Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Andalas pada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. ...
Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2012.
Relevan terhadap
DAK Bidang Pendidikan dialokasikan untuk meningkatkan pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun untuk memastikan semua anak Indonesia dapat mengikuti pendidikan dasar yang bermutu, dan meningkatkan mutu pendidikan dasar melalui penyediaan fasilitas dan sarana prasarana pendidikan yang lebih baik dan lengkap untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), serta secara bertahap memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
Untuk SD/SD Luar Biasa dengan lingkup kegiatan:
Penuntasan rehabilitasi ruang kelas rusak sedang dan berat;
Pembangunan ruang kelas baru;
Pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya; dan
Pengadaan sarana untuk peningkatan mutu pendidikan b. Untuk SMP/SMP Luar Biasa dengan lingkup kegiatan:
Penuntasan rehabilitasi ruang kelas rusak sedang dan berat;
Pembangunan ruang kelas baru untuk memenuhi kesenjangan antara jumlah rombongan belajar dengan jumlah ruang kelas yang ada dan memenuhi target angka partisipasi kasar di tahun 2015;
Pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya; dan
Pembangunan ruang belajar lainnya termasuk penyediaan alat pendidikan untuk laboratorium IPA, komputer, bahasa, dan ruang keterampilan/serbaguna.
DAK Bidang Kesehatan dialokasikan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dalam rangka percepatan penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak, serta dukungan program jaminan persalinan dan jaminan kesehatan di Puskesmas dan kelas III Rumah Sakit (RS) melalui peningkatan sarana dan prasarana di Puskesmas dan jaringannya, Poskesdes dan RS provinsi, dan kabupaten/kota. Selain itu DAK Bidang Kesehatan dialokasikan juga untuk penyediaan obat dan sarana pendukung pengelolaan obat, perbekalan kesehatan dan vaksin yang berkhasiat, aman, bermutu dan bermanfaat, terutama untuk pelayanan kesehatan penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Kesehatan Pelayanan Dasar, Pelayanan Rujukan, dan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas kegiatan sebagai berikut:
Kesehatan Pelayanan Dasar ditujukan untuk pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan bagi puskesmas dan jaringannya, yang terdiri atas kegiatan:
peningkatan puskesmas mampu menjalankan persalinan normal;
peningkatan puskesmas menjadi puskesmas perawatan/ puskesmas mampu Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergency Dasar, termasuk rumah dinas tenaga kesehatan (nakes) terutama di daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan;
pembangunan puskesmas baru termasuk rumah dinas nakes; dan 4. pembangunan Poskesdes.
Kegiatan Bidang Kesehatan Pelayanan Rujukan terdiri atas kegiatan sebagai berikut:
pemenuhan fasilitas tempat tidur kelas III RS;
pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif RS;
pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan Instalasi Gawat Darurat RS; dan
pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan untuk pelayanan darah.
Kesehatan Farmasi terdiri atas kegiatan:
pengadaan obat dan perbekalan kesehatan;
pembangunan baru/rehabilitasi dan penyediaan sarana pendukung instalasi farmasi kabupaten dan kota; dan
pembangunan baru instalasi farmasi gugus pulau/satelit dan sarana pendukungnya.
DAK Bidang Infrastruktur Jalan dialokasikan untuk membiayai kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar yang menjadi kewenangan daerah namun merupakan program prioritas nasional yang terintegrasi di bidang jalan.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Infrastruktur Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas kegiatan pemeliharaan berkala jalan dan jembatan provinsi, kabupaten/kota, peningkatan kapasitas jalan dan jembatan provinsi, kabupaten/kota, serta pembangunan jalan dan jembatan provinsi, kabupaten/kota.
DAK Bidang Infrastruktur Irigasi dialokasikan untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas tingkat layanan irigasi pada daerah irigasi yang menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota sehingga dapat sejalan dan mendukung upaya Pemerintah dalam rangka pemenuhan target “Surplus Beras Minimal 10 Juta Ton dalam jangka waktu 5-10 tahun”.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Infrastruktur Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri atas kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi pada daerah irigasi yang rusak agar kualitas layanan irigasi dapat segera kembali seperti sedia kala dan peningkatan jaringan irigasi sebagai perwujudan kontribusi daerah terhadap pemenuhan target nasional tersebut.
DAK Bidang Infrastruktur Air Minum dialokasikan untuk mendukung peningkatan cakupan pelayanan air minum untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi SPM penyediaan air minum.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Infrastruktur Air Minum sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terdiri atas kegiatan peningkatan sambungan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan, pemasangan master meter untuk masyarakat miskin perkotaan, serta peningkatan pelayanan air minum di lokasi rawan air dan/atau terpencil.
DAK Bidang Infrastruktur Sanitasi dialokasikan untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi SPM penyediaan sanitasi.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Infrastruktur Sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) terdiri atas:
pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal;
pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R ( reduce, reuse , dan recycle ); dan
pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan, ecodrainage , drainase skala kawasan.
DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah dialokasikan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di daerah pemekaran dan daerah yang terkena dampak pemekaran sampai dengan tahun 2009 dan daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya belum layak dan memadai. Prioritas diberikan kepada daerah pemekaran tahun 2007 sampai dengan tahun 2009, dan daerah non pemekaran tertentu.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (12) terdiri atas kegiatan pembangunan kantor Bupati, Walikota, Sekretariat Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat DPRD, Dinas, Badan dan Kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya.
DAK Bidang Kelautan dan Perikanan dialokasikan untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, mutu, pemasaran, pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, penyuluhan, statistik kelautan dan perikanan serta penyediaan sarana prasarana pemberdayaan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang terkait dengan peningkatan produksi perikanan terutama pada daerah yang memiliki potensi dan sudah ditetapkan sebagai wilayah pengembangan perikanan (Minapolitan).
Lingkup kegiatan DAK Bidang Kelautan dan Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (14) terdiri atas:
pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap termasuk didalamnya pengadaan kapal untuk provinsi;
pengembangan sarana dan prasarana perikanan budidaya;
pengembangan sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan;
pengembangan sarana dan prasarana pemberdayaan ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil;
pengembangan sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan;
pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan; dan
pengembangan sarana statistik kelautan dan perikanan.
DAK Bidang Pertanian dialokasikan untuk mendukung pengamanan dan peningkatan produksi bahan pangan dalam negeri dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (16) terdiri atas:
perluasan areal pertanian;
penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan air;
penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan lahan;
penyediaan lumbung pangan masyarakat atau gudang pangan pemerintah;
pembangunan/rehabilitasi Balai Penyuluhan Pertanian di Kecamatan;
penyediaan prasarana dan sarana Balai Perbenihan/Perbibitan Kabupaten untuk Tanaman Pangan/Hortikultura/ Perkebunan/ Peternakan;
pembangunan/rehabilitasi Pusat/Pos/Klinik Pelayanan Kesehatan Hewan dan Inseminasi Buatan; dan
penanganan pasca panen.
DAK Bidang Lingkungan Hidup dialokasikan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di daerah, dengan meningkatkan peran dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota terutama untuk meningkatkan kualitas air, udara dan tanah di wilayahnya melalui pengadaan sarana dan prasarana fisik penunjang.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (18) terdiri atas:
pemantauan kualitas air yang dilakukan melalui kegiatan pembangunan gedung laboratorium, penyediaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas air, pembangunan laboratorium bergerak, dan kendaraan operasional;
pengendalian pencemaran melalui kegiatan penerapan teknologi sederhana untuk pengurangan limbah, Taman Kehati, Instalasi Pengolahan Air Limbah medik dan Usaha Kecil dan Menengah, dan pengadaan kendaraan pengangkut sampah;
pengendalian polusi udara melalui kegiatan pengadaan alat pemantau kualitas udara; dan
perlindungan sumber daya air melalui kegiatan penanaman di luar kawasan hutan, dan pengadaan papan informasi.
DAK Bidang KB dialokasikan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB melalui peningkatan:
daya jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, dan pembinaan program KB tenaga lini lapangan;
sarana dan prasarana fisik pelayanan KB;
sarana fisik pelayanan komunikasi, informasi, dan edukasi program KB;
sarana fisik pembinaan tumbuh kembang anak; dan
sarana pengolahan data dan informasi.
Lingkup kegiatan DAK Bidang KB sebagaimana dimaksud pada ayat (20) terdiri atas:
penyediaan sarana mobilitas (motor) dan sarana pengelolaan data berbasis teknologi informasi ( personal computer ) bagi Penyuluh KB (PKB)/Petugas Lapangan KB (PLKB)/Petugas Penyuluh Lapangan KB (PPLKB);
pemenuhan sarana pelayanan KB di Klinik KB statis (Implant Kit, IUD Kit) dan sarana Pelayanan KB Keliling (MUYAN) dan pembangunan Gudang Alat/Obat Kontrasepsi; dan
penyediaan sarana dan prasarana penerangan KB keliling (MUPEN), pengadaan Public Adress dan KIE.
DAK Bidang Kehutanan dialokasikan untuk meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai, dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya dukung sumber daya hutan, tanah, dan air.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (22) terdiri atas:
rehabilitasi hutan produksi, hutan lindung, lahan kritis, Taman Hutan Raya (Tahura) dan Hutan Kota;
sarana dan prasarana pengamanan hutan;
sarana dan prasarana Tahura;
sarana dan prasarana Kesatuan Pengelolaan Hutan; dan
sarana dan prasarana penyuluhan (24) DAK Bidang Sarana Perdagangan dialokasikan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana perdagangan untuk mendukung pasokan dan ketersediaan barang (terutama bahan pokok), serta pelaksanaan tertib ukur sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan mendukung upaya perlindungan konsumen, terutama di daerah-daerah pedesaan, tertinggal, terpencil, perbatasan, dan daerah pemekaran, serta daerah yang minim sarana perdagangannya.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Sarana Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (24) terdiri atas:
pendanaan kegiatan pembangunan dan pengembangan pasar tradisional;
peningkatan sarana metrologi legal; dan
pembangunan gudang, fasilitas dan peralatan penunjangnya dalam kerangka Sistem Resi Gudang.
DAK Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal dialokasikan untuk melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar, sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang sudah relatif lebih maju.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (26) terdiri atas:
penyediaan moda transportasi darat/perairan untuk meningkatkan mobilitas barang dan penumpang antar wilayah perdesaan dengan pusat pertumbuhan;
pembangunan dan rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu untuk mendukung angkutan orang dan barang, khususnya dermaga kecil atau tambatan perahu di wilayah pesisir yang tidak ditangani Kementerian Perhubungan;
penyediaan/pembangunan pembangkit energi listrik perdesaan yang memanfaatkan sumber energi mikrohidro dan pikohidro;
pembangunan/rehabilitasi embung irigasi untuk menunjang sektor pertanian; dan
pembangunan/rehabilitasi jembatan antardesa.
DAK Bidang Listrik Perdesaan dialokasikan untuk mendanai kegiatan fisik bidang energi baru terbarukan yang meliputi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) baru, rehabilitasi PLTMH yang rusak, perluasan/peningkatan pelayanan tenaga listrik dari PLTMH, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat (komunal), serta Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid .
Lingkup kegiatan DAK Bidang Listrik Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (28) terdiri atas kegiatan pembangunan pembangkit listrik dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan.
