JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12824
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 661 hasil yang relevan dengan "pajak kendaraan bermotor dan anggaran daerah "
Dalam 0.027 detik
Thumbnail
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG | PUTUSAN PENGADILAN
31 P/HUM/2017

Uji materiil terhadap PP 33 tahun 2014 ttg jenis dan tarif atas PNBP yg berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehut ...

    Relevan terhadap

    Pasal 6Tutup

    Ayat 1 : Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:

    g.

    keadilan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 134 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 135 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Penjelasan Pasal 6 Huruf g : Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-Undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara. Sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 42 ayat (2) UU Nomor 41 Tahun 1999 maka pada pokoknya dijelaskan bahwa dalam melakukan penyelenggaraan rehabilitasi hutan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif. Berpedoman pada ketentuan aquo maka penyelenggaraan kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH oleh Termohon I dan Termohon II melalui perumusan dan pembuatan kebijakan dan regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri – in casu Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 – sepatutnya dilaksanakan melalui pendekatan partisipatif dan juga harus mematuhi norma dasar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 Huruf c dan Huruf d dan Pasal 6 Ayat (1) Huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Pembentukan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1) huruf c, Pasal 22 huruf d, huruf q angka 4 dan angka 7 serta huruf r angka 5, dan Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan juga diatur dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) , ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat 2, ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 tidak melalui pendekatan partisipatif dan juga bertentangan dengan asas kesesuaian jenis, hierarki dan materi muatan, asas dapat dilaksanakan, asas keadilan dan asas kejelasan rumusan. Hal ini didasarkan pada argumentasi-argumentasi sebagai berikut:

    1)

    . Dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 hanya mengatur dan mencantumkan secara tegas mengenai rehabilitasi hutan didalam area IPPKH an sich (termasuk reklamasi hutan) dan sebaliknya tidak pernah mengatur secara tegas mengenai adanya norma Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 135 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 136 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 kewajiban penanaman pohon dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH ( Vide Pasal 45 ayat 1 dan ayat 3). Oleh karena itu, maka materi dalam Peraturan Menteri – in casu Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 – sebagai norma pelaksana dari Undang-Undang tidak boleh menyimpang dan bertentangan dengan Undang-Undang ( in casu UU Nomor 41 Tahun 1999 sebagai UU Sektoral yang mengatur secara khusus atau lex specialis tentang Kehutanan) sebagai norma yang lebih tinggi hierarkinya;

    2)

    . Berdasarkan batasan wilayah maka kegiatan rehabilitasi sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 41 Tahun 1999 tersebut sepatutnya direlasikan dan dipahami dengan ketentuan Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999 sehingga rehabilitasi yang dilakukan oleh pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH hanya untuk penggunaan kawasan hutan yang menimbulkan kerusakan hutan secara limitatif, yaitu terbatas hanya untuk kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung (dalam area IPPKH) yang timbul kerusakan sebagai akibat dari digunakan untuk kepentingan pertambangan. Sebaliknya dalam Peraturan Menteri – in casu Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 –menciptakan rumusan norma baru – berupa dimasukkannya norma kewajiban rehabilitasi DAS diluar area IPPKH – yang tidak pernah diatur dan bertentangan serta berbeda dengan esensi dan intepretasi sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 ( Vide ketentuan Pasal 45 ayat 1 dan ayat 3 juncto Pasal 38 ayat 1 dan ayat 3);

    3)

    . Perumusan dan pemberlakuan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH secara sosiologis, tidak mencerminkan dan juga bertentangan dengan asas dapat dilaksanakan dan asas keadilan sebagaimana diatur dalam Ketentuan Pasal 5 Huruf c dan Huruf d serta Ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf g UU Nomor 12 Tahun 2011. Hal ini dapat dilihat dari adanya reaksi dan tanggapan secara sosiologis dari beberapa pelaku usaha bidang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 136 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 137 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 pertambangan melalui Pemohon I dan Pemohon II yang sungguh sangat berkeberatan dengan dikenakannya kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH. konsekuensi dari adanya pengenaan kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH tersebut – yang secara hierarki tidak pernah diatur dan tidak pernah direkognisi serta bertentangan dengan ketentuan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999 – telah menimbulkan tambahan beban finansial ekonomis yang sangat luar biasa yang harus ditanggung oleh para pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH. Adanya tambahan beban tersebut – berupa kewajiban penanaman dalam rangka rehabiltasi DAS dan adanya multi pungutan yang salah satunya bersifat imajiner dan liar yang bernama PNBP – tentunya menimbulkan biaya operasional tambahan bagi pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH yang berakibat menimbulkan kerugian yang sangat signifikan sehingga berpotensi dapat mengganggu keberlanjutan/kelanjutan kegiatan usaha bagi pelaku usaha pemegang IPPKH. Hal ini sebagaimana pernah dikemukakan oleh Para Pemohon melalui korespondensi tertulis yang ditujukan kepada Para Termohon dalam rangka Pembentukan Dan Penyusunan Peraturan Pemerintah Tentang Penanaman Dalam Rangka Rehabilitasi DAS (vide Bukti P-10G, Bukti P-10H, Bukti P-10I, Bukti P-10J, Bukti P-10K, Bukti P-10L dan Bukti P-10M).

    4)

    . Dimunculkannya rumusan norma baru tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH dalam bentuk Peraturan Menteri – in casu Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 – merupakan rumusan yang tidak jelas karena secara hierarki dan jenis serta materi muatan, rumusan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH tidak pernah diatur dan juga tidak pernah dicantumkan secara tegas (eksplisit) dalam rumusan norma dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 ( Vide Pasal 45 ayat 1 dan ayat 3,) sehingga menimbulkan intepretasi yang berbeda dan bertentang dengan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 137 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 138 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 esensi dan intepretasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ketentuan Pasal 45 ayat 1 dan ayat 3 juncto Pasal 38 ayat 1 dan ayat 3 uu Nomor 41 Tahun 1999; Berdasarkan argumentasi-argumentasi tersebut diatas maka pencantuman dan pemberlakuan norma kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH dalam bentuk Peraturan Pemerintah merupakan bentuk penyelundupan norma yang mengingkari dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (3), ketentuan Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999 dan ketentuan Pasal 5 huruf c,huruf d dan huruf f serta Pasal 6 ayat (1) huruf g, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011; Oleh karena itu, ketentuan Pasal 19 ayat (1) huruf c, Pasal 22 huruf d, huruf q angka 4 dan angka 7 serta huruf r angka 5 dan Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan juga diatur dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) , ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat 2, ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 Dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 sangat beralasan secara hukum untuk dapat dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum; V. PETITUM PERMOHONAN. Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana yang dikemukakan di atas oleh Para Pemohon, maka Para Pemohon memohon kepada Yang Terhormat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia casu quo Yang Terhormat Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia yang memeriksa dan mengadili permohonan hak uji materiil ( judicial review ) aquo , agar berkenan kiranya untuk memberikan putusan sebagai berikut:

    1.

    Menerima dan mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon I dan Pemohon II (Para Pemohon) untuk seluruhnya;

    2.

    Menyatakan ketentuan Pasal 1 ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 berikut Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 138 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 139 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Berlaku Pada Kementerian Kehutanan Angka 1, Angka 2 dan Angka 3 bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

    3.

    Menyatakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) huruf a dan huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi yaitu Undang- Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

    4.

    Menyatakan ketentuan Pasal 6 Ayat (2) Huruf b dan Ketentuan Pasal 15 Ayat (1) Huruf b dan Huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan Bertentangan Dengan Peraturan Perundang- Undangan Yang Lebih Tinggi Yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

    5.

    Menyatakan ketentuan Pasal 5 Ayat (2) Huruf b Angka 1, Pasal 19 Ayat (1) Huruf c dan Huruf d, Pasal 22 Huruf d, Huruf e, Huruf q Angka 4 dan Angka 7, Huruf r Angka 4 dan Angka 5, dan Pasal 47 Ayat (1) Huruf a dan Ayat (2) Huruf b dan Huruf c Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan bertentangan dengan Peraturan Perundang- Undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 139 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 140 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Kehutanan Dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

    6.

    Menyatakan ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

    7.

    Menyatakan ketentuan Pasal 1 ayat 2, ayat 3 dan ayat 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 berikut Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan Angka 1, Angka 2 dan Angka 3 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;

    8.

    Menyatakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Huruf a dan Huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;

    9.

    Menyatakan ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf b dan Ketentuan Pasal 15 ayat (1) huruf b dan huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;

    10.

    Menyatakan ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf c dan huruf d, Pasal 22 huruf d, huruf e, huruf q angka 4 dan angka 7, huruf r angka 4 dan angka 5, dan Pasal 47 ayat (1) Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 140 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 141 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 huruf a dan ayat (2) huruf b dann huruf c Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;

    11.

    Menyatakan ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 Tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;

    12.

    Memerintahkan kepada Termohon I ( in casu Presiden Republik Indonesia) mencabut Ketentuan Pasal 1 ayat 2, ayat 3 dan ayat 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 berikut Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan Angka 1, Angka 2 dan Angka 3; Dan Ketentuan Pasal 21 ayat (1) huruf a dan huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan Termasuk Ketentuan Pasal 6 Ayat (2) Huruf b dan Ketentuan Pasal 15 ayat (1) huruf b dan huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan;

    13.

    Memerintahkan kepada Termohon II ( in casu Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republk Indonesia) mencabut Ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf c dan huruf d, Pasal 22 huruf d, huruf e, huruf q angka 4 dan angka 7, huruf r angka 4 dan angka 5 dan Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b dan huruf c Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 dan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 141 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 142 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/ Kum.1/11/2016;

    14.

    Memerintahkan Panitera Mahkamah Agung Republik Indonesia mencantumkan petikan putusan ini dalam Berita Negara dan dipublikasikan atas biaya negara;

    15.

    Menghukum Termohon I dan Termohon II untuk membayar biaya perkara. ATAU, Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia yang memeriksa dan mengadili permohonan hak uji materiil ( judicial review ) aquo berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya ( Ex Aequo Et Bono ). Menimbang, bahwa untuk mendukung dalil-dalil permohonannya, Pemohon telah mengajukan surat-surat bukti, yaitu sebagai berikut: No. Kode KETERANGAN 1. P-1A Akta Pernyataan Keputusan Rapat Musyawarah Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (Indonesian Coal Mining Association) Nomor 7 tertanggal 6 Mei 2015; P-1B Kartu Tanda Penduduk Nomor 3171061705790002 atas nama Pandu Patria Sjahrir P-1C Akta Pernyatan Keputusan Rapat Badan Pengurus Perkumpulan Asosiasi Pertambangan Indonesia (Indonesian Mining Association) Nomor 39 tertanggal 22 Desember 2016 P-1D Kartu Tanda Penduduk Nomor 3276020109650010 atas nama Maringan M.I.H. Hutabarat.

    2.

    P-2A Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Pener i maan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan Berikut Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Angka 1 , Angka 2, Angka 3 yang ditetapkan di Jakarta pada tangga l 16 Me i 2014 - vide Ketentuan Pasal 1 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) termasuk Lampiran Angka 1, Angka 2 dan Angka 3 Peraturan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 142 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 143 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 20 1 4 P-2B Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 201 0 tentang Penggunaan Kawasan Hutan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Februari 2010 - vide Ketentuan Pasal 21 Ayat (1) Huruf a dan Huruf b P-2C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomo r 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Desember 2015 - vide Ketentuan Pasal 6 ayat 2 huruf b, Pasal 15 ayat (1) huruf b dan huruf c 3. P-3A Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan berikut lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P . 50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Te n tan g Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Juni 2016 - vide Ketentuan Pasal 5 ayat (2) huru f b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf c dan huruf d, Pasal 22 huruf d, huruf e, huruf q angka 4 dan angka 7, huruf r angka 4 dan angka 5, dan Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b dan huruf c P-3B Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 Tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai Beriku t Lampiran Angka Romawi I Sampai Dengan Lampiran Angka Romawi VIII yang ditetapkan di Jakarta pada tangga l 22 November 2016 vide Ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) , Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) , Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) 4. P-4A Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 - vide Pasal 23A P-4B Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung - vide Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) P-4C Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman - vide Pasal 20 Ayat (2) Huruf b dan ketentuan Pasa i 20 Ayat (3) P-4D Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung - vide Pasal 31A Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) P-4E Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil - vide Pasal 1 ayat (1) 5. P-5A Akta Anggaran Dasar APBI-ICMA Asosiasi Pertambanga n Batubara Indonesia (Indonesian Coal Mining Association ) N omor 01 tanggal 22 Maret 2007 yang dibuat oleh dan dihadapan Notar i s Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 143 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 144 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Ratih Gondo Kusumo, S.H. P-5B Akta Pernyataan Keputusan Musyawarah Anggota A sos i as i Pertambangan Batubara Indonesia ( APBI-ICMA) I ndonesian C oa l Mining Association Nomor 20 tanggal 22 Juni 2009 6. P-6A Akta Perubahan Akta Pendir i an Perkumpu l an A sosia si Pertambangan Indonesia (Indonesian Mining A ssoc i ation ) N o m o r 1 7 t anggal 17 Juni 2011 yang dibuat o l eh dan dihadapa n Nota ri s Ratih Gondokusumo Siswono, S . H. P-6B Akta Anggaran Rumah Tangga Asosiasi Pertambangan In do n esia ( Indonesian Mining Association) Nomor 1 8 tangga l 1 7 Juni 2011 yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris Ratih Gondokusumo Siswono, S.H .;

    7.

    P-7 Undang-Undang Nomor 1 2 T ahun 20 11 t en t ang Pemben t uka n Peratu r an Perundang - undangan - vide Pasa l 3 , Pasa l 5 H u ruf c da n Huruf d , dan Penje l asan Pasal 5 Hur u f c da n Huruf d, Ketentua n Pasa l 6 Aya t (1) Hur u f g dan Penjelasan P asa l 6 A y a t (1) H uruf g , d a n P asa l 1 2.

    8.

    P-8 Peraturan Menteri L i ngkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia P.27/Menlhk/Setjen/Keu-1/2/2016 Tahun 2016 tentang Pedoman Tata Cara Pengurusan Piutang Negara dari Penerimaan Negara Bukan Pajak Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ("PERMEN LHK RI Nomor P.27/Menlhk/Setjen/Keu- 1/212016 "). 9. P-9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK . 06/2007 Tentang Pengurusan Piutang Negara; Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 88/PMK . 06/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 128/PMK . 06/2007 Tentang Pengurusan Piutang Negara; Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 163/PMK . 06/2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 128/PMK.06/2007 Tentang Pengurusan Piutang Negara; dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 21/PMK . 06/2016 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1 28/PMK . 06/2007 Tentang Pengurusan Piutang Negara.

    10.

    P-10A P-10B P-10C Surat Nomor 187/APBI-ICMA/V/2007, tertanggal 23 Mei 2007 perihal PNBP Kehutanan Surat Nomor 549/APBI-ICMA/XII/2012, tertanggal 18 Desember 2012, perihal RPP Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Penggunaan Kawasan Hutan; Surat Nomor 040/API/IMA/IV/2014 dan Nomor 138/APBI- I CMA/IV/2014, tertanggal 22 April 2014, perihal Tanggapan API-IMA dan APBI-ICMA Terhadap Rencana Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 144 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 145 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 P-10D P-10E P-10F P-10G P-10H P-10I P-10J P-10K P-10L Surat Nomor 330/APBI-ICMA/VIII/2014 tertanggal 26 Agustus 2014, Perihal Implikasi Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Diluar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan; Surat Nomor 331/APBI-ICMA/VIII/2014, tertanggal 27 Agustus 2014, Perihal Implikasi Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan; Surat Nomor 019/APBI-ICMA/III/2015 dan Nomor 056/API- IMA/III/2015 tertanggal 31 Maret 2015 Tentang Permohonan Peninjauan Kembali PP Nomor 24 Tahun 2010 dan PP Nomor 33 Tahun 2014; Surat Nomor 349/APBI-ICMA/VIII/2014 tertanggal 28 Agustus 2014 Perihal Permohonan Pembatalan Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Jenis Tarif dan Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Sektor Kehutanan; Surat Nomor 030/APBI-ICMA/V/2015, tertanggal 25 Mei 2015 , Perihal Permohonan Peninjauan Kembali Peraturan Menteri Kehutanan No.P.16/Menhut-II tanggal 20 Maret 2014 dan No.P.87/Menhut- II/2014 tanggal 29 September 2014; Surat Nomor 035/APBI-ICMA/VI/2015, tertanggal 26 Juni 2015 , Perihal Masukan Terhadap Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan hutan; Surat Nomor 001/APBI-ICMA/I/2016, tertanggal 11 J anuar i 2016, Perihal Permohonan Pembahasan Kembali Revisi Rancangan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan; Surat Nomor 030/APBI-ICMA/IX/2016, tertanggal 7 September 2016 , Perihal Tanggapan Terhadap Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. No.P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang 'I Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan ("Permenlhk P.50/2016”) Surat Nomor 146/API/IMA/XII/2016, Nomor 037/APBI-ICMA/XII/2014 , Tertanggal 19 Desember 2016, Perihal Permohonan Dukungan Penye!esaian Hambatan Dalam Pelaksanaan Kewajiban Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 145 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 146 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 P-10M Surat Nomor 006/API-IMA/II/2017 dan Nomor 017/APBI- ICMA/II/2017, tertanggal 27 Februari 2017, Perihal Permohonan Dukungan Penyelesaian Hambatan Dalam Pelaksanaan Kewajiban Rehabilitasi DAS Bagi Pemegang IPPKH .

    11.

    P-11A P-11B P-11C P-11D Artikel Online - Royalti Naik, Perusahaan Batu Bara Terancam Bangkrut Dipublikasikan tanggal 1 Juli 2015 Sumber : https: //ekbis.sindonews.com/read/1019004/34/royalti-naik- perusahaan-batu-bara-terancam-bangkrut- 1435744806 Artikel Online - Terdampak Krisis Global, Perusahaan Tambang Tutup Dipublikasikan tanggal11 Febuari 2016 Sumber : http: //www.borneonews.co.id/berita/28470-terdampak- krisis- global-perusahaan-tambang-tutup Artikel Online - Batubara Terjun Royalti Turun Dipublikasi tanggal 09 Agustus 2015 Sumber : http: //www.gresnews.com/berita/ekonomi/9098-batubara- terjun-royalti-turun/3/ Artikel Online - Tambang Batu Bara, Awal Kloter Gulung Tikar Dipublikasikan tanggal 29 Febuar i 2016 Sumber : http: //majalahpeluang.com/tambangbatu-bara-awal- Kloter-gulung-tikar/ 12. P-12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak - vide Pasal 2 Ayat (2) dan Penjelasan Pasal 2 Ayat (2) , Pasal 3 Ayat (1) dan Ayat (2) serta Penjelasan Pasal 3 Aya t (1) dan Aya t (2). 13 P-13 Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1991 tentang Kehutanan - vide Pasal 38 Ayat (1) dan Ayat (3) dan Penjelasan Pasal 38 Ayat (1) dan Ayat (3), Pasal 42 Ayat (2) dan Ayat (3) dan Pasal 45 Ayat (1) dan Ayat (2). Menimbang, bahwa permohonan keberatan hak uji materiil tersebut telah disampaikan kepada Termohon pada tanggal 25 April 2017 berdasarkan Surat Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor 31/PER- PSG/IV/31 P/HUM/2017 , Tanggal 25 April 2017 _; _ Menimbang, bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Para Termohon telah mengajukan jawaban tanggal 21 Juni 2017, yang pada pokoknya sebagai berikut; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 146 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 147 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 I. POKOK-POKOK PERMOHONAN PEMOHON A. UJI MATERIIL TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH Bahwa pada intinya Para Pemohon mengajukan uji materi terkait ketentuan dalam PP a quo yang menyangkut:

    1.

    Ketentuan yang berkaitan dengan Pembayaran PNBP dalam PP a quo (PP 33/2014, PP 24/2010, dan PP 105/2015):

    a.

    Bahwa pengenaan dan pemberlakuan norma tentang pengenaan PNBP atas penggunaan seluruh area kawasan hutan yang dipinjampakaikan dan seluruh area perjanjian pinjam pakai kawasan hutan khususnya dalam rangka kegiatan pertambangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2), ayat (3) dan (5) dan Lampiran PP 33/2014, Pasal 21 ayat (1) huruf a PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf b PP 105/2015, merupakan jenis pungutan lain yang bersifat memaksa dan dapat ditagih secara memaksa yang pengaturannya harus diatur dalam bentuk UU dan bukan dengan PP, sehingga bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 dan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) UU PNBP dan Pasal 5 huruf c, d serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011.

    b.

    Pasal a quo juga bertentangan dengan UU 41/1999 yang merupakan lex spesialis tentang kehutanan tersebut tidak pernah diatur dan disebutkan secara jelas dan tegas mengenai adanya PNBP atas penggunaan pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan (kegiatan non-kehutanan). Menurut Para Pemohon, UU 41/1999 tidak pernah mengatur pengenaan PNBP kepada pelaku usaha di bidang pertambangan selaku pemegang IPPKH (Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) atas timbulnya kerusakan terhadap seluruh kawasan hutan yang dipinjampakaikan, namun hanya mengatur mengenai rekognisi adanya kewajiban yang terbatas pada kawasan yang nyata telah timbul kerusakan ( limitatif ) berupa melakukan reklamasi dan rehabilitasi serta membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku usaha dengan adanya tambahan beban ekonomi terhadap adanya pungutan PNBP yang imajiner, liar, serta multi pungutan. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 147 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 148 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 2. Ketentuan yang berkaitan dengan kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) pada Pasal 21 ayat (1) huruf b PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf c PP 105/2015, bertentangan dengan bertentangan dengan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (3) jo. Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3) UU Kehutanan dan Pasal 5 huruf c, d, f serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011, karena rumusan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS di luar area IPPKH tidak diatur dan dicantumkan secara tegas dalam UU Kehutanan sehingga pemberlakuan norma kewajiban tersebut dalam bentuk PP merupakan bentuk penyelundupan norma. Dalam UU Kehutanan hanya mengatur mengenai rehabilitasi hutan di dalam area IPPKH an sich (termasuk reklamasi hutan). B. UJI MATERIIL TERHADAP PERATURAN MENTERI Bahwa Para Pemohon mengajukan uji materi terkait ketentuan dalam Permen a quo yaitu sebagai berikut:

    1.

    Pasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf d, Pasal 22 huruf e dan r angka 4, Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf c Permen LHK 50/2016 yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945, UU PNBP, UU Kehutanan, dan UU 12/2011;

    2.

    Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38, Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Permenlhk 89/2016yang dianggap bertentangan dengan UU Kehutanan dan UU 12/2011. Menurut Para Pemohon pada intinya menganggap kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS)di luar areal IPPKH bagi pemegang IPPKH dalam ketentuan Permen a quo harus berpedoman pada UU Kehutanan, sehingga ketentuan a quo bertentangan dengan UU Kehutanan dan juga UU 12/2011. Sehingga Para Pemohon mohon agar PP a quo dan Permen a quo dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku untuk umum. II. TENTANG KEDUDUKAN HUKUM ( LEGAL STANDING) PARA PEMOHON Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 148 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 149 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Berkenaan dengan legal standing ( persona standi in judicio ) dan kepentingan hukum Para Pemohon dalam perkara aquo , Termohon menyampaikan penjelasan sebagai berikut: PARA PEMOHON TIDAK MEMPUNYAI KEDUDUKAN HUKUM ( LEGAL STANDING ) UNTUK MENGUJI KETENTUAN PASAL 1 AYAT (2), AYAT (3) DAN (5) DAN LAMPIRAN PP 33 TAHUN 2014, PASAL 21 AYAT (1) HURUF aPP 24TAHUN 2010, PASAL 6 AYAT (2) HURUF b ANGKA 1 DAN PASAL 15 AYAT (1) HURUF B PP 105/2015 DAN PASAL 5 AYAT (2) HURUF b ANGKA 1, PASAL 19 AYAT (1) HURUF d, PASAL 22 HURUF e DAN r ANGKA 4, PASAL 47 AYAT (1) HURUF a DAN AYAT (2) HURUF c PERMEN LHK 50/2016; PASAL 15 AYAT (1), AYAT (2), DAN AYAT (3), PASAL 28 AYAT (1), AYAT (2), DAN AYAT (3), DAN AYAT (4), PASAL 30 AYAT (1) DAN AYAT (2), PASAL 38, PASAL 39 AYAT (1) DAN AYAT (2) PERMENLHK 89/2016 Bahwa ketentuan Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang berbunyi: “Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang...” Bahwa ketentuan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil, berbunyi: “Pemohon keberatan adalah kelompok masyarakat atau perorangan yang mengajukan permohonan keberatan kepada Mahkamah Agung atas berlakunya suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah dari undang-undang”. Ketentuan tersebut mensyaratkan bahwa permohonan keberatan uji materiil hanya dapat diajukan oleh pihak-pihak yang tepat dan adanya kerugian langsung yang diderita oleh pihak-pihak tersebut,dan benar- benar diakibatkan karena berlakunya peraturan perundang-undangan yang dimohonkan uji materi tersebut. Menurut Termohon, Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum didasarkan sebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 149 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 150 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 1. Bahwa dalam permohonannya Para Pemohon tidak menguraikan secara spesifik/jelas kedudukan hukumnya apakah sebagai “kelompok masyarakat atau perorangan” sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011.

    2.

    Apabila menyimak pernyataan Para Pemohon ( vide halaman 1 Permohonan Para Pemohon), yang menyatakan bahwa Para Pemohon adalah Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia- Indonesian Coal Mining Association (APBI-ICMA) dan Asosiasi Pertambangan Indonesia- Indonesian Mining Association (API-IMA) yang didirikan berdasarkan akta notaris dan dalam Permohonan ini diwakili oleh Ketuanya, maka menurut Termohon, pernyataan tersebut tidak memberikan kejelasan mengenai status kedudukan hukum Para Pemohon, apakah kedudukan Para Pemohon sebagai sebuah asosiasi atau organisasi, apakah asosiasi atau organisasi tesebut telah terdaftar sebagai suatu badan hukum atau tidak, apakah badan hukum tersebut berbentuk perkumpulan atau berbentuk yayasan, dan apakah badan hukum tersebut telah disahkan menurut hukum oleh pihak Kementerian Hukum dan HAM RI. Hal-hal tersebutlah yang tidak terurai/dijelaskan oleh Para Pemohon dalam permohonannya, sehingga menimbulkan ketidakjelasan permohonan.

    3.

    Menurut Termohon, terkait dengan adanya kerugian langsung yang diderita oleh Para Pemohon yang diakibatkan karena berlakunya peraturan perundang-undangan yang dimohonkan uji materi tersebut, Termohon sama sekali tidak melihat adanya kerugian tersebut. Hal ini didasarkan pada pernyataan Para Pemohon dalam permohonannya ( vide angka 10 halaman 7 permohonan Para Pemohon), yang menyatakan “berlakunya ketentuan - ketentuan a quo dan Permen a quo telah merugikan hak anggota-anggota Para Pemohon khususnya terkait dengan beban pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan kewajiban penanaman dalam rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS)”. Menurut Termohon kerugian yang dialami tersebut bukan merupakan kerugian yang diderita Para Pemohon melainkan anggapan kerugian dari anggota-anggota Para Pemohon. Mekanisme yang dimiliki oleh Para Pemohon untuk menyelesaikan suatu persoalan/permasalahan-permasalahan, termasuk masalah Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 150 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 151 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 PNBP dan kewajiban penanaman dalam rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS)yang dihadapi anggota-anggota Para Pemohon, adalah dengan cara “memberikan kepada pemerintah saran-saran yang penting mengenai masalah-masalah industri pertambangan serta komunikasi dan konsultasi dengan Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah industri pertambangan batubara ” bukan dengan cara mengajukan judicial review. Hal ini merujuk pada pernyataan Para Pemohon mengenai maksud dan tujuan didirikannya Asosiasi Pertambangan Indonesia- Indonesia Mining Association yang dibentuk tanggal 26 Januari 1988 ( vide angka 9 halaman 7 permohonan Para Pemohon) dan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia- Indonesian Coal Mining Association yang dibentuk tanggal 22 Maret 2007 ( vide angka 8 halaman 6 permohonan Para Pemohon) yaitu: membantu Pemerintah di dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk menggalakkan perkembangan industri pertambangan dan untuk memanfaatkan keterangan-keterangan yang tidak bersifat rahasia dan tidak merupakan hak milik guna memajukan eksplorasi penambangan, pemurnian hasil-hasil tambang serta aspek-aspek yang bertalian dengan metalurgi di Indonesia, memberikan saran-saran untuk industri pertambangan di Indonesia dan meningkatkan kesadaran dan pengertian atas masalah-masalah penting (kritis) yang menyangkut industri pertambangan seutuhnya, memberikan kepada pemerintah saran-saran yang penting mengenai masalah-masalah industri pertambangan, menyebarkan secara luas keterangan mengenai kebijakan dan peraturan-peraturan pemerintah kepada-anggota dan menyebar-luaskan citra positif mengenai usaha pertambangan kepada khalayak umum. Didalam anggaran dasar Para Pemohon tidak tercantum pasal yang menyatakan bahwa Para Pemohon mewakili kepentingan anggotanya didalam maupun diluar pengadilan, sehingga jika terdapat kerugian oleh para anggota Pemohon terkait berlakunya suatu ketentuan maka yang seharusnya mengajukan gugatan hukum/permohonan uji materi ke pengadilan adalah anggota-anggota Para Pemohon yang kepentingannya dirugikan, mengingat tidak semua perusahaan pertambangan menjadi anggota Para Pemohon. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 151 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 152 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Bahwa Para Pemohon pernah mengajukan uji materi terhadap Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (3) huruf a dan Pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014, dan telah diputus oleh Mahkamah Agung dengan putusan No. 16P/HUM/2015 pada tanggal 8 Desember 2015 dengan amar putusan permohonan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima (NO)( vide Bukti T-1). Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung tersebut, maka Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) dalam pengajuan permohonan HUM atas perkara tersebut. Berdasarkan uraian tersebut di atas, adalah tepat jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Agung menyatakan Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) dan karenanya permohonan Para Pemohon wajib dinyatakan tidak dapat diterima ( NIET ONVANKELIJK VERKLAARD) . III. LATAR BELAKANG TERBITNYA PERATURAN PEMERINTAH A QUO DAN PERATURAN MENTERI A QUO Sebelum Termohon memberikan tanggapan atas permohonan Para Pemohon, Termohon akan menyampaikan landasan filosofi sebagai berikut:

    1.

    Latar Belakang Terbitnya Norma Kewajiban Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan Sebagaimana Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014, Pasal 21 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010, Pasal 6 Ayat (2) Huruf b Angka 1 dan Pasal 15 Ayat (1) Huruf B, Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2015 sertaPasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf d, Pasal 22 huruf e dan r angka 4, Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf c Peraturan Menteri LHK Nomor 50/2016; Bahwa hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya wajib disyukuri. Karunia yang diberikan-Nya, dipandang sebagai amanah, karenanya hutan harus diurus dan dimanfaatkan dengan akhlak mulia dalam rangka beribadah, sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 152 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 153 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Maha Esa. Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mewajibkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan berkelanjutan. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan dengan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung-gugat. Hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, keberadaannya harus dipertahankan secara optimal dengan luasan yang cukup dan dijaga agar daya dukungnya tetap lestari. Pembangunan kehutanan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang tidak terpisahkan sehingga harus selaras dengan dinamika pembangunan nasional. Penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Penggunaan kawasan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 153 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 154 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 hutan tersebut dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Salah satu kegiatan penggunaan kawasan hutan diluar kegiatan kehutanan adalah kegiatan pertambangan melalui pinjam pakai kawasan hutan. Pada prinsipnya bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945). Bahwa para pelaku usaha telah diberikan kesempatan untuk mengambil keuntungan atas sumber daya alam (hutan) yang seharusnya menjadi kekuasaan dari negara untuk mewujudkan kemakmuran rakyat,sehingga negara harus memperoleh kompensasi atas hilangnya sumber daya alam tersebut untuk dikembalikan kepada masyarakat. Salah satu bentuk kompensasi tersebut adalah membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak kepada Negara. Untuk mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak guna menunjang pembangunan nasional, Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada Kementerian Kehutanan sebagai salah satu sumber penerimaan Negara, perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Kementerian Kehutanan telah memiliki tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada Kementerian Kehutanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Departemen Kehutanan. Namun untuk pengendalian penggunaan kawasan hutan guna menunjang pembangunan di luar kegiatan kehutanan serta untuk melakukan penyesuaian jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 154 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 155 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 kehutanan yang berlaku pada Kementerian Kehutanan, perlu mengenakan tarif terhadap seluruh area penggunaan kawasan hutan dan mengatur kembali jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan pajak yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada Kementerian Kehutanan dengan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Pemerintah perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan. Keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 menjadi penting ( conditio sine qua non ) karena dikeluarkan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

    2.

