Tata Cara Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN.
Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN.
Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Kementerian Negara, yang selanjutnya disebut Kementerian, adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Peraturan Perundang-undangan lainnya.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Sewa adalah Pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa BMN pada saat tertentu.
Penilai adalah pihak yang melakukan Penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.
Swasta adalah Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing yang mempunyai izin tinggal dan/atau membuat usaha atau badan hukum Indonesia dan/atau badan hukum asing, yang menjalankan kegiatan usaha untuk memperoleh keuntungan.
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang- seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan Non Formal adalah jalur pendidikan di luar Pendidikan Formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Lembaga Sosial adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat.
Lembaga Sosial Keagamaan adalah Lembaga Sosial yang bertujuan mengembangkan dan membina kehidupan beragama.
Lembaga Sosial Kemanusiaan adalah Lembaga Sosial yang bergerak di bidang kemanusiaan.
Unit Penunjang Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintah/ Negara adalah organisasi yang dibentuk secara mandiri di lingkungan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dalam rangka menunjang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan/negara.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN.
Pedoman Tata Naskah Dinas Elektronik Kementerian Keuangan
Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194 ...
Relevan terhadap 20 lainnya
www.mahkamahkonstitusi.go.id gagalnya penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Tersedianya sumber daya fiskal yang menjadi sumber pembiayaan daerah sangat diperlukan guna pembangunan sumber daya manusia, meningkatkan akses kesehatan, pendidikan, memberantas kemiskinan, mewujudkan keadilan sosial ekonomi yang lebih besar, dan pemeliharaan lingkungan. Adapun kebijakan perpajakan dalam konteks desentralisasi fiskal yang menjadi penanda penting bagi demokrasi adalah dengan adanya taxing power sharing (pembagian wewenang perpajakan) yang di dalamnya terdiri dari aspek expenditure assignment dan revenue assignment dengan tujuan utama adalah untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas. Pembagian wewenang perpajakan secara substantif mengandung makna dan tujuan sebagai bentuk fiscal power sharing untuk membangun kemandirian daerah dalam hal fiskal, karena sisi paling penting dalam revenue assignment adalah kewenangan perpajakan. Taxing power sharing (pembagian wewenang perpajakan) tersebut dimaksudkan untuk memberikan kewenangan yang lebih maksimal bagi daerah dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan kepada pusat. Oleh karenanya, desentralisasi fiskal dibarengi dengan adanya pergeseran taxing power (kekuasaan perpajakan) dari pemerintah pusat ke daerah, karena kebijakan desentralisasi fiskal tidak hanya terkait dengan masalah kewenangan penggunaan anggaran (belanja daerah) semata, melainkan juga mencakup revenue assignment (kewenangan penerimaan), terutama taxing power (kewenangan perpajakan). Selain itu, bahwa salah satu prasyarat penting dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintahan adalah diperlukannya kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri. Pola hubungan keuangan antara pusat dan daerah harus dilihat tidak hanya pada ketersediaan dana yang akan ditransfer pusat kepada daerah, tetapi yang jauh lebih penting adalah dengan adanya distribusi kewenangan perpajakan secara memadai. Pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka peningkatan dan pelayanan yang memadai Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
www.mahkamahkonstitusi.go.id kepada masyarakat. Penyerahan kewenangan tersebut juga merupakan bagian dari usaha mempersingkat pelayanan kepada masyarakat dan mempercepat proses demokratisasi. Dengan demikian, salah satu bentuk dari pelaksanaan otonomi daerah dan kebijakan desentralisasi fiskal yang sangat penting adalah dengan diakuinya keberadaan dan eksistensi Pajak Daerah, karena Pajak Daerah merupakan pendapatan asli daerah yang seharusnya menjadi sumber pendanaan utama bagi pembangunan daerah dalam kerangka otonomi daerah dan wujud pelaksanaan dari kebijakan desentralisasi fiskal. Dengan menentukan jenis pajak mana saja yang menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah, maka telah terdapat pembagian wilayah kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah dalam soal fiskal. Melakukan redefinisi antara pajak pusat dan pajak daerah sekaligus memberi makna bahwa pemerintah daerah memperoleh kekuasaan pada bidang ekonomi dan bidang pemerintahan. Pajak yang telah diserahkan menjadi urusan pemerintah daerah sebagai bagian dari kebijakan desentralisasi fiskal dikelola dan ditingkatkan oleh daerah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Dengan memberikan otonomi kepada daerah untuk mengelola, seperti memungut dan menerima pajak yang didesentralisasikan, maka akan memperkuat posisi daerah serta mempersingkat jalur demokrasi. D. Asas-Asas Pemungutan dan Pembagian Beban Pajak Yang Adil Selanjutnya bahwa pembuat Undang-Undang di dalam menetapkan pajak rokok sebagai pajak daerah mempertimbangkan asas pemungutan pajak yang telah ada dan diterima secara universal, yaitu asas-asas sebagai berikut: 1. Asas Equality Menurut asas ini, pembagian tekanan pajak di antara subjek pajak dilakukan secara seimbang dengan kemampuannya masing-masing, dalam artian bahwa pajak harus memberikan perlakuan yang sama terhadap orang-orang yang berada dalam kondisi yang sama. Atau dengan kata lain, bahwa dalam keadaan yang sama, para wajib pajak dikenakan pajak yang sama pula. Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
