Pengujian UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1993 tentang Pajak Penghasilan terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasl kepada anggota koperasl orang pribadi;
Penghasilan berupa hadiah undian;
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksl derivatlf yang dlperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengallhan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
Penghasilan dari transaksi pengallhan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah." bersifat multitafsir, tidak menjamin hak konstitusional Pemohon atas pengakuan jaminan periindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum berdasarkan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, menurut Pemerintah tidak berdasar sama sekali karena Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh bertujuan untuk memberikan ruang bagi Pemerintah guna mengantisipasi transaksi bisnis yang terus berkembang, sehingga pengaturannya dapat bersifat fleksibel dan dinamis, agar dapat mengikuti perkembangan yang ada; Namun demikian, sifat fleksibel dan dinamis yang diberikan kepada Pemerintah bukan tanpa batas, karena untuk memberikan jaminan Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 20 www.mahkamahkonstitusi.go.id periindungan dan kepastian.hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, Pemerintah dalam mengatur pengenaan pajak atas penghasilan tertentu lainnya harus mempertimbangkan hal-hal antara lain sebagai berikut:
Perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat;
Kesederhanaan dalam pemungutan;
Berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak;
Pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan
Memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter. Dengan demikian ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh telah memberikan jaminan periindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Terkait dengan dalil Pemohon bahwa Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh tidak menjamin hak konstitusional Pemohon untuk mengembangkan diri melalui kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia berdasarkan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945, karena dianggap telah menghalangi Pemohon menghitung sendiri pajaknya dengan benar sebagaimana pemahaman dan pengetahuan Pemohon, Pemerintah berpendapat bahwa saiah satu pertimbangan dalam pengaturan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh adalah demi kesederhanaan dalam pemungutan pajak yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman Wajib Pajak dalam menghitung pajaknya sendiri (self assesment), sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku; Dengan demikian berdasarkan uraian di atas, pengaturan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh telah menjamin pengembangan diri melalui kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945. Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 21 www.mahkamahkonstitusi.go.id 10. Pemohon dalam permohonannya mendalilkan bahwa Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh tidak menjamin Pemohon untuk mendapatkan periindungan dan pemeliharaan Negara atas ketidakmampuan berdasarkan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945. Terkait dengan dalil Pemohon di atas, Pemerintah berpendapat bahwa fungsi utama pajak adalah menghimpun dana dari rakyat untuk pembiayaan kegiatan pemerintah, baik pembiayaan rutin maupun pembiayaan pembangunan. Dana yang diambil dari rakyat akan dikembalikan kepada rakyat melalui pengeluaran pemerintah yang diantaranya untuk membantu rakyat agarterentas dari kemiskinan. Dengan demikian sangatlah jelas bahwa pajak yang dibayarkan rakyat digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan pengaturan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh telah menjamin periindungan dan pemeliharaan negara atas ketidakmampuan sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945. IV. KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian ( constitutional review ) Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dapat memberikan putusan sebagai berikut:
Menerima Keterangan Presiden secara keseluruhan;
Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum ( Legal Standing );
Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima ( niet ontvankelijke verklaard );
Menyatakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 22 www.mahkamahkonstitusi.go.id [2.4] Menimbang bahwa pada persidangan tanggal 23 Oktober 2014, Dewan Perwakilan Rakyat tidak hadir dalam persidangan dan tidak menyampaikan keterangan baik lisan maupun tertulis; [2.5] Menimbang bahwa Pemohon menyampaikan kesimpulan tertulis tanpa tanggal, bulan dan tahun, yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah tanggal 30 Oktober 2014 yang pada pokoknya tetap pada pendiriannya; [2.6] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala sesuatu yang terjadi di persidangan merujuk berita acara persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini;
PERTIMBANGAN HUKUM [3.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah memohon pengujian konstitusionalitas Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893, selanjutnya disebut Undang-Undang PPh) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (selanjutnya disebut UUD 1945); [3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan mempertimbangkan hal-hal berikut:
kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan _a quo; _ b. kedudukan hukum ( legal standing ) Pemohon; Terhadap kedua hal tersebut, Mahkamah berpendapat sebagai berikut: Kewenangan Mahkamah [3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 23 www.mahkamahkonstitusi.go.id 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226, selanjutnya disebut UU MK), __ dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076), salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah adalah menguji Undang- Undang terhadap Undang-Undang Dasar; [3.4] Menimbang bahwa permohonan Pemohon adalah mengenai pengujian konstitusionalitas Undang-Undang PPh terhadap UUD 1945 maka Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan _a quo; _ Kedudukan Hukum ( Legal Standing ) Pemohon [3.5] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya, yang dapat bertindak sebagai Pemohon dalam pengujian suatu Undang-Undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan pengujian, yaitu:
perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama);
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;
badan hukum publik atau privat; atau
lembaga negara; Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:
kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK;
adanya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian; [3.6] Menimbang bahwa Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005, bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007, bertanggal 20 Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 24 www.mahkamahkonstitusi.go.id September 2007 serta putusan-putusan selanjutnya telah berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu:
adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus bersifat spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
adanya hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian dimaksud dengan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi; [3.7] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK dan syarat-syarat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan kedudukan hukum ( legal standing) para Pemohon sesuai dengan uraian Pemohon dalam permohonannya dan bukti-bukti yang diajukan;
Pemohon adalah perseorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk Nomor 3671061902850001 (vide bukti P-6) yang bekerja sebagai karyawan swasta dan membuka usaha isi ulang pulsa yang dijalankan oleh istri Pemohon;
Menurut Pemohon dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, yang sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang PPh berpotensi dan/atau bersifat multitafsir dan telah nyata-nyata mengaktualkan pengurangan hak konstitusional Pemohon;
Menurut Pemohon di dalam Undang-Undang PPh in casu Pasal 4 ayat (2) huruf e tidak ada penjelasan, tolak ukur, serta maksud dari penghasilan tertentu lainnya. Apabila tolak ukurnya adalah jumlah penghasilan yang didapat tanpa melihat cara memperoleh penghasilan tersebut maka akan Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 25 www.mahkamahkonstitusi.go.id berbenturan antara aturan yang satu dengan aturan lainnya. Sebagai contoh bahwa untuk mendapatkan kejelasan mengenai maksud penghasilan tertentu lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh, Pemohon telah menelpon dua kali kepada petugas pajak yang berbeda di 500200 (kring pajak), namun kedua petugas pajak tersebut memberikan penjelasan yang berbeda-beda, yang pada pokoknya menyatakan bahwa petugas pertama memberikan penjelasan apabila usaha Pemohon isi ulang pulsa rugi maka Pemohon masih harus menanggung beban pajak sedangkan petugas kedua memberikan penjelasan bahwa apabila wajib pajak/Badan yang menyelenggarakan pembukuan (Pemohon) rugi maka nihil (dibebaskan dari pajak);
Berdasarkan hal tersebut, menurut Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh telah merugikan hak konstitusional Pemohon sebagaimana diatur dalam Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945; [3.8] Menimbang bahwa berdasarkan dalil Pemohon tersebut dikaitkan dengan Pasal 51 ayat (1) UU MK, serta putusan Mahkamah sebagaimana diuraikan di atas, menurut Mahkamah terdapat hubungan sebab akibat ( causal verband ) antara kerugian Pemohon dan berlakunya Undang-Undang a quo. Kerugian konstitusional Pemohon tersebut bersifat aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, dan adanya kemungkinan dengan dikabulkannya permohonan kerugian konstitusional Pemohon tidak akan atau tidak lagi terjadi. Berdasarkan penilaian dan pertimbangan hukum tersebut, menurut Mahkamah Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan pengujian permohonan a quo ; [3.9] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo dan Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) __ untuk mengajukan permohonan a quo maka Mahkamah selanjutnya akan mempertimbangkan pokok permohonan; Pokok Permohonan [3.10] Menimbang bahwa Pemohon dalam pokok permohonannya mengajukan pengujian konstitusionalitas Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh yang menyatakan, _“Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: _ Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 26 www.mahkamahkonstitusi.go.id _a. ... dst; _ e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah”. Menurut Pemohon pasal dalam Undang-Undang a quo dianggap bertentangan dengan Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945, dengan alasan sebagai berikut:
Pasal dalam Undang-Undang a quo telah mengkerdilkan Pemohon dengan menciptakan diktator (dictatuur) yang bernama penghasilan tertentu lainnya adalah dasar pengenaan pajak adalah penghasilan bruto tiap bulan sehingga semakin menyulitkan dan menyusahkan Pemohon untuk mengembangkan diri melalui [ sic! ] kebutuhan dasarnya karena tidak adanya kepastian dan tidak adanya perlindungan negara;
