Penataan Ruang.
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Kawasan tertentu yang dimaksud adalah kawasan yang strategis dan diprioritaskan bagi kepentingan nasional berdasarkan pertimbangan kriteria strategis seperti tersebut dalam ketentuan Pasal 10 Ayat (3). Nilai strategis ditentukan antara lain oleh karena kegiatan yang berlangsung di dalam kawasan:
mempunyai pengaruh yang besar terhadap upaya pengembangan tata ruang wilayah sekitarnya;
mempunyai dampak penting, baik terhadap kegiatan yang sejenis maupun terhadap kegiatan lainnya;
merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan. Dengan demikian, penataan ruang kawasan tertentu dianggap perlu untuk memperoleh prioritas baik dalam hal penyusunan rencana tata ruang, pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya, maupun dalam hal pengendalian pemanfaatan ruang kawasan. Pemilikan, penguasaan, dan pengelolaan kawasan tertentu dilakukan oleh Pemerintah. Ayat (3) Dalam peraturan pemerintah tentang penetapan kawasan, pedoman dan tata cara penyusunan rencana tata ruang untuk kawasan perdesaan diatur antara lain kriteria dan prosedur penetapan kawasan perdesaan serta pedoman dan tata cara penyusunan rencana tata ruang kawasan perdesaan untuk keserasian perkembangan kegiatan pertanian di kawasan perdesaan dalam menunjang pengembangan wilayah sekitarnya, mengendalikan konversi pemanfaatan ruang yang berskala besar, dan mencegah kerusakan lingkungan. Dalam peraturan pemerintah tentang penetapan kawasan, pedoman dan tata cara penyusunan rencana tata ruang untuk kawasan perkotaan diatur antara lain kriteria dan prosedur penetapan kawasan perkotaan serta pedoman dan tata cara penyusunan rencana tata ruang kawasan perkotaan untuk keserasian perkembangan kawasan perkotaan secara administratif dan fungsional dengan pengembangan wilayah sekitarnya serta daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dalam peraturan pemerintah tentang penetapan kawasan, pedoman dan tata cara penyusunan rencana tata ruang untuk kawasan tertentu diatur antara lain kriteria dan prosedur penetapan kawasan yang secara nasional mempunyai nilai strategis kriteria penentuan prioritas penataan ruang kawasan, pedoman dan tata cara penyusunan rencana tata ruang kawasan dalam kaitannya dengan besaran kawasan, lokasi, dan kegiatan yang ditetapkan. Penyusunan rencana tata ruang kawasan tertentu dikoordinasikan oleh Menteri. Arahan pengelolaan kawasan tertentu sebagai bagian dari Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan. Pengelolaan rencana tata ruang kawasan tertentu sebagai bagian dari Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dilakukan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
Pokok-Pokok Kepegawaian
Relevan terhadap
Ayat (1) Peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil diusahakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan, sehingga pada akhirnya Pegawai Negeri Sipil dapat memusatkan perhatian sepenuhnya untuk melaksanakan tugasnya. Usaha kesejahteraan yang dimaksud meliputi kesejahteraan materiil dan spirituiil, seperti jaminan hari tua, bantuan perawatan kesehatan, bantuan kematian, ceramah keagamaan, dan lain-lain yang serupa dengan itu. Ayat-ayat (2) dan (3) Bantuan perawatan kesehatan dan bantuan kematian adalah merupakan bagian dari program kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil. Ayat (4) Penyelenggaraan program kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil diatur dan dibina oleh Pemerintah Pusat.
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 2 lainnya
“Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Ekonomi pandemi T ak ada satupun negara di dunia yang siap berhadapan dengan pandemi. Beragam strategi diterapkan masing-masing negara untuk bertahan melewati krisis, termasuk Indonesia. Beragam kebijakan diterbitkan demi menyelamatkan berbagai lini terdampak pandemi. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan, “Saya bilang ini ekonomi pandemi. Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Tak semata kesehatan, namun juga dampak- dampak lain yang mengikutinya. “Kalau kesehatan kena, (lantas) tidak tertangani dengan baik akan menciptakan dampak sosial. Dampak sosial yang eskalasinya meninggi, tidak bisa diatasi akan menimbulkan dampak ekonomi, krisis. Ketika krisis terjadi, dampak sosial akan lebih besar lagi, lalu kolaps secara ekonomi nasional,” tuturnya. Kondisi semacam itu kemudian menjadi dasar bagi pemerintah dalam bersikap. Yustinus mengatakan bahwa kebijakan PEN ini bukan menjadikan ekonomi sebagai panglima. Alih- alih demikian, kebijakan ini justru mendudukkan kembali ekonomi pada perspektif asalnya, yakni ihwal kelangsungan hidup. “Ekonomi itu ya soal survival. Soal hidup orang. Soal bagaimana pelaku UMKM bisa berjualan lagi, itulah ekonomi. Soal bagaimana orang yang di-PHK itu bisa makan, itu adalah ekonomi,” tutur alumni pascasarjana Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia ini. Karena itu, program PEN setidaknya mencakup tiga hal utama yakni penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial, serta stimulus ekonomi bagi pelaku usaha. Selaras dengan hal itu, peneliti senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad berpendapat bahwa program PEN sudah mengakomodasi agenda untuk mitigasi risiko resesi. “Secara umum sebenarnya sudah menangkap beberapa agenda mengantisipasi mitigasi risiko resesi, baik untuk bantuan sosial, penanganan kesehatan hingga ekonomi,” katanya melalui keterangan tertulis. Namun demikian, menurutnya masih terdapat beberapa hal yang masih perlu dievaluasi, antara lain ihwal mekanisme bantuan sosial dan stimulus ekonomi bagi pelaku UMKM. Tauhid menyarakan adanya evaluasi bentuk bantuan sosial. “Pertama, bentuk non-tunai hanya menguntungkan pada rantai nilai yang dimiliki sebagian kecil pengusaha. Ini terjadi karena lembaga usaha yang dilibatkan dalam bantuan sembako sangat terbatas,” katanya. “Kedua, karena diberikan dalam bentuk non tunai (sembako, minyak, sarden, gula, dsb) maka yang berputar kebutuhan hanya pada komoditas tersebut sehingga tidak dapat menggerakkan UMKM kebutuhan lainnya,” paparnya melalui keterangan tertulis. Sedangkan terkait stimulus bagi pelaku UMKM, Tauhid mengkhawatirkan keberadaan pelaku UMKM di luar jangkauan perbankan berpotensi menurunkan tingkat efektivitas kebijakan ini. Sebab menurutnya, beragam program stimulus yang ada saat ini belum dapat menjangkau kelompok yang berada di luar jangkauan perbankan tersebut. Dari kekhawatiran itu, Tauhid menyarankan beberapa hal untuk mendorong efektivitas PEN. Bagi pelaku UMKM, Tauhid berpendapat perlunya skema khusus untuk menjangkau para pelaku UMKM yang tidak terjangkau oleh lembaga keuangan. Sementara itu, H.M. Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengatakan bahwa PEN adalah langkah yang tepat untuk dilakukan pemerintah. “Prinsipnya saya melihat dari sisi desain, PEN sebagai jurus untuk memulihkan ekonomi kita sudah sangat benar. Namun dari sisi realisasi ini yang kita harus hati-hati. Disiplin pada target, sehingga rencana di atas kertas bisa ditransformasikan menjadi intervensi lapangan yang berdampak,” paparnya melalui keterangan tertulis. Pria kelahiran Sumenep ini mengatakan bahwa saat ini realisasi program-program yang ada masih terbilang rendah. “Sektor kesehatan, misalnya, serapannya baru 5,12 persen. Padahal sektor ini adalah episentrum masalah,” paparnya. Ia khawatir, realisasi yang rendah ini tatkala diburu target realisasi tinggi dapat berakibat eksekusi yang kurang akurat. Situasi demikian menurutnya akan mempengaruhi efektivitas program. Senada dengan Tauhid Ahmad, Said juga berpendapat bahwa momentum adalah faktor penting dalam keberhasilan program PEN. Integrasi Data Tantangan pemulihan ekonomi nasional tidak luput dari perkara data. Misalnya, terkait skema khusus bagi pelaku UMKM yang tidak terjangkau perbankan yang sebelumnya ia sampaikan, Tauhid Ahmad berpendapat bahwa kondisi itu tidak serta merta dapat dicapai tanpa pendataan yang memadai. “Ini tentu dengan proses pendataan yang memadai dan sebagai langkah awal dapat menggunakan data Sensus Ekonomi BPS Tahun 2016/2017 yang memuat cukup detail dengan tambahannya adanya update tahun 2020,” papar Tauhid. Lantas terkait bantuan sosial, ia beranggapan bahwa data yang dijadikan basis pendistribusian yakni Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tak lagi relevan dengan kondisi lapangan. Untuk itu, Tauhid menyarankan pemerintah perlu memperkuat integrasi bantuan untuk pelaku UMKM dalam “satu pintu” dengan menggabungkan dan verifikasi data yang ada di perbankan, data perpajakan, serta data pembinaan di Kementerian Koperasi dan UKM. “Ini memperkuat daya dorong UMKM lebih cepat pulih,” paparnya. Perihal data, Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan, “Datanya tidak sempurna sudah pasti, tapi itu memang data terbaik yang kita punya. Dan, kita ingin melakukan program ini secepat mungkin. Kalaupun dia ada inclusion-exclusion error secara relatif harusnya bisa dipahami,” ujarnya. Febrio juga menambahkan bahwa perbaikan data yang dijadikan acuan terus dilakukan pemerintah. Data yang andal, menurutnya, akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. “Tapi sementara ini kita memang butuh gerak cepat. Ada inclusion-exclusion error itu kita tolerir, sepanjang ini programnya memang arahnya ke masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya. Hal ini kembali pada salah satu orientasi semula program PEN yakni menyelamatkan sisi rumah tangga. “Bagaimana rumah tangga masyarakat yang paling rentan ini ditolong dulu,” jelasnya. Kendati tak alpa dari kendala, pemerintah terus berupaya memperbaiki implementasi program PEN melalui monitoring dan evaluasi. “Nah inilah tiap minggu dilakukan monev di Kemenkeu untuk mengevaluasi semua program ini. Mana yang jalan, mana yang kurang jalan. Yang kurang jalan, siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat, atau diganti programnya, dan sebagainya,” pungkas Kepala BKF. Tantangan PEN tidak luput dari perkara data, data yang andal akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. Foto Anas Nur Huda Menjaga Momentum Pemulihan ekonomi nasional ibarat perjalanan panjang yang melintasi berbagai jalan terjal. Kendaraan yang mutakhir serta pengemudi yang mumpuni tak serta merta jadi faktor utama. Kendati risiko telah dipotret dan diantisipasi dengan baik, tidak lantas PEN jadi bersih dari catatan. Tauhid Ahmad menuturkan apabila dibandingkan dengan negara-negara lain yang menerapkan program serupa, program PEN sudah hampir sejajar. Yustinus Prastowo Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis
Monitoring dan evaluasi berkala “Saya mendukung langkah-langkah cepat pemerintah dalam merumuskan peraturan teknis pelaksanaan dari implementasi PEN,” Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto menyampaikan dukungannya. Namun demikian, ia menilai pemerintah juga sudah memahami bahwa implementasi antara peraturan dan pelaksanaan di lapangan terdapat celah. “Sebagai contoh, turunan peraturan dari PP 23 tahun 2020 atas program Penempatan Dana diikuti PMK 64 tahun 2020 tidak dapat terakselerasi oleh perbankan di lapangan akibat persyaratan yang terlalu rigid dalam akses program tersebut,” contohnya. Oleh sebab itu, Dito berpendapat perlu ada monitoring dan evaluasi secara bersama baik Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjaminan Simpanan terhadap kondisi dan perkembangan industri jasa keuangan secara berkala. Proses monitoring dan evaluasi implementasi PEN kini berjalan rutin. Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) serta aparat penegak hukum (KPK, Kejaksaan dan POLRI) melakukan monitoring, evaluasi, serta pengendalian pelaksanaan program- program PEN. Di internal Kementerian Keuangan, proses monitoring dan evaluasi dilakukan secara berjenjang. “Menteri Keuangan waktu itu telah menunjuk Tim Monev PEN yang diketuai Wakil Menteri Keuangan. Di tim itu ada empat sub tim besar,” ungkap Adi. Proses monitoring dan evaluasi dimulai dari kelompok kerja yang dipimpin oleh Pejabat Eselon I yang dilakukan setiap hari, laporan ke Wakil Menteri Keuangan setiap 3 hari, dan laporan ke Menteri Keuangan setiap minggu. Dalam setiap jenjang, dibahas perkembangan pelaksanaan program, identifikasi permasalahan, dan perumusan solusi untuk mengakselerasi dan mendorong efektivitas program. Penyesuaian postur APBN Untuk memastikan ketersediaan anggaran dalam penanganan pandemi, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap postur dan rincian APBN 2020. Awalnya, penyesuaian tersebut tertuang dalam Perpres 54/2020. Namun, melihat perkembangan hari demi hari dampak pandemi, penyesuaian postur APBN kembali dilakukan yang tertuang dalam Perpres 72/2020. “Ketika menerbitkan Perpu 1/2020 yang kemudian ditindaklanjuti dengan Perpres 54/2020, pemerintah menambah defisit dari 1,76 persen ke 5,07 persen. Di Perpres 72 yang ditetapkan presiden tanggal 24 Juni lalu, dalam rangka mendukung sinergi dan perluasan ekstensifikasi penanganan pandemi ini, defisit diperlebar lagi menjadi 6,34 persen,” ujar Direktur Penyusunan APBN Direktorat Jenderal Anggaran Rofyanto Kurniawan. Langkah tersebut dilakukan lantaran pendapatan negara diproyeksikan lebih rendah Rp60,9 triliun sebagai dampak perlambatan ekonomi. Di sisi lain, pemberian insentif perpajakan dan belanja negara menjadi lebih tinggi Rp125,3 triliun karena menampung tambahan kebutuhan anggaran pemulihan ekonomi. Meskipun faktor ketidakpastian tinggi, Rofyanto mengungkapkan Perpres 72/2020 telah mengantisipasi dan mempertimbangkan berbagai risiko yang akan muncul ke depan. “Tentunya dengan berbagai upaya yang kita lakukan, kita harapkan target yang ingin dicapai pemerintah bisa tercapai melalui Perpres 72/2020 ini, baik dari sisi penanganan COVID-19, sisi makro ekonominya, maupun sisi sustainabilitas APBN-nya,” tuturnya. “Pemerintah sudah mengantisipasi berbagai ketidakpastian di depan. Kita sudah menyiapkan skenario untuk program- program yang akan dijalankan dalam rangka menjaga daya beli masyarakat sampai dengan akhir tahun 2020.” Sementara itu, terkait penyusunan RAPBN 2021, Rofyanto berharap tahun 2021 menjadi masa transisi dari penanganan pandemi COVID-19 pada tahun 2020. “Kita harapkan tentunya penanganan pandemi ini bisa terfokus di tahun 2020 saja. Tahun 2021 kita sudah bisa fokus ke pemulihan ekonomi,” ucapnya. Ia pun memetakan beberapa tantangan perekonomian dan risiko yang perlu diwaspadai untuk dimitigasi. “Pertama, kita harus menyadari sepenuhnya bahwa pemulihan perekonomian global, termasuk pemulihan ekonomi kita, masih ada risiko ketidakpastian,” jelas Rofyanto. Kedua, Indonesia masih harus menghadapi tantangan untuk keluar dari middle income trap . Belum lama ini, Indonesia baru saja naik peringkat menjadi upper middle income country . Menurutnya, Indonesia harus bergerak ke arah high income country . Dengan berbagai tantangan dan risiko, kebijakan fiskal 2021 diarahkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Selain itu, kata Rofyanto, pemerintah juga akan menjalankan program-program reformasi, baik itu reformasi dari sisi pendapatan, belanja maupun dari sisi pembiayaan. “Untuk itulah, dalam menyiapkan RAPBN 2021, berbagai anggaran alokasi yang kita siapkan itu merupakan anggaran yang responsif, yang artinya dinamis bisa merespon berbagai dinamika perubahan yang akan terjadi,” pungkasnya. Unduh Mobile PPID, dapatkan kemudahan informasi terkait Kementerian Keuangan Kemudahan akses untuk menu permohonan informasi dan keberatan. Keleluasaan bagi pengguna untuk update profil akun secara mandiri. Tampilan lebih user friendly terutama untuk tuna netra. Tampilan baru pada menu riwayat permohonan informasi dan keberatan.
MEDIAKEUANGAN 18 Laporan Utama PEMULIHAN DALAM TIAP LINI KEHIDUPAN Teks Dimach Putra Tiap pagi Mujilah mengayuh sepedanya membelah kota Yogyakarta. Nenek berusia 66 tahun ini sehari-hari bekerja sebagai buruh cuci dan setrika rumah tangga. Ada dan tiada wabah baginya sama saja. Yang penting tiap hari ia bisa menerima upah demi menyambung hidupnya. S uatu pagi di Bulan Mei Mbah Jilah, begitu ia akrab dipanggil, bagai mendapat durian runtuh. Pak pos datang alih-alih membawakannya surat, malah memberi amplop berisi uang. Segepok uang sebanyak Rp1,8 juta itu merupakan Bantuan Sosial Tunai (BST). Para penerima BST menerima Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan. Rupanya pihak RT/RW-lah yang memasukkan Mbah Jilah sebagai salah satu calon penerima bantuan. “Awalnya kaget, wong saya ndak tau apa-apa langsung dapat uang,” tutur Mbah Jilah. BST merupakan salah satu bentuk bantuan yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Sosial dalam melindungi rakyatnya dari dampak ekonomi yang ditimbulkan pandemi COVID-19. Selain BST, ada juga Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan pemberian paket sembako dan banyak jenis bantuan lainnya yang penyalurannya diserahkan Kementerian/Lembaga yang telah ditunjuk. Fungsi bantuan-bantuan ini bisa diibaratkan sebagai jaring pengaman bagi masyarakat rentan seperti Mbah Jilah. Supaya berkeadilan, pihak RT/ RW sebagai pihak pendata awal harus jujur dan selektif. Para calon penerima bantuan adalah meraka yang belum pernah mendapat bantuan program lain agar tidak tumpang tindih. Tujuan dari pemberian program bantuan ini adalah guna menjaga daya beli masyarakat di masa pandemi. Namun bagi Mujilah, uang sebanyak itu tak mungkin langsung ia habiskan. Sebagian ia tabung untuk berjaga, kalau-kalau wabah ini tak kunjung cepat pergi dan kondisinya bakal semakin membuatnya terancam kehilangan mata pencahariannya. Agar perekonomian tetap bergerak Sebagai penggerak roda ekonomi di tingkat bawah, para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) layak menjadi penerima manfaat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemerintah telah menyiapkan skema subsidi bunga dan keringanan pembayaran pokok pinjaman sebesar total Rp35,28 triliun untuk 60,66 juta rekening pelaku UMKM agar bertahan di tengah pandemi. Kementerian Keuangan telah mengeluarkan produk kebijakan terkait pemberian subsidi bunga/subsidi margin bagi pelaku UMKM dalam mendukung pelaksanaan program PEN. Yang terbaru Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.05/2020 untuk merevisi PMK 65/PMK.05/2020 agar fasilitas subsidi bunga dari pemerintah lebih mudah lagi untuk diakses para pelaku UMKM. Mereka tak perlu lagi melakukan registrasi untuk mendapat subsidi bunga. Beragam kemudahan bagi para pelaku UMKM ini kian digalakkan. Pelaku UMKM telah banyak yang berhasil mendapat bantuan pemerintah. Namun ruang untuk perbaikan masih sangat diperlukan. Hermawati Setyorini, Ketua Asosiasi UMKM AKU MANDIRI