DAK Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman dialokasikan untuk meningkatkan penyediaan prasarana, sarana dan utilitas perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka menstimulan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kabupaten/kota.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (30) terdiri atas kegiatan membantu daerah dalam mendanai kebutuhan fisik infrastruktur perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka mencapai SPM meliputi:
penyediaan sarana dan prasarana air minum;
parana septik tank komunal;
tempat pengolahan sampah terpadu ;
jaringan distribusi listrik; dan
penerangan jalan umum (32) DAK Bidang Keselamatan Transportasi Darat dialokasikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan terutama keselamatan bagi pengguna transportasi jalan di kabupaten/kota guna menurunkan tingkat kecelakaan pada lalu lintas angkutan jalan dalam rangka melaksanakan rencana aksi “ road map to zero accident ”.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Keselamatan Transportasi Darat sebagaimana dimaksud pada ayat (32) terdiri atas kegiatan pengadaan dan pemasangan fasilitas dan peralatan keselamatan jalan melalui pemasangan rambu jalan, marka jalan, pagar pengaman jalan, alat pengatur isyarat lalu lintas, paku jalan, dan delienator .
DAK Bidang Transportasi Perdesaan dialokasikan untuk:
Meningkatkan ketersediaan dan kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan transportasi, serta mengembangkan keperintisan transportasi darat, sungai, danau, perairan dan laut di daerah perdesaan;
pengembangan sarana dan prasarana transportasi perdesaan yang diprioritaskan untuk mendukung pusat-pusat pertumbuhan di kawasan strategis cepat tumbuh (sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata); dan
mendukung keberlanjutan atas pemanfaatan angkutan perdesaan.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Transportasi Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (34) terdiri atas:
jalan poros desa melalui pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jalan antar desa yang menghubungkan sentra produksi dengan sentra pemasaran di kawasan strategis cepat tumbuh; dan
penyediaan angkutan perdesaan melalui pengadaan sarana transportasi angkutan penumpang dan barang yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah.
DAK Bidang Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan dialokasikan untuk mendukung kebijakan pembangunan kawasan perbatasan, yaitu mengatasi keterisolasian wilayah yang dapat menghambat upaya pengamanan batas wilayah, pelayanan sosial dasar, serta pengembangan kegiatan ekonomi lokal secara berkelanjutan di kecamatan-kecamatan perbatasan.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (36) terdiri atas:
Pembangunan jalan/peningkatan kondisi permukaan jalan non- status yang menghubungkan kecamatan perbatasan prioritas dengan pusat kegiatan di sekitarnya, yang disinergikan dengan pelaksanaan kegiatan DAK jalan, Dana Dekonsentrasi/ TugasPembantuan Kementerian Pekerjaan Umum, serta APBD;
Pembangunan dan rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu untuk mendukung angkutan orang dan barang, khususnya dermaga kecil atau tambatan perahu di wilayah pesisir yang tidak ditangani Kementerian Perhubungan, yang disinergikan dengan pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Kementerian Perhubungan, Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan APBD; dan
penyediaan moda transportasi perairan/kepulauan untuk meningkatkan arus orang, barang dan jasa, yang disinergikan dengan pelaksanakan kegiatan Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Kementerian Perhubungan dan APBD.
Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2012
Relevan terhadap
DAK Bidang Pendidikan dialokasikan untuk meningkatkan pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun untuk memastikan semua anak Indonesia dapat mengikuti pendidikan dasar yang bermutu, dan meningkatkan mutu pendidikan dasar melalui penyediaan fasilitas dan sarana prasarana pendidikan yang lebih baik dan lengkap untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), serta secara bertahap memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
Untuk SD/SD Luar Biasa dengan lingkup kegiatan:
Penuntasan rehabilitasi ruang kelas rusak sedang dan berat;
Pembangunan ruang kelas baru;
Pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya; dan
Pengadaan sarana untuk peningkatan mutu pendidikan b. Untuk SMP/SMP Luar Biasa dengan lingkup kegiatan:
Penuntasan rehabilitasi ruang kelas rusak sedang dan berat;
Pembangunan ruang kelas baru untuk memenuhi kesenjangan antara jumlah rombongan belajar dengan jumlah ruang kelas yang ada dan memenuhi target angka partisipasi kasar di tahun 2015;
Pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya; dan
Pembangunan ruang belajar lainnya termasuk penyediaan alat pendidikan untuk laboratorium IPA, komputer, bahasa, dan ruang keterampilan/serbaguna.
DAK Bidang Kesehatan dialokasikan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dalam rangka percepatan penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak, serta dukungan program jaminan persalinan dan jaminan kesehatan di Puskesmas dan kelas III Rumah Sakit (RS) melalui peningkatan sarana dan prasarana di Puskesmas dan jaringannya, Poskesdes dan RS provinsi, dan kabupaten/kota. Selain itu DAK Bidang Kesehatan dialokasikan juga untuk penyediaan obat dan sarana pendukung pengelolaan obat, perbekalan kesehatan dan vaksin yang berkhasiat, aman, bermutu dan bermanfaat, terutama untuk pelayanan kesehatan penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Kesehatan Pelayanan Dasar, Pelayanan Rujukan, dan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas kegiatan sebagai berikut:
Kesehatan Pelayanan Dasar ditujukan untuk pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan bagi puskesmas dan jaringannya, yang terdiri atas kegiatan:
peningkatan puskesmas mampu menjalankan persalinan normal;
peningkatan puskesmas menjadi puskesmas perawatan/ puskesmas mampu Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergency Dasar, termasuk rumah dinas tenaga kesehatan (nakes) terutama di daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan;
pembangunan puskesmas baru termasuk rumah dinas nakes; dan 4. pembangunan Poskesdes.
Kegiatan Bidang Kesehatan Pelayanan Rujukan terdiri atas kegiatan sebagai berikut:
pemenuhan fasilitas tempat tidur kelas III RS;
pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif RS;
pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan Instalasi Gawat Darurat RS; dan
pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan untuk pelayanan darah.
Kesehatan Farmasi terdiri atas kegiatan:
pengadaan obat dan perbekalan kesehatan;
pembangunan baru/rehabilitasi dan penyediaan sarana pendukung instalasi farmasi kabupaten dan kota; dan
pembangunan baru instalasi farmasi gugus pulau/satelit dan sarana pendukungnya.
DAK Bidang Infrastruktur Jalan dialokasikan untuk membiayai kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar yang menjadi kewenangan daerah namun merupakan program prioritas nasional yang terintegrasi di bidang jalan.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Infrastruktur Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas kegiatan pemeliharaan berkala jalan dan jembatan provinsi, kabupaten/kota, peningkatan kapasitas jalan dan jembatan provinsi, kabupaten/kota, serta pembangunan jalan dan jembatan provinsi, kabupaten/kota.
DAK Bidang Infrastruktur Irigasi dialokasikan untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas tingkat layanan irigasi pada daerah irigasi yang menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota sehingga dapat sejalan dan mendukung upaya Pemerintah dalam rangka pemenuhan target “Surplus Beras Minimal 10 Juta Ton dalam jangka waktu 5-10 tahun”.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Infrastruktur Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri atas kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi pada daerah irigasi yang rusak agar kualitas layanan irigasi dapat segera kembali seperti sedia kala dan peningkatan jaringan irigasi sebagai perwujudan kontribusi daerah terhadap pemenuhan target nasional tersebut.
DAK Bidang Infrastruktur Air Minum dialokasikan untuk mendukung peningkatan cakupan pelayanan air minum untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi SPM penyediaan air minum.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Infrastruktur Air Minum sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terdiri atas kegiatan peningkatan sambungan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan, pemasangan master meter untuk masyarakat miskin perkotaan, serta peningkatan pelayanan air minum di lokasi rawan air dan/atau terpencil.
DAK Bidang Infrastruktur Sanitasi dialokasikan untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi SPM penyediaan sanitasi.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Infrastruktur Sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) terdiri atas:
pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal;
pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R ( reduce, reuse , dan recycle ); dan
pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan, ecodrainage , drainase skala kawasan.
DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah dialokasikan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di daerah pemekaran dan daerah yang terkena dampak pemekaran sampai dengan tahun 2009 dan daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya belum layak dan memadai. Prioritas diberikan kepada daerah pemekaran tahun 2007 sampai dengan tahun 2009, dan daerah non pemekaran tertentu.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (12) terdiri atas kegiatan pembangunan kantor Bupati, Walikota, Sekretariat Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat DPRD, Dinas, Badan dan Kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya.
DAK Bidang Kelautan dan Perikanan dialokasikan untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, mutu, pemasaran, pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, penyuluhan, statistik kelautan dan perikanan serta penyediaan sarana prasarana pemberdayaan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang terkait dengan peningkatan produksi perikanan terutama pada daerah yang memiliki potensi dan sudah ditetapkan sebagai wilayah pengembangan perikanan (Minapolitan).
Lingkup kegiatan DAK Bidang Kelautan dan Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (14) terdiri atas:
pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap termasuk didalamnya pengadaan kapal untuk provinsi;
pengembangan sarana dan prasarana perikanan budidaya;
pengembangan sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan;
pengembangan sarana dan prasarana pemberdayaan ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil;
pengembangan sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan;
pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan; dan
pengembangan sarana statistik kelautan dan perikanan.
DAK Bidang Pertanian dialokasikan untuk mendukung pengamanan dan peningkatan produksi bahan pangan dalam negeri dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (16) terdiri atas:
perluasan areal pertanian;
penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan air;
penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan lahan;
penyediaan lumbung pangan masyarakat atau gudang pangan pemerintah;
pembangunan/rehabilitasi Balai Penyuluhan Pertanian di Kecamatan;
penyediaan prasarana dan sarana Balai Perbenihan/Perbibitan Kabupaten untuk Tanaman Pangan/Hortikultura/ Perkebunan/ Peternakan;
pembangunan/rehabilitasi Pusat/Pos/Klinik Pelayanan Kesehatan Hewan dan Inseminasi Buatan; dan
penanganan pasca panen.
DAK Bidang Lingkungan Hidup dialokasikan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di daerah, dengan meningkatkan peran dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota terutama untuk meningkatkan kualitas air, udara dan tanah di wilayahnya melalui pengadaan sarana dan prasarana fisik penunjang.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (18) terdiri atas:
pemantauan kualitas air yang dilakukan melalui kegiatan pembangunan gedung laboratorium, penyediaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas air, pembangunan laboratorium bergerak, dan kendaraan operasional;
pengendalian pencemaran melalui kegiatan penerapan teknologi sederhana untuk pengurangan limbah, Taman Kehati, Instalasi Pengolahan Air Limbah medik dan Usaha Kecil dan Menengah, dan pengadaan kendaraan pengangkut sampah;
pengendalian polusi udara melalui kegiatan pengadaan alat pemantau kualitas udara; dan
perlindungan sumber daya air melalui kegiatan penanaman di luar kawasan hutan, dan pengadaan papan informasi.
DAK Bidang KB dialokasikan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB melalui peningkatan:
daya jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, dan pembinaan program KB tenaga lini lapangan;
sarana dan prasarana fisik pelayanan KB;
sarana fisik pelayanan komunikasi, informasi, dan edukasi program KB;
sarana fisik pembinaan tumbuh kembang anak; dan
sarana pengolahan data dan informasi.
