Pengujian UU Nomor 17/2003
Relevan terhadap 2 lainnya
ayat (4). Khususnya ayat (3) yang membangun logika bernegara yang negara melakukan penguasaan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya tiada lain untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. - Bahwa Mahkamah Konstitusi telah memberikan pengertian penguasaan negara yang tidak dalam konsep memiliki semata, tetapi dengan konsepsi yang didalamnya pengertian bahwa negara merumuskan kebijakan ( beleid ), melakukan pengaturan ( regelendaad ), melakukan pengurusan ( bertuursdaad ), melakukan pengelolaan ( beheersdaad ) dan melakukan pengawasan ( toezichthoundendaad ). - Bahwa salah satu inti dari penguasaan negara itu adalah adanya kewajiban untuk melakukan pengelolaan yang benar. Dan pengelolaan itu diwujudkan melalui pengelolaan sumber pendapatan dan penerimaan negara, yang pada intinya semua pendapatan negara tersebut akan dibelanjakan oleh negara secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat seperti yang dianut di dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat (1). - Bahwa konsepsi bertanggungjawab ini juga diejawantahkan lebih lanjut oleh Pasal 23E ayat (1) yang pada intinya mengatakan bahwa dalam hal pengelolaan dan memastikan bahwa penerimaan dan belanja negara dilakukan secara bertanggungjawab, maka dilakukan pemeriksaaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. - Bahwa oleh karenanya dalam hal ini, secara logika strukturasi UUD 1945 dapat dilihat secara detail adanya relasi yang dibangun oleh UUD 1945 secara "satu tarikan nafas" hubungan antara kepengurusan negara demi kemakmuran rakyat, membangun anggaran negara dalam kepengurusan negara tersebut, kesadaran untuk bertanggungjawab secara utuh akan pengelolaan tersebut melalui pengawasan dalam bentuk pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga negara yang ditunjuk untuk itu agar tetap berada dalam koridor sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. - Bahwa memang dengan konsepsi itu maka menempatkan besarnya peran dan tanggung jawab negara. Akan tetapi adalah suatu hal yang keliru jika mengidentikkan adanya peran negara yang besar ke dalam Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN atau BUMD. - Selain itu, apabila dilacak lebih jauh perdebatan atau diskusi para pengubah UUD 1945 Tahun 1999-2002, akan ditemukan lebih kuat mengapa keuangan negara dipahami sebagaimana uraian di atas. Dalam proses pembahasan perubahan Pasal 23 UUD 1945, pembahasan tentang keuangan negara seialu masuk di dalamnya hal ikhwal tentang badan usaha milik negara/daerah. Dalam pembahasan perubahan ketentuan Pasal 23 UUD 1945, mayoritas fraksi di MPR memiliki pemahaman yang sama, bahwa keuangan negara menyangkut seluruh penerimaan dan pengeluaran, baik yang menyangkut pemerintah pusat dan pemerintah daerah, BUMN dan BUMD maupun institusi ataupun masyarakat yang mendapatkan fasilitas dari negara. Oleh karena itu, pengawasan oleh BPK juga mencakup pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara pada BUMN, BUMD, dana bantuan atau pinjaman luar negeri dan dan _non-budgeter; _ (Pengantar Musyawarah Fraksi dalam Rapat PAH I BP MPR tanggal 6 Desember 1999, seperti disampaikan Fraksi Patai Golkar, Fraksi TNI/Polri. Baca Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Begara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Prases, dan Hasil Pembahasan 1999-2002, Buku VII Keuangan, Perekonomian Nasional, dan Kesejahteraan Sosial,Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010) - Berdasarkan uraian di atas, sekalipun keuangan negara tidak dijelaskan secara eksplisit dalam UUD 1945, namun secara prinsip, maknanya sudah terang benderang. Di mana keuangan negara tidak dapat dipersamakan dengan anggaran negara. Sehingga, berdasarkan ketentuan konstitusi, kekayaan negara yang dipisah pada BUMN pun tetap menjadi bagian dari defenisi keuangan negara. Sehingga ruang lingkup keuangan negara yang diatur di dalam Pasal 2 huruf g dan huruf I Undang-Undang Keuangan Negara sudah benar adanya dan telah sesuai dengan yang dikehendaki oleh UUD 1945. - Memahami keuangan negara yang diatur dalam Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 juga tidak dapat dipisahkan dari sistem perekonomian dan Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
kepengurusan negara adalah suatu hal yang "klasik-tradisional" bahkan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Peran negara yang besar haruslah dikaitkan dengan tujuan bernegara yang dijaminkan di dalam UUD 1945 dan tugas aparatur negara dalam mengupayakannnya. Jika negara ingin bekerja memastikan bahwa kepengurusan negara akan rakyatnya bisa dijaminkan tercapai, maka salah satunya adalah bekerja secara "hulu-hilir" di wilayah publik melalui perumusan kebijakan hingga pengawasan. Hal itu menjadi konsekuensi logis dari pilihan bernegara dan tidaklah dapat dikatakan sebagai sesuatu yang sudah ketinggalan zaman. - Bahwa hal berikutnya yang penting untuk dikaji adalah kontrol rakyat pada kuasa negara yang menjadi pengurus dari seluruh kekayaan negara yang daulatnya dipegang oleh rakyat Kekuasaan negara seialu punya relasi dengan teori kedaulatan. Jika pada ^v ilmu negara kita meyakini bahwa kedaulatan negara dipegang oleh rakyat, maka kuasa rakyat untuk mengontrol negara dengan penggunaan uang-uangnya harus tetap ada pada rakyat. Karenanya, relasi antara rakyat harus tetap ada pada uang-uang tersebut. Relasi yang hanya bisa terbangun ketika negara tetap hadir dalam pengelolaan uang tersebut hingga pertanggungjawabannya yang rakyat tetap ikut terlibat secara langsung. Logika ini yang nampak dari APBN yang harus menyertakan DPR (rakyat perwakilan partai) dan DPD (rakyat perwakilan ruang) dan Presiden sebagai kepala negara dalam proses legislasi menjadi undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara. Serta pun dalam pertanggungjawabannya yakni dalam hal melakukan pengawasan dalam bentuk pemeriksaan, tetap ada peran besar dari rakyat melalui representasi di BPK yang keanggotaannya dipilih melibatkan DPR dan DPD. - Bahwa secara diagnosis, penyakit yang menghinggapi badan usaha milik negara/daerah saat ini tidaklah serta merta dapat dialamatkan pada kekayaan negara yang tidak dipisahkan maupun karena adanya peran serta BPK dalam pengawasannya. Penyakit BUMN/D ini lebih banyak diakibatkan oleh karena adanya politisasi yang tidak berhubungan secara langsung dengan adanya kekayaan negara yang tidak dipisahkan serta Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
uji materiil terhadap Lampiran Nomor D angka 1 dan 2, Lampiran Nomor E angka 1 dan 2, Lampiran Nomor H angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tah ...
Relevan terhadap
Penentuan biaya/tarif pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan berdasarkan peraturan perundang- undangan. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 73 ayat (5) Legalisasi salinan/fotokopi dokumen yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan tidak dipungut biaya.
Bahwa, pada prinsipnya menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak menyebutkan Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
Bahwa, maknanya adalah bahwa PNBP merupakan salah satu pendapatan atau penerimaan keuangan negara yang dikelola oleh pemerintah dan dapat dipertanggungjawabkan serta bertujuan untuk pembiayaan keuangan negara guna peningkatan kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembangunan.
Bahwa, walaupun negara diperbolehkan memungut pendapatan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak terhadap rakyatnya, akan tetapi harus juga memperhatikan syarat-syarat pemungutan tersebut sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 10 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 Penerimaan Negara Bukan Pajak juncto Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Bahwa, tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana diatur didalam Peraturan Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 263, tanggal 6 Desember 2016, sebagaimana dalam lampiran peraturan pemerintah tersebut khususnya mengenai tarif penerbitan STNK dari sebelumnya yang untuk kendaraan roda 2 (dua) dan roda 3 (tiga) serta angkutan umum sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu Rupiah) menjadi Rp100.000,00 (seratus ribu Rupiah), dan untuk kendaraan roda 4 (empat) atau lebih dari Rp75.000,00 (tujuh puluh lima ribu Rupiah) menjadi Rp200.000,00 (dua ratus ribu Rupiah), Serta untuk penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) baik untuk pengurusan baru atau ganti kepemilikan kendaraan roda 2 (dua) dan 3 (tiga) yang sebelumnya Rp80.000,00 (delapan puluh ribu Rupiah) menjadi Rp225.000,00 (dua ratus dua puluh lima ribu Rupiah) serta untuk kendaraan bermotor roda 4 (empat) atau lebih semula Rp100.000,00 (seratus ribu Rupiah) menjadi Rp375.000,00 (tiga ratus tujuh puluh lima ribu Rupiah), dan untuk pengesahan STNK semula tidak dikenakan biaya kini dalam PP Nomor 60 Tahun 2016 dikenakan biaya untuk kendaraan roda 2 (dua) dan 3 (tiga) sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu Rupiah) dan untuk kendaraan roda 4 (empat) atau lebih Rp50.000,00 (lima puluh ribu Rupiah).
Bahwa, sehingga berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 dengan tarif baru sangat tidak relevan dan memberatkan masyarakat, serta tidak sesuai dengan amanah Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang menyatakan “Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dengan memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya, biaya penyelenggaraan kegiatan pemerintah sehubungan dengan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan, dan aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat.
Bahwa, didalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang menyatakan disebutkan “Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak perlu ditetapkan dengan pertimbangan secermat mungkin, karena hal ini membebani masyarakat. Pertimbangan dampak pengenaan terhadap Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 11 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 masyarakat dan kegiatan usahanya, dan beban biaya yang ditanggung pemerintah atas penyelenggaraan kegiatan pelayanan, dan pengaturan oleh pemerintah yang berkaitan langsung dengan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan serta aspek keadilan dimaksudkan agar beban yang wajib ditanggung masyarakat adalah wajar, memberikan kemungkinan perolehan keuntungan atau tidak menghambat kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat.” 7. Bahwa, pada hakikatnya tujuan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana diatur dalam dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 sebagaimana yang diuraikan lebih jelas didalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah “tujuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, langkah penertiban juga diperlukan sehingga jenis dan besarnya pungutan yang menjadi sumber penerimaan tersebut tidak malahan menambah beban bagi masyarakat dan pembangunan itu sendiri. Dalam rangka pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak tersebut.