menyayangkan kurang masifnya sosialisasi tentang kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Ia mengaku mengetahui informasi tersebut dari berita di televisi. Baru setelah berhasil mencoba sendiri, ia membagikan pengalamannya ke seluruh anggotanya di penjuru Indonesia. ” Mbok yha kami para asosiasi UMKM ini digandeng dalam sosialisasi. Tolong jelaskan kepada kami dengan bahasa sederhana hingga paham. Nanti kami bisa bantu sebarkan lebih luas lagi lewat jejaring yang kami punya,” tawar Hermawati. Suntikan bagi sang pahlawan Tak hanya peduli pada golongan masyarakat ekonomi lemah saja, Pemerintah juga menunjukkan perhatiannya bagi para tenaga kesehatan (nakes). Para pejuang di garda terdepan ini telah bertaruh nyawa sejak kasus pertama COVID-19 muncul di tanah air. Melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pemerintah telah mengatur syarat, besaran insentif, dan mekanisme penyalurannya bagi para tenaga kesehatan yang langsung menangani COVID-19. “Iya kami semua telah didaftarkan oleh RS ke Kemenkes untuk mendapat insentif itu sejak April lalu, tapi belum ada realisasi apapun,” ungkap dr. Tulus Sp.PD, Koordinator Tim Penanganan COVID-19 RS. Al Islam Bandung. Proses verifikasi dan perhitungan yang lambat menjadi alasan yang dilontarkan tiap kali Tulus menanyakan progres penyaluran insentif bagi sejawat nakes yang ia koordinir. “Sebenarnya kami tidak terlalu berharap sejak awal muncul wacana ini. Tapi jika memang benar-benar dapat ya rezeki namanya,” ucapnya. Tulus sadar bahwa ada berlapis birokrasi yang harus dipenetrasi hingga sampai akhirnya insentif tersebut turun ke para nakes. Ia pun sadar akan hierarki rujukan pasien ke rumah sakit. Setidaknya kabar bahwa nakes di rumah sakit rujukan utama sudah mulai menerima hak mereka cukup menyejukkan baginya. Bagaimanapun Tulus dan sejawatnya sadar bahwa tanggung jawab utamanya adalah menyelamatkan nyawa para pasien. Pemerintah tak begitu saja membuang badan melihat para nakes yang legowo meski belum menerima haknya. Presiden Joko Widodo pada Sidang Kabinet Paripurna Juni 2020 tampak meluapkan kekecewaannya karena penyerapan dana kesehatan baru sebesar 1,53 persen dari 75 triliun yang telah dianggarkan. Sejak kejadian itu, Kemenkes telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Hk.01.07/ Menkes392/2020 yang merevisi keputusan sebelumnya. Saat ini insentif bagi nakes sudah bisa diminta langsung dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) apabila telah diverifikasi oleh Dinas Kesehatan. Kebijakan tersebut diharapkan mampu mempercepat penyaluran insentif bagi nakes yang berhak seperti dr. Tulus dan para sejawatnya. Sebagai penggerak roda ekonomi di tingkat bawah, para pelaku UMKM layak menjadi penerima manfaat program PEN. Foto Resha Aditya P
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 5 lainnya
Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @Yulmalida77 A. Saya pikir ini lebih mudah untuk pendataannya oleh daerah masing-masing dan menjadi tepat sasaran @lasindah_nadiaa D. Karena untuk hal tersebut pasti mau tidak mau harus membutuhkan biaya yang besar Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Dari empat kriteria penerima BLT Desa di bawah ini, mana yang menurut Anda harus diprioritaskan sebagai syarat utama agar penyalurannya efektif dan tidak tumpang tindih? A. Keluarga Miskin atau tidak mampu yang berdomisili di desa bersangkutan B. Bukan penerima program bantuan lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Kartu Pra-Kerja, dan Bantuan Sosial Tunai C. Kehilangan mata pencaharian D. Mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit atau memiliki penyakit kronis. 5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020 Rahayu Puspasari Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Kemenkeu Menjaga Asa dengan BLT Desa M entari pagi sudah membumbung tinggi. Panas matahari sudah terasa menyengat di kulit. Namun Maryono, buruh lepas harian yang juga salah satu warga Dusun Niron Sleman Yogyakarta, masih harus berdiam di rumah. Sejak pemilik mebel kayu tempat dia bekerja memintanya tak pergi dulu ke toko mebel lantaran permintaan turun, Maryono terpaksa berhenti bekerja. Maryono adalah satu satu dari sekian warga yang terimbas dampak pandemi COVID-19 yang masih melanda negeri ini. Ya, dampak virus yang bermula di Wuhan, China tidak hanya dirasakan oleh warga perkotaan saja. Kenyataannya, masyarakat di pedesaan pun tak luput dari imbas pandemi. Pemerintah tak berdiam diri. Pemerintah menyadari bahwa situasi pandemi tak hanya mengakibatkan dampak di sektor kesehatan tetapi juga sektor ekonomi dan sosial di semua wilayah Indonesia. Oleh karena itu, untuk menjaga daya beli masyarakat miskin di desa yang terdampak situasi COVID-19, kebijakan pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa pun digulirkan. BLT Desa adalah pemberian uang tunai kepada keluarga miskin atau tidak mampu di desa yang bersumber dari alokasi Dana Desa. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak ekonomi bagi warga di pedesaan akibat adanya pandemi COVID-19. Inisiatif pemerintah bahkan tak berhenti di situ. Sesuai instruksi Presiden Joko Widodo pada Rapat Kabinet Terbatas tanggal 18 Mei 2020 agar pemerintah melakukan langkah- langkah percepatan penyaluran BLT Desa, Kementerian Keuangan menindaklanjutinya dengan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2020. Melaui peraturan tersebut, Dana Desa diinstruksikan agar disalurkan lebih cepat dan tidak lagi membatasi persentase penggunaan Dana Desa untuk penyaluran BLT Desa. Hal ini ditujukan semata-mata agar manfaat BLT Desa dapat segera dirasakan warga pedesaan yang terdampak COVID-19. Tentu saja, agar penyalurannya tepat sasaran penerima BLT Desa harus memenuhi beberapa kriteria. Diantaranya, penerima BLT Desa bukan merupakan penerima Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, dan Kartu Pra Kerja. Selain itu, kelancaran program BLT Desa tak lepas dari dukungan Pemerintah Daerah, perangkat Desa, dan masyarakat untuk bersama-sama membantu kelancaran penyaluran serta pengawasannya. Kita berharap program BLT Desa ini dapat menjaga asa masyarakat pedesaan dalam menghadapi wabah COVID-19. Dalam edisi ini, pembaca dapat mencari lebih lanjut tentang seluk beluk program BLT Desa. Selamat membaca!
Sebagai upaya menangani dampak COVID-19 terutama di pedesaan, pemerintah menetapkan penggunaan dana desa sebagai bagian dari jaring pengaman sosial (JPS). Dana desa direalokasi sebagai bantuan langsung tunai dana desa (BLT Desa). BLT Desa ditujukan untuk warga miskin yang kehilangan mata pencaharian karena pandemi COVID-19 dan juga belum mendapat bantuan apapun. BENAHI IMPLEMENTASI RAIH FAEDAH OPTIMAL 9 MEDIAKEUANGAN 8 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020 Laporan Utama MEDIAKEUANGAN 8 BLT Desa sebagai bagian dari jaring pengaman sosial ditujukan untuk warga miskin yang kehilangan mata pencaharian karena pandemi COVID-19 dan juga belum mendapat bantuan apapun Foto Cahyo Afifi P rogram BLT Desa merupakan program lintas K/L yang melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi serta Kementerian Dalam Negeri. Sebelumnya, nominal bantuan yang diterima adalah Rp1,8 juta per keluarga penerima manfaat (KPM) menjadi Rp2,7 juta yang disalurkan selama enam bulan. Kenaikan nominal ini bertujuan untuk memberikan keleluasaan bagi pemerintah desa dalam menganggarkan BLT Desa dalam APBDes termasuk memperluas cakupan KPM. Menurut Direktur Eksekutif INDEF, Moh. Faisal, secara konsep
17 MEDIAKEUANGAN 16 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020 Dampak pandemi COVID-19 hampir merata dirasakan di seluruh wilayah Indonesia, tak terkecuali masyarakat di lingkungan pedesaan. Oleh karenanya, bantuan pemerintah juga menyasar kepada masyarakat desa melalui Bantuan Langsung Tunai Desa (BLT Desa). Lalu apa itu BLT Desa dan sejauh mana BLT Desa telah membantu masyarakat desa? Apa itu BLT Desa? Bantuan Langsung Tunai Desa (atau BLT Desa) adalah pemberian uang tunai kepada keluarga miskin atau tidak mampu di desa yang bersumber dari dana Desa, untuk mengurangi dampak ekonomi akibat adanya pandemi COVID-19. Tujuan penyaluran BLT Desa Menjaga daya beli masyarakat desa di tengah merosotnya perekonomian nasional karena pandemi COVID-19. Membantu masyarakat desa yang miskin dan tidak mampu supaya tetap bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Membantu masyarakat desa yang terkena PHK dan menderi- ta penyakit kronis Membantu perekonomian desa dengan semakin banyaknya uang tunai di desa dengan mendorong masyarakat desa berbelanja di desanya. Kriteria Penerima BLT Desa Keluarga Miskin atau tidak mampu yang berdomisili di desa bersangkutan Bukan penerima program bantuan lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Kartu Pra-Kerja, dan Bantuan Sosial Tunai Kehilangan mata pencaharian Mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit atau memiliki penyakit kronis. Besaran Penyaluran BLT Desa Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) untuk bulan pertama sampai dengan bulan ketiga per keluarga penerima manfaat; Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) untuk bulan keempat sampai dengan bulan keenam per keluarga penerima manfaat. Jangka waktu pemberian BLT Desa dilakukan dalam 6 (enam) bulan dan dilaksanakan paling cepat pada bulan April 2020. Realisasi Penyaluran BLT Desa