    Latar Belakang Terbitnya Kewajiban Penanaman Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagaimana diatur dalam Permen LHK 89/2016 a. Hutan adalah kekayaan negara yang rentan (daya dukung dan daya tampung terbatas), yang dapat dimanfaatkan tidak melebihi kemampuannya, sehingga harus dikembalikan kondisinya pada kondisi semula. Aktivitas penambangan mengeksploitasi secara besar sumber daya hutan yang ada, sehingga mustahil untuk mengembalikan sumber daya hutan sama persis seperti kondisi semula. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 155 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 156 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 b. Jika sumber daya hutan yang telah dieksploitasi tidak dapat dikembalikan seperti kondisi semula, maka Pemerintah wajib mengatur lebih lanjut secara optimal untuk mengurangi dampak- dampak yang ditimbulkannya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mewajibkan pemegang IPPKH untuk melaksanakan Reklamasi dan/atau Rehabilitasi DAS.

    c.

    Rehabilitasi Hutan dan Lahan (yang selanjutnya disingkat RHL) adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan.

    d.

    Dalam ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, Pasal 21 ayat (1) huruf b PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf c PP 105/2015, Pasal 5 ayat 2 huruf b angka 1 PermenLHK No. 50/2015,disebutkan bahwa setiap penggunaan kawasan hutan/pemegang IPPKH wajib melaksanakan Reklamasi dan/atau Rehabilitasi. Reklamasi dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi areal yang dilakukan eksploitasi agar pulih kembali (tidak mungkin pulih kembali seperti kondisi semula). Mengingat kegiatan reklamasi oleh pemegang IPPKH tidak dapat memulihkan kembali hutan pada kondisi semula, untuk itu Pemerintah mewajibkan juga Rehabilitasi DAS di luar lokasi. Selain itu rehabilitasi DAS diluar areal izin dimaksudkan untuk mengganti kerusakan lingkungan yang bersifat permanen dan tidak dapat dipulihkan kembali pada areal izin serta untuk mengganti kerusakan lingkungan pada area sekitar lokasi yang terkena dampak akibat kegiatan IPPKH tersebut. Sebagai Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 156 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 157 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 contoh pada area IPPKH tambang emas limbah pengolahannya akan mencemari tidak hanya pada lokasi izin akan tetapi sampai di luar areal izinnya. Akibat penambangan terhadap hutan telah menimbulkan dampak sebagai berikut:

    1)

    Kerusakan struktur hutan yang menyebabkan hilangnya kemampuan hutan untuk mempertahankan fungsi dan stabilitas hutan.

    2)

    Hilangnya keanekaragaman flora dan fauna, karena terjadi peluang kepunahan beberapa jenis terutama jenis yang langka.

    3)

    Kerusakan bentang lahan dan rusaknya fungsi hidroorologis akibat banyaknya lubang-lubang galian bekas tambang yang ditinggalkan menjadi kolam-kolam.

    4)

    Hilangnya top soil yang menyebabkan hilangnya kesuburan tanah bahkan sampai kebatuan induk. Pengembalian kesuburan tanah diperlukan puluhan bahkan tahunan.

    5)

    Meningkatnya suhu udara disekitar-sekitar.

    6)

    Terjadinya pencemaran air.

    7)

    Terjadinya kerusakan ekosistem. Sebagaimana pendapat ahli Prof. Dr. Ir. Djoko Marsono, Pakar Bidang Ekologi Sumberdaya Hutan UGM ( vide bukti T-3) Penanaman rehabilitasi DAS merupakan salah satu kewajiban pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) baik pemegang IPPKH tambang maupun non tambang. IPPKH untuk kegiatan pertambangan mengubah bentang alam, mengubah hutan alam menjadi hutan tanaman sehingga mengakibatkan keanekaragaman hayati di Indonesia berkurang, sedangkan IPPKH untuk kegiatan non pertambangan tidak mengubah bentang alam. Kegiatan yang ditimbulkan oleh IPPKH untuk pertambangan pada umumnya menimbulkan kerusakan kawasan hutan lebih besar dibandingkan kerusakan yang ditimbulkan oleh IPPKH untuk non pertambangan. Berdasarkan data bulan Mei tahun 2017 di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terdapat 717 IPPKH yang berkewajiban melakukan penanaman rehabilitasi DAS terdiri atas 573 IPPKH Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 157 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 158 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 untuk kegiatan pertambangan dan 144 IPPKH untuk kegiatan non pertambangan. Dari 573 IPPKH untuk kegiatan pertambangan, 52 IPPKH telah melakukan penanaman dan dari 144 IPPKH untuk kegiatan non pertambangan, 10 IPPKH telah melakukan penanaman.Alangkah tidak adilnya jika pemegang IPPPKH untuk pertambangan yang telah melakukan kerusakan lebih besar justru tidak mau melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS ( vide bukti T-.2). Bahwa penerbitan ketentuan kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS sebagaimana diatur dalam objek permohonan HUM a quo sudah memperhatikan aspek sosiologis dan yuridis sebagaimana dimaksud UU No. 12/2011, yaitu:

    1.

    Aspek Sosiologis Bahwa penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS merupakan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan sebagai upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung perlindungan sistem penyangga kehidupan tetap terjaga (vide penjelasan umum PP Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan). Dalam konteks pengelolaan DAS, apabila terjadi kerusakan pada suatu tempat akan berpengaruh pada tempat yang lain dalam suatu daerah aliran sungai. Dengan demikian, kegiatan IPPKH pertambangan dalam satu DAS pada suatu tempat akan berpengaruh di tempat yang lain. Apabila terjadi kerusakan di areal pertambangan, areal di luar areal pertambangan juga akan ikut rusak, sehingga perlu dilakukan reklamasi dan/atau rehabilitasi.

    2.

    Aspek Yuridis Bahwa kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS sebagaimana diatur dalam objek permohonan HUM a quo merupakan pelaksanaan atas peraturan diatasnya yaitu UU No. 41/1999 yaitu: Pasal 45 Ayat (1), (2), dan (4): Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 158 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 159 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 (1) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) yang mengakibatkan kerusakan hutan, wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan pemerintah.

    (2)

    Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan, wajib dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan.

    (4)

    Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dengan demikian ketentuan dalam objek permohonan a quo yang mewajibkan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS bagi Pemegang IPPKH yang dilakukan diluar areal IPPKH secara hukum tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. IV. JAWABAN TERMOHON TERHADAP POKOK PERMOHONAN PARA PEMOHON 1. Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan: Bahwa pengenaan dan pemberlakuan norma tentang pengenaan PNBP atas penggunaan seluruh area kawasan hutan yang dipinjam pakaikan dan seluruh area perjanjian pinjam pakai kawasan hutan khususnya dalam rangka kegiatan pertambangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2), ayat (3) dan (5) dan Lampiran PP 33/2014, Pasal 21 ayat (1) huruf a PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf b PP 105/2015, merupakan jenis pungutan lain yang bersifat memaksa dan dapat ditagih secara memaksa yang pengaturannya harus diatur dalam bentuk UU dan bukan dengan PP, sehingga bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 dan Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU PNBP dan Pasal 5 huruf c, d serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011 (halaman 16). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 159 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 160 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 a. Bahwa UU PNBP sebagai pelaksanaan dari amanat Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”, telah mengatur Penerimaan Negara Bukan Pajak ke dalam beberapa kelompok jenis PNBP sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UU PNBP. Untuk mengantisipasi adanya potensi dari Penerimaan Negara yang bisa menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak, maka selain jenis kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU PNBP, juga diatur mengenai jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak lainnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah ( vide Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) UU PNBP).

    b.

    Bahwa UU PNBP dibentuk pada tahun 1997, sedangkan potensi jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum dapat teridentifikasi sangatlah banyak, dan mengingat penetapan tarif perlu mengikuti perubahan ekonomi yang sangat dinamis, sehingga perlu penyesuaian dan tidak mungkin semua diatur dalam Undang-Undang, oleh karena itu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah ( vide Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) UU PNBP).

    c.

    Bahwa adapun jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah juga harus dikemukakan kepada Dewan Perwakilan Rakyat RI untuk dibahas dan disusun dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( vide Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PNBP).

    d.

    Dalam Hukum Tata Negara, dikenal adanya teori “ Delegatie van Recht Geven” yaitu delegasi yang diberikan oleh perundang- undangan. Bahwa delegasi tersebut dimungkinkan dalam Undang-Undang disebabkan undang-undang tidak mungkin mengatur segala hal secara terperinci termasuk jenis dan tarif penerimaan bukan pajak. Dengan demikian, diperlukan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan yang masih Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 160 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 161 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 bersifat umum dalam Undang-Undang ke dalam peraturan lain yang bersifat turunannya.

    e.

    Selanjutnya Pemerintah memiliki tugas menyelenggarakan kesejahteraan umum, sedangkan undang-undang tidak mungkin mengatur secara terperinci hal tersebut, sehingga Pemerintah diberikan kebebasan bertindak ( freies ermessen ), dengan ketentuan kebebasan bertindak tersebut harus sesuai dengan undang-undang dan AUPB. Oleh karena itu undang-undang memberikan delegasi kepada pemerintah, untuk membentuk peraturan pelaksananya.

    f.

    Berkaitan dengan Diskresi secara umum juga bisa dilakukan tidak hanya karena diskresi semata-mata tetapi diberi dasar oleh undang-undang ( delagatie van recht geven ). Artinya undang- undang sendiri yang memberikan pendelegasian tersebut, dalam hal ini UU PNBP telah memberikan pendelegasian untuk menetapkan jenis dan tarif PNBP melalui peraturan pemerintah, yakni melalui PP 33/2014.

    g.

    Bahwa mencermati ketentuan sebagaimana disebutkan diatas, PNBP sebagaimana dimaksud dalam PP 33/2014 merupakan jenis PNBP dari pemanfaatan sumber daya alam ( vide Pasal 2 ayat (1) huruf b). Bahwa Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 ayat (2) UU PNBP telah mengatur pendelegasian secara tegas, bahwa jenis dan tarif atas jenis PNBP dalam kelompok penerimaan negara bukan pajak atas pemanfaatan sumber daya alam ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dengan demikian PP 33/2014 tidak melanggar hierarki peraturan perundang- undangan.

    h.

    Bahwa kewenangan untuk menetapkan tarif dalam bentuk Peraturan Pemerintah telah sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) UU PNBP. Sebagaimana diketahui bahwa “materi muatan Peraturan Pemerintah adalah untuk melaksanakan Undang-Undang sebagaimana mestinya” yang artinya bahwa Peraturan Pemerintah adalah melaksanakan perintah Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 161 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 162 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Undang-Undang yang bersangkutan ( vide Pasal 12 UU 12/2011).

    i.

    Bahwa hal tersebut sebagaimana dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-VII/2009 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, menyatakan: “Bahwa pendelegasian wewenang Undang-Undang untuk mengatur lebih lanjut oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya adalah suatu kebijakan pembentuk Undang-Undang yakni DPR dengan persetujuan Pemerintah ( legal policy ), sehingga dari sisi kewenangan kedua lembaga itu tidak ada ketentuan UUD 1945 yang dilanggar, artinya produk hukumnya dianggap sah. Pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, di samping untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah dengan segerasupaya ada landasan hukum yang lebih rinci dan operasional, sekaligus juga merupakan diskresi yang diberikan oleh Undang-Undang kepada Pemerintah yang dibenarkan oleh hukum administrasi.” j. Bahwa pengaturan jenis dan tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak merupakan pengaturan yang bersifat teknis sebagai pelaksanaan UU PNBP yang materi muatannya bersifat umum, dan hal ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 5 huruf c UU 12/2011 yang mengatur asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan. Sehingga apabila pengaturan jenis dan tarif PNBPdiatur dalam Undang-Undang maka menjadi tidak sesuai dengan materi muatan Undang-Undang yang bersifat umum.

    k.

    Bahwa sesuai dengan konsideran menimbang huruf b PP No. 33 Tahun 2014 menyatakan bahwa “ ... untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (2) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak....”. Berdasarkan hal tersebut jenis dan tarif Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 162 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 163 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 PNBP sebagaimana diatur dalam PP No.33 Tahun 2014 adalah untuk melaksanakan pengaturan yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU PNBP. Sebagai pengaturan lebih lanjut dari apa yang didelegasikan UU, pengaturan jenis dan tarif PNBP yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dalam PP a quo telah sesuai dengan ketentuan pembentukan peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    l.

    Bahwa pengaturan jenis dan tarif PNBP berupa penggunaan kawasan hutan berdasarkan Peraturan Pemerintah a quo , telah sejalan dengan pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Agung RI No. 62 P/HUM/2013 (halaman 56 alinea terakhir s/d halaman 59), yang pada intinya menyatakan pada prinsipnya setiap pungutan yang bersifat memaksa oleh negara termasuk PNBP ditetapkan dengan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah vide Pasal 23A UUD 1945 dan Pasal 2 ayat (3), Pasal 3 ayat (2) UU PNBP. Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, terhadap dalil Para Pemohon yang menganggap pengaturan jenis dan tarif PNBP yang merupakan jenis pungutan lain yang bersifat memaksa dan dapat ditagih secara memaksa yang seharusnya diatur dalam bentuk UU dan bukan dengan Peraturan Pemerintah dianggap bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 dan Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU PNBP dan Pasal 5 huruf c, d serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011 adalah tidak benar dan tidak beralasan.

    2.

    Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan: Bahwa Pasal a quo juga bertentangan dengan UU Kehutanan yang merupakan lex spesialis tentang kehutanan tersebut tidak pernah diatur dan disebutkan secara jelas dan tegas mengenai adanya PNBP atas penggunaan pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan (kegiatan non-kehutanan). Menurut Para Pemohon, UU Kehutanan tidak pernah mengatur pengenaan PNBP oleh pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH (Ijin Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 163 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 164 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Pinjam Pakai Kawasan Hutan) atas timbulnya kerusakan terhadap seluruh kawasan hutan yang dipinjam pakaikan, namun hanya mengatur mengenai rekognisi adanya kewajiban yang terbatas pada kawasan yang nyata telah timbul kerusakan ( limitatif ) berupa melakukan reklamasi dan rehabilitasi serta membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku usaha dengan adanya tambahan beban ekonomis terhadap adanya pungutan PNBP yang imajiner, liar, serta multi pungutan (halaman 28). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut:

    a.

    Bahwa UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah undang-undang yang mencakup pengaturan yang luas tentang hutan dan teknis kehutanan, serta memberikan landasan hukum yang lebih kokoh dan lengkap bagi pembangunan kehutanan saat ini dan masa yang akan datang. Sedangkan UU yang mengatur khusus mengenai penentuan jenis dan tarif PNBP ( lex spesialis ) adalah UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Sehingga untuk pengaturan jenis dan tarif PNBP dibidang kehutanan tunduk pada UU No. 20/1997. Dengan demikian, UU 41/1999 bukanlah ketentuan mengatur mengenai PNBP yang berasal dari penggunaan kawasan hutan seperti yang di dalilkan Para Pemohon.

    b.

    Bahwa kelompok PNBP yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan/dalam ketentuan PP 33/2014 a quo, termasuk dalam kelompok sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PNBP yaitu kelompok penerimaan negara bukan pajak meliputi penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.

    c.

    Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) UU PNBP diatur bahwa Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum tercakup dalam kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 164 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 165 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 d. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP diatur bahwa Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditetapkan dalam Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yangmenetapkan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penerbitan PP No. 33 Tahun 2014, PP Nomor 24 Tahun 2010, dan PP Nomor 105 Tahun 2015 serta PermenLHK No. 50/2016 khususnya yang mengatur mengenai kewajiban pembayaran PNBP kepada Negara adalah sudah tepat dan benar.

    3.

    Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan: Perumusan dan pemberlakuan norma tentang pengenaan PNBP atas penggunaan seluruh area kawasan hutan yang dipinjam pakai kawasan hutan telah memberikan beban ekonomis yang sangat luar biasa oleh para pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH berupa munculnya multi pungutan dan perlakuan diskriminatifdari adanya pengenaan PNBP tersebut . Adanya beban multi pungutan dan perlakuan diskriminatif tersebut memberikan dampak kerugian yang sangat signifikan bagi para pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH (halaman 31). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut:

    a.

    Berdasarkan konsultasi publik dan pembahasan yang dilakukan beberapa kali dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian KOMINFO, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sekretariat Negara, Prof. Suparmoko, MA (Pakar Ekonomi dan Lingkungan), Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), Asosiasi Pertambangan Indonesia-Indonesia Mining Association (IMA), Asosiasi Perminyakan Indonesia, Asosiasi Industri Penunjang Migas, Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Asosiasi Kontraktor Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 165 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 166 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI), Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Asosiasi Pengelolaan Hutan Indonesia (APHI), Asosiasi Pengendali Pencemaran Lingkungan Indonesia (APPLI), dan Ikatan Profesional Lingkungan Hidup Indonesia (IPLHI) sampai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 membuktikan bahwa Pemohon turut terlibat atau ikut serta dalam pembahasan penyempurnaan PP No. 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan dan menyepakati kenaikan tarif PNBP sebesar 30% untuk seluruh kategori L1, L2, dan L3. Berdasarkan hal tersebut diatas, justru menunjukkan bahwa Para Pemohon tidak konsisten dalam menanggapi permasalahan yang ada sehingga dengan demikian tidak terdapat kerugian konstitusional dari Para Pemohon.

    b.

    Bahwa filosofi Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan adalah pengganti lahan kompensasi . Lahan kompensasi untuk Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) komersil pada wilayah yang mempunyai hutan < 30% adalah ratio 1 : 2 berdasarkan luas total area IPPKH sehingga Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dikenakan terhadap seluruh areal IPPKH.

    c.

    Negara telah memberikan hak kepada pemegang IPPKH terhadap seluruh area Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan-nya, sehingga negara harus mendapat kompensasi atas “ opportunity lose ” seluruh area IPPKH yang diberikan tersebut.

    d.

    Apabila area pengembangan/area penyangga tidak digunakan maka keuntungan yang diperoleh adalah tidak diperlukan reklamasi dan hanya dikenakan 1 x tarif (biaya lebih rendah daripada 4 x tarif), sedang jika area tersebut digunakan, maka Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 166 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 167 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 wajib direklamasi dan juga dikenakan tarif PNBP 4 x tarif (biaya tinggi).

    e.

    Pada kenyataan banyak pelaku usaha tidak mengusahakan atau mengerjakan seluruh areal yang diberikan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), sebagai contoh berdasarkan data yang ada pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdapat beberapa perusahaan yang mendapatkan areal IPPKH dengan luasan yang besar namun tidak dikerjakan dengan maksimal yaitu:

    1)

    PT. Indexim Coalindo Pemegang IPPKH berdasarkan SK Menhut No. SK. 837/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014 dengan luas areal kerja 5.732,72 Ha dengan realisasi penggunaan kawasan hutan sampai dengan saat ini belum terdapat kegiatan (Sumber Berita Acara Verifikasi tahun 2016) ( vide bukti T- 4a).

    2)

    PT. Batubara Duaribu Abadi Pemegang IPPKH berdasarkan SK Menhut No. SK.681/Menhut-II/2009 tanggal 16 Oktober 2009 dengan luas areal kerja 1.4832,98 Ha dengan realisasi penggunaan kawasan hutan sampai dengan saat ini seluas 224,40 Ha (Sumber Berita Acara Verifikasi tahun 2013) ( vide bukti T- 4b).

    3)

    PT. Karimun Granite Pemegang IPPKH berdasarkan SK Menhut No. SK. 172/Menhut-II/2013 tanggal 21 Maret 2013 dengan luas areal kerja 1.834,47 Ha dengan realisasi penggunaan kawasan hutan sampai dengan saat ini seluas 157,40 Ha (Sumber Berita Acara Verifikasi tahun 2015) ( vide bukti T- 4c.).

    f.

    Apabila yang dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan hanya area terganggu saja, maka Negara mengalami kerugian antara lain :

    1)

    Negara tidak mendapatkan kompensasi atas area pengembangan/area penyangga; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 167 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 168 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 2) Negara tidak dapat memberikan area pengembangan/area penyangga kepada pihak lain yang ingin menggunakan area tersebut.

    4.

    Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan: Perumusan dan pemberlakuan norma tentang PNBP atas penggunaan seluruh area kawasan hutan yang dipinjam pakai tidak mencerminkan dan bertentangan dengan asas dapat dilaksanakan dan asas keadilan (halaman 43). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut:

    a.

    Berdasarkan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan RI pada kriteria L3 seharusnya mempunyai faktor pengali tertinggi dalam rumus Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan, karena L3 mempunyai dampak kerusakan lingkungan terparah dari semua kriteria area penggunaan kawasan hutan.

    b.

    Menurut Prof. Suparmoko, MA (Pakar Ekonomi dan Lingkungan) PP No. 2 Tahun 2008 sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini akibat adanya peningkatan nilai-nilai yang terkandung dalam kawasan hutan, adanya nilai inflasi dan kenaikan dampak kerusakan lingkungan, nilai intrinsik sumber daya hutan yang hilang akibat dari penggunaan kawasan hutan sebesar ± Rp. 85 Juta/Ha/Tahun.

    c.

    Berdasarkan konsultasi publik yang diselenggarakan pada tanggal 2 Oktober 2012 yang dihadiri oleh wakil-wakil dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian KOMINFO, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sekretariat Negara, Prof. Suparmoko, MA (Pakar Ekonomi dan Lingkungan), Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), Asosiasi Pertambangan Indonesia-Indonesia Mining Association (IMA), Asosiasi Perminyakan Indonesia, Asosiasi Industri Penunjang Migas, Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI), Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 168 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 169 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Asosiasi Pengelolaan Hutan Indonesia (APHI), Asosiasi Pengendali Pencemaran Lingkungan Indonesia (APPLI), dan Ikatan Profesional Lingkungan Hidup Indonesia (IPLHI). Adapun hasil konsultasi publik tersebut salah satunya adalah pada prinsipnya seluruh peserta rapatsepakat untuk menaikkan tarif PNBP sebesar 30% untuk seluruh kategori L1, L2, dan L3.

    d.

    Pembahasan tanggal Pada tanggal 30 Oktober 2012 yang dipimpin oleh Sekretaris Menko Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Kerja Regulasi KP3EI menghasilkan kesimpulan antara lain seluruh peserta rapat sependapat dengan rencana kenaikan tarif 30% karena tarif PNBP yang berlaku saat ini masih tergolong rendah sehingga sudah saatnya perlu disesuaikan dengan nilai inflasi yang ada.

    e.

    Selain itu penyesuaian terhadap rumus pengali PNBP PKH yang semula kriteria L3 hanya dikenakan 2 kali tarif berubah menjadi 7 kali tarifdilakukan juga karena mempertimbangkan bahwa kriteria L3 merupakan area yang terkena dampak paling parah dan secara teknis tidak dapat direklamasi bahkan bisa dikatakan merupakan wilayah lost land. f. Perubahan formula tersebut juga telah memperhatikan 3 aspek yaitu:

    1)

    Aspek kepastian  Pengusaha : ketentuan kenaikan tarif yang jelas memberi kepastian para pengusaha untuk memperhitungkan kelayakan usahanya. Dengan pembayaran PNBP tersebut, pengusaha dapat secara pasti menjalankan usahanya.  Pemerintah : ketentuan kenaikan tarif dengan kriteria yang jelas memberi kepastian penghitungan rencana dan target PNBP  Masyarakat : kenaikan tarif ini memberi kepastian pada masyarakat bahwa setiap penggunaan kawasan hutan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 169 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 170 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 disertai dengan kompensasi PNBP dengan nilai yang layak akan digunakan untuk program pembangunan sumber daya hutan yang berkelanjutan melalui mekanisme APBN.

    2)

    Aspek keadilan  Pengusaha : aspek keadilan dapat dilihat dari kenaikan tarif yang berbeda-beda sesuai dengan kelompok pengusahaan dan kriteria penggunaan kawasan hutan. Ketentuan besaran tarif berdasarkan pendekatan Cost Plus yaitu pengusaha membayar lebih besar karena manfaat ekonomi yang diperoleh pengusaha juga lebih besar atau dalam rangka pengendalian penggunaan kawasan hutan untuk melindungi kelestarian lingkungan/alam/sumber daya hutan.  Pemerintah : kenaikan tarif dan perluasan objek PNBP adalah sebagai ganti kompensasi dari oppurtuni lost yang telah diberikan kepada pengusaha. Kenaikan hanya ± 30% dan kenaikan koofisien L3 menjadi 7x karena adanya punishment terhadap dampak kerusakan parah yang ditimbulkan dan negara harus mendapat kompensasi untuk itu untuk memperbaiki dan memelihara L3.  Masyarakat : kenaikan tarif dan kenaikan koofisien memberikan rasa keadilan kepada masyarakat karena masyarakat mendapat kompensasi atas program pembangunan sumber daya hutan yang berkelanjutan melalui pemanfaatan PNBP.

    3)

    Aspek manfaat Kenaikan tarif ini bermanfaat untuk kepastian berusaha, keadilan bagi Pemerintah dan masyarakat.

    5.

    Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan : Ketentuan yang berkaitan dengan Kewajiban Penanaman dalam Rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) pada Pasal 21 ayat Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 170 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 171 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 (1) huruf b PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf c PP 105/2015, Permen LHK 50/2016 dan Permenlhk 89/2016bertentangan dengan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (3) jo. Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3) UU 41/1999 dan Pasal 5 huruf c, d, f serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011 karena rumusan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS di luar area IPPKH tidak diatur dan dicantumkan secara tegas dalam UU Kehutanan sehingga pemberlakuan norma kewajiban tersebut dalam bentuk PP merupakan bentuk penyelundupan norma. Dalam UU Kehutanan hanya mengatur mengenai rehabilitasi hutan di dalam area IPPKH an sich (termasuk reklamasi hutan). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut:

    a.

    Bahwa ketentuan Pasal 12 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan bahwa “Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya” Penjelasan: Yang dimaksud dengan “menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya” adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan b. Menurut Maria Farida Indrati Soeprapto dalam bukunya yang berjudul Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya hal. 131 berpendapat bahwa materi muatan PP adalah keseluruhan materi muatan Undang-undang yang dilimpahkan kepadanya, atau dengan perkataan lain materi muatan PP adalah sama dengan materi muatan Undang-undang sebatas pada yang dilimpahkan kepadanya.

    c.

    Ketentuan Pasal 45 UU No. 41 Tahun 1999 mengatur:

    (1)

    Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) yang mengakibatkan kerusakan hutan, Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 171 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 172 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan pemerintah.

    (2)

    Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan, wajib dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan.

    (3)

    Pihak-pihak yang menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan di luar kegiatan kehutanan yang mengakibatkan perubahan permukaan dan penutupan tanah, wajib membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi.

    (4)

    Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah . Bahwa jika dilihat dari materi muatan dalam ketentuan Pasal 21 PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b dan Pasal 15 ayat (1) huruf c PP 105/2015 dimaksud, ketentuan-ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 45 jo. Pasal 38 UU 41/1999. Suatu Undang-Undang memuat peraturan yang bersifat umum, abstrak dan tidak mengatur semua hal secara terperinci. Oleh karena PP sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 38 UU 41/1999 menjabarkan ketentuan lebih lanjut mengenai pola reklamasi dan atau rehabilitasi yang ditetapkan pemerintah. Dengan demikian apabila ditinjau dari hierarki perundang- undangan, maka dikeluarkan PP 24/2010 jo. PP 105/2015 tidak bertentangan dengan asas kesesuaian jenis, hierarki dan materi muatan.

    d.

    Bahwa selanjutnya PP juga tidak dapat mengatur semua hal terutama peristiwa konkret yang terjadi sehingga PP juga memberikan wewenang kepada organ pemerintah untuk menyelesaikan peristiwa konkret tersebut serta untuk memenuhi kepentingan atau untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu yang dibenarkan oleh hukum.

    e.

    Berdasarkan Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur:

    Pasal 8Tutup
    (1)

    Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 172 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 173 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang- Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

    (2)

    Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Penjelasan: Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Peraturan Menteri” adalah peraturan yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “berdasarkan kewenangan” adalah penyelenggaraan urusan tertentu pemerintahan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

    f.

    Bahwa menurut Dr. Ridwan, SH. M.Hum. dalam bukunya Diskresi dan Tanggung jawab Pemerintah hal. 155 berpendapat secara umum diskresi dan peraturan kebijakan dianggap sah jika memenuhi syarat-syarat yang berupa legalitas ( legality ) dan rasionalitas ( rationality ) yang meliputi pertimbangan yang relevan ( relevan consideration ), kejujuran dan keterbukaan, tujuan yang layak ( proper purpose ), dan konsistensi ( consistency ). Dengan demikian atas dasar diskresi yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada Pemerintah, maka Pemerintah cq. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan peraturan mengenai pola reklamasi dan rehabilitasi yang telah diatur dalam PP tersebut melalui Permen LHK RI No. 50 Tahun 2016, Permen LHK RI 89/2016 untuk mengatur lebih rinci terkait reklamasi dan rehabilitasi DAS kawasan hutan yang digunakan kegiatan pertambangan. Sebagaimana telah Termohon jelaskan diatas bahwa kegiatan pertambangan pada areal IPPKH telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang tidak hanya dirasakan disekitar lokasi tambang saja tetapi juga dirasakan ditempat lain (areal terdampak). Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 173 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 174 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Akibat penambangan pada areal IPPKH terhadap kawasan hutan menimbulkan:

    1.

    Kerusakan struktur hutan yang menyebabkan hilangnya kemampuan hutan untuk mempertahankan fungsi dan stabilitas hutan.

    2.

    Hilangnya keanekaragaman flora dan fauna, karena terjadi peluang kepunahan beberapa jenis terutama jenis yang langka.

    3.

    Kerusakan bentang lahan dan rusaknya fungsi hidroorologis akibat banyaknya lubang-lubang galian bekas tambang yang ditinggalkan menjadi kolam-kolam.

    4.

    Hilangnya top soil yang menyebabkan hilangnya kesuburan tanah bahkan sampai kebatuan induk. Pengembalian kesuburan tanah diperlukan puluhan bahkan tahunan.

    5.

    Meningkatnya suhu udara disekitar-sekitar.

    6.

    Terjadinya pencemaran air.

    7.

    Terjadinya kerusakan ekosistem. Bahwa setiap pemegang IPPKH wajib melaksanakan Reklamasi dan/atau Rehabilitasi. Reklamasi dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi areal yang dilakukan eksploitasi agar pulih kembali (padahal sebenarnya tidak mungkin pulih kembali seperti kondisi semula karena kerusakan yang ditimbulkan). Atas dasar pemikiran bahwa reklamasi oleh pemegang IPPKH tidak dapat mengembalikan hutan pada kemampuan dan atau kondisi semula, untuk itu Pemerintah mewajibkan juga Rehabilitasi DAS di luar lokasi. Hal ini dilakukan agar kerusakan lingkungan secara makro tidak semakin bertambah. Sebagaimana pendapat ahli Prof. Dr. Ir. Djoko Marsono, Pakar Bidang Ekologi Sumberdaya Hutan UGM ( vide bukti T-3). V. KESIMPULAN Berdasarkan uraian dan fakta hukum yang telah disampaikan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

    1.

    Terkait dengan kewajiban pemegang IPPKH membayar PNBP penggunaan kawasan hutan, reklamasi, dan melakukan penanaman dalam rangka rehabiltasi DAS tersebut, dapat Termohon sampaikan sebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 174 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 175 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 a. Mengingat penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan tersebut, belum sepenuhnya memberikan penghargaan terhadap nilai manfaat hutan yang hilang, maka perluada kompensasi kepada Negara berupa lahan untuk dijadikan kawasan hutan (lahan kompensasi). Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan tersebut, sebelum berlakunya:

    1)

    PP Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Departemen Kehutanan;

    2)

    PP Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan PP 105 Tahun 2015; baik yang berada dalam kawasan yang hutan yang luasnya di atas 30 % atau dibawah 30%, pemegang IPPKH pertambangan dikenakan kewajiban menyediakan lahan kompensasi yang dijadikan kawasan hutan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.12/Menhut-II/2004 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, sebagaimana telah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 64/Menhut-II/2006.

    b.

    Dengan pertimbangan lahan kompensasi sulit diperoleh, maka berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2004 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, khususnya untuk di wilayah provinsi yang kawasan hutan yang luasnya di atas 30%, kewajiban pemegang IPPKH pertambangan menyediakan lahan kompensasi diganti dengan PNBP, sedangkan untuk di wilayah provinsi yang kawasan hutan yang luasnya di bawah 30%, tetap dikenakan kewajiban menyediakan lahan kompensasi.

    c.

    Dengan pertimbangan pemegang IPPKH pertambangan di wilayah provinsi luas kawasan hutannya di atas 30% yang hanya berkewajiban membayar PNBP, belum memberikan penghargaan nilai manfaat hutan yang hilang atas kegiatan pertambangan maka pemegang IPPKH selain membayar PNBP ditambah dengan kewajiban melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 175 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 176 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 yang dilakukan di luar areal kerja IPPKH, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf e PP No. 24/2010, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan PP No. 105/2015, Permen LHK No. 50/2016 dan Permen LHK No. 89/ 2016.

    2.

    Bahwa PP No. 33/2014:

    a.

    Tidak mengandung semangat diskriminasi yangmembedakan penerapan Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan;

    b.