Lingkup kegiatan DAK Bidang KB sebagaimana dimaksud pada ayat (20) terdiri atas:
penyediaan sarana mobilitas (motor) dan sarana pengelolaan data berbasis teknologi informasi ( personal computer ) bagi Penyuluh KB (PKB)/Petugas Lapangan KB (PLKB)/Petugas Penyuluh Lapangan KB (PPLKB);
pemenuhan sarana pelayanan KB di Klinik KB statis (Implant Kit, IUD Kit) dan sarana Pelayanan KB Keliling (MUYAN) dan pembangunan Gudang Alat/Obat Kontrasepsi; dan
penyediaan sarana dan prasarana penerangan KB keliling (MUPEN), pengadaan Public Adress dan KIE.
DAK Bidang Kehutanan dialokasikan untuk meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai, dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya dukung sumber daya hutan, tanah, dan air.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (22) terdiri atas:
rehabilitasi hutan produksi, hutan lindung, lahan kritis, Taman Hutan Raya (Tahura) dan Hutan Kota;
sarana dan prasarana pengamanan hutan;
sarana dan prasarana Tahura;
sarana dan prasarana Kesatuan Pengelolaan Hutan; dan
sarana dan prasarana penyuluhan (24) DAK Bidang Sarana Perdagangan dialokasikan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana perdagangan untuk mendukung pasokan dan ketersediaan barang (terutama bahan pokok), serta pelaksanaan tertib ukur sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan mendukung upaya perlindungan konsumen, terutama di daerah-daerah pedesaan, tertinggal, terpencil, perbatasan, dan daerah pemekaran, serta daerah yang minim sarana perdagangannya.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Sarana Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (24) terdiri atas:
pendanaan kegiatan pembangunan dan pengembangan pasar tradisional;
peningkatan sarana metrologi legal; dan
pembangunan gudang, fasilitas dan peralatan penunjangnya dalam kerangka Sistem Resi Gudang.
DAK Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal dialokasikan untuk melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar, sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang sudah relatif lebih maju.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (26) terdiri atas:
penyediaan moda transportasi darat/perairan untuk meningkatkan mobilitas barang dan penumpang antar wilayah perdesaan dengan pusat pertumbuhan;
pembangunan dan rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu untuk mendukung angkutan orang dan barang, khususnya dermaga kecil atau tambatan perahu di wilayah pesisir yang tidak ditangani Kementerian Perhubungan;
penyediaan/pembangunan pembangkit energi listrik perdesaan yang memanfaatkan sumber energi mikrohidro dan pikohidro;
pembangunan/rehabilitasi embung irigasi untuk menunjang sektor pertanian; dan
pembangunan/rehabilitasi jembatan antardesa.
DAK Bidang Listrik Perdesaan dialokasikan untuk mendanai kegiatan fisik bidang energi baru terbarukan yang meliputi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) baru, rehabilitasi PLTMH yang rusak, perluasan/peningkatan pelayanan tenaga listrik dari PLTMH, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat (komunal), serta Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid .
Lingkup kegiatan DAK Bidang Listrik Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (28) terdiri atas kegiatan pembangunan pembangkit listrik dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan.
DAK Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman dialokasikan untuk meningkatkan penyediaan prasarana, sarana dan utilitas perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka menstimulan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kabupaten/kota.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (30) terdiri atas kegiatan membantu daerah dalam mendanai kebutuhan fisik infrastruktur perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka mencapai SPM meliputi:
penyediaan sarana dan prasarana air minum;
parana septik tank komunal;
tempat pengolahan sampah terpadu ;
jaringan distribusi listrik; dan
penerangan jalan umum (32) DAK Bidang Keselamatan Transportasi Darat dialokasikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan terutama keselamatan bagi pengguna transportasi jalan di kabupaten/kota guna menurunkan tingkat kecelakaan pada lalu lintas angkutan jalan dalam rangka melaksanakan rencana aksi “ road map to zero accident ”.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Keselamatan Transportasi Darat sebagaimana dimaksud pada ayat (32) terdiri atas kegiatan pengadaan dan pemasangan fasilitas dan peralatan keselamatan jalan melalui pemasangan rambu jalan, marka jalan, pagar pengaman jalan, alat pengatur isyarat lalu lintas, paku jalan, dan delienator .
DAK Bidang Transportasi Perdesaan dialokasikan untuk:
Meningkatkan ketersediaan dan kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan transportasi, serta mengembangkan keperintisan transportasi darat, sungai, danau, perairan dan laut di daerah perdesaan;
pengembangan sarana dan prasarana transportasi perdesaan yang diprioritaskan untuk mendukung pusat-pusat pertumbuhan di kawasan strategis cepat tumbuh (sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata); dan
mendukung keberlanjutan atas pemanfaatan angkutan perdesaan.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Transportasi Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (34) terdiri atas:
jalan poros desa melalui pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jalan antar desa yang menghubungkan sentra produksi dengan sentra pemasaran di kawasan strategis cepat tumbuh; dan
penyediaan angkutan perdesaan melalui pengadaan sarana transportasi angkutan penumpang dan barang yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah.
DAK Bidang Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan dialokasikan untuk mendukung kebijakan pembangunan kawasan perbatasan, yaitu mengatasi keterisolasian wilayah yang dapat menghambat upaya pengamanan batas wilayah, pelayanan sosial dasar, serta pengembangan kegiatan ekonomi lokal secara berkelanjutan di kecamatan-kecamatan perbatasan.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (36) terdiri atas:
Pembangunan jalan/peningkatan kondisi permukaan jalan non- status yang menghubungkan kecamatan perbatasan prioritas dengan pusat kegiatan di sekitarnya, yang disinergikan dengan pelaksanaan kegiatan DAK jalan, Dana Dekonsentrasi/ TugasPembantuan Kementerian Pekerjaan Umum, serta APBD;
Pembangunan dan rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu untuk mendukung angkutan orang dan barang, khususnya dermaga kecil atau tambatan perahu di wilayah pesisir yang tidak ditangani Kementerian Perhubungan, yang disinergikan dengan pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Kementerian Perhubungan, Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan APBD; dan
penyediaan moda transportasi perairan/kepulauan untuk meningkatkan arus orang, barang dan jasa, yang disinergikan dengan pelaksanakan kegiatan Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Kementerian Perhubungan dan APBD.
Tata Cara Pengelolaan Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
Relevan terhadap
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas be ban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 3. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 4. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut Menteri Perencanaan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. 5. Kementerian Keuangan adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 6. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang selanjutnya disebut Kementerian Perencanaan adalah kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perencanaan pembangunan nasional untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan. 7. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. 8. Proyek adalah kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang merupakan bagian dari program yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga yang pembiayaannya bersumber dari penerbitan SBSN dalam APBN. 9. Kementerian Negara yang selanjutnya Kementerian adalah perangkat Pemerintah membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. disebut yang jdih.kemenkeu.go.id 10. Lembaga adalah organisasi non Kementerian dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya. 11. Pemrakarsa Proyek adalah Kementerian/Lembaga dan/atau penerima penerusan SBSN yang menyampaikan usulan Proyek. 12. Indikasi Proyek adalah usulan Proyek yang disampaikan oleh Pemrakarsa Proyek se bagai bagian dari rancangan awal rencana kerja Pemerintah Kementerian/Lembaga. 13. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi pengelolaan pembiayaan dan risiko. 14. Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi penganggaran. 15. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi pengelolaan pembiayaan dan risiko. 16. Batas Maksimal Penerbitan adalah nilai maksimal nominal penerbitan SBSN yang digunakan untuk pembiayaan Proyek. 1 7. Daftar Prioritas Proyek adalah daftar Proyek yang berdasarkan penilaian Kementerian Perencanaan dinyatakan siap dan layak untuk diusulkan pembiayaannya melalui SBSN pada tahun anggaran tertentu kepada Menteri. 18. Rencana Penarikan Dana adalah dokumen yang memuat proyeksi penarikan dana Proyek selama masa pelaksanaan Proyek yang disusun oleh Pemrakarsa Proyek. 19. Rupiah Murni Pendamping SBSN yang selanjutnya disingkat RMP SBSN adalah dana rupiah murni yang disediakan Pemerintah untuk mendampingi alokasi pembiayaan Proyek yang bersumber dari hasil penerbitan SBSN. 20. Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran bendahara umum negara. 21. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dan digunakan se bagai acuan oleh pengguna anggaran/ kuasa pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN. 22. Pemantau Proyek SBSN yang selanjutnya disebut Pemantau Proyek adalah seluruh pihak baik individu I\ jdih.kemenkeu.go.id maupun institusi yang melakukan pemantauan dan/atau kegiatan kunjungan atas pelaksanaan Proyek di lokasi pelaksanaan Proyek. 23. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disingkat KPBU adalah kerjasama antara Pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak. 24. Rekening Khusus SBSN adalah rekening yang dibuka oleh Menteri pada Bank· Indonesia atau bank umum syariah untuk menampung dan menyalurkan dana hasil penerbitan SBSN. BAB II PERSIAPAN PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SBSN Pasal 2 (1) Pemerintah dapat menerbitkan SBSN untuk membiayai Proyek. (2) Kewenangan penerbitan SBSN untuk membiayai Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri. (3) Penerbitan SBSN dalam rangka pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk Proyek yang telah mendapatkan alokasi dalam APBN. Pasal 3 (1) Sebelum dimulainya penerbitan SBSN untuk pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kementerian Keuangan c.q. DJPPR menyiapkan langkah- langkah koordinasi terkait aspek kebijakan dalam rangka penyiapan rencana pembiayaan Proyek untuk tahun anggaran yang direncanakan, yang meliputi:
aspek prioritas pembiayaan Proyek untuk tahun anggaran berkenaan sesuai rencana pembangunan jangka menengah nasional dan/atau dokumen perencanaan pembangunan lainnya;
aspek belanja dan penganggaran untuk pembiayaan Proyek pada tahun anggaran berkenaan, termasuk indikasi atau prakiraan ketersediaan anggaran untuk tahun anggaran yang direncanakan; dan
aspek pengelolaan pembiayaan Proyek, termasuk evaluasi pembiayaan Proyek tahun anggaran sebelumnya dan rencana kerja pembiayaan Proyek untuk tahun anggaran yang direncanakan. (2) Koordinasi terkait aspek kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat pada jdih.kemenkeu.go.id triwulan IV sebelum tahun pengalokasian Proyek dalam APBN. (3) Koordinasi terkait aspek kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilakukan oleh Kementerian Keuangan c.q. DJPPR bersama dengan:
Kementerian Perencanaan terkait aspek prioritas pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
DJA terkait aspek belanja dan penganggaran bagi pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. (4) Hasil koordinasi terkait aspek kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman dalam operasional penyiapan rencana pembiayaan Proyek, yang meliputi:
bahan masukan dan pertimbangan dalam rapat koordinasi penyusunan bahan pagu rancangan APBN untuk penyiapan rencana pembiayaan Proyek tahun anggaran yang direncanakan; dan
bahan masukan dan pertimbangan dalam penyusunan rencana kerja program pengelolaan pembiayaan Proyek untuk tahun anggaran yang direncanakan. Pasal 4 (1) Pimpinan Kementerian/Lembaga menyampaikan Indikasi Proyek kepada Menteri dan Menteri Perencanaan paling lambat pada minggu kedua bulan Januari dalam tahun pengalokasian Proyek dalam APBN. (2) Indikasi Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
Proyek yang bersumber dari daftar rencana Proyek jangka menengah yang telah disusun oleh Kementerian/ Lembaga; dan
komitmen Proyek tahun jamak Kementerian/ Lembaga bersangkutan yang belum terselesaikan. (3) Indikasi Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk proyek yang telah dan/ a tau akan diusulkan untuk dibiayai melalui sumber dana selain SBSN. (4) Dalam hal Proyek penerusan SBSN, Indikasi Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disampaikan oleh pemimpin PPA BUN yang bertanggung jawab atas kegiatan pengelolaan penerusan SBSN. Pasal 5 (1) Sebelum dimulainya penyusunan bahan pagu rancangan APBN, Kementerian Keuangan c.q. DJPPR menyelenggarakan rapat koordinasi dalam rangka:
menyampaikan pokok-pokok kebijakan dalam pembiayaan Proyek untuk tahun anggaran yang direncanakan sesuai hasil koordinasi terkait aspek ke bij akan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
mendapatkan konfirmasi atas Indikasi Proyek yang disampaikan oleh Kementerian/Lembaga se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan jdih.kemenkeu.go.id c. menyampaikan tindak lanjut untuk peny1apan rencana pengganggaran Proyek dalam rancangan APBN. (2) Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh DJPPR bersama DJA, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian/Lembaga calon Pemrakarsa Proyek. BAB III BATAS MAKSIMAL PENERBITAN Pasal 6 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani strategi dan portofolio pembiayaan menyusun Batas Maksimal Penerbitan. (2) Batas Maksimal Penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan:
kebutuhan riil pembiayaan Proyek berdasarkan Indikasi Proyek se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
kemampuan membayar kembali;
batas maksimal kumulatif utang; dan
risiko utang. (3) Direktur Jenderal mengajukan Batas Maksimal Penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan penetapan Menteri, paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah Menteri menerima Indikasi Proyek dari Kementerian/Lembaga. (4) Batas Maksimal Penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Menteri kepada Menteri Perencanaan.