Realisasi per 6 Juni 2020 Jumlah Desa Salur: 74.954 Periode I: 50.468 Periode II: 8.640 Periode III: 1.304 Akan Disalurkan 2020 Periode I: 5.712.240 Periode II: 856262 Periode III: 111.890 Jumlah Keluarga Penerima manfaat Infografik MEDIAKEUANGAN 16 17 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Mitigasi Bencana Ilustrasi Dimach Putra Teks Mahpud Sujai Peneliti Madya, Badan Kebijakan Fiskal *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 I ndonesia merupakan Negara yang berada di Kawasan Cincin Api Pasifik, rangkaian gunung api paling aktif di dunia yang membentang sepanjang lempeng pasifik. Posisi geografis tersebut membuat Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam terutama gempa bumi. Selain itu, bentuk negara yang berupa kepulauan membuat Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Indonesia juga memiliki iklim tropis dengan curah hujan yang sangat tinggi yang bisa berakibat pada bencana tanah longsor di dataran tinggi dan bencana banjir di dataran rendah. Melihat kondisi Indonesia yang rawan bencana menjadikan program mitigasi bencana sangat penting dirancang pemerintah. Dampak Bencana di Indonesia Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang tahun 2019 telah terjadi sebanyak 3.721 bencana alam tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang berdampak pada 477 orang meninggal dunia, 109 orang hilang, 3.415 orang luka-luka dan 6,1 juta orang mengungsi dari tempat tinggalnya. Selain itu, dampak bencana juga menimbulkan kerusakan pada 72.992 rumah, 2011 unit fasilitas umum dan fasilitas kesehatan, 270 kantor pemerintahan dan juga 437 jembatan. Berdasarkan jenis bencana alam yang terjadi, sekitar 97 persen termasuk bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor dan 3 persen adalah bencana geologis seperti gempa bumi dan gunung meletus. Meskipun rendah dari sisi frekuensi, namun bencana geologis memiliki dampak yang sangat besar terutama jika terjadi tsunami dan gempa. Untuk itulah, diperlukan kesadaran ekstra dari seluruh lapisan masyarakat termasuk pemerintah dalam memitigasi bencana alam. Urgensi Program Mitigasi Bencana Program mitigasi bencana bertujuan untuk mengurangi dampak kerusakan dan kehilangan korban jiwa akibat bencana. Memberikan edukasi kepada masyarakat merupakan salah satu aspek terpenting dalam program mitigasi bencana. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukan materi kebencanaan dalam kurikulum pendidikan. Mitigasi lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah menyiapkan berbagai peralatan pendeteksi bencana, seperti alat pendeteksi banjir maupun tsunami. Dengan demikian, masyarakat dapat mengantisipasi datangnya bencana alam sehingga dampak kerugian baik jiwa maupun materi dapat diminimalisasi. Program mitigasi lain yang dilakukan pemerintah dengan meningkatkan akurasi informasi kebencanaan bagi masyarakat melalui BMKG dan BNPB. Beberapa bencana alam yang terjadi di Indonesia juga disebabkan oleh kerusakan alam dan perubahan iklim seperti banjir dan kebakaran hutan. Program mitigasi bencana perlu disinkronkan dengan program mitigasi perubahan iklim seperti pengurangan kerusakan hutan, restorasi lahan gambut, reboisasi dan penghijauan daerah hulu sungai. Dengan mengarusutamakan mitigasi perubahan iklim, secara langsung akan dapat mengurangi risiko terjadinya bencana alam di Indonesia. Dukungan Anggaran Pemerintah melalui APBN telah mengalokasikan dana penanggulangan bencana. Alokasi dana tersebut terbagi dalam tiga kategori. Pertama, dana kontijensi bencana disediakan dalam APBN untuk kegiatan kesiapsiagaan pada tahap Prabencana. Kedua, dana siap pakai (DSP) yang disediakan dalam APBN yang ditempatkan dalam anggaran BNPB untuk kegiatan pada tahap keadaan darurat. DSP juga harus disiapkan oleh pemerintah daerah melalui APBD. DSP harus tersedia sesuai kebutuhan pada saat tanggap darurat. Ketiga, dana bantuan sosial berpola hibah yang disediakan dalam APBN untuk kegiatan pada tahap Pascabencana. Sepanjang 2019, pemerintah telah mengeluarkan dana lebih dari Rp15 triliun yang berasal dari APBN untuk penanganan bencana baik melalui alokasi anggaran kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) maupun alokasi anggaran lainnya. Pemerintah juga menyediakan dana yang lebih besar untuk penanganan serta mitigasi kebencanaan yang disimpan dalam bentuk DSP yang berada dalam alokasi Bendahara Umum Negara (BUN). Dana khusus untuk bencana alam tersebut termasuk anggaran yang disisihkan pemerintah pusat pada APBN setiap tahunnya. Apabila tidak ada bencana alam dalam skala tertentu, maka dana tersebut akan terus terakumulasi setiap tahunnya. Dana khusus bencana alam ini berbeda dengan dana darurat kebencanaan yang selama ini menjadi salah satu sumber pendanaan kegiatan penanganan bencana alam. Penanggulangan bencana harus dilakukan secara tepat namun tetap memperhatikan tertib administrasi dan akuntabilitas. Terkait dengan hal ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2008 mengenai pendanaan dan pengelolaan dana penanggulangan bencana. Pemerintah juga komprehensif mendukung penanganan bencana secara tepat waktu dan kualitas dengan tetap akuntabel. Akuntabilitas pembiayaan untuk penanganan bencana sangat penting untuk menghindari potensi penyalahgunaan anggaran yang mungkin timbul akibat dana yang harus keluar dengan cepat untuk keperluan penanganan bencana. Hal ini juga sebagai bentuk transparansi anggaran yang dialokasikan dan tanggung jawab kepada masyarakat. PERAN ANGGARAN DAN KOORDINASI ANTAR LEMBAGA DALAM
Meniti Mimpi Bersama UMi Teks Dimach Putra Laporan Utama MEDIAKEUANGAN 18 U Mi merupakan program tahap lanjutan dari program bantuan sosial menjadi kemandirian dalam berusaha. Program ini menyasar usaha mikro yang berada di lapisan terbawah. Para pengusaha kecil ini belum tersentuh layanan perbankan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pembiayaan yang disalurkan memang tidak terlalu besar, maksimal 10 juta per debitur. Persyaratan untuk pengajuannya pun sangat mudah. Baru tiga tahun hadir, UMi sudah mampu menyentuh hidup jutaan pengusaha mikro di penjuru Indonesia. Sudah banyak keluarga yang merasakan dampak dan manfaatnya. Meski tidak kepada pelaku usaha tapi lewat koperasi. Skema tersebut lebih sesuai karena jika dibandingkan dengan lembaga keuangan lain yang sifatnya non-bank , koperasi memiliki dua kaki, yakni landing dan funding. ”Dia belajar menabung, tapi dia belajar meminjam. Kalau hanya satu sisi aja, misalnya landing aja nanti posisinya akan susah karena saat dia ada masalah nggak punya tabungan,” ungkap Agus. Kekhasan penyaluran UMi adalah perlu banyaknyanya pendekatan personal kepada para debitur. Di World Bank istilah yang pas adalah high touch . Komponen terbesar dari struktur biaya bukan di cost of fund , tapi terletak pada monitoring, pendampingan, dan lainnya. Sekali lagi, tujuan diluncurkannya UMi adalah literasi keuangan dan kesinambungan program peningkatan kesejahteraan masyarakat dari penerima bantuan sosial menuju kemandirian berusaha. Target berikutnya adalah bagaimana para pengusaha mikro ini dapat terus mengembangkan usahanya hingga dapat menjangkau Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bankable . Masifnya persebaran pembiayaan UMi membuat renternir yang semula banyak menjerat para pengusaha kecil perlahan minggir. Koperasi sebagai sokoguru penyaluran pembiayaan ini makin berkembang. Jutaan debitur UMi merasa terbantu dengan sistem pembiayaan seperti ini. Kisahnya tesebar hingga penjuru negeri. Mimpi kecil tari Tari adalah salah satu debitur yang telah bergabung sejak awal kehadiran UMi di tahun 2017. Perempuan asal Banyubiru, Jawa Tengah ini awalnya memang sudah memiliki usaha produksi keripik ikan wader. Usaha rumahan yang Ia rintis tersebut telah mampu memproduksi 100 kg keripik per bulan. Sebenarnya permintaan pasar jauh melampaui kemampuan produksi usaha Tari. Untuk itu, Ia berniat mengembangkan usahanya. Butuh waktu bagi Tari untuk mencari-cari bantuan pembiayaan dengan syarat yang masih sesuai dengan kemampuannya. Untungnya, saat itu Ia telah tergabung menjadi anggota Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah Nusa Ummat Sejahtera (KSPPS NUS). Sebagai penyalur pembiayaan, koperasi itulah yang memperkenalkan Tari pada UMi. ”Saat itu saya ambil 10 juta. Uangnya langsung saya pakai buat mengembangkan kapasitas produksi,” cerita Tari. Sebelumnya, Tari hanya mampu menghasilkan 100 kg per bulan. Kini Ia mampu membuat hingga 350 kg keripik per bulannya. Pemasaran produk industri rumah tangga yang dirintis Tari telah mampu menjangkau seluruh Pulau Jawa. Bahkan kini Ia bisa mengirim produknya lebih jauh lagi karena telah dipasarkan di online marketplace . Tari bersyukur karena usaha kecil yang Ia kerjakan di ruangan di samping rumahnya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Tak hanya bagi keluarganya sendiri, beberapa tetangga pun kecipratan karena menjadi pegawai produksi keripik ikan wader Tari. Ada satu harapan terselip darinya. ”Harapannya tuh plafon pinjamannya ditambah. Saat ini saya tengah mengembangkan varian produk dan juga ingin menambah lagi kapasitasnya. Masih butuh bantuan seperti UMi, karena belum mampu untuk naik ke KUR (Kredit Usaha Rakyat),” ucapnya berharap. Bersama membangun usaha keluarga Berbeda dengan Tari, Adhi Parwata merupakan debitur baru UMi. Baru Januari kemarin Ia mendapat bantuan pembiayaan UMi. Ia memperoleh suntikan dana dari salah satu penyalur UMi di Bali yang bernama Koperasi Krama Bali. Namun sama halnya dengan Tari, Adhi menganggap bahwa pembiayaan dari pemerintah ini sangat membantunya. ”Prosesnya sangat mudah dan tidak berbelit. Tidak ada agunan juga, sehingga memudahkan kami pengusaha kecil yang belum punya apa- apa,” jelasnya. Sebenarnya pembiayaan yang Adhi dapatkan tersebut digunakan untuk mengembangkan usaha kecil milik istrinya, Sri Wulandari. Sang istri membuka pesanan catering kue dan jamu kecantikan. Dari 10 juta yang mereka ambil, sebagian besar digunakan untuk belanja modal berupa peralatan produksi kue dan jamu. Saat ini usaha kecil yang dirintis keluarga mereka bahkan sedikit kewalahan menerima pesanan. Meski sudah dibantu dua orang pegawai. Sebagai debitur baru, Adhi sudah merasakan sekali mafaat dan keunggulan UMi. Koperasi sebagai penyalur pembiayaan tidak serta merta melepas debitur untuk berkembang sendiri-sendiri. Beragam program pendampingan kerap diadakan. Baru tiga bulan bergabung, usaha milik Adhi dan Sri sudah beberapa kali diajak pameran keliling Bali. Dari pameran tersebut, Adhi berhasil memasarkan produknya lebih luas. Ia percaya testimoni konvensional dari mulut ke mulut justru yang membuat produknya dipercaya pelanggan. Ke depan pasangan suami istri ini ingin lebih aktif bergabung dengan jaring komunitas debitur UMi yang dirajut oleh koperasi tempat mereka bernaung. Mereka yakin koneksi yang terbangun akan menambah pengetahuan bagi mereka, sekaligus membantunya membesarkan usaha keluarga. Bahkan mereka bermimpi untuk terus mengembangkan usahanya hingga bisa diturunkan kepada anak- anaknya. ”Saya pengennya anak-anak ikut usaha ini saja. Saya bahkan sudah membayangkan dua lokasi yang cocok untuk mengembangkan usaha ini,” sebut Adhi. banyak, bantuan pembiyaan ini perlahan mampu meningkatkan kesejahteraan wong cilik . Mereka tak lagi takut bermimpi. Mimpi mereka digantungkan bersama pertumbuhan usaha yang mereka. Mengeliminir rentenir ”Jadi sebenarnya program UMi ini intinya bicara mengenai literasi keuangan, bagaimana mereka (masyarakat) tersentuh oleh financial aspect . Tagline - nya adalah mudah dan cepat. Jadi tidak ada birokrasi. Kalau nggak, nanti lawan kita di lapangan adalah rentenir yang selalu ada di lapangan. Nah itu mungkin awal dari mengapa mikro (UMi) itu muncul pada 2017”, ucap Agus Wicaksono, Direktur Pembinaan Usaha, Investasi dan Pembiayaan Bahana Artha Ventura. Sebagai salah satu Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang bekerjasama dengan Pusat Investasi pemerintah (PIP) dalam menyalurkan UMi, pembiayaan di BAV tidak langsung diberikan
Laporan Utama "PIP tidak menciptakan lembaga penyalur baru, tetapi memberdayakan (empowering) dan memperkuat (enhancing) Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang sudah ada, berpengalaman dalam pembiayaan UMKM selama minimal dua tahun, dan mendukung kearifan lokal ." Ririn Kadariyah Direktur Utama PIP Teks Reni Saptati D.I, Laporan Utama Rantai Program Bertaut, Dana UMi Bersambut M emanfaatkan kearifan lokal, program pembiayaan Ultra Mikro (UMi) berhasil cepat menjangkau dunia usaha mikro lapisan terbawah di Indonesia. Per Februari 2020, sebanyak Rp5,871 triliun telah disalurkan kepada 1.925.101 debitur. Menggaet Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), UMi terang menyasar debitur yang tidak bankable . Tujuannya jelas, agar mereka mandiri berusaha dan bisa naik kelas. Memberdayakan dan memperkuat Dalam rantai program pemerintah, pembiayaan UMi merupakan tahap lanjutan dari bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) menuju program yang mendukung kemandirian usaha seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), tutur Direktur Utama Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Ririn Kadariyah. Sejak awal kelahiran UMi, PIP menjadi coordinated fund pembiayaan yang memiliki plafon maksimal Rp10 juta per debitur tersebut. “PIP tidak menciptakan lembaga penyalur baru, tetapi memberdayakan ( empowering ) dan memperkuat ( enhancing ) Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang sudah ada, berpengalaman dalam pembiayaan UMKM selama minimal dua tahun, dan mendukung kearifan lokal,” jelas Ririn. Saat ini, tambahnya, PIP menunjuk tiga LKBB sebagai penyalur. Ketiganya yakni PT Permodalan Nasional Madani/PNM (Persero), PT Pegadaian yang melakukan penyaluran langsung, serta PT Bahana Artha Ventura (BAV) yang melakukan penyaluran tak langsung melalui lembaga linkage seperti Koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA). Ririn menyatakan mereka diharuskan melakukan pendampingan kepada debitur, baik secara individual maupun kelompok selama periode masa pembiayaan. Bentuknya bisa berupa pemberian motivasi, konsultasi, peningkatan kapasitas SDM, pengawasan terhadap debitur, atau bentuk lainnya. “Selain kerja sama dengan para penyalur, PIP juga dimungkinkan untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah atau pihak lainnya,” ungkap Ririn. Sejumlah kerja sama yang telah dilakukan antara lain kerja sama pendanaan dengan Pemda Bone Bolango, kerja sama program dengan PT SMI (Persero), dan kerja sama program dengan Universitas Gadjah Mada. Debitur mayoritas perempuan Pada kesempatan berbeda, Direktur Sistem Manajemen Investasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Djoko Hendratto menjelaskan pengajuan pembiayaan UMi oleh debitur mengutamakan kemudahan dan kecepatan. “Syarat mudah dan cepat lebih dibutuhkan oleh masyarakat miskin,” ujarnya. Lebih lanjut, ia mengatakan penyaluran pembiayaan UMi juga menerapkan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN) sebagai garda terdepan Kementerian Keuangan di daerah turut dilibatkan dalam kegiatan itu. “KPPN mengawal ketepatan sasaran yang menjadi tugas pemerintah dalam melaksanakan amanahnya mengawal keuangan negara,” Djoko menerangkan. Secara triwulanan, KPPN melakukan monitoring ketepatan data penyaluran. Hasilnya menjadi salah satu komponen penilaian kinerja dan tingkat kepatuhan penyalur dan lembaga linkage serta menghasilkan early warning system apabila terdapat penyimpangan. Uniknya, data PIP menunjukkan sekitar 95 persen debitur penerima UMi adalah perempuan. Sejumlah penyalur
Badan Kebijakan Fiskal
Relevan terhadap 9 lainnya
Fiskal Internasional Pilar berikutnya berfokus pada bantuan internasional untuk negara-negara yang paling membutuhkan. Forum G20 juga mengambil peran aktif dalam memimpin koordinasi pemberian bantuan bagi berbagai negara yang terdampak paling besar oleh pandemi. Koordinasi ini melibatkan IMF, Bank Dunia, bank pembangunan multilateral, kreditor swasta dan bank sentral demi tercapainya respon yang efektif untuk menjawab dampak pandemi. Berbagai macam bantuan yang dihasilkan sejauh ini, antara lain keringanan utang bagi 27 negara senilai 177 juta Special Drawing Rights (SDR) oleh IMF, bantuan bagi negara berkembang dan berpendapatan rendah dari bank pembangunan multilateral yang dikoordinir oleh Bank Dunia yang bernilai 230 miliar dolar AS, serta implementasi Debt Service Suspension Initiative (DSSI) yang digagas Forum G20 demi memberikan penangguhan utang negara- negara berpendapatan rendah yang jatuh tempo pada Mei hingga Desember 2020. Berbagai bantuan diberikan dengan tujuan untuk memberikan ruang fiskal bagi berbagai negara yang paling terdampak pandemi untuk dapat merespon kondisi domestik secara optimal. Saat ini telah terdapat 42 negara yang mendaftarkan dirinya pada DSSI dengan estimasi penangguhan utang sebesar 5.3 triliun dolar AS. Melihat kondisi pandemi saat ini yang belum membaik secara signifikan dan merata, maka Forum G20 juga mendiskusikan kemungkinan perpanjangan program DSSI hingga tahun 2021. IMF dan Bank Dunia akan bekerja sama mempersiapkan laporan atas kebutuhan likuiditas negara-negara yang berhak, untuk dijadikan rujukan dalam menentukan perpanjangan program DSSI. Pilar terakhir adalah pelajaran untuk masa mendatang yang bertumpu pada pemantauan risiko dan peningkatan kesiapan global untuk menghadapi apabila krisis luar biasa masa terjadi di masa yang akan datang. Menyadari beragamnya sumber risiko yang ada, Forum G20 berkomitmen untuk membangun matrik dan analisis mendalam atas risiko dari berbagai sektor melalui kerjasama dengan IOs. Salah satu risiko tersebut adalah terkait volatilitas aliran modal yang dapat mengancam stabilitas ekonomi global. Atas hal tersebut, Forum G20 bersama dengan IOs akan melakukan analisis mendalam untuk mendapatkan akar penyebab volatilitas, dan mempersiapkan upaya mitigasi dan menu kebijakan untuk menjawabnya. Peran pasar modal domestik merupakan kunci dalam memitigasi volatilitas tersebut dan memperkuat kestabilan keuangan. Belum jelasnya akhir dari pandemic COVID-19 ini membuat Forum G20 terus melakukan adaptasi dan evaluasi dari G20 AP ini. Terlepas dari penemuan vaksin yang diperkirakan pada awal 2021, masih terdapat tantangan seperti distribusi vaksin ke semua negara dan proses vaksinasi hingga mencapai herd immunity . Sementara itu, pembatasan mobilitas masyarakat karena pandemi, tidak berhenti memberikan dampak negatif bagi kesejahteraan masyarakat. Dengan koordinasi dan kerja sama internasional yang terjaga dan teregulasi dengan baik, dukungan yang diberikan saat ini diharapkan terus berlanjut hingga pandemi COVID-19 teratasi.
