Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum
Relevan terhadap
Pemimpin BLU menyampaikan RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Menteri/Pimpinan Lembaga c.q. pejabat eselon I yang ditunjuk Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai pembina teknis paling lambat pada akhir Desember, 2 (dua) tahun sebelum tahun pelaksanaan RBA.
RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas.
Dalam hal BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, RBA ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan analisis terhadap RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempertimbangkan aspek paling sedikit meliputi:
produktivitas, paling sedikit meliputi perbandingan antara hasil yang dicapai ( output ) dengan sumber daya yang digunakan ( input ), peningkatan kualitas dan kuantitas layanan, target pendapatan, serta rasio sumber daya manusia;
efisiensi, paling sedikit meliputi kebijakan untuk mengoptimalkan belanja dibandingkan dengan output layanan, proporsi pendapatan operasional dan belanja operasional, serta proporsi per jenis belanja;
inovasi, paling sedikit meliputi adanya ide/gagasan untuk meningkatkan layanan utama dan penunjang, optimalisasi aset, penggunaan teknologi informasi, serta modernisasi BLU; dan
keselarasan/kesesuaian, paling sedikit meliputi kesesuaian dengan RSB, kesesuaian dengan indikator kinerja ( Key Performance Indicator ) BLU, dan prioritas pembangunan.
Dalam melakukan analisis RBA, Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat melibatkan Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Negara/Lembaga, dan BLU.
Hasil analisis RBA memuat paling sedikit meliputi:
besaran target penerimaan negara bukan pajak BLU;
besaran rencana belanja; dan
informasi kesesuaian indikator kinerja ( Key Performance Indicator ) BLU dengan RSB dan prioritas pembangunan.
Hasil analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Negara/Lembaga, dan BLU.
Hasil analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dijadikan sebagai dasar penyusunan alokasi anggaran BLU termasuk penentuan target penerimaan negara bukan pajak BLU.
Kewenangan Khusus Otorita Ibu Kota Nusantara
Relevan terhadap
Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6876 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2023 TENTANG KEWENANGAN KHUSUS OTORITA IBU KOTA NUSANTARA KEUIENANGAN KIIUSUS OTORITA IBU KOTA NUSANTARA A. BIDANG PENDIDIKAN 1 Manajemen Pendidikan a. Pengelolaan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal. b. Fasilitasi pendidikan tinggi. 2 Kurikulum Penetapan kurikulum muatan lokal pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal. 3 Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan. 4 Penzinan Pendidikan Perizinan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan khusus, dan pendidikan nonformal serta program studi di luar kampus utama perguruan tinggi Indonesia dan perguruan tinggi asing peringkat 100 (seratus) terbaik dunia. 5 Bahasa dan Sastra Pembinaan bahasa dan sastra yang penuturnya dalam wilayah Ibu Kota Nusantara B. BIDANG KESEHATAN 1 Upaya Kesehatan a. Pengelolaan upaya kesehatan perseor€rngan (UKP) rujukan secara terintegrasi. b. Pengelolaan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan rujukan secara terintegrasi. c. Penyelenggaraan standardisasi khusus fasilitas pelayanan kesehatan publik dan swasta. d. Penerbitan perizinan berusaha untuk fasilitas pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit kelas A, B, C, dan D serta penanaman modal asing (PMA). 2 Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan termasuk Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing a. Perencanaan dan pengembangan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan untuk UKM dan UKP. b. Penyelenggaraan skema penghargaan dan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan untuk UKM dan UKP. c. Penempatan dan pendayagunaan tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/ penunj ang kesehatan. d. Penerbitan izin praktik tenaga kesehatan.
Sediaan Farmasi, Alat, Kesehatan, dan Makanan Minuman a. Pengawasan dan pemantauan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan. b. Pengawasan post-markef produk makanan minuman industri rumah tangga dan pangan olahan siap saji. c. Penyediaan obat pelayanan kesehatan dasar. d. Penerbitan perizinan berusaha usaha kecil obat tradisional (UKOT). e. Penerbitan perizinan berrrsaha apotek, toko obat, dan toko alat kesehatan. f. Penerbitan pedzinan berusaha usaha mikro obat tradisional (UMOT). g. Penerbitan perizinan berusaha produksi makanan dan minuman pada industri rumah tangga.
Penerbitan izin pedagang besar farmasi (PBF) cabang dan cabang distributor alat kesehatan (DAK). i. Penerbitan sertifikat produksi alat kesehatan dan alat kesehatan diagnostic in uitro (DIY) kelas A/ 1 (satu) tertentu serta perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) kelas 1 (satu) tertentu perusahaan rumah tangga.
Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Bidang Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi dengan pendekatan edukatif partisipatif dengan memperhatikan potensi dan sosial budaya setempat. C. BIDANG PEKER.IAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG 1 Perencanaan Tata Ruang Men5rusun dan menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Ibu Kota Nusantara. 2 Pemanfaatan Ruang Penzinan terkait penataan ruang yang meliputi:
Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan rurang (PKKPR) untuk kegiatan berusaha;
Konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKKPR) untuk kegiatan nonberusaha; dan
Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR) untuk kegiatan nonberusaha.
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang. 4 Pengawasan Penataan Ruang Pelaksanaan pengawasan penataan ruzrng.
Air Minum a. Penetapan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). b. Pengelolaan dan pengembangan SPAM.
Persampahan a. Penetapan pengembangan sistem pengelolaan persampahan. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem pengelolaarl pers€rmpahan. 7 Air Limbah a. Penetapan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik. 8 Drainase a. Penetapan pengembangan sistem drainase. b. Pengelolaan dan pengembangan sistem drainase. 9 Infrastruktur Hijau Kota Spons a. Pengembangan kota spons. b. Pengelolaan dan pengembangan infrastruktur konservasi air kota spons. c. Penetapan dan penegakan peraturan kota spons. 10 Permukiman a. Penetapan sistem pengembangan infrastruktur permukiman. b. Penyelenggaraan infrastruktur pada permukiman.
Bangunan Gedung a. Penetapan bangunan gedung untuk kepentingan strategis nasional. b. Penyelenggaraan bangunan gedung untuk kepentingan strategis nasional dan penyelenggaraan bangunan gedung fungsi khusus. c. Penerbitan persetujuan bangunan gedung (PBG) dan sertifikat laik fungsi bangunan gedung. t2. Penataan Bangunan dan Lingkungannya a. Penetapan pengembangan sistem penataan bangunan dan lingkungannya. b. Penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungannya.
Jalan a. Pengembangan sistem jaringan jalan. b. Penyelenggaraan jalan. l4 Jasa Konstruksi a. Penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja konstruksi strategis dan percontohan, tenaga ahli konstruksi, dan tenaga terampil konstruksi. b. Pengembangan dan penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi cakupan. c. Pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan tertib pemanfaatan jasa konstruksi. d. Pengembangan standar kompetensi kerja dan pelatihan jasa konstruksi. e. Pengembangan kontrak kerja konstrr.rksi yang menjamin kesetaraan hak dan kewajiban antara pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi. f. Pengemb€rngan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. g. Penyelenggaraan pengawasan penerapan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan jasa konstruksi oleh badan usaha jasa konstruksi. h. Pengembangan standar material dan peralatan konstruksi, serta inovasi teknologi konstruksi.
Irigasi Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem pada daerah irigasi. D. BIDANG PERUMAIIAN DAN I(AWASAN PERIUUKIMAN 1 Perumahan a. Pengembangan sistem penyelengg€rraan perumahan secara terpadu. b. Penyediaan perumahan bagi Aparatur Sipil Negara, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia. c. Fasilitasi dan/atau penyediaan pemmahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). d. Fasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat yang terkena relokasi sebagai dampak kebijakan pemerintah. e. Penyediaan dan rehabilitasi perumahan korban bencana. f. Pengembangan sistem pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. g. Penerbitan sertifikat kepemilikan bangunan gedung (SKBG).
Perizinan terkait pembangunan dan pengembangan perumahan. i. Penetapan pelaksanaan pemenuhan kewajiban hunian berimbang sesuai prioritas pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di wilayah Ibu Kota Nusantara. 2 Kawasan Permukiman dan Kawasan Permukiman Kumuh a. Penetapan sistem kawasan permukiman. b. Penataan dan peningkatan kualitas kawasan pennukiman kumuh. c. Pencegahan perumahan dan kawasan permukiman kumuh. d. Perizinan terkait pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman. 3 Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) Penetapan kebijakan dan penyelenggaraan prasarana sarana umum di lingkungan hunian, kawasan permukiman, dan perumahan. E. BIDANG KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN UMUM SERTA PERLINDUNGAN MASYARAKAT 1 Ketenteraman dan Ketertiban Umum a. Penegakan produk hukum Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ibu Kota Nusantara. c. Penanganan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum. 2 Bencana a. Penyelenggaraan penanggulangan bencana. b. Penyelenggaraan pencegahan, tanggap darurat, dan pascabencana alam dan nonalam.
Kebakaran a. Standardisasi sarana dan prasarana pemadam kebakaran. b. Standardisasi kompetensi dan sertifikasi pemadam kebakaran. c. Penyelenggaraan sistem informasi kebakaran. d. Penyelenggaraan pemetaan rawan kebakaran. e. Pencegahan, pengendalian, pemadaman, penyelamatan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun kebakaran. f. Inspeksi peralatan proteksi kebakaran. g. Investigasi kejadian kebakaran. h. Pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan kebakaran. F. BIDANG SOSIAL 1 Pemberd ayaar: Sosial a. Penetapan lokasi dan pemberdayaan sosial komunitas adat terpencil (KAT). b. Pembinaan sumber kesejahteraan sosial. c. Pembinaan lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga (LK3). d. Pengembangan potensi sumber kesejahteraan sosial. e. Penerbitan izin pengumpulan sumbangan. 2 Penanganan Warga Negara Migran Korban Tindak Kekerasan Penanganan warga negara migran korban tindak kekerasan dari titik debarkasi untuk dipulangkan hingga daerah asal. 3 Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi sosial bukan/tidak termasuk bekas korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), orzrng dengan Human Immunodeficiencg Vints / Acquire d Immuno Deficiencg Sg ndrome y ar: g memerlukan rehabilitasi pada panti dan tidak memerlukan rehabilitasi pada panti, dan rehabilitasi anak yang berhadapan dengan hukum. 4 Perlindungan dan Jaminan Sosial a. Pengelolaan data fakir miskin. b. Pemeliharaan anak-anak telantar. c. Penerbitan izin orang tua angkat untuk pengangkatan anak antar warga negara Indonesia dan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal warga negara Indonesia. 5 Penanganan Bencana a. Penyediaan kebutuhan dasar dan pemulihan trauma bagi korban bencana. b. Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana. c. Penyelenggaraan penanganan bencana berdasarkan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara. 6 Taman Makam Pahlawan Pembangunan dan pemeliharaan taman makam pahlawan nasional. 7 Penanganan Konflik Sosial Penanganan konflik sosial yang meliputi:
pencegahan konflik;
penghentian konflik; dan
pemulihan pascakonflik. G. BIDANG TENAGA KER.IA 1 Perencanaan Tenaga Kerja (Manpower Ptanning) dan Penyediaan Layanan Informasi Pasar Kerja a. Pen5rusunan perencanaan tenaga kerja (manpower planning). b. Penyediaan informasi ketenagakerjaan meliputi penduduk dan tenaga kerja, kesempatan kerja, pelatihan kerja termasuk kompetensi keda, produktivitas tenaga kerja, hubungan industrial, kondisi lingkungan kerja, pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja, jaminan sosial tenaga kerja. 2 Pelatihan Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja a. Pelaksanaan pelatihan untuk kejuruan yang bersifat strategis. b. Pelaksanaan pelatihan kerja. c. Pelaksanaan akreditasi lembaga pelatihan kerja. d. Konsultansi peningkatan produktivitas tenaga kerja pada perusahaan menengah dan kecil. e. Pembinaan lembaga pelatihan kerja swasta. f. Pengukuran produktivitas tenaga keda dan perusahaan. g. Penyediaan instruktur dan tenaga pelatihan yang kompeten serta sarana dan prasarana pelatihan. 3 Penempatan Tenaga Kerja a. Pelayanan antarkerja. b. Pengelolaan informasi pasar kerja. c. Pelindungan pekerja migran Indonesia sebelum bekerja dan setelah bekerja. d. Pelaksanaan perluasan kesempatan kerja. e. Pengesahan rencana penggunaan tenaga kerl'a asing melalui dashboard khusus pada sistem online pelayanan penggunaan tenaga kerja asing. f. Penetapan jangka waktu tertentu untuk pembebasan dari kewajiban pembayaran dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing. 4 Hubungan Industrial a. Pengesahan peraturan perusahaan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama untuk perusahaan yang hanya beroperasi di wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra. b. Pencegahan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial, mogok kerja, dan penutupan perrrsahaan yang berakibat/berdampak pada kepentingan di Ibu Kota Nusantara. c. Penetapan upah minimum. d. Pencatatan perjanjian kerja untuk perusahaan yang beroperasi di Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra.
Pencatatan serikat pekerja/serikat buruh yang berdomisili di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Pengawasan Ketenagakerj aan Penyelenggaraan pen gawasan ke tenagakerj aan. H. BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK 1 Kualitas Hidup Perempuan a. Pelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) pada lembaga pemerintah. b. Pemberdayaan perempuan bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi pada organisasi kemasyarakatan. c. Standardisasi lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan.
Perlindungan Perempuan a. Pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang melibatkan para pihak. b. Penyediaan layanan rujukan lanjutan bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi. c. Standardisasi lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan.
Kualitas Keluarga a. Peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan kesetaraan gender (KG) dan hak anak. b. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. c. Standardisasi lembaga penyediaan layanan peningkatan kualitas keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. d. Penyediaan layanan bagi keluarga dalam mewujudkan KG dan hak anak. 4 Sistem Data Gender dan Anak Pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data gender dan anak dalam kelembagaan data.
Pemenuhan Hak Anak (PHA) a. Pelembagaan PHA pada lembaga pemerintah, nonpemerintah, dan dunia usaha. b. Standardisasi lembaga penyediaan layanan peningkatan kualitas hidup anak. c. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan peningkatan kualitas hidup anak.
