Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa.
Penjualan Surat Utang Negara dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional.
Relevan terhadap
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENJUALAN SURAT UTANG NEGARA DALAM VALUTA ASING DI PASAR PERDANA INTERNASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. 2. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. 3. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 4. Pasar Perdana Internasional adalah kegiatan penawaran dan penjualan SUN dalam valuta asing di luar wilayah Indonesia untuk pertama kali. 5. Pihak adalah orang perseorangan warga negara Indonesia maupun warga negara asing dimanapun mereka bertempat tinggal, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi, baik Indonesia ataupun asing dimanapun mereka berkedudukan.
Investment Bank adalah lembaga keuangan yang memperoleh izin dari otoritas di tempat lembaga keuangan dimaksud melakukan kegiatan sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan atau manajer investasi. 7. Private Placement adalah kegiatan penjualan SUN dalam valuta asing di Pasar Perdana Internasional kepada investor tertentu dengan ketentuan dan persyaratan ( terms and conditions ) sesuai dengan kesepakatan. 8. Bookbuilding adalah kegiatan penjualan SUN dalam valuta asing di Pasar Perdana Internasional dengan cara agen penjual mengumpulkan pemesanan pembelian dalam periode penawaran yang telah ditentukan. 9. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon satu di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan utang. 10. Panel Calon Agen Penjual yang selanjutnya disebut Panel adalah beberapa Investment Bank yang lulus seleksi sebagai calon agen penjual. 11. Agen Penjual adalah Investment Bank yang ditetapkan oleh kuasa pengguna anggaran dari Panel untuk melaksanakan penjualan SUN dalam valuta asing di Pasar Perdana Internasional. 12. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang ditunjuk oleh pengguna anggaran untuk _ menggunakan anggaran kementerian/ lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
Pejabat Pembuat Komitmen dalam rangka penjualan SUN dalam valuta asing yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan jasa Agen Penjual dan/atau konsultan hukum. 14. Agen Fiskal adalah agen yang ditunjuk untuk melakukan pencatatan kepemilikan ( registry ) dan melakukan pembayara n bunga dan pokok SUN dalam valuta asing. 15. Pemesanan Pembelian adalah pengajuan penawaran untuk membeli SUN dalam valuta asing oleh investor. 16. Memorandum Informasi adalah informasi tertulis mengenai penawaran SUN dalam valuta asing kepada publik. 17. Penjatahan adalah penetapan alokasi SUN yang diperoleh setiap pemesan sesuai dengan hasil penjualan SUN dalam valuta asing. 18. Setelmen adalah penyelesaian transaksi SUN dalam valuta asing yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan SUN dalam valuta asing. 19. Hari Kerja adalah hari kliring pada lembaga kliring yang ditunjuk. BAB II KETENTUAN PENJUALAN Pasal 2 (1) Penjualan SUN yang terdiri dari SPN dan Obligasi Negara dalam valuta asing di Pasar Perdana Internasional dilakukan melalui Agen Penjual. (2) Penjualan SUN dalam valuta asing di Pasar Perdana Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dengan metode:
Private Placement ; atau
Bookbuilding . Pasal 3 (1) Dalam hal penjualan SUN dalam valuta asing di Pasar Perdana Internasional dilakukan melalui metode Private Placement sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, Agen Penjual ditetapkan dari anggota Panel melalui:
penunjukan secara langsung _; _ atau __ b. seleksi Agen Penjual. (2) Penetapan Agen Penjual melalui penunjukan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dalam hal:
anggota Panel mengajukan penawaran pembelian SUN dalam valuta asing di Pasar Perdana Internasional secara langsung kepada Pemerintah; dan
tercapainya kesepakatan atas ketentuan dan persyaratan ( terms and conditions ) SUN yang akan diterbitkan. (3) Penetapan Agen Penjual melalui seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan dalam hal inisiatif penjualan SUN dalam valuta asing di Pasar Perdana Internasional berasal dari Pemerintah. Pasal 4 Dalam hal penjualan SUN dalam valuta asing di Pasar Perdana Internasional dilakukan melalui metode Bookbuilding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, Agen Penjual ditetapkan dari anggota Panel melalui seleksi Agen Penjual. BAB III PERSYARATAN DAN KETENTUAN ANGGOTA PANEL, AGEN PENJUAL, DAN KONSULTAN HUKUM Bagian Kesatu Persyaratan, Seleksi dan Penetapan Anggota Panel Pasal 5 Untuk dapat ditetapkan sebagai anggota Panel, Investment Bank harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
