Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.01/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan di Lingkungan Kementerian Keuangan ...
Relevan terhadap 4 lainnya
bahwa untuk memberikan pedoman dalam melaksanakan analisis jabatan bagi setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.01/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan di Lingkungan Kementerian Keuangan;
bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja dan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural, perlu dilakukan penyesuaian atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.01/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan di Lingkungan Kementerian Keuangan;
bahwa penyesuaian atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.01/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan di Lingkungan Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, telah mendapat persetujuan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melalui Surat Nomor B/1263/M.SM.01.00/2021 tanggal 12 Agustus 2021;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.01/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan di Lingkungan Kementerian Keuangan;
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 138/PMK.01/2018 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANALISIS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.02/2021 Tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak ...
Relevan terhadap
Pengawasan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (2) dilakukan berdasarkan:
hasil monitoring Instansi Pengelola PNBP dan/atau Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan hasil monitoring Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137;
laporan hasil pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147;
analisis, kajian, dan data potensi PNBP;
evaluasi atas jenis dan tarif PNBP;
indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban PNBP;
indikasi ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP;
arahan Menteri Keuangan;
arahan Direktur Jenderal Anggaran;
arahan Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan; dan/atau
sumber data/informasi lainnya.
Sumber data/informasi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j termasuk berasal dari data internal Kementerian Keuangan, Instansi Pengelola PNBP, dan/atau pihak lain.
Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pihak yang terkait dengan pengelolaan PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP.
Di antara Pasal 152 dan Pasal 153 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 152A yang berbunyi sebagai berikut:
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf b melakukan pengawasan terhadap Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Unit yang melaksanakan pengawasan PNBP terhadap Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
Direktorat Jenderal Anggaran; dan
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Pengawasan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan melalui koordinasi dengan:
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian/Lembaga terkait;
unit eselon I Kementerian Keuangan; dan/atau
unit/instansi lain yang memiliki kewenangan pengawasan/pemeriksaan/penegakan hukum.
Pengawasan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan dengan ketentuan:
sinergi pengawasan dengan Direktorat Jenderal Anggaran; dan
berdasarkan risiko ( risk based ).
Sinergi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, dapat berupa:
penyelarasan rencana pengawasan;
permintaan pengawasan;
pengawasan bersama; dan/atau
pertukaran informasi hasil pengawasan.
Tata cara pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilaksanakan mengacu pada Peraturan Menteri mengenai Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Menteri Keuangan Sebagai Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah Dalam Kepemilikan Kekayaan Negara yang Dipisahkan.
Di antara Pasal 150 dan Pasal 151 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 150A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk penilaian, verifikasi, dan/atau evaluasi.
Pengawasan dalam bentuk penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka menilai dan mempersiapkan profil risiko dari Instansi Pengelola PNBP atau Mitra Instansi Pengelola PNBP atau Wajib Bayar untuk mendukung pengawasan dalam bentuk verfikasi atau evaluasi.
Pengawasan dalam bentuk verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Instansi Pengelola PNBP dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban PNBP oleh Wajib Bayar.
Pengawasan dalam bentuk evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Instansi Pengelola PNBP dalam rangka memberikan keyakinan atas kepatuhan Instansi Pengelola PNBP atau Mitra Instansi Pengelola PNBP terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP.
Pengawasan dalam bentuk verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dengan meminta data, informasi, atau keterangan lain kepada Wajib Bayar.
Direktorat Jenderal Anggaran atau Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dapat menyusun pedoman pengawasan PNBP, baik sendiri-sendiri atau bersama.
Tata Cara Penyetaraan Jabatan dalam rangka Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak ...
Relevan terhadap
Penyetaraan Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan dengan membandingkan hasil analisis atas faktor-faktor evaluasi jabatan dan/atau analisis lainnya yang berlaku di lingkungan Kementerian Keuangan antara Jabatan yang akan dilakukan penyetaraan dan Jabatan lain yang mempunyai peringkat jabatan yang sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tunjangan kinerja bagi pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Proses membandingkan hasil analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan kertas kerja sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Hasil Penyetaraan Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam keputusan Menteri.
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6037) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6477);
Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 61) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 222);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.01/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1394) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.01/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.01/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1093);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.01/2018 tentang Mekanisme Penetapan Jabatan dan Peringkat bagi Pelaksana di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1734);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Keperluan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Pinjaman dan/atau Hibah dari Luar Negeri ...
Relevan terhadap
Monitoring dan evaluasi atas pemberian pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh:
direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau
Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama sesuai dengan kewenangannya berdasarkan manajemen risiko.
Dalam hal hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya indikasi penyalahgunaan tujuan penggunaan atas barang untuk keperluan Proyek Pemerintah yang telah mendapatkan pembebasan bea masuk:
direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan;
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau
Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit oleh unit di bidang audit kepabeanan dan cukai, atau penelitian lainnya oleh unit yang tugas dan fungsinya di bidang pengawasan.
Dalam pelaksanaan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), unit di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan cukai dapat melibatkan unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan dan/atau kementerian/ lembaga teknis terkait.
Dalam hal barang impor untuk keperluan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Pinjaman dan/atau Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) ditemukan tidak digunakan sesuai dengan tujuan pemberian pembebasan bea masuk, Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum
Relevan terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah pusat yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Dengan demikian, Satker yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan, antara lain: pengelolaan pendapatan dan belanja; pengelolaan kas; pengelolaan piutang dan utang; pengelolaan investasi; pengadaan barang/jasa dan pengelolaan aset; kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non-Pegawai Negeri Sipil; serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya dengan memperhatikan prinsip efisiensi dan produktivitas. Pengendalian secara ketat dalam perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan serta pertanggungjawaban menjadi karakteristik penting pada Satker yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU untuk mengimbangi kekhususan dan fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU. Kekayaan BLU merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan dari kekayaan pemerintah pusat sehingga laporan keuangan yang disajikan merupakan bagian yang tidak dipisahkan dari Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaporan keuangan BLU selaku pengelolaan kekayaan negara yang tidak dipisahkan, Satker BLU wajib menyusun laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Laporan keuangan dimaksud memenuhi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.05/2015 tentang Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual Nomor 13 (PSAP 13) tentang Penyajian Laporan Keuangan Badan Layanan Umum. Laporan Keuangan Satker BLU sesuai PSAP 13 disusun dan disajikan untuk kebutuhan pelaporan keuangan bertujuan umum, dan selanjutnya dapat digunakan, baik untuk penyusunan laporan keuangan konsolidasian pada Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga yang membawahi secara vertikal Satker BLU maupun untuk analisis dan penyusunan laporan keuangan yang lebih khusus dengan tujuan tertentu. Selanjutnya, untuk mengakomodasi penyusunan, penyajian, dan penyampaian Laporan Keuangan BLU sesuai dengan PSAP 13, perlu disusun Modul Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum (SABLU). Modul SABLU ini termasuk kegiatan penyusunan dan penyajian laporan untuk kebutuhan penggabungan dan konsolidasian Laporan Keuangan BLU pada Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga yang membawahi secara vertikal Satker BLU. B. Ruang Lingkup Ruang lingkup modul SABLU mencakup akuntansi dan pelaporan keuangan Satker BLU yang menyajikan laporan keuangan sesuai dengan PSAP 13 dalam rangka pelaporan keuangan bertujuan umum serta kebutuhan konsolidasian Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Modul SABLU ini tidak mengatur panduan atau pedoman yang berhubungan dengan:
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Standar Akuntansi Pemerintahan yang selanjutnya disingkat SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Instansi yang selanjutnya disebut SAI adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada kementerian/lembaga.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU yang selanjutnya disebut SABLU adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, dan pelaporan keuangan BLU.
Sistem SAKTI yang selanjutnya disebut SAKTI adalah sistem yang mengintegrasikan proses perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja negara pada instansi pemerintah, yang merupakan bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi nonkementerian negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian/Lembaga atau unit organisasi pemerintah yang melaksanakan kegiatan Kementerian/Lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut UAKPA adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat Satker.
Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban BLU atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara berupa laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran lebih, neraca, laporan operasional, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan.
Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, pembiayaan, dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disingkat LPSAL adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan saldo anggaran lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah, yaitu aset, utang, dan ekuitas pada tanggal tertentu.
Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintah dalam satu periode pelaporan.
Laporan Arus Kas yang selanjutnya disingkat LAK adalah laporan yang menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.
Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah laporan yang menyajikan mengenai penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, LPSAL, Neraca, LO, LAK, dan LPE dalam pengungkapan yang memadai.
Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan dan transaksi barang yang digunakan sebagai sumber dalam melakukan pencatatan untuk menghasilkan informasi akuntansi.
