Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
LAPORAN UTAMA 8 Benahi Implementasi Raih Faedah Optimal 12 Komitmen Kuat Bantu Masyarakat 16 Infografik 18 Penawar Lara Itu Bernama BLT Desa 20 Agar Manfaat Sampai Kepada yang Berhak PHOTO STORY 22 Nan Unik Pun Eksotik TEKA TEKI 24 Teka Teki Medkeu WAWANCARA 25 Mereduksi Risiko Bencana POTRET KANTOR 28 Sidang Sonder Perjumpaan BAGAIMANA CARANYA? 31 Alur Komunikasi Dimasa Pandemi PROFESI 32 Berkorban Demi Memastikan Pelayanan Tetap Berjalan Daftar Isi Redaksi menerima kontribusi tulisan dan artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Bagi tulisan atau artikel yang dimuat akan mendapatkan imbalan sepantasnya. BUGAR 35 New Normal di Tempat Kerja, Seperti Apa? OPINI 36 Pelajaran dari Pandemi untuk Potensi Pertumbuhan Ekonomi UANG KITA BUAT APA 38 Tatkala Konektivitas Tak Terbatas OPINI 40 Excess Profit Tax sebagai Solusi GENERASI EMAS 42 Dari Desa, Karena Desa, Untuk Desa LOKAL 44 Berakhir Pekan ke Malin Deman FINANSIAL 46 Perjanjian Pranikah 5 DARI LAPANGAN BANTENG 6 EKSPOSUR Diterbitkan oleh: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Pelindung: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pengarah: Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. Penanggung Jawab: Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto. Pemimpin Umum: Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Rahayu Puspasari. Pemimpin Redaksi: Kabag Manajemen Publikasi, Rahmat Widiana. Redaktur Pelaksana: Kasubbag Publikasi Cetak Yani Kurnia A. Dewan Redaksi: Ferry Gunawan, Dianita Suliastuti, Titi Susanti, Budi Sulistyo, Pilar Wiratoma, Purwo Widiarto, Muchamad Maltazam, Alit Ayu Meinarsari, Teguh Warsito, Hadi Surono, Budi Prayitno, Budi Sulistiyo. Tim Redaksi: Reni Saptati D.I, Danik Setyowati, Abdul Aziz, Dara Haspramudilla, Dimach Oktaviansyah Karunia Putra, A. Wirananda, CS. Purwowidhu Widayanti, Rostamaji, Adik Tejo Waskito, Arif Nur Rokhman, Ferdian Jati Permana, Andi Abdurrochim, Muhammad Fabhi Riendi, Leila Rizki Niwanda, Kurnia Fitri Anidya, Buana Budianto Putri, Muhammad Irfan, Arimbi Putri, Nur Iman, Berliana, Hega Susilo, Ika Luthfi Alzuhri, Irfan Bayu Redaktur Foto: Anas Nur Huda, Resha Aditya Pratama, Andi Al Hakim, Arief Kuswanadji, Intan Nur Shabrina, Ichsan Atmaja, Megan Nandia, Sugeng Wistriono, Rezky Ramadhani, Arif Taufiq Nugroho. Desain Grafis dan Layout: Venggi Obdi Ovisa, Ditto Novenska Alamat Redaksi: Gedung Djuanda 1 Lantai 9, Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1, Jakarta Telp: (021) 3849605, 3449230 pst. 6328/6330. E-mail: mediakeuangan@kemenkeu.go.id. C O V E R S T O R Y : Salah satu jaring pengaman sosial dari pemerintah terwujud dalam program BLT Desa. Program ini ditujukan bagi keluarga miskin atau tidak mampu di desa sebagai stimulus ekonomi di pedesaan. Bantuan ini direpresentasikan dengan besek bambu yang merupakan wadah tradisional khas dari desa. Resha Aditya Pratama
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu | Foto Dok. Kemendesa AGAR MANFAAT SAMPAI KEPADA YANG BERHAK P andemi COVID-19 berdampak langsung pada kesehatan dan ekonomi. Seluruh kalangan masyarakat pun tak luput bergelut dalam tak luput bergelut dalam perjuangan melawan sampar ini, terlebih rakyat miskin. Data Badan Pusat Statistik di awal tahun 2020 menunjukkan 60,23 persen dari total jumlah penduduk miskin ada di perdesaan. Pemerintah berupaya menjamin keberlangsungan hidup rakyat miskin di desa pada masa krisis pandemi ini melalui pemberian Bantuan Langsung Tunai dari Dana Desa (BLT Desa). Simak wawancara Kementerian Keuangan dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar, mengenai implementasi program BLT Desa. Apa yang menjadi dasar pemikiran dikeluarkannya kebijakan penggunaan dana desa untuk program BLT Desa? Di tengah pemulihan kondisi akibat pandemi COVID-19 yang kita belum tahu sampai kapan, kesehatan dan ekonomi menjadi fokus perhatian di Kementerian Desa, utamanya terkait dengan Dana Desa. Oleh sebab itu, kita keluarkan kebijakan. Pertama untuk kesehatan sebagai upaya pencegahan kita bikin yang namanya Desa Tanggap Covid. Setiap desa wajib membentuk Relawan Desa Lawan Covid untuk melakukan edukasi, sosialisasi, dan fasilitasi. Kedua, Kebijakan penanganan ekonomi ditujukan untuk meningkatkan daya beli dan ketahanan ekonomi dengan bentuk Padat Karya Tunai Desa (PKTD) dan kebijakan BLT Desa. Program BLT Desa ini kita sinergikan betul dengan Kementerian Keuangan baik dari sisi regulasi maupun pelaksanaannya. BLT Desa ini kan sebuah kebijakan sementara yang lahir karena COVID-19. Alasan desa dilibatkan yaitu karena adanya Dana Desa dan pendataan di level desa jauh lebih valid dan akurat. Itu sebabnya di dalam regulasi terkait BLT Desa, saya tekankan betul, bagaimana melakukan pendataan dan siapa saja yang didata. Mengapa besaran BLT Desa di setiap tahapnya berbeda? Besaran BLT Desa di tiga bulan pertama mulai April, Mei, Juni, setiap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) menerima Rp600 ribu. Kemudian tiga bulan kedua Juli, Agustus, September, setiap KPM menerima Rp300 ribu, turun separuh karena ekonomi misalnya UMKM diperkirakan sudah mulai menggeliat. Bagaimana mekanisme pendataan penerima manfaat BLT Desa? Pendataan dilakukan oleh Relawan Desa Lawan Covid yang terdiri dari kepala desa sebagai ketua, ketua Badan Pengawas Desa sebagai wakil ketua, kemudian anggota yang terdiri dari perangkat desa, sekretaris desa, ketua RT, RW, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda, dan tokoh perempuan. Pendataan terhadap calon KPM BLT Desa berbasis RT untuk keakuratan verifikasi di lapangan dan dilakukan oleh tiga orang untuk memastikan validitasnya. Itu pun masih difilter lagi dengan Musyawarah Desa Khusus (Musdesus), lembaga permusyawaratan tingkat tertinggi di desa. Apapun yang dihasilkan Musdesus itu adalah sebuah keputusan politik yang sudah merepresentasikan warga masyarakat desa, dengan catatan Musdesus dilakukan sesuai dengan ketentuan. Setelah hasil Musdesus yang berisi nama-nama calon penerima BLT Desa ditandatangani kepala desa, hasil pendataan dan musyawarah Musdesus tersebut lalu dikirim ke kabupaten untuk disinkronisasi. Dengan demikian, validitas dalam upaya pendataan calon penerima manfaat itu akan sangat bisa dipertanggung jawabkan. Upaya apa yang dilakukan agar tidak terjadi overlapping data dengan penerima bansos lainnya? Desa cukup terkendala untuk mendeteksi warga yang sudah dapat bantuan sosial (Bansos) karena pencairan Bansos seperti Program Keluarga Harapan (PKH) tidak melalui desa melainkan langsung dari pusat jadi ini berada di luar kendali pemerintah daerah sehingga proses sinkronisasi data penerima BLT Desa ini menunggu selesainya bansos dari pusat tersebut. Jadi memang banyak desa yang menggunakan BLT desa sebagai sapu jagatnya. Jadi kalau warga sudah terima Bantuan Sosial Tunai (BST), terima PKH, maka rongga yang masih kosong itu diisi dengan BLT Desa. Hal tersebut juga terkonfimasi dari simulasi yang kita lakukan. Dari simulasi, kita akan meng cover sekitar 12 juta KPM, ternyata dalam perjalanannya prediksi kita sampai 100 persen salur itu sekitar 8 juta KPM. Ini kesannya sangat turun karena sudah tertutup dengan Bansos lain