(2) (3) BAB IV PENGANGGARAN PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SBSN Bagian Kesatu Penyusunan Pagu Indikatif Rancangan APBN Pasal 7 Pada triwulan I tahun pengalokasian Proyek dalam APBN, Kementerian Keuangan c.q. DJPPR menyelenggarakan rapat koordinasi/trilateral meeting I untuk menyusun bahan pagu indikatif Rancangan APBN yang bersumber dari SBSN. Rapat koordinasi/ trilateral meeting I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh DJPPR bersama DJA, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian/ Lembaga calon Pemrakarsa Proyek. Kernen terian / Lem baga cal on Pemrakarsa Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
Kementerian/Lembaga yang telah menyampaikan Indikasi Proyek se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan/atau jdih.kemenkeu.go.id b. Kementerian/Lembaga yang telah menyampaikan usulan secara tertulis untuk pembiayaan Proyek kepada Menteri dan/atau Menteri Perencanaan. Pasal 8 (1) Bahan pagu indikatif rancangan APBN se bagaimana dimaksud dalam Pasal 7 disusun dengan mempertimbangkan:
Batas Maksimal Penerbitan;
kesesuaian dan kesiapan pelaksanaan Proyek; dan
kinerja penyelenggaraan Proyek dari Kementerian/ Lembaga bersangkutan periode sebelumnya. (2) Kesesuaian dan kesiapan pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikonfirmasi berdasarkan Indikasi Proyek yang disampaikan oleh Kementerian/Lembaga, untuk paling sedikit aspek:
kesesuaian Proyek dengan prioritas nasional, fokus kebijakan fiskal, urgensi, dan aspek strategis dari pembangunan Proyek;
kesiapan pelaksanaan Proyek, yang mencakup paling sedikit:
kesiapan lahan Proyek, dengan kriteria tidak memiliki permasalahan hukum termasuk permasalahan status kepemilikan;
organisasi kerja untuk pelaksanaan Proyek, termasuk kesiapan untuk tender/ pengadaan barang dan jasa;
rencana jadwal waktu pelaksanaan Proyek, khususnya: a) waktu pelaksanaan tender/ pengadaan untuk fisik Proyek/konstruksi; b) waktu dimulainya pelaksanaan fisik Proyek/konstruksi; dan c) waktu penyelesaian fisik Proyek/ konstruksi. 4) aspek administrasi dan perizinan termasuk rekomendasi teknis dari Lembaga yang berwenang dalam hal diperlukan; dan
output dan outcome yang akan dihasilkan dari pelaksanaan Proyek, dan dampaknya terhadap pencapaian target pembangunan dan/atau perekonomian nasional. (3) Kesesuaian Proyek dengan prioritas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mempertimbangkan prioritas pembiayaan Proyek sesuai hasil koordinasi terkait aspek kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (4) Tender/pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2) harus sudah mulai dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah dokumen pelaksanaan anggaran untuk Proyek ditetapkan. jdih.kemenkeu.go.id (5) Dokumen penzman dan/atau rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 4) harus sudah tersedia pada saat dokumen pelaksanaan anggaran untuk Proyek ditetapkan. Pasal 9 (1) Kinerja penyelenggaraan Proyek dari Kementerian/ Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c, meliputi:
tingkat realisasi penyerapan dana Proyek;
tingkat penyelesaian fisik Proyek;
aspek penatausahaan, pengawasan, dan pemantauan atas pelaksanaan Proyek;
aspek pengelolaan hasil pembiayaan Proyek; dan
pemenuhan kewajiban pengembalian untuk Proyek penerusan SBSN. (2) Dalam hal kinerja penyelenggaraan Proyek dari Kementerian/ Lembaga se bagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki catatan yang baik, Kementerian/Lembaga dimaksud dapat diusulkan untuk memperoleh penambahan alokasi anggaran Proyek. (3) Dalam hal kinerja penyelenggaraan Proyek dari Kementerian/ Lembaga se bagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki catatan kinerja yang tidak baik, Kementerian/Lembaga dimaksud dapat diusulkan untuk memperoleh pengurangan alokasi anggaran Proyek dan/atau bentuk sanksi yang lain termasuk penundaan pemberian alokasi anggaran Proyek. (4) Penundaan pemberian alokasi anggaran Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan kepada satuan kerja Kementerian/Lembaga yang memiliki catatan kinerja tidak baik dengan disertai adanya Proyek dengan status bermasalah dan/atau mangkrak termasuk mengalami permasalahan hukum yang belum terselesaikan pada saat dilaksanakarinya penyusunan bahan pagu rancangan APBN untuk tahun berkenaan. Pasal 10 (1) Direktur Jenderal menyampaikan hasil rapat koordinasi untuk menyusun bahan pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) kepada:
Direktur J enderal Anggaran se bagai bahan penyusunan pagu indikatif rancangan APBN; dan
Deputi bidang pendanaan pembangunan pada Kementerian Perencanaan dan Deputi bidang lain yang terkait pada Kementerian Perencanaan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan Daftar Prioritas Proyek. (2) Bahan penyusunan pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan sebagai pagu indikatif rancangan APBN dengan mempertimbangkan kondisi keuangan negara dan/atau aspek kebijakan fiskal yang terkait penyusunan rancangan APBN. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 11 (1) Dalam hal kondisi keuangan negara dan/atau aspek fiskal tidak memungkinkan untuk dipenuhinya seluruh usulan bahan pagu indikatif se bagaimana dimaksud dalam Pasal 10, bahan pagu indikatif rancangan APBN dapat dilakukan penyesuaian. (2) Penyesuaian usulan bahan pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus terlebih dahulu dilakukan pembahasan dalam rapat koordinasi perencanaan anggaran yang diselenggarakan oleh DJA dan dihadiri paling sedikit oleh Direktur Jenderal, Direktur Jenderal Anggaran, Deputi bidang pendanaan pembangunan pada Kementerian Perencanaan, dan Deputi bidang lain yang terkait pada Kementerian Perencanaan. (3) Penyesuaian usulan bahan pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
berdasarkan hasil rapat koordinasi perencanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DJA menyampaikan kepada DJPPR permintaan tertulis mengenai perlunya penyesuaian usulan bahan pagu indikatif rancangan APBN. b. berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, DJPPR menyelenggarakan rapat koordinasi yang dihadiri Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian/Lembaga calon Pemrakarsa Proyek dalam rangka penyesuaian bahan pagu indikatif rancangan APBN. c. Direktur Jenderal menyampaikan hasil penyesuaian bahan pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada:
Direktur Jenderal Anggaran untuk ditetapkan sebagai pagu indikatif rancangan APBN; dan
Deputi bidang pendanaan pembangunan pada Kementerian Perencanaan dan Deputi bidang lain yang terkait pada Kementerian Perencanaan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan Daftar Prioritas Proyek. Pasal 12 (1) Proyek yang telah masuk dalam usulan bahan pagu indikatif rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dapat dilakukan penyesuaian dan/ a tau perubahan oleh Kementerian/Lembaga calon Pemrakarsa Proyek sampai dengan sebelum ditetapkannya alokasi pagu anggaran rancangan APBN, dengan ketentuan:
usulan penyesuaian dan/ a tau perubahan usulan Proyek disampaikan melalui surat pimpinan Kementerian/Lembaga kepada Menteri dan Menteri Perencanaan; jdih.kemenkeu.go.id b. usulan penyesuaian dan/atau perubahan usulan Proyek dilakukan pembahasan dalam rapat koordinasi untuk menyusun bahan pagu anggaran rancangan APBN yang bersumber dari SBSN;
usulan penyesuaian dan/ a tau perubahan usulan Proyek tidak menyebabkan penambahan jumlah nilai pagu indikatif rancangan APBN untuk Kementerian/ Lembaga bersangkutan; dan
usulan penyesuaian dan/ a tau perubahan usulan Proyek dimungkinkan adanya pergeseran pagu rancangan APBN antar unit eselon I tanpa menambah jumlah nilai pagu indikatif untuk Kementerian/ Lembaga bersangkutan. (2) Penyesuaian dan/atau perubahan usulan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa perubahan atas:
lokasi pelaksanaan Proyek;
ruang lingkup Proyek;
pengurangan atau penambahan Proyek; dan/atau
pengurangan atau penambahan paket pekerjaan Proyek. Bagian Kedua Penyusunan Pagu Anggaran Rancangan APBN Pasal 13 (1) Pada triwulan II tahun pengalokasian Proyek dalam APBN, Kementerian Keuangan c.q. DJPPR menyelenggarakan rapat koordinasi/ trilateral meeting II untuk menyusun bahan pagu anggaran rancangan APBN yang bersumber dari SBSN. (2) Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh DJPPR bersama DJA, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian/Lembaga calon Pemrakarsa Proyek yang telah masuk dalam pagu indikatif rancangan APBN se bagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2). (3) Penyusunan bahan pagu anggaran rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan di antaranya:
Batas Maksimal Penerbitan;
pagu indikatif rancangan APBN untuk pembiayaan Proyek;
kesiapan pelaksanaan Proyek; dan
indikasi pembiayaan Proyek yang disampaikan oleh Kementerian Perencanaan. (4) Kesiapan pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dikonfirmasi kepada Kementerian/ Lembaga berdasarkan rincian Proyek yang sudah ada dalam pagu indikatif rancangan APBN, untuk paling sedikit aspek:
dokumen administrasi un tuk kesiapan lahan Proyek; jdih.kemenkeu.go.id b. rekomendasi teknis, perizinan, dan dokumen administrasi lain yang terkait untuk pelaksanaan pembangunan Proyek;
organisasi kerja pelaksanaan Proyek, termasuk kesiapan untuk tender/ pengadaan barang dan jasa;
rencana jadwal waktu pelaksanaan Proyek, khususnya:
waktu pelaksanaan tender/ pengadaan un tuk fisik Proyek/konstruksi;
waktu dimulainya pelaksanaan fisik Proyek/ konstruksi; dan
waktu penyelesaian fisik Proyek/ konstruksi;
Rencana Penarikan Dana yang memuat target waktu dan jumlah penarikan dana untuk setiap bulan; dan
penjelasan dalam hal terdapat penyesuaian dan/atau perubahan usulan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. (5) Dalam rangka mendukung kesiapan pelaksanaan Proyek, Kementerian/Lembaga calon Pemrakarsa Proyek menyusun matriks kesiapan pelaksanaan Proyek yang memuat informasi mengenai aspek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sampai dengan huruf e sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (6) Matriks kesiapan pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh Kementerian/ Lembaga sebagai bagian dari kelengkapan rapat koordinasi penyusunan bahan pagu anggaran rancangan APBN. (7) Rencana Penarikan Dana se bagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 14 (1) Direktur Jenderal menyampaikan hasil rapat koordinasi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 13 kepada:
Direktur Jenderal Anggaran sebagai bahan penyusunan pagu anggaran rancangan APBN; dan
Deputi bidang pendanaan pembangunan pada Kementerian Perencanaan dan Deputi bidang lain yang terkait pada Kementerian Perencanaan, sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan Daftar Prioritas Proyek. (2) Dalam hal indikasi pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf d belum disampaikan oleh Kementerian Perencanaan, penyusunan bahan pagu anggaran rancangan APBN mengacu pada pagu indikatif rancangan APBN dan/atau bahan pagu anggaran rancangan APBN hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Bahan penyusunan pagu anggaran rancangan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan sebagai pagu anggaran rancangan APBN dengan jdih.kemenkeu.go.id mempertimbangkan kondisi keuangan negara dan/atau aspek kebijakan fiskal yang terkait penyusunan rancangan APBN. Pasal 15 (1) Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek dapat mengusulkan alokasi dana RMP SBSN untuk mendukung pelaksanaan Proyek. (2) Dana RMP SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
