Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus
Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194 ...
Relevan terhadap
www.mahkamahkonstitusi.go.id C. Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal Bahwa sesuai dengan amanat UUD 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah dilakukan dengan memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Otonomi daerah dan desentralisasi dimaksudkan untuk mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan kontrol masyarakat kepada pemerintah menjadi lebih kuat dan nyata. Desentralisasi kewenangan tersebut akan berdampak pada semakin meningkatnya peranserta masyarakat dan berubahnya peran pemerintah dari provider menjadi fasilitator. Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan dalam rangka desentralisasi di bidang pemerintahan. Desentralisasi itu sendiri setidak-tidaknya mempunyai tiga tujuan. Pertama , tujuan politik, yakni demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara pada tataran infrastruktur dan suprastruktur politik. Kedua, tujuan administrasi, yakni efektivitas dan efisiensi proses-proses administrasi pemerintahan sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih cepat, tepat, transparan serta murah. Ketiga, tujuan sosial ekonomi, yakni meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat. Otonomi pada dasarnya adalah sebuah konsep politik, yang selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonom jika dia menentukan dirinya sendiri, membuat hukum sendiri dengan maksud mengatur diri sendiri, dan berjalan berdasarkan kewenangan, kekuasaan, dan prakarsa sendiri. Muatan politis yang terkandung dalam Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
www.mahkamahkonstitusi.go.id gagalnya penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Tersedianya sumber daya fiskal yang menjadi sumber pembiayaan daerah sangat diperlukan guna pembangunan sumber daya manusia, meningkatkan akses kesehatan, pendidikan, memberantas kemiskinan, mewujudkan keadilan sosial ekonomi yang lebih besar, dan pemeliharaan lingkungan. Adapun kebijakan perpajakan dalam konteks desentralisasi fiskal yang menjadi penanda penting bagi demokrasi adalah dengan adanya taxing power sharing (pembagian wewenang perpajakan) yang di dalamnya terdiri dari aspek expenditure assignment dan revenue assignment dengan tujuan utama adalah untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas. Pembagian wewenang perpajakan secara substantif mengandung makna dan tujuan sebagai bentuk fiscal power sharing untuk membangun kemandirian daerah dalam hal fiskal, karena sisi paling penting dalam revenue assignment adalah kewenangan perpajakan. Taxing power sharing (pembagian wewenang perpajakan) tersebut dimaksudkan untuk memberikan kewenangan yang lebih maksimal bagi daerah dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan kepada pusat. Oleh karenanya, desentralisasi fiskal dibarengi dengan adanya pergeseran taxing power (kekuasaan perpajakan) dari pemerintah pusat ke daerah, karena kebijakan desentralisasi fiskal tidak hanya terkait dengan masalah kewenangan penggunaan anggaran (belanja daerah) semata, melainkan juga mencakup revenue assignment (kewenangan penerimaan), terutama taxing power (kewenangan perpajakan). Selain itu, bahwa salah satu prasyarat penting dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintahan adalah diperlukannya kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri. Pola hubungan keuangan antara pusat dan daerah harus dilihat tidak hanya pada ketersediaan dana yang akan ditransfer pusat kepada daerah, tetapi yang jauh lebih penting adalah dengan adanya distribusi kewenangan perpajakan secara memadai. Pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka peningkatan dan pelayanan yang memadai Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2021
Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194 ...