www.mahkamahkonstitusi.go.id memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, serta potensi dan keanekaragarran daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. UUD 1945 mengamanatkan pengaturan hubungan kewena Igan, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras serta memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Salah satu amanat UUD 1945 untuk mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah tersebut telah dilaksanakan dengan diterbitkannya UU PDRD guna mengatur hubungan keuangan antara pusat dan daerah, khususnya di bidang penerimaan (perpajakan); b. Bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu bentuk dari kebijakan desentralisasi fiskal. Dengan desentralisasi, maka diharapkan dapat menghadirkan suatu system pemerintahan yang lebih mencerminkan nilai-nilai demokrasi, mengingat bahwa level pemerintahan yang paling dekat dengan rakyat adalah pemerintahan kabupaten/kota, sehingga eksistensi pemerintahan di daerah sangat diperlukan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, argumentasi yang menjadi landasan pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah bahwa daerah lebih memahami dan mengerti akan kebutuhan yang diperlukan dalam menyediakan tingkat pelayanan publik yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, serta daerah lah yang paling menguasai segala potensi yang ada di wilayahnya, sehingga diharapkan daerah akan dapat mengoptimalkan kegiatan pemungutan pajak di daerahnya masing-masing; c. Bahwa kebijakan perpajakan dalam konteks desentralisasi fiskal yang menjadi penanda penting bagi demokrasi adalah dengan adanya taxing power sharing (pembagian wewenang perpajakan) yang di dalamnya terdiri dari aspek expenditure assignment dan revenue assignment dengan tujuan utama adalah untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas. Pembagian wewenang perpajakan secara substantif mengandung makna dan tujuan sebagai bentuk fiscal p ower sharing untuk membangun kemandirian daerah dalam hal fiskal, karena sisi paling penting dalam revenue assignment adalah kewenangan perpajakan. Taxing power sharing (pembagian wewenang Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: sekretariat@mahkamahkonstitusi.go.id
Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Transfer Ke Daerah yang Penggunaannya Sudah Ditentukan.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung · seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara kepada Bank Sentral.
Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau walikota untuk menampung seluruh penenmaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.
Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, • Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan Yogyakarta.
Dana Transfer Khusus adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus, baik fisik dan nonfisik yang merupakan urusan daerah.
Dana Alokasi Khusus Fisik yang selanjutnya disebut DAK Fisik adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus fisik yang · merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Dana Alokasi Khusus Nonfisik yang selanjutnya disebut DAK Nonfisik adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus nonfisik yang merupakan urusan daerah.
Dana Bantuan Operasional Sekolah yang selanjutnya disebut Dana BOS adalah dana yang digunakan terutama untuk mendanai belanja nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah sebagai pelaksana program wajib belajar dan dapat dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini yang selanjutnya disebut Dana BOP-PAUD adalah dana yang digunakan untuk biaya operasional pembelajaran dan dukungan biaya personal bagi anak yang mengikuti pendidikan anak usia dini.
Dana Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut Dana TP Guru PNSD adalah tunjangan profesi yang diberikan kepada Guru PNSD yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut DTP Guru PNSD adalah tambahan penghasilan yang diberikan kepada Guru PNSD yang belum mendapatkan tunjangan profesi Guru PNSD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dana Bantuan Operasional Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana yang selanjutnya disebut Dana BOK dan BOKB adalah dana yang digunakan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan bidang kesehatan, khususnya pelayanan di Puskesmas, penurunan angka kematian ibu, angka kematian bayi, malnutrisi, serta meningkatkan keikutsertaan Keluarga Berencana dengan peningkatan akses dan kualitas pelayanan Keluarga Berencana yang merata.
Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi yang selanjutnya disebut Dana P2D2 adalah dana yang bersumber dari APBN dan dialokasikan sebagai insentif kepada daerah provinsi, kabupaten, dan kota daerah percontohan Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi berdasarkan hasil verifikasi keluaran Dana Alokasi Khusus sesuai dengan perJanJian pinjaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Bank Dunia tentang Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi.
Dana Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, dan Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut Dana PK2UKM dan Naker adalah dana yang digunakan untuk biaya operasional penyelenggaraan pelatihan pengelolaan koperasi, usaha kecil menengah, dan ketenagakerjaan.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 1 7. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, yang selanjutnya disingkat DBH CHT adalah bagian dari .. anggaran Transfer ke Daerah yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau provinsi penghasil tembakau.
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan-Dana Reboisasi yang selanjutnya disingkat DBH SDA-DR adalah bagian Daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan dana reboisasi.
Dana Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu Daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 ten tang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua U ndang-U ndang Pemerintah Aceh. menjadi Nomor 11 Undang-Undang dan Tahun 2006 tentang 20. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Y ogyakarta yang selanjutnya disebut Dana Keistimewaan DIY adalah dana yang dialokasikan untuk penyelenggaraan urusan keistimewaan DIY sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 ten tang Keistimewaan Daerah Istimewa Y ogyakarta.
Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana kegiatan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/ a tau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini murigkin.
Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi hasil ( outcome) terhadap rencana dan standar.
Keluaran (Output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan . yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan.
Hasil ( Outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan kegiatan dalam satu program.
Indikator adalah ukuran awal/baseline serta target dari sebuah keluaran (output) dan/atau hasil (outcome) sebagai informasi dasar untuk digunakan dalam membangun matriks kinerja.
Tata Cara Perencanaan, Penetapan Alokasi, dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara. ...
Relevan terhadap
Pengguna anggaran bendahara umum negara menetapkan unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai PPA BUN dengan rincian sebagai berikut:
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang ditetapkan sebagai PPA BUN Pengelolaan Utang (Bagian Anggaran 999.01) dan PPA BUN Pengelolaan Hibah (Bagian Anggaran 999.02);
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara ditetapkan sebagai PPA BUN Pengelolaan Investasi Pemerintah (Bagian Anggaran 999.03);
Direktorat Jenderal Perbendaharaan ditetapkan sebagai PPA BUN Pengelolaan Penerusan Pinjaman (Bagian Anggaran 999.04);
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan ditetapkan sebagai PPA BUN Pengelolaan Transfer ke Daerah (Bagian Anggaran 999.05); dan
Direktorat Jenderal Anggaran ditetapkan sebagai PPA BUN Pengelolaan Belanja Subsidi (Bagian Anggaran 999.07) dan PPA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (Bagian Anggaran 999.08).
PPA BUN Pengelolaan Transaksi Khusus (Bagian Anggaran 999.99) ditetapkan sesuai dengan jenis transaksi khusus yang dikelolanya, dengan rincian sebagai berikut:
Badan Kebijakan Fiskal, antara lain untuk pengeluaran untuk keperluan hubungan internasional dan pembayaran kontribusi fiskal pemerintah dalam bentuk dukungan kelayakan;
Direktorat Jenderal Anggaran, antara lain untuk pengelolaan penerimaan negara bukan pajak terkait pendapatan minyak bumi, gas alam, dan panas Bumi;
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, antara lain untuk aset yang dikelola oleh pengelola barang; dan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan, antara lain untuk pengelolaan pembayaran belanja pensiun, belanja tunjangan kesehatan veteran, belanja bantuan katastrofi, belanja asuransi kesehatan, dan belanja pembayaran utang unfunded past service liability .
Pemimpin PPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertanggungjawab atas BA BUN yang dikelolanya.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan ditunjuk sebagai Koordinator Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Transaksi Khusus (Bagian Anggaran 999.99).
PUU Nomor 11/2011 tentang Perubahan Atas UU 10/2010 tentang APBN TA 2011
Relevan terhadap 8 lainnya
terpadu (unified budget) , (2) penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting), dan (3) kerangka pengeluaran jangka menengah (medium-term expenditure framework) . Sejalan dengan hal tersebut, maka kebijakan fiskal yang telah ditempuh Pemerintah melalui fungsi alokasi, stabilisasi, dan distribusi secara jelas diarahkan untuk mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan serta perlindungan sosial bagi seluruh masyarakat, baik di pusat maupun di daerah. Hal ini telah selaras dengan Pasal 18A ayat (2) UUD 1945. Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat, akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD telah diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR, termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi- komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga di DPR. Mekanisme pembahasan APBN diawali dengan penyampaian pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro oleh pemerintah kepada DPR. Selanjutnya Pemerintah dan DPR membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tersebut dalam pembicaraan pendahuluan. Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, pemerintah bersama DPR membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran. Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga. Rencana kerja dan anggaran disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun. Rencana kerja dan anggaran dimaksud selanjutnya disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan RUU tentang APBN.