Bahwa, meskipun penerbitan Peraturan Pemerintah adalah domain tunggal dari Termohon, tetapi khusus untuk Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, Termohon wajib menyampaikan persoalan a quo ke pada DPR hal ini sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 yang menyatakan; Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat ini dikemukakan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam rangka pembahasan dan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Bahwa, dari perkembangan adanya penolakan dari anggota DPR tentang kenaikan PNBP STNK, itu menunjukkan jika DPR tidak pernah diajak komunikasi oleh Termohon.
Bahwa, dari apa yang terurai dalam poin 8 di atas khususnya terkait dengan penolakan yang dilakukan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tentang kenaikan Tarif PNBP sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 membuktikan tidak adanya persetujuan dari DPR, sehingga ini bertentangan dengan Pasal 31 ayat (4) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang menyatakan “Penentuan biaya/tarif pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 12 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.” Sehingga sangat beralasan secara hukum jika Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 dibatalkan.
Bahwa, pada hakikatnya Surat Tanda Nomor Kendaraan adalah bukti registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai kelengkapan kendaraan bermotor ketika bergerak dijalan, yang berisikan identitas pemilik, identitas kendaraan bermotor, nomor registrasi dan masa berlaku termasuk pengesahannya.
Bahwa, mengenai tentang registrasi kendaraan bermotor sebagaimana tersebut dalam poin 12 di atas adalah menurut Pasal 64 ayat (1) Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan bahwa “Setiap Kendaraan Bermotor wajib diregistrasikan.” Sedangkan mengenai registrasi sebagaimana dimaksud tersebut Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan “Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
registrasi kendaraan bermotor baru;
registrasi perubahan identitas kendaraan bermotor dan pemilik;
registrasi perpanjangan kendaraan bermotor; dan/atau
registrasi pengesahan kendaraan bermotor.
Bahwa, tujuan dari perlunya Registrasi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam poin 12, dan 13 di atas yaitu menurut Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan “Registrasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
tertib administrasi;
pengendalian dan pengawasan Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Indonesia;
mempermudah penyidikan pelanggaran dan/atau kejahatan;
perencanaan, operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
perencanaan pembangunan nasional.
Bahwa, mengenai tentang pengaturan khusus registrasi kendaraan bermotor tersebut menurut Pasal 64 ayat (6) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 13 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 “Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Bahwa, dari pendelegasian peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam poin 15 di atas maka terbitlah Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, dalam Pasal 1 Angka 9 menyebutkan bahwa Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut STNK adalah dokumen yang berfungsi sebagai bukti legitimasi pengoperasian kendaraan bermotor yang berbentuk surat atau bentuk lain yang diterbitkan Polri yang berisi identitas pemilik, identitas Ranmor dan masa berlaku termasuk pengesahannya.
Bahwa, untuk masa berlaku dari Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor tersebut adalah sebagaimana ketentuan dari Pasal 70 ayat (2) Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan “Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor berlaku selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun.
Bahwa, menurut kamus besar bahasa Indonesia pengesahan mempunyai makna sebagai suatu perbuatan pengakuan atau pembenaran menurut hukum, sehingga bisa disebut sebagai legalisasi, hal ini sebagaimana menurut Kamus Hukum yang menyatakan bahwa legalisasi adalah pengesahan, atau keterangan menyatakan kebenaran suatu dokumen.
Bahwa, pengesahan STNK sebagaimana yang dimaksud adalah bagian dari legalisasi suatu dokumen yang dilakukan oleh badan/pejabat tertentu dan mempunyai wewenang untuk melakukannya.
Bahwa, makna legalisasi/pengesahan sudah seharusnya mempunyai semangat atau makna substansi sebagaimana halnya legalisasi yang di atur di dalam Pasal 73 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang pada prinsipnya menyatakan bahwa proses legalisasi yang dilakukan oleh badan/pejabat pemerintah tidak dipungut biaya atau gratis.
Bahwa, pengenaan biaya pengesahan STNK dan kenaikan biaya administrasi STNK dan penerbitan BPKB sebagaimana yang diatur di dalam Lampiran Nomor D angka 1 dan 2, Lampiran Nomor E angka 1 dan 2, Lampiran H angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia Lembaran Negara Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 14 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 263, tanggal 6 Desember 2016, merupakan wujud nyata pemerintah tidak menjalankan amanah undang- undang dan bertentangan dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak juncto Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik __ juncto Pasal 73 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sehingga sangat layak jika dibatalkan.
Bahwa, biaya pengesahan STNK juga tidak dikenal di dalam Lampiran II A Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak. Bahwa, dalam PP a quo menjelaskan jenis-jenis PNBP, dan dalam PP a quo tidak ada jenis PNBP di Kepolisian tentang pengesahan STNK. Seharusnya Termohon tidak boleh sewenang-wenang di dalam membuat PNBP, harusnya merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997. Dalam lampiran II A Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 hanya mengatur antara lain:
Penerimaan dari pemberian Surat Izin Mengemudi (SIM).
Penerimaan dari pemberian Surat Tanda Nomor Kendaraan(STNK).
Penerimaan dari pemberian Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK).
