Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan E ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penjaminan Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Penjaminan Program PEN adalah penjaminan yang diberikan dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Penjaminan Pemerintah adalah penjaminan yang diberikan untuk dan atas nama Pemerintah oleh Menteri melalui badan usaha penjaminan yang ditunjuk sebagai penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Program PEN.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan baik secara konvensional maupun syariah dari kreditur atau pemberi fasilitas pembiayaan syariah berupa sejumlah uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu yang menimbulkan kewajiban finansial berdasarkan perjanjian pinjaman atau perjanjian pembiayaan.
Pelaku Usaha Korporasi selanjutnya disebut Pelaku Usaha adalah pelaku usaha di sektor riil dan sektor keuangan yang kekayaan bersihnya di atas Rp10 miliar dan omzet tahunannya di atas Rp50 miliar yang kegiatan usahanya terdampak oleh pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Penjamin adalah Pemerintah dalam hal ini Menteri yang dilaksanakan melalui penugasan kepada badan usaha penjaminan.
Penerima Jaminan adalah bank yang memberikan fasilitas Pinjaman.
Terjamin adalah Pelaku Usaha penerima Penjaminan Pemerintah.
Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang selanjutnya disingkat LPEI adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang mengenai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) yang selanjutnya disingkat PT PII adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian perusahaan perseroan (persero) di bidang penjaminan infrastruktur.
Imbal Jasa Penjaminan yang selanjutnya disingkat IJP adalah sejumlah uang yang diterima oleh Penjamin dari Terjamin dalam rangka kegiatan penjaminan.
Imbal Jasa Penjaminan Loss Limit yang selanjutnya disingkat IJP Loss Limit atau __ premi Loss Limit adalah sejumlah uang yang diterima badan usaha yang menjalankan penugasan dukungan loss limit dalam rangka kegiatan Penjaminan Pemerintah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Regres adalah hak Penjamin untuk menagih Terjamin atas apa yang telah dibayarkan oleh Penjamin kepada Penerima Jaminan untuk memenuhi kewajiban Terjamin tersebut.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Nilai Penjaminan adalah jumlah Pinjaman yang mendapatkan Penjaminan Pemerintah.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (4) Pasal 7 diubah dan diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3a), serta diantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (4a) sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6514) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6542);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 842);
Neraca Komoditas
Relevan terhadap
Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas menyusun Rencana Pasokan.
Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari data dan informasi produksi pada tahun berikutnya setelah penetapan Neraca Komoditas dan ketersediaan/ stok pada tahun sebelum masa berlaku Neraca Komoditas.
Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil verifikasi kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dan memenuhi standar SNANK.
Dalam penyusunan Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dapat berkoordinasi dengan lembaga pemerintah nonkementerian yang membidangi urusan statistik nasional untuk mendapatkan data referensi. jdih.kemenkeu.go.id (5) Dalam hal Rencana Pasokan merupakan data dan informasi dari Pelaku Usaha pada:
kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, data dan informasi disediakan oleh badan pengusahaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas;
kawasan ekonomi khusus, data dan informasi disediakan oleh administrator kawasan ekonomi khusus; atau
tempat penimbunan berikat dan/atau atas perusahaan yang melakukan importasi barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang dengan tujuan Ekspor dalam rangka kemudahan Impor tujuan Ekspor, data dan informasi disediakan oleh unit organisasi yang membidangi kepabeanan pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rincian data dan informasi mengenai:
identitas Pelaku Usaha;
lokasi produksi;
luas lahan;
waktu ketersediaan;
rencana produksi;
jenis hasil produksi;
standar mutu hasil produksi;
jumlah/volume hasil produksi;
pos tarif/kode Hannonized _System; _ J. jenis satuan;
uraian barang; dan/atau
jumlah pemasukan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong berfasilitas.
Identitas Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a meliputi:
nama perusahaan;
nomor induk berusaha;
perizinan berusaha;
alamat perusahan; dan/atau jdih.kemenkeu.go.id e. nomor pokok wajib pajak. Bagian Kelima Penetapan Rencana Pasokan
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
Neraca Komoditas adalah data dan informasi yang memuat situasi konsumsi dan produksi komoditas tertentu untuk kebutuhan penduduk dan keperluan industri dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan dan berlaku secara nasional.
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
Rencana Kebutuhan adalah rincian data dan informasi terkait kebutuhan dari suatu komoditas sebagai Bahan Baku clan/ atau Bahan Penolong untuk keperluan industri, Barang Konsumsi, dan komoditas selain digunakan sebagai Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk keperluan industri. jdih.kemenkeu.go.id 5. Rencana Pasokan adalah rincian data dan informasi terkait pasokan dari suatu komoditas yang berasal dari ketersediaan/stok dan/atau hasil produksi.
