Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/ Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.05/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
bahwa Pemerintah telah memutuskan untuk memperpanjang jangka waktu pemberian subsidi bunga/subsidi margin, sehingga perlu dilakukan penyesuaian dan penetapan kembali terhadap ketentuan mengenai tata cara pemberian subsidi bunga/subsidi margin dalam rangka mendukung pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional;
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6514) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6542);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
Pengawasan intern terhadap pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk dan atas nama Menteri selaku BUN.
Aparat pengawasan intern Pemerintah pada K/L atau pemerintah daerah melakukan pengawasan intern sesuai dengan kewenangannya terkait pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin.
Pengawasan intern oleh aparat pengawasan intern Pemerintah pada K/L atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman pengawasan pelaksanaan Program PEN dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Aparat pengawasan intern Pemerintah pada K/L atau pemerintah daerah melaporkan hasil pengawasan intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala daerah.
Dalam melakukan pengawasan intern terhadap pelaksanaan Subsidi Bunga/Subsidi Margin, BPKP mengoordinasikan dan dapat bersinergi dengan aparat pengawasan intern Pemerintah dan pimpinan kementerian, lembaga pemerintah, dan pemerintah daerah.
Dalam hal terdapat temuan dari pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern Pemerintah dan BPKP, ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional
Relevan terhadap 9 lainnya
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kebijakan fiskal nasional" adalah kebijakan Pemerintah di bidang fiskal dalam upaya pencapaian target pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Yang dimaksud dengan "kondisi darurat" adalah memburuknya kondisi ekonomi makro dan keuangan yang menyebabkan fungsi dan peran APBN dan APBD tidak dapat berjalan secara efektif dan efisien, antara lain:
proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi dasar ekonomi makro lainnya secara signifikan;
proyeksi penurunan pendapatan negaraf Daerah dan/atau meningkatnya belanja negara/Daerah secara signifikan; dan/atau
adanya ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pinjaman tunai" adalah Pinjaman Daerah berbasis program yang digunakan untuk mendukung pembiayaan APBD dengan penarikannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati pihak pemberi pinjaman dan penerima pinjaman, seperti paket kebijakan dan/atau terlaksananyS kegiatan tertentu. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "LKB atau LKBB" adalah LKB atau LKBB yang dianggap mampu oleh Menteri. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Kategori Kapasitas Fiskal Daerah sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai peta kapasitas fiskal. Ayat (7) Cukup ^jelas.
Ketentuan mengenai penilaian kesesuaian antara rancangan KUA dan rancangan PPAS dengan KEM PPKF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilaksanakan mulai tahun 2024. Pasal 99 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2024 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada.tan ggaL 2 Januari 2024 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRATIKNO I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2024 TENTANG HARMONISASI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL UMUM Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pemerintah telah meletakkan dasar-dasar penyempurnaan dan penguatan tata kelola hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Hal ini merupakan upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan bernegara. Upaya tersebut dimanifestasikan dalam berbagai redesain instrumen utama desentralisasi fiskal yang tidak hanya melalui TKD, pajak daerah, dan retribusi daerah, melainkan juga melalui sinergi kebijakan fiskal nasional, Pembiayaan Utang Daerah, DAD, dan Sinergi Pendanaan. Peraturan Pemerintah ini disusun untuk melaksanakan beberapa amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah khususnya mengenai sinergi kebijakan fiskal nasional, Pembiayaan Utang Daerah, DAD, dan Sinergi Pendanaan. Penggabungan beberapa muatan pengaturan tersebut sebagai upaya simplifikasi dan optimalisasi regulasi dalam suatu harmonisasi kebijakan fiskal nasional. Harmonisasi kebijakan fiskal nasional merupakan proses atau upaya untuk menyelaraskan, menyerasikan, dan/atau menyesuaikan kebijakan fiskal antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah di dalam pengelolaan dan pengaturan pendapatan, belanja, dan pembiayaan negara dan Daerah untuk menjalankan fungsi alokasi dan distribusi dalam rangka menjaga stabilitas, pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk mengoptimalkan pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah, penyelenggaraan DAD, pelaksanaan Sinergi Pendanaan, dan penerapan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.