memiliki pengalaman sebagai agen penjualan obligasi internasional yang diterbitkan oleh suatu negara atau korporasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir, terhitung sejak tanggal penyampaian proposal untuk mengikuti seleksi;
memiliki anggota tim yang berpengetahuan dan berpengalaman melakukan penjualan obligasi internasional yang diterbitkan oleh suatu negara atau korporasi;
memiliki rencana kerja, strategi, dan metodologi penjualan SUN dalam valuta asing; __ dan d. memiliki jaringan pemasaran yang luas.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat yang selanjutnya disebut SiAP adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan, dan operasi keuangan pada Kementerian Keuangan selaku BUN.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut SABUN adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku BUN dan pengguna anggaran Bagian Anggaran BUN.
Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas menjalankan fungsi Bendahara Umum Negara.
Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah Pejabat yang memperoleh kewenangan untuk dan atas nama BUN melaksanakan fungsi pengelolaan Rekening Kas Umum Negara.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disingkat DJPBN adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan negara.
Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disingkat Dit. PKN adalah adalah unit eselon II pada kantor pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disingkat Kanwil DJPBN adalah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa BUN.
Rekening Kuasa BUN Daerah adalah rekening milik BUN pada bank/pos mitra KPPN selaku Kuasa BUN di Daerah.
Rekening Kuasa BUN Pusat adalah rekening milik BUN pada bank mitra Dit. PKN selaku Kuasa BUN Pusat.
Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berupa laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan Saldo Anggaran Lebih, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan Arus Kas yang selanjutnya disingkat LAK adalah laporan yang menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas pada tanggal tertentu.
Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disebut CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, dan laporan perubahan Saldo Anggaran Lebih dalam rangka pengungkapan yang memadai.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BUN yang selanjutnya disebut UABUN adalah unit akuntansi pada Kementerian Keuangan yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat unit akuntansi dan pelaporan keuangan pembantu BUN dan sekaligus melakukan penggabungan Laporan Keuangan seluruh unit akuntansi dan pelaporan keuangan pembantu BUN.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa BUN Tingkat KPPN yang selanjutnya disebut UAKBUN-Daerah adalah unit akuntansi Kuasa BUN yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat KPPN.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa BUN Tingkat Kantor Wilayah yang selanjutnya disebut UAKKBUN-Kanwil adalah unit akuntansi yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat Kuasa BUN Daerah/KPPN dan sekaligus melakukan penggabungan Laporan Keuangan seluruh Kuasa BUN Daerah/KPPN.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa BUN Tingkat Pusat yang selanjutnya disebut UAKBUN-Pusat adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat Kuasa BUN Pusat.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN yang selanjutnya disebut UAPBUN adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas akuntansi dan pelaporan keuangan sekaligus melakukan penggabungan laporan keuangan tingkat unit akuntansi dan pelaporan keuangan di bawahnya.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat yang selanjutnya disebut UAPBUN AP adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan Laporan Keuangan UAKBUN- Daerah, UAKBUN-Pusat, dan UAKKBUN-Kanwil.
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan Dokumen Sumber yang sama.
Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah Inspektorat Jenderal/ Inspektorat Umum/Inspektorat atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga.
Penataan Ruang.
