Rincian Alokasi Insentif Fiskal Kinerja Tahun Berjalan untuk Kelompok Kategori Kinerja dalam Rangka Pengendalian Inflasi Daerah pada Tahun Anggaran 20 ...
Relevan terhadap
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG RINCIAN ALOKASI INSENTIF FISKAL KINERJA TAHUN BERJALAN UNTUK KELOMPOK KATEGORI KINERJA DALAM RANGKA PENGENDALIAN INFLASI DAERAH PADA TAHUN ANGGARAN 2023 PERIODE PERTAMA MENURUT PROVINSI/KABUPATEN/KOTA. KESATU : Menetapkan alokasi insentif fiskal kinerja tahun berjalan untuk kelompok kategori kinerja dalam rangka pengendalian inflasi daerah pada Tahun Anggaran 2023 periode pertama menurut provinsi/kabupaten/kota sebesar Rp330.000.000.000,00 (tiga ratus tiga puluh miliar rupiah). KEDUA : Rincian alokasi insentif fiskal kinerja tahun berjalan untuk kelompok kategori kinerja dalam rangka pengendalian inflasi daerah pada Tahun Anggaran 2023 periode pertama menurut provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KETIGA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia;
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan;
Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan;
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan;
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan;
Gubernur/Bupati/Wali Kota bersangkutan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 2023 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Ditandatangani secara elektronik SRI MULYANI INDRAWATI
Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
Relevan terhadap
PENGHENTIAN PENYIDIKAN DARI JAKSA AGUNG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA __ DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ………………………………………………………….(1) ……………………………………………………………………………………………..(2) TELEPON……………….; FAKSIMILE...………….(3); SITUS www.pajak.go.id LAYANAN INFORMASI DAN KELUHAN KRING PAJAK (021) 1500200; EMAIL pengaduan@pajak.go.id Nomor :
PENGHENTIAN PENYIDIKAN DARI JAKSA AGUNG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA __ DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ………………………………………………………….(1) ……………………………………………………………………………………………..(2) TELEPON……………….; FAKSIMILE...………….(3); SITUS www.pajak.go.id LAYANAN INFORMASI DAN KELUHAN KRING PAJAK (021) 1500200; EMAIL pengaduan@pajak.go.id Nomor :
Tata Laksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai
Relevan terhadap 33 lainnya
Keuangan) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI …………………(1)……………………….. NOTA DINAS Nomor : ND-……….(2) Kepada : ...…..………….(3) Dari : ...……………..(4) Hal : Tindak Lanjut atas hasil audit Kepabeanan terhadap...…(5) Tanggal : ...………………… (6) Berdasarkan Surat Tugas nomor: ST-……(7), Tim Audit telah melaksanakan audit terhadap...……(5)…………….untuk periode...…………s.d……….(8) dengan Laporan Hasil Audit Nomor…..tanggal……………(9) Dari hasil audit tersebut, kami sampaikan sebagai berikut: 1....………..(10) 2....………..(10) 3. dst Demikian disampaikan. Direktur Jenderal u.b....…………………(11) Nama Lengkap
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI …………………(1)……………………….. RISALAH PEMBAHASAN AKHIR Auditee : ...…………………………………............(2) Surat Tugas Nomor : ...……………Tanggal………………(3) I. Temuan Audit ……………………………………………………….(4) II. Kriteria ……………………………………………………….(5) III. Tanggapan Auditee ……………………………………………………….(6) IV. Pendapat Tim Audit ……………………………………………………….(7) V. Kesimpulan ……………………………………………………….(8) Demikian risalah ini dibuat dengan sebenarnya yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Berita Acara Hasil Audit dan ditandatangani oleh ……………………………… (9) Pimpinan/Wakil/Kuasa*) Tim Audit Bea dan Cukai**) ……………………………. (10) ........................................... (12) Jabatan: ...……………….. (11) Jabatan: …………………… (13) Paraf (14) Paraf (14) Halaman……dari……halaman (15) Catatan : *) dipilih sesuai kondisi **) diisi sesuai rencana susunan Tim Audit
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI …………………(1)……………………….. NOTA DINAS Nomor : ND-……….(2) Kepada : ...…………..(3) Dari : ...…………..(4) Hal : Penyampaian Berkas Hasil Audit...…(5) Tanggal : ...………………… (6) Berdasarkan Surat Tugas nomor: ST-……(7), Tim Audit telah melaksanakan audit terhadap...……(5)…………….untuk periode...…………s.d……….(8) dengan Laporan Hasil Audit Nomor…..tanggal……………(9). Berikut kami sampaikan Berkas Hasil Audit tersebut sebagaimana terlampir. Demikian disampaikan, atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih. …………………....(10)
Investasi Pemerintah pada Perusahaan Umum (Perum) BULOG dalam Pengadaan Cadangan Beras Pemerintah