Persetujuan Ekspor adalah persetujuan yang digunakan sebagai perizinan di bidang Ekspor.
Persetujuan Impor adalah persetujuan yang digunakan sebagai perizinan di bidang Impor.
Bahan Baku adalah bahan mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi yang dapat diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Bahan Penolong adalah bahan yang digunakan sebagai pelengkap dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang fungsinya sempuma sesuai parameter produk yang diharapkan.
Barang Konsumsi adalah barang yang digunakan untuk keperluan konsumsi penduduk.
Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat INSW adalah integrasi sistem secara nasional yang memungkinkan dilakukannya penyampaian data dan inforrnasi secara tunggal, pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron, dan penyampaian keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sistem INSW yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistern elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen penzman, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan Ekspor dan/atau Impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis. jdih.kemenkeu.go.id 14. Sistem Nasional Neraca Komoditas yang selanjutnya disebut SNANK adalah subsistem dari SINSW untuk proses penyusunan dan pelaksanaan Neraca Komoditas.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian. Pasa12 (1) Neraca Komoditas bertujuan untuk:
mendukung penyederhanaan dan transparansi perizinan di bidang Ekspor dan di bidang Impor;
menyediakan data yang akurat dan komprehensif sebagai dasar penyusunan kebijakan Ekspor dan Impor;
memberikan kemudahan dan kepastian berusaha untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja;
menjamin ketersediaan Barang Konsumsi bagi penduduk dan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk kepentingan industri; dan
mendorong penyerapan kornoditas yang memperhatikan kepentingan petani, nelayan, pernbudidaya ikan, petambak gararn, dan pelaku usaha mikro dan kecil penghasil komoditas lainnya.
Neraca Kornoditas sebagaimana dimaksud pada ayat ( l) berfungsi sebagai:
dasar penerbitan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor;
acuan data dan inforrnasi situasi konsumsi dan produksi suatu kornoditas berskala nasional;
acuan data dan inforrnasi kondisi serta proyeksi pengernbangan industri nasional; dan jdih.kemenkeu.go.id BAB II PENYUSUNAN, PENETAPAN, DAN PELAKSANAAN NERACA KOMODITAS Bagian Kesatu Umum
Pembiayaan Ultra Mikro
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur J enderal adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Usaha Ultra Mikro adalah usaha mikro yang dimiliki oleh orang perorangan.
Pembiayaan Ultra Mikro adalah program fasilitas pembiayaan kepada Usaha Ultra Mikro baik dalam bentuk pembiayaan konvensional maupun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat BLU PIP merupakan unit organisasi non eselon di bidang pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri melalui Direktur Jenderal yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang selanjutnya disingkat LKBB adalah badan usaha yang menyediakan pelayanan jasa keuangan serta bukan merupakan bank, perusahaan asuransi, dan lembaga penjamin.
Penyalur adalah LKBB yang ditunjuk dan memperoleh pembiayaan dari BLU PIP untuk menyalurkan Pembiayaan Ultra Mikro.
Lembaga Linkage adalah LKBB yang menjadi mitra kerja Penyalur untuk menyalurkan Pembiayaan Ultra Mikro melalui pola penyaluran tidak langsung.
Debitur adalah pelaku Usaha Ultra Mikro yang memperoleh fasilitas Pembiayaan Ultra Mikro.
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Sistem Informasi Kredit Program yang selanjutnya disingkat SIKP adalah sistem informasi elektronik yang digunakan untuk menatausahakan dan menyediakan informasi penyaluran kredit program.
SIKP Ultra Mikro yang selanjutnya disingkat SIKP UMi adalah SIKP untuk mengelola data Debitur Pembiayaan Ultra Mikro yang diselenggarakan oleh BLU PIP.
Uang Elektronik adalah instrumen pembayaran yang memenuhi unsur sebagai berikut:
diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau _chip; _ dan c. nilai Uang Elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggara Uang Elektronik adalah penerbit, acquirer, prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring, dan penyelenggara penyelesaian akhir dalam kegiatan Uang Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
UMKM adalah usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah.
Pengelolaan Insentif Fiskal Tahun Anggaran 2024 untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan
Relevan terhadap
Insentif Fiskal Kelompok Kategori Kesejahteraan Masyarakat untuk kategori kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf c dihitung berdasarkan kinerja penggunaan produk dalam negeri.
Kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan data:
besaran rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil;
transaksi rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil;
transaksi e-purchasing produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil; dan
anggaran belanja barang dan jasa dan belanja modal.
Penghitungan kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk Daerah yang mempunyai nilai rasio rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil paling rendah 40% (empat puluh persen).