    Tidak merugikan dan mengabaikan hak-hak warga negara;

    c.

    Tidak melakukan kesewenang-wenangan dalam menentukan Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan;

    d.

    tidak mengabaikan kepastian hukum.

    3.

    Bahwa apabila ketentuan aquo dibatalkan oleh Mahkamah Agung dapat menimbulkan:

    a.

    Ketidakpastian hukum terhadap penerapan Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan b. Hilangnya nilai intrinsik sumber daya hutan yang hilang akibat dari penggunaan kawasan hutan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka ketentuan Pasal 1 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) beserta Lampiran PP 33/2014, Pasal 21 ayat (1) huruf a dan huruf b PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf b dan huruf c PP 105/2015, Pasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf c dan huruf d, Pasal 22 huruf d, huruf e, huruf q angka 4 dan angka 7, dan huruf r angka 4 dan angka 5, serta Pasal 47 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf b dan huruf c Permen LHK 50/2016, Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38, Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2), beserta Lampiran Angka I sampai dengan Angka VIII Permen LHK 89/2016 tidak Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 176 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 177 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 bertentangan dengan UUD 1945, UU PNBP,UU Kehutanan, dan UU 12/2011. VI. PETITUM Berdasarkan seluruh uraian dan penjelasan di atas, Termohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan keberatan Uji Materiil a quo, dapat memberikan putusan dengan amar sebagai berikut:

    1.

    Menerima Jawaban Termohon untuk seluruhnya;

    2.

    Menyatakan Para Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum ( legal standing) ;

    3.

    Menyatakan Menolak permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya, atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan Para Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum ( legal standing) tidak dapat diterima ( niet onvankelijk verklaard );

    4.

    Menyatakan Pasal 1 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), beserta Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan, Pasal 21 ayat (1) huruf a dan huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf b dan huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, Pasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf c dan huruf d, Pasal 22 huruf d, huruf e, huruf q angka 4 dan angka 7, dan huruf r angka 4 dan angka 5, serta Pasal 47 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf b dan huruf c Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38, Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2), beserta Lampiran Angka I sampai dengan Angka VIII Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 177 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 178 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai tidak bertentangan dengan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak,Pasal 45 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dan Pasal 3 ayat (1), Pasal 5 huruf c, d serta Pasal 6 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Atau dalam hal Yang Mulia Majelis Hakim Agung di Mahkamah Agung berpendapat lain, mohon putusan yang bijaksana dan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ). Menimbang, bahwa untuk mendukung dalil-dalil permohonannya, Pemohon telah mengajukan surat-surat bukti, yaitu sebagai berikut: NO KODE BUKTI NAMA BUKTI KETERANGAN 1. T-1 Putusan Mahkam a h Agung RI No . 16P /HUM/2015, tanggal 8 Desember 2015 Para Pemohon pernah mengajukan uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 dan dinyatakan permohonan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima (NO).

    2.

    T-2 Data Pemegang IPPKH yang berkewajiban melakukan penanaman rehabilitasi DAS bulan Mei tahun 2017 di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dari 573 IPPKH untuk kegiatan pertambangan, 52 IPPKH telah melakukan penanaman dan dari 144 IPPKH untuk kegiatan non pertambangan, 10 IPPKH telah melakukan penanaman.

    3.

    T-3 Pendapat Ahli Prof. Dr . Ir.Djoko Marsono, Pakar Bidang Ekologi Sumberdaya Hutan UGM Kegiatan reklamasi oleh pemegang IPPKH tidak dapat memulihkan kembali hutan pada kondisi semula, untuk itu Pemerintah mewajibkan juga Rehabilitasi DAS di luar lokasi . Selain itu rehabilitasi DAS diluar areal izin dimaksudkan untuk mengganti kerusakan lingkungan yang bersifat permanen dan tidak dapat dipulihkan kembali pada areal izin serta untuk mengganti kerusakan lingkungan pada area sekitar lokasi yang terkena dampak akibat kegiatan IPPKH tersebut .

    4.

    T-4a PT. Indexim Coalindo Pemegang IPPKH berdasarkan SK Menhut Contoh perusahaan yang mendapatkan areal IPPKH dengan luasan yang besar namun tidak dikerjakan dengan maksimal. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 178 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 179 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 No.SK.837/Menhut- II/2014 tanggal 29 September 2014.

    5.

    T-4b PT. Batubara Duaribu Abadi Pemegang IPKKH berdasarkan SK Menhut No.SK.681/Menhut- II/2009. Contoh perusahaan yang mendapatkan areal IPPKH dengan luasan yang besar namun tidak dikerjakan dengan maksimal.

    6.

    T-4c PT. Karimun Granite Pemegang IPPKH berdasarkan SK Menhut No. SK.172/Menhut- II/2013 tanggal 21 Maret 2013 Contoh perusahaan yang mendapatkan areal IPPKH dengan luasan yang besar namun tidak dikerjakan dengan maksimal. PERTIMBANGAN HUKUM Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan keberatan hak uji materiil adalah sebagaimana tersebut di atas; Menimbang, bahwa yang menjadi objek permohonan keberatan hak uji materiil adalah:

    1.

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan, Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 dan Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Angka 1, Angka 2 dan Angka 3;

    2.

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan;

    3.

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan;

    4.

    Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan;

    5.

    Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 Tentang Pedoman Penanaman Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 179 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 180 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daeran Aliran Sungai Berikut Lampiran Angka Romawi I Sampai Dengan Lampiran Angka Romawi VIII; Menimbang, bahwa sebelum Mahkamah Agung mempertimbangkan tentang substansi permohonan yang diajukan Para Pemohon, maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan apakah permohonan a quo memenuhi persyaratan formal permohonan hak uji materiil, yaitu apakah Objek Permohonan merupakan peraturan perundang-undangan di bawah Undang- Undang dan apakah Para Pemohon mempunyai kedudukan hukum ( legal standing) untuk mengajukan permohonan hak uji materiil; Kewenangan Mahkamah Agung Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945, Pasal 20 ayat 2 huruf b UU 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasan Kehakiman, Pasal 31 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil disebutkan bahwa “Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”; Menimbang, bahwa yang menjadi objek permohonan dalam permohonan a-quo adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016; Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf d dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri adalah termasuk jenis peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, oleh karenanya Mahkamah Agung berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan a-quo ; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 180 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 181 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Kedudukan Hukum ( Legal Standing ) Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 31A ayat (2) huruf c Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung disebutkan bahwa permohonan pengujian Peraturan Perundang-Undangan di bawah Undang- Undang hanya dapat dilakukan oleh badan hukum publik atau badan hukum privat yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya Peraturan Perundang-Undangan di bawah Undang-Undang; Menimbang, bahwa Para Pemohon, yaitu Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI ICMA) dan Asosiasi Pertambangan Indonesia ( API-IMA ) adalah asosiasi atau perkumpulan perusahaan pertambangan yang berbentuk badan hukum privat yang telah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM sebagai badan hukum, yang merasa dirugikan akibat terbitnya objek permohonan; Menimbang, bahwa merujuk pada beberapa putusan Mahkamah Agung tentang pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang ( Putusan No. 54 P/HUM/2013, Putusan No.62 P/HUM/2013, dan Putusan Nomor 11 P/HUM/2014) untuk dapat memenuhi syarat adanya unsur kerugian hak Para Pemohon, dipertimbangkan sebagai berikut:

    1.

    Adanya hak Pemohon yang diberikan oleh suatu peraturan perundang- undangan: Bahwa Para Pemohon adalah asosiasi atau perkumpulan perusahaan pertambangan yang secara resmi telah mengajukan permohonan, untuk mempunyai kepentingan, atau mengelola kepentingan dalam hak pertambangan di wilayah Indonesia dan yang kepentingannya dalam hak- hak demikian telah diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia atau telah mendapat ijin dari Pemerintah Republik Indonesia (vide Pasal 10 huruf c dan Pasal 14 Anggaran Dasar APBI-ICMA No.01 tanggal 22 Maret 2007 dan Pasal 9 ayat 1 huruf a, Pasal 20 Perubahan Akta Pendirian Perkumpulan API-IMA Nomor 17 tanggal 17 Juni 2011);

    2.

    Hak tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan yang dimohonkan pengujian: Bahwa dalam permohonan a-quo hak yang dianggap dirugikan oleh Para Pemohon adalah hak perusahaan pertambangan selaku pemegang Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang oleh objek permohonan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 181 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 182 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 diberikan beban tambahan berupa PNBP di luar kawasan yang nyata telah timbul kerusakan dan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS di luar areal IPPKH;

    3.

    Kerugian harus bersifat spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya potensial menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan terjadi: Bahwa kerugian yang dialami Para Pemohon dalam hal ini pelaku industri pertambangan pemegang IPPKH adalah bertambahnya beban ekonomi akibat adanya berbagai macam pungutan yang harus dibayarkan oleh perusahaan dan bertambahnya kewajiban pemegang IPPKH dalam rangka rehabilitasi DAS di luar area IPPKH;

    4.

    Adanya hubungan sebab akibat ( casual Verband ) antara kerugian dimaksud dan berlakunya peraturan perundang-undangan yang dimohonkan pengujian: Bahwa berlakunya peraturan perundang-undangan yang menjadi objek permohonan menyebabkan perusahaan pertambangan pemegang IPPKH yang merupakan anggota asosiasi harus menanggung tambahan beban keuangan untuk membayar PNBP di luar kawasan yang nyata telah timbul kerusakan dan tambahan beban berupa penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS di luar areal IPPKH;

    5.

    Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian seperti yang dimaksud tidak akan terjadi: Bahwa dengan dikabulkannya permohonan a-quo , maka perusahaan pertambangan pemegang IPPKH tidak perlu mengeluarkan tambahan biaya untuk membayar PNBP di luar kawasan yang nyata telah timbul kerusakan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS di luar areal IPPKH; Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut dihubungkan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi terkait unsur adanya kerugian hak Para Pemohon, Majelis Hakim Agung berpendapat bahwa Para Pemohon sebagai badan hukum privat dalam kapasitasnya mewakili kepentingan para perusahaan pertambangan dapat membuktikan unsur kerugian haknya yang bersifat spesifik dan aktual serta terdapat hubungan sebab akibat secara langsung antara kerugian yang dimaksud dengan berlakunya objek permohonan, karenanya cukup alasan hukum untuk Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 182 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 183 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 menyatakan Para Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) dalam mengajukan permohonan a-quo ; Menimbang, bahwa karena permohonan terhadap objek hak uji materiil diajukan oleh Para Pemohon yang mempunyai kedudukan hukum ( legal standing) maka permohonan a quo secara formal dapat diterima; Pokok Permohonan Menimbang, bahwa dari alasan keberatan Para Pemohon yang kemudian dibantah oleh Para Termohon dalam jawabannya, dihubungkan dengan bukti- bukti yang diajukan oleh Para Pemohon dan Para Termohon, Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan keberatan Para Pemohon tidak dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut: - Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak disebutkan bahwa tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan pemerintah. - Bahwa dengan demikian Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 diterbitkan berdasarkan perintah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 ( delegatie van recht geven ) dalam rangka mengoptimalkan penerimaan PNBP yang berasal dari penggunaan kawasan hutan di luar kegiatan kehutanan untuk menunjang pembangunan, karenanya dalil para Pemohon yang mendalilkan penetapan PNPB harus dengan undang-undang tidak dapat dibenarkan; - Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan bahwa Penggunaan kawasan hutan bekas areal pertambangan wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan oleh pemerintah yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) di luar areal Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan di bawah Undang-Undang yang dimohonkan pengujian, dimaksudkan untuk mengganti kerusakan lingkungan pada areal sekitar lokasi yang terkena dampak akibat kegiatan IPPKH. Dengan demikian Pemerintah berdasarkan ketentuan tersebut diberi kewenangan atributif untuk mengatur lebih lanjut bagaimana pola pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan di sekitar areal IPPKH yang dituangkan melalui peraturan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 183 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 184 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 pemerintah. Dengan demikian ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2015, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.89/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2016 yang mengatur tentang rehabilitasi hutan di luar IPPKH dan rehabilitasi DAS di luar IPPKH tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi; - Bahwa merujuk pada uraian pertimbangan tersebut dapat disimpulkan bahwa penerbitan objek permohonan tidak melanggar hierarki peraturan perundang- undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut terbukti bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu: UUD 1 9 45 , Undang - Unda n g No mor 20 T a h un 1997 T entang Penerimaan N e g a ra B uka n Paja k , Undang - Undang No mor 41 Tahun 19 99 T en t ang Ke hu tan an da n Unda n g- U ndang N om or 1 2 Tahun 20 1 1 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- un dangan , karenanya permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon harus ditolak, dan selanjutnya sebagai pihak yang kalah Para Pemohon dihukum untuk membayar biaya perkara; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil, serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait; MENGADILI, Menolak permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon:

    1.

    ASOSIASI PERTAMBANGAN BATUBARA INDONESIA 2. ASOSIASI PERTAMBANGAN INDONESIA ; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 184 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 185 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Menghukum Para Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah); Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis , tanggal 20 Juli 2017, oleh Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum., Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Is Sudaryono, S.H., M.H. dan Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Joko A. Sugianto, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak. Anggota Majelis: Ketua Majelis, ttd/. Is Sudaryono, S.H. M.H. ttd/. Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum. ttd/. Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., MS Panitera Pengganti, ttd/. Joko A. Sugianto, S.H Biaya – biaya :

    1.

    M e t e r a i…………….. Rp. 6.000,00 2. R e d a k s i……………. Rp. 5.000,00 3. Administrasi HUM…..... Rp. 989.000,00 Jumlah...…… Rp. 1.000.000,00 Untuk Salinan MAHKAMAH AGUNG R.I.

    a.

    n. Panitera Panitera Muda Tata Usaha Negara (H. ASHADI, S.H.) NIP. 19540924 198403 1 001 Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 185

    Thumbnail
    Tidak Berlaku
    BIDANG PERBENDAHARAAN | PELAPORAN KEUANGAN
    256/PMK.05/2015

    Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus.

    • Ditetapkan: 31 Des 2015
    • Diundangkan: 31 Des 2015

    Relevan terhadap

    Pasal 1Tutup

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

    1.

    Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat SATK adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan untuk seluruh transaksi penerimaan dan pengeluaran serta aset dan kewajiban pemerintah yang terkait dengan fungsi khusus Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, serta tidak tercakup dalam Sub Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SABUN) lainnya.

    2.

    Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Bagian Anggaran yang bersangkutan.

    3.

    Kuasa Pengguna Barang yang selanjutnya disingkat KPB adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

    4.

    Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan transaksi khusus pada tingkat satuan kerja di lingkup Bendahara Umum Negara.

    5.

    Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKKPA BUN TK adalah unit akuntansi yang menjadi koordinator dan bertugas melakukan kegiatan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK yang berada langsung di bawahnya.

    6.

    Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAP BUN TK adalah unit akuntansi pada unit eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan keuangan seluruh UAKPA BUN TK/UAKKPA BUN TK.

    7.

    Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Pembantu Bendahara Umum Negara Transaksi Khusus yang selanjutnya disingkat UAKP BUN TK adalah unit akuntansi pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan yang melakukan penggabungan laporan seluruh UAP BUN TK.

    8.

    Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengelola Barang Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat UAKPLB BUN adalah satuan kerja/unit akuntansi yang diberi kewenangan untuk mengurus/menatausahakan/mengelola BMN yang dalam penguasaan Bendahara Umum Negara Pengelola Barang.

    9.

    Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penganggaran.

    10.

    Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disebut Ditjen PBN adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan Negara.

    11.

    Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.

    12.

    Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang selanjutnya disingkat DJPK adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perimbangan keuangan.

    13.

    Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah Instansi Eselon I pada Kementerian Keuangan yang bertugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko.

    14.

    Badan Kebijakan Fiskal yang selanjutnya disingkat BKF adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan analisis di bidang kebijakan fiskal.

    15.

    Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan dan hibah.

    16.

    Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

    17.

    Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga yang selanjutnya disebut BMN Idle adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.

    18.

    Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa adalah aset yang dikuasai Negara berdasarkan:

    a.

    Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/032/PEPERPU/1958 jo. Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor Kpts/Peperpu/0439/1958 jo. Undang-Undang Nomor 50 Prp. Tahun 1960;

    b.

    Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1962;

    c.

    Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 jo. Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Nomor 52/KOTI/1964; dan

    d.

    Instruksi Radiogram Kaskogam Nomor T-0403/G- 5/5/66.

    19.

    Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah Badan usaha atau bentuk badan usaha tetap yang diberikan wewenang untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan badan pelaksana.

    20.

    Barang yang menjadi milik/kekayaan negara yang berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disebut BMN Yang Berasal Dari KKKS adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh atau dibeli KKKS dan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan usaha hulu.

    21.

    Kontraktor Perjanjian Kerja Sama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut Kontraktor PKP2B adalah badan usaha yang melakukan pengusahaan pertambangan batubara, baik dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

    22.

    Barang yang menjadi milik/kekayaan negara yang berasal dari Kontraktor Perjanjian Kerjasama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut BMN Yang Berasal Dari Kontraktor PKP2B adalah seluruh barang dan peralatan yang diperoleh Kontraktor dalam rangka kegiatan pengusahaan pertambangan batubara dan/atau barang dan peralatan yang tidak terjual, tidak dipindahkan atau tidak dialihkan oleh Kontraktor setelah pengakhiran perjanjian yang telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan menjadi milik Pemerintah termasuk barang kontraktor yang pada pengakhiran perjanjian akan digunakan untuk kepentingan umum.

    23.

    Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat BLBI adalah fasilitas yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada perbankan untuk menjaga kestabilan sistem pembayaran dan sistem perbankan, agar tidak terganggu oleh adanya ketidakseimbangan likuiditas, antara penerimaan dan penarikan dana pada bank-bank.

    24.

    PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) yang selanjutnya disebut PT PPA adalah perusahaan perseroan yang didirikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk melakukan pengelolaan aset negara yang berasal dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang tidak berperkara untuk dan atas nama Menteri Keuangan berdasarkan perjanjian pengelolaan aset.

    25.

    Aset Eks Kelolaan PT PPA adalah kekayaan negara yang berasal dari kekayaan eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang sebelumnya diserahkelolakan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)/PT PPA (Persero), dan telah dikembalikan pengelolaannya kepada Menteri Keuangan.

    26.

    Aset yang Diserahkelolakan kepada PT PPA adalah kekayaan negara yang berasal dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang tidak terkait dengan perkara, berupa aset properti, aset saham, aset reksa dana, dan/atau aset kredit, yang sebelumnya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.06/2006 tentang Pengelolaan Kekayaan Negara yang berasal dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero), dikelola oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).

    27.

    Aset Eks Pertamina adalah aset-aset yang tidak turut dijadikan Penyertaan Modal Negara dalam Neraca Pembukaan PT. Pertamina sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.06/2008 tentang Penetapan Neraca Pembukaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina Per 17 September 2003, serta telah ditetapkan sebagai sebagai Barang Milik Negara yang berasal dari Aset Eks Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 92/KK.06/2008 tentang Penetapan Status Aset Eks Pertamina Sebagai Barang Milik Negara.

    28.

    Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah.

    29.

    Selisih Kurs adalah selisih yang dihasilkan dari pelaporan jumlah unit mata uang asing yang sama dalam mata uang pelaporan pada kurs yang berbeda.

    30.

    Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi.

    31.

    Buku Besar Kas adalah kumpulan akun-akun yang digunakan untuk meringkas transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akuntansi berdasarkan basis kas.

    32.

    Buku Besar Akrual adalah kumpulan akun-akun yang digunakan untuk meringkas transaksi yang telah dicatat dalam jurnal akuntansi berdasarkan basis akrual.

    33.

    Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

    34.

    Laporan Realisasi Anggaran yang selanjutnya disingkat LRA adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.

    35.

    Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah, yaitu aset, utang, dan ekuitas pada tanggal tertentu.

    36.

    Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintah dalam satu periode pelaporan.

    37.

    Laporan Perubahan Ekuitas yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

    38.

    Catatan atas Laporan Keuangan yang selanjutnya disingkat CaLK adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA, Neraca, Laporan Arus Kas, LO, LPE, dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih dalam rangka pengungkapan yang memadai.

    39.

    Reviu adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam Laporan Keuangan, permintaan keterangan dan analitik yang menjadi dasar memadai bagi Aparat Pengawas Intern Pemerintah untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas Laporan Keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

    Thumbnail
    Tidak Berlaku
    SATUAN KERJA | REKENING
    252/PMK.05/2014

    Rekening Milik Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja.

    • Ditetapkan: 30 Des 2014
    • Diundangkan: 30 Des 2014

    Relevan terhadap

    Pasal 1Tutup

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

    1.

    Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut BUN adalah Menteri Keuangan.

    2.

    Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah Kuasa BUN Pusat dan Kuasa BUN di Daerah.

    3.

    Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.

    4.

    Kuasa BUN di Daerah adalah Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.

    5.

    Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa BUN.

    6.

    Kementerian Negara/Lembaga adalah Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah Non Kementerian Negara/Lembaga Negara.

    7.

    Satuan Kerja adalah unit instansi vertikal di bawah/ di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mengelola dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, termasuk Badan Layanan Umum.

    8.

    Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

    9.

    Rekening adalah Rekening milik Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja yang dibuka pada bank umum/kantor pos dalam bentuk giro dan/atau deposito, yang dapat didebit dan/atau dikredit dalam rangka pengelolaan keuangan Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja.

    10.

    Rekening Penerimaan adalah Rekening giro pemerintah pada bank umum/kantor pos yang dipergunakan untuk menampung uang pendapatan Negara dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja.

    11.

    Rekening Pengeluaran adalah Rekening giro pemerintah pada bank umum/kantor pos yang dipergunakan untuk menampung uang bagi keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja, termasuk didalamnya Rekening bendahara pengeluaran pembantu.

    12.

    Rekening Lainnya adalah Rekening giro dan/atau deposito pada bank umum/kantor pos yang dipergunakan untuk menampung uang yang tidak dapat ditampung pada Rekening Penerimaan dan Rekening Pengeluaran berdasarkan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja.

    13.

    Rekening Pengelolaan Kas BLU adalah Rekening Lainnya dalam bentuk giro dan/atau deposito milik BLU untuk penempatan idle cash pada bank umum yang terkait dengan pengelolaan kas BLU.

    14.

    Rekening Operasional BLU adalah Rekening Lainnya dalam bentuk giro milik BLU yang dipergunakan untuk menampung seluruh penerimaan atau membayar seluruh pengeluaran BLU yang dananya bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) BLU pada bank umum.

    15.

    Rekening Dana Kelolaan adalah Rekening Lainnya dalam bentuk giro milik BLU yang dipergunakan untuk menampung dana yang tidak dapat dimasukkan ke dalam Rekening Operasional BLU dan Rekening Pengelolaan Kas BLU pada bank umum, untuk menampung dana antara lain:

    a.

    Dana bergulir; dan/atau ; b. Dana yang belum menjadi hak BLU.

    16.

    Rekening Penyaluran Dana Bantuan Sosial adalah Rekening Lainnya dalam bentuk giro pemerintah yang dibuka oleh Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja untuk menyalurkan dana bantuan sosial kepada penerima bantuan sosial melalui bank/pos penyalur.

    17.

    Rekening Penampungan Dana Hibah Langsung adalah Rekening Lainnya dalam bentuk giro pemerintah yang dibuka oleh Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja dalam rangka pengelolaan hibah langsung dalam bentuk uang.

    18.

    Rekening Penampungan Sementara adalah Rekening Lainnya dalam bentuk giro pemerintah yang dipergunakan untuk menampung penerimaan sementara untuk tujuan tertentu.

    19.

    Rekening Penampungan Dana Jaminan adalah Rekening Lainnya dalam bentuk giro pemerintah yang dipergunakan untuk menampung dana jaminan pihak ketiga yang nantinya akan dikembalikan lagi kepada yang berhak.

    20.

    Rekening Penampungan Dana Titipan adalah Rekening Lainnya dalam bentuk giro pemerintah yang dipergunakan untuk menampung dana titipan apabila terjadi kasus hukum yang mengharuskan untuk dilakukan sitaan dana.

    21.

    Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang selanjutnya disebut Perwakilan RI adalah Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsuler Republik Indonesia yang secara resmi mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara, dan Pemerintah Republik Indonesia secara keseluruhan di negara penerima atau pada organisasi internasional.

    22.

    Rekening Rutin dalam bentuk Valuta Dolar Amerika adalah Rekening Lainnya dalam bentuk giro milik Perwakilan RI untuk menampung pengiriman remise/uang persediaan dari Pusat ke Perwakilan dengan tujuan membiayai kegiatan operasional kegiatan perwakilan.

    23.

    Rekening Rutin dalam bentuk Valuta Setempat adalah Rekening Lainnya dalam bentuk giro milik Perwakilan RI di luar negeri yang dipergunakan untuk Perwakilan RI yang tidak menggunakan mata uang Dolar Amerika dalam melaksanakan transaksi keuangan.

    24.

    Rekening Kas Besi dalam Valuta Dolar Amerika adalah Rekening Lainnya dalam bentuk giro milik Perwakilan RI di luar negeri yang dipergunakan untuk menyimpan dana cadangan di Perwakilan RI terhadap berjaga-jaga atau keadaan yang mungkin timbul karena keterlambatan remise.

    25.

    Rekening Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam Valuta Dolar Amerika adalah Rekening Lainnya dalam bentuk giro milik Perwakilan RI di luar negeri yang dipergunakan untuk menampung seluruh penerimaan negara yang merupakan Rekening antara sebelum disetor ke Bendahara Penerimaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pusat, yang selanjutnya disetor ke Kas Negara.

    26.

    Rekening Antara dalam Valuta Dolar Amerika adalah Rekening Lainnya dalam bentuk giro yang diperlukan oleh beberapa Perwakilan RI di luar negeri yang mendapat kesulitan untuk membuka Rekening di negara akreditasi.

    27.

    Rekening Dana Titipan di Luar Negeri adalah Rekening Lainnya dalam bentuk giro valuta Dolar Amerika atau Valuta Setempat milik Perwakilan RI yang dipergunakan untuk menampung dana yang tidak termasuk pada Rekening lainnya pada Perwakilan RI.

    28.

    Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar seluruh Pengeluaran Negara.

    29.

    Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

    30.

    Kantor Pos adalah unit pelaksana teknis penyedia layanan jasa pos dan giro serta layanan pihak ketiga lainnya.

    31.

    Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disingkat KPA, adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggungjawab penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja yang bersangkutan.

    32.

    Treasury Notional Pooling yang selanjutnya disingkat TNP, adalah sistem yang digunakan untuk mengetahui posisi saldo konsolidasi dari seluruh Rekening Pengeluaran, Rekening Penerimaan, dan Rekening Lainnya milik Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja yang terdapat pada seluruh kantor cabang Bank Umum/badan lainnya yang bersangkutan tanpa harus melakukan perpindahan dana antar Rekening.

    Thumbnail
    Tidak Berlaku
    RETRIBUSI DAERAH | PELANGGARAN
    11/PMK.07/2010

    Tata Cara Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan di Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. ...

    • Ditetapkan: 25 Jan 2010
    • Diundangkan: 25 Jan 2010

    Relevan terhadap

    Pasal 1Tutup

    Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

    1.

    Daerah Otonom, yang selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    2.

    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

    3.

    Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau walikota bagi Daerah kota.

    4.

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah 5. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.

    6.

    Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Raperda, adalah Raperda yang mengatur mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, untuk mendapat persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD.

    7.

    Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Perda, adalah Peraturan Daerah yang mengatur mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang telah mendapat persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD.

    8.

    Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

    9.

    Pelanggaran adalah tindakan pemerintah Daerah dalam menetapkan Perda dan pemungutan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak dan Retribusi.

    10.

    Dana Alokasi Umum, yang selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

    11.

    Dana Bagi Hasil, yang selanjutnya disingkat DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

    MengingatTutup
    1.

    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

    2.

    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

    3.

    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

    4.

    Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

    5.

    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

    6.

    Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);

    7.

    Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;

    8.

    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah;

    Thumbnail
    BIDANG UMUM | TAHUN ANGGARAN 2015
    249/PMK.011/2014

    Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Sektor Industri Tertentu Tahun Anggaran 2015

    • Ditetapkan: 24 Des 2014
    • Diundangkan: 24 Des 2014
    Thumbnail
    TAHUN ANGGARAN 2012 | PENERIMA PENSIUN/TUNJANGAN
    PP 57 TAHUN 2012

    Pemberian Gaji/Pensiun/Tunjangan Bulan Ketiga Belas dalam Tahun Anggaran 2012 Kepada Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun/Tunjangan. ...

    • Ditetapkan: 28 Mei 2012
    • Diundangkan: 28 Mei 2012

    Relevan terhadap

    MengingatTutup
    1.

    Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

    2.

    Undang-Undang Nomor 5 Prps Tahun 1964 tentang Pemberian Penghargaan Tunjangan Kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2636);

    3.

    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1966 tentang Pemberian Pensiun/Tunjangan Yang Bersifat Pensiun dan Tunjangan Kepada Militer Sukarela (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2812);

    4.

    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906);

    5.

    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);

    6.

    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978 tentang Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden serta Bekas Presiden dan Bekas Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1978 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3128);

    7.

    Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3182);

    8.

    Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);

    9.

    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250);

    10.

    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226);

    11.

    Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4415) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5250);

    12.

    Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5254) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5303);

    13.

    Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2797);

    14.

    Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1968 tentang Pemberian Pensiun kepada Warakawuri, Tunjangan kepada Anak Yatim/Piatu dan Anak Yatim Piatu Militer Sukarela (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2863) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2948);

    15.

    Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3098) sebagaimana telah empat belas kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 32);

    16.

    Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan Bekas Kepala Daerah/Bekas Wakil Kepala Daerah serta Janda/Dudanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3160) sebagaimana telah empat kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 121);

    17.

    Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 tentang Pemberian Tunjangan Kehormatan Kepada Bekas Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat dan Janda/Dudanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 17) sebagaimana telah sebelas kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 38);

    18.

    Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Menteri Negara dan Bekas Menteri Negara serta Janda/Dudanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3184) sebagaimana telah empat kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 122);

    19.

    Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1981 tentang Perawatan, Tunjangan Cacad, dan Uang Duka Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3194);

    20.

    Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1985 tentang Pemberian Tunjangan Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 20) sebagaimana telah sepuluh kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 39);

    21.

    Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1985 tentang Pemberian Tunjangan Veteran kepada Veteran Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 49) sebagaimana telah delapan kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 40);

    22.

    Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1996 tentang Hak Keuangan/Administratif Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, dan Mantan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh serta Janda/Dudanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3622) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 123);

    23.

    Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2000 tentang Peraturan Gaji Hakim Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 16) sebagaimana telah lima kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 24);

    24.

    Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 150);

    25.

    Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2000 tentang Hak Keuangan/Administratif Jaksa Agung, Panglima Tentara Nasional Indonesia dan Pejabat Lain yang Kedudukannya atau Pengangkatannya Setingkat atau Disetarakan Dengan Menteri Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 151);

    26.

    Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2000 tentang Penetapan Pensiun Pokok Mantan Pejabat Negara dan Janda/Dudanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 156);

    27.

    Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Anggota Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4093) sebagaimana telah delapan kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 33);

    28.

    Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4095) sebagaimana telah delapan kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 34);

    29.

    Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan/Administratif Bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Anggota Mahkamah Konstitusi, serta Mantan Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Anggota Mahkamah Konstitusi Beserta Janda/Dudanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 91);

    30.

    Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2008 tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan Hakim Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama serta Janda/Dudanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 28);

    31.

    Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2008 tentang Hak Keuangan/Administratif Bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, serta Mantan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Beserta Janda/Dudanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 122);

    32.

    Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5120);

    33.

    Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2010 tentang Hak-Hak Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5123);

    34.

    Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2012 tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda/Dudanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 35);

    35.

    Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2012 tentang Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan, Warakawuri/ Duda, Tunjangan Anak Yatim/Piatu, Anak Yatim Piatu dan Tunjangan Orang Tua Anggota Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 36);

    36.

    Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2012 tentang Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan, Warakawuri/ Duda, Tunjangan Anak Yatim/Piatu, Anak Yatim Piatu, dan Tunjangan Orang Tua Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 37);

    Thumbnail
    TAHUN ANGGARAN 2009 | APBN
    UU 41 TAHUN 2008

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.

    • Ditetapkan: 11 Okt 2008
    • Diundangkan: 11 Okt 2008

    Relevan terhadap

    Pasal 1Tutup

    Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:

    1.

    Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.

    2.

    Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.

    3.

    Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya. Formatted: Bullets and Numbering Formatted: Bullets and Numbering 4. Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan bea keluar.

    5.

    Penerimaan negara bukan pajak adalah semua penerimaan yang diterima negara dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara (BUMN), penerimaan negara bukan pajak lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU).

    6.

    Cost recovery adalah pengembalian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan (recoverable cost) oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan menggunakan hasil produksi minyak bumi dan gas bumi (migas) sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku.

    7.

    Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan oleh pihak swasta dalam negeri dan pemerintah daerah serta sumbangan oleh pihak swasta dan pemerintah luar negeri, yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus, dialokasikan untuk mendanai kegiatan tertentu.

    8.

    Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah.