Perlindungan Khusus Anak a. Pencegahan kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya terhadap anak yang melibatkan para pihak. b. Penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memerlukan koordinasi. c. Standardisasi lembaga penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindunga.n khusus. d. Penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus. I. BIDANG PANGAN 1 Penyelenggaraan Pangan Berdasarkan Kedaulatan dan Kemandirian a. Pen5rusunan strategi kedaulatan pangan di Ibu Kota Nusantara. b. Penyediaan infrastruktur dan seluruh pendukung kemandirian pangan pada berbagai sektor. 2 Penyelenggaraan Ketahanan Pangan a. Penyediaan dan penyaluran pangan pokok dan/atau pangan lainnya sesuai dengan kebutuhan dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga pangan. b. Pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan dan menjaga keseimbangan cadangan pangan. c. Penentuan harga minimum untuk pangan lokal yang tidak ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. d. Promosi dan edukasi penganekaraganlran konsumsi pangan dalam pencapaian target konsumsi pangan per kapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi. e. Pelaksanaan pencapaian target konsumsi pangan per kapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi. f. Pelaksanaan kerl'a sama dengan Daerah Mitra untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan. 3 Penanganan Kerawanan Pangan a. Penetapan kriteria dan status krisis pangan. b. Penyusunan peta ketahanan dan kerentanan pangan. c. Pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pada kerawanan pangan. d. Penanganan kerawanan pangan. e. Fasilitasi pengembangan cadangan pangErn masyarakat. 4 Keamanan Pangan a. Pelaksanaan pengawasan keamanan panga.n segar. b. Registrasi pangan segar produksi dalam negeri dari pelaku usaha menengah dan besar, baik dengan klaim maupun tidak, serta pelaku usaha mikro dan kecil. c. Pembinaan keamanan pangan bagi pelaku usaha kecil pangan seg€rr. J. BIDANG PERTANAIIAN 1 Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum a. Pelaksanaan tahap perencanaan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. b. Pelaksanaan tahap persiapan dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. 2 Perencanaan Penggunaan Tanah Penetapan perencanaan penggunaan tanah. 3 Penatagunaan Tanah (Land Use Planning) a. Pelaksanaan pendataan tata guna tanah. b. Pembuatan sistem informasi tata guna tanah. c. Penetapan kebijakan pengawasan, pemantauan, dan pengendalian neraca persediaan, peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. d. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penatagunaan tanah. e. Penerbitan surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT). 4 Ganti Kerrrgian dan Santunan Tanah untuk Pembangunan Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan. 5 Sengketa Tanah Garapan Penyelesaian sengketa tanah garapan. 6 Izin Membuka Tanah Penerbitan izin membuka tanah. 7 Tanah Kosong a. Penyelesaian masalah tanah kosong. b. Inventarisasi dan pemanfaatan tanah kosong. 8 Pemanfaatan Tanah di atas Tanah Hak Pengelolaan a. Pen5rusunan rencana peramtukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara serta Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. b. Penggunaan dan pemanfaatan seluruh atau sebagian tanah hak pengelolaan untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak lain. c. Melakukan perjanjian pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan. d. Kewenangan lainnya terkait pemanfaatan tanah di atas tanah hak pengelolaan. 9 Penetapan Tarif Pemanfaatan Hak Pengelolaan Penetapan tarif dan latau uang wajib tahunan pemanfaatan tanah di atas hak pengelolaan. K. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1 Pelindungan dan Lingkungan Hidup Pengelolaan Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk:
penetapan kawasan hijau yang mendukung keseimbangan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati;
penerapan energi terbarukan dan efisiensi energi;
pengelolaan wilayah fungsional perkotaan yang berorientasi pada lingkungan hidup; dan
penerapan pengolahan sampah dan limbah dengan prinsip ekonomi sirkuler. 2 Perencanaan Lingkungan Hidup Pen5rusunan dan penetapan rencana pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH). 3 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pen5rusunan dan penjaminan kualitas KLHS untuk kebijakan, rencana, dan/atau program Ibu Kota Nusantara. 4 Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup Pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pencemaran danfatau kerusakan lingkungan hidup. 5 Keanekaragaman Hayati (Kehati) Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (Kehati) 6. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah E}3) a. Pengelolaan 83. b. Pengelolaan Limbah 83. 7 Pembinaan dan Pengawasan terhadap lzin Lingkungan dart lzin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) a. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang persetujuan lingkungan dan izin PPLH yang diterbitkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Perizinan terkait lingkungan hidup dan PPLH. 8 Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA), Kearifan Lokal dan Hak MHA yang terkait dengan PPLH a. Penetapan pengakuan MHA, kearifan lokal, atau pengetahuan tradisional yang terkait dengan PPLH. b. Peningkatan kapasitas MHA yang terkait dengan PPLH. 9 Pendidikan, Pelatihan, dan Pen5ruluhan Lingkungan Hidup untuk Masyarakat Penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan pen5ruluhan lingkungan hidup untuk lembaga kemasyarakatan.
Penghargaan Lingkungan Hidup untuk Masyarakat Pemberian penghargaan lingkungan hidup untuk masyarakat.
Pengaduan Lingkungzrn Hidup Penyelesaian pengaduan masyarakat di bidang PPLH terhadap:
usaha dan/atau kegiatan yang persetujuan lingkungan dan/atau izin PPLH yang diterbitkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara; dan
usaha dan/atau kegiatan yang lokasi dan/atau dampaknya di wilayah Ibu Kota Nusantara. t2. Persampahan a. Perizinan insinerator pengolah sampah menjadi energi listrik. b. Pengelolaan dan penanganan sampah. c. Perizinan terkait pengolahan sampah, pengangkutan sampah, dan pemrosesan akhir sampah yang diselenggarakan oleh swasta. d. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah oleh pihak swasta. e. Penetapan, pembinaan, dan pengawasan tanggung ^jawab produsen dalam pengurangan sampah. L. BIDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUI(AN DAN PENCATATAN SIPIL 1 Pendaftaran Penduduk Pelayanan pendaftaran penduduk. 2 Pencatatan Sipil Pelayanan pencatatan sipil. 3 Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Pengumpulan data kependudukan dan pemanfaatan dan penyajian database kependudukan. 4 Profil Kependudukan Pen5rusunan profil kependudukan. M. BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA 1 Pengendalian Penduduk a. Pemaduan dan sinkronisasi kebdakan pengendalian kuantitas penduduk. b. Pemetaan perkiraan pengendalian penduduk. 2 Keluarga Berencana (KB) a. Pengembangan desain program, pengelolaan dan pelaksanaan advokasi dan komunikasi, informasi, dan edukasi pengendalian penduduk dan KB sesuai dengan kearifan lokal. b. Pendayagunaan tenaga penyuluh KB/petugas lapangan KB (PKB/PLKB). c. Pengendalian dan pendistribusian kebutuhan alat dan obat kontrasepsi serta pelaksanaan pelayanan KB. d. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pengelolaan, pelayanan, dan pembinaan kesertaan ber-KB. 3 Keluarga Sejahtera a. Pengelolaan desain program dan pelaksanaan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. b. Pemberdayaan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. c. Pelaksanaan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan keseiahteraan keluarga. N. BIDANG PERHUBUNGAN 1 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) a. Penetapan rencana induk jaringan LLAJ. b. Penyediaan perlengkapan jalan. c. Pengelolaan terminal penumpang tipe A, B, dan C. d. Penyelenggaraan terminal barang untuk umum. e. Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk jaringan jalan. f. Persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas untuk jalan. g. Audit dan inspeksi keselamatan LLAJ di jalan yang berlokasi di Ibu Kota Nusantara. h. Penyediaan angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang. i. Penetapan kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan perkotaan. j. Penetapan rencana umum jaringan trayek. k. Penetapan tarif kelas ekonomi untuk angkutan orang yang melayani trayek. 1. Pengujian berkala kendaraan bermotor. m. Penerbitan izin penyelenggaraan dan pembangunan fasilitas parkir. n. Penerbitan izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek, angkutan pariwisata, dan angkutan barang khusus. o. Persetujuan penyelenggaraan terminal barang untuk kepentingan sendiri. 2 Pelayaran a. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian kapal antardaerah yang terletak pada jaringan jalan Ibu Kota Nusantara dan/atau jaringan jalur kereta api. b. Penetapan lintas penyeberangan dan persetujuan pengoperasian untuk kapal yang melayani penyeberangan lintas pelabuhan antardaerah. c. Penetapan tarif angkutan penyeberangan penumpang kelas ekonomi dan kendaraan beserta muatannya pada lintas penyeberangan antardaerah di Ibu Kota Nusantara. d. Penetapan lokasi pelabuhan. e. Penetapan rencana induk dan daerah lingkungan kerja (DlKr)/daerah lingkungan kepentingan (DLKp) pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan. f. Penetapan rencana induk dan DKLr IDKLp pelabuhan sungai dan danau regional. g. Pembangunan, penerbitan izin pembangunan dan pengoperasian pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul dan/atau pelabuhan pengumpan. h. Pembangunan dan penerbitan izin pelabuhan sungai dan danau yang melayani trayek. i. Penerbitan izin usaha angkutan laut bagi badan usaha yang berdomisili di Ibu Kota Nusantara dan beroperasi pada lintas pelabuhan.
Penerbitan izin usaha angkutan laut pelayaran ralryat bagi orang perorangan atau badan usaha yang berdomisili di Ibu Kota Nusantara dan yang beroperasi pada lintas pelabuhan. k. Penerbitan izin trayek penyelenggaraan angkutan sungai dan danau untuk kapal yang melayani trayek dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. l. Penerbitanizinusahajasa terkait berupa bongkar muat barang, jasa pengukuran transportasi, angkutan, perairan pelabuhan, penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut, tally mandiri, dan depo peti kemas. m. Penerbitan izin usaha badan usaha pelabuhan di pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, danf atau pelabuhan pengumpan. n. Penerbitan izin pengembangan pelabuhan untuk pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. o. Penerbitan izin pekerjaan pengukuran di wilayah perairan pelabuhan untuk pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan. p. Penerbitan izin pengoperasian pelabuhan selama 24 jam untuk semua pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. q. Penerbitan izin pekerjaan pengerrrkan di wilayah perairan pelabuhan utama, pelabuhan penzumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan.
Penerbitan izin pekerjaan reklamasi di wilayah perairan pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. s. Penerbitan izin pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) di dalam DLKr/DLKp pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan. t. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan sungai dan danau sesuai dengan domisili orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha. u. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan penyeberangan sesuai dengan domisili badan usaha. v. Penerbitan izin usaha penyelenggaraan angkutan sungai dan danau sesuai dengan domisili orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha. w. Penerbitan izin usaha jasa terkait dengan perawatan dan perbaikan kapal. x. Penerbitan izin usaha angkutan laut bagi badan usaha yang berdomisili dalam wilayah Ibu Kota Nusantara dan beroperasi pada lintas pelabuhan antardaerah dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. 3 Penerbangan a. Pengelolaan tempat pendaratan dan lepas landas helikopter. b. Pengendalian daerah lingkungan kepentingan pada bandar udara. c. Menjamin tersedianya aksesibilitas dan utilitas untuk menunjang pelayanan pada bandar udara. 4 Perkeretaapian a. Penetapan rencana induk perkeretaapian. b. Penetapan ^jaringan jalur kereta api. c. Penetapan kelas stasiun pada jaringan jalur kereta api. d. Penetapan jaringan pelayanan perkeretaapian pada jaringan jalur perkeretaapian. e. Penerbitan izin operasi sarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintas di wilayah Ibu Kota Nusantara. f. Penerbitan izin usaha, izin pembangunan, dan izin operasi prasarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintas dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. g. Penerbitan izin pengadaan atau pembangunan perkeretaapian khusus, izin operasi, dan penetapan jalur kereta api khusus yang jaringannya di dalam Ibu Kota Nusantara. h. Penerbitan izin trase kereta api. O. BIDANG KOMUNIKASI DAN INFORIIIATIKA 1 Penyelenggaraan, Sumber Daya, dan Perangkat Pos, serta Informatika a. Penyediaan danf atau pengelolaan infrastruktur pasif telekomunikasi (gorong- gorongl duct, menara, tiang, lubang kabel/ manhole, dan/atau infrastruktur lainnya) yang dapat digunakan .secara bersama oleh penyelenggara telekomunikasi dan/atau penyelenggara penyiaran. b. Pemberian fasilitasi dan latau kemudahan kepada penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan dan/atau penyediaan infrastruktur telekomunikasi. c. Penyediaan dan penggunaan infrastruktur pos (smart locker, autonomous uehicle, drone, dan infrastruktur lainnya) yang dapat digunakan secara bersama oleh penyelenggara pos komersial.
Informasi dan Komunikasi Publik Pengelolaan konten dan diseminasi informasi dan komunikasi publik di lingkup Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Aplikasi Informatika a. Pengelolaan aplikasi informatika dalam rangka mewujudkan smart city dan smart gouerrlance Ibu Kota Nusantara dengan memanfaatkan Nert Generation Network (NGN) dan berbasis Internet of Things (IoT). b. Pengelolaan e-qouentment.
Pengelolaan narna domain yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan subdomain di lingkup Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. P. BIDANG KOPERASI, USAHA KECIL, DAN MENENGAII 1 Izin Usaha Simpan Pinjam a. Penerbitan izin usaha simpan pinjam untuk koperasi. b. Penerbitan izin pernbukaan kantor cabang, cabang pembantu, dan kantor kas koperasi simpan pinjam untuk koperasi dengan wilayah keanggotaan di Ibu Kota Nusantara. 2 Pengawasan dan Pemeriksaan a. Pemeriksaan dan pengawasan koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. b. Pemeriksaan dan pengawasan koperasi simpan pinjam/unit simpan pinjam koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 3 Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Unit Simpan Pinjam (USP) Koperasi Penilaian kesehatan KSP/USP koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 4 Pendidikan dan Latihan Perkoperasian Pendidikan dan latihan perkoperasian bagi koperasi yang wilayah keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara. 5 Pemberdayaan dan Perlindungan Koperasi Pemberdayaan dan pelindungan koperasi yang keanggotaannya di Ibu Kota Nusantara.
Pemberdayaan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah (UMKM) Pemberdayaan usaha mikro dan usaha kecil melalui pendataan, kemitraan, kemudahan perizinan, penguatan kelembagaan, dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan. 7 Pengembangan UMKM Pengembangan usaha mikro dan usaha kecil dengan orientasi peningkatan skala usaha menjadi usaha kecil dan menengah. A. BIDANG PENANAI}IAN MODAL 1 Pengembangan Iklim Penanaman Modal a. Penetapan pemberian fasilitas/insentif di bidang penanzunan modal secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. b. Pembuatan peta potensi investasi Ibu Kota Nusantara secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. c. Kewenangan lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pemberian perizinan berusaha, kemudahan berusaha, dan fasilitas penanaman modal bagi pelaku usaha di Ibu Kota Nusantara. 2 Promosi Penanaman Modal Penyelenggaraan promosi penanaman modal secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi dan kementerian/lembaga terkait. 3 Pelayanan Penanaman Modal a. Pelayanan peizinan dan nonper2inan secara terpadu satu pintu melalui sistem Online Singte Submission Rfsk Qased Approach (OSS RBA). b. Penerbitan rekomendasi alih status izin tinggal kunjungan menjadi izin tinggal terbatas.
Penerbitan rekomendasi alih status izin tetap. tinggal terbatas menjadi izin tinggal 4 Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Pengendalian pelaksanaan terhadap kegiatan penanaman modal yang berlokasi dalam wilayah Ibu Kota Nusantara secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. 5 Data dan Sistem Informasi Penanaman Modal Pengelolaan data dan informasi perizinan dan nonperizinan penanaman modal yang terintegrasi secara berdampingan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi. R. BIDANG KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA 1 Kepemudaan a. Penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan pemuda terhadap pemuda pelopor, wirausaha muda, dan pemuda kader. b. Pemberdayaan dan ^pengembangan organisasi kepemudaan.
Kerja sama internasional untuk penyadaran, pemberdayaarl, dan pengembangan pemuda. 2 Keolahragaan a. Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan, olahraga masyarakat, dan olahraga prestasi. b. Penyelenggaraan kejuaraan olahraga dan/atau festival olahraga internasional. c. Penyelenggaraan pekan olahraga, kejuaraan olahraga, danf atau festival olahraga nasional. d. Pembinaan dan pengembangan organisasi olahraga. e. Perencanaan, penyediaan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan pengawasan prasa.rana olahraga dan sararla olahraga. f. Kerja sama internasional untuk pembinaan dan pengembangan olahraga. 3 Kepramukaan a. Pembinaan dan pengembangan organisasi kepramukaan. b. Kerja sama internasional untuk pembinaan dan pengembangan organisasi kepramukaan. S. BIDANG PERSANDIAN T. BIDANG KEBUDAYAAN 1 Persandian Informasi untuk Pengamanan a. Penyelenggaraan persandian untuk pengamanan informasi Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Penetapan pola hubungan komunikasi sandi antarbagian dari strrrktur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara.
Analisis Sinyal Pengamanan sinyal. 1 Pemajuan Kebudayaan a. Pengusulan objek pemajuan kebudayaan untuk ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia. b. Pengelolaan objek pemajuan kebudayaan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia.
Pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan. d. Pembinaan sumber daya manusia kebudayaan, lembaga adat, lembaga kebudayaan, dan pranata kebudayaan. e. Penyediaan sarana dan prasarana kebudayaan. f. Penyelenggaraan kegiatan promosi objek pemajuan kebudayaan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. g. Pen5rusunan, penetapan, dan pemutakhiran pokok pikiran kebudayaan. h. Pemberian penghargaan kebudayaan. 2 Cagar Budaya a. Pembentukan tim ahli cagar budaya. b. Penetapan dan pemeringkatan cagar budaya. c. Pengelolaan cagar budaya yang dimiliki danf atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. d. Pelestarian cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. e. Pengelolaan warisan dunia yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara.