Relevan terhadap
masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah dilakukan dengan memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Otonomi daerah dan desentralisasi dimaksudkan untuk mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan kontrol masyarakat kepada pemerintah menjadi lebih kuat dan nyata. Desentralisasi kewenangan tersebut akan berdampak pada semakin meningkatnya peranserta masyarakat dan berubahnya peran pemerintah dari provider menjadi fasilitator. Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan dalam rangka desentralisasi di bidang pemerintahan. Desentralisasi itu sendiri setidak-tidaknya mempunyai tiga tujuan. Pertama , tujuan politik, yakni demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara pada tataran infrastruktur dan suprastruktur politik. Kedua, tujuan administrasi, yakni efektivitas dan efisiensi proses-proses administrasi pemerintahan sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih cepat, tepat, transparan serta murah. Ketiga, tujuan sosial ekonomi, yakni meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat. Otonomi pada dasarnya adalah sebuah konsep politik, yang selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonom jika dia menentukan dirinya sendiri, membuat hukum sendiri dengan maksud mengatur diri sendiri, dan berjalan berdasarkan kewenangan, kekuasaan, dan prakarsa sendiri. Muatan politis yang terkandung dalam istilah ini adalah bahwa dengan kebebasan dan kemandirian tersebut, maka suatu daerah dianggap otonom kalau memiliki kewenangan ( authority ) atau kekuasaan ( power ) dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama untuk menentukan kepentingan daerah maupun masyarakatnya sendiri. Namun demikian, dalam pelaksanaan otonomi daerah, satu prinsip yang harus dipegang oleh bangsa Indonesia adalah bahwa aplikasi otonomi
terdiri dari aspek expenditure assignment dan revenue assignment dengan tujuan utama adalah untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas. Pembagian wewenang perpajakan secara substantif mengandung makna dan tujuan sebagai bentuk fiscal power sharing untuk membangun kemandirian daerah dalam hal fiskal, karena sisi paling penting dalam revenue assignment adalah kewenangan perpajakan. Taxing power sharing (pembagian wewenang perpajakan) tersebut dimaksudkan untuk memberikan kewenangan yang lebih maksimal bagi daerah dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan kepada pusat. Oleh karenanya, desentralisasi fiskal dibarengi dengan adanya pergeseran taxing power (kekuasaan perpajakan) dari pemerintah pusat ke daerah, karena kebijakan desentralisasi fiskal tidak hanya terkait dengan masalah kewenangan penggunaan anggaran (belanja daerah) semata, melainkan juga mencakup revenue assignment (kewenangan penerimaan), terutama taxing power (kewenangan perpajakan). Selain itu, bahwa salah satu prasyarat penting dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintahan adalah diperlukannya kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri. Pola hubungan keuangan antara pusat dan daerah harus dilihat tidak hanya pada ketersediaan dana yang akan ditransfer pusat kepada daerah, tetapi yang jauh lebih penting adalah dengan adanya distribusi kewenangan perpajakan secara memadai. Pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka peningkatan dan pelayanan yang memadai kepada masyarakat. Penyerahan kewenangan tersebut juga merupakan bagian dari usaha mempersingkat pelayanan kepada masyarakat dan mempercepat proses demokratisasi. Dengan demikian, salah satu bentuk dari pelaksanaan otonomi daerah dan kebijakan desentralisasi fiskal yang sangat penting adalah dengan diakuinya keberadaan dan eksistensi Pajak Daerah, karena Pajak Daerah merupakan Pendapatan Asli Daerah yang seharusnya menjadi sumber pendanaan utama bagi pembangunan daerah dalam kerangka otonomi daerah dan wujud pelaksanaan dari kebijakan desentralisasi fiskal.
Pengelolaan Anggaran dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah orgamsas1 non-Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian / Lembaga.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) yang selanjutnya disebut BA 999.08 adalah subbagian anggaran bendahara umum negara yang nienampung belanja Pemerintah Pusat untuk keperluan belanja pegawai, belanja bantuan sosial, belanja lain-lain yang pagu anggarannya tidak dialokasikan dalam bagian anggaran Kernen terian / Lem bag a.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kernen terian / Lem baga.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan tanggung jawab penggunaan anggaran Kernen terian / Lem baga yang bersangku tan. dan pada 8. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh PA/KPA atau pembantu penguna anggaran/kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara.
Pagu Anggaran adalah alokasi anggaran yang ditetapkan dalam DIPA untuk mendanai belanja Pemerintah Pusat dan/atau pembiayaan anggaran dalam APBN.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit organ1sas1 pada Kementerian/Lembaga yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa program/kegiatan dan membebani dana APBN.
Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon I atau unit Kementerian/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil dengan indikator kinerja yang terukur.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Penyertaan Modal Negara yang selanjutnya disingkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dij adikan se bagai modal badan usaha milik negara, perseroan terbatas lainnya, dan/atau Lembaga, dan dikelola secara korporasi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penempatan Dana adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan menempatkan sejumlah dana pada bank umum tertentu dengan bunga tertentu.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Penjaminan dalam rangka Program PEN yang selanjutnya disebut Penjaminan adalah kegiatan pemberian jaminan oleh penjamin dalam rangka pelaksanaan Program PEN atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan. 1 7. Program Kesehatan adalah Program penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) berupa penyediaan belanja penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), insentif tenaga medis, sahtunan kematian tenaga medis, bantuan 1uran Jaminan Kesehatan Nasional, pengadaan alat kesehatan, sarana dan prasarana, dan dukungan sumber daya manusia bagi Gugus Tugas Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) / Satuan Tugas Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), insentif perpajakan di bidang kesehatan, dan penanganan kesehatan lainnya.
Program Perlindungan Sosial adalah Program PEN yang yang diarahkan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat, utamanya masyarakat miskin, kurang mampu, serta masyarakat berpenghasilan rendah, termasuk industri kecil, termasuk bantuan/kegiatan terkait dengan pangan/logistik.
Program Dukungan Sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah adalah upaya yang diarahkan untuk pemulihan ekonomi nasional melalui dukungan sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, termasuk bantuan Pemerintah untuk masyarakat dan kelompok masyarakat yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan pinjaman ke daerah.
Program Insentif Usaha adalah fasilitas-fasilitas perpajakan dan dukungan lainnya yang diberikan kepada para pelaku usaha, yang akan mendorong pemulihan perekonomian nasional.
Program Dukungan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah adalah kebijakan-kebijakan fiskal Pemerintah melalui subsidi, pembiayaan, dan bantuan lainnya kepada usaha mikro, kecil, dan menengah dalam rangka mendukung Program PEN.
Program Pembiayaan Korporasi adalah kebijakan- kebijakan fiskal Pemerintah melalui pembiayaan dan dukungan korporasi lainnya kepada badan usaha milik negara dan badan selain badan usaha milik negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk menjalankan kegiatan usaha untuk mendorong Program PEN.
Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TERHADAP UN ...
Relevan terhadap
www.mahkamahkonstitusi.go.id Gambar 2 : Kenegaraan dan Efiensi Kuadran I Kuadran II Kuadran III Kuadran IV Lingkup Fungsi Negara Sumber: Fukuyama, Francis, 2005. State Building: Governance and World Order in the 21 ^st Century, hal. 13 (terjemahan, A. Zaini Rofiqi). - Berdasarkan Gambar 2, menunjukkan bahwa dari sudut pandang ahli ekonomi, secara empiris tempat yang paling optimal dalam mendesain lingkup fungsi negara dan kekuatan lembaga negara dalam mencapai “kesejahteraan rakyat” adalah Kuandran I, yang memadukan lingkup fungsi negara yang terbatas dengan efektivitas kelembagaan yang kuat (model USA). Model USA, menganut pembatasan fungsi Negara, namun fungsi Negara mampu menciptakan suasana yang kondusif dalam mengatur perekonomian negara termasuk pengaturan Keuangan Negara dan menegakkan hukum, serta menggerakkan roda perekonomian secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai kesejahteraan rakyatnya. Beberapa negara Eropa seperti Perancis, Jerman dan Denmark dan Jepang lebih memilih Kuadran II daripada Kuadran I untuk menyesejahterakan rakyatnya. - Mohammad Hatta (1967) yang sekaligus sebagai konseptor dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memiliki pemikiran bahwa untuk melakukan pembangunan Indonesia dengan mewujudkan kemakmuran dan keadilan yang merata bagi rakyat harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 khususnya Pasal 33. Inti dari pemikiran Bung Hatta sendiri terdiri atas dua aspek pokok, yaitu transformasi ekonomi dan transformasi sosial (economic and social transformation) yang beliau nilai merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan. Pemikiran ekonomi Bung Hatta menghubungkan teori ekonomi, realitas, dan keinginan untuk meningkatkan kemakmuran Kekuatan Lembaga Negara Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