di luar BLT Desa. Nah, ke depan, kita sudah diskusi dengan Kementerian Sosial dan Kemenko PMK agar data yang ada sekarang ini dikelola dengan baik dan kita serahkan sepenuhnya ke desa. Desa lebih memahami lingkungan dan masyarakatnya sendiri sehingga akan lebih mudah transparansinya karena skalanya kecil. Misalnya di balai desa tiap tahun ditampilkan hasil updating penerima manfaat semua jaring pengaman sosial. Nah, data ini harus setiap tahun di update karena dengan pergerakan ekonomi yang bagus bisa saja tahun kemarin dia berhak menerima, tahun ini sudah tidak berhak, karena usahanya bagus. Semua itu akan efisien efektif ketika diserahkan ke desa. Kapan target penyaluran BLT Desa diperkirakan tercapai 100 persen? Juni ini harus selesai. Berdasarkan data per tanggal 15 Juni, sudah mencapai sekitar 90 persen desa selesai menyalurkan BLT Desa tahap pertama. Kita juga sudah akan keluarkan perubahan Permendes untuk mengakomodir angkatan kedua triwulan kedua dengan nilainya dan bagaimana mekanismenya. Mekanismenya adalah semua data yang sudah berjalan itu dipakai sebagai data awal, tetapi tidak menutup kemungkinan ada penambahan atau pengurangan. Kuncinya cuma satu, Musdesus karena sudah semua komponen masuk di situ. Apa yang Kementerian Desa lakukan untuk monitoring penyaluran BLT Desa? Ada dua, satu turun langsung, yang kedua by phone by confirmation tiap hari. Setiap hari kita punya update data, misalnya jam 7 atau 8 malam komunikasi mulai dilakukan dengan sumber dan tim yang sudah kita siapkan, sekitar jam 10 malam baru selesai data hari ini, lalu keesokan harinya kita laporkan. Jadi setiap hari saya membuat laporan terkait dengan progress BLT Desa, PKTD, dan Desa Tanggap COVID-19. Bagaimana upaya mencegah tindakan oknum-oknum tidak bertanggung jawab dalam hal pemberian BLT Desa? Sudah ada beberapa keluhan yang kita terima, tetapi setelah kita verifikasi kecil sekali yang sampai masuk ke ranah penegak hukum. Kita juga banyak menemukan yang hoax sih, misalnya ada potongan Rp200 ribu, ternyata setelah kita cek itu duitnya memang sudah dibagi oleh penerima. Kemudian ada lagi kesepakatan bersama di desa misalnya calon KPM banyak, sedangkan kekuatan BLT Desanya cukup kecil sehingga KPM membagi seikhlasnya sebagai wujud toleransi kepada keluarga yang lain. Hal semacam ini tidak masalah kalau mau dilakukan, yang penting tidak ada paksaan dan tidak dikelola oleh pemerintah desa. Ada juga kasus oknum aparat desa minta bagian BLT Desa kepada KPM dengan alasan sudah memperjuangkan di Musdesus. Untuk kasus seperti ini, apabila setelah diverifikasi ternyata betul maka kita serahkan kepada penegak hukum. Itu sebabnya dari awal di regulasi saya inginnya pemberian BLT Desa ini cashless. untuk memitigasi risiko keamanan. Tetapi dari sisi perbankan belum siap untuk melayani seluruh nasabah baru, dan dari sisi kebiasaan warga desa juga masih belum siap. *Wawancara ini disadur dari wawancara Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak dengan Menteri Desa PDTT pada kanal Youtube Frans Membahas
Opini Excess Profit Tax sebagai Solusi *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Rinaldi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak MEDIAKEUANGAN 40 Ilustrasi A. Wirananda yaitu pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan tumbuh 799.504,33 persen ( yoy ). Inilah salah satu faktor yang mendorong capaian pertumbuhan penerimaan negara menjadi 3,23 persen ( yoy ) sehingga meng- off set realisasi belanja negara yang realisasinya hampir sama dengan capaian tahun lalu. Bagaimana dengan penerimaan pajak? jawabannya adalah “babak