Pasal dalam Undang-Undang a quo telah memberikan kebebasan tanpa batas kepada pemerintah karena tidak adanya penjelasan tentang batasan serta pengertian penghasilan lainnya sehingga memberikan ketidakpastian dan memberikan kesempatan yang tidak sama di hadapan hukum kepada Pemohon;
Pasal dalam Undang-Undang a quo yang memberikan amanah kepada pemerintah untuk membentuk peraturan pemerintah telah menghilangkan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya. Hal tersebut terbukti dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 sebagai amanah dari Undang-Undang PPh telah bersifat multitafsir dan menimbulkan hasil yang berbeda atas hal yang sama yakni perlakuan perpajakan bagi warga negara yang mengalami kerugian usaha, khususnya terhadap Pemohon; [3.11] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, Pemohon mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti P-10, tanpa mengajukan saksi ataupun ahli; [3.12] Menimbang bahwa DPR pada persidangan tanggal 23 Oktober 2014 tidak hadir dalam persidangan serta tidak pula menyampaikan keterangan tertulis kepada Mahkamah; __ [3.13] Menimbang bahwa Presiden dalam persidangan tanggal 23 Oktober 2014 telah menyampaikan keterangan lisan dan keterangan tertulis bertanggal 23 Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 27 www.mahkamahkonstitusi.go.id Oktober 2014 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah tanggal 30 Oktober 2014 yang pada pokoknya mengemukakan hal sebagai berikut: __ • Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan wajib pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan; • Pemungutan pajak didasarkan atas pendekatan "benefit approach" atau pendekatan manfaat. Pendekatan ini merupakan dasar fundamental atas dasar filosofis yang membenarkan negara melakukan pemungutan pajak sebagai yang dapat dipaksakan dalam arti mempunyai wewenang dengan kekuatan pemaksa; • Pasal yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon memiliki substansi yang sama dengan permohonan yang telah diputus oleh Mahkamah dalam Putusan Nomor 128/PUU-VII/2009, bertanggal 11 Maret 2010, sehingga putusan Mahkamah Konstitusi a quo dapat dijadikan pertimbangan dalam permohonan Pemohon a quo ; • Pendelegasian wewenang oleh Undang-Undang kepada Pemerintah yakni Presiden, Menteri-Menteri untuk membentuk ketentuan merupakan suatu praktek sebagai pelaksanaan Undang-Undang sesuai dengan kewenangannya berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Selain itu, pendelegasian kewenangan pengaturan tersebut telah memenuhi syarat alternatif, yakni i) adanya perintah yang tegas mengenai subjek lembaga pelaksana yang diberi delegasi kewenangan, dan bentuk peraturan pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan yang didelegasikan; ii) adanya perintah yang tegas mengenai bentuk peraturan pelaksana untuk menuangkan materi pengaturan yang didelegasikan; atau iii) adanya perintah yang tegas mengenai pendelegasian kewenangan dari undang-undang atau lembaga pembentuk undang-undang kepada lembaga penerima delegasi kewenangan, tanpa penyebutan bentuk peraturan yang mendapat delegasi; Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 28 www.mahkamahkonstitusi.go.id Pendapat Mahkamah [3.14] Menimbang bahwa setelah mencermati dengan saksama permohonan Pemohon, keterangan Pemohon, bukti yang diajukan Pemohon, dan keterangan Presiden, menurut Mahkamah norma Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon pernah dimohonkan pengujian dalam perkara Nomor 128/PUU-VII/2009 dengan dasar pengujian yang sama, yaitu Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Terhadap permohonan pengujian pasal tersebut, Mahkamah pada tanggal 11 Maret 2010 telah menjatuhkan putusan dengan pertimbangan antara lain sebagai berikut: “ [3.15.1] Bahwa pendelegasian wewenang Undang-Undang untuk mengatur lebih lanjut oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya adalah suatu kebijakan pembentuk Undang-Undang yakni DPR dengan persetujuan Pemerintah (legal policy), sehingga dari sisi kewenangan kedua lembaga itu tidak ada ketentuan UUD 1945 yang dilanggar, artinya produk hukumnya dianggap sah. Pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, di samping untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah dengan segera supaya ada landasan hukum yang lebih rinci dan operasional, sekaligus juga merupakan diskresi yang diberikan oleh Undang-Undang kepada Pemerintah yang dibenarkan oleh hukum administrasi. Dengan demikian maka pasal-pasal yang diuji konstitusionalnya tidak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945, sehingga dalil Pemohon tidak beralasan hukum ; [3.15.2] Bahwa isu hukum kerugian konstitusional terkait dengan pengenaan pajak sebagai akibat pengaturan dengan peraturan di bawah Undang-Undang (Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak), tidaklah beralasan hukum, karena pelimpahan pengaturan tersebut merupakan delegasi kewenangan yang sah. Selain itu, pengujian terhadap peraturan tersebut bukanlah kewenangan konstitusional Mahkamah. Memang tidak mustahil dapat terjadi pada suatu negara yang pemerintahannya otoriter, muncul Peraturan Pemerintah atau peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang bertentangan dengan UUD, sehingga pasal yang bersifat demokratis dibelenggu oleh Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 29 www.mahkamahkonstitusi.go.id ketentuan yang lebih rendah yang otoriter (nucleus of norms, be surrounded by corona of highly oppressive norms, imposed upon the people as a whole). Misalnya, kebebasan pers seperti yang dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945 dapat diberangus dengan Keputusan Menteri jika kepentingan penguasa terganggu (press censorship). Namun di dalam tata hukum Indonesia sudah ada mekanisme judicial review, sehingga seandainya pun terdapat Peraturan Pemerintah yang mengandung ketidakadilan sebagaimana didalilkan oleh Pemohon, maka bagi Pemohon sebagai warga negara yang dirugikan terbuka peluang untuk mengajukan pengujian materiil (judicial review) kepada Mahkamah Agung; ” Berdasarkan pertimbangan dalam Putusan Nomor 128/PUU-VII/2009, bertanggal 11 Maret 2010, menurut Mahkamah permohonan Pemohon dengan dasar pengujian Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 adalah sama dengan permohonan Pemohon dalam perkara a quo sehingga permohonan Pemohon _ne bis in idem; _ __ [3.15] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon dengan dasar pengujian Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945, menurut Mahkamah pasal a quo tidak relevan untuk dijadikan dasar pengujian Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh sebab Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang PPh mengatur mengenai pendelegasian wewenang pengaturan tentang jenis pajak penghasilan lainnya dari Undang-Undang kepada Peraturan Pemerintah, sedangkan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 mengatur mengenai hak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, hak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, serta Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 mengatur fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Dengan demikian permohonan Pemohon dengan dasar pengujian Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 tidak beralasan menurut hukum; [3.16] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, meskipun Pemohon dalam permohonan a quo juga mengajukan dasar pengujian yang berbeda dengan Permohonan Nomor 128/PUU-VII/2009, namun Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 30 www.mahkamahkonstitusi.go.id demikian Mahkamah menilai pasal yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya oleh Pemohon tidak bertentangan dengan UUD 1945;
KONKLUSI Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum tersebut di atas, Mahkamah berkesimpulan bahwa: [4.1] Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan Pemohon; [4.2] Pemohon mempunyai kedudukan hukum ( legal standing) untuk mengajukan permohonan _a quo; _ [4.3] Dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum; Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), dan Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);
AMAR PUTUSAN Mengadili, Menyatakan menolak permohonan Pemohon Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Hamdan Zoelva selaku Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Maria Farida Indrati, Aswanto, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, dan Patrialis Akbar, masing- masing sebagai Anggota, pada hari Kamis, tanggal tiga puluh bulan Oktober tahun dua ribu empat belas , yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Rabu, tanggal dua puluh satu bulan Januari tahun dua ribu lima belas , selesai diucapkan pukul 15.13 WIB , oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id 31 www.mahkamahkonstitusi.go.id Anwar Usman, Wahiduddin Adams, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim, Patrialis Akbar, Suhartoyo, dan I Dewa Gede Palguna, masing-masing sebagai Anggota, didampingi oleh Sunardi sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh Pemohon/kuasanya, Presiden atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili. KETUA, ttd. Arief Hidayat ANGGOTA-ANGGOTA, ttd. Anwar Usman ttd. Wahiduddin Adams ttd. Maria Farida Indrati ttd. Muhammad Alim ttd. Patrialis Akbar ttd. Suhartoyo ttd. I Dewa Gede Palguna PANITERA PENGGANTI, ttd. Sunardi Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2013 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan In ...
Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2014.
Relevan terhadap
DAK Bidang Pendidikan dialokasikan untuk hal-hal sebagai berikut:
mendukung penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun yang bermutu dan merata;
mendukung pelaksanaan pendidikan menengah universal; dan
diprioritaskan untuk pembangunan ruang kelas baru beserta perabotnya bagi sekolah yang kekurangan ruang kelas, rehabilitasi ruang kelas rusak beserta perabotnya, pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya, pembangunan ruang belajar lainnya, penyediaan buku teks pejaran/perpustakaan/referensi, dan penyediaan sarana penunjang mutu pendidikan yang cukup, layak, dan merata.
Sasaran program DAK Bidang Pendidikan meliputi SD/SDLB, SMP/SMPLB dan SMA/SMK baik negeri maupun swasta, yang secara bertahap diarahkan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
rehabilitasi ruang kelas/ruang belajar yang rusak beserta perabotnya dan dapat digunakan untuk membangun rumah/asrama guru, apabila rehabilitasi ruang kelas/ruang belajar telah selesai;
pembangunan ruang kelas baru beserta perabotnya termasuk sanitasi sekolah;
pembangunan ruang belajar lainnya beserta perabotnya;
pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya;
pembangunan laboratorium;
pengadaan buku teks/buku referensi kurikulum 2013;
pengadaan peralatan laboratorium;
pengadaan peralatan pendidikan;
pengadaan sarana peningkatan mutu pendidikan (termasuk olahraga dan kesenian); dan
pembangunan ruang penunjang dan prasarana pendukung.
