Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
Pengusaha Pabrik adalah orang yang mengusahakan pabrik.
Sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Sigaret Kretek Mesin yang selanjutnya disingkat SKM adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.
Sigaret Putih Mesin yang selanjutnya disingkat SPM adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.
Sigaret Kretek Tangan yang selanjutnya disingkat SKT adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
Sigaret Kretek Tangan Filter yang selanjutnya disingkat SKTF adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
Sigaret Putih Tangan yang selanjutnya disingkat SPT adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
Sigaret Putih Tangan Filter yang selanjutnya disingkat SPTF adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
Sigaret Kelembak Menyan yang selanjutnya disebut KLM adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
Cerutu yang selanjutnya disebut CRT adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Rokok Daun atau Klobot yang selanjutnya disebut KLB adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Tembaku Iris yang selanjutnya disebut TIS adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya yang selanjutnya disingkat HPTL adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam angka 4 sampai dengan angka 13 yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Importir Barang Kena Cukai berupa hasil tembakau yang selanjutnya disebut Importir adalah orang pribadi atau badan hukum yang memasukkan barang kena cukai berupa hasil tembakau ke dalam daerah pabean.
Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau Gram adalah rentang harga jual eceran per batang atau gram atas masing-masing jenis hasil tembakau produksi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau dan Importir yang ditetapkan Menteri.
Harga Transaksi Pasar adalah besaran harga transaksi penjualan yang terjadi pada tingkat konsumen akhir.
Produksi Pabrik adalah produksi dari masing-masing jenis hasil tembakau yang dihitung berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai.
Batasan Jumlah Produksi Pabrik adalah batasan produksi dari masing-masing jenis hasil tembakau yang dihitung berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai, dalam satu tahun takwim sebelum Tahun Anggaran berjalan.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Cukai.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5)… Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp187.236.083.476.000,00 (seratus delapan puluh tujuh triliun dua ratus tiga puluh enam miliar delapan puluh tiga juta empat ratus tujuh puluh enam ribu rupiah) terdiri dari: (dalam rupiah) 421 Penerimaan sumber daya alam 126.203.170.475.000,00 4211 Pendapatan minyak bumi 84.317.000.000.000,00 42111 Pendapatan minyak bumi 84.317.000.000.000,00 4212 Pendapatan gas alam 33.605.010.000.000,00 42121 Pendapatan gas alam 33.605.010.000.000,00 4213 Pendapatan pertambangan umum 5.306.410.475.000,00 421311 Pendapatan iuran tetap 66.608.329.000,00 421312 Pendapatan royalti batubara 5.239.802.146.000,00 4214 Pendapatan kehutanan 2.774.750.000.000,00 42141 Pendapatan dana reboisasi 1.271.300.000.000,00 42142 Pendapatan provisi sumber daya hutan 1.498.700.000.000,00 42143 Pendapatan iuran hak pengusahaan hutan 4.750.000.000,00 4215 Pendapatan perikanan 200.000.000.000,00 421511 Pendapatan perikanan 200.000.000.000,00 422 Pendapatan Bagian Laba BUMN 23.404.346.000.000,00 4221 Bagian pemerintah atas laba BUMN 23.404.346.000.000,00 423 Pendapatan PNBP Lainnya 37.628.567.001.000,00 42311 Pendapatan penjualan hasil produksi/sitaan 2.623.023.391.000,00 423111 Pendapatan penjualan hasil pertanian, kehutanan, dan perkebunan 2.510.115.000,00 423112 Pendapatan penjualan hasil peternakan dan perikanan 9.778.910.000,00 423113 Pendapatan penjualan hasil tambang 2.593.589.525.000,00 423114 Pendapatan penjualan hasil sitaan/ rampasan dan harta peninggalan 9.465.178.000,00 423115 Pendapatan penjualan obat-obatan dan hasil farmasi lainnya 231.911.000,00 423116 Pendapatan penjualan informasi, penerbitan, film, survei, pemetaan dan hasil cetakan lainnya 5.848.788.000,00 423117 Penjualan dokumen-dokumen pelelangan 234.603.000,00 423119 Pendapatan penjualan lainnya 1.364.361.000,00 42312 Pendapatan penjualan aset 43.913.719.000,00 423121 Pendapatan penjualan rumah, gedung, bangunan, dan tanah 721.529.000,00 423122 Pendapatan penjualan kendaraan bermotor 1.813.944.000,00 423123 Pendapatan penjualan sewa beli 30.026.309.000,00 423124 Penjualan aset bekas milik asing 10.000.000.000,00 423129 Pendapatan penjualan aset lainnya yang berlebih/rusak/dihapuskan 1.351.937.000,00 42313 Pendapatan sewa 54.566.090.000,00 423131 Pendapatan sewa rumah dinas/rumah negeri 15.394.614.000,00 423132 Pendapatan sewa gedung, bangunan, dan gudang 33.223.785.000,00 423133 Pendapatan sewa benda-benda bergerak 3.983.254.000,00 423139 Pendapatan sewa benda-benda tak bergerak lainnya 1.964.437.000,00 42314 Pendapatan jasa I 12.774.412.135.000,00 423141 Pendapatan rumah sakit dan instansi kesehatan lainnya 2.800.929.603.000,00 423142 Pendapatan tempat hiburan/taman/ museum dan pungutan usaha pariwisata alam (PUPA) 30.172.066.000,00 423143 Pendapatan surat keterangan, visa, paspor, SIM, STNK, dan BPKB 2.571.036.960.000,00 423144 Pendapatan hak dan perizinan 4.685.682.977.000,00 423145 Pendapatan sensor/karantina, pengawasan/pemeriksaan 51.302.889.000,00 423146 Pendapatan jasa tenaga, pekerjaan, informasi, pelatihan, teknologi, pendapatan BPN, pendapatan DJBC (jasa pekerjaan dari cukai) 2.058.115.895.000,00 423147 Pendapatan jasa Kantor Urusan Agama 68.849.760.000,00 423148 Pendapatan jasa bandar udara, kepelabuhanan, dan kenavigasian 505.864.300.000,00 423149 Pendapatan jasa II lainnya 2.457.685.000,00 42315 Pendapatan jasa II 2.022.984.414.000,00 423151 Pendapatan jasa lembaga keuangan (jasa giro) 39.923.001.000,00 423152 Pendapatan jasa penyelenggaraan telekomunikasi 1.067.857.143.000,00 423155 Pendapatan biaya penagihan pajak-pajak negara dengan surat paksa 3.328.140.000,00 423157 Pendapatan bea lelang 31.384.307.000,00 423158 Pendapatan biaya pengurusan piutang dan lelang negara 42.269.350.000,00 423159 Pendapatan jasa II lainnya 838.222.473.000,00 42316 Pendapatan bukan pajak dari luar negeri 379.409.943.000,00 423161 Pendapatan dari pemberian surat perjalanan Republik Indonesia 56.648.876.000,00 423162 Pendapatan dari jasa pengurusan dokumen konsuler 322.761.067.000,00 42317 Pendapatan bunga 1.342.531.103.000,00 423179 Pendapatan bunga lainnya 1.342.531.103.000,00 42321 Pendapatan kejaksaan dan peradilan 33.766.987.000,00 423211 Pendapatan legalisasi tanda tangan 1.163.642.000,00 423212 Pendapatan pengesahan surat di bawah tangan 275.505.000,00 423213 Pendapatan uang meja (leges) dan upah pada panitera badan pengadilan (peradilan) 676.830.000,00 423214 Pendapatan hasil denda/tilang dan sebagainya 20.834.900.000,00 423215 Pendapatan ongkos perkara 9.303.210.000,00 423219 Pendapatan kejaksaan dan peradilan lainnya 1.512.900.000,00 42331 Pendapatan pendidikan 4.599.509.370.000,00 423311 Pendapatan uang pendidikan 4.027.998.545.000,00 423312 Pendapatan uang ujian masuk, kenaikan tingkat, dan akhir pendidikan 23.543.285.000,00 423313 Uang ujian untuk menjalankan praktik 25.227.186.000,00 423319 Pendapatan pendidikan lainnya 522.740.354.000,00 42341 Pendapatan dari penerimaan kembali belanja tahun anggaran berjalan 1.431.993.000,00 423411 Penerimaan kembali belanja pegawai pusat 996.993.000,00 423412 Penerimaan kembali belanja pensiun 170.000.000,00 423413 Penerimaan kembali belanja lainnya rupiah murni 265.000.000,00 42342 Pendapatan dari penerimaan kembali belanja tahun anggaran yang lalu 2.507.502.000,00 423421 Penerimaan kembali belanja pegawai pusat 983.648.000,00 423423 Penerimaan kembali belanja lainnya rupiah murni 1.519.224.000,00 423424 Penerimaan kembali belanja lain pinjaman luar negeri 4.630.000,00 42343 Pendapatan laba bersih hasil penjualan BBM 6.456.470.000.000,00 423431 Pendapatan minyak mentah DMO 6.456.470.000.000,00 42344 Pendapatan pelunasan piutang 4.831.411.555.000,00 423441 Pendapatan pelunasan piutang non- bendahara 4.828.980.000.000,00 423442 Pendapatan pelunasan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara (masuk TP/TGR) bendahara 2.431.555.000,00 42347 Pendapatan lain-lain 2.006.227.969.000,00 423471 Penerimaan kembali persekot/uang muka gaji 2.066.213.000,00 423472 Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah 3.739.322.000,00 423473 Pendapatan atas denda administrasi BPHTB 38.318.000,00 423475 Pendapatan denda pelanggaran di bidang pasar modal 12.500.000.000,00 423476 Pendapatan dari gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan (GNRHL) 325.000.000.000,00 423477 Pendapatan regestrasi dokter/dokter gigi 2.500.000.000,00 423479 Pendapatan anggaran lain-lain 1.660.384.116.000,00 42348 Pendapatan Iuran Badan Usaha 429.900.830.000,00 423481 Pendapatan iuran badan usaha dan kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM 329.842.200.000,00 423482 Pendapatan iuran badan usaha dan kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa 100.058.630.000,00 42411 Pendapatan Gratifikasi dan Uang Sitaan Hasil Korupsi 26.500.000.000,00 424111 Pendapatan uang sitaan hasil korupsi yang telah ditetapkan pengadilan 25.000.000.000,00 424112 Pendapatan gratifikasi yang ditetapkan KPK menjadi milik negara 1.500.000.000,00
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. ...