alokasi belanja barang yang merupakan satu kesatuan dengan Proyek; dan/atau
alokasi belanja modal, termasuk belanja modal aset tidak berwujud yang merupakan satu kesatuan dengan pencapaian output Proyek. (3) Dana RMP SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibatasi maksimal sebesar 5% (lima persen) dari total alokasi SBSN pada Proyek yang bersangkutan. (4) Dana RMP SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersumber dari hasil penerbitan SBSN dan dikelola dalam Rekening Khusus SBSN. (5) Dana RMP SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diusulkan pengalokasiannya dalam APBN setelah mendapatkan rekomendasi dari unit teknis yang memiliki kewenangan. (6) Rekomendasi dari unit teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat disusun dalam bentuk reviu anggaran yang diberikan oleh aparat pengawasan intern Pemerintah Kementerian/ Lembaga Pemrakarsa Proyek. (7) Tata cara pengusulan, pengalokasian, pembayaran, dan pengelolaan Proyek yang dibiayai melalui RMP SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengikuti tata cara pengusulan, pengalokasian, pembayaran, dan pengelolaan Proyek yang dibiayai melalui SBSN. Bagian Ketiga Pengalokasian Anggaran Proyek Pasal 16 (1) Menteri mengalokasikan anggaran Proyek dalam rancangan APBN atau rancangan APBN perubahan berdasarkan Daftar Prioritas Proyek SBSN yang disampaikan oleh Menteri Perencanaan. (2) Dalam hal Daftar Prioritas Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum disampaikan oleh Menteri Perencanaan kepada Menteri, pengalokasian anggaran Proyek dalam rancangan APBN mengacu pada pagu anggaran rancangan APBN se bagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3). (3) Pengalokasian anggaran Proyek dalam rancangan APBN atau rancangan APBN perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas Proyek yang pendanaannya bersumber dari penerusan SBSN dilakukan setelah diterbitkannya persetujuan penerusan SBSN oleh Menteri. jdih.kemenkeu.go.id (4) Setelah Undang-Undang APBN ditetapkan, Kementerian/ Lembaga menyusun rencana kerja dan anggaran untuk Proyek yang dibiayai melalui sumber dana SBSN sebagai bagian dari rencana kerja dan anggaran Kementerian/ Lembaga. (5) Rencana kerja dan anggaran untuk Proyek yang dibiayai melalui sumber dana SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di antaranya memuat:
nama dan lokasi satuan kerja Kementerian/Lembaga pelaksana Proyek;
nama dan lokasi Proyek;
nilai alokasi Proyek;
ruang lingkup Proyek; dan
rincian paket pekerjaan/kegiatan Proyek, sesuai bahan penyusunan pagu anggaran rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3). (6) Alokasi anggaran Proyek yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran. Pasal 17 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN memberikan nomor kode pembiayaan/ register pembiayaan Proyek berdasarkan pagu anggaran yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3). (2) Direktur Jenderal menyampaikan nomor kode pembiayaan/register sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk proses penerbitan dokumen pelaksanaan anggaran. Pasal 18 (1) Tata cara pengalokasian pagu anggaran Proyek dalam DIPA Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penganggaran. (2) Pengalokasian pagu anggaran Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk pembiayaan tahun jamak (multi years) atau tahun tunggal (single year). Pasal 19 (1) Alokasi anggaran Proyek yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dapat dilakukan perubahan pada tahun berjalan melalui revisi dan/atau rekomposisi anggaran Proyek. (2) Revisi dan/ a tau rekomposisi anggaran Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam rangka:
lanjutan/luncuran pelaksanaan Proyek tahun anggaran sebelumnya; jdih.kemenkeu.go.id b. pemanfaatan sisa dana kontraktual dan/atau sisa dana Proyek tahun anggaran berkenaan yang sudah tidak digunakan; dan/atau
rekomposisi pendanaan antartahun anggaran untuk percepatan atas pelaksanaan Proyek tahun jamak. (3) Revisi dan/atau rekomposisi anggaran Proyek se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentlian peraturan perundang-undangan di bidang penganggaran. BABV PELAKSANAAN DAN PENGELOLAAN KINERJA PROYEK Pasal 20 (1) Kernen terian / Lem bag a Pemrakarsa Proyek melaksanakan Proyek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pelaksanaan APBN. (2) Proyek dengan pembiayaan tahun jamak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dapat terdiri dari paket pekerjaan yang pelaksanaannya bersifat tahunan dan/ a tau bersifat tahun jamak. (3) Proyek dengan pembiayaan tahun tunggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) hanya terdiri dari paket pekerjaan yang pelaksanaannya bersifat tahunan. Pasal 21 (1) Penggunaan jenis kontrak untuk pelaksanaan paket pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang penganggaran. (2) Jenis kontrak untuk pelaksanaan paket pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa jenis kontrak tahunan atau jenis kontrak tahun jamak. (3) Paket pekerjaan tahunan dalam Proyek dengan pembiayaan tahun jamak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) diberikan nomor kode pembiayaan/ register Proyek tahun jamak. (4) Dalam hal paket pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak terselesaikan sampai dengan akhir masa kontrak dalam tahun anggaran berkenaan, penyelesaian sisa pekerjaannya dapat dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya sepanjang bukan merupakan pembiayaan tahun jamak periode tahun terakhir. (5) Penyelesaian sisa pekerjaan untuk paket pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan melalui mekanisme pemberian kesempatan untuk penyelesaian pekerjaan Proyek paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan. (6) Tata cara penyelesaian pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pelaksanaan pembayaran kegiatan yang dibiayai melalui penerbitan SBSN. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 22 Alokasi dana non kontraktual pada Proyek dengan jenis kontrak tahun jamak se bagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) yang tidak dan/atau belum direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan dapat dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya sesuai dengan periode kontrak tahunjamak Proyek. Pasal 23 (1) Dalam rangka mendukung pencapaian target kinerja pelaksanaan Proyek, Kernen terian/ Lembaga Pemrakarsa Proyek dapat melakukan langkah pengelolaan kinerja melalui:
pemanfaatan sisa dana kontraktual dan/atau sisa dana Proyek yang sudah tidak digunakan; dan/atau
percepatan pelaksanaan Proyek tahun jamak. (2) Pemanfaatan sisa dana kontraktual dan/atau sisa dana Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, di antaranya dilakukan untuk:
pekerjaan tarn bah ( contract change _order); _ b. optimalisasi sisa anggaran;
percepatan pembiayaan;
percepatan pelaksanaan Proyek kontrak tahun jamak;
penyesuaian harga atau eskalasi Proyek kontrak tahun jamak;
penyesuaian harga atau eskalasi khusus yang disebabkan perubahan kebijakan perpajakan atau kenaikan harga bahan bakar minyak; dan/atau
perbaikan cacat mutu dan/atau penanganan situasi darurat (force majeure). (3) Percepatan pelaksanaan Proyek tahun jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan melalui pergeseran anggaran dalam rangka rekomposisi pendanaan antartahun anggaran. (4) Pergeseran anggaran untuk percepatan pelaksanaan Proyek tahun jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui:
peminjaman pagu; dan/atau
pemanfaatan sisa kontraktual. (5) Peminjaman pagu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
merupakan percepatan pelaksanaan Proyek kontrak tahun jamak tahun anggaran berikutnya ke tahun anggaran berkenaan; dan
alokasi anggaran untuk pelaksanaan Proyek bersumber dari penundaan pelaksanaan Proyek kontrak tahun jamak lain dari tahun anggaran berkenaan ke tahun anggaran berikutnya. (6) Pelaksanaan pemanfaatan sisa dana kontraktual dan/atau sisa dana Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan percepatan pelaksanaan Proyek tahun jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan terlebih dahulu melakukan revisi dokumen pelaksanaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penganggaran. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 24 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN melakukan pengelolaan kinerja pelaksanaan Proyek, yang paling sediki t beru pa:
pengelolaan atas perkembangan kinerja pelaksanaan Proyek, termasuk pengelolaan kinerja sebelum efektif berlakunya dokumen pelaksanaan anggaran/ pra DIPA;
pengelolaan atas pelaksanaan pembayaran/ pencairan dana Proyek, termasuk kesesuaian Rencana Penarikan Dana Proyek;
pengelolaan administrasi penganggaran Proyek, termasuk langkah revisi dan rekomposisi anggaran Proyek dalam rangka pemanfaatan sisa kontrak dan/atau dana tidak terserap·untuk optimalisasi dan percepatan Proyek, pelaksanaan lanjutan/luncuran Proyek, serta penundaan dan penghentian pembayaran;
pengelolaan risiko pelaksanaan anggaran Proyek termasuk mitigasi risiko kinerja penyerapan anggaran dan aspek fiskal dalam rangka penerusan SBSN;dan e. koordinasi pengelolaan dana Rekening Khusus SBSN dan/atau pembiayaan pendahuluan Proyek. (2) Dalam rangka pengelolaan kinerja pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN melakukan kegiatan di antaranya:
melakukan pembekalan teknis kepada Kementerian/ Lembaga sebelum dimulainya pelaksanaan Proyek;
melakukan reviu kinerja atas pelaksanaan Proyek bersama Kementerian/Lembaga, yang dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) semester;
melakukan dialog kinerja bersama Kementerian/ Lembaga dengan kinerja pelaksanaan Proyek rendah, yang dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
melakukan peng1s1an Rekening Khusus SBSN berdasarkan Rencana Penarikan Dana Proyek dari Kementerian/Lembaga, yang dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali setiap bulan;
memfasilitasi kepada Kementerian/Lembaga dalam rangka optimalisasi dan percepatan Proyek termasuk pemanfaatan sisa kontrak dan/ a tau dana tidak terserap;
memfasili tasi kepada Kernen terian / Lem baga dalam rangka pelaksanaan langkah akhir tahun anggaran;
memfasilitasi kepada Kementerian/Lembaga dalam rangka pelaksanaan penyelesaian lanjutan/luncuran Proyek; dan
melakukan pengembalian s1sa dana Rekening Khusus SBSN. jdih.kemenkeu.go.id BAB VI PEMBIAYAAN PENGADAAN LAHAN MELALUI PENERBITAN SBSN Pasal 25 (1) Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek dapat mengusulkan alokasi pembiayaan pengadaan lahan yang akan digunakan sebagai lokasi pembangunan Proyek melalui penerbitan SBSN. (2) Alokasi pembiayaan pengadaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan pada Proyek yang bersifat tahun jamak. (3) Pembiayaan pengadaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi satu kesatuan pembiayaan Proyek. (4) Pembiayaan pengadaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk alokasi anggaran untuk ganti rugi pengadaan tanah bagi Proyek yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dan/atau melalui Lembaga lain yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Lahan yang dapat diusulkan untuk mendapatkan alokasi pembiayaan pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi kriteria kesiapan lahan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b. (6) Alokasi anggaran untuk ganti rugi pengadaan tanah bagi Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk Proyek pada tahun berjalan dapat dilakukan melalui pemanfaatan sisa dana kontraktual dan/atau sisa dana Proyek yang sudah tidak digunakan dengan terlebih dahulu melakukan revisi dokumen pelaksanaan anggaran. (7) Tata cara dan pelaksanaan pengadaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII DUKUNGAN PENGEMBANGAN PEMBIAYAAN KREATIF Pasal 26 (1) Proyek dapat diintegrasikan dan menjadi bagian dari pelaksanaan anggaran untuk proyek yang dibiayai selain melalui penerbitan SBSN (blended financing), termasuk dengan proyek KPBU, proyek dengan pendanaan dari daerah, badan usaha milik negara, dan/atau sumber dana lainnya. (2) Integrasi Proyek dengan proyek KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