DAK Bidang Kesehatan dialokasikan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan dan pelayanan kefarmasian dalam rangka akselerasi pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yang difokuskan untuk menurunkan angka kematian ibu, angka kematian bayi dan anak, penanggulangan masalah gizi serta pengendalian penyakit (menular dan tidak menular) dan penyehatan lingkungan terutama bagi penduduk miskin dan penduduk di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK) melalui peningkatan sarana prasarana dan peralatan kesehatan di pos kesehatan desa (poskesdes), puskesmas dan jaringannya, rumah sakit provinsi/kabupaten/kota serta penyediaan dan pengelolaan obat, perbekalan kesehatan, vaksin, yang berkhasiat, aman dan bermutu untuk mendukung pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Kesehatan Tahun 2014.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas:
Kesehatan Pelayanan Dasar ditujukan untuk pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan bagi poskesdes, puskesmas dan jaringannya yang terdiri atas:
pembangunan puskesmas pembantu (pustu) dan puskesmas di Daerah Terpencil Perbatasan Dan Kepulauan (DTPK);
peningkatan puskesmas menjadi puskesmas perawatan di wilayah terpencil/sangat terpencil di DTPK dan peningkatan puskesmas menjadi mampu puskesmas dengan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED);
pembangunan sarana instalasi pengolahan limbah;
rehabilitasi puskemas karena rusak berat atau rehabilitasi total;
perawatan, termasuk rumah dinas dokter dan paramedis;
penyediaan alat kesehatan;
penyediaan puskesmas keliling (roda 4 dan pusling perairan); dan
pembangunan pos kesehatan desa (poskesdes)/pos pembinaan terpadu (posbindu).
Kesehatan Pelayanan Rujukan ditujukan untuk pemenuhan/pengadaan sarana, prasarana dan peralatan bagi rumah sakit provinsi/kabupaten/kota yang terdiri atas:
pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan tempat tidur kelas III;
pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan Instalasi Gawat Darurat (IGD);
pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan Intensive Care Unit (ICU);
pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Rumah Sakit;
pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan Instalasi Pengolah Limbah (IPL);
pemenuhan sarana prasarana Unit Transfusi Darah (UTD) di RS/Bank Darah Rumah Sakit (BDRS); dan
pemenuhan peralatan kalibrasi di RS.
Kesehatan Pelayanan Kefarmasian terdiri atas:
penyediaan obat dan perbekalan kesehatan untuk fasilitas pelayanan kesehatan dasar untuk Kabupaten/Kota yang mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN);
pembangunan baru/rehabilitasi dan/atau penyediaan sarana pendukung instalasi farmasi kabupaten/kota; dan
pembangunan baru/rehabilitasi dan/atau penyediaan sarana pendukung instalasi farmasi provinsi.
DAK dan DAK Tambahan Bidang Infrastruktur Jalan dialokasikan untuk:
mempertahankan dan meningkatkan kinerja pelayanan prasarana jalan provinsi, kabupaten dan kota yang menghubungkan outlet pelabuhan dan bandara dalam memperlancar distribusi penumpang, barang jasa, serta hasil produksi yang mendukung sektor pertanian, industri, dan pariwisata sehingga dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi regional;
menunjang aksesibilitas dan keterhubungan wilayah ( domestic connectivity ) dalam mendukung pengembangan koridor ekonomi wilayah/kawasan ( masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI));
menangani jalan keberpihakan ( affirmative policy ) untuk pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan; dan
mendukung pemenuhan Sasaran Prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 khususnya Prioritas Nasional 6 di Bidang Infrastruktur.
Lingkup kegiatan DAK dan DAK Tambahan Bidang Infrastruktur Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri atas:
jalan yang terdiri atas pemeliharaan berkala, rehabilitasi, peningkatan struktur dan pembangunan Jalan provinsi/kabupaten/kota;
jembatan yang terdiri atas pemeliharaan, rehabilitasi, penggantian dan pembangunan di jalan provinsi/ kabupaten/ kota;
jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis;
jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer selain jalan nasional dan jalan provinsi yang menghubungkan ibukota antar kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten; dan
jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.
DAK dan DAK Tambahan Bidang Infrastruktur Irigasi dialokasikan untuk:
mengembalikan fungsi dan meningkatkan kinerja layanan jaringan irigasi/rawa kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mendukung sasaran prioritas nasional di bidang ketahanan pangan yaitu Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Surplus Beras 10 Juta Ton Pada Tahun 2014;
penanganan jaringan irigasi melalui alokasi DAK diarahkan untuk pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) Provinsi/Kabupaten/Kota; dan
mendukung kebijakan keberpihakan ( affirmative policy ) untuk pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan.
Lingkup kegiatan DAK dan DAK Tambahan Bidang Infrastruktur Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diprioritaskan untuk kegiatan mendukung kebijakan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Surplus Beras 10 Juta Ton yang pelaksanaan DAK Bidang Infrastruktur Irigasi difokuskan kepada rehabilitasi jaringan irigasi/rawa kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang dalam kondisi rusak.
Pemanfaatan DAK Bidang Irigasi tidak dapat digunakan untuk membiayai operasi dan pemeliharaan irigasi sehingga pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sebagai penerima DAK Bidang Irigasi bertanggung jawab dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan irigasi yang menjadi kewenangannya dan mengalokasikannya dalam APBD.
DAK dan DAK Tambahan Bidang Infrastruktur Air Minum dialokasikan untuk:
meningkatkan cakupan pelayanan air minum layak dalam rangka percepatan pencapaian target millenium development goals (MDGs) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) penyediaan air minum di kawasan perkotaan, perdesaan, termasuk daerah tertinggal;
mendukung kebijakan keberpihakan ( affirmative policy ) untuk pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan; dan
mendukung pemenuhan Sasaran Prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN 2010-2014 khususnya Prioritas Nasional 3 di Bidang Kesehatan dan Prioritas Nasional 4 di Bidang Penanggulangan Kemiskinan.
Lingkup kegiatan DAK dan DAK Tambahan Bidang Infrastruktur Air Minum sebagaimana dimaksud pada ayat (11) terdiri atas:
perluasan dan peningkatan jaringan distribusi sampai dengan retikulasi termasuk sambungan rumah (SR) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan masyarakat yang belum terlayani air minum, dengan sasaran merupakan kabupaten/kota yang memiliki kapasitas yang tidak terpakai ( idle capacity ) yang memadai untuk dibangun SR perpipaan;
pemasangan sistem meter komunal ( master meter ) untuk MBR khususnya yang bermukim di kawasan kumuh perkotaan dengan sasaran adalah Kabupaten/Kota yang memiliki idle capacity yang memadai untuk dibangun Sistem Meter Komunal termasuk SR perpipaan; dan
pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) perdesaan dengan sasaran adalah desa-desa dengan sumber air baku yang relatif mudah.
DAK dan DAK Tambahan Bidang Infrastruktur Sanitasi dialokasikan untuk :
mempercepat pemenuhan pelayanan akses aman sanitasi melalui penyediaan prasarana sarana yang mencakup pengelolaan air limbah dan persampahan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) penyediaan sanitasi;
mendukung kebijakan keberpihakan ( affirmative policy ) untuk pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan; dan
mendukung pemenuhan Sasaran Prioritas RPJMN 2010-2014 khususnya Prioritas Nasional 3 di Bidang Kesehatan dan Prioritas Nasional 4 di Bidang Penanggulangan Kemiskinan.
Lingkup kegiatan DAK dan DAK Tambahan Bidang Infrastruktur Sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (13) terdiri atas:
subbidang air limbah terdiri atas pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana air limbah skala lingkungan/kawasan atau skala kota; dan
subbidang persampahan terdiri atas pembangunan dan pengembangan fasilitas pengelolaan sampah yang terintegrasi dengan sistem pengelolaan sampah kota.
DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah dialokasikan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di daerah pemekaran, daerah induk, daerah yang terkena dampak pemekaran, serta daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya belum layak dan memadai.
DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah membantu penyelenggaraan dan pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) dalam hal penyediaan prasarana pemerintahan sehingga prasarana tersebut meningkatkan kredibilitas pemerintah daerah, mendukung sasaran dan indikator keberhasilan reformasi birokrasi dan tata kelola yang merupakan Prioritas Nasional, melalui peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat (integritas pelayanan publik di daerah) serta untuk keberlanjutan atas pemanfaatan kegiatan, pemerintah daerah melalui SKPD terkait harus menyatakan komitmennya untuk menyediakan biaya operasional dan pemeliharaan dari lingkup kegiatan yang ada, sesuai dengan umur ekonomis bangunan.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (16) terdiri atas:
pembangunan/perluasan gedung kantor gubernur/ bupati/walikota;
pembangunan/perluasan gedung kantor sekretariat daerah provinsi/kabupaten/kota;
pembangunan/perluasan gedung kantor DPRD provinsi/kabupaten/kota dan sekretariat DPRD provinsi/kabupaten/kota dan pembangunan/perluasan gedung kantor inspektorat daerah provinsi/kabupaten/kota;
pembangunan/ perluasan gedung kantor Bappeda provinsi/kabupaten/kota;
pembangunan/perluasan gedung kantor dinas daerah provinsi/kabupaten/kota;
pembangunan/perluasan gedung kantor lembaga teknis daerah provinsi/kabupaten/kota;
pembangunan/perluasan gedung kantor kecamatan di kabupaten/kota; dan
pembangunan/perluasan gedung kantor di provinsi yang pembentukan perangkat dan kelembagaannya diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
DAK Bidang Kelautan dan Perikanan dialokasikan untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, mutu, pemasaran, pengawasan, penyuluhan, data statistik dalam rangka mendukung industrialisasi kelautan dan perikanan dan minapolitan, serta penyediaan sarana prasarana terkait dengan pengembangan kelautan dan perikanan di pulau-pulau kecil.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Kelautan dan Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (18) terdiri atas:
Bidang Kelautan dan Perikanan Provinsi untuk penyediaan kapal perikanan lebih dari 30 (tiga puluh) gross ton;
Bidang Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota untuk :
pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap;
pengembangan sarana dan prasarana perikanan budidaya;
pengembangan sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan;
pengembangan sarana dan prasarana dasar di pesisir dan pulau-pulau kecil;
pengembangan sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan;
pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan; dan
pengembangan sarana penyediaan data statistik kelautan dan perikanan (20) DAK Bidang Pertanian dialokasikan untuk mendukung pencapaian target surplus beras 10 juta ton tahun 2014, dan peningkatan produksi komoditas pertanian strategis lainnya, dengan melakukan refokusing kegiatan DAK Bidang Pertanian 2014 pada pembangunan/perbaikan prasarana dan sarana dasar pertanian di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (20) terdiri atas:
Bidang Pertanian Provinsi untuk:
pembangunan/Rehabilitasi/Renovasi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perbenihan dan sarana pendukungnya;
pembangunan/ Rehabilitasi/Renovasi UPTD Proteksi Tanaman dan sarana pendukungnya; dan
pembangunan/Rehabilitasi/Renovasi UPTD perbibitan dan laboratorium kesehatan hewan dan sarana pendukungya.
Bidang Pertanian Kabupaten/Kota untuk:
pengembangan Prasarana dan Sarana Air Mendukung Tanaman Pangan terdiri atas : (a) irigasi air tanah; (b) irigasi air permukaan; (c) embung; dan (d) dam parit.
pengembangan prasarana dan sarana jalan pertanian (jalan usaha tani dan jalan produksi);
pembangunan/Rehabilitasi/Renovasi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di Kecamatan dan Penyediaan Sarana Penyuluhan Pertanian;
pembangunan lumbung pangan masyarakat dan/atau sarana pendukungnya;
pembangunan/ rehabilitasi/ renovasi balai perbenihan dan perbibitan serta sarana pendukungnya; dan
pembangunan/ rehabilitasi/renovasi tempat penampungan susu dan rumah potong unggas serta sarana pendukungnya.
DAK Bidang Lingkungan Hidup dialokasikan untuk:
mendorong pelaksanaan standar pelayanan minimal (SPM) bidang lingkungan hidup daerah;
mendorong penguatan kapasitas kelembagaan/institusi pengelola lingkungan hidup di daerah, dengan prioritas meningkatkan sarana dan prasarana lingkungan hidup yang difokuskan pada kegiatan pencegahan pencemaran lingkungan;
menunjang percepatan penanganan masalah lingkungan hidup di daerah; dan
mendukung kegiatan yang terkait dengan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (22) terdiri atas:
pengadaan peralatan laboratorium permanen untuk uji kualitas air, udara emisi sumber bergerak, udara emisi sumber tidak bergerak, udara ambient , dan tanah;
pengadaan peralatan portable untuk uji kualitas air, udara emisi, dan tanah;
pengadaan kendaraan operasional roda empat untuk pemantauan dan pengawasan lingkungan, d. pengadaan sarana dan prasarana pengolahan air limbah untuk:
Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) UKM;
IPAL Komunal;
IPAL Puskesmas; dan
Pengolah sampah dengan prinsip 3R( reuse, recycle, recovery );
pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah dengan prinsip 3R di tempat penampungan sampah sementara, fasilitas umum, dan fasilitas sosial, serta sekolah-sekolah;
pembuatan taman kehati/taman hijau/ruang terbuka hijau;
pengadaan unit pengolah limbah organik menjadi biogas;
pembuatan sumur resapan;
pembuatan, lubang resapan biopori;
pembuatan embung (kolam tampungan air);
penanaman pohon di sekitar mata air, sempadan sungai, dan danau;
pengadaan pengolah gulma (tanaman pengganggu) dan pembuatan media tanam (bitumen);
pengadaan penangkap endapan ( sediment trap ) vegetatif; dan
pengadaan pencegah longsor ramah lingkungan.
DAK Bidang Keluarga Berencana (KB) dialokasikan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata, yang dilakukan melalui:
peningkatan daya jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, pembinaan program KB lini lapangan;
peningkatan sarana dan prasarana pelayanan KB;
peningkatan sarana pelayanan advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program KB;
peningkatan sarana pembinaan tumbuh kembang anak; dan
peningkatan pelaporan dan pengolahan data dan informasi berbasis teknologi informasi.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Keluarga Berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (24) terdiri atas:
penyediaan sarana kerja dan mobilitas serta sarana pengelolaan data dan informasi berbasis teknologi informasi bagi tenaga lini lapangan;
pemenuhan sarana pelayanan KB di klinik KB (statis) dan sarana dan prasarana pelayanan KB keliling dan pembangunan gudang alat/obat kontrasepsi;
penyediaan sarana dan prasarana penerangan KB keliling, pengadaan public address dan KIE kit;
penyediaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit;
pembangunan/renovasi balai penyuluhan KB tingkat kecamatan; dan
penyediaan kendaraan pendistribusian alokon/ pengangkut akseptor.
DAK Bidang Kehutanan dialokasikan untuk :
peningkatan operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP);
peningkatan daya dukung daerah aliran sungai;
perlindungan hutan dan kawasan esensial; dan
pemberdayaan masyarakat.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (26) terdiri atas:
operasionalisasi kesatuan pengelolaan hutan lindung dan kesatuan pengelolaan hutan produksi;
rehabilitasi hutan dan lahan;
pemeliharaan dan pengamanan tanaman hasil rehabilitasi tahun sebelumnya (T-2) dan (T-1);
peningkatan penyediaan sarana dan prasarana pengamanan hutan; dan
peningkatan penyediaan sarana dan prasarana penyuluhan kehutanan.
DAK Bidang Sarana dan Prasarana Perdagangan dialokasikan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana perdagangan untuk meningkatkan kelancaran distribusi bahan kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka mendukung Sistem Logistik Nasional pengamanan perdagangan dalam negeri, dan peningkatan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan dan dicapai dengan:
memantapkan ketersediaan dan kondisi sarana distribusi untuk mendukung kelancaran dan ketersediaan barang (khususnya bahan pokok) sehingga daya beli dan kesejahteraan masyarakat dapat terjaga, terutama di daerah yang memiliki potensi dan aktivitas perdagangan yang dilakukan secara reguler, serta daerah dengan kondisi sarana distribusi yang tidak memadai secara kuantitas dan kualitas;
meningkatkan kuantitas dan kualitas peralatan, sarana dan fasilitas penunjang kegiatan tertib ukur sebagai upaya perlindungan konsumen, terutama di daerah yang memiliki potensi alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) yang cukup besar yang belum dapat ditangani serta daerah dengan kondisi peralatan, sarana dan fasilitas kemetrologian yang minim; dan
memperluas sarana penyimpanan komoditas bagi petani dan pengusaha kecil dan menengah sebagai upaya mendapatkan harga terbaik dan menciptakan alternatif sumber pembiayaan untuk meningkatkan kesejahteraan, terutama di daerah sentra komoditas yang termasuk dalam Sistem Resi Gudang (SRG).
Lingkup kegiatan DAK Bidang Sarana Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (28) terdiri atas:
pembangunan dan pengembangan sarana distribusi perdagangan (pasar);
pembangunan dan peningkatan sarana metrologi legal, melalui:
penyediaan sarana metrologi legal yang meliputi pembangunan gedung Laboratorium Metrologi Legal dan pengadaan peralatan pelayanan tera/tera ulang (meliputi peralatan standar kerja, unit berjalan tera/tera ulang roda empat, unit fungsional pengawasan roda empat dan unit mobilitas roda dua), dan 2. pengembangan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) metrologi legal provinsi dan peremajaan peralatan standar acuan untuk mendukung ketertelusuran di tingkat Provinsi; dan
pembangunan gudang komoditas pertanian dan pengadaan fasilitas penunjang termasuk alat pengering, sarana transportasi, dan sarana komunikasi, dalam kerangka Sistem Resi Gudang.