    9.

    Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah belanja pemerintah pusat yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga, sesuai dengan program- program Rencana Kerja Pemerintah yang akan dijalankan.

    10.

    Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial.

    11.

    Belanja pemerintah pusat menurut jenis adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Formatted: Bullets and Numbering 12. Belanja pegawai adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.

    13.

    Belanja barang adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat serta belanja perjalanan.

    14.

    Belanja modal adalah belanja pemerintah pusat yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.

    15.

    Pembayaran bunga utang adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membayar kewajiban atas penggunaan pokok utang (principal outstanding) , baik utang dalam negeri maupun luar negeri, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan untuk utang outstanding dan tambahan utang baru, termasuk untuk biaya terkait dengan pengelolaan utang.

    16.

    Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.

    17.

    Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada bahan bakar minyak dan tenaga listrik, sehingga harga jualnya terjangkau masyarakat yang membutuhkan.

    18.

    Belanja hibah adalah belanja pemerintah pusat dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Pemerintah Negara lain, atau lembaga/organisasi internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus. Formatted: Bullets and Numbering 19. Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat melalui kementerian negara/lembaga, guna melindungi dari terjadinya berbagai risiko sosial.

    20.

    Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka 12 (dua belas) sampai dengan angka 19 (sembilan belas), dan dana cadangan umum.

    21.

    Transfer ke daerah adalah pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus dan penyesuaian, serta hibah ke daerah.

    22.

    Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

    23.

    Dana bagi hasil, selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

    24.

    Dana alokasi umum, selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Formatted: Bullets and Numbering 25. Dana alokasi khusus, selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

    26.

    Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang dan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

    27.

    Dana Penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah .

    28.

    Hibah ke daerah adalah dana yang bersumber dari APBN dalam bentuk rupiah, serta pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) yang diterushibahkan ke daerah, yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus, dan dialokasikan untuk mendanai kegiatan tertentu.

    29.

    Sisa lebih pembiayaan anggaran, selanjutnya disingkat SILPA, adalah selisih lebih realisasi pembiayaan atas realisasi defisit anggaran yang terjadi.

    30.

    Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN.

    31.

    Pembiayaan dalam negeri adalah semua penerimaan pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri yang terdiri dari hasil privatisasi, hasil pengelolaan aset, surat berharga negara, dan pengeluaran pembiayaan yang terdiri dari dana investasi pemerintah, dan dana bergulir. Formatted: Bullets and Numbering 32. Privatisasi adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

    33.

    Surat berharga negara, selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara.

    34.

    Surat utang negara, selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam matauang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.

    35.

    Surat berharga syariah negara, selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam matauang rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

    36.

    Dana Investasi Pemerintah adalah dukungan Pemerintah dalam bentuk kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha.

    37.

    Restrukturisasi BUMN adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN, yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.

    38.

    Pembiayaan luar negeri neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri.

    39.

    Pinjaman program adalah pinjaman yang diterima dalam bentuk tunai (cash financing) yang pencairannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah pihak seperti matriks kebijakan ( policy matrix) atau dilaksanakannya kegiatan tertentu. Formatted: Bullets and Numbering 40. Pinjaman proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dan berdasarkan Undang-Undang ini.

    41.

    Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah.

    42.

    Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara.

    43.

    Tahun anggaran 2009 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2009.

    Pasal 15Tutup
    (1)

    Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat berupa:

    a.

    pergeseran anggaran belanja: (i) antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran; (ii) antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi; dan/atau (iii) antarjenis belanja dalam satu kegiatan.

    b.

    perubahan anggaran belanja yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP); dan Formatted: Bullets and Numbering c. perubahan pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat dari luncuran dan percepatan penarikan PHLN; ditetapkan oleh Pemerintah.

    (2)

    Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di atas pagu APBN untuk perguruan tinggi non-Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan BLU ditetapkan oleh Pemerintah.

    (3)

    Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang masih dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi.

    (4)

    Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antarprovinsi/ kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat maupun oleh instansi vertikalnya di daerah.

    (5)

    Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), dan (4) dilaporkan Pemerintah kepada DPR dalam APBN Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

    Thumbnail
    HUKUM KEUANGAN NEGARA | PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
    44/PUU-IX/2011

    Uji Materiil atas Pasal 160 ayat (2) huruf c UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemda, Pasal 11 ayat (2) huruf c UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keua ...

      Relevan terhadap 4 lainnya

      Halaman 11Tutup

      (1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. (2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. _(3) Subjek pajak dalam negeri adalah: _ a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat _tinggal di Indonesia; _ b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi _kriteria: _ 1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan _perundang-undangan; _ 2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja _Daerah; _ 3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah _Pusat atau Pemerintah Daerah; dan _ 4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan _fungsional negara; dan _ c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. ” f. Bahwa dari pengertian pajak tersebut di atas dapat dilihat bahwa dengan adanya frasa “orang pribadi” menciptakan ketidakberimbangan pembagian dana bagi hasil yang bersumber dari pajak karena hanya membatasi pembagian dana bagi hasil yang bersumber dari pajak orang pribadi. Sementara, pengertian pajak sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 UU 36/2008 mencakup tidak hanya orang pribadi namun juga pajak badan. Dengan tidak dibagikannya pajak badan dalam dana perimbangan daerah menciptakan ketidakseimbangan.

      Halaman 115Tutup
      1. Disadari sejak awal bahwa sasaran untuk memperkuat PAD akan menghadapi kendala teoretis (justifikasi akademis) maupun masalah praktis-administratif. Sumber-sumber pajak yang potensial memang jauh lebih cocok bila menjadi kewenangan pusat, sehingga tidak bisa ditransfer menjadi pajak daerah. Oleh karena itu, langkah yang bisa dan kerap kali dituntut untuk ditempuh adalah lewat pemberian atau penguatan dana bagi hasil kepada daerah, baik yang bersumber dari penerimaan pajak maupun dari bukan pajak (sumber daya alam). Namun, sejumlah kriteria seyogyanya dipenuhi dalam melaksanakan bagi hasil ini. Dalam banyak kasus, kriteria-kriteria ini dilanggar karena pertimbangan politis. 26. Meskipun demikian, di negara yang seluas dan semajemuk Indonesia, dimana kapasitas fiskal dan potensi penerimaan daerah-daerah sedemikian bervariasi, maka tidak mudah untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal vertikal ini tanpa membawa dampak kepada ketimpangan fiskal horizontal (antar daerah) yang semakin memburuk. 27. Langkah yang ditempuh di Indonesia sejak awal pelaksanaan desentralisasi berupa bagi hasil sumber daya alam dan bagi hasil pajak penghasilan orang pribadi, sudah cukup berhasil untuk mengurangi masalah ketimpangan fiskal vertikal. Namun, praktik ini menyebabkan semakin peliknya persoalan ketimpangan fiskal horizontal yang secara natural memang pasti terjadi di Indonesia yang kondisi antar daerah nya sangat bervariasi. Lebih jauh, bagi hasil tersebut sesungguhnya juga kurang memiliki dasar (argumen) teoritis yang memadai. 28. Maka pemikiran untuk membagihasilkan PPh badan menurut hemat Ahli akan menambah ruwet persoalan ketimpangan horizontal, selain landasan teorinya yang lemah. Di samping itu, jumlah (pool) dana yang akan digunakan dalam rangka alokasi DAU menjadi berkurang, yang konsekuensi Iogisnya adalah menurunnya efektivitas DAU sebagai alat pemerataan kemampuan fiskal. 29. Dari kaca mata Ilmu Keuangan Negara, sejak awal sesungguhnya Indonesia sudah memilih jalan untuk melakukan expenditure decentralization daripada revenue decentralization. Artinya, diskresi atau kewenangan yang dilimpahkan kepada daerah itu lebih kepada kewenangan/keleluasaan untuk membelanjakan anggaran sesuai prioritas yang ditetapkan daerah, dan bukan kepada kewenangan yang signifikan dalam menghimpun pendapatan,
      Halaman 69Tutup

      yang sudah dibagihasilkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sebenarnya terdapat opsi/alternatif lain yang lebih baik dilihat dari sudut akuntabilitas Pemerintah Daerah. Opsi tersebut adalah “piggy backing ” atau opsen atau penetapan tambahan atas pajak Pusat yang besar tarif penetapan tambahannya ditentukan oleh Pemerintah Daerah sendiri dan hasilnya juga diterima oleh daerah yang bersangkutan. Opsen tersebut misalnya dapat diberlakukan atas PPh Orang Pribadi. Selanjutnya berdasarkan UU PPh (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008) (Bukti Pemt-4) , mulai Tahun Anggaran 2001 Daerah memperoleh bagi hasil dari PPh Orang Pribadi ( personal income tax ), yaitu PPh Karyawan (Pasal 21) serta PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi. 2. Dana Alokasi Umum __ Untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara Pusat dan Daerah telah di atasi dengan adanya perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah (dengan kebijakan bagi hasil dan DAU minimal sebesar 25% dari Penerimaan Dalam Negeri). Dengan perimbangan tersebut, khususnya dari DAU akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya. Sesuai dengan UU Perimbangan bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah (Propinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep Fiscal Gap , dimana kebutuhan DAU suatu Daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah ( fiscal needs ) dan potensi daerah ( fiscal capacity ). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah/gap yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada. Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut, distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah yang mempunyai kemampuan

      Thumbnail
      Tidak Berlaku
      BEA MASUK | PERUBAHAN
      169/PMK.04/2017

      Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk dan /Atau Cukai. ...

      • Ditetapkan: 20 Nov 2017
      • Diundangkan: 20 Nov 2017

      Relevan terhadap

      Pasal IiTutup

      Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 6 0 (enam puluh) hari terhitun g se j ak tan gg al diundan g kan. A g ar setiap oran g men g etahuin y a, memerintahka r: pen g undan g an Peraturan Menteri ini den g an penempatanny c_ dalam Berita Ne g ara Republik Indonesia. Diundan g kan di Jakarta pad a tan gg al 21 No v ember 2 0 1 7 Ditetapkan di Jakarta pad a tan gg al 2 0 No v ember 2 0 1 7 MENTERI K EU ANG AN ttd. SRI MULY ANI INDR A W ATI DIRE K TUR JENDER AL PER ATUR AN PERUND ANG-UND ANG AN K EMENTERI AN H U K UM D AN HA K AS ASI M ANUSI A REPUBLI K INDONESI A, ttd. WIDODO E KATJ A H J AN A BERIT A NEG AR A REPUBLI K INDONESI A T A H UN 201 7 NOM OR 1 6 5 6 - 27 - L AMPI R AN PER ATUR AN MENTER ! K EU ANG AN REPUBLI K INDONESI A NOMOR 169/PMK.04/2017 TENT ANG PERUB AH AN PER ATUR AN MENTER ! K EU ANG AN NOMOR 1 1 1 /PM K . 0 4/2 0 1 3 TENT ANG T AT A C AR A PEN AGIH AN BE A M ASU K D AN/ AT AU CU KAI A. FORM AT DO K UMEN TER KAIT PENET AP AN/T AGIH AN B. P E TUNJU K PEL A K S AN A AN PENERBIT AN DO K UMEN PENET AP AN/ T AGIH AN C. FORM AT DO K UMEN TER KAIT BERIT A AC AR A - 28 - A. FORM AT DO K UMEN TER KAIT PENET AP AN/T AGIH AN 1 . FORMULIR STC K - 1 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR·WILAYAH DJBC...,...........(1).................... . . KANTOR.... .. .................................. (2).................... . . STCK-1 ............. . . (3)........ . . ,........ . ....... . (4)...............Yth. Nama NPWP NPPBKC Alamat . ............................. (5)............ . ........................... .............................. (6) ....................................... . .............................. (7) ......................................................................(8)........................................ SURAT TAGIHAN CUKAI Nomor.... . (9) ....... Berdasarkan hasil penelitian/ pemeriksaan, dengan ini diberitahukan bahwa hingga saat ini Saudara masih mempunyai utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, danjatau sanksi administrasi berupa denda*) sebagaimana dimaksud dalam: Dokumen Žomor dan tanggal dokumen ranggal terakhir pem bayaran ................................(10)........................................................................( 1 1)..................................................................... . . (12).......................................**) sehingga ditetapkan adanya tagihan yang harus Saudara lunasi dengan rincian sebagai berikut: Jenis Tagihan Jumlah Tagihan (Rp) Cukai................................ (13)............................ .. . . Sanksi Administrasi Beru pa Denda Administrasi................................ (14)................................ Jumlah Rp ...................... . .........(f5)............ . ;

      .

      ................... . (...^. :

      .

      ..................................................................(16)...........:

      .

      ;

      .

      .................................................... . . ) Uraian terjadinya tagihan:

      .

      ..................................................................... ...... . (17).................................................................... Untuk mencegah tindakan lebih lanjut sesuai ketentuan perundang-undangan, diminta kepada Saudara untuk membayar tagihan tersebut di atas paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Surat Tagihan ini diterima dan bukti pembayaran agar disampaikan kepada Kepala Kantor................ . . (18)................. .......... . . Keberatan atas Surat Tagihan ini diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal melalui Kantor tersebut di atas sebelum tanggal jatuh tempo dengan ketentuan sebelumnya sudah menyerahkan jaminan sebesar tagihan utang. Tagihan utang yang tidak dibayar pada waktunya dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) dari jumlah tagihan yang terutang, bagian bulan dihitung satu bulan penuh, untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

      .

      ^Kepala Kantor ..... : Tembusan:

      1.

      ... . . ;

      .

      ... (23)................ . .. . ... . ; * ) caret yang tidak perlu ** ) khusus untuk penundaan cukai karena pemesanan pita cukai Nom or Nom or Nom or · Nomor Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or No 1no r Nom or Nom or · Nomor Nom or Nom or Nom or (1) (2) (3) .

      (4)

      (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0 ) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) ( 1 6) ( 1 7) ( 1 8) ( 1 9 ) (2 0 ) (2 1 ) (22) (23) (24) . (2 5 ) - 2 9 - PETUNJU K PENGISI AN Diisi K antor Wilayah DJBC yang membawahi K antor Pelayanan Diisi K antor Pelayanan penerbit Surat Tagihan Diisi nam a tempatjkota K antor Pelayanan Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Tagihan yang akan diterbitkan Diisi nama Pe n anggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPW P Penanggung Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPB K C Penanggung Penanggung Bea Masuk d a n I a tau C ukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor urut Surat Tagihan yang diberikan oleh unit yang mengurus surat-surat secara sentral D iisi nama d o kumen dasar diterbitkannya Surat Tagihan Misal : C K - 1 , Keputusan Pengangsuran, LH A Diisi nomor dan tanggal dokumen Diisi tanggal terakhir pembayaran, khusus untuk penundaan cukai karena pemesanan pita cukai Diisi jumlah n ilai utang cukai yang ditagih ( dalam angka) Diisi jumlah besarnya uang sanksi administrasi berupa denda (dalam angka) Diisi jumlah total tagihan utang ( dalam angka) Diisi jumlah total tagihan utang ( dalam huruf) Diisi uraian terjadinya utang Diisi nama K antor Pelayanan yang melakukan monitoring penagihan Diisi nama tempatjkota K antor Pelayanan Diisi tanggal dikeluarkannya Surat Tagihan Diisi nama dan tanda tangan K epala K antor Pelayanan Diisi NIP K epala K antor Diisi Direktur yang menangani cukai Diisi Direktur yang menangani pener 1 maan dan penagihan Diisi nama K antor Wilayah yang membawahi K antor · Pelayanan . 2 . SUR AT TEGUR AN KEMENTERIAN KEUANGAN. REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH DJBC.... . . (1)........................... KANTOR................................ . . (2)............................ . . SURAT TEGURAN Nomor Tanggal Yth. Žama ŽPWP 1\lamat .. ...................... (5) .................. . ........................ (6)......................................... :

      .

      (7) ................. . Menunjuk...........(8)............ . . nomor............(9)...........tanggal...............(10............ . , hingga saat ini Saudara belum melunasi utang bea masuk danjatau cukai tersebut. Diminta kepada Saudara agar segera melunasi seluruh utang bea masuk danjatau dengan rincian sebagai berikut: Jenis Utang a. Bea Masuk b. Bea Masuk Anti Dumping/Bea Masuk Anti Dumping Sementara/Bea Masuk ImbalanjBea Masuk Imbalan Sementara/Bea Masuk Tindakan Pengamananj Bea Masuk Tindakan Pengamanan sementara *J c. Cukai d. PPN e. PPnBM f. PPh Pasal 2 2 g. Denda· Administrasi h. Bunga i............. . . (19)............ TOTAL.UTANG Jumlah Utang Rp.......................(11) Rp.......................(12) Rp........................ . . (1 3 )................ . . Rp...........................(14) ................. . Rp......................... (15}............ ...... . Rp........ ............... . . (16) .................. . Rp.................... .....(17) ................. . . Rp........................ . (181 :

      .

      ............... . . Rp........................ . . _(20) ................. . Rp........................ . (21)................ . . Saudara wajib melunasi utang bea masuk danjatau cukai tersebut dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak tanggal Surat Teguran ini dan bukti pelunasan agar disampaikan kepada Kepala Kantor...:

      .

      ..................... (22) ....................... . ·PERHATIAN TAGIHAN HARUS DILUNASI DALAM WAKTU PALING LAMA 21 (DUA PULUH SATU) HARI SEJAK TANGGAL SURAT TEGURAN INI. SESUDAH BATAS WAKTU ITU, TINDAKAN PENAGIHAN AKAN DILANJUTKAN DENGAN PENERBITAN SURAT PAKSA. (Pasal 8 UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak . Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000) Tembusan: *) coret yang tidak perlu Kepala Kantor Nom or Nomor. Nomor Nom or Nomor Nom or Nomor Nom or Nom or N o m or Nomor Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nomor Nom or (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) ( 1 1) (1 2) (1 3) (14) (15) (16) (1 7) (1 8) (1 9) (20) (2 1) (22) (23) (24) - 3 1 - PET U NJUK PENGISI AN Diisi Kantor \V ila y a h DJBC yang membawahi Kant o r Pelayanan Diisi Kantor Pela y anan penerbit Surat Teguran Diisi ·nomor Surat Teguran Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya · S u rat Teguran Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis surat penetapan, atau surat keputusan y ang belum dilunasi oleh Penan g gung Bea Masuk dan/atau C ukai Diisi nomor surat p e netapan, surat penetapan, atau surat keputusan Diisi tanggal surat pen eta pan, · surat penetapan, atau s urat keputusan Diisi jumlah utang bea masuk Diisi jumlah utang bea masuk anti dumping, bea masuk anti· dumping sementara, bea masuk imbalan, bea masuk imbalan s e mentara, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk tindakan pengamanan sementara Diisi jumlah utang cukai Diisi jumlah utang PPN Diisi jumlah utang PPnBM Diisi jumlah utang PPh Pasal 22 Diisi jumlah utang denda administrasi Diisi jumlah utang bunga atas keterlambatan pelunasan Diisi jenis utang lainnya Diisi j umlah utang lainnya Diisi jumlah total utang Diisi n a ma Kantor Pelayanan yang melakukan monitoring p e nagihan Diisi ^. n a ma dan tanda tangan Kepala · Kantor Pela y anan y ang menerbitkan Surat Teguran Diisi NIP Kepala Kantor Pelayanan y ang menerbitkan Surat Teguran Nom or (25) Nom o r (26) - 32 - Diisi Direktur y ang menangani penerimaan dan penagihan Diisi nama . K antor · Wila y ah y ang membawahi K antor Pela y anan - 33 - 3 . FORMULIR STCK-2 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH DJBC................ .. . (1)................ KANTOR.... ............................ ...... ....... (2)................ Yth. Nama NPWP NPPBKC A lam at ........(3).......,...............(4) . ..................... · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · . (5)................................................................ . . (6)............................................................ .....(7)............................ . ... . ................................ (8).............................. . .. . . SURAT TEGURAN NomQr: S-........ (9)........... STCK-2 Menunjuk Surat Tagihan Nomor.... . . (10).......tanggal.... . . ( 1 1).... . . dan Keputusan Pengangsuran Nomor........ ( 1 2).......tanggal............ . . (13)............ . , hingga saat ini Saudara belum i.nelunasi tagihan utang dengan rincian sebagai berikut: J enis Tagihan Jumlah (Rp) Cukai........................................ . (14).... ^...... . .......... .............Sanksi administrasi berupa denda Bunga ......................................... ( 1 5)........................................................................ . . (16)................................ . Jumlah Rp................................. . (17)........ . .................. . ( ................................................................. (18) ........................................................................ ) Uraian terjadinya tagihan:

      .

      ............ 6................................................ . .............. ( 1 9)................................ . .............. . .................. Saudara wajib melunasi kekurangan pembayaran tersebut dalam jangka waktu paling lama 2 1 (dua . puluh satu) hari terhitung sejak tanggal Surat Teguran ini dan bukti pelunasan agar disampaikan kepada Kepala Kantor........................ . . (20)........................ PERHATIAN TAGIBAN HARUS DILUNASI DALAM WAKTU PALING LAMA 2 1 (DUA PULUH SATU) HARI SEJAK TANGGAL SURAT TEGURAN INI. SESUDAH BATAS WAKTU ITU, TINDAKAN PENAGIHAN BEA DAN CUKAI AKAN DILANJUTKAN DENGAN PENERBITAN SURAT PAKSA. (Pasal 8 UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa se bagaimana telah diu bah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000) Tembusan:

      1.

      ........... (23)............. .............. . ;

      2.

      ..........(24)................ :

      .

      ......... . . ; Kepala Kantor Nom or Nom or N o m or Nomor Nomo r Nom or Nomor Nomor Nomor Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or · Nom o r Nom or Nom or Nomor Nomor Nom or Nom or Nom or N o m or (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5)' ( 1 6) ( 1 7) ( 1 8) ( 1 9) (20) (2 1 ) (22) (2 3 ) (24) (25) - 34 - P ETUNJUK PENGISIAN Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan Diisi Kantor Pelayanan penerbit STCK-2 Diisi nama tempatjkota Kantor Pelayanan Diisi tanggal diterbitkannya STCK-2 Diisi . nama Penanggung Bea Masuk danj atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/ ata u Cukai Diisi NPPBKC P enanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nom or STCK-2 Diisi nomor S u rat Tagihan Diisi tanggal Sura t Tagihan Diisi nomor Keputusan Pengangsuran Diisi tanggal Keputusan Pengangsuran Diisi jumlah nilai utang ·cukai yang ditagih (dalam angka) Diisi jumlah besarnya sanksi administrasi berupa denda ( dalam angka) Diisi juml a h tagihan bunga ( dalam angka) Diisi jumlah total t agihan utang (dalam angka) Diisi jumlah total tagihan utang (dalam huruf) Diisi uraian t e rjadinya utang Diisi nama Kantor Pelayanan yang melakukan monitoring penagihan Diisi nama d an tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan yang menerbitkan STCK-2 Diisi NIP Kepala Kantor Pelayanan yang menerbitkan STCK-2 Diisi Direktur yang menangani cukai Diisi Direktur yang menangani ^. penerimaan dan penagihan Diisi nama Kantor Wilayah yang · membawahi Kantor Pelayan a n - 35 - 4. FORMULIR SURAT PERINTAH PENAGIHAN SEKALIGUS SEKETIKA DAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN. CUI{AI KANTOR WILAYAH DJBC................ (1)........ . ............. KANTOR.... ...................................... . . (2)....................... SURAT PERINTAH PENAGI.HAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS Nomor:

      .

      ..................(3)................ . . Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 dengan ini diperintahkan kepada: Nama NPWP NPPBKC . Alamat ....................................(4).................................................... . :

      .

      ....................... (5).......................................................:

      .

      ... . .................(6)........................................................ . ...... .............. . (7)........................................ . . untuk melunasi sekaligus atas utang bea mast: k danjatau . cukai sejumlah Rp............ .......... . (8)...............dengari rincian sebagai berikut: Nomor dan Nomor dan Tanggal Tanggal Surat Jumlah Utang Surat Penetapan/ Jenis Utang Surat Tagihan/ Teguran/ (Rp) Surat Keputusan STCK-2 a. Bea Ma.suk :

      .

      ....... . . ( 1 1)............ . b. Be a Masuk Anti · DumpingjBea...........(12).... :

      .

      ....... Masuk Anti Dumping Semen tara/ Be a Masuk Im balan I Be a Masuk Imbalan Semen tara/ Be a Masuk Tindakan Pengamananj Bea Masuk Tindakan Pengamanan ........(9)............ .. . (10).......semen tara c. Cukai .......... . . (13)............ d. Denda Administrasi (Pabean)............ (14)............ e. Denda Administrasi (Cukai)............ (iS)............

      f.

      Bunga (Pabean)............ ( 1 6)............

      g.

      ^Bunga (Cukai)............ (17)............

      h.

      .......... . (18)............................ . (19)............ TOTAL UTANG............ (20)........ . . terbilang (........ . .............................. . :

      .

      ............... . . (2 1)............ . .......... 5...........................................) pada hari.... . . (22)........ . tanggal...... (23)...........bulan.... (24) . . :

      .

      ... . . tahun.......(25)........ . . Kepala Kantor Tembusan:

      1.

      ........... . (30)............ ;

      2.

      ........... . (3 1 )............ ; Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or· Nomor Nom or Nomor . Nomor Nom or Nomor Nom or Nomor. Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nomor Nomor Nom or Nomor. Nomor Nom or Nom or Nomor Nomor Nom or - 36 - PETUNJUK PENGISIAN (1) . · · ^Diisi Kantor Wilayah DJBC yang menibawahi Kantor Pelayanan (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ( 1 2) Diisi Kantor Pelayanan penerbit Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus (SPPSS) Diisi nomor SPPSS Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai mempunyai NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jumlah tagihan utang (dalam angka) Diisi nomor dan · tanggal Surat Penetapan, Surat Tagihan, atau Surat Keputusan Diisi nomor dan tanggal Surat Teguran atau STCK-2 Diisi jumlah utang bea masuk (dalam angka) Diisi jumlah utang bea masuk anti dumping, bea masuk anti dumping sementara, bea masuk imbalan, bea masuk inibalan sementara, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea rriasuk tindakan pengamanan sementara (dalam angka) ( 1 3) Diisi jumlah u tang cukai ( dalam angka) ( 1 4) Diisi jumlah utang Sanksi Administrasi berupa Denda di bidang Kepabeanan (dalam angka) ( 1 5) . Diisi jumlah utang Sanksi Administrasi berupa Denda di bidang cukai ( dala!ll angka) ( 1 6) Diisi jumlah utang bunga di bidang Kepabeanan karena keterlambatan pelunasan (dalam angka) ( 1 7) Diisi jumlah utang bunga di bidang cukai karena keterlambatan pelunasan (dalam angka) ( 1 8) Diisi jenis utang lainnya ( 1 9) Diisi jumlah utang lainnya (dalam angka) (20) Diisi jumlah total utang (dalam angka) (2 1 ) Diisi jumlah total utang (dalam huruf) (22) Diisi nama hari utang harus dilunasi. (2 3 ) Diisi tanggal utang harus dilunasi (dalam huruf) (24) Diisi nama bulan utang harus dilunasi (dalam huruf) (25) Diisi tahun utang harus dilunasi (dalam huruf) (26) Diisi nama kota diterbitkannya SPPSS (27) · Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya SPPSS (28) Diisi nama Kepala Kantor Pelayanan yang Nom or (29) Nom or (30) Nom or (3 1 ) Nom or (32) - 37 - menerbitkan SPPSS Diisi NIP Kepala Kantor Pelayanan yang menerbitkan SPPSS Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, jika terkait dengan tagihan cukai Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan 5 . FORMULIR SURAT PAKSA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH DJBC............ . . (1)....................... KANTOR........................................ . (2).................... . .. . . Menimbang bahwa: SURAT PAKSA Nomor:

      .

      ..............(3)........ ........... . . DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA KEPALA KANTOR........ (4)........ . . Nama :

      .

      ............................... (5).... ·........................ . NPWP :

      .

      ....... . ...................... . (6) ..... · ....................... . NPPBKC :

      .

      ............................... (7).......4.................... . Alamat :

      .

      ............................... (8)............................ . Menunggak utang bea masuk danjatau cukai dan biaya penagihan Bea Masuk danfatau Cukai dengan rincian sebagai·berikut : Nom or dan Tanggal Nomor dan Surat Penetapan/ Tanggal Surat Surat Tagihan/ Teguran/ Surat Keputusan STCK-2 /SPSS........ (9)...............(10)....... Dengan ini :

      a.

      b.

      c.

      d. e.

      f.

      g . h. i. Jenis Utang Bea Masuk Be a Masuk Anti Dum ping/ Bea Masuk Anti Dumping SementarafBea Masuk ImbalanjBea Masuk Imbalan Semen tara/ Be a Masuk Tindakan Pengamanan/ Be a Masuk Tindakan Pengamanan sementara*) Cukai Denda ^· Administrasi (Pabean) Denda Administrasi (Cukai) Bunga ·(Pabean) Bunga ( Cuka i) . . :

      .

      ......(18)............ . Biaya Penagihan dan/atau Cukai Be a Masuk TOTAL UTANG Jumlah Utang (Rp) ........( 1 1)................ (12)........

      .

      . :

      .

      ... . . ( 1 3)................ (14)................ ( 1 5)................ (16)................ ( 1 7)................ (19)................ (20).......

      .

      ........ (2 1).... . . 1 . memerintahkan Penanggung Bea Masuk . danjatau Cukai termasuk pengurus atau pihak- pihak yang tercantum dalam surat keterangan Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai, untuk membayar jumlah utang bea masuk dan ataufcukai sebesar Rp........ (22).......(.......(23) ...... . ) ditambah dengan biaya penagihan Bea Mas_uk danfatau Cukai sebesar Rp.... . . (24).... (.... . . (25).... . . ), dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh em pat jam) . sesudah pemberitahuan Surat Paksa ini serta menyampaikan bukti pelunasan kepada Kepala Kantor.... . (26).... . 2 . besaran bunga dikenakan sebesar 2% (dua persen) setiap bulan atas keterlambatan pembayaran untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dari jumlah kekurangan pembayaran bea masuk dan sanksi administrasi berupa denda, bagian bulan dihitung satu bulan penuh dengan nilai sebagaimana tercantum dalam tabel halaman 2 .

      3.

      memerintahkan kepada Jurusita yang melaksanakan Surat Paksa ini atau Jurusita lain yang ditunjuk untuk melanjutkan pelaksanaan Surat Paksa untuk melakukan penyitaan atas barang-barang milik Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai apabila dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh em pat) jam setelah Surat Paksa ini diberitahukan tidak dipenuhi. PERHATIAN TUNGGAKAN HARUS DILUNASI DALAM WAKTU 2X24 JAM SETELAH MENERIMA SURAT PAKSA INI. SESUDAH BATAS WAKTU ITU, TINDAKAN PENAGIHAN UTANG AKAN DILANJUTKAN DENGAN PENYITAAN. (Pasal 1 2 Ayat (1) UU No. 1 9 tahun 1997 tentang Penagihan Pa jak dengan Surat Paksa sebagaimana tdah diubah dengan UU No. 19 tahun 2000) Tembusan :

      1.

      ..........(3 1 )........ . . ;

      2.

      ..........(32)........ . . ; *) coret yang tidak perlu Ditetapkan di :

      .

      ....... . . (27)............ . . Pada Tanggal : Kepala Kantor t www.jdih.kemenkeu.go.id - 39 - TABEL PERHITUNGAN BUNGA Bunga Waktu Pembayaran Persen Bunga Yang Harus ke- (tanggal periode bunga Bunga Dibayar (Rp) pembayaran) · Akumulatif 1.... (34)...2° / o...(35)...

      2.

      ... (34)...4° / o...(35)...

      3.

      ... (34)...6° / o...(35)...

      4.
      .

      . . (34)...8° / o...(35)...5.... (34)...1 0° / o...(35)...

      6.

      ...(34)...1 2° / o...(35)...

      7.

      ...(34)...1 4%...(35)...

      8.

      ...(34)...1 6° / o...(35)...

      9.

      ... (34)...1 8o/ o...(35)... 1 0....(34)...20° / o...(35)... 1 1.... (34)...22° / o...(35)... 1 2....(34).... 24o/ o ·...(35)... 1 3.... (34)...26° / o...(35)...

      14.

      ...(34) . ϲ . 28° / o...(35)... 1 5.... (34)...30o/ o...(35)... 1 6.... (34)...32° / o . , , (35) , . , I 1 7.... (34)...34%...(35)... 1 8.... ( 3 4). ϳ . 36o/ o...(35)... 1 9.... (34)...38° / o...(35)...

      .