Relevan terhadap 2 lainnya
bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila;
bahwa untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah;
bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;
bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan;
bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang sehingga perlu diganti dengan undang-undang penataan ruang yang baru;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang- Undang tentang Penataan Ruang;
Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:
tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten;
rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten;
penetapan kawasan strategis kabupaten;
arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan
ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:
penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;
mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;
penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
penataan ruang kawasan strategis kabupaten.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan.
Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten.
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) BLU-Bertahap diberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan. Fleksibilitas tidak diberikan dalam pengelolaan investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang dan jasa. Batas-batas fleksibilitas yang diberikan dan yang tidak diberikan tersebut selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan/gubernur/ bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. __ __ Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) BLU-Bertahap harus memenuhi seluruh persyaratan secara memuaskan untuk ditetapkan menjadi BLU secara penuh dalam periode tersebut pada ayat ini. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi, maka status BLU-Bertahap dibatalkan. Ayat (7) Cukup jelas.
Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional. ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Pihak adalah orang perseorangan warga negara Indonesia maupun warga negara asing, atau perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi, dimanapun mereka bertempat tinggal atau berkedudukan baik di dalam maupun di luar negeri.
Pasar Perdana Internasional adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBSN dalam valuta asing di luar wilayah hukum Indonesia untuk pertama kali.
Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang mengenai Surat Berharga Syariah Negara untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN.
Bookbuilding adalah kegiatan penerbitan dan penjualan SBSN dalam valuta asing di Pasar Perdana Internasional kepada Pihak melalui Agen Penjual, dimana Agen Penjual mengumpulkan Pemesanan Pembelian dalam periode penawaran yang telah ditentukan.
Penempatan Langsung (Private Placement) , yang selanjutnya disebut Private Placement adalah kegiatan penerbitan dan penjualan SBSN dalam valuta asing di Pasar Perdana Internasional yang dilakukan oleh Pemerintah kepada Pihak, dengan ketentuan dan persyaratan ( terms and conditions ) SBSN sesuai kesepakatan.
Penerbitan Dengan Cara Program adalah penerbitan SBSN di Pasar Perdana Internasional yang dilakukan secara berkelanjutan dengan jumlah target penerbitan dan periode waktu tertentu sesuai rencana kegiatan penerbitan (program penerbitan) yang disusun oleh Pemerintah bersama dengan sejumlah Investment Bank yang ditunjuk sebagai anggota Panel.
Penerbitan Secara Tunggal ( stand alone ) adalah penerbitan SBSN di Pasar Perdana Internasional yang dilakukan dengan format tunggal pada waktu tertentu dan dengan jumlah penerbitan tertentu sesuai dengan target yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Investment Bank adalah lembaga keuangan yang memperoleh izin dari otoritas di tempat lembaga keuangan tersebut melakukan kegiatan sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek dan atau manajer investasi.
Agen Penjual adalah Investment Bank yang ditunjuk untuk melaksanakan penjualan SBSN dalam valuta asing di Pasar Perdana Internasional.
Panel Calon Agen Penjual SBSN di Pasar Perdana Internasional , yang selanjutnya disebut Panel adalah beberapa Investment Bank yang lulus seleksi sebagai calon Agen Penjual SBSN.
Konsultan Hukum adalah pihak yang ditunjuk untuk membantu penyusunan dokumen hukum dalam rangka penerbitan SBSN dalam valuta asing di Pasar Perdana Internasional.
Menteri adalah Menteri Keuangan.
Memorandum Informasi ( Offering Memorandum ) adalah informasi tertulis mengenai penawaran SBSN dalam valuta asing kepada publik.
Pemesanan Pembelian adalah pengajuan penawaran untuk membeli Surat Berharga Syariah Negara dalam valuta asing oleh investor.
Penjatahan adalah penetapan alokasi SBSN yang diperoleh setiap pemesan sesuai dengan hasil penjualan SBSN dalam valuta asing.
Aset SBSN adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau Barang Milik Negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.
Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang SBSN sesuai dengan yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang.
Hari Kerja adalah hari kliring pada lembaga kliring yang ditunjuk.
Panitia Pengadaan adalah panitia yang dibentuk untuk melaksanakan seleksi calon anggota Panel, calon Agen Penjual dan/atau calon Konsultan Hukum.
Pengujian UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1993 tentang Pajak Penghasilan terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasl kepada anggota koperasl orang pribadi;
Penghasilan berupa hadiah undian;
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksl derivatlf yang dlperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengallhan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
Penghasilan dari transaksi pengallhan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah." bersifat multitafsir, tidak menjamin hak konstitusional Pemohon atas pengakuan jaminan periindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum berdasarkan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, menurut Pemerintah tidak berdasar sama sekali karena Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh bertujuan untuk memberikan ruang bagi Pemerintah guna mengantisipasi transaksi bisnis yang terus berkembang, sehingga pengaturannya dapat bersifat fleksibel dan dinamis, agar dapat mengikuti perkembangan yang ada; Namun demikian, sifat fleksibel dan dinamis yang diberikan kepada Pemerintah bukan tanpa batas, karena untuk memberikan jaminan Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 20 www.mahkamahkonstitusi.go.id periindungan dan kepastian.hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, Pemerintah dalam mengatur pengenaan pajak atas penghasilan tertentu lainnya harus mempertimbangkan hal-hal antara lain sebagai berikut:
Perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat;
Kesederhanaan dalam pemungutan;
Berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak;
Pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan
Memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter. Dengan demikian ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh telah memberikan jaminan periindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Terkait dengan dalil Pemohon bahwa Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh tidak menjamin hak konstitusional Pemohon untuk mengembangkan diri melalui kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia berdasarkan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945, karena dianggap telah menghalangi Pemohon menghitung sendiri pajaknya dengan benar sebagaimana pemahaman dan pengetahuan Pemohon, Pemerintah berpendapat bahwa saiah satu pertimbangan dalam pengaturan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh adalah demi kesederhanaan dalam pemungutan pajak yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman Wajib Pajak dalam menghitung pajaknya sendiri (self assesment), sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku; Dengan demikian berdasarkan uraian di atas, pengaturan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh telah menjamin pengembangan diri melalui kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945. Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 21 www.mahkamahkonstitusi.go.id 10. Pemohon dalam permohonannya mendalilkan bahwa Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh tidak menjamin Pemohon untuk mendapatkan periindungan dan pemeliharaan Negara atas ketidakmampuan berdasarkan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945. Terkait dengan dalil Pemohon di atas, Pemerintah berpendapat bahwa fungsi utama pajak adalah menghimpun dana dari rakyat untuk pembiayaan kegiatan pemerintah, baik pembiayaan rutin maupun pembiayaan pembangunan. Dana yang diambil dari rakyat akan dikembalikan kepada rakyat melalui pengeluaran pemerintah yang diantaranya untuk membantu rakyat agarterentas dari kemiskinan. Dengan demikian sangatlah jelas bahwa pajak yang dibayarkan rakyat digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan pengaturan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh telah menjamin periindungan dan pemeliharaan negara atas ketidakmampuan sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945. IV. KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian ( constitutional review ) Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dapat memberikan putusan sebagai berikut:
Menerima Keterangan Presiden secara keseluruhan;
Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum ( Legal Standing );
Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima ( niet ontvankelijke verklaard );
Menyatakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 22 www.mahkamahkonstitusi.go.id [2.4] Menimbang bahwa pada persidangan tanggal 23 Oktober 2014, Dewan Perwakilan Rakyat tidak hadir dalam persidangan dan tidak menyampaikan keterangan baik lisan maupun tertulis; [2.5] Menimbang bahwa Pemohon menyampaikan kesimpulan tertulis tanpa tanggal, bulan dan tahun, yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah tanggal 30 Oktober 2014 yang pada pokoknya tetap pada pendiriannya; [2.6] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala sesuatu yang terjadi di persidangan merujuk berita acara persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini;
PERTIMBANGAN HUKUM [3.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah memohon pengujian konstitusionalitas Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893, selanjutnya disebut Undang-Undang PPh) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (selanjutnya disebut UUD 1945); [3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan mempertimbangkan hal-hal berikut:
kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan _a quo; _ b. kedudukan hukum ( legal standing ) Pemohon; Terhadap kedua hal tersebut, Mahkamah berpendapat sebagai berikut: Kewenangan Mahkamah [3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 23 www.mahkamahkonstitusi.go.id 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226, selanjutnya disebut UU MK), __ dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076), salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah adalah menguji Undang- Undang terhadap Undang-Undang Dasar; [3.4] Menimbang bahwa permohonan Pemohon adalah mengenai pengujian konstitusionalitas Undang-Undang PPh terhadap UUD 1945 maka Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan _a quo; _ Kedudukan Hukum ( Legal Standing ) Pemohon [3.5] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya, yang dapat bertindak sebagai Pemohon dalam pengujian suatu Undang-Undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan pengujian, yaitu:
perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama);
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;
badan hukum publik atau privat; atau
lembaga negara; Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:
kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK;
adanya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian; [3.6] Menimbang bahwa Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005, bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007, bertanggal 20 Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 24 www.mahkamahkonstitusi.go.id September 2007 serta putusan-putusan selanjutnya telah berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu:
adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus bersifat spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
adanya hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian dimaksud dengan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi; [3.7] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK dan syarat-syarat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan kedudukan hukum ( legal standing) para Pemohon sesuai dengan uraian Pemohon dalam permohonannya dan bukti-bukti yang diajukan;
Pemohon adalah perseorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk Nomor 3671061902850001 (vide bukti P-6) yang bekerja sebagai karyawan swasta dan membuka usaha isi ulang pulsa yang dijalankan oleh istri Pemohon;
Menurut Pemohon dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, yang sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang PPh berpotensi dan/atau bersifat multitafsir dan telah nyata-nyata mengaktualkan pengurangan hak konstitusional Pemohon;
Menurut Pemohon di dalam Undang-Undang PPh in casu Pasal 4 ayat (2) huruf e tidak ada penjelasan, tolak ukur, serta maksud dari penghasilan tertentu lainnya. Apabila tolak ukurnya adalah jumlah penghasilan yang didapat tanpa melihat cara memperoleh penghasilan tersebut maka akan Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 25 www.mahkamahkonstitusi.go.id berbenturan antara aturan yang satu dengan aturan lainnya. Sebagai contoh bahwa untuk mendapatkan kejelasan mengenai maksud penghasilan tertentu lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh, Pemohon telah menelpon dua kali kepada petugas pajak yang berbeda di 500200 (kring pajak), namun kedua petugas pajak tersebut memberikan penjelasan yang berbeda-beda, yang pada pokoknya menyatakan bahwa petugas pertama memberikan penjelasan apabila usaha Pemohon isi ulang pulsa rugi maka Pemohon masih harus menanggung beban pajak sedangkan petugas kedua memberikan penjelasan bahwa apabila wajib pajak/Badan yang menyelenggarakan pembukuan (Pemohon) rugi maka nihil (dibebaskan dari pajak);
