Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Di ...
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum.
Pedoman Umum dan Alokasi Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2012.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Dana Insentif Daerah yang selanjutnya disingkat DID adalah Dana Penyesuaian dalam APBN Tahun Anggaran 2012 yang digunakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pendidikan yang dialokasikan kepada daerah dengan mempertimbangkan kriteria tertentu.
Alokasi Minimum adalah alokasi DID yang diberikan dalam rangka mendorong provinsi dan kabupaten/kota untuk meningkatkan kinerja pengelolaan keuangannya yaitu mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian dan menetapkan Peraturan Daerah APBD secara tepat waktu serta menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah kepada Badan Pemeriksa Keuangan secara tepat waktu.
Kriteria Utama adalah kriteria yang harus dipenuhi sebagai penentu kelayakan daerah penerima, meliputi daerah yang sekurang- kurangnya mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerahnya dan daerah yang menetapkan Peraturan Daerah APBD secara tepat waktu.
Kriteria Kinerja adalah kriteria yang ditetapkan sebagai unsur penilaian terhadap kinerja dan upaya daerah, terdiri dari Kriteria Kinerja Keuangan, Kriteria Kinerja Pendidikan, dan Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan.
Kriteria Kinerja Keuangan adalah kriteria yang ditetapkan sebagai unsur penilaian terhadap kinerja dan upaya daerah, meliputi daerah yang mampu meningkatkan atau mempertahankan kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah untuk memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Dengan Pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan, daerah yang menetapkan Peraturan Daerah mengenai APBD secara tepat waktu setiap tahunnya, daerah yang mencapai kenaikan Pendapatan Asli Daerah di atas rata-rata nasional, daerah yang menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah kepada Badan Pemeriksa Keuangan secara tepat waktu setiap tahunnya.
Kriteria Kinerja Pendidikan adalah kriteria yang ditetapkan sebagai unsur penilaian terhadap kinerja dan upaya daerah, meliputi daerah yang mampu mencapai Angka Partisipasi Kasar Sekolah Dasar dan sederajatnya di atas rata-rata nasional dan/atau daerah yang mampu mencapai Angka Partisipasi Kasar Sekolah Menengah Pertama dan sederajatnya di atas rata-rata nasional, dan daerah yang mampu mengurangi jarak Indeks Pembangunan Manusia terhadap Indeks Pembangunan Manusia ideal (100) di atas rata-rata nasional.
Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan adalah kriteria yang ditetapkan sebagai unsur penilaian terhadap kinerja dan upaya daerah, meliputi daerah yang mampu mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, daerah yang mampu mengurangi tingkat kemiskinan di atas rata-rata pengurangan tingkat kemiskinan nasional, daerah yang mampu mengurangi tingkat pengangguran di atas rata-rata pengurangan tingkat pengangguran nasional, dan daerah yang memiliki Kemampuan Fiskal Daerah terhadap ndeks Pembangunan Manusianya di atas atau di bawah rata-rata nasional.
Batas Minimum Kelulusan Kinerja adalah nilai minimum tertentu atas hasil pembobotan terhadap masing-masing unsur penilaian dari Kriteria Kinerja Keuangan, Kriteria Kinerja Pendidikan, serta Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan.
Pelaksanaan Piloting Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi.