Rasio rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung dengan menggunakan rumus: rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil anggaran belanja barang dan jasa + anggaran belanja modal (5) Penghitungan nilai kinerja kategori penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: 80% (delapan puluh persen) X transaksi rencana umum pengadaan penyedia produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil + 20% (dua puluh persen) X transaksi e- purchasing produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil anggaran belanja barang dan jasa + anggaran belanja modal anggaran belanja barang dan jasa + anggaran belanja modal (6) Data nilai kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c bersumber dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Data nilai kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d bersumber dari Kementerian Keuangan.
Data yang digunakan sebagai data kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c merupakan data periode bulan Januari 2024 sampai dengan bulan Juni 2024.
Data yang digunakan sebagai data kinerja penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf d merupakan data tahun anggaran 2024.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.04/2019 tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Tidak Dipungut Pajak dalam rangka Impor atas Imp ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi yang selanjutnya disingkat PSPE adalah penugasan yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang panas bumi untuk melaksanakan kegiatan survei pendahuluan dan eksplorasi.
1a. Survei Pendahuluan adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika, dan geokimia, serta survei landaian suhu apabila diperlukan, untuk memperkirakan letak serta ada atau tidak adanya sumber daya Panas Bumi.
Eksplorasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang bertujuan untuk memperoleh informasi kondisi geologi bawah permukaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan cadangan panas bumi.
2a. Dukungan Eksplorasi adalah dukungan pengembangan panas bumi yang disediakan dalam rangka mendapatkan data dan informasi panas bumi yang diperlukan untuk penyiapan dan pelelangan wilayah kerja.
2b. Penugasan Dukungan Eksplorasi adalah penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai Badan Usaha Milik Negara untuk menyediakan dan melaksanakan Dukungan Eksplorasi.
Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan pada wilayah kerja panas bumi tertentu yang meliputi pengeboran sumur pengembangan dan sumur reinjeksi, pembangunan fasilitas lapangan dan penunjangnya, serta operasi produksi panas bumi.
Pemanfaatan Tidak Langsung adalah kegiatan pengusahaan pemanfaatan panas bumi dengan melalui proses pengubahan dari energi panas dan/atau fluida menjadi energi listrik.
Badan Usaha adalah badan hukum yang berusaha di bidang panas bumi yang berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, atau perseroan terbatas dan didirikan berdasarkan hukum Indonesia serta berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kontraktor Kontrak Operasi Bersama ( Joint Operation Contract Contractor ) yang selanjutnya disebut KKOB adalah kontraktor yang menandatangani kontrak operasi bersama dengan PT Pertamina (Persero).
6a. Kementerian/Lembaga adalah kementerian negara atau lembaga pemerintah non kementerian yang melaksanakan kegiatan penyelenggaraan panas bumi.
6b. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
6c. Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.
6d. Lembaga Penelitian adalah lembaga yang menyelenggarakan penelitian dan pengembangan salah satu di antaranya bidang panas bumi.
Penyedia Barang ( Vendor ) adalah perusahaan yang ditunjuk oleh KKOB, Badan Usaha, Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, atau Lembaga Penelitian sebagai penyedia barang impor untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi.
Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web .
Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disebut Sistem INSW adalah sistem elektronik __ yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/ kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
Pemindahtanganan adalah pemindahan hak, alih aset, penjualan, tukar–menukar, hibah, atau penghapusan dari aset KKOB, Badan Usaha, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, atau Lembaga Penelitian.
Pemusnahan adalah kegiatan menghilangkan wujud dan bentuk asal suatu barang menjadi suatu unsur atau senyawa yang tidak dapat dibentuk menjadi barang asal.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Keuangan negara.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah merupakan instansi vertikal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Pelayanan Utama merupakan instansi vertikal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional
Relevan terhadap
Aspek pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (l) merupakan Pelaku Ekspor yang meliputi:
usaha mikro, kecil, dan menengah;
usaha menengah berorientasi Ekspor;
koperasi; dan
pelaku usaha lainnya. Pasal 6 (1) PEN mendorong pengembangan usaha Pelaku Ekspor yang ada dan menghasilkan Pelaku Ekspor yang baru. (2) Prinsip mengenal nasabah diterapkan kepada Pelaku Ekspor yang akan menggunakan PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 7 (1) Usaha mikro, kecil, dan menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a rnerupakan usaha mikro, kecil, dan menengah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Usaha (2) Usaha menengah berorientasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah pelaku usaha yang memiliki penjualan tahunan lebih besar dari Rp5O.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) sampai dengan Rp500.0O0.OOO.OOO,0O (lima ratus miliar rupiah). (3) Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c merupakan koperasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Perkoperasian. (4) Pelaku usaha lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d merupakan pelaku usaha yang memiliki penjualan tahunan lebih besar dari Rp50O.O00.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) selain koperasi. (5) Nilai nominal penjualan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dan ayat (4) dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian. (6) Ketentuan mengenai perubahan nilai nominal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 8 PEN yang ditujukan kepada Pelaku Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, huruf b, dan huruf c dapat dilaksanakan melalui:
pembiayaan langsung;
pembiayaan inti plasma;
pembiayaan kepada Lembaga Jasa Keuangan yang memberikan pembiayaan kepada Pelaku Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, huruf b, dan huruf c;
pembiayaan xepada jaringan rantai suplai/pasok (supply chain financing) ; dan/atau
skema pembiayaan, penjaminan, dan asuransi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Pembiayaan Ekspor Nasional pada Aspek Produk Pasal 9 (1) Aspek produk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berupa barang danlertzru jasa.