Kekuasaan pengelolaan keuangan negara tersebut secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU Keuangan Negara) sebagai amanat dari Pasal 23C UUD 1945 yang menyatakan bahwa hal-hal mengenai keuangan negara diatur dengan undang- undang. Selain atas alasan tersebut pengaturan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dalam UU Keuangan Negara adalah untuk mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab. Di samping itu, pengelolaan keuangan negara juga meliputi asas-asas umum antara lain akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara, dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. Adapun dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan negara atas pengelolaan fiskal, salah satu tugas dan fungsi Kementerian Keuangan adalah menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro dan menyusun rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), rancangan perubahan APBN, serta Rancangan Undang-Undang LKPP. B. Penyusunan dan Penetapan APBN Sebagaimana telah diamanatkan dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, Presiden setiap tahun mengajukan rancangan undang-undang APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara kepada DPR untuk ditetapkan menjadi undang-undang. Dalam proses penyusunan APBN dimaksud, Pemerintah berpedoman pada ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara. Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan (fungsi alokasi) dan stabilitas perekonomian (fungsi stabilisasi) serta pemerataan pendapatan (fungsi distribusi) dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Terkait dengan tujuan tersebut untuk mengantisipasi perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang senantiasa diarahkan untuk memenuhi aspek efisiensi dan efektifitas, serta lebih menjamin terwujudnya kesinambungan fiskal dan kesinambungan pembangunan. Sejalan dengan hal tersebut, maka telah dilakukan reformasi sistem penganggaran yang ditandai dengan diimplemantasikannya (1) anggaran
berbagai tujuan tersebut, maka strategi kebijakan fiskal dalam penyusunan dan pelaksanaan Undang-Undang APBN-P Tahun 2011 diarahkan untuk mendukung tiga pilar pembangunan nasional, yaitu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas (pro-growth) , menciptakan dan memperluas lapangan kerja (pro-job) , dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program-program jaring pengaman sosial yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro-poor) . Upaya tersebut dilakukan melalui tiga fungsi utama kebijakan fiskal yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Dalam upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan lebih berkualitas (pro-growth) , dalam APBN-P Tahun 2011 anggaran untuk belanja modal dialokasikan Rp.95,1 triliun untuk menunjang pengembangan serta pembangunan sarana dan prasarana dasar atau infrastruktur, seperti irigasi, transportasi, perumahan, dan sumber daya air, serta sarana-prasarana penunjang kegiatan ekonomi produktif, agar dapat mengatasi berbagai hambatan dan sumbatan yang memacetkan pembangunan infrastruktur, dan dapat mengatasi banyaknya keterlambatan dalam proses pembangunan infrastruktur. Pembangunan sarana dan prasarana irigasi diharapkan dapat meningkatkan layanan irigasi dan infrastruktur sistem irigasi. Upaya tersebut antara lain dilakukan melalui program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya. Program tersebut diharapkan mampu mengoptimalkan tingkat layanan irigasi dan infrastruktur sistem irigasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam APBN 2011 Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 3,3 triliun. Selanjutnya, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, Pemerintah juga berupaya membangun sarana dan prasarana transportasi melalui program peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan. Berbagai program ini diharapkan mampu meningkatkan aksesibilitas wilayah yang sedang dan belum berkembang melalui dukungan pelayanan prasarana jalan yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan transportasi, baik dalam hal kecepatan maupun kenyamanan, khususnya pada koridor-koridor utama di masing-masing pulau, dan wilayah. Terkait dengan program tersebut, dalam APBN 2011, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp.10,6 triliun. Selain itu, untuk
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.07/2016 tentang Pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa. ...