Penerimaan dari pemberian Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) baru.
Penerimaan dari pelayanan kesehatan.
Bahwa, jika pengesahan STNK dianggap barang legal, bisa saja suatu saat Termohon akan membuat PNBP dari pengesahan Surat Izin Mengemudi dan lain-lain, tentu Pemohon sangat dirugikan jika ini terjadi.
Bahwa, selain itu pengenaan biaya pengesahan STNK adalah bagian dari pungutan ganda yang dilakukan oleh Negara karena pengesahan itu dilakukan saat pemilik atau pengguna kendaraan bermotor membayar pajak kendaraannya, padahal selain membayar Pajak Kendaraan juga sudah dikenakan PNBP STNK dan dengan berlakunya PP Nomor 60 Tahun 2016 ditambah lagi membayar PNBP Pengesahan STNK, walaupun nama pungutannya berbeda yang satu adalah pajak kendaraan bermotor dan PNBP STNK, satunya lagi masalah pengesahan yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak, tetapi dipungutnya dalam satu waktu yang bersamaan, dengan jumlah pungutan tiga jenis. (yaitu Pajak Kendaraan, PNBP STNK, dan PNBP Pengesahan STNK). Padahal pada prinsipnya bagi Termohon pengesahan STNK yang dimaksud adalah bukti Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 15 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 bahwa pemilik kendaraan tersebut sudah melakukan pembayaran Pajak Kendaraan dan PNBP STNK.
Menjadi sebuah keanehan pembayaran pajak STNK, dibutuhkan pengesahan oleh institusi kepolisian. Padahal pembayaran dilakukan di kantor SAMSAT, di mana di dalam kantor a quo , terdapat 2 lembaga yaitu dinas pendapatan daerah dan unsur kepolisian dalam satu atap. Harusnya, ketika membayar pajak STNK dan mendapatkan bukti STNK yang mana ada tanda tangan dari Direktur Lalu Lintas dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah jelas bukti a quo asli dan legal, tidak perlu lagi pengesahan institusi kepolisian.
Bahwa, sudah sangat jelas jika penerbitan Lampiran Nomor D angka 1 dan 2, Lampiran Nomor E angka 1 dan 2, Lampiran H angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 263, tanggal 6 Desember 2016, tidak sesuai dengan Prosedur terbitnya produk hukum sebagaimana diamanahkan oleh Peraturan Perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak juncto Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik juncto Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sehingga sangat beralasan jika Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 dinyatakan tidak sah atau tidak berlaku untuk umum.
Karena Lampiran Nomor D angka 1 dan 2, Lampiran Nomor E angka 1 dan 2 , Lampiran Nomor H angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak sah atau tidak berlaku untuk umum, maka Termohon harus segera mencabut peraturan a quo . PETITUM 1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
Menyatakan Lampiran Nomor D angka 1 dan 2, Lampiran Nomor E angka 1 dan 2, Lampiran H angka 1 dan 2Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 263, tanggal 6 Desember 2016, bertentangan dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 16 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak juncto Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik juncto Pasal 73 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Menyatakan Lampiran Nomor D angka 1 dan 2, Lampiran Nomor E angka 1 dan 2, lampiran Nomor H angka 1 dan 2Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 263, tanggal 6 Desember 2016, tidak sah atau tidak berlaku untuk umum.
Memerintahkan kepada Presiden Republik Indonesia segera mencabut Lampiran Nomor D angka 1 dan 2, Lampiran Nomor E angka 1 dan 2, Lampiran H angka 1 dan 2Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 263, tanggal 6 Desember 2016.
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, apabila Mahkamah Agung berpendapat lain, mohon diberi keputusan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ); Menimbang, bahwa untuk mendukung dalil-dalil permohonannya, Pemohon telah mengajukan surat-surat bukti berupa:
Fotokopi Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Fotokopi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
Fotokopi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
Fotokopi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
Fotokopi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
Fotokopi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak;
Fotokopi KTP atas nama Moh. Noval Ibrohim Salim; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 17 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 8. Fotokopi STNK atas nama Moh. Noval Ibrohim Salim, Nomor Polisi M 2345 BC; Menimbang, bahwa permohonan keberatan hak uji materiil tersebut telah disampaikan kepada Termohon pada tanggal 8 Februari 2017, berdasarkan Surat Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor 12/PER- PSG/II/12P/HUM/2017, tanggal 8 Februari 2017; __ Menimbang, bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Termohon telah mengajukan jawaban namun tenggang pengajuan jawaban telah terlewati, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil; PERTIMBANGAN HUKUM Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon adalah sebagaimana tersebut di atas; Menimbang, bahwa sebelum Mahkamah Agung mempertimbangkan tentang substansi permohonan yang diajukan Pemohon, maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan apakah permohonan a quo memenuhi persyaratan formal, yaitu mengenai kewenangan Mahkamah Agung untuk menguji objek permohonan keberatan hak uji materiil, dan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil; Kewenangan Mahkamah Agung Menimbang, bahwa kewenangan Mahkamah Agung untuk menguji permohonan keberatan hak uji materiil didasarkan pada ketentuan Pasal 24A Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, Pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, serta Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil, yang pada intinya menentukan bahwa Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; Bahwa peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan ( vide Pasal 1 angka 2); Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 18 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 Menimbang, bahwa objek permohonan keberatan hak uji materiil berupa: berupa Lampiran Nomor D angka 1 dan 2, Lampiran Nomor E angka 1 dan 2, Lampiran Nomor H angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 263, merupakan peraturan perundang- undangan di bawah undang-undang, maka ketentuan tersebut telah memenuhi syarat sebagai objek permohonan keberatan hak uji materiil yang menjadi wewenang Mahkamah Agung untuk mengujinya; Menimbang, bahwa selanjutnya Mahkamah Agung akan mempertimbangkan apakah Pemohon mempunyai kepentingan untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil, sehingga Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mempersoalkan objek permohonan a quo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A ayat (2) Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan Pasal 1 angka 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil; Kedudukan Hukum (legal standing) Pemohon Menimbang, bahwa Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 menyatakan bahwa permohonan pengujian peraturan perundang- undangan di bawah undang-undang hanya dapat dilakukan oleh pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan tersebut, yaitu:
perorangan warga negara Indonesia;
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; atau
badan hukum publik atau badan hukum privat; Dalam Penjelasannya ditentukan bahwa yang dimaksud dengan “perorangan” adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama; Bahwa lebih lanjut Pasal 1 angka 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 menentukan bahwa pemohon keberatan adalah kelompok orang atau perorangan yang mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung atas berlakunya suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah dari undang-undang; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 19 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 Bahwa dengan demikian, Pemohon dalam pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:
kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009;
kerugian hak yang diakibatkan oleh berlakunya peraturan perundang- undangan yang dimohonkan pengujian; Menimbang, bahwa Pemohon adalah MOH. NOVAL IBROHIM SALIM, S.H., M.H. dalam kapasitasnya sebagai perorangan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama diri sendiri; Menimbang, bahwa dalam permohonannya Pemohon mendalilkan hal-hal sebagai berikut: Bahwa Pemohon adalah Warga Negara Indonesia, Pemilik Kendaraan Bermotor Roda 2 (dua) dengan Merek Honda dan Type K1H02N14L0 AT, dengan Nomor Rangka MH1KF1111GK905067, Nomor Mesin KF11E903375 dengan Nomor Polisi M 2345 BC. Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Tersebut khususnya Lampiran Nomor D angka 1 dan 2, Lampiran Nomor E angka 1 dan 2, Lampiran H angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 263, tanggal 6 Desember 2016. Bahwa menurut Pemohon, penerbitan ketentuan mengenai pengenaan tarif pengesahan STNK tersebut tidak ada dasar hukumnya, dan tidak mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang terbebani dengan kenaikan bahan bakar minyak, kenaikan tarif listrik dan lain-lain. Ketentuan tersebut menyebabkan Pemohon harus mengeluarkan uang lebih untuk membayar kenaikan PNBP STNK dan BPKB. Menimbang, bahwa dengan mendasarkan ketentuan Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 dan Pasal 1 angka 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011, dikaitkan dengan putusan-putusan Mahkamah Agung sebelumnya mengenai kedudukan hukum (legal standing) , serta dalil-dalil Pemohon sebagaimana diuraikan di atas, menurut Mahkamah Agung, Pemohon memiliki hak yang dijamin oleh peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pemohon dirugikan oleh berlakunya peraturan yang menjadi objek permohonan. Kerugian tersebut bersifat aktual atau setidaknya bersifat potensial, spesifik, dan terdapat hubungan sebab akibat (causal Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 20 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya norma peraturan yang dimohonkan pengujian. Dengan demikian, Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) untuk mengajukan permohonan a quo ; Menimbang, bahwa oleh karena Mahkamah Agung berwenang menguji permohonan keberatan hak uji materiil dan Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo , maka permohonan a quo secara formal dapat diterima; Menimbang, bahwa selanjutnya Mahkamah Agung akan mempertimbangkan pokok permohonan, yaitu apakah ketentuan yang dimohonkan uji materiil a quo bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi atau tidak; Pokok Permohonan Menimbang, bahwa pokok permohonan keberatan hak uji materiil adalah: Lampiran Nomor D angka 1 dan 2, Lampiran Nomor E angka 1 dan 2, Lampiran Nomor H angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 263, yang berbunyi: No. Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) Satuan Tarif D 1. Kendaraan bermotor roda 2 atau roda 3 a. Baru Per penerbitan Rp100.000,00 b. Perpanjangan Per penerbitan per 5 tahun Rp100.000,00 2.Kendaraan bermotor roda 4 atau lebih a. Baru Per penerbitan Rp200.000,00 b. Perpanjangan Per penerbitan per 5 tahun Rp200.000,00 No. Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Satuan Tarif E Pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor 3. Kendaraan Bermotor Roda 2 atau Roda 3 Per pengesahan Per tahun Rp25.000.00, 4. Kendaraan Bermotor Roda 4 atau lebih Per pengesahan Per tahun Rp50.000.00, No Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Satuan Tarif H Penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) 1. Kendaraan bermotor roda 2 atau roda 3 a. Baru Per penerbitan Rp225.000,00 b. Ganti Kepemilikan Per penerbitan per 5 tahun Rp225.000,00 Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 21 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 2.Kendaraan bermotor roda 4 atau lebih a. Baru Per penerbitan Rp375.000,00 b. Ganti Kepemilikan Per penerbitan per 5 tahun Rp375.000,00 Menurut pemohon ketentuan tersebut bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, __ Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik __ dan __ Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil-dalil permohonannya, Pemohon mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda P-1 s.d. P-8; Pendapat Mahkamah Agung Menimbang, bahwa berdasarkan posita dan petitum permohonan, bukti- bukti surat/tulisan dari para pihak, Mahkamah Agung memberikan pertimbangan sebagai berikut: - Bahwa penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah untuk menggantikan Peraturan Pemerintah sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia; - Bahwa Jenis PNBP menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 meliputi;