      Nomor (1) Nomor (2) · Nomor (3) . Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor ( 1 0) · Nomor ( 1 1 ) Nomor ( 1 2) · Nomor ( 1 3) Nomor ( 1 4) Nomor ( 1 5) Nomor ( 1 6) Nomor .( 1 7) Nomor· ( 1 8) Nomor ( 1 9) Nomor (20) . Nomor (2 1 ) Nomor (22) Nomor (23) Nomor (24) - 40 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan Diisi Kantor Pelayanari penerbit Surat Paksa Diisi nomor Surat Paksa Diisi Kantor Pelayanan penerbit Surat Paksa Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor dan tanggal Surat Penetapan; Surat Tagihan, atau Surat Keputusan Diisi nomor dan tanggal Surat Teguran, STCK-2 , atau SPPSS Diisi jumlah utang bea masuk (dalam. angka) . Diisi jumlah utang bea masuk anti dumping, bea masuk anti dumping sementara; bea masuk imbalan, bea masuk imbalan sementara, bea masuk tindakan pengamanan, dan atau bea masuk tindakan pengamanan sementara (dalam angka) Diisi jumlah utang cukai (dalam angka) Diisi jumlah utang Sanksi Administrasi berupa Denda di bidang Kepabeanan (dalam angka) Diisi jumlah utang .sanksi Administrasi berupa Denda di bidang cukai ( dalam angka) Diisi jumlah ·utang bunga di bidang Kepabeanan karena keterlambatan pelunasan (dalam angka) .. Diisi jumlah . u tang bung a di bidang cukai karen a keterlambatan pelunasan (dalam angka) Diisi jenis utang lainnya. Diisi jumlah utang lainnya (dalam angka) . Diisi jumlah biaya penagihan Bea Ma,suk ^. dan/atau Cukai (dalam angka) Diisi jumlah total utang (dalam angka) Diisi jumlah total utang bea masuk danj cukai (dalam angka) Diisi jumlah total utang bea masuk danjcukai (dalam huruf) Diisi jumlah biaya penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai (dalam angka) ?-Jomor (25) Šomor (26) Nomor (27) . .. Nomor (28) Nomor (29) Nomor (30) Nomor (3 1 ) . . Nomor (32) Nomor (33) Nomor (34) Nomor (35) - 4 1 - Diisi jumlah biaya penagihan Bea Masuk dan/ a tau Cukai ( dalam huruf) Diisi Kantor Pelayanan yang melakukan monitoring penagihan Diisi nama kota diterbitkannya Surat Paksa Diisi · tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya Surat Paksa · Diisi nama Kepala Kantor Pelayanan yang menandatangani Surat Paksa Diisi NIP Kepala Kantor Pelayanan yang menandatangani Surat Paksa Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, jika terkait dengan tagihan cukai Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kaptor Pelayanan Diisi tanggal ^. periode bunga pembayaran dengan ketentuan bunga bulan ke- 1 dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal jatuh tempo Surat Penetapan sampai dengan 30 . hari ke depan, untuk bunga bulan ke-2 dihitung 3 1 . (tiga puluh satu) hari setelah tanggal jatuh tempo Surat Penetapan sampai dengan 30 hari ke depan, dari seterusnya (kelipatan 30 (tiga puluh) hari) . Diisi jumlah utang bea masuk, cukai danjatau sanksi administrasi berupa denda dikalikan persen . bunga akumulatif. PETUNJUK PENGISIAN TABEL PENGHITUNGAN BUNGA Contoh ^. untuk kasus Pabean: Tanggal Surat Penetapan adalah 10 Juni 20 1 6 dengan jumlah utang bea masuk dan/atau sanksi . administrasi berupa denda sebesar Rp. 1 00.000. 000,00. Tanggal jatuh tempo adalah 8 Agustus 20 1 6 (60 (enam · puluh) hari) . Bunga Waktu Pembayaran Persen Bunga Yang Harus Dibayar B.unga ke- (tanggal periode bunga pembayaran) Akumulatif (Rp) 1 . 9 Agustus 20 1 6 s.d. 7 September 20 16 2% Rp. 2.000.000,00 (diperoleh dari perkalian antara jumlah u tang be a ·masuk dan/atau sanksi administrasi berupa denda dengan persen bunga akumulatif) 2 . 8 September 20 1 6 s.d. 7 Oktober 20 1 6 4% Rp. 4.000.000,00 3 . 8 Oktober 20 1 6 s.d. 6 November 2016 6% Rp. 6.000.000,00 4....(dst) ... 8%...(dst)... Contoh untuk kasus Cukai: Tanggal Surat Tagihan adalah 1 0 Juni 20 16 dengan jumlah utang bea masuk· danj atau sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 1 00 . 000.000,00. Tanggal jatuh tempo adalah 9 Juli 20 1 6 (30 (tiga puluh) hari) . Bunga Waktu Pembayaran Persen Bung a Bunga Yang Harus Dibayar (Rp) ke- (tanggal periode bunga pembayaran) Akumulatif 1 . 1 0 Juli 20 1 6 s.d. 8 Agustus 20 16 2% Rp. 2.000.000,00 (diperoleh dari perkalian antara jumlah utang cukai dengan persen bunga akumulatif) 2 . 9 Agustus 2 0 1 6 s.d. 7 September · · 4% Rp. 4.000.000,00 20 16 3. 7 September 20 1 6 s.d. 6 Oktober 6% Rp. 6.000.000,00 20 1 6 - 43 - 6 . FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN PIUTANG PAJAK DALAM RANGKA IMPOR (SP3DRI) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT Jl£NDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH.... . . ·............ . . (1)........................................ . KANTOR.................................... . (2)................ . _..................... . . Yth. l .Direktur........ . (3)........ . 2 .Kepala........ . . (4)................ . . (5)........ . . SURAT PEMBERITAHUAN PIUTANG PAJAK DALAM RANGKA IMPOR Nomor: S-........ . . (6)........ . . Sehubungan dengan Surat Teguran nomor.... . .....(7)......... tanggal........ . . (8)...........dengan in ^{ kami beritahukan bahwa: Nama NPWP NPPBKC Alamat .................................. (9).................................................... :

      .

      ............................... . (10)............................ . . :

      .

      ....................................................(1 1)................................................ . .

      .

      ............................ 3.... (12)............................ . .............:

      .

      ....... mempunyai utang pa jak yang berk ^a itan dengan pungutan impor sebagaimana dimaksud dalam........ . ( 1 3)........ . nomor...........(14)............. tangga1......... . . ( 1 5)........... Jenis dan jumlah utang: PPN Rp............................. . . (16) •............ _.......................................PPh Pas ^· al 22 Rp.................... . ...... . . (17).... .............................................. . . PPnBM Rp...............................(18).... ..................................................Jumlah Rp...............................(19).ƴ................................ ·................... Terbilang (.................................... . .............. (20) . .................................................. . ) . · Selanjutnya piutang tersebut di .atas dilimpahkan kepada Saudara untuk penyelesaian lebih lanjut. Demikian disampaikan, . atas perhatian dan ker jasamanya diucapkan terima kasih. Kepala Kantor ............. . :

      .

      ... ;

      .

      (2 1)..................... . ... . . NIP . :

      .

      ....... : Tembusan: Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nomor Nom or Nom or Nomor (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0)· ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) (16) (17) ( 1 8) ( 1 9) (20) (2 1 ) (22) ^.

      (23)

      (24) (25) - 44 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan Diisi Kantor Pelayanan Bea· dan Cukai penerbit Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor (SP3DRI) Diisi Direktur pad a Direktorat J enderal Pajak yang menangani penagihan pajak Diisi Kantor Pelayanan Pajak tempat NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai terdaftar Diisi tanggal, bulan dan tahun· diterbitkannya SP3DRI Diisi nomor SP3DRI Diisi nomor Surat Teguran Diisi tanggal Surat Teguran Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi · jika Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis Surat Penetapan, Surat. Tagihan, atau Surat Keputusan misalnya SPTNP, SPKTNP Diisi nomor Surat Penetapan, Surat Tagihan, atau Surat Keputusan Diisi tanggal Surat Penetapan, Surat Tagihan, atau Surat Keputusan Diisi jumlah utang PPN (dalam angka) Diisi jumlah utang PPh pasal 22 (dalam angka) Diisi jumlah utang PPnBM (dalam angka) Diisi jumlah total utang (dalam angka) Diisi jumlah total utang (dalam huruf) Diisi · nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan yang menerbitkan SP3DRI Diisi NIP Kepala Kantor Pelayanan yang menerbitkan SP3DRI Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai - 45 - 7 . FORMULIR SURAT PERM.OHONAN BANTUAN PELAKSANAAN SURAT PAKSA No. Sifat Lamp iran Hal KOP SURAT DINAS S-............ (1)............ . Segera · · · · · · · · · · · · · · · (2)............ Permohonan Bantuan Pemberitahuan Surat Paksa Yth. Kepala...........(4)........................................ . . (5)............

      .

      ........ (3)....... Sesuai Pasal 1 0 Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000, dengan ini dimohon bantuan Saudara untuk memberitahukan Surat Paksa terhadap Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai sebagai berikut : Nama NPWP NPPBKC Alamat ......................... ·........ (6).......................................................... . . (7)............................................................ (8)............................................................ (9)............. . .. . . : Demikian disampaikan, atas bantuan dan kerjasamanya diucapkan terimakasih. Kepala Kantor Tembusan:

      1.

      ..............(12)........ . . ; Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or· Nomor Nomor Nom or (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) - 46 - PETUNJUK PENGISIAN · Diisi nomor Surat Permohonan Pemberitahuan Surat Paksa Bantuan Diisi jumlah lampiran Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan Surat Paksa Diisi tanggal, · bulan dan tahun diterbitkannya Surat Permohonan Bantuan Pemberitahuan Surat Paksa Diisi nama Kantor Pelayanan yang diminta Bantuan Pemberitahuan Surat Paksa Diisi alamat Kantor Pelayanan yang diminta Bantuan Pemberitahuan Surat Paksa Dlisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk danj atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi Alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor yang­ menerbitkan . Surat Permohonan Bantuan Pelaksanaan Surat Paksa Diisi NIP Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Permohonan Bantuan Pelaksanaan Surat Paksa Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi · nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan yang meminta bantuan Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan yang diminta bantuan - 47 - 8. FORMULIR SURAT PERINTAH MELAKSANAKAN PENYITAAN KOP SURAT DINAS SURAT PERINTAH MELAKSANAKAN PENYITAAN NOMOR............ . (1).................... . Oleh karena Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai : Nama · NPWP NPPBKC Alamat ........................(2)............................................ . (3)............................................ . (4)............................ . .............. . . (5).................... . Telah dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa nomor........ (6).......tanggal.... . . (7).... . . namun hingga saat ini belum juga melunasi Utang Bea Masuk danfatau Cukai, maka sesuai dengan Pasal 1 2 Undang-Undang nomor 19 Tahun 1997· tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 19 Tahun 2000 dengan ini diperintahkan kepada : Nama NIP Jabatan ..... . .............. . . (8)............ .................. . .............. . . (9) . . :

      .

      ................... . Jurusita Bea dan C11kai pada............ . . (10).... . ................... . . Untuk melakukan penyitaan barang-barang (barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak) milik Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang berada di tempat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai maupun yang berada di tangan orang lain. Penyitaan agar dilakukan bersama-sama dengan 2 (dua) orang saksi, warga negara Indonesia yang telah mencapai usia 2 1 (dua puluh satu) tahun atau telah dewasa dan da p at dipercaya. Berita acara pelaksanaan sita supaya disampaikan dalam waktu paling lambat.... ,.... . ( 1 1 )........ . . hari setelah pelaksanaan penyitaan.

      .

      ................ . (12)...............Kepala Kantor · ..... . . ;

      .

      . :

      .

      ... . (13).................... . . NIP........ . . (14).................... . Tembusan:

      .

      1...............( 1 5)................. .. 2 . ...... . . ; t www.jdih.kemenkeu.go.id Nomor · (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) · Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor. (8) Nomor (9) Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1 ) Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) ( 1 6) ( 1 7) . - 48 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi . alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor Surat Paksa Diisi tanggal Surat Paksa Diisi nama Jurusita Bea dan Cukai Diisi Nomor Induk Pegawa (Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama Kantor Pelayanan tempat Jurusita Bea dan Cukai bertugas Diisi jumlah hari Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan Diisi, tempat, diterbitkannya Penyitaan tanggal, bulan Sur at Perintah dan tahun Melaksanakan Diisi nama dan tanda tangan Kepala Karttor Pelayanan Diisi Nomor Induk Pegawai Kepala Kantor Pelayanan Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan yang memerintahkan penyitaan . ^. - 49 - 9 . FORMULIR SURAT PERMINTAAN PEMBLOKIRAN KEKAYAAN PENANGGUNG BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI YANG TERSIMPAN DI BANK No. Sifat Lamp iran Hal KOP SURAT DINAS S-............ (1)............ . Segera · · · · · · · · · · · · · · · (2)............ Permintaan Pemblokiran Barta Kekayaan Penanggung Bea Masuk Dan/ Atau ^. Cukai Yang Tersimpan Di Bank · Yth. Pimpinan............ . .. . . {4)................................

      .

      ........ (3)....... Sesuai Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa jo Pasal.... (5).... . . Peraturan Menteri Keuangan nomor.... . . (6).... . . ten tang Tata Cara Penagihan Bea Masuk Dan/ Atau Cukai, dengan ini diminta bantuan Saudara untuk melakukan pemblokiran secara seketika atas harta kekayaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai berupa giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan danjatau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu sebesar.... . . (7).......( . . Â...(8)........ . ) terhadap: Nama NPWP NPPBKC Alamat ......................... . (9)................................................................. . ;

      (10)

      ................................................................ . . { 1 1)................................'................ .......... . ...... . ( 1 2).................................... .. . . Permintaan pemblokiran ini disebabkan karena yang bersangkutan tidak melunasi Utang Bea Masuk dan/atau Cukai sebesar........ . . (13)...........(.... . . (14)........ ) dengan rincian sebagaimana terlampir, dan kepada Penanggung Bea Masuk dan/atau ·cukai telah disampaikan Surat Paksa nomor............ ( 1 5)............ . tanggal......... (16)...........dengan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Nomor............ . (17)...............tanggal............ . (18)............. . .. . Se.suai Pasal 4 1A ayat· (3) Undang-Undang nomor 19 tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagainiana tƵlah diubah dengan Undang-Undang nomor 19 tahun 2000, apabila pihak Bank yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu dan denda paling banyak Rp 1 0.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Demikian disampaikan, atas bantuan dan kerjasamanya diucapkan terima kasih. Kepala Kantor Tembusan: Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1 ) Nomor ( 1 2) Nomor ( 1 3) Nomor ( 1 4) Nomor ( 1 5) Nomor ( 1 6) Nomor ( 1 7) Nomor ( 1 8) Nomor ( 1 9) Nomor (20) Nomor (2 1) Nomor (22) Nomor . (23) - 50 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Permintaan Pemblokiran Diisi jumlah lam piran Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya surat Permintaan Pemblokiran . Kekayaan Penanggu ^. ng Bea Masuk Dan/ a tau Cukai Diisi nama dan alamat bank yang dimintakan pemblokinin Diisi pasal dalam peraturan menteri keuangan · mengena1 tatacara penagihan bea masuk dan/atau cukai Diisi nomor Peraturan Menteri Keuangan mengenai Tatacara Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jumlah uang (dalam angka) yang dimintakan pemblokiran Diisi jumlah uang (dalam huruf) yang · dimintakan pemblokiran Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penanggun·g Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jumlah utang (dalam angka) Diisi jumlah utang (dalam huruf) Diisi nomor Surat Paksa Diisi tanggal Surat Paksa Diisi nomor Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi tanggal Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi. nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi Nomot Induk Pegawai Kepala Kantor Pelayanan Diisi Direktur yang menangani penenmaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan ^. yang mengajukan pemblokiran rekening. - 5 1 - KOP SURAT DINAS Lampiran Surat Permintaan Pemblokiran Nomor :

      .

      ..........................(1)...................Tanggal :

      .

      ..........................(2)................... RINCIAN PERHITUNGAN UTANG BEA MASUK DAN/ ATAU CUKAI No Jenis Utang 1.................... (3).................. ...... 2.................... (3a).... .. :

      .

      ..........·.... . . ^· 3..... .......... . .' ... (3b) . ....................... 4....................(3c).......................dst. Jumlah Utang (Rp) ...............................(4a).......................................................(4b)_................................................ : Kepala Kantor Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3), (3a) , (3b) , (3c), dst Nom or (4), (4a), (4b), (4c), dst Nomor · (5) Nom or (6) Nomor (7) PETUNJUK PENGISIAN Diisi Nomor Surat Permintaan Pemblokiran Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Permintaan Pemblokiran Diisi rincian tagihan, misal : Angka 3 : Diisi Bea Masuk Angka 3a : Diisi Cukai Angka 3b : Diisi bunga Angka 3c : Diisi biaya penagihan Bea Masuk danjatau Cukai Diisi jumlah utang ( dalam angka) Diisi total utang (dalam angka) Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi Nomor Induk Pegawai Kepala Kantor Pelayanan. - 53 - 1 0. FORMULIR SURAT PERINTAH PEMBERIAN KUASA KEPADA BANK UNTUK MEMBERITAHUKAN HARTA KEKAYAAN KOP SURAT DINAS · SURAT PERINTAH UNTUK lVIEMBERIKAN KUASA KEPADA BANK UNTUK MEMBERITAHUKAN SALDO KEKAYAAN PENANGGUNG BEA MASUK DAN/ ATAU CUKAI YANG TERSIMPAN DI BANK NOMOR:

      .

      ........................... (1)................................ . . Sesuai Pasal 5 ayat (3) hun: tf c Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara P ^e nyitaan dalam Rangka Penagihan Pa jak dengan Surat Paksa jo. Pasal.... (2).... . Peraturan Menteri Keuangan nomor.... (3).... . . tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk Dan/ Atau Cukai. · Diperintahkan kepada : Nama NPWP NPPBKC Alamat . ........................... . (4)............................................ .. . .................(5)................ . .................... . ..........................(6)................ . .......... . .............................. ...... (7)........ . ........................... Untuk memberikan kuasa kepada : Pimpinan Bank Alamat Bank........ ...................... (8)............................................ . .......................... (9)................ . . : Untuk memberitahukan saldo kekayaan ^· Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang tersimpan pada bank kepada Jurusita Bea dan Cukai :

      .

      ................ . (13)......... .........Jurusita Bea dan Cukai, Tembusan: Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or · Nomor Nomor · Nomor Nom or Nomor Nomor Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) ( 1 6) ( 1 7) - 54 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Perintah Pemberian Kuasa Diisi pasal dalam peraturan men teri keuangan yang mengenai tatacara penagihan bea. masuk dan/atau cukai Diisi nom or peraturan menteri keuangan yang mengenai tatacara penagihan bea masuk danj atau cukai Diisi nama Penanggung Be a Masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau · Cukai mempunyai nomor NPPBKC. Diisi alamat . Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama Bank yang diberi kuasa Diisi alamat Bank Diisi nama Jurusita Bea dan Cukai Diisi nomor ^· Induk Pegawai Jurusita Bea dan Cukai Diisi alamat Jurusita Bea dan Cukai · Diisi tanggal, bulan dan tahun dikeluarkannya Surat Perintah Pemberian Kuasa ^· Diisi nama dan tandatangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi Nomor Jnduk Pegawai Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama Kantor Pelayanan tempat Jurusita Bea dan Cukai bertugas Diisi. nama pimpinan bank tempat harta kekayaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai tersimpan - 55 - 1 1 . FORMULIR SURAT PERMINTAAN PENCABUTAN BLOKIR Nomor Sifat Lampiran . Hal Kepada KOP SURAT DINAS ............. (1)........ . ......Segera............ . (2)............ . . Pencabutan Pemblokiran ..... . .......... . (4).... . .......................... .

      .

      ................. (3).................... Sehubungan dengan surat kami nomor........ . ^. . . (5)......... . ... tanggal........ (6)........ hal......... . . (7)........ . , dengan ini disampaikan bahwa Utang Bea Masuk dan/atau Cukai dan biaya penagihan telah dilunasi oleh Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, maka sesuai · dengan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 ten tang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa jo Pasal . .. . (8).... . . Peraturan Menteri Keuangan nomor.... . (9).......tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk Dan/ Atau Cukai, dengan ini diminta kepada Saudara untuk mencabut pemblokiran terhadap harta kekayaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai sebagai berikut: Nama NPWP NPPBKC Alamat ......... .. . ........... . . (10)......................................... .............. .. ( 1 1).... . ... Demikian disampaikan, atas ^b antuan dan kerjasamanya diucapkan terima kasih. Kepala Kantor Tembusan:

      1.

      ... .......... . ( 1 6).... ...... ...... ...... . . 2........ . : Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) · Nomor (8) Nomor (9) Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1) Nomor ( 1 2) Nomor ( 1 3) Nomor ( 1 4) Nomor ( 1 5) Nomor ( 1 6) Nomor ( 1 7) Nomor ( 1 8) Nomor ( 1 8) - 56 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Pemblokiran Sur at Diisi jumlah lam piran Permintaan Pencabutan Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya Surat Permintaan Pencabutan Pemblokiran -Diisi pimpinan dan alamat bank yang dimintakan pencabutan pemblokiran, dalam hal permohonan p ^encabutan pemblokiran atas harta kekayaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang tersim pan di bank - Diisi ketua dan alamat Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal permohonan pencabutan pemblokiran atas harta kekayaan Penanggung Be a Masuk dan j · atau Cukai berupa rekening efek. Diisi nom or ·surat permintaan pemblokiran Diisi tanggal surat permintaan pemblokiran Diisi perihal surat permintaan pemblokiran Diisi pasal dalam Peraturan · Menteri Keuangan mengenai Tatacara Penagihan Be a Masuk dan j a tau Cukai Diisi nomor Peraturan Menteri Keuangan mengenai Tatacara Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika· Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor .NPPBKC. Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi nomor induk pegawai Kepala Kantor Pelayanan Diisi Ketua Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal permohonan pencabutan pemblokiran atas harta kekayaan Penanggung Bea · Masuk dan/atau Cukai yang tersimpan di bank Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan yang mengajukan pencabutan pemblokiran 1 2 . FORMULIR . SURAT PERMINTAAN PEMBLOKIRAN OBLIGASI/ SAHAM DAN SEJENISNYA Nomor Sifat Lampiran Hal KOP SURAT DINAS ..... . . _. . (1)........ . . Segera........ . (2)........ . Permintaan Pemblokiran dan Keterangan tentang Rekening Efek yang tersimpan pada Kustodian Yth.Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan........ . ...... . (4).......................

      .

      ............... (3)................ Sesuai Pasal 5 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa jo Pasal.... (5).... . . Peraturan Menteri Keuangan nomor. . ... . (6}.... . . tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk Dan/ Atau Cukai, dengan ini diminta bantuan Saudara untuk melakukan pemblokiran secara seketika atas harta kekayaan Penanggung Bea Masuk dan/atau CukÊi berupa obligasi, saham, dan sejenisnya sebesar.... .. (7)].... . . (.... . . (8)........ . ) terhadap : Nama NPWP NPPBKC Nom or Rekening Alamat ......................... (9).................................... .....................(10)................................ .

      .

      1.................... . . ( 1 1 )............. . .. . ....................................... . ( 12}......................................................... (13)................................ . Permintaan pemblokiran ini disebabkan karena yang bersangkutan tidak melunasi utang Bea Masuk dan/atau Cukai sebesar........ . . (14)........ . . : (.... .. (15).... . . :

      .

      ) dengan rincian sebagaimana terlampi ^r , dan kepada Penanggung ^· Bea Masuk dan/atau Cukai telah disampaikan Surat Paksa . nomor............ (16)............ . tanggal........ { 17)...........dengan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Nomor............ . (18).......;

      .

      ......tanggal.............. (19)................ Untuk keperluan penyitaan atas rekening efek tersebut, pemblokiran hendaknya disertai . dengan pemberian keterangan ten tang jenis, jumlah dan rincian dari rekening efek yang diblokir tersebut kepada : Demikian disampaikan, atas bantuan dan .keËjasamanya diucapkan terima kasih. Direktur J enderal Tembusan: Nomor . Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nomor . Nomor Nom or Nom or Nom or · Nomor Nomor Nomor Nomor Nom or Nomor Nomor · Nomor (1) (2) .

      (3)

      (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ·( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) (16) ( 1 7) ( 1 8) ( 1 9) (20) (2 1) - 58 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Permintaan Pemblokiran Diisi jumlah lampiran Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya Surat Permintaan Pemblokiran. Diisi alamat Dewan Komisioner Otoritas J as a Keuangan Diisi pasal dalam peraturan menteri keuangan mengenai tatacara penagihan bea masuk dan/atau cukai Diisi nomor peraturan menteri keuangan mengenai tatacara penagihan bea masuk dan/atau cukai Diisi jumlah uang (dalam angka) yang dimintakan pem blokiran Diisi jumlah uang (dalam huruf) yang dimintakan pem blokiran Diisi nama Penanggung Bea Masuk dati/ atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi nomor rekening Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jumlah utang (dalam angka) Diisi jumlah utang (dalam huruf) Diisi nomor Surat Paksa Diisi tanggal Surat Paksa Diisi nomor Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi tanggal Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi nama pihak yang diberi keterangan pemblokiran, diisi dalam hal permintaan Pemblokiran tersebut disertai dengan permintaan keterangan tentang rekening efek pada Kustodian. Diisi j abatan pihak yang diberi keterangan pemblokiran, diisi dalam hal pennintaan Pemblokiran tersebut disertai dengan permintaan keterangan tentang rekening efek pada Kustodian · ϱomor (22) : : .Jomor (23) · : : .Jomor (24) Nomor (25) Nom or (26) Nom or (27) - 59 - Diisi nama dan tanda tangan .Direktur Jenderal Bea dan Cukai Diisi Nomor Induk Pegawai Direktur Jenderal Bea dan Cukai Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan yang mengajukan pemblokiran rekening. Diisi Kantor Pelayanan yang mengajukan pem blokiran rekening. KOP SURAT DINAS Lampiran Surat Permintaan Pemblokiran Nomor........................ (1).................... Tanggal :

      .

      ....................... (2) ................... .. RINCIAN PERHITUNGAN UTANG BEA MASUK DAN/ ATAU CUKAI No Jenis Utang 1.................... (3).......................2. ·...................(3a)............. ........... 3·....................(3b).... . .. .............. . . 4....................(3c)..................... . . dst. Jumlah Utang (Rp) Kepala Kantor šomor (1) . Čomor (2) Çomor (3) , (3a) , (3b) ,(3c) , dst Nomor .(4), (4a), (4b), (4c), dst Nom or (5) Nom or (6) Nom or (7) - 6 1 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi Nomor Surat Permintaan Pemblokiran Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Permintaan Pemblokiran Diisi rincian tagihan, misal : Angka 3 Diisi Bea Masuk Angka 3a Diisi Cukai Angka 3b Diisi bunga Angka 3c Diisi · biaya penagihan Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi jumlah utang (dalain angka) Diisi total utang (dalam angka) Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi Nomo.r Induk Pegawai .Kepala ^· Kantor Pelayanan. 1 3 . FORMULIR SURAT PERINGATAN UNTUK PENYITAAN PIUTANG Nomor Sifat Lampiran Hal KOP SURAT DINAS ......... (1)........ . . Segera........ . (2).... .. . .. . Peringatan Penyitaan Piutang up.tuk Pelunasan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai Yth........ . .....(4)............ . .

      .

      ............ . (3)................ Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang­ Undang Nomor 19 Tahun 2000 diatur bahwa untuk pelunasan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai dapat ditempuh dengan melakukan penyitaan terhadap barang milik Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang berada di tangan pihak lain, antara lain berupa piutang. Berdasarkan catatan kami, hingga saat ini Saudara belum juga melunasi Utang Bea Masuk dan/ a tau Cukai sebesar........ . . (5)...........(.... . . (6)........ ), dan kepada Saudara telah disampaikan Surat Paksa nomor............ (7)............ . tanggal........ (8)........ . .. dengan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Nomor............ . (9). .. ............ tanggal Á............ (10)................ . Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat ini, Saudara tetap tidak . melunasi Utang Bea Masuk dan/atau Cukai tersebut, kami akan segera melakukan tindakan penagihan aktif, berupa penyampaian Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap piutang Saudara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. · Demikian disampaikan untuk mendapat perhatian Saudara. Kepala Kantor, Tembusan: Čomor (1) Çom or (2) · : : .J"omor (3) : : Jomor (4) Nomor (5) . · Nomor (6) Nomor (7) ^. Nom or (8) Nom or (9) Nomor ( 1 0) Nom or ( 1 1) · Nomor ( 1 2) Nom or ( 1 3) Nom or ( 1 4) Nomor ( 1 5) - 63 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Peringatan Diisi jumlah lampiran Surat Peringatan Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya . Surat Peringatan. Diisi nama dan ·alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jumlah utang (dalam angka) Diisi jumlah utang (dalam huruf) Diisi nomor Surat Paksa (dalam huruf) Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Paksa ( dalam huruf) Diisi nomor Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi tanggal Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi nomor induk pegawai Kepala Kantor Pelayanan Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan yang mengajukan pem blokiran rekening. t www.jdih.kemenkeu.go.id 1 4 . FORMULIR SURAT PENCABUTAN SITA Nomor Sifat Lamp iran · ^Hal Kepada : · Nama NPWP NPPBKC A lam at KOP SURAT DINAS . . ....... . (1)........ . . Segera......... (2)........ . . Pencabutan Sita ........................(4) . .......................... . .............................(5)...............·................ :

      .

      ....... .............. . . (6)........................................................ (7).................... Ĕ............

      .

      ................ . . (3).... . .......... . Berhubung Saudara telah melunasi Utang Bea Masuk dan/atau Cukai, maka sesuai dengan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, penyitaan atas barang milik ^· saudara yang telah dilakukan pada tanggal............ . . (8)............ . . dengan ini Demikian disampaikan untuk diketahui. Tembusan: Kepala Kantor ċomor ϩom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or Nomor· Nom or Nomor Nomor (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1 ) ( 1 2) ( 1 3) - 65 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Pencabutan Sita Diisi jumlah lampiran Surat Pencabutan Sita Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya Surat Pencabutan Sita Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggling Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi tanggal dilaksanakannya penyitaan Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi Nomor Induk Pegawai Kepala Kantor Pelayanan Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan. penagihan Diisi Direktur yang m.enangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Kantor Wilayah DJBC yang membawahi Kantor Pelayanan yang mengajukan pencabutan Sita 1 5. FORMULIR SURAT PERMO HONAN BANTU AN PELAKSANAAN PENYITAAN No. sir at Lampiran Hal KOP SURAT DINAS . . Segera...............(2)............ Permohonan Bantuan Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Yth.... ........................ . (4)...............................:

      .

      ........... . (5)...........

      .

      ........ (3)....... Sesuai Pasal 20 ·undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000, dengan ini dimohon bantuan Saudara untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai sebagai berikut: Nama NPWP NPPBKC Alamat ................................. (6)............................................................ (7)............................................................ (8)........................................ . :

      .

      ... . ,............ (9)........................... Apabila Saudara telah selesai melakukan penyitaan. dimohon untuk segera melaporkan . kepada kami dengan dilampiri:

      a.

      Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, b. Berita AcƳra Pelaksanaan Sita; dan

      c.

      lampitan Berita Acara Pelaksanaan Sita. Demikian disampaikan, atas bantuan dan kerjasamanya diucapkan terimakasih. Kepala Kantor Tembusan:

      1.

      ....................................... . . (12)........ . . ;

      2.

      ....................................... . . (13)........ . . ; 3 . Kepala Kanwil DJBC........ . ( 1 4)........ . . ; *)coret yang tidak perlu · · Nomor . (1) Nomor (2) · Nomor . (3) Ϫom or Çom or ='Tom or ='Tom or Nomor · Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nomor Nom or (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) - 67 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Permohonan Bantuan Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi jumlah lampiran Surat Permohonan Bantuan Penerbitan Surat Perintah ·Melaksanakan Penyitaan Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya Surat Permohonan Bantuan Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi nama Kantor Pelayanan yang diminta bantuan Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi alamat Kantor Pelayanan yang diminta bantuan Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi namϫ dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan yang menerbitkan Surat Permohonan Bantuan Pe1; 1erbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi NIP Kepala Kantor Pelayanan yang menerbitkan Surat Permohonan Bantuan Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan yang meminta bantuan pelaksanaan penyitaan Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan yang diminta bantuan pelaksanaan penyitaan . ^1 6 . FORMULIR SURAT PERMOHONAN PENCEGAHAN KOP SURAT DINAS ......... (1)........................ (3)................ Segera ·........ . (2)........ . . Nom or Sifat Lampiran Hal Permohonan Pencegahan Bepergian ke Luar Negeri Yth. Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai Sesuai dengan Pasal 29, 30, ƶ 1 , dan 32 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun . 2000, dengan ini diajukan permohonan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai sebagai berikut: 1 . Nama...............................................(4).................... . .................. . . 2 . Nomor Identitas · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · : · · · · · · · · · · · · · · · · · · (5)........................................ . 3. Tempat dan Tanggal lahir...............................................(6)........................................ . 4 . Alamat................................................ (7)........................................ . 5 . . J en is Kelamin · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · . · · · · · · · · · · · · · · · · (8)........................................ . 6. Agama..................... ·............ . . ,......... . . (9)...........................·............ . .

      7.