www.mahkamahkonstitusi.go.id mungkin diwujudkan. Perlindungan kepada segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memerlukan keterlibatan aktif dari seluruh bangsa Indonesia, dan khusus untuk pemerintah karena diberi amanah dan amanat untuk memerintah, maka wajib melakukan perlindungan semaksimal mungkin terhadap segenap bangsa Indonesia. Perlindungan terhadap rakyat Indonesia tidak boleh mengalami diskriminasi, tidak boleh dibedakan atas dasar ras, warna kulit dan atau pun alasan kaya dan miskin serta alasan apapun. - Salah satu upaya untuk menciptakan kesejahteraan rakyat adalah meningkatkan kinerja BUMN/D dalam peranannya sebagai “agent of development” terutama melalui penyerapan tenaga kerja, kontribusi pada produksi dan jasa nasional, kontribusi pada pendapatan Negara dalam bentuk dividen dan pajak Negara (PPH, PPN, Bea Masuk, Cukai, Bea Meterai) dan pajak daerah antara lain PBB, BPHTB, PKB, dan BBN-KB. Untuk itu, beberapa BUMN/D harus didorong menjadi perusahaan kelas dunia, dengan tugas utama adalah memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya mensejahterakan rakyat. - Sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, BUMN/D merupakan salah satu penggerak utama perekonomian nasional. Dengan berbagai kondisi yang melekat padanya, BUMN/D memiliki potensi yang sangat besar untuk berkembang yang sampai dengan saat ini belum termanfaatkan secara optimal. Potensi- potensi tersebut antara lain: (a) keberadaan BUMN/D di hampir semua sektor usaha, (b) kepemilikan aset yang besar, (c) brand image BUMN/D, (d) pengalaman usaha BUMN/D, dan (e) profesionalisme SDM. Berbagai upaya yang harus dilakukan Pemerintah dalam rangka meningkatkan peranan BUMN/D dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat terutama melalui peningkatan kontribusi BUMN/D terhadap ekonomi nasional, peningkatan nilai BUMN/D, peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan independensi, peningkatan belanja modal BUMN/D dan peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan BUMN/D. - Tidak berjalannya konsolidasi BUMN/D lebih disebabkan oleh kurang kuatnya komitmen dari stakeholder BUMN/D, khususnya Pemerintah. Bahkan, sejumlah stakeholder justru belum memiliki pemahaman utuh tentang apa, bagaimana, dan urgensi konsolidasi BUMN/D ini. Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Uji materiil terhadap PP 72 tahun 2016 ttg perubahan atas PP 44 2005 ttg tata cara penyertaan dan penatausahan modal negara pada BUMN dan PT ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 34 dari 43 halaman. Putusan Nomor 21 P/HUM/2017 b. Kerugian hak yang diakibatkan oleh berlakunya peraturan perundang- undangan yang dimohonkan pengujian; Menimbang, bahwa Pemohon I adalah badan hukum perkumpulan in casu Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) didirikan berdasarkan Akta Pendirian Perkumpulan KAHMI Nomor 13 Tahun 2002 oleh Notaris Muchlis Patahna, S.H., dan mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum sesuai Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-321.HT.01.03.TH.2003 (bukti P-6), yaitu perkumpulan yang bergerak di bidang Sosial, Kebudayaan dan Idiil/Profesi, dengan melaksanakan kegiatan memantapkan visi ke-Islaman, kebangsaan, dan kecendikiaan, mengembangkan budaya bangsa untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia; __ Menimbang, bahwa Pemohon II adalah badan hukum yayasan in casu Yayasan Re-ide Indonesia didirikan berdasarkan Akta Pendirian Yayasan Re- ide Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 oleh Notaris Indah Prastiti Extensia, S.H., dan mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum sesuai Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU- 297.AH.01.04.Tahun 2009 (bukti P-7), yaitu yayasan yang bergerak di bidang Sosial khususnya mengenai permasalahan energi dan ketahanan pangan serta lainnya yang relevan dalam konteks pembangunan berkelanjutan; __ Menimbang, bahwa Pemohon III, IV dan VI adalah perorangan warga Negara Indonesia (WNI) dengan pekerjaan dosen, yang bertindak untuk dan atas nama pribadi; Menimbang, bahwa dalam permohonannya, pada pokoknya Para Pemohon (Pemohon I, II, III, IV dan V) telah mendalilkan bahwa Para Pemohon mempunyai kepentingan dengan alasan pemberlakuan objek permohonan a quo yang substansinya mengatur tata cara penyertaan dan penatausahaan modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan mereduksi hak hukum Para Pemohon dalam memperoleh jaminan dan perlindungan hukum serta keadilan dan kesejahteraan, sehingga Para Pemohon mempunyai kerugian/kepentingan yang dirugikan untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil kepada Mahkamah Agung agar Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 yang menjadi obyek permohonan a quo dinyatakan bertentangan dengan perundang- undangan yang lebih tinggi; Menimbang, bahwa terhadap kepentingan Para Pemohon Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut : Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Pengujian Pasal 27 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ...