Produk (21 Produk berupa barang sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) meliputi barang konsumsi dan barang produksi. (3) Produk berupa jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disuplai dengan cara:
pasokan lintas batas (cross border supplg);
konsumsi di luar negeri (consumption abroad);
keberadaan komersial (commercial presence); atau
perpindahan manusia /mouement of natural persons). Pasal 10 (1) PEN mendorong Ekspor produk industri prioritas dan industri potensial. (21 Kriteria produk industri prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Kriteria produk industri potensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan koordinasi dengan kementerian yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang industri. Paragraf 3 Pembiayaan Ekspor Nasional pada Aspek Pasar Pasal 1 1 (1) Aspek pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat berupa pasar tradisional dan pasar nontradisional. (2) Kriteria pasar tradisional dan pasar nontradisional ditentukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan. Bagian Ketiga Pembiayaan Ekspor Nasional Dalam Rangka Menghemat Devisa Pasal 12 PEN dalam rangka menghemat devisa dilakukan melalui pembiayaan, penjaminan, dan asuransi serta kebijakan lain bagi industri dan penyedia ^jasa lrang menghasllkan bahan baku dan ^jasa yang scbelumnya ciiimpor. Ragian Bagian Keempat Pembiayaan Ekspor Nasional Dalam Rangka Meningkatkan Kapasitas Produksi Nasional Pasal 13 PEN dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi nasional dilakukan melalui pembiayaan, penjaminan. dan asuransi serta kebijakan lain dalam pengembangan industri pengolahan dan penyedia jasa di dalam negeri untuk menghasilkan barang dan/atau ^jasa berorientasi Ekspor. Bagian Kelima Pelaksanaan Arah Strategi Pembiayaan Ekspor Nasional Pasal 14 Dalam melaksanakan arah strategi PEN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3:
Menteri melakukan monitoring dan evaluasi serta dapat berkoordinasi dengan pemangku kepentingan;
LPEI melaksanakan langkah mitigasi risiko dan prinsip tata kelola yang baik.
Ayat (1) Yang dimaksud dengan Ekspor, Lembaga Jasa maupun pihak lainnya. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "transaksi/proyek yang dikategorikan tidak dapat dapat dibiayai oleh perbankan (not bankable), tetapi mempunyai prospek (feasible)" adalah kondisi dimana Lembaga Jasa Keuangan domestik tidak dapat menyediakan fasilitas pembiayaan, penjaminan, dan/atau asuransi dalam rangka Ekspor, misalnya pemberian fasilitas kredit kepada pemheli di luar negeri (bugers credit) dan pembiayaan luar negeri (ouerseas financing). "Pihak terkait" antara lain Pelaku Keuangan, kementerian/lembaga, Yang dimaksud dengan 'Jasa konsultasi lainnya" adalah jasa lain yang lazim diberikan oleh exintbank atau export credit agencA negara lain, contohnya pertukaran informasi kelayakan nasabah dan aspek hukum transaksi antar eximbank atau export credit agencA. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 23 Huruf a Angka I Yang dimaksud dengan "penjadwalan kembali (reschedulling)" adalah perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah dan/atau jangka waktunya. Angka 2 Yang dimaksud dengan "persyaratan kembali (reconditioning)" adalah perubahan sebagian atau seluruh persyara tan pembiayaan. Angka 3 Yang dimaksud dengan "penataan kembali (restructuringl" adalah perubahan persyaratan pembiayaan selain penjadwalan kembali (reschedulling) atau persyaratan kemba li (re conditioning) . Angka 4 Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "penjaminan balik" merupakan penjaminan yang dilakukan oleh LPEI atas penjaminan yang telah dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan secara kerja sama ataupun kasus per kasus. Huruf b Yang dimaksud dengan "penjaminan bersama $oint- guarantee)" merupakan penjaminan yang dilakukan LPEI bersama dengan satu atau lebih penjamin untuk suatu transaksi atau proyek. Huruf c Yang dimaksud dengan "pembiayaan substitusi impor" merurrakan pembiayaan yang diberikan dalam bentuk pembiayaan investasi dan pembiayaan modal kerja bagi pelaku usaha yang menggunakan bahan baku atau jasa yang sebelumnya diimpor, untuk menghasilkan barang dan/atau menyediakan jasa berorientasi Ekspor. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "imbal dagang" adalah kegiatan perdagangan secara timbal balik antara Indonesia dengan pihak luar negeri yang diukur dalam nilai transaksi. Imbal dagang dapat dilakukarr dalam bentuk barter, imbal beli, buy back, offiet, dan bentuk lainnya. Pelaksanaan fasilitasi kegiatan imbal dagang dilakukan setelah berkoordinasi dengan kementerian/ lembaga terkait. Huruf f Cukup jelas. Yang dimaksud dengan " arrarugef' adalah upaya LPEI untuk memfasilitasi sindikasi dengan perbankan lokal dan luar negeri untuk pembiayaan ouerseas project. Huruf h Yang dimaksud dengan "pendampingan teknis (technical assistance)" adalah kegiatan yang dilakukan oleh LPEI untuk memberikan pendampingan terkait suatu transaksi/proyek yang lazim dilakukan oleh eximbank negara lain. Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Huruf k Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan "lembaga lbadan penyedia data yang kredibel" adalah lembaga/badan yang menyediakan data secara resmi. Contoh lembaga/badan penyedia data yang kredibel antara lain Badan Pusat Statistik, Trade M"p, Bloomberg, Com Trade, dan lembaga lainnya. Ayat (a) Cukup jelas.