      Kewarganegaraan............ ................................... . (10)........ ............................... . . 8. Pekerjaan...............................................( 1 1)........................................ 9 . Jabatan...............................................( 1 2)...: · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · permohonan pencegahan bepergian ke luar negeri tersebut diajukan dengan alasan :

      a.

      Jurrilah Utang Bea Masuk danjatau Cukai sebesar Rp........ (13)............ (........ (14)............ . . ) b. Diragukan itikad baiknya dalam pelunasan utang Bea Masuk dan/atau Cukai karena.... . .....( . . iS.; Berkenaan dengan hal tersebut, diusulkan agar pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dimaksud, dilaksanakan dalam jangka waktu...........( 1 6).... ( . . (17) . . ).... . bulan. Untuk melengkapi permohonan pencegahan bepergian ke luar negeri, terlam pir dis am paikan : Demikian disampaikan, apabila Bapak tidak berpendapat lain mohon dapat diproses lebih lanjut. Kepala Kantor ................(19).................... . . NIP...........(20)..................... Tembusan:

      1.

      ................... . . (2 1).Ʒ........ · · · · · · · · · · · · · · · 2.................... . . (22)................ . . : Ϯomor (1) · ϯomor (2) ϰomor (3) Ϭomor (4) ϭomor (5) šomor (6) Çomor (7) Çomor (8) ċomor (9) Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1 ) Nomor ( 1 2) Nomor ( 1 3) Nomor ( 1 4) Nomor ( 1 5) Nomor (16) Nomor ( 1 7) Nomor ( 1 8) Nomor .(1 9) Nomor (20) Nomor (2 1 ) Nomor (22) Notnor (23) Nomor (24) - 69 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi Nomor Surat Permintaan Pencegahan Diisi jumlah lampiran Surat Permintaan Pencegahan Diisi tanggal, bulan, dan tahun diterbitkannya Surat Permintaan Pencegahan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor identitas Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai (diisi nomor KTP, SIM atau Passport) Diisi tempat dan tanggal lahir Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis kelamin Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis agama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi kewarganegaraan Penanggung Be a Masuk dan 1 . atau Cukai Diisi pekerjaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jabatan Penanggung Bea Masuk dan/. atau Cukai Diisi jumlah Utang Bea Masuk danj atau Cukai ( dalam angka) Diisi jumlah Utang Bea Masuk danj atau Cukai ( dalam huruf) Diisi alasan diragukannya itikad baik Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dalam melunasi utangnya Diisi lamanya waktu pencegahan (dalam angka) Diisi lamanya waktu pencegahan (dalam huruf) Diisi dokumen lain yang perlu dilampirkan Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi Nomor Induk Pegawai Kepala Kantor Pelayanan Diisi Direktur . yang menangani pener1maan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Direktur yang menangani penindakan dan penyidikan Diisi Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan KOP SURAT DINAS IKHTISAR PERMOHONAN PENCEGAHAN KE LUAR NEGERI · ^Nama NPWP................ . . /........................ . . (1)........................ .......................... .

      .

      .... À.................................... . . (2)................................................ . .. . . NPPBKC............................................ (3)_.... ............................................... . Alamat............................................ (4).................................... 9.... 0 · · · · · · · · · I . ^. Daftar Rincian Utang No Jenis Utang Ju ^m lah Utang 1..................... (5)................................................ . . (6)............................ . 2..... . .............. (Sa)................................................ . (6a)............................ . 3....................(5b}.... . ...... .............. ...................... . . (6b)............................ . 4. . .................. (Sc) .................................................(6c)............................ Dst. Total u ^· tang........................ . . (7)........................ . · . ^. ^. II. Tindakan penagihan yang telah dilakukan No. Tindakan Penagihan Nomor Tanggal Keterangan 1 Surat Penetapan/.... :

      .

      ... . (8)................ .. (9) . . ,.... Surat Tagihan 2. Surat Teguran........ . . (10)................ . ( 1 1)....... 3 . Surat Paksa........ . . (121· · · · · · ·........ . È(13)....... 4 . SPMP........ . . ( 14}................ . (15).......

      5.

      ...........(16).... ...... . .. III. Upaya Hukum yang dilakukan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Jenis Nomor Tanggal Putusan Keberatan.... . (17).... ·.... . (18) .........(1 9 ).... Banding.... . (20)........ . (2 1)........ . (22).... Peninjauan.... . (23)........ . (24)........ . . (25).... Kern bali..... (26).... . :

      .

      .. IV. Kelengkapan Dokumen 1 . ^Fotocopy ^Identitas Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai · a. KTP j SIM/Pasport b. NPWP c. NPPBKC d. Akte Perusahaan 2 ^. Fotocopy Dokumen Penagihan a. Surat Penetapanj Surat Tagihan b. Surat Teguran c. Surat Paksa d. SPMP Keterangan Ada Tidak a Fotocopy Dokumen Upaya Hukum a. Putusan Keberatan b. Putusan Banding c. PutU: san Peninjauan Kembali - 7 1 - Kepala Kantor · Nomor (1) . Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor. (5) , (Sa) , (5b) ,(5c) , dst Nomor (6), (6a), (6b) , (6c) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) . Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1 ) · Nomor ( 1 2) Nomor ( 1 3) Nomor ( 1 4) N6mor ( 1 5) Nomor (16) Nomor ( 1 7) Nomor ( 1 8) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (2 1) Nomor (22) Nomor (23) Nomor (24) Nomor (25) Nomor (26) - 72 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP . Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC. Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi rincian U tang, misal : Angka 5 Diisi Bea Masuk Angka 5a Diisi Cukai Angka 5b Diisi bunga Angka 5c Diisi biaya penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jumlah Utang (dalam angka) Diisi total Utang Diisi nomor Surat Penetapan/ Surat Tagihan Diisi· tanggal Surat Penetapan/ Surat Tagihan Diisi nomor Surat Teguran Diisi tanggal Surat Teguran . ^Diisi . ^nom or Sur at Paksa Diisi tanggal Surat Paksa Diisi nom or Sur at . Perin tah Melaksanakan Penyitaan Diisi tanggal ^. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi tindakan penagihan lain yang sudah dilakukan Diisi nomor Putusan Keberatan Diisi tanggal Putusan Keberatan Diisi hasil Putusan Keberatan Diisi nomor Putusan Banding Diisi tanggal Putusan Banding Diisi hasil Putusan Banding Diisi nomor Peninjauan Kembali Diisi tanggal Peninjauan Kembali Diisi hasil ^. Peninjauan Kembali Diisi upaya hukum lain yang dilakukan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai. t www.jdih.kemenkeu.go.id : !'Jomor (27) ċomor (28) Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi Nomor Induk Pegawai Kepala Kantor . Pelayanan 0 www.jdih.kemenkeu.go.id 1 7 . FORMULIR SURAT PERINTAH PENYANDERAAN Pertim bang an Dasar Untuk KOP SURAT DINAS SURAT PERINTAH PENYANDERAAN Nomor:

      .

      ................... . (1)........................ Untuk kepentingan penagihan pajak dalam rangka mengamankan penerimaan keuangan negara perlu dilakukan penyanderaan 1 . Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa; 2 . Peraturan Pemerintah ·Nomor 1 3 7 Tahun 2000 tentang Tempat Dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, Dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa;

      3.

      Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Nomor: M-02.UM.09. 0 1 Tahun 2003 dan nomor : 294/KMK.03/2003 Tanggal 23 Juni 2003 tentang Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak Yang Disandera Di Rumah Tahanan Negara Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa;

      4.

      Surat Paksa Nom or............ (2)............ . Tanggal:

      .

      ........... (3)............ . , dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa nomor............ (4)...........Tanggal............ (5)............ . . ;

      5.

      Surat Izin Penyanderaan dari Menteri Keuangan nomor............ (6)............ . . tanggal........ ....... . (7)................ . . ; DIPERINTAHKAN ................ . . (10)............................ . . Pangkat......... :

      .

      ................... . ( 1 1)...............................Jabatan 3 . Nama/ NIP............................ . . ( 1 2)............................................ . . _ . . : 1 . a. Melakukan Penyanderaan terhadap Penanggung Bea Masuk dan atau Cukai dengan indentitas sebagai berikut: Nama........................ . ·.... (16)................ . . Nom or Identitas........................ . .. . . (17)................ . . Tempat dan Tanggal............................ . ( 1 8)................ . la.hir Alamat........................ . .. . . (19)....................Jenis Kelamin............................ . (20)...............,.... Agama.... . . ^........................(2 1).................... Kewarganegaraan............................ . (22).................... Pekerjaan............................ . (23).................... Jabatan............................ . (24).................... b . Penyanderaan dila.kukan dengan alasan Penanggung Bea. Masuk danjatau Cukai mempunyai Utang Bea Masuk danjatau Cukai sebesar Rp........ (25)............ (........ (26)............ . . ) 2 . Membuat Berita · Acara Pelaksanaan Penyanderaan. pada saat Penanggung Bea Masuk dan I atau Cukai ditempatkan di tempat penyanderaan/ rumah tahanan Negara. - 75 - Dikeluarkan di Pada tanggal Kepala Kantor ......... . . (30).......................(3 1)........ . .

      .

      ...............(32).................... . NIP........ . (33). :

      .

      .................. Pada hari ini.... . . ^....(34)........ . . tanggal............ (35)............. bulan.......(36)........ . tahun.......(37).......Surat Perintah Penyanderaan diserahkan kepada Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai yang disandera. · Yang MenerimajPenanggung Bea Masuk danjatau Cukai Yang Disandera Yang Menyerahkan/ Jurusita Bea dan Cukai Nom or (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) · Nomor . (7) Nomor (8) Nomor (9) Nom or ( 1 0) dan ( 1 3) Nom or ( 1 1) dan ( 1 4) Nomor ( 1 2) dan ( 1 5) Nomor ( 1 6) Nomor ( 1 7) Nom or ( 1 8) Nomor (19) Nomo: r (20) Nom or (2 1) Nomor (22) Nomor (23 Nomor (24) Nomor (25) Nomor (26) - 76 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Perintah Penyanderaan Diisi nomor Surat Pe3_ksa Diisi tanggal, . bulan dan tahun diterbitkannya Surat Paksa Diisi Nomor Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi tanggal, bulan dan tahun diterbitkannya Berita.Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi nomor Surat Izin Penyanderaan Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Izin Penyanderaan Diisi nama dan NIP Jurusita Bea dan Cukai yang akan melakukan penyanderaan Diisi pangkat Jurusita Bea dan Cukai yang akan melakukan penyanderaan Diisi nama dan NIP Pegawai yang akan melakukan penyanderaan Diisi pangkat Pegawai yang akan melakukan penyanderaan Diisi jabatan Pegawai yang akan melakukan penyanderaan . ^Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor identitas Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai (diisi nomor KTP, SIM atau Passport) Diisi tern pat dan tanggal lahir Penanggung Be a Masuk dan/atau Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis kelamin Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis agama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi kewarganegaraan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi pekerjaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jabatan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jumlah utang (dalam angka) Diisi jumlah utang (dalam huruf) Nomor (27) Nomor (28) ϥomor (29) Čomor (30) Çomor (3 1) : '-Iomor (32) Nomor (33) Nomor (34) Nomor (35) Nomor (36) · Nomor ^. (37) Nomor (38) Nomor (39) Nomor (40) - 77 - Diisi us ulan lama penyanderaan ( dalam angka) Diisi usulan lama penyanderaan (dalam huruf) Diisi tempat Penanggung Bea Masuk dan/atau · Cukai ditempatkan Diisi kota Surat Perintah Penyanderaan diterbitkan Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Perintah Penyanderaan diterbitkan Diisi nama dan tanda · tangan Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan Diisi NIP Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Perirttah Penyanderaan Diisi nama hari penyerahan Surat Perintah Penyanderaan kepada Penangung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi tanggal (dengan huruf) penyerahan Surat Perintah Penyanderaan kepada Penangung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi bulan (dengan huruf) penyerahan Surat Perintah Penyanderaan kepada Penangung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi tahun (dengan huruf) penyerahan Surat Perirttah Penyanderaan kepada Penangung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama dan tanda tangan pihak yang menerima Surat Perintah Penyanderaan Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan . Cukai jpihak yang menyerahkan Surat Perintah -?enyanderaan Diisi Nomor Induk Pegawai Jurusita Bea dan Cukaijpihak yang menyerahkan Surat Perintah Penyanderaan 1 8 . FORMULIR SURAT PERMOHONAN IZIN PENYANDERAAN KOP SURAT DINAS ......... (1)........................ (3)................ Segera........ . (2)........ . . Nomor Sifat Lamp iran Hal Permohonan Izin Melakukan Penyanderaan Yth. Menteri Keuangan. melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai Sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, dengan ini diajukart permohonan izin melakukan penyanderaan terhadap Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai sebagai berikut: 1 . · Nama 2 . Nomor Identitas 3 . Tempat dan Tanggal lahir 4. Alamat 5. J enis Kelamin 6·. Agama · 7 . 8. 9. Kewarganegaraan Pekerjaan Jabatan ............................................. . . (4)........................................................................................ (5)........................................................................ . . :

      .

      ....... . ;

      .

      ..(6).................................... . . :

      .

      . · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · . · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · (7)............................................ . .......................................... . (8)..................................... . ... .

      .

      ............ . _................................ . (9)........................................................................................ (10)............................................ . .................................. .. . . :

      .

      ... ( 1 1)............................ . . · · · · · · · · · ·...............................................( 1 2)....................................... permohonan izin melakukan penyanderaan tersebut diajukan dengan alasan:

      a.

      Jumlah Utang Bea Masuk danjatau Cukai sebesar Rp........ ( 1 3)............ (:

      .

      ......( 1 4)............ . . ) b. Diragukan itikad baiknya dalam pelunasan utang Bea Masuk dan/atau Cukai karena........ . . ( . . 1 5 . . )........ . .. Berkenaan dengan hal tersebut, diusulkan agar penyanderaan terhadap Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dimaksud, dilaksanakan dalam jangka waktu......... . . (16).... ( .. (17) . . ).... . bulan. Untuk melengkapi permohonan izin melakukan penyanderaan, terlampir disampaikan :

      a.

      Iktisar permohonan penyanderaan. b. · Foto kopi dokumen kelengkapan Demikian disampaikan, apabila Bapak tidak berpendapat lain mohon dapat diproses lebih lanjut. Kepala Kantor ................(19).................... . . NIP...........(20) . .................. . . TembU: san: · Šomor ='Tomor· ='Tomor Nomor Nomor Nomor . Nom or Nom or . ^Nomor Nom or Nom or Nom or Nomor · · Nomor . Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) ( 1 6) ( 1 7) ( 1 8) (19) (20) (2 1 ) (22) (23) {24) - 79 - ^. PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Surat Permohonan Izin Penyanderaan Diisi jumlah lampiran Surat Permohonan · Izin Penyanderaan Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Permohonan Izin Penyanderaan Diisi nama Penanggung · Bea Masuk dan/atau Cvkai Diisi nomor identitas Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai ( diisi nom or KTP, SIM a tau Passport) Diisi tern pat dan tanggal lahir Penanggung Be a Masuk dan/atau. Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis kelamin Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis agama Penanggung · Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi kewarganegaraan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi pekerjaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jabatan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai . Diisi jumlah U tang ( dalam angka) Diisi jumlah Utang (dalam huruf) · · · Diisi uraian yang menjadi alasan keraguan terhadap itikad Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi us ulan lama penyanderaan ( dalam angka) Diisi usulan lama penyanderaan (dalam huruf) Diisi dokumen lainnya Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan · Diisi NIP Kepala Kantor Pelayanan Diisi Direktur yang menangan1 penerimaan dan · ^penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi Direktur yang menangani penindakan dan penyidikan Diisi Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan KOP SURAT DINAS IKHTISAR PERMOHONAN MELAKUKAN PENYANDERAAN Nama NPWP NPPBKC Alamat ............................................(1)............................................................ . .................................. (2)...........................-...................................................................(3)............................ . . • . •...............................................................(4)................................................... L Daftar Rincian Uta ^É g No Jenis Utang Jumlah Utang 1.................... (5).... .. . ..........................................(6)............................ . 2....................(Sa)................................................ . . (6 a ).... . ....................... . 3.................. . . (Sb)................................................. (6 b ) ...... . ,................. . .. . 4........:

      .

      ..........(S c )......................... ...................... . . (6 c )............................ . . Dst. Jumlah........................ . . (7).... . ...................... . II. Tindakan penagihan yang telah dilakukan No. Tindakan Penagihan Nomor Tanggal Keterangan 1 Surat Penetapanl · · · · · · : · · · (8).......,........ . (9).......Surat Tagihan 2. · Surat Teguran........ ;

      .

      (10)................ . (1 1).......3 . Surat Paksa........ . . (12)................. (13).......4. SPMP........ . . ( 14 1 · · · · · · ·........ . .J15).... . .. 5............(16)............ . III. Upaya hukum yang ·dilakukan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Jenis Nomor Tal).ggal Putusan Keberatan . .. ... (17)........ . . (18).... . .... (19).... Banding.... . (20)........ . (2 1).... .....(22).... Peninjalian.... . (23) ...... . .. (24)....

      .

      .... ' (25).... Kern bali.... . (26)........ . IV. Kelengkapan Dokumen 1 . Fotocopy Identitas Penanggung Bea Masuk danlatau Cukai a. KTP I SIMI Pas port b. NPWP c . NPPBKC d. Akte Perusahaan 2 . . Fotocopy Dokumen Penagihan a. Surat Penetapani Surat Tagihan b. Surat Teguran c. Surat Paksa d. SPMP · Keterangan Ada Tidak 3. Fotocopy Dokumen Upaya Hukum a. Putusan Keberatan b. Putusan Banding c. Putusan Peninjauan Kembali - 8 1 - Kepala Kantor c www.jdih.kemenkeu.go.id Nomor Nom or Nomor Nom or Nom or (1) (2) (3) (4) (S) , (Sa), (Sb) , (Sc), dst Nomor (6) , (6a) , (6b), (6c) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1 ) . Nomor . ( 1 2) Nomor ( 1 3) Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or ( 1 4) ( 1 S) (16) ( 1 7) ( 1 8) ( 1 9) (20) (2 1 ) (22) (23) (24) (2S) - 82 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai · Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/ . ^atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung ^. Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC. Diisi alamat Penanggung Be a Masuk dan I atau Cukai Diisi rincian U tang, misal : Angka S Angka Sa Angka Sb Angka Sc Diisi Bea Masuk Diisi Cukai Diisi bunga Diisi biaya penagihan Bea Masuk dan/atau CukϦi Diisi jumlah U tang ( dalam angka) Diisi total U tang Diisi nom or Sur at Penetapan / Surat Tagihan . Diisi tanggal Sur at Penetapan I Sur at Tagihan Diisi nomor Surat Teguran Diisi tanggal Surat Teguran Diisi nomor Surat Paksa Diisi tanggal Surat Paksa Diisi nomor Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi tanggal Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi tindakan penagihan lain yang . sudah dilakukan Diisi nomor Putusan Keberatan Diisi tanggal Putusan Keberatan Diisi hasil Putusan Keberatan Diisi nomor Putusan Banding Diisi tanggal Putusan Ba,nding Diisi hasil Putusan Banding Diisi nomor Peninjauan Kembali Diisi tanggal Peninjauan Kembali Diisi hasil Peninjauan Kembali Nom or (26) Nom or (27) Nomor (28) - 83 - Diisi upaya hukum lain yang dilakukan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai. Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Diisi Nomor Induk Pegawai Kepala Kantor Pelayanan 1 9 . FORMULIR SURAT PERMINTAAN BANTUAN KEM ENTERIAN KEUANGAN REPUB LIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH ..................... (1) .................... . KANTOR PELAYANAN ..................... (2) ........................ . No. s - ... (3) ...... Lampira n · Satu Berkas Hal Permintaan Bantuan u ntuk Menangka p Penang u ng Bea Masuk dan/atau Cukai yang aka n Disandera yang Melarikan Diri atau Bersembunyi . Yth . Kepala. Kepolisian Resort ......... (5) .......... .. di ......... (6) ......... Tanggal ......... (4) ......... Sehubungan dengan Pelaksanaan Pasal 33 U nd ang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaima na telah diuba h terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, telah d iterbitkan Surat Perintah Penyanderaan oleh Kantor Pelayanan ..................... (7).................. Nomor .................. (8)..................... tanggal ............ (9) ............ . kepada J urusita Bea dan Cukai atas nama : Nama/NIP Pang kat/go I o ng an Jabatan U n it Kerja Alamat Kantor .......................................... (10) ......................................... .

      .

      ............................ : · · · " ' ' " " ' (1 1 )........................................ .. J urusita Bea dan Cukai .......................................... (12) ......................................... . .......................................... (13) .................. ....................... . Meng i ngat Penanggung Bea ·Masuk dan/atau ^· Cuka i yang aka n d isandera tidak dapat d item u ka n karena melarika n d iri atau bersembunyi, dengan ini kam i mahan bantuan Saudara u ntuk melakuka n penangkapan terhada p Penangg u ng Bea Masuk dan/atau Cuka i dengan identitas sebagai berikut : Nama N PWP Ala mat Jabatan U m u r/Ta nggal Lahir Jenis Kelamin Agama Kewarganegaraan Nomor Identitas (KTP/SIM/Paspor) Dengan dem ikian, atas kerjasamanya d iuca pkan terimakasih. Kepala Kantor KPUBC/KPPBC Nama ............... (23) .............. . NIP .................. (24) ........... . Tem busan : Nom or · Nomor· Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nom or Nomor Nom or Nom or (1) dan (25) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 1 0) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5) ( 1 6) ( 1 7) ( 1 8) ( 1 9) (20) (2 1) (22) - 85 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan Diisi Kantor Pelayanan penerbit Surat Permintaan Bantuan Diisi nomor Surat Permintaan Bantuan Diisi tanggal, bulan, dan tahun diterbitkannya Surat Permintaan Bantuan Diisi kabupatenjkota dari Kepolisian yang dimintai bantuan Diisi wilayah / daerah dari Kepolisian yang dimin tai· ban tuan Diisi Kantor Pelayanan yang menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan Diisi nomor Surat Perintah Penyanderaan Diisi tanggal, bulan, dan tahun Surat Perintah Penyanderaan Diisi nama dan NIP Jurusita Bea dan Cukai yang akan melakukan penyanderaan Diisi pangkat Jurusita Bea dan Cukai . yang akan melakukan penyanderaan Diisi unit kerja Jurusita Bea dan Cukai yang akan melakukan penyanderaan Diisi alamat kantor Jurusita Bea dan Cukai yang akan melakukan penyanderaan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jabatan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi umur, tanggal, bulan, dan tahun lahir Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi jenis kelamin Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi agama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi kewarganegaraan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor identitas Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai (KTP / SIM / Paspor) Nom or (23 Nomor (24) - 86 - Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan Diisi NIP Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan - 87 - 20. FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN PELEPASAN KEM ENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAVAH ........................ (1} .................... . KANTOR PELAVANAN ........................ (2} ........................... . s-..... . (3) ... Tanggal ......... (4) . .. .. .. .. .. . No. Lampira n H a l Satu Berkas Pemberitahuan Pelepasan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cuka i yang Disandera Yth . Kepala Rumah Tahanan Negara . .. . ... . . (5) .......... . . d i ........ .. ... .. (6) .......... .. Sehubungan dengan Pelaksanaan Pasal 34 U ndang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tenta ng Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah d iubah terakhir dengan Unda ng -u ndang .Nomor 19 Tah un 2000, dengan ini diberitahuka n kepada Saudara u ntuk melepaskan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cuka i yang d isandera dengan identitas sebaga i berikut : Nama N PWP Ala mat Jabatan Umur/Tanggal Lahir Jenis Kelam i n Agama · Kewarganegaraan Nomor identitas (KTP/SIM/Paspor) Nomor Surat Perintah Penyanderaan Tanggal Surat Perintah Penyanderaan Masa Penyanderaan Tem pat Penyanderaan Alamat Tempat Penyanderaan ...................................................... (7)..... ........ ..................... ........ . ................ . ...................................................... (8) ........................................................... . ...................................................... (9) .. . ........ . ................... . ................. .......... . ...................................................... (10) ........................................................... . ...................................................... ( 1 1) ........................................................... . ...................................................... (12) ........................................................... . ...................................................... (13) .............. . .... .. ............. .. ..... . ..... . ... . ....... . ...................................................... (14) .......................................................... .. ...................................................... (15)...,......................... . .. . ....... . ........ . ......... .

      .

      ..................................................... ( 1 6) ........................................................... .

      .

      ..................................................... (17) ........................................................... . Bahwa Penanggung Bea Masuk dan/atau Cuka i yang d isandera dapat dilepas dengan alasan telah memenuhi persyaratan sebagai berikut*) : a . utang Bea Masuk dan/atau Cukai telah dibayar lunas; · ^b . jangka waktu yang d itetapka n dalam Surat Perintah Penyanderaan telah d ipenuh i ; c . berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempu nyai kekuatan huku m tetap ; atau d . berdasarkan pertimbangan tertentu dad Menteri Keuangan. Demikian d isam paikan, atas kerjasamanya diucapkan terima kasih. Kepala Kantor KPUBC/KPPBC Nama . .............. ( 2 1) .............. . NIP........ . ..... . ...... (22) .......... .. Tem busa n : Kepala Kantor Wilayah DJBC...(23) ...... *) Lingka ri sesuai dengan alasan Penanggu ng Bea Masuk dan/atau Cuka i yang d isandera . Nomor (1) dan (23) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor ( 1 0) Nomor ( 1 1) Nomor ( 1 2) - 88 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi Kantor Wilayah yang membawahi Kantoϧ Pelayanan Diisi Kantor Pelayanan penerbit Surat Pemberitahuan Pelepasan Diisi nomor Surat Pemberitahuan Pelepasan Diisi tanggal, bulan, dan tahun diterbitkannya Surat Pemberitahuan Pelepasan Diisi Rumah Tahanan Negara yang dijadikan tempa1 penyanderaan Diisi wilayahjdaerah dari Rumah Tahanan Negara · yang dijadikan tempat penyanderaan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/atau Cuke.i yang dilakukan penyanderaan Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang dilakukan penyanderaan Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai yang dilakukan penyanderaan Diisi jabatan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cuke.i yang dilakukan penyanderaan Diisi umur dan tanggal lahir Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang dilakukan penyanderaan Diisi jenis kelamin Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang dilakukan penyanderaan ( 1 3) Diisi agama Penanggung Bea Masuk danj atau Cukai yang dilakukan penyanderaan Nomor ( 1 4) Nomor ( 1 5) Nomor ( 1 6) Nomor ( 1 7) Nomor ( 1 8) Nomor ( 1 9) Nomor (20) Nomor (2 1 ) Nomor (22) Diisi kewarganegaraan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang dilakukan penyanderaan Diisi nomor identitas Penanggung Bea Masuk dan ' a tau Cukai (KTP I SIMI Paspor) Diisi nomor Surat Perintah Penyanderaan Diisi tanggal Surat PerintϨh Penyande.raan Diisi tanggal masa penyanderaan Diisi nama Rumah Tahanan Negara yang menjadi tempat penyanderaan Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi alamat Rumah Tahanan Negara yang menjaci tempat penyanderaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama dan tanda tangan Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan Diisi NIP Kepala Kantor yang menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan - 89 - B . PETUNJUK PELAKSANAAN PENERBITAN DOKUMEN PENETAPAN/ TAGIHAN 1 . PETUNJUK PELAKSANAAN PENERBITAN STCK- 1 I. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai: 1 ) Kepala Seksi Penagihan menyiapkan STCK- 1 sesuai peruntukkan dan meneruskan kepada Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan.

      2)

      Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan meneliti STCK- 1 kemudian: a) menandatangani STCK- 1 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan, dalam hal ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan untuk menandatangani STCK- 1 ; atau b) meneruskan STCK- 1 kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui, dalam hal yang menandatangani STCK - 1 adalah Kepala Kantor Pelayanan.

      3)

      Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani STCK- 1 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan melalui Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan.

      4)

      Kepala Seksi Penagihan: a) membukukan STCK- 1 ke dalam Buku Catatan Kh usus . Penagihan Utang Cukai, atau ke dalam Sistem Aplikasi Piutang dan. Pengembalian (SAPP) , dalam hal telah menerapkan $APP; dan b) mengirimkan STCK- 1 sesuai peruntukkannya. II . Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya: 1 ) Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian menyiapkan STCK- 1 sesuai peruntukkan dan meneruskan kepada Kepala Seksi Perbendaharaan. 2) Kepala Seksi Perbendaharaan: a) menandatangani STCK- 1 , dalam hal ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan untuk menaridatangani STCK- 1 ; atau b) meneruskan STCK- 1 kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui, dalam hal yang menandatangani STCK - 1 adalah Kepala Kantor Pelayanan.

      3)

      Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani STCK- 1 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Subseksi Administrasi . Penagihan . dan Pengembalian melalui Kepala Seksi Perbendaharaan.

      4)

      Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian: a) membukukan STCK- 1 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Cukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah menerapkan SAPP, dan b) mengirimkan STCK- 1 sesuai peruntukkannya. - 90 - III. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama: 1 ) Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan menyiapkan STCK- 1 sesuai peruntukkan, kemudian: a) meneliti dan menandatangani STCK - 1 , dalam hal ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan untuk menandatangani STCK- 1 . b) meneruskan STCK- 1 kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui, dalam hal yang menanda,tangani STCK - 1 adalah Kepala Kantor Pelayanan. · 2) Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani STCK- 1 dan menyerahkan kembali kepada Kepala · Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan.

      3)

      Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan: a) membukukan STCK- 1 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang- Cukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah menerapkan SAPP, dan b) mengirimkan STCK- 1 sesuai peruntukkannya. IV. Penanggung Cukai menerima STCK- 1 menandatangani tanda terima. lembar ke- 1 dan - 91 - 2. P E TUN JUK P ELAKSANAAN PELUNASAN STCK- 1 DAN STCK-2 I. Penanggung Cukai melakukan kegiatan sebagai berikut:

      1)

      Mengisi formulir Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dalam rangkap 4 (empat).

      2)

      Menyerahkan formulir · Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) yang telah diisi secara lengkap dan benar dengan dilampiri STCK- 1 atau STCK-2 kepada petugas Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia beserta uang setoran yang jumlahnya sama dengan jumlah nominal yang tertulis dalam Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pa jak (SSPCP) yang bersangkutan. · 3) Dalam hal terdapat kesalahan pengisian Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) setelah diteliti oleh petugas Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia, memperbaiki kesalahan pengisian Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP).

      4)

      Menyerahkan kembali Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) yang telah diperbaiki kepada petugas Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia.

      5)

      Menerima kembali dokumen dari Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia: a) STCK- 1 atau STCK-2; b) Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) lembar ke­ la dan ke -lb.

      6)

      Menyerahkan Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) lembar ke-la yang telah ditandasahkan oleh Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia kepada: · a) Kepala Seksi Penagihan, dalam hal STCK- 1 diterima dari Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai; atau b) Kepala Seksi Perbendaharaan, dalam hal STCK- 1 diterima dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya; a tau c) Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan, dalam hal STCK -1 diterima dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Be a dan Cukai Tipe Pratama.

      7)

      Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan Kepala Seksi Penagihan, Kepala Seksi Perbendaharaan, Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan sebagaimana dimaksud pada angka 6 terdapat selisih kurang antara Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pa jak (SSPCP) dan STCK- 1 atau STCK-2, melunasi kekurangan pembayaran STCK- 1 atau STCK-2. II. Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia melakukan kegiatan sebagai berikut:

      1)

      Menerima dan meneliti ke benaran pengisian Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP).

      2)

      Mencocokkan jumlah tagihan utang yang tertulis pada Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dengan STCK- 1 / STCK- 2.

      3)

      Mengembalikan Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pa jak (SSPCP) jika terjadi kesalahan pengisian dan menerima kembali Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pa jak (SSPCP) yang telah diperbaiki. - 92 - 4) Menerima uang setoran.

      5)

      Membubuhkan tanda terima pada Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) berupa: a) tanggal penerimaan setoran; b) nama dan tanda tangan peneriina setoran; dan c) stempel Bank atau PT Pos Indonesia yang bersangkutan.

      6)

      Menyerahkan kembali dokumen kepada Penanggung Cukai: a) STCK- 1 atau STCK-2; dan b) Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) lembar ke- 1a dan ke- 1 b yang telah ditandasahkan oleh Bank Persepsi a tau PT Pos Indonesia. III. Kepala Seksi Penagihan pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya atau Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama melakukan kegiatan se bagai beriku t:

      .
      1. Menerima Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) lembar ke- 1 a yang telah ditandasahkan oleh Bank Persepsi a tau PT Pos Indonesia dari Penanggung Cukai.
      2)

      Meneliti kebenaran jumlah peluriasan tagihan yang tercantum dalam Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dengan jumlah tagihan yang tercantum dalam STCK-1 atau STCK-2.

      3)

      Dalam hal hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran, memberitahukan dan mengembalikan dokumen Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) lembar ke- 1 a kepada Penanggung Cukai untuk melakukan pelunasan kekurangan pembayarannya.