DAK Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal dialokasikan untuk mendukung kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang diamanatkan dalam RPJMN 2010-2014 yaitu meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang relatif lebih maju.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (30) terdiri atas:
penyediaan sarana transportasi umum darat dan air untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal;
pembangunan/rehabilitasi dermaga/tambatan perahu;
pembangunan jalan/peningkatan kondisi permukaan jalan non status strategis, yang menghubungkan antardesa serta menghubungkan sentra produksi dengan pusat pelayanan distribusi dan membuka keterisolasian wilayah, yang bukan merupakan status jalan kabupaten dan provinsi; dan
pembangunan/rehabilitasi jembatan desa.
DAK Bidang Energi Perdesaan dialokasikan untuk diversifikasi energi dan secara khusus, DAK energi perdesaaan akan memanfaatkan sumber energi terbarukan setempat untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan terhadap energi modern.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Energi Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (32) terdiri atas:
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH);
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat dan/atau PLTS Tersebar;
pembangunan instalasi biogas skala rumah tangga;
pemeliharaan/rehabilitasi PLTS dan PLTMH yang rusak; dan
perluasan/peningkatan pelayanan tenaga listrik dari PLTMH off- grid .
DAK Bidang Perumahan dan Permukiman dialokasikan untuk meningkatkan penyediaan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka menstimulan pembangunan perumahan dan permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di kabupaten/kota.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Perumahan dan Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (34) terdiri atas :
prasarana dan sarana air minum;
sarana air limbah komunal;
tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST);
jaringan distribusi listrik; dan
penerangan jalan umum.
DAK Bidang Keselamatan Transportasi Darat dialokasikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, terutama keselamatan bagi pengguna transportasi jalan di provinsi, kabupaten/kota guna menurunkan tingkat fatalitas (jumlah korban meninggal) akibat kecelakaan lalu lintas secara bertahap sebesar 20 persen pada akhir tahun 2014 dan menurunkan jumlah korban luka-luka sebesar 50 persen hingga akhir tahun 2014.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Keselamatan Transportasi Darat sebagaimana dimaksud pada ayat (36) untuk pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan transportasi darat.
DAK Bidang Transportasi Perdesaan dialokasikan untuk:
meningkatkan pelayanan mobilitas penduduk dan sumber daya lainnya yang dapat mendukung terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah, dan diharapkan dapat menghilangkan keterisolasian dan memberi stimulan ke arah perkembangan di semua bidang kehidupan sosial dan ekonomi;
mengembangkan sarana dan prasarana wilayah yang memiliki nilai strategis dan diprioritaskan pada wilayah pusat-pusat pertumbuhan kawasan yang memiliki sektor basis potensial seperti Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT), Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), Kawasan Strategis Pariwisata Nasionai (KSPN) dan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) yang meliputi sektor pertanian, perikanan, pariwisata, industri, dan perdagangan; dan
untuk keberlanjutan atas pemanfaatan kegiatan, pemerintah daerah melalui dinas terkait harus menyatakan komitmennya untuk membiayai operasional dan pemeliharaan dari lingkup kegiatan yang ada, sesuai masa umur ekonomis.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Transportasi Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (38) terdiri atas:
jalan poros wilayah terdiri atas pembangunan dan peningkatan jalan poros atau jalan antarwilayah yang menghubungkan pusat produksi dengan sentra pemasaran di pusat-pusat pertumbuhan seperti wilayah KSCT, KSPN dan KPI;
angkutan wilayah terdiri atas pengadaan sarana angkutan penumpang dan barang yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah, seperti mini bus, pick up, dump truck, kapal kayu/kapal mesin tempel/fiberglass dan bus potong.
DAK Bidang Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan dialokasikan untuk mendukung kebijakan pembangunan kawasan perbatasan yang diamanatkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014 yaitu untuk mengatasi keterisolasian wilayah yang dapat menghambat upaya pengamanan batas wilayah, pelayanan sosial dasar, serta pengembangan kegiatan ekonomi lokal secara berkelanjutan di kecamatan-kecamatan lokasi prioritas yang ditetapkan oleh Keputusan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (40) terdiri atas:
pembangunan/peningkatan kondisi permukaan jalan non-status dan/atau jembatan yang menghubungkan kecamatan perbatasan prioritas dengan pusat kegiatan di sekitarnya;
pembangunan dan rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu untuk mendukung angkutan orang dan barang, khususnya dermaga kecil atau tambatan perahu di wilayah pesisir yang tidak ditangani Kementerian Perhubungan;
penyediaan moda transportasi perairan/ kepulauan untuk meningkatkan arus orang, barang dan jasa; dan
penyediaan asrama sekolah untuk SLTP, SLTA dan rumah dinas guru yang dibangun di kecamatan perbatasan yang tidak ditangani oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. ...
Relevan terhadap
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha ( leasing );
penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma- cuma atas Barang Kena Pajak;
Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;
penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan
penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.
Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang;
penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;
penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang;
pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak; dan
Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
Ketentuan Pasal 3A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya meliputi:
minyak mentah ( crude oil );
gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
panas bumi;
asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar ( feldspar ), garam batu ( halite ), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat ( phospat ), talk, tanah serap ( fullers earth ), tanah diatome, tanah liat, tawas ( alum ), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit. Huruf b Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:
beras;
gabah;
jagung;
sagu;
kedelai;
garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di- grading , dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah. Huruf c Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pengenaan pajak berganda karena sudah merupakan objek pengenaan Pajak Daerah. Huruf d Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Jasa pelayanan kesehatan medis meliputi:
jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
jasa dokter hewan;
jasa ahli kesehatan seperti ahli akupunktur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
jasa kebidanan dan dukun bayi;
jasa paramedis dan perawat;
jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium;
jasa psikolog dan psikiater; dan
jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal. Huruf b Jasa pelayanan sosial meliputi:
jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
jasa pemadam kebakaran;
jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
jasa lembaga rehabilitasi;
jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium; dan
jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial. Huruf c Jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel . Huruf d Jasa keuangan meliputi:
jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa: a) sewa guna usaha dengan hak opsi; b) anjak piutang; c) usaha kartu kredit; dan/atau d) pembiayaan konsumen;
jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia; dan
jasa penjaminan. Huruf e Yang dimaksud dengan “jasa asuransi” adalah jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi. Huruf f Jasa keagamaan meliputi:
jasa pelayanan rumah ibadah;
jasa pemberian khotbah atau dakwah;
jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan
jasa lainnya di bidang keagamaan. Huruf g Jasa pendidikan meliputi:
jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional; dan 2. jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah. Huruf h Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan . Huruf i Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial . Huruf j Cukup jelas. Huruf k Jasa tenaga kerja meliputi:
jasa tenaga kerja;
jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja. Huruf l Jasa perhotelan meliputi:
jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan
jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel. Huruf m Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin Mendirikan Bangunan, pemberian lzin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk. Huruf n Yang dimaksud dengan “ jasa penyediaan tempat parkir” adalah jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran. Huruf o Yang dimaksud dengan “jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam” adalah jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin, yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Angka 6
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat. ...
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Perse ...
Relevan terhadap
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4778) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848);
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4555);
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 150);
Uji materi ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap UUD 1945 ...
Relevan terhadap
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Kementerian Pemuda dan Olahraga tidak terlibat dalam pembahasan antar kementerian yang merupakan prasyarat penyusunan suatu rancangan undang-undang, apabila terdapat muatan materi yang berkait dengan pengaturan kepentingan sektor seperti halnya penggolongan cabang olahraga biliar, golf, dan bowling yang notabene merupakan kewenangan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia sewajarnya dilibatkan, sehingga dapat memberikan saran dan pertimbangan pada waktu pembahasan rumusan dan pengkategorian cabang olahraga sebagai objek pajak hiburan ke dalam produk perundang-undangan. Kesimpulan keterangan tertulis Menteri Pemuda dan Olahraga: 1) Ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g dintinjau kembali karena tidak tepat mengkategorikan cabang olahraga bilyar, golf, dan bowling sebagai objek pajak hiburan yang notabene merupakan objek olahraga prestasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentanng Sistem Keolahragaan Nasional; 2) Diperlukan upaya dan dukungan yang sinergi dari semua kelompok dalam upaya dalam upaya pembinaan dan pengembangan olahraga, mengingat keterbatasan pemerintah dalam hal pendanaan, sehingga peran aktif dari semua komponen, termasuk dunia usaha merupakan langkah positif. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus kepada masyarakat yang berkontribusi dalam mengembangkan dan pembinaan olahraga melalui pemberian kemudahan dan fasilitas lainnya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, termasuk pengecualian terhadap pajak yang memberatkan terhadap fasilitas sarana dan prasarana olahraga; 3) Beberapa peraturan perundangan sektoral telah memberikan fasilitas dukungan bagi pengembang keolahragaan, untuk itu perlu dipertimbangkan dalam mengkategorikan cabang olahraga bilyar, golf, dan bowling sebagai obyek pajak yang sangat memberatkan para atlet, karena sesungguhnya golf, bilyar dan bowling merupakan olah raga prestasi yang dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa di kancah internasional.
Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu Serta Pengali ...