Relevan terhadap 8 lainnya
DPRD provinsi mempunyai fungsi:
legislasi;
anggaran; dan
pengawasan.
Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di provinsi.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224, DPD menyusun anggaran yang dituangkan dalam program dan kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam menyusun program dan kegiatan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, DPD dapat menyusun standar biaya khusus dan mengajukannya kepada Pemerintah untuk dibahas bersama.
Pengelolaan anggaran DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPD di bawah pengawasan Panitia Urusan Rumah Tangga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
DPD menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran DPD dalam peraturan DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
DPD melaporkan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada publik dalam laporan kinerja tahunan.
Pimpinan komisi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
Pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota komisi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
Pemilihan pimpinan komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat komisi yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan komisi. Pasal 96 (1) Tugas komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan rancangan undang-undang. (2) Tugas komisi di bidang anggaran adalah:
mengadakan pembicaraan pendahuluan mengenai penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah;
mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah;
membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja komisi;
mengadakan pembahasan laporan keuangan negara dan pelaksanaan APBN termasuk hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;
menyampaikan hasil pembicaraan pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, huruf c, dan huruf d, kepada Badan Anggaran untuk sinkronisasi;
menyempurnakan hasil sinkronisasi Badan Anggaran berdasarkan penyampaian usul komisi sebagaimana dimaksud dalam huruf e; dan
menyerahkan kembali kepada Badan Anggaran hasil pembahasan komisi sebagaimana dimaksud dalam huruf f untuk bahan akhir penetapan APBN. (3) Tugas komisi di bidang pengawasan adalah:
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang- undang, termasuk APBN, serta peraturan b. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;
melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; dan
membahas dan menindaklanjuti usulan DPD.
Komisi dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dapat mengadakan:
rapat kerja dengan Pemerintah yang diwakili oleh menteri/pimpinan lembaga;
konsultasi dengan DPD;
rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya;
rapat dengar pendapat umum, baik atas permintaan komisi maupun atas permintaan pihak lain;
rapat kerja dengan menteri atau rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya yang tidak termasuk dalam ruang lingkup tugasnya apabila diperlukan; dan/atau
kunjungan kerja.
Komisi menentukan tindak lanjut hasil pelaksanaan tugas komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).
Keputusan dan/atau kesimpulan hasil rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah.
Komisi membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan DPR, baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada masa keanggotaan berikutnya.
Komisi menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga.
Tata Cara Penarikan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
Relevan terhadap
Penarikan PHLN melalui tata cara L/C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d dilakukan sebagai berikut:
PA/KPA mengajukan SPP SKP-L/C sebesar sebagian/seluruh nilai KPBJ atau yang ditentukan dalam Perjanjian PHLN kepada KPPN dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
KPBJ asli bertanda tangan basah untuk pengajuan pertama yang memuat informasi paling sedikit: a) Nilai KPBJ bruto (termasuk Pajak Pertambahan Nilai); b) Tahapan/termin pembayaran; c) Nilai KPBJ dalam valuta asing maupun Rupiah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
amandemen KPBJ jika ada;
daftar barang yang akan diimpor ( master list );
daftar rencana penarikan L/C per tahun anggaran;
NOL atau dokumen yang dipersamakan sepanjang dipersyaratkan oleh Pemberi PHLN;
dokumen lain yang dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN.
Berdasarkan SPP SKP-L/C sebagaimana dimaksud pada huruf a, KPPN menerbitkan SKP-L/C dan menyampaikan kepada Bank Indonesia atau Bank, dengan tembusan kepada:
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen; dan
PA/KPA.
Berdasarkan tembusan SKP L/C, PA/KPA memberitahukan kepada rekanan atau kuasa rekanan, untuk mengajukan pembukaan L/C di Bank Indonesia atau Bank yang besarnya tidak melebihi nilai SKP- L/C.
Permintaan pembukaan L/C kepada Bank Indonesia atau Bank sebagaimana dimaksud pada huruf c disampaikan dengan melampirkan copy :
KPBJ;
dokumen Perjanjian PHLN;
daftar barang/jasa yang akan diimpor ( master list ) yang telah disetujui PA/KPA; dan
dokumen yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia atau Bank.
Berdasarkan SKP-L/C dan permintaan pembukaan L/C dari rekanan atau kuasa rekanan, Bank Indonesia atau Bank melakukan hal-hal sebagai berikut:
membuka L/C pada Bank Koresponden;
menyampaikan surat pemberitahuan dan dokumen pembukaan L/C kepada: a) Rekanan atau Kuasa Rekanan; b) PA/KPA; dan c) KPPN.
Berdasarkan huruf e butir 2), KPPN melakukan pencatatan pada kartu pengawasan L/C.
Bank Indonesia atau Bank selaku penerbit L/C (issuing bank) mengajukan permintaan untuk menerbitkan surat pernyataan kesediaan melakukan pembayaran (letter of commitment) kepada Pemberi PHLN sepanjang dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf g tidak berlaku dalam hal L/C dibuka pada bank Pemberi PHLN.
Berdasarkan dokumen realisasi L/C yang diterima dari bank koresponden, Bank Indonesia atau Bank menerbitkan Nodis sebagai informasi realisasi L/C dan menyampaikan kepada rekanan atau kuasa rekanan, dengan tembusan kepada KPPN, PA/KPA, dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
Pemberi PHLN menerbitkan dan menyampaikan NoD kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen, sebagai pemberitahuan pelaksanaan transfer dana kepada beneficiary/supplier atas realisasi L/C.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menyampaikan copy NoD kepada Bank Indonesia atau Bank.
Dalam hal terdapat NoD yang diterima K/L dari Pemberi PHLN sebagaimana ketentuan yang dipersyaratkan Perjanjian PHLN, PA/KPA menyampaikan NoD yang diterimanya kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
Sehubungan dengan huruf b dan huruf i, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menyampaikan konfirmasi kepada Pemberi PHLN dalam hal:
SKP-L/C dan Nodis telah diterima; dan
NoD belum diterima sampai dengan batas waktu kewajaran transfer dana PHLN.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menerbitkan dan menyampaikan SP4HLN dengan lampiran copy NoD kepada KPPN.
Sebagai dasar penerbitan SP3, KPPN melakukan verifikasi SP4HLN yang dilampiri copy NoD dengan dokumen pembanding berupa Nodis dan kartu pengawasan L/C.
KPPN menyampaikan SP3 kepada:
Bank Indonesia atau Bank sebagai dasar pencatatan realisasi penarikan PHLN; dan
PA/KPA sebagai dasar pembukuan SAI pada tahun anggaran berjalan.
Penarikan PHLN melalui tata cara Reksus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dilakukan sebagai berikut:
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Pinjaman dan Hibah menyampaikan copy Perjanjian PHLN kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Pinjaman dan Hibah menyampaikan surat keterangan effectiveness date atas Perjanjian PHLN kepada:
EA;
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen; dan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
Berdasarkan penyampaian effectiveness date sebagaimana dimaksud pada huruf b, EA menyampaikan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan:
permintaan pembukaan Reksus;
permintaan pengisian _initial deposit; _ 3) permintaan penerbitan petunjuk pelaksanaan tata cara pencairan dana PHLN;
surat pernyataan kesiapan pelaksanaan kegiatan.
Sehubungan dengan huruf c, Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan:
pembukaan Reksus pada Bank Indonesia atau Bank, namun dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat mengajukan pembukaan reksus ke Bank Indonesia atau Bank berdasarkan Perjanjian PHLN atau dokumen lain yang menetapkan bahwa tata cara penarikan PHLN berkenaan menggunakan mekanisme Reksus;
permintaan pengisian initial deposit kepada Pemberi PHLN; dan 3) penerbitan petunjuk pelaksanaan tata cara pencairan PHLN.
Permintaan pengisian initial deposit sebagaimana dimaksud pada huruf d butir 2) dapat dilakukan oleh pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang ditunjuk.
Setelah keadaan sebagaimana dimaksud pada huruf d terpenuhi dan dana Reksus telah tersedia, PA/KPA mengajukan SPM- Reksus kepada KPPN dengan melampirkan dokumen yang dipersyaratkan.
Berdasarkan SPM-Reksus sebagaimana dimaksud pada huruf f:
KPPN menerbitkan SP2D-Reksus dalam 3 (tiga) rangkap;
KPPN menyampaikan SP2D-Reksus lembar pertama kepada BO I/Bank Indonesia/Bank, SP2D-Reksus lembar kedua kepada PA/KPA, dan SP2D-Reksus lembar ketiga sebagai arsip;
KPPN menerbitkan dan menyampaikan SPB-SP2D dan Daftar SPB yang dilampiri copy SP2D-Reksus kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara;
PA/KPA menyampaikan copy SPM dan copy SP2D-Reksus kepada EA sebagai bahan penyusunan APD Reksus. Direktorat Pengelolaan Kas Negara menerbitkan dan menyampaikan Daftar SPD dan WPR kepada Bank Indonesia atau Bank.