Fiskal Internasional peralatan dan pasokan medis dengan mendorong fasilitas perdagangan. Pilar kedua berfokus pada menyediakan bantuan bagi kelompok rentan dan menjaga kondisi ekonomi agar mampu pulih dengan kuat setelah pandemi teratasi. Anggota G20 telah mengambil langkah drastis dengan memberikan bantuan bagi dunia bisnis, rumah tangga dan bantuan atas pendapatan bagi individu serta perusahaan. IMF mencatat bantuan fiskal yang telah dipersiapkan anggota G20 mencapai 11 triliun dolar AS dengan fokus untuk melindungi nyawa dan meredam dampak ekonomi akibat kebijakan untuk meredam penyebaran virus COVID-19. Penyediaan bantuan bagi kelompok rentan dan pemulihan ekonomi ini memiliki tantangan utama dari sisi pendanaan. Ruang fiskal negara yang berbeda-beda besarnya menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan negara dalam menyediakan bantuan tersebut. Hal ini lebih menantang khususnya bagi negara berkembang dan berpendapatan rendah yang memiliki kapasitas meminjam lebih rendah dibanding negara maju. Pemberian bantuan yang tepat menjadi kunci untuk bisa mencapai hasil yang efektif sesuai tujuan. Berbagai bentuk bantuan seperti rekapitalisasi dan penjaminan kredit, pemotongan pajak bagi bisnis, bantuan tunai kepada perusahaan agar dapat mempertahankan pegawainya, memberikan cuti sakit yang lebih panjang adalah bantuan yang disediakan untuk sektor bisnis, terkhususnya UMKM. Bagi individu, pemerintah memberikan bantuan agar memiliki kapasitas finansial untuk bertahan hidup dengan memberikan unemployment benefit , akses terhadap bahan makanan bagi kelompok miskin dan bantuan langsung tunai. Pemerintah dibantu bank sentral dalam pemberian bantuan bagi perekonomian. Bank sentral siap melakukan semua yang diperlukan selama masih dalam mandatnya demi menyediakan bantuan juga. Kebijakan yang telah diambil oleh bank sentral sejauh ini mampu meminimalisir risiko ketidakstabilan sektor keuangan dan penyediaan likuiditas yang cukup untuk perekonomian dapat bertahan menghadapi krisis. Terkait program pemulihan ekonomi, pemimpin G20 juga menghimpun dan mengkoordinasikan aksi kebijakan di bidang perdagangan internasional yang terganggu. Arah kebijakan perdagangan G20 berbalik dari yang semula banyak menghambat perdagangan ^2 , menjadi memfasilitasi perdagangan ^3 . Pilar ketiga adalah komitmen untuk memiliki pemulihan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif. Anggota G20 berada pada tahap yang berbeda-beda dalam krisis ini dan ada yang sudah mulai memikirkan exit strategies . Hal ini membuat komitmen untuk memenuhi pilar ketiga berfokus pada: (i) pertukaran informasi yang mencakup kebijakan pengendalian penyebaran COVID-19 yang diambil, tingkat persebaran COVID-19, dan upaya pembukaan kembali ekonomi; (ii) kesepakatan untuk memperkuat ketahanan pada global supply chain dan investasi internasional serta dukungan pada sistem perdagangan multilateral; (iii) memberikan bantuan bagi pekerja melalui pelatihan, reskilling dan kebijakan pasar tenaga kerja yang aktif; (iv) melakukan reformasi struktural dengan tujuan untuk peningkatan produktivitas pada jangka menengah; (v) memastikan tercapainya pembiayaan publik yang berkelanjutan dan memperbaiki balance sheets pemerintah demi mengantisipasi tantangan di masa mendatang; (vi) mendorong investasi infrastruktur yang berkualitas dan meningkatkan mobilisasi pendanaan swasta; serta (vii) mendukung kebijakan pertumbuhan yang berkelanjutan, ramah lingkungan dan inklusif. 2 Menurut UNCTAD dan WTO pada periode sebelum pandemi 3 Sebesar 70% dari kebijakan perdagangan yang terkait dengan COVID-19 kini merupakan kebijakan yang justru memfasilitasi perdagangan.
Fokus Pembiayaan Ultra Mikro Dalam Dinamika Kebijakan Kredit Program Untuk Usaha Mikro R. Nurhidajat ^1 1 Peneliti Madya Kebijakan Ekonomi Makro Badan Keuangan Fiskal Pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan segementasi usaha yang telah menjadi concern pemerintah. Bentuk perhatian Pemerintah terhadap UMKM dapat dilihat dari berbagai fasilitas Kredit Program yang diberikan kepada UMKM. Kredit Program merupakan program kredit yang difasilitasi oleh Pemerintah. Bentuk fasilitas Kredit Program ini antara lain meliputi, penyediaan subsidi bunga melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan penyediaan permodalan murah melalui Pembiayaan Ultra Mikro (UMi). Untuk penyediaan subsidi bunga, skema ini dilakukan dengan cara Pemerintah menanggung selisih antara tingkat bunga komersial yang berlaku dengan tingkat bunga yang menjadi beban UMKM. Sedangkan untuk Pembiayaan UMi, Pemerintah memberikan bantuan modal murah kepada Usaha Mikro yang feasible namun tidak bankable melalui lembaga keuangan bukan bank yang menjadi mitranya. Keberadaan program Pembiayaan UMi pada prinsipnya merupakan komplementer dari program KUR yang telah ada terlebih dulu. KUR merupakan kredit program yang pada awalnya disalurkan melalui lembaga perbankan. Selanjutnya, meskipun Pemerintah telah menggunakan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) (BRI) sebagai Bank BUMN penyalur KUR terbesar yang memiliki jaringan hingga pedesaan, namun masih terdapat UMKM yang belum dapat mengakses program KUR tersebut. Salah satu penyebabnya karena tidak semua UMKM memiliki literasi atau kedekatan dengan produk-produk kredit dari perbankan. Adanya program Pembiayaan UMi diharapkan mampu melayani segmen tersebut. Oleh karena itu,
Pribadi
Relevan terhadap
1 Cahyaning Tyas Anggorowati_Juni 2024 ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN HIGHER FOR LONGER THE FED TERHADAP ARUS MODAL DI INDONESIA Penulis: Cahyaning Tyas Anggorowati Pengolah Data Hukum Perjanjian Senior, Biro Hukum (Pegawai Tugas Belajar Program Magister di Universitas Indonesia) A. PENDAHULUAN Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi yang begitu pesat, kebijakan suatu negara akan berpengaruh terhadap kebijakan negara lain di dunia. Salah satunya adalah kebijakan terkait suku bunga the Fed . Kebijakan the Fed dalam menaikkan the federal funds rate tentunya akan mendapatkan perhatian dari berbagai bank sentral di negara lain di dunia. Bank sentral di berbagai dunia akan bereaksi dengan menyesuaikan kebijakan moneter di masing-masing negaranya. Fenomena Higher for Longer the Fed saat ini menjadi topik diskusi bagi banyak ekonom di dunia, termasuk di Indonesia. Fenomena Higher for Longer the Fed terjadi ketika the Fed menaikkan the federal funds rate , hal tersebut kemudian berdampak pada kenaikan suku bunga secara keseluruhan, sehingga individu maupun industri akan menghadapi biaya pinjaman yang mahal dalam menjalankan operasional bisnis. Namun demikian suku bunga yang tinggi juga akan mendorong peningkatan dalam tabungan suatu negara. Suku bunga yang tinggi akan dipandang baik ketika mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun sebaliknya, akan dipandang buruk pada saat terjadi inflasi. Fenomena Higher for Longer juga dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik yang terus berlangsung sehingga menyebabkan berlanjutnya kenaikan harga pangan dan energi (inflasi global). Kenaikan suku bunga yang berlangsung lama tentunya akan berdampak pada banyak pelaku usaha, baik bisnis, pemerintah, maupun ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Salah satu dampak dari kenaikan suku bunga pinjaman adalah terjadinya risiko downside atas investasi di Indonesia. Indonesia saat ini sedang menghadapi kebutuhan modal yang tinggi untuk membiayai berbagai macam proyek infrastruktur yang telah direncanakan oleh pemerintah dalam cakupan Proyek Strategis Nasional (PSN). Pembiayaan PSN tersebut dapat berasal dari APBN, kerja sama pemerintah dan badan usaha, maupun pendanaan pihak ketiga (swasta). Hal ini tentunya membutuhkan analisis mendalam atas kebijakan suku bunga yang akan berdampak pada minat investor dalam menanamkan modal ke Indonesia.