Berdasarkan hal tersebut, menurut Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh telah merugikan hak konstitusional Pemohon sebagaimana diatur dalam Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945; [3.8] Menimbang bahwa berdasarkan dalil Pemohon tersebut dikaitkan dengan Pasal 51 ayat (1) UU MK, serta putusan Mahkamah sebagaimana diuraikan di atas, menurut Mahkamah terdapat hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian Pemohon dan berlakunya Undang-Undang a quo. Kerugian konstitusional Pemohon tersebut bersifat aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, dan adanya kemungkinan dengan dikabulkannya permohonan kerugian konstitusional Pemohon tidak akan atau tidak lagi terjadi. Berdasarkan penilaian dan pertimbangan hukum tersebut, menurut Mahkamah Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan pengujian permohonan a quo ; [3.9] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo dan Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) __ untuk mengajukan permohonan a quo maka Mahkamah selanjutnya akan mempertimbangkan pokok permohonan; Pokok Permohonan [3.10] Menimbang bahwa Pemohon dalam pokok permohonannya mengajukan pengujian konstitusionalitas Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh yang menyatakan, _“Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: _ Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 26 www.mahkamahkonstitusi.go.id _a. ... dst; _ e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah”. Menurut Pemohon pasal dalam Undang-Undang a quo dianggap bertentangan dengan Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945, dengan alasan sebagai berikut:
Pasal dalam Undang-Undang a quo telah mengkerdilkan Pemohon dengan menciptakan diktator (dictatuur) yang bernama penghasilan tertentu lainnya adalah dasar pengenaan pajak adalah penghasilan bruto tiap bulan sehingga semakin menyulitkan dan menyusahkan Pemohon untuk mengembangkan diri melalui [ sic! ] kebutuhan dasarnya karena tidak adanya kepastian dan tidak adanya perlindungan negara;
Pasal dalam Undang-Undang a quo telah memberikan kebebasan tanpa batas kepada pemerintah karena tidak adanya penjelasan tentang batasan serta pengertian penghasilan lainnya sehingga memberikan ketidakpastian dan memberikan kesempatan yang tidak sama di hadapan hukum kepada Pemohon;
Pasal dalam Undang-Undang a quo yang memberikan amanah kepada pemerintah untuk membentuk peraturan pemerintah telah menghilangkan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya. Hal tersebut terbukti dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 sebagai amanah dari Undang-Undang PPh telah bersifat multitafsir dan menimbulkan hasil yang berbeda atas hal yang sama yakni perlakuan perpajakan bagi warga negara yang mengalami kerugian usaha, khususnya terhadap Pemohon; [3.11] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, Pemohon mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-10, tanpa mengajukan saksi ataupun ahli; [3.12] Menimbang bahwa DPR pada persidangan tanggal 23 Oktober 2014 tidak hadir dalam persidangan serta tidak pula menyampaikan keterangan tertulis kepada Mahkamah; __ [3.13] Menimbang bahwa Presiden dalam persidangan tanggal 23 Oktober 2014 telah menyampaikan keterangan lisan dan keterangan tertulis bertanggal 23 Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 27 www.mahkamahkonstitusi.go.id Oktober 2014 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah tanggal 30 Oktober 2014 yang pada pokoknya mengemukakan hal sebagai berikut: __ • Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan wajib pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan; • Pemungutan pajak didasarkan atas pendekatan "benefit approach" atau pendekatan manfaat. Pendekatan ini merupakan dasar fundamental atas dasar filosofis yang membenarkan negara melakukan pemungutan pajak sebagai yang dapat dipaksakan dalam arti mempunyai wewenang dengan kekuatan pemaksa; • Pasal yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon memiliki substansi yang sama dengan permohonan yang telah diputus oleh Mahkamah dalam Putusan