Relevan terhadap
aman, tertib, sejahtera, dan berkeadilan. Bahwa dalam upaya untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan, transparansi, dan akuntabilitas pelayanan publik. Untuk mendukung upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian nasional yang berkaitan dengan perdagangan global. Untuk mendukung kelancaran arus barang dan meningkatkan efektivitas pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean Indonesia dan lalu lintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia, serta untuk mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyelundupan. Perlu pengaturan yang lebih jelas dalam pelaksanaan kepabeanan. - Perkembangan yang cepat dalam dunia perdagangan, terutama dalam bidang perdagangan internasional menuntut suatu negara untuk membuat suatu peraturan yang mengatur mengenai perdagangan internasional khususnya dalam bidang kepabeanan. Seperti halnya pengaturan mengenai bea masuk anti dumping, pengendalian impor atau ekspor barang yang sangat dibutuhkan agar kegiatan lalu lintas barang dalam suatu negara dapat berjalan dengan baik. Sehingga tidak akan mengganggu perekonomian negara tersebut. Atas dasar hal tersebut maka peraturan mengenai bidang kepabeanan sangat diperlukan oleh suatu negara dalam menjaga sistem perekonomian nasional dan kegiatan perdagangan internasionalnya. - Selain hal-hal tersebut di atas, peraturan mengenai kepabeanan juga sangat diperlukan untuk mengamankan pendapatan keuangan negara. Mengingat pendapatan negara yang berdasar dari bidang kepabeanan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap penerimaan negara. Tujuan berbangsa dan bernegara telah ditegaskan dalam alinea empat Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 yang berbunyi, “Untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dan untuk mencapai tujuan tersebut maka dibentuk suatu pemerintahan negara yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan.” Dalam menjalankan fungsinya dan untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara, Pemerintah diberikan kewenangan untuk menjalankan pemerintahan dalam berbagai bidang salah satunya dalam bidang pengelolaan keuangan negara. Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Pengujian UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah [Pasal 14 huruf e dan huruf f] ...
