qepnses e.{u1n>1uaq unqp} >1e[es relnurp lnrn]-]nrnpeq unqel (eurl) S EruBIes IB>IsU BqBI nBtp oteu uBlrseq8ued ue8uep ue>Irsesuaduoqrp lnqesJel uerBn: e>1 'uer8n: e>1 ledeprp olruq uepseq8uad r.rep ue>18ue: n>1p qeletres (t ) te.(e eped uentuele>I ue>lrEsppreq uB>IuBue{-redrp Eue,{ ue.renleBuad-ue-renle8ued e>IIf (d rc,rv - L9- vtsSNocNl vt-lEnd3ll NSCrS3dd Angka 3 Pasal 7 Rugi fiskal tahun 2OO9 sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang masih tersisa pada akhir tahun 2Ol4 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2OIl sebesar Rp3O0.000.0OO,00 (tiga ratus juta rupiah) hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun2016, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 2Ol2 berakhir pada akhir tahun 2016. Ayat (3) Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, kepadanya diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. Ayat (1) Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak. Di samping untuk dirinya, kepada Wajib Pajak yang sudah kawin diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Bagi Wajib Pajak yang isterinya menerima atau memperoleh penghasilan yang digabung dengan penghasilannya, Wajib Pajak tersebut mendapat tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk seorang isteri paling sedikit Rp54.00O.000,00 (lima puluh empat juta rupiah). Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua, mertua, anak kandung, atau anak angkat diberikan tambahan Penghasilan Tidak I(ena Pajak untuk paling banyak 3 (tiga) orang. Yang dimaksud dengan "anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya" adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak. Contoh: Contoh: Wajib Pajak A mempunyai seorang isteri dengan tanggungan 4 (empat) orang anak. Apabila isterinya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja yang sudah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 2l dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak A adalah sebesar Rp72.000.000,00 {Rp5a.000.000,00 ^+ ^Rp4.500.000,00 ^+ (3 x Rp4.500.0O0,00)), sedangkan untuk isterinya, pada saat pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh pemberi kerja diberikan Penghasilan Tidak Kena Pajak sebesar Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah). Apabila penghasilan isteri harus digabung dengan penghasilan suami, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak A adalah sebesar Rp126.000.000,00 (Rp72.000.000,00 + Rp5a.000.000,00). Ayat (2) Ayat (2a) Cukup jelas Ayat (3) Penghitungan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan menurut keadaan Wajib Pajak pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak. Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2021 Wajib Pajak B berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2021, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak B untuk tahun pajak 2O2l tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak. Berdasarkan ketentuan ini Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk mengubah besarnya:
Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
batasan peredaran bruto tidak dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a1, setelah berkonsultasi dengan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya. Angka 4 Pasal 9 Ayat (1) Pengeluaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dibedakan antara pengeluaran yang boleh dan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran. Huruf a Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk pembayaran dividen kepada pemilik modal, pembagian sisa hasil usaha koperasi kepada anggotanya, dan pembayaran dividen oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan badan yang membagikannya karena pembagian laba tersebut merupakan bagian dari penghasilan badan tersebut yang akan dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini. Huruf b Huruf b Huruf c Cukup jelas. Huruf d Huruf e Dihapus. Huruf f Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota, seperti perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya. Premi untuk asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar sendiri oteh Wajib Pajak orang pribadi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, dan pada saat orang pribadi dimaksud menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan objek pajak. Apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja, maka bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pegawai yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan objek pajak. Dalam hubungan pekerjaan, kemungkinan dapat terjadi pembayaran imbalan yang diberikan kepada pegawai yang juga pemegang saham. Karena pada dasarnya pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Jumlah wajar sebagaimana dimaksud dalam ayat ini merupakan ^jumlah yang tidak melebihi dari jumlah yang seharusnya dikeluarkan oleh pemberi kerja sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan jika dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Misalnya, seorang tenaga ahli yang merupakan pemegang saham dari suatu badan memberikan jasa kepada badan tersebut dengan memperoleh imbalan sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh ^juta rupiah). Apabila untuk ^jasa yang sama yang diberikan oleh tenaga ahli lain yang setara hanya dibayar sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh ^juta rupiah), ^jumlah sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh ^juta rupiah) tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Bagi tenaga ahli yang ^juga sebagai pemegang saham tersebut jumlah sebesar Rp3O.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dimaksud dianggap sebagai dividen. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Yang dimaksudkan dengan Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini adalah Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Huruf i Biaya untuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya, pada hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. Huruf j Anggota firma, persekutuan dan perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham diperlakukan sebagai satu kesatuan, sehingga tidak ada imbalan sebagai gaji. Dengan demikian gaji yang diterima oleh ^anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, bukan merupakan pembayaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto badan tersebut. Huruf k Cukup ^jelas. Ayat (2) Sesuai dengan kelaziman usaha, ^pengeluaran ^yang mempunyai peranan terhadap penghasilan untuk beberapa tahun, pembebanannya dilakukan ^sesuai dengan ^jumlah tahun lamanya ^pengeluaran tersebut berperan terhadap penghasilan. Sejalan dengan prinsip penyelarasan antara pengeluaran dengan penghasilan, dalam ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai ^masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan sekaligus ^pada tahun pengeluaran, melainkan dibebankan ^melalui penyusutan dan amortisasi selama masa manfaatnya sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal ^11A. Angka 5 Pasal 1 1 Ayat (1) dan ayat (2) Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud ^yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 ^(satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta berwujud melalui ^pen5rusutan. Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang ^pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, ^atau perusahaan batu bata. Yang dimaksud dengan "pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak ^guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali" adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai dari pihak ketiga dan pengurLrsan hak-hak tersebut dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya, sedangkan biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai diamortisasikan selama ^jangka waktu hak-hak tersebut. Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini dilakukan:
dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line metho@; atau
dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance methodl. Penggunaan metode pen5rusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode ^garis lurus atau metode saldo menurun. Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan. Contoh penggunaan metode garis lurus: Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp1.000.000.OOO,O0 (satu miliar rupiah) dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun, penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp50.000.000,00 (Rp1.0O0.OO0.000,00 :
. Contoh penggunaan metode saldo menurun: Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2OO9 dengan harga perolehan sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut: Ayat (3) Pen5rusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran atau pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-rata. Contoh 1: Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp1.O00.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2OO9 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2OlO. Pen5rusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada bulan Maret tahun pajak 2010. Contoh 2: Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2OO9 dengan harga perolehan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif pen5rusutan misalnya ditetapkan 5oo/o (lima puluh persen), maka penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut: Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku Harga Perolehan 150.000.000,00 2009 50% 75.000.o00,00 75.000.000,00 20to 5Oo/o 37.500.000,00 37.500.000,00 20tt 5Oo/o 18.750.000,00 18.750.O00,00 2012 Disusutkan sekaligus 18.750.000,00 0,00 Tahun Tahun Tarif Pen5rusutan Nilai Sisa Buku Harga Perolehan 100.000.000,00 2009 6l12 x 5Oo/o 25.000.000,00 75.000.000,00 20to 5Oo/o 37.500.000,00 37.500.000,o0 20rI 50% 18.750.000,00 18.750.000,00 2012 5Oo/o 9.375.000,O0 9.375.000,00 20t3 Disusutkan sekaligus 9.375.000,o0 0,00 Ayat (a) Berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal pajak, saat mulainya pen5rusutan dapat dilakukan pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan. Saat mulai menghasilkan dalam ketentuan ini dikaitkan dengan saat mulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan. Contoh: PT X yang bergerak di bidang perkebunan membeli traktor pada tahun 2OO9. Perkebunan tersebut mulai menghasilkan (panen) pada tahun 2OlO. Dengan persetujuan Direktur Jenderal pajak, penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai tahun 2OlO. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib pajak dalam melakukan penJrusutan atas pengeluaran harta berwujud, ketentuan ini mengatur kelompok masa manfaat harta dan tarif pen5rusutan baik menurut metode garis lurus maupun saldo menurun. Yang trRES!DEN REPUBLIK INDONESIA -67 - Yang dimaksud dengan "bangunan tidak permanen,, adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, misalnya barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan. Ayat (6a) Cukup jelas. Ayat (7) Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang usaha tertentu, seperti perkebunan tanaman keras, kehutanan, dan peternakan, perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam bidang usaha tertentu tersebut. Ayat (8) dan ayat (9) Pada dasarnya keuntungan atau kerugian karena pengalihan harta dikenai pajak dalam tahun dilakukannya pengalihan harta tersebut. Apabila harta tersebut dijual atau terbakar, maka penerimaan neto dari penjualan harta tersebut, yaitu selisih antara harga penjualan dan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penjualan tersebut dan atau penggantian asuransinya, dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penjualan atau tahun diterimanya penggantian asuransi, dan nilai sisa buku dari harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan. Dalam hal penggantian asuransi yang diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti pada masa kemudian, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal pajak agar jumlah sebesar kerugian tersebut dapat dibebankan dalam tahun penggantian asuransi tersebut. Ayat (10) Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), dalam hal pengalihan harta berwujud yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, nilai sisa bukunya tidak boleh dibebankan sebagai kerugian oteh pihak yang mengalihkan. Ayat ( 1 1) Dihapus. Angka 6 Pasal 1 1A Ayat (1) Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwilt) yang mempunyai masa manfaat tebih dari 1 (satu) tahun diamortisasi dengan metode:
dalam bagian-bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat; atau
dalam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas nilai sisa buku. Khusus untuk amortisasi harta tak berwujud yang menggunakan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta tak berwujud atau hak- hak tersebut diamortisasi sekaligus. Ayat (1a) Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran sehingga amortisasi pada tahun pertama dihitung secara pro-rata. Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang usaha tertentu perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk saat dimulainya amortisasi. Ayat (2) Penentuan masa manfaat dan tarif amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dimaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi Wajib pajak dalam melakukan amortisasi. wajib Wajib Pajak dapat melakukan amortisasi sesuai dengan metode yang dipilihnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya dari tiap harta tak berwujud. Tarif amortisasi yang diterapkan didasarkan pada kelompok masa manfaat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan ini. Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat. Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat yang sebenarnya 6 (enam) tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun atau 8 (delapan) tahun. Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya 5 (lima) tahun, maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun. Ayat (2al Ayat (3) Ayat (4) Cukup jelas. Cukup jelas. Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan. Ayat (5) Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut diamortisasi berdasarkan metode satuan produksi dengan jumlah paling tinggi 20% (dua puluh persen) setahun. Contoh: Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang mempunyai potensi 10.000.000 (sepuluh juta) ton kayu, sebesar Rp5O0.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam 1 (satu) tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 (tiga juta) ton yang berarti 30% (tiga puluh persen) dari potensi yang tersedia, walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 3Oo/o (tiga puluh persen) dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut adalah 2oo/o (dua puluh persen) dari pengeluaran atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Ayat (6) Dalam pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial, adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran. Ayat (7) . Ayat (7) Contoh: PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp500.000.OO0,00. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak 20O.00O.OOO (dua ratus juta) barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 (seratus jutal barel, PT X menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain dengan harga sebesar Rp300.000.000,00. Penghitungan penghasilan dan kerugian dari penjualan hak tersebut adalah sebagai berikut: Harga perolehan Rp 500.00O.O0O,00 Amortisasi yang telah dilakukan: 1 00.0O0. 000/ 200.0O0.000 barel (s0%) Nilai buku harta Harga jual harta Rp 250.000.000,00 Rp 250.00O.000,00 Rp 300.000.000,00 Dengan demikian jumlah nilai sisa buku sebesar Rp250.000.000,00 dibebankan sebagai kerugian dan jumlah sebesar Rp300.000.000,00 dibukukan sebagai penghasilan. Ayat (8) Cukup ^jelas. Angka 7 Pasal 17 Ayat (1) Huruf a Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak orang pribadi: Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp6.000.0OO.OO0,00 (enam miliar rupiah). Pajak Penghasilan yang terutang: 5o/o l5o/o 25'/o 3Oo/o 35o/o x Rp60.000.0O0,00 = x Rp190.000.000,00 = x Rp25O.000.O00,00 = x Rp4.500.000.000,00 = x Rp1.000.000.000,00 = Rp 3.000.000,00 Rp 28.500.000,00 Rp 62.50O.000,0O Rp1.350.000.000,00 Rp 350.00O.O00,0O (+) Rp1.794.OO0.000,OO Huruf b Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap: Penghasilan Kena Pajak PT A pada tahun pajak 2022 sebesar Rp1.500.00O.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak 2022: 22o/o x Rp1.500.000.000,00 = Rp330.000.000,00. Ayat (2) Perubahan tarif akan diberlakukan secara nasional dimulai per 1 Januari, diumumkan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tarif baru itu berlaku efektif. Ayat (2a) Dihapus. Ayat (2b) Cukup jelas. Ayat (2c) Cukup jelas. Ayat (2d) Cukup jelas. Ayat (2e) Cukup ^jelas. Ayat (3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tersebut akan disesuaikan dengan faktor penyesuaian, antara lain tingkat inflasi, yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ayat (a) Contoh: Penghasilan Kena Pajak sebesar RpS.O5O.900,00 untuk penerapan tarif dibulatkan ke bawah menjadi RpS.050.000,0O. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Contoh: Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak orang pribadi setahun (dihitung sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (4)): Rp584.160.000,00 (lima ratus delapan puluh empat juta seratus enam puluh ribu rupiah). Pajak Penghasilan setahun: Soh x Rp 60.000.00O,00 = Rp 3.000.000,00 15% x Rp19O.OOO.O00,0O = Rp 28.500.000,00 25o/o x Rp250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00 30% x Rp 84.160.000,00 = Rp 25.248.000.00 (+) RpL19.248.000,00 Pajak Penghasilan yang terutang dalam bagian tahun pajak (3 bulan) ((3 x 30) :
x Rp119.248.O00,00 = Rp29.812.000,00 Ayat (7) Ketentuan pada ayat ini memberi wewenang kepada Pemerintah untuk menentukan tarif pajak tersendiri yang dapat bersifat final atas jenis penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (21, sepanjang tidak lebih tinggi dari tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Penentuan tarif pajak tersendiri tersebut didasarkan atas pertimbangan kesederhanaan, keadilan, dan pemerataan dalam pengenaan pajak. Angka 8
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghasilan berupa keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan yang dikecualikan dari objek pajak karena diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4; kriteria keahlian tertentu serta pengenaan Pajak Penghasilan bagi warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1a); harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan, yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2;
b c d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d;
kriteria, jangka waktu, dan perubahan batasan dividen yang diinvestasikan, serta ketentuan pengecualian Pajak Penghasilan atas dividen atau penghasilan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f;
penghasilan dari penanaman modal dalam bidang- bidang tertentu yang diterima oleh dana pensiun, yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h;
beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l;
sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf m;
bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf n;
dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan/atau BPIH khusus, dan penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan tertentu yang diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf o;
sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga sosial dan keagamaan, yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf p;
biaya promosi dan penjualan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a angkaT;
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h;
biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf n;
pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c;
kelompok harta berwujud, masa manfaat, dan penghitungan pen5rusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) dan ayat (6a);
penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (7);
saat dimulainya amortisasi untuk bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1a);
penghitungan amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (2) dan ayat (2al;
batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1);
penetapan u. penetapan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2);
r. penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3);
pelaksanaan perjanjian pembentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a);
penetapan pihak yang sebenarnya melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (special purpose compangl sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3b);
penetapan penjualan atas pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c);
penentuan kembali besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3d);
aa. kriteria hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4);
bb. pembentukan dan/atau pelaksanaan perjanjian dan/atau kesepakatan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32A, diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Bumi da ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB selain PBB Perdesaan dan Perkotaan.
Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Subjek Pajak PBB yang selanjutnya disebut Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak PBB yang selanjutnya disebut Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenai kewajiban membayar PBB.
Perbandingan Harga dengan Objek Lain yang Sejenis adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.
Nilai Perolehan Baru adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek pajak tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek pajak tersebut.
Nilai Jual Objek Pajak Pengganti yang selanjutnya disebut Nilai Jual Pengganti adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.
Biaya Investasi Tanaman adalah jumlah biaya tenaga kerja, bahan, dan alat yang diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
Hutan Alam adalah suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.
Hutan Tanaman adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas Hutan Produksi dengan menerapkan silvikultur intensif.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HA yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin memanfaatkan Hutan Produksi yang kegiatannya terdiri dari penebangan, pengangkutan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT), Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HTI) adalah izin usaha untuk membangun Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan kualitas Hutan Produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-RE adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dari Hutan Alam pada Hutan Produksi yang selanjutnya disebut IUPHHBK-HA adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dari Hutan Alam pada Hutan Produksi melalui kegiatan pengayaan, pemeliharaan, perlindungan, pemanenan, pengamanan, dan pemasaran hasil.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disebut IUPHHBK-HT adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengamanan, dan pemasaran hasil.
Biaya Produksi Perhutanan adalah seluruh biaya langsung yang terkait dengan kegiatan produksi hasil hutan, sampai di log ponds atau log yards untuk hasil hutan kayu dan/atau sampai tempat pengumpulan hasil panen untuk hasil hutan bukan kayu pada Hutan Alam.
Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang digunakan untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi minyak dan/atau gas bumi.
Wilayah Kerja Panas Bumi adalah wilayah dengan batas- batas koordinat tertentu yang digunakan untuk kegiatan pengusahaan pemanfaatan panas bumi dengan melalui proses pengubahan dari energi panas dan/atau fluida menjadi energi listrik.
Kontrak Kerja Sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan minyak dan/atau gas bumi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya digunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.
Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak bumi dan/atau gas bumi, panas bumi, mineral, atau batubara, termasuk kegiatan penyelidikan, survei dan studi kelayakan, dalam Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi, Wilayah Kerja Panas Bumi, wilayah sebagaimana tercantum dalam Izin Usaha Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan Khusus, Izin Pertambangan Rakyat, atau wilayah berdasarkan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Eksploitasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan/atau gas bumi, atau panas bumi, dari Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi atau Wilayah Kerja Panas Bumi.
Permukaan Bumi Pertambangan Onshore yang selanjutnya disebut Permukaan Bumi Onshore adalah areal berupa tanah dan/atau perairan darat di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, pengusahaan panas bumi, atau pertambangan mineral atau batubara.
Permukaan Bumi Pertambangan Offshore yang selanjutnya disebut Permukaan Bumi Offshore adalah areal berupa perairan yang berada di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, pengusahaan panas bumi, atau pertambangan mineral atau batubara, di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi laut pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan perairan di dalam Batas Landas Kontinen.
Tubuh Bumi Eksplorasi adalah tubuh bumi yang berada di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, pengusahaan panas bumi, atau pertambangan mineral atau batubara, pada kegiatan Eksplorasi.
Tubuh Bumi Eksploitasi adalah tubuh bumi yang berada di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, atau pengusahaan panas bumi, pada kegiatan Eksploitasi.
Operasi Produksi adalah kegiatan usaha pertambangan mineral atau batubara yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan dalam wilayah sebagaimana tercantum dalam Izin Usaha Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan Khusus, Izin Pertambangan Rakyat, dan wilayah berdasarkan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Tubuh Bumi Operasi Produksi adalah tubuh bumi yang berada di kawasan pertambangan mineral atau batubara, pada kegiatan Operasi Produksi.
Harga Patokan Mineral Logam, yang selanjutnya disebut HPM Logam, adalah harga mineral logam yang ditentukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, pada suatu titik serah penjualan ( at sale point ) secara Free on Board untuk masing-masing komoditas tambang mineral logam.
Harga Patokan Mineral Bukan Logam, yang selanjutnya disebut HPM Bukan Logam, adalah harga patokan mineral bukan logam yang ditetapkan oleh kepala daerah untuk masing-masing komoditas tambang dalam 1 (satu) provinsi, kabupaten atau kota.