Penempatan juru pelihara untuk melakukan perawatan cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. g. Penempatan polisi khusus cagar budaya untuk melakukan pengamanan cagar budaya dimiliki dan/atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. h. Penempatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang cagar budaya untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana cagar budaya yang dimiliki atau dikuasai Otorita Ibu Kota Nusantara. i. Penerbitan izin membawa cagar budaya ke luar daerah Ibu Kota Nusantara. j. Penerbitan izin pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya. k. Penyelenggara€rn kegiatan promosi cagar budaya di tingkat lokal, nasional, dan internasional. 3 Sejarah Pembinaan sejarah lokal 4 Permuseuman a. Pengelolaan museum. b. Penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Museum. U. BIDANG PERPUSTAKAAN a. Pengelolaan perpustakaan. b. Pembudayaan gemar membaca dan pengembangan literasi masyarakat. 1 Pembinaan Perpustakaan 2 Pelestarian Koleksi Nasional dan Naskah Kuno a. Pelestarian karya cetak dan karya rekam koleksi perpustakaan. b. Penerbitan katalog induk dan bibliografi khusus. c. Pelestarian naskah kuno. d. Pengembangan koleksi budaya etnis nusantara yang ditemukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. V. BIDANG KEARSIPAN 1 Pengelolaan Arsip a. Pengelolaan arsip dinamis Otorita Ibu Kota Nusantara dan badan usaha dan/atau badan layanan Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pengelolaan arsip statis yang diciptakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan badan usaha dan/atau badan layanan Otorita Ibu Kota Nusantara, perusahaan swasta yarrg kantor pusat usahanya di Ibu Kota Nusantara, organisasi kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat di Ibu Kota Nusantara. c. Pengelolaan Ibu Kota Nusantara sebagai simpul jaringan dalam sistem informasi kearsipan nasional (SIKN) melalui jaringan informasi kearsipan nasional (JIKN). 2 Pelindungan dan Penyelamatan Arsip a. Pemusnahan arsip di lingkungan Otorita Ibu Kota Nusantara yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun. b. Pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana. c. Penyelamatan arsip bagian dari struktur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara yang digabung dan/atau dibubarkan, serta perubahan satuan wilayah di Ibu Kota Nusantara. d. Autentikasi arsip statis dan arsip hasil alih media.
Melakukan pencarian arsip statis yang pengelolaannya menjadi kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara yang dinyatakan hilang dalam bentuk daftar pencarian arsip. 3 Perizinan Penerbitan izin penggunaan arsip yang bersifat tertutup. W. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1 Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil a. Pengelolaan sumber daya laut di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara di luar minyak dan gas bumi. b. Pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. c. Penerbitan perizinan berusaha di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara di luar minyak dan gas bumi. d. Penzusulan calon kawasan konservasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara.
Pembentukan satuan unit organisasi pengelola kawasan konservasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. f. Pengelolaan kawasan konservasi yang telah ditetapkan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. 2 Perikanan Tangkap a. Pengelolaan penangkapan ikan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. b. Penetapan lokasi pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. c. Pengelolaan dan penyelenggaraan tempat pelelangan ikan (TPI). d. Pendaftaran kapal perikanan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT yang beroperasi di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. e. Pelindungan dan pemberdayaan nelayan kecil. f. Penerbitan perizinan berrrsaha subsektor penangkapan ikan dan perizinarr berusaha subsektor pengangkutan ikan untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT di wilayah perairan laut Ibu Kota Nusantara. g. Penerbitan persetujuan pengadaan kapal perikanan untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh) GT di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. 3 Perikanan Budidaya a. Pemberdayaan usaha kecil pembudidaya ikan. b. Pengelolaan pembudidayaan ikan. 4 Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan a. Pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko sektor kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. b. Pengawasan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan berusaha sektor kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara. c. Pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di wilayah perairan Ibu Kota Nusantara.
Pengolahan dan Pemasaran Penerbitan izin usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan untuk penana.man modal dalam negeri (PMDN).
Pengemb€rngan SDM Kelautan dan Perikanan Masyarakat a. Penyelenggaraan pelatihan untuk masyarakat kelautan dan perikanan. b. Penyelenggaraan pendidikan menengah sektor kelautan dan perikanan X. BIDANG PARTUISATA DAN EKONOMI KREATIF 1 Destinasi Pariwisata a. Penetapan destinasi pariwisata. b. Penetapan daya tarik wisata dan kawasan strategis/klaster pariwisata. c. Penyiapan dan fasilitasi pengembangan daya tarik wisata, kawasan strategis/ klaster pariwisata serta amenitas pariwisata. d. Penyelenggaraan pembangunan aksesibilitas pariwisata yang meliputi penyediaan dan pengembangErn sarana, prasarErna, dan sistem transportasi angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan, angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api. e. Pemeliharaan dan pelestarian aset yang menjadi daya tarik wisata. f. Pengelolaan kawasan strategis/klaster pariwisata melalui pembentukan badan usaha dan/atau keda sama usaha kesehatan/kebugaran yang ditunjang oleh pariwisata kota, meetings, incentiues, conferencing, exhibitions (MICE), wisata kesehatan, dan wisata kebugaran. g. Penyiapan daya tarik wisata, fasilitas umlrm, fasilitas pariwisata dan aksesibilitas pada kawasan strategis/klaster pariwisata baru lainnya. 2 Pemasaran Pariwisata Fasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata. 3 Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif a. Pengembangarr, penyelenggaraan, dan pelaksanaan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pariwisata dan ekonomi kreatif tingkat ahli, lanjutan, dan dasar. b. Penyelenggaraan bimbingan masyarakat sadar wisata. 4 Perencanaan Kepariwisataan Pen5rusunan dan penetapan rencana induk pembangunan kepariwisataan. 5 Penyelenggaraan Kepariwisataan a. Pengoordinasian penyelenggaraan kepariwisataan. b. Penyelenggaraan kerja sama internasional di bidang kepariwisataan. c. Pelaksanaan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata. d. Pemberian kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan. e. Penyediaan, pengelolaan, dan penyebarluasan informasi kepariwisataan. f. Pemberian informasi dan/atau peringatan dini yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan. g. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang dimiliki masyarakat. h. Pengawasan, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan kepariwisataan. i. Pengalokasian anggaran kepariwisataan.
Penerapan prinsip pariwisata berkelaniutan. 6. Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi dalam Bidang Usaha Pariwisata Pemberian kemudahan/fasilitas, perlindungan, dan pemberdayaan bagi koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah dalam bidang usaha pariwisata. 7 Badan Promosi Pariwisata Fasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Otorita Ibu Kota Nusantara. 8 Pelaku Ekonomi Kreatif Pengembangan kapasitas pelaku ekonomi kreatif melalui:
pelatihan, pembimbingan teknis, dan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial;
dukungan fasilitasi untuk menghadapi perkembang€rn teknologi di dunia usaha; dan
standardisasi usaha dan sertifikasi profesi bidang ekonomi kreatif. 9 Pengembangan Ekosistem Ekonomi Kreatif Pengembanga.n ekosistem ekonomi kreatif melalui:
pengembangErn pendidikan;
fasilitasi pendanaan dan pembiayaan;
penyediaan infrastruktur;
pengembangan sistem pemasaran;
pemberian insentif;
fasilitasi kekayaan intelektual; dan
perlindungan hasil kreativitas.
Pariwisata Alam a. Pemberian izin pengusahaan pariwisata alam untuk pengusahaan pariwisata alam yang dilakukan di dalam blok pemanfaatan taman hutan raya. b. Pembinaan dan pengawasan usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam. c. Penetapan pungutan bagi setiap wisatawan yang memasuki kawasan pengusahaan pariwisata alam. Y. BIDANG PERTANIAN 1 Sarana Pertanian a. Pengawasan peredaran, mutu/formula, dan penetapan kebutuhan sarana pertanian. b. Pengelolaan, pengawasan mutu, dan peredaran benih/bibit, sumber daya genetik (SDG) hewan.
Pengawasan benih ternak, pakan, hijauan pakan ternak (HPT), dan obat hewan di tingkat pengecer. d. Pengawasan peredaran obat hewan di tingkat distributor. e. Penyediaan benih bibit ternak dan HPT. f. Pengendalian penyediaan dan peredaran benih/bibit ternak dan HPT. g. Penyediaan benih/bibit ternak dan HPT. h. Penetapan calon penerima sarana pertanian. 2 Prasarana Pertanian a. Penentuan, penataan, dan pengembangan kebutuhan prasarana pertanian. b. Penetapan dan pengelolaan wilayah sumber bibit ternak dan rumpun/galur ternak. c. Penetapan kawasan peternakan. d. Pengembangan lahan penggembalaan umum. e. Penetapan calon penerima prasarana perkebunan.
Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Penjaminan kesehatan hewan, penutupan, dan pembukaan daerah wabah penyakit hewan menular.
Pengendalian dan Penanggulangan Bencana Pertanian Pengendalian dan penanggulangan bencana pertanian.
Perizinan Usaha Pertanian a. Penerbitan izin pernbangunan laboratorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner. b. Penerbitan izin usaha peternakan distributor obat hewan. c. Penerbitan izin usaha pertanian. d. Penerbitan izin usaha produksi benih/bibit ternak dan pakan, fasilitas pemeliharaan hewan, rumah sakit hewan/pasar hewan, rumah potong hewan. e. Penerbitan izin usaha pengecer (toko, retail, subdistributor) obat hewan. f. Perizinan budi daya tanaman perkebunan dengan luasan tertentu. g. Perla; inan usaha produksi benih tanaman perkebunan. h. Sertifikasi benih tanaman perkebunan. Z. BIDANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1 Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) Pelaksanaan pendelegasian sebagian kewenangan pengelolaan SDA dalam satu kesatuan pengelolaan wilayah Sungai Mahakam yang meliputi:
konservasi SDA di daerah aliran sungai (DAS) dalam wilayah Ibu Kota Nusantara, termasuk pengendalian kualitas air;
pendayagunaan SDA di dalam dan lintas wilayah Ibu Kota Nusantara yang langsung terkait kepentingan Ibu Kota Nusantara; dan
pengendalian daya rusak air di DAS dalam wilayah Ibu Kota Nusantara. AA. BIDANG KEHUTANAN 1 Perencanaan Kehutanan a. Inventarisasi hutan meliputi:
inventarisasi hutan di Ibu Kota Nusantara; 2l inventarisasi hutan tingkat DAS yang wilayahnya di dalam Ibu Kota Nusantara; dan
inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan hutan. b. Penyelenggaraan pengukuhan kawasan hutan. c. Penyelenggaraan penatagunaan kawasan hutan. d. Pembentukan kesatuan pengelolaan hutan yang meliputi:
pen5rusunan rancang bangun unit pengelolaan hutan lindung;
pen5rusunan rancang bangun unit pengelolaan hutan produksi;
pembentukan unit pengelolaan hutan lindung; 4l pembentukan unit pengelolaan hutan produksi; dan
pembentukan organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan wilayah pengelolaan KPH pada hutan produksi. e. Pen5rusunan rencana kehutanan tingkat Ibu Kota Nusantara.
Evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan yang meliputi:
evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan;
evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan KPH lindung; dan
evaluasi dan pengendalian pelaksanaan rencana kehutanan KPH produksi. g. Penyelenggaraan perubahan peruntukan kawasan hutan dan perrrbahan fungsi hutan. h. Persetujuan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan. i. Persetujuan penggunaan kawasan hutan. j. Penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. 2 Penggunaan Kawasan Hutan a. Persetujuan penggunaan kawasan hutan. b. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap pemegang persetujuan kawasan hutan.
Tata Hutan dan Pen5rusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan a. Pen5rusunan rencana pengelolaan hutan yaitu penetapan rencana pengelolaan hutan ^jangka pendek. b. Pemanfaatan hutan. c. Pengolahan hasil hutan yang meliputi:
pemberian pengolahan hasil hutan skala menengah dan perubahannya; dan
pemberian pengolahan hasil hutan skala kecil dan perubahannya.
Perlindungan Hutan a. Pelaksanaan perlindungan hutan produksi. b. Pelaksarlaan perlindungan hutan lindung. c. Pelaksanaan perlindungan hutan pada areal di luar kawasan hutan yang tidak dibebani perizinan berusaha.
Pengelolaan Hutan a. Penyelenggaraan tata hutan. b. Penyelenggaraan rencana pengelolaan hutan. c. Penyelenggaraan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. d. Penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan. e. Penyelenggaraan perlindungan hutan. f. Penyelenggaraan pengolahan dan penatausahaan hasil hutan. g. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK). h. Pelaksanaan tata hutan kesatuan pengelolaan hutan Ibu Kota Nusantara. i. Pelaksanaan rencana pengelolaan kesatuan pengelolaan hutan Ibu Kota Nusantara. j. Pelaksanaan pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang meliputi:
pemanfaatan kawasan hutan;
pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;
pemungutan hasil hutan; dan
pemanfaatan jasa lingkungan kecuali pemanfaatan penyimpanan dan/atau penyerapan karbon. k. Pelaksanaan perlindungan hutan di hutan lindung dan hutan produksi. 1. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan bukan kayu. m. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan kayu. n. Pelaksanaan pengelolaan KHDTK untuk kepentingan religi. o. Pemberian perizinan berusaha pemanfaatan hutan. p. Pemberian perizinan berusaha pengolahan hasil hutan. q. Pengelolaan perhutanan sosial. r. Penyelenggara€rn penegakan hukum kehutanan. s. Penyidikan tindak pidana kehutanan. t. Persetujuan pengelolaan perhutanan sosial. u. Pengenaan sanksi administratif. 6 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya a. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. b. Penyelenggaraan konsenrasi tumbuhan dan satwa liar. c. Penyelenggaraan pemanfaatan secara lestari kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam.
Penyelenggaraan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (lembaga konservasi, penangkaran, dan peredaran). e. Pelaksanaan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. f. Pelaksanaan perlindungan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi dan/atau tidak masuk dalam Appendix of Conuention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). g. Pelaksanaan pengelolaan kawasan bernilai ekosistem penting dan daerah penyangga kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. h. Penyelenggaraan perencanaan kawasan konservasi. i. Penetapan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. j. Pemberian perizinan pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi. k. Pemberian perizinan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar. 1. Pemberian peruinan/persetujuan konservasi eksitu. m. Penyelenggaraan kerja sama konservasi. n. Pengelolaan taman hutan raya. o. Pemberian perizinan berusaha pada taman hutan raya. 7 Pendidikan dan Pelatihan, Pen5ruluhan dan Pemberdayaan Masyarakat a. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan serta kehutanan. b. Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan. c. PemberdayaarL masyarakat di bidang kehutanan. pendidikan menengah 8 Pengelolaan DAS Pelaksanaan pengelolaan DAS. 9 Pengawasan Kehutanan Penyelenggaraan pengawasan penataan terhadap pelaksanaan kegiatan yang izinlpersetujuannya diterbitkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
Perbenihan Tanaman Hutan Pemberian perizinan berusaha pengadaan dan pengedaran benih dan bibit yang dimohon oleh pelaku usaha perorangan atau nonperorangan. BB. BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 1 Geologi a. Inventarisasi dan pemantauan kondisi air tanah. b. Penerbitan perizinan berrrsaha atau persetujuan penggunaan sumber daya air berupa air tanah. c. Pengendalian, pengawasan, dan pembinaan kegiatan penggunaan dan pengusahaan air tanah. d. Inventarisasi keragaman geologi (geodiuersitg), pengasulan penetapan warisan geologi (geolrcitage), dan pemanfaatan situs warisan geologi (geolrcritage). e. Pengusulan penetapan dan pengelolaan taman bumi (geoparkl nasional. f. Penyelidikan geologi lingkungan untuk kawasan lindung geologi. g. Peringatan dini potensi gerakan tanah. h. Penyiapan data geologi dan pen5rusunan peta kawasan rawan bencana detail (skala >25.000) untuk penetapan kawasan rawan bencana geologi. 2 Energi Baru Terbarukan a. Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi. b. Pengelolaan penyediaan biomassa dan/atau biogas. c. Pengelolaan pemanfaatan biomassa dan/atau biogas sebagai bahan bakar.
Pengelolaan aneka energi baru terbarukan berupa sinar matahari, angin, aliran dan terjunan air, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, dan hidrogen sebagai energi listrik dan bahan bakar. e. Penerbitan izin usaha niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) ton/tahun. f. Pembinaan dan pengawasan usaha niaga bahan bakar nabati (biofuet) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) ton/tahun. g. Pengelolaan konservasi energi terhadap kegiatan yang izin usahanya dikeluarkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. h. Pelaksanaan konservasi energi pada fasilitas yang dikelola oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. i. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan konservasi energi yang dilakukan oleh pemangku kepentingan. 3 Ketenagalistrikan a. Persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa ^jaringan tenaga listrik, rencana usaha penyediaan tenaga listrik, penjualan kelebihan tenaga listrik dari pemegangizin yang ditetapkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. b. Pelayanan perizinan berrrsaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang:
usaha penyediaan tenaga listriknya memiliki wilayah usaha namun tidak memiliki usaha pembangkitan tenaga listrik;
memiliki fasilitas instalasi dalam Ibu Kota Nusantara; dan f atau 3) menjual tenaga listrik dan/atau menyewakan ^jaringan tenaga listrik kepada pemegang pefizinan berusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang ditetapkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. c. Pelayanan perizinan berusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang:
memiliki fasilitas instalasi dalam lbu Kota Nusantara; 2l berada di wilayah sampai dengan 12 (dua belas) mil laut; dan/atau
pembangkitan dengan kapasitas sampai dengan 10 (sepul: uhl Mega Watt.