Bank Indonesia atau Bank melakukan pembebanan pada Reksus untuk dikreditkan pada Rekening Penerimaan PHLN dalam rangka Reksus atau sesuai dengan perintah yang tercantum dalam Daftar SPD dan WPR untuk selanjutnya dipindahbukukan ke R-KUN.
Bank Indonesia atau Bank menerbitkan dan menyampaikan Advis Debet Kredit beserta Laporan Rekening Koran Reksus/Rekening Dana Talangan harian dan mingguan sebanyak 1 (satu) rangkap kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara menyampaikan copy Rekening Koran Reksus/Rekening Dana Talangan kepada EA untuk digunakan sebagai dokumen pendukung penyusunan SPP APD-Reksus.
Untuk pengisian kembali Reksus, EA mengajukan SPP APD- Reksus yang dilampiri dokumen pendukung yang dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
Berdasarkan SPP APD-Reksus sebagaimana dimaksud pada huruf l:
Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara mengajukan APD-Reksus kepada Pemberi PHLN dengan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN, dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen dan Bank Indonesia atau Bank.
EA dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan rekonsiliasi data atas belanja yang membebani Reksus dan Rekening Dana Talangan.
Untuk Reksus Kosong, EA menyampaikan SPP APD-Reksus kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
EA dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara secara aktif melakukan koordinasi dalam rangka meniadakan/mengurangi jumlah Backlog Eligible dan Backlog Ineligible.
Untuk Backlog Ineligible yang disebabkan oleh PHLN berstatus closing date/closing account dan/atau pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian PHLN, diselesaikan sesuai peraturan perundang-undangan.
Sebagai pemberitahuan transfer dana PHLN ke Reksus atau Rekening Dana Talangan:
Pemberi PHLN menerbitkan dan menyampaikan NoD kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen;
dalam hal terdapat NoD yang diterima K/L dari Pemberi PHLN sebagaimana ketentuan yang dipersyaratkan Perjanjian PHLN, PA/KPA menyampaikan NoD yang diterimanya kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen melakukan verifikasi NoD dari Pemberi PHLN dengan dokumen pembanding berupa tembusan APD- Reksus.
Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf r, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen menerbitkan SP4HLN dengan lampiran copy NoD dan menyampaikan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
Penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan hibah diakui saat kas diterima pada Reksus atau Rekening Dana Talangan, setelah dilakukan verifikasi antara SP4HLN yang dilampiri copy NoD dengan APD-Reksus.
Dalam hal kas telah diterima pada Reksus atau Rekening Dana Talangan, namun SP4HLN yang dilampiri copy NoD belum Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan:
konfirmasi kepada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang c.q. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen; dan/atau
pengakuan kas pada Reksus atau Rekening Dana Talangan sebagai penerimaan pembiayaan dan/atau pendapatan hibah yang ditangguhkan. Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan rekonsiliasi dan klarifikasi data.
Apabila dalam penarikan PHLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pengadaan barang/jasa yang mewajibkan pembukaan L/C, tata cara penarikan dilakukan sebagai berikut:
PA/KPA mengajukan SPP Pembukaan L/C sebesar sebagian/ seluruh nilai KPBJ atau yang ditentukan dalam Perjanjian PHLN kepada KPPN dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
KPBJ asli bertanda tangan basah untuk pengajuan pertama yang memuat informasi paling sedikit: a) Nilai KPBJ bruto (termasuk Pajak Pertambahan Nilai); b) Tahapan/termin pembayaran; c) Nilai KPBJ dalam valuta asing maupun Rupiah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
amendemen KPBJ jika ada;
daftar barang yang akan diimpor ( master list );
daftar rencana penarikan L/C per tahun anggaran;
NOL atau dokumen yang dipersamakan sepanjang dipersyaratkan oleh Pemberi PHLN; dan
dokumen lain sepanjang dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN.
Berdasarkan SPP Pembukaan L/C dengan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a, KPPN menerbitkan Pembukaan L/C dan menyampaikan kepada:
PA/KPA;
Bank Indonesia atau Bank; dan
Direktorat Jendeal Bea dan Cukai.
Berdasarkan SP Pembukaan L/C sebagaimana dimaksud pada huruf b, PA/KPA memberitahukan kepada rekanan atau kuasa rekanan untuk membuka L/C di Bank Indonesia atau Bank, yang besarnya tidak melebihi nilai SP Pembukaan L/C.
Sehubungan dengan huruf c, rekanan atau kuasa rekanan membuka L/C dengan melampirkan copy :
KPBJ;
dokumen Perjanjian PHLN;
daftar barang/jasa yang akan diimpor ( master list ) yang telah disetujui oleh PA/KPA; dan
dokumen yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia atau Bank.
Berdasarkan SP Pembukaan L/C dan permintaan pembukaan L/C dari rekanan atau kuasa rekanan, Bank Indonesia atau Bank melakukan hal-hal sebagai berikut:
membuka L/C pada bank koresponden yang besarnya tidak melebihi nilai SP Pembukaan L/C;
menyampaikan surat pemberitahuan pembukaan L/C yang dilampiri copy dokumen pembukaan L/C kepada: a)rekanan atau kuasa rekanan; b)PA/KPA; dan c) KPPN.
Berdasarkan huruf e butir 2), KPPN melakukan pencatatan pada kartu pengawasan Reksus L/C.
Berdasarkan dokumen tagihan/realisasi L/C yang diterima dari bank koresponden, Bank Indonesia atau Bank menerbitkan dokumen/ pemberitahuan tertulis atas realisasi L/C dan menyampaikan kepada rekanan atau kuasa rekanan, KPPN, dan PA/KPA.
Berdasarkan dokumen/pemberitahuan tertulis yang diterima dari Bank Indonesia atau Bank, PA/KPA mengajukan SPM-Reksus kepada KPPN dengan melampirkan dokumen yang dipersyaratkan.
Dalam rangka penerbitan SP2D-Reksus, KPPN melakukan pengujian atas:
dokumen/pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf g; dan
SPM-Reksus dan lampiran dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada huruf h.
KPPN menerbitkan SP2D-Reksus atas beban Rekening Pengeluaran BI atau Bank atau rekening yang ditunjuk dalam SP2D untuk keuntungan supplier/beneficiary dalam 3 (tiga) rangkap dan menyampaikan SP2D-Reksus:
lembar pertama kepada Bank Indonesia atau Bank;
lembar kedua kepada PA/KPA; dan
lembar ketiga untuk arsip.
Berdasarkan SP2D-Reksus dari KPPN, Bank Indonesia atau Bank melakukan pembayaran kepada supplier/beneficiary dengan membebankan pada Rekening Pengeluaran di Bank Indonesia/Bank atau rekening yang ditunjuk dalam SP2D- Reksus.
Bank Indonesia atau Bank menerbitkan dan menyampaikan Nodis atau dokumen yang dipersamakan kepada KPPN, PA/KPA, dan rekanan atau kuasa rekanan.
Atas pembebanan pada Rekening Pengeluaran di Bank Indonesia atau Bank atau rekening yang ditunjuk dalam SP2D-Reksus sebagaimana dimaksud pada huruf k, Bank Indonesia atau Bank menerbitkan dan menyampaikan Advis Debet Kredit beserta Laporan Rekening Koran kepada KPPN.
PA/KPA menyampaikan copy SPM dan copy SP2D-Reksus lembar kedua kepada EA sebagai dokumen pendukung dalam penyusunan APD-Reksus atas pelaksanaan Reksus-L/C.
Atas penerbitan SP2D-Reksus sebagaimana dimaksud pada huruf j, KPPN:
menerbitkan SPB SP2D dan Daftar SPB; dan
menyampaikan SPB SP2D dan Daftar SPB sebagaimana dimaksud pada butir 1), dengan lampiran copy SP2D-Reksus kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
Berdasarkan Daftar SPB dari KPPN sebagaimana dimaksud pada huruf o, Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara:
menerbitkan Daftar SPD dan WPR; dan
menyampaikan Daftar SPD dan WPR sebagaimana dimaksud pada butir 1) kepada Bank Indonesia atau Bank.
Berdasarkan Daftar SPD dan WPR sebagaimana dimaksud pada huruf p, Bank Indonesia atau Bank melakukan pembebanan pada Reksus untuk:
dikreditkan pada Rekening Penerimaan PHLN dalam rangka Reksus; dan
dipindahbukukan ke R-KUN.
Setelah menerima Daftar SPD dan WPR, Bank Indonesia atau Bank:
menerbitkan Advis Debet Kredit beserta Laporan Rekening Koran Reksus atau Rekening Dana Talangan harian dan mingguan sebanyak 1 (satu) rangkap; dan
menyampaikan Advis Debet Kredit beserta Laporan Rekening Koran Reksus atau Rekening Dana Talangan sebagaimana dimaksud pada butir 1) kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara menyampaikan copy Rekening Koran Reksus atau Rekening Dana Talangan kepada EA sebagai dokumen pendukung penyusunan SPP APD-Reksus.
Untuk pengisian kembali Reksus, EA mengajukan SPP APD-Reksus dengan melampirkan dokumen pendukung yang dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
Berdasarkan SPP APD-Reksus, Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara mengajukan APD-Reksus kepada Pemberi PHLN dengan melampirkan dokumen yang dipersyaratkan dalam Perjanjian PHLN.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e, dan huruf m sampai dengan huruf v berlaku mutatis mutandis pada ayat ini.