Harga Patokan Batuan adalah harga patokan batuan yang ditetapkan oleh kepala daerah untuk masing- masing komoditas tambang dalam 1 (satu) provinsi, kabupaten atau kota.
Harga Patokan Batubara, yang selanjutnya disingkat HPB, adalah harga batubara yang ditentukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, pada suatu titik serah penjualan ( at sale point ) secara Free on Board .
Angka Kapitalisasi adalah angka pengali tertentu yang digunakan untuk mengonversi pendapatan atau hasil produksi satu tahun menjadi NJOP, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Rasio Biaya Produksi adalah persentase tertentu yang diperoleh dari rata-rata biaya produksi satu tahun dibandingkan dengan rata-rata pendapatan kotor satu tahun, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Penilai Pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan penilaian.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan Undang- Undang PBB.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB terutang kepada Wajib Pajak.
Surat Ketetapan Pajak PBB yang selanjutnya disingkat SKP PBB adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok PBB atau selisih pokok PBB, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah PBB terutang.
Surat Tagihan Pajak PBB yang selanjutnya disingkat STP PBB adalah surat untuk melakukan tagihan PBB terutang yang tidak atau kurang dibayar setelah tanggal jatuh tempo pembayaran.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim, yaitu dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Iuran Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut Ipeda adalah pungutan sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Petunjuk Teknis Akuntansi Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu ...
Relevan terhadap
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berupa:
pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah nilai Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah, yang digunakan untuk Kegiatan Usaha Utama, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing- masing sebesar 5% (lima persen) pertahun;
penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka Penanaman Modal, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud: a) bukan bangunan Kelompok I, masa manfaat menjadi 2 (dua) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 50% (lima puluh persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 100% (seratus persen) yang dibebankan sekaligus; b) bukan bangunan Kelompok II, masa manfaat menjadi 4 (empat) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 50% (lima puluh persen); c) bukan bangunan Kelompok III, masa manfaat menjadi 8 (delapan) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 25% (dua puluh lima persen); d) bukan bangunan Kelompok IV, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif penyusutan berdasarkan metode saldo menurun sebesar 20% (dua puluh persen); e) bangunan permanen, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen); f) bangunan tidak permanen, masa manfaat menjadi 5 (lima) tahun, dengan tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus sebesar 20% (dua puluh persen).
untuk amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud: a) Kelompok I, masa manfaat menjadi 2 (dua) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 50% (lima puluh persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 100% (seratus persen) yang dibebankan sekaligus; b) Kelompok II, masa manfaat menjadi 4 (empat) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 50% (lima puluh persen); c) Kelompok III, masa manfaat menjadi 8 (delapan) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 25% (dua puluh lima persen); d) Kelompok IV, masa manfaat menjadi 10 (sepuluh) tahun, dengan tarif amortisasi berdasarkan metode garis lurus sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif amortisasi berdasarkan metode saldo menurun sebesar 20% (dua puluh persen).
pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; dan
kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:
tambahan 1 (satu) tahun untuk Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dilakukan Wajib Pajak;
tambahan 1 (satu) tahun apabila Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan di kawasan industri dan/atau kawasan berikat;
tambahan 1 (satu) tahun apabila Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan pada bidang energi baru dan terbarukan;
tambahan 1 (satu) tahun apabila mengeluarkan biaya untuk infrastruktur ekonomi dan/atau sosial di lokasi usaha paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
tambahan 1 (satu) tahun apabila menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) paling lambat tahun pajak ke-2 (kedua);
tambahan 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun: a) tambahan 1 (satu) tahun apabila menambah paling sedikit 300 (tiga ratus) orang tenaga kerja Indonesia dan mempertahankan jumlah tersebut selama 4 (empat) tahun berturut-turut; atau b) tambahan 2 (dua) tahun apabila menambah paling sedikit 600 (enam ratus) orang tenaga kerja Indonesia dan mempertahankan jumlah tersebut selama 4 (empat) tahun berturut-turut;
tambahan 2 (dua) tahun apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah Penanaman Modal dalam jangka waktu 5 (lima) tahun; dan/atau
tambahan 2 (dua) tahun apabila melakukan ekspor paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari nilai total penjualan dalam suatu tahun pajak, untuk Penanaman Modal pada bidang usaha yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a yang dilakukan di luar kawasan berikat.
Tambahan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 1 dan angka 2 diberikan atas kerugian pada tahun pajak pertama, tahun pajak kedua, dan/atau tahun pajak ketiga sejak saat mulai berproduksi komersial.
Tambahan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7, dan angka 8 diberikan atas kerugian sampai dengan jangka waktu pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berakhir.
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimanfaatkan sejak:
saat mulai berproduksi komersial, untuk pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah nilai Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;
diterbitkan keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, untuk:
penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;
tambahan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 1 dan angka 2;
keputusan penambahan jangka waktu fasilitas kompensasi kerugian, untuk tambahan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7, dan angka 8.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara:
penetapan nilai aktiva tetap berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Pedoman Pemberian Imbalan yang Berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak Royalti Hak Cipta kepada Pencipta, Royalti Paten kepada Inventor, dan/ atau ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Pemulia Tanaman yang selanjutnya disebut pemulia adalah orang yang melaksanakan pemuliaan tanaman.