Pelayanan perizinan berusaha usaha jasa penunjang tenaga listrik yang dilakukan oleh BUMN, penanam modal dalam negeri, koperasi atau badan usaha di Ibu Kota Nusantara, dan badan usaha jasa konsultasi dalam bidang instalasi tenaga listrik, pembangunan dan pemasangErn instalasi tenaga listrik, pengoperasian instalasi tenaga listrik, pemeliharaan instalasi tenaga listrik, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan. e. Penyediaan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik belum berkembang, daerah terpencil, dan perdesaan. CC. BIDANG PERDAGANGAN 1 Penzinan dan Pendaftaran Perusahaan a. Pemeriksaan fasilitas penyimpanan bahan berbahaya dan pengawasan distribusi, pengemasan, dan pelabelan bahan. b. Penerbitan surat keterangan asal (apabila telah ditetapkan sebagai instansi penerbit surat keterangan asal).
Penerbitan izin usaha untuk:
perantara perdagangan properti;
penjualan langsung;
penvakilan perulsahaan perdagangan asing;
usaha perdagangan yang di dalamnya terdapat modal asing;
^jasa survei dan ^jasa lainnya di bidang perdagangan tertentu; dan
pendaftaran agen dan/atau distributor. d. Penerbitan surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol (SIUP-MB) toko bebas bea dan penerbitan SIUP-MB bagi distributor, pengecer, dan penjual langsung minum di tempat. e. Penerbitan surat izin usaha perdagangan bahan berbahaya distributor terdaftar, pembinaan terhadap importir produsen bahan berbahaya, importir terdaftar bahan berbahaya, distributor terdaftar bahan berbahaya, dan produsen terdaftar bahan berbahaya, dan pengawasan distribusi pengemasan dan pelabelan bahan berbahaya. f. Penerbitan surat izin usaha perdagangan bahan berbahaya pengecer terdaftar, pemeriksaan sarana distribusi bahan berbahaya, dan pengawasan distribusi, pengemasan, dan pelabelan bahan berbahaya.
Penerbitan izin pengelolaan pasar ralgrat, pusat perbelanjaan, dan izin usaha toko swalayan. h. Penerbitan tanda daftar gudang dan surat keterangan penyimpanan barang (SKPB). i. Penerbitan surat tanda pendaftaran waralaba (STPW) untuk kegiatan waralaba. 2 Sarana Distribusi Perdagangan a. Pembangunan dan pengelolaan pusat distribusi perdagangan. b. Pembangunan dan pengelolaan sarana distribusi perdagangan. c. Pembinaan terhadap pengelola sarana distribusi perdagangan masyarakat. d. Pemasaran produk hasil industri di dalam negeri. 3 Stabilisasi Harga Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting a. Menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok dan barang penting. b. Pemantauan harga dan informasi ketersediaan stok barang kebutuhan pokok dan barang penting. c. Melakukan operasi pasar dalam rangka stabilisasi harga pangzrn pokok. d. Pengawasan pupuk dan pestisida dalam melakukan pelaksanaan pengadaan, penyaluran, dan penggunaan pupuk bersubsidi. 4 Pengembangan Ekspor a. Penyelenggarazrn promosi dagang melalui pameran dagang internasional, pameran dagang nasional, dan pameran dagang lokal, serta misi dagang bagi produk ekspor unggulan.
Penyelenggaraan kampanye pencitraan produk ekspor skala nasional dan internasional.
Standardisasi, Perlindungan Konsumen, dan Pengawasan Kegiatan Perdagangan a. Pengujian mutu barang dan pemantauan mutu produk potensial. b. Pelaksanaan perlindungan konsumen dan pengawasan barang beredar dan/atau jasa. c. Pelaksanaan metrologi legal berupa tera, tera ulang, dan pengawasan, serta edukasi di bidang metrologi legal. d. Pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangan. DD. BIDANGPERINDUSTRIAN 1 Penyelenggaraan Bidang Perindustrian a. Penyelenggara€rn urusan pemerintahan di bidang perindustrian. b. Pemberian kemudahan untuk mendapatkan bahan baku dan/atau bahan penolong, dan jaminan penyaluran bahan baku dan/atau bahan penolong bagi perusahaan industri. 2 Perencanaan Industri Pen5rusunan dan penetapan rencana pembangunan industri Ibu Kota Nusantara. 3 Perwilayahan Industri a. Pen5rusunan dan penetapan kawasan peruntukan industri. b. Perencanaan, penyediaan infrastruktur, kemudahan dalam perolehan/ pembebasan lahan, pelayanan terpadu satu pintu, pemberian insentif dan kemudahan lainnya, penataan industri dan pengawasan pembangunan kawasan industri. c. Pelaksanaan pengelolaan kawasan industri. 4 Penerbita n P erizinan Berusaha Penerbitan izin usaha industri dan bin usaha kawasan industri.
Pembangunan Sumber Daya Industri a. Sumber daya manusia (SDM) industri, meliputi:
pelaksanaan pembangunan wirausaha industri;
pelaksanaan pembangunan tenaga kerja industri;
pelaksanaan pembangunan pembina industri; dan
pelaksanaan penyediaan konsultan industri. b. Sumber daya alam (SDA) industri, yaitu pelaksanaan penjaminan dan penyaluran sumber daya alam untuk industri.
Teknologi industri meliputi:
peningkatan penguasaan dan pengoptimalan pemanfaatan teknologi industri; 2l promosi alih teknologi; dan
fasilitasi pemanfaatan kreativitas dan inovasi masyarakat dalam pembangunan industri.
Pembiayaan Industri Fasilitasi ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan industri yang diberikan kepada perusahaan industri yang berbentuk BUMN atau perusahaan industri swasta. 7 Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri a. Pemberian fasilitasi nonfiskal untuk industri kecil dan menengah (IKM) yang menerapkan standar nasional Indonesia (SNI), spesifikasi teknis (ST) dan/atau pedoman tata cara (PTC) yang diberlakukan secara wajib. b. Penyediaan, peningkatan, dan pengembangan sarana prasarana laboratorium pengujian standardisasi industri di wilayah pusat pertumbuhan industri untuk kelancaran pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC. c. Terkait Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) yang meliputi:
memperoleh akses data industri, data kawasan industri, dan data lainnya Yans terdapat di dalam SIINas: dan asistensi kewajiban pelaporan perusahaan industri dan perrrsahaan kawasan industri melalui SIINas; dan
melaporkan informasi industri dan informasi lain. 2l melaksanakan sosialisasi 8. Pemberdayaan Industri a. Pembangunan dan pemberdayaan industri kecil dan industri menengah melalui pelaksana€rn penguatan kapasitas kelembagaan dan pemberian fasilitas. b. Pengawasan pelaksanaan industri hijau. c. Pelaksanaan pengawasan penggunaan produk dalam negeri. 9 Keda Sama Internasional Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang industri 10 Tindakan Pengamanan Penyelamatan Industri dan Pengusulan kebdakan pengamanan industri kepada Presiden akibat adanya kebijakan dan regulasi yang merugikan. 11 Penanaman Modal Bidang Industri Pelaksanaan kebijakan penanarnan modal di bidang industri. t2. Pengawasan dan Pengendalian Kegiatan Usaha Industri dan Kegiatan Usaha Kawasan Industri Keterlibatan dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha industri dan kegiatan usaha kawasan industri. EE. BIDANGTRANSMIGRASI . irl. rl i., : t{,-o; i, 1 Pembinaan Kawasan Transmigrasi Pembinaan satuan pennukiman pada tahap pemantapan dan tahap kemandirian kawasan transmigrasi.
Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pendanaan Desentralisasi
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Kementerian Keuangan adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi nonkementerian negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Rencana Kerja Pemerintah yang selanjutnya disingkat RKP adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 1 (satu) tahun yang dimulai pada tanggal 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang selanjutnya disingkat KEM PPKF adalah dokumen negara yang memuat gambaran dan desain arah kebijakan ekonomi makro dan fiskal sebagai bahan pembicaraan pendahuluan bersama Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun anggaran berikutnya.
Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan Daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Belanja Daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama 1 (satu) periode anggaran.
Pembiayaan Utang Daerah adalah setiap penerimaan Daerah yang harus dibayar kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Dana Abadi Daerah yang selanjutnya disingkat DAD adalah dana yang bersumber dari APBD yang bersifat abadi dan dana hasil pengelolaannya dapat digunakan untuk belanja Daerah dengan tidak mengurangi dana pokok.
Sistem Informasi Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SIKD adalah suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pengelolaan keuangan Daerah, data kinerja Daerah, dan data terkait lainnya menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan, serta sebagai bahan pengambilan keputusan dan kebijakan dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah.
Sumber Dana adalah referensi bagan akun standar Pemerintah Daerah yang diklasifikasikan berdasarkan referensi akun penerimaan APBD baik pendapatan maupun penerimaan pembiayaan, termasuk sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya, dengan kedalaman informasi sampai dengan level yang memudahkan pelaporan pada APBD.
Walidata adalah unit pada instansi pusat dan instansi daerah yang melaksanakan kegiatan pengumpulan, pemeriksaan, dan pengelolaan data yang disampaikan oleh produsen data, serta menyebarluaskan data.
Keluaran ( output ) yang selanjutnya disebut Keluaran adalah barang atau jasa yang merupakan hasil akhir dari pelaksanaan kegiatan dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional dan/atau merupakan hasil akhir dari pelaksanaan subkegiatan dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan Daerah.
Hasil ( outcome ) yang selanjutnya disebut Hasil adalah ukuran atau indikator atas tercapainya sasaran berupa hasil langsung ( immediate outcome ), hasil antara ( intermediate outcome ), dan dampak/hasil final ( final outcome ) menurut kerangka kerja logis.
Dampak / Hasil Final (Final Outcome) yang selanjutnya disebut Dampak / Hasil Final __ adalah perubahan atau efek yang terjadi sebagai akibat dari pencapaian hasil langsung ( immediate outcome ) dan hasil antara ( intermediate outcome ).
Manfaat adalah nilai positif yang diperoleh dari Dampak/Hasil Final.
Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana kegiatan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin.
Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi input, proses, Keluaran, Hasil, Dampak/Hasil Final, dan/atau Manfaat terhadap rencana dan standar.
Platform Digital Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional yang selanjutnya disebut Platform Digital SKFN adalah suatu wadah penggunaan teknologi digital terintegrasi untuk meningkatkan layanan publik dan menciptakan nilai publik dalam rangka sinergi kebijakan fiskal nasional.
Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, atau pendaftaran penanaman modal Wajib Pajak pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan, termasuk perluasan dan perubahannya sepanjang termasuk dalam kriteria Industri Pionir.
Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi dari Kegiatan Usaha Utama dijual ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Relevan terhadap 1 lainnya
Pemerintah berwenang mencegah praktik penghindaran pajak sebagai upaya yang dilakukan Wajib Pajak untuk mengurangi, menghindari, atau menunda pembayaran pajak yang seharusnya terutang yang bertentangan dengan maksud dan tujuan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan. Salah satu cara penghindaran pajak adalah dengan melakukan transaksi yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya yang bertentangan dengan prinsip substance ouer form, yaitu pengakuan substansi ekonomi di atas bentuk formalnya. Ayat (1) Dalam menentukan batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk tujuan perpajakan digunakan metode yang lazirrr diterapkan di dunia internasional, misalnya melalui metode penentuan tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratiol, melalui persentase tertentu dari biaya pinjaman dibandingkan dengan pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya pinjaman, pajak, depresiasi dan amortisasi parnings before interest, tasces, depreciation, and amortizationl atau melalui metode lainnya. Ayat (2) Dengan makin berkembangnya ekonomi dan perdagangan internasional sejalan dengan era globalisasi dapat terjadi bahwa Wajib Pajak dalam negeri menanamkan modalnya di luar negeri. Untuk mengurangi kemungkinan penghindaran pajak, terhadap penanaman modal di luar negeri selain pada badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, Menteri Keuangan berwenang untuk menentukan saat diperolehnya dividen. Contoh: Contoh: PT A dan PT B masing-masing memiliki saham sebesar 40% (empat puluh persen) dan 2Oo/o (dua puluh persen) pada X Ltd. yang bertempat kedudukan di negara Q. Saham X Ltd. tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek. Dalam tahun 2OO9 X Ltd. memperoleh laba setelah pajak sejumlah Rp1.00O.OOO.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam hal demikian, Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen dan dasar penghitungannya. Ayat (3) Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat tedadi karena adanya hubungan istimewa. Wajib Pajak melakukan penghindaran pajak dengan cara, antara lain melaporkan penghasilan kurang dari semestinya, melaporkan biaya melebihi dari semestinya, melaporkan laba usaha yang terlalu kecil dibandingkan kinerja keuangan Wajib Pajak lainnya dalam bidang usaha yang sejenis, atau melaporkan rugi usaha secara tidak wajar meskipun Wajib Pajak telah melakukan penjualan secara komersial selama 5 (lima) tahun. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelazirnan usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Yang dimaksud dengan "prinsip kewajaran dan kelaziman usaha" adalah prinsip di dalam praktik bisnis yang sehat sebagaimana berlaku di antara pihak-pihak yang tidak memiliki dan/atau dipengaruhi hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dapat digunakan:
metode perbandingan harga antarpihak yang independ en (comp arable uncontrolled price method) ;
metode harga penjualan kembali (resale price method);
metode biaya-plus (cost-plus method); atau
metode lainnya, seperti:
metode pembagian laba @rofit split methodl;
metode laba bersih transaksional (transactional net margin methodl;
metode perbandingan transaksi independen (comp arable uncontrolle d trans action methodl ;
metode dalam penilaian harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud (tangible asset and intangible asset ualuation); dan
metode dalam penilaian bisnis (business ualuation). Terhadap Wajib Pajak yang melaporkan laba usaha yang terlalu kecil dibandingkan kinerja keuangan Wajib Pajak lainnya dalam bidang usaha yang sejenis atau melaporkan rugi usaha secara tidak wajar meskipun Wajib Pajak telah melakukan penjualan secara komersial selama 5 (lima) tahun, dapat diterapkan pembandingan kinerja keuangan dengan Wajib Pajak dalam kegiatan usaha yang sejenis (benchmarkingl dalam rangka penghitungan pajak yang seharusnya terutang. Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan, misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dan utang yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasarkan data atau indikasi lainnya. Dengan demikian, bunga yang dibayarkan oleh Wajib Pajak sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak Wajib Pajak. Sementara itu, bagi pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh pembayaran bunga tersebut dianggap sebagai dividen yang dikenai pajak. Untuk . Untuk selisih antara nilai transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa yang tidak sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha dengan nilai transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa yang sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha juga dianggap sebagai dividen yang dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perllndang-undangan di bidang perpajakan. Ayat (3a) Kesepakatan harga transfer (Aduance pricing Agreement/APAI adalah kesepakatan antara Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak mengenai harga jual wajar produk yang dihasilkannya kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related partiesl dengannya. Tujuan diadakannya APA adalah untuk menguran gi terj adinya praktik penyalah gunaa n transfer prtcing oleh perusahaan multi nasional. persetujuan antara Wajib Pajak dan Direktur Jenderal pajak tersebut dapat mencakup beberapa hal, antara lain harga jual produk yang dihasilkan, dan jumlah royalti dan lain-lain, tergantung pada kesepakatan. Keuntungan dari APA selain memberikan kepastian hukum dan kemudahan penghitungan pajak, fiskus tidak perlu melakukan koreksi atas harga jual dan keuntungan produk yang dijual Wajib pajak kepada perusahaan dalam grup yang sama. ApA dapat bersifat unilateral, yaitu merupakan kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib pajak atau bilateral, yaitu kesepakatan Direktur Jenderal pajak dengan otoritas perpajakan negara lain yang menyangkut Wajib Pajak yang berada di wilayah yurisdiksinya. Ayat (3b) Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penghindaran pajak oleh Wajib pajak yang melakukan pembelian saham/penyertaan pada suatu perusahaan Wajib Pajak dalam negeri melalui perusahaan luar negeri yang didirikan khusus untuk tujuan tersebut (special purpose comp any) . Ayat (3c) Contoh X Ltd. yang didirikan dan berkedudukan di negara A, sebuah negara yang memberikan perlindungan pajak (tox hauen countryl, memiliki 95% (sembilan puluh lima persen) saham PT X yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia. X Ltd. ini adalah suatu perusahaan antara (conduit compangl yang didirikan dan dimiliki sepenuhnya oleh Y Co., sebuah perusahaan di negara B, dengan tujuan sebagai perusahaan antara dalam kepemilikannya atas mayoritas saham PT X. Apabila Y Co. menjual seluruh kepemilikannya atas saham X Ltd. kepada W Zyangmerupakan Wajib Pajak dalam negeri, secara legal formal transaksi di atas merupakan pengalihan saham perusahaan luar negeri oleh Wajib Pajak luar negeri. Namun, pada hakikatnya transaksi ini merupakan pengalihan kepemilikan (saham) perseroan Wajib Pajak dalam negeri oleh Wajib Pajak luar negeri sehingga atas penghasilan dari pengalihan ini terutang Pajak Penghasilan. Ayat (3d) Cukup jelas. Ayat (3e) Dihapus. Ayat (a) Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan:
kepemilikan atau penyertaan modal; atau
adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi. Selain karena hal-hal tersebut, hubungan istimewa di antara Wajib Pajak orang pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau perkawinan. Huruf a Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25oh (dua puluh lima persen) atau lebih secara langsung ataupun tidak langsung. Misalnya, ff A mempunyai 5Oo/o (lima puluh persen) saham PT B. Pemilikan saham oleh PT A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya, apabila PT B mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT C, PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25o/o (dua puluh lima persen). Dalam hal demikian, antara PT A, pT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT A juga memiliki 25oh (dua puluh lima persen) saham PT D, antara PT B, PT C, dan pT D dianggap terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti di atas dapat juga terjadi antara orang pribadi dan badan. Huruf b Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan kepemilikan. Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut. Huruf c Yang dimaksud dengan "hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat" adalah ayah, ibu, dan anak, sedangkan "hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat" adalah saudara. Yang dimaksud dengan "keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat" adalah mertua dan anak tiri, sedangkan "hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat" adalah ipar. Ayat (5) Dihapus Angka 9 Pasal 32A Dalam rangka meningkatkan hubungan ekonomi, khususnya di bidang perpajakan, dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra dan seiring dengan perkembangan lanskap perpajakan internasional yang dinamis, Pemerintah Indonesia diberikan kewenangan untuk membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian dan/atau kesepakatan dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra, baik secara bilateral maupun multilateral melalui perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialisl untuk penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak, pencegahan penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba, pertukaran informasi perpajakan, bantuan penagihan pajak, dan kerja sama perpajakan lainnya. Yang dimaksud dengan "perjanjian dan/atau kesepakatan di bidang perpajakan" adalah perjanjian dan/atau kesepakatan dalam bentuk dan nama tertentu di bidang perpajakan, yang mengacu pada hukum yang berlaku efektif sebelum, sejak, atau setelah Undang-Undang ini berlaku. Huruf a Yang dimaksud dengan "pajak berganda" adalah pengenaan pajak yang dilakukan oleh dua atau lebih negara atau yurisdiksi atas penghasilan yang sama yang diperoleh/diterima oleh subjek pajak yang sama dan atas penghasilan yang sama yang diperoleh/diterima oleh subjek pajak yang berbeda. Yang dimaksud dengan "pengelakan pajak,, adalah pengelakan, penggelapan atau pengurangan pajak yang dilakukan secara ilegal oleh orang pribadi, badan atau bentuk usaha tetap dengan maksud untuk tidak membayar pajak di negara atau yurisdiksi manapun atau mengurangi pajak terutang. Huruf b Yang dimaksud dengan "penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba" adalah strategi perencanaan pajak yang bertujuan memanfaatkan interaksi ketentuan pajak antarnegara/yurisdiksi yang berbeda, yang salah satu caranya adalah dengan memindahkan Iaba ke negara atau yurisdiksi yang tidak mengenakan pajak atau mengenakan pajak dengan tarif rendah dan yang tidak ada atau kecil kontribusi kegiatan substansi ekonominya dengan tujuan untuk tidak membayar pajak di negara atau yurisdiksi manapun atau mengurangi pajak yang terutang. Huruf c Yang dimaksud dengan ^,,pertukaran informasi perpajakan" adalah pertukaran informasi yang berkaitan dengan perpajakan antarnegara/yurisdiksi sebagai pelaksanaan perj anj ian internasional. Huruf d Yang dimaksud dengan "bantuan penagihan pajak" adalah fasilitas bantuan penagihan pajak yang terdapat di dalam perjanjian yang dapat dimanfaatkan oieh Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra secara resiprokal untuk melakukan penagihan atas utang pajak yang diadministrasikan oleh Direktur Jenderal pajak atau otoritas pajak negara mitra atau yurisdiksi mitra. Huruf e Cukup jelas Angka 10 Cukup jelas. Angka I 1
Ayat (1) Undang-Undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menj adi :
penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, dan penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
ii. penghasilan dari usaha dan kegiatan; iii. penghasilan dari modal, yang berupa harta bergerak ataupun harta tak bergerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan
iv. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah. Dilihat . Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak. Karena Undang-Undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horizontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenai pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum. Contoh penghasilan yang disebut dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas yang tidak terbatas pada contoh dimaksud. Huruf a Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti upah, gaji, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya adalah objek pajak. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang pada hakikatnya merupakan penghasilan. Selain itu termasuk dalam pengertian penghasilan meliputi gratilikasi yang merupak".r- p.-berian yang wajar karena layanan dan manfaat yang diterima oleh pemberi gratifikasi sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan atau pemberian jasa. Yang dimaksud dengan "imbalan dalam bentuk natura" adalah imbalan dalam bentuk barang selain uang, sedangkan "imbalan dalam bentuk kenikmatan" adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan. Huruf b Huruf b Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, serta kegiatan seperti hadiah undian tabungan dan hadiah dari pertandingan olahraga. Yang dimaksud dengan "penghargaan" adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala. Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan pemegang sahamnya, harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar. Misalnya, H S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan nilai sisa buku sebesar Rp40.OOO.O00,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual dengan harga Rp60.000.00O,O0 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian, keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp55.000.OOO,0O (lima puluh lima juta rupiah), nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp6O.OO0.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp20.000.O00,00 (dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) merupakan penghasilan. Apabila Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan objek pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dan nilai bukunya merupakan penghasilan. Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan merupakan penghasilan bagi pihak yang mengalihkan kecuali harta tersebut dihibahkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Demikian juga, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa bantuan atau sumbangan dan hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil bukan merupakan penghasilan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal Wajib Pajak pemilik hak penambangan mengalihkan sebagian atau seluruh hak tersebut kepada Wajib Pajak lain, keuntungan yang diperoleh merupakan objek pajak. Huruf e Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak merupakan objek pajak. trRES!DEN REPUBLIK INDONESIA 42 Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan. Huruf f Huruf g Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi. Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; 4l pembagian laba dalam bentuk saham;
pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
pembayaran 7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statutef yang dilakukan secara sah;
pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dalam praktik sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan. Huruf h Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa puh, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:
penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
penggunaan 2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan / perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa: a) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui ' satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; b) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serulpa; c) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture filmsl, film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas. Huruf i Huruf i Huruf j Huruf k Huruf I Huruf m Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta bergerak atau harta tak bergerak, misalnya sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah, dan sewa gudang. Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya "alimentasi" atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu. Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Namun, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak. Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 merupakan penghasilan. Huruf n Huruf n Huruf o Cukup ^jelas Huruf p Huruf q Huruf r Cukup ^jelas. Huruf s Cukup jelas. Ayat (1a) Cukup ^jelas. Ayat (1b) Cukup ^jelas. Ayat (lc) Cukup ^jelas. Ayat (ld) Dihapus. Dalam pengertian premi asuransi termasuk premi reasuransi. Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi penghasilan baik yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak serta yang belum dikenakan pajak. Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan. Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional. Namun, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha berbasis syariah tersebut tetap merupakan objek pajak menurut Undang-Undang ini. Ayat (21 Sesuai dengan ketentuan pada ayat (1), penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan objek pajak. Berdasarkan pertimbangan antara lain: perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat; -- kesederhanaan dalam pemungutan pajak; berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak; pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter, atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya. Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Obligasi sebagaimana dimaksud pada ayat ini termasuk surat utang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, seperti Medium Term Note, Floating Rate Note yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Surat Utang Negara yang dimaksud pada ayat ini meliputi Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara. Ayat (3) Huruf a Bantuan atau sumbangan bagi pihak yang menerima bukan merupakan objek pajak sepanjang diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Zakat, infak, dan sedekah yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak serta serta sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama lainnya yang diakui di Indonesia yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang direrima oleh penerima sumbangan yang berhak diperlakukan sama seperti bantuan atau sumbangan. Yang dimaksud dengan "zakat" adalah zakat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenat zakat. Hubungan usaha antara pihak yang memberi dan yang menerima dapat terjadi, misalnya PT A sebagai produsen suatu jenis barang yang bahan baku utamanya diproduksi oleh PT B. Apabila PT B memberikan sumbangan bahan baku kepada PT A, sumbangan bahan baku yang diterima oleh PT A merupakan objek pajak. Harta hibahan bagi pihak yang menerima bukan merupakan objek pajak apabila diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan, badan pendidikan, atau badan sosial termasuk yayasan atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil termasuk koperasi, sepanjang diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Huruf b Cukup ^jelas Huruf c Pada prinsipnya harta, termasuk setoran tunai, yang diterima oleh badan merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi badan tersebut. Namun karena harta tersebut diterima sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka berdasarkan ketentuan ini, harta yang diterima tersebut bukan merupakan objek pajak. Huruf d . Huruf d Daerah tertentu merupakan daerah yang memenuhi kriteria antara lain daerah terpencil, yaitu daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral. Huruf e Penggantian atau santunan yang diterima oleh orang pribadi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi kesehatair, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, bukan merupakan objek pajak. Hal ini selaras dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) hurufl d, yaitu bahwa premi asuransi yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi untuk kepentingan dirinya tidak boleh dikurangkan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Pengecualian sebagai objek pajak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan. Yang dikecualikan dari objek pajak adalah iuran yang diterima dari peserta pensiun, baik atas beban sendiri maupun yang ditanggung pemberi kerja. Pada dasarnya iuran yang diterima oleh dana pensiun tersebut merupakan dana milik dari peserta pensiun, yang akan dibayarkan kembali kepada mereka pada waktunya. Pengenaan pajak atas iuran tersebut berarti mengurangi hak para peserta pensiun, dan oleh karena itu iuran tersebut dikecualikan sebagai objek pajak. Huruf h Sebagaimana tersebut dalam huruf g, pengecualian sebagai objek pajak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan. Yang dikecualikan dari objek pajak dalam hal ini adalah penghasilan dari modal yang ditanamkan di bidang-bidang tertentu. Penanaman modal oleh dana pensiun dimaksudkan untuk pengembangan dan merupakan dana untuk pembayaran kembali kepada peserta pensiun di kemudian hari, sehingga penanaman modal tersebut perlu diarahkan pada bidang-bidang yang tidak bersifat spekulatif atau yang berisiko tinggi. Huruf i Untuk kepentingan pengenaan pajak, badan- badan sebagaimana disebut dalam ketentuan ini i-ang ^merupakan ^himpunan ^para ^anggotanya dikenai pajak sebagai satu kesatuan, yaitu pada tingkat badan tersebut. Oleh karena itu, bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima oleh para anggota badan tersebut bukan lagi merupakan objek pajak. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Yang dimaksud dengan "perusahaan modal ventura" adalah suatu perusahaan yang kegiatan irsahanya membiayai badan usaha (sebagai pasangan usaha) dalam bentuk penyertaan modal untuk suatu jangka waktu tertentu. Berdasarkan ketentuan ini, bagian laba yang diterima atau diperoleh dari perusahaan pasangan usaha tidak termasuk sebagai objek pajak, dengan syarat perusahaan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam sektor-sektor tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan saham perusahaan tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Apabila Apabila pasangan usaha perusahaan modal ventura memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f, dividen yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura bukan merupakan objek pajak. Agar kegiatan perusahaan modal ventura dapat diarahkan kepada sektor-sektor kegiatan ekonomi yang memperoleh prioritas untuk dikembangkan, misalnya untuk meningkatkan ekspor nonmigas, usaha atau kegiatan dari perusahaan pasangan usaha tersebut diatur oleh Menteri Keuangan. Mengingat perusahaan modal ventura merupakan alternatif pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal, penyertaan modal yang akan dilakukan oleh perusahaan modal ventura diarahkan pada perusahaan-perusahaan yang belum mempunyai akses ke bursa efek. Huruf I Huruf m Cukup jelas. Bahwa dalam rangka mendukung usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Untuk itu dipandang perlu memberikan fasilitas perpajakan berupa pengecualian pengenaan pajak atas sisa lebih yang diterima atau diperoleh sepanjang sisa lebih tersebut ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan dimaksud. Penanaman kembali sisa lebih dimaksud harus direalisasikan paling lama dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak sisa lebih tersebut diterima atau diperoleh. Untuk menjamin tercapainya tujuan pemberian fasilitas ini, maka lembaga atau badan yang menyelenggarakan pendidikan harus bersifat nirlaba. Pendidikan serta penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada siapa saja dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang membidanginya. Angka 2 Pasal 6 Huruf n Bantuan atau santunan yang diberikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kepada Wajib Pajak tertentu adalah bantuan sosial yang diberikan khusus kepada Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang tidak mampu atau sedang mendapat bencana alam atau tertimpa musibah. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Ayat (1) Beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, dan biaya rutin pengolahan limbah, sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Huruf a Biaya yang dimaksud pada ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan demikian, pergeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Contoh: Dana Pensiun A yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf h b. penghasilan bruto lainnya sebesar Jumlah penghasilan bruto Rp1OO.0O0.OOO,00 Ro3OO 000.000.00 (+) Rp400.0O0.000,00 Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), biaya yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan adalah sebesar 314 x Rp20O.000.000,00 = Rp150.000.000,00. Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya tidak merupakan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f. Bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham. Pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk keperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi, tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan. Pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Dengan demrkian, jika pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Selanjutnya lihat ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f dan Pasal 18 beserta penjelasannya. Pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain Pajak Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak Hotel, dan Pajak Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya. Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Huruf b Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Selanjutnya lihat ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 1 1, dan Pasal 1 1A beserta penjelasannya. Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi. Huruf c Huruf d Huruf e di Indonesia Huruf f Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan. Huruf g Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain. Huruf h Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan upaya penagihan yang maksimal atau terakhir. Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional, melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Yang dimaksud dengan "biaya pembangunan infrastruktur sosial" adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba. Contoh dari infrastruktur sosial antara lain rumah ibadah, sanggar seni budaya, dan poliklinik. Huruf I Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. V 9999I I ^ON YS (+) (+) (+) (+) Fnu (oo'ooo'ooo'oor du) 00'000'000009 (oo'ooo'ooo'oo6 oo-o00T00T0T ^dd (oo'ooo'ooo'ooo'r du) 'IIHIN CId (oo'ooo'ooo'ooo'rdu) (oo'ooo'ooo'oot du) (oo'ooo'ooo'ooo'rdu) 00'000'oo0'ooz ^cl5 (oo'ooo'ooo'ooz'r du) 600Z ^unqel Ie>lsg ^r8n-r ^esrg vloz ^unqBt IB>ISU ^PqB.I 600Z ^unqq IaIsU ^rEru ^esrg tloz ^unqEl lB>lsu ^BqE-I 600Z ^unqel IB>lsU ^r8n; ^esrg zloz ^unqBl lB>lsu ^BqB.I 600Z ^unr.{Bt IE>ISU ^rBn; ^esrg IrcZ ^unr{Bt IDIsU IEnd 600Z ^unqq Ie>lsu ^r8n: ^esrg oloz ^unr.{Bt IB>ISU ^BqB'I 600Z ^unqet IP>lsU IEnd dd du) : ln>IrJeq reteqes ue>ln>lelrp uer8n; e>1 rsesueduroy O0'OOO'OOO'OO8d5 IE{sU ^BqBI ^: VyOZ 00'OO0'OOO'0OIdg ^p>1sg ^BqBI ^: ilOZ 'I I H I N dd IB>lsU BqEI : ZIOZ (OO'OOO'000'00td5) 1e>lsu r8n-r : ItOZ O0'OOO'000'Og6dd Ie>lsu ^Bqel ^: OIOZ : tn>Irreq re8eqes V Jd IB>IsU ^rBnr ^eqel ^eduln>1.raq ^unqe] ^(eufl ^g ^uTBIBC ^'(qerdnr etnl sn]er Bnp rerlnu nles) 00'OOO'000'O0Z'1dg reseqes p>IsU uer8rue>1 Blrrepuaru 600Z unqet r.uelep V Jd : qoluoc ']nqesrel uer8n; e>1 e.(uledeprp unqEl qepnses e.{u1n>1uaq unqp} >1e[es relnurp lnrn]-]nrnpeq unqel (eurl) S EruBIes IB>IsU BqBI nBtp oteu uBlrseq8ued ue8uep ue>Irsesuaduoqrp lnqesJel uerBn: e>1 'uer8n: e>1 ledeprp olruq uepseq8uad r.rep ue>18ue: n>1p qeletres (t ) te.(e eped uentuele>I ue>lrEsppreq uB>IuBue{-redrp Eue,{ ue.renleBuad-ue-renle8ued e>IIf (d rc,rv - L9- vtsSNocNl vt-lEnd3ll NSCrS3dd Angka 3 Pasal 7 Rugi fiskal tahun 2OO9 sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang masih tersisa pada akhir tahun 2Ol4 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2OIl sebesar Rp3O0.000.0OO,00 (tiga ratus juta rupiah) hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun2016, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 2Ol2 berakhir pada akhir tahun 2016. Ayat (3) Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, kepadanya diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. Ayat (1) Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak. Di samping untuk dirinya, kepada Wajib Pajak yang sudah kawin diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Bagi Wajib Pajak yang isterinya menerima atau memperoleh penghasilan yang digabung dengan penghasilannya, Wajib Pajak tersebut mendapat tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk seorang isteri paling sedikit Rp54.00O.000,00 (lima puluh empat juta rupiah). Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua, mertua, anak kandung, atau anak angkat diberikan tambahan Penghasilan Tidak I(ena Pajak untuk paling banyak 3 (tiga) orang. Yang dimaksud dengan "anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya" adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak. Contoh: Contoh: Wajib Pajak A mempunyai seorang isteri dengan tanggungan 4 (empat) orang anak. Apabila isterinya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja yang sudah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 2l dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak A adalah sebesar Rp72.000.000,00 {Rp5a.000.000,00 ^+ ^Rp4.500.000,00 ^+ (3 x Rp4.500.0O0,00)), sedangkan untuk isterinya, pada saat pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh pemberi kerja diberikan Penghasilan Tidak Kena Pajak sebesar Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah). Apabila penghasilan isteri harus digabung dengan penghasilan suami, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak A adalah sebesar Rp126.000.000,00 (Rp72.000.000,00 + Rp5a.000.000,00). Ayat (2) Ayat (2a) Cukup jelas Ayat (3) Penghitungan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan menurut keadaan Wajib Pajak pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak. Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2021 Wajib Pajak B berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2021, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak B untuk tahun pajak 2O2l tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak. Berdasarkan ketentuan ini Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk mengubah besarnya:
Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
batasan peredaran bruto tidak dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a1, setelah berkonsultasi dengan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya. Angka 4 Pasal 9 Ayat (1) Pengeluaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dibedakan antara pengeluaran yang boleh dan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran. Huruf a Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk pembayaran dividen kepada pemilik modal, pembagian sisa hasil usaha koperasi kepada anggotanya, dan pembayaran dividen oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan badan yang membagikannya karena pembagian laba tersebut merupakan bagian dari penghasilan badan tersebut yang akan dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini. Huruf b Huruf b Huruf c Cukup jelas. Huruf d Huruf e Dihapus. Huruf f Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota, seperti perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya. Premi untuk asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar sendiri oteh Wajib Pajak orang pribadi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, dan pada saat orang pribadi dimaksud menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan objek pajak. Apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja, maka bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pegawai yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan objek pajak. Dalam hubungan pekerjaan, kemungkinan dapat terjadi pembayaran imbalan yang diberikan kepada pegawai yang juga pemegang saham. Karena pada dasarnya pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Jumlah wajar sebagaimana dimaksud dalam ayat ini merupakan ^jumlah yang tidak melebihi dari jumlah yang seharusnya dikeluarkan oleh pemberi kerja sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan jika dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Misalnya, seorang tenaga ahli yang merupakan pemegang saham dari suatu badan memberikan jasa kepada badan tersebut dengan memperoleh imbalan sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh ^juta rupiah). Apabila untuk ^jasa yang sama yang diberikan oleh tenaga ahli lain yang setara hanya dibayar sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh ^juta rupiah), ^jumlah sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh ^juta rupiah) tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Bagi tenaga ahli yang ^juga sebagai pemegang saham tersebut jumlah sebesar Rp3O.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dimaksud dianggap sebagai dividen. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Yang dimaksudkan dengan Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini adalah Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Huruf i Biaya untuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya, pada hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. Huruf j Anggota firma, persekutuan dan perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham diperlakukan sebagai satu kesatuan, sehingga tidak ada imbalan sebagai gaji. Dengan demikian gaji yang diterima oleh ^anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, bukan merupakan pembayaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto badan tersebut. Huruf k Cukup ^jelas. Ayat (2) Sesuai dengan kelaziman usaha, ^pengeluaran ^yang mempunyai peranan terhadap penghasilan untuk beberapa tahun, pembebanannya dilakukan ^sesuai dengan ^jumlah tahun lamanya ^pengeluaran tersebut berperan terhadap penghasilan. Sejalan dengan prinsip penyelarasan antara pengeluaran dengan penghasilan, dalam ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai ^masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan sekaligus ^pada tahun pengeluaran, melainkan dibebankan ^melalui penyusutan dan amortisasi selama masa manfaatnya sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal ^11A. Angka 5 Pasal 1 1 Ayat (1) dan ayat (2) Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud ^yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 ^(satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta berwujud melalui ^pen5rusutan. Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang ^pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, ^atau perusahaan batu bata. Yang dimaksud dengan "pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak ^guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali" adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai dari pihak ketiga dan pengurLrsan hak-hak tersebut dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya, sedangkan biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai diamortisasikan selama ^jangka waktu hak-hak tersebut. Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini dilakukan:
dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line metho@; atau
dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance methodl. Penggunaan metode pen5rusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode ^garis lurus atau metode saldo menurun. Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan. Contoh penggunaan metode garis lurus: Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp1.000.000.OOO,O0 (satu miliar rupiah) dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun, penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp50.000.000,00 (Rp1.0O0.OO0.000,00 :
. Contoh penggunaan metode saldo menurun: Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2OO9 dengan harga perolehan sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut: Ayat (3) Pen5rusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran atau pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-rata. Contoh 1: Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp1.O00.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2OO9 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2OlO. Pen5rusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada bulan Maret tahun pajak 2010. Contoh 2: Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2OO9 dengan harga perolehan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif pen5rusutan misalnya ditetapkan 5oo/o (lima puluh persen), maka penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut: Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku Harga Perolehan 150.000.000,00 2009 50% 75.000.o00,00 75.000.000,00 20to 5Oo/o 37.500.000,00 37.500.000,00 20tt 5Oo/o 18.750.000,00 18.750.O00,00 2012 Disusutkan sekaligus 18.750.000,00 0,00 Tahun Tahun Tarif Pen5rusutan Nilai Sisa Buku Harga Perolehan 100.000.000,00 2009 6l12 x 5Oo/o 25.000.000,00 75.000.000,00 20to 5Oo/o 37.500.000,00 37.500.000,o0 20rI 50% 18.750.000,00 18.750.000,00 2012 5Oo/o 9.375.000,O0 9.375.000,00 20t3 Disusutkan sekaligus 9.375.000,o0 0,00 Ayat (a) Berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal pajak, saat mulainya pen5rusutan dapat dilakukan pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan. Saat mulai menghasilkan dalam ketentuan ini dikaitkan dengan saat mulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan. Contoh: PT X yang bergerak di bidang perkebunan membeli traktor pada tahun 2OO9. Perkebunan tersebut mulai menghasilkan (panen) pada tahun 2OlO. Dengan persetujuan Direktur Jenderal pajak, penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai tahun 2OlO. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib pajak dalam melakukan penJrusutan atas pengeluaran harta berwujud, ketentuan ini mengatur kelompok masa manfaat harta dan tarif pen5rusutan baik menurut metode garis lurus maupun saldo menurun. Yang trRES!DEN REPUBLIK INDONESIA -67 - Yang dimaksud dengan "bangunan tidak permanen,, adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, misalnya barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan. Ayat (6a) Cukup jelas. Ayat (7) Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang usaha tertentu, seperti perkebunan tanaman keras, kehutanan, dan peternakan, perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam bidang usaha tertentu tersebut. Ayat (8) dan ayat (9) Pada dasarnya keuntungan atau kerugian karena pengalihan harta dikenai pajak dalam tahun dilakukannya pengalihan harta tersebut. Apabila harta tersebut dijual atau terbakar, maka penerimaan neto dari penjualan harta tersebut, yaitu selisih antara harga penjualan dan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penjualan tersebut dan atau penggantian asuransinya, dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penjualan atau tahun diterimanya penggantian asuransi, dan nilai sisa buku dari harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan. Dalam hal penggantian asuransi yang diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti pada masa kemudian, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal pajak agar jumlah sebesar kerugian tersebut dapat dibebankan dalam tahun penggantian asuransi tersebut. Ayat (10) Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), dalam hal pengalihan harta berwujud yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, nilai sisa bukunya tidak boleh dibebankan sebagai kerugian oteh pihak yang mengalihkan. Ayat ( 1 1) Dihapus. Angka 6 Pasal 1 1A Ayat (1) Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwilt) yang mempunyai masa manfaat tebih dari 1 (satu) tahun diamortisasi dengan metode:
dalam bagian-bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat; atau
dalam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas nilai sisa buku. Khusus untuk amortisasi harta tak berwujud yang menggunakan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta tak berwujud atau hak- hak tersebut diamortisasi sekaligus. Ayat (1a) Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran sehingga amortisasi pada tahun pertama dihitung secara pro-rata. Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang usaha tertentu perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk saat dimulainya amortisasi. Ayat (2) Penentuan masa manfaat dan tarif amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dimaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi Wajib pajak dalam melakukan amortisasi. wajib Wajib Pajak dapat melakukan amortisasi sesuai dengan metode yang dipilihnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya dari tiap harta tak berwujud. Tarif amortisasi yang diterapkan didasarkan pada kelompok masa manfaat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan ini. Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat. Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat yang sebenarnya 6 (enam) tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun atau 8 (delapan) tahun. Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya 5 (lima) tahun, maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun. Ayat (2al Ayat (3) Ayat (4) Cukup jelas. Cukup jelas. Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan. Ayat (5) Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut diamortisasi berdasarkan metode satuan produksi dengan jumlah paling tinggi 20% (dua puluh persen) setahun. Contoh: Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang mempunyai potensi 10.000.000 (sepuluh juta) ton kayu, sebesar Rp5O0.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam 1 (satu) tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 (tiga juta) ton yang berarti 30% (tiga puluh persen) dari potensi yang tersedia, walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 3Oo/o (tiga puluh persen) dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut adalah 2oo/o (dua puluh persen) dari pengeluaran atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Ayat (6) Dalam pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial, adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran. Ayat (7) . Ayat (7) Contoh: PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp500.000.OO0,00. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak 20O.00O.OOO (dua ratus juta) barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 (seratus jutal barel, PT X menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain dengan harga sebesar Rp300.000.000,00. Penghitungan penghasilan dan kerugian dari penjualan hak tersebut adalah sebagai berikut: Harga perolehan Rp 500.00O.O0O,00 Amortisasi yang telah dilakukan: 1 00.0O0. 000/ 200.0O0.000 barel (s0%) Nilai buku harta Harga jual harta Rp 250.000.000,00 Rp 250.00O.000,00 Rp 300.000.000,00 Dengan demikian jumlah nilai sisa buku sebesar Rp250.000.000,00 dibebankan sebagai kerugian dan jumlah sebesar Rp300.000.000,00 dibukukan sebagai penghasilan. Ayat (8) Cukup ^jelas. Angka 7 Pasal 17 Ayat (1) Huruf a Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak orang pribadi: Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp6.000.0OO.OO0,00 (enam miliar rupiah). Pajak Penghasilan yang terutang: 5o/o l5o/o 25'/o 3Oo/o 35o/o x Rp60.000.0O0,00 = x Rp190.000.000,00 = x Rp25O.000.O00,00 = x Rp4.500.000.000,00 = x Rp1.000.000.000,00 = Rp 3.000.000,00 Rp 28.500.000,00 Rp 62.50O.000,0O Rp1.350.000.000,00 Rp 350.00O.O00,0O (+) Rp1.794.OO0.000,OO Huruf b Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap: Penghasilan Kena Pajak PT A pada tahun pajak 2022 sebesar Rp1.500.00O.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak 2022: 22o/o x Rp1.500.000.000,00 = Rp330.000.000,00. Ayat (2) Perubahan tarif akan diberlakukan secara nasional dimulai per 1 Januari, diumumkan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tarif baru itu berlaku efektif. Ayat (2a) Dihapus. Ayat (2b) Cukup jelas. Ayat (2c) Cukup jelas. Ayat (2d) Cukup jelas. Ayat (2e) Cukup ^jelas. Ayat (3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tersebut akan disesuaikan dengan faktor penyesuaian, antara lain tingkat inflasi, yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ayat (a) Contoh: Penghasilan Kena Pajak sebesar RpS.O5O.900,00 untuk penerapan tarif dibulatkan ke bawah menjadi RpS.050.000,0O. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Contoh: Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak orang pribadi setahun (dihitung sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (4)): Rp584.160.000,00 (lima ratus delapan puluh empat juta seratus enam puluh ribu rupiah). Pajak Penghasilan setahun: Soh x Rp 60.000.00O,00 = Rp 3.000.000,00 15% x Rp19O.OOO.O00,0O = Rp 28.500.000,00 25o/o x Rp250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00 30% x Rp 84.160.000,00 = Rp 25.248.000.00 (+) RpL19.248.000,00 Pajak Penghasilan yang terutang dalam bagian tahun pajak (3 bulan) ((3 x 30) :
x Rp119.248.O00,00 = Rp29.812.000,00 Ayat (7) Ketentuan pada ayat ini memberi wewenang kepada Pemerintah untuk menentukan tarif pajak tersendiri yang dapat bersifat final atas jenis penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (21, sepanjang tidak lebih tinggi dari tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Penentuan tarif pajak tersendiri tersebut didasarkan atas pertimbangan kesederhanaan, keadilan, dan pemerataan dalam pengenaan pajak. Angka 8
Pengesahan Protocol 7 Customs Transit System (Protokol 7 Sistem Transit Kepabeanan)
Relevan terhadap
Ketentuan Umum 1. Dengan tetap memperhatikan ayat 2 dan 3 Pasal ini, setiap Pihak wajib mengizinkan barang untuk diangkut dalam wilayahnya berdasarkan prosedur ACTS.
Para Pihak dapat melarang dan/atau membatasi barang tertentu dari penggunaan ACTS, apabila hal tersebut didasarkan pada alasan moralitas publik, kebijakan publik atau keamanan publik, perlindungan kesehatan dan kehidupan manusia, hewan atau tumbuh-tumbuhan, perlindungan aset nasional yang memiliki nilai artistik, historis atau arkeologis, atau perlindungan industri atau perdagangan.
Setelah penandatanganan Protokol ini, daftar barang yang dilarang dan/atau dibatasi bagi setiap Pihak wajib ditetapkan Lampiran Protokol ini. Setiap Pihak dapat mengubah daftar barang yang dilarang dan/atau dibatasi, dengan segera memberitahukan Sekretaris Jenderal ASEAN mengenai perubahan tersebut. Sekretaris Jenderal ASEAN wajib segera mengomunikasikan Lampiran yang sudah diperbaharui kepada Para Pihak.
Barang yang ditetapkan berdasarkan prosedur ACTS wajib tidak dikenakan pembayaran bea kepabeanan dan pajak, selain biaya untuk pengangkutan atau sejenis dengan biaya administratif yang diperlukan untuk transit atau dengan biaya atas jasa yang diberikan, sepanjang ketentuan ACTS ditaati dan setiap jaminan yang dipersyaratkan berdasarkan Pasal 5 Protokol ini telah diberikan. Namun demikian, ketentuan ini tidak menghalangi a) pemungutan bea kepabeanan dan pajak di negara pengekspor pada saat bea kepabeanan dan pajak tersebut tetap harus dibayarkan baik barang tersebut diekspor menggunakan transit Pabean maupun prosedur ekspor nasional, atau b) pemungutan bea kepabeanan dan pajak di negara tujuan pada saat pelaksanaan transit berakhir dan barang tersebut dikeluarkan untuk dipakai. 4 5. Persyaratan yang harus dipenuhi dan formalitas Pabean yang harus diterapkan pada pelaksanaan transit wajib ditetapkan dalam perundang- undangan nasional dan/atau pemberitahuan administratif yang diterbitkan oleh otoritas yang berwenang.