      4)

      Menatausahakan dan membukukan penerimaan negara atas pelunasan STCK- 1 atau STCK-2 tersebut. c www.jdih.kemenkeu.go.id - 93- 3. PE TUN JUK PELAKSANAAN PENERB ITAN SURAT TEGURAN AT AU S TCK -2 I. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai:

      1)

      Kepala Seksi Penagihan menerbitkan Surat Teguran atau STCK-2 sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan.

      2)

      Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan meneliti dan meneruskan Surat Teguran atau STCK-2 kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui.

      3)

      Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Teguran atau STCK-2 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan melalui Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan.

      4)

      Kepala Seksi Penagihan: a) membukukan Surat Teguran atau STCK-2 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai atau ke dalam Sistem Aplikasi Piutang dan Pengembalian (SAPP) , dalam hal telah menerapkan SAPP; dan b) mengirimkan Surat Teguran atau STCK-2 sesuai peruntukkannya. II. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya:

      1)

      Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian menerbitkan Surat Teguran atau STCK-2 sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Perbendaharaan.

      2)

      Kepala Seksi Perbendaharaan meneliti dan meneruskan Surat Teguran atau STCK-2 kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui. · 3) Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Teguran atau STCK-2 dan menyerahkan kembali kepada Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian melalui Kepala Seksi Perbendaharaan.

      4)

      Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian: a) membukukan Surat Teguran atau STCK-2 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah menerapkan SAPP; dan b) mengirimkan Surat Teguran atau STCK-2 sesuru peruntukkannya. III. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama:

      1)

      Kepala Su bseksi Perbendaharaan dan Pelayanan menerbitkan Surat Teguran atau STCK-2 sesuai peruntukkan dan meyampaikannya kepada Kepada Kepala Kantor Pelayanan.

      2)

      Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Teguran atau STCK-2 dan menyerahkan kembali kepada Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan.

      3)

      Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan: a) membukukan Surat Teguran atau STCK-2 ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah menerapkan SAPP; dan - 94 - b) mengirimkan Surat Teguran a tau STCK-2 sesuai peruntukkannya. IV. Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai menerima Surat Teguran atau STCK-2 dan menandatangani tanda terima. - 95- 4. PETUN JU K PE L A KSANAAN PENERB I TAN SURAT PERINTAH PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS I. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai:

      1)

      Kepala Seksi Penagihan menyiapkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus ( SPPSS) sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan.

      2)

      Kepala Bidang Perbendaharaan dan Ke beratan meneliti dan meneruskan SPPSS kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui. 3 ) Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani SPPSS dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan melalui Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan.

      4)

      Kepala Seksi Penagihan: a) membukukan SPPSS ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/ Cukai atau ke dalam Sistem Aplikasi Piutang dan Pengembalian (SAPP), dalam hal telah merierapkan SAPP; dan b) mengirimkan SPPSS sesuai peruntukkannya. II. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya:

      1)

      Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian menerbitkan SPPSS sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Perbendaharaan.

      2)

      Kepala Seksi Perbendaharaan meneliti dan meneruskan SPPSS kepada Kepala Kantor untuk disetujui. 3 ) Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani SPPSS dan menyerahkan kembali kepada Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian melalui Kepala Seksi Perbendaharaan.

      4)

      Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian: a) membukukan SPPSS ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/ Cukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah menerapkan SAPP; dan b) mengirimkan SPPSS sesuai peruntukkannya. III. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama:

      1)

      Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan menerbitkan SPPSS sesuai peruntukkan dan meyampaikannya kepada Kepada Kepala Kantor.

      2)

      Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani SPPSS dan menyerahkan kern bali kepada Su bseksi Perbendaharaan dan Pelayanan.

      3)

      Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan: a) . membukukan SPPSS ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/ Cukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah menerapkan SAPP; dan b) mengirimkan SPPSS sesuai peruntukkannya. IV. Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai menerima SPPSS dan menandatangani tanda terima. - 96- 5. · PETUN JUK PELAKSANAAN PENERBITAN S URAT PE MBERITAHU AN PI U TANG PAJ AK DALAM RANGKA I MP OR (SP3DRI ) I. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai:

      1)

      Kepala Seksi Penagihan menyiapkan SP3DRI sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Bidang Perbendahar ^. aan dan Ke beratan.

      2)

      Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan meneliti dan meneruskan SP3DRI kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui.

      3)

      Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani SP3DRI dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Penagihan melalui Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan.

      4)

      Kepala Seksi Penagihan: a) membukukan SP3DRI ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk danjCukai atau ke dalam Sistem Aplikasi Piutang dan Pengembalian (SAPP), dalam hal telah menerapkan SAPP; dan b) mengirimkan SP3DRI sesuai peruntukkannya. II. ·Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya:

      1)

      Kepala Su bseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian menyiapkan SP3DRI sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Perbendaharaan.

      2)

      Kepala Seksi Perbendaharaan meneliti dan meneruskan SP3DRI kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk disetujui.

      3)

      Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani SP3DRI dan menyerahkan kembali kepada Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian melalui Kepala Seksi Perbendaharaan.

      4)

      Kepala Subseksi Administrasi Penagihan dan Pengembalian: a) membukukan SP3DRI ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/ Cukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah menerapkan SAPP; dan b) mengirimkan SP3DRI sesuai peruntukkannya. III. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama: 1 ) Kepala Subseksi Perbendaharaan dan . Pelayanan menyiapkan SP3DRI sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan.

      2)

      Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani SP3DRI dan menyerahkan kern bali kepada Kepala Su bseksi Perbendaharaan dan Pelayanan.

      3)

      Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan: a) membukukan SP3DRI ke dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk danjCukai atau ke dalam SAPP, dalam hal telah men: erapkan SAPP; dan b) mengirimkan SP3DRI sesuai peruntukkannya. - 97 - 6. PETUN JUK PELAKSAN AAN PENERBITAN , PE MBERITAHUAN , BIAYA P ENYAMPAIAN , PENATAUSAHAAN DAN LAPORAN PELAKSANAAN S URAT PAKSA I. PENERBITAN SURAT PAKSA 1) Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai: a) Kepala Seksi Penagihan:

      (1)

      meneliti Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai atau Sistem Aplikasi Piutang dan Pengembalian (SAPP )terhadap Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai yang belum melunasi tagihan dalam waktu 2 1 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkan Surat Teguran/ STCK-2; dan

      (2)

      menyiapkan Surat Paksa sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan. b) Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan meneliti dan meneruskan Surat Paksa kepada Kepala Kantor untuk disetujui. c) Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Paksa dan menyerahkan kembali kepada Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan. d) Kepala Bidang Perbendaharaan dan Ke beratan:

      (1)

      membuat dan menandasahkan satu salinan dari lembar asli Surat Paksa tersebut untuk Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai; dan

      (2)

      menyampaikan Surat Paksa kepada Kepala Seksi Penagihan e) Kepala Seksi Penagihan menyampaikan Surat Paksa kepada Jurusita Bea dan Cukai. · 2) Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya: a) Kepala Subseksi Penagihan dan Pengembalian:

      (1)

      meneliti Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai atau SAPP terhadap Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang belum melunasi tagihan· dalam waktu 2 1 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkan Surat Teguranj STCK-2; dan

      (2)

      menyiapkan Surat Paksa sesuai peruntukkan dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Perbendaharaan. b) Kepala Seksi · Perbendaharaan meneliti dan meneruskan Surat Paksa kepada Kepala Kantor un tuk disetujui. c) Kepala Kantor meneliti dan menandatangani Surat Paksa dan menyerahkan kembali kepada Kepala Seksi Perbendaharaan. d) Kepala Seksi Perbendaharaan:

      (1)

      membuat dan menandasahkan satu salinan dari lembar asli Surat Paksa tersebut untuk Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai; dan

      (2)

      menyampaikan salinan Surat Paksa tersebut kepada Kepala Sub Seksi Penagihan dan Pengembalian. - 98 - e) Kepala Subseksi Penagihan dan Pengembalian menyampaikan Surat Paksa kepada Jurusita Bea dan Cukai.

      3)

      Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama: a) Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan:

      (1)

      meneliti Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk.dan/atau Cukai atau SAPP terhadap Penanggung . Bea Masuk danjatau CuǕai yang belum melunasi tagihan dalam waktu 2 1 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkan Surat Teguran/STCK-2; dan

      (2)

      menyiapkan Surat Paksa sesuai peruntukkannya dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan. b) Kepala Kantor Pelayanan meneliti dan menandatangani Surat Paksa dan menyerahkan kembali kepada Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan. c) Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan:

      (1)

      membuat dan .menandasahkan satu salinan dari lembar asli Surat Paksa tersebut untuk Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai; dan

      (2)

      menyampaikan Surat Paksa kepada Jurusita Bea dan Cukai. II. PEMBERITAHUAN SURAT PAKSA 1) Jurusita Bea dan Cukai menyiapkan berkas-berkas terkait penyampaian Surat Paksa antara lain Surat Tugas, Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa, Laporan Pelaksanaan Surat Paksa.

      2)

      Jurusita Bea dan Cukai menyampaikan Surat Paksa kepada Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai.

      3)

      Dalam hal Jurusita Bea dan Cukai bertemu langsung dengan Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai: a) Jurusita Bea dan Cukai yang mendatangi tempat tinggaljtempat kedudukan Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai harus memperlihatkan tanda pengenal diri; b) Jurusita Bea dan Cukai mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan pemyataan dan menyerahkan salinan Surat Paksa tersebut; c) memberikan kesempatan · kepada Penanggung Bea Masuk. dan/ a tau Cukai untuk memperlihatkan surat-surat keterangan yang berkaitan dengan utangnya guna. meneliti jumlah tunggakan yang · tercantum dalam Surat Penetapan/ Surat TagihanjSurat TeguranjSTCK-2/ SPPSS dengan jumlah tunggakan yang tercantum pada Surat Paksa; dan · d) Jurusita Bea dan Cukai dan Penanggting Bea Masuk dan/ a tau Cukai menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa.

      4)

      Dalam hal Jurusita Bea dan Cukai tidak menjumpai Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai, maka Jurusita Bea dan Cukai memperlihatkan tanda pengenal dan menyerahkan salinan Surat Paksa kepada: a) keluarga Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai a tau orang - 99- yang akil baligh ( dewasa dan sehat mental) dan bertempat tinggal bersama Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai; b) anggota pengurus komi saris a tau para persero dari badan usaha yang bersangkutan; atau c) pejabat pemerintah setempat (BupatijW alikotaj Camatj Lurah/ Sekretaris Kelurahan) , dalam hal mereka tersebut pada huruf a dan huruf b di atas tidak dapat dijumpai, pihak yang menerima salinan Surat Paksa membubuhkan tanda tangannya pada Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa dan salinannya sebagai tanda terima, dan menyampaikan salinan Surat Paksa kepada Penanggung Bea Masuk datl/atau Cukai yang bersangkutan.

      5)

      Dalam hal Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai tidak ditemukan di kantor atau tempat usaha atau tempat tinggal maka Jurusita Bea dan Cukai dapat menyerahkan salinan Surat Paksa kepada: a) seseorang yang ada di kantornya (salah seorang pegawai); atau b) seseorang yang ada di tempat tinggalnya (misalnya: istri, anak yang sudah berumur 14 tahun ke atas, atau pembantu rumahnya) , kecuali tamu.

      6)

      Dalam hal terjadi perbedaan antara Surat Penetapan/ Surat Tagihan/ Surat Teguran/ STCK-2 / SPPSS dengan Surat Paksa: a) Jurusita Bea dan Cukai segera mengembalikan Surat Paksa tersebut kepada Kepala Seksi Penagihan, Kepala Subseksi Penagihan dan Pengembalian, atau Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan; dan b) Kepala Seksi Penagihan, Kepala Subseksi Penagihan dan Pengernbalian, atau Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan menyiapkan Surat Paksa yang baru dengan menggunakan nomor dan tanggal yang sama untuk ditandatangani Kepala Kantor sebagai pengganti Surat Paksa sebelumnya sesuai dengan data yang sebenarnya.

      7)

      Dalam hal Surat Paksa ditolak oleh Penanggung Bea Masuk dan I a tau Cukai: a) karena alasan yang tidak jelas, Jurusita Bea dan Cukai setelah memberikan keterangan seperlunya tetap melaksanakan Surat Paksa terse but dengan menyerahkan salinan Surat Paksa kepadayang bersangkutan; dan b) apabila Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai atau wakilnya tetap menolak, maka salinan Surat Paksa tersebut dapat ditinggalkan pada tern pat kediarrian/ tern pat kedudukan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai atau wakilnya, dengan demikian Surat Paksa dianggap telah diberitahukan.

      8)

      Surat Paksa tidak dapat disampaikan karena: a) Penanggung Be a Masuk dan/ a tau Cukai pada alamat yang sama:

      (1)

      Jurusita Bea dan Cukai terlebih dahulu menghubungi Pemerintah Daerah/Desa sekurang-kurangnya Sekretaris · Kelurahan/ Sekretaris Desa setempat untuk meminta keterangan mengenai Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai yang bersangkutan;

      (2)

      Jurusita Bea dan Cukai membuat laporan tertulis mengenai sebab-sebab tidak dapat disampaikannya Surat Paksa terse but dan usaha yang telah dilakukannya; - 100- (3) Surat Paksa harus diserahkan kepada Pemerintah Daerah/Desa sekurang-kurangnya Sekretaris . ^Kelurahan/ Sekretaris De sa yang bersangkutan;

      (4)

      jika Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai sudah pindah dan tidak diketahui alamat yang baru, maka Surat Paksa dapat ditempelkan pa ^d a papan pengumuman Kantor yang mengawasi; b) Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai berpindah alamat:

      (1)

      jika dalam satu kota namun berbeda Kantor Pelayanan: (a) Jurusita Bea dan Cukai melapor kepada Kepala Kantor dimana Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai tersebut bertempat tinggaljberkedudukan; (b) Jurusita Bea dan Cukai menyampaikan salinan Surat Paksa terse but kepada Penanggung Be a · Masuk dan/ a tau Cukai;

      (2)

      jika berlainan kota dan berbeda Kantor Pelayanan: (a) Kepala Kantor yang berwenang mengeluarkan Surat Paksa meminta bantuan kepada Kepala Kantor tempat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai tinggaljberkedudukan; (b) Kepala Kantor dimana Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai bertempat tinggal memerintahkan Jurusita Bea dan Cukai untuk melaksanakan penyampaian Surat Paksa tersebut; (c) selanjutnya Kepa.la Kantor tempat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai tinggal memberitahukan apa . ^yang . telah dilakukannya kepada Kepala Kantor yang mengeluarkan Surat Paksa; (d) dalam hal Penanggung· Bea Masuk danjatau Cukai akan melunasi utangnya, maka pelunasannya dapat dilakukan di kota tempat Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai tinggaljberkedudukan atau di kota tempat Kantor yang menerbitkan Surat Paksa; (e) apabila pelunasan dilaksanakan di kota tempat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai tinggaljberkedudukan, Kantor yang · mengawasi mengirimkan bukti pelunasan tersebut kepada Kantor yang menerbitkan Surat Paksa; c ) Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai meninggal dunia:

      (1)

      dalam hal harta warisannya bel urn dibagi: (a) Pemberitahuan Surat Paksa diserahkan kepada:

      1.

      salah seorang dari ahli waris Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai;

      ii. pelaksana surat wasiat; atau iii. seseorang yang diberi kuasa untuk mengurus harta/ peninggalan Penanggung Be a Masuk dan/atau Cukai terse but; (b) apabila salinan Surat Paksa tidak dapat diserahkan kepada salah seorang se bagaimana dise but di atas maka penyerahan salinan Surat Paksa dapat dilakukan seperti pada angka 8 huruf a dan b; 0 www.jdih.kemenkeu.go.id - 101 - (2) dalam hal harta warisannya telah dibagi: (a) Jurusita Bea dan Cukai menyampaikan Surat Paksa atas nama para ahli waris; (b) setiap ahli waris dikenakan Surat Paksa sendiri­ sendiri dan besarnya menuru t perbandingan bagian warisannya masing-masing; (c) apabila salinan Surat Paksa tidak dapat diserahkan kepada salah seorang sǖ bagaimana dise but di atas maka penyerahan salinan Surat Paksa dapat dilakukan seperti pada angka 8 huruf a dan huruf b. III. BIAYA PENYAMPAIAN SURAT PAKSA . 1) Biaya penyampaian Surat Paksa terdiri dari biaya harian Jurusita Bea dan Cukai dan biaya perjalanan yang besarnya sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang Tatalaksana Pembayaran dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Direktorat J enderal Be a dan Cukai.

      2)

      Apabila seorang Jurusita Bea dan Cukai telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka ia berhak sepenuhnya· menerima biaya penagihan tanpa dikaitkan apakah utang cukai dan biaya penagihannya telah dilunasi oleh Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai atau belum, sebaliknya dalam hal ketentuan-ketentuan tersebut tidak sepenuhnya diikuti, maka biaya penagihan terse but tidak dapat diberikan.

      3)

      Setelah menerima biaya penagihan, Jurusita Bea dan Cukai masih berkewajiban untuk memantau pelaksanaan pelunasan utang cukai oleh Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai. Apabila Jurusita Bea dan Cukai yakin bahwa Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai tersebut masih aktif dan potensial maka Jurusita Bea dan Cukai harus segera mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap tindakan penagihan lebih lanjuL IV. PENATAUSAHAAN SURAT PAKSA 1) Sur at Paksa yang telah dilaksanakan, diserahkan kepada Kepala Seksi Penagihan, Kepala Subseksi Penagihan dan Pengembalian, atau Kepala Subseksi Perbendaharaan dan Pelayanan, disertai Laporan Pelaksanaan Surat Paksa untuk. penyelesaian administrasi.

      2)

      Tanggal pelaksanaan Surat Paksa dicatat dalam Buku Catatan Khusus Penagihan Utang Bea Masuk dan/atau Cukai.

      3)

      Surat Paksa yang telah dilaksanakan, disatukan dalam berkas penagihan Penanggung Bea Masuk dari/atau Cukai yang bersangkutan. V. LAPORAN PELAKSANAAN SURAT PAKSA 1) Jurusita Bea dan Cukai yang melaksanakan penagihan dengan Surat Paksa membuat laporan atas pelaksanaan Surat Paksa.

      2)

      Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dilaporkan: a) penga juan keberatanjbanding, agar diuraikan secara jelas mengenai jumlah utang Bea Masuk dan/atau cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, danjatau sanksi administrasi yang belum dilunasi; t www.jdih.kemenkeu.go.id - 102- b) jenis, letak, dan taksiran harga dari objek sita dengan memperhitungkan jumlah utang Bea Masuk dan/atau cukai dan biaya pelaksanaan yang mungkin akan dikeluarkan; c) kesan terhadap Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dan usulan yang · dilaporkan mengenai keadaan Penanggung Bea Masuk danfatau Cukai yang sebenarnya, antara lain: kemampuan bayar, itikad mau membayar, dan pandangannya· terhadap pena,gihan utang Bea Masuk danfatau Cukai dan sebagainya sehingga Jurusita Bea dan Cukai dapat mengajukan pendapat untuk tindakan penagihan selanjutnya.

      3)

      Apabila Jurusita Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan Surat Paksa secara langsung, maka harus membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam upaya melaksanakan Surat Paksa tersebut, antara lain menghubungi Pejabat Pemerintah Daerah/Desa ·sekurang-kurangnya Sekretaris · Kelurahan/ Sekretaris De sa setempat. - 103- C. FORMAT D OKU MEN TERKAIT BERITA ACARA 1. BERITA ACARA PE MBERITAHU AN S URAT PAKSA KOP S URAT DINAS BERITA ACARA PEMBERITAHUAN SURAT PAKSA Pada hari ini........ (1) .. . ... . tanggal ... . .....(2) ...... . bulan.... ... . . (3) .. ..... tahun ....... (4)......., atas permintaan Kepala Kantor . .. ........... . (5).......·yang berkedudukan di.... . ....... (6)......... .. , saya, Jurusita Bea dan Cukai pada ...... ...... . (7) ........ ....... , bertempat kedudukan di..... ...... (8) .............. MEMBERITAHUKAN DENGAN RESMI kepada Saudara...^........(9).............. bertempat tinggal di...........(10)..... .........berkedudukan sebagai .. · ....... . .. ( 1 1)............ . . , Surat Paksa di sebaliknya ini tertanggal..........(12) . ......... dan saya,. Jurusita Bea dan Cukai, berdasarkan ketentuan Surat Paksa tersebut memerintahkan kepada. Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai supaya dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh em pat) jam, memenuhi 1s1 Surat Paksa sebanyak Rp.......... ...... ... . (13)................. . (.................... (14) .. . .........................) dengan tidak mengurangi kewajiban untuk membayar biaya- biaya penagihan u tang berupa:

      .
      • Biaya harian Jurusita - Biaya perjalanan Jumlah Rp......... .. . . ( 1 5)........ . Rp.... ....... . . ( 1 6)........ . Rp............. (17) ....... . . dan jika tidak membayar dalam waktu yang ditentukan, maka harta bendanya baik yang berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak akan disita dan .dijual di muka umumj dijual langsung kepada pembeli dan hasil penjualannya digunakan untuk membayar utang dan biaya­ biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan penagihan ini. Surat Paksa ini dapat dilanjutkan dengan tindakan Penyitaan. Saya, Jurusita Bea dan Cukai, telah menyerahkan salinan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa ini kepada Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang sayR lakukan di tempat tinggalj kedudukan orang pribadi/ badan yang menanggung Utang tersebut. Yang menerima salinan Surat Paksa Jurusita Bea dan Cukai ..................(2 1 )........................ ............. (23) ................... . Jabatan:
      .

      . . (22)........................ NIP: r www.jdih.kemenkeu.go.id Nomor (1) Nomor · (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor. (6) Nom or (7) Nom or (8) Nomor (9) Nom or (10) Nomor ( 1 1) Nomor (12) Nom or (13) Nomor (14) Nom or (15) Nom or (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (2 1) Nom or (22) Nomor (23) Nomor (24) - 104- PETUN JUK PENGISIAN Diisi nama hari diterbitkannya Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi tanggal diterbitkannya Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa ( dengan huruf) Diisi bulan diterbitkannya Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa (dengan huruf) Diisi tahun diterbitkannya Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa ( dengan huruf) Diisi nama Kantor Pelayanan yang menerbitkan Surat Paksa Diisi nama kota tempat kedudukan Kantor Pelayanan yang rrienerbitkan Surat Paksa Diisi nama Kantor· Pelayanan tern pat berkedudukan Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama kota tempat kedudukan Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi alamat Penanggung Be a Masuk dan/ a tau Cukai Diisi nama jabatan Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai Diisi tanggal Surat Paksa Diisi jumlah utang dalam Surat Paksa (dalam angka) Diisi jumlah utang dalam Surat Paksa (dalam huruf) Diisi jumlah biaya harian Jurusita (dalam angka) Diisi jumlah biaya perj alan an ( dalam angka) Diisi jumlah total biaya penagihan (dalam angka) Diisi nama pihak yang menerima salinan Surat Paksa Diisi alamat pihak yang menerima salinan Surat Paksa Diisi alasan yang menyebabkan salinan Surat Paksa tidak bisa diterima secara langsung oleh Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi nama pihak yang menerima salinan Surat Paksa dan menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi j abatan pihak yang menerima salinan Sur at Paksa dan menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi nama Jurusita Bea dan Cukai yang menyampaikan salinan Surat Paksa dan menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi NIP Jurusita Bea dan Cukai yang menyampaikan salinan Surat Paksa dan menandatangani .Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa - 105- 2. BERITA ACARA PELAKSANAAN SITA KOP SURAT DINAS BERITA ACARA PELAKSANAAN SITA Nomor:

      .

      ........... (1)................ . Pada hari ini.... . . (2).......tanggal........ . (3).... . . bulan ......(4).......tahun.... . . (5).... . atas ke.kuatan Surat Perintah Melakukan Penyitaan Kepala............ (6)................ . Nom or............ (7)............ tanggal........ . (8)............ yang bertindak untuk dan atas nama Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini memilih domisili kantor di...............(9)................ . , berdasarkan Surat Paksa yang dikeluarkan tanggal............ . (10)............ . nomor............ ( 1 1)........ . . yang telah diberitahukan dengan resmi kepada Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai yang akan disebut di bawah ini, maka saya, Jurusita Bea dan Cukai Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tersebut bertempat tinggal di...............( 1 2)............ . . dengan dibantu 2 (dua) orang saksi Warga Negara Indonesia, yang telah mencapai usia 2 1 (dua puluh satu) tahun atau telah dewasa dan dapat dipercaya, yaitu: ; : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 7 89: ; <=     >  << : < <: > >: : <: : : >: ?: @: 3: : A : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 3 i:  4 · . · . · . : · . · . · . · . · . : · . · . · . · . : : : : : : : : : : : . telah datang di rumahjperusahaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai: Nama NPWP NPPBKC Alamat ......................................... . :

      .

      ... . ( 1 5)................................................................ .........................................(16)................................................................................ .........................(17)..................................................................................... . ,................ . . ( 1 8)........................................................ . untuk melaksanakan Perintah Penyitaan atas barang-barang milik Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai karena yang bersangkutan masih menunggak utang sebagaimana tersebut di bawah ini: Nom or dan Tanggal Nomor dan Tanggal Jumlah Utang Surat Penetapan/Surat Tagihan/ Surat Teguran/ STCK-2/ SPSS ( ^Rp ) Surat Keputusan ............. . . (19)...............................(20)........................ . (2 1)........... Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan telah dilaksanakan dengan hasil sebagai berikut: • Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap barang-barang sebagai berikut: I. J enis Barang Bergerak:

      .

      ................ . (22)................ II.· Jenis Barang Tidak bergerak:

      .

      ...............(25)................... Terletak di:

      .

      .................... (23)................ Terletak di:

      .

      ............ . :

      .

      ... (26).... ............... Rincian barang-barang yang disita sebagaimana terlampir • Penyitaan tidak dapat dilaksanakan karena: Taksiran Harga: Rp............................ . Rp............................ . Rp...........(24)............ . . Rp............................ . Rp. · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · Taksiran Harga:

      .

      .. www.jdih.kemenkeu.go.id - 106- Kepada Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dijelaskan bahwa barang yang telah disita tersebut akan dipindahbukukan ke kas negarajmenyetor langsung ke kas negarajmenjual penyertaan modal/ dijual di muka umum dengan perantaraan Kantor Lelang Negara*), pada tanggal dan di tempat yang akan ditentukan kemudian. Untuk penyimpan barang-barang yang telah disita, saya Jurusita Bea dan Cukai menunjuk........ . (29)...............yang bertempat tinggal di................ . . (30).................... . sebagai penyimpan dan untuk itu penyimpan tersebut menandatangani berita acara dan salinan-salinannya sebagai bukti bahwa ia menerima penunjukan itu . Penunjukan sebagai penyimpan itu dilakukan di depan kedua saksi di atas, yang turut pula menandatangani berita acara dan salinan-salinannya. Salinan berita acara ini disampaikan kepada penyimpan barang, Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dan phak-pihak lain yang terkait. Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai ..................... (3 1).................... . . Saksi:

      1.

      ... . . ,.......(34)............ 2............. . (34a)........ . Biaya penagihan Bea dan Cukai yaitu: Biaya harian Jurusita Bea dan Cukai Biaya harian saksi Biaya perjalanan telah j belum dilunasi *) *) Coret yang tidak perlu CATATAN: Jurusita Bea dan Cukai ................. . (32)................ . . NIP............ (33)............ : Memindahtangankan, merusak, atau menggelapkan barang-barang sitaan ini dapat dituntut herdasarkan Pasal 4 1A ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling iama 4 (em pat) tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Tembusan:

      1.

      ....................................... . (39)........ : Nomor (1) Nomor · (2) Nomor (3) Nomor Nom or Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nom or Nomor Nomor Nomor Nomor (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) ( 13a) dan ( 13b) (14a) dan (14b) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) - 107- PETUN JUK PENGISIAN Diisi nomor Berita Acara Pelaksanaan Sita Diisi na.r: na hari dilaksanakannya penyitaan Diisi tanggal (dengan huruf) dilaksanakannya penyitaan Diisi bulan (dengan huruf) dilaksanakannya penyitaan Diisi tahun (dengan huruf) dilaksanakannya penyitaan Diisi Kantor Pelayanan yang melaksanakan penyitaan Diisi nomor Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi tanggal Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi kota tempat kedudukan Kantor Pelayanan yang melaksanakan Penyitaan Diisi tanggal Surat Paksa Diisi nomor Surat Paksa Diisi kota tempat tinggal Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama Saksi Diisi pekerj aan Saksi Diisi nama Penanggung Be a Masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat · Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor dan tanggal Surat Penetapan,Surat Tagihan, a tau Sur at Kepu tusan Diisi nomor dan tanggal Surat Teguran, STCK-2, atau SPPSS Diisi jumlah utang Diisi jenis Barang Bergerak Diisi alamatjtempat Barang Bergerak berada Diisi taksiran Harga Barang Bergerak t www.jdih.kemenkeu.go.id Nom or (25} Nomor (26) Nomor (27) Nom or (28) Nomor (29) Nomor (30) Nomor (3 1) Nomor (32) Nomor (33) Nomor (34) dan (34a) Nomor (35) Nom or (36) Nomor (37) Nomor (38) Nomor (39) Nomor (40) Nomor (4 1) Nor: tJ.or (42) - 108 - . . Diisi j enis Barang Tidak Bergerak Diisi alamat/ tempat Barang Tidak Bergerak berada Diisi taksiran Harga Barang Tidak Bergerak Diisi alasan penyitaan tidak dapat dilakukan . Diisi nama orang yang ditunjuk Jurusita Bea dan Cukai untuk menyimpan barang sitaan Diisi alamat orang yang ditunjuk Jurusita Bea dan Cukai untuk menyimpan barang sitaan Diisi nama dan tanda tangan Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi NIP Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama dan tanda tangan Saksi Diisi biaya Harian Jurusita Bea dan Cukai (dalam angka) Diisi biaya Harian Saksi ( dalam angka) Diisi biaya Perjalanan (dalam angka) Diisi total Biaya Penagihan ( dalam angka) Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan penagihan Diisi Direktur yang menangani cukai, dalam hal terkait tagihan cukai Diisi nama Kantor . Wilayah yang membawahi . Kantor Pelayanari Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan yang diminta bantuan. Diisi jika yang melaksanakan penyitaan bukan Kantor Pelayanan penerbit Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan - 109- 3. FORMAT LAMPIRAN BERI TA ACARA PELAKSANAAN S I TA K OP SURAT D INAS LAMPIRAN BERITA ACARA PELAKSANAAN SITA Nomor: : ...............(1)........................ . . Daftar rincian barang yang disita dari Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai: Nama .......................................... (2)................................................ ·............ NPWP ........................................ . . (3) ..................... ....... . ............................... NPPBKC .......................... . .............. . (4)........................................................ .. . . Alamat ..........................................(5)............................................................ I . Barang_ Bergerak 1 . Kendaraan dan Jenisnya No Merek dan Jenis Nomor Identitas Taksiran Harga Pasar Keterangan Kendaraan 1...........(6}...................(7)........ . Rp...........(8)...................(9).... :

      .

      ... 2. dst Jumlah Rp...........(10}........ . 2 . Perhiasan Emas, Permata, dan Sejenisnya Taksiran Jumlah No Jenis Perhiasan Banyaknya Harga Pasar Taksiran Harga Keterangan (satuan) Pasar 1...........( 1 1)............ . . (12).... . Rp...(13).... . Rp.... (14)................ ( 1 5)........ 2. dst Jumlah Rp........ . ( 1 6}........ . 3 . . Uang Tunai No Jenis Mata Pecahan Jumlah lem bar Jumlah Keterangan Uang 1...........( 17}........ . . (18)............ . (19)...................(20)........ . . :

      4.

      Harta Kekayaan yang tersimpan di bank {deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu} No Jenis Nomor Mata Uang Jumlah Keterangan Rekenirtg - 110- 5. Surat Berharga (Obligasi, saham, dan sejenisnya) No Jenis Jumlah Nilai Nilai Jumlah Keterangan Nominal pasar Nilai Pasar 1 . ....... (29) ....... . ...... . (30) .... Rp...(3 1 ). .. Rp . . (32) .. Rp.... . (33) . ........ . . (34) .. . .... 2. dst Jumlah Rp........ . . (35).... 6 . Piutang No Jenis Piutang N ilai Piu tang Nama dan Alamat Keterangan Debitur 1.......(36)........ . Rp......... . (37).......................(38)............................. . (39) ...... . ..

      2.

      dst Jumlah Rp........ . (40)........ . 7 . Penyertaan Modal No J en is j Ben tuk Besar Perusahaan tempat Keterangan Penyertaan penvertaan 1...........(4 1 )........ Rp .:

      .

      ..(42).... . ................... (43) . ....... . ............ . . (44) .........