Pengujian untuk penerbitan Surat Izin Mengemudi Baru;
Penerbitan Perpanjangan Surat Izin Mengemudi;
Penerbitan Surat Keterangan Uji Keterampilan Pengemudi;
Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor;
Pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor;
Penerbitan Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
Penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor;
Penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor;
Penerbitan Surat Mutasi Kendaraan Bermotor ke Luar Daerah;
Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor Lintas Batas Negara;
Penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor Lintas Batas Negara;
Penerbitan Nomor Registrasi Kendaraan Bermotor Pilihan;
Penerbitan Surat Izin Senjata Api dan Bahan Peledak; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 22 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 n. Penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian;
Pendidikan dan Pelatihan Satuan Pengaman;
Pelatihan Keterampilan Perorangan;
Pendidikan dan Pelatihan Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
Pendidikan dan Pelatihan Kepolisian Khusus;
Pendidikan dan Pelatihan Kesamaptaan;
Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Motivasi;
Penerbitan Kartu Tanda Anggota Satuan Pengaman;
Penerbitan Ija zah Satuan Pengaman;
Penerbitan Surat Ijin Operasional Badan Usaha Jasa Pengamanan;
Pelayanan Penyelenggaraan Assessment Center POLRI;
Pelayanan kesehatan yang berasal dari pembayaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
Jasa Pengamanan pada Obyek Vital Nasional dan obyek tertentu; dan
aa. Jasa Manajemen sistem pengamanan pada Obyek Vital Nasional dan obyek tertentu. - Bahwa terkait dengan pokok permohonan pemohon yaitu keberatan hak uji materiil terhadap Lampiran Nomor D angka 1 dan 2, dan Lampiran Nomor H angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016, Mahkamah berpendapat bahwa penyesuaian tarif PNBP terkait STNK dan BPKB dilakukan karena tarif dasarnya berdasarkan kondisi tahun 2010 (pada saat diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010) sudah tidak relevan lagi jika diterapkan pada tahun 2016 yaitu tepatnya pada saat diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016. - Bahwa selain itu penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 diawali dengan adanya usulan penyesuaian dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Anggaran DPR, karena adanya temuan di lapangan mengenai adanya kenaikan bahan material untuk STNK dan BPKB. Dengan disertai rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Anggaran DPR tersebut, Polri mengusulkan kepada Dirjen Anggaran Kemenkeu untuk membahas tarif BNBP yang kemudian dilanjutkan dengan diajukannya perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016. (Vide http: //setkab.go.id/kenaikan-biaya-stnk-dan-bpkb-disetor-ke-kas-negara- untuk-pelayanan-publik/ ) - Bahwa sedangkan dengan pokok permohonan pemohon yaitu keberatan hak uji materiil terhadap Lampiran Nomor E angka 1 dan 2 Peraturan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 23 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016, menurut Mahkamah ketentuan yang demikian adalah berlebihan dan dapat dikualifikasi sebagai pungutan ganda, karena pada saat pajak kendaraan dibayar, PNBP STNK sudah dipungut. Hal ini nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 73 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, yang menegaskan bahwa legalisasi/fotokopi dokumen yang dilakukan Badan atau Pejabat Pemerintahan tidak dipungut biaya. - Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pokok permohonan pemohon yaitu keberatan hak uji materiil terhadap Lampiran Nomor D angka 1 dan 2, dan Lampiran Nomor H angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tidak terbukti bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan terhadap Lampiran Nomor E angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016, nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 73 ayat (5) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Menimbang, bahwa berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka Permohonan Hak Uji Materiil yang diajukan oleh Pemohon dapat dikabulkan untuk sebagian. __ Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon, maka Termohon dihukum untuk membayar biaya perkara; Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 31 A ayat (8) Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 dan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2011, Panitera Mahkamah Agung mencantumkan petikan putusan ini dalam Berita Negara; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil, serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait; MENGADILI, Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: MOH. NOVAL IBROHIM SALIM, S.H., M.H. untuk sebagian; Menyatakan Lampiran Lampiran Nomor E angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 24 dari 24 halaman. Putusan Nomor 12 P/HUM/2017 Republik Indonesia, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 73 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan karenanya tidak sah dan tidak berlaku umum; Memerintahkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk mencabut Lampiran Nomor E angka 1 dan 2Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia; Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya; Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Percetakan Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah); Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 14 Juni 2017, oleh Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum., Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Is Sudaryono, S.H., M.H. dan Dr. Yosran, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Panitera Pengganti Teguh Satya Bakti, S.H., M.H., dengan tidak dihadiri oleh para pihak. Anggota Majelis: Ketua Majelis, Ttd./ Is Sudaryono, S.H., M.H. Ttd./ Dr. H. Supandi, S.H.,M.Hum Ttd./ Dr. Yosran, S.H., M.Hum. Panitera Pengganti, Ttd./ Dr. Teguh Satya Bhakti, S.H., M.H. Biaya-biaya:
Meterai Rp 6.000,00 2. Redaksi Rp 5.000,00 3. Administrasi kasasi Rp 989.000,00 Jumlah Rp1.000.000,00 Untuk Salinan MAHKAMAH AGUNG RI a.n. Panitera Panitera Muda Tata Usaha Negara A S H A D I, S.H NIP. 195409241984031001 Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah. ...
Relevan terhadap
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 228, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5361);
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) BULOG (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 8) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2003(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 142);
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556);
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan Dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010;
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penyusunan Dan Penyajian Laporan Keuangan Belanja Subsidi Dan Belanja Lain-lain Pada Bagian Anggaran Pembiayaan Dan Perhitungan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pencairan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Atas Beban Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Penyimpanan Dan Pencairan Dana Cadangan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran;
Tata Cara Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Pupuk.
Relevan terhadap
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5167);
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556);
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010;
Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang Dalam Pengawasan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2011;
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I;
Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 134/KMK.06/ 2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-Lain pada Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.02/2010;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pencairan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Bagian Atas Beban Anggaran Bendahara Umum Negara pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Penyimpanan dan Pencairan Dana Cadangan; Memperhatikan :
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21/M-DAG/ PER/6/2008 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07/M-DAG/PER/2/2009;
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 06/Permentan/ SR.130/2/2011 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2011 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/SR.130/4/2011;
Penilaian Kompetensi Manajerial Melalui Assessment Center di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Sistem Akuntansi Belanja Subsidi.
Relevan terhadap
UAKPA BUN PBS dan UAKPA BUN PBL selaku Entitas Akuntansi membuat Pernyataan Tanggung Jawab (Statement of Responsibility ).
UAPPA-E1 BUN PBS, UAPPA-E1 BUN PBL, UAPPA BUN PBS, UAPPA BUN PBL dan UAP BUN BS, dan UAP BUN BL selaku Entitas Pelaporan membuat Pernyataan Tanggung Jawab (Statement of Responsibility). (3) Pernyataan Tanggung Jawab (Statement of Responsibility) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memuat pernyataan bahwa pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. (4) Pernyataan Tanggung Jawab ( Statement of Responsibility ) dapat diberikan paragraf penjelasan atas suatu kejadian yang belum termuat dalam laporan keuangan. (5) Pernyataan Tanggung Jawab ( Statement of Responsibility ) dilampirkan pada saat penyampaian laporan keuangan semesteran dan tahunan. (6) Bentuk dan isi Pernyataan Tanggung Jawab ( Statement of Responsibility ) dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Modul yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Bagian Kedua Pernyataan Telah Direviu Pasal 23 (1) Sebelum Laporan Keuangan Belanja Subdisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (4) dan Laporan Keuangan Belanja Lain-Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (4), Pasal 19 ayat (4) disampaikan secara berjenjang kepada unit akuntansi dan unit pelaporan di atasnya, laporan keuangan tersebut harus direviu terlebih dahulu oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah pada Kementerian Keuangan. (2) Hasil reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil reviu berupa Pernyataan Telah Direviu sebagai bagian dari laporan keuangan. (3) Pernyataan Telah Direviu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah pada Kementerian Keuangan. (4) Aparat Pengawasan Internal Pemerintah pada Kementerian Keuangan dapat meminta bantuan kepada Aparat Pengawasan Internal Pemerintah di Kementerian Negara/Lembaga dan/atau aparat pengawas internal pada Pihak Lain untuk melakukan reviu dan menandatangani Pernyataan Telah Direviu atas laporan keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-Lain pada Kementerian Negara/Lembaga/Pihak Lain. (5) Bentuk dan isi Pernyataan Telah Direviu dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Modul yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1 Sistem Akuntansi Belanja Subsidi yang selanjutnya disebut SA BS adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan atas transaksi belanja subsidi. 2 Sistem Akuntansi Belanja Lain-Lain yang selanjutnya disebut SA BL adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan atas transaksi belanja lain-lain. 3 Belanja Subsidi adalah pengeluaran pemerintah yang diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu yang bertujuan untuk membantu biaya produksi agar harga jual produk/jasa yang dihasilkan dapat dijangkau oleh masyarakat. 4 Belanja Lain-Lain adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah. 5 Kementerian Negara/Lembaga adalah Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah non Kementerian Negara/Lembaga Negara. 6 Pihak Lain adalah instansi/unit organisasi di luar Kementerian Negara/Lembaga dan berbadan hukum yang menggunakan anggaran yang bersumber dari APBN dan bukan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai entitas Pemerintah Daerah, dan karenanya wajib menyelenggarakan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) sesuai ketentuan yang berlaku. 7 Entitas Akuntansi adalah unit pemerintah Pengguna Anggaran yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 8 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintah yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang berkewajiban menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. 9 Unit Akuntansi Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut UA BUN adalah unit akuntansi pada Kementerian Keuangan, yang melakukan koordinasi dan pembinaan atas kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan tingkat UAP BUN dan sekaligus melakukan penggabungan laporan keuangan sekuruh UAP BUN. 10 Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara Belanja Subsidi yang selanjutnya disebut UAP BUN BS adalah unit akuntansi pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAPPA BUN PBS. 11 Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara Belanja Lain-Lain yang selanjutnya disebut UAP BUN BL adalah unit akuntansi pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAPPA BUN PBL. 12 Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Pengguna Belanja Subsidi yang selanjutnya disebut UAPPA BUN PBS adalah Unit Akuntansi pada Kementerian Negara/Lembaga/Pihak Lain yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAPPA E1 BUN PBS yang berada di bawahnya. 