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Perusahaan Umum (Perum) BULOG yang selanjutnya disebut Perum BULOG adalah badan usaha milik negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai badan usaha milik negara, yang seluruh modalnya dimiliki negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham, yang menyelenggarakan usaha logistik pangan serta usaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan perusahaan.
Cadangan Beras Pemerintah yang selanjutnya disingkat CBP adalah persediaan beras dan/atau gabah yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Rekening Investasi Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RIBUN adalah rekening tempat penampungan dana dan/atau imbal hasil Investasi Pemerintah.
Menteri Keuangan yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Komite Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat KIP adalah lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi supervisi dalam pengelolaan Investasi Pemerintah.
Operator Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat OIP adalah pelaksana fungsi operasional yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Menteri.
Pernyataan Kebijakan Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat PKIP adalah dokumen yang disusun oleh KIP yang berisi pedoman umum antara lain mengenai pengelolaan investasi yang mencakup perencanaan, pemilihan, dan alokasi, atas sumber daya dan risiko.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing pembantu pengguna anggaran bendahara umum negara baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran bendahara umum negara.
Pemberitahuan Pabean Free Trade Zone
Relevan terhadap
KEMENTERIANKEUANGANREPUBPLIKINDONESIA PERATURANDIREKTURJENDERALBEADANCUKAI NOMORPER-4/BC/2025 TENTANG PEMBERITAHUANPABEAN FREETRADEZONE DIREKTURJENDERALBEADANCUKAI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113 Tahun 2024 tentang Pemberitahuan Pabean dalam rangka Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Pemberitahuan Pabean Free TradeZone ; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran NegaraRepublikIndonesiaNomor4661); 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113 Tahun 2024 tentang Pemberitahuan Pabean dalam rangka Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun2024Nomor1087); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANGPEMBERITAHUANPABEAN FREETRADEZONE . BABI KETENTUANUMUM Pasal1 DalamPeraturanDirekturJenderaliniyangdimaksuddengan: 1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-UndangKepabeanan. 2. Kawasan yang ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga
Dana Operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Tahun 2024
Relevan terhadap
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG DANA OPERASIONAL BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN TAHUN 2024. Pasal 1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam menyelenggarakan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan memperoleh dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebesar persentase tertentu dari:
iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja yang telah diterima;
iuran program Jaminan Kematian yang telah diterima;
iuran program Jaminan Hari Tua yang telah diterima; dan
iuran program Jaminan Pensiun yang telah diterima. Pasal 2 (1) Besaran persentase yang diambil dari dana jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, untuk tahun 2024 paling banyak sebesar:
10% ( sepuluh persen) dari iuran program J aminan Kecelakaan Kerja sebelum dikurangi rekomposisi iuran Jaminan Kehilangan Pekerjaan;
10% (sepuluh persen) dari iuran program Jaminan Kematian sebelum dikurangi rekomposisi 1uran Jaminan Kehilangan Pekerjaan;
4,31 % (empat koma tiga satu persen) dari 1uran program Jaminan Hari Tua; dan
4,31 % (empat koma tiga satu persen) dari 1uran program Jaminan Pensiun. (2) Besaran nominal dana operasional yang diperoleh dari persentase tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp5.155.886.729.005 (lima triliun seratus lima puluh lima miliar delapan ratus delapan puluh enam juta tujuh ratus dua puluh sembilan ribu lima rupiah). (3) Penetapan besaran dana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan penelaahan atas rancangan rencana kerja dan anggaran tahunan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, dengan memperhatikan asas kelayakan dan kepatutan. Pasal 3 (1) Dalam hal dana operasional yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak cukup untuk mendanai operasional penyelenggaraan program jaminan sosial ketenagakerjaan karena terdapat kebutuhan operasional baru atau inisiatif kegiatan baru, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dapat mengajukan usulan perubahan dana operasional kepada Menteri Keuangan. (2) Dalam hal penerimaan iuran program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan tidak tercapai sehingga nominal besaran dana operasional tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dapat mengajukan usulan perubahan persentase yang diambil dari dana jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kepada Menteri Keuangan dengan tetap memperhatikan nominal be saran dana operasional se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). (3) Pengajuan usulan perubahan dana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan usulan perubahan persentase yang diambil dari dana jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan ketentuan:
paling cepat minggu pertama bulan Juli 2024; dan
paling lambat minggu pertama bulan September 2024. Pasal 4 (1) Menteri Keuangan melakukan monitoring penggunaan dana operasional dan pencapaian target kinerja paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali. (2) Dalam rangka monitoring penggunaan dana operasional dan pencapaian target kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Penyelenggara J aminan Sosial Ketenagakerjaan wajib menyampaikan laporan penggunaan dana operasional dan pencapaian target kinerja setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran. (3) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan menyediakan data dan informasi yang dibutuhkan Menteri Keuangan dalam rangka monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan besaran dana operasional tahun berikutnya. Pasal 5 Peraturan Menteri 1n1 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2024.
Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2024
Relevan terhadap
Kementerian/lembaga menggunakan SBK dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran kementerian/lembaga Tahun Anggaran 2024.
Penggunaan SBK bersifat batas tertinggi yang tidak dapat dilampaui.
Dalam hal kementerian/lembaga membutuhkan besaran biaya yang melampaui besaran SBK yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini, harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran.
Pelampauan besaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat disetujui dengan mempertimbangkan:
harga pasar;
prinsip ekonomis, efisien, dan efektif; dan/atau
perubahan tahapan.
Pelampauan besaran yang telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat ditindaklanjuti oleh kementerian/lembaga dengan melakukan Revisi Anggaran.
Pengawasan atas penggunaan SBK sebagaimana ayat (1) dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah kementerian/lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap 5 lainnya
b. penggunaan dan pemanfaatan BMN; c. pengelolaan dana; d. satker dengan pengelolaan keuangan Badan layanan Umum; dan e. putusan pro ^justitia yang telah berkekuatan hukum tetap. Realisasi penggunaan PNBP dilaporkan kepada Badan Anggaran secara triwulanan. Huruf b Cukup ^je1as. Huruf c Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari pinjaman karena: a. perubahan kurs; b. sebab lain sepanjang perubahan tersebut tidak mengakibatkan pelampauan pagu belanja kementerian/lembaga; c. untuk penanggulangan bencana, merupakan kewenangan Pemerintah. Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari pinjaman yang mengakibatkan pelampauan pagu belanja kementerian/lembaga selain huruf a dan huruf c di atas, dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara dan harus mendapat persetqiuan dari alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani urusan kementerian/lembaga dimaksud. Persetujuan tersebut diberikan dalam ^jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak permohonan diterima oleh alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani urusan kementerian/ lembaga dimaksud. Apabila karena satu dan lain hal persetujuan belum dapat diberikan dalam ^jangka waktu dimaksud, Pemerintah melaksanakan perubahan anggaran belanja yang bersumber dari pinjaman yang mengakibatkan pelampauan pagu belanja kementerian / lembaga tersebut serta melaporkannya dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Pasal 25 (1) Pemerintah dapat menggunakan program kementerian / lembaga yang bersumber dari Rupiah Murni dan/atau PNBP dalam alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat dan/atau BMN untuk digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN. (2) Rincian atas program kementerian/lembaga yang bersumber dari Rupiah Murni dan/atau PNBP yang digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN sebasaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah pengesahan Undang- Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2025 dan penetapan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2O25. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan program kementerian/lembaga dan/atau BMN sebagai dasar penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. SK No2360704
Pasal 18 Ayat (1) Kenaikan PNBP sumber daya alam yang dibagihasilkan dan diperhitungkan dengan persentase tertentu atas peningkatan belanja subsidi energi dan/atau kompensasi, tidak dibagihasilkan ke daerah dan tidak diperhitungkan sebagai kurang bayar DBH. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 2O Ayat (1) Huruf a Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP yang merupakan pengguna€rn PNBP melebihi target yang telah ditetapkan, dilakukan analisis kebutuhan riil kementerian / lembaga oleh Kementerian Keuangan dengan memperhatikan fleksibilitas instansi pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Dalam hal realisasi PNBP yang melampaui target penerimaan dalam APBN, dapat digunakan untuk belanja dengan ketentuan sebagai berikut: 1. digunakan untuk belanja kementerian / lembaga tertentu paling tinggi sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari tambahan realisasi penerimaan PNBP dalam APBN; atau 2. digunakan untuk belanja kementerian/ lembaga tertentu lebih dari 7,5% (tqjuh koma lima persen) dari tambahan realisasi penerimaan PNBP dalam APBN, setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Ralqfat dalam hal ini Badan Anggaran Dewan Perwakilan Ralyat. Ketentuan tersebut di atas dikecualikan untuk PNBP yang diperoleh dari: a. layanan yang membutuhkan biaya untuk pelaksanaan layanan berkenaan, sehingga dapat diberikan sesuai kebutuhan, antara lain: untuk penyelenggaraan pendidikan, kesehatan, penelitian, pengujian laboratorium, pengujian dalam rangka sertifikasi, advis teknis, penilaian, pelatihan, dan diklat kepemimpinan;
Pengelolaan Surat Utang Negara
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SUN untuk pertama kali.
Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SUN yang telah dijual di Pasar Perdana.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktorat Jenderal adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Setelmen adalah penyelesaian transaksi SUN yang terdiri dari setelmen dana dan/atau setelmen kepemilikan SUN.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum
Relevan terhadap 13 lainnya
BAB XVI KEBIJAKAN KONSOLIDASIAN LAPORAN KEUANGAN BLU UNTUK PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN TINGKAT KEMENTERIAN/LEMBAGA A. Penggabungan Laporan Keuangan Badan Layanan Umum ke dalam Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga Karakteristik BLU sebagai Satker di lingkungan kementerian/lembaga yang mengelola kekayaan negara yang tidak dipisahkan dan selaku pelaksana anggaran belanja dalam kerangka APBN yang menyelenggarakan akuntansi, memberikan implikasi bahwa sesuai dengan SAP Laporan Keuangan BLU dikonsolidasikan (digabungkan) ke dalam Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga yang secara organisatoris membawahinya. Penggabungan Laporan Keuangan BLU ke dalam Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dilakukan dalam pelaksanaan SAI yaitu dengan menggabungkan komponen Laporan Keuangan BLU berupa LRA-BLU, Neraca-BLU, LO-BLU, dan LPE-BLU ke dalam Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga. Sedangkan LAK-BLU dan LPSAL-BLU tidak digabungkan ke dalam Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga, tetapi dikonsolidasikan ke dalam Laporan Keuangan entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum dan entitas yang menyusun Laporan Keuangan konsolidasian di tingkat LKPP. Dalam kegiatan penggabungan Laporan Keuangan BLU ke dalam Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga terdapat eliminasi terhadap akun-akun transaksi BLU antara lain:
Dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan, satuan pengawasan intern BLU melakukan reviu atas Laporan Keuangan BLU.
Dalam hal tidak terdapat satuan pengawasan intern BLU, reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh APIP Kementerian/Lembaga yang secara organisatoris membawahi Satker BLU.
Hasil reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dituangkan dalam pernyataan telah direviu yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Laporan Keuangan BLU semesteran dan tahunan.
Reviu atas Laporan Keuangan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) menjadi bagian tidak terpisahkan dari proses reviu atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga.
Reviu atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai standar reviu atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga.
BAB II SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BLU A. Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Unit akuntansi dan pelaporan keuangan pada masing-masing kementerian/lembaga dimungkinkan berbeda-beda, tergantung pada karakteristik dan struktur organisasi kementerian/lembaga tersebut. Struktur organisasi unit akuntansi dan pelaporan keuangan pada kementerian/lembaga yang membawahi banyak Satker dan tersebar lokasinya di berbagai wilayah dapat mencakup Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA), Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPA-W), Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I (UAPPA-El), dan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengguna Anggaran (UAPA). Untuk kementerian/lembaga yang hanya melingkupi satu Satker dapat membentuk UAKPA dan UAPA saja. Kementerian/lembaga juga dapat membentuk UAKPA, UAPPA-El, dan UAPA tanpa membentuk UAPPA-W. Kementerian/lembaga dengan karakteristik tertentu dimungkinkan juga hanya terdiri dari UAKPA, UAPPA-W, dan UAPA tanpa membentuk UAPPA- El. Dengan demikian, pembentukan UAPPA-W dan UAPPA-El dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan kementerian/lembaga tersebut. SABLU merupakan bagian dari Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Instansi (SAI), dan untuk menjalankan SABLU tersebut perlu dibentuk UAKPA di Satker BLU. UAKPA secara umum melaksanakan sistem, subsistem, dan prosedur akuntansi atas kejadian transaksional dan mendukung kebutuhan penyajian data dan informasi dalam rangka penyusunan laporan keuangan BLU secara periodik dalam kerangka SAI, serta menyusun dan menyajikan laporan keuangan BLU sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Dalam rangka mendukung penyelenggaraan SAI, UAKPA di Satker BLU secara khusus dapat menyelenggarakan dan mengembangkan subsistem akuntansi secara mandiri untuk dapat menghasilkan pencatatan transaksional sesuai dengan karakteristik pelayanan BLU. Subsistem akuntansi secara mandiri tersebut dikembangkan sesuai dengan praktik bisnis yang sehat untuk dapat mencatat transaksi dan kejadian keuangan serta akuntansi berdasarkan Dokumen Sumber yang menjadi dasar pengakuan hak dan kewajiban BLU secara transaksional. Penyelenggaraan dan pengembangan subsistem akuntansi secara mandiri termasuk prosedur dan subsistem akuntansi transaksional, bagan akun standar (BAS), dan Dokumen Sumber yang mendukung kebutuhan penyajian data dan informasi yang lengkap dan selaras dalam penyusunan laporan keuangan BLU sesuai dengan SAP dan kebijakan akuntansi yang ditetapkan Kementerian Keuangan. B. Proses Bisnis Akuntansi dan Pelaporan Keuangan pada UAKPA BLU Kegiatan transaksi yang berhubungan dengan subsistem akuntansi secara mandiri, termasuk prosedur dan subsistem akuntansi transaksional, bagan akun standar transaksional, dan Dokumen Sumber transaksional, merupakan fase input . Data yang dihasilkan dari fase input diselaraskan untuk dapat diproses pada fase proses , baik secara format dokumen pengesahan, bagan akun standar, jurnal standar, laporan keuangan, maupun format data dalam arsip data komputer. Output atau hasil utama