partisipasi Pemerintah melalui belanja Kementerian/ Lembaga untuk pembangunan Proyek yang akan menjadi bagian dari paket proyek KPBU; atau
dukungan kelayakan dalam bentuk alokasi belanja Kementerian/ Lembaga untuk pelaksanaan pembangunan atau konstruksi sebagai bagian dari dukungan teknis proyek KPBU. jdih.kemenkeu.go.id (3) Integrasi Proyek dengan proyek yang dibiayai selain melalui penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) .dilaksanakan dengan ketentuan:
seluruh proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengelolaan Proyek dilakukan dengan mengikuti seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang SBSN; dan
output pembiayaan melalui sumber dana SBSN dicatat sebagai aset SBSN dan tidak dapat dipindahtangankan sampai dengan jatuh tempo SBSN. Pasal 27 (1) Menteri dapat melakukan penerusan SBSN kepada pemerintah daerah atau badan usaha milik negara. (2) Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui mekanisme:
pinjaman daerah;
pemberian pinjaman kepada badan usaha milik negara; dan
investasi pemerintah. (3) Penerusan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 28 (1) Proyek dapat dilaksanakan untuk proyek yang hasil pembiayaannya akan diserahkan kepada pihak lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Pembiayaan Proyek yang hasil pembiayaannya akan diserahkan kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di antaranya untuk:
penyerahan kepada daerah guna dukungan pelaksanaan tugas pembantuan dan/atau dekonsentrasi;
pelaksanaan program hibah jalan/jembatan daerah; dan
penggantian atas aset yang berupa bangunan dan/ a tau konstruksi milik daerah yang terdampak dari proses pembangunan Proyek. (3) Tata cara atau mekanisme penyerahan objek hasil pembiayaan Proyek kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk kewajiban atas fungsional dan keberlanjutan pengelolaan aset hasil pembiayaan tersebut setelah penyerahan objek hasil pembiayaan Proyek dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemenkeu.go.id BAB VIII PENATAUSAHMN,PEMANTAUAN,EVALUASIDAN PELAPORAN ATAS PEMBIAYMN PROYEK MELALUI PENERBITAN SBSN Bagian Kesatu Penatausahaan, Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan oleh Pemrakarsa Proyek Pasal 29 Pemrakarsa Proyek melakukan penatausahaan Proyek, yang paling sedikit berupa:
pengelolaan administrasi terhadap:
perencanaan dan pengusulan Proyek;
pelaksanaan Proyek;
pengawasan dan pemantauan atas pelaksanaan Proyek;
pengelolaan objek hasil pembiayaan Proyek; dan
kewajiban pengembalian untuk Proyek penerusan SBSN. b. pengelolaan risiko termasuk langkah percepatan penyelesaian pelaksanaan Proyek. Pasal 30 (1) Pemrakarsa Proyek melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja Proyek yang dibiayai melalui SBSN. (2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tahapan:
pelaksanaan, yang meliputi pemantauan dan evaluasi terhadap:
perkembangan realisasi penyerapan dana;
pencapaian fisik Proyek;
permasalahan yang dihadapi;
tindak lanjut yang diperlukan; dan
penyelesaian pekerjaan Proyek. Pasal 31 Pemrakarsa Proyek menyusun laporan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dalam bentuk:
laporan pelaksanaan Proyek; dan
laporan penyelesaian pekerjaan Proyek. Pasal 32 (1) Laporan pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a memuat rekapitulasi realisasi penyerapan dana dan data pendukung berupa:
perkembangan pencapaian fisik Proyek yang mencakup perbandingan antara rencana penyelesaian pekerjaan Proyek dan realisasi pelaksanaannya; dan
permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Proyek serta tindak lanjut yang diperlukan. jdih.kemenkeu.go.id (2) Laporan pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara:
(2) a. satuan kerja pelaksana Proyek meng1s1 form pelaporan yang terdapat pada sistem aplikasi pengelolaan kinerja Proyek SBSN secara bulanan;
unit eselon I Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek mengkonsolidasikan hasil pengisian form pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk keseluruhan satuan kerja dan menyampaikannya secara tertulis kepada Menteri u.p Direktur Jenderal;
penyampaian form pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan setiap triwulan, paling lambat tanggal 10 (sepuluh) pada bulan berikutnya;
dalam hal tanggal 10 (sepuluh) sebagaimana dimaksud pada huruf c merupakan hari libur atau hari yang diliburkan, penyampaian form pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya; dan
penyampaian form pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d dilakukan sesuai dengan ketentuan dan format laporan tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 33 Untuk Proyek bersifat tahunan yang belum terselesaikan sampai dengan berakhirnya kontrak pada tahun anggaran berjalan, dapat diberikan kesempatan penyelesaian pekerjaan Proyek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pelaksanaan pembayaran kegiatan yang dibiayai melalui penerbitan SBSN. Laporan pelaksanaan Proyek se bagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a atas Proyek bersifat tahunan yang belum terselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara:
satuan kerja pelaksana pelaporan yang terdapat pengelolaan kinerja Proyek dan Proyek meng1s1 form pada sistem aplikasi SBSN secara bulanan;
unit eselon I Kementeriari/Lembaga Pemrakarsa Proyek mengkonsolidasikan hasil pengisian form pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk keseluruhan satuan kerja dan menyampaikannya secara tertulis kepada Menteri melalui Direktur Jenderal paling lama 15 (lima belas) hari kalender setelah berakhirnya penyelesaian pekerj aan Proyek. Pasal 34 (1) Laporan penyelesaian pekerjaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b memuat paling sedikit:
salinan berita acara serah terima pekerjaan; dan
salinan pengajuan usulan penetapan status penggunaan Proyek yang mengacu pada ketentuan jdih.kemenkeu.go.id peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. (2) Laporan penyelesaian pekerjaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri u.p. Direktur Jenderal paling lambat 12 (dua belas) bulan setelah tahun anggaran pelaksanaan keseluruhan Proyek berakhir. Bagian Kedua Penatausahaan, Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan oleh Kernen terian Keuangan Pasal 35 (1) Menteri melakukan penatausahaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan mengenai realisasi penyerapan serta aspek keuangan lain atas pelaksanaan Proyek. (2) Kegiatan penatausahaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit terdiri atas:
pengelolaan pelaksanaan pembayaran dana Proyek, termasuk kesesuaian Rencana Penarikan Dana Proyek;
pengelolaan administrasi penganggaran Proyek, termasuk langkah revisi dan rekomposisi anggaran Proyek;
pengelolaan risiko pelaksanaan anggaran Proyek termasuk langkah optimalisasi, percepatan, pelaksanaan luncuran/lanjutan, serta penundaan atau penghentian pembayaran Proyek, serta mitigasi risiko kinerja penyerapan anggaran dan aspek fiskal dalam rangka penerusan SBSN; dan
pengelolaan Rekening Khusus SBSN dan/atau pembiayaan pendahuluan Proyek. Pasal 36 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN melakukan kegiatan penatausahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35. (2) Kegiatan penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan kinerja atas pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. Pasal 37 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Proyek melakukan pemantauan terhadap realisasi penyerapan dana Proyek dengan mendasarkan pada:
laporan hasil pemantauan dan evaluasi oleh Pemrakarsa Proyek se bagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31; dan
Rencana Penarikan Dana Proyek. jdih.kemenkeu.go.id (2) Pemantauan terhadap realisasi penyerapan dana Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
membandingkan antara Rencana Penarikan Dana Proyek dan realisasi penyerapan dana Proyek; dan
membandingkan antara total nilai alokasi anggaran Proyek dan realisasi nilai kontraktual Proyek, untuk tingkat Kementerian/Lembaga dan/atau penerima penerusan SBSN maupun secara rinci untuk tingkat satuan kerja Kementerian/Lembaga. (3) Dalam hal diperlukan, pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melibatkan unit-unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan. Pasal 38 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Proyek melakukan evaluasi terhadap realisasi penyerapan dana Proyek se bagaimana dimaksud dalam Pasal 37. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
"baik" untuk Proyek dengan persentase kesenjangan antara rencana dan realisasi kurang dari 25% (dua puluh lima perseratus) yang berarti realisasi penyerapan dana Proyek telah sesuai atau lebih cepat dari jadwal yang direncanakan;
"kurang" untuk Proyek dengan persentase kesenjangan antara rencana dan realisasi mencapai 25% (dua puluh lima perseratus) sampai dengan 75% (tujuh puluh lima perseratus) yang berarti realisasi penyerapan dana Proyek lebih lambat dari jadwal yang direncanakan; atau
"rendah" untuk Proyek dengan persentase kesenjangan antara rencana dan realisasi sebesar lebih dari 75% (tujuh puluh lima perseratus) yang berarti realisasi penyerapan dana Proyek sangat lam bat dari jadwal yang direncanakan. (3) Evaluasi terhadap realisasi penyerapan dana Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap triwulan atau dalam hal diperlukan. (4) Metode penghitungan terhadap kesenjangan penyerapan dana Proyek mengacu pada penghitungan tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (5) Pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan dokumen sumber paling sedikit berupa laporan pelaksanaan pekerjaan Proyek yang disampaikan oleh satuan kerja pelaksana Proyek melalui sistem aplikasi pengelolaan kinerja Proyek. Pasal 39 (1) Hasil evaluasi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) berupa laporan hasil evaluasi atas pelaksanaan Proyek. jdih.kemenkeu.go.id (2) Laporan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN sebagai bahan untuk penyusunan rekomendasi kepada Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek. (3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan terhadap Kementerian/Lembaga dengan kriteria penilaian "kurang" dan "rendah". BAB IX REKOMENDASI TINDAK LANJUT HASIL PEMANTAUAN PROYEK Pasal 40 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN menyusun rekomendasi se bagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2). (2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat usulan kepada Pemrakarsa Proyek untuk mengambil langkah percepatan pelaksanaan penyelesaian Proyek. (3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pemrakarsa Proyek oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. Pasal 41 Rekomendasi sebagai tindak lanjut hasil pemantauan Proyek se bagaimana dimaksud dalam Pasal 40, disusun dengan paling sediki t mem pertim bangkan:
evaluasi atas realisasi penyerapan dana pelaksanaan anggaran Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1); dan
perkembangan pengelolaan kinerja pelaksanaan Proyek di antaranya berupa:
perkembangan pelaksanaan tender/ pengadaan dan rencana pemanfaatan sisa kontrak;
pengelolaan administrasi penganggaran Proyek, termasuk langkah revisi dan rekomposisi dalam rangka optimalisasi dan percepatan Proyek, pelaksanaan lanjutan/luncuran serta pelaksanaan penyelesaian pekerjaan Proyek;
perkembangan pengelolaan dana Rekening Khusus SBSN dan/atau pembiayaan pendahuluan Proyek, serta pemenuhan administrasi kewajiban pembayaran Proyek;
pemenuhan administrasi persetujuan dan rekomposisi pembiayaan tahunan Proyek yang bersifat kontrak tahun jamak; dan
pengelolaan risiko pelaksanaan anggaran Proyek termasuk mitigasi risiko kinerja penyerapan anggaran Proyek. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 42 (1) Dalam hal Proyek memiliki kriteria "rendah" untuk realisasi penyerapan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf c dan/atau berpotensi tidak selesai, dapat dilakukan pemantauan Proyek secara langsung di lapangan ( on site visit). (2) Dalam rangka pemantauan Proyek secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemantau Proyek harus menyusun kertas kerja pemantauan Proyek yang memuat paling sedikit:
identifikasi permasalahan;
saran dan rekomendasi pemecahan masalah; dan
rencana tindak lanjut oleh Kementerian/Lembaga. (3) Kertas kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditandatangani oleh pejabat pembuat komitmen atau kuasa pengguna anggaran satuan kerja pelaksana Proyek dan pejabat atau pegawai yang ditugaskan melakukan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 43 (1) Pemantauan Proyek secara langsung di lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilakukan dengan ketentuan:
Pemantau Proyek dilarang memberikan arahan yang dapat menyebabkan perubahan output, desain konstruksi, dan/atau desain pekerjaan Proyek;
Kementerian/Lembaga dan/atau penyedia jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek dilarang memberikan uang, barang, jasa, dan/atau bentuk lainnya kepada Pemantau Proyek sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
Pemantau Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) dilarang meminta dan/atau menerima segala pem berian dari Kementerian/Lembaga dan/atau penyedia jasa terkait dengan pelaksanaan pemantauan Proyek baik yang berupa uang, barang, jasa, dan/atau bentuk lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengena1 pemberantasan tindak pidana korupsi. (2) Dalam rangka pemantauan Proyek secara langsung di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian/ Lembaga pelaksana Proyek harus menyusun dan menatausahakan buku catatan (log book) yang memuat data kunjungan Pemantau Proyek berupa:
tanggal pemantauan Proyek;
nama dan instansi Pemantau Proyek;
keperluan dilakukannya pemantauan Proyek; dan
hasil tindak lanjut yang disarankan. jdih.kemenkeu.go.id (3) Pemantau Proyek harus mengisi buku catatan (log book) yang telah disediakan oleh Kementerian/Lembaga pelaksana Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2). BABX PENYELESAIAN DAN/ATAU PEMBATALAN PEMBIAYAAN Pasal 44 (1) Menteri dan Menteri Perencanaan dapat menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan Kernen terian/ Lembaga Pemrakarsa Proyek mengenai penyelesaian dan/ a tau pembatalan pembiayaan Proyek dalam hal:
penyerapan anggaran rendah; dan/atau
penggunaan anggaran tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Rekomendasi mengenai langkah penyelesaian dan/atau pembatalan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan bersama oleh Menteri dan Menteri Perencanaan. (3) Penetapan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk surat bersama Menteri dan Menteri Perencanaan setelah melalui proses pembahasan bersama antara Pemrakarsa Proyek, Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan. (4) Pemrakarsa Proyek bertanggungjawab secara mutlak atas Proyek yang direkomendasikan untuk dilakukan penyelesaian dan/atau pembatalan pembiayaan. Pasal 45 (1) Direktur Jenderal menyampaikan penetapan penyelesaian dan/atau pembatalan pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Direktur Jenderal Anggaran. (2) Direktur Jenderal Perbendaharaan menindaklanjuti penetapan penyelesaian dan/atau pembatalan pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan menyampaikan surat permintaan penghentian pembayaran kepada kantor pelayanan perbendaharaan negara untuk menghentikan penerbitan surat perintah pencairan dana Proyek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XI PENGELOLAAN OBJEK HASIL PEMBIAY AAN PROYEK Pasal 46 Pengelolaan objek hasil pembiayaan Proyek dilaksanakan oleh Pemrakarsa Proyek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 47 Pemrakarsa Proyek se bagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dilarang untuk memindahtangankan atau menghapuskan objek hasil pembiayaan Proyek sampai dengan waktu jatuh tempo SBSN. Pasal 48 (1) Ketentuan mengenai larangan pemindahtanganan objek hasil pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 7 dikecualikan dalam hal pemindahtanganan dilakukan untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk un tuk pelaksanaan penerusan SBSN atau penyerahan objek hasil pembiayaan Proyek yang akan diserahkan kepada pihak lain. (2) Ketentuan mengenai larangan penghapusan objek hasil pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dikecualikan dalam hal kondisi objek hasil pembiayaan Proyek sudah rusak atau musnah. (3) Tata cara pemindahtanganan atau penghapusan objek hasil pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 49 (1) Dalam hal dilakukan pemindahtanganan atau penghapusan atas objek hasil pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pemerintah melakukan penggantian dasar penerbitan SBSN dengan menggunakan dasar penerbitan SBSN lain yang memenuhi persyaratan dan mempunyai nilai paling sedikit sama dengan objek hasil pembiayaan Proyek yang dipindahtangankan atau dihapuskan. (2) Tata cara penggantian dasar penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 50 Pemrakarsa Proyek wajib membuat penanda aset SBSN dengan mencantumkan informasi sumber dana SBSN dan tahun pendanaan Proyek pada papan nama Proyek pada saat pelaksanaan pembangunan Proyek dan prasasti peresmian Proyek. Pasal 51 (1) Objek hasil pembiayaan Proyek, wajib dilakukan pendaftaran dan/atau pencatatan sebagai BMN. (2) Pendaftaran dan/atau pencatatan sebagai BMN atas objek hasil pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai pengelolaan BMN. (3) BMN yang merupakan objek hasil pembiayaan Proyek dapat diberikan penanda khusus di dalam sistem informasi pengelolaan BMN. jdih.kemenkeu.go.id Pasal 52 (1) Kementerian/Lembaga menyampaikan laporan pengelolaan objek hasil pembiayaan Proyek kepada Menteri u.p. Direktur Jenderal dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Kekayaan Negara. (2) Laporan pengelolaan objek hasil pembiayaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
laporan pendaftaran dan/atau pencatatan Proyek sebagai BMN; dan
laporan manfaat hasil pelaksanaan pembangunan Proyek. (3) Laporan pendaftaran dan/atau pencatatan Proyek sebagai BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan pada saat pendaftaran dan/atau pencatatan Proyek se bagai BMN se bagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), dan paling sedikit mencantumkan:
kode satuan kerja;
kode barang;
nomor urutan pendaftaran; dan
nilai perolehan. (4) Laporan manfaat hasil pelaksanaan pembangunan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan paling lambat pada tahun ke-2 setelah tahun selesainya pelaksanaan Proyek, dan paling sedikit mencantumkan:
kode satuan kerja;
nama Proyek;
tahun pembiayaan; dan
manfaat dari hasil pembangunan Proyek. (5) Manfaat dari hasil pembangunan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d meliputi manfaat yang diterima oleh perekonomian dan/atau masyarakat/ lingkungan, di antaranya:
manfaat yang bersifat umum, antara lain:
penenmaan negara;
penyerapan tenaga kerja; dan
peningkatan mutu/kualitas/kapasitas. b. manfaat yang bersifat khusus untuk masing-masing sektor proyek, antara lain:
kemantapan jalan dan jembatan atau jaringan irigasi, air baku, pengamanan pantai-rawa, dan pengendalian banjir;
penghematan waktu tempuh dan peningkatan keselamatan transportasi; dan
peningkatan produktivitas perindustrian, pertanian, perikanan, dan riset-teknologi. (6) Laporan manfaat hasil pelaksanaan pembangunan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan dengan cara:
satuan kerja pelaksana Proyek atau unit kerja pada eselon I Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek mengisi form pelaporan yang terdapat pada sistem aplikasi pengelolaan kinerja Proyek SBSN; dan jdih.kemenkeu.go.id b. unit eselon I Kementerian/Lembaga Pemrakarsa Proyek mengkonsolidasikan hasil pengisian form pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk keseluruhan satuan kerja dan menyampaikannya secara tertulis kepada Menteri u.p. Direktur Jenderal. Pasal 53 (1) DJPPR c.q. unit eselon II pada DJPPR yang menangani pengelolaan SBSN melakukan pengukuran terhadap pencapaian target output dan outcome dari hasil pelaksanaan Proyek. (2) Pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah selesainya proses pembangunan Proyek dan berdasarkan dampak sosial ekonomi yang dihasilkan dari hasil pem bangunan Proyek. (3) Pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membandingkan realisasi output dan outcome dari hasil pelaksanaan Proyek berdasarkan laporan manfaat hasil pelaksanaan pembangunan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, dengan target output dan outcome yang akan dihasilkan dari pembangunan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c. (4) Hasil pengukuran terhadap pencapaian target output dan outcome dari hasil pelaksanaan Proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai bagian dari evaluasi program pembiayaan Proyek dan bahan masukan untuk proses perencanaan pembiayaan Proyek. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 54 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
perencanaan, pengusulan, dan pengalokasian anggaran Proyek yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.08/2019 tentang Tata Cara Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan selesainya pelaksanaan Proyek; dan
pengelolaan terhadap Proyek dan/atau objek hasil pembiayaan Proyek yang telah dialokasikan dalam APBN, dilakukan dengan mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 55 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.08/2019 tentang Tata Cara Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1145); dan jdih.kemenkeu.go.id b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pembiayaan Proyek/Kegiatan melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1055) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.08/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.08/2016 tentangTata Cara Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pembiayaan Proyek/ Kegiatan melalui Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 50), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 56 Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. jdih.kemenkeu.go.id
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman
Relevan terhadap
Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Ayat (1) Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian ringkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Ayat (21 Huruf a Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya terdiri atas:
kawasan peruntukan hutan produksi; 2l kawasan peruntukan hutan ralryat;
kawasan peruntukan pertanian;
kawasan peruntukan perikanan;
kawasanperuntukanpertambangan;
kawasan peruntukan industri;
kawasan peruntukan pariwisata;
kawasan peruntukan permukiman; dan/atau
kawasan peruntukan lainnya. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidrpu.rt manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbargan antarkeduanya. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 49 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ayat (2) Keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dengan lingkungan hunian perdesaan bertuijuan agar fungsi kawisan ; "?; ; "" tetap terjaga dan tidak mengalami proses urbanisasi (pengkotaan). Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Huruf a Konektivitas fisik antara lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan diwujudkan dalam bentuk infrastruktur lisik, antara lain: jalan, trarr"po.tasi, penyediaan air minum, dan sebagainya. Huruf b Konektivitas fungsional antara lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdisaari diwujudkan dalam bentuk keterkaitan fungsi antara kawasan p"rtot"u. dengan kawasan perdesaan antara lain: ^'mobilitas penduduk, , interaksi sosial, teknologi, penyedia sumber daya alam dan pemanfaat sumber daya alam. Huruf c Konektivitas ekonomi antara ringkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan diwujudkan da-lam bentuk keterkaitan antara lain: produsen a""g"" p"""., produk dengan konsumen, aliran moddl, dan sebigain; r; Pasal 50 Ayat (i) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Huruf b Sistem pusat kegiatan merupakan bagian dari rencana struktur ruang yang berupa rencana pengembangan keterkaitan an tara pusat kegiatan satu denlan pu-sat kegiatan yang lainnya, yang se-ara berjenjang bJrdasarkan skala dan kapasitas pusit kegiatan- terdii aari Rrsat Kegiatan Nasional/pKN yang ditentukan oleh pemerintah, dan oleh pemerintah daerah mencakup pusat Kegiaian Wilayah/pl{W, ^pusat Kegiatan Lokal/pKl, pusat peh}anan Kawasan / ^ppK, dan pusat pelayanan Lingkungan/ppl." Sistem jaringan prasarana kawasan perkotaan menrpakan keterkaitan antara sistem prasarana persampahan, sumber air minum kota, jalur evakuasi b"rr"..r., dan sistem jaringan prasarana kabupaten lainnya aifembangkan untuk mengintegrasikan wilayah perkotaan dan uituk melayani kegiatan yang memiliki calupan wilayah layanan prasarana perkotaan. Huruf c Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukar, .u"n! dala* suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruan[ untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk funisi budi daya. Huruf d Yang dimaksud dengan interdependen antarwilayah administratif adalah saring bergantung/ saling terkait urri".^ I (satu) wilayah administratif dan wilayafi administratif yang lain. Huruf e Cukup jelas. Pasal 5l Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Ayat (1) Keseimbangan antFra kepentingan publik dan kepentingan setiap orang) bertujuan untuli menjamin p"rry"f.rrgg"; i"" perumahan 1ll . k"*.-: 11 p"r-rki-arryu."g ^" *.?""t"p kepentingan publik dapat dilakukin selaras aenga"n k"p"ilil; " setiap orang. Kepentingan *=o,JrT,[t,'S5f;
r,o 12 Kepentingan,publik merupakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemlrintah-dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran ra$at. Kepentingan setiap orang merupakan kepentingan setiap warga negara yang dilindungi oleh negara dan terikat dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 54 Ayat (l) Lembaga dapat berbentuk forum perumahan dan kawasan permukiman yang bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah administrasi di tingkat pusat, provinsi, dan/atau kabupaten/kota. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Ayat (1) Huruf a Sumber daya adalah potensi ekonomi lokal termasuk kearifan lokal dan komoditas unggulan. Huruf b Cukup Jelas. Huruf c Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (s) Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 59 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kebutuhan lingkungan hunian adalah kebutuhan tentang alokasi ruang lingkungan hunian. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 6l Cukup jelas. Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a yang dimaksud dengan "efisiensi potensi lingkungan hunian perkotaan,, adalah upaya untuk me*irr.im"tfan penggunaan. sumber daya untuk menciptakan kondisi lingkungan hunian perkotaan secara lebih "pti;
i-; ; ; ; meningkatkan pelayanan perkotaan. Huruf b Yang dimaksud dengan ^.,peningkatan pelayaaan,, adalah upaya yang harus dilakukan melalui penyediaan pru"".r", sarana, dan utilitas umum """rr.i dlrg"" [.4; ; ; ; ; sehingga fungsi lingkungan hunian p.".t"t""" -arilt memadai. Huruf c Huruf c Peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum perkotaan dimaksudkan untuk menciptakan fungsi, baik lingkungan hunian yang telah ada maupun lingkunfan hunian yang baru sehingga lebih baik aan aalat mendukung perikehidupan dan penghidupan ""ti.p penghuni dalam lingkungan hunian yang sihat, ama.r, serasi, dan berkelanjutan Huruf d Yang dimaksud dengan "pencegahan tumbuhnya perumahan- kumuh dan permukiman kumuh,, adalah upaya penetapan fungsi sesuai dengan tata ruang. Huruf e Yang dimaksud dengan ^.,lingkungan hunian yang tidak terencana dan teratu/, adalah perumahan di lokasi yang tidak direncanakan untuk perumahan atau fungsi lain akibat perkembangan lingkungan hunian perkotain yang tidak sesuai dengan tata ruang. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Ayat (1) Huruf a Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut Kasiba adalah sebidang. tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan uti.ljtas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan lingkungan hunian skita bisar sesuai dengan rencana tata ruang. Huruf b Cukup jelas. Ayat (21 Ayat (2) Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru yang dilakukan secara bertahap yaitu melalui beberapa peiioae pembangunan. Sebagai contoh: pembanguna., lirrgkungan hunian baru yang terdiri dari beberapa permukiman atau fi-ot<_ blok peruntukan pendukung fungsi peimukiman diselesaikan dalam tahap-tahap pembebasan lahan, pembangunan tahap I untuk hunian, kegiatan pendukung sosial dan ekonomi pada blok tertentu, pembangunan tahap II untuk hunian, kegiatan pendukung lainnya pada blok atau klaster yang lainnya, dan seterusnya. Ayat (s) Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu yaitu pelaksanaan pembangunan yang dapat dilakukan dalam satu kali periode pembangunan, yaitu dalam satu kali tahap pembangunan telah terbangun hunian beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum permukimannya. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 7O Cukup jelas. Pasal 71 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "efisiensi hunian perdesaan, adalah upaya penggunaan sumber daya untuk perdesaan secara lebih optimal. Huruf b Cukup jelas. Humf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. potensi lingkungan untuk meminimalkan menciptakan kondisi Ayat (4) Ayat (4) Sinkronisasi program dan anggaran dalam pembangunan kawasan permukiman dimaksudkan untuk kebuiuhan pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang ditujukan untuk kepentingan umum. Pasal 75 Cukup ^jelas. Pasal 76 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan yang mendukung pembangunan kota layak huni dilaksanakan melalui kegiatan antara lain peningkatan sistem transportasi perkotaan yang terintegerasi, pengelolaan air bersih perkotaan, pengelolaan sanitasi dan sistem drainase perkotaan, dan pengelolaan sampah perkotaan. Pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan yang mendukung pembangunan kota hijau dilaksanakan melalui kegiatan antara lain penyediaan ruang terbuka hijau, pembangunan bangunan hijau, pengembangan energi hijau (energi alternatif yang terbarukan), pengembangan infrastruktur yang berketahanan di kawasan permotaan yang rentan. Pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan yang mendukung pembangunan kota cerdas dilaksanakan melalui kegiatan antara lainkegiatan antara lain penggunaan TIK dalam sistem transportasi, perijinan, dan perekonomian perkotaan. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Huruf e Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. PasalTT Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan Rencana pembangunan yang disahkan dapat berupa Rencana Kawisan permukimai sebaeai penerjamahan atas Tata Ruang Wilayah. Dalam hal ; "; ; i; A; daerah belum mempunyai RKp, ik" ...r"".ra pembangunan dapat mengacu pada rencana tata ruang. Ayat (4) Mekanisme peral masyarakat dalam penyelenggaraan perumahan dan - ^kawasan permukiman dil; kui<an ^T; il; " memberikan masukan melalui forum pengembangan p"_"Eun dan kawasan permukiman sesuai ^-ketentu]an 'p"; ; i; ; ; ; perundang-undangan. Ayat (5) Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Huruf a Pemberian insentif dimaksudkan untuk mendorong setiap orang agar memanfaatkan kawasan permukiman seiuai dengan fungsinya. Huruf b Pengenaan disinsentif dimaksudkan untuk mencegah pemanfaatan kawasan permukiman yang tidak sebagaimina mestinya oleh setiap orang. Huruf c Pengenaan sanksi dimaksudkan untuk mencegah dan melakukan tindakan sebagai akibat dari pemanfaatan" kaw"s.., permukiman yang tidak sebagaimana mestinya oteh setiap orang. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Ayat (1) Prasarana sekurang_kurangnya antara lain mencakup:
jaringan jalan;
sistem penyediaan air minum;
jaringan drainase;
sistem pengelolaan air limbah;
sistem pengelolaan persampahan; dan
sistem proteksi kebakaran. Sarana sekurang-kurangnya antara lain mencakup:
saranapemerintahan;
sarana pendidikan;
sarana kesehatan;
sarana peribadatan;
sarana perdagangan;
sarana kebudayaan dan rekreasi; dan
sarana ruang terbuka hijau. Utilitas umum sekurang_kurangnya antara lain mencakup:
^jaringan listrik;
jaringan telekomunikasi; dan
jaringan gas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 ; IYoNESTA Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan ^.,penyelenggara pembangunan,, adalah setiap orang yang memiliki dan/atau membangun prasarana, sarana, dan utilitas umum. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 1O1 Cukup jelas. Pasal 102 Cukup jelas. Pasal 103 Cukup jelas. Pasal 104 Cukup ^jelas. Pasal 1O5 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 1O7 Cukup jelas. Pasal 108 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) tt,q.) -*gya{ Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Huruf a Prasarana persampahan meliputi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce, -reuse, recycle), tempat pengolahan sampah terpadu, dan tempat pemrosesan akhii. Huruf b Sistem. pengelolaan sampah adalah upaya yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan dalam plngurangan dan penanganan sampah. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal l lO Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Status penguasaan tanah dapat diidentifikasi melalui status kepemilikan maupun izin pemanfaatan tanah dari pemilik tanah. Huruf b Kesesuaian dengan rencana tata ruang dapat diidentifkasi melalui izin mendirikan bangunan. Ayat (s) Cukup jelas. Pasal 1l I Cukup jelas.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. ...
Pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa.
Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2016.