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. ...
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Relevan terhadap
Ayat (1) Kegiatan pengawasan pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh pemilik atau dengan menggunakan penyedia jasa pengawasan pelaksanaan konstruksi yang mempunyai sertifikasi keahlian sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kegiatan manajemen konstruksi dilakukan oleh penyedia jasa manajemen konstruksi yang mempunyai sertifikasi keahlian sesuai dengan peraturan perundang-undangan. __ Pemerintah daerah melakukan pengawasan konstruksi melalui mekanisme penerbitan izin mendirikan bangunan gedung pada saat bangunan gedung akan dibangun dan penerbitan sertifikat laik fungsi pada saat bangunan gedung selesai dibangun. Pemerintah daerah dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan konstruksi bangunan gedung yang memiliki indikasi pelanggaran terhadap izin mendirikan bangunan gedung dan/atau pelaksanaan konstruksi yang membahayakan lingkungan. Ayat (2) Dalam hal pengawasan dilakukan sendiri oleh pemilik bangunan gedung, pengawasan pelaksanaan konstruksi dilakukan terutama pada pengawasan mutu dan waktu. Apabila pengawasan dilakukan oleh penyedia jasa pengawasan konstruksi, pengawasan pelaksanaan konstruksi meliputi mutu, waktu, dan biaya. Hasil kegiatan pengawasan konstruksi bangunan gedung berupa laporan kegiatan pengawasan, hasil kaji ulang terhadap laporan kemajuan pelaksanaan konstruksi, dan laporan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung. Ayat (3) Hasil kegiatan manajemen konstruksi bangunan gedung berupa laporan kegiatan pengendalian kegiatan perencanaan teknis, pengendalian pelaksanaan konstruksi, pengawasan pelaksanaan konstruksi, dan laporan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung. Manajemen Konstruksi digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi bangunan gedung yang memiliki : jumlah lantai di atas 4 lantai, luas total bangunan di atas 5.000 m², bangunan fungsi khusus, keperluan untuk melibatkan lebih dari 1 (satu) penyedia jasa perencanaan konstruksi, maupun penyedia jasa pelaksanaan konstruksi, dan/atau waktu pelaksanaan lebih dari 1 (satu) tahun anggaran (multiyears project). __ Ayat (4) Pemeriksaan kelaikan fungsi dilakukan setelah bangunan gedung selesai dilaksanakan oleh pelaksana konstruksi, sebelum diserahkan kepada pemilik bangunan gedung. Apabila pengawasannya dilakukan oleh pemilik, maka pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung dilakukan oleh aparat pemerintah daerah berdasarkan laporan pemilik kepada pemerintah daerah bahwa bangunan gedungnya telah selesai dibangun. Ayat (5) Cukup jelas.
Perencanaan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dilakukan oleh penyedia jasa perencanaan bangunan gedung yang memiliki sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. __ (2) Lingkup pelayanan jasa perencanaan teknis bangunan gedung meliputi:
penyusunan konsep perencanaan;
prarencana;
pengembangan rencana;
rencana detail;
pembuatan dokumen pelaksanaan konstruksi;
pemberian penjelasan dan evaluasi pengadaan jasa pelaksanaan;
pengawasan berkala pelaksanaan konstruksi bangunan gedung; dan
penyusunan petunjuk pemanfaatan bangunan gedung.
Perencanaan teknis bangunan gedung dilakukan berdasarkan kerangka acuan kerja dan dokumen ikatan kerja.
Perencanaan teknis harus disusun dalam suatu dokumen rencana teknis bangunan gedung berdasarkan persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 61, kecuali Pasal 22, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 38, Pasal 48, Pasal 54 dan Pasal 55, sesuai dengan lokasi, fungsi, dan klasifikasi bangunan gedung.
Dokumen rencana teknis bangunan gedung berupa rencana-rencana teknis arsitektur, struktur dan konstruksi, mekanikal dan elektrikal, pertamanan, tata ruang-dalam, dalam bentuk gambar rencana, gambar detail pelaksanaan, rencana kerja dan syarat-syarat administratif, syarat umum dan syarat teknis, rencana anggaran biaya pembangunan, dan/atau laporan perencanaan.
Pengadaan jasa perencanaan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelelangan, pemilihan langsung, penunjukan langsung, atau sayembara. __ (7) Hubungan kerja antara penyedia jasa perencanaan teknis dan pemilik bangunan gedung harus dilaksanakan berdasarkan ikatan kerja yang dituangkan dalam perjanjian tertulis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
Bangunan gedung umum adalah bangunan gedung yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan budaya.
Bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus, yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Klasifikasi bangunan gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan gedung berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya. __ 5. Keterangan rencana kabupaten/kota adalah informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota pada lokasi tertentu.
Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
Permohonan izin mendirikan bangunan gedung adalah permohonan yang dilakukan pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
Koefisien Tapak Basemen (KTB) adalah angka persentase perbandingan antara luas tapak basemen dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. __ 12. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RDTRKP) adalah penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota ke dalam rencana pemanfaatan kawasan perkotaan.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan.
Lingkungan bangunan gedung adalah lingkungan di sekitar bangunan gedung yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan bangunan gedung baik dari segi sosial, budaya, maupun dari segi ekosistem.
Pedoman teknis adalah acuan teknis yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah ini dalam bentuk ketentuan teknis penyelenggaraan bangunan gedung.
Standar teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata cara, standar spesifikasi, dan standar metode uji baik berupa Standar Nasional Indonesia maupun standar internasional yang diberlakukan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung.
Penyelenggara bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi bangunan gedung, dan pengguna bangunan gedung. __ 20. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.
Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.
Tim ahli bangunan gedung adalah tim yang terdiri dari para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secara kasus per kasus disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedung tertentu tersebut.
Laik fungsi adalah suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang ditetapkan.
Perencanaan teknis adalah proses membuat gambar teknis bangunan gedung dan kelengkapannya yang mengikuti tahapan prarencana, pengembangan rencana dan penyusunan gambar kerja yang terdiri atas: rencana arsitektur, rencana struktur, rencana mekanikal/elektrikal, rencana tata ruang luar, rencana tata ruang-dalam/interior serta rencana spesifikasi teknis, rencana anggaran biaya, dan perhitungan teknis pendukung sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku.
Pertimbangan teknis adalah pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung yang disusun secara tertulis dan profesional terkait dengan pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung baik dalam proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, maupun pembongkaran bangunan gedung. __ 26. Penyedia jasa konstruksi bangunan gedung adalah orang perorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi bidang bangunan gedung, meliputi perencana teknis, pelaksana konstruksi, pengawas/manajemen konstruksi, termasuk pengkaji teknis bangunan gedung dan penyedia jasa konstruksi lainnya.
Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi.
Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi.
Pemugaran bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan adalah kegiatan memperbaiki, memulihkan kembali bangunan gedung ke bentuk aslinya. 30 . Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki.
Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung adalah berbagai kegiatan masyarakat yang merupakan perwujudan kehendak dan keinginan masyarakat untuk memantau dan menjaga ketertiban, memberi masukan, menyampaikan pendapat dan pertimbangan, serta melakukan gugatan perwakilan berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.
Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha dan lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan gedung, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan gedung. __ 33. Dengar pendapat publik adalah forum dialog yang diadakan untuk mendengarkan dan menampung aspirasi masyarakat baik berupa pendapat, pertimbangan maupun usulan dari masyarakat umum sebagai masukan untuk menetapkan kebijakan Pemerintah/pemerintah daerah dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Gugatan perwakilan adalah gugatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok dalam mengajukan gugatan untuk kepentingan mereka sendiri dan sekaligus mewakili pihak yang dirugikan yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok yang dimaksud.
Pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik sehingga setiap penyelenggaraan bangunan gedung dapat berlangsung tertib dan tercapai keandalan bangunan gedung yang sesuai dengan fungsinya, serta terwujudnya kepastian hukum.
Pengaturan adalah penyusunan dan pelembagaan peraturan perundang-undangan, pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan gedung sampai di daerah dan operasionalisasinya di masyarakat.
Pemberdayaan adalah kegiatan untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan peran para penyelenggara bangunan gedung dan aparat pemerintah daerah dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundang- undangan bidang bangunan gedung dan upaya penegakan hukum. __ 39. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah daerah adalah bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, kecuali untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah gubernur.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Relevan terhadap
Pendaftaran bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut:
kartu tanda penduduk dan akta kelahiran Warga Negara Indonesia;
surat keterangan catatan kepolisian dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia;
surat keterangan kesehatan dari rumah sakit Pemerintah yang ditunjuk oleh KPU;
surat tanda terima atau bukti penyampaian laporan harta kekayaan pribadi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK);
surat keterangan tidak sedang dalam keadaan pailit dan/atau tidak memiliki tanggungan utang yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri;
fotokopi NPWP dan tanda bukti pengiriman atau penerimaan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi selama 5 (lima) tahun terakhir;
daftar riwayat hidup, profil singkat, dan rekam jejak setiap bakal calon;
surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
surat pernyataan setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
surat keterangan dari pengadilan negeri yang menyatakan bahwa setiap bakal calon tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, STTB, syahadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah;
surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang dan G.30.S/PKI dari kepolisian; dan
surat pernyataan bermeterai cukup tentang kesediaan yang bersangkutan diusulkan sebagai bakal calon Presiden dan bakal calon Wakil Presiden secara berpasangan.