Nomor 128/PUU-VII/2009, bertanggal 11 Maret 2010, sehingga putusan Mahkamah Konstitusi a quo dapat dijadikan pertimbangan dalam permohonan Pemohon a quo ; • Pendelegasian wewenang oleh Undang-Undang kepada Pemerintah yakni Presiden, Menteri-Menteri untuk membentuk ketentuan merupakan suatu praktek sebagai pelaksanaan Undang-Undang sesuai dengan kewenangannya berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Selain itu, pendelegasian kewenangan pengaturan tersebut telah memenuhi syarat alternatif, yakni i) adanya perintah yang tegas mengenai subjek lembaga pelaksana yang diberi delegasi kewenangan, dan bentuk peraturan pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan yang didelegasikan; ii) adanya perintah yang tegas mengenai bentuk peraturan pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan yang didelegasikan; atau iii) adanya perintah yang tegas mengenai pendelegasian kewenangan dari undang-undang atau lembaga pembentuk undang-undang kepada lembaga penerima delegasi kewenangan, tanpa penyebutan bentuk peraturan yang mendapat delegasi; Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 28 www.mahkamahkonstitusi.go.id Pendapat Mahkamah [3.14] Menimbang bahwa setelah mencermati dengan saksama permohonan Pemohon, keterangan Pemohon, bukti yang diajukan Pemohon, dan keterangan Presiden, menurut Mahkamah norma Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon pernah dimohonkan pengujian dalam perkara Nomor 128/PUU-VII/2009 dengan dasar pengujian yang sama, yaitu Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Terhadap permohonan pengujian pasal tersebut, Mahkamah pada tanggal 11 Maret 2010 telah menjatuhkan putusan dengan pertimbangan antara lain sebagai berikut: “ [3.15.1] Bahwa pendelegasian wewenang Undang-Undang untuk mengatur lebih lanjut oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya adalah suatu kebijakan pembentuk Undang-Undang yakni DPR dengan persetujuan Pemerintah (legal policy), sehingga dari sisi kewenangan kedua lembaga itu tidak ada ketentuan UUD 1945 yang dilanggar, artinya produk hukumnya dianggap sah. Pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, di samping untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah dengan segera supaya ada landasan hukum yang lebih rinci dan operasional, sekaligus juga merupakan diskresi yang diberikan oleh Undang-Undang kepada Pemerintah yang dibenarkan oleh hukum administrasi. Dengan demikian maka pasal-pasal yang diuji konstitusionalnya tidak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945, sehingga dalil Pemohon tidak beralasan hukum ; [3.15.2] Bahwa isu hukum kerugian konstitusional terkait dengan pengenaan pajak sebagai akibat pengaturan dengan peraturan di bawah Undang-Undang (Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak), tidaklah beralasan hukum, karena pelimpahan pengaturan tersebut merupakan delegasi kewenangan yang sah. Selain itu, pengujian terhadap peraturan tersebut bukanlah kewenangan konstitusional Mahkamah. Memang tidak mustahil dapat terjadi pada suatu negara yang pemerintahannya otoriter, muncul Peraturan Pemerintah atau peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang bertentangan dengan UUD, sehingga pasal yang bersifat demokratis dibelenggu oleh Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 29 www.mahkamahkonstitusi.go.id ketentuan yang lebih rendah yang otoriter (nucleus of norms, be surrounded by corona of highly oppressive norms, imposed upon the people as a whole). Misalnya, kebebasan pers seperti yang dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945 dapat diberangus dengan Keputusan Menteri jika kepentingan penguasa terganggu (press censorship). Namun di dalam tata hukum Indonesia sudah ada mekanisme judicial review, sehingga seandainya pun terdapat Peraturan Pemerintah yang mengandung ketidakadilan sebagaimana didalilkan oleh Pemohon, maka bagi Pemohon sebagai warga negara yang dirugikan terbuka peluang untuk mengajukan pengujian materiil (judicial review) kepada Mahkamah Agung; ” Berdasarkan pertimbangan dalam Putusan Nomor 128/PUU-VII/2009, bertanggal 11 Maret 2010, menurut Mahkamah permohonan Pemohon dengan dasar pengujian Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 adalah sama dengan permohonan Pemohon dalam perkara a quo sehingga permohonan Pemohon _ne bis in idem; _ __ [3.15] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon dengan dasar pengujian Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945, menurut Mahkamah pasal a quo tidak relevan untuk dijadikan