13 Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Pengguna Belanja Lain-Lain yang selanjutnya disebut UAPPA BUN PBL adalah Unit Akuntansi pada Kementerian Negara/Lembaga/Pihak Lain yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAPPA E1 BUN PBL yang berada di bawahnya. 14 Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Tingkat Eselon I Bendahara Umum Negara Pengguna Belanja Subsidi yang selanjutnya disebut UAPPA-EI BUN PBS adalah unit akuntansi pada Unit Eselon I Kementerian Negara/Lembaga/Pihak Lain yang membidangi kesekretariatan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN PBS yang berada di bawahnya. 15 Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Tingkat Eselon I Bendahara Umum Negara Pengguna Belanja Lain-Lain yang selanjutnya disebut UAPPA-EI BUN PBL adalah unit akuntansi pada Unit Eselon I Kementerian Negara/Lembaga/Pihak Lain yang membidangi kesekretariatan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN PBL yang berada di bawahnya. 16 Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Pengguna Belanja Subsidi yang selanjutnya disebut UAKPA BUN PBS adalah unit akuntansi instansi yang melakukan akuntansi dan pelaporan keuangan pada tingkat satuan kerja Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengguna Belanja Subsidi. 17 Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Pengguna Belanja Belanja Lain-Lain yang selanjutnya disebut UAKPA BUN PBL adalah unit akuntansi instansi yang melakukan akuntansi dan pelaporan keuangan pada tingkat satuan kerja Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengguna Belanja Lain-Lain. 18 Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, utang, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 19 Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. 20 Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disebut CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Laporan Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang memadai. 21 Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 22 Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. 23 Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh PA/Kuasa PA/Pejabat Penandatangan SPM untuk mencairkan alokasi dana yang sumber dananya dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan. 24 Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM. 25 Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data berupa Compact Disc, USB Flash Disc, atau media penyimpanan digital lainnya yang berisikan data transaksi, data buku besar, dan/atau data lainnya. 26 Reviu adalah prosedur penyelusuran angka-angka dalam Laporan Keuangan, permintaan keterangan, dan analitik yang harus menjadi dasar memadai bagi Aparat Pengawasan Internal untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. 27 Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama. 28 Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi. 29 Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.
Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga.
Relevan terhadap
Kuasa PA bertanggungjawab atas pencapaian target kinerja penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial kepada penerima bantuan sosial.
PPK bertanggungjawab atas pelaksanaan penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial kepada penerima bantuan sosial untuk menjamin bantuan sosial telah sesuai dengan peruntukan dan tepat sasaran dengan berpedoman pada petunjuk teknis yang ditetapkan oleh Kuasa PA. (3) Dalam rangka pengawasan penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial, Kuasa PA dapat melakukan koordinasi dengan aparat pengawasan fungsional. (4) Untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial, Kuasa PA harus menyusun laporan pertanggungjawaban. (5) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat jumlah pagu bantuan sosial yang disalurkan, realisasi bantuan sosial yang telah disalurkan, dan sisa dana bantuan sosial yang disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara. (6) Dalam hal masih terdapat dana Belanja Bantuan Sosial pada rekening Bank/Pos Penyalur yang belum disetorkan sampai akhir tahun anggaran, dana tersebut disajikan sebagai Kas Lainnya di Kementerian Negara/Lembaga pada Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL). (7) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri dengan:
data bukti transfer/tanda terima/konfirmasi dari Bank/Pos Penyalur/penerima bantuan sosial, untuk penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial dalam bentuk uang; atau
berita acara serah terima, untuk penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial dalam bentuk barang dan/atau jasa. (8) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampirkan sebagai suplemen pada Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 17 Pencairan dan penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial yang sedang dilaksanakan sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, dapat tetap dilaksanakan dan disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua ketentuan yang mengatur mengenai pencairan dan penyaluran dana Belanja Bantuan Sosial, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Kereta Api Kelas Ekonomi. ...
Relevan terhadap
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5254) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 2012, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5303);
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556);
Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178);
Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010;
Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2012 tentang Kewajiban Pelayanan Publik dan Subsidi Angkutan Perintis Bidang Perkeretaapian, Biaya Penggunaan Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, Serta Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Perkeretaapian Milik Negara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.05/2007 tentang Tata Cara Pencairan Dana Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Melalui Rekening Kas Umum Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.05/2010;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain pada Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pencairan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atas Beban Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.05/ 2010 tentang Tata Cara Penyimpanan dan Pencairan Dana Cadangan; Memperhatikan : Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 28 Tahun 2012 tentang Pedoman Perhitungan dan Penetapan Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api;
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat. ...