Pemuliaan Tanaman adalah rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku untuk menghasilkan varietas baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas yang dihasilkan.
Perlindungan Varietas Tanaman yang selanjutnya disingkat PVT adalah perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
Hak PVT adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu.
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Kekayaan Intelektual kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Hak Kekayaan Intelektual yang diberikan perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Royalti Hak Cipta, Paten, dan/atau Hak PVT yang selanjutnya disebut PNBP Royalti Hak Cipta, Paten, dan/atau Hak PVT adalah penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penerimaan royalti atas lisensi Hak Cipta, Paten, dan/atau Hak PVT.
Imbalan atas PNBP yang berasal dari Royalti Hak Cipta, Paten, dan/atau Hak PVT yang selanjutnya disebut sebagai Imbalan adalah biaya yang dikeluarkan dalam bentuk uang yang diberikan kepada Pencipta, Inventor, dan/atau Pemulia yang menghasilkan PNBP Royalti Hak Cipta, Paten, dan/atau Hak PVT.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024
Relevan terhadap
Ayat (1) Huruf a Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP yang merupakan penggunaan PNBP melebihi target yang telah ditetapkan, dilakukan analisis kebutuhan riil kementerian/lembaga oleh Kementerian Keuangan dengan memperhatikan fleksibilitas instansi pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Dalam hal realisasi PNBP yang melampaui target penerimaan dalam APBN, dapat digunakan untuk belanja dengan ketentuan sebagai berikut:
digunakan untuk belanja kementerian/lembaga tertentu paling tinggi sebesar 7 ,5% (tujuh koma lima persen) dari tambahan realisasi penerimaan PNBP dalam APBN; atau
digunakan untuk belanja kementerian/lembaga tertentu lebih dari 7 ,5% (tujuh koma lima persen) dari tambahan realisasi penerimaan PNBP dalam APBN, setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dalam hal ini Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. Ketentuan tersebut di atas dikecualikan untuk PNBP yang diperoleh dari:
layanan yang membutuhkan biaya untuk pelaksanaan layanan berkenaan, sehingga dapat diberikan sesuai kebutuhan, antara lain: untuk penyelenggaraan pendidikan, kesehatan, penelitian, pengujian laboratorium, pengujian dalam rangka sertifikasi, advis teknis, penilaian, pelatihan, dan diklat kepemimpinan;
penggunaan dan pemanfaatan BMN;
pengelolaan dana;
satker dengan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum; dan
putusan pro justitia yang telah berkekuatan hukum tetap. Realisasi penggunaan PNBP dilaporkan kepada Badan Anggaran secara triwulanan. jdih.kemenkeu.go.id Hurufb Cukup jelas. Huruf c Pinjaman baru termasuk pinjaman yang diteruspinjamkan dan/atau diterushibahkan. Pinjaman baru untuk kegiatan baru dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat diberikan dalam jangka waktu 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah pemberitahuan disampaikan Pemerintah. Apabila karena satu dan lain hal persetujuan belum dapat diberikan dalam jangka waktu dimaksud, Pemerintah melaksanakan pmJaman serta melaporkannya dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Perubahan anggaran dimaksud dapat bersumber dari:
rupiah mumi;
pinjaman;
hibah;
sisa klaim asuransi BMN; dan/atau
penerimaan lain yang sah. Huruf g Perubahan anggaran cadangan kompensasi dalam program belanja dilakukan berdasarkan perubahan asumsi dasar ekonomi makro, perubahan parameter, perubahan kebijakan, dan/atau pembayaran kewajiban kompensasi tahun-tahun sebelumnya. jdih.kemenkeu.go.id Hurufh Pemanfaatan belanja lain-lain diprioritaskan untuk pendanaan program prioritas Pemerintah yang berkaitan dengan perlindungan sosial, penanggulangan bencana, penguatan program penuntasan kemiskinan ekstrem, pengamanan pemilu, keperluan mendesak untuk ketertiban dan keamanan nasional, serta pemenuhan kewajiban Pemerintah (subsidi dan kompensasi). Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Hurufk Cukup jelas. Huruf 1 Yang dimaksud dengan "ineligible expenditure" adalah pengeluaran-pengeluaran yang tidak diperkenankan dibiayai dari dana pinjaman/hibah luar negeri karena tidak sesuai dengan kesepakatan dalam Perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Hurufm Restrukturisasi kementerian/lembaga termasuk restrukturisasi bidang karantina. Hurufn Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas. Ayat (2) Pinjaman baru merupakan pinjaman yang dilakukan Pemerintah setelah Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2024 diundangkan. Pinjaman baru setelah penetapan Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2024 dapat berupa pinjaman luar negeri kegiatan dan pinjaman dalam negeri termasuk pinjaman yang diteruspinjamkan dan/atau diterushibahkan. jdih.kemenkeu.go.id Ayat (3) Yang dimaksud dengan "perubahan pagu Pemberian Pinjaman" adalah peningkatan pagu Pemberian Pinjaman akibat adanya lanjutan Pemberian Pinjaman yang bersifat tahun jamak, percepatan penarikan Pemberian Pinjaman yang sudah disetujui dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan Pemberian Pinjaman dan/atau penambahan pagu Pemberian Pinjaman untuk penerbitan Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan atas transaksi dokumen bukti penarikan pinjaman dan/atau hibah yang dikeluarkan oleh pemberi pinjaman dan/atau hi bah (Notice of Disbursement-NOD). Perubahan pagu Pemberian Pinjaman tersebut tidak termasuk Pemberian Pinjaman baru yang belum dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2024. Yang dimaksud dengan "closing date" adalah tanggal batas akhir penarikan dana pinjaman/hibah luar negeri melalui penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. Ayat (4) Perubahan pagu ini dipergunakan untuk penerbitan Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan atas transaksi dokumen bukti penarikan Pinjaman dan/atau Hi bah yang dikeluarkan oleh pemberi Pinjaman dan/atau Hibah (Notice of Disbursement-NOD). Ayat (5) Yang dimaksud dengan "uang muka kontrak kegiatan yang dibiayai pinjaman luar negeri" adalah Alokasi Rupiah Murni yang wajib disediakan pemerintah dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Kementerian/Lembaga Pengguna Pinjaman Luar Negeri, untuk membayar sejumlah tertentu kepada penyedia barang dan/atau jasa sebagai salah satu persyaratan pengefektifan kontrak. Tanpa pembayaran uang muka, pinjaman luar negeri yang perjanjian pinjamannya telah ditandatangani tidak dapat dicairkan. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Relevan terhadap
Dalam melakukan pemrosesan akhir sampah, pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan dan mengoperasikan TPA.
Dalam menyediakan TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah kabupaten/kota:
melakukan pemilihan lokasi sesuai dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota;
menyusun analisis biaya dan teknologi; dan
menyusun rancangan teknis.
Lokasi TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, paling sedikit memenuhi aspek:
geologi;
hidrogeologi;
kemiringan zona;
jarak dari lapangan terbang;
jarak dari permukiman;
tidak berada di kawasan lindung/cagar alam; dan/atau
bukan merupakan daerah banjir periode ulang 25 (dua puluh lima) tahun.
TPA yang disediakan oleh pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi:
fasilitas dasar;
fasilitas perlindungan lingkungan;
fasilitas operasi; dan
fasilitas penunjang.
Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
tercantum rencana penyusunan RUU IKN. Sehingga dari sisi perencanaan, penyusunan RUU IKN telah dilakukan dengan baik. a. Bahwa berdasarkan Pasal 24 ayat (3) UU IKN disebutkan bahwa persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai program prioritas nasional paling singkat 10 (sepuluh) tahun dalam rencana kerja pemerintah sejak berlakunya Undang-Undang ini atau paling singkat sampai dengan selesainya tahap 3 (tiga) penahapan pembangunan Ibu Kota Nusantara sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. Rencana kerja pemerintah tersebut, dijadikan pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahunnya. (Penjelasan Pasal 24 ayat (3) UU IKN). b. Pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN, serta penyelenggaraan pemerintahan khusus IKN dapat bersumber dari APBN maupun dari sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. c. Skema-skema pendanaan IKN antara lain berupa: 1) skema APBN; 2) skema KPBU; 3) skema pemanfaatan BMN; 4) skema partisipasi badan usaha yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki negara (termasuk partisipasi BUMN atau swasta); dan 5) skema dukungan pembiayaan internasional Pemilihan skema pendanaan tersebut akan dilakukan dengan menggunakan analisis value for money (VfM) dengan mengedepankan manfaat sosial ekonomi dari biaya yang akan dikeluarkan. d. Pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus IKN berpedoman pada Rencana Induk IKN yang merupakan dokumen perencanaan terpadu yang menjadi pedoman bagi Pemerintah Pusat, dan/atau Otorita IKN.