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan Dokumen Sumber yang sama.
Pengendalian Intern atas Pelaporan Keuangan yang selanjutnya disingkat PIPK adalah pengendalian yang secara spesifik dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa Laporan Keuangan yang dihasilkan merupakan laporan yang andal dan disusun sesuai dengan SAP.
Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah Inspektorat Jenderal/ Inspektorat Umum/Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/ pimpinan lembaga.
Tahapan Pelaksanaan Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara Pada Kementerian/Lembaga ...
Relevan terhadap
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TAHAPAN PELAKSANAAN PENYUSUNAN DAN PENELAAHAN RENCANA KEBUTUHAN BARANG MILIK NEGARA PADA KEMENTERIAN/LEMBAGA. PERTAMA : Menetapkan pelaksanaan Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN) pada Kementerian/Lembaga sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.06/2021 tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara, dengan tahapan sebagai berikut:
Pelaksanaan Penyusunan dan Penelaahan RKBMN untuk Pengadaan BMN dan Pemeliharaan BMN Tahun Anggaran 2024 dan Tahun Anggaran 2025 diberlakukan pada seluruh Kementerian/Lembaga;
Pelaksanaan Penyusunan dan Penelaahan RKBMN untuk Pemanfaatan BMN, Pemindahtanganan BMN, dan Penghapusan BMN Tahun Anggaran 2024 diberlakukan pada Kementerian Keuangan; MENTERI KEUANGAN c. Pelaksanaan Penyusunan dan Penelaahan RKBMN untuk Pemanfaatan BMN, Pemindahtanganan BMN, dan Penghapusan BMN Tahun Anggaran 2025 diberlakukan pada 9 (sembilan) Kementerian/Lembaga, yaitu:
Kementerian Keuangan;
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;
Kementerian Sekretariat Negara;
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional;
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
Komisi Pemberantasan Korupsi;
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
Mahkamah Konstitusi; dan
Komisi Yudisial;
Pelaksanaan Penyusunan dan Penelaahan RKBMN untuk Pengadaan BMN, Pemeliharaan BMN, Pemanfaatan BMN, Pemindahtanganan BMN, dan Penghapusan BMN Tahun Anggaran 2026 dan Tahun Anggaran selanjutnya diberlakukan pada seluruh Kementerian/Lembaga. KEDUA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia;
Menteri Keuangan;
Para Menteri/Pimpinan Lembaga;
Wakil Menteri Keuangan; MENTERI KEUANGAN 5. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal, dan Kepala Badan di lingkungan Kementerian Keuangan;
Kepala Biro Hukum, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan;
Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; dan
Direktur Pengelolaan Kekayaan Negara, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Juni 2022 a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN NEGARA, TTD RIONALD SILABAN
Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pendanaan Desentralisasi
Relevan terhadap
Pengumpulan hasil Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dilakukan melalui interkoneksi SIKD dengan sistem informasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Kementerian/Lembaga.
Dalam hal hasil Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia dalam SIKD, unit teknis penyedia data dan/atau Walidata menyampaikan hasil Pemantauan dalam format digital melalui SIKD paling lambat hari kerja ketujuh untuk setiap bulan.
Standardisasi dan validasi hasil Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dilakukan melalui penyeragaman format data dan nomenklatur hasil Pemantauan pelaksanaan TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a.
Agregasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c dilakukan terhadap:
wilayah; dan
tematik tertentu.
Agregasi wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a terdiri atas:
nasional;
regional; dan
Daerah.
Daftar tematik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Penyusunan analisis atas agregasi hasil Pemantauan pelaksanaan TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d dilakukan minimal melalui penyusunan analisis deskriptif terhadap hasil Pemantauan realisasi penyaluran, realisasi penyerapan, dan capaian Keluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Penyajian dan/atau pemutakhiran hasil integrasi Pemantauan pelaksanaan TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e minimal berupa:
hasil agregasi Pemantauan pelaksanaan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (4);
hasil penyusunan analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (7); dan/atau
rekomendasi atas hasil penyusunan analisis yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan fiskal nasional, TKD, dan/atau pemberian sanksi atau insentif kepada Pemerintah Daerah.
Pengumpulan data TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dan data indikator lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b dilakukan melalui interkoneksi SIKD dengan sistem informasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Kementerian/Lembaga.
Dalam hal data TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia dalam SIKD, unit teknis penyedia data dan/atau Walidata menyampaikan data TKD dalam format digital melalui SIKD paling lambat hari kerja ketujuh untuk setiap bulan.
Dalam hal data indikator lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia dalam SIKD, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melalui Direktur Pembiayaan dan Perekonomian Daerah dapat meminta data indikator lainnya kepada penyedia data, Walidata, dan/atau sumber lainnya.
Standardisasi dan validasi data TKD dan data indikator lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c dilakukan melalui penyeragaman format data dan nomenklatur data TKD dan data indikator lainnya.
Penyusunan analisis Evaluasi pelaksanaan TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d dilakukan minimal untuk:
mengevaluasi signifikansi atau kontribusi pengalokasian TKD terhadap Dampak/Hasil Final dan Manfaat yang dihasilkan berdasarkan arah kebijakan TKD; dan
mengukur tingkat keberhasilan TKD terhadap pencapaian Dampak/Hasil Final __ dan Manfaat dengan kondisi dasar ( baseline ), berdasarkan kerangka kerja logis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3).
Penyusunan rekomendasi kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e dilakukan berdasarkan hasil analisis Evaluasi pelaksanaan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Penyajian dan/atau pemutakhiran hasil integrasi Evaluasi pelaksanaan TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf f minimal berupa:
ringkasan eksekutif;
hasil analisis Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5); dan
rekomendasi kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan fiskal nasional, TKD, dan/atau pemberian sanksi atau insentif kepada Pemerintah Daerah.
Pengumpulan data APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a dan data indikator lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b dilakukan melalui interkoneksi SIKD dengan sistem informasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Kementerian/Lembaga.
Dalam hal data APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia dalam SIKD, unit teknis penyedia data dan/atau Walidata menyampaikan data APBD dalam format digital melalui SIKD paling lambat hari kerja ketujuh untuk setiap bulan.
Dalam hal data indikator lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia dalam SIKD, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melalui Direktur Pembiayaan dan Perekonomian Daerah dapat meminta data indikator lainnya kepada penyedia data, Walidata, dan/atau sumber lainnya.
Standardisasi dan validasi data APBD dan data indikator lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf c dilakukan melalui penyeragaman format data dan nomenklatur data APBD dan data indikator lainnya.
Penyusunan analisis Evaluasi pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf d dilakukan minimal untuk mengevaluasi signifikansi APBD terhadap perbaikan capaian program prioritas daerah dan/atau capaian KEM PPKF antar Daerah dan/atau wilayah berdasarkan kerangka kerja logis dan/atau metodologi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5).
Penyusunan rekomendasi kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf e dilakukan berdasarkan hasil analisis Evaluasi pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Penyajian dan/atau pemutakhiran hasil integrasi Evaluasi pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf f minimal berupa:
ringkasan eksekutif;
hasil Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5); dan c. rekomendasi kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan fiskal nasional, TKD, dan/atau pemberian sanksi atau insentif kepada Pemerintah Daerah.
Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Pemanfaatan Hasil Pengelolaan DAD mengatur urusan, program, dan kegiatan yang didanai dari DAD, sedangkan target layanan akan ditetapkan dalam Perkada. Yang dimaksud dengan "investasi yang bebas dari risiko penurunan nilai" adalah penempatan dana pada instrumen keuangan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan yang telah diakui kredibilitasnya sehingga nilai pokok/awal investasi tidak dipengaruhi fluktuasi di pasar uang/pasar modal, fluktuasi hanya akan mempengaruhi imbal hasil. Contoh penempatan dengan kriteria demikian misalnya adalah investasi pada Surat Berharga Negara hingga jatuh tempo atau tidak merealisasikan kerugian pada saat dijual, serta deposito pada bank yang sehat. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "tingkat imbal hasil yang optimal" adalah pengelola DAD memilih beberapa alternatif instrumen keuangan dengan mempertimbangkan imbal hasil dan potensi risiko. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "analisis terhadap risiko" antara lain risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, dan informasi tambahan, termasuk rencana penanggulangannya dalam hal terjadi risiko investasi. Ayat (5) Cukup ^jelas.
Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "syarat administrasi" merupakan dokumen yang dipersyaratkan. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan f umlah sisa Pembiayaan Utang Daerah" adalah jumlah pokok Pembiayaan Utang Daerah lama yang belum terdaftar. Yang dimaksud dengan "jumlah Pembiayaan Utang Daerah yang akan ditarik" adalah jumlah pokok rencana Pembiayaan Utang Daerah yang diusulkan. Ayat (a) Rasio kemampuan Keuangan Daerah untuk mengembalikan Pembiayaan Utang Daerah menunjukkan rasio kemampuan membayar kembali Pembiayaan Utang Daerah yang dikenal dengan istilah Debt Seruice Couerage Ratio (DSCR) dihitung dengan formula sebagai berikut: Pendapatan vans tidak ditentukan ^penssunaannya - Belania Pesawai Pokok pinjaman + Bunga + Biaya Lain Ayat (5) Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Perubahan nilai rasio kemampuan Keuangan Daerah dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian nasional dan kondisi Keuangan Daerah. Pasal 4 1 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Yang dimaksud dengan "kelembagaan" adalah kegiatan yang diusulkan memuat penjelasan terkait pembagian kerja dan tanggung jawab pelaksana kegiatan, serta garis koordinasi pelaksana kegiatan pada seluruh tahapan proyek. Yang dimaksud dengan "ekonomi" adalah kegiatan yang diusulkan menunjukkan kelayakan ekonomi yang dihitung antara lain menggunakan analisis biaya-manfaat. Yang dimaksud dengan "dampak sosial dan lingkungan" adalah kegiatan yang diusulkan dilengkapi dengan hasil identifikasi dan analisis dampak terhadap penerima manfaat kegiatan, serta analisis dampak lingkungan yang mungkin timbul akibat pelaksanaan kegiatan yang diusulkan. Yang dimaksud dengan "pembiayaarr' adalah dokumen pengusulan kegiatan yang diusulkan dilengkapi dengan hasil analisa penganggaran modal dengan mempertimbangkan karakteristik proyek dan kebutuhan Daerah, serta keselarasan dengan sumber pembiayaan lainnya. Yang dimaksud dengan "mitigasi risiko" adalah kegiatan yang diusulkan dilengkapi dengan identifikasi risiko yang berpotensi muncul pada setiap tahapan proyek secara menyeluruh, dilengkapi rencana mitigasinya. Ayat (9) Cukup ^jelas. Ayat (10) Cukup ^jelas. Ayat (11) Cukup ^jelas. Ayat (12) Cukup ^jelas. Ayat (13) Cukup ^jelas.
Daerah dapat membentuk DAD. Pembentukan DAD bagi Pemerintah Daerah bertujuan untuk:
mengelola keuangan demi kemanfaatan dan keberlanjutan lintas generasi; dan
memperbaiki kualitas pengelolaan Keuangan Daerah. Pembentukan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Perda. Pasal 73 (1) Daerah yang akan membentuk DAD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) harus memenuhi kriteria:
memiliki kapasitas fiskal daerah yang tinggi atau sangat tinggi; dan
kebutuhan Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik telah terpenuhi. (21 Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menggunakan Urusan Pemerintahan wajib yang digunakan dalam penghitungan alokasi DAU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 74 (1) Pembentukan DAD dilakukan dengan tahapan:
persiapan;
penilaian; dan
penetapan. (21 Tahap persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
pen5rusunan rancangan Perda mengenai DAD;
pencantuman sumber dan besaran dana yang akan digunakan untuk membentuk DAD pada KUA dan PPAS;
penyiapan pengelola DAD; dan
penyiapan sarana dan prasarana pengelola DAD. (3) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a memuat paling sedikit:
sumber dan besaran dana yang akan digunakan untuk membentuk DAD;
penempatan DAD;
tahun penganggaran;
pengelola DAD;
pemanfaatan hasil pengelolaan DAD; dan
pelaporan dan pertanggungjawaban atas pemanfaatan hasil pengelolaan DAD. (41 Dana untuk membentuk DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf b dapat bersumber dari:
SiLPA yang belum ditentukan penggunaannya; dan/atau
sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 75 (1) Tahap penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b merupakan proses yang dilakukan oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dalam menilai permohonan pembentukan DAD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah. (21 Dalam rangka memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri melakukan penilaian terhadap:
kesesuaian kegiatan yang didanai dari hasil pengelolaan DAD dengan prioritas Daerah;
kesesuaian program dan/atau kegiatan dengan dokumen perencanaan dan penganggaran Daerah; dan
kesiapan unit dan tata kelola pengelola DAD. (3) Pertimbangan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diberikan paling lambat 15 (lima belas) hari keda sejak diterimanya dokumen rencana pembentukan DAD secara lengkap dan benar. (41 Dalam hal pertimbangan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri tidak diberikan sampai batas waktu 15 (lima belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan Urusp.n Pemerintahan dalam negeri dianggap telah memberikan pertimbangan yang menyatakan kesesuaian usulan pembentukan DAD sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21. (5) Menteri dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan pembentukan DAD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah. Pasal 76 Tahap penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c terdiri atas:
penetapan Perda mengenai DAD;
pengalokasian DAD sebagai pengeluaran Pembiayaan dalam APBD, dalam hal Menteri telah memberikan persetujuan pembentukan DAD. Pasat TT (1) Pengelolaan DAD dilakukan oleh bendahara umum Daerah atau badan layanan umum Daerah. (21 Kepala Daerah menentukan unit pengelola DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan penrndang-undangan. Pasal 78 (1) Pengelola DAD memilih instrumen keuangan yang akan menjadi penempatan DAD. (21 Pengelolaan DAD dilakukan dalam investasi yang bebas dari risiko penurutnan nilai.