BPHN
Relevan terhadap 1 lainnya
membicarakan hal yang bersifat sangat teknis. Nantinya, Dewan Pers akan memberikan akses memperolah informasi dari insan pers, misalnya peliputan persidangan yang sekaligus dapat menjadi bahan saat memantau bagaimana OBH dalam memberikan pelayanan hukum pada masyarakat atau kliennya. Sementara itu, Ombudsman RI nantinya akan melakukan pengecekan standar pelayanan yang diberikan OBH kepada masyarakat. “Akan segera kami tindak lanjuti secara teknis,” kata Kepala Bidang Bantuan Hukum BPHN, C. Kristomo. Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum BPHN, Djoko Pudjiraharjo, dalam kesempatan yang sama menambahkan bahwa syarat verifikasi dan akreditasi sebagaimana Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga Bantuan Hukum dan Organisasi Bantuan Hukum, terdiri atas sejumlah kriteria seperti status badan hukum, memiliki kantor atau secretariat tetap, pengurus, program bantuan hukum, serta memiliki advokat dan paralegal. Dengan syarat seperti itu, diharapkan kualitas OBH akan lebih terjamin. “Kita berharap verifikasi tahun ini ada peningkatan kualitas. Bicara masalah ‘kualitas, setara bintang lima’ dengan anggaran kaki lima,” kata bapak Djoko. (RA/NNP) Seputar Kegiatan PusANEV Focus Group Discussion (FGD) Temuan Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Ketenagalistrikan : Dualisme Pengaturan Mengenai IMB Harus Segera Diselesaikan Jakarta, BPHN.go.id Dualisme pengaturan dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan menjadi isu krusial dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Temuan Kelompok Kerja (Pokja) Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Perizinan Mendirikan Bangunan, BPHN, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat (25-26 Juli 2018). Hal ini menimbulkan potensi disharmoni kewenangan dalam pemberian perizinan bangunan. Disharmoni yang dimaksud dapat ditelaah dalam Permendagri No. 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian IMB dan Permen PUPR No. 05/ PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan Gedung sebagaimana diubah dengan Permen PUPR No. 6 Tahun 2017. Menurut PP No 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, kewenangan Izin Mendirikan Bangungan adalah kewenangan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum. Namun demikian, oleh karena pelaksanaan IMB dilaksanakan di daerah, maka Kementerian Dalam Negeri juga memiliki tanggung jawab dalam mengawasi, membina dan mengevaluasi kinerja pemerintahan di daerah dalam kerangka otonomi daerah termasuk dalam pengurusan IMB. Urusan Izin Mendirikan Bangu nan merupakan urusan kon kuren yaitu urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintahan pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Irisan kewenangan dalam penyelenggaraan IMB berpotensi menimbulkan disharmoni hukum dalam pelaksanannya, sebab kedua Permen tersebut menjadi pedoman penyelengaraan IMB bagi Pemerintah Daerah yang masih berlaku sampai sekarang. FGD ini dihadiri oleh Ketua Pokja, Udin Silalahi (FH UPH), anggota Pokja yang terdiri dari perwakilan dari Kemenko Bidang Perekonomian, BKPM, Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (PUPR), Badan Penelitian Hukum & HAM Kemenkumham, Dinas Penanaman Modal & PTSP Provinsi DKI Jakarta, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Center for Regulatory Research , dan Pusat Perencanaan Hukum Nasional, __ serta para analis hukum dari Pusat Anevkumnas, BPHN.
Legal Form Badan Usaha di Indonesia dikaji oleh Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Badan Usaha Jakarta, BPHN.go.id – Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengadakan “ Focus Group Discussion (FGD) Temuan Kelompok Kerja (Pokja) Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Badan Usaha”, pada tanggal 24-25 Juli 2018, bertempat di Hotel Aryaduta, Jakarta. Dalam FGD Temuan Pokja Badan Usaha ini dibahas beberapa temuan hasil analisis dan evaluasi hukum terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2004 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Beberapa isu mengemuka dalam FGD ini, di antaranya mengenai persoalan “kekayaan negara yang dipisahkan” dalam UU BUMN yang menimbulkan kebingungan/dualisme dalam prakteknya, insentif kepada Kepala Daerah dalam pengelolaan BUMD, pembatasan keterlibatan pegawai BUMD dalam partai politik, bentuk hukum Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), usulan pendirian Perseroan Terbatas oleh satu orang, dan dampak Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik ( OSS ) terhadap pengaturan terkait Koperasi dan Wajib Daftar Perusahaan. Ketua Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Badan Usaha, Dr. Yetty Komalasari Dewi, S.H.,M. Li menyampaikan bahwa analisis dan evaluasi hukum yang dilakukan tidak boleh terlepas dari sejarah dan landasan filosofis pembentukannya. Keinginan untuk memutakhirkan pengaturan terkait berbagai badan usaha jangan sampai melupakan akar sejarah dan tujuan filosofis yang ada. Untuk membuat hasil analisis lebih komprehensif, Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN akan melakukan Cost Benefit Analysis (CBA) khususnya terhadap Undang-undang BUMN. FGD Temuan ini juga dihadiri oleh para stakeholder terkait yang juga merupakan anggota Pokja, antara lain, Siti Yuniarti, S.H., M.H. (Universitas Bina Nusantara), Muhammad Nur Solikhin (Pusat Studi Hukum dan Kebjiakan Indo nesia), Henra Saragih (Asisten Deputi Peraturan Perundang-Unda ngan Kementerian Koperasi dan UMKM), Wahyu Setiawan (Biro Hukum Kementerian BUMN), Edward James Sinaga, S.H., M.H. (Peneliti Balitbangkumham), Maftuh (Ditjen AHU), dan Maman Oesman Rasjidi (CRR). Beberapa usulan yang menge muka dalam kegiatan FGD temuan ini diantaranya adalah perlunya mengatur beberapa materi pokok terkait hal yang bersifat teknis melalui peraturan pelaksana, serta perlunya memperjelas defenisi terkait subjek atau objek hukum yang diatur. (pusanev)
menjelaskan beberapa hal penting mengenai SPIP dari pengertiannya, tujuannya hingga bagaimana sistem tersebut dilaksanakan. Setelah pemaparan yang disampaikan oleh Khairudin, dilanjutkan dengan sesi diskusi yang dilakukan oleh masing – masing bagian dari Sekretariat, Pusat Perencanaan Hukum, Pusat Analisis dan Evaluasi, Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum, hingga Pusat Dokumentasi dan Jaringan Informasi. “Harapan saya sebaiknya dalam diskusi ini dapat diutarakan serinci mungkin jangan ada yang disembunyikan dari setiap bagian. Karena ditakutkan resiko – resiko yang besar ini tidak teridentifikasi dan tidak ada penangannya secara spesifik. Hal itu pula yang Jakarta, BPHN.go.id - Badan Pembinaan Hukum Nasional melak sanakan rapat Internalisasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada hari Kamis (30/8) yang bertempat di Aula lt. 4 Kantor BPHN, Jakarta Timur. Rapat yang dibuka oleh Audy Murfi MZ. S.H., M.H. selaku sekertaris BPHN sekaligus yang mewakili Plt. Kepala BPHN Prof. Dr. H. R. Benny Riyanto. S.H.,M.Hum., ini membahas mengenai identifikasi resiko, penilaian resiko dan manajemen resiko yang dapat terjadi di lingkungan internal BPHN. Rapat ini dihadiri oleh beberapa perwakilan dari Inspektorat Jenderal yang memaparkan bahasan mengenai topik tersebut. Inspektur Wilayah IV, Khai ruddin menjadi pemimpin sekali gus pembicara dalam rapat ini BPHN GELAR RAPAT INTERNALISASI PELAKSANAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PEMERINTAH melatarbelakangi terbitnya mana jemen resiko di dalam SPIP . Keber hasilan manajemen resiko ini akan berhasil jika ada komitmen dari pimpinan supaya tidak hanya menjadi dokumen formalitas belaka saja.” ungkap Khairuddin. Sebelum mengakhiri acara, Kepala Bagian Program dan Pelaporan, Rahendro Jati, S.H., M.Si., menambahkan “Setiap bagian harus melaporkan hasil diskusi mengenai SPIP hari ini juga, supaya SPIP dapat dilaksanakan secepat mungkin. Namun jika belum mendapatkan hasilnya, tim dari Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM akan diundang kembali untuk mendampingi setiap pusat –pusat dan sekretariat untuk melanjutkan pembuatan SPIP .” (Aji/Humas)
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap 1 lainnya
esaran iuran yang underpriced menjadi sumber utama defisit yang tiap tahun membelit. Sejak awal, program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) memang dirancang dengan iuran terjangkau. Banyak hal dipertimbangkan dalam penetapan iuran, mulai dari kemampuan masyarakat, kesinambungan program, hingga kelayakan manfaat. Namun, kian lama defisit kian melangit. Usai melalui proses panjang, opsi penyesuaian iuran dipilih demi keberlangsungan program kaya manfaat. menyebut faktor lain seperti inefisiensi layanan, belum sempurnanya manajemen klaim, kejadian moral hazard , serta belum sempurnanya strategic purchasing . Dukungan pendanaan dari APBN mengalir sejak awal program bergulir. Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Ditjen Anggaran Purwanto menjelaskan pemerintah pusat mendanai pembayaran iuran bagian pemberi kerja ASN Pusat, bantuan iuran untuk masyarakat tidak mampu (Penerima Bantuan Iuran/PBI), serta Penyertaan Modal Negara (PMN). PMN dalam program JKN- KIS, terang Purwanto, diberikan sebesar Rp5 triliun (2015), Rp6,8 triliun (2016), sedangkan bantuan pemerintah digelontorkan sejumlah Rp3,6 triliun (2017) dan Rp10,3 triliun (2018). Namun, bantuan tersebut masih belum jua mampu menutup defisit. Opsi penyesuaian iuran dipilih dan kini sudah resmi diberlakukan. Penyesuaian iuran berlaku mulai 1 Agustus 2019 untuk PBI dan 1 Oktober 2019 Pekerja Penerima Upah (PPU) dari ASN/TNI/Polri. Sementara itu, untuk PPU dari pegawai BUMN dan karyawan swasta serta peserta mandiri, penyesuaian iuran berlaku per 1 Januari 2020. Suminto menegaskan, sebelum memutuskan menyesuaikan iuran, pemerintah telah mendengar dan melibatkan DPR RI, DJSN, BPJS Kesehatan, Disepakati seluruh pihak Program JKN-KIS yang diselenggarakan BPJS Kesehatan telah mengalami defisit sejak awal dioperasikan pada 2014. Tahun pertama, defisit mencapai Rp1,9 triliun. Tahun-tahun berikutnya, angka tersebut beranjak naik menyentuh Rp9,4 triliun (2015), Rp,6,7 triliun (2016), Rp13,8 triliun (2017), dan Rp19,4 triliun (2018). Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan Suminto mengakui kondisi keuangan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan saat ini sangat memprihatinkan. “Akumulasi defisit pada program JKN tanpa adanya penyesuaian iuran diperkirakan terus meningkat signifikan, yaitu Rp32 triliun di 2019, Rp44 triliun di 2020, Rp56 triliun di 2021, dan Rp65 triliun di 2022,” ungkapnya. Pria yang juga menjabat sebagai anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dari unsur pemerintah ini menjelaskan, selain iuran yang underpriced , penyebab utama defisit ialah adverse selection pada Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri. Sebagian besar peserta mandiri mendaftar ketika sakit yang umumnya memerlukan layanan kesehatan berbiaya mahal, tetapi berhenti mengiur usai mendapatkan layanan. “Pada akhir tahun anggaran 2018, tingkat keaktifan peserta mandiri hanya 53,7 persen,” kutip Suminto. Di samping kedua penyebab utama tersebut, ia asosiasi terkait, serta kementerian terkait. “Seluruh pihak sepakat bahwa program JKN telah memberikan manfaat yang sangat besar kepada masyarakat Indonesia dan wajib dipastikan keberlangsungannya,” tandasnya. Mengantisipasi perpindahan kelas Penyesuaian iuran berpotensi menimbulkan perpindahan kelas peserta mandiri. Mengantisipasi ini, pemerintah dan BPJS Kesehatan mengubah peraturan terkait kemudahan pindah kelas bagi peserta mandiri perorangan sebelum satu tahun. Namun demikian, Purwanto menilai perpindahan kelas dapat mengakibatkan penurunan target penerimaan iuran atau bahkan kembali menyebabkan defisit jika penurunan terus berlanjut. Oleh sebab itu, ia berharap BPJS Kesehatan menerapkan intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan iuran 13 MEDIAKEUANGAN 12 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Laporan Utama “Seluruh pihak sepakat bahwa program JKN telah memberikan manfaat yang sangat besar kepada masyarakat Indonesia dan wajib dipastikan keberlangsungannya " Suminto Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan Teks Reni Saptati D.I, Laporan Utama Foto Gathot Subroto Untuk menjaga keberlangsungan program JKN-KIS, perbaikan pada keseluruhan sistem mutlak diperlukan, sehingga bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat lebih baik lagi Menghelat Program Kaya Manfaat
Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @melaniiii19_ Perluasan RS dengan fitur displau tempat tidur rawat inap. Agar terjaminnya transparansi pelayanan BPJS kepada masyarakat dan menghindari diskriminasi pelayanan BPJS dan Non BPJS. @cemiit Kemudahan dan percepatan layanan informasi. Ketepatan pelayanan poin penting dalam menolong dan memberikan kepercayaan kepada pasien tgerhadap BPJS. dg mudah. @Nuelpac Perluasan RS dengan sistem antrian pasien elektronik. Karena kasihan pasien nunggu lama dari pagi sampe siang atau sore. Isna Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Menurut Anda, dari 10 Komitmen Perbaikan Layanan Jaminan Kesehatan oleh BPJS, mana yang perlu diprioritaskan? M enjelang berakhirnya tahun 2019, banyak polemik yang muncul di ruang publik terkait kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan tarif iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang diterapkan mulai Januari 2020. BPJS Kesehatan sendiri merupakan wujud dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah dipilih oleh pemerintah dan DPR untuk memberikan akses layanan kesehatan kepada seluruh masyarakat dengan biaya yang terjangkau atau biasa disebut Universal Health Coverage (UHC). Program JKN adalah program strategis jika dilihat dari jumlah masyarakat yang dijangkau, jenis layanan kesehatan yang diberikan, serta bantuan biaya yang diberikan pemerintah. Untuk layanan kesehatan, program JKN memberikan jaminan atas seluruh jenis penyakit sepanjang terdapat indikasi medis. Selain itu, sebagai program jaminan sosial, BPJS Kesehatan juga menerima seluruh warga negara menjadi peserta tanpa dilakukan berbagai jenis tes atau screening sebagaimana layaknya persyaratan mengikuti program asuransi yang dikelola oleh swasta. Layanan kesehatan yang diberikan juga meningkat setiap tahunnya. Dari sisi biaya, program JKN relatif sangat murah. Iuran kelas III program ini hanya dikenakan biaya per orang per bulan sebesar Rp42.000,- Dengan iuran sebesar ini, BPJS Kesehatan sebenarnya merupakan salah satu program jaminan kesehatan dengan iuran yang paling murah di dunia. Oleh karena itu, saat akan menyesuaikan iuran di tahun 2020 ini, pemerintah mempertimbangkan 3 hal utama yaitu kemampuan peserta dalam membayar iuran, upaya memperbaiki keseluruhan sistem JKN sehingga terjadi efisiensi, serta gotong royong dengan peserta pada segmen lain (subsidi silang). Dengan demikian pemerintah sangat perhatian agar penyesuaikan iuran tidak sampai memberatkan masyarakat dengan berlebihan. Pemerintah menyadari sepenuhnya masih banyak tantangan dan kendala untuk pelaksanaan program JKN ini. Namun semangat untuk memperbaiki dan meningkatkan program JKN akan selalu ada dan harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat. Gotong royong juga timbul dari kerja sama yang baik antara pemerintah dan seluruh masyarakat. 5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Nufransa Wira Sakti, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Jaminan Kesehatan Berkelanjutan GOTONG ROYONG MEWUJUDKAN
samping itu, ia menilai dukungan APBN dan APBN untuk penyediaan supply side layanan kesehatan perlu ditingkatkan. Pengajuan perpindahan kepesertaan oleh masyarakat menjadi PBI diakui Purwanto memang dapat menambah anggaran pemerintah untuk iuran PBI. “Namun, sudah menjadi komitmen pemerintah untuk membiayai jaminan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu,” tegasnya. Dalam menghadapi perpindahan kelas, Kemensos berpedoman pada persyaratan yang berlaku serta melihat pembatasan kuota nasional PBI yaitu 96,8 juta jiwa. “Untuk menjadi peserta PBI, peserta harus terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang pengusulannya melalui mekanisme verifikasi dan validasi (verivali) data rumah tangga calon peserta melalui instrumen DTKS,” terang Sekjen Kementerian Sosial Hartono Laras. Hasil verivali dilakukan setiap tiga bulan sekali, sedangkan penetapan perubahan PBI dilakukan setiap satu bulan sekali. Sementara itu, Suminto menggarisbawahi bahwa tidak hanya peserta kelas tiga saja yang dapat mengajukan pindah menjadi segmen PBI. “Seluruh penduduk Indonesia yang dapat dibuktikan tergolong sebagai orang miskin dan tidak mampu, dapat mendaftarkan dirinya atau didaftarkan menjadi peserta penerima bantuan iuran,” ujarnya. Cegah defisit berulang Berbagai upaya mitigasi disiapkan pemerintah untuk mencegah defisit kembali terulang. Suminto mengungkapkan, dalam jangka pendek instansi terkait wajib menindaklanjuti rekomendasi hasil audit BPKP, khususnya rekomendasi perbaikan pada aspek kepesertaan dan penerimaan iuran, biaya manfaat jaminan kesehatan, dan strategic purchasing . Suminto berkata, “BPJS Kesehatan harus berusaha lebih keras untuk meningkatkan tingkat keaktifan peserta mandiri.” Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris menargetkan tingkat keaktifan peserta mandiri nantinya dapat mencapai 60 persen. “Belajar dari Korea, kira-kira 10 tahun lalu peserta aktif di sana pernah di angka 25 persen. Tapi mereka punya enforcement . Bisa menyita aset, bisa mengintip rekening orang,” cerita Fachmi. Ia menerangkan BPJS Kesehatan sedang mengembangkan cara untuk meningkatkan keaktifan peserta. Untuk tahap awal ini belum melalui enforcement , tetapi masih berupa penerapan prasyarat pada layanan publik. “Misalnya, tiap kali orang mau memperpanjang paspor, ada informasi bahwa dia belum bayar iuran. Minimal ada awareness dan dia tahu negara tahu.” Untuk validasi dan pemutakhiran data, khususnya data PBI, BPJS Kesehatan memerlukan peran Kemensos. Untuk meningkatkan efektivitas program perlindungan sosial ini, Hartono Laras mengatakan pihaknya menyediakan sistem aplikasi untuk meng- update Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) bernama Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKSNG). Selain itu, Kementerian Sosial juga menyediakan anggaran untuk pengadaan jaringan komunikasi di 514 kabupaten/kota. Untuk menjaga keberlangsungan program JKN- KIS, perbaikan pada keseluruhan sistem mutlak diperlukan, termasuk di dalamnya langkah penyesuaian iuran. Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani berharap penyesuaian iuran dapat membantu mengatasi kesulitan finansial pada program JKN-KIS sehingga memberi efek domino yang positif. “BPJS Kesehatan bisa membayar ke fasilitas kesehatan, fasilitas kesehatan pun tidak terganggu lagi cashflow -nya, sehingga bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat lebih baik lagi,” pungkas Kalsum. Dukungan Pendanaan Pemerintah dalam Program JKN-KIS PPU Pemerintah Pusat 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Bantuan iuran untuk PBI JKN 2014 2015 2016 2017 2018 2019 MN atau Bantuan Pemerintah 2014 2015 2016 2017 2018 2019 4,5 4,8 4,7 4,8 5,4 6,4 19,9 19,9 25,5 25,4 25,5 35,7 5,0 6,8 3,6 10,3 15 MEDIAKEUANGAN 14 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 MEDIAKEUANGAN 14