Tata Cara Pemberian Pinjaman Pemerintah dengan Persyaratan Lunak Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Melalui Pusat Investasi Pemerintah. ...
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat. ...
Uji materiil Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 31 ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id penyerahannya PPN-nya dibebaskan atau barang tidak dikenakan PPN, maka PKP produsen harus menanggung beban PPN tambahan, adalah tidak benar, karena sejak awal UU PPN dan peraturan pelaksanaanya sudah mengatur tentang BKP Tertentu yang mana atas PPN yang terhutang dibebaskan, dan atas BKP Tertentu yang PPN-nya dibebaskan tersebut telah diatur dan diberikan atribut bahwa atas pajak masukannya tidak dapat dikreditkan. Perlakuan bahwa pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan harus diperlakukan sama antara penyerahan barang hasil pertanian, perkebunan, kehutanan oleh petani atau kelompok petani dengan penyerahan hasil pertanian, perkebunan, kehutanan oleh pedagang besar pengumpul atau pengusaha besar pabrikan yang juga menanam dan menghasilkan barang hasil pertanian, perkebunan, kehutanan. Jika hal tersebut tidak diatur maka justru mendistorsi pasar barang hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan; 6. DAMPAK APABILA PERMOHONAN PEMOHON DITERIMA: Sehubungan dengan permohonan uji materi yang disampaikan oleh KADIN tersebut, maka Termohon memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Agung agar dapat mempertimbangkan jawaban-jawaban Termohon. Namun demikian, apabila Putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung adalah menerima permohonan uji materi tersebut sehingga atas penyerahan atau impor barang hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan dikenakan PPN 10% dan harus dipungut oleh penjual, maka Majelis Hakim Mahkamah Agung perlu untuk memperhatikan tentang konsekuensi dari Putusan tersebut, yaitu: 1. Seluruh petani atau kelompok petani yang omzet per tahunnya di atas Rp600.000.000,00 maka harus mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Selanjutnya setelah menjadi PKP, maka harus melaksanakan administrasi PPN, yaitu melakukan pemungutan, pembayaran, pelaporan PPN dengan mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN untuk setiap Masa Pajak (per bulan); 2. Pada prakteknya posisi tawar petani barang hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan biasanya lebih rendah dibandingkan dengan para Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 79
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Memerintahkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk mencabut Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Percetakan Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara; Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah); Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 25 Februari 2014, oleh Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H., Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., dan Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Maftuh Effendi, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak. Anggota Majelis: Ketua Majelis, ttd. ttd. Dr. H.M. Hary Djatmiko, S.H., M.S. Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.Hum. ttd. Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum. Biaya-biaya: Panitera Pengganti, ^ 1. Meterai...…..…… Rp 6.000,00 ttd. 2. Redaksi...…….… Rp 5.000,00 Maftuh Effendi, S.H., M.H. 3. Administrasi....... Rp 989.000,00 Untuk Salinan a.n. Panitera Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 97
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 194 ...
Relevan terhadap
PLTA Bakaru untuk Provinsi Sulawesi Barat sebesar 80 % sedangkan Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 20 % dengan tabel sebagai berikut: No Administrasi Luas (HA) % Keseluruhan 1 Provinsi Sulawesi Barat - Kabupaten Mamasa - Kabupaten Polewali Mandar 83,950 82.341 1,609 80 2 Provinsi Sulawesi Selatan - Kabupaten Pinrang - Kabupaten Tator 21.345 18.912 2.433 20 TOTAL 105,295 100 Riwayat data: Proses Pengelolaan dan analisa data Sistim Informasi Geografis (SIG) dilakukan oleh BPDAS Lariang Mamasa Sulawesi Barat tahun 2011. 13. Bahwa PLTA Bakaru yang airnya sumbernya 80 % dari DAS Mamasa (Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat) berlokasi di wilayah Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan di mana dalam proses pemungutan pajak air permukaan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mendapatkan hak mutlak atas pemakaian air DAS Mamasa dimaksud; 14. Bahwa Pihak PT. PLN Sulselbarata selaku subjek pajak air permukaan mengangap pajak air permukaan sudah mereka bayarkan kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dikarenakan dalam aturan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemanfaatan dan pengambilan air berada di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Upaya-Upaya yang Dilakukan Para Pemohon Sebelum Melakukan Uji Materi ke Mahkamah Konstitusi - Bahwa para Pemohon selama ini melakukan upaya-upaya bersama dengan DPRD Sulawesi Barat, pihak PLN Sulselbarata, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan DPRD Sulawesi Selatan untuk membicarakan tentang hak memungut pajak air permukaan di PLTA Bakaru dan meminta adanya pembayaran terhadap penggunaan air dari DAS Mamasa, upaya tersebut tidak terwujud dikarenakan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menjelaskan bahwa objek pajak air permukaan adalah pemanfaatan dan pengambilan air berada di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan; legalitas.org
Uji materiil terhadap PP 33 tahun 2014 ttg jenis dan tarif atas PNBP yg berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehut ...
Relevan terhadap
Ayat 1 : Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
keadilan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 134 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 135 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Penjelasan Pasal 6 Huruf g : Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-Undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara. Sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 42 ayat (2) UU Nomor 41 Tahun 1999 maka pada pokoknya dijelaskan bahwa dalam melakukan penyelenggaraan rehabilitasi hutan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif. Berpedoman pada ketentuan aquo maka penyelenggaraan kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH oleh Termohon I dan Termohon II melalui perumusan dan pembuatan kebijakan dan regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri – in casu Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 – sepatutnya dilaksanakan melalui pendekatan partisipatif dan juga harus mematuhi norma dasar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 Huruf c dan Huruf d dan Pasal 6 Ayat (1) Huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Pembentukan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1) huruf c, Pasal 22 huruf d, huruf q angka 4 dan angka 7 serta huruf r angka 5, dan Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan juga diatur dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) , ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat 2, ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 tidak melalui pendekatan partisipatif dan juga bertentangan dengan asas kesesuaian jenis, hierarki dan materi muatan, asas dapat dilaksanakan, asas keadilan dan asas kejelasan rumusan. Hal ini didasarkan pada argumentasi-argumentasi sebagai berikut:
. Dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 hanya mengatur dan mencantumkan secara tegas mengenai rehabilitasi hutan didalam area IPPKH an sich (termasuk reklamasi hutan) dan sebaliknya tidak pernah mengatur secara tegas mengenai adanya norma Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 135 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 136 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 kewajiban penanaman pohon dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH ( Vide Pasal 45 ayat 1 dan ayat 3). Oleh karena itu, maka materi dalam Peraturan Menteri – in casu Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 – sebagai norma pelaksana dari Undang-Undang tidak boleh menyimpang dan bertentangan dengan Undang-Undang ( in casu UU Nomor 41 Tahun 1999 sebagai UU Sektoral yang mengatur secara khusus atau lex specialis tentang Kehutanan) sebagai norma yang lebih tinggi hierarkinya;
. Berdasarkan batasan wilayah maka kegiatan rehabilitasi sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 41 Tahun 1999 tersebut sepatutnya direlasikan dan dipahami dengan ketentuan Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999 sehingga rehabilitasi yang dilakukan oleh pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH hanya untuk penggunaan kawasan hutan yang menimbulkan kerusakan hutan secara limitatif, yaitu terbatas hanya untuk kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung (dalam area IPPKH) yang timbul kerusakan sebagai akibat dari digunakan untuk kepentingan pertambangan. Sebaliknya dalam Peraturan Menteri – in casu Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 –menciptakan rumusan norma baru – berupa dimasukkannya norma kewajiban rehabilitasi DAS diluar area IPPKH – yang tidak pernah diatur dan bertentangan serta berbeda dengan esensi dan intepretasi sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 ( Vide ketentuan Pasal 45 ayat 1 dan ayat 3 juncto Pasal 38 ayat 1 dan ayat 3);
. Perumusan dan pemberlakuan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH secara sosiologis, tidak mencerminkan dan juga bertentangan dengan asas dapat dilaksanakan dan asas keadilan sebagaimana diatur dalam Ketentuan Pasal 5 Huruf c dan Huruf d serta Ketentuan Pasal 6 ayat (1) Huruf g UU Nomor 12 Tahun 2011. Hal ini dapat dilihat dari adanya reaksi dan tanggapan secara sosiologis dari beberapa pelaku usaha bidang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 136 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 137 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 pertambangan melalui Pemohon I dan Pemohon II yang sungguh sangat berkeberatan dengan dikenakannya kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH. konsekuensi dari adanya pengenaan kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH tersebut – yang secara hierarki tidak pernah diatur dan tidak pernah direkognisi serta bertentangan dengan ketentuan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999 – telah menimbulkan tambahan beban finansial ekonomis yang sangat luar biasa yang harus ditanggung oleh para pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH. Adanya tambahan beban tersebut – berupa kewajiban penanaman dalam rangka rehabiltasi DAS dan adanya multi pungutan yang salah satunya bersifat imajiner dan liar yang bernama PNBP – tentunya menimbulkan biaya operasional tambahan bagi pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH yang berakibat menimbulkan kerugian yang sangat signifikan sehingga berpotensi dapat mengganggu keberlanjutan/kelanjutan kegiatan usaha bagi pelaku usaha pemegang IPPKH. Hal ini sebagaimana pernah dikemukakan oleh Para Pemohon melalui korespondensi tertulis yang ditujukan kepada Para Termohon dalam rangka Pembentukan Dan Penyusunan Peraturan Pemerintah Tentang Penanaman Dalam Rangka Rehabilitasi DAS (vide Bukti P-10G, Bukti P-10H, Bukti P-10I, Bukti P-10J, Bukti P-10K, Bukti P-10L dan Bukti P-10M).
. Dimunculkannya rumusan norma baru tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH dalam bentuk Peraturan Menteri – in casu Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 – merupakan rumusan yang tidak jelas karena secara hierarki dan jenis serta materi muatan, rumusan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH tidak pernah diatur dan juga tidak pernah dicantumkan secara tegas (eksplisit) dalam rumusan norma dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 ( Vide Pasal 45 ayat 1 dan ayat 3,) sehingga menimbulkan intepretasi yang berbeda dan bertentang dengan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 137 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 138 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 esensi dan intepretasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ketentuan Pasal 45 ayat 1 dan ayat 3 juncto Pasal 38 ayat 1 dan ayat 3 uu Nomor 41 Tahun 1999; Berdasarkan argumentasi-argumentasi tersebut diatas maka pencantuman dan pemberlakuan norma kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS diluar area IPPKH dalam bentuk Peraturan Pemerintah merupakan bentuk penyelundupan norma yang mengingkari dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (3), ketentuan Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999 dan ketentuan Pasal 5 huruf c,huruf d dan huruf f serta Pasal 6 ayat (1) huruf g, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011; Oleh karena itu, ketentuan Pasal 19 ayat (1) huruf c, Pasal 22 huruf d, huruf q angka 4 dan angka 7 serta huruf r angka 5 dan Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b Permen LHK RI Nomor 50 Tahun 2016 dan juga diatur dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) , ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat 2, ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 Dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Permen LHK RI Nomor 89 Tahun 2016 sangat beralasan secara hukum untuk dapat dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum; V. PETITUM PERMOHONAN. Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana yang dikemukakan di atas oleh Para Pemohon, maka Para Pemohon memohon kepada Yang Terhormat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia casu quo Yang Terhormat Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia yang memeriksa dan mengadili permohonan hak uji materiil ( judicial review ) aquo , agar berkenan kiranya untuk memberikan putusan sebagai berikut:
Menerima dan mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon I dan Pemohon II (Para Pemohon) untuk seluruhnya;
Menyatakan ketentuan Pasal 1 ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 berikut Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 138 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 139 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Berlaku Pada Kementerian Kehutanan Angka 1, Angka 2 dan Angka 3 bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
Menyatakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) huruf a dan huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi yaitu Undang- Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
Menyatakan ketentuan Pasal 6 Ayat (2) Huruf b dan Ketentuan Pasal 15 Ayat (1) Huruf b dan Huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan Bertentangan Dengan Peraturan Perundang- Undangan Yang Lebih Tinggi Yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
Menyatakan ketentuan Pasal 5 Ayat (2) Huruf b Angka 1, Pasal 19 Ayat (1) Huruf c dan Huruf d, Pasal 22 Huruf d, Huruf e, Huruf q Angka 4 dan Angka 7, Huruf r Angka 4 dan Angka 5, dan Pasal 47 Ayat (1) Huruf a dan Ayat (2) Huruf b dan Huruf c Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan bertentangan dengan Peraturan Perundang- Undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 139 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 140 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Kehutanan Dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
Menyatakan ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
Menyatakan ketentuan Pasal 1 ayat 2, ayat 3 dan ayat 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 berikut Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan Angka 1, Angka 2 dan Angka 3 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;
Menyatakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Huruf a dan Huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;
Menyatakan ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf b dan Ketentuan Pasal 15 ayat (1) huruf b dan huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;
Menyatakan ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf c dan huruf d, Pasal 22 huruf d, huruf e, huruf q angka 4 dan angka 7, huruf r angka 4 dan angka 5, dan Pasal 47 ayat (1) Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 140 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 141 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 huruf a dan ayat (2) huruf b dann huruf c Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;
Menyatakan ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 Tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku umum;
Memerintahkan kepada Termohon I ( in casu Presiden Republik Indonesia) mencabut Ketentuan Pasal 1 ayat 2, ayat 3 dan ayat 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 berikut Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan Angka 1, Angka 2 dan Angka 3; Dan Ketentuan Pasal 21 ayat (1) huruf a dan huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan Termasuk Ketentuan Pasal 6 Ayat (2) Huruf b dan Ketentuan Pasal 15 ayat (1) huruf b dan huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
Memerintahkan kepada Termohon II ( in casu Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republk Indonesia) mencabut Ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf c dan huruf d, Pasal 22 huruf d, huruf e, huruf q angka 4 dan angka 7, huruf r angka 4 dan angka 5 dan Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b dan huruf c Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 dan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 141 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 142 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/ Kum.1/11/2016;
Memerintahkan Panitera Mahkamah Agung Republik Indonesia mencantumkan petikan putusan ini dalam Berita Negara dan dipublikasikan atas biaya negara;
Menghukum Termohon I dan Termohon II untuk membayar biaya perkara. ATAU, Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia yang memeriksa dan mengadili permohonan hak uji materiil ( judicial review ) aquo berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya ( Ex Aequo Et Bono ). Menimbang, bahwa untuk mendukung dalil-dalil permohonannya, Pemohon telah mengajukan surat-surat bukti, yaitu sebagai berikut: No. Kode KETERANGAN 1. P-1A Akta Pernyataan Keputusan Rapat Musyawarah Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (Indonesian Coal Mining Association) Nomor 7 tertanggal 6 Mei 2015; P-1B Kartu Tanda Penduduk Nomor 3171061705790002 atas nama Pandu Patria Sjahrir P-1C Akta Pernyatan Keputusan Rapat Badan Pengurus Perkumpulan Asosiasi Pertambangan Indonesia (Indonesian Mining Association) Nomor 39 tertanggal 22 Desember 2016 P-1D Kartu Tanda Penduduk Nomor 3276020109650010 atas nama Maringan M.I.H. Hutabarat.
P-2A Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Pener i maan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan Berikut Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Angka 1 , Angka 2, Angka 3 yang ditetapkan di Jakarta pada tangga l 16 Me i 2014 - vide Ketentuan Pasal 1 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) termasuk Lampiran Angka 1, Angka 2 dan Angka 3 Peraturan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 142 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 143 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 20 1 4 P-2B Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 201 0 tentang Penggunaan Kawasan Hutan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Februari 2010 - vide Ketentuan Pasal 21 Ayat (1) Huruf a dan Huruf b P-2C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomo r 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Desember 2015 - vide Ketentuan Pasal 6 ayat 2 huruf b, Pasal 15 ayat (1) huruf b dan huruf c 3. P-3A Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan berikut lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P . 50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Te n tan g Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Juni 2016 - vide Ketentuan Pasal 5 ayat (2) huru f b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf c dan huruf d, Pasal 22 huruf d, huruf e, huruf q angka 4 dan angka 7, huruf r angka 4 dan angka 5, dan Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf b dan huruf c P-3B Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 Tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai Beriku t Lampiran Angka Romawi I Sampai Dengan Lampiran Angka Romawi VIII yang ditetapkan di Jakarta pada tangga l 22 November 2016 vide Ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) , Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) , Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 dan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) 4. P-4A Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 - vide Pasal 23A P-4B Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung - vide Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) P-4C Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman - vide Pasal 20 Ayat (2) Huruf b dan ketentuan Pasa i 20 Ayat (3) P-4D Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung - vide Pasal 31A Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) P-4E Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil - vide Pasal 1 ayat (1) 5. P-5A Akta Anggaran Dasar APBI-ICMA Asosiasi Pertambanga n Batubara Indonesia (Indonesian Coal Mining Association ) N omor 01 tanggal 22 Maret 2007 yang dibuat oleh dan dihadapan Notar i s Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 143 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 144 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Ratih Gondo Kusumo, S.H. P-5B Akta Pernyataan Keputusan Musyawarah Anggota A sos i as i Pertambangan Batubara Indonesia ( APBI-ICMA) I ndonesian C oa l Mining Association Nomor 20 tanggal 22 Juni 2009 6. P-6A Akta Perubahan Akta Pendir i an Perkumpu l an A sosia si Pertambangan Indonesia (Indonesian Mining A ssoc i ation ) N o m o r 1 7 t anggal 17 Juni 2011 yang dibuat o l eh dan dihadapa n Nota ri s Ratih Gondokusumo Siswono, S . H. P-6B Akta Anggaran Rumah Tangga Asosiasi Pertambangan In do n esia ( Indonesian Mining Association) Nomor 1 8 tangga l 1 7 Juni 2011 yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris Ratih Gondokusumo Siswono, S.H .;
P-7 Undang-Undang Nomor 1 2 T ahun 20 11 t en t ang Pemben t uka n Peratu r an Perundang - undangan - vide Pasa l 3 , Pasa l 5 H u ruf c da n Huruf d , dan Penje l asan Pasal 5 Hur u f c da n Huruf d, Ketentua n Pasa l 6 Aya t (1) Hur u f g dan Penjelasan P asa l 6 A y a t (1) H uruf g , d a n P asa l 1 2.
P-8 Peraturan Menteri L i ngkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia P.27/Menlhk/Setjen/Keu-1/2/2016 Tahun 2016 tentang Pedoman Tata Cara Pengurusan Piutang Negara dari Penerimaan Negara Bukan Pajak Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ("PERMEN LHK RI Nomor P.27/Menlhk/Setjen/Keu- 1/212016 "). 9. P-9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK . 06/2007 Tentang Pengurusan Piutang Negara; Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 88/PMK . 06/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 128/PMK . 06/2007 Tentang Pengurusan Piutang Negara; Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 163/PMK . 06/2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 128/PMK.06/2007 Tentang Pengurusan Piutang Negara; dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 21/PMK . 06/2016 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1 28/PMK . 06/2007 Tentang Pengurusan Piutang Negara.
P-10A P-10B P-10C Surat Nomor 187/APBI-ICMA/V/2007, tertanggal 23 Mei 2007 perihal PNBP Kehutanan Surat Nomor 549/APBI-ICMA/XII/2012, tertanggal 18 Desember 2012, perihal RPP Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Penggunaan Kawasan Hutan; Surat Nomor 040/API/IMA/IV/2014 dan Nomor 138/APBI- I CMA/IV/2014, tertanggal 22 April 2014, perihal Tanggapan API-IMA dan APBI-ICMA Terhadap Rencana Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 144 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 145 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 P-10D P-10E P-10F P-10G P-10H P-10I P-10J P-10K P-10L Surat Nomor 330/APBI-ICMA/VIII/2014 tertanggal 26 Agustus 2014, Perihal Implikasi Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Diluar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan; Surat Nomor 331/APBI-ICMA/VIII/2014, tertanggal 27 Agustus 2014, Perihal Implikasi Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan; Surat Nomor 019/APBI-ICMA/III/2015 dan Nomor 056/API- IMA/III/2015 tertanggal 31 Maret 2015 Tentang Permohonan Peninjauan Kembali PP Nomor 24 Tahun 2010 dan PP Nomor 33 Tahun 2014; Surat Nomor 349/APBI-ICMA/VIII/2014 tertanggal 28 Agustus 2014 Perihal Permohonan Pembatalan Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Jenis Tarif dan Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Sektor Kehutanan; Surat Nomor 030/APBI-ICMA/V/2015, tertanggal 25 Mei 2015 , Perihal Permohonan Peninjauan Kembali Peraturan Menteri Kehutanan No.P.16/Menhut-II tanggal 20 Maret 2014 dan No.P.87/Menhut- II/2014 tanggal 29 September 2014; Surat Nomor 035/APBI-ICMA/VI/2015, tertanggal 26 Juni 2015 , Perihal Masukan Terhadap Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan hutan; Surat Nomor 001/APBI-ICMA/I/2016, tertanggal 11 J anuar i 2016, Perihal Permohonan Pembahasan Kembali Revisi Rancangan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan; Surat Nomor 030/APBI-ICMA/IX/2016, tertanggal 7 September 2016 , Perihal Tanggapan Terhadap Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. No.P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang 'I Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan ("Permenlhk P.50/2016”) Surat Nomor 146/API/IMA/XII/2016, Nomor 037/APBI-ICMA/XII/2014 , Tertanggal 19 Desember 2016, Perihal Permohonan Dukungan Penye!esaian Hambatan Dalam Pelaksanaan Kewajiban Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 145 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 146 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 P-10M Surat Nomor 006/API-IMA/II/2017 dan Nomor 017/APBI- ICMA/II/2017, tertanggal 27 Februari 2017, Perihal Permohonan Dukungan Penyelesaian Hambatan Dalam Pelaksanaan Kewajiban Rehabilitasi DAS Bagi Pemegang IPPKH .
P-11A P-11B P-11C P-11D Artikel Online - Royalti Naik, Perusahaan Batu Bara Terancam Bangkrut Dipublikasikan tanggal 1 Juli 2015 Sumber : https: //ekbis.sindonews.com/read/1019004/34/royalti-naik- perusahaan-batu-bara-terancam-bangkrut- 1435744806 Artikel Online - Terdampak Krisis Global, Perusahaan Tambang Tutup Dipublikasikan tanggal11 Febuari 2016 Sumber : http: //www.borneonews.co.id/berita/28470-terdampak- krisis- global-perusahaan-tambang-tutup Artikel Online - Batubara Terjun Royalti Turun Dipublikasi tanggal 09 Agustus 2015 Sumber : http: //www.gresnews.com/berita/ekonomi/9098-batubara- terjun-royalti-turun/3/ Artikel Online - Tambang Batu Bara, Awal Kloter Gulung Tikar Dipublikasikan tanggal 29 Febuar i 2016 Sumber : http: //majalahpeluang.com/tambangbatu-bara-awal- Kloter-gulung-tikar/ 12. P-12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak - vide Pasal 2 Ayat (2) dan Penjelasan Pasal 2 Ayat (2) , Pasal 3 Ayat (1) dan Ayat (2) serta Penjelasan Pasal 3 Aya t (1) dan Aya t (2). 13 P-13 Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1991 tentang Kehutanan - vide Pasal 38 Ayat (1) dan Ayat (3) dan Penjelasan Pasal 38 Ayat (1) dan Ayat (3), Pasal 42 Ayat (2) dan Ayat (3) dan Pasal 45 Ayat (1) dan Ayat (2). Menimbang, bahwa permohonan keberatan hak uji materiil tersebut telah disampaikan kepada Termohon pada tanggal 25 April 2017 berdasarkan Surat Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor 31/PER- PSG/IV/31 P/HUM/2017 , Tanggal 25 April 2017 _; _ Menimbang, bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Para Termohon telah mengajukan jawaban tanggal 21 Juni 2017, yang pada pokoknya sebagai berikut; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 146 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 147 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 I. POKOK-POKOK PERMOHONAN PEMOHON A. UJI MATERIIL TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH Bahwa pada intinya Para Pemohon mengajukan uji materi terkait ketentuan dalam PP a quo yang menyangkut:
Ketentuan yang berkaitan dengan Pembayaran PNBP dalam PP a quo (PP 33/2014, PP 24/2010, dan PP 105/2015):
Bahwa pengenaan dan pemberlakuan norma tentang pengenaan PNBP atas penggunaan seluruh area kawasan hutan yang dipinjampakaikan dan seluruh area perjanjian pinjam pakai kawasan hutan khususnya dalam rangka kegiatan pertambangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2), ayat (3) dan (5) dan Lampiran PP 33/2014, Pasal 21 ayat (1) huruf a PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf b PP 105/2015, merupakan jenis pungutan lain yang bersifat memaksa dan dapat ditagih secara memaksa yang pengaturannya harus diatur dalam bentuk UU dan bukan dengan PP, sehingga bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 dan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) UU PNBP dan Pasal 5 huruf c, d serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011.
Pasal a quo juga bertentangan dengan UU 41/1999 yang merupakan lex spesialis tentang kehutanan tersebut tidak pernah diatur dan disebutkan secara jelas dan tegas mengenai adanya PNBP atas penggunaan pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan (kegiatan non-kehutanan). Menurut Para Pemohon, UU 41/1999 tidak pernah mengatur pengenaan PNBP kepada pelaku usaha di bidang pertambangan selaku pemegang IPPKH (Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) atas timbulnya kerusakan terhadap seluruh kawasan hutan yang dipinjampakaikan, namun hanya mengatur mengenai rekognisi adanya kewajiban yang terbatas pada kawasan yang nyata telah timbul kerusakan ( limitatif ) berupa melakukan reklamasi dan rehabilitasi serta membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku usaha dengan adanya tambahan beban ekonomi terhadap adanya pungutan PNBP yang imajiner, liar, serta multi pungutan. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 147 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 148 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 2. Ketentuan yang berkaitan dengan kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) pada Pasal 21 ayat (1) huruf b PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf c PP 105/2015, bertentangan dengan bertentangan dengan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (3) jo. Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3) UU Kehutanan dan Pasal 5 huruf c, d, f serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011, karena rumusan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS di luar area IPPKH tidak diatur dan dicantumkan secara tegas dalam UU Kehutanan sehingga pemberlakuan norma kewajiban tersebut dalam bentuk PP merupakan bentuk penyelundupan norma. Dalam UU Kehutanan hanya mengatur mengenai rehabilitasi hutan di dalam area IPPKH an sich (termasuk reklamasi hutan). B. UJI MATERIIL TERHADAP PERATURAN MENTERI Bahwa Para Pemohon mengajukan uji materi terkait ketentuan dalam Permen a quo yaitu sebagai berikut:
Pasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf d, Pasal 22 huruf e dan r angka 4, Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf c Permen LHK 50/2016 yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945, UU PNBP, UU Kehutanan, dan UU 12/2011;
Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38, Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Permenlhk 89/2016yang dianggap bertentangan dengan UU Kehutanan dan UU 12/2011. Menurut Para Pemohon pada intinya menganggap kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS)di luar areal IPPKH bagi pemegang IPPKH dalam ketentuan Permen a quo harus berpedoman pada UU Kehutanan, sehingga ketentuan a quo bertentangan dengan UU Kehutanan dan juga UU 12/2011. Sehingga Para Pemohon mohon agar PP a quo dan Permen a quo dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (tidak sah) dan batal demi hukum serta tidak berlaku untuk umum. II. TENTANG KEDUDUKAN HUKUM ( LEGAL STANDING) PARA PEMOHON Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 148 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 149 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Berkenaan dengan legal standing ( persona standi in judicio ) dan kepentingan hukum Para Pemohon dalam perkara aquo , Termohon menyampaikan penjelasan sebagai berikut: PARA PEMOHON TIDAK MEMPUNYAI KEDUDUKAN HUKUM ( LEGAL STANDING ) UNTUK MENGUJI KETENTUAN PASAL 1 AYAT (2), AYAT (3) DAN (5) DAN LAMPIRAN PP 33 TAHUN 2014, PASAL 21 AYAT (1) HURUF aPP 24TAHUN 2010, PASAL 6 AYAT (2) HURUF b ANGKA 1 DAN PASAL 15 AYAT (1) HURUF B PP 105/2015 DAN PASAL 5 AYAT (2) HURUF b ANGKA 1, PASAL 19 AYAT (1) HURUF d, PASAL 22 HURUF e DAN r ANGKA 4, PASAL 47 AYAT (1) HURUF a DAN AYAT (2) HURUF c PERMEN LHK 50/2016; PASAL 15 AYAT (1), AYAT (2), DAN AYAT (3), PASAL 28 AYAT (1), AYAT (2), DAN AYAT (3), DAN AYAT (4), PASAL 30 AYAT (1) DAN AYAT (2), PASAL 38, PASAL 39 AYAT (1) DAN AYAT (2) PERMENLHK 89/2016 Bahwa ketentuan Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang berbunyi: “Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang...” Bahwa ketentuan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil, berbunyi: “Pemohon keberatan adalah kelompok masyarakat atau perorangan yang mengajukan permohonan keberatan kepada Mahkamah Agung atas berlakunya suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah dari undang-undang”. Ketentuan tersebut mensyaratkan bahwa permohonan keberatan uji materiil hanya dapat diajukan oleh pihak-pihak yang tepat dan adanya kerugian langsung yang diderita oleh pihak-pihak tersebut,dan benar- benar diakibatkan karena berlakunya peraturan perundang-undangan yang dimohonkan uji materi tersebut. Menurut Termohon, Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum didasarkan sebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 149 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 150 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 1. Bahwa dalam permohonannya Para Pemohon tidak menguraikan secara spesifik/jelas kedudukan hukumnya apakah sebagai “kelompok masyarakat atau perorangan” sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011.
Apabila menyimak pernyataan Para Pemohon ( vide halaman 1 Permohonan Para Pemohon), yang menyatakan bahwa Para Pemohon adalah Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia- Indonesian Coal Mining Association (APBI-ICMA) dan Asosiasi Pertambangan Indonesia- Indonesian Mining Association (API-IMA) yang didirikan berdasarkan akta notaris dan dalam Permohonan ini diwakili oleh Ketuanya, maka menurut Termohon, pernyataan tersebut tidak memberikan kejelasan mengenai status kedudukan hukum Para Pemohon, apakah kedudukan Para Pemohon sebagai sebuah asosiasi atau organisasi, apakah asosiasi atau organisasi tesebut telah terdaftar sebagai suatu badan hukum atau tidak, apakah badan hukum tersebut berbentuk perkumpulan atau berbentuk yayasan, dan apakah badan hukum tersebut telah disahkan menurut hukum oleh pihak Kementerian Hukum dan HAM RI. Hal-hal tersebutlah yang tidak terurai/dijelaskan oleh Para Pemohon dalam permohonannya, sehingga menimbulkan ketidakjelasan permohonan.
Menurut Termohon, terkait dengan adanya kerugian langsung yang diderita oleh Para Pemohon yang diakibatkan karena berlakunya peraturan perundang-undangan yang dimohonkan uji materi tersebut, Termohon sama sekali tidak melihat adanya kerugian tersebut. Hal ini didasarkan pada pernyataan Para Pemohon dalam permohonannya ( vide angka 10 halaman 7 permohonan Para Pemohon), yang menyatakan “berlakunya ketentuan - ketentuan a quo dan Permen a quo telah merugikan hak anggota-anggota Para Pemohon khususnya terkait dengan beban pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan kewajiban penanaman dalam rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS)”. Menurut Termohon kerugian yang dialami tersebut bukan merupakan kerugian yang diderita Para Pemohon melainkan anggapan kerugian dari anggota-anggota Para Pemohon. Mekanisme yang dimiliki oleh Para Pemohon untuk menyelesaikan suatu persoalan/permasalahan-permasalahan, termasuk masalah Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 150 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 151 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 PNBP dan kewajiban penanaman dalam rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS)yang dihadapi anggota-anggota Para Pemohon, adalah dengan cara “memberikan kepada pemerintah saran-saran yang penting mengenai masalah-masalah industri pertambangan serta komunikasi dan konsultasi dengan Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah industri pertambangan batubara ” bukan dengan cara mengajukan judicial review. Hal ini merujuk pada pernyataan Para Pemohon mengenai maksud dan tujuan didirikannya Asosiasi Pertambangan Indonesia- Indonesia Mining Association yang dibentuk tanggal 26 Januari 1988 ( vide angka 9 halaman 7 permohonan Para Pemohon) dan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia- Indonesian Coal Mining Association yang dibentuk tanggal 22 Maret 2007 ( vide angka 8 halaman 6 permohonan Para Pemohon) yaitu: membantu Pemerintah di dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk menggalakkan perkembangan industri pertambangan dan untuk memanfaatkan keterangan-keterangan yang tidak bersifat rahasia dan tidak merupakan hak milik guna memajukan eksplorasi penambangan, pemurnian hasil-hasil tambang serta aspek-aspek yang bertalian dengan metalurgi di Indonesia, memberikan saran-saran untuk industri pertambangan di Indonesia dan meningkatkan kesadaran dan pengertian atas masalah-masalah penting (kritis) yang menyangkut industri pertambangan seutuhnya, memberikan kepada pemerintah saran-saran yang penting mengenai masalah-masalah industri pertambangan, menyebarkan secara luas keterangan mengenai kebijakan dan peraturan-peraturan pemerintah kepada-anggota dan menyebar-luaskan citra positif mengenai usaha pertambangan kepada khalayak umum. Didalam anggaran dasar Para Pemohon tidak tercantum pasal yang menyatakan bahwa Para Pemohon mewakili kepentingan anggotanya didalam maupun diluar pengadilan, sehingga jika terdapat kerugian oleh para anggota Pemohon terkait berlakunya suatu ketentuan maka yang seharusnya mengajukan gugatan hukum/permohonan uji materi ke pengadilan adalah anggota-anggota Para Pemohon yang kepentingannya dirugikan, mengingat tidak semua perusahaan pertambangan menjadi anggota Para Pemohon. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 151 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 152 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Bahwa Para Pemohon pernah mengajukan uji materi terhadap Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (3) huruf a dan Pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014, dan telah diputus oleh Mahkamah Agung dengan putusan No. 16P/HUM/2015 pada tanggal 8 Desember 2015 dengan amar putusan permohonan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima (NO)( vide Bukti T-1). Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung tersebut, maka Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) dalam pengajuan permohonan HUM atas perkara tersebut. Berdasarkan uraian tersebut di atas, adalah tepat jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Agung menyatakan Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) dan karenanya permohonan Para Pemohon wajib dinyatakan tidak dapat diterima ( NIET ONVANKELIJK VERKLAARD) . III. LATAR BELAKANG TERBITNYA PERATURAN PEMERINTAH A QUO DAN PERATURAN MENTERI A QUO Sebelum Termohon memberikan tanggapan atas permohonan Para Pemohon, Termohon akan menyampaikan landasan filosofi sebagai berikut:
Latar Belakang Terbitnya Norma Kewajiban Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan Sebagaimana Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014, Pasal 21 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010, Pasal 6 Ayat (2) Huruf b Angka 1 dan Pasal 15 Ayat (1) Huruf B, Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2015 sertaPasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf d, Pasal 22 huruf e dan r angka 4, Pasal 47 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf c Peraturan Menteri LHK Nomor 50/2016; Bahwa hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya wajib disyukuri. Karunia yang diberikan-Nya, dipandang sebagai amanah, karenanya hutan harus diurus dan dimanfaatkan dengan akhlak mulia dalam rangka beribadah, sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 152 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 153 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Maha Esa. Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mewajibkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan berkelanjutan. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan dengan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung-gugat. Hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, keberadaannya harus dipertahankan secara optimal dengan luasan yang cukup dan dijaga agar daya dukungnya tetap lestari. Pembangunan kehutanan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang tidak terpisahkan sehingga harus selaras dengan dinamika pembangunan nasional. Penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Penggunaan kawasan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 153 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 154 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 hutan tersebut dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Salah satu kegiatan penggunaan kawasan hutan diluar kegiatan kehutanan adalah kegiatan pertambangan melalui pinjam pakai kawasan hutan. Pada prinsipnya bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945). Bahwa para pelaku usaha telah diberikan kesempatan untuk mengambil keuntungan atas sumber daya alam (hutan) yang seharusnya menjadi kekuasaan dari negara untuk mewujudkan kemakmuran rakyat,sehingga negara harus memperoleh kompensasi atas hilangnya sumber daya alam tersebut untuk dikembalikan kepada masyarakat. Salah satu bentuk kompensasi tersebut adalah membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak kepada Negara. Untuk mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak guna menunjang pembangunan nasional, Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada Kementerian Kehutanan sebagai salah satu sumber penerimaan Negara, perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Kementerian Kehutanan telah memiliki tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada Kementerian Kehutanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Departemen Kehutanan. Namun untuk pengendalian penggunaan kawasan hutan guna menunjang pembangunan di luar kegiatan kehutanan serta untuk melakukan penyesuaian jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 154 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 155 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 kehutanan yang berlaku pada Kementerian Kehutanan, perlu mengenakan tarif terhadap seluruh area penggunaan kawasan hutan dan mengatur kembali jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan pajak yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada Kementerian Kehutanan dengan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Pemerintah perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan. Keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 menjadi penting ( conditio sine qua non ) karena dikeluarkan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Latar Belakang Terbitnya Kewajiban Penanaman Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagaimana diatur dalam Permen LHK 89/2016 a. Hutan adalah kekayaan negara yang rentan (daya dukung dan daya tampung terbatas), yang dapat dimanfaatkan tidak melebihi kemampuannya, sehingga harus dikembalikan kondisinya pada kondisi semula. Aktivitas penambangan mengeksploitasi secara besar sumber daya hutan yang ada, sehingga mustahil untuk mengembalikan sumber daya hutan sama persis seperti kondisi semula. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 155 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 156 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 b. Jika sumber daya hutan yang telah dieksploitasi tidak dapat dikembalikan seperti kondisi semula, maka Pemerintah wajib mengatur lebih lanjut secara optimal untuk mengurangi dampak- dampak yang ditimbulkannya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mewajibkan pemegang IPPKH untuk melaksanakan Reklamasi dan/atau Rehabilitasi DAS.
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (yang selanjutnya disingkat RHL) adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan.
Dalam ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, Pasal 21 ayat (1) huruf b PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf c PP 105/2015, Pasal 5 ayat 2 huruf b angka 1 PermenLHK No. 50/2015,disebutkan bahwa setiap penggunaan kawasan hutan/pemegang IPPKH wajib melaksanakan Reklamasi dan/atau Rehabilitasi. Reklamasi dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi areal yang dilakukan eksploitasi agar pulih kembali (tidak mungkin pulih kembali seperti kondisi semula). Mengingat kegiatan reklamasi oleh pemegang IPPKH tidak dapat memulihkan kembali hutan pada kondisi semula, untuk itu Pemerintah mewajibkan juga Rehabilitasi DAS di luar lokasi. Selain itu rehabilitasi DAS diluar areal izin dimaksudkan untuk mengganti kerusakan lingkungan yang bersifat permanen dan tidak dapat dipulihkan kembali pada areal izin serta untuk mengganti kerusakan lingkungan pada area sekitar lokasi yang terkena dampak akibat kegiatan IPPKH tersebut. Sebagai Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 156 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 157 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 contoh pada area IPPKH tambang emas limbah pengolahannya akan mencemari tidak hanya pada lokasi izin akan tetapi sampai di luar areal izinnya. Akibat penambangan terhadap hutan telah menimbulkan dampak sebagai berikut:
Kerusakan struktur hutan yang menyebabkan hilangnya kemampuan hutan untuk mempertahankan fungsi dan stabilitas hutan.
Hilangnya keanekaragaman flora dan fauna, karena terjadi peluang kepunahan beberapa jenis terutama jenis yang langka.
Kerusakan bentang lahan dan rusaknya fungsi hidroorologis akibat banyaknya lubang-lubang galian bekas tambang yang ditinggalkan menjadi kolam-kolam.
Hilangnya top soil yang menyebabkan hilangnya kesuburan tanah bahkan sampai kebatuan induk. Pengembalian kesuburan tanah diperlukan puluhan bahkan tahunan.
Meningkatnya suhu udara disekitar-sekitar.
Terjadinya pencemaran air.
Terjadinya kerusakan ekosistem. Sebagaimana pendapat ahli Prof. Dr. Ir. Djoko Marsono, Pakar Bidang Ekologi Sumberdaya Hutan UGM ( vide bukti T-3) Penanaman rehabilitasi DAS merupakan salah satu kewajiban pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) baik pemegang IPPKH tambang maupun non tambang. IPPKH untuk kegiatan pertambangan mengubah bentang alam, mengubah hutan alam menjadi hutan tanaman sehingga mengakibatkan keanekaragaman hayati di Indonesia berkurang, sedangkan IPPKH untuk kegiatan non pertambangan tidak mengubah bentang alam. Kegiatan yang ditimbulkan oleh IPPKH untuk pertambangan pada umumnya menimbulkan kerusakan kawasan hutan lebih besar dibandingkan kerusakan yang ditimbulkan oleh IPPKH untuk non pertambangan. Berdasarkan data bulan Mei tahun 2017 di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terdapat 717 IPPKH yang berkewajiban melakukan penanaman rehabilitasi DAS terdiri atas 573 IPPKH Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 157 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 158 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 untuk kegiatan pertambangan dan 144 IPPKH untuk kegiatan non pertambangan. Dari 573 IPPKH untuk kegiatan pertambangan, 52 IPPKH telah melakukan penanaman dan dari 144 IPPKH untuk kegiatan non pertambangan, 10 IPPKH telah melakukan penanaman.Alangkah tidak adilnya jika pemegang IPPPKH untuk pertambangan yang telah melakukan kerusakan lebih besar justru tidak mau melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS ( vide bukti T-.2). Bahwa penerbitan ketentuan kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS sebagaimana diatur dalam objek permohonan HUM a quo sudah memperhatikan aspek sosiologis dan yuridis sebagaimana dimaksud UU No. 12/2011, yaitu:
Aspek Sosiologis Bahwa penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS merupakan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan sebagai upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung perlindungan sistem penyangga kehidupan tetap terjaga (vide penjelasan umum PP Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan). Dalam konteks pengelolaan DAS, apabila terjadi kerusakan pada suatu tempat akan berpengaruh pada tempat yang lain dalam suatu daerah aliran sungai. Dengan demikian, kegiatan IPPKH pertambangan dalam satu DAS pada suatu tempat akan berpengaruh di tempat yang lain. Apabila terjadi kerusakan di areal pertambangan, areal di luar areal pertambangan juga akan ikut rusak, sehingga perlu dilakukan reklamasi dan/atau rehabilitasi.
Aspek Yuridis Bahwa kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS sebagaimana diatur dalam objek permohonan HUM a quo merupakan pelaksanaan atas peraturan diatasnya yaitu UU No. 41/1999 yaitu: Pasal 45 Ayat (1), (2), dan (4): Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 158 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 159 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 (1) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) yang mengakibatkan kerusakan hutan, wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan pemerintah.
Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan, wajib dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan.
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dengan demikian ketentuan dalam objek permohonan a quo yang mewajibkan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS bagi Pemegang IPPKH yang dilakukan diluar areal IPPKH secara hukum tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. IV. JAWABAN TERMOHON TERHADAP POKOK PERMOHONAN PARA PEMOHON 1. Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan: Bahwa pengenaan dan pemberlakuan norma tentang pengenaan PNBP atas penggunaan seluruh area kawasan hutan yang dipinjam pakaikan dan seluruh area perjanjian pinjam pakai kawasan hutan khususnya dalam rangka kegiatan pertambangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2), ayat (3) dan (5) dan Lampiran PP 33/2014, Pasal 21 ayat (1) huruf a PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf b PP 105/2015, merupakan jenis pungutan lain yang bersifat memaksa dan dapat ditagih secara memaksa yang pengaturannya harus diatur dalam bentuk UU dan bukan dengan PP, sehingga bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 dan Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU PNBP dan Pasal 5 huruf c, d serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011 (halaman 16). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 159 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 160 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 a. Bahwa UU PNBP sebagai pelaksanaan dari amanat Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”, telah mengatur Penerimaan Negara Bukan Pajak ke dalam beberapa kelompok jenis PNBP sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UU PNBP. Untuk mengantisipasi adanya potensi dari Penerimaan Negara yang bisa menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak, maka selain jenis kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU PNBP, juga diatur mengenai jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak lainnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah ( vide Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) UU PNBP).
Bahwa UU PNBP dibentuk pada tahun 1997, sedangkan potensi jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum dapat teridentifikasi sangatlah banyak, dan mengingat penetapan tarif perlu mengikuti perubahan ekonomi yang sangat dinamis, sehingga perlu penyesuaian dan tidak mungkin semua diatur dalam Undang-Undang, oleh karena itu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah ( vide Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) UU PNBP).
Bahwa adapun jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah juga harus dikemukakan kepada Dewan Perwakilan Rakyat RI untuk dibahas dan disusun dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( vide Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PNBP).
Dalam Hukum Tata Negara, dikenal adanya teori “ Delegatie van Recht Geven” yaitu delegasi yang diberikan oleh perundang- undangan. Bahwa delegasi tersebut dimungkinkan dalam Undang-Undang disebabkan undang-undang tidak mungkin mengatur segala hal secara terperinci termasuk jenis dan tarif penerimaan bukan pajak. Dengan demikian, diperlukan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan yang masih Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 160 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 161 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 bersifat umum dalam Undang-Undang ke dalam peraturan lain yang bersifat turunannya.
Selanjutnya Pemerintah memiliki tugas menyelenggarakan kesejahteraan umum, sedangkan undang-undang tidak mungkin mengatur secara terperinci hal tersebut, sehingga Pemerintah diberikan kebebasan bertindak ( freies ermessen ), dengan ketentuan kebebasan bertindak tersebut harus sesuai dengan undang-undang dan AUPB. Oleh karena itu undang-undang memberikan delegasi kepada pemerintah, untuk membentuk peraturan pelaksananya.
Berkaitan dengan Diskresi secara umum juga bisa dilakukan tidak hanya karena diskresi semata-mata tetapi diberi dasar oleh undang-undang ( delagatie van recht geven ). Artinya undang- undang sendiri yang memberikan pendelegasian tersebut, dalam hal ini UU PNBP telah memberikan pendelegasian untuk menetapkan jenis dan tarif PNBP melalui peraturan pemerintah, yakni melalui PP 33/2014.
Bahwa mencermati ketentuan sebagaimana disebutkan diatas, PNBP sebagaimana dimaksud dalam PP 33/2014 merupakan jenis PNBP dari pemanfaatan sumber daya alam ( vide Pasal 2 ayat (1) huruf b). Bahwa Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 ayat (2) UU PNBP telah mengatur pendelegasian secara tegas, bahwa jenis dan tarif atas jenis PNBP dalam kelompok penerimaan negara bukan pajak atas pemanfaatan sumber daya alam ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dengan demikian PP 33/2014 tidak melanggar hierarki peraturan perundang- undangan.
Bahwa kewenangan untuk menetapkan tarif dalam bentuk Peraturan Pemerintah telah sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) UU PNBP. Sebagaimana diketahui bahwa “materi muatan Peraturan Pemerintah adalah untuk melaksanakan Undang-Undang sebagaimana mestinya” yang artinya bahwa Peraturan Pemerintah adalah melaksanakan perintah Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 161 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 162 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Undang-Undang yang bersangkutan ( vide Pasal 12 UU 12/2011).
Bahwa hal tersebut sebagaimana dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-VII/2009 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, menyatakan: “Bahwa pendelegasian wewenang Undang-Undang untuk mengatur lebih lanjut oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya adalah suatu kebijakan pembentuk Undang-Undang yakni DPR dengan persetujuan Pemerintah ( legal policy ), sehingga dari sisi kewenangan kedua lembaga itu tidak ada ketentuan UUD 1945 yang dilanggar, artinya produk hukumnya dianggap sah. Pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, di samping untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah dengan segerasupaya ada landasan hukum yang lebih rinci dan operasional, sekaligus juga merupakan diskresi yang diberikan oleh Undang-Undang kepada Pemerintah yang dibenarkan oleh hukum administrasi.” j. Bahwa pengaturan jenis dan tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak merupakan pengaturan yang bersifat teknis sebagai pelaksanaan UU PNBP yang materi muatannya bersifat umum, dan hal ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 5 huruf c UU 12/2011 yang mengatur asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan. Sehingga apabila pengaturan jenis dan tarif PNBPdiatur dalam Undang-Undang maka menjadi tidak sesuai dengan materi muatan Undang-Undang yang bersifat umum.
Bahwa sesuai dengan konsideran menimbang huruf b PP No. 33 Tahun 2014 menyatakan bahwa “ ... untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (2) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak....”. Berdasarkan hal tersebut jenis dan tarif Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 162 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 163 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 PNBP sebagaimana diatur dalam PP No.33 Tahun 2014 adalah untuk melaksanakan pengaturan yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU PNBP. Sebagai pengaturan lebih lanjut dari apa yang didelegasikan UU, pengaturan jenis dan tarif PNBP yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dalam PP a quo telah sesuai dengan ketentuan pembentukan peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahwa pengaturan jenis dan tarif PNBP berupa penggunaan kawasan hutan berdasarkan Peraturan Pemerintah a quo , telah sejalan dengan pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Agung RI No. 62 P/HUM/2013 (halaman 56 alinea terakhir s/d halaman 59), yang pada intinya menyatakan pada prinsipnya setiap pungutan yang bersifat memaksa oleh negara termasuk PNBP ditetapkan dengan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah vide Pasal 23A UUD 1945 dan Pasal 2 ayat (3), Pasal 3 ayat (2) UU PNBP. Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, terhadap dalil Para Pemohon yang menganggap pengaturan jenis dan tarif PNBP yang merupakan jenis pungutan lain yang bersifat memaksa dan dapat ditagih secara memaksa yang seharusnya diatur dalam bentuk UU dan bukan dengan Peraturan Pemerintah dianggap bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 dan Pasal 3 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU PNBP dan Pasal 5 huruf c, d serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011 adalah tidak benar dan tidak beralasan.
Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan: Bahwa Pasal a quo juga bertentangan dengan UU Kehutanan yang merupakan lex spesialis tentang kehutanan tersebut tidak pernah diatur dan disebutkan secara jelas dan tegas mengenai adanya PNBP atas penggunaan pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan (kegiatan non-kehutanan). Menurut Para Pemohon, UU Kehutanan tidak pernah mengatur pengenaan PNBP oleh pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH (Ijin Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 163 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 164 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Pinjam Pakai Kawasan Hutan) atas timbulnya kerusakan terhadap seluruh kawasan hutan yang dipinjam pakaikan, namun hanya mengatur mengenai rekognisi adanya kewajiban yang terbatas pada kawasan yang nyata telah timbul kerusakan ( limitatif ) berupa melakukan reklamasi dan rehabilitasi serta membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku usaha dengan adanya tambahan beban ekonomis terhadap adanya pungutan PNBP yang imajiner, liar, serta multi pungutan (halaman 28). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah undang-undang yang mencakup pengaturan yang luas tentang hutan dan teknis kehutanan, serta memberikan landasan hukum yang lebih kokoh dan lengkap bagi pembangunan kehutanan saat ini dan masa yang akan datang. Sedangkan UU yang mengatur khusus mengenai penentuan jenis dan tarif PNBP ( lex spesialis ) adalah UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Sehingga untuk pengaturan jenis dan tarif PNBP dibidang kehutanan tunduk pada UU No. 20/1997. Dengan demikian, UU 41/1999 bukanlah ketentuan mengatur mengenai PNBP yang berasal dari penggunaan kawasan hutan seperti yang di dalilkan Para Pemohon.
Bahwa kelompok PNBP yang berasal dari penggunaan Kawasan Hutan/dalam ketentuan PP 33/2014 a quo, termasuk dalam kelompok sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PNBP yaitu kelompok penerimaan negara bukan pajak meliputi penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) UU PNBP diatur bahwa Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum tercakup dalam kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 164 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 165 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 d. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP diatur bahwa Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditetapkan dalam Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yangmenetapkan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penerbitan PP No. 33 Tahun 2014, PP Nomor 24 Tahun 2010, dan PP Nomor 105 Tahun 2015 serta PermenLHK No. 50/2016 khususnya yang mengatur mengenai kewajiban pembayaran PNBP kepada Negara adalah sudah tepat dan benar.
Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan: Perumusan dan pemberlakuan norma tentang pengenaan PNBP atas penggunaan seluruh area kawasan hutan yang dipinjam pakai kawasan hutan telah memberikan beban ekonomis yang sangat luar biasa oleh para pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH berupa munculnya multi pungutan dan perlakuan diskriminatifdari adanya pengenaan PNBP tersebut . Adanya beban multi pungutan dan perlakuan diskriminatif tersebut memberikan dampak kerugian yang sangat signifikan bagi para pelaku usaha bidang pertambangan pemegang IPPKH (halaman 31). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut:
Berdasarkan konsultasi publik dan pembahasan yang dilakukan beberapa kali dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian KOMINFO, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sekretariat Negara, Prof. Suparmoko, MA (Pakar Ekonomi dan Lingkungan), Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), Asosiasi Pertambangan Indonesia-Indonesia Mining Association (IMA), Asosiasi Perminyakan Indonesia, Asosiasi Industri Penunjang Migas, Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Asosiasi Kontraktor Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 165 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 166 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI), Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Asosiasi Pengelolaan Hutan Indonesia (APHI), Asosiasi Pengendali Pencemaran Lingkungan Indonesia (APPLI), dan Ikatan Profesional Lingkungan Hidup Indonesia (IPLHI) sampai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 membuktikan bahwa Pemohon turut terlibat atau ikut serta dalam pembahasan penyempurnaan PP No. 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan dan menyepakati kenaikan tarif PNBP sebesar 30% untuk seluruh kategori L1, L2, dan L3. Berdasarkan hal tersebut diatas, justru menunjukkan bahwa Para Pemohon tidak konsisten dalam menanggapi permasalahan yang ada sehingga dengan demikian tidak terdapat kerugian konstitusional dari Para Pemohon.
Bahwa filosofi Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan adalah pengganti lahan kompensasi . Lahan kompensasi untuk Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) komersil pada wilayah yang mempunyai hutan < 30% adalah ratio 1 : 2 berdasarkan luas total area IPPKH sehingga Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dikenakan terhadap seluruh areal IPPKH.
Negara telah memberikan hak kepada pemegang IPPKH terhadap seluruh area Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan-nya, sehingga negara harus mendapat kompensasi atas “ opportunity lose ” seluruh area IPPKH yang diberikan tersebut.
Apabila area pengembangan/area penyangga tidak digunakan maka keuntungan yang diperoleh adalah tidak diperlukan reklamasi dan hanya dikenakan 1 x tarif (biaya lebih rendah daripada 4 x tarif), sedang jika area tersebut digunakan, maka Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 166 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 167 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 wajib direklamasi dan juga dikenakan tarif PNBP 4 x tarif (biaya tinggi).
Pada kenyataan banyak pelaku usaha tidak mengusahakan atau mengerjakan seluruh areal yang diberikan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), sebagai contoh berdasarkan data yang ada pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdapat beberapa perusahaan yang mendapatkan areal IPPKH dengan luasan yang besar namun tidak dikerjakan dengan maksimal yaitu:
PT. Indexim Coalindo Pemegang IPPKH berdasarkan SK Menhut No. SK. 837/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014 dengan luas areal kerja 5.732,72 Ha dengan realisasi penggunaan kawasan hutan sampai dengan saat ini belum terdapat kegiatan (Sumber Berita Acara Verifikasi tahun 2016) ( vide bukti T- 4a).
PT. Batubara Duaribu Abadi Pemegang IPPKH berdasarkan SK Menhut No. SK.681/Menhut-II/2009 tanggal 16 Oktober 2009 dengan luas areal kerja 1.4832,98 Ha dengan realisasi penggunaan kawasan hutan sampai dengan saat ini seluas 224,40 Ha (Sumber Berita Acara Verifikasi tahun 2013) ( vide bukti T- 4b).
PT. Karimun Granite Pemegang IPPKH berdasarkan SK Menhut No. SK. 172/Menhut-II/2013 tanggal 21 Maret 2013 dengan luas areal kerja 1.834,47 Ha dengan realisasi penggunaan kawasan hutan sampai dengan saat ini seluas 157,40 Ha (Sumber Berita Acara Verifikasi tahun 2015) ( vide bukti T- 4c.).
Apabila yang dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan hanya area terganggu saja, maka Negara mengalami kerugian antara lain :
Negara tidak mendapatkan kompensasi atas area pengembangan/area penyangga; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 167 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 168 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 2) Negara tidak dapat memberikan area pengembangan/area penyangga kepada pihak lain yang ingin menggunakan area tersebut.
Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan: Perumusan dan pemberlakuan norma tentang PNBP atas penggunaan seluruh area kawasan hutan yang dipinjam pakai tidak mencerminkan dan bertentangan dengan asas dapat dilaksanakan dan asas keadilan (halaman 43). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut:
Berdasarkan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan RI pada kriteria L3 seharusnya mempunyai faktor pengali tertinggi dalam rumus Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan, karena L3 mempunyai dampak kerusakan lingkungan terparah dari semua kriteria area penggunaan kawasan hutan.
Menurut Prof. Suparmoko, MA (Pakar Ekonomi dan Lingkungan) PP No. 2 Tahun 2008 sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini akibat adanya peningkatan nilai-nilai yang terkandung dalam kawasan hutan, adanya nilai inflasi dan kenaikan dampak kerusakan lingkungan, nilai intrinsik sumber daya hutan yang hilang akibat dari penggunaan kawasan hutan sebesar ± Rp. 85 Juta/Ha/Tahun.
Berdasarkan konsultasi publik yang diselenggarakan pada tanggal 2 Oktober 2012 yang dihadiri oleh wakil-wakil dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian KOMINFO, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sekretariat Negara, Prof. Suparmoko, MA (Pakar Ekonomi dan Lingkungan), Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), Asosiasi Pertambangan Indonesia-Indonesia Mining Association (IMA), Asosiasi Perminyakan Indonesia, Asosiasi Industri Penunjang Migas, Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI), Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 168 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 169 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Asosiasi Pengelolaan Hutan Indonesia (APHI), Asosiasi Pengendali Pencemaran Lingkungan Indonesia (APPLI), dan Ikatan Profesional Lingkungan Hidup Indonesia (IPLHI). Adapun hasil konsultasi publik tersebut salah satunya adalah pada prinsipnya seluruh peserta rapatsepakat untuk menaikkan tarif PNBP sebesar 30% untuk seluruh kategori L1, L2, dan L3.
Pembahasan tanggal Pada tanggal 30 Oktober 2012 yang dipimpin oleh Sekretaris Menko Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Kerja Regulasi KP3EI menghasilkan kesimpulan antara lain seluruh peserta rapat sependapat dengan rencana kenaikan tarif 30% karena tarif PNBP yang berlaku saat ini masih tergolong rendah sehingga sudah saatnya perlu disesuaikan dengan nilai inflasi yang ada.
Selain itu penyesuaian terhadap rumus pengali PNBP PKH yang semula kriteria L3 hanya dikenakan 2 kali tarif berubah menjadi 7 kali tarifdilakukan juga karena mempertimbangkan bahwa kriteria L3 merupakan area yang terkena dampak paling parah dan secara teknis tidak dapat direklamasi bahkan bisa dikatakan merupakan wilayah lost land. f. Perubahan formula tersebut juga telah memperhatikan 3 aspek yaitu:
Aspek kepastian Pengusaha : ketentuan kenaikan tarif yang jelas memberi kepastian para pengusaha untuk memperhitungkan kelayakan usahanya. Dengan pembayaran PNBP tersebut, pengusaha dapat secara pasti menjalankan usahanya. Pemerintah : ketentuan kenaikan tarif dengan kriteria yang jelas memberi kepastian penghitungan rencana dan target PNBP Masyarakat : kenaikan tarif ini memberi kepastian pada masyarakat bahwa setiap penggunaan kawasan hutan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 169 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 170 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 disertai dengan kompensasi PNBP dengan nilai yang layak akan digunakan untuk program pembangunan sumber daya hutan yang berkelanjutan melalui mekanisme APBN.
Aspek keadilan Pengusaha : aspek keadilan dapat dilihat dari kenaikan tarif yang berbeda-beda sesuai dengan kelompok pengusahaan dan kriteria penggunaan kawasan hutan. Ketentuan besaran tarif berdasarkan pendekatan Cost Plus yaitu pengusaha membayar lebih besar karena manfaat ekonomi yang diperoleh pengusaha juga lebih besar atau dalam rangka pengendalian penggunaan kawasan hutan untuk melindungi kelestarian lingkungan/alam/sumber daya hutan. Pemerintah : kenaikan tarif dan perluasan objek PNBP adalah sebagai ganti kompensasi dari oppurtuni lost yang telah diberikan kepada pengusaha. Kenaikan hanya ± 30% dan kenaikan koofisien L3 menjadi 7x karena adanya punishment terhadap dampak kerusakan parah yang ditimbulkan dan negara harus mendapat kompensasi untuk itu untuk memperbaiki dan memelihara L3. Masyarakat : kenaikan tarif dan kenaikan koofisien memberikan rasa keadilan kepada masyarakat karena masyarakat mendapat kompensasi atas program pembangunan sumber daya hutan yang berkelanjutan melalui pemanfaatan PNBP.
Aspek manfaat Kenaikan tarif ini bermanfaat untuk kepastian berusaha, keadilan bagi Pemerintah dan masyarakat.
Termohon tidak sependapat dengan anggapan/argumentasi Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan : Ketentuan yang berkaitan dengan Kewajiban Penanaman dalam Rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) pada Pasal 21 ayat Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 170 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 171 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 (1) huruf b PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf c PP 105/2015, Permen LHK 50/2016 dan Permenlhk 89/2016bertentangan dengan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (3) jo. Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3) UU 41/1999 dan Pasal 5 huruf c, d, f serta Pasal 6 ayat (1) huruf g UU 12/2011 karena rumusan norma tentang kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS di luar area IPPKH tidak diatur dan dicantumkan secara tegas dalam UU Kehutanan sehingga pemberlakuan norma kewajiban tersebut dalam bentuk PP merupakan bentuk penyelundupan norma. Dalam UU Kehutanan hanya mengatur mengenai rehabilitasi hutan di dalam area IPPKH an sich (termasuk reklamasi hutan). Terhadap alasan/anggapan Para Pemohon diatas, Termohon memberikan penjelasan sebagai berikut:
Bahwa ketentuan Pasal 12 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan bahwa “Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya” Penjelasan: Yang dimaksud dengan “menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya” adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan b. Menurut Maria Farida Indrati Soeprapto dalam bukunya yang berjudul Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya hal. 131 berpendapat bahwa materi muatan PP adalah keseluruhan materi muatan Undang-undang yang dilimpahkan kepadanya, atau dengan perkataan lain materi muatan PP adalah sama dengan materi muatan Undang-undang sebatas pada yang dilimpahkan kepadanya.
Ketentuan Pasal 45 UU No. 41 Tahun 1999 mengatur:
Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) yang mengakibatkan kerusakan hutan, Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 171 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 172 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan pemerintah.
Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan, wajib dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan.
Pihak-pihak yang menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan di luar kegiatan kehutanan yang mengakibatkan perubahan permukaan dan penutupan tanah, wajib membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi.
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah . Bahwa jika dilihat dari materi muatan dalam ketentuan Pasal 21 PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b dan Pasal 15 ayat (1) huruf c PP 105/2015 dimaksud, ketentuan-ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 45 jo. Pasal 38 UU 41/1999. Suatu Undang-Undang memuat peraturan yang bersifat umum, abstrak dan tidak mengatur semua hal secara terperinci. Oleh karena PP sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 38 UU 41/1999 menjabarkan ketentuan lebih lanjut mengenai pola reklamasi dan atau rehabilitasi yang ditetapkan pemerintah. Dengan demikian apabila ditinjau dari hierarki perundang- undangan, maka dikeluarkan PP 24/2010 jo. PP 105/2015 tidak bertentangan dengan asas kesesuaian jenis, hierarki dan materi muatan.
Bahwa selanjutnya PP juga tidak dapat mengatur semua hal terutama peristiwa konkret yang terjadi sehingga PP juga memberikan wewenang kepada organ pemerintah untuk menyelesaikan peristiwa konkret tersebut serta untuk memenuhi kepentingan atau untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu yang dibenarkan oleh hukum.
Berdasarkan Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur:
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 172 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 173 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang- Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Penjelasan: Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Peraturan Menteri” adalah peraturan yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “berdasarkan kewenangan” adalah penyelenggaraan urusan tertentu pemerintahan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Bahwa menurut Dr. Ridwan, SH. M.Hum. dalam bukunya Diskresi dan Tanggung jawab Pemerintah hal. 155 berpendapat secara umum diskresi dan peraturan kebijakan dianggap sah jika memenuhi syarat-syarat yang berupa legalitas ( legality ) dan rasionalitas ( rationality ) yang meliputi pertimbangan yang relevan ( relevan consideration ), kejujuran dan keterbukaan, tujuan yang layak ( proper purpose ), dan konsistensi ( consistency ). Dengan demikian atas dasar diskresi yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada Pemerintah, maka Pemerintah cq. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan peraturan mengenai pola reklamasi dan rehabilitasi yang telah diatur dalam PP tersebut melalui Permen LHK RI No. 50 Tahun 2016, Permen LHK RI 89/2016 untuk mengatur lebih rinci terkait reklamasi dan rehabilitasi DAS kawasan hutan yang digunakan kegiatan pertambangan. Sebagaimana telah Termohon jelaskan diatas bahwa kegiatan pertambangan pada areal IPPKH telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang tidak hanya dirasakan disekitar lokasi tambang saja tetapi juga dirasakan ditempat lain (areal terdampak). Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 173 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 174 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Akibat penambangan pada areal IPPKH terhadap kawasan hutan menimbulkan:
Kerusakan struktur hutan yang menyebabkan hilangnya kemampuan hutan untuk mempertahankan fungsi dan stabilitas hutan.
Hilangnya keanekaragaman flora dan fauna, karena terjadi peluang kepunahan beberapa jenis terutama jenis yang langka.
Kerusakan bentang lahan dan rusaknya fungsi hidroorologis akibat banyaknya lubang-lubang galian bekas tambang yang ditinggalkan menjadi kolam-kolam.
Hilangnya top soil yang menyebabkan hilangnya kesuburan tanah bahkan sampai kebatuan induk. Pengembalian kesuburan tanah diperlukan puluhan bahkan tahunan.
Meningkatnya suhu udara disekitar-sekitar.
Terjadinya pencemaran air.
Terjadinya kerusakan ekosistem. Bahwa setiap pemegang IPPKH wajib melaksanakan Reklamasi dan/atau Rehabilitasi. Reklamasi dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi areal yang dilakukan eksploitasi agar pulih kembali (padahal sebenarnya tidak mungkin pulih kembali seperti kondisi semula karena kerusakan yang ditimbulkan). Atas dasar pemikiran bahwa reklamasi oleh pemegang IPPKH tidak dapat mengembalikan hutan pada kemampuan dan atau kondisi semula, untuk itu Pemerintah mewajibkan juga Rehabilitasi DAS di luar lokasi. Hal ini dilakukan agar kerusakan lingkungan secara makro tidak semakin bertambah. Sebagaimana pendapat ahli Prof. Dr. Ir. Djoko Marsono, Pakar Bidang Ekologi Sumberdaya Hutan UGM ( vide bukti T-3). V. KESIMPULAN Berdasarkan uraian dan fakta hukum yang telah disampaikan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Terkait dengan kewajiban pemegang IPPKH membayar PNBP penggunaan kawasan hutan, reklamasi, dan melakukan penanaman dalam rangka rehabiltasi DAS tersebut, dapat Termohon sampaikan sebagai berikut: Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 174 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 175 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 a. Mengingat penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan tersebut, belum sepenuhnya memberikan penghargaan terhadap nilai manfaat hutan yang hilang, maka perluada kompensasi kepada Negara berupa lahan untuk dijadikan kawasan hutan (lahan kompensasi). Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan tersebut, sebelum berlakunya:
PP Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Departemen Kehutanan;
PP Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan PP 105 Tahun 2015; baik yang berada dalam kawasan yang hutan yang luasnya di atas 30 % atau dibawah 30%, pemegang IPPKH pertambangan dikenakan kewajiban menyediakan lahan kompensasi yang dijadikan kawasan hutan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.12/Menhut-II/2004 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, sebagaimana telah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 64/Menhut-II/2006.
Dengan pertimbangan lahan kompensasi sulit diperoleh, maka berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2004 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, khususnya untuk di wilayah provinsi yang kawasan hutan yang luasnya di atas 30%, kewajiban pemegang IPPKH pertambangan menyediakan lahan kompensasi diganti dengan PNBP, sedangkan untuk di wilayah provinsi yang kawasan hutan yang luasnya di bawah 30%, tetap dikenakan kewajiban menyediakan lahan kompensasi.
Dengan pertimbangan pemegang IPPKH pertambangan di wilayah provinsi luas kawasan hutannya di atas 30% yang hanya berkewajiban membayar PNBP, belum memberikan penghargaan nilai manfaat hutan yang hilang atas kegiatan pertambangan maka pemegang IPPKH selain membayar PNBP ditambah dengan kewajiban melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 175 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 176 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 yang dilakukan di luar areal kerja IPPKH, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf e PP No. 24/2010, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan PP No. 105/2015, Permen LHK No. 50/2016 dan Permen LHK No. 89/ 2016.
Bahwa PP No. 33/2014:
Tidak mengandung semangat diskriminasi yangmembedakan penerapan Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan;
Tidak merugikan dan mengabaikan hak-hak warga negara;
Tidak melakukan kesewenang-wenangan dalam menentukan Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan;
tidak mengabaikan kepastian hukum.
Bahwa apabila ketentuan aquo dibatalkan oleh Mahkamah Agung dapat menimbulkan:
Ketidakpastian hukum terhadap penerapan Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan b. Hilangnya nilai intrinsik sumber daya hutan yang hilang akibat dari penggunaan kawasan hutan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka ketentuan Pasal 1 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) beserta Lampiran PP 33/2014, Pasal 21 ayat (1) huruf a dan huruf b PP 24/2010, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf b dan huruf c PP 105/2015, Pasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf c dan huruf d, Pasal 22 huruf d, huruf e, huruf q angka 4 dan angka 7, dan huruf r angka 4 dan angka 5, serta Pasal 47 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf b dan huruf c Permen LHK 50/2016, Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38, Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2), beserta Lampiran Angka I sampai dengan Angka VIII Permen LHK 89/2016 tidak Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 176 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 177 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 bertentangan dengan UUD 1945, UU PNBP,UU Kehutanan, dan UU 12/2011. VI. PETITUM Berdasarkan seluruh uraian dan penjelasan di atas, Termohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan keberatan Uji Materiil a quo, dapat memberikan putusan dengan amar sebagai berikut:
Menerima Jawaban Termohon untuk seluruhnya;
Menyatakan Para Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum ( legal standing) ;
Menyatakan Menolak permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya, atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan Para Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum ( legal standing) tidak dapat diterima ( niet onvankelijk verklaard );
Menyatakan Pasal 1 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), beserta Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan, Pasal 21 ayat (1) huruf a dan huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, Pasal 6 ayat (2) huruf b angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) huruf b dan huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, Pasal 5 ayat (2) huruf b angka 1, Pasal 19 ayat (1) huruf c dan huruf d, Pasal 22 huruf d, huruf e, huruf q angka 4 dan angka 7, dan huruf r angka 4 dan angka 5, serta Pasal 47 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf b dan huruf c Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38, Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2), beserta Lampiran Angka I sampai dengan Angka VIII Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 177 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 178 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai tidak bertentangan dengan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak,Pasal 45 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dan Pasal 3 ayat (1), Pasal 5 huruf c, d serta Pasal 6 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Atau dalam hal Yang Mulia Majelis Hakim Agung di Mahkamah Agung berpendapat lain, mohon putusan yang bijaksana dan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ). Menimbang, bahwa untuk mendukung dalil-dalil permohonannya, Pemohon telah mengajukan surat-surat bukti, yaitu sebagai berikut: NO KODE BUKTI NAMA BUKTI KETERANGAN 1. T-1 Putusan Mahkam a h Agung RI No . 16P /HUM/2015, tanggal 8 Desember 2015 Para Pemohon pernah mengajukan uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 dan dinyatakan permohonan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima (NO).
T-2 Data Pemegang IPPKH yang berkewajiban melakukan penanaman rehabilitasi DAS bulan Mei tahun 2017 di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dari 573 IPPKH untuk kegiatan pertambangan, 52 IPPKH telah melakukan penanaman dan dari 144 IPPKH untuk kegiatan non pertambangan, 10 IPPKH telah melakukan penanaman.
T-3 Pendapat Ahli Prof. Dr . Ir.Djoko Marsono, Pakar Bidang Ekologi Sumberdaya Hutan UGM Kegiatan reklamasi oleh pemegang IPPKH tidak dapat memulihkan kembali hutan pada kondisi semula, untuk itu Pemerintah mewajibkan juga Rehabilitasi DAS di luar lokasi . Selain itu rehabilitasi DAS diluar areal izin dimaksudkan untuk mengganti kerusakan lingkungan yang bersifat permanen dan tidak dapat dipulihkan kembali pada areal izin serta untuk mengganti kerusakan lingkungan pada area sekitar lokasi yang terkena dampak akibat kegiatan IPPKH tersebut .
T-4a PT. Indexim Coalindo Pemegang IPPKH berdasarkan SK Menhut Contoh perusahaan yang mendapatkan areal IPPKH dengan luasan yang besar namun tidak dikerjakan dengan maksimal. Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 178 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 179 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 No.SK.837/Menhut- II/2014 tanggal 29 September 2014.
T-4b PT. Batubara Duaribu Abadi Pemegang IPKKH berdasarkan SK Menhut No.SK.681/Menhut- II/2009. Contoh perusahaan yang mendapatkan areal IPPKH dengan luasan yang besar namun tidak dikerjakan dengan maksimal.
T-4c PT. Karimun Granite Pemegang IPPKH berdasarkan SK Menhut No. SK.172/Menhut- II/2013 tanggal 21 Maret 2013 Contoh perusahaan yang mendapatkan areal IPPKH dengan luasan yang besar namun tidak dikerjakan dengan maksimal. PERTIMBANGAN HUKUM Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan keberatan hak uji materiil adalah sebagaimana tersebut di atas; Menimbang, bahwa yang menjadi objek permohonan keberatan hak uji materiil adalah:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan, Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 dan Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Angka 1, Angka 2 dan Angka 3;
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 Tentang Pedoman Penanaman Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 179 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 180 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daeran Aliran Sungai Berikut Lampiran Angka Romawi I Sampai Dengan Lampiran Angka Romawi VIII; Menimbang, bahwa sebelum Mahkamah Agung mempertimbangkan tentang substansi permohonan yang diajukan Para Pemohon, maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan apakah permohonan a quo memenuhi persyaratan formal permohonan hak uji materiil, yaitu apakah Objek Permohonan merupakan peraturan perundang-undangan di bawah Undang- Undang dan apakah Para Pemohon mempunyai kedudukan hukum ( legal standing) untuk mengajukan permohonan hak uji materiil; Kewenangan Mahkamah Agung Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945, Pasal 20 ayat 2 huruf b UU 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasan Kehakiman, Pasal 31 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil disebutkan bahwa “Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”; Menimbang, bahwa yang menjadi objek permohonan dalam permohonan a-quo adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016; Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf d dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri adalah termasuk jenis peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, oleh karenanya Mahkamah Agung berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan a-quo ; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 180 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 181 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Kedudukan Hukum ( Legal Standing ) Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 31A ayat (2) huruf c Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung disebutkan bahwa permohonan pengujian Peraturan Perundang-Undangan di bawah Undang- Undang hanya dapat dilakukan oleh badan hukum publik atau badan hukum privat yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya Peraturan Perundang-Undangan di bawah Undang-Undang; Menimbang, bahwa Para Pemohon, yaitu Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI ICMA) dan Asosiasi Pertambangan Indonesia ( API-IMA ) adalah asosiasi atau perkumpulan perusahaan pertambangan yang berbentuk badan hukum privat yang telah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM sebagai badan hukum, yang merasa dirugikan akibat terbitnya objek permohonan; Menimbang, bahwa merujuk pada beberapa putusan Mahkamah Agung tentang pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang ( Putusan No. 54 P/HUM/2013, Putusan No.62 P/HUM/2013, dan Putusan Nomor 11 P/HUM/2014) untuk dapat memenuhi syarat adanya unsur kerugian hak Para Pemohon, dipertimbangkan sebagai berikut:
Adanya hak Pemohon yang diberikan oleh suatu peraturan perundang- undangan: Bahwa Para Pemohon adalah asosiasi atau perkumpulan perusahaan pertambangan yang secara resmi telah mengajukan permohonan, untuk mempunyai kepentingan, atau mengelola kepentingan dalam hak pertambangan di wilayah Indonesia dan yang kepentingannya dalam hak- hak demikian telah diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia atau telah mendapat ijin dari Pemerintah Republik Indonesia (vide Pasal 10 huruf c dan Pasal 14 Anggaran Dasar APBI-ICMA No.01 tanggal 22 Maret 2007 dan Pasal 9 ayat 1 huruf a, Pasal 20 Perubahan Akta Pendirian Perkumpulan API-IMA Nomor 17 tanggal 17 Juni 2011);
Hak tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan yang dimohonkan pengujian: Bahwa dalam permohonan a-quo hak yang dianggap dirugikan oleh Para Pemohon adalah hak perusahaan pertambangan selaku pemegang Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang oleh objek permohonan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 181 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 182 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 diberikan beban tambahan berupa PNBP di luar kawasan yang nyata telah timbul kerusakan dan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS di luar areal IPPKH;
Kerugian harus bersifat spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya potensial menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan terjadi: Bahwa kerugian yang dialami Para Pemohon dalam hal ini pelaku industri pertambangan pemegang IPPKH adalah bertambahnya beban ekonomi akibat adanya berbagai macam pungutan yang harus dibayarkan oleh perusahaan dan bertambahnya kewajiban pemegang IPPKH dalam rangka rehabilitasi DAS di luar area IPPKH;
Adanya hubungan sebab akibat ( casual Verband ) antara kerugian dimaksud dan berlakunya peraturan perundang-undangan yang dimohonkan pengujian: Bahwa berlakunya peraturan perundang-undangan yang menjadi objek permohonan menyebabkan perusahaan pertambangan pemegang IPPKH yang merupakan anggota asosiasi harus menanggung tambahan beban keuangan untuk membayar PNBP di luar kawasan yang nyata telah timbul kerusakan dan tambahan beban berupa penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS di luar areal IPPKH;
Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian seperti yang dimaksud tidak akan terjadi: Bahwa dengan dikabulkannya permohonan a-quo , maka perusahaan pertambangan pemegang IPPKH tidak perlu mengeluarkan tambahan biaya untuk membayar PNBP di luar kawasan yang nyata telah timbul kerusakan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS di luar areal IPPKH; Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut dihubungkan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi terkait unsur adanya kerugian hak Para Pemohon, Majelis Hakim Agung berpendapat bahwa Para Pemohon sebagai badan hukum privat dalam kapasitasnya mewakili kepentingan para perusahaan pertambangan dapat membuktikan unsur kerugian haknya yang bersifat spesifik dan aktual serta terdapat hubungan sebab akibat secara langsung antara kerugian yang dimaksud dengan berlakunya objek permohonan, karenanya cukup alasan hukum untuk Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 182 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 183 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 menyatakan Para Pemohon memiliki kedudukan hukum ( legal standing ) dalam mengajukan permohonan a-quo ; Menimbang, bahwa karena permohonan terhadap objek hak uji materiil diajukan oleh Para Pemohon yang mempunyai kedudukan hukum ( legal standing) maka permohonan a quo secara formal dapat diterima; Pokok Permohonan Menimbang, bahwa dari alasan keberatan Para Pemohon yang kemudian dibantah oleh Para Termohon dalam jawabannya, dihubungkan dengan bukti- bukti yang diajukan oleh Para Pemohon dan Para Termohon, Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan keberatan Para Pemohon tidak dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut: - Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak disebutkan bahwa tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan pemerintah. - Bahwa dengan demikian Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 diterbitkan berdasarkan perintah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 ( delegatie van recht geven ) dalam rangka mengoptimalkan penerimaan PNBP yang berasal dari penggunaan kawasan hutan di luar kegiatan kehutanan untuk menunjang pembangunan, karenanya dalil para Pemohon yang mendalilkan penetapan PNPB harus dengan undang-undang tidak dapat dibenarkan; - Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan bahwa Penggunaan kawasan hutan bekas areal pertambangan wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan oleh pemerintah yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Kewajiban penanaman dalam rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) di luar areal Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan di bawah Undang-Undang yang dimohonkan pengujian, dimaksudkan untuk mengganti kerusakan lingkungan pada areal sekitar lokasi yang terkena dampak akibat kegiatan IPPKH. Dengan demikian Pemerintah berdasarkan ketentuan tersebut diberi kewenangan atributif untuk mengatur lebih lanjut bagaimana pola pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan di sekitar areal IPPKH yang dituangkan melalui peraturan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 183 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 184 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 pemerintah. Dengan demikian ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2015, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.89/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2016 yang mengatur tentang rehabilitasi hutan di luar IPPKH dan rehabilitasi DAS di luar IPPKH tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi; - Bahwa merujuk pada uraian pertimbangan tersebut dapat disimpulkan bahwa penerbitan objek permohonan tidak melanggar hierarki peraturan perundang- undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut terbukti bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2015, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu: UUD 1 9 45 , Undang - Unda n g No mor 20 T a h un 1997 T entang Penerimaan N e g a ra B uka n Paja k , Undang - Undang No mor 41 Tahun 19 99 T en t ang Ke hu tan an da n Unda n g- U ndang N om or 1 2 Tahun 20 1 1 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- un dangan , karenanya permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon harus ditolak, dan selanjutnya sebagai pihak yang kalah Para Pemohon dihukum untuk membayar biaya perkara; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil, serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait; MENGADILI, Menolak permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon:
ASOSIASI PERTAMBANGAN BATUBARA INDONESIA 2. ASOSIASI PERTAMBANGAN INDONESIA ; Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 184 hkama ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 185 dari 185 halaman. Putusan Nomor 31 P/HUM/2017 Menghukum Para Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah); Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis , tanggal 20 Juli 2017, oleh Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum., Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Is Sudaryono, S.H., M.H. dan Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Joko A. Sugianto, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak. Anggota Majelis: Ketua Majelis, ttd/. Is Sudaryono, S.H. M.H. ttd/. Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum. ttd/. Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., MS Panitera Pengganti, ttd/. Joko A. Sugianto, S.H Biaya – biaya :
M e t e r a i…………….. Rp. 6.000,00 2. R e d a k s i……………. Rp. 5.000,00 3. Administrasi HUM…..... Rp. 989.000,00 Jumlah...…… Rp. 1.000.000,00 Untuk Salinan MAHKAMAH AGUNG R.I.
n. Panitera Panitera Muda Tata Usaha Negara (H. ASHADI, S.H.) NIP. 19540924 198403 1 001 Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 185
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan.
Relevan terhadap
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan menyelenggarakan fungsi:
pelaksanaan pengumpulan, penerimaan, dan pemilahan dokumen perpajakan;
pelaksanaan pemindaian dokumen perpajakan;
pelaksanaan penyimpanan dan pengarsipan dokumen perpajakan;
pelayanan peminjaman dokumen perpajakan kepada unit organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
pelaksanaan transfer data, dukungan operasional sistem, dan penjaminan kualitas pemindaian; dan
pelaksanaan administrasi kantor.
Pedoman Pelaksanaan Perhitungan Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Melalui Pemotonga ...
Relevan terhadap
Menetapkan: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KEPADA :
.................................................................................... ^(16) NOMOR POKOK WAJIB PAJAK : (17) NOMOR OBJEK PAJAK :
.................................................................................... ^(18) JENIS PAJAK :
............................. ^(19) MASA/TAHUN*) PAJAK :
............................. ^(20) PERTAMA : Kepada ............... ^(21) memiliki kelebihan pembayaran ..................... ^(22) Masa/Tahun*) Pajak .................. ^(23) sebesar Rp......................... ^(24) (................................................................) ^(25) . KEDUA : Kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA dikompensasikan sebesar Rp .......................... ^(26) (...........................................) ^(27) untuk dibayarkan ke sejumlah utang pajak. KETIGA : Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA, dibayarkan ke utang pajak melalui transfer pembayaran sejumlah Rp .................. ^(28) (.................................) ^(29) dengan rincian sebagai berikut: No. Nomor Surat Ketetapan NOP/NPW P Masa/Tahu n Pajak Kode Akun Pajak Kode Jenis Setoran Utang Pajak (Rp) Kompensa si (Rp) (30) (31) (32) (33) (34) (35) (36) (37) 1. 2. dst. KEEMPAT : Pembayaran utang pajak melalui transfer pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPAT diadministrasikan pada: No. Nama dan Nomor Rekening Bank KPP Nomor/Surat Ketetapan NOP/NPWP ^Utang Pajak (Rp) Kompensas i (Rp) (38) (39) (40) (41) (42) (43) (44) 1. 2. dst. KELIMA : Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA: **) diperhitungkan seluruhnya dengan utang pajak dan tidak tersisa kelebihan pembayaran pajak. masih tersisa sebesar Rp.......................... ^(45) (..........................................) ^(46) untuk dipindahbukukan oleh Bank Operasional I Mitra Kerja KPPN Jakarta II ke rekening Wajib Pajak dengan nama rekening .................... ^(47) dan nomor rekening ....................... ^(48) pada Bank ....................... ^(49) di..................... ^(50) KEENAM : Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di :
..................(51) pada tanggal :
..................(52) a.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPALA KANTOR, ...................................... (53) NIP Surat Keputusan ini disampaikan kepada:
Wajib Pajak;
Arsip KPP. *) Coret yang tidak perlu. **) Beri tanda silang (X) pada kotak ( ) yang sesuai. PETUNJUK PENGISIAN SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN No. URAIAN (1) Diisi dengan nama KPP Pratama penerbit SKPKPB (2) Diisi dengan nomor SKPKPB (3) Diisi dengan nama Wajib Pajak yang bersangkutan sesuai dengan ketetapan, keputusan atau putusan (SKBLB, SKKP PBB, SKPPKP, SK Pembetulan, SK Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, SK Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak, SK Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali) yang mendasari penerbitan SKPKPB (4),(5),(6) Diisi dengan nama Wajib Pajak, tanggal, dan nomor surat permohonan (7),(8),(9) Diisi dengan jenis pajak, Masa/Tahun Pajak dan jumlah kelebihan, sesuai dengan SKBLB/ PLB (pilih salah satu) yang bersangkutan (10),(11),(12) Diisi dengan surat ketetapan, keputusan atau putusan yang mendasari penerbitan SKPKPB (SKBLB, SK Pembetulan, SK Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, SK Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak, SK Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali), serta nomor dan tanggal surat tersebut (13) Diisi dengan jumlah kompensasi utang pajak (dalam angka dan huruf), apabila tidak ada kompensasi utang pajak, maka diisi 'NIHIL' (14) Diisi dengan jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dikembalikan ke Wajib Pajak (dalam angka dan huruf), apabila tidak ada sisa kelebihan pembayaran pajak, maka diisi 'NIHIL' (15) a). Diisi dengan nomor dan tahun Undang-Undang Pajak yang terkait. b). Diisi dengan dasar hukum yang berkaitan dengan penerbitan SKPKPB, selain yang sudah disebutkan (16),(17) Diisi dengan nama dan NPWP sesuai dengan SKBLB/surat keputusan lain yang mendasari penerbitan SKPKPB (18) Diisi dengan Nomor Objek Pajak sesuai dengan SKKP PBB/surat keputusan lain yang mendasari penerbitan SKPKPB.
,(20) Diisi dengan jenis pajak dan masa/tahun pajak sesuai dengan surat ketetapan/keputusan yang mendasari penerbitan SKPKPB.
Diisi sesuai dengan nomor 3 (22) Diisi sesuai dengan nomor 19 (23) Diisi sesuai dengan nomor 20 (24),(25) Diisi dengan jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dapat dikembalikan, yaitu sebesar kelebihan pajak sesuai dasar penerbitan SKPKPB (dalam angka dan huruf). Dalam hal adanya kelebihan pembayaran pajak dalam nilai mata uang selain Rupiah, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dihitung menggunakan nilai tukar atau kurs yang ditetapkan Menteri Keuangan (26),(27) Diisi dengan jumlah kompensasi utang pajak (angka dan huruf) (28),(29) Diisi dengan kompensasi utang pajak yang dibayarkan melalui transfer pembayaran (dengan angka dan huruf) (30) Diisi dengan nomor urut (31) Diisi dengan nomor surat ketetapan dari utang pajak yang dikompensasikan (32) Diisi dengan NPWP dalam hal utang PPh, PPN atau PPN dan PPnBM, atau diisi dengan NOP dalam hal utang PBB (33) Diisi dengan masa/tahun pajak sesuai surat ketetapan (34) Diisi dengan kode akun pajak yang sesuai (35) Diisi dengan kode jenis setoran yang sesuai (36) Diisi dengan jumlah utang pajak yang sesuai (37) Diisi dengan jumlah kompensasi kelebihan pembayaran pajak yang diperhitungkan ke utang pajak (38) Diisi dengan nomor urut (39) Diisi dengan nama, nomor rekening dan tempat kedudukan Bank Penerima transfer pembayaran utang pajak (40) Diisi dengan nama KPP penerbit surat ketetapan (41) Diisi dengan nomor surat ketetapan dari utang pajak yang dikompensasikan (42) Diisi dengan NPWP dalam hal utang PPh, PPN atau PPN dan PPnBM atau diisi dengan NOP dalam hal utang PBB Diisi dengan NPWP/NOP Wajib Pajak lain dalam hal terdapat permintaan dari Wajib Pajak untuk mengkompensasi kelebihan pembayaran pajak dengan utang pajak Wajib Pajak yang lain (43) Diisi dengan jumlah utang pajak yang sesuai (44) Diisi dengan jumlah kompensasi kelebihan pembayaran pajak yang diperhitungkan ke utang pajak (45),(46) Diisi dengan jumlah kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa (jumlah nomor 24 dikurangi jumlah nomor 26), yaitu sebesar kelebihan pajak setelah dilakukan perhitungan dengan utang pajak (dengan angka dan huruf) Diisi dengan 'NIHIL' dalam hal tidak ada sisa kelebihan pembayaran pajak yang dikembalikan kepada Wajib Pajak (47),(48) Diisi nama rekening yang dimiliki oleh Wajib Pajak di Bank Penerima yang ditunjuk Wajib Pajak untuk dicairkan SPMK BPHTB, bukan dimiliki oleh Wajib Pajak lain, dan nomor rekening Wajib Pajak di Bank Penerima (49),(50) Diisi dengan nama Bank Penerima tujuan transfer/pemindahbukuan yang dimiliki Wajib Pajak, dan tempat kedudukan Bank (51),(52) Diisi dengan tempat kedudukan KPP dan tanggal penerbitan SKPKPB (53) Diisi dengan nama, NIP, tanda tangan Kepala KPP dan cap KPP penerbit SKPKPB MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, AGUS D.W. MARTOWARDOJO LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PMK.05/2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERHITUNGAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA AKIBAT KELEBIHAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN MELALUI PEMOTONGAN DANA BAGI HASIL DAFTAR PENERIMA PEMBAYARAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA AKIBAT KELEBIHAN PEMBAYARAN BPHTB KPP PRATAMA:
..……(1)………… No SKPKPB Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran BPHTB Kab/ Kota Nomor Tanggal Total Kompensasi Utang Pajak Pengembalian kepada Wajib Pajak Jenis Pajak Rp (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1 2 3 dst Total Wajib Pajak Penerima Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran BPHTB, sebagai berikut: No Nomor SKPKPB PENERIMA Nilai Rupiah Nama WP/NPWP NOP Nama Bank Nomor Rekening Nama Rekening (2) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) 1 2 3 dst Total Kompensasi Utang Pajak ditransfer ke Rekening Bank/Pos Persepsi, sebagai berikut: No Nomor SKPKPB Nama Bank Nomor Rekening Nama Rekening Nilai Rupiah (2) (17) (18) (19) (20) (21) 1 2 3 dst Total Tempat, Tgl/Bln/Tahun (22) Kepala KPP Pratama...…(1)…. ttd (nama) (23) NIP……….. (24) PETUNJUK PENGISIAN DAFTAR PENERIMA PEMBAYARAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA AKIBAT KELEBIHAN PEMBAYARAN BPHTB No. URAIAN (1) Diisi nama KPP Pratama (2) Diisi nomor urut (3) Diisi nomor SKPKPB (4) Diisi tanggal SKPKPB (5) Diisi nilai rupiah total Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran BPHTB (sebelum dikurangi kompensasi utang pajak lainnya) (6) Diisi jenis pajak yang akan dikompensasi (7) Diisi nilai rupiah kompensasi utang pajak sesuai jenis pajak (8) Diisi nilai rupiah Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran BPHTB yang menjadi hak Wajib Pajak (setelah dikurangi kompensasi pajak lainnya jika ada) (9) Diisi Kabupaten/Kota Penghasil PBB (10) Diisi nomor SKPKPB sesuai kolom (3) (11) Diisi nama WP dan NPWP (12) Diisi Nomor Obyek Pajak (13) Diisi nama bank tempat rekening WP Penerima (rinci sampai dengan cabang) (14) Diisi nomor rekening WP Penerima pembayaran (15) Diisi nama rekening WP Penerima pembayaran (16) Diisi nilai rupiah yang akan dibayarkan kepada WP (17) Diisi nomor SKPKPB sesuai kolom (3) (18) Diisi nama Bank/Pos Persepsi Tujuan kompensasi utang pajak (rinci sampai dengan cabang/unit/lainnya) (19) Diisi nomor rekening Bank/Pos Persepsi Tujuan kompensasi utang pajak (20) Diisi nama rekening Bank/Pos Persepsi Tujuan kompensasi utang pajak (21) Diisi nilai rupiah kompensasi utang pajak (22) Diisi tempat, tanggal, bulan dan tahun dibuat (23) Diisi nama Kepala KPP Pratama (24) Diisi NIP Kepala KPP Pratama MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, AGUS D.W. MARTOWARDOJO LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PMK.05/2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERHITUNGAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA AKIBAT KELEBIHAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN MELALUI PEMOTONGAN DANA BAGI HASIL REKAPITULASI SKPKPB NOMOR : ……………………… Fungsi/Sub Fungsi/Program Kegiatan/Output Akun : : : 00.00.00 0000.0000 Koreksi Pendapatan Tahun Anggaran Yang Lalu (Kode Akun ........ ) No KPP Pratama SKPKPB Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran BPHTB Kab/ Kota Nomor Tanggal Total Kompensasi Utang Pajak Pengembalian kepada Wajib Pajak Jenis Pajak Rp (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1 2 dst Total Wajib Pajak Penerima Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran BPHTB, sebagai berikut: No Nomor SKPKPB PENERIMA Nilai Rupiah Nama WP/NPWP NOP Nama Bank Nomor Rekening Nama Rekening (1) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) 1 2 dst Total Kompensasi Utang Pajak ditransfer ke Rekening Bank/Pos Persepsi, sebagai berikut: No Nomor SKPKPB Nama Bank Nomor Rekening Nama Rekening Nilai Rupiah (1) (17) (18) (19) (20) (21) 1 2 dst Total Tempat, Tgl/Bln/Tahun (22) a.n. Direktur Jenderal Pajak Direktur…….. (23)…. ttd (nama) (24) NIP……….. (25) PETUNJUK PENGISIAN REKAPITULASI SKPKPB No. URAIAN (1) Diisi nomor urut (2) Diisi nama KPP Pratama (3) Diisi nomor SKPKPB (4) Diisi tanggal SKPKPB (5) Diisi nilai rupiah Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran BPHTB (sebelum dikurangi kompensasi utang pajak lainnya) (6) Diisi jenis pajak yang akan dikompensasi (7) Diisi nilai rupiah kompensasi utang pajak sesuai jenis pajak (8) Diisi nilai rupiah Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran BPHTB yang menjadi hak Wajib Pajak (setelah dikurangi kompensasi utang pajak lainnya) (9) Diisi Kabupaten/Kota Penghasil PBB (10) Diisi nomor SKPKPB sesuai kolom (3) (11) Diisi nama WP/ NPWP (12) Diisi Nomor Objek Pajak (13) Diisi nama bank tempat rekening WP Penerima (rinci sampai dengan cabang/unit/lainnya) (14) Diisi nomor rekening WP Penerima pembayaran (15) Diisi nama rekening WP Penerima pembayaran (16) Diisi nilai rupiah yang akan dibayarkan kepada WP (17) Diisi nomor SKPKPB sesuai kolom (3) (18) Diisi nama Bank/Pos Persepsi Tujuan kompensasi utang pajak (rinci sampai dengan cabang) (19) Diisi nomor rekening Bank/Pos Persepsi Tujuan kompensasi utang pajak (20) Diisi nama rekening Bank/Pos Persepsi Tujuan kompensasi utang pajak (21) Diisi nilai rupiah kompensasi utang pajak (22) Diisi tempat, tanggal, bulan dan tahun dibuat (23) Diisi nama Jabatan penandatangan (24) Diisi Nama Pejabat penandatangan (25) Diisi NIP Pejabat penandatangan MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pemb ...
Relevan terhadap
Dalam hal Barang Kiriman yang telah disampaikan Dokumen Pengiriman Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf b:
bukan merupakan barang yang dilarang atau dibatasi; atau
merupakan barang yang dilarang atau dibatasi yang sudah dipenuhi ketentuan larangan atau pembatasan, dan nilai Barang Kiriman melebihi nilai pabean yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92, Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman menetapkan tarif dan nilai pabean sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan tarif dan nilai pabean.
Penetapan tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP).
Terhadap SPPBMCP yang terbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang setelah:
pengirim Barang Kiriman melunasi kekurangan bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda; atau
pengirim Barang Kiriman menyerahkan jaminan sebesar bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda dalam hal diajukan keberatan.
Dalam hal Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) nilainya tidak melebihi nilai pabean yang mendapatkan pembebasan bea masuk, Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman memberikan persetujuan pengeluaran barang dengan membubuhkan tanda/stempel pada kemasan Barang Kiriman.
Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman mencatat persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam Buku Catatan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2).
Pembayaran bea masuk,dan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dilakukan dengan cara pembayaran tunai atau berkala.
Pembayaran bea keluar, Cukai, dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62ayat (1) dilakukan dengan cara pembayaran tunai.
Pembayaran bea masuk,dan Pajak Penghasilan Pasal 22 secara berkala hanya diberikan kepada pengusaha yang:
termasuk kategori beresiko rendah;
kegiatan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean rutin dan frekuensinya tinggi; dan
menyerahkan jaminan.
Pembayaran tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan paling lama pada saat Pemberitahuan Pabean didaftarkan.
Pembayaran berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan paling lama pada setiap akhir bulan setelah bulan pendaftaran PPFTZ-01, dengan ketentuan:
dalam hal akhir bulan tersebut jatuh pada hari Minggu atau hari libur resmi, pembayaran dilakukan pada hari kerja sebelumnya;
dalam hal akhir bulan tersebut jatuh pada akhir tahun anggaran, pembayaran dilakukan pada tanggal 20, dan apabila tanggal tersebut jatuh pada hari minggu atau hari libur nasional maka pembayaran dilakukan pada hari kerja sebelum tanggal tersebut.
Penghitungan bea masuk, Cukai, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang pembayarannya dilakukan secara tunai, menggunakan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pembayaran.
Dasar pengenaan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) adalah:
harga jual; atau
harga pasar wajar dalam hal pengeluaran barang tersebut bukan dalam rangka transaksi jual beli.
Penghitungan bea masuk, Cukai, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang pembayarannya dilakukan secara berkala, menggunakan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat PPFTZ-01 untuk pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran.
Untuk mendapatkan kemudahan pembayaran bea masuk,dan Pajak Penghasilan Pasal 22 secara berkala, pengusaha mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean.
Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), KepalaKantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan permohonan.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diterima, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat keputusan.
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditolak, Kepala Kantor Pabean memberitahukan penolakan tersebut dengan disertai alasan penolakan.
Pengusaha yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5), selain wajib melunasi kewajibannya dikenakan juga:
sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10B ayat 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006; dan
pencabutan fasilitas pembayaran berkala untuk dan atas nama pengusaha yang bersangkutan selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal jatuh tempo.
Barang asal luar Daerah Pabean dapat dikeluarkan untuk tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Pabean.
Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan oleh pengusaha terhadap barang yang berhubungan dengan kegiatan usahanya berupa mesin atau peralatan untuk:
kepentingan produksi atau pengerjaan proyek infrastruktur;
keperluan perbaikan, pengerjaan, pengujian, atau kalibrasi; dan/atau
keperluan peragaan atau demonstrasi.
Terhadap pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, pengusaha wajib:
membayar bea masuk sebesar 2% (dua persen) untuk setiap bulan atau bagian dari bulan, dikalikan jumlah bulan jangka waktu pengeluaran, dikalikan jumlah bea masuk yang seharusnya dibayar; dan
menyerahkan jaminan sebesar selisih antara bea masuk yang seharusnya dibayar dengan yang telah dibayar ditambah dengan PPN, dan Pajak Penghasilan Pasal 22.
Terhadap pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, pengusaha wajib menyerahkan jaminan sebesar bea masuk yang seharusnya dibayar, ditambah dengan PPN, dan Pajak Penghasilan Pasal 22.
Terhadap pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha wajib menyampaikan PPFTZ-01.
Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal PPFTZ-01.
Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dimasukkan kembali ke Kawasan Bebas dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Kantor Pabean di Kawasan Bebas segera mencairkan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan ayat (4), dan mengenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
Tata cara penyelesaian pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan SKKP PBB adalah surat keputusan yang menyatakan jumlah kelebihan pembayaran PBB.
Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat dengan SPb adalah surat keputusan yang menyatakan jumlah pembayaran PBB sama dengan jumlah PBB terutang.
Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan SKP PBB adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah PBB yang terutang atau jumlah kekurangan pembayaran pokok PBB, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
Perusahaan Jasa Ekspedisi atau Jasa Kurir yang selanjutnya disebut Perusahaan Jasa adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu.
Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai
Relevan terhadap
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku terhitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 29 April 2016 DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, -ttd- HERU PAMBUDI TATA KERJA PENYELESAIAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI DENGAN PIB A. PIB YANG DISAMPAIKAN MELALUI SISTEM PDE KEPABEANAN I. PENDAFTARAN PIB 1. Importir atau PPJK mengisi dan membuat PIB dalam bentuk data elektronik dan menyampaikan data PIB ke Kantor Pabean secara elektronik.
SKP menerima data PIB dan melakukan penelitian ada atau tidaknya pemblokiran importir dan PPJK:
nomor dan tanggal BC 1.1 Inward atau pos BC 1.2 Inward , nomor pos dan sub pos BC 1.1, dan kode gudang TPS _; _ b. kelengkapan pengisian data PIB selain huruf a;
nomor dan tanggal dokumen pengangkutan (B/L, AWB, house B/L, house AWB, dll) tidak berulang;
kode dan nilai tukar valuta asing ada dalam data NDPBM;
pos tarif tercantum dalam BTKI;
Nomor Pokok PPJK (NP PPJK) dan jaminan yang dipertaruhkan oleh PPJK, dalam hal pengurusan PIB dikuasakan kepada PPJK; dan
Kesesuaian data PIB dengan data BC 1.1 Inward atau BC 1.2 Inward dan kode gudang TPS, meliputi: - nomor dan tanggal penerbitan dokumen pengangkutan (B/L, AWB, House B/L, House AWB, dll); - nomor dan tanggal BC 1.1, nomor pos dan/atau sub pos BC 1.1; dan - jumlah kemasan; - nomor dan ukuran kontainer, dalam hal menggunakan kontainer; dan - kode gudang TPS, dalam hal TPS telah terhubung dengan sistem TPS Online.
Dalam hal pengisian data PIB sebagaimana dimaksud pada butir 2.2. huruf b LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-16/BC/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI sampai dengan huruf f tidak sesuai:
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada butir 2.2. huruf b sampai dengan huruf f telah sesuai:
Importir melakukan:
Apabila sampai dengan:
5 (lima) hari sejak tanggal pengajuan PIB importir belum melakukan pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor, dalam hal PIB mewajibkan pembayaran atau pembayaran dan penyerahan jaminan; atau b. 14 (empat belas) hari sejak tanggal aju importir belum menyerahkan jaminan atas bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor, dalam hal PIB hanya mewajibkan penyerahan jaminan, SKP menerbitkan respons penolakan.
Dalam hal importir telah menyampaikan data nomor dan tanggal BC 1.1 atau BC 1.2 Inward , pos dan/atau sub pos BC 1.1, SKP melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada butir 2.2 huruf a dan huruf g.
Dalam hal importir telah melakukan pembayaran bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor dan/atau menyerahkan jaminan, SKP melakukan penelitian pemenuhan ketentuan larangan/pembatasan atas barang impor berdasarkan pos tarif dan/atau uraian jumlah dan jenis barang yang diberitahukan dalam PIB.
1.1. Importir menerima respons NPBL.
1.2. Importir menyampaikan dokumen yang dipersyaratkan ke Kantor Pabean.
1.3. SKP atau Pejabat yang menangani penelitian ketentuan larangan/pembatasan melakukan penelitian terhadap dokumen yang dipersyaratkan.
1.3.1. Dalam hal penelitian dilakukan oleh Pejabat dan hasil penelitian menunjukkan dokumen yang dipersyaratkan telah sesuai, Pejabat yang menangani penelitian ketentuan larangan/pembatasan merekam hasil penelitian dan dokumen yang dipersyaratkan ke dalam SKP.
1.3.2. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan dokumen yang dipersyaratkan telah sesuai dan:
impor dilakukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan; atau
data sebagaimana dimaksud pada butir 2.2. huruf a dan huruf g sesuai, dalam hal impor dilakukan oleh selain AEO dan Mitra Utama Kepabeanan, SKP memberikan nomor dan tanggal pendaftaran PIB dan menetapkan jalur pengeluaran barang impor.
1.3.3. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan dokumen yang dipersyaratkan belum sesuai, SKP atau Pejabat yang menangani penelitian pemenuhan ketentuan larangan/pembatasan melalui SKP memberitahukan kembali kepada importir.
2.1. impor dilakukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan; atau
2.2. hasil penelitian data sebagaimana dimaksud pada butir 2.2. huruf a dan huruf g sesuai, apabila impor dilakukan oleh selain AEO dan Mitra Utama Kepabeanan, SKP memberikan nomor dan tanggal pendaftaran PIB dan menetapkan jalur pengeluaran barang impor.
3.1. meneruskan data PIB kepada Pejabat yang menangani penelitian ketentuan larangan/pembatasan untuk dilakukan penelitian pemenuhan ketentuan larangan/pembatasan, dalam hal impor dilakukan oleh selain AEO dan Mitra Utama Kepabeanan.
3.1.1. Pejabat yang menangani penelitian ketentuan larangan/pembatasan merekam hasil penelitian ke dalam SKP.
3.1.2. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan:
barang impor tidak wajib memenuhi ketentuan larangan/pembatasan atau ketentuan larangan/pembatasan telah dipenuhi; dan
data sebagaimana dimaksud pada butir 2.2. huruf a dan huruf g sesuai, SKP memberikan nomor dan tanggal pendaftaran PIB dan menetapkan jalur pengeluaran barang impor.
3.1.3. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan barang impor wajib memenuhi ketentuan larangan/pembatasan, dan persyaratannya belum dipenuhi:
Pejabat yang menangani penelitian ketentuan larangan/pembatasan merekam hasil penelitiannya ke dalam SKP.
SKP menerbitkan NPBL dengan tembusan kepada unit pengawasan. (selanjutnya dilakukan proses sebagaimana dimaksud pada butir 8.1.1 s.d. 8.1.3.3) 8.3.2. meneliti pemberitahuan larangan/pembatasan dalam PIB dalam hal impor dilakukan oleh AEO dan Mitra Utama Kepabeanan.
3.2.1. Dalam hal importir memberitahukan bahwa:
telah memenuhi ketentuan larangan/pembatasan; atau b. barang tidak wajib memenuhi ketentuan larangan/pembatasan, SKP memberikan nomor dan tanggal pendaftaran PIB dan menetapkan jalur pengeluaran barang impor.
3.2.2. Dalam hal importir memberitahukan bahwa ketentuan larangan/pembatasan belum dipenuhi, SKP menerbitkan NPBL. (selanjutnya dilakukan proses sebagaimana dimaksud pada butir 8.1.1 s.d. 8.1.3.3) II. PEMERIKSAAN PABEAN SEBELUM PENGELUARAN BARANG IMPOR A. Pengeluaran barang impor ditetapkan melalui Jalur Hijau:
SKP mengirim respons SPPB kepada Importir.
Importir atau PPJK menerima respons SPPB dan mencetaknya untuk pengeluaran barang dari kawasan pabean. B. Pengeluaran barang impor ditetapkan melalui Jalur Kuning:
SKP mengirim respons Surat Pemberitahuan Jalur Kuning (SPJK) kepada Importir atau PPJK.
Importir atau PPJK menerima respons SPJK.
Pejabat pemeriksa dokumen melakukan penelitian terhadap data PIB dan/atau dokumen pelengkap pabean.
Pejabat pemeriksa dokumen dapat mengirim respons melalui SKP berupa permintaan tambahan keterangan dalam rangka penelitian tarif dan nilai pabean.
Dalam hal hasil penelitian menemukan indikasi adanya perbedaan jumlah, jenis dan/atau pelanggaran, Pejabat pemeriksa dokumen memberitahukan hal tersebut kepada unit pengawasan melalui SKP untuk dilakukan pemeriksaan fisik melalui mekanisme NHI.
2.1. Pejabat pemeriksa dokumen melakukan penetapan tarif dan nilai pabean.
2.2. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean menunjukkan bahwa barang impor merupakan barang larangan atau pembatasan dan belum memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan, Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan Surat Penetapan Barang Larangan/Pembatasan (SPBL) yang berfungsi sebagai pemberitahuan dan penetapan tarif.
2.3. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean mengakibatkan kekurangan pembayaran:
2.3.1. Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan:
SPTNP dan mengirimkan respons SPTNP serta kode billing kepada Importir, dengan tembusan kepada Pejabat yang menangani penagihan, untuk BM dan PDRI yang wajib dibayar; dan/atau b. SPPJ dan mengirimkan respons SPPJ kepada Importir, dengan tembusan kepada Pejabat yang menangani jaminan, untuk BM dan PDRI yang mendapatkan penundaan.
2.3.2. Importir :
membayar kekurangan pembayaran sesuai dengan SPTNP beserta kode billing dan/atau menyesuaikan jaminan berdasarkan SPPJ dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan penundaan pembayaran bea masuk; atau
menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan.
2.4. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean menunjukkan bahwa barang impor bukan merupakan barang larangan atau pembatasan, atau telah memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan dan:
2.4.1. tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran; atau
2.4.2. mengakibatkan kekurangan pembayaran:
barang diimpor oleh importir dengan katagori risiko rendah dan tidak mendapatkan persetujuan penundaan bea masuk; atau
importir:
telah melunasi kekurangan pembayaran berdasarkan SPTNP dan/atau menyesuaikan jaminan berdasarkan SPPJ dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan, SKP menerbitkan SPPB.
Dalam hal tidak ditemukan indikasi adanya perbedaan jumlah, jenis dan/atau pelanggaran, dilakukan langkah-langkah sesuai dengan butir 5.2.1 s.d. 5.2.4.2. C. Pengeluaran barang impor ditetapkan melalui Jalur Merah:
SKP mengirim respons Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) kepada Importir atau PPJK dan Pengusaha TPS untuk penyiapan barang.
Importir menerima respons SPJM dan menyampaikan pemberitahuan kesiapan barang kepada Pejabat pelayanan pabean paling lambat pada pukul 12.00 pada hari atau hari kerja berikutnya setelah tanggal SPJM.
Apabila Importir tidak menyerahkan dokumen pelengkap pabean dan memberitahukan kesiapan barang dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 2, Pejabat yang menangani pelayanan pabean menyampaikan pemberitahuan kepada pengusaha TPS untuk menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan fisik.
Pengusaha TPS menerima pemberitahuan butir 3 dan menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan fisik.
Dalam hal dokumen pelengkap pabean telah diterima dan/atau Pengusaha TPS menyatakan kesiapan pemeriksaan fisik, dilakukan langkah sebagai berikut:
Barang yang diimpor oleh importir berisiko rendah yang terkena pemeriksaan acak;
barang sejenis yang terdiri dari satu pos dalam PIB;
barang yang dimuat dalam peti kemas berpendingin ( refrigerated _container); _ d. barang yang berdasarkan analisis intelijen ditetapkan untuk diperiksa melalui pemindai peti kemas _; _ e. barang peka udara; atau
barang lainnya yang berdasarkan pertimbangan Pejabat Bea dan Cukai dapat dilakukan pemeriksaan melalui pemindai peti kemas, sesuai tata cara sebagai berikut:
2.1. Pejabat yang menangani pelayanan pabean menerbitkan Instruksi Pemeriksaan Fisik melalui Pemindai Peti Kemas . 5.2.2. Importir menyiapkan peti kemas untuk dilakukan pemeriksaan fisik melalui pemindai peti kemas.
2.3. Pejabat pemindai peti kemas melakukan pemindaian Barang Impor dan melakukan penelitian hasil cetak pemindaian.
2.4. Pejabat pemindai peti kemas menuliskan kesimpulan pada Laporan Hasil Analisa Tampilan (LHAT) dan merekamnya ke dalam SKP, kemudian menyampaikannya kepada Pejabat yang menangani pelayanan pabean.
2.5. Dalam hal Pejabat pemindai peti kemas menyimpulkan untuk dilakukan pemeriksaan fisik barang, Pejabat yang menangani pelayanan pabean menunjuk Pejabat pemeriksa fisik dan menerbitkan Instruksi Pemeriksaan.
2.6. Dalam hal Pejabat pemindai peti kemas menyimpulkan tidak perlu pemeriksaan fisik barang, Pejabat yang menangani pelayanan pabean meneruskan PIB dan dokumen pelengkap pabean, dan LHAT kepada Pejabat pemeriksa dokumen untuk dilakukan penelitian dan penetapan tarif dan nilai pabean.
instruksi pemeriksaan;
invoice/packing list atau hasil cetak PIB; __ dan c. LHAT dan hasil cetak pemindaian, dalam hal dilakukan pemeriksaan melalui pemindai peti kemas yang disimpulkan untuk dilakukan pemeriksaan fisik barang.
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik dan/atau laboratorium kedapatan tidak sesuai, Pejabat pemeriksa dokumen dapat meneruskan kepada unit pengawasan.
tidak dilakukan penelitian lanjutan (6.1.); atau
tidak ada respons dari unit pengawasan dalam waktu yang ditentukan butir 6.1., Pejabat pemeriksa dokumen melakukan penelitian tarif dan nilai pabean, serta pemenuhan ketentuan tentang larangan/pembatasan.
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik dan hasil uji laboratorium (jika dilakukan uji laboratorium) menunjukkan kesesuaian dengan pemberitahuan, Pejabat pemeriksa dokumen melakukan penelitian tarif dan nilai pabean, serta pemenuhan ketentuan tentang larangan/pembatasan.
Berdasarkan penelitian tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada butir 5.2.6, butir 6.2, dan butir 7:
1.1. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean mengakibatkan kekurangan pembayaran:
1.1.1. Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan:
SPTNP dan mengirimkan respons SPTNP serta kode billing kepada Importir, dengan tembusan kepada Pejabat yang menangani penagihan, untuk BM dan PDRI yang wajib dibayar; dan/atau b. SPPJ dan mengirimkan respons SPPJ kepada Importir, dengan tembusan kepada Pejabat yang menangani jaminan, untuk BM dan PDRI yang mendapatkan penundaan.
1.1.2. Importir :
membayar kekurangan pembayaran sesuai dengan SPTNP beserta kode billing dan/atau menyesuaikan jaminan berdasarkan SPPJ dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan penundaan pembayaran bea masuk; atau
menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan.
1.2. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean menunjukkan bahwa barang impor bukan merupakan barang larangan atau pembatasan, atau telah memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan dan:
1.2.1. tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran; atau
1.2.2. mengakibatkan kekurangan pembayaran:
barang diimpor oleh importir dengan katagori risiko rendah dan tidak mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
importir:
telah melunasi kekurangan pembayaran berdasarkan SPTNP dan/atau menyesuaikan jaminan berdasarkan SPPJ dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan, SKP menerbitkan SPPB. III. PENGELUARAN BARANG IMPOR A. Untuk TPS yang telah menerapkan sistem Pintu Otomatis TPS 1. Pengusaha TPS menerima data SPPB/SPPF dari SKP melalui sistem Pintu Otomatis TPS.
Importir menyerahkan SPPB/SPPF dan dokumen terkait pengambilan barang kepada Pengusaha TPS.
Pengusaha TPS dapat memberikan persetujuan pengambilan barang oleh importir untuk dikeluarkan dari TPS dalam hal dokumen butir 2 sesuai dengan data SPPB/SPPF dari SKP.
Pengusaha TPS menyampaikan kepada Pejabat yang mengawasi TPS apabila dokumen butir 2 tidak sesuai dengan data dari SKP.
Importir mengeluarkan barang impor dari TPS tanpa diberikan catatan oleh Pejabat yang mengawasi TPS.
Pengusaha TPS menyampaikan realisasi pengeluaran barang ke SKP. B. Untuk TPS yang belum menerapkan sistem Pintu Otomatis TPS 1. Importir menyerahkan SPPB/SPPF kepada Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang.
Pejabat mengawasi pengeluaran barang dari kawasan pabean atau TPS oleh importir berdasarkan SPPB atau berdasarkan SPPF untuk MITA Kepabeanan.
Importir menerima SPPB/SPPF yang diberikan catatan oleh Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang.
Importir mengeluarkan Barang Impor dari Kawasan Pabean.
Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang merekam realisasi pengeluaran barang ke SKP. IV. PASCA PERSETUJUAN PENGELUARAN BARANG A. Dalam hal pengeluaran barang impor ditetapkan melalui jalur Hijau:
Pejabat pemeriksa dokumen mengirimkan respons kepada importir berupa permintaan dokumen pelengkap pabean dalam hal sangat diperlukan untuk penelitian tarif dan nilai pabean;
Importir menyampaikan dokumen pelengkap pabean kepada pejabat pemeriksa dokumen dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah tanggal permintaan dokumen pelengkap pabean;
Pejabat pemeriksa dokumen meneliti dan menetapkan tarif dan nilai pabean dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB, dan:
menerbitkan SPTNP dan kode billing dan/atau SPPJ dalam hal penelitian mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI; atau
menerbitkan rekomendasi penelitian ulang dan/atau audit kepabeanan dalam hal penelitian mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI setelah melebihi 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB;
Importir menerima respons SPTNP beserta kode billing dan/atau SPPJ :
melunasinya dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal SPTNP, dan menyerahkan bukti pembayaran kepada pejabat yang menangani penagihan dan/atau menyesuaikan jaminan dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan.
Dalam hal barang impor termasuk dalam pos tarif yang dikenai ketentuan larangan/pembatasan, Pejabat pemeriksa dokumen meneruskan data PIB kepada unit pengawasan, untuk diproses lebih lanjut. B. Dalam hal pengeluaran barang impor dilakukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan, Importir melakukan kegiatan sebagai berikut:
Dalam hal memanfaatkan fasilitas pembayaran berkala, AEO dan MITA Kepabeanan melakukan pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI dengan menggunakan kode billing yang diterbitkan SKP.
Dalam hal AEO dan MITA Kepabeanan tidak menyampaikan nomor dan tanggal BC 1.1, nomor pos atau subpos sebelum mendapatkan SPPB, AEO dan MITA Kepabeanan menyampaikan nomor dan tanggal BC 1.1, nomor pos atau subpos paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pengeluaran barang.
Terhadap barang yang dikeluarkan dengan SPPF oleh AEO atau MITA Kepabeanan dilakukan penyelesaian berikut:
5.1. Dalam hal hasil pemeriksaan fisik kedapatan sesuai, SKP menerbitkan SPPB.
5.2. Dalam hal hasil pemeriksaan fisik kedapatan tidak sesuai, Pejabat pemeriksa fisik mengirim LHP dan BAP Fisik kepada Pejabat pemeriksa dokumen untuk dilakukan penyelesaian sesuai dengan tahapan pada penyelesaian pengeluaran barang impor yang ditetapkan jalur merah butir 5.6. sampai dengan C. SKP melakukan penutupan Pos atau Subpos BC 1.1 yang tercantum dalam PIB yang telah mendapatkan SPPB. V. PERTUKARAN DATA PIB YANG DISAMPAIKAN MELALUI PORTAL INSW 1. Importir mengisi dan membuat PIB:
Portal INSW melakukan penelitian pemenuhan ketentuan larangan dan pembatasan atas barang impor yang diberitahukan.
Dalam hal berdasarkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada butir 2, menunjukkan bahwa ketentuan larangan dan pembatasan telah dipenuhi, Portal INSW menyampaikan status pemenuhan ketentuan larangan dan pembatasan atas PIB yang telah diajukan ke SKP di Kantor Pabean untuk diproses lebih lanjut.
Dalam hal penelitian ketentuan larangan dan pembatasan tidak dapat dilakukan oleh Portal INSW, Portal INSW menyampaikan ke SKP di Kantor Pabean bahwa perlu dilakukan penelitian pemenuhan ketentuan larangan dan pembatasan oleh Pejabat.
3.1. SKP menyampaikan hasil penelitian Pejabat sebagaimana dimaksud ke Portal INSW.
3.2. Portal INSW meneruskan PIB ke SKP untuk diproses lebih lanjut. VI. FORMULIR Pada hasil cetak SPPB, SPPF, SPJK, SPJM, NPBL, dan SPBL dicantumkan keterangan “Formulir ini dicetak secara otomatis oleh sistem komputer dan tidak memerlukan nama, tanda tangan pejabat, dan cap dinas”. B. PIB YANG DISAMPAIKAN MELALUI MEDIA PENYIMPAN DATA ELEKTRONIK I. PENDAFTARAN PIB 1. Importir atau PPJK mengisi dan membuat PIB dalam bentuk data elektronik dan menyimpannya dalam media penyimpan data.
Importir menyampaikan ke Kantor Pabean PIB dalam rangkap 3 (tiga), media penyimpan data elektronik, dokumen pelengkap pabean, surat keputusan pembebasan/keringanan/penundaan BM dan/atau PDRI, dokumen pemesanan pita cukai untuk BKC yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dan izin/rekomendasi dari instansi terkait.
Pejabat penerima dokumen pada Kantor Pabean menerima berkas PIB, lalu memeriksa kesesuaian hasil cetak PIB dengan data dalam media penyimpan data elektronik.
Pejabat penerima dokumen mengunggah ( upload) data dari media penyimpan data ke SKP Kantor Pabean, kemudian mengembalikan media penyimpan data elektronik kepada importir.
SKP menerima data PIB dan melakukan penelitian ada atau tidaknya pemblokiran importir dan PPJK:
nomor dan tanggal BC 1.1 Inward atau BC 1.2 Inward , nomor pos dan sub pos BC 1.1 atau pos _; _ b. kelengkapan pengisian data PIB selain huruf a;
nomor dan tanggal dokumen pengangkutan (B/L, AWB, house B/L, house AWB, dll) tidak berulang;
kode dan nilai tukar valuta asing ada dalam data NDPBM;
pos tarif tercantum dalam BTKI;
Nomor Pokok PPJK (NP PPJK) dan jaminan yang dipertaruhkan oleh PPJK, dalam hal pengurusan PIB dikuasakan kepada PPJK; dan
Kesesuaian data PIB dengan data BC 1.1 Inward atau BC 1.2 Inward meliputi: - nomor dan tanggal penerbitan dokumen pengangkutan (B/L, AWB, House B/L, House AWB, dll); - nomor dan tanggal BC 1.1, nomor pos dan/atau sub pos BC 1.1; dan - jumlah kemasan; dan - nomor dan ukuran kontainer, dalam hal menggunakan kontainer.
Dalam hal pengisian data PIB sebagaimana dimaksud pada butir 5.2. huruf b sampai dengan huruf f tidak sesuai:
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada butir 5.2. huruf b sampai dengan huruf f telah sesuai:
Importir melakukan:
5 (lima) hari sejak tanggal pengajuan PIB importir belum melakukan pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor, dalam hal PIB mewajibkan pembayaran atau pembayaran dan penyerahan jaminan; atau b. 14 (empat belas) hari sejak tanggal aju importir belum menyerahkan jaminan atas bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor, dalam hal PIB hanya mewajibkan penyerahan jaminan, SKP mencetak respons penolakan.
Dalam hal importir telah menyampaikan data nomor dan tanggal BC 1.1 Inward atau BC 1.2 Inward , pos dan/atau sub pos BC 1.1, SKP melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada butir 5.2 huruf a dan huruf g.
Dalam hal importir telah melakukan pembayaran bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor dan/atau menyerahkan jaminan, SKP melakukan penelitian pemenuhan ketentuan larangan/pembatasan atas barang impor berdasarkan pos tarif dan/atau uraian jumlah dan jenis barang yang diberitahukan dalam PIB.
1.1. Importir menerima respons NPBL.
1.2. Importir menyampaikan dokumen yang dipersyaratkan ke Kantor Pabean secara manual.
1.3. Pejabat yang menangani penelitian ketentuan larangan/pembatasan melakukan penelitian terhadap dokumen yang dipersyaratkan.
1.3.1. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan dokumen yang dipersyaratkan telah sesuai, Pejabat yang menangani penelitian ketentuan larangan/pembatasan merekam hasil penelitian dan dokumen yang dipersyaratkan ke dalam SKP.
1.3.2. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan dokumen yang dipersyaratkan telah sesuai dan:
impor dilakukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan; atau
data sebagaimana dimaksud pada butir 5.2. huruf a dan huruf g sesuai, apabila impor dilakukan oleh selain AEO dan Mitra Utama Kepabeanan, SKP memberikan nomor dan tanggal pendaftaran PIB dan menetapkan jalur pengeluaran barang impor.
1.3.3. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan dokumen yang dipersyaratkan belum sesuai, Pejabat yang menangani penelitian pemenuhan ketentuan larangan/pembatasan melalui SKP memberitahukan kembali kepada importir.
2.1. impor dilakukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan; atau
2.2. hasil penelitian data sebagaimana dimaksud pada butir 5.2. huruf a dan huruf g sesuai, apabila impor dilakukan oleh selain AEO dan Mitra Utama Kepabeanan, SKP memberikan nomor dan tanggal pendaftaran PIB dan menetapkan jalur pengeluaran barang impor.
3.1. meneruskan data PIB kepada Pejabat yang menangani penelitian ketentuan larangan/pembatasan untuk dilakukan penelitian pemenuhan ketentuan larangan/pembatasan, apabila impor dilakukan oleh selain AEO dan Mitra Utama Kepabeanan.
3.1.1. Pejabat yang menangani penelitian ketentuan larangan/pembatasan merekam hasil penelitian ke dalam SKP.
3.1.2. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan:
barang impor tidak wajib memenuhi ketentuan larangan/pembatasan atau ketentuan larangan/pembatasan telah dipenuhi; dan
data sebagaimana dimaksud pada butir 5.2. huruf a, dan huruf g sesuai, SKP memberikan nomor dan tanggal pendaftaran PIB dan menetapkan jalur pengeluaran barang impor.
3.1.3. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan barang impor wajib memenuhi ketentuan larangan/pembatasan, dan persyaratannya belum dipenuhi:
Pejabat yang menangani penelitian ketentuan larangan/pembatasan merekam hasil penelitiannya ke dalam SKP.
SKP menerbitkan NPBL dengan tembusan kepada unit pengawasan. (selanjutnya dilakukan proses sebagaimana dimaksud pada butir 11.1.1 s.d. 11.1.3.3) 11.3.2. meneliti pemberitahuan larangan/pembatasan dalam PIB apabila impor dilakukan oleh AEO dan Mitra Utama Kepabeanan.
3.2.1. Dalam hal importir memberitahukan bahwa:
telah memenuhi ketentuan larangan/pembatasan; atau b. barang tidak wajib memenuhi ketentuan larangan/pembatasan, SKP memberikan nomor dan tanggal pendaftaran PIB dan menetapkan jalur pengeluaran barang impor.
3.2.2. Dalam hal importir memberitahukan bahwa ketentuan larangan/pembatasan belum dipenuhi, SKP menerbitkan NPBL. (selanjutnya dilakukan proses sebagaimana dimaksud pada butir 11.1.1 s.d. 11.1.3.3) II. PEMERIKSAAN PABEAN SEBELUM PENGELUARAN BARANG IMPOR A. Pengeluaran barang impor ditetapkan melalui Jalur Hijau:
SKP mencetak respons SPPB.
Pejabat menyerahkan respons SPPB kepada Importir atau PPJK.
Importir atau PPJK menerima respons SPPB untuk pengeluaran barang dari kawasan pabean. B. Pengeluaran barang impor ditetapkan melalui Jalur Kuning:
SKP mencetak respons Surat Pemberitahuan Jalur Kuning (SPJK).
Pejabat menyerahkan respons SPJK kepada Importir atau PPJK.
Importir atau PPJK menerima respons SPJK.
Pejabat pemeriksa dokumen melakukan penelitian terhadap data PIB dan/atau dokumen pelengkap pabean.
Pejabat pemeriksa dokumen dapat mencetak respons melalui SKP berupa permintaan tambahan keterangan dalam rangka penelitian tarif dan nilai pabean.
Dalam hal hasil penelitian menemukan indikasi adanya perbedaan jumlah, jenis dan/atau pelanggaran, Pejabat pemeriksa dokumen memberitahukan hal tersebut kepada unit pengawasan melalui SKP untuk dilakukan pemeriksaan fisik melalui mekanisme NHI.
2.1. Pejabat pemeriksa dokumen melakukan penetapan tarif dan nilai pabean.
2.2. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean menunjukkan bahwa barang impor merupakan barang larangan atau pembatasan dan belum memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan, Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan SPBL yang berfungsi sebagai pemberitahuan dan penetapan tarif.
2.3. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean mengakibatkan kekurangan pembayaran:
2.3.1. Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan:
SPTNP dan mengirimkan SPTNP serta kode billing kepada Importir, dengan tembusan kepada Pejabat yang menangani penagihan, untuk BM dan PDRI yang wajib dibayar; dan/atau
SPPJ dan mengirimkan SPPJ kepada Importir, dengan tembusan kepada Pejabat yang menangani jaminan, untuk BM dan PDRI yang mendapatkan penundaan.
2.3.2. Importir :
membayar kekurangan pembayaran sesuai dengan SPTNP beserta kode billing dan/atau menyesuaikan jaminan berdasarkan SPPJ dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan penundaan pembayaran bea masuk; atau
menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan.
2.4. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean menunjukkan bahwa barang impor bukan merupakan barang larangan atau pembatasan, atau telah memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan dan:
2.4.1. tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran; atau
2.4.2. mengakibatkan kekurangan pembayaran:
barang diimpor oleh importir dengan katagori risiko rendah dan tidak mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
importir:
telah melunasi kekurangan pembayaran berdasarkan SPTNP dan/atau menyesuaikan jaminan berdasarkan SPPJ dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan, SKP menerbitkan SPPB.
Dalam hal tidak ditemukan indikasi adanya perbedaan jumlah, jenis dan/atau pelanggaran, dilakukan langkah-langkah sesuai dengan butir 6.2.1 s.d.
2.4.2. C. Pengeluaran barang impor ditetapkan melalui Jalur Merah:
SKP mencetak respons Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).
Pejabat menyerahkan respons SPJM kepada Importir atau PPJK dan Pengusaha TPS untuk penyiapan barang.
Importir atau PPJK menerima respons SPJM dan menyampaikan pemberitahuan kesiapan barang kepada Pejabat pelayanan pabean paling lama pada pukul 12.00 pada hari atau hari kerja berikutnya setelah tanggal SPJM.
Apabila Importir tidak menyerahkan dokumen pelengkap pabean dan memberitahukan kesiapan barang dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 3, Pejabat yang menangani pelayanan pabean menyampaikan pemberitahuan kepada pengusaha TPS untuk menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan fisik.
Pengusaha TPS menerima pemberitahuan butir 4 dan menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan fisik.
Dalam hal dokumen pelengkap pabean telah diterima atau Pengusaha TPS menyatakan kesiapan barang diperiksa, dilakukan langkah sebagai berikut:
Barang yang diimpor oleh importir berisiko rendah yang terkena pemeriksaan acak;
barang sejenis yang terdiri dari satu pos dalam PIB;
barang yang dimuat dalam peti kemas berpendingin ( refrigerated container ) _; _ d. barang yang berdasarkan analisa intelijen ditetapkan untuk diperiksa melalui pemindai peti kemas _; _ e. barang peka udara; atau
barang lainnya yang berdasarkan pertimbangan Pejabat Bea dan Cukai dapat dilakukan pemeriksaan melalui pemindai peti kemas, sesuai tata cara sebagai berikut:
2.1. Pejabat yang menangani pelayanan pabean menerbitkan Instruksi Pemeriksaan Fisik melalui Pemindai Peti Kemas . 6.2.2. Importir menyiapkan peti kemas untuk dilakukan pemeriksaan fisik melalui pemindai peti kemas.
2.3. Pejabat pemindai peti kemas melakukan pemindaian Barang Impor dan melakukan penelitian hasil cetak pemindaian.
2.4. Pejabat pemindai peti kemas menuliskan kesimpulan pada Laporan Hasil Analisa Tampilan (LHAT) dan merekamnya ke dalam SKP, kemudian menyampaikannya kepada Pejabat yang menangani pelayanan pabean.
2.5. Dalam hal Pejabat pemindai peti kemas menyimpulkan untuk dilakukan pemeriksaan fisik barang, Pejabat yang menangani pelayanan pabean menunjuk Pejabat pemeriksa fisik dan menerbitkan Instruksi Pemeriksaan.
2.6. Dalam hal Pejabat pemindai peti kemas menyimpulkan tidak perlu pemeriksaan fisik barang, Pejabat yang menangani pelayanan pabean meneruskan PIB dan dokumen pelengkap pabean, dan LHAT kepada Pejabat pemeriksa dokumen untuk dilakukan penelitian dan penetapan tarif dan nilai pabean.
instruksi pemeriksaan;
invoice/packing list atau hasil cetak PIB; __ dan c. LHAT dan hasil cetak pemindaian, dalam hal dilakukan pemeriksaan melalui pemindai peti kemas yang disimpulkan untuk dilakukan pemeriksaan fisik barang.
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik dan/atau laboratorium kedapatan tidak sesuai, Pejabat pemeriksa dokumen dapat meneruskan kepada unit pengawasan.
tidak dilakukan penelitian lanjutan (7.1); atau
tidak ada respons dari unit pengawasan dalam waktu yang ditentukan butir 7.1, Pejabat pemeriksa dokumen melakukan penelitian tarif dan nilai pabean, serta pemenuhan ketentuan tentang larangan/pembatasan.
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik dan hasil uji laboratorium (jika dilakukan uji laboratorium) menunjukkan kesesuaian dengan pemberitahuan, Pejabat pemeriksa dokumen melakukan penelitian tarif dan nilai pabean, serta pemenuhan ketentuan tentang larangan/pembatasan.
Berdasarkan penelitian tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada butir 6.2.6, butir 7.2, dan butir 8:
1.1. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean mengakibatkan kekurangan pembayaran:
1.1.1. Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan SPTNP dan kode billing dan/atau SPPJ, dan mengirimkan kepada Importir atau PPJK, dengan tembusan kepada Pejabat yang menangani penagihan.
1.1.2. Importir :
membayar kekurangan pembayaran sesuai dengan SPTNP beserta kode billing dan/atau menyesuaikan jaminan dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau b. menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan.
1.2. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean menunjukkan bahwa barang impor bukan merupakan barang larangan atau pembatasan, atau telah memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan dan:
1.2.1. tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran; atau
1.2.2. mengakibatkan kekurangan pembayaran:
barang diimpor oleh importir dengan katagori risiko rendah dan tidak mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
importir:
telah melunasi kekurangan pembayaran berdasarkan SPTNP dan/atau menyesuaikan jaminan berdasarkan SPPJ dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan, SKP menerbitkan SPPB. III. PENGELUARAN BARANG IMPOR 1. Importir menyerahkan SPPB/SPPF kepada Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang.
Pejabat mengawasi pengeluaran barang dari kawasan pabean atau TPS oleh importir berdasarkan SPPB atau berdasarkan SPPF untuk MITA Kepabeanan.
Importir menerima SPPB/SPPF yang diberikan catatan oleh Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang.
Importir mengeluarkan Barang Impor dari Kawasan Pabean.
Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang merekam realisasi pengeluaran barang ke SKP. IV. PASCA PERSETUJUAN PENGELUARAN BARANG A. Dalam hal pengeluaran barang impor ditetapkan melalui jalur Hijau:
Pejabat pemeriksa dokumen mengirimkan respons kepada importir berupa permintaan dokumen pelengkap pabean dalam hal sangat diperlukan untuk penelitian tarif dan nilai pabean;
Importir menyampaikan dokumen pelengkap pabean kepada pejabat pemeriksa dokumen dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah tanggal permintaan dokumen pelengkap pabean;
Pejabat pemeriksa dokumen meneliti dan menetapkan tarif dan nilai pabean dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB, dan:
menerbitkan SPTNP dan kode billing dan/atau SPPJ dalam hal penelitian mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI; atau
menerbitkan rekomendasi penelitian ulang dan/atau audit kepabeanan dalam hal penelitian mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI setelah melebihi 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB;
Importir menerima respons SPTNP beserta kode billing dan/atau SPPJ dan:
melunasinya dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal SPTNP, dan menyerahkan bukti pembayaran kepada pejabat yang menangani penagihan, dan/atau menyesuaikan jaminan dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan.
Dalam hal barang impor termasuk dalam pos tarif yang dikenai ketentuan larangan/pembatasan, Pejabat pemeriksa dokumen meneruskan data PIB kepada unit pengawasan, untuk diproses lebih lanjut. B. Dalam hal pengeluaran barang impor dilakukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan, Importir melakukan kegiatan sebagai berikut:
Dalam hal memanfaatkan fasilitas pembayaran berkala, AEO dan MITA Kepabeanan melakukan pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI dengan menggunakan kode billing yang diterbitkan SKP.
Dalam hal AEO dan MITA Kepabeanan tidak menyampaikan nomor dan tanggal BC 1.1, nomor pos atau subpos sebelum mendapatkan SPPB, AEO dan MITA Kepabeanan menyampaikan nomor dan tanggal BC 1.1, nomor pos atau subpos paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pengeluaran barang.
Terhadap barang yang dikeluarkan dengan SPPF oleh AEO atau MITA Kepabeanan dilakukan penyelesaian berikut:
5.1. Dalam hal hasil pemeriksaan fisik kedapatan sesuai, SKP menerbitkan SPPB.
5.2. Dalam hal hasil pemeriksaan fisik kedapatan tidak sesuai, Pejabat pemeriksa fisik mengirim LHP dan BAP Fisik kepada Pejabat pemeriksa dokumen untuk dilakukan penyelesaian sesuai dengan tahapan pada penyelesaian pengeluaran barang impor yang ditetapkan jalur merah butir 6.6. sampai dengan C. SKP melakukan penutupan Pos atau Subpos BC 1.1 yang tercantum dalam PIB yang telah mendapatkan SPPB. V. FORMULIR Pada hasil cetak SPPB, SPPF, SPJK, SPJM, NPBL, dan SPBL dicantumkan keterangan “Formulir ini dicetak secara otomatis oleh sistem komputer dan tidak memerlukan nama, tanda tangan pejabat, dan cap dinas”. C. PIB YANG DISAMPAIKAN MELALUI TULISAN DI ATAS FORMULIR I. PENDAFTARAN PIB 1. Importir atau PPJK mengisi formulir PIB secara lengkap dengan mendasarkan pada data dan informasi dari dokumen pelengkap pabean.
Importir menyampaikan PIB, dokumen pelengkap pabean, surat keputusan pembebasan/keringanan/penundaan bea masuk dan/atau PDRI, dokumen pemesanan pita cukai untuk BKC yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dan izin/rekomendasi dari instansi terkait ke Kantor Pabean.
Pejabat penerima dokumen pada Kantor Pabean menerima berkas PIB, lalu melakukan penelitian ada atau tidaknya pemblokiran importir dan PPJK:
nomor dan tanggal BC 1.1 Inward atau BC 1.2 Inward , nomor pos dan sub pos BC 1.1 _; _ b. kelengkapan pengisian data PIB selain huruf a;
nomor dan tanggal dokumen pengangkutan (B/L, AWB, house B/L, house AWB, dll) tidak berulang;
kode dan nilai tukar valuta asing ada dalam data NDPBM;
pos tarif tercantum dalam BTKI;
Nomor Pokok PPJK (NP PPJK) dan jaminan yang dipertaruhkan oleh PPJK, dalam hal pengurusan PIB dikuasakan kepada PPJK; dan
Kesesuaian data PIB dengan data BC 1.1 Inward atau BC 1.2 Inward meliputi: - nomor dan tanggal penerbitan dokumen pengangkutan (B/L, AWB, House B/L, House AWB, dll); - nomor dan tanggal BC 1.1 Inward atau BC 1.2 Inward , nomor pos dan/atau sub pos BC 1.1; dan - jumlah kemasan; dan - nomor dan ukuran kontainer, dalam hal menggunakan kontainer.
Dalam hal pengisian data PIB sebagaimana dimaksud pada butir 3.2 huruf b sampai dengan huruf f tidak sesuai:
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada butir 3.2 huruf b sampai dengan huruf f telah sesuai:
Importir melakukan:
Apabila sampai dengan:
5 (lima) hari sejak tanggal pengajuan PIB importir belum melakukan pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor, dalam hal PIB mewajibkan pembayaran atau pembayaran dan penyerahan jaminan; atau b. 14 (empat belas) hari sejak tanggal aju importir belum menyerahkan jaminan atas bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor, dalam hal PIB hanya mewajibkan penyerahan jaminan, Pejabat penerima dokumen menerbitkan respons penolakan.
Dalam hal importir telah menyampaikan data nomor dan tanggal BC 1.1 Inward atau BC 1.2 Inward , pos dan/atau sub pos BC 1.1, Pejabat penerima dokumen melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada butir 3.2 huruf a dan huruf g.
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada butir 8 telah sesuai dengan yang tertera pada PIB maka Pejabat penerima dokumen meneruskan berkas PIB kepada Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/ pembatasan untuk dilakukan penelitian barang larangan/pembatasan.
Dalam hal importir telah melakukan pembayaran bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor dan/atau menyerahkan jaminan, Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan melakukan penelitian pemenuhan ketentuan larangan/pembatasan atas barang impor berdasarkan pos tarif dan/atau uraian jumlah dan jenis barang yang diberitahukan dalam PIB.
1.1. Importir menerima NPBL.
1.2. Importir menyampaikan dokumen yang dipersyaratkan ke Kantor Pabean secara manual.
1.3. Pejabat yang menangani penelitian ketentuan larangan/pembatasan melakukan penelitian terhadap dokumen yang dipersyaratkan.
1.3.1. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan dokumen yang dipersyaratkan telah sesuai dan:
impor dilakukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan; atau huruf a dan huruf g sesuai, apabila impor dilakukan oleh selain AEO dan Mitra Utama Kepabeanan, Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan meneruskan berkas PIB kepada Pejabat penerima dokumen untuk:
1.3.1.1. diberikan nomor dan tanggal pendaftaran PIB;
1.3.1.2. diberitahukan kepada Pejabat yang menangani manifes untuk penutupan pos BC 1.1; dan
1.3.1.3. diteruskan kepada Pejabat pemeriksa dokumen untuk penetapan jalur pelayanan impor.
1.3.2. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan dokumen yang dipersyaratkan belum sesuai, Pejabat yang menangani penelitian penelitian barang larangan/pembatasan memberitahukan kembali kepada importir.
impor dilakukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan; atau
hasil penelitian data sebagaimana dimaksud pada butir 3.2. huruf a dan huruf g sesuai, apabila impor dilakukan oleh selain AEO dan Mitra Utama Kepabeanan, Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan meneruskan berkas PIB kepada Pejabat penerima dokumen untuk:
2.1. diberikan nomor dan tanggal pendaftaran PIB;
2.2. diberitahukan kepada Pejabat yang menangani manifes untuk penutupan pos BC 1.1; dan
2.3. diteruskan kepada Pejabat pemeriksa dokumen untuk penetapan jalur pelayanan impor. II. PEMERIKSAAN PABEAN SEBELUM PENGELUARAN BARANG IMPOR A. Pengeluaran barang impor ditetapkan melalui Jalur Hijau:
Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan SPPB dan menyerahkannya kepada Importir atau PPJK.
Importir atau PPJK menerima SPPB untuk pengeluaran barang dari kawasan pabean. B. Pengeluaran barang impor ditetapkan melalui Jalur Kuning:
Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan Surat Pemberitahuan Jalur Kuning (SPJK) dan menyerahkannya kepada Importir atau PPJK.
Importir atau PPJK menerima SPJK.
Pejabat pemeriksa dokumen melakukan penelitian terhadap data PIB dan/atau dokumen pelengkap pabean.
Pejabat pemeriksa dokumen dapat meminta tambahan keterangan dalam rangka penelitian tarif dan nilai pabean.
Dalam hal hasil penelitian menemukan indikasi adanya perbedaan jumlah, jenis dan/atau pelanggaran, Pejabat pemeriksa dokumen memberitahukan hal tersebut kepada unit pengawasan untuk dilakukan pemeriksaan fisik melalui mekanisme NHI.
2.1. Pejabat pemeriksa dokumen melakukan penetapan tarif dan nilai pabean.
2.2. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean menunjukkan bahwa barang impor merupakan barang larangan atau pembatasan dan belum memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan, Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan Surat Penetapan Barang Larangan/Pembatasan (SPBL) yang berfungsi sebagai pemberitahuan dan penetapan tarif.
2.3. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean mengakibatkan kekurangan pembayaran:
2.3.1. Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan:
SPTNP dan mengirimkan SPTNP serta kode billing kepada Importir, dengan tembusan kepada Pejabat yang menangani penagihan, untuk BM dan PDRI yang wajib dibayar; dan/atau
SPPJ dan mengirimkan SPPJ kepada Importir, dengan tembusan kepada Pejabat yang menangani jaminan, untuk BM dan PDRI yang mendapatkan penundaan.
2.3.2. Importir :
membayar kekurangan pembayaran sesuai dengan SPTNP beserta kode billing dan/atau menyesuaikan jaminan berdasarkan SPPJ dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan.
2.4. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean menunjukkan bahwa barang impor bukan merupakan barang larangan atau pembatasan, atau telah memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan dan:
2.4.1. tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran; atau
2.4.2. mengakibatkan kekurangan pembayaran:
barang diimpor oleh importir dengan katagori risiko rendah dan tidak mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
importir:
telah melunasi kekurangan pembayaran berdasarkan SPTNP dan/atau menyesuaikan jaminan berdasarkan SPPJ dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan, Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan SPPB.
Dalam hal tidak ditemukan indikasi adanya perbedaan jumlah, jenis dan/atau pelanggaran, dilakukan langkah-langkah sesuai dengan butir 5.2.1 s.d.
2.4.2. C. Pengeluaran barang impor ditetapkan melalui Jalur Merah:
Pejabat penerima dokumen menerbitkan Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).
Pejabat penerima dokumen menyerahkan SPJM kepada Importir atau PPJK dan Pengusaha TPS untuk penyiapan barang.
Importir atau PPJK menerima respons SPJM dan menyampaikan pemberitahuan kesiapan barang kepada Pejabat pelayanan pabean paling lambat pada pukul 12.00 pada hari atau hari kerja berikutnya setelah tanggal SPJM.
Apabila Importir tidak menyerahkan dokumen pelengkap pabean dan memberitahukan kesiapan barang dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 2, Pejabat yang menangani pelayanan pabean kepada pengusaha TPS untuk menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan fisik.
Pengusaha TPS menerima pemberitahuan butir 4 dan menyiapkan barang untuk diperiksa.
Dalam hal dokumen pelengkap pabean telah diterima atau Pengusaha TPS menyatakan kesiapan barang, dilakukan langkah sebagai berikut:
Barang yang diimpor oleh importir berisiko rendah yang terkena pemeriksaan acak;
barang sejenis yang terdiri dari satu pos dalam PIB;
barang yang dimuat dalam peti kemas berpendingin ( refrigerated _container); _ d. barang yang berdasarkan analisis intelijen ditetapkan untuk diperiksa melalui pemindai peti kemas _; _ e. barang peka udara; atau
barang lainnya yang berdasarkan pertimbangan Pejabat Bea dan Cukai dapat dilakukan pemeriksaan melalui pemindai peti kemas, sesuai tata cara sebagai berikut:
2.1. Pejabat yang menangani pelayanan pabean menerbitkan Instruksi Pemeriksaan Fisik melalui Pemindai Peti Kemas . 6.2.2. Importir menyiapkan peti kemas untuk dilakukan pemeriksaan fisik melalui pemindai peti kemas.
2.3. Pejabat pemindai peti kemas melakukan pemindaian Barang Impor dan melakukan penelitian hasil cetak pemindaian.
2.4. Pejabat pemindai peti kemas menuliskan kesimpulan pada Laporan Hasil Analisa Tampilan (LHAT), kemudian menyampaikannya kepada Pejabat yang menangani pelayanan pabean.
2.5. Dalam hal Pejabat pemindai peti kemas menyimpulkan untuk dilakukan pemeriksaan fisik barang, Pejabat yang menangani pelayanan pabean menunjuk Pejabat pemeriksa fisik dan menerbitkan Instruksi Pemeriksaan.
2.6. Dalam hal Pejabat pemindai peti kemas menyimpulkan tidak perlu pemeriksaan fisik barang, Pejabat yang menangani pelayanan pabean meneruskan PIB dan dokumen pelengkap pabean, dan LHAT kepada Pejabat pemeriksa dokumen untuk dilakukan penelitian dan penetapan tarif dan nilai pabean.
instruksi pemeriksaan;
invoice/packing list atau hasil cetak PIB; __ dan c. LHAT dan hasil cetak pemindaian, dalam hal dilakukan pemeriksaan melalui pemindai peti kemas yang disimpulkan untuk dilakukan pemeriksaan fisik barang.
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik dan/atau laboratorium kedapatan tidak sesuai, Pejabat pemeriksa dokumen dapat meneruskan kepada unit pengawasan.
tidak dilakukan penelitian lanjutan (7.1); atau
tidak ada respons dari unit pengawasan dalam waktu yang ditentukan butir 7.1, Pejabat pemeriksa dokumen melakukan penelitian tarif dan nilai pabean, serta pemenuhan ketentuan tentang larangan/pembatasan.
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik dan hasil uji laboratorium (jika dilakukan uji laboratorium) menunjukkan kesesuaian dengan pemberitahuan, Pejabat pemeriksa dokumen melakukan penelitian tarif dan nilai pabean, serta pemenuhan ketentuan tentang larangan/pembatasan.
Berdasarkan penelitian tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada butir 6.2.6, butir 7.2, dan butir 8:
1.1. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean mengakibatkan kekurangan pembayaran:
1.1.1. Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan:
SPTNP dan mengirimkan SPTNP serta kode billing kepada Importir, dengan tembusan kepada Pejabat yang menangani penagihan, untuk BM dan PDRI yang wajib dibayar; dan/atau
SPPJ dan mengirimkan SPPJ kepada Importir, dengan tembusan kepada Pejabat yang menangani jaminan, untuk BM dan PDRI yang mendapatkan penundaan.
1.1.2. Importir :
membayar kekurangan pembayaran sesuai dengan SPTNP beserta kode billing dan/atau menyesuaikan jaminan berdasarkan SPPJ dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan.
1.2. Dalam hal hasil penetapan tarif dan nilai pabean menunjukkan bahwa barang impor bukan merupakan barang larangan atau pembatasan, atau telah memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan dan:
1.2.1. tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran; atau
1.2.2. mengakibatkan kekurangan pembayaran:
barang diimpor oleh importir dengan katagori risiko rendah dan tidak mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
importir:
telah melunasi kekurangan pembayaran berdasarkan SPTNP dan/atau menyesuaikan jaminan berdasarkan DPPJ dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan, Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan SPPB. III. PENGELUARAN BARANG IMPOR 1. Importir menyerahkan SPPB/SPPF kepada Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang.
Pejabat mengawasi pengeluaran barang dari kawasan pabean atau TPS oleh importir berdasarkan SPPB atau berdasarkan SPPF untuk MITA Kepabeanan.
Importir menerima SPPB/SPPF yang diberikan catatan oleh Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang.
Importir mengeluarkan Barang Impor dari Kawasan Pabean. IV. PASCA PERSETUJUAN PENGELUARAN BARANG A. Dalam hal pengeluaran barang impor ditetapkan melalui jalur Hijau:
Pejabat pemeriksa dokumen mengirimkan permintaan dokumen pelengkap pabean dalam hal sangat diperlukan untuk penelitian tarif dan nilai pabean;
Importir menyampaikan dokumen pelengkap pabean kepada pejabat pemeriksa dokumen dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah tanggal permintaan dokumen pelengkap pabean;
Pejabat pemeriksa dokumen meneliti dan menetapkan tarif dan nilai pabean dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB, dan:
menerbitkan SPTNP dan kode billing dan/atau SPPJ dalam hal penelitian mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI; atau
menerbitkan rekomendasi penelitian ulang dan/atau audit kepabeanan dalam hal penelitian mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI setelah melebihi 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB;
Importir menerima respons SPTNP beserta kode billing dan/atau SPPJ dan:
melunasinya dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal SPTNP, dan menyerahkan bukti pembayaran kepada pejabat yang menangani penagihan, dan/atau menyesuaikan jaminan berdasarkan SPPJ dalam hal pengeluaran barang impor untuk dipakai mendapatkan persetujuan penundaan pembayaran bea masuk; atau
menyerahkan jaminan dalam hal mengajukan keberatan.
Dalam hal barang impor termasuk dalam pos tarif yang dikenai ketentuan larangan/pembatasan, Pejabat pemeriksa dokumen meneruskan data PIB kepada unit pengawasan, untuk diproses lebih lanjut. B. Dalam hal pengeluaran barang impor dilakukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan, Importir melakukan kegiatan sebagai berikut:
Dalam hal memanfaatkan fasilitas pembayaran berkala, AEO dan MITA Kepabeanan melakukan pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI dengan menggunakan kode billing yang diterbitkan SKP.
Dalam hal AEO dan MITA Kepabeanan tidak menyampaikan nomor dan tanggal BC 1.1, nomor pos atau subpos sebelum mendapatkan SPPB, AEO dan MITA Kepabeanan menyampaikan nomor dan tanggal BC 1.1, nomor pos atau subpos paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pengeluaran barang.
Terhadap barang yang dikeluarkan dengan SPPF oleh AEO atau MITA Kepabeanan dilakukan penyelesaian berikut:
5.1. Dalam hal hasil pemeriksaan fisik kedapatan sesuai, Pejabat pemeriksa fisik menerbitkan SPPB.
5.2. Dalam hal hasil pemeriksaan fisik kedapatan tidak sesuai, Pejabat pemeriksa fisik mengirim LHP dan BAP Fisik kepada Pejabat pemeriksa dokumen untuk dilakukan penyelesaian sesuai dengan tahapan pada penyelesaian pengeluaran barang impor yang ditetapkan jalur merah butir 6.6. sampai dengan DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, -ttd- HERU PAMBUDI TATA KERJA PERUBAHAN DATA PIB 1. Importir/PPJK yang dikuasakannya mengajukan permohonan perubahan data PIB kepada Kepala Kantor Pabean dengan melampirkan:
Fotokopi atau hasil cetak/formulir PIB lama;
Hasil cetak/formulir PIB perubahan;
Dokumen pelengkap pabean; dan
Bukti lain yang mendukung perubahan data.
Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk menerima dan melakukan penelitian atas permohonan.
Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan sementara proses pelayanan kepabeanan atas PIB dimaksud.
Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk dalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap menerbitkan:
Surat persetujuan dalam hal permohonan diterima; atau
Surat penolakan dalam hal permohonan ditolak.
Importir/PPJK yang dikuasakannya menerima surat persetujuan atau surat penolakan perubahan data PIB.
Dalam hal permohonan diterima, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk:
melakukan perubahan data PIB dalam SKP, untuk PIB yang diajukan melalui PDE atau media penyimpan data;
melakukan penandasahan formulir PIB perubahan dan menyatukannya bersama surat persetujuan perubahan data pada berkas PIB yang ada di Kantor Pabean, untuk PIB yang diajukan melalui tulisan di atas formulir; atau
melanjutkan proses pelayanan kepabeanan. DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, -ttd- HERU PAMBUDI LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-16/BC/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI TATAKERJA PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI YANG DIAJUKAN KEBERATAN A. Di Kantor Pabean yang Menggunakan Sistem PDE Kepabeanan 1. Importir mengajukan keberatan atas penetapan Pejabat.
Dalam hal keberatan diajukan dengan jaminan :
3.1. Pejabat yang menangani keberatan untuk diproses lebih lanjut dalam rangka penerusan berkas surat keberatan kepada Direktur Jenderal; dan
3.2. Pejabat yang menangani penerimaan untuk dilakukan pemantauan.
4.1. Dalam hal tidak lengkap, mengembalikan kepada importir untuk dilengkapi.
4.2. Dalam hal lengkap, menyampaikan kepada Kepala Kantor Pabean untuk diteruskan kepada Direktur Jenderal.
7.1. Pejabat yang menangani keberatan merekam nomor keputusan keberatan ke dalam SKP. LAMPIRAN III PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-16/BC/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI 2.7.2. SKP menutup SPTNP dengan nomor keputusan Direktur Jenderal dan memberitahukan secara elektronik kepada Pejabat yang menangani jaminan.
7.3. Pejabat yang menangani jaminan mengembalikan jaminan kepada importir.
8.1. Dilakukan pelunasan dengan cara :
Pejabat yang menangani jaminan mencairkan jaminan dan menyetorkan ke kas negara dengan SSPCP, atau b. Importir melunasi kekurangan pembayaran BM, Cukai, PDRI, dan Sanksi Administrasi ke Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi sejumlah yang tercantum dalam SPTNP.
8.2. Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi mengirim credit advice ke SKP di Kantor Pabean 2.8.3. SKP melakukan penelitian terhadap kesesuaian jumlah yang tercantum dalam SPTNP dengan credit advice yang dikirim oleh Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi.
8.4. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan sesuai, SKP menyelesaikan SPTNP dengan SSPCP, dan menyampaikan hal tersebut secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penerimaan.
8.5. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan :
8.5.1. Jumlah yang dilunasi lebih dari yang tercantum dalam SPTNP, SKP menolak pembayaran dimaksud serta memberitahukan secara elektronik kepada Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi dan kepada Importir.
8.5.2. Jumlah yang dilunasi kurang dari yang tercantum dalam SPTNP, SKP memberitahukan secara elektronik kepada importir agar importir melunasi kekurangan pembayaran, dengan tembusan secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penagihan.
9.1. Dilakukan pelunasan dengan cara sebagai berikut :
Pejabat yang menangani jaminan mencairkan jaminan dan menyetorkan kepada ke kas negara, atau b. Importir melunasi kekurangan pembayaran BM, Cukai, PDRI, dan Sanksi Administrasi sesuai yang tercantum dalam keputusan keberatan.
9.2. Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi mengirim pembayaran __ ke SKP di Kantor Pabean.
9.3. Pejabat yang menangani penerimaan merekam nomor keputusan keberatan, serta jumlah tagihan yang harus dilunasi sesuai keputusan keberatan.
9.4. SKP mengganti jumlah tagihan sesuai jumlah yang direkam oleh Pejabat yang menangani penerimaan.
9.5. SKP melakukan penelitian terhadap kesesuaian jumlah yang tercantum dalam SPTNP dengan pembayaran.
9.5.1. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan sesuai, SKP menyelesaikan SPTNP, dan menyampaikan hal tersebut secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penerimaan.
9.5.2. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan :
9.5.2.1. Jumlah yang dilunasi lebih dari yang tercantum dalam keputusan keberatan, SKP menolak pembayaran dimaksud dan memberitahukan secara elektronik kepada Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi dan kepada Importir.
9.5.2.2. Jumlah yang dilunasi kurang dari yang tercantum dalam SPTNP, SKP memberitahukan secara elektronik kepada importir agar melunasi kekurangan pembayaran, dengan tembusan secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penagihan.
9.5.3. Selanjutnya dilakukan langkah sesuai butir 2.9.1.b., 3. Dalam hal keberatan tanpa jaminan :
2.1. Pejabat yang menangani keberatan untuk diproses lebih lanjut dalam rangka penerusan berkas surat keberatan kepada Direktur Jenderal; dan
2.2. Pejabat yang menangani penerimaan untuk dilakukan pemantauan.
3.1. Dalam hal tidak lengkap, mengembalikan untuk diperbaiki.
3.2. Dalam hal lengkap, menyampaikan kepada Kepala Kantor Pabean untuk diteruskan ke Direktur Jenderal.
7.1. Importir melunasi kekurangan pembayaran BM, Cuai, PDRI, dan Sanksi administrasi sesuai yang tercantum dalam SPTNP.
7.2. Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi mengirim pembayaran __ ke SKP di Kantor Pabean.
7.3. SKP melakukan penelitian terhadap kesesuaian jumlah yang tercantum dalam SPTNP dengan pembayaran yang dikirim oleh Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi.
7.4. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan sesuai, SKP menyelesaikan SPTNP, menyampaikan hal tersebut secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penerimaan, serta menerbitkan SPPB.
7.5. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan :
7.5.1. Jumlah yang dilunasi lebih dari yang tercantum dalam SPTNP, SKP menolak pembayaran dimaksud serta memberitahukan secara elektronik kepada Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi dan kepada Importir.
7.5.2. Jumlah yang dilunasi kurang dari yang tercantum dalam SPTNP, SKP memberitahukan secara elektronik kepada importir agar melunasi kekurangan pembayaran, dengan tembusan secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penagihan.
7.5.3. Selanjutnya dilakukan langkah sesuai butir 3.7.1. s.d.
7.4.
8.1. Importir melunasi kekurangan pembayaran BM, Cukai, PDRI, dan Sanksi Administrasi sesuai yang tercantum dalam keputusan atas keberatan.
8.2. Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi mengirim pembayaran __ ke SKP di Kantor Pabean.
8.3. Pejabat yang menangani penerimaan merekam nomor keputusan keberatan dan jumlah tagihan yang harus dilunasi sesuai keputusan atas keberatan.
8.4. SKP mengganti jumlah tagihan sesuai yang direkam oleh Pejabat yang menangani penerimaan.
8.5. SKP melakukan penelitian terhadap kesesuaian jumlah yang direkam oleh Pejabat yang menangani penerimaan dengan pembayaran . 3.8.5.1. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan kesesuaian, SKP menyelesaikan SPTNP, menyampaikan hal tersebut secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penerimaan, dan menerbitkan SPPB.
8.5.2. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan :
8.5.2.1. Jumlah yang dilunasi lebih dari yang tercantum, SKP menolak pembayaran dimaksud dan memberitahukan secara elektronik kepada Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi dan kepada Importir.
8.5.2.2. Jumlah yang dilunasi kurang dari yang tercantum dalam SPTNP, SKP memberitahukan secara elektronik kepada importir agar melunasi kekurangan pembayaran, dengan tembusan secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penagihan.
8.5.3. Selanjutnya dilakukan tahapan sesuai butir 3.8.1., 3.8.2., 3.8.5., dan 3.8.5.1. B. Di Kantor Pabean yang Menggunakan Sistem Media Penyimpan Data Elektronik 1. Importir mengajukan keberatan atas penetapan Pejabat.
Dalam hal keberatan diajukan dengan jaminan :
3.1. Pejabat yang menangani keberatan untuk diproses lebih lanjut dalam rangka penerusan berkas surat keberatan kepada Direktur Jenderal; dan
3.2. Pejabat yang menangani penerimaan untuk dilakukan pemantauan.
4.1. Dalam hal tidak lengkap, mengembalikan kepada importir untuk dilengkapi.
4.2. Dalam hal lengkap, menyampaikan kepada Kepala Kantor Pabean untuk diteruskan kepada Direktur Jenderal.
7.1. Pejabat yang menangani keberatan merekam nomor keputusan keberatan ke dalam SKP.
7.2. SKP menutup SPTNP dengan nomor keputusan Direktur Jenderal dan memberitahukan secara elektronik kepada Pejabat yang menangani jaminan.
7.3. Pejabat yang menangani jaminan mengembalikan jaminan kepada importir.
8.1. Dilakukan pelunasan dengan cara :
Pejabat yang menangani jaminan mencairkan jaminan dan menyetorkan ke kas negara, atau b. Importir melunasi kekurangan pembayaran BM, Cukai, PDRI, dan Sanksi Administrasi ke Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi sejumlah yang tercantum dalam SPTNP, dan menyerahkan bukti pembayaran kepada Pejabat yang menangani penerimaan.
8.2. Pejabat yang menangani penerimaan merekam nomor, tanggal, dan jumlah yang tercantum dalam bukti pembayaran.
8.3. SKP melakukan penelitian terhadap kesesuaian jumlah yang tercantum dalam SPTNP dengan yang tercantum dalam bukti pembayaran.
8.4. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan sesuai, SKP menyelesaikan SPTNP dan menyampaikan hal tersebut secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penerimaan.
8.5. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan :
8.5.1. Jumlah yang dilunasi lebih dari yang tercantum dalam SPTNP, SKP menolak pembayaran dimaksud serta memberitahukan kepada Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi dan kepada Importir.
8.5.2. Jumlah yang dilunasi kurang dari yang tercantum dalam SPTNP, SKP memberitahukan secara tertulis kepada importir agar melunasi kekurangan pembayaran, dengan tembusan kepada Pejabat yang menangani penagihan 2.8.6. Selanjutnya dilakukan tahapan sesuai butir 2.8.1.huruf b. s.d.
8.4.
9.1. Dilakukan pelunasan dengan cara sebagai berikut :
Pejabat yang menangani jaminan mencairkan jaminan dan menyetorkan kepada ke kas negara, atau b. Importir melunasi kekurangan pembayaran BM, Cukai, PDRI, dan Sanksi Administrasi sesuai yang tercantum dalam keputusan atas keberatan, dan menyerahkan bukti pembayaran kepada Pejabat yang menangani penerimaan.
9.2. Pejabat yang menangani penerimaan merekam nomor keputusan atas keberatan dan jumlah tagihan yang harus dilunasi sesuai keputusan keberatan.
9.3. Pejabat yang menangani penerimaan merekam nomor bukti pembayaran serta jumlah tagihan yang tercantum di dalamnya.
9.4. SKP mengganti jumlah tagihan sesuai jumlah yang direkam oleh Pejabat yang menangani penerimaan.
9.5. SKP melakukan penelitian terhadap kesesuaian jumlah yang tercantum dalam SPTNP dengan bukti pembayaran.
9.5.1. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan sesuai, SKP menyelesaikan SPTNP dan menyampaikan hal tersebut secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penerimaan.
9.5.2. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan :
9.5.2.1. Jumlah yang dilunasi lebih dari yang tercantum, SKP menolak pembayaran dimaksud dan memberitahukan secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penerimaan untuk diberitahukan secara tertulis kepada Bank Devisa Persepsi dan kepada Importir.
9.5.2.2. Jumlah yang dilunasi kurang dari yang tercantum dalam SPTNP, SKP memberitahukan secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penagihan untuk diberitahukan secara tertulis kepada importir agar melunasi kekurangan pembayaran.
9.5.3. Selanjutnya dilakukan tahapan sesuai butir 2.9.1.huruf b., 2.9.3., 2.9.5., dan 2.9.5.1.
Dalam hal keberatan tanpa jaminan :
2.1. Pejabat yang menangani keberatan untuk diproses lebih lanjut dalam rangka penerusan berkas surat keberatan kepada Direktur Jenderal; dan
2.2. Pejabat yang menangani penerimaan untuk dilakukan pemantauan.
3.1. Dalam hal tidak lengkap, mengembalikan untuk diperbaiki.
3.2. Dalam hal lengkap, menyampaikan kepada Kepala Kantor Pabean untuk diteruskan ke Direktur Jenderal.
7.1. Importir melunasi kekurangan pembayaran BM, Cukai, PDRI, dan Sanksi Administrasi sesuai yang tercantum dalam SPTNP, dan menyerahkan bukti pembayaran kepada Pejabat yang menangani administrasi penerimaan.
7.2. Pejabat yang menangani penerimaan merekam nomor dan tanggal bukti pembayaran serta jumlah yang tercantum dalam SSPCP.
7.3. SKP melakukan penelitian terhadap kesesuaian jumlah yang tercantum dalam SPTNP dengan yang tercantum dalam bukti pembayaran.
7.4. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan sesuai, SKP menyelesaikan SPTNP dan menyampaikan hal tersebut secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penerimaan, serta menerbitkan SPPB.
7.5. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan :
7.5.1. Jumlah yang dilunasi lebih dari yang tercantum dalam SPTNP, SKP menolak pembayaran dimaksud serta memberitahukan secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penerimaan untuk diberitahukan secara tertulis kepada Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi dan kepada Importir.
7.5.2. Jumlah yang dilunasi kurang dari yang tercantum dalam SPTNP, SKP memberitahukan secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penagihan untuk diberitahukan secara tertulis kepada importir agar melunasi kekurangan pembayaran.
7.5.3. Selanjutnya dilakukan langkah sesuai butir 3.7.1. s.d.
7.4.
8.1. Importir melunasi kekurangan pembayaran BM, Cukai, PDRI, dan Sanksi Administrasi sesuai yang tercantum dalam keputusan keberatan, dan menyerahkan bukti pembayaran kepada Pejabat yang menangani penerimaan.
8.2. Pejabat yang menangani penerimaan merekam nomor keputusan atas keberatan dan jumlah tagihan yang harus dilunasi sesuai keputusan atas keberatan.
8.3. Pejabat yang menangani penerimaan merekam nomor bukti pembayaran dan jumlah yang tercantum di dalamnya.
8.4. SKP mengganti jumlah tagihan sesuai yang direkam oleh Pejabat yang menangani penerimaan.
8.5. SKP melakukan penelitian terhadap kesesuaian jumlah yang direkam oleh Pejabat yang menangani penerimaan dengan yang tercantum dalam bukti pembayaran.
8.5.1. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan kesesuaian, SKP menyelesaikan SPTNP dan menyampaikan hal tersebut secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penerimaan, dan menerbitkan SPPB.
8.5.2. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan :
8.5.2.1. Jumlah yang dilunasi lebih dari yang tercantum, SKP menolak pembayaran dimaksud dan memberitahukan secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penerimaan untuk diberitahukan secara tertulis kepada Bank Devisa Persepsi dan kepada Importir.
8.5.2.2. Jumlah yang dilunasi kurang dari yang tercantum dalam SPTNP, SKP memberitahukan secara elektronik kepada Pejabat yang menangani penagihan untuk diberitahukan secara tertulis kepada importir agar melunasi kekurangan pembayaran.
8.5.3. Selanjutnya dilakukan tahapan sesuai butir 3.8.1., 3.8.3., 3.8.4., 3.8.5., dan 3.8.5.1. C. Di Kantor Pabean yang Menggunakan Sistem Pelayanan PIB Berupa Tulisan di atas Formulir 1. Importir mengajukan keberatan atas penetapan Pejabat.
Dalam hal keberatan diajukan dengan jaminan :
3.1. Pejabat yang menangani keberatan untuk diproses lebih lanjut dalam rangka penerusan berkas surat keberatan kepada Direktur Jenderal; dan
3.2. Pejabat yang menangani penerimaan untuk dilakukan pemantauan.
4.1. Dalam hal tidak lengkap, mengembalikan kepada importir untuk dilengkapi.
4.2. Dalam hal lengkap, menyampaikan kepada Kepala Kantor Pabean untuk diteruskan kepada Direktur Jenderal.
7.1. Pejabat yang menangani keberatan menyatukan keputusan keberatan degnan berkas surat keberatan, dan meneruskannya kepada Pejabat yang menangani jaminan.
7.2. Pejabat yang menangani jaminan mengembalikan jaminan kepada importir.
8.1. Dilakukan pelunasan dengan cara :
Pejabat yang menangani jaminan mencairkan jaminan dan menyetorkan ke kas negara, atau b. Importir melunasi kekurangan pembayaran BM, Cukai, PDRI, dan Sanksi Administrasi ke Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi sejumlah yang tercantum dalam SPTNP, dan menyerahkan bukti pembayaran kepada Pejabat yang menangani penerimaan.
8.2. Pejabat yang menangani penerimaan melakukan penelitian terhadap kesesuaian jumlah yang tercantum dalam SPTNP dengan yang tercantum dalam bukti pembayaran.
8.2.1. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan sesuai, Pejabat yang menangani penerimaan menyelesaikan SPTNP dengan bukti pembayaran.
8.2.2. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan tidak sesuai, Pejabat yang menangani penerimaan memberitahukan secara tertulis kepada Importir dan kepada Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi.
8.3. Selanjutnya dilakukan tahapan sesuai butir 2.8.1. huruf b. s.d.
8.2.1.
9.1. Dilakukan pelunasan dengan cara sebagai berikut :
Pejabat yang menangani jaminan mencairkan jaminan dan menyetorkan kepada ke kas negara, atau b. Importir melunasi kekurangan pembayaran BM, Cukai, PDRI, dan Sanksi Administrasi sesuai yang tercantum dalam keputusan atas keberatan, dan menyerahkan bukti pembayaran kepada Pejabat yang menangani penerimaan.
9.2. Pejabat yang menangani penerimaan menyatukan berkas SPTNP dengan keputusan atas keberatan dan bukti pembayaran.
9.3. Pejabat yang menangani penerimaan melakukan penelitian terhadap kesesuaian jumlah yang tercantum keputusan atas keberatan dengan bukti pembayaran.
9.3.1. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan sesuai, Pejabat yang menangani penerimaan SKP menyelesaikan SPTNP.
9.3.2. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan tidak sesuai, Pejabat yang menangani penerimaan memberitahukan secara tertulis kepada Importir dan kepada Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi.
9.3.3. Selanjutnya dilakukan tahapan sesuai butir 2.9.1.huruf 3. Dalam hal keberatan tanpa jaminan :
2.1. Pejabat yang menangani keberatan untuk diproses lebih lanjut dalam rangka penerusan berkas surat keberatan kepada Direktur Jenderal; dan
2.2. Pejabat yang menangani penerimaan untuk dilakukan pemantauan.
3.1. Dalam hal tidak lengkap, mengembalikan untuk diperbaiki.
3.2. Dalam hal lengkap, menyampaikan kepada Kepala Kantor Pabean untuk diteruskan ke Direktur Jenderal.
6.1. Pejabat yang menangani keberatan menyatukan keputusan keberatan dengan berkas surat keberatan, dan meneruskannya kepada Pejabat yang menangani jaminan.
6.2. Pejabat yang menangani jaminan mengembalikan jaminan kepada importir.
7.1. Dilakukan pelunasan dengan cara :
Pejabat yang menangani jaminan mencairkan jaminan dan menyetorkan ke kas negara, atau b. Importir melunasi kekurangan pembayaran BM, Cukai, PDRI, dan Sanksi Administrasi ke Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi sejumlah yang tercantum dalam SPTNP, dan menyerahkan bukti pembayaran kepada Pejabat yang menangani penerimaan.
7.2. Pejabat yang menangani penerimaan melakukan penelitian terhadap kesesuaian jumlah yang tercantum dalam SPTNP dengan yang tercantum dalam bukti pembayaran.
7.2.1. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan sesuai, Pejabat yang menangani penerimaan menyelesaikan SPTNP.
7.2.2. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan tidak sesuai, Pejabat yang menangani penerimaan memberitahukan secara tertulis kepada Importir dan kepada Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi.
7.2.3. Selanjutnya dilakukan langkah sesuai butir 2.7.1.huruf b s.d. 2.7.2.1.
7.3. Pejabat yang menangani jaminan meneruskan berkas penyelesaian SPTNP kepada Pejabat pemeriksa dokumen.
7.4. Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan SPPB.
8.1. Dilakukan pelunasan dengan cara :
Pejabat yang menangani jaminan mencairkan jaminan dan menyetorkan ke kas negara, atau b. Importir melunasi kekurangan pembayaran BM, Cukai, PDRI, dan Sanksi Administrasi ke Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi sejumlah yang tercantum dalam SPTNP, dan menyerahkan bukti pembayaran kepada Pejabat yang menangani penerimaan.
8.2. Pejabat yang menangani penerimaan melakukan penelitian terhadap kesesuaian jumlah yang tercantum dalam keputusan atas keberatan dengan yang tercantum dalam bukti pembayaran.
8.2.1. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan sesuai, Pejabat yang menangani penerimaan menyelesaikan SPTNP.
8.2.2. Dalam hal hasil penelitian menunjukkan tidak sesuai, Pejabat yang menangani penerimaan memberitahukan secara tertulis kepada Importir dan kepada Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi.
8.2.3. Selanjutnya dilakukan tahapan sesuai butir 3.8.3. Pejabat yang menangani jaminan meneruskan berkas penyelesaian SPTNP kepada Pejabat pemeriksa dokumen.
8.4. Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan SPPB. DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, -ttd- HERU PAMBUDI TATA KERJA PENYELESAIAN BARANG IMPOR EKSEP 1. Setelah mendapatkan nomor pendaftaran PIB, Importir mengajukan permohonan untuk mendapatkan persetujuan pengeluaran Barang Impor eksep kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk sebelum :
pengeluaran Barang Impor untuk yang ditetapkan jalur hijau dan jalur kuning; atau b. dilakukan pemeriksaan fisik untuk yang ditetapkan jalur merah.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilengkapi dengan :
Fotokopi PIB, b. Dokumen pelengkap pabean, dan c. Dokumen yang menerangkan penyebab terjadinya pengeluaran Barang Impor eksep.
Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk memberikan persetujuan atau menolak permohonan pengeluaran Barang Impor eksep.
Dalam hal Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan, Importir menyampaikan persetujuan Kepala Kantor Pabean dan SPPB kepada Pejabat yang menangani pelayanan pabean.
Pejabat yang menangani pelayanan pabean memberikan persetujuan pengeluaran sebagian dengan memberikan catatan pada SPPB.
Terhadap Barang Impor eksep yang merupakan sisa dari barang yang dikeluarkan sebagian sebagaimana dimaksud pada butir 5, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1.1. instruksi pemeriksaan fisik melalui pemindai peti kemas dalam hal ditetapkan jalur hijau dan jalur kuning; atau
1.2. instruksi pemeriksaan fisik, dalam hal tidak tersedia pemindai peti kemas atau ditetapkan jalur merah.
2.2. Dalam hal hasil pemeriksaan fisik/pemindaian menunjukkan hasil tidak sesuai dengan PIB :
2.2.1. Pejabat pemeriksa fisik/Pejabat pemindai peti kemas memberikan catatan “TIDAK SESUAI PEMBERITAHUAN” pada SPPB, kemudian meneruskannya kepada Pejabat yang menangani pelayanan pabean.
2.2.2. Pejabat yang menangani pelayanan pabean meneruskan berkas PIB atas Barang Impor eksep dan SPPB kepada unit pengawasan untuk dilakukan penelitian ada tidaknya dugaan tindak pidana.
2.2.3. Unit pengawasan melakukan penelitian mendalam, kemudian mengembalikan berkas PIB dan SPPB kepada Pejabat yang menangani pelayanan pabean dalam hal tidak ditemukan dugaan tindak pidana untuk diberikan catatan “SETUJU KELUAR” setelah kekurangan pembayaran bea masuk, PDRI dan sanksi administrasi berupa denda dilunasi.
2.2.4. Dalam hal ditemukan dugaan tindak pidana, unit pengawasan melakukan proses lebih lanjut.
2.3. Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang mencocokkan SPPB dengan nomor, merek, ukuran, jumlah dan jenis kemasan/peti kemas yang bersangkutan:
2.3.1. Dalam hal ditemukan sesuai, Barang Impor dapat dikeluarkan dengan diberikan catatan ”TELAH DIKELUARKAN” pada SPPB.
2.3.2. Dalam hal ditemukan tidak sesuai, Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang mencegah pengeluaran barang, dan memberikan catatan ”TIDAK SESUAI” pada SPPB serta melaporkannya kepada Pejabat yang menangani pelayanan pabean.
2.4. Pejabat yang menangani pelayanan pabean meneruskan berkas PIB kepada unit pengawasan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut;
2.5. Unit pengawasan melakukan penelitian mendalam, kemudian mengembalikan berkas PIB dan SPPB kepada Pejabat yang menangani pelayanan pabean dalam hal tidak ditemukan dugaan tindak pidana.
2.6. Pejabat yang menangani pelayanan pabean menerbitkan instruksi pemeriksaan fisik:
2.6.1. Dalam hal hasil pemeriksaan fisik menunjukkan sesuai, Pejabat yang menangani pelayanan pabean memberikan catatan “SETUJU KELUAR”.
2.6.2. Dalam hal hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tidak sesuai, Pejabat yang menangani pelayanan pabean meneruskan berkas PIB dan SPPB kepada unit pengawasan untuk dilakukan penelitian ada tidaknya dugaan tindak pidana.
2.6.3. Unit pengawasan melakukan penelitian mendalam, kemudian mengembalikan berkas PIB dan SPPB kepada Pejabat yang menangani pelayanan pabean dalam hal tidak ditemukan dugaan tindak pidana untuk diberikan catatan “SETUJU KELUAR” setelah kekurangan pembayaran dan sanksi administrasi berupa denda dilunasi.
2.6.4. Dalam hal ditemukan dugaan tindak pidana, unit pengawasan melakukan proses lebih lanjut.
2.7. Dalam hal ditemukan sesuai, Barang Impor dapat dikeluarkan dengan diberikan catatan ”TELAH DIKELUARKAN” pada SPPB oleh Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang.
4.1. mengajukan surat pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean;
4.2. mengajukan permohonan pengembalian bea masuk kepada Kepala Kantor Pabean;
4.3. mengajukan PIB baru dengan membayar bea masuk, cukai dan PDRI. DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, -ttd- HERU PAMBUDI TATA KERJA PENYELESAIAN SEBAGIAN BARANG IMPOR 1. Importir/PPJK yang dikuasakannya mengajukan permohonan pengeluaran sebagaian barang impor dengan dilampiri dokumen terkait.
Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian atas permohonan.
Pejabat yang menangani pengawasan melakukan penyegelan terhadap barang impor.
Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah dokumen diterima lengkap memberikan tanggapan:
menerbitkan surat persetujuan pengeluaran sebagian, dalam hal permohonan diterima; atau
menerbitkan surat penolakan pengeluaran sebagian, dalam hal permohonan ditolak.
Importir/PPJK yang dikuasakannya menerima surat persetujuan atau surat penolakan.
Dalam hal permohonan diterima:
PIB belum mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran, Pejabat yang menangani ketentuan larangan/pembatasan memasukkan persetujuan pengeluaran sebagian di dalam SKP; atau
PIB telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran, Pejabat pemeriksa dokumen memasukkan persetujuan pengeluaran sebagian di dalam SKP.
1.1. SKP melanjutkan proses pelayanan kepabeanan atas PIB.
1.2. SKP memberikan catatan pada SPPB yang diterbitkan sesuai dengan persetujuan pengeluaran sebagian dan penelitian Pejabat pemeriksa dokumen.
PIB belum mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran, Pejabat yang menangani ketentuan larangan/pembatasan meneruskan berkas PIB LAMPIRAN V PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-16/BC/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI dan surat persetujuan kepada Pejabat penerima dokumen; atau
PIB telah mendapatkan penjaluran, Pejabat pemeriksa dokumen meneruskan penelitian PIB lebih lanjut.
2.1. PIB dilanjutkan proses pelayanan kepabeanannya.
2.2. Pejabat pemeriksa dokumen memberikan catatan pada SPPB yang diterbitkan sesuai dengan persetujuan pengeluaran sebagian dan penelitian Pejabat pemeriksa dokumen.
Importir/PPJK yang dikuasakannya menerima SPPB dengan catatan pengeluaran barang dan menyampaikannya kepada Pejabat yang menangani pengawasan.
Pejabat yang menangani pengawasan:
Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang melakukan pengawasan pengeluaran barang sebagian dan memberikan catatan atas SPPB. DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, -ttd- HERU PAMBUDI TATA KERJA PEMBATALAN PIB 1. Importir/PPJK yang dikuasakannya mengajukan permohonan pembatalan PIB kepada Kepala Kantor Pabean dengan melampirkan:
Fotokopi atau hasil cetak/formulir PIB minimal 2 rangkap;
Dokumen pelengkap pabean; dan
Bukti lain yang mendukung pembatalan.
Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk menerima dan melakukan penelitian atas permohonan.
Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk dalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap menerbitkan:
surat persetujuan dalam hal permohonan diterima; atau
surat penolakan dalam hal permohonan ditolak.
Dalam hal permohonan diterima, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk:
memberikan cap “DIBATALKAN” pada hasil cetak PIB serta melakukan pembatalan PIB dalam SKP, untuk PIB yang diajukan melalui PDE atau media penyimpan data; atau
memberikan cap “DIBATALKAN” pada formulir PIB yang disampaikan dan pada berkas PIB yang ada di Kantor Pabean serta menghentikan proses pelayanan kepabeanan atas PIB dimaksud, untuk PIB yang diajukan melalui tulisan di atas formulir.
Importir/PPJK yang dikuasakannya menerima surat persetujuan pembatalan PIB bersama hasil cetak/formulir PIB yang telah dicap “DIBATALKAN”, atau surat penolakan pembatalan PIB. DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, -ttd- HERU PAMBUDI LAMPIRAN VI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-16/BC/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI FORMULIR-FORMULIR YANG DIGUNAKAN DALAM KEGIATAN IMPOR UNTUK DIPAKAI 1. NOTA PEMBERITAHUAN PENOLAKAN (NPP).
NOTA PERMINTAAN DATA DAN DOKUMEN (NPD).
NOTA PEMBERITAHUAN BARANG LARANGAN/PEMBATASAN (NPBL).
SURAT PEMBERITAHUAN PENGELUARAN BARANG (SPPB).
SURAT PEMBERITAHUAN JALUR MERAH (SPJM).
SURAT PEMBERITAHUAN JALUR KUNING (SPJK).
SURAT PEMBERITAHUAN PEMERIKSAAN FISIK (SPPF).
INSTRUKSI PEMERIKSAAN (IP).
INSTRUKSI PEMERIKSAAN FISIK MELALUI PEMINDAI.
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN FISIK (LHP).
BERITA ACARA PEMERIKSAAN FISIK (BAP FISIK).
LAPORAN HASIL ANALISIS TAMPILAN (LHAT).
SURAT PENETAPAN BARANG LARANGAN/PEMBATASAN (SPBL).
SURAT PENETAPAN PENYESUAIAN JAMINAN (SPPJ). LAMPIRAN VII PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-16/BC/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI 1. FORMAT NOTA PEMBERITAHUAN PENOLAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH/KANTOR PELAYANAN UTAMA ....................... KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ................. NOTA PEMBERITAHUAN PENOLAKAN (NPP) Nomor Pengajuan : Tanggal Respons : Kepada : Importir NPWP : Nama : Alamat : PPJK NPWP : Nama : Alamat : NP PPJK : PIB yang Saudara sampaikan tidak memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut. Agar dilakukan perbaikan sebagai berikut :
.....
.....
..... …………………tanggal...……… Pejabat Penerima Dokumen Tanda tangan : Nama : NIP :
NOTA PERMINTAAN DATA DAN/ATAU DOKUMEN (NPD) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH/KANTOR PELAYANAN UTAMA ....................... KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ................. NOTA PERMINTAAN DATA DAN/ATAU DOKUMEN (NPD) Nomor Pengajuan : tanggal : Nomor Pendaftaran PIB : tanggal : Kepada : Importir NPWP : Nama : Alamat : PPJK NPWP : Nama : Alamat : NP PPJK : PIB yang Saudara sampaikan agar memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut, diperlukan data dan/atau dokumen sebagai berikut : No. Uraian Data dan/atau Dokumen Dilampirkan Ya / Tidak …………………tanggal...……… Pejabat Pemeriksa Dokumen/Penerima Dokumen Tanda tangan : Nama : NIP :
NOTA PEMBERITAHUAN BARANG LARANGAN/PEMBATASAN (NPBL) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH/KANTOR PELAYANAN UTAMA ....................... KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ................. NOTA PEMBERITAHUAN BARANG LARANGAN/PEMBATASAN (NPBL) Nomor Pengajuan PIB : tanggal : Kepada : Importir NPWP : Nama : Alamat : PPJK NPWP : Nama : Alamat : NP PPJK : Dalam PIB yang Saudara sampaikan terdapat barang yang terkena ketentuan larangan/pembatasan, sebagai berikut: Item No. Jenis Barang Ketentuan Larangan/Pembatasan (1) (2) (3) Saudara diminta segera menyerahkan pemenuhan ketentuan larangan/pembatasan dari instansi terkait sebagaimana dimaksud kolom 3 di atas....………………tanggal...……… Pejabat Peneliti Barang Larangan/Pembatasan Tanda tangan : Nama : NIP :
SURAT PEMBERITAHUAN PENGELUARAN BARANG (SPPB) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH/KANTOR PELAYANAN UTAMA ....................... KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ................. SURAT PERSETUJUAN PENGELUARAN BARANG (SPPB) NOMOR: TANGGAL: Nomor Pendaftaran PIB : tanggal : Kepada : Importir NPWP : Nama : Alamat : PPJK NPWP : Nama : Alamat : NP PPJK : Lokasi Barang : No.B/L atau AWB : Tanggal : Nama Sarana Pengangkut : No.Voy./Flight : No. BC 1.1 : Tanggal : Pos : Jumlah/jenis kemasan : Berat : Merk kemasan : Jumlah peti kemas : Nomor Peti Kemas/Ukuran : Catatan pengeluaran :
............................ tanggal ........................ ............................. tanggal ........................... Pejabat Pemeriksa Dokumen *) Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang Tanda tangan : Tanda tangan : Nama : Nama : NIP : NIP : *) Diisi dalam hal pengeluaran diawasi oleh Pejabat Bea dan Cukai Peruntukan 1. Importir;
Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang.
SURAT PEMBERITAHUAN JALUR MERAH (SPJM) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH/KANTOR PELAYANAN UTAMA ....................... KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ................. SURAT PEMBERITAHUAN JALUR MERAH (SPJM) Nomor Pendaftaran PIB : tanggal : Kepada : Importir NPWP : Nama : Alamat : PPJK NPWP : Nama : Alamat : NP PPJK : Lokasi Barang : Jumlah kemasan yang harus diperiksa : Nomor kontainer yang diperiksa : Nomor kemasan yang diperiksa : PIB yang Saudara ajukan telah mendapatkan penetapan JALUR MERAH. Saudara wajib menyerahkan dokumen pelengkap pabean serta menyiapkan barang untuk dilakukan pemeriksaan fisik paling lambat pukul 12.00 pada hari/hari kerja *) berikutnya setelah tanggal SPJM ini....………………tanggal...……… Pejabat yang menangani pelayanan pabean/ Pejabat pemeriksa dokumen Tanda tangan : Nama : NIP : Peruntukan 1. Importir;
Pejabat pemeriksa fisik;
Pengusaha TPS. *) menyesuaikan hari kerja kantor 6. SURAT PEMBERITAHUAN JALUR KUNING (SPJK) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH/KANTOR PELAYANAN UTAMA ....................... KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ................. SURAT PEMBERITAHUAN JALUR KUNING (SPJK) Nomor Pendaftaran PIB : tanggal : Kepada : Importir NPWP : Nama : Alamat : PPJK NPWP : Nama : Alamat : NP PPJK : Lokasi Barang : PIB yang Saudara ajukan telah mendapatkan penetapan JALUR KUNING. Saudara wajib menyerahkan dokumen pelengkap pabean paling lambat pukul 12.00 pada hari/hari kerja *) berikutnya setelah tanggal SPJK ini....………………tanggal...……… Pejabat pemeriksa dokumen Tanda tangan : Nama : NIP : Peruntukan 1. Importir. *) menyesuaikan hari kerja kantor 7. SURAT PEMBERITAHUAN PEMERIKSAAN FISIK (SPPF) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH/KANTOR PELAYANAN UTAMA ....................... KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ................. SURAT PEMBERITAHUAN PEMERIKSAAN FISIK (SPPF) Nomor Pendaftaran PIB : tanggal : Kepada : Importir NPWP : Nama : Alamat : PPJK NPWP : Nama : Alamat : NP PPJK : Lokasi Barang : No.B/L atau AWB : Tanggal : Nama Sarana Pengangkut : No.Voy./Flight : No. BC 1.1 : Tanggal : Pos : Jumlah/jenis kemasan : Berat : Merk kemasan : Jumlah peti kemas : Nomor Peti Kemas/Ukuran : Diberitahukan bahwa dari hasil penelitian dokumen, terhadap barang dalam PIB dengan nomor pendaftaran tersebut di atas disetujui untuk dikeluarkan dengan pemeriksaan fisik di tempat Saudara, dengan ketentuan sebagai berikut:
Dilakukan penyegelan atau pengawalan oleh Pejabat Bea dan Cukai;
Wajib memberikan bantuan yang layak kepada Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan pemeriksaan fisik dan/atau pengawalan, apabila tidak tersedia akomodasi (sesuai dengan Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006). …………………tanggal...……… Pejabat pemeriksa dokumen Tanda tangan : Nama : NIP : Peruntukan 1. Importir;
Pejabat Pemeriksa fisik;
Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang.
INSTRUKSI PEMERIKSAAN (IP) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH/KANTOR PELAYANAN UTAMA ....................... KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ................. INSTRUKSI PEMERIKSAAN (IP) Nomor Pendaftaran PIB : tanggal : Importir NPWP : Nama : Alamat : PPJK NPWP : Nama : Alamat : NP PPJK : Pejabat Pemeriksa Fisik Nama : NIP : Tingkat Pemeriksaan : Jumlah kemasan yang harus diperiksa : Nomor kontainer yang diperiksa : Nomor kemasan yang diperiksa : Ajukan contoh (ya/tidak) : Ajukan foto (ya/tidak) : …………………tanggal...……… Pejabat yang menangani pelayanan pabean/ Pejabat pemeriksa dokumen Tanda tangan : Nama : NIP :
INSTRUKSI PEMERIKSAAN FISIK MELALUI PEMINDAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH/KANTOR PELAYANAN UTAMA ....................... KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ................. INSTRUKSI PEMERIKSAAN MELALUI PEMINDAI Nomor Pendaftaran PIB : tanggal : Kepada Importir NPWP : Nama : Alamat : PPJK NPWP : Nama : Alamat : NP PPJK : Lokasi Barang : No.B/L atau AWB : Tanggal : Nama Sarana Pengangkut : No.Voy./Flight : No. BC 1.1 : Tanggal : Pos : Jumlah/jenis kemasan : Berat : Merk kemasan : Jumlah peti kemas : Nomor Peti Kemas/Ukuran : …………………tanggal...……… Pejabat yang menangani pelayanan pabean/ Pejabat pemeriksa dokumen Tanda tangan : Nama : NIP : Peruntukan:
Importir;
Pejabat pemindai peti kemas.
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN FISIK (LHP) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH/KANTOR PELAYANAN UTAMA ....................... KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ................. LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN Nomor Pendaftaran PIB : tanggal : Hari/tanggal :
........... Jam mulai periksa :
............ Jam selesai periksa :
....... Lokasi :
......... Jumlah partai barang : Nomor peti kemas yang diperiksa : Kondisi Segel : Utuh / Rusak *) Jumlah & Jenis Barang yang diperiksa : Hasil Pemeriksaan : No. Jumlah, Jenis, Ukuran Kemasan Uraian barang Jumlah Satuan Barang Spesifikasi (merek/tipe/ kapasitas) Negara Asal Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Contoh: barang/foto *) Kesimpulan : Pejabat pemeriksa fisik Tanda tangan : Nama : NIP :
BERITA ACARA PEMERIKSAAN FISIK (BAP FISIK) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH/KANTOR PELAYANAN UTAMA ....................... KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ................. BERITA ACARA PEMERIKSAAN FISIK BARANG IMPOR NOMOR: TANGGAL: Terhadap impor barang dengan data sebagai berikut :
No/Tgl PIB :
........................., ...../...../200..
Lokasi Pemeriksaan :
Tgl/waktu penunjukan pemeriksa:
.../......./200. .....:
.....
Waktu pemeriksaan : a) Jam/Tgl dimulai pengeluaran kemasan ( stripping ) :
............., ..../..../200.. b) Jam/Tgl selesai pengeluaran kemasan ( stripping ) :
............., ..../..../200.. c) Jam/Tgl dimulai pemeriksaan barang :
............., ..../..../200.. d) Jam/Tgl selesai pemeriksaan barang :
............., ..../..../200..
Foto : tidak / ya* ( ...... lembar) 6. Contoh barang a) jenis : b) jumlah : c) diminta kembali oleh importir/kuasanya : ya / tidak * 7. Kendala pemeriksaan a) Importir/kuasanya tidak ada di tempat pemeriksaan: b) Barang tidak berada di tempat pemeriksaan : c) Buruh tidak siap : d) Peralatan tidak tersedia : (sebutkan:
..................) e) Lain-lain :
..................................................................................................................................
Keterangan : Mengetahui: Pejabat Pemeriksa fisik Importir/Kuasanya* NIP Pengusaha TPS** ....................................... * coret yang tidak perlu ** diisi bila berkaitan dengan TPS Peruntukan :
Importir atau Pengusaha TPS;
Pejabat Pemeriksa Fisik.
LAPORAN HASIL ANALISIS TAMPILAN (LHAT) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH/KANTOR PELAYANAN UTAMA ....................... KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ................. LAPORAN HASIL ANALISIS TAMPILAN Nomor Pendaftaran PIB : Tanggal : Nomor Seri : Nomor Instruksi Pemeriksaan : Nomor Peti Kemas : Uraian Analisis :
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................ Kesimpulan: …………………tanggal...……… Pejabat pemindai peti kemas Tanda tangan : Nama : NIP :
SURAT PENETAPAN BARANG LARANGAN/PEMBATASAN (SPBL) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH/KANTOR PELAYANAN UTAMA ....................... KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ................. SURAT PENETAPAN BARANG LARANGAN/PEMBATASAN (SPBL) NOMOR: TANGGAL: Nomor Pendaftaran PIB : tanggal : Kepada : Importir NPWP : Nama : Alamat : PPJK NPWP : Nama : Alamat : NP PPJK : Berdasarkan penelitian tarif dan nilai pabean, barang impor yang Saudara beritahukan dalam PIB ditetapkan wajib memenuhi ketentuan larangan/pembatasan, sebagai berikut: Item No. Jenis Barang Pemberitahuan Penetapan Ketentuan Larangan/Pembatasan (1) (2) (3) (4) (5) Saudara wajib menyerahkan pemenuhan ketentuan larangan/pembatasan dari instansi terkait sebagaimana dimaksud kolom 5 di atas. ..………………tanggal...……… Pejabat pemeriksa dokumen Tanda tangan : Nama : NIP :
SURAT PENETAPAN PENYESUAIAN JAMINAN (SPPJ) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH/KANTOR PELAYANAN UTAMA ....................... KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI ................. SURAT PENETAPAN PENYESUAIAN JAMINAN (SPPJ) NOMOR: TANGGAL: Kepada : Importir :
................................................................ NPWP :
.............................................. PPJK :
................................................................ NPWP :
.............................................. Dengan ini diberitahukan atas PIB Nomor Pendaftaran ......... Tanggal ............ ditetapkan ditetapkan tarif dan/atau nilai pabean sehingga mengakibatkan kekurangan/kelebihan pembayaran bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda dengan rincian sebagai berikut: URAIAN DIBERITA HUKAN DITETAP KAN KEKURA NGAN KELEBIH AN 1. ea Masuk 2. ukai 3. PN 4. PnBM 5. Ph Pasal 22 6. enda 7.
.............. Rp.............. ........ Rp.............. ........ Rp.............. ........ Rp.............. ........ Rp.............. ........ Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... Rp............ .......... JUMLAH KEKURANGAN/KELEBIHAN PEMBAYARAN Rp............
......... Rp............
......... dengan rincian kesalahan sebagai berikut: JENIS KESALAHAN NOMOR URUT BARANG 1. Jenis Barang 2. Jumlah Barang 3. Tarif 4. Nilai Pabean Dalam hal terdapat kekurangan pembayaran, Saudara wajib melakukan penyesuaian jaminan kepada Pejabat yang mengelola jaminan. ..………………tanggal...……… Pejabat pemeriksa dokumen Tanda tangan : Nama : NIP : Peruntukan:
Importir;
Pejabat yang mengelola jaminan. DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, -ttd- HERU PAMBUDI