PUU Nomor 10/1998 tentang Perbankan
Relevan terhadap
memelihara dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan merupakan hal penting untuk menjaga kesehatan industri perbankan nasional. Dalam perekonomian suatu negara, sektor perbankan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam membantu dan menumbuhkembangkan sektor perekonomian dalam negara tersebut, selain itu industri perbankan merupakan suatu industri yang bersifat capital intensive dan memiliki resiko yang tinggi, jatuhnya industri perbankan tidak hanya berakibat buruk terhadap industri perbankan itu sendiri, tetapi juga memiliki dampak sistemik terhadap kestabilan sektor keuangan dalam suatu negara secara keseluruhan, di mana hal ini pernah dialami oleh Indonesia pada saat Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1997. Pengalaman krisis yang terjadi pada tahun 1997 memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia, bahwa upaya pemulihan kondisi perekonomian pada saat itu memerlukan biaya yang tidak sedikit, tercatat Iebih dari lima ratus triliun rupiah biaya yang harus dikeluarkaan pemerintah untuk menyelamatkan dan merehabilitasi sektor perbankan dan perekonomian pada saat itu. Kerugian atas dampak krisis yang dialami Indonesia pada tahun 1997 bukanlah hanya diderita oleh Pemerintah namun hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia pada saat itu juga ikut merasakan dampak atas krisis moneter yang terjadi. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka Pemerintah berkewajiban untuk melakukan usaha-usaha guna menjaga dan melindungi sektor perbankan, agar krisis ekonomi sebagaimana pernah dialami oleh Indonesia pada tahun 1997 tidak terjadi kembali, di mana usaha-usaha dalam menjaga dan melindungi sektor perbankan tersebut salah satunya yaitu dengan menjaga kepercayaan masyarakat atas industri perbankan. Upaya untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan merupakan usaha bersama antara para pelaku usaha perbankan, pemerintah dan masyarakat sendiri. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, di mana salah satunya adalah merupakan regulasi di bidang perbankan. Regulasi yang baik di bidang perbankan tentunya akan ikut memberikan dampak yang positif dalam menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap bank, sebaliknya regulasi yang lemah di bidang perbankan justru akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank, begitu pula dengan
Pengujian UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara terhadap UUD Negara RI 1945
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 264/PMK.05/2014 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Subsidi. ...
Uji materiil Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ...
Relevan terhadap
• Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. • Membayar pajak adalah suatu kewajiban.” 60. Bahwa berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 menyatakan sebagai berikut _“Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang”; _ 61. Bahwa lebih lanjut dalam Pasal 23A UUD 1945 Amandemen Ketiga menyatakan sebagai berikut “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk _kepentingan negara diatur dengan Undang-Undang”; _ 62. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut maka secara yuridis pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan; yang berhak memungut pajak berdasarkan Undang-Undang hanyalah negara; membayar pajak adalah suatu kewajiban dan pajak adalah pungutan yang bersifat memaksa dan dapat dipaksakan; a. Bahwa selanjutnya berdasarkan Doktrin Ahli Hukum Ekonomi, Hukum Pajak dan Hukum Akuntansi, PROF DR MARDIASMO MBA Ak, dalam buku “Perpajakan edisi Revisi 2008”, penerbit Andi, Yogyakarta, halaman 305 s.d 308 tentang Bea Meterai, antara lain menegaskan sebagai berikut: • Dasar Hukum: “Dasar hukum pengenaan Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985. Undang-Undang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 1986. Selain itu untuk mengatur pelaksanaannya, telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai”. • Prinsip Umum Pemungutan Atau Pengenaan Bea Meterai: 1. Bea Meterai dikenakan atas dokumen (merupakan pajak atas _dokumen); _ _2. Satu dokumen hanya terutang satu Bea Meterai; _ • Pengertian: 1. _Bea Meterai adalah pajak atas dokumen; _
Hukum Publik: • _Hukum Pidana; _ • _Hukum Tata Negara; _ • _Hukum Administrasi; _ • _Hukum Internasional Publik; _ • _Hukum Lingkungan; _ • _Hukum Sosial Ekonomi; _ • Hukum Pajak pada umumnya dimasukkan sebagai bagian dari Hukum Publik, yakni yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan rakyat. Hal tersebut dapat dimengerti karena di dalam Hukum Pajak diatur mengenai hubungan antara pemerintah dalam fungsinya selaku fiskus dengan rakyat dalam kapasitasnya sebagai wajib pajak/subyek pajak. Pada umumnya Hukum Pajak dikatakan merupakan bagian dari Hukum Administrasi (negara)”. 81. Bahwa namun demikian dengan mendasarkan pada materi Pasal 6 UU Bea Meterai telah dijadikan dasar bagi Citibank untuk mencampur adukkan dan menggabungkan antara Hukum Publik dengan Hukum Privat , sehingga materi Pasal 6 UU Bea Meterai telah menimbulkan ketidak pastian hukum sebab memiliki penafsiran extensif yang multi interpretatif/tafsir; 82. Bahwa selain itu faktanya terdapat perbedaan yang sangat mendasar dan prinsipal antara pungutan pajak PPh dalam deposito dan tabungan bank maupun pajak restauran dengan pungutan dan penagihan pajak cq pajak negara cq pajak dokumen cq Bea Meterai yang dilakukan Citibank dan perusahaan lainnya kepada masyarakat dengan mendasarkan pada materi Pasal 6 UU Bea Meterai; 83. Bahwa dalam pungutan pajak PPh atas tabungan dan deposito atau produk bank lainnya hal itu memang diatur dalam ketentuan Undang-Undang yang tegas, sah dan mengikat karena bank-bank memang diberikan kewenangan untuk memotong pajak PPh kepada nasabahnya terlebih dahulu. Dalam hal ini bank memotong dahulu pajak PPh dari nasabahnya setelah itu baru disetorkan kepada negara; 84. Bahwa demikian juga dengan pengenaan pajak restauran kepada pengunjung dan penikmat makanan, dilakukan setelah pengunjung menyatakan sepakat mengenai harga dan menu serta setelah menikmati makanan dan minuman barulah