Relevan terhadap
Tabel 5. Indeks Eksploitasi Ekonomi Daerah yang Berbasis SDA dan Non-SDA, 2004- 2008 X=rata-rata Sumber: Diolah BPS (2010); Aji Sofyan (2011) 5. Bahwa eksploitasi sumber daya alam secara terus menerus dan tidak terkendali tidak secara linier meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Timur. Pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam Kalimantan Timur belum digunakan secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat asli, sehingga telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan, serta terjadi pengabaian hak-hak dasar masyarakat Kalimantan Timur; 6. Bahwa kenyataan berbagai ketentuan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang selama ini ada sepenuhnya belum memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya kesenjangan pada hampir semua sektor kehidupan, terutama dalam infrastruktur jalan, kerusakan lingkungan, perumahan yang tidak layak huni, hilangnya akses sanitasi dan air bersih, akses listrik, dan rendahnya akses pendidikan, rendahnya pelayanan kesehatan, rendahnya ketahanan pangan, tingginya angka kemiskinan sehingga hal tersebut memicu berbagai bentuk kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat; 7. Bahwa berdasarkan persoalan-persoalan tersebut di atas, maka para Pemohon berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Provinsi 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata NAD 0,7759 0,6869 0,6755 0,6150 0,7028 0,6912 Riau 0,7381 0,7451 0,7367 0,7523 0,7570 0,7458 Sumsel 0,4128 0,5016 0,5722 0,6652 0,6678 0,5635 Kaltim 0,8582 0,8794 0,8768 0,8685 0,9278 0,8821 Papua 0,4898 0,6901 0,6447 0,6410 0,6561 0,6243 X 0,7014 DKI 0,5532 0,4823 0,4744 0,4849 0,4939 0,4977 Jabar 0,3457 0,3402 0,3643 0,3392 0,3462 0,3471 Jateng 0,3437 0,3719 0,3826 0,3759 0,3778 0,3704 Jatim 0,3108 0,3431 0,3927 0,4369 0,3236 0,3614 DI. Jogja 0,3007 0,3138 0,3367 0,3139 0,3244 0,3179 X 0,3789 A. Yang Berbasis SDA B. Yang Berbasis NSDA
pengetahuan dan teknologi. Agar mampu menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. • Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri dari daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Pasal 18A ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Dengan demikian pasal ini merupakan landasan filosofis dan konstitusional pembentukan UU Perimbangan . B. Penyelenggaraan Pemerintahan Dalam Prinsip Otonomi Daerah • Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan dalam rangka desentralisasi di bidang pemerintahan. Desentralisasi itu sendiri setidak-tidaknya mempunyai tiga tujuan. Pertama , tujuan politik, yakni demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara pada tataran infrastruktur dan suprastruktur politik. Kedua, tujuan administrasi, yakni efektivitas dan efisiensi proses-proses administrasi pemerintahan sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih cepat, tepat, transparan serta murah. Ketiga, tujuan sosial ekonomi, yakni meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat. • Otonomi pada dasarnya adalah sebuah konsep politik, yang selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonom jika dia menentukan dirinya sendiri, membuat hukum sendiri dengan maksud mengatur diri sendiri, dan berjalan berdasarkan kewenangan, kekuasaan, dan prakarsa sendiri. Muatan politis yang terkandung dalam istilah ini adalah bahwa dengan kebebasan dan kemandirian tersebut, maka suatu
permohonan uji materiil a quo dan para Pemohon tidak secara tegas dan jelas menguraikan kerugian konstitusional yang dialami baik yang bersifat aktual maupun potensial atas berlakunya norma yang dimohonkan untuk diuji tersebut, dengan perkataan lain para Pemohon tidak dapat mengkonstruksikan secara benar adanya kerugian dimaksud. III. Penjelasan Pemerintah Atas Permohonan Pengujian UU Perimbangan A. Landasan Filosofis dan Konstitusional Pembentukan UU Perimbangan • Negara Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan berbentuk Republik yang mempunyai tujuan mewujudkan suatu masyarakat yang adil, makmur dan merata baik materiil dan spirituil berdasarkan UUD 1945. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 18 UUD 1945 menyatakan bahwa daerah Indonesia terbagi dalam daerah yang bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi. • Sesuai dengan amanat UUD 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Disamping itu, perlu diperhatikan pula peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan ilmu
PUU Nomor 11/2011 tentang Perubahan Atas UU 10/2010 tentang APBN TA 2011
Relevan terhadap