Pemilihan instrumen keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bebas dari risiko penurunan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2ljuga berdasarkan tingkat imbal hasil yang optimal. (4) Dalam memilih instrumen keuangan yang akan menjadi penempatan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelola DAD harus melakukan analisis terhadap risiko. (5) Pengelola DAD dapat bekerja sama dengan pengelola dana abadi di Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah lain, dan latau LKBILKBB, dalam menempatkan atau memanfaatkan DAD. Pasal 79 (1) Hasil pengelolaan DAD dimanfaatkan untuk meningkatkan dan/atau memperluas pelayanan publik yang menjadi prioritas daerah. (21 Hasil pengelolaan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk:
memperoleh manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan/atau manfaat lainnya yang ditetapkan sebelumnya;
memberikan sumbangan kepada penerimaan daerah; dan
menyelenggarakan kemanfaatan umum lintas generasi. (3) Dalam hal terdapat surplus hasil pengelolaan DAD, dapat digunakan pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (4) Surplus hasil pengelolaan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan untuk:
menambah pokok DAD; dan/atau
pemanfaatan lainnya sesuai kebutuhan dan prioritas Daerah, setelah terpenuhinya target dari tujuan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) DAD dapat diperhitungkan sebagai bagian pemenuhan Belanja Wajib sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 80 (1) Daerah yang memiliki otonomi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat membentuk DAD. (21 Pembentukan DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari kriteria pembentukan DAD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1). (3) Ketentuan pembentukan dan pengelolaan DAD, termasuk pengelolaan DAD dalam kondisi darurat, dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi Daerah yang memiliki otonomi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan. Pasal 81 (1) Dalam hal Daerah mengalami kondisi darurat, Daerah dapat menarik pokok DAD. (21 Kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merrrpakan kondisi darurat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. (3) Penarikan pokok DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah Daerah mengajukan usulan penarikan pokok DAD dan mendapatkan persetujuan Menteri.
Dalam . P]TESIDEN REPUBUK INDONESIA (41 Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (5) Dalam rangka memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4l., menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri melakukan penilaian terhadap:
kegiatan yang akan didanai dari hasil penarikan pokok DAD; dan
keberlanjutan atas target dari tujuan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (21. (6) Pertimbangan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya dokumen rencana penarikan pokok DAD secara lengkap dan benar. (71 Dalam hal pertimbangan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri tidak diberikan sampai batas waktu 15 (lima belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dianggap telah memberikan pertimbangan yang menyatakan kesesuaian usulan penarikan pokok DAD sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (8) Menteri dapat memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan penarikan pokok DAD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah. (9) Daerah wajib mengembalikan pokok DAD yang telah ditarik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah berakhirnya kondisi darurat dengan memperhatikan kemampuan Keuangan Daerah. (10) Dalam hal Daerah tidak mengembalikan pokok DAD sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Menteri dapat melakukan pemotongan DAU dan/atau dana bagi hasil.
Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap
Satuan Ukur Besaran 1 2 3 4 5 27 Laporan Pengelolaan Pelayanan Publik Kementerian Keuangan 1 Laporan 200.652.000 28 Standar Mutu Layanan- ISO TIK 1 Laporan 117.180.000 4757.EBC Layanan Manajemen SDM Internal 29 Pengelolaan Jafung 1 Layanan 430.612.000 4761.FAB Sistem Informasi Pemerintahan 30 Layanan Teknologi Informasi Kemenkeu 1 Layanan 485.101.118 31 Pengembangan Super Apps Kemenkeu (PU) 1 Sistem Informasi 5.331.840.000 32 Sistem Informasi BMN dan Pengadaan 1 Modul Aplikasi 366.311.000 33 Sistem Informasi Kehumasan 1 Modul Aplikasi 129.350.000 34 Sistem Informasi Pengadilan Pajak 1 Modul Aplikasi 304.290.000 35 Sistem Informasi Peraturan Perundangan 1 Modul Aplikasi 399.570.000 015.02 Inspektorat Jenderal 4738.EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 36 Laporan Monitoring dan Analisis Data Temuan dan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan 1 Laporan 4.855.424 4739.BMB Komunikasi Publik 37 Layanan Kepustakaan 1 layanan 8.946.833 4740.ABL Kebijakan Bidang Tata Kelola Pemerintahan 38 Rekomendasi Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Unit Eselon I 1 Rekomendasi Kebijakan 54.148.250 4740.EBC Layanan Manajemen SDM Internal 39 Pengelolaan Jafung 1 Orang 522.059 4740.EBD Layanan Manajemen Kinerja Internal 40 Laporan Penilaian Integritas 1 Laporan 8.920.461 4741 EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 41 Rekomendasi Kepatuhan Internal 1 Layanan 16.307.000 4741.EBD Layanan Manajemen Kinerja Internal 42 Rekomendasi Hasil Pencegahan KKN 1 Rekomendasi 193.577.600 43 Rekomendasi Hasil Pengawasan Dukungan Manajemen K/L 1 Rekomendasi 1.094.016.875 44 Rekomendasi Hasil Pengawasan Kebijakan Fiskal 1 Rekomendasi 462.267.500 45 Rekomendasi Hasil Pengawasan Pengelolaan Belanja Negara 1 Rekomendasi 653.540.000 46 Rekomendasi Hasil Pengawasan Pengelolaan Penerimaan Negara 1 Rekomendasi 1.813.768.666 47 Rekomendasi Hasil Pengawasan Pengelolaan Perbendaharaan, Kekayaan Negara, dan Risiko 1 Rekomendasi 668.769.666 48 Rekomendasi Hasil Penindakan 1 Rekomendasi 740.700.000 4742.FAB Sistem Informasi Pemerintahan 49 Pemeliharaan dan Pengembangan Sistem 1 Sistem Informasi 300.615.000 6885.AAH Peraturan lainnya 50 Harmonisasi Peraturan/Kebijakan 1 peraturan 26.644.000 015.03 Ditjen Anggaran 4690.BMB Komunikasi Publik 51 Publikasi Media Elektronik 1 Media 891.722.000 4691.EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 52 Rekomendasi Pengelolaan Organisasi 1 Layanan 661.648.500 4692.EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 53 Rekomendasi Kepatuhan Internal 1 Layanan 219.762.000 4766.FAD Perencanaan dan Penganggaran 54 Nota Keuangan APBN/P 1 Dokumen 1.221.381.000
(dalam rupiah) Kode No Uraian Volume dan Satuan Ukur Besaran 1 2 3 4 5 065.01 Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal 3213.PBB Kebijakan Bidang Investasi dan Perdagangan 1 Harmonisasi Regulasi Terkait Perizinan Berusaha di Tingkat Pusat dan Daerah 1 Rekomendasi Kebijakan 1.500.000.000 2 Peningkatan Daya Saing Investasi 1 Rekomendasi Kebijakan 1.520.000.000 3 Sinkronisasi Kebijakan Investasi 1 Rekomendasi Kebijakan 8.500.000.000 3214.FBA Fasilitasi dan Pembinaan Pemerintah Daerah 4 Fasilitasi pengembangan potensi dan peluang penanaman modal di daerah 1 Daerah (Prov/Kab/Kota) 77.709.000 3215.QDG Fasilitasi dan Pembinaan UMKM 5 Penguatan dan Pemberdayaan Pelaku Usaha UMKM dalam rantai pasok 1 UMKM 6.000.000 3216.BMA Data dan Informasi Publik 6 Bahan Informasi Potensi Penanaman Modal 1 layanan 34.047.785.000 3216.PBB Kebijakan Bidang Investasi dan Perdagangan 7 Analisis Negara Target dan Negara Pesaing 1 Rekomendasi Kebijakan 2.050.000.000 3225.BAC Pelayanan Publik kepada badan usaha 8 Fasilitas Berusaha terkait Masterlist 