Perumahan dan Kawasan Permukiman
Relevan terhadap
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 7 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) __ menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif sehingga terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang akan terus ada dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia. Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus dimiliki oleh setiap keluarga, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan bagi masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk di perkotaan. Negara juga bertanggung jawab dalam menyediakan dan memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman serta keswadayaan masyarakat. Penyediaan dan kemudahan perolehan rumah tersebut merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang bertumpu pada masyarakat memberikan hak dan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut berperan. Sejalan dengan peran masyarakat di dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk menjadi fasilitator, memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat, serta melakukan penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang terkait, antara lain, tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan komponen, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumber daya manusia, kearifan lokal, serta peraturan perundang-undangan yang mendukung. Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:
memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan utilitas umum secara berkelanjutan serta yang mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia;
ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan;
mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata ruang serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna;
memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan negara; dan
mendorong iklim investasi asing. Sejalan dengan arah kebijakan umum tersebut, penyelenggaraan perumahan dan permukiman, baik di daerah perkotaan yang berpenduduk padat maupun di daerah perdesaan yang ketersediaan lahannya lebih luas perlu diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pengelolaannya. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman tidak hanya melakukan pembangunan baru, tetapi juga melakukan pencegahan serta pembenahan perumahan dan kawasan permukiman yang telah ada dengan melakukan pengembangan, penataan, atau peremajaan lingkungan hunian perkotaan atau perdesaan serta pembangunan kembali terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Untuk itu, penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman perlu dukungan anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan belanja daerah, lembaga pembiayaan, dan/atau swadaya masyarakat. Dalam hal ini, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat perlu melakukan upaya pengembangan sistem pembiayaan perumahan dan permukiman secara menyeluruh dan terpadu. Di samping itu, sebagai bagian dari masyarakat internasional yang turut menandatangani Deklarasi Rio de Janeiro, Indonesia selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diprakarsai oleh United Nations Centre for Human Settlements . Jiwa dan semangat yang tertuang dalam Agenda 21 dan Deklarasi Habitat II adalah bahwa rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan menjadi hak bagi semua orang untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau ( adequate and affordable shelter for all ). Dalam Agenda 21 ditekankan pentingnya rumah sebagai hak asasi manusia. Hal itu telah sesuai pula dengan semangat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengaturan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR, meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di lingkungan hunian perkotaan maupun lingkungan hunian perdesaan, dan menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Penyelenggaraan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, yang meliputi perencanaan perumahan, pembangunan perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian perumahan. Salah satu hal khusus yang diatur dalam undang-undang ini adalah keberpihakan negara terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam kaitan ini, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan. Kemudahan pembangunan dan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah itu, dengan memberikan kemudahan, berupa pembiayaan, pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum, keringanan biaya perizinan, bantuan stimulan, dan insentif fiskal. Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Penyelenggaraan kawasan permukiman tersebut bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim, yang wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan. Undang-undang perumahan dan kawasan permukiman ini juga mencakup pemeliharaan dan perbaikan yang dimaksudkan untuk menjaga fungsi perumahan dan kawasan permukiman agar dapat berfungsi secara baik dan berkelanjutan untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup orang perseorangan yang dilakukan terhadap rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. Di samping itu, juga dilakukan pengaturan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang dilakukan untuk meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat hak setiap warga negara untuk menempati, memiliki, dan/atau menikmati tempat tinggal, yang dilaksanakan sejalan dengan kebijakan penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas.