Standar Reviu atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
“Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Ekonomi pandemi T ak ada satupun negara di dunia yang siap berhadapan dengan pandemi. Beragam strategi diterapkan masing-masing negara untuk bertahan melewati krisis, termasuk Indonesia. Beragam kebijakan diterbitkan demi menyelamatkan berbagai lini terdampak pandemi. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan, “Saya bilang ini ekonomi pandemi. Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Tak semata kesehatan, namun juga dampak- dampak lain yang mengikutinya. “Kalau kesehatan kena, (lantas) tidak tertangani dengan baik akan menciptakan dampak sosial. Dampak sosial yang eskalasinya meninggi, tidak bisa diatasi akan menimbulkan dampak ekonomi, krisis. Ketika krisis terjadi, dampak sosial akan lebih besar lagi, lalu kolaps secara ekonomi nasional,” tuturnya. Kondisi semacam itu kemudian menjadi dasar bagi pemerintah dalam bersikap. Yustinus mengatakan bahwa kebijakan PEN ini bukan menjadikan ekonomi sebagai panglima. Alih- alih demikian, kebijakan ini justru mendudukkan kembali ekonomi pada perspektif asalnya, yakni ihwal kelangsungan hidup. “Ekonomi itu ya soal survival. Soal hidup orang. Soal bagaimana pelaku UMKM bisa berjualan lagi, itulah ekonomi. Soal bagaimana orang yang di-PHK itu bisa makan, itu adalah ekonomi,” tutur alumni pascasarjana Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia ini. Karena itu, program PEN setidaknya mencakup tiga hal utama yakni penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial, serta stimulus ekonomi bagi pelaku usaha. Selaras dengan hal itu, peneliti senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad berpendapat bahwa program PEN sudah mengakomodasi agenda untuk mitigasi risiko resesi. “Secara umum sebenarnya sudah menangkap beberapa agenda mengantisipasi mitigasi risiko resesi, baik untuk bantuan sosial, penanganan kesehatan hingga ekonomi,” katanya melalui keterangan tertulis. Namun demikian, menurutnya masih terdapat beberapa hal yang masih perlu dievaluasi, antara lain ihwal mekanisme bantuan sosial dan stimulus ekonomi bagi pelaku UMKM. Tauhid menyarakan adanya evaluasi bentuk bantuan sosial. “Pertama, bentuk non-tunai hanya menguntungkan pada rantai nilai yang dimiliki sebagian kecil pengusaha. Ini terjadi karena lembaga usaha yang dilibatkan dalam bantuan sembako sangat terbatas,” katanya. “Kedua, karena diberikan dalam bentuk non tunai (sembako, minyak, sarden, gula, dsb) maka yang berputar kebutuhan hanya pada komoditas tersebut sehingga tidak dapat menggerakkan UMKM kebutuhan lainnya,” paparnya melalui keterangan tertulis. Sedangkan terkait stimulus bagi pelaku UMKM, Tauhid mengkhawatirkan keberadaan pelaku UMKM di luar jangkauan perbankan berpotensi menurunkan tingkat efektivitas kebijakan ini. Sebab menurutnya, beragam program stimulus yang ada saat ini belum dapat menjangkau kelompok yang berada di luar jangkauan perbankan tersebut. Dari kekhawatiran itu, Tauhid menyarankan beberapa hal untuk mendorong efektivitas PEN. Bagi pelaku UMKM, Tauhid berpendapat perlunya skema khusus untuk menjangkau para pelaku UMKM yang tidak terjangkau oleh lembaga keuangan. Sementara itu, H.M. Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengatakan bahwa PEN adalah langkah yang tepat untuk dilakukan pemerintah. “Prinsipnya saya melihat dari sisi desain, PEN sebagai jurus untuk memulihkan ekonomi kita sudah sangat benar. Namun dari sisi realisasi ini yang kita harus hati-hati. Disiplin pada target, sehingga rencana di atas kertas bisa ditransformasikan menjadi intervensi lapangan yang berdampak,” paparnya melalui keterangan tertulis. Pria kelahiran Sumenep ini mengatakan bahwa saat ini realisasi program-program yang ada masih terbilang rendah. “Sektor kesehatan, misalnya, serapannya baru 5,12 persen. Padahal sektor ini adalah episentrum masalah,” paparnya. Ia khawatir, realisasi yang rendah ini tatkala diburu target realisasi tinggi dapat berakibat eksekusi yang kurang akurat. Situasi demikian menurutnya akan mempengaruhi efektivitas program. Senada dengan Tauhid Ahmad, Said juga berpendapat bahwa momentum adalah faktor penting dalam keberhasilan program PEN. Integrasi Data Tantangan pemulihan ekonomi nasional tidak luput dari perkara data. Misalnya, terkait skema khusus bagi pelaku UMKM yang tidak terjangkau perbankan yang sebelumnya ia sampaikan, Tauhid Ahmad berpendapat bahwa kondisi itu tidak serta merta dapat dicapai tanpa pendataan yang memadai. “Ini tentu dengan proses pendataan yang memadai dan sebagai langkah awal dapat menggunakan data Sensus Ekonomi BPS Tahun 2016/2017 yang memuat cukup detail dengan tambahannya adanya update tahun 2020,” papar Tauhid. Lantas terkait bantuan sosial, ia beranggapan bahwa data yang dijadikan basis pendistribusian yakni Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tak lagi relevan dengan kondisi lapangan. Untuk itu, Tauhid menyarankan pemerintah perlu memperkuat integrasi bantuan untuk pelaku UMKM dalam “satu pintu” dengan menggabungkan dan verifikasi data yang ada di perbankan, data perpajakan, serta data pembinaan di Kementerian Koperasi dan UKM. “Ini memperkuat daya dorong UMKM lebih cepat pulih,” paparnya. Perihal data, Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan, “Datanya tidak sempurna sudah pasti, tapi itu memang data terbaik yang kita punya. Dan, kita ingin melakukan program ini secepat mungkin. Kalaupun dia ada inclusion-exclusion error secara relatif harusnya bisa dipahami,” ujarnya. Febrio juga menambahkan bahwa perbaikan data yang dijadikan acuan terus dilakukan pemerintah. Data yang andal, menurutnya, akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. “Tapi sementara ini kita memang butuh gerak cepat. Ada inclusion-exclusion error itu kita tolerir, sepanjang ini programnya memang arahnya ke masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya. Hal ini kembali pada salah satu orientasi semula program PEN yakni menyelamatkan sisi rumah tangga. “Bagaimana rumah tangga masyarakat yang paling rentan ini ditolong dulu,” jelasnya. Kendati tak alpa dari kendala, pemerintah terus berupaya memperbaiki implementasi program PEN melalui monitoring dan evaluasi. “Nah inilah tiap minggu dilakukan monev di Kemenkeu untuk mengevaluasi semua program ini. Mana yang jalan, mana yang kurang jalan. Yang kurang jalan, siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat, atau diganti programnya, dan sebagainya,” pungkas Kepala BKF. Tantangan PEN tidak luput dari perkara data, data yang andal akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. Foto Anas Nur Huda Menjaga Momentum Pemulihan ekonomi nasional ibarat perjalanan panjang yang melintasi berbagai jalan terjal. Kendaraan yang mutakhir serta pengemudi yang mumpuni tak serta merta jadi faktor utama. Kendati risiko telah dipotret dan diantisipasi dengan baik, tidak lantas PEN jadi bersih dari catatan. Tauhid Ahmad menuturkan apabila dibandingkan dengan negara-negara lain yang menerapkan program serupa, program PEN sudah hampir sejajar. Yustinus Prastowo Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap
samping itu, ia menilai dukungan APBN dan APBN untuk penyediaan supply side layanan kesehatan perlu ditingkatkan. Pengajuan perpindahan kepesertaan oleh masyarakat menjadi PBI diakui Purwanto memang dapat menambah anggaran pemerintah untuk iuran PBI. “Namun, sudah menjadi komitmen pemerintah untuk membiayai jaminan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu,” tegasnya. Dalam menghadapi perpindahan kelas, Kemensos berpedoman pada persyaratan yang berlaku serta melihat pembatasan kuota nasional PBI yaitu 96,8 juta jiwa. “Untuk menjadi peserta PBI, peserta harus terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang pengusulannya melalui mekanisme verifikasi dan validasi (verivali) data rumah tangga calon peserta melalui instrumen DTKS,” terang Sekjen Kementerian Sosial Hartono Laras. Hasil verivali dilakukan setiap tiga bulan sekali, sedangkan penetapan perubahan PBI dilakukan setiap satu bulan sekali. Sementara itu, Suminto menggarisbawahi bahwa tidak hanya peserta kelas tiga saja yang dapat mengajukan pindah menjadi segmen PBI. “Seluruh penduduk Indonesia yang dapat dibuktikan tergolong sebagai orang miskin dan tidak mampu, dapat mendaftarkan dirinya atau didaftarkan menjadi peserta penerima bantuan iuran,” ujarnya. Cegah defisit berulang Berbagai upaya mitigasi disiapkan pemerintah untuk mencegah defisit kembali terulang. Suminto mengungkapkan, dalam jangka pendek instansi terkait wajib menindaklanjuti rekomendasi hasil audit BPKP, khususnya rekomendasi perbaikan pada aspek kepesertaan dan penerimaan iuran, biaya manfaat jaminan kesehatan, dan strategic purchasing . Suminto berkata, “BPJS Kesehatan harus berusaha lebih keras untuk meningkatkan tingkat keaktifan peserta mandiri.” Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris menargetkan tingkat keaktifan peserta mandiri nantinya dapat mencapai 60 persen. “Belajar dari Korea, kira-kira 10 tahun lalu peserta aktif di sana pernah di angka 25 persen. Tapi mereka punya enforcement . Bisa menyita aset, bisa mengintip rekening orang,” cerita Fachmi. Ia menerangkan BPJS Kesehatan sedang mengembangkan cara untuk meningkatkan keaktifan peserta. Untuk tahap awal ini belum melalui enforcement , tetapi masih berupa penerapan prasyarat pada layanan publik. “Misalnya, tiap kali orang mau memperpanjang paspor, ada informasi bahwa dia belum bayar iuran. Minimal ada awareness dan dia tahu negara tahu.” Untuk validasi dan pemutakhiran data, khususnya data PBI, BPJS Kesehatan memerlukan peran Kemensos. Untuk meningkatkan efektivitas program perlindungan sosial ini, Hartono Laras mengatakan pihaknya menyediakan sistem aplikasi untuk meng- update Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) bernama Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKSNG). Selain itu, Kementerian Sosial juga menyediakan anggaran untuk pengadaan jaringan komunikasi di 514 kabupaten/kota. Untuk menjaga keberlangsungan program JKN- KIS, perbaikan pada keseluruhan sistem mutlak diperlukan, termasuk di dalamnya langkah penyesuaian iuran. Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani berharap penyesuaian iuran dapat membantu mengatasi kesulitan finansial pada program JKN-KIS sehingga memberi efek domino yang positif. “BPJS Kesehatan bisa membayar ke fasilitas kesehatan, fasilitas kesehatan pun tidak terganggu lagi cashflow -nya, sehingga bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat lebih baik lagi,” pungkas Kalsum. Dukungan Pendanaan Pemerintah dalam Program JKN-KIS PPU Pemerintah Pusat 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Bantuan iuran untuk PBI JKN 2014 2015 2016 2017 2018 2019 MN atau Bantuan Pemerintah 2014 2015 2016 2017 2018 2019 4,5 4,8 4,7 4,8 5,4 6,4 19,9 19,9 25,5 25,4 25,5 35,7 5,0 6,8 3,6 10,3 15 MEDIAKEUANGAN 14 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 MEDIAKEUANGAN 14
Badan Kebijakan Fiskal
Relevan terhadap
Fokus yang akan datang karena nature -nya adalah bahwa teknologi berkembang cepat. Perkembangan teknologi yang sangat cepat membuat regulasi menjadi left behind . Namun di sisi lain, regulasi juga perlu dibuat tidak terlalu longgar yang dapat meningkatkan risiko seperti penipuan, pencurian data konsumen, terjadinya transaksi keuangan yang di luar kemampuan akibat rendahnya literasi keuangan, serta pencucian uang. Regulasi perlu disusun untuk memberikan perlindungan konsumen dan menyediakan equal level playing field di antara para penyedia layanan teknologi informasi. Selain itu, Pemerintah atau regulator juga perlu memiliki regulasi dan program untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat. COVID-19 dapat menjadi sebuah blessing in disguise untuk semakin meningkatkan penggunaan fintech kepada masyarakat yang lebih luas. Di masa COVID-19 ini masyarakat relatif sulit untuk memobilisasi dirinya ke berbagai tempat, namun mereka ingin tetap dapat berbelanja dan melakukan transaksi keuangan. Hal ini mendorong masyarakat untuk melakukan e-commerce dan layanan keuangan online . Selain itu, di era COVID-19 Pemerintah juga melakukan pemulihan ekonomi nasional, yang salah satunya dilakukan melalui penyaluran bantuan sosial nontunai. Salah satu program yang dilakukan pemerintah adalah penyaluran insentif Kartu Pra Kerja yang bekerja sama dengan fintech . Dari total penerima insentif Pra Kerja sebanyak 5,5 juta orang, 12% tidak memiliki rekening bank atau e-wallet sebelum bergabung dengan Pra Kerja. Namun, setelah bergabung dengan Pra Kerja, mereka seluruhnya memiliki rekening bank atau e-wallet . Penyaluran bantuan sosial secara nontunai akan meningkatkan kesesuaian dengan prinsip 6T (tepat sasaran, tepat kualitas, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, dan tepat administrasi). Penyaluran nontunai akan memudahkan pemerintah untuk memonitor secara historis bantuan apa saja yang diterima oleh para penerima bantuan sosial dan dapat mengurangi kemungkinan duplikasi bantuan sosial. Selain itu, penyaluran bantuan sosial nontunai juga dapat meningkatkan keuangan inklusif. Sebagai gambaran, survei Dewan Nasional Keuangan Inklusif menyatakan bahwa 55,7% orang dewasa memiliki akun pada layanan keuangan formal pada tahun 2018. Sementara itu, pada tahun 2019 OJK mengeluarkan studi yang menyebutkan bahwa 76,2% masyarakat dewasa Indonesia memiliki akses ke layanan keuangan formal. Sesuai arahan Presiden, tingkat keuangan inklusif Indonesia ditargetkan mencapai 90% di tahun 2024 nanti. Regulasi Fintech dan Permasalahannya Selama ini regulasi terkait fintech sudah cukup banyak yang tersebar di beberapa peraturan. Beberapa peraturan terkait fintech antara lain POJK Nomor 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, POJK Nomor 132018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, PBI Nomor 20 /2018 tentang Uang Elektronik, PBI Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, PP Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Selain itu, untuk perlindungan konsumen, OJK juga mengeluarkan POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Sementara itu, terkait anti pencucian uang dan anti terorisme antara lain UU Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, POJK Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan. Peraturan-peraturan yang ada saat ini memang sudah mengakomodasi fintech secara umum di berbagai bisnis yang ada. Namun demikian, regulasi fintech tersebut ternyata masih belum cukup untuk memitigasi risiko dari keberadaan fintech . Di samping manfaat fintech yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi, perkembangan fintech juga memiliki efek samping bagi konsumen. Oktober 2020 terdapat 206 fintech lending ilegal yang ditangani oleh Satgas Waspada Investasi. Dengan demikian, total fintech lending ilegal sejak tahun
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Laporan Utama PENAWAR LARA ITU BERNAMA BLT DESA Teks Yani Kurnia Astuti Persebaran kasus COVID-19 terjadi begitu masif di perkotaan. Namun, guncangan ekonomi dan sosial akibat diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) guna mengendalikan wabah, tak ayal terasa juga hingga ke desa- desa. Akibatnya, masyarakat desa menjadi salah satu kelompok rentan yang berisiko kehilangan penghasilan, bahkan mata pencaharian. Potensi melonjaknya jumlah penduduk miskin akibat fenomena ini, jadi perhatian serius bagi pemerintah guna menemukan jalan keluar. Lindungan di Tengah Pagebluk G airah Roni tak seriuh desir angin yang menyibak dedaunan di tepian pantai. Riak tenang ombak air laut, rupanya tak mampu mendamaikan keresahan hatinya ihwal kapan ia bisa kembali mengembangkan layar kapalnya, untuk menangkap ikan. Alih-alih mencicipi berkah tingginya harga jual ikan di awal musim, Roni justru harus memutar otak, sekadar untuk beroleh harga impas ganti solar kapalnya. Sejak pagebluk COVID-19, hasil tangkapan ikannya hanya dihargai sekenanya, imbas turunnya permintaan dari kota. Ikan tenggiri, misalnya, terpaksa diobral seharga Rp15.000 per kilo. Padahal, pada kondisi normal, harganya bisa mencapai Rp40.000 per kilo. Malangnya lagi, selain anak istri yang perlu dihidupi, pria berperawakan kurus ini masih harus merawat sang ayah yang mengidap penyakit asma. ”Kerja sudah tidak bisa, ke kebun juga tak bisa, apalagi ke laut”, ujar Roni sendu dengan dialek khas daerah setempat. Pulau kecil yang terdiri dari empat dusun, tempat Roni tinggal, memang dikenal sebagai pemasok ikan. Itu sebabnya, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Beruntung, pria bernama lengkap Ahmad Roni ini adalah salah satu penduduk yang keluarganya masuk ke dalam daftar Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa Pongok, Kecamatan Lepar Pongok, Bangka Selatan. Sebelum menerima BLT Desa, Roni mengaku tak pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah, baik pusat maupun daerah. Setelah pengurus desa mendatangi rumahnya untuk menyalurkan bantuan uang tunai tersebut, Roni dan keluarganya bisa sedikit bernapas lega di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi. “Makin gak ada kerjaan (karena COVID-19), bagi para perangkat desa untuk mengusulkan daftar nama penerima BLT Desa. Dengan demikian, tidak terjadi tumpang tindih dengan bantuan lainnya, sehingga BLT Desa betul-betul ampuh sebagai penawar lara bagi masyarakat desa terdampak pandemi COVID-19. Tak hanya itu, proses pengusulan data penerima BLT juga telah melalui proses musyawarah desa yang dihadiri Kepala Desa, pengurus desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan pendamping desa. Faktanya, beberapa desa juga menggandeng sejumlah relawan untuk membantu proses pendataan calon KPM, seperti yang dilakukan Aris Widijono, Kepala Desa Kemujan, Adimulyo Kebumen, Jawa Tengah. “Yang terlibat dalam relawan adalah ketua RT, ketua RW, BPD, perangkat desa, ada LMD (Lembaga Mediasi Desa), dan juga tokoh masyarakat yang bergabung di tim data”, Aris menyebutkan. Sebagai dasar penentuan KPM BLT Desa, Kepala Desa Kemujan, Jawa tengah beserta tim juga mempertimbangkan data penerima bantuan sembako regular, maupun sembako perluasan. Tujuannya, agar penerima tidak menerima dobel bantuan. Namun, pria berkaca mata ini juga mengeluhkan perbedaan waktu antara bantuan pemerintah satu dengan yang lainnya. Akibatnya, penyaluran BLT Desa di wilayahnya perlu menunggu cairnya bantuan lain, agar distribusi bantuan bisa dilakukan bersamaan dan menghindari komplain dari warga desa. “Waktu kemarin menyesuaikan (dengan waktu) bantuan lain yang belum cair, sehingga kita pencairan itu agak sedikit di belakang, di akhir bulan”, ungkap pria asli Kebumen ini . Melengkapi Bantuan Lain Bayang-bayang akan penurunan pendapatan serta lesunya ekonomi akibat wabah, tak ayal meningkatkan risiko semakin banyaknya masyarakat miskin. Untuk itu, pemerintah pusat maupun daerah bekerja sama dalam menyiapkan jaring pengaman sosial. Beberapa program telah diluncurkan lebih dulu, antara lain Program Keluarga Harapan, Kartu Pra Kerja, bantuan sembako, bansos tunai, dan subsidi listrik. Oleh sebab itu, kehadiran BLT Desa semakin melengkapi cakupan penerima bantuan. I Dewa Ketut Suagiman, Kepala Desa Batuaji, Tabanan, Bali menyebutkan dengan adanya BLT Desa, warga yang menerima bantuan menjadi lebih banyak, mengingat tak semua usulan tertampung di daftar penerima bantuan dari Kementerian Sosial. “Data valid yang keluar dari Kemensos sebanyak 244 Kepala Keluarga (KK), sementara saya ajukan 290 KK. Dengan adanya BLT Desa bisa nambah 5 KK (penerima bantuan), jadi bisa ter- back up ”, terangnya. Hal senada diungkapkan Aris. Dia menuturkan, BLT Desa dapat menambah jangkauan penerima bantuan. “Jadi, untuk BLT desa itu kan kemarin rencana untuk sapu bersih ya bahasanya”, terang Kepala Desa yang sudah dua periode dipercaya untuk memimpin Desa Kemujan, Jawa Tengah ini. Pada akhirnya, BLT Desa diharapkan mampu menjadi bantalan ekonomi dan sosial, khususnya bagi masyarakat di pedesaan selama masa pandemi ini. cuma ada BLT kami jadi terbantu”, ujarnya. Roni merinci, hingga saat ini, ia telah dua kali menerima BLT Desa dengan besaran bantuan masing-masing Rp600.000. Uang tersebut telah ia gunakan untuk membeli bahan pokok kebutuhan sehari-hari, bahkan juga ia sisihkan guna menebus obat asma untuk sang ayah. Lindungan sosial ini, tak hanya dirasakan penduduk di kepualuan Bangka Belitung. BLT Desa yang dikucurkan dari anggaran Dana Desa ini, setidaknya telah menjangkau lebih dari 5 juta KPM di seluruh wilayah Indonesia. Termasuk Maryono, penduduk yang tinggal di dusun Niron, Pandowoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai buruh lepas di toko mebel ini, telah menerima BLT Desa sebanyak dua kali secara tunai. Sedikit berbeda dengan Roni, Maryono mendapat undangan dari kelurahan setempat untuk memperoleh bantuan dengan besaran Rp600.000. Bantuan tersebut harus ia ambil sendiri di kantor kelurahan sesuai jadwal yang tertera dalam surat. Tak Boleh Tumpang Tindih Efektivitas penyaluran BLT Desa tak lepas dari kesigapan juga kejelian para perangkat desa. Agar tepat sasaran dan sesuai tujuan, sejumlah kriteria yang perlu dipenuhi sebagai penerima BLT Desa dipublikasikan secara terbuka oleh pemerintah. Kriteria ini menjadi pedoman Efektivitas penyaluran BLT Desa tak lepas dari kesigapan dan kejelian para perangkat desa agar tepat sasaran dan sesuai tujuan penyaluran. Foto Dok. Desa Kemujan, Kebumen
program ini sangat bagus sebab dana langsung disalurkan ke desa. “Selama ini beberapa bantuan sosial diberikan top-down dan dalam perjalanannya menuju penerima ada banyak distorsi. BLT Desa ini uangnya langsung diterima dan dikelola desa sehingga memotong banyak distorsi tadi,” ujarnya. Faisal menambahkan bahwa salah satu urgensi BLT Desa di masa pandemi ini adalah meski pedesaan dari sisi jumlah positif COVID-19 mungkin tidak sebanyak perkotaan tetapi efek negatif ekonominya sangat terasa. “Secara umum jika kita melihat jati diri pedesaan, dia adalah penyuplai. Jadi, ketika ada masalah dalam hal distribusi, ada resesi ekonomi, ada wabah, kemudian mereka harus dikarantina, semestinya mereka bisa self subsistent . Namun, pada kenyataannya banyak yang tidak begitu,” ungkap Faisal. Sinergi erat untuk kelancaran penyaluran Dalam menyalurkan BLT Desa diperlukan sinergi dari berbagai pihak yang terlibat. Nata Irawan, Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri menyatakan pihaknya selalu berusaha aktif berkoordinasi dengan K/L terkait. “Salah satu bentuk koordinasi rutinnya adalah konsolidasi terhadap perkembangan penyaluran dana desa ke rekening kas desa dan pencairan BLT Desa ke KPM. Selain itu, koordinasi yang dilakukan adalah sharing data Sebanyak 122 kabupaten/kota telah menyalurkan 100 persen BLT Desa. Sebagai contoh, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang telah menyalurkan Rp21,1 miliar pada bulan April. “Kami sudah menyalurkan dana tersebut untuk 35.269 KPM di 188 desa yang setara dengan 99,49 persen,” terang Humas Pemkab Banyuwangi. Perbaikan data amat diperlukan Tantangan terbesar dalam program ini adalah pendataan KPM. Menurut Nata, elaborasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dengan data calon penerima BLT Desa menjadi dinamika tersendiri. “Ada tumpang tindih dengan data penerima bantuan dari program APBN yang lain. Selain itu data penerima BLT Desa sifatnya dinamis. Data ini dapat berkurang maupun bertambah sewaktu-waktu tergantung verifikasi yang diajukan dari hasil musyawarah desa,” ungkapnya. Faisal mengamini bahwa pendataan juga menjadi tantangan utama efektivitas penyaluran BLT Desa. “Data untuk bansos dari pemerintah seringkali mengacu kepada sumber yang berbeda- beda. Belum lagi kepala desanya juga memiliki versi sendiri tentang data orang miskin,” tuturnya. Menurutnya harus ada kombinasi dari sisi pendataan. Dari pemerintah pusat sudah memiliki data yang didasarkan pada indikator dan kriteria yang seragam. Namun, ketika sampai di desa juga perlu terbuka dengan masukan sebab dikhawatirkan data dari pusat belum menangkap dinamika di daerah. “Nah, untuk meminimalisasi konflik kepentingan perlu adanya verifikasi. Hal itu memang bukan pekerjaan yang mudah tapi memang harus seperti itu. Jadi, jika menganggarkan bantuan sosial jangan hanya alokasi untuk dana bantuannya saja tetapi juga alokasi untuk tata kelola distribusi untuk memastikan dana tersebut tersalur dengan baik dan efektif. Jika fokus di dana bantuan yang besar tapi efektivitasnya rendah, efek positifnya juga jadi rendah,” sarannya Kejadian serupa juga dialami oleh Pemkab Banyuwangi. Banyaknya skema JPS yang diluncurkan dalam waktu berdekatan membuat verifikator desa gugup. Untuk itu, beberapa strategi pun diterapkan agar penyaluran dapat tepat sasaran. “Kami menggunakan inovasi “Smart Kampung” dalam melakukan proses pendataan calon KPM BLT Desa yang berbasis nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK). Kami juga melakukan transparansi melalui penggunaan teknologi informasi dan juga ada papan informasi di setiap desa dan tempat ibadah. Kami juga membuka layanan untuk masyarakat yang ingin melapor atau yang memiliki keluhan seputar penyaluran BLT Desa secara daring,” terang Humas Pemkab Banyuwangi Tantangan lain di lapangan Menurut Nata, persoalan kelengkapan persyaratan juga menjadi kendala dalam penyaluran BLT Desa. Namun demikian, setelah Kemenkeu memberi kemudahan dengan mengubah syarat penyaluran, BLT Desa saat ini dapat disalurkan lebih cepat. Selain itu, kendala lainnya adalah terkait geografis. “Ada desa yang dalam menjangkaunya membutuhkan biaya transportasi tinggi untuk proses pencairan. Ditambah lagi, adanya keterbatasan layanan perbankan di sana,” tuturnya. Dari sudut pandang lain terkait geografis, Faisal menuturkan bahwa sebaiknya jumlah nominal bantuan tidak disamaratakan. “Nominal bantuan saat ini jika di Jawa itu jelas cukup, tetapi kalau kita berpikir sampai ke daerah seperti di Maluku atau Papua jelas saja nilai itu tidak ada artinya,” jelasnya. Faisal menambahkan persoalan integritas juga menjadi tantangan dari program bantuan sosial ini. “Keluhan yang datang terkait penyaluran yang tidak tepat sasaran yang kerap kali pemilihan penerima didasarkan subjektivitas kepala desa. (Kesuksesan) penyaluran BLT Desa ini sangat bergantung pada perangkat pedesaan”, ungkap Faisal. Agar BLT Desa berhasil guna Demi keberlangsungan program, Nata berharap agar sinergitas antar K/L dalam pembinaan dan pengawasan terhadap desa semakin baik dengan adanya kesesuaian regulasi yang dikeluarkan. “Pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota perlu berperan aktif dalam memfasilitasi dan mendampingi desa dalam pelaksanaan BLT Desa sehingga kebijakan ini dapat terlaksana dengan baik, tepat sasaran, transparan dan akuntabel”, terang Nata. Harapan yang sama juga disampaikan Faisal. Menurutnya kesuksesan program ini sangat banyak dipengaruhi oleh kerja sama dan koordinasi kementerian dan lembaga terkait. “Saya tahu Kemenkeu menyediakan dari sisi dananya, tetapi kesuksesan program ini memang sangat banyak dipengaruhi oleh institusi lain. Jadi, persoalannya bukan hanya seberapa besar stimulusnya, apa programnya, tetapi bagaimana setiap institusi menyadari peran penting mereka dalam program ini. Banyak orang terjebak dari sisi nilai, tapi masalah terbesar menurut saya bukan di situ,” pungkasnya. dan penyaluran BLT Desa juga dalam evaluasi atas implementasinya,” terang Nata. Selain itu, terkait penyaluran dan pencairan BLT Desa, Kemendagri juga bersinergi dengan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. “Kami memastikan pelaksanaan penyaluran dan pencairan BLT Desa berjalan dengan lancar dan terlaksana dengan baik. Rapat dengan pemerintah daerah dan juga K/L juga terus dilakukan secara virtual di masa pandemi ini,” tambahnya. Hingga 28 Mei 2020, realisasi penyaluran BLT Desa mencapai Rp3,24 triliun dan diterima oleh 5,48 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Salah satu tantangan penyaluran BLT Desa adalah kondisi geografisnya, terdapat desa dalam menjangkaunya membutuhkan biaya transportasi tinggi untuk proses pencairan Foto Resha Aditya
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
idak ada satu ahli di negara mana pun yang mengetahui dengan pasti bagaimana perkembangan virus ini ke depan. Tidak ada yang tahu pasti apakah akan ada obat yang bisa menyembuhkan. Tidak ada yang tahu pasti kapan vaksin untuk penyakit ini bisa ditemukan. Sementara kebijakan pengganggaran di tahun 2021 melalui RAPBN 2021 tak bisa lepas dari persoalan dan dinamika yang terjadi di tahun ini. Akan tetapi, pemerintah berupaya optimis dan tetap realistis dalam menentukan program-program tahun depan. Dono Widiatmoko, Senior Lecture University of Derby, Inggris menyampaikan bahwa ilmu pengetahuan mengenai virus dan penyakit ini masih amat terbatas. “Ilmu kita mengenai COVID-19 di seluruh dunia sama titik nolnya, di bulan Desember. Sampai sekarang belum ada evidence yang jelas. Bisa jadi saat ini belum ada evidence kita tertular dua kali, tapi kita tidak tahu kedepannya,” terangnya. Saat ditanya negara mana yang bisa menjadi panutan dalam penanganan pandemi, pria yang mengajar Health Economic ini menjelaskan bahwa ada kelebihan dan kekurangan dari strategi tiap negara menghadapi COVID-19. “Penanganan COVID-19 siapa yang paling benar di dunia ini, tak ada yang tahu. Contohnya New Zealand dengan Swedia, keduanya negara maju. Sementara penanganan COVID-19 keduanya berbeda 180 derajat. New Zealand full lockdown sementara Swedia tidak sebab mereka penganut herd immunity, tapi orang-orang tua dijaga. Namun, di sisi lain, New Zealand ekonominya mati, Swedia ekonominya jalan, tapi angka kematiannya tinggi. Nah, tergantung kita mau contoh yang mana,” jelasnya. Memulihkan ekonomi dari gempuran pandemi Di tengah ketidakpastian ekonomi, berbagai strategi dan kebijakan dikeluarkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Onny Widjanarko, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, berpendapat ada beberapa kebijakan baik yang telah dan akan dilakukan yang perlu diakselerasi sehingga ekonomi Indonesia dapat pulih lebih cepat. “Penanganan COVID-19 perlu dipercepat sehingga aktivitas sosial meningkat dan berimplikasi pada peningkatan aktivitas transaksi ekonomi. Sektor-sektor ekonomi yang dapat berjalan dengan protokol kesehatan perlu dibuka. Perlu percepatan penyerapan anggaran dengan jumlah besar dan inklusif. Selain itu, restrukturisasai kredit terutama UMKM dan perluasan pemanfaatan digital juga merupakan pilihan yang tepat,” tutur Onny. Hal senada juga disampaikan oleh Ralph Van Doorn, Senior Economist World Bank. Menurutnya, bangkitnya ekonomi di tengah ketidakpastian dapat dilakukan dengan menciptakan situasi yang kondusif bagi investasi, perdagangan dan inovasi dan meningkatkan kemampuan para pekerja melalui program Kartu Prakerja. Ia juga menambahkan bahwa upaya Indonesia untuk mengatasi kesenjangan infrastruktur perlu dilanjutkan sebab hal tersebut merupakan strategi kunci dalam pemulihan ekonomi paskapandemi. Selain itu, meratakan kurva utang juga perlu dilakukan sebab pembayaran bunga yang meningkat akan mengurangi ruang fiskal. Melonggarkan PSBB, membuka ekonomi Dengan pelonggaran PSBB, kegiatan ekonomi mulai bergerak dan berdampak positif. Namun di sisi lain, hal ini berisiko menurunkan status kewaspadaan terhadap COVID-19. Menurut Ralph banyak negara, termasuk Indonesia, telah menghadapi trade- off antara memperlambat penyebaran COVID-19 dan mempertahankan aktivitas ekonomi. Melalui kebijakan yang tepat, ada peluang untuk bergerak dengan aman menuju New Normal . “Ada beberapa langkah konkret bagi Indonesia agar bisa mendapatkan peluang terbaik dalam membuka kembali perekonomian. Pemerintah harus fokus dalam memperluas kapasitas laboratorium pengujian, mengintegrasikan sistem informasi untuk pengawasan, mengumpulkan data dengan baik sehingga tingkat pandemi dapat diukur lebih akurat, memastikan ketersediaan dan kesiapan layanan kesehatan termasuk produksi dan distribusi vaksin COVID-19,” tambahnya. Sementara itu, Dono menyatakan bahwa efektivitas PSBB juga diragukan. Ia melakukan penelitian evaluasi PSBB dari beberapa variabel seperti google mobility report , ojek online dan jumlah polutan udara di Jakarta. “PSBB pasti ada pengaruhnya tapi besar atau kecilnya tergantung. Ada beberapa daerah yang sukses seperti Pekalongan, Malang, dan Banyumas, tapi sekarang bocor juga. Mengapa? Sebab, kita butuh menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi dengan kesehatan. Maka kita perlu mengakomodasi ekonomi berjalan dengan tetap menjaga prinsip pencegahan penularan penyakit,” tuturnya. Alokasi anggaran untuk pandemi Ralph menilai langkah yang diambil Pemerintah Indonesia untuk mengakselerasi belanja produktif di sektor kesehatan, bantuan sosial dan dukungan terhadap industri dianggap tepat. “Bantuan sosial penting agar masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan pendapat tidak jatuh dalam jurang kemiskinan. Sebab, tanpa program tersebut, kami memprediksi sebanyak 5,5 -8 juta masyarakat Indonesia akan masuk ke dalam garis kemiskinan. Namun, penting agar program tersebut diberikan tepat sasaran. Data memperlihatkan bahwa penyaluran program PKH dan Kartu Sembako sudah sesuai, tetapi efektivitas penyaluran BLT Desa dan Kartu Pra Kerja masih perlu ditingkatkan terutama menghilangkan aspek-aspek yang memperlambat pencairan,” jelasnya. Membahas mengenai alokasi anggaran, Dono menyampaikan perspektifnya bahwa selama ini mayoritas anggaran kesehatan sebaiknya tak hanya dialokasikan pada anggaran kuratif saja namun juga perlunya fokus pada program preventif dan promotif. “Seharusnya yang menjadi prioritas adalah anggaran preventif dan promotif sebab penyakit ini (COVID-19) fokusnya adalah disiplin agar kita lebih sehat dan bisa lebih imun. Saat ini, akibat COVID-19 ada beberapa masalah kesehatan yang terabaikan dan itu yang terkait dengan pencegahan seperti pre-natal care dan imunisasi dengan tutupnya posyandu. Maka, saya mohon agar semua yang ada urusannya dengan investasi manusia di masa depan diproteksi”, ujar Dono. Proyeksi kondisi ekonomi ke depan Jika terjadi gelombang kedua COVID-19 di Indonesia, Ralph memperkirakan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi yang lebih dalam dari ekonomi global sebesar 7,8 persen pada tahun 2020 dibandingkan dengan skenario dasar World Bank yaitu kontraksi 5 persen. “Jika ada gelombang kedua dan diikuti pembatasan mobilitas skala besar di kuartal III dan IV maka diprediksi ekonomi Indonesia akan berkontraksi sebanyak 2 persen pada tahun 2020. Selain itu, efek yang lebih terasa adalah hilangnya pendapatan dari konsumsi dan investasi,” paparnya. Sementara itu, Onny menyatakan optimismenya bahwa ekonomi Indonesia dapat tetap terjaga dan dipertahankan untuk tumbuh positif di tengah pandemi. “Pemerintah sudah bertekad dan all out agar negara kita tidak mengalami pertumbuhan negatif di sisa kuartal tahun 2020 ini. Ditambah lagi dengan melihat tema APBN 2021 yakni Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi. RAPBN 2021 disusun saat kondisi ekonomi global dan domestik mengalami tekanan dan tantangan luar biasa. Menurut kami, kebijakan yang diambil sudah pas,” ujarnya. Tak dipungkiri lagi, tahun 2020 menjadi tahun yang penuh gejolak. Namun demikian, Pemerintah terus memahat optimisme salah satunya melalui APBN 2021 yang didisain sebagai instrumen percepatan pemulihan ekonomi paskapandemi. Apa saja strategi pemerintah tahun depan, simak di laporan utama berikutnya. 11 MEDIAKEUANGAN 10 VOL. XV / NO. 156 / SEPTEMBER 2020 "...pada intinya kita perlu menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi dengan kesehatan." Pemerintah mengakselerasi belanja produktif dalam rangka memberikan stimulus kepada perekonomian Foto Tino Adi P Dono Widiatmoko Senior Lecture University of Derby
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu | Foto Dok. Media Keuangan JALAN BAGI PEMULIHAN NEGERI P antang menyerah menghadapi kesamaran situasi imbas pandemi, pemerintah memanfaatkan bencana nonalam ini sebagai momentum untuk membenahi diri dan mengakselerasi pembangunan di segala lini, demi kebaikan negeri. Semangat itu pun menggelora dalam RAPBN 2021. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Direktur Jenderal Anggaran, Askolani, mengenai seluk beluk RAPBN 2021. Apa yang menjadi fokus pemerintah dalam mendesain RAPBN 2021? Dalam menyusun RAPBN 2021, tentunya pemerintah berbasis kepada kondisi dan langkah kebijakan di 2020 ini. Penanganan masalah kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi menjadi satu paket kebijakan yang harus didesain secara komprehensif dan sinergis. Upaya preventif di bidang kesehatan adalah kunci penting. Next step nya untuk kita maju adalah bagaimana kembali memulihkan ekonomi itu secara bertahap di tahun 2021. Langkah kita di Q2, Q3, dan Q4 ini sangat menentukan pijakan ke depan. Tantangan kita bagaimana supaya langkah-langkah pemulihan ekonomi, konsolidasi, dan upaya mendorong belanja pemerintah, bisa menstimulus pertumbuhan ekonomi di Q3 menjadi lebih positif. Bagaimana upaya pemerintah untuk mengejar penyerapan di Q3 dan Q4? Implementasi kombinasi adjustment pola belanja, baik melalui kebijakan realokasi dan refocusing belanja K/L dan pemda maupun tambahan belanja untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang harus dilakukan oleh semua stakeholder terkait, sangat menentukan capaian di Q2, Q3, dan Q4. Sampai dengan awal Q3 di bulan Juli, sebagian besar sudah cukup signifikan implementasinya. Tantangan kita adalah percepatan alokasi dan implementasi sisa anggaran PEN. Langkah percepatan antara lain dilakukan melalui koordinasi yang lebih intens dengan K/L dan Komite PEN untuk mendesain kebijakan implementatif PEN yang akan dilakukan ke depan. Presiden juga turut serta me review PEN bersama dengan para menteri di sidang kabinet. Presiden secara tegas mengingatkan para menterinya untuk turun langsung, membedah DIPA-nya masing masing untuk me review reformasi desain anggaran, lalu kita juga mengajak Bappenas untuk mendesain program anggaran tersebut. Jadi, format alokasi belanja K/L di tahun 2021 nanti akan meng adopt desain anggaran yang baru yang programnya lebih simpel, lebih eye catching, dan lebih mudah diterapkan. Ini kita koneksikan juga dengan target prioritas pembangunan sesuai arahan Presiden dan rencana kerja pemerintah. Penguatan reformasi lainnya yang akan pemerintah lakukan? Pandemi ini memberi banyak lesson learn pada kita, yang menjadi masukan untuk perbaikan reformasi di berbagai bidang. Contohnya, manajemen di bidang kesehatan harus bisa lebih proaktif dan antisipatif terhadap model bencana nonalam ini. Di bidang perlindungan sosial dan dukungan UMKM, perbaikan pendataan masyarakat menengah ke bawah menjadi kunci. Pemerintah juga sedang memikirkan bagaimana mensinergikan antara kebijakan subsidi dengan kebijakan perlindungan sosial yang kemudian semua di support dengan satu data yang solid dan valid. Lalu ada juga reformasi perpajakan, baik dari segi regulasi, kebijakan, dan administrasinya. Nah, on top dari semua itu, pemerintah tentunya juga akan menyiapkan reformasi mengenai penanganan bencana. Seperti apa prioritas belanja pemerintah dalam RAPBN 2021? Pemerintah tetap memprioritaskan kesehatan, perlindungan sosial, dan pendidikan. Penanganan kesehatan lanjutan diarahkan lebih sustainable seperti upaya preventif melalui penyediaan vaksin apabila nanti sudah ditemukan, dan reformasi di bidang kesehatan. Program perlindungan sosial juga tetap berjalan misalnya dalam bentuk PKH, kartu sembako, bantuan tunai, plus kartu prakerja dan program subsidi. Di sektor pendidikan, pemerintah memperkuat mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, even program beasiswa untuk S2, S3 tetap akan dilanjutkan di tahun depan. Nah, setelah tiga bidang tadi, pemerintah juga langsung satu paket mendukung untuk pemulihan ekonomi. Pertama, melalui penyiapan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang menjangkau sampai ke daerah 3T guna membangun manusia Indonesia yang lebih produktif dan kompetitif. Teknologi ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, pendidikan, serta ekonomi masyarakat, terlebih dalam kondisi kita tidak bisa bertemu fisik. Perluasan pembangunan ICT ini sudah dirancang sampai jangka menengah. Selanjutnya pembangunan infrastruktur dan ketahanan pangan. Keduanya tidak dapat dipisahkan sebab pangan ini harus didukung misalnya dengan irigasi yang cukup dan bendungan yang baik. Yang menjadi prioritas juga adalah pemulihan pariwisata karena ini salah satu andalan utama kita. Dukungan pariwisata dilakukan oleh banyak K/L dan pemda, bukan hanya Kemenpar. Kemudian yang terakhir yang kita prioritaskan juga adalah dukungan bagi dunia usaha dan UMKM, baik melalui insentif fiskal maupun skema subsidi. Apakah nantinya alokasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) juga akan mendukung belanja prioritas ini? Ya, kita juga mereformasi alokasi TKDD. Kebijakan belanja yang di pusat tadi kemudian di connecting kan dengan kebijakan alokasi TKDD. Dana desa misalnya diarahkan khususnya untuk perlindungan sosial dan mendukung ICT di desa. Reformasi kesehatan dan pendidikan juga dikaitkan dengan kebijakan alokasi TKDD. Jadi ini kita melihatnya sebagai satu paket. Bagaimana prioritas dari sisi pembiayaan? Dari sisi pembiayaan juga kita akan terus dukung untuk peningkatan kualitas SDM melalui pembiayaan dana abadi, baik itu untuk LPDP, beasiswa, maupun untuk universitas termasuk untuk kebudayaan. Di pembiayaan ini kita juga akan support BUMN untuk bisa mendukung penugasan pemerintah termasuk melanjutkan pemulihan ekonomi di tahun 2021. Apa implikasi dari defisit 5,5 persen di RAPBN 2021? Dengan 5,5 persen intinya adalah secara fiskal pemerintah tetap ekspansif untuk mendukung penanganan kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi. Ini pijakan kita untuk bisa menjadikan Indonesia maju dan keluar dari middle income trap . Visi kita di 2045 Indonesia masuk lima besar negara di dunia. Penurunan defisit ini juga sejalan dengan UU 2/2020 bahwa secara bertahap defisit APBN itu akan dikembalikan menjadi dibawah 3 persen di tahun 2023. Apa yang membuat pemerintah optimis mematok pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen di 2021? Tentunya efektivitas kebijakan PEN di 2020 ini menjadi pijakan ke depan ya. Kemudian dengan langkah fiskal ekspansif sebagaimana dalam RAPBN 2021, plus prediksi sejumlah lembaga internasional mengenai pemulihan ekonomi dunia di 2021, kita mendesain ekonomi kita tumbuh 4,5-5,5 persen di 2021. bagaimana mempercepat belanja sesuai alokasi anggaran mereka di APBN 2020, maupun mengoptimalkan belanja anggaran program PEN yang harus dijalankan stakeholder terkait. Adakah upaya penyempurnaan sistem penganggaran ke depan? Ada. Pertama, kita memperpendek mekanisme proses review atas usulan anggaran K/L sehingga dapat mempersingkat waktu penetapan DIPA-nya. Kedua, kita mensimplifikasi proses verifikasi kelengkapan dokumen. Jadi, kami akan meminta K/L untuk mendahulukan melengkapi dokumen yang memiliki skala prioritas tinggi. Ketiga, kami akan proaktif meminta dan mengomunikasikan kepada K/L untuk melakukan akselerasi dalam melengkapi dokumen usulan anggaran. Kita akan tuangkan ini dalam peraturan Menteri Keuangan dan SOP agar sistem ini menjadi landasan yang lebih sustainable . Kita juga akan terus melakukan evaluasi dan apabila ada modifikasi untuk lebih mempercepat mekanisme yang ada, akan kami lakukan. Bagaimana dengan reformasi bidang anggaran di 2021? Kemenkeu menyiapkan