Tata Cara Pembayaran Berkala Berbasis Layanan Pada Proyek Pembangunan Jalan Tol di Sumatera Tahap II
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pembayaran Berkala Berbasis Layanan yang selanjutnya disingkat PBBL adalah pembayaran secara berkala oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat kepada PT Hutama Karya (Persero) atas tersedianya layanan pada jalan tol di Sumatera tahap II sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam perjanjian pengusahaan jalan tol.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Pengusahaan Ruas Jalan Tol di Sumatera Tahap II adalah pengusahaan ruas jalan tol di Sumatera tahap II yang ditugaskan kepada PT Hutama Karya (Persero) oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PT Hutama Karya (Persero) adalah Perusahaan Perseroan (Persero) yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1961 tentang Pendirian Perusahaan Negara Hutama Karya.
Dana PBBL adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah sesuai dengan mekanisme anggaran yang berlaku dalam rangka pelaksanaan PBBL.
Rencana Pengusahaan Jalan Tol adalah suatu dokumen yang terdiri atas dokumen teknis, dokumen rencana usaha, dan dokumen hukum yang disiapkan oleh PT Hutama Karya (Persero) sehubungan dengan pengusahaan Jalan Tol di Sumatera Tahap II.
Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol yang selanjutnya disingkat PPJT adalah perjanjian yang dilaksanakan antara Kementerian PUPR dan PT Hutama Karya (Persero) dalam rangka Pengusahaan Ruas Jalan Tol di Sumatera Tahap II.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut Kementerian BUMN adalah kementerian yang mempunyai tugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang selanjutnya disebut Kementerian PUPR adalah kementerian yang mempunyai tugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
Masa PBBL adalah jangka waktu pelaksanaan PBBL sebagaimana ditetapkan dalam PPJT.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian PUPR.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian PUPR.
Dukungan Konstruksi adalah skema pendanaan pembangunan Jalan Tol di Sumatera Tahap II melalui penugasan kepada PT Hutama Karya (Persero) dengan pendanaan dan pelaksanaan konstruksi oleh Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden mengenai percepatan pembangunan jalan tol di Sumatera.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penyediaan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Bantuan Pembayaran Ta ...
Relevan terhadap
bahwa ketentuan mengenai tata cara penyediaan, pembayaran, dan pertanggungjawaban bantuan pembayaran tagihan listrik Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara bagi pelanggan golongan industri, bisnis, dan sosial untuk pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional, telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penyediaan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Bantuan Pembayaran Tagihan Listrik Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara bagi Pelanggan Golongan Industri, Bisnis, dan Sosial dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
bahwa untuk melanjutkan pemberian dukungan kepada masyarakat dan pelaku usaha yang terdampak Corona Virus Disease 2019 __ (COVID-19), perlu dilakukan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penyediaan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Bantuan Pembayaran Tagihan Listrik Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara bagi Pelanggan Golongan Industri, Bisnis, dan Sosial dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.02/2020 tentang Tata Cara Penyediaan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Bantuan Pembayaran Tagihan Listrik Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara bagi Pelanggan Golongan Industri, Bisnis, dan Sosial dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
Tata Cara Pemberian Fasilitas Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Pemanfaatan Barang Milik Negara
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Fasilitas Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi yang selanjutnya disebut Fasilitas adalah bantuan dan dukungan yang disediakan oleh Menteri Keuangan kepada penanggung jawab pemanfaatan barang milik negara.
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Dana Fasilitas adalah dana yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan Fasilitas.