1 Badan usaha 30.034.000 9 Fasilitas Berusaha terkait Tax Allowance 1 Badan usaha 77.146.000 10 Fasilitas Berusaha terkait Tax Holiday 1 Badan usaha 75.248.000 3226.BDH Fasilitasi dan Pembinaan Badan Usaha 11 Pengawasan Berbasis Resiko di Wilayah I 1 Badan usaha 59.705.000 3226.BMA Data dan Informasi Publik 12 Asistensi dan Evaluasi Realisasi Penanaman Modal di Wilayah I 1 layanan 2.174.407.000 3226.QDH Fasilitasi dan Pembinaan Badan Usaha 13 Fasilitasi dan Evaluasi Percepatan Realisasi Investasi Proyek PSN 1 Badan usaha 1.080.000.000 14 Fasilitasi Penyelesaian Masalah Penanaman Modal Wilayah I 1 Badan usaha 47.063.000 3227.BDH Fasilitasi dan Pembinaan Badan Usaha 15 Pengawasan Berbasis Risiko di Wilayah II 1 Badan usaha 106.666.000 3227.BMA Data dan Informasi Publik 16 Asistensi dan Evaluasi Realisasi Penanaman Modal di Wilayah II 1 layanan 3.772.050.000
(dalam rupiah) Kode No Uraian Volume dan Satuan Ukur Besaran 1 2 3 4 5 035.01 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 2486.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 1 Rekomendasi Hasil Analisis Kebijakan Perekonomian 1 Rekomendasi Kebijakan 250.000.000 2486.EBD Layanan Manajemen Kinerja Internal 2 Layanan Fasilitasi Penguatan Kinerja 1 Dokumen 416.666.666 2487.EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 3 Layanan Hukum Bidang Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, UMKM, Wilayah dan Tata Ruang, Kerja Sama Ekonomi Internasional, dan Perpajakan 1 Layanan 1.066.600.000 4 Layanan Hukum Bidang Ekonomi Makro, Keuangan, Pangan, Agribisnis, Perniagaan, Industri dan BUMN 1 Layanan 1.214.500.000 2487.EBD Layanan Manajemen Kinerja Internal 5 Layanan Reformasi Birokrasi 1 Layanan 1.285.250.000 2490.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 6 Rekomendasi Kebijakan atas Isu-Isu strategis di bidang Konektivitas, Pengembangan Jasa, dan Sumber Daya Alam 1 Rekomendasi Kebijakan 1.000.000.000 7 Rekomendasi Kebijakan atas Isu-Isu strategis di bidang Pembangunan Daerah 1 Rekomendasi Kebijakan 1.000.000.000 8 Rekomendasi Kebijakan atas Isu-Isu strategis di bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Ekonomi 1 Rekomendasi Kebijakan 1.000.000.000 9 Rekomendasi Kebijakan atas Isu-Isu strategis di bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi 1 Rekomendasi Kebijakan 1.000.000.000 10 Rekomendasi Kebijakan atas Isu-Isu strategis di bidang Transformasi Digital, Kreativitas, dan Sumber Daya Manusia 1 Rekomendasi Kebijakan 1.000.000.000 2491.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 11 Rekomendasi Kebijakan Terkait Ekosistem Ekonomi Digital 1 Rekomendasi Kebijakan 1.000.000.000 2491.EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 12 Layanan Dukungan Kegiatan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, Dan UMKM 1 Layanan 4.800.000.000 13 Layanan Program dan Tata Kelola di Lingkungan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, Dan UMKM 1 Layanan 500.000.000 2492.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 14 Rekomendasi Kebijakan di Bidang Moneter dan Sektor Eksternal 1 Rekomendasi Kebijakan 277.274.750
Penempatan Dana Dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Relevan terhadap
Dalam rangka pelaksanaan Penempatan Dana, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyelenggarakan Rapat Asset Liability Committee (ALCO).
Rapat ALCO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk:
menindaklanjuti kebijakan pelaksanaan Program PEN;
melakukan analisis kondisi pasar keuangan, likuiditas perbankan, dan risiko perbankan; dan
menetapkan limit dan rekomendasi terhadap jumlah, jangka waktu, dan tingkat bunga.
Hasil Rapat ALCO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicantumkan dalam Berita Acara. Paragraf 3 Metode Penempatan Dana