belur”, hanya PPN/PPnBM dan PBB (sektor P3) yang pertumbuhannya positif, lainnya negatif, bahkan penerimaan PPh Badan yang seharusnya mencapai peak -nya pada bulan April (jatuh tempo pelaporan SPT PPh Badan pada 30 April), pertumbuhan penerimaannya -15,23 persen. Kebijakan pajak yang telah diambil pemerintah Indonesia Kemenkeu menjelaskan bahwa pertumbuhan penerimaan PPN/PPnBM yang positif ini ditopang oleh PPN Dalam Negeri (PPN DN) yang masih tumbuh 10,09 persen, hal ini mengindikasikan masih kuatnya transaksi penyerahan barang dan jasa penerimaan. Namun situasi ini bisa berubah mengkhawatirkan karena penerimaan PPN pada bulan-bulan berikutnya hampir dapat dipastikan menurun jauh dengan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah. Sementara itu, pemberian insentif pajak terus dioptimalkan, misalnya melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang dialokasikan sebesar Rp123,01 triliun. Jika penerimaan negara terus menurun, sementara kebutuhan belanja negara terus meningkat, bisa dipastikan angka defisit akan melonjak drastis. Kembali ke kebijakan insentif pajak, pemerintah tentu telah memperhitungkan dampak dari insentif ini terhadap penerimaan negara, namun permasalahannya adalah apakah insentif ini benar-benar bisa dimanfaatkan oleh Wajib Pajak yang terdampak COVID-19? Apakah insentif PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) menjamin pekerja tidak di PHK? Apakah insentif restitusi PPN dipercepat menjamin usaha mereka tetap berkesinambungan? Terkait hal ini, menarik untuk dilihat pendapat dua pakar ekonomi dari Universitas California yaitu Saez dan Zucman. Mereka mengkritisi kebijakan yang diambil oleh pemerintah Amerika dalam menghadapi COVID-19. Krisis yang dihadapi dunia saat ini berbeda dengan krisis pada tahun 2008-2009. Kala itu bencana yang dihadapi adalah bencana yang secara langsung menyebabkan perusahaan mereka hancur, yaitu bencana krisis keuangan akibat bangkrutnya Lehman Brothers. Namun bencana yang terjadi saat ini adalah bencana kesehatan, yang mungkin tidak semua perusahaan terkena dampak langsung dari bencana ini. Banyak juga perusahaan yang malah meraup untung dari COVID-19 ini. Di saat banyak pabrik menutup usaha mereka, penjualan Amazon justru meningkat, bisnis Cloud meningkat, jumlah akses ke Facebook juga meningkat. Belum lagi jika melihat aplikasi webinar yang marak digunakan saat para pekerja “bekerja dari rumah” di masa pandemi ini. Excess Profit Tax sebagai solusi kebijakan pajak di tengah COVID-19 Melihat tidak semua perusahaan terkena dampak negatif dari COVID-19 ini, maka mereka mengusulkan agar pemerintah bisa mengkaji penerapan “ Excess Profit Tax (EPT)”. EPT adalah suatu pajak yang dikenakan kepada perusahaan yang mendapatkan keuntungan (profit) lebih dari suatu margin tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebagai contoh, pada tahun 1918, saat terjadi resesi ekonomi pasca Perang Dunia I, Amerika menerapkan EPT bagi perusahaan yang mencetak Return on Invested Capital (ROC) atau pengembalian investasi modal di atas 8 persen. Tarif EPT yang dikenakan pada saat itu progresif antara 20 hingga 60 persen. Kebijakan yang sama juga diterapkan pada tahun 1940, saat Perang Dunia II dan saat Perang Korea. Kebijakan pengenaan EPT ini mempunyai tujuan yang sama yaitu memastikan bahwa tidak ada pihak yang mengambil untung secara berlebihan pada saat pihak lain merasakan penderitaan. Apakah hal ini bisa diterapkan di Indonesia? Untuk menjawabnya, ada baiknya kita kembali lagi ke realisasi APBN 2020 sampai dengan April 2020. Dari segi realisasi penerimaan pajak sektoral non-