analisis value for money dengan mengedepankan manfaat sosial- ekonomi dari biaya yang akan dikeluarkan agar APBN tidak banyak terbebani. Dengan demikian, maka dalil para Pemohon yang menganggap memiliki kedudukan hukum karena memiliki kepentingan terhadap keselamatan dalam keadaan darurat Kesehatan masyarakat akibat Covid-19 adalah dalil yang tidak berdasar dan hanya merupakan kekhawatiran para Pemohon. 6. Terkait dengan adanya pajak khusus dan/atau pungutan khusus di Ibu Kota Nusantara sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (4) UU IKN, DPR menerangkan bahwa pajak khusus dan pungutan khusus tersebut berlaku khusus di Ibu Kota Nusantara. Bahwa pajak dan pungutan khusus tersebut merupakan pajak daerah dan retribusi daerah yang menjadi salah satu sumber pendapatan keuangan daerah yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana pajak daerah dan retribusi yang berlaku di seluruh daerah. Para Pemohon Perkara 34 tidak menguraikan bahwa para Pemohon Perkara 34 berpotensi menjadi penduduk Ibu Kota Nusantara yang nantinya akan dikenakan kewajiban untuk membayar pajak khusus dan/atau pungutan khusus tersebut. Dengan demikian para Pemohon Perkara 34 tidak menjelaskan kerugian konstitusional sebagai tax payer yang bersifat potensial dan tidak terdapat keterkaitan yang jelas antara para Pemohon dengan pengaturan mengenai adanya pajak khusus dan/atau pungutan khusus dalam UU IKN. 7. Berdasarkan uraian pada angka 1 sampai dengan angka 6 di atas, maka para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo dengan hanya mendalilkan sebagai pembayar pajak ( tax payer ). Berdasarkan uraian tersebut, maka DPR berpandangan bahwa Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) dalam pengujian formil UU IKN terhadap UUD NRI Tahun 1945. Meskipun demikian, terhadap kedudukan hukum ( legal standing ) para Pemohon dalam pengujian formil, DPR memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi agar benar-benar menilai apakah para
Penggunaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi
Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
modalnya dimiliki negara (termasuk partisipasi BUMN atau swasta); dan 5) skema dukungan pembiayaan internasional Pemilihan skema pendanaan tersebut akan dilakukan dengan menggunakan analisis value for money (VfM) dengan mengedepankan manfaat sosial ekonomi dari biaya yang akan dikeluarkan. d. Pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus IKN berpedoman pada Rencana Induk IKN yang merupakan dokumen perencanaan terpadu yang menjadi pedoman bagi Pemerintah Pusat, dan/atau Otorita IKN. e. Pelaksanaan pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara sesuai Rencana Induk IKN dilaksanakan secara bertahap sampai dengan tahun 2045 dan dimasukkan sebagai program prioritas nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. f. RUU IKN baru mulai dilakukan pembahasan dengan DPR (pada tanggal 7 Desember 2021) setelah ditetapkannya UU APBN TA 2022, sehingga belum ada pengalokasian anggaran secara spesifik untuk IKN. Namun demikian, dalam APBN TA 2022 telah dialokasikan anggaran pada K/L untuk pembangunan infrastruktur di wilayah Kalimantan yang lokasinya berada di sekitar IKN sehingga dapat mendukung persiapan dan pembangunan tahap awal IKN, sebagai contoh pembangunan Jembatan Pulau Balang dan Bendungan Sepaku Semoi. g. Dalam rangka pendanaan pembangunan IKN pada tahun 2022, Pemerintah akan melakukan optimalisasi belanja K/L/ nonK/L APBN TA 2022. h. Perencanaan pembentukan UU tidak berarti bahwa anggaran untuk pemindahan IKN harus ada sejak tahun 2020, 2021, dan 2022. Yang menjadi acuan adalah RPJMN 2020-2024 sebagai dokumen perencanaan. Sehingga pembentukan UU IKN sudah masuk dalam perencanaan yang dapat dibuktikan dengan daftar Prolegnas 2020- 2024. Pemohon keliru dengan mencampuradukkan antara konsep
pemindahan serta penyelenggaraan pemerintah khusus IKN merupakan hal yang lazim dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 5. Bahwa dalam Rapat Kerja Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang- Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) pada tanggal 7 Desember 2021 pukul 19.39 WIB, Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menyampaikan sebagai berikut: “ Dalam hal pembiayaan Pemerintah memastikan tidak mengurangi dan apalagi menggerus sosial transfer yang telah dan akan dialokasikan ke depan. Pemerintah telah menghitung kebutuhan pendanaan jangka menengah melalui APBN, Pemerintah juga akan memaksimalkan sumber-sumber pembiayaan yang tersedia blended finance, skema KPBU, financial model yang marketable sehingga meminimalkan beban APBN .” ( vide Lampiran 10. hlm. 9) Berdasarkan uraian tersebut, maka anggaran yang telah dialokasikan dalam APBN untuk penanganan pandemi Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional sama sekali tidak berkurang bahkan tidak terganggu dengan pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus Ibu Kota Negara Nusantara. Pemerintah telah memaksimalkan sumber-sumber pembiayaan dengan skema pendanaan yang menggunakan analisis value for money dengan mengedepankan manfaat sosial-ekonomi dari biaya yang akan dikeluarkan agar APBN tidak banyak terbebani. Dengan demikian, maka dalil Para Pemohon yang menganggap memiliki kedudukan hukum karena memiliki kepentingan terhadap keselamatan dalam keadaan darurat Kesehatan masyarakat akibat Covid-19 adalah dalil yang tidak berdasar dan hanya merupakan kekhawatiran Para Pemohon. 6. Terkait dengan adanya pajak khusus dan/atau pungutan khusus di Ibu Kota Nusantara sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (4) UU IKN, DPR menerangkan bahwa pajak khusus dan pungutan khusus tersebut berlaku khusus di Ibu Kota Nusantara. Bahwa pajak dan pungutan khusus tersebut merupakan pajak daerah dan retribusi daerah yang menjadi salah satu sumber pendapatan keuangan daerah yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana pajak daerah dan retribusi yang berlaku di seluruh daerah. Para Pemohon Perkara 34 tidak menguraikan bahwa Para Pemohon Perkara