Penanggung Jawab Pemanfaatan BMN yang selanjutnya disingkat PJPB adalah pengelola barang atau pengguna barang yang bertanggung jawab terhadap pemanfaatan BMN.
Permohonan Fasilitas adalah naskah dinas yang berisi permohonan mengenai penyediaan Fasilitas yang diajukan oleh PJPB kepada Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Surat Persetujuan Fasilitas adalah surat yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan yang berisi persetujuan atas pemberian Fasilitas.
Keputusan Penugasan adalah Keputusan Menteri Keuangan yang berisi mengenai penugasan khusus kepada badan usaha milik negara tertentu untuk melaksanakan Fasilitas yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Kesepakatan Induk adalah kesepakatan antara Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko selaku pemberi Fasilitas dengan Pengguna Barang sebagai PJPB selaku penerima Fasilitas.
Perjanjian untuk Penugasan Khusus yang selanjutnya disebut Perjanjian Penugasan adalah perjanjian antara Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dengan direktur utama atau wakil yang sah dari badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas.
Perjanjian Pelaksanaan Fasilitas adalah perjanjian antara PJPB dengan direktur utama dari badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk melaksanakan Fasilitas.
Tahap Penyiapan adalah tahap kegiatan yang meliputi penyusunan dokumen kajian peningkatan nilai BMN dan skema pemanfaatan, kajian rekomendasi transaksi, daftar BMN dan/atau dokumen pendukung lainnya untuk pelaksanaan transaksi, pelaksanaan penjajakan minat pasar, sehingga dapat selaras dengan rencana Pemanfaatan dan/atau segala kajian dan/atau dokumen pendukung lainnya.
Tahap Pelaksanaan Transaksi adalah tahap setelah diselesaikannya Tahap Penyiapan untuk pelaksanaan tender pemanfaatan BMN.
Penasihat Transaksi adalah pihak yang terdiri atas penasihat/konsultan di bidang teknis, di bidang keuangan, di bidang hukum dan/atau regulasi, di bidang lingkungan, di bidang properti dan/atau bidang lainnya, baik perorangan, badan usaha, lembaga nasional atau lembaga internasional yang bertugas untuk membantu pelaksanaan Fasilitas.
Hasil Keluaran adalah segala kajian, dokumen, dan/atau bentuk lainnya yang disiapkan dan dipergunakan untuk mendukung proses penyiapan dan pelaksanaan transaksi pemanfaatan BMN.
Kajian Peningkatan Nilai BMN dan Skema Pemanfaatan adalah kajian atas upaya peningkatan nilai BMN dan pilihan skema pemanfaatan BMN yang akan digunakan, strategi komunikasi yang tepat, kerangka waktu kerja, rencana keterlibatan pemangku kepentingan.
Kajian Rekomendasi Transaksi adalah kajian yang mencakup rekomendasi transaksi untuk setiap BMN, mekanisme pengumpulan dana atas hasil pemanfaatan BMN, serta pengawasan dan evaluasi.
Data BMN adalah data yang memuat informasi dan penggunaan BMN berupa tanah dan/atau bangunan berikut fasilitas yang melekat pada tanah dan/atau bangunan yang berada pada PJPB untuk disampaikan dalam rangka penyampaian permohonan Fasilitas kepada Menteri Keuangan.
Penjajakan Minat Pasar adalah proses interaksi untuk mengetahui masukan maupun minat badan usaha atas BMN yang akan dimanfaatkan.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Bangun Guna Serah yang selanjutnya disingkat BGS adalah Pemanfaatan BMN berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
Bangun Serah Guna yang selanjutnya disingkat BSG adalah Pemanfaatan BMN berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
Kerja Sama Pemanfaatan yang selanjutnya disingkat KSP adalah Pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang- undangan lainnya.
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas penggunaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Menteri adalah Menteri Keuangan.
Pembebasan Bea Masuk atas Impor Bibit dan Benih untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri Pertanian, Peternakan, atau Perikanan ...
Relevan terhadap
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR/PENGELUARAN ^) BIBIT DAN BENIH UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERTANIAN, KESATU : Memberikan pembebasan bea masuk atas impor/pengeluaran ^) Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan, atau perikanan kepada:
Nama :
.........(2)...........
NPWP :
.........(9)...........