Relevan terhadap
Pemotongan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) dapat dilakukan dalam hal antara lain terdapat:
kelebihan pembayaran atau kelebihan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa, termasuk DBH CHT yang tidak digunakan sesua1 peruntukannya dan/atau tidak dianggarkan kembali pada tahun anggaran berikutnya;
tunggakan pembayaran pinjaman daerah;
tidak dilaksanakannya hibah daerah induk kepada daerah otonomi baru;
daerah yang tidak menganggarkan alokasi dana desa (ADD); dan
pelanggaran kebijakan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
Pembebanan keuangan negara atas biaya yang timbul akibat adanya tun tu tan hukum dan/atau putusan peradilan atas kasus/ sengketa hukum yang melibatkan Pemerintah Daerah. // DISTRIBUSI II - 65 - (2) Penundaan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) dapat dilakukan dalam hal perlu dilakukan kebijakan pengendalian Tran sf er ke Daerah dan Dana Des a oleh Pemerintah, dan/atau pemerintah daerah tidak memenuhi ketentuan, antara lain:
penyampaian Peraturan Daerah mengenai APBD;
penyampaian laporan realisasi APBD semester I;
penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
penyampaian perkiraan belanja operas1 dan belanja modal bulanan;
penyampaian laporan posisi kas bulanan;
penyampaian laporan realisasi anggaran bulanan;
penyaluran dan penyampaian laporan realisasi pembayaran Dana TP Guru PNSD, DTP Guru PNSD, dan TKD PNSD;
penyampaian konfirmasi penerimaan melalui LKT dan LRT;
penyampaian persyaratan penyaluran DBH CHT; J ^. penyampaian laporan pemanfaatan sementara dan penganggaran kembali sisa dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang sudah ditentukan penggunaannya;
penyampaian rekapitulasi pemungutan dan penyetoran ^p ajak penghasilan dan pajak lainnya;
penyampaian data informasi keuangan daerah dan nonkeuangan daerah melalui Sistem Informasi Keuangan Daerah sesuai ketentuan peraturan perundangan;
penyampaian surat komitmen pengalokasian ADD;
penyampaian rencana defisit APBD; dan
penyampaian laporan posisi kumulatif pinjaman daerah. /I DISTRIBUSI II (3) Penghentian penyaluran Transfer ke Daerah clan Dana Desa sebagaimana climaksucl dalam Pasal 92 ayat (1) clapat dilakukan clalam hal, antara lain:
claerah penerima DBH CHT telah 2 (dua) kali diberikan sanksi berupa penundaan penyaluran DBH CHT clalam tahun anggaran berjalan;
Kepala Daerah mengajukan permohonan penghentian penyaluran DAK Fisik kepacla Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, clisertai . clengan surat persetujuan . dari p1mpman kementerian negara/lembaga terkait; clan c. Terclapat kelebihan alokasi DAK Non Fisik kepacla Daerah akibat aclanya lebih salur DAK Non Fisik pada tahun anggaran berjalan berdasarkan rekomendasi menteri atau pimpinan lembaga teknis.
Pemotongan, penunclaan clan/ atau penghentian penyaluran Transfer ke Daerah mempertimbangkan, antara lain, besarnya permintaan pemotongan, pagu alokasi, lebih bayar atau lebih salur Transfer ke Daerah dan Dana Desa, dan kapasitas fiskal daerah yang bersangkutan.
Dalam hal pemotongan clan penunclaan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diusulkan dalam waktu yang bersamaan dan untuk jenis transfer yang sama, KPA BUN Transfer Dana Perimbangan clapat menentukan prioritas pemotongan clan penundaan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Dalam hal penghentian penyaluran DAK Fisik sebagaimana climaksucl pacla ayat (3) huruf b dilakukan sampai clengan tahun anggaran berakhir, maka DAK Fisik yang ditunda penyalurannya tidak dapat disalurkan pada tahun anggaran berikutnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemotongan, penundaan, dan/atau penghentian // DISTRIBUSI II penyaluran Transfer ke Daerah dapatdiatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan . .
Ketentuan mengenai pemotongan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan penundaan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf 1, mulai berlaku pada Tahun Anggaran 20 17.