Sinergi 1. Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional Sinergi kebijakan fiskal nasional dilaksanakan melalui penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah, penetapan batas maksimal defisit APBD dan Pembiayaan Utang Daerah, pengendalian dalam kondisi darurat, serta sinergi BAS. Sinergi kebijakan fiskal nasional tersebut juga didukung dengan penyajian dan konsolidasi Informasi Keuangan Daerah secara nasional dan pemantauan serta evaluasi pendanaan desentralisasi yang dilaksanakan dalam suatu platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional. Pengaturan mengenai penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini menyempurnakan harmonisasi pengaturan perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran di tingkat pusat dan Daerah. Penyelarasan fiskal tersebut dilakukan antara lain melalui penyelarasan tahap perencanaan dan penganggaran seperti penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF, dan penyelarasan tahap pelaksanaan APBD. Penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF merupakan upaya peningkatan kualitas kebijakan fiskal Daerah yang selaras dengan kebijakan fiskal nasional. KEM PPKF yang berisi skenario arah kebijakan ekonomi dan fiskal dijadikan acuan oleh Pemerintah Daerah dalam perumusan KUA dan PPAS. Upaya penyelarasan KUA dan PPAS dengan KEM PPKF tersebut diharapkan dapat meningkatkan sinergisitas kebijakan fiskal nasional yang antara lain berupa keselarasan target kinerja makro dan kinerja program, kepastian pendanaan program prioritas dan pemenuhan Belanja Wajib, serta keselarasan arah pelaksanaan anggaran. Penyelarasan fiskal nasional tersebut tentunya akan mengoptimalkan fungsi utama kebijakan fiskal yaitu alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam Peraturan Pemerintah ini selain ditujukan untuk meningkatkan kualitas kebijakan fiskal Daerah, juga diharapkan mampu mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah dalam mendukung perbaikan kualitas keluaran (outputl dan dampak (outcomel layanan publik di Daerah. Peningkatan kualitas Belanja Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini dilakukan melalui penguatan belanja produktif di Daerah dan harmonisasi belanja pusat dan Belanja Daerah yang akan didukung melalui sinergi BAS. Dengan adanya sinergi BAS, Pemerintah Pemerintah dapat menyelaraskan program, kegiatan, dan keluaran agar kebijakan fiskal yang diambil lebih terukur dan meningkatkan keselarasan belanja pusat dan Belanja Daerah.
Pembiayaan Utang Daerah dan Sinergi Pendanaan Dalam rangka mendukung Daerah dalam pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, Daerah dapat mengakses sumber-sumber Pembiayaan Utang Daerah baik yang berskema konvensional maupun syariah, meliputi Pinjaman Daerah, Obligasi Daerah, dan Sukuk Daerah. Sebagai dasar pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah, Peraturan Pemerintah ini mengatur seluruh aspek mengenai Pembiayaan Utang Daerah, antara lain mulai dari prinsip umum, prosedur dan tahapan, pengelolaan, pertanggungiawaban dan pelaporan, pemantauan dan evaluasi, hingga kewajiban dan sanksi atas pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah. Pengaturan tersebut menjadi dasar bagi Daerah dalam mengembangkan dan memanfaatkan Pembiayaan Utang Daerah. Selain itu, dengan terbatasnya pendanaan pembangunan Infrastruktur Daerah, melalui Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah juga mendorong Pemerintah Daerah untuk mewujudkan adanya sinergi antar-sumber pendapatan dan/atau Pembiayaan Utang Daerah, baik dari PAD, TKD, Pembiayaan Utang Daerah, kerja sama antar-Daerah, dan kerja sama antara Pemerintah Daerah dengan badan usaha, sehingga diharapkan setiap program dan kegiatan pembangunan terlaksana secara tersinergi, sehingga alokasi sumber daya dapat dimanfaatkan secara lebih efisien.
DAD Peraturan Pemerintah ini memberikan ruang bagi Daerah yang memiliki kapasitas fiskal memadai dan telah memenuhi Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik, untuk dapat membentuk DAD. Pembentukan DAD diharapkan dapat memberikan berbagai manfaatyang bersifat lintas generasi. Selain itu, hasil pengelolaan DAD juga akan menambah penerimaan Daerah. DAD diharapkan dapat membantu Daerah mengoptimalkan kapasitas fiskal yang dimiliki, termasuk SiLPA yang tinggi, untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pelayanan publik dan pembangunan lintas generasi di Daerah dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. REPUBUK INDONESIA -4- Dalam rangka memberikan dasar pelaksanaan pembentukan dan pengelolaan DAD bagi Daerah, Peraturan Pemerintah ini mengatur pokok-pokok pengaturan pembentukan dan pengelolaan DAD, seperti mulai dari persiapan DAD hingga pemilihan instrumen investasi dan pemanfaatan hasil pengelolaan DAD. Dengan mengelola DAD, diharapkan Daerah dapat memperbaiki kualitas perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran di Daerah sehingga menghasilkan belanja yang berkualitas. IT. PASAL DEMI PASAL
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ...
Relevan terhadap
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf d dan huruf k Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID- 19 ) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, pemerintah berwenang untuk melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, serta menentukan proses dan metode pengadaan barang/jasa serta melakukan penyederhanaan mekanisme dan simplifikasi dokumen di bidang keuangan negara;
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID-19 ) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penangangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID-19 ) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan;
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penangangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID-19 ) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, ketentuan mengenai pelaksanaan kegiatan dan anggaran atas tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam Penanganan Pandemi _Corona Virus Disease 2019; _ __
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; __ 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID-19 ) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6485);
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID- 19 ) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional, dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 382);
Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Bat ...
Relevan terhadap
bahwa untuk mendorong kebijakan pemerintah dalam melakukan peralihan dari penggunaan energi fosil ke energi listrik, menarik minat investasi, meningkatkan produksi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai di dalam negeri, dan mendukung program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, perlu dukungan pemerintah berupa kebijakan pemberian insentif fiskal;
bahwa sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai ( Battery Electric Vehicle ) untuk Transportasi Jalan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai ( Battery Electric Vehicle ) untuk Transportasi Jalan, salah satu insentif fiskal yang dapat diberikan pemerintah berupa pajak penjualan atas barang mewah atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu ditanggung pemerintah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19A ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai ( Battery Electric Vehicle ) untuk Transportasi Jalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024;
Tata Cara Penjaminan Pemerintah Melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional ...
Relevan terhadap
Kebijakan Penjaminan Pemerintah berpedoman pada hasil rumusan dan ketetapan kebijakan dan strategi pelaksanaan Program PEN oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenm pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Dalam perumusan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mengusulkan masukan mengena1:
sektor-sektor yang diprioritaskan untuk diberikan Pinjaman modal kerja;
pagu total penyaluran Pinjaman modal kerja yang akan mendapat Penjaminan Pemerintah;
pagu tertinggi anggaran pelaksanaan Penjaminan Pemerintah;
plafon Pinjaman setiap Pelaku Usaha yang mendapat Penjaminan Pemerintah; dan/atau
porsi Pinjaman modal kerja yang dijamin.
Dalam mengusulkan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang terkait dengan data perbankan, Menteri melakukan koordinasi dengan OJK.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Penjaminan Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Penjaminan Program PEN adalah penjaminan yang diberikan dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah ten tang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Penjaminan Pemerintah adalah penJamman yang diberikan untuk dan atas nama Pemerintah oleh Menteri melalui badan usaha penjaminan yang ditunjuk sebagai penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terj amin kepada penerima j aminan dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Program PEN.
Pinjaman adalah setiap pembiayaan baik secara konvensional maupun syariah dari kreditur atau pemberi fasilitas pembiayaan syariah berupa sejumlah uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu yang menimbulkan kewajiban finansial berdasarkan perjanjian pinjaman atau perjanjian pembiayaan.
Pelaku U saha adalah pelaku us aha di sektor riil dan sektor keuangan yang meliputi usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha besar, dan koperasi yang kegiatan usahanya terdampak oleh pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Penjamin adalah Pemerintah dalam hal ini Menteri yang dilaksanakan melalui penugasan kepada badan usaha penjaminan.
Penerima Jaminan adalah bank yang memberikan fasilitas Pinjaman.
Terjamin adalah Pelaku Usaha penenma Penjaminan Pemerintah.
Otoritas J asa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
PT Jaminan Kredit Indonesia yang selanjutnya disebut PT Jamkrindo adalah Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang penjaminan kredit.
PT Asuransi Kredit Indonesia yang selanjutnya disebut PT Askrindo adalah Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang penjaminan kredit dan asuransi umum.
Imbal Jasa Penjaminan yang selanjutnya disingkat IJP adalah sejumlah uang yang diterima oleh Penjamin dari Terjamin dalam rangka kegiatan penjaminan.
Imbal Jasa Penjaminan Loss Limit yang selanjutnya disingkat IJP Loss Limit adalah sejumlah uang yang diterima oleh Pemerintah dari badan usaha yang menerima dukungan loss limit dalam rangka kegiatan dukungan Penjaminan Pemerintah.
PT Reasuransi Indonesia U tama (Persero) yang selanjutnya disebut PT Reasuransi Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang reasuransi.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Regres adalah hak Penjamin untuk menagih Terjamin atas apa yang telah dibayarkan oleh Penjamin kepada Penerima Jaminan untuk memenuhi kewajiban Terjamin tersebut.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangku tan.
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
Relevan terhadap 15 lainnya
Pelaksanaan tugas ini mempunyai keterkaitan dan saling mendukung satu sama lain dalam mencapai tujuan Bank Indonesia. Untuk mencapai stabilitas nilai rupiah, memelihara stabilitas Sistem Pembayaran, dan turut menjaga Stabilitas Sistem Keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, Bank Indonesia menggunakan bauran kebijakan yang terdiri atas kebijakan moneter, kebijakan Sistem Pembayaran, serta kebijakan makroprudensial yang dilakukan secara dinamis dan terintegrasi. Melalui sinergi yang kuat dari 3 (tiga) kebijakan dimaksud, ekonomi tidak hanya tumbuh secara stabil, namun juga bersifat inklusif dan mendukung ekonomi berkelanjutan. Pencapaian tujuan bank sentral di bidang moneter hanya dapat tercapai apabila Stabilitas Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran terjaga. Dalam hal ini, peran kebijakan moneter dalam memengaruhi sektor riil akan ditransmisikan melalui bekerjanya sistem keuangan dan Sistem Pembayaran sehingga efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter sangat memerlukan sistem keuangan yang bekerja dengan efektif dan stabil serta Sistem Pembayaran yang cepat, mudah, efisien, aman, dan andal, dengan memperhatikan perluasan akses, kepentingan nasional, dan Pelindungan Konsumen. Di sisi lain, potensi risiko yang terjadi di sektor keuangan maupun perekonomian secara makro dapat diminimalisasi dengan kondisi moneter yang stabil. Stabilitas Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran terkait erat satu sama lain. Stabilitas Sistem Keuangan dapat tercapai apabila didukung oleh Sistem Pembayaran yang stabil sehingga Sistem Keuangan dapat bekerja efektif dan efisien, demikian pula sebaliknya. Dalam turut menjaga Stabilitas Sistem Keuangan, Bank Indonesia melakukan pengaturan dan pengawasan makroprudensial untuk mendorong fungsi intermediasi yang seimbang, berkualitas dan berkelanjutan, memitigasi dan mengelola risiko sistemik, meningkatkan inklusi ekonomi dan Inklusi Keuangan, serta keuangan berkelanjutan. Angka 4
Yang dimaksud dengan "stabilitas nilai rupiah" adalah kestabilan harga barang dan jasa serta nilai tukar rupiah. Perkembangan harga barang dan jasa secara umum diukur dari inflasi yang rendah dan stabil. Sementara itu, kestabilan nilai tukar rupiah diukur dari kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah dalam artian inflasi yang rendah, dan stabil, serta kestabilan nilai tukar rupiah sangat penting bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kestabilan nilai tukar rupiah diperlukan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk mendukung tercapainya inflasi yang rendah dan stabil. Yang dimaksud dengan "stabilitas Sistem Pembayaran" adalah kestabilan sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Stabilitas Sistem Pembayaran tercermin dari penyelenggaraan Sistem Pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal, serta ketersediaan uang rupiah yang berkualitas dan terpercaya, dengan tetap memerhatikan perluasan akses dan Pelindungan Konsumen. Stabilitas Sistem Pembayaran sangat penting dalam mendukung stabilitas rupiah dan sistem keuangan serta mendorong inklusi ekonomi dan keuangan dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. SK Nol63591A jdih.kemenkeu.go.id Dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan tersebut, Bank Indonesia bersinergi dan berkoordinasi dengan otoritas keuangan lainnya dalam mewujudkan sistem keuangan nasional yang mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal, sehingga dapat menjalankan fungsi intermediasi dan layanan jasa keuangan lainnya secara efektif untuk berkontribusi pada pertumbuhan perekonomian nasional. Yang dimaksud dengan "pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan" adalah perekonomian yang tumbuh sesuai dengan kapasitasnya dan inklusif sehingga terjaga stabil, seimbang, dan berdaya tahan terhadap gejolak, baik yang bersumber dari global maupun dalam negeri. Angka 3
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Hasil analisis, hasil riset, dan/atau hasil asesmen Stabilitas Sistem Keuangan dapat digunakan:
sebagai informasi kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan dan/atau rekomendasi kepada koordinator Komite Stabilitas Sistem Keuangan dalam rangka pengambilan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan;
untuk koordinasi Keuangan;dan kebijakan Stabilitas Sistem c. untuk kepentingan lainnya. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Angka 6
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah ...
Relevan terhadap
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516);
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6514) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 186 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6542);
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 880);
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur yang selanjutnya disingkat PT SMI adalah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur sebagaimana terakhir kali diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan ekonomi nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
Pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pinjaman PEN Daerah adalah dukungan pembiayaan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah berupa pinjaman untuk digunakan dalam rangka melakukan percepatan pemulihan ekonomi di Daerah sebagai bagian dari Program PEN.
Pinjaman Daerah Berbasis Program yang selanjutnya disebut Pinjaman Program adalah Pinjaman Daerah yang penarikannya mensyaratkan dipenuhinya Paket Kebijakan yang disepakati antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pinjaman Daerah Berbasis Kegiatan yang selanjutnya disebut Pinjaman Kegiatan adalah Pinjaman Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana tertentu yang menjadi kewenangan Daerah.
Paket Kebijakan adalah dokumen yang berisi program dan/atau kebijakan Pemerintah Daerah dalam rangka mendapatkan Pinjaman Program yang berkaitan dengan percepatan penanganan dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 ( COVID -19) pada aspek kesehatan, sosial, dan/atau percepatan pemulihan perekonomian di Daerah.
Perjanjian Pengelolaan Pinjaman adalah perjanjian atau nota kesepahaman antara Kementerian Keuangan dan PT SMI yang memuat kesepakatan mengenai pengelolaan Pinjaman PEN Daerah yang dananya bersumber dari Pemerintah dan PT SMI.