Alamat :
.........(10)........... dengan rincian jumlah, harga, negara asal, dan pelabuhan/bandar udara pemasukan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEDUA : Pelaksanaan pengimporan/pengeluaran ^*) Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU harus memenuhi ketentuan umum di bidang impor. KETIGA : Dalam hal Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU dikenakan ketentuan larangan, pembatasan, atau tata niaga impor, ketentuan tersebut harus dipenuhi pada saat barang tersebut diimpor. KEEMPAT : Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU akan dipergunakan untuk pembangunan dan pengembangan serta untuk dikembangbiakkan pada industri pertanian, peternakan, atau perikanan;
apabila syarat tersebut pada huruf a tidak dipenuhi atau terdapat penyalahgunaan dari barang sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU, Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk ini dinyatakan tidak berlaku; dan
terhadap Bibit dan Benih yang telah disalahgunakan dikenakan bea masuk yang terutang serta sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. KELIMA : Menunjuk ..........(11)........... sebagai tempat pemasukan/pengeluaran ^*) , dan menunjuk ..........(12)........... sebagai Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU. KEENAM : Pemberian pembebasan bea masuk ini sewaktu-waktu dapat dilakukan pemeriksaan kemudian oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. KETUJUH : Jangka waktu pengimporan atas impor Bibit dan Benih yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU diberikan selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri ini. KEDELAPAN :
.........(2)........... wajib menyampaikan laporan pemanfaatan Bibit dan Benih kepada Kepala ..........(12)........... sebagai Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean setiap 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean sampai dengan terealisasinya tujuan untuk dikembangbiakkan. KESEMBILAN : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;
Menteri Keuangan;
..........(13)...........;
..........(2)............ Ditetapkan di ..........(14)............ pada tanggal ..........(15).............
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA *) Coret yang tidak perlu LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ..........(1).......... TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR ATAU PENGELUARAN BIBIT DAN BENIH UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERTANIAN, PETERNAKAN, ATAU PERIKANAN KEPADA ..........(2)........... DAFTAR BIBIT DAN BENIH YANG MENDAPATKAN PEMBEBASAN BEA MASUK Nama :
.........(2)............. NPWP :
.........(9)........... Alamat :
.........(10)........... NO URAIAN BIBIT DAN BENIH JUMLAH DAN SATUAN BIBIT DAN BENIH PERKIRAAN NILAI PABEAN NEGARA ASAL PELABUHAN PEMASUKAN a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nomor Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (2) : diisi Pelaku Usaha penerima pembebasan bea masuk. Nomor (3) : diisi nomor surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (4) : diisi tanggal surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (5) : diisi jabatan pejabat yang menandatangani surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (6) : diisi kementerian/lembaga penerbit rekomendasi beserta nomor dan tanggal rekomendasi. Nomor (7) : diisi nomor dan tanggal __ invoice atau dokumen yang dipersamakan. Nomor (8) : diisi nomor Peraturan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (9) : diisi Nomor Pokok Wajib Pajak Pelaku Usaha penerima pembebasan bea masuk Bibit dan Benih. Nomor (10) : diisi alamat Pajak Pelaku Usaha penerima pembebasan bea masuk Bibit dan Benih. Nomor (11) : diisi pelabuhan/bandar udara/gudang berikat/kawasan berikat/tempat penyelenggaraan pameran berikat/tempat lelang berikat/kawasan ekonomi khusus/kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas tempat penyelesaian kewajiban pabean Bibit dan Benih. Nomor (12) : diisi nama Kantor Pabean yang ditunjuk sebagai tempat penyelesaian kewajiban pabean atas impor Bibit dan Benih. Nomor (13) : diisi para pihak yang perlu diberikan salinan Keputusan Menteri. Nomor (14) : diisi kota tempat Keputusan Menteri ditetapkan. Nomor (15) : diisi tanggal Keputusan Menteri ditetapkan. Nomor (16) : diisi nama pejabat yang menandatangani Keputusan Menteri. Nomor (17) : diisi nomor urut Bibit dan Benih. Nomor (18) : diisi uraian jenis Bibit dan Benih. Nomor (19) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih. Nomor (20) : diisi perkiraan nilai pabean Bibit dan Benih. Nomor (21) : diisi negara asal Bibit dan Benih. Nomor (22) : diisi pelabuhan/bandar udara tempat pemasukan Bibit dan Benih. B. CONTOH FORMAT SURAT PEMBERITAHUAN PENOLAKAN PERMOHONAN UNTUK MENDAPATKAN PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR ATAU PENGELUARAN BIBIT DAN BENIH KOP SURAT __ Nomor :
............ (1).............. ............(2)............. Lampiran :
............ (3) ............. Hal : Pemberitahuan Penolakan Permohonan Pembebasan Bea Masuk atas Impor/Pengeluaran*) Bibit dan Benih Yth............... (4)...................…………………………………….. __ __ Sehubungan dengan surat Saudara Nomor ...............(5)..............., dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
Melalui surat Nomor...……….(5)……… tersebut, Saudara mengajukan permohonan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor/pengeluaran*) Bibit dan Benih berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor ............... (6)..............., dengan rincian sebagai berikut ............... (7)...............
Sesuai dengan hasil penelitian terhadap berkas permohonan Saudara, dapat disampaikan bahwa:
.........................................................(8)................................................................... .............................................................................................................…………….