Masa pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak penetapan secara nasional hasil Pemilu anggota DPR. Pasal 15 Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam mendaftarkan bakal Pasangan Calon ke KPU wajib menyerahkan:
surat pencalonan yang ditandatangani oleh ketua umum atau sebutan lain dan sekretaris jenderal atau sebutan lain Partai Politik atau ketua umum atau sebutan lain dan sekretaris jenderal atau sebutan lain Partai Politik yang bergabung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
kesepakatan tertulis antar-Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a;
surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan Partai Politik atau para pimpinan Partai Politik yang bergabung;
kesepakatan tertulis antara Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dengan bakal __ Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b;
naskah visi, misi, dan program dari bakal Pasangan Calon;
surat pernyataan dari bakal Pasangan Calon tidak akan mengundurkan diri sebagai Pasangan Calon; dan
kelengkapan persyaratan bakal calon Presiden dan bakal calon Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). Pasal 18 (1) Dalam hal bakal Pasangan Calon yang diusulkan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15, KPU meminta kepada Partai Politik dan/atau Gabungan Partai Politik yang bersangkutan untuk mengusulkan bakal Pasangan Calon yang baru sebagai pengganti. (2) Pengusulan bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak surat permintaan dari KPU diterima oleh Partai Politik dan/atau Gabungan Partai Politik. (3) KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administratif bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 4 (empat) hari setelah diterimanya surat pengusulan bakal Pasangan Calon baru. (4) KPU memberitahukan secara tertulis hasil verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pimpinan Partai Politik dan/atau pimpinan Partai Politik yang bergabung dan bakal Pasangan Calon paling lama pada hari kelima sejak diterimanya surat pengusulan bakal Pasangan Calon yang baru. Pasal 19 Dalam hal persyaratan administratif bakal __ Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 tidak lengkap dan/atau tidak benar, Partai Politik dan/atau Gabungan Partai Politik yang bersangkutan tidak dapat lagi mengusulkan bakal Pasangan Calon. Pasal 20 (1) Dalam hal salah satu calon dari bakal Pasangan Calon atau kedua calon dari bakal Pasangan Calon berhalangan tetap sampai dengan 7 (tujuh) hari sebelum bakal Pasangan Calon ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang bakal calon atau bakal Pasangan Calonnya berhalangan tetap, diberi kesempatan untuk mengusulkan bakal Pasangan Calon pengganti.
KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administratif bakal Pasangan Calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) hari sejak bakal Pasangan Calon tersebut didaftarkan. Bagian Ketiga Penetapan dan Pengumuman Pasangan Calon Pasal 21 (1) KPU menetapkan dalam sidang pleno KPU tertutup __ dan mengumumkan nama-nama Pasangan Calon yang telah memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, 1 (satu) hari setelah selesai verifikasi. (2) Penetapan nomor urut Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU terbuka dan dihadiri oleh seluruh Pasangan Calon, __ 1 (satu) hari setelah penetapan dan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1). __ Pasal 23 (1) Dalam hal salah satu calon atau Pasangan Calon berhalangan tetap sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya Kampanye, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang Pasangan Calonnya berhalangan tetap, dapat mengusulkan Pasangan Calon pengganti kepada KPU paling lama 3 (tiga) hari sejak Pasangan Calon berhalangan tetap. (2) KPU melakukan verifikasi dan menetapkan Pasangan Calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 4 (empat) hari sejak Pasangan Calon pengganti didaftarkan. Pasal 24 (1) Dalam hal salah satu calon atau Pasangan Calon berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari pemungutan suara dan masih terdapat dua Pasangan Calon atau lebih, tahapan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilanjutkan dan Pasangan Calon yang berhalangan tetap dinyatakan gugur dan tidak dapat diganti. (2) Dalam hal salah satu calon atau Pasangan Calon berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari pemungutan suara sehingga jumlah Pasangan Calon kurang dari dua pasangan, tahapan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ditunda oleh KPU paling lama 30 (tiga puluh) hari, dan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang Pasangan Calonnya berhalangan tetap mengusulkan Pasangan Calon pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak Pasangan Calon berhalangan tetap. (3) KPU melakukan verifikasi dan menetapkan Pasangan Calon pengganti paling lama 4 (empat) hari sejak Pasangan Calon pengganti didaftarkan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tahapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh KPU. Pasal 25 (1) Dalam hal salah satu calon atau Pasangan Calon berhalangan tetap sebelum dimulainya hari pemungutan suara putaran kedua, KPU menunda tahapan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden paling lama 15 (lima belas) hari sejak Pasangan Calon berhalangan tetap. (2) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang Pasangan Calonnya berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) __ mengusulkan Pasangan Calon pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak Pasangan Calon berhalangan tetap. (3) Dalam hal Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sampai berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengusulkan calon pengganti, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya sebagai Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada putaran kedua. (4) KPU melakukan verifikasi dan menetapkan Pasangan Calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 3 (tiga) hari sejak Pasangan Calon pengganti didaftarkan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tahapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh KPU. Bagian Keempat Pengawasan atas Verifikasi Kelengkapan Administrasi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Pasal 26 (1) Bawaslu melakukan pengawasan atas pelaksanaan verifikasi kelengkapan dan kebenaran administrasi Pasangan Calon yang dilakukan oleh KPU. (2) Dalam hal Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU sehingga merugikan Pasangan Calon, Bawaslu menyampaikan temuan tersebut kepada KPU. (3) KPU wajib menindaklanjuti temuan Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (2). BAB V HAK MEMILIH Pasal 27 (1) Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. (2) Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar oleh penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam daftar Pemilih. Pasal 28 Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus terdaftar sebagai Pemilih. BAB VI PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH Bagian Kesatu Pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara Pasal 29 (1) KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS menggunakan Daftar Pemilih Tetap pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai Daftar Pemilih Sementara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. (2) KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS memutakhirkan Daftar Pemilih Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari. (3) Daftar Pemilih Sementara hasil pemutakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan oleh KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat selama 7 (tujuh) hari. (4) KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS memperbaiki Daftar Pemilih Sementara berdasarkan masukan dan tanggapan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan selanjutnya menetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap paling lama 7 (tujuh) hari.
Daftar Pemilih Tetap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden harus sudah ditetapkan 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemutakhiran, pengumuman, perbaikan Daftar Pemilih Sementara dan penetapan Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam peraturan KPU. Bagian Kedua Rekapitulasi Pemilih Pasal 30 (1) KPU kabupaten/kota melakukan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap di kabupaten/kota. (2) KPU provinsi melakukan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap di provinsi. (3) KPU melakukan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Pemilih luar negeri dan Pemilih secara nasional. Bagian Ketiga Pengawasan atas Penyusunan Daftar Pemilih Pasal 31 (1) Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan melakukan pengawasan atas pelaksanaan penyusunan Daftar Pemilih Sementara, pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara, penyusunan Daftar Pemilih Tetap, Daftar Pemilih Tambahan, dan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap yang dilaksanakan oleh KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota. (2) Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan pengawasan atas pelaksanaan penyusunan Daftar Pemilih Sementara, pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara, penyusunan Daftar Pemilih Tetap, Daftar Pemilih Tambahan, dan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap luar negeri yang dilaksanakan oleh PPLN. Pasal 32 (1) Dalam hal pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPLN yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih, Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri menyampaikan temuan tersebut kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota. (2) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN wajib menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dalam membentuk tim Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pasangan Calon berkoordinasi dengan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik pengusul. (4) Tim Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas menyusun seluruh kegiatan tahapan Kampanye dan bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis penyelenggaraan Kampanye. (5) Tim Kampanye tingkat nasional dapat membentuk tim Kampanye tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota. (6) Peserta Kampanye terdiri atas anggota masyarakat. (7) Petugas Kampanye terdiri atas seluruh petugas yang memfasilitasi pelaksanaan Kampanye. Pasal 36 (1) Nama-nama pelaksana Kampanye dan anggota tim Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 harus didaftarkan pada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota sesuai dengan tingkatannya. (2) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota menyampaikan daftar nama pelaksana Kampanye dan nama anggota tim Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota. Bagian Ketiga Metode Kampanye Pasal 38 (1) Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 __ dapat dilaksanakan melalui:
pertemuan terbatas;
tatap muka dan dialog;
penyebaran melalui media cetak dan media elektronik;
penyiaran melalui radio dan/atau televisi;
penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
pemasangan alat peraga di tempat Kampanye dan di tempat lain yang ditentukan oleh KPU;
debat Pasangan Calon tentang materi Kampanye Pasangan Calon; dan
Materi debat Pasangan Calon adalah visi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945:
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
memajukan kesejahteraan umum;
mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan debat Pasangan Calon diatur dalam peraturan KPU. (7) Penyelenggaraan debat Pasangan Calon dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasal 40 (1) Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) __ dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah KPU menetapkan nama-nama Pasangan Calon sampai dengan dimulainya masa tenang. (2) Masa tenang selama 3 (tiga) hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara. Bagian Keempat Larangan dalam Kampanye
Pasangan Calon dan tim Kampanye di tingkat pusat melaporkan penggunaan dana Kampanye kepada KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota paling lama 14 (empat belas) hari sejak berakhirnya masa Kampanye. (2) KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota menyampaikan laporan penerimaan dan penggunaan dana Kampanye yang diterima dari Pasangan Calon dan tim Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya laporan. (3) Kantor akuntan publik menyampaikan hasil audit kepada KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota paling lama 45 (empat puluh lima) hari __ sejak diterimanya laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota memberitahukan hasil audit dana Kampanye kepada masing-masing Pasangan Calon dan tim Kampanye paling lama 7 (tujuh) hari setelah KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota menerima hasil audit dari kantor akuntan publik.
KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota mengumumkan hasil audit dana Kampanye kepada masyarakat paling lama 10 (sepuluh) hari setelah diterimanya laporan hasil audit dari kantor akuntan publik. Pasal 101 (1) KPU menetapkan kantor akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) yang memenuhi persyaratan di setiap provinsi. (2) Kantor akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi persyaratan sebagai berikut:
membuat pernyataan tertulis di atas kertas bermeterai cukup bahwa rekan yang bertanggung jawab atas pemeriksaan laporan dana Kampanye tidak berafiliasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan Pasangan Calon dan/atau tim Kampanye; dan
membuat pernyataan tertulis di atas kertas bermeterai cukup bahwa rekan yang bertanggung jawab atas pemeriksaan laporan dana Kampanye bukan merupakan anggota atau pengurus Partai Politik yang mengusulkan Pasangan Calon. (3) Biaya jasa akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara. Pasal 102 (1) Dalam hal kantor akuntan publik yang ditetapkan oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) dalam proses pelaksanaan audit diketahui tidak memberikan informasi yang benar mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2), KPU membatalkan penetapan kantor akuntan publik yang bersangkutan. (2) Kantor akuntan publik yang dibatalkan pekerjaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhak mendapatkan pembayaran jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (3). (3) KPU menetapkan kantor akuntan publik pengganti untuk melanjutkan pelaksanaan audit atas laporan dana Kampanye Pasangan Calon yang bersangkutan. Pasal 103 (1) Pasangan Calon dilarang menerima sumbangan pihak lain __ yang berasal dari: __ a. pihak asing;
penyumbang yang tidak benar atau tidak jelas identitasnya;
hasil tindak pidana dan bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana;
Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah; atau
pemerintah desa atau sebutan lain dan badan usaha milik desa. (2) Pelaksana Kampanye yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU dan menyerahkan sumbangan tersebut ke kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye berakhir. (3) Pelaksana Kampanye yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (4) Setiap orang yang menggunakan anggaran Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), pemerintah desa atau sebutan lain dan badan usaha milik desa untuk disumbangkan atau diberikan kepada pelaksana Kampanye dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Pasal 105 (1) Jenis perlengkapan pemungutan suara terdiri atas:
kotak suara;
surat suara;
tinta;
bilik pemungutan suara;
segel;
alat untuk memberi tanda pilihan; dan
TPS. (2) Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara, diperlukan dukungan perlengkapan lainnya. (3) Bentuk, ukuran, dan spesifikasi teknis perlengkapan pemungutan suara ditetapkan dengan peraturan KPU. (4) Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal KPU dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf d, dan huruf f, serta ayat (2), Sekretaris Jenderal KPU dapat melimpahkan kewenangannya kepada sekretaris KPU provinsi. (6) Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilaksanakan oleh KPPS bekerja sama dengan masyarakat. (7) Perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan ayat (2) harus sudah diterima KPPS paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara. (8) Pendistribusian perlengkapan pemungutan suara dilakukan oleh Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU provinsi, dan sekretariat KPU kabupaten/kota.
Dalam pendistribusian dan pengamanan perlengkapan pemungutan suara, KPU dapat bekerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 106 (1) Surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) huruf b __ untuk memuat foto, nama, dan nomor urut Pasangan Calon. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peraturan KPU. Pasal 107 Jenis, bentuk, ukuran, warna, dan spesifikasi teknis lain surat suara ditetapkan dalam peraturan KPU. Pasal 108 (1) Pengadaan surat suara dilakukan di dalam negeri dengan mengutamakan kapasitas cetak yang sesuai dengan kebutuhan surat suara dan hasil cetak yang berkualitas baik. (2) Jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah Pemilih tetap ditambah dengan 2% (dua persen) dari jumlah Pemilih tetap sebagai cadangan, yang ditetapkan dengan keputusan KPU. (3) Selain menetapkan pencetakan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPU menetapkan besarnya jumlah surat suara untuk pelaksanaan pemungutan suara ulang. (4) Jumlah surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh KPU untuk setiap kabupaten/kota sebanyak 1.000 (seribu) __ surat suara pemungutan suara ulang yang diberi tanda khusus. Pasal 109 (1) Perusahaan pencetak surat suara dilarang mencetak surat suara lebih dari jumlah yang ditetapkan oleh KPU dan harus menjaga kerahasiaan, keamanan, serta keutuhan surat suara.
KPU meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk mengamankan surat suara selama proses pencetakan berlangsung, penyimpanan, dan pendistribusian ke tempat tujuan. (3) KPU memverifikasi jumlah surat suara yang telah dicetak, jumlah yang sudah dikirim dan/atau jumlah yang masih tersimpan dengan membuat berita acara yang ditandatangani oleh pihak percetakan dan petugas KPU. (4) KPU mengawasi dan mengamankan desain, film separasi, dan plat cetak yang digunakan untuk membuat surat suara, sebelum dan sesudah digunakan serta menyegel dan menyimpannya. (5) Tata cara pelaksanaan pengamanan terhadap pencetakan, penghitungan, penyimpanan, pengepakan, dan pendistribusian surat suara ke tempat tujuan ditetapkan dengan peraturan KPU. Pasal 110 Pengawasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota serta Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU provinsi, dan sekretariat KPU kabupaten/kota mengenai pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 dilaksanakan oleh Bawaslu dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. BAB IX PEMUNGUTAN SUARA Pasal 111 (1) Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi:
Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS yang bersangkutan; dan
Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan .
Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS lain/TPSLN dengan menunjukkan surat pemberitahuan dari PPS untuk memberikan suara di TPS lain/TPSLN.
Dalam hal pada suatu TPS terdapat Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, KPPS pada TPS tersebut mencatat dan melaporkan kepada KPU kabupaten/kota melalui PPK. Pasal 112 Pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan paling lama 3 (tiga) bulan setelah pengumuman hasil pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Pasal 113 (1) Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 800 (delapan ratus) orang. (2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang cacat, tidak menggabungkan desa, dan memperhatikan aspek geografis serta menjamin setiap Pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, bebas, dan rahasia. (3) Jumlah, lokasi, bentuk dan tata letak TPS diatur dalam peraturan KPU. (4) Jumlah surat suara di setiap TPS sama dengan jumlah Pemilih yang tercantum di dalam Daftar Pemilih Tetap dan Daftar Pemilih Tambahan ditambah dengan 2% (dua persen) __ dari Daftar Pemilih Tetap sebagai cadangan. (5) Penggunaan surat suara cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuatkan berita acara. (6) Format berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan peraturan KPU. Pasal 114 (1) Pelaksanaan pemungutan suara di TPS dipimpin oleh KPPS. (2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi Pasangan Calon. (4) Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua) orang petugas yang ditetapkan oleh PPS. (5) Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh Pengawas Pemilu Lapangan. (6) Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang telah diakreditasi oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota. (7) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menyerahkan mandat tertulis dari Pasangan Calon/tim Kampanye. Pasal 115 (1) Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPS melakukan kegiatan yang meliputi:
penyiapan TPS;
pengumuman dengan menempelkan Daftar Pemilih Tetap, Daftar Pemilih Tambahan, serta nama dan foto Pasangan Calon di TPS; dan
penyerahan salinan Daftar Pemilih Tetap dan Daftar Pemilih Tambahan kepada saksi yang hadir dan Pengawas Pemilu Lapangan. (2) Dalam rangka pelaksanaan pemungutan suara, KPPS melakukan kegiatan yang meliputi:
pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
rapat pemungutan suara;
pengucapan sumpah atau janji anggota KPPS dan petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPS;
penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara pemungutan suara; dan
pelaksanaan pemberian suara. Pasal 116 (1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
membuka kotak suara;
mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan;
memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
menandatangani surat suara yang akan digunakan oleh Pemilih. (2) Saksi Pasangan Calon, pengawas Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan warga masyarakat berhak menghadiri kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketua KPPS wajib membuat dan menandatangani berita acara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berita acara tersebut ditandatangani oleh paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS dan saksi Pasangan Calon yang hadir. Pasal 117 (1) Dalam memberikan suara, Pemilih diberi kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran Pemilih. (2) Apabila Pemilih menerima surat suara yang ternyata rusak, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS dan KPPS wajib memberikan surat suara pengganti hanya 1 (satu) kali dan mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara. (3) Apabila terdapat kekeliruan dalam memberikan suara, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS dan KPPS hanya memberikan surat suara pengganti 1 (satu) kali. Pasal 118 (1) Pemberian suara untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilakukan dengan memberikan tanda satu kali pada surat suara. (2) Memberikan tanda satu kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip memudahkan Pemilih, akurasi dalam penghitungan suara, dan efisien dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara memberikan tanda diatur dengan peraturan KPU. Pasal 119 (1) Pada saat memberikan suaranya di TPS, __ Pemilih tunanetra, tunadaksa, dan/atau yang mempunyai halangan fisik lain dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan Pemilih. (2) Orang lain yang membantu Pemilih dalam memberikan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan Pemilih. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada Pemilih diatur dengan peraturan KPU. Pasal 120 (1) Pemungutan suara bagi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri dilaksanakan di setiap Perwakilan Republik Indonesia dan dilakukan pada waktu yang sama atau waktu yang disesuaikan dengan waktu pemungutan suara di Indonesia. (2) Dalam hal Pemilih tidak dapat memberikan suara di TPSLN yang telah ditentukan, Pemilih dapat memberikan suara melalui pos yang disampaikan kepada PPLN di Perwakilan Republik Indonesia setempat. Pasal 121 (1) Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPSLN meliputi:
Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPSLN yang bersangkutan; dan
Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan. (2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPSLN lain/TPS dengan menunjukkan surat pemberitahuan dari PPLN untuk memberikan suara di TPSLN lain/TPS. (3) KPPSLN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencatat dan melaporkan kepada PPLN. Pasal 122 Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri yang tidak terdaftar sebagai Pemilih tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih. Pasal 123 (1) Pelaksanaan pemungutan suara di TPSLN dipimpin oleh KPPSLN. (2) Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih. (3) Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi Pasangan Calon. (4) Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh Pengawas Pemilu Luar Negeri. (5) Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang telah diakreditasi oleh KPU. (6) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menyerahkan mandat tertulis dari Pasangan Calon/tim Kampanye. Pasal 124 (1) Dalam rangka persiapan pemungutan suara, KPPSLN melakukan kegiatan yang meliputi:
penyiapan TPSLN;
pengumuman dengan menempelkan Daftar Pemilih Tetap, Daftar Pemilih Tambahan, dan nama dan foto Pasangan Calon di TPSLN; dan
penyerahan salinan Daftar Pemilih Tetap dan Daftar Pemilih Tambahan kepada saksi yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
Dalam rangka pelaksanaan pemungutan suara, KPPSLN melakukan kegiatan yang meliputi:
pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
rapat pemungutan suara;
pengucapan sumpah atau janji anggota KPPSLN dan petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPSLN;
penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara pemungutan suara; dan
pelaksanaan pemberian suara. Pasal 125 (1) Pemilih tidak boleh membubuhkan tulisan dan/atau catatan lain pada surat suara. (2) Surat suara yang terdapat tulisan dan/atau catatan lain dinyatakan tidak sah. Pasal 126 (1) Pemilih yang telah memberikan suara, diberi tanda khusus oleh KPPS/KPPSLN. (2) Tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peraturan KPU. Pasal 127 (1) KPPS/KPPSLN dilarang mengadakan penghitungan suara sebelum pemungutan suara berakhir. (2) Ketentuan mengenai waktu berakhirnya pemungutan suara ditetapkan dalam peraturan KPU. Pasal 128 (1) KPPS/KPPSLN bertanggung jawab atas pelaksanaan pemungutan suara secara tertib dan lancar. (2) Pemilih melakukan pemberian suara dengan tertib dan bertanggung jawab. (3) Saksi melakukan tugasnya dengan tertib dan bertanggung jawab. (4) Petugas ketertiban, ketenteraman dan keamanan wajib menjaga ketertiban, ketenteraman dan keamanan di lingkungan TPS/TPSLN. Pasal 134 (1) Sebelum melaksanakan penghitungan suara, KPPS/KPPSLN menghitung:
jumlah Pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan Daftar Pemilih Tetap;
jumlah Pemilih yang berasal dari TPS/TPSLN lain;
jumlah surat suara yang tidak terpakai;
jumlah surat suara yang dikembalikan oleh Pemilih karena rusak atau salah dalam cara memberikan suara; dan
sisa surat suara cadangan. (2) Penggunaan surat suara cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh ketua KPPS/KPPSLN dan oleh paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS/KPPSLN yang hadir. Pasal 135 (1) Suara untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dinyatakan sah apabila:
surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
pemberian tanda satu kali pada nomor urut, atau foto, atau nama salah satu Pasangan Calon dalam surat suara. __ (2) Ketentuan mengenai pedoman teknis pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan KPU. Pasal 136 (1) Ketua KPPS/KPPSLN melakukan penghitungan suara dengan suara yang jelas dan terdengar dengan memperlihatkan surat suara yang dihitung. (2) Penghitungan suara dilakukan secara terbuka dan di tempat yang terang atau yang mendapat penerangan cahaya cukup. (3) Penghitungan suara dicatat pada lembar/papan/layar __ penghitungan dengan tulisan yang jelas dan terbaca. Pasal 139 (1) KPPS/KPPSLN mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN. (2) KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Pasangan Calon, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS pada hari yang sama. (3) KPPSLN wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Pasangan Calon, Pengawas Pemilu Luar Negeri dan PPLN pada hari yang sama. (4) KPPS/KPPSLN wajib menyegel, menjaga, dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara. (5) KPPS/KPPSLN wajib menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK melalui PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama. (6) Penyerahan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan dan penghitungan suara, serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib diawasi oleh Pengawas Pemilu Lapangan dan Panwaslu kecamatan serta wajib dilaporkan kepada Panwaslu kabupaten/kota. Pasal 140 PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan cara menempelkan salinan tersebut di tempat umum. Bagian Kedua Rekapitulasi Penghitungan Suara di Kecamatan Pasal 141 (1) PPK membuat berita acara penerimaan hasil penghitungan suara Pasangan Calon dari TPS melalui PPS.
PPK melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi Pasangan Calon dan Panwaslu kecamatan. (3) Rekapitulasi penghitungan suara dilakukan dengan membuka kotak suara tersegel untuk mengambil sampul yang berisi berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara, kemudian kotak ditutup dan disegel kembali. (4) PPK membuat berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dan membuat sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara. (5) PPK mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di tempat umum. (6) PPK menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tersebut kepada saksi Pasangan Calon, Panwaslu kecamatan, dan KPU kabupaten/kota. Pasal 143 (1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dengan menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU. (2) Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh anggota PPK dan saksi Pasangan Calon yang hadir. (3) Dalam hal terdapat anggota PPK dan saksi Pasangan Calon yang hadir, tetapi tidak bersedia menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon ditandatangani oleh anggota PPK dan saksi Pasangan Calon yang hadir yang bersedia menandatangani. Pasal 144 PPK wajib menyerahkan kepada KPU kabupaten/kota surat suara Pasangan Calon dari TPS dalam kotak suara tersegel serta berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi __ hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon di tingkat PPK yang dilampiri berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS. Pasal 145 (1) PPLN melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dari seluruh KPPSLN di wilayah kerjanya serta melakukan penghitungan perolehan suara yang diterima melalui pos dengan disaksikan oleh saksi Pasangan Calon yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. (2) PPLN wajib membuat dan menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dari seluruh KPPSLN di wilayah kerjanya kepada KPU. Bagian Ketiga Rekapitulasi Penghitungan Suara di Kabupaten/Kota Pasal 146 (1) KPU kabupaten/kota membuat berita acara penerimaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dari PPK. (2) KPU kabupaten/kota melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi Pasangan Calon dan Panwaslu kabupaten/kota. (3) KPU kabupaten/kota membuat berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon. (4) KPU kabupaten/kota mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) KPU kabupaten/kota menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon. (6) KPU kabupaten/kota menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada saksi Pasangan Calon, Panwaslu kabupaten/kota, dan KPU provinsi. Pasal 147 (1) Panwaslu kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada KPU kabupaten/kota. (2) Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada KPU kabupaten/kota.
KPU kabupaten/kota wajib langsung menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon. Pasal 148 (1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU kabupaten/kota dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dengan menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU. (2) Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh anggota KPU kabupaten/kota dan saksi Pasangan Calon yang hadir. (3) Dalam hal terdapat anggota KPU kabupaten/kota dan saksi Pasangan Calon yang hadir tetapi tidak bersedia menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon ditandatangani oleh anggota KPU kabupaten/kota dan saksi Pasangan Calon yang hadir yang bersedia menandatangani. Pasal 149 KPU kabupaten/kota menyimpan, menjaga, dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon. Bagian Keempat Rekapitulasi Penghitungan Suara di Provinsi Pasal 150 (1) KPU provinsi membuat berita acara penerimaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dari KPU kabupaten/kota.
KPU provinsi melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi Pasangan Calon dan Panwaslu provinsi. (3) KPU provinsi membuat berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon. (4) KPU provinsi mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) KPU provinsi menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon. (6) KPU provinsi menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada saksi Pasangan Calon, Panwaslu provinsi, dan KPU. Pasal 151 (1) Panwaslu provinsi wajib menyampaikan laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada KPU provinsi. (2) Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon kepada KPU provinsi. (3) KPU provinsi wajib langsung menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari pelaksanaan rekapitulasi penghitungan perolehan suara Pasangan Calon. Pasal 152 (1) Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU provinsi dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pasangan Calon dengan menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU. Bagian Keenam Pengawasan dan Sanksi dalam Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara Pasal 157 (1) Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan pengawasan atas rekapitulasi penghitungan perolehan suara yang dilaksanakan oleh KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, dan PPS/PPLN. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kemungkinan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan oleh anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS/PPLN, dan KPPS/KPPSLN dalam melakukan rekapitulasi penghitungan perolehan suara. (3) Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam rekapitulasi penghitungan perolehan suara, Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri melaporkan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. (4) Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS/PPLN, dan KPPS/KPPSLN yang melakukan pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dikenai tindakan hukum sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pelaksana Kampanye yang melanggar larangan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dikenai sanksi dengan tahapan:
peringatan tertulis apabila pelaksana Kampanye melanggar larangan walaupun belum terjadi gangguan;
penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di suatu daerah yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke daerah lain.
Tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan Kampanye diatur dalam peraturan KPU. Bagian Kelima Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Paragraf 1 Umum Pasal 47 (1) Pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye dapat dilakukan melalui media massa cetak dan lembaga penyiaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rangka penyampaian pesan Kampanye oleh Pasangan Calon kepada masyarakat. (3) Pesan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar, atau suara dan gambar, yang bersifat naratif, grafis, karakter, interaktif atau tidak interaktif, serta yang dapat diterima melalui perangkat penerima pesan.