Perjanjian Pemberian Pinjaman adalah perjanjian antara PT SMI dengan Pemerintah Daerah yang memuat kesepakatan mengenai Pinjaman PEN Daerah.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan pengguna anggaran kementerian negara/lembaga.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/Pejabat Pembuat Komitmen yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/PPSPM atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.
Subsidi Bunga Pinjaman Daerah dalam rangka mendukung Program PEN yang selanjutnya disebut Subsidi Bunga adalah subsidi yang diberikan oleh Pemerintah terhadap bunga pinjaman yang diberikan oleh PT SMI kepada Pemerintah Daerah dalam rangka mendukung Program PEN.
Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 2 diubah, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2025
Relevan terhadap 8 lainnya
Ukur Besaran 1 2 3 4 5 2499.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 15 Rekomendasi Kebijakan Bidang Standardisasi Keamanan Produk 1 Rekomendasi Kebijakan 500.000.000 2501.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 16 Rekomendasi Kebijakan yang terkait dengan Bidang Perekonomian Daerah dan Sektor Riil 1 Rekomendasi Kebijakan 500.000.000 2503.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 17 Rekomendasi Kebijakan terkait Rasio Perpajakan 1 Rekomendasi Kebijakan 1.060.821.000 18 Rekomendasi Kebijakan yang terkait dengan Bidang Fiskal 1 Rekomendasi Kebijakan 500.000.000 2503.EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 19 Layanan Dukungan Kegiatan Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan 1 Layanan 2.413.128.000 20 Layanan Program dan Tata Kelola di Lingkungan Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan 1 Layanan 479.506.000 2511.EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 21 Layanan Dukungan Kegiatan Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional 1 Layanan 2.500.000.000 22 Layanan Program dan Tata Kelola di Lingkungan Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional 1 Layanan 500.000.000 2516.EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 23 Layanan Dukungan Kegiatan Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis 1 Layanan 2.000.000.000 24 Layanan Program dan Tata Kelola di Lingkungan Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis 1 Layanan 1.000.000.000 2518.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 25 Rekomendasi kebijakan yang terkait dengan bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan 1 Rekomendasi Kebijakan 500.000.000 2519.PBK Kebijakan Bidang Tenaga Kerja, Industri dan UMKM 26 Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Industri Berorientasi Ekspor 1 Rekomendasi Kebijakan 1.371.332.000 27 Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Industri Hilirisasi Komoditi 1 Rekomendasi Kebijakan 1.335.049.000 28 Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Industri Substitusi Impor 1 Rekomendasi Kebijakan 979.885.000 2520.ABT Kebijakan Bidang Ruang dan Pertanahan 29 Rekomendasi Kebijakan Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria 1 Rekomendasi Kebijakan 1.250.000.000 2521.ABB Kebijakan Bidang Investasi dan Perdagangan 30 Rekomendasi Kebijakan Bidang Fasilitasi Perdagangan 1 Rekomendasi Kebijakan 500.000.000