Ketentuan ayat (1) Pasal 94 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Perumahan dan Kawasan Permukiman
Relevan terhadap
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 7 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) __ menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif sehingga terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang akan terus ada dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia. Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus dimiliki oleh setiap keluarga, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan bagi masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk di perkotaan. Negara juga bertanggung jawab dalam menyediakan dan memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman serta keswadayaan masyarakat. Penyediaan dan kemudahan perolehan rumah tersebut merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang bertumpu pada masyarakat memberikan hak dan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut berperan. Sejalan dengan peran masyarakat di dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk menjadi fasilitator, memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat, serta melakukan penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang terkait, antara lain, tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan komponen, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumber daya manusia, kearifan lokal, serta peraturan perundang-undangan yang mendukung. Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:
memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan utilitas umum secara berkelanjutan serta yang mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia;
ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan;
mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata ruang serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna;
memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan negara; dan
mendorong iklim investasi asing. Sejalan dengan arah kebijakan umum tersebut, penyelenggaraan perumahan dan permukiman, baik di daerah perkotaan yang berpenduduk padat maupun di daerah perdesaan yang ketersediaan lahannya lebih luas perlu diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pengelolaannya. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman tidak hanya melakukan pembangunan baru, tetapi juga melakukan pencegahan serta pembenahan perumahan dan kawasan permukiman yang telah ada dengan melakukan pengembangan, penataan, atau peremajaan lingkungan hunian perkotaan atau perdesaan serta pembangunan kembali terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Untuk itu, penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman perlu dukungan anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan belanja daerah, lembaga pembiayaan, dan/atau swadaya masyarakat. Dalam hal ini, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat perlu melakukan upaya pengembangan sistem pembiayaan perumahan dan permukiman secara menyeluruh dan terpadu. Di samping itu, sebagai bagian dari masyarakat internasional yang turut menandatangani Deklarasi Rio de Janeiro, Indonesia selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diprakarsai oleh United Nations Centre for Human Settlements . Jiwa dan semangat yang tertuang dalam Agenda 21 dan Deklarasi Habitat II adalah bahwa rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan menjadi hak bagi semua orang untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau ( adequate and affordable shelter for all ). Dalam Agenda 21 ditekankan pentingnya rumah sebagai hak asasi manusia. Hal itu telah sesuai pula dengan semangat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengaturan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR, meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di lingkungan hunian perkotaan maupun lingkungan hunian perdesaan, dan menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Penyelenggaraan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, yang meliputi perencanaan perumahan, pembangunan perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian perumahan. Salah satu hal khusus yang diatur dalam undang-undang ini adalah keberpihakan negara terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam kaitan ini, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan. Kemudahan pembangunan dan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah itu, dengan memberikan kemudahan, berupa pembiayaan, pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum, keringanan biaya perizinan, bantuan stimulan, dan insentif fiskal. Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Penyelenggaraan kawasan permukiman tersebut bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim, yang wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan. Undang-undang perumahan dan kawasan permukiman ini juga mencakup pemeliharaan dan perbaikan yang dimaksudkan untuk menjaga fungsi perumahan dan kawasan permukiman agar dapat berfungsi secara baik dan berkelanjutan untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup orang perseorangan yang dilakukan terhadap rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. Di samping itu, juga dilakukan pengaturan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang dilakukan untuk meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat hak setiap warga negara untuk menempati, memiliki, dan/atau menikmati tempat tinggal, yang dilaksanakan sejalan dengan kebijakan penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas.
Tata Cara Penggunaan Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (Ba 999.08). ...
Relevan terhadap
Penggunaan anggaran BA 999.08 jenis belanja lain-lain pos cadangan keperluan mendesak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) digunakan untuk membiayai kegiatan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
memiliki dasar hukum paling rendah ditetapkan oleh Presiden, atau berupa direktif Presiden yang ada di dalam Risalah Sidang Kabinet/Rapat Terbatas Kabinet yang diterbitkan oleh Sekretariat Kabinet;
kegiatan yang diusulkan tidak dapat direncanakan dalam proses penyusunan anggaran kementerian negara/lembaga berkenaan;
dana untuk kegiatan yang diusulkan tidak cukup tersedia dalam DIPA kementerian negara/lembaga berkenaan dan tidak memungkinkan untuk dilakukan realokasi antar program maupun kegiatan;
kegiatan yang diusulkan tidak bersifat rutin; dan
dari sisi waktu atas pelaksanaan kegiatan yang diusulkan, tidak memungkinkan untuk diajukan dalam APBN-Perubahan.
Kriteria kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan untuk keadaan sebagai berikut:
kegiatan yang diusulkan sebagai akibat dari keadaan kahar;
kegiatan yang diusulkan bersifat tidak terduga, namun sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan Pemerintah Pusat;
kegiatan yang diusulkan mempunyai risiko yang besar apabila tidak dipenuhi pada saat kejadian, baik dari segi politik, ekonomi, sosial, dan keamanan; dan/atau
kegiatan yang diusulkan terkait dengan kebijakan Pemerintah Pusat dan harus segera dilaksanakan.