Media massa cetak dan lembaga penyiaran dalam memberitakan, menyiarkan, dan mengiklankan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mematuhi ketentuan mengenai larangan dalam Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41. (5) Media massa cetak dan lembaga penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama masa tenang dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak Pasangan Calon, atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan Kampanye yang menguntungkan atau merugikan Pasangan Calon. Pasal 48 (1) Lembaga penyiaran publik Televisi Republik Indonesia (TVRI), lembaga penyiaran publik Radio Republik Indonesia (RRI), lembaga penyiaran publik lokal, lembaga penyiaran swasta, dan lembaga penyiaran berlangganan memberikan alokasi waktu yang sama dan memperlakukan secara berimbang kepada Pasangan Calon untuk menyampaikan materi Kampanye. (2) Lembaga penyiaran komunitas dapat menyiarkan proses Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagai bentuk layanan kepada masyarakat, tetapi tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan Kampanye bagi Pasangan Calon. (3) Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia menetapkan standar biaya dan persyaratan iklan Kampanye yang sama kepada Pasangan Calon. Paragraf 2 Pemberitaan Kampanye Pasal 49 (1) Pemberitaan Kampanye dilakukan oleh lembaga penyiaran dengan cara siaran langsung atau siaran tunda dan oleh media massa cetak. (2) Media massa cetak dan lembaga penyiaran yang menyediakan rubrik khusus untuk pemberitaan Kampanye harus berlaku adil dan berimbang kepada seluruh Pasangan Calon. Pasal 52 (1) Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang menjual blocking segment dan/atau blocking time untuk Kampanye. (2) Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang menerima program sponsor dalam format atau segmen apa pun yang dapat dikategorikan sebagai iklan Kampanye. (3) Media massa cetak, lembaga penyiaran, dan Pasangan Calon dilarang menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan oleh salah satu Pasangan Calon kepada Pasangan Calon yang lain. Pasal 53 (1) Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye di televisi untuk setiap Pasangan Calon secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa Kampanye. (2) Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye di radio untuk setiap Pasangan Calon secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 60 (enam puluh) detik untuk setiap stasiun radio setiap hari selama masa Kampanye. (3) Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk semua jenis iklan. (4) Pengaturan dan penjadwalan pemasangan iklan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk setiap Pasangan Calon diatur sepenuhnya oleh lembaga penyiaran dengan kewajiban memberikan kesempatan yang sama kepada setiap Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3). Pasal 54 (1) Media massa cetak dan lembaga penyiaran melakukan iklan Kampanye dalam bentuk iklan Kampanye komersial atau iklan Kampanye layanan masyarakat dengan mematuhi kode etik periklanan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib menentukan standar tarif iklan Kampanye komersial yang berlaku sama untuk setiap Pasangan Calon. (3) Tarif iklan Kampanye layanan masyarakat harus lebih rendah daripada tarif iklan Kampanye komersial. (4) Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib menyiarkan iklan Kampanye layanan masyarakat non-partisan paling sedikit satu kali dalam sehari dengan durasi 60 (enam puluh) detik. (5) Iklan Kampanye layanan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diproduksi sendiri oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran atau dibuat oleh pihak lain. (6) Penetapan dan penyiaran iklan Kampanye layanan masyarakat yang diproduksi oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran. (7) Jumlah waktu tayang iklan Kampanye layanan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk jumlah kumulatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Pasal 55 Media massa cetak menyediakan halaman dan waktu yang adil dan seimbang untuk pemuatan berita dan wawancara serta untuk pemasangan iklan Kampanye bagi Pasangan Calon. Pasal 56 (1) Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers melakukan pengawasan atas pemberitaan, penyiaran dan iklan Kampanye yang dilakukan oleh lembaga penyiaran atau media massa cetak. (2) Dalam hal terdapat bukti pelanggaran atas ketentuan dalam Pasal 51, Pasal 52, dan Pasal 53 Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers menjatuhkan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (3) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan kepada KPU dan KPU provinsi.
Dalam hal Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers tidak menjatuhkan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak ditemukan bukti pelanggaran Kampanye, KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota menjatuhkan sanksi kepada pelaksana Kampanye. Pasal 57 (1) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) dapat berupa:
teguran tertulis;
penghentian sementara mata acara yang bermasalah;
pengurangan durasi dan waktu pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye;
denda;
pembekuan kegiatan pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye untuk waktu tertentu; atau
pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers bersama KPU. Pasal 58 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberitaan, penyiaran, iklan Kampanye, dan pemberian sanksi diatur dengan peraturan KPU. Bagian Keenam Kampanye Pemilu oleh Presiden dan Wakil Presiden dan Pejabat Negara Lainnya Pasal 59 (1) Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye. (2) Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota __ Partai Politik mempunyai hak melaksanakan Kampanye.
Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota __ Partai Politik dapat melaksanakan Kampanye apabila yang bersangkutan sebagai:
calon Presiden atau calon Wakil Presiden;
anggota tim Kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU; atau
pelaksana Kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU. Pasal 60 __ Selama melaksanakan Kampanye, Presiden dan Wakil Presiden dan pejabat negara lainnya wajib memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pasal 61 Presiden atau Wakil Presiden yang telah ditetapkan secara resmi oleh KPU sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden dalam melaksanakan Kampanye Pemilu Presiden atau Wakil Presiden memperhatikan pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai Presiden atau Wakil Presiden. Pasal 62 (1) Menteri sebagai anggota tim Kampanye dan/atau pelaksana Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf b dan huruf c dapat diberikan cuti. (2) Cuti bagi menteri yang melaksanakan Kampanye dapat diberikan 1 (satu) hari kerja dalam setiap minggu selama masa Kampanye. (3) Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan Kampanye di luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 63 (1) Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota sebagai anggota tim Kampanye dan/atau pelaksana Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf b dan huruf c dapat diberikan cuti.
Cuti bagi gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, walikota atau wakil walikota yang melaksanakan Kampanye dapat diberikan 1 (satu) hari kerja dalam setiap minggu selama masa Kampanye. (3) Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan Kampanye di luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Apabila gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota yang ditetapkan sebagai anggota tim Kampanye melaksanakan Kampanye dalam waktu yang bersamaan, tugas pemerintah sehari-hari dilaksanakan oleh sekretaris daerah. (5) Pelaksanaan tugas pemerintah oleh sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. Pasal 64 (1) Dalam melaksanakan Kampanye, Presiden dan Wakil Presiden dan pejabat negara lainnya dilarang menggunakan fasilitas negara. (2) Fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya;
gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik Pemerintah, milik pemerintah provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan;
sarana perkantoran, radio daerah Pasal 65 (1) Penggunaan fasilitas negara yang melekat pada jabatan Presiden dan Wakil Presiden menyangkut pengamanan, kesehatan, dan protokoler dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan secara profesional dan proporsional. (2) Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden menjadi calon Presiden atau calon Wakil Presiden, fasilitas negara yang melekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diberikan sebagai Presiden dan Wakil Presiden. (3) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang bukan Presiden dan Wakil Presiden, selama Kampanye diberikan fasilitas pengamanan, kesehatan, dan pengawalan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. (4) Pengamanan dan pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja negara. (5) Ketentuan lebih lanjut bagi pelaksanaan pengamanan dan pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden. Bagian Ketujuh Pemasangan Alat Peraga Kampanye
Pengujian UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara [Pasal 50]
Relevan terhadap
dalam Penjelasan Pasal 9 huruf e UU Keuangan Negara. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka sudah sepatutnya Pemerintah Kota Surabaya memenuhi kewajiban tersebut dengan memasukkan kewajibannya dalam Anggaran Penerimaan Belanja Daerah (APBD) yang mekanisme penganggarannya juga telah diatur dalam UU Keuangan Negara; b. Pemberlakuan Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara dimaksudkan hanya semata-mata menjamin sarana pelayanan publik agar Pemerintah dapat menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik,dan bukan digunakan untuk menghindari kewajiban Pemerintah dalam melaksanakan kewajibannya tersebut. Sesuai dengan Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara penyitaan atas aset negara tidaklah diperkenankan, namun hal tersebut tidak mengurangi bentuk pemenuhan kewajiban dapat dilakukan sebagaimana diatur dalam UU Keuangan Negara. Dalam kasus ini Pemerintah Kota Surabaya seyogianya memenuhi kewajibannya berdasarkan UU Keuangan Negara, dan apabila Pemerintah Kota Surabaya tidak mau melaksanakan kewajibannya dengan berdalih pada ketentuan Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara, maka Pemerintah Kota Surabaya dapat dikatakan tidak melaksanakan aturan hukum Kekayaan Negara secara utuh. Terhadap sikap Pemerintah Kota Surabaya dimaksud, Menteri Dalam Negeri dan DPRD Kota Surabaya sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 57 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dapat melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Pemerintah Kota Surabaya; c. Negara menjamin hak-hak warga negaranya dan memberikan kepastian hukum yang sama kepada warga negaranya, sehingga apabila Negara dapat melakukan penagihan kepada rakyatnya, maka begitu pula sebaliknya. UU Keuangan Negara, di samping mengatur mengenai kewajiban negara, juga mengatur mengenai penagihan oleh pihak ketiga kepada Pemerintah, yang mana atas setiap penagihan yang dilakukan kepada Pemerintah Pusat/ Daerah, pelaksanaan atas kewajiban Pemerintah kepada pihak ketiga tersebut dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penganggaran dalam APBN/APBD. Dengan demikian, setiap subjek hukum memiliki kedudukan hukum yang sama;