Sebagai peraturan umum, barang yang ditetapkan berdasarkan prosedur ACTS wajib dikecualikan dari: (a) pemeriksaan fisik Pabean rutin di dalam perjalanan selain pemeriksaan segel dan pemeriksaan yang tidak mengganggu; (b) pengawalan Pabean; dan (c) persyaratan untuk memberikan suatu jaminan atau surat penjaminan sebagai tambahan dari yang ditentukan dalam Protokol ini dan Lampiran Teknisnya.
Sebagai prinsip umum, Para Pihak akan mendorong penggunaan sistem teknologi informasi dan komunikasi, dan teknik manajemen risiko dalam semua ketentuan yang dibuat untuk mengatur ACTS untuk memastikan lingkungan manajemen yang paling efisien bagi Pabean dan pelaku usaha.
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Relevan terhadap 1 lainnya
Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "sumber pencemar nirtitik" adalah kondisi tidak diketahuinya sumber utama pencemarnya atau sumber tidak tentu. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse), pendauran ulang (recgcle), perolehan kembali manfaat (recouery), dan/atau pengisian kembali (rechargel Air Limbah...SK No 06-s033 A Limbah" adalah kegiatan yang ditujukan untuk mengurangi Air Limbah yang dilepas ke media Air, melalui pemanfaatan Air Limbah, efisiensi penggunaan Air, penyimpanan Air Limbah, dan/atau bentuk lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 129 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) t Hurrrf a Sumber Air Lirnbah dari rumah tangga berupa Air Limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, seperti air mandi, cuci, dan kakus. Huruf b Sumber Air Limbah dari air limpasan atau nirtitik adalah Air Limbah yang dibawa oleh air larian (run oJfi pada saat atau setelah terjadinya hujan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "bantuan sarana dan prasararrao adalah bantuan dengan kriteria tertentu dan berdasarkan skala prioritas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "badan usaha yang memiliki ^perizinan Berusaha" adalah badan usaha yang memiliki perizinan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan pengelolaan Air Limbah. Ayat (6) Cukup ^jelas.
PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA .Pasal 452 (l ) Pengeiola.an Limbah nonB3 terhadap Lim.batr noi: B3 terderttar sebrrgaimana dimaksud cialan: pasal 45O a; -at (l) huruf a, dilaksanakarr sesuai d.engan persyaratan teknis Pengeiola.an i,imbah nonB3. l2) Pen-rrele,rggaraa: l pcngel.olaern i"imbah nonB3 sebagarmana dirna.<-"ud pada ayat (i-| diial: ukan oieh Ser.iap Orang yang menghasiikait Limbah nonB3. dan rinciannya termuat dalam Persetujr-ran I,ingkrlngan- (: f) Rinc: ian pengelolaan i-irnbah nonB3 yang terrnr.lat dalani Persetujuan Lingkungan sebagaimar; a diina.ksula pada ayat (2) meliputi:
identitas l,irnbah nonB3;
berituk Liiribah nonBii:
surriber Limbah nonB3;
jur: nLah Lirnbah ncnB3 : /ang dihasiikan setrao bula.r; dan
jenis pengeloiaan Limbah .ronB3. (41 Dalam hal pelaksanaan Usaha da"nlatau Kegiatan menghasilkan Limbah nonB3 baru yang tidak termuat dalam Pen; etujr.iarn Lingkrirlga-n, penghasit Limtrah nonB3 melakukarr per.rbahan Persetujuan Lingktrrigan. (5) Pengelolaan l,irnbah nc,nll3 sebagaintana dimaksud parda ayat (1) meliputi:
peng.-rrangan Limbah nor-rB3;
penvirnpanar: Limbah nonL13;
pernarlfaatan Lrmbah nonB3;
perrirrbunan Limbah norrB3;
perpinlahen l; nta.s bata-s Limbah nrtrrB3;
Penangg,.rlanq,rn Fencemaran [.inqkurtgan tlitlup dan/atau K.eru.sakan Lirrgkungan ^'Flichrp dan pt: muiitran iungsi Lingkunqan Hidup; dan
pelaporan. Pasal 453 Dalam pengelolaan Limbah nonB3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 452 ayat (5), Setiap Orang dilarang melakukan:
Dumping (Pembuangan) Limbah nonB3 tanpa Persetujuan dari Pemerintah Pusat;
pembakaran secara terbuka (open burningl;
pencampuran Limbah nonB3 dengan Limbah 83; dan
melakukan penimbunan Limbah nonB3 di fasilitas tempat pemrosesan akhir. Paragraf 2 Pengurangan Limbah NonB3 Pasal 454 (1) Setiap Orang yang menghasilkan Limbah nonB3 dapat melakukan pengurangan Limbah nonB3. (21 Pengurangan Limbah nonB3 dilakukan:
sebelum Limbah nonB3 dihasilkan; dan
sesudah Limbah nonB3 dihasilkan. (3) Pengurangan Limbah nonB3 sebelum Limbah nonB3 dihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a dilakukan dengan cara:
modifikasi proses; dan/atau
penggunaan teknologi ramah lingkungan. (4) Pengurangan Limbah nonB3 sesudah Limbah nonB3 dihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b dilakukan dengan cara:
penggilingan (grindingl;
pencacahan (shreddingl;
pemadatan (compacting);
termal; dan/atau
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam hal pengurangan Limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menghasilkan:
Emisi; dan/atau
Air Limbah, wajib memenuhi Baku Mutu Emisi dan Baku Mutu Air Limbah. Paragraf 3 Penyimpanan Limbah NonB3 Pasal 455 (1) Setiap orang yang menghasilkan Limbah nonB3 wajib melakukan penyimpanan terhadap Limbah nonB3 yang dihasilkannva sebelum dilakukan pengelolaan 1ebih lanjut. (2) Penyinrpanan Limbah nonB3 sebagaimana. dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada fasilitas berupa:
bangunan;
silo;
tempat tumpukan Limbah (utaste pile);
waste impoundment; dan latau e. bentuk lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknoiogi Pasal 456 (1) Terhadap Limbah nonB3 yang disimpan, dapat dilakukan pengemasan sesuai dengan jenis Limbah nonB3. (2) Pengemasan Limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan kemasan yang:
berada dalam kondisi baik, tidak boc<lr, tidak berkarat, dan tidak rusak; dan
dilengkapi dengan label Limbah nonB3. (3) Label Limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling sedikit memuat: - ii26 - a. identii.as Linthah n,.: nl3ii;
bentrrk ^r.,imbah nonRll;
junrlah Lirnhah nonB3; darr d. f.enggal [-irr: bah ncrrB3 rrisirnpan. Pasal 45'I (1) Fasilitas perryirnpa-irir: " i,irnhah nonts3 sebagairnana dirrrsksud dai.arn Paszrl 455 ayat l2l harrrs rnenrenuhi ketenttran:
kriteria- lokasi;
knt.ena desain; dan c nternpt: rhatikan kapr,-sitas penvlrnparran. ('2j Kriteria iokasi sebagaimana dimaksud pada_ ayat (1) huruf a rneliiruti:
beba.s banjir;
memJrertirrrbangkan jarak yang aman eei'hadap perairan sei: c; 'ti garis batas pasang tertinggi air laut, kolam, rawa, mata air, surrgai, clan s'umur pendr.rdrrk; dan
ter'lelak Ci areaL kegiaran penghasiJ Limbah nonB3 .va.ng ^tercantum ^dalanr ^Fersetujuan ^I ^ingkungan. Palrai 458 (t) Dalarr, hai lckasi fasilitas penlnmpanarr Limbalr nonB3 tidak rnemenuhi kriteria sebagaimana ciimaksud <ialarn Fasal 457 ayat (2), rtallat dilakr"rkan rekayasa teknologi. (2) Fasil.itas penyimpanan Lrmbah nonB3 driengkapi dengan prosedur tata kcloia yang baik sehingga rnenghindari ceceran rlari f-unrpahan Lirnbah nonB3 ke rnedia lingkurrgait. Paragraf . J,,ff.-rr'!.rnr l^ ?q ,-. _.; , - ?.27 P;
rcgraf 4 .r)emanfa.atan l-imbah rrorrIJ3 Pasal 459 (1) setiap orang yallg rnerrqhasiikau r,irrrbah rronB3 ata.u pihak iain dapat- rnelakukair penranfaatan Linrba.h aonB3. (2) Penranfaatan Limbah nonF3.3 sebagaim; rna trimaksurl pada ayat (1) wajib tercantum dalarrr Persetujuan Linglcutlkail. (3) Pemanfirara-rr l-imbah hr-rrrB3 sebagainrala dimaksud pada ay'at iI) rnciinrrlli:
Duma.n'raatan i,imbah r: onB3 sebagai substitusi lrahan bai<u:
pemanfaatan Limbah ,ri; nfi.l sebagai substirusi st.'mlrer ,: nergi;
pemanfaertan i,irnbah nonB3 sebagai bahan baku;
pemarrfaalan l-.imbah nonB; ? sebagai prcduk sartrping; dan
pemanfaaLar, ,-r.tli)ah nonB3 sesuai dengan pelker^banqan ilnru pengetahua.n dan teknoiogi. Pasai 460 (1) Perrranfaiitan Limba.h rronE]3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 459 ayat (2\ dilakukan dengarr menipertilnban5; kan:
ketersediaan iekrrologi;
stanoal L'r: c'l,tL., .jike. hasil pemanfaalan Lirnbah nonB3 berupa produk: dan c. baku rnrrl.u Lingkungan i{!ciup. (2) lla-ianr tral pemanfaatan Limb.rh norrEilj dila.kukan c_,lch pihak iairi sebagaimana dirnaksud daiam Pasal 459 ayaL (1) 1,ang ticlak wajih rr,emiiilj Pcri.zur: rn Berusaha, rincian dan L'.rjuran pemanfaaten Limbah no; lB3 harus termuat dalarn Persettliuan LiirgkLlyig,r.n pe-nghasil Limbah nonB3. (-r) Dala,: rI!r!'-_ i3) ^Dalarn !ta1 ^pernanfa.{tarl Lilnrrah nonB3 tidak sesrrai dengan rirrcian dan tuj'uan pemanfaatarr sebagaimana dima-ksud pa.ja ayai, l2). pengirasil Linebah rronB3 u,ajib bertanggung ja,uvat., terha.riap pemanfantan i..imbah nonB3. Pirsiri 4 ri 1 i1) ^Pernanfaatan Lir.l: a}., r.cnB: 3 sebagai substitusi hahan i-lakii sebaeairnil-rr,r dirnaksud oalam pasal 459 ayat (3) iiunrf a Caprt clilakukarr uada kt: giatan:
pernlrrratarr tretcn, ttaltrkc, pavirrg blcck, beton ringan, dan bahan konstruksi lainny,r yaris sejenis;
ll. inCur: uri sernen;
pernirdatan tarrrh; dan
berrtuk lainnva sesuai dengan perker.nhra: -rg&o ilrn:
r pengeta huau darr teknologi. (2i Produk irasil peraanfaat-erir Limbah nonB3 sehagaimana dimaksud pada a],rli (l) han: s rnelrenuhr pei'syaratan standar procluk Pasal 462 (1) PemanfllaLan i,imbah nonB3 sebag,ai substitusi sumber energi sebagairnana dirnaksuri dalam Pasal 459 a,vat (3) huruf b clapat h.: rupa segiatan p€rrranfaata.n sebagai substitusi bahen ^lra-kar. (l) Limbah nonRs s.: Lagaimarra dirnaksud pada al,a1 (1) hanrs memenuhi persveratarr rotsl konsent_rasi zat pencernar pemanfiratan Limbah nonB3 untuk substitusi bahan bake.r. (3) De-larn hal pemaniaatan L.inrbah nonB3 sebagairnana dimaksucl pada ayat (2) menghasil.kan:
Enusi; dan
,{ir Limbah, wajib memenuhi RaL: u lviutu Emisi dan Baku Mutu Air Limbah.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, serta Akuntansi dan Pelaporan Keuang ...
Relevan terhadap
Mekanisme Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran untuk BA K/L dilakukan dengan tahapan dan ketentuan sebagai berikut:
KPA menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/Lembaga dengan melampirkan dokumen pendukung berupa:
data dalam Sistem Informasi; dan
dokumen pendukung terkait lainnya;
Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/ Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/ Lembaga melakukan penelitian atas usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen pendukung usulan Revisi Anggaran yang disampaikan oleh KPA;
dalam hal usulan revisi berkaitan dengan:
Revisi Anggaran dalam hal pagu anggaran berubah;
Revisi Anggaran antar Program yang berdampak pada pengurangan volume Keluaran (RO), kecuali dalam rangka pemenuhan Belanja Operasional;
Revisi Anggaran dalam rangka reorganisasi dan/atau restrukturisasi Kementerian/Lembaga; dan/atau
Revisi Anggaran dalam hal terdapat Program/Kegiatan/KRO/RO baru, usulan Revisi Anggaran terlebih dahulu disampaikan Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/Lembaga kepada APIP K/L untuk dilakukan reviu atas kesesuaian dokumen pendukung dengan kaidah perencanaan dan penganggaran;
hasil reviu yang dilakukan oleh APIP K/L sebagaimana dimaksud dalam huruf c dituangkan dalam LHR APIP K/L;
berdasarkan hasil penelitian atas usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan/atau LHR APIP K/L sebagaimana dimaksud pada huruf d, Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/Lembaga menandatangani dan menyampaikan surat usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran melalui Sistem Informasi dengan mengunggah salinan digital atau hasil pindaian dokumen pendukung sebagai berikut:
data dalam Sistem Informasi;
surat pernyataan pejabat eselon I yang menyatakan bahwa: a) usulan Revisi Anggaran yang disampaikan oleh KPA telah disetujui oleh pejabat eselon I; b) usulan Revisi Anggaran yang disampaikan beserta dokumen persyaratannya telah dilakukan penelitian kelengkapan dokumennya oleh Sekretaris Jenderal/ Sekretaris Utama/Sekretaris/pejabat eselon I Kementerian/Lembaga; dan c) Menteri/Pimpinan Lembaga telah menyetujui usulan dalam hal usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan pergeseran anggaran antar-Program, kecuali dalam rangka pemenuhan Belanja Operasional;
LHR APIP K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d;
rencana kebutuhan barang milik negara hasil penelaahan perubahan dalam hal usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan pengadaan barang milik negara yang menjadi objek perencanaan kebutuhan barang milik negara sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perencanaan kebutuhan barang milik negara berupa: a) penambahan barang milik negara baru yang belum tercantum di dalam rencana kebutuhan barang milik negara; dan/atau b) perubahan objek dan/atau spesifikasi barang milik negara yang tercantum dalam rencana kebutuhan barang milik negara;
rekomendasi ( clearance ) dari Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan digital dan/atau Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi dalam hal Kementerian/Lembaga bersangkutan mengajukan usulan Revisi Anggaran berkaitan dengan belanja teknologi informasi komunikasi;
dalam hal usulan Revisi Anggaran terkait dengan akun 526 berupa barang yang akan diserahkan kepada masyarakat/Pemerintah Daerah dan pengalokasiannya didasarkan pada usulan proposal, usulan Revisi Anggaran dilengkapi dengan surat pernyataan dari pejabat eselon I; dan
dokumen pendukung terkait lainnya; dan
dokumen asli atas salinan digital atau hasil pindaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf e angka 2 sampai dengan angka 7 diarsipkan oleh Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Revisi Anggaran yang memerlukan penelaahan, pejabat eselon III di unit terkait atas nama Direktur Anggaran Bidang selaku mitra Kementerian/Lembaga menetapkan dan menyampaikan undangan kepada Kepala Biro Perencanaan/Keuangan/Sekretaris Direktorat Jenderal/pejabat eselon II dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/ pejabat eselon I Kementerian/Lembaga, dan pimpinan unit-unit terkait dalam hal diperlukan, untuk melakukan penelaahan atas usulan Revisi Anggaran melalui komunikasi daring dan/atau luring.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan perubahan pagu anggaran PNBP, proses penelaahannya melibatkan Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian/Lembaga atau Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan - Direktorat Jenderal Anggaran untuk dimintakan konfirmasi atas batas maksimal PNBP yang dapat digunakan sebagai belanja dan/atau informasi kinerja pencapaian PNBP pada Kementerian/Lembaga pengusul.
Hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Direktorat Anggaran Bidang selaku mitra Kementerian/Lembaga dalam proses penyelesaian usulan Revisi Anggaran.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan pinjaman, hibah, dan/atau SBSN, termasuk RMP, proses penelaahannya melibatkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan hibah ke daerah, proses penelaahannya melibatkan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan belanja K/L yang berbasis spasial/kewilayahan, maka proses penelaahannya dapat melibatkan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan RO Prioritas Nasional, proses penelaahannya melibatkan pihak Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementerian/Lembaga.
Hasil penelaahan yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara penelaahan.
Dalam hal proses penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dihadiri oleh salah satu pihak terkait, maka hasil penelaahan tetap berlaku sebagai hasil kesepakatan penelaahan.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berdasarkan hasil penelaahan yang dituangkan dalam berita acara penelaahan, dapat dipertimbangkan untuk ditetapkan seluruhnya atau sebagian, Direktur Anggaran Bidang selaku mitra Kementerian/Lembaga atas nama Direktur Jenderal Anggaran melakukan penetapan melalui surat pengesahan Revisi Anggaran.
Dalam hal usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berdasarkan hasil penelaahan yang dituangkan dalam berita acara penelaahan tidak dapat dipertimbangkan untuk ditetapkan seluruhnya, Direktur Anggaran Bidang selaku mitra Kementerian/Lembaga atas nama Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan penolakan usulan Revisi Anggaran.
Dalam hal berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat dokumen pendukung yang harus dilengkapi, Kementerian/Lembaga menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung paling lama 2 (dua) hari kerja setelah penelaahan.
Dalam hal perbaikan kelengkapan dokumen pendukung belum disampaikan sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (13), Direktur Anggaran Bidang selaku mitra Kementerian/Lembaga atas nama Direktur Jenderal Anggaran mengembalikan surat usulan Revisi Anggaran melalui Sistem Informasi.
Surat usulan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, LHR APIP K/L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dan surat pengesahan Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (11) disusun sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Proses penetapan atau penolakan usulan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (11) atau ayat (12) diselesaikan paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak penelaahan selesai dilakukan, dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan data dalam Sistem Informasi diterima dengan lengkap dan benar.
Dalam hal proses Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berupa pengesahan, diselesaikan paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung setelah usulan Revisi Anggaran diterima di Sistem Informasi, dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan data dalam Sistem Informasi diterima dengan lengkap dan benar.
Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (11) Pasal 167 diubah dan ditambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (13) dan ayat (14), sehingga berbunyi sebagai berikut:
Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar
Relevan terhadap
Pencabutan sita dilaksanakan dalam hal:
Penanggung Pajak telah melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak;
adanya putusan pengadilan atau berdasarkan putusan pengadilan pajak; atau
terdapat kondisi tertentu.
Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
Barang sitaan musnah karena terbakar, huru-hara, gagal teknologi, dan bencana alam;
Penanggung Pajak yang merupakan pemegang saham, pemilik modal, atau sekutu komanditer/sekutu pasif telah membayar Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak secara proporsional berdasarkan porsi kepemilikan saham atau modal terhadap Utang Pajak Wajib Pajak Badan yang menjadi dasar dilakukan Penyitaan, kecuali Pejabat dapat membuktikan bahwa pemegang saham, pemilik modal, atau sekutu komanditer/sekutu pasif dimaksud bertanggung jawab atas seluruh Utang Pajak tersebut;
Penanggung Pajak menyerahkan Barang lain meliputi dokumen bukti kepemilikan Barang bergerak, sertifikat tanah, sertifikat deposito, dan/atau Barang lainnya, yang nilainya paling sedikit sama dengan Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyitaan;
Penanggung Pajak yang merupakan pemegang saham, pemilik modal, atau sekutu komanditer/sekutu pasif menyerahkan Barang lain meliputi dokumen bukti kepemilikan Barang bergerak, sertifikat tanah, sertifikat deposito, dan/atau Barang lainnya, yang nilainya paling sedikit sama dengan Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak secara proporsional berdasarkan porsi kepemilikan saham atau modal terhadap Utang Pajak Wajib Pajak Badan yang menjadi dasar dilakukan Penyitaan, kecuali Pejabat dapat membuktikan bahwa pemegang saham, pemilik modal, atau sekutu komanditer/sekutu pasif dimaksud bertanggung jawab atas seluruh Utang Pajak tersebut;
Penanggung Pajak yang merupakan salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau yang mengurus harta peninggalan, bagi harta warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, telah menyerahkan Barang lain meliputi:
seluruh harta peninggalan Wajib Pajak dalam hal Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak lebih besar daripada harta peninggalan Wajib Pajak; atau
harta peninggalan Wajib Pajak sebesar Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyitaan;
Penanggung Pajak yang merupakan para ahli waris Wajib Pajak, bagi harta warisan yang telah dibagi, telah menyerahkan Barang lain meliputi:
seluruh harta warisan sesuai dengan porsi yang diterima oleh masing-masing ahli waris dalam hal Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak lebih besar daripada harta warisan; atau
harta warisan sebesar Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyitaan;
Penanggung Pajak yang merupakan wali bagi anak yang belum dewasa telah menyerahkan Barang lain meliputi:
seluruh harta anak yang belum dewasa yang berada dalam perwaliannya dalam hal Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak lebih besar daripada harta anak yang belum dewasa;
harta anak yang belum dewasa sebesar Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyitaan; atau
seluruh harta anak yang belum dewasa yang berada dalam perwaliannya dan harta pribadi wali yang bersangkutan yang jumlahnya mencukupi untuk melunasi seluruh Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak, dalam hal Pejabat dapat membuktikan bahwa wali yang bersangkutan mendapat manfaat dari pelaksanaan kepengurusan harta tersebut;
Penanggung Pajak yang merupakan pengampu bagi orang yang berada dalam pengampuan telah menyerahkan Barang lain meliputi:
seluruh harta orang yang berada dalam pengampuannya dalam hal Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak lebih besar daripada harta orang yang berada dalam pengampuan;
harta orang yang berada dalam pengampuannya sebesar Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyitaan; atau
seluruh harta orang yang berada dalam pengampuannya dan harta pribadi pengampu yang bersangkutan yang jumlahnya mencukupi untuk melunasi seluruh Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak, dalam hal Pejabat dapat membuktikan bahwa pengampu yang bersangkutan mendapat manfaat dari pelaksanaan kepengurusan harta tersebut;
Penanggung Pajak dapat meyakinkan Pejabat dengan membuktikan bahwa dalam kedudukannya tidak dapat dibebani Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak;
Penanggung Pajak dapat meyakinkan Pejabat dengan membuktikan bahwa Barang sitaan tidak dapat digunakan untuk melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak;
Barang sitaan digunakan untuk kepentingan umum;
hak untuk melakukan penagihan Pajak atas Utang Pajak yang menjadi dasar dilakukan Penyitaan telah daluwarsa penagihan; dan/atau
Barang sitaan telah dilakukan penjualan secara lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (7) atau penggunaan, penjualan, dan/atau pemindahbukuan Barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (8).
Barang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sampai dengan huruf h merupakan milik Penanggung Pajak dan tidak sedang dijaminkan atas pelunasan utang tertentu.
Terhadap pelaksanaan pencabutan sita sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sampai dengan huruf h, Pejabat melakukan Penyitaan terlebih dahulu atas Barang yang diserahkan.
Pencabutan sita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan surat pencabutan sita yang diterbitkan oleh Pejabat dan disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak dan instansi yang terkait.
Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2018
Relevan terhadap
Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Anggaran merupakan usul Revisi Anggaran bagian anggaran Kementerian/Lembaga dan BA BUN yang memerlukan penelaahan meliputi Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah, Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap, dan revisi administrasi, kecuali revisi administrasi untuk pengesahan yang tidak memerlukan penelaahan.
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua usul Revisi Anggaran yang mengakibatkan penambahan/pengurangan belanja bagian anggaran Kementerian/Lembaga atau belanja BA BUN, kecuali:
penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak di atas pagu APBN atau APBN Perubahan untuk Satker Badan Layanan Umum dan/atau penggunaan saldo Badan Layanan Umum dari tahun sebelumnya;
Revisi Anggaran berupa lanjutan pelaksanaan Kegiatan tahun-tahun sebelumnya yang dananya bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri dan/atau pinjaman/hibah dalam negeri; dan/atau
penambahan hibah luar negeri atau hibah dalam negeri langsung yang diterima setelah Undang- Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2018 atau Undang-Undang mengenai perubahan atas Undang- Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2018 ditetapkan, dan kegiatannya dilaksanakan secara langsung oleh Kementerian/Lembaga.
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Pergeseran anggaran antarsubbagian anggaran dalam BA 999 (BA BUN);
Pergeseran anggaran belanja yang dibiayai dari Penerimaan Negara Bukan Pajak antarSatker dalam 1 (satu) Program yang sama dalam 1 (satu) bagian anggaran untuk Kementerian/Lembaga yang menerapkan kebijakan penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak terpusat;
pergeseran anggaran antarkeluaran ( output ) dalam 1 (satu) Program yang sama dalam 1 (satu) bagian anggaran yang besaran pergeseran anggarannya lebih dari 10% (sepuluh persen) dari keluaran ( output ) yang direvisi dan berdampak pada penurunan volume keluaran ( output );
Revisi Anggaran dalam rangka penyelesaian sisa pekerjaan tahun 2017 yang dibebankan pada DIPA tahun 2018;
penggunaan anggaran dalam BA BUN yang belum dialokasikan dalam DIPA BUN; dan/atau
penggunaan dana keluaran ( output ) cadangan.
Revisi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perubahan rumusan sasaran kinerja dalam database RKA-K/L DIPA yang diambil dari aplikasi Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (KRISNA) dan pembukaan blokir DIPA.
Revisi administrasi dalam rangka pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perubahan pejabat penandatangan DIPA yang menyebabkan DIPA induk harus dicetak ulang, penyelesaian pagu minus berupa pergeseran anggaran antarProgram, dan pengesahan atas pengeluaran Kegiatan/keluaran ( output ) yang dananya bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri atau Pemberian Pinjaman, termasuk yang sudah closing date ;
Penyelesaian usul Revisi Anggaran bagian anggaran Kementerian/Lembaga dilakukan dengan menggunakan Sistem Aplikasi yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Anggaran-Kementerian Keuangan.
Dalam hal Direktorat Jenderal Anggaran sedang memproses revisi DIPA terkait dengan APBN Perubahan, Kementerian/Lembaga tidak diperkenankan menyampaikan usul revisi reguler ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan hingga usul revisi APBN Perubahan selesai dilakukan.
Revisi Anggaran meliputi:
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah;
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap; dan
revisi administrasi.
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa perubahan rincian anggaran yang disebabkan oleh penambahan atau pengurangan pagu belanja Kementerian/Lembaga, termasuk pergeseran rincian anggarannya, meliputi:
perubahan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak;
perubahan anggaran belanja yang bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri dan pinjaman/hibah dalam negeri, termasuk Pemberian Pinjaman/hibah;
perubahan anggaran belanja yang bersumber dari SBSN untuk pembiayaan Kegiatan/proyek Kementerian/Lembaga, termasuk penggunaan sisa dana penerbitan SBSN yang tidak terserap pada tahun 2017;
perubahan anggaran belanja pemerintah pusat berupa pagu untuk pengesahan belanja yang bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri, termasuk yang sudah _closing date; _ e. perubahan/tambahan kewajiban yang timbul dari penggunaan dana Saldo Anggaran Lebih, penarikan pinjaman tunai, dan/atau penerbitan Surat Berharga Negara sebagai akibat tambahan pembiayaan;
perubahan pembayaran Program pengelolaan subsidi berdasarkan perubahan parameter, realisasi perubahan harga minyak mentah Indonesia;
perubahan anggaran Kegiatan Kementerian/Lembaga yang bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri sebagai akibat dari penyesuaian kurs;
perubahan Program, Kegiatan, Proyek Prioritas Nasional, keluaran ( output ) Prioritas Nasional, dan lokasi;
perubahan Transfer ke Daerah dan Dana Desa; dan/atau j. pergeseran anggaran Bagian Anggaran 999.08 (BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya) ke bagian anggaran Kementerian/Lembaga.
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa pergeseran rincian anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap, meliputi:
pergeseran anggaran antarsubbagian anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN);
pergeseran anggaran belanja yang dibiayai dari antarSatker dalam 1 (satu) Program yang sama;
pergeseran anggaran belanja untuk Satker Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Badan Layanan Umum yang sumber dananya berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak;
pergeseran anggaran dalam 1 (satu) Program yang sama atau antarProgram dalam 1 (satu) bagian anggaran yang bersumber dari rupiah murni untuk memenuhi kebutuhan Belanja Operasional;
pergeseran anggaran untuk penyelesaian sisa kewajiban pembayaran Kegiatan/proyek yang dibiayai melalui SBSN yang melewati tahun anggaran sesuai dengan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
pergeseran anggaran belanja Kementerian/Lembaga dalam rangka memenuhi selisih kurs;
pergeseran anggaran Program/Kegiatan/Proyek Prioritas Nasional/keluaran ( output ) Prioritas Nasional;
pergeseran anggaran dalam 1 (satu) Program yang sama untuk penyelesaian tunggakan;
pergeseran anggaran untuk rekomposisi pendanaan antartahun terkait dengan Kegiatan kontrak tahun jamak;
pergeseran anggaran dalam 1 (satu) Program yang sama atau antarProgram dalam (satu) bagian anggaran untuk memenuhi kebutuhan Ineligible Expenditure atas Kegiatan yang dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri;
pergeseran anggaran antara Program lama dan Program baru dalam rangka penyelesaian administrasi DIPA sepanjang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat;
pergeseran anggaran dalam rangka penyediaan dana untuk penyelesaian restrukturisasi Kementerian /Lembaga;
pergeseran anggaran untuk penyelesaian putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap ( inkracht );
pergeseran anggaran untuk pembayaran kewajiban jaminan yang telah jatuh tempo;
pergeseran anggaran pembayaran kewajiban utang sebagai dampak dari perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang;
pergeseran anggaran untuk penggunaan sisa anggaran kontraktual atau swakelola;
pergeseran anggaran belanja sebagai akibat perubahan prioritas penggunaan anggaran;
pergeseran anggaran dalam 1 (satu) atau antarprovinsi/kabupaten/kota dan/atau antarkewenangan untuk Kegiatan dalam rangka tugas pembantuan, urusan bersama, dan/atau dekonsentrasi;
pergeseran anggaran untuk pembukaan kantor baru atau alokasi untuk Satker baru;
pergeseran anggaran untuk penanggulangan bencana;
pergeseran anggaran untuk pemenuhan kewajiban negara sebagai akibat dari keikutsertaan sebagai anggota organisasi internasional;
penggunaan anggaran dalam BA BUN yang belum dialokasikan dalam DIPA BUN; dan/atau
penggunaan dana keluaran ( output ) cadangan.
Revisi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi revisi yang disebabkan oleh kesalahan administrasi, perubahan rumusan yang tidak terkait dengan anggaran, dan/atau revisi lainnya yang ditetapkan sebagai revisi administrasi.
Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan merupakan usul Revisi Anggaran bagian anggaran Kementerian/Lembaga dan BA BUN untuk pengesahan tanpa memerlukan penelaahan, terdiri atas:
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah, meliputi:
lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri dan/atau pinjaman/hibah dalam negeri;
penambahan dan/atau pengurangan penerimaan hibah langsung; dan/atau
penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak di atas pagu APBN untuk Satker Badan Layanan Umum;
Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap berupa pergeseran anggaran antarkeluaran ( output ) dalam 1 (satu) Kegiatan atau antarKegiatan sepanjang besaran anggaran yang digeser tidak lebih dari 10% (sepuluh persen) dari total pagu anggaran keluaran ( output ) yang direvisi, dan tidak mengurangi volume keluaran ( output ) yang direvisi; dan/atau c. revisi administrasi yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi RKA-K/L DIPA, dan revisi administrasi yang dapat dilakukan secara otomatis.
Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
pergeseran anggaran antarSatker dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berbeda, termasuk Satker perwakilan di luar negeri, diproses di Direktorat Pelaksanaan Anggaran-Direktorat Jenderal Perbendaharaan; atau
pergeseran anggaran dalam 1 (satu) Satker atau antarSatker dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, diproses di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Dalam hal Direktorat Jenderal Anggaran sedang memproses revisi APBN Perubahan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan tidak diperkenankan memproses usul revisi reguler yang disampaikan Satker hingga usul revisi APBN Perubahan selesai dilakukan di Direktorat Jenderal Anggaran.