Relevan terhadap
Fasilitas Pa jak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dapat dimanfaatkan sejak berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pa jak Penghasilan dan Wa jib . Pa jak . memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal.2 ayat (2) huruf d angka 1 , angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 6 dai: J./atau angka 7. . · (2) Dalam hal . Wajib Pa jak dapat memenuhi sebagian atau seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud . dalam · Pasal 2 ayat (2) huruf d, sehirigga Wajib Pa jak dimaksud dapat memperoleh tambahan jangka waktu kompensasi kerugian yang melebihi dari 5 (Hrna) tahun, besamya tambahan jangka . waktu kompensasi kerugian. yang . diberikan adalali. paling lama untuk jangka waktu 5 (lima) tali.un.
Untuk mendapatkan fasllitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Wajib Pa jak ha.rus menga jukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pa jak.
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pa jak setelah melakukan pe1n ^e riksaan lapangan menerbitkan . keputusan tentang penambahan jangka waktu fasilitas kompensasi kerugian.
Permohonan tertulis sebagaimana . dimaksud pada ayat (3) dan keputusan tentang penambiihan jangka. waktu fasilitas kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai format sebagaimana tercantum dala1n Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. · (6) Pemanfaatan fasilitas Pa jak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan ketentuan sebagai berikut:
Ketentuan tambali.an I (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka: · 1 berlaku untuk . kerugian seluruh tahun pa jak · sepanjang Penanaman Modal ^· baru dilakukan di kawasan industri . dan/atau kawasan berikat dan berakhir saat Wa jib Pa jak tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (I). · DISTRIBUSI II ' :
r. ·· . 1/11.]'fl l'.HI f([l J/.\f\f(; /\l'l f{L'.F'llnl.ll< 11\llJUl'J[: ; f/\ -10- b. Ketentuan tambahan 1 (satu) tahuh sebagailnana dimaks1: 1d dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 2 berlaku untuk kerugian tahun pa jak dicapainya pengeluaran untuk infrasthlktur ekonomi dan sosial di lokasi · usaha paling sedikit sebesar Rplo.000.000; 000,oo (sepuluh ·miliar rupiah).
Ketentuan , tambahan 1 (satu) tahun. sebagaimana ^· dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 3 berlaku: 1 . terhitung sejak tahun pa jak ke 4 (empat) setelah Wa jib Pa jak memperoleh izin Penanainan Modal atau izin perluasan Penanaman Modal dan Wa jib Pa jak bersangkutan menggunakan bahan ^· baku. dan/atau komponen hasil produksi dalam negert paling sedikit 70% (tujtih puluh persen); dan
pada tahun pajak sebelum tahun pa jak ke 4 (empat) setelah Wa jib Pajak melnperoleh · izin Penanamail. Modal . atau izin perluasan Penanai: nan Modal bersangkutan dan Wa jib Pajak menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negei.·i paling sedikit 70% .(tujuh puluh persen).
' d. Ketentuan tambahan 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun seb ^a gaimana diniaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 4 berlaku: · 1 . tambahan 1 (sa ^t u) tahun berlaku untuk kerugian pada tahun pa jak setelah Wa jib Pa jak mempekerjakan sekurang-kurangnya 500 (lima rabis) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (Hrna) tahun berturut-turut; a tau 2. tambal1an 2 (dua) tahun berlaku untuk kerugian pada tahun pa jak setelah Wajib Pa jak mempekerjakan sekurang-kurangrtya 1000 (seribu) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
tenaga ke1ja Indonesia sebagaimana dimaksud dalain angka l dan angka 2 adalah tenaga ke1ja yang berkewai·ganegaraan Indonesia dan· tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pa jak Penghasilan Pasal 2 1 Wa jib Pa jak.
www.jdih.kemenkeu.go.id DTSTRIBUSI II 1 .' . +.·· IVIFf\ITEF-"I l<'.EI JAl\IG/\f\l l'{E: : l: 1UULll< INDOl,IESIA - 1 1 - e. Ketentuan tambahan 2 (dua) tahun · sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 5 berlaku untuk kerugian tahun pa jak saat dicapainya pengeluaran biaya penelitian dan pengembangan di dalam · negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dart jumlah realisasi Penanaman Modal, dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
Keteptuan ^· tambahcin 2 . ^(dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 6 berlaku:
Wajib Pajak yang dapat diberikan fasilitas tambahan kompensasi kerugian . sebagaimana dimaksud dalaJ,TI 'Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 6 adalah Wa jib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (l);
sumber . pembiayaan perlQasan Penanaman Modal berasal dart laba setelah pa jak (earning after tax) Wa jib · Pa jak. pada satu tahun. pa jak . sebelum tahun diterbitkannya izin prtnsip perluasan Penanaman Modal;
kerugian yang dapat dibertkan _ fasilitas tainbahan jangka waktu · kompensasi kerugian selama 2 (dua) tahun adalah kerugian fiskal pada tahun pajak saat mulai berproduksi secara komersial atas kegiatan perluasan Penanaman Modal sebagairriana dimaksud pada angka 2);
Ketentuan tambahan 2 · (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 7 berlaku untuk tahun pa jak dilakukannya ekspor paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dart nilai toࢾal penjualan.
Wajib : Pa jak yang melakukan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas, penghitungan besarnya kerugian yang mendapat - Jasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka l, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, dan/ a.tau angka ^· . 7 sesuai dengan ·· penghitungan berdasarkan pembukuan secara terpisah · atas Pencinaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas. DISTRIBUSI )I , :
t,_: : . : · .· MEl\ITEl̏I l<ElJ/\NG/\N nFfll IUI .II<. ll\lfH)f'il'.̐: I/\ -12- (8) Dalam hal Wa jib Pajak tidak melakukan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang . tidak mendapatkan fasilitas; besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 1 , angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, dan/atau angka 7 dihitung dengan formula sebagai berikut: BVMF KMF = ------- x TK (BVTF +BVMF} KMF = Kerugian yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan BVMF = Total nilai buku fiskal aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas pada akhir tahun· pa jak terjadinya kerugian BVTF = Total nilai buku fiskal aktiva tetap yang tidak mendapatkan fasilitas pada akhir tahun pajak te1jadinya kerugian TK = Total kerugian (9). Besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompehsasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat · (2) huruf d angka 6 • dihitung dengan formula sebagai berikut: KMF BVAT KMF EAT BVAT BVMF = EAT -------· x . TK BVAT = BVMF+ BVTF = Kerugian yang mendapat fasilitas Pa jak Penghasilan = Laba setelah paJak. yang ditanarrikan kembali dalam perluasaii usaha = Total nilai buku fiskal seluruh aktiva tetap = Total J,lilai . bukti fiskal . aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas pࢿda akhir tahun pa jak terjadinya kerugian . · ̀ . . nT̍'T'RTRT T̎T TT ' · +.: ^· MEf\ITl: : FʜI l<EU/\l'l(: /\N rʛEPUDLll< lf\IDONH; f/\ -13'- BVI'F = Total nilai buku fiskal aktiva tetap yang tidak mendapatkan fasilitas pada akhir tahun pajak terjadinya kerugian TK = Total kerugiart tahun pa jak saat mulai berproduksi s·ecara komersial Pasal ·8 Permohonan untuk mendapatkan fasilitas Pa jclk Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dia jukan oleh Wa jib Pa jak kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan pengajuannya dilakukan sebelum saat mulai berproduksi secara komersial.
Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2013.
Relevan terhadap
Alokasi DAK Tahun Anggaran 2013 untuk masing-masing daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Alokasi DAK tambahan Tahun Anggaran 2013 untuk masing-masing daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Bagian Ketiga Arah Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pasal 5 (1) DAK Bidang Pendidikan dan DAK tambahan Bidang Infrastruktur Pendidikan dialokasikan untuk hal-hal sebagai berikut:
mendukung penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun yang bermutu dan merata dalam rangka memenuhi Standar Pelayanan Minimum dan secara bertahap memenuhi Standar Nasional Pendidikan;
mendukung pelaksanaan pendidikan menengah universal melalui penyediaan sarana prasarana pendidikan yang berkualitas dan mencukupi; dan
diprioritaskan untuk melaksanakan rehabilitasi ruang kelas dan/atau ruang belajar rusak sedang jenjang SD/SDLB dan SMP/SMPLB, rehabilitasi ruang belajar rusak berat jenjang SMA/SMLB/SMK, pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) dan Ruang Belajar Lain (RBL) beserta perabotnya bagi jenjang SMP/SMPLB, pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya, penyediaan buku referensi perpustakaan, pembangunan laboratorium bagi jenjang SMA/SMLB/SMK, dan penyediaan peralatan pendidikan, baik sekolah negeri maupun swasta.
Lingkup kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
rehabilitasi ruang kelas rusak sedang jenjang SD/SDLB; rehabilitasi ruang belajar rusak sedang jenjang SMP/SMPLB;
pembangunan ruang belajar jenjang SMP/SMPLB;
rehabilitasi ruang belajar rusak berat jenjang SMA/SMK/SMLB;
pembangunan ruang kelas baru jenjang SMP/SMPLB;
pembangunan perpustakaan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB;
pembangunan ruang laboratorium jenjang SMA/SMK/SMLB;
pengadaan peralatan pendidikan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB; dan
pengadaan buku teks pelajaran/referensi jenjang SMP/SMPLB dan SMA/SMK/SMLB.
DAK Bidang Kesehatan dialokasikan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dalam rangka percepatan pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) yang difokuskan pada penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak, penanggulangan masalah gizi, serta pencegahan penyakit dan penyehatan lingkungan terutama untuk pelayanan kesehatan penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), dengan dukungan penyediaan jaminan persalinan dan jaminan kesehatan di pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, peningkatan sarana prasarana pelayanan kesehatan dasar dan rujukan termasuk kelas III Rumah Sakit, penyediaan dan pengelolaan obat, perbekalan kesehatan dan vaksin yang berkhasiat, aman, bermutu dan bermanfaat dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan 2014.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
Kesehatan Pelayanan Dasar ditujukan untuk pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan bagi Puskesmas dan jaringannya, terdiri atas kegiatan:
pembangunan Puskesmas Pembantu/Puskesmas di Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK)/Puskesmas Perawatan mampu Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED)/Instalasi pengolahan limbah puskesmas/pembangunan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)/Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu);
peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan di DTPK;
rehabilitasi Puskesmas/rumah dinas dokter/dokter gigi/paramedis (Kopel); dan
penyediaan sarana dan prasarana penyehatan lingkungan/pengadaan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) Kit;
Kesehatan Pelayanan Rujukan ditujukan untuk pemenuhan/pengadaan sarana, prasarana dan peralatan bagi Rumah sakit Umum Daerah (RSUD), terdiri atas kegiatan:
pengadaan sarana dan prasarana Rumah Sakit (RS) siap Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK);
penyediaan fasilitas Tempat Tidur Kelas III RS;
pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah (IPL) RS;
pemenuhan peralatan Unit Transfusi Darah (UTD) RS/Bank Darah Rumah Sakit (BDRS); dan
pengadaan sarana dan prasarana Intensive Care Unit (ICU) dan Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Kesehatan Farmasi, terdiri atas kegiatan:
penyediaan obat dan perbekalan kesehatan;
pembangunan baru, rehabilitasi, penyediaan sarana pendukung instalasi Farmasi Kabupaten/Kota; dan
pembangunan baru Instalasi Farmasi gugus kepulauan/satelite dan sarana pendukungnya.
DAK Bidang Infrastruktur Jalan dan DAK tambahan Bidang Infrastruktur Jalan dialokasikan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja pelayanan prasarana jalan provinsi, kabupaten dan kota serta menunjang aksesibilitas keterhubungan wilayah ( domestic connectivity ) dalam mendukung pengembangan koridor ekonomi wilayah/kawasan.
Lingkup kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), terdiri atas:
pemeliharaan berkala jalan dan jembatan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi/kabupaten/kota;
peningkatan dan pembangunan jalan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi/kabupaten/kota; dan
penggantian dan pembangunan jembatan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi/kabupaten/kota.
DAK Bidang Infrastruktur Irigasi dialokasikan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja layanan jaringan irigasi/rawa yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi/kabupaten/kota dalam rangka mendukung pemenuhan sasaran Prioritas Nasional di Bidang Ketahanan Pangan khususnya Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Menuju Surplus Beras 10 Juta Ton Pada Tahun 2014.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Infrastruktur Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diprioritaskan untuk kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi/kabupaten/kota dengan tidak menutup kemungkinan dimanfaatkan untuk kegiatan peningkatan jaringan irigasi, serta untuk mengoptimalkan pemanfaatan DAK Irigasi, kegiatan Survei, Investigasi, dan Desain (SID) dan operasi/pemeliharaan jaringan irigasi menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sebagai kegiatan komplementer.
DAK Bidang Infrastruktur Air Minum dialokasikan untuk meningkatkan cakupan pelayanan air dalam rangka percepatan pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM) penyediaan air minum di kawasan perkotaan dan perdesaan termasuk daerah tertinggal.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Infrastruktur Air Minum sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdiri atas:
perluasan dan peningkatan Sambungan Rumah (SR) perpipaan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) perkotaan dengan sasaran kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang memadai untuk dibangun SR perpipaan;
pemasangan master meter untuk MBR perkotaan khususnya yang bermukim di kawasan kumuh perkotaan, dengan sasaran kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang memadai untuk dibangun SR perpipaan; dan
pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) perdesaan, dengan sasaran desa-desa yang memiliki sumber air baku yang relatif mudah.
DAK Bidang Infrastruktur Sanitasi dialokasikan untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan sanitasi, terutama dalam pengelolaan air limbah dan persampahan secara komunal/terdesentralisasi untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi Standar Pelayanan Minimum penyediaan sanitasi di kawasan daerah rawan sanitasi, termasuk daerah tertinggal.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Infrastruktur Sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) terdiri atas:
subbidang air limbah melalui pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal; dan
subbidang persampahan memlalui pembangunan dan pengembangan fasilitas pengelolaan sampah dengan pola 3R ( reduce, reuse, dan recycle ) di tingkat komunal yang terhubung dengan sistem pengelolaan sampah di tingkat kota.
DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah dialokasikan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik, yang diprioritaskan kepada daerah pemekaran dan daerah tertinggal guna meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah tersebut.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (13) terdiri atas:
pembangunan/perluasan gedung kantor bupati/walikota;
pembangunan/perluasan gedung kantor sekretariat daerah kabupaten/kota;
pembangunan/perluasan gedung kantor DPRD kabupaten/kota dan sekretariat DPRD kabupaten/kota; dan
pembangunan/perluasan gedung kantor SKPD kabupaten/kota.
DAK Bidang Kelautan dan Perikanan dialokasikan untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, mutu, pemasaran, pengawasan, penyuluhan, data statistik dalam rangka mendukung industrialisasi kelautan dan perikanan dan minapolitan, serta penyediaan sarana prasarana terkait dengan pengembangan kelautan dan perikanan di pulau-pulau kecil.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Kelautan dan Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (15) terdiri atas:
Bidang Kelautan dan Perikanan Provinsi untuk penyediaan kapal perikanan lebih dari 30 Gross Ton;
Bidang Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota untuk:
pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap;
pengembangan sarana dan prasarana perikanan budidaya;
pengembangan sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan;
pengembangan sarana dan prasarana dasar di pesisir dan pulau-pulau kecil;
pengembangan sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan;
pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan; dan
pengembangan sarana penyediaan data statistik kelautan dan perikanan.
DAK Bidang Pertanian dialokasikan untuk mendukung pengembangan prasarana dan sarana air, pengembangan prasarana dan sarana lahan, pembangunan dan rehabilitasi balai penyuluhan pertanian serta pengembangan lumbung pangan masyarakat dalam rangka peningkatan produksi bahan pangan dalam negeri guna mendukung ketahanan pangan nasional.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (17) terdiri atas:
Bidang Pertanian Provinsi untuk:
pembangunan/rehabilitasi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)/balai/perbenihan/perbibitan;
pembangunan/rehabilitasi UPTD/proteksi tanaman; dan
pembangunan/rehabilitasi laboratorium kesehatan hewan.
Bidang Pertanian Kabupaten/Kota untuk:
pengembangan Prasarana dan Sarana Air;
pengembangan Prasarana dan Sarana Lahan;
pembangunan/rehabilitasi balai penyuluhan pertanian kecamatan; dan
pembangunan Lumbung Pangan masyarakat.
DAK Bidang Lingkungan Hidup dialokasikan untuk:
membantu kabupaten/kota dalam mendanai kegiatan untuk memenuhi SPM di bidang lingkungan hidup yang merupakan urusan daerah, dan upaya pencegahan perubahan iklim;
menunjang percepatan penanganan masalah lingkungan hidup;
memperkuat kapasitas kelembagaan/institusi pengelolaan lingkungan hidup di daerah;
mendorong penciptaan komitmen pimpinan daerah untuk memperbaiki dan/atau mempertahankan kualitas lingkungan;
mendorong pimpinan institusi lingkungan hidup daerah untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja lembaganya;
mendorong pengembangan orientasi pengelolaan lingkungan hidup yang berbasis output dan outcome sebagai upaya pemecahan masalah lingkungan;
mendorong pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) kabupaten/kota, provinsi, dan Kementerian Lingkungan Hidup; dan
mendorong peran Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) dan provinsi dalam pembinaan dan pengawasan pelaksanaan DAK Bidang Lingkungan Hidup di kabupaten/kota guna peningkatan kinerja DAK Bidang Lingkungan Hidup.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (19) terdiri atas:
alat pemantauan dan pengawasan lingkungan hidup melalui pengadaan peralatan laboratorium untuk laboratorium yang telah beroperasi dan kendaraan operasional pemantauan dan pengawasan;
alat pengendalian pencemaran lingkungan melalui pembangunan IPAL UKM, IPAL Medik, IPAL Komunal dan unit pengolah sampah 3R ( Reduce, Reuse, Recycle ) di fasilitas umum;
pencegahan perubahan iklim melalui pembangunan taman hijau/kehati dan instalasi biogas; dan
kegiatan perlindungan fungsi lingkungan; melalui pembangunan sumur resapan/biopori, pengolahan gulma, pencegah longsor/turap, embung, dan penanaman pohon.
DAK Bidang Keluarga Berencana dialokasikan untuk mendukung kebijakan peningkatan akses dan kualitas pelayanan Keluarga Berencana yang merata, melalui:
peningkatan daya jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, pembinaan program Keluarga Berencana lini lapangan;
peningkatan sarana dan prasarana pelayanan Keluarga Berencana;
peningkatan sarana pelayanan advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program Keluarga Berencana;
peningkatan sarana pembinaan tumbuh kembang anak; dan
peningkatan pelaporan dan pengolahan data dan informasi berbasis teknologi informasi.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Keluarga Berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (21) terdiri atas:
penyediaan sarana kerja dan mobilitas serta sarana pengelolaan data dan informasi berbasis teknologi informasi bagi tenaga lini lapangan;
pemenuhan sarana pelayanan Keluarga Berencana di klinik Keluarga Berencana (statis) dan sarana dan prasarana pelayanan Keluarga Berencana keliling dan pembangunan gudang alat/obat kontrasepsi;
penyediaan sarana dan prasarana pelayanan Keluarga Berencana keliling, pengadaan Public Address dan KIE Kit;
penyediaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit; dan
pembangunan/renovasi Balai Penyuluhan Keluarga Berencana tingkat kecamatan.
DAK Bidang Kehutanan dialokasikan untuk peningkatan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) terutama di daerah hulu dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya dukung wilayah, mendukung komitmen presiden dalam penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26% (dua puluh enam persen) dengan usaha sendiri dan sampai dengan 41% (empat puluh satu persen) dengan dukungan internasional pada tahun 2020 sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) serta diarahkan untuk meningkatkan tata kelola kehutanan melalui pembentukan, operasionalisasi dan perkuatan Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelola Hutan Lindung (KPHL) yang menjadi tanggungjawab kabupaten/kota.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (23) terdiri atas:
rehabilitasi hutan lindung dan lahan kritis di luar kawasan hutan; termasuk hutan rakyat, penghijauan lingkungan, turus jalan; kawasan mangrove, hutan pantai, Tahura dan Hutan Kota;
pengelolaan Tahura dan Hutan Kota termasuk pengamanan hutan;
pemeliharaan tanaman hasil rehabilitasi tahun sebelumnya;
pembangunan dan pemeliharaan bangunan sipil teknis (bangunan Konservasi Tanah dan Air/KTA) yang meliputi dam penahan, dam pengendali, gully plug, sumur resapan, embung dan bangunan konservasi tanah dan air lainnya;
peningkatan penyediaan sarana dan prasarana pengamanan hutan;
peningkatan penyediaan sarana dan prasarana penyuluhan kehutanan; dan
peningkatan penyediaan sarana dan prasarana operasionalisasi KPH.
DAK Bidang Sarana dan Prasarana Perdagangan dialokasikan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana perdagangan untuk mendukung:
pasokan dan ketersediaan barang (khususnya bahan pokok) sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat, terutama di daerah-daerah tertinggal, perbatasan, daerah pemekaran, dan/atau daerah yang minim sarana perdagangannya; dan
pelaksanaan tertib ukur untuk mendukung upaya perlindungan konsumen dalam hal jaminan kebenaran hasil pengukuran terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) yang cukup besar dan belum dapat ditangani.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Sarana Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (25) terdiri atas:
pembangunan dan pengembangan sarana distribusi perdagangan (pasar);
pembangunan dan peningkatan sarana metrologi legal, melalui pembangunan gedung laboratorium metrologi legal dan pengadaan peralatan pelayanan tera/tera ulang, yang meliputi peralatan standar kerja, unit berjalan tera/tera ulang roda empat, unit fungsional pengawasan roda empat dan unit mobilitas roda dua; dan
pembangunan gudang komoditas pertanian dalam kerangka Sistem Resi Gudang.
DAK Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal dialokasikan untuk mendukung kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang diamanatkan dalam RPJMN 2010-2014 dan RKP 2013 yaitu pengembangan perekonomian lokal di daerah tertinggal melalui peningkatan kapasitas, produktivitas dan industrialisasi berbasis komoditas unggulan lokal secara berkesinambungan beserta sarana prasarana pendukungnya sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang relatif lebih maju.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (27) terdiri atas:
penyediaan sarana transportasi umum darat dan air untuk mendukung pengembangan ekonomi lokal;
pembangunan/rehabilitasi dermaga kecil/tambatan perahu; dan
pembangunan embung di daerah rawan air (29) DAK Bidang Energi Perdesaan dialokasikan untuk diversifikasi energi yaitu memanfaatkan sumber energi terbarukan setempat untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan, termasuk masyarakat di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, terhadap energi modern.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Energi Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (29) terdiri atas:
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) baru;
rehabilitasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang rusak;
perluasan/peningkatan pelayanan tenaga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH);
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terpusat dan PLTS tersebar ( Solar Home System ); dan
pembangunan instalasi biogas.
DAK Bidang Perumahan dan Permukiman dialokasikan untuk meningkatkan penyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka menstimulan pembangunan perumahan dan permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBM/R) di Kabupaten/Kota termasuk kawasan tertinggal, rawan air dan rawan sanitasi.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Perumahan dan Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (31) terdiri atas kegiatan membantu daerah dalam mendanai kebutuhan fisik infrastruktur perumahan dan permukiman dalam rangka mencapai Standar Pelayanan Minimum (SPM) meliputi:
penyediaan jaringan pipa air minum;
sarana air limbah komunal;
tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST);
jaringan distribusi listrik; dan
penerangan jalan umum.
DAK Bidang Keselamatan Transportasi Darat dialokasikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, terutama keselamatan bagi pengguna transportasi jalan di provinsi/kabupaten/kota guna menurunkan tingkat fatalitas (jumlah korban meninggal) akibat kecelakaan lalu lintas secara bertahap sebesar 20% (dua puluh persen) pada akhir tahun 2014 dan menurunkan korban luka-luka sebesar 50% (lima puluh persen) hingga akhir tahun 2014.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Keselamatan Transportasi Darat sebagaimana dimaksud pada ayat (33) terdiri atas:
pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan transportasi darat; dan
pengadaan dan pemasangan alat pengujian kendaraan bermotor.
DAK Bidang Transportasi Perdesaan dialokasikan untuk:
meningkatkan pelayanan mobilitas penduduk dan sumber daya lainnya yang dapat mendukung terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah perdesaan, dan diharapkan dapat menghilangkan keterisolasian dan memberi stimulan ke arah perkembangan di semua bidang kehidupan, baik perdagangan, industri maupun sektor lainnya di daerah perdesaan; dan
pengembangan sarana dan prasarana wilayah perdesaan yang memiliki nilai strategis dan diprioritaskan untuk mendukung pusat-pusat pertumbuhan di kawasan strategis cepat tumbuh yang meliputi sektor pertanian, perikanan, pariwisata, industri, energi dan sumberdaya mineral, kehutanan dan perdagangan.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Transportasi Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (35) terdiri atas:
pembangunan, peningkatan, dan pemeliharaan jalan poros desa; dan
pengadaan sarana transportasi perdesaan.
DAK Bidang Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan dialokasikan untuk mendukung kebijakan pembangunan kawasan perbatasan yang diamanatkan dalam RKP 2013 yaitu untuk mengatasi keterisolasian wilayah yang dapat menghambat upaya pengamanan batas wilayah, pelayanan sosial dasar, serta pengembangan kegiatan ekonomi lokal secara berkelanjutan di kecamatan-kecamatan lokasi prioritas yang ditetapkan oleh Keputusan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan.
Lingkup kegiatan DAK Bidang Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (37) terdiri atas:
pembangunan/peningkatan kondisi permukaan jalan non-status yang menghubungkan kecamatan perbatasan prioritas dengan pusat kegiatan di sekitarnya;
pembangunan dan rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu untuk mendukung angkutan orang dan barang, khususnya dermaga kecil atau tambatan perahu di wilayah pesisir yang tidak ditangani Kementerian Perhubungan; dan
penyediaan moda transportasi perairan/kepulauan untuk meningkatkan arus orang, barang dan jasa. BAB IV PETUNJUK TEKNIS Pasal 6 (1) Berdasarkan Peraturan Menteri ini, Menteri/Pimpinan Lembaga terkait menetapkan Petunjuk Teknis Penggunaan DAK untuk masing- masing bidang.
Petunjuk Teknis yang menjadi dasar pelaksanaan DAK di daerah merupakan Petunjuk Teknis Penggunaan DAK yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga terkait.
Petunjuk teknis ditetapkan paling lama 2 (dua) minggu setelah Peraturan Menteri ini diundangkan.
Petunjuk teknis penggunaan DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Bidang Pendidikan dan Bidang Infrastruktur Jalan berlaku juga untuk DAK tambahan Bidang Infrastruktur Pendidikan dan Bidang Infrastruktur Jalan. Pasal 7 Tatacara pengelolaan keuangan DAK dan DAK tambahan serta tatacara pengadaan barang dan jasa dalam rangka pelaksanaan DAK dan DAK tambahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. BAB V PENGANGGARAN DAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Anggaran.