dasar pengujian Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh sebab Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh mengatur mengenai pendelegasian wewenang pengaturan tentang jenis pajak penghasilan lainnya dari Undang-Undang kepada Peraturan Pemerintah, sedangkan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 mengatur mengenai hak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, hak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, serta Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 mengatur fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Dengan demikian permohonan Pemohon dengan dasar pengujian Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 tidak beralasan menurut hukum; [3.16] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, meskipun Pemohon dalam permohonan a quo juga mengajukan dasar pengujian yang berbeda dengan Permohonan Nomor 128/PUU-VII/2009, namun Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 30 www.mahkamahkonstitusi.go.id demikian Mahkamah menilai pasal yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya oleh Pemohon tidak bertentangan dengan UUD 1945;
KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum tersebut di atas, Mahkamah berkesimpulan bahwa: [4.1] Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan Pemohon; [4.2] Pemohon mempunyai kedudukan hukum ( legal standing) untuk mengajukan permohonan _a quo; _ [4.3] Dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum; Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), dan Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);
AMAR PUTUSAN Mengadili, Menyatakan menolak permohonan Pemohon Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Hamdan Zoelva selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Maria Farida Indrati, Aswanto, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, dan Patrialis Akbar, masing- masing sebagai Anggota, pada hari Kamis, tanggal tiga puluh bulan Oktober tahun dua ribu empat belas , yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Rabu, tanggal dua puluh satu bulan Januari tahun dua ribu lima belas , selesai diucapkan pukul 15.13 WIB , oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 31 www.mahkamahkonstitusi.go.id Anwar Usman, Wahiduddin Adams, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim, Patrialis Akbar, Suhartoyo, dan I Dewa Gede Palguna, masing-masing sebagai Anggota, didampingi oleh Sunardi sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh Pemohon/kuasanya, Presiden atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili. KETUA, ttd. Arief Hidayat ANGGOTA-ANGGOTA, ttd. Anwar Usman ttd. Wahiduddin Adams ttd. Maria Farida Indrati ttd. Muhammad Alim ttd. Patrialis Akbar ttd. Suhartoyo ttd. I Dewa Gede Palguna PANITERA PENGGANTI, ttd. Sunardi Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Uji Materiil atas UU No.2 tahun 2010 tentang Perubahan atas UU No. 47 Tahun 2009 tentang APBN terhadap UUD 1945 ...
Relevan terhadap
memberikan batas waktu sampai dengan tanggal 15 Mei 2010 atau 8 hari kerja setelah sidang paripurna DPR mengenai pengesahan RUU APBN-P, untuk menyelesaikan rincian peruntukaan belanja menurut jenis, organisasi, fungsi, program, dan kegiatan; 6. Bahwa para Pemohon menilai kebijakan anggaran ini belum mencerminkan semangat dan ruh konstitusi Indonesia; Pengujian Secara Materiil 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2010 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Bahwa dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2010 setelah memasukkan belanja gaji, porsi belanja kesehatan pada APBN-P 2010, sebagaimana diuraikan dalam tabel di bawah ini hanya sebesar 2,13% dari total APBN-P 2010. Selain itu, porsi belanja kesehatan dalam APBN-P 2010 masih jauh dari memadai, yaitu kurang 1% dari PDB. Dibandingkan dengan Filipina yang memiliki pendapatan per kapita lebih rendah dari Indonesia, negaranya telah mengalokasikan belanja kesehatannya 3% dari PDB. Padahal dalam belanja fungsi kesehatan terdapat 5 (lima) indikator MDGs, yaitu: gizi buruk, kematian ibu, kematian anak, HIV AIDS, dan penyakit menular, serta sanitasi air bersih; Tabel 2. Belanja Kesehatan APBN-P 2010 NO URAIAN JUMLAH (RP) 1. Fungsi Kesehatan APBNP 2010 19,801,500,000,000 2. DAK Kesehatan 2010 2,829,760,000,000 3. Kesehatan Pada DPIPD (Dana Penguatan Infrastruktur dan Prasarana Daerah) Tambahan 2010 575,935,500,000 4. Kesehatan Pada DPDFPPD (Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan Percepatan Pembangunan Daerah 794,890,798,960