Memperhatikan dengan hal tersebut butir 2, permohonan Saudara ditolak/tidak dapat dilakukan pemrosesan lebih lanjut.
Dalam hal Saudara memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi ................(9).................... Demikian disampaikan untuk menjadi perhatian.
n. Menteri Keuangan Republik Indonesia Kepala ...........(10).............., Tembusan : *) Coret yang tidak perlu PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nomor surat pemberitahuan penolakan. Nomor (2) : diisi tanggal surat pemberitahuan penolakan. Nomor (3) : diisi jumlah dokumen yang dilampirkan dalam surat pemberitahuan penolakan. Nomor (4) : diisi nama lengkap dan jabatan pejabat yang menandatangani surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (5) : diisi nomor surat permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (6) : diisi nomor Peraturan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (7) : diisi rincian jumlah, jenis, perkiraan harga, dan informasi lainnya mengenai Bibit dan Benih yang diajukan permohonan pembebasan bea masuk. Nomor (8) : diisi hasil penelitian terhadap berkas permohonan. Nomor (9) : diisi contact center Kantor Pabean. Nomor (10) : diisi nama Kantor Pabean yang menerbitkan surat pemberitahuan penolakan. Nomor (11) : diisi nama pejabat yang menandatangani surat pemberitahuan penolakan. Nomor (12) : diisi nama instansi yang diberikan tembusan atas terbitnya surat pemberitahuan penolakan. C. CONTOH FORMAT LAPORAN PEMANFAATAN BIBIT DAN BENIH LAPORAN PEMANFAATAN BIBIT DAN BENIH YANG MENDAPATKAN PEMBEBASAN BEA MASUK Nama Pelaku Usaha/Perusahaan :
.…(1)….. Nomor Surat KMK :
.…(2)….. No. Periode Pelaporan Realisasi Impor Pemanfaatan Bibit/Benih Hasil Pengembangbiakan Keterangan No Pendaftaran PIB Tgl PIB Uraian Barang Jumlah Jumlah Pemanfaatan pada periode pelaporan Akumulasi Pemanfaatan s.d. periode pelaporan Sisa Pemanfaatan Jumlah yang tidak dimanfaatkan Total Pengembangbiakan Akumulasi Pengembangbiakan s.d. periode pelaporan …(3)…...(4)…...(5)…...(6)…...(7)…...(8)…...(9)…...(10)…...(11)…...(12)…...(13)…...(14)…...(15)… ……….(18)………. PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : diisi nama Pelaku Usaha penerima pembebasan bea masuk. Nomor (2) : diisi nomor Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (3) : diisi nomor urut Bibit dan Benih. Nomor (4) : diisi dengan urutan angka romawi, tanggal, bulan, dan tahun periode pelaporan. Nomor (5) : diisi nomor pemberitahuan pabean impor dari barang impor yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (6) : diisi tanggal, bulan, dan tahun pemberitahuan pabean impor dari barang impor yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan atau perikanan. Nomor (7) : diisi uraian jenis Bibit dan Benih. Nomor (8) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih. Nomor (9) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih yang sudah dimanfaatkan pada periode pelaporan. Nomor (10) : diisi akumulasi jumlah dan satuan Bibit dan Benih yang sudah dimanfaatkan sampai dengan periode pelaporan. Nomor (11) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih yang belum dimanfaatkan sampai dengan periode pelaporan. Nomor (12) : diisi jumlah dan satuan Bibit dan Benih yang tidak dimanfaatkan. Contoh : mati atau rusak. Nomor (13) : diisi jumlah dan satuan tumbuhan atau hewan yang dihasilkan atas hasil pengembangbiakan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. Nomor (14) : diisi akumulasi jumlah dan satuan tumbuhan atau hewan yang dihasilkan atas hasil pengembangbiakan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. Nomor (15) : diisi keterangan “mati”, “rusak”, atau keterangan lainnya atas Bibit dan Benih yang tidak dimanfaatkan. Nomor (16) : diisi tempat diterbitkannya laporan pemanfaatan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. Nomor (17) : diisi tanggal, bulan, dan tahun diterbitkannya laporan pemanfaatan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. Nomor (18) : diisi nama dan jabatan pejabat dari Pelaku Usaha yang menandatangani laporan pemanfaatan Bibit dan Benih yang mendapatkan pembebasan bea masuk. D. CONTOH FORMAT KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI PEMBERIAN IZIN PEMUSNAHAN BIBIT DAN BENIH KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ..........(1).......... TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMUSNAHAN BIBIT DAN BENIH YANG DIIMPOR/DIKELUARKAN*) DENGAN MEMPEROLEH PEMBEBASAN BEA MASUK UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERTANIAN, PETERNAKAN, ATAU PERIKANAN KEPADA ..........(2).......... MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,