      2.

      dst Jumlah Rp........ (45)........ . II . Barang Tidak Bergerak (Tanah, Bangunan, Kapal Laut d i atas bobot 1000 dwt, dsb) Letak dan Taksiran Jumlah No Jenis Barga Taksiran Keterangan Luas (Satuan) Harga Pasar 1...........(46)............ . .. (47) .... Rp.... . (48).·.... . Rp.... . (49).............. (50) ......... 2. dst Jumlah Rp.......(5 1 ) ... ..... . · · · · · · · · · · · · · · · · · : · · · · · · · · · · · · · ( 52}........................ . . Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Jurusita Bea dan Cukai, Saksi:

      1.

      ....... . : N omor (1) N omor (2) N omor (3) N omor (4) N omor (5) N omor (6) N omor (7) N omor (8) N omor (9) N omor (10) N omor (11) N omor (12) N omor (13) N omor (14) N omor (15) N omor (16) N omor (17) N omor (18) N omor (19) N omor (20) N omor (21) N omor (22) N omor (23) N omor (24) N omor (25) N omor (26) N omor (27) - 111 - PETUN JUK PENGIS I AN D iisi nomor Lampiran B erita Acara P elaksanaan S ita D iisi nama P enanggung B ea Masuk dan/atau C ukai D iisi N PWP Penanggung B ea Masuk dan/atau C ukai D iisi N PPB KC Penanggung B ea Masuk dan/atau C ukai, diisi jika Penanggung B ea Masuk dan/atau C ukai mempunyai nomor N PPBKC D iisi alamat P enanggung B ea Masuk dan/atau C ukai D iisi merk dan jenis kendaraan D iisi nomor Polisi untuk angkutan darat, atau nomor yang dipersamakan itu untuk angkutan laut dan udara D iisi taksiran harga pasar kendaraan ( dalam angka) D iisi keterangan terkait kendaraan tersebut (tahun pembuatan, tahun perolehan, kondisi kendaraan) D iisi jumlah taksiran harga pasar ( dalam angka) D iisi j enis perhiasan D iisi banyaknya perhiasaan D iisi taksiran harga pasar per hi as an ( dalam angka) D iisi jumlah harga pasar perhiasan, banyaknya dikalikan dengan taksiran harga pasar persatuan ( dalam angka) D iisi keterangan terkait perhiasan tersebut D iisi jumlah nilai semua perhiasan (dalam angka) D iisi jenis mata uang negara (contoh R upiah, D ollar, dll) D iisi pecahan· mata uang D iisi jumlah lembar pecahan mata uang D iisi jumlah nilai mata uang (pecahan dikali jumlah lembar) D iisi keterangan terkait mata uang D iisi jumlah semua lembar pecahan mata uang D iisi jenis Harta Kekayaan yang tersimpan di bank (deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu) D iisi nomor rekening penanggung B ea Masuk dan/atau C ukai sesuai j enis harta kekayaan D iisi jenis mata uang sesuai jenis harta kekayaan D iisi jumlah nilai harta kekayaan D iisi keterangan terkait jenis harta kekayaan N omor (28) N omor (29) N omor (30) N omor (31) N omor (32) N omor (33) N omor (34) N omor (35) N omor (36) N omor (37) N omor (38) N omor (39) N omor (40) N omor (41) N omor (42) N omor (43) N omor (44) N omor (45) N omor (46) N omor (47) N omor (48) N omor (49) N omor (50) N omor (51) . N omor (52) N omor (53) N omor (54) N omor (55) N omor (56) dan (56 a) - 112 - D iisi jumlah keseluruhan harta kekayaan D iisi jenis surat berharga (Obligasi, saham, dan se jenisnya) D iisi jumlah surat berharga ( dalam satuan) D iisi nilai nominal surat berharga (dalam angka) D iisi nilai pasar surat berharga (dalam angka) D iisi jumlah nilai pasar surat berharga, jumlah dikalikan nilai pasar ( dalam angka) D iisi keterangan terkait surat berharga D iisi jumlah keseluruhan nilai pasar surat berharga ( dalam angka) D iisi jenis piutang D iisi nilai piutang (dalam angka) D iisi nama dan alamat debitur D iisi keterangan terkait jenis piutang D iisi jumlah keseluruhan nilai piutang (dalam angka) D iisi jenis/ bentuk penyertaan modal D iisi besar penyertaan modal ( dalam angka) D iisi nama perusahaan tempat penyertaan modal D iisi keterangan terkait jenis j bentuk penyertaan modal D iisi jumlah keseluruhan jenis j bentuk penyertaan modal (dalam angka) D iisi j enis barang tidak bergerak D iisi letak dan luas barang tidak bergerak D iisi taksiran harga pasar barang tidak bergerak ( dalam angka) D iisi jumlah taksiran harga pasar barang tidak bergerak ( dalam angka) D iisi keterangan terkait jenis barang tidak bergerak D iisi jumlah nilai keseluruhan barang tidak bergerak ( dalam angka) D iisi tempat, tanggal, . bulan dan tahur:

      .

      diterbitkannya B erita Acara Pelaksanaan S ita D iisi nama dan tanda tangan Jurusita B ea dar: C ukai D iisi N omor Induk P egawai Jurusita B ea dan C ukai D iisi nama dan tanda tangan P enanggung B ea Masuk dan/atau Cukai D iisi nama dan tanda tangan S aksi t - 113- 4. BERI TA ACARA PEMBLOK IRAN REKEN ING BANK KOP SURAT BANK BERITA ACARA PEMBLOKIRAN HARTA KEKAYAAN PENANGGUNG BEA MASUK DAN/ ATAU CUKAI YANG TERSIMPAN PADA BANK Nomor:

      .

      ..... (1)........... Sesuai Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 1 35 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Pasal..........(2) . ......Peraturan Menteri Keuangan Nomor.... . (3)........ . tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai, Kepala . :

      .

      ..(4).......telah menyampaikan Surat dengan nomor ....... . (5) . ...... . tanggal.......(6)........ . . perihal Permintaan Pemblokiran Kekayaan Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai Yang Tersimpan Di Bank dan telah diterima pad$. tanggal . ...... (7) ...... ... , maka pada hari ini tanggal........ . (8). . ... . bulan....... (9)..... . . tahun.... . . (10).......pukul......... . ( 1 1)........ . ,telah dilakukan pemblokiran seketika terhadap harta kekayaan Penangļng Bea Masuk danjatau Cukai sebagai: Nama NPWP NPPBKC Alamat ......................................... : Salinan berita acara pemblokiran ini disampaikan kepada Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai dan Kepala.... . . (16) . ..... . , agar pihak-pihak yang berkepentingan mengetahuinya. Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor ( 1 1) Nomor. ( 1 2) Nomor (13) Nomor ( 1 4) Nomor (15) Nomor (16) Nomor ( 1 7) Nomor (18) Nomor (19) Nomor (20) Nomor (2 1) - 114- PETUN JUK PENG IS IAN Diisi nomor Berita Acara Pemblokiran Diisi pasal dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penagihan Be a Mas-uk dan I a tau Cukai Diisi Kantor Pelayanan yang meminta pemblokiran Diisi nomor Surat Permintaan Pemblokiran Diisi tanggal Surat Permintaan Pemblokiran Diisi tanggal diterima Surat Permintaan Pemblokiran oleh bank Diisi tanggal (dengan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi bulan ( dengan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi tahun (dengan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi waktu ( dengan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi Nama Penanggung Bea masuk danjatau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea masuk danjatau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Be a Masuk dan I a tau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penariggung Bea masuk dan/atau Cukai Diisi nama Kantor Pelayanan yang mengajukan permintaan pemblokiran Diisi nama bank yang melakukan pemblokiran Diisi nama dan tanda tangan Pejabat Bank Diisi jabatan pejabat bank Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi NIP Jurusita Jurusita Bea dan Cukai t - 115- 5 . BERI TA ACARA PEMBLOKIRAN REKEN ING EFEK KOP SURAT K USTODIAN BERITA ACARA PEMBLOKIRAN REKENING EFEK Nomor:

      .

      ... . . (1) . .......... Sesuai Pasal 5 ayat {4) Peraturan Pemerintah Nomor 1 35 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pa jak dengan Surat Paksa dan Pasal I........ . {2).......Peraturan Menteri Keuangan Nomor.... . (3)........ . tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai,.... . (4).......telah menyampaikan Surat dengan nomor........ (5)........ tanggal.......(6)........ . . perihal.......(7).... . dan telah diterima pada tanggal ^..... . . (8)........ . , maka pada hari ini tanggal........ . (9).... . . bulan.......( 1 0).......tahun.... . . ( 1 1).......pukul........ . . ( 1 2)........ . , telah dilakukan pemblokiran seketika terhadap harta .kekayaan Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai sebagai: Nama NPWP NPPBKC A lam at ............................. ^....................( 1 3).................................................................................... ...... ( 1 4)......................................................................................... . . ( 1 5)........................................ . . · · · · · · · · · · · · · ·................................ . . ( 1 6 )........................................ . . Salinan berita acara pemblokiran ini disampaikan kepada Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dan Kepala.... . . (17)......., agar pihak-pihak yang berkepentingan n1engetahuinya. · Jurusita Bea dan Cukai Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor ( 1 1) Nomor ( 1 2) Nomor (13) Nomor (14) Nomor ( 1 5) Nomor (16) Nomor (17) Nomor (18) Nomor (19) Nomor ( 2 0) Nomor (2 1) Nomor (22) - 116 - PETUN JU K PENGIS IAN . Diisi norrior Berita Acara Pemblokiran Diisi pasal dalam Peratutan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nomor Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi pejabat pada Otoritas Jasa Keuangan yang meminta pemblokiran Diisi nomor Surat Permintaan Pemblokiran Diisi tanggal Surat Permintaan Pemblokiran Diisi perihal Surat Permintaan Pemblokiran Diisi tanggal diterima Surat Permintaan Pemblokiran oleh bank Diisi tanggal (deǑgan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi bulan (dengan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi tahun (dengan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi waktu (dengan huruf) dilaksanakannya pemblokiran Diisi nama Penanggung Bea masuk dan/atau Cukai Diisi NPWP Penanggung Be a masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Be a Masuk dan I a tau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi Alamat Penanggung Bea masuk dan/ a tau Cukai Diisi nama Kantor Pelayanan yang mengajukan permintaan pemblokiran Diisi nama bank yang melakukan pemblokiran Diisi nama dan tanda tangan pej a bat bank Diisi jabatan pejabat bank Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi NIP Jurusita Jurusita Bea dan Cukai - 117- 6. BERI TA ACARA PEMBERIAN KETERANGAN KOP SURAT KUSTODIAN BERITA ACARA PEMBERIAN KETERANGAN REKENING EFEK PADA KUSTODIAN DALAM RANGKA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI Nomor:

      .

      ........ (1)........ Sehubungan dengan Surat Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor.......(2) .. :

      .

      .. tanggal........ (3).... . . tentang........ . (4).... . ....., sesuai Pasal 5 ayat (4) ' Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, maka pada hari ini.... . . (5) .. ... . .. tanggal.... . . (6) .... . . bulan.......... . . (7)............ tahun.... . ... (8).... .... pukul.... . .. . . (9).... . . telah dilakukan pemberian keterangan Rekening Efek Pepanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai sebagai berikut: Salinan Berita Acara Pemberian Keterangan ini disampaikan kepada Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan agar pihak-pihak yang. berkepen tingan mengetahuinya. Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor · Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor · Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor .

      (1)

      (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) ( 1 1) (12) (13) (14) . ( 1 5) (16) (17) ( 1 8) - 118 - PETUN JUK PENG IS IAN . . Diisi nomor Berita Acara Pemberian Keterangan Diisi nomor surat Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan kepada Kustodian Diisi tanggal surat Ketua Dewan Komisioner Otoritas J as a Keuangan kepada Kustodian Diisi perihal sur at Ketua Dewan l{omisioner Otoritas J as a Keuangan kepada Kustodian Diisi nama hari ketika pemberian keterangan dibuat Diisi tanggal (dalam huruf) ketika pemberian keterangan dibuat Diisi bulan ( dalam huruf) ketika pemberian keterangan dibuat Diisi tahun ( dalam huruf) ketika pemberian keterangan dibuat Diisi waktu (dalam angka) ketika pemberian keterangan dibuat Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/ Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea masuk danjatau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/ Cukai Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi NIP Jurusita Bea dan Cukai . . Diisi nama Kustodian Diisi nama dan tanda tangan pejabat Kustodian Diisi jabatan Pejabat Kustodian yang menandatangani Berita Acara Pemberian Keterangan - 119 - 7 . BERITA ACARA PENGALIHAN HAK SURAT BERHARGA KOP SURAT DINAS BERITA ACARA PENGALIHAN HAK SURAT BERHARGA Nomor:

      .

      ... . . (1)........... Sesuai Pasal 5 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 1 35 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Saya Jurusita· Bea dan Cukai pada.......(2).... ." .. , sesuai Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan nomor........ . (3)..... . tanggal............ (4)................ , telah meminta kepada Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai untuk mengalihkan hak Surat Berharga kepada.... . (5).... . . , maka pada hari ini.... . . (6)........ tanggal.... . . (7).... . . bulan........ (8)........ tahun ....... . (9)............ . . pukul........ . (10).... . . telah dilakukan pengalihan hak surat berharga Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai sebagai berikut: Nama NPWP NPPBKC Alamat Salinan Berita Acara pengalihan hak surat berharga ini disampaikan kepada Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai dan Kepala ^..... . .................. . . ( 1 5)............ . .. agar pihak-pihak yang berkeperitingan mengetahuinya. Jurusita Bea dan Cukai Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Nomor (1) Nomor (2) Nomor (3) Nomor (4) . Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nomor (9) Nomor (10) Nomor ( 1 1) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor (15) Nomor ^· (16) Nomor (17) Nomor (18) - 12 0- PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga Diisi nama Kantor Pelayanan yang menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi nomor Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi tanggal, bulan dan tahun Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan Diisi Kepala Kantor Pelayanan yang menerima pengalihan hak surat berharga Diisi hari ketika Pengalihan Hak Surat Berharga dilaksanakan Diisi tanggal ( dalam angka) ketika Pengalihan . Hak Sur at berharga dilaksanakan Diisi bulan (dalam huruf) ketika Pengalihan Hak Surat berharga dilaksanakan Diisi tahun (dalam huruf) ketika Pengalihan Hak Surat berharga dilaksanakan Diisi waktu ( dalam angka) ketika Pengalihan Hak Surat berharga dilaksanakan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea masuk danjatau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi Kantor Pelayanan yang menerbitkan Surat · Perintah Melaksanakan penyitaan Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi NIP Jurusita Bea dan Cukai yang menandatangani Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga Diisi nama dan tanda . tangan Penanggung · Bea Masuk dan/atau Cukai t - - 121 - 8. BERITA ACARA PERSETUJUAN PENGALIHAN HAK MENAGIH PIUTANG . KOP SURAT DINAS BERITA ACARA PERSETUJUAN PENGALIHAN HAK MENAGIH PIUTANG Nomor:

      .

      ... . ...... . (1)............ Pada hari ini.... . . (2)........ tanggal........ . (3).... . ... bulan........ . (4)............ tahun........ . (5).... . .....atas kekuatan Surat Perintah Melakukan Penyitaan Kepala........ . (6).... . . Nomor.... . .......... (7)........ .......... . Tanggal........ . (8).... . ... telah dilakukan penyitaan terhadap barang- barang milik Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai: Nama.... . .................(9)........ ...... .. . .................... . NPWP.................... . . (10) . . ,................................. NPPBI{C.................... . . ( 1 1).................................... Alamat..................... . (12)...............:

      .

      ................... · Khusus terhadap barang-barang Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai berupa piutang seperti tertera di bawah ini : No. Jenis Piutang Nilai Piutang Nama Debitur Keterangan ........(13)........ Rp.... .. . .. (14)................ . . (16)................ . (17).... . ... . Jumlah Rp........ . ( 1 5)........ . Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai telah setuju, untuk dialihkan hak penagihannya dari Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai kepada pejabat yang selanjutnya akan:

      a.

      dijual oleh Pejabat tersebut kepada pembeli; atau b . disetor langsung oleh pihak yang berkewajiban membayar utang ke Kas Negara atas permintaan Pejabat, untuk melunasi Utang Bea Masuk danjatau Cukai dan Biaya penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai. . Salinan Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak ini disampaikan kepada Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai dan debiturjpara debitur. Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Saksi: Jurusita Bea dan Cukai Nomor Nom or Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nomor Nom or Nomor Nomor Nom or Nomor Nom or Nomor Nomor Nom or Nomor Nom or Nomor Nomor (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) ( 1 1) (12) (13) (14) ( 1 5) ( 16 } (17) ( 1 8 ) (19) (20) (2 1) dan (2 1a) - 122- PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piu tang Diisi nama hari diterbitkannya Berita Acara Persetujuan Diisi tanggal (dalam huruf) diterbitkannya Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang ^. Diisi bulan ( dalam huruf) diterbitkannya Be rita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang Diisi tahun (dalam huruf) diterbitkannya Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang Diisi nama Kantor Pelayanan yang menerbitkan Surat perintah Melakukan Penyitaan Diisi nomor Surat Perintah Melakukan Penyitaan Diisi tanggal, bulan dan tahun (dalam angka) Surat perintah Melakukan Penyitaan Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPWP Penanggung Bea masuk dan/ a tau Cukai Diisi NPPBKC Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai, diisi jika Penanggung Bea Masuk danjatau. Cukai mempunyai nomor NPPBKC Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi jenis piutang yang belum dilunasi Diisi besarnya piutang (dalam angka) Diisi jumlah piu tang ( dalam angka) Diisi nama debitur Diisi keterangan yang diperlukan terkait piutang Diisi nama dan tanda tangan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai ·· Diisi NIP Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama dan tanda tangan saksi 9. SEGEL SITA - 12 3 - KOP SURAT DINAS D I S I T A KUTIPAN BERITA ACARA PELAKSANMN SITA ATAS BARANG BERGERAK/BARANG TIDAK BERGERAK, NOMOR............ . . (1)................ . TANGGAL :

      .

      ........... . . (2)................ . BARANG INI TERMASUK DALAM BARANG-BARANG YANG DISITA NEGARA, BARANG SIAPA DENGAN SENGAJA, MEMINDAHTANGANKAN/MEMINDAHKAN HAK/ MEMINJAMKAN /MERUSAK BARANG INI, DAPAT DITUNTUT BERDASARKAN PASAL 4 1A AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 J.O UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA, DENGAN ANCAMAN HUKUMAN PIDANA PENJARA PALING LAMA 4 (EMPAT) TAHUN DAN DENDA PALING BANYAK RP1 2.000.000,00 (DUA BELAS JUTA RUPIAH). Jurusita Bea dan Cukai NrP.: : : : ·: : : : : : : : 5!4·.: : : : : ·. ·.·.: t , www.jdih.kemenkeu.go.id Nomor Nom or Nomor Nom or (1) (2) (3) (4) - 124 ·- PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Berita Acara Pelaksanaan Sita Diisi tanggal, bulan dan tahun (dalam angka) Berita Acara Pelaksanaan Sita Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi NIP Jurusita Bea dan Cukai - 12 5- 10. BERITA ACARA PENYANDERAAN KOP SURAT DINAS BERITA ACARA PELAKSANAAN PENYANDERAAN Nomor:

      .

      ..............(1).................... Pada hari ini.... . . (2).... . . tanggal.... . (3). ,...bulan.... . . (4)........ tahun.... (5)..... . atas kekuatan Surat Perintah Penyanderaan Kepala................ (6). . ...... . nomor........ . (7)........ . . tanggal........ . (8).... . : , maka Saya, Jurusita Bea dan Cukai: Nama Umur NIP ..................................................... . (9)............ . .......................................................... . .................. . . (10)........................................................................................ . . ( 1 1) ............................... . . :

      .

      ..Pangkat / Gol Jabatan.................................................... . . ( 1 2).................................... Jurusita Bea dan Cukai pada........ . (13).................................... . . Alamat tempat tinggal.................................... . . :

      .

      ..............(14).................................... Dengan dibantu 2 (dua) orang saksi Warga Negara Indonesia, yang telah mencapai usia 2 1 (dua puluh satu) tahun atau telah dewasa dan dapat dipercaya, yaitu: 1 . Nama/ NIP........................ . ·............................ . ( 1 5)............................................ 2, Umur...........·...........................................( 1 6)............................................ Pangkat...................................................... (17)............................................ JabatanjPekerjaan...................................·...................(18)............................ . :

      .

      ........... . . Alamat.................................................... . . (19)............................................ Nama/ NIP Umur Pangkat JabatanjPekerjaan Alamat ............. ·........................................ . ( 1 5a)................................................................................................. ( 16a)........................................ . .

      .

      ...........• . . '.......................................( 17a)......................... ....................................................................... . . ( 18a)................................................................................................ . . ( 19a)........................................ . . Telah melakukan penyanderaan terhadap Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai:

      .

      ... . . ·............ . . (20)...................................Nomor Identitas........................................ (2 1)........ ............................ Tempat dan Tanggal Lahir............................ :

      .

      ..........(22)...................................Alamat............................ . .......... . (23).... . . H............................ Jenis Kelamin........................................ (24)........................ .'........ . . Agama........................ . .............. . (25)...................................Kewarganegaraan................ . . ·.................... . . (26)...................................=: : : n : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 0; 12: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : eli........ . (29).......karena Penanggung Bea masuk danjatau Cukai mempunyai Utang Bea Masuk danjatau atau Cukai sebesar Rp............ . (30)................. (.................... (3 1).................... . . ) dan Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai diragukan itikad baiknya dalam pelunasan Utang Bea . Masuk dan/ a tau a tau Cukai. Salinan Berita Acara ini disampaikan kepada Kepala tempat penyanderaanj rumah tahanan Negara, Penanggung Bea mas: uk danjatau Cukai yang bersangkutan, BupatijWalikota. Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Jurusita Bea dan Cukai Kepala tempat penyanderaanj rumah tahanan negara Saksi : Nomor (1) Nomor (2) Nom or (3) Nomor (4) Nomor (5) Nomor (6) Nomor (7) Nomor (8) Nom or (9) Nomor (10) Nomor . ( 1 1) Nomor (12) Nomor (13) Nomor (14) Nomor ( 1 5) dan ( 1 5a) Nomor (16) dan ( 16a) Nomor (17) dan ( 17a) Nomor (18) dan ( 18a) Nomor (19) dan ( 19a) Nomor · (20) Nomor (2 1) Nomor (22) Nomor (23) Nomor (24) Nomor (25) Nomor (26) Nomor (27) Nomor (28) Nomor (29) - . 1 2 6 ^- PETUNJUK PENGISIAN Diisi nomor Berita Acara Pelaksanaan Penyandǒraan Diisi nama hari dilaksanakan Penyanderaan ^. Diisi tanggal ( dalam. angka) dilaksanakan Penyanderaan Diisi bulan (dalam huruf) dilaksanakan Penyanderaan Diisi tahun (dal.am huruf) dilaksanǓan Penyanderaan Diisi Kantor Pelayanan penerbit Surat Perintah Penyanderaan Diisi nomor Surat Perintah Penyanderaan Diisi tanggal, bulan dan tahun ( dalam angka) Surat Perin tah Penyanderaan Diisi nama Jurusita Bea dan Cukai yang melakukan penyanderaan Diisi umur Jurusita Bea dan Cukai yang melakukfu J. penyanderaan Diisi NIP .Jurusita Bea dan Cukai Diisi pangkat dan golongan Jurusita Bea dan Cukai yang melakukan penyanderaan Diisi Kantor Pelayanan asal Jurusita Bea dan Cukai Diisi alamat tempat tinggal Jurusita Bea dan Cukai Diisi nama dan NIP saksi Diisi umur saksi Diisi pangkat saksi Diisi jabatan dan pekerjaan saksi Diisi alamat saksi Diisi nama Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi nomor idǔntitas Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai ( diisi nomor KTP, SIM a tau Passport) Diisi tempat dan tanggal lahir Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi jenis kelamin Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai Diisi jenis agama Penanggung Bea Masuk danj atau Cukai Diisi kewarganegaraan Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi pekerjaan Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi jabatan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama kota tempat dilakukan Penyanderaan Nomor (30) Nomor (3 1) Nomor (32) Nomor (33) Nomor (34) Nomor (35) Nomor (36) dan (36a) - 12 7"- Diisi jumlah utang (dalam angka) Diisi jumlah utang (dalam huruf) Diisi nama dan tanda tangan Penanggung · Be a .Masuk danjatau Cukai Diisi nama dan tanda tangan Jurusita Bea dan Cukai Diisi NIP Juru.sita Bea dan Cukai Diisi nama dan tanda tangan . Kepala tempat penyanderaan/ rumah tahanan Negara Diisi nama dan tanda tangan saksi - 128- 11. BERIT A ACARA KEMATIAN KOP SURAT DINAS BERITA ACARA KEMATIAN Pa,da hari ini........ (1).......tanggal........ . (2).......bulan........ . (3).......tahun.......(4)......., saya, Kepala Rumah Tahanan........ .....(5)..............., bertempat kedudukan di...........(6)............. . MEMBERITAHUKAN DENGAN RESMI Bahwa berdasarkan surat keterangan kematian dari............ (7)................ . nomor...............(8)...............tanggal . .......... . (8)........ . , Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai berikut ini: nama :

      .

      ............... . ( 1 0)................ . . alamat :

      .

      ............... . ( 1 1)................ . . jabatan : dinyatakan telah meninggal dunia pada hari............ . . (13)............ tanggal............ (14)............ pukul............ (-15)...........di............ (16): Keluarga dari Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai di atas untuk dapat mengurus jenasah, barang dan; a tau uang milik Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai yang disandera yang meninggal dunia di............ . (17) . .........Salinan berita acara kematian ini diserahkan kepada........ . . (18)........ . :

      .

      ....... ( 1 9)...........selaku keluarga Penanggung Bea Masuk danjatau Cukai. Nmnor (1) Non1or (2) Nomor (3) Nomor (4) N : : : n1or (5) Nomor (6) Non1or (7) Nomor (8) I\·on1or (9) jomor (10) : Komar ( 1 1) r-.: omor (12) f: omor (13) J' .... -: -omor (14) r-omor ( 1 5) )fornor (16) kJomor ( 1 7) ; .Jornor (18) l ..Jomor (19) Nomor (20) momor (2 1) : ."Jornor (22) : : .Jomor (23) - 1 29 - PETUNJUK PENGISIAN Diisi nama hari diterbitkannya Berita Acara Kematian Diisi tanggal diterbitkannya Berita Acara Kematian (dengan huruf) Diisi bulan diterbitkannya Berita Acara Kematian (dengan huruf) Diisi tahun diterbitkannya Berita Acara Kematian (dengan huruf) Diisi nama Rumah Tahanan yang menj adi tempat penyanderaan Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai Diisi nama kota tempat kedudukan Rumah Tahanan yang menjadi tempat penyanderaan Penanggung Bea M asuk dan/atau Cukai Diisi nama instansi yang menerbitkan surat keterangan kematian Diisi nomor surat keterangan kematian Diisi tanggal surat keterangan kematian Diisi nama Penanggung Bea Masuk danj atau Cukai yang disandera Diisi alamat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang disandera Diisi nama jabatan Penanggung Bea M asuk dan/atau Cukai yang disandera Diisi hari Penanggung Bea Masuk dan/ a tau Cukai yang disandera meninggal Diisi tanggal Penanggung Bea Masuk danj atau Cukai yang disandera meninggal Diisi jam Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang disandera meninggal Diisi tempat Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai yang disandera meninggal Diisi Rumah Tahanan yang men j adi tempat penyanderaan Penanggung Bea Masuk dan/atau Cukai Diisi nama pihak yang menerima salinan berita acara kematian Diisi alamat pihak yang menerima salinan berita acara kematian Diisi nama pihak yang menerima salinan berita acara kematian Diisi nama pihak yang menerima salinan Surat Paksa dan menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa Diisi nama Kepala Rumah Tahanan yang menyampaikan salinan dan menandatangani Berita Acara Kematian Diisi NIP Kepala Rumah Tahanan yang menyampaikan salinan dan menandatangani Berita Acara Kematian . U . Kernen terian . ^- .' ' . ·.- .... ; _ ~ : ' } MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI

      Thumbnail
      PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI | HUKUM KEUANGAN NEGARA
      71/PUU-IX/2011

      Pengujian UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah [Pasal 14 huruf e dan huruf f] ...

        Relevan terhadap

        Halaman 192Tutup

        penghitungan DAU mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah, dan penghitungan DAK mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, dalam hal kapasitas fiskal daerah tinggi (misalnya karena DBH Migas tinggi) maka DAU-nya cenderung rendah, namun apabila kapasitas keuangan menjadi rendah (misalnya karena DBH Migas menjadi kecil atau tidak ada) maka DAU-nya akan meningkat. Hal demikian berlaku juga dalam perhitungan DAK, oleh karena itu perlu Pemerintah tegaskan bahwa sumber pendanaan pembangunan infrastruktur di daerah bukan semata-mata hanya dari penerimaan DBH SDA Migas, tetapi masih ada sumber lain baik dari APBD seperti DAU dan DAK maupun yang bersumber dari dana dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang dialokasikan melalui Kementerian/Lembaga yang bersangkutan sedangkan pelaksanaannya di daerah. • Tuntutan yang diajukan oleh para saksi agar porsi dana bagi hasil minyak dan gas bumi khususnya bagi daerah penghasil dinaikkan menjadi lebih dari 15,5% yang nantinya akan dapat meningkatkan penerimaan daerah, hal tersebut tidak sepenuhnya tepat oleh karena dapat Pemerintah jelaskan bahwa anggaran transfer ke daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan pada umumnya besaran komponen transfer adalah porsi dari pendapatan negara, maka kenaikan porsi DBH Migas untuk daerah akan berpotensi mengurangi besaran komponen dana transfer lainnya, antara lain DAU, DAK, dan Dana Otsus. Peningkatan Dana Bagi Hasil yang sangat signifikan juga akan mengurangi Pendapatan Dalam Negeri neto (metode perhitungannya: Penerimaan Negara Pajak + Penerimaan Negara Bukan Pajak - Dana Bagi Hasil) sebagai pagu DAU, sehingga mengurangi efektifitas DAU sebagai bagian dari kebijakan pemerataan keuangan antar daerah. DAU dan DAK adalah komponen transfer yang menjadi andalan utama penerimaan APBD bagi daerah bukan penghasil migas, khususnya daerah-daerah yang bukan penghasil sumber daya alam lainnya maupun bukan penghasil sumber daya pajak. Pemerintah berpendapat bahwa pada umumnya daerah penghasil minyak dan gas bumi memiliki kemampuan keuangan yang cukup tinggi, sehingga jika masih terdapat kemiskinan

        Halaman 180Tutup

        follows function. Hal ini berarti bahwa hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada. Selanjutnya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Dalam melaksanakan fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi, Pemerintah mengalokasikan dana perimbangan sebagai sumber dana bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Secara umum sumber-sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintahan Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan Pendapatan Daerah yang bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Secara faktual, apabila dilihat jumlah dana yang masuk ke daerah se- Kalimantan yang bersumber dari APBN yang melalui transfer ke Daerah, Anggaran Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, dan subsidi BBM dan listrik, serta kontribusi Kalimantan Timur kepada Provinsi lainnya di Kalimantan dapat digambarkan dalam Tabel sebagai berikut: Tabel Dana APBN yang Masuk dan Keluar Se-Kalimantan (Dalam Triliun Rupiah) No Daerah Masuk Daerah* Keluar Daerah Selisih 1 Kalimantan Timur 30 51,2 -21,2

        Halaman 262Tutup

        Kesemuanya itu diselenggarakan demi kemakmuran rakyat secara adil dan merata; [3.16] Menimbang bahwa kebijaksanaan perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah dilakukan dengan mengikuti pembagian kewenangan . Hal ini berarti bahwa hubungan keuangan Pusat dan Daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa, sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada. Sejalan dengan pembagian kewenangan tersebut, pengaturan pembiayaan daerah dilakukan berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan yang masing-masing memiliki konsekuensinya masing-masing dalam pembangunan. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas dekonsentrasi, daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak/distribusi, pemberian bagi hasil penerimaan, dan dana perimbangan sebagai sumber dana bagi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Secara umum, sumber dana bagi daerah terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan (dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus) dan pinjaman daerah, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Hal tersebut merupakan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan; [3.17] Menimbang bahwa pemahaman tentang keadilan dan keselarasan tersebut dalam kaitannya dengan pembagian yang diterima oleh Provinsi Papua dan Provinsi Aceh haruslah didasarkan pada affirmative action program . __ Provinsi Papua yang kini __ sebagai Daerah Otonomi Khusus masuk ke dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami keterlambatan dan melalui perjuangan panjang yang mengakibatkan ketertinggalan dari provinsi-provinsi lain. Provinsi Aceh sebagai Daerah Istimewa mengalami konflik yang berkepanjangan, sehingga mengalami keterpurukan. Atas dasar fakta itulah penerapan keadilan dan keselarasan tersebut haruslah didasarkan pada affirmative action program yang dalam perspektif hak asasi manusia sebagaimana substansi ketentuan

        • 1
        • ...
        • 55
        • 56
        • 57
        • ...
        • 67