Kebudayaan (036) (dalam rupiah) Kode No Uraian Volume dan Satuan Ukur Besaran 1 2 3 4 5 036.01 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan 6336.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 1 Telaahan Staf Ahli Bidang Pemanfaatan Sumber Daya Ekonomi 1 Rekomendasi Kebijakan 450.000.000 6336.ABC Kebijakan Bidang Politik 2 Telaahan Staf Ahli Bidang Penguatan Stabilitas Politik dan Pemerintahan 1 Rekomendasi Kebijakan 450.000.000 6336.ABL Kebijakan Bidang Tata Kelola Pemerintahan 3 Telaahan Staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan 1 Rekomendasi Kebijakan 450.000.000 4 Telaahan Staf Ahli Bidang Transfomasi Birokrasi 1 Rekomendasi Kebijakan 450.000.000 6336.ABW Kebijakan Bidang Kemaritiman dan Kelautan 5 Telaahan Staf Ahli Bidang Sumber Daya Kemaritiman 1 Rekomendasi Kebijakan 450.000.000 6337.ABN Kebijakan Bidang Sosial 6 Rekomendasi Alternatif Kebijakan Bidang Bantuan dan Subsidi Tepat Sasaran 1 Rekomendasi Kebijakan 700.000.000 7 Rekomendasi Alternatif Kebijakan Bidang Pemberdayaan Disabilitas dan Lanjut Usia 1 Rekomendasi Kebijakan 600.000.000 8 Rekomendasi Alternatif Kebijakan Bidang Penanganan Kemiskinan 1 Rekomendasi Kebijakan 500.000.000 6337.AEA Koordinasi 9 Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan 1 kegiatan 800.000.000 6337.PBN Kebijakan Bidang Sosial 10 Kajian dan Telahaan Penyelenggaraan SJSN 1 Rekomendasi Kebijakan 776.190.000 6338.ABP Kebijakan Bidang Pengembangan Wilayah 11 Rekomendasi Alternatif Kebijakan Bidang Pemberdayaan Kawasan dan Mobilitas Spasial 1 Rekomendasi Kebijakan 340.000.000 12 Rekomendasi Alternatif Kebijakan Bidang Pemerataan Pembangunan Wilayah 1 Rekomendasi Kebijakan 392.926.000 6338.ABS Kebijakan Bidang Ketahanan bencana dan perubahan iklim 13 Rekomendasi Alternatif Kebijakan Bidang Kedaruratan dan Manajemen Pasca Bencana 1 Rekomendasi Kebijakan 545.000.000 14 Rekomendasi Alternatif Kebijakan Bidang Mitigasi Bencana dan Konflik Sosial 1 Rekomendasi Kebijakan 510.000.000 6339.ABG Kebijakan Bidang Kesehatan 15 Rekomendasi Alternatif Kebijakan Bidang Ketahanan Gizi dan Promosi Kesehatan 1 Rekomendasi Kebijakan 585.000.000
Satuan Ukur Besaran 1 2 3 4 5 142 Laporan Hasil Intelijen, Penindakan, dan Penyidikan 1 Laporan 47.927.142 4789.QHB Operasi Bidang Keamanan 143 Joint Task Force On Narcotics (PN) 1 operasi 542.725.000 015.06 Ditjen Perimbangan Keuangan 4729.BMB Komunikasi Publik 144 Layanan Kepustakaan 1 layanan 4.890.000 145 Publikasi Media Cetak 1 layanan 57.660.000 146 Publikasi Media Elektronik 1 layanan 41.666.666 4730.ABL Kebijakan Bidang Tata Kelola Pemerintahan 147 Rekomendasi Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Unit Eselon I 1 Rekomendasi Kebijakan 20.400.000 4730.EBA Layanan Dukungan Manajemen Internal 148 Rekomendasi Pengelolaan Organisasi 1 Laporan 444.594.250 4732.BMA Data dan Informasi Publik 149 Data Non Keuangan Daerah 1 Data 217.567.000 4772.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 150 Rekomendasi Pembiayaan dan Pendanaan Daerah (PU) 1 Rekomendasi Kebijakan 334.126.000 4779.FAC Peningkatan Kapasitas Aparatur Negara 151 Pelatihan pengelolaan dan pemanfaatan potensi Dana Desa 1 Orang 1.736.000 4779.UBB Fasilitasi dan Pembinaan Pemerintah Desa 152 Bimtek BUMDes (PN) 1 Desa 1.331.270 4780.FAE Pemantauan dan Evaluasi serta Pelaporan 153 Kajian Perkembangan Ekonomi dan Fiskal Daerah 1 Rekomendasi 87.834.666 154 Rekomendasi Kebijakan TKD yang Responsif Gender (PU) 1 Rekomendasi 544.404.000 4781.FAD Perencanaan dan Penganggaran 155 Rincian Alokasi DAK Nonfisik 1 Dokumen 182.229.000 156 Rincian Alokasi Dana Otonomi Khusus 1 Dokumen 133.955.000 157 Rincian Alokasi DAU 1 Dokumen 343.020.000 4781.FAH Pengelolaan Keuangan Negara 158 Laporan Keuangan TKD dan Hibah 1 Laporan 293.512.000 4782.ABA Kebijakan Bidang Ekonomi dan Keuangan 159 Rekomendasi Kebijakan DAK Nonfisik 1 Rekomendasi Kebijakan 172.531.000 160 Rekomendasi Kebijakan Dana Keistimewaan 1 Rekomendasi Kebijakan 131.246.000 161 Rekomendasi Kebijakan Dana Keistimewaan 1 Rekomendasi Kebijakan 254.250.000 162 Rekomendasi Kebijakan Dana Otonomi Khusus 1 Rekomendasi Kebijakan 127.866.000 015.07 Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko 4734.BMB Komunikasi Publik 163 Layanan Informasi dan Dokumentasi 1 kegiatan 543.613.000 4807.BMA Data dan Informasi Publik 164 Laporan Pengelolaan Pinjaman dan Hibah kepada masyarakat 1 publikasi 10.857.142 4807.FAE Pemantauan dan Evaluasi serta Pelaporan 165 Rekomendasi Strategi Pelaksanaan Hubungan Stakeholder dan Investor 1 Rekomendasi 36.329.000 4808.FAE Pemantauan dan Evaluasi serta Pelaporan 166 Rekomendasi Pengembangan Pembiayaan dan Risiko 1 Rekomendasi 56.820.000
Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah ...
Relevan terhadap
bahwa untuk memberikan stimulus perekonomian, pemerintah mengalokasikan belanja subsidi dalam rangka pemberian insentif fiskal pajak ditanggung pemerintah sebagai salah satu kebijakan fiskal;
bahwa agar pajak ditanggung pemerintah dapat ditatausahakan dan dikelola secara lebih tertib dan transparan sesuai dengan peraturan perundang- undangan, serta berdasarkan kewenangan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.05/2010 tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.05/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.05/2010 tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah;
Komite Pengawas Perpajakan
Relevan terhadap 1 lainnya
Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Komwasjak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Inspektorat Jenderal memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi terkait:
kebijakan dan administrasi Perpajakan; dan
pengaduan terkait Perpajakan dan tindak lanjut penanganannya.
Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Inspektorat Jenderal, sesuai kewenangannya, menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu- waktu berdasarkan permintaan Komwasjak.
Komwasjak mengadakan rapat koordinasi secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan dengan Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Inspektorat Jenderal.
Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
mengomunikasikan hasil kajian di bidang Perpajakan;
mengomunikasikan hasil evaluasi risiko strategis terkait kebijakan dan administrasi Perpajakan;
mengomunikasikan masukan atas rencana strategis Perpajakan dan strategi pencapaiannya;
memantau tindak lanjut penanganan pengaduan dan rekomendasi Komwasjak;
mengharmonisasikan bahan laporan kepada Menteri; dan
mendapatkan tanggapan dan masukan dari Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Inspektorat Jenderal.
Penerusan pengaduan terkait Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d, disampaikan kepada:
Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, dan/atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, untuk pengaduan terkait kebijakan Perpajakan dan pelaksanaan administrasi Perpajakan; dan
Inspektorat Jenderal, untuk pengaduan terkait aparatur Kementerian.
Hasil tindak lanjut penanganan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pajak, dan/atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada pengadu dan ditembuskan kepada Komwasjak.
Hasil tindak lanjut penanganan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan oleh Inspektorat Jenderal kepada pihak-pihak terkait sesuai dengan ketentuan penanganan pengaduan yang berlaku pada Kementerian dan dapat diinformasikan kepada Komwasjak.
Pemantauan tindak lanjut penanganan pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d dilakukan dalam bentuk:
rapat koordinasi; dan/atau
korespondensi.