1,540.0 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH 813.8 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK 21.0 BADAN PERTANAHAN NASIONAL 283.1 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMASI 112.0 KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 6.7 BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL 314.1 LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA - BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI - BADAN KOORDINASI SURVEY DAN PEMETAAN NASIONAL - KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT 73.2 JUMLAH K/L 23,412.1 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Subsidi Pangan Penempatan Modal Negara dalam Rangka Mendukung KUR
(1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, (2) Pendidikan, (3) Kesehatan dan Kependudukan, (4) Penanggulangan Kemiskinan, (5) Ketahanan Pangan, (6) Infrastruktur, (7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha, (8) Energi, (9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, (10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik, (11) Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi, dengan sasaran: Dengan tema dan prioritas pembangunan nasional tersebut, kebijakan alokasi anggaran belanja Pemerintah pusat pada tahun 2011 akan diarahkan terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu peningkatan kesejahteraan rakyat dengan tetap melanjutkan tiga sasaran utama, yaitu: (a) meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas ( pro growth) ; (b) menciptakan dan memperluas lapangan kerja (pro job) ; dan (c) meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program-program jaring pengaman sosial yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro poor) . Ketiga prioritas pembangunan nasional tersebut kemudian dicerminkan di dalam arah dan postur APBN 2011. B. Pembentukan UU APBN-P Tahun 2011 Memasuki tahun 2011, pertumbuhan ekonomi global masih menunjukkan pemulihan walaupun diperkirakan tidak sebesar tahun sebelumnya. Hingga akhir 2011 pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan mencapai sebesar 4,4 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang diperkirakan masing-masing mencapai sebesar 2,4 persen dan sebesar 6,5 persen. Beberapa tantangan dan risiko yang berpotensi mengganggu pemulihan ekonomi dunia diperkirakan masih tetap tinggi, terutama dipicu oleh meningkatnya harga minyak mentah dunia yang disebabkan oleh tingginya permintaan dan keterbatasan pasokan. Selain itu, adanya faktor non-fundamental, seperti memburuknya situasi politik di Timur Tengah, Korea dan Afrika Utara dan bencana alam di berbagai belahan dunia, juga turut mempengaruhi harga minyak.
kesehatan yang disalurkan melalui Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dialokasikan mencapai Rp. 2.413,2 miliar. Selanjutnya, anggaran kesehatan yang disalurkan melalui Kementerian Pekerjaan Umum dialokasikan mencapai Rp.6.148,5 miliar. Anggaran kesehatan yang disalurkan melalui Kementerian Pertanian dialokasikan mencapai Rp.194,0 miliar. Anggaran kesehatan yang disalurkan melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan dialokasikan mencapai Rp.35,7 miliar. Alokasi anggaran belanja tersebut, akan dimanfaatkan untuk melaksanakan program pengembangan sumber daya perikanan. Sementara itu, anggaran kesehatan yang disalurkan melalui non-K/L (Bagian Anggaran 999) disalurkan untuk subsidi air bersih sebesar Rp. 50,0 miliar dan asuransi kesehatan Pegawai Negeri Sipil sebesar Rp. 2.257,8 miliar. Dengan memperhitungkan seluruh alokasi anggaran kesehatan, baik yang dialokasikan melalui Kementerian Kesehatan maupun yang dianggarkan melalui berbagai program di K/L lainnya dan Non K/L serta transfer ke daerah yang dialokasikan untuk kesehatan, maka total anggaran kesehatan dalam Undang- Undang APBN-P Tahun 2011 mencapai Rp.43,8 triliun. Memperhatikan hal tersebut maka arah kebijakan dalam pengalokasian anggaran kesehatan telah berupaya mendukung terwujudnya pelayanan kesehatan yang layak sesuai yang diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) dan pasal 34 ayat (1) dan (ayat 2). Selanjutnya, mengenai hubungan antara peningkatan jumlah anggaran dengan kemampuan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama terhadap indeks pembangunan manusia, dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya Pemerintah sangat memperhatikan terhadap permasalahan tenaga kerja, oleh karena itu, salah satu strategi yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang ditetapkan dalam RPJMN adalah penciptaan dan perluasan lapangan kerja (pro-job) , diantaranya melalui pemberian insentif pajak guna meningkatkan investasi dan ekspor, serta meningkatkan belanja modal untuk pembangunan infrastruktur. Pembangunan manusia, terutama definisi UNDP, adalah proses memperoleh pilihan-pilihan penduduk (people’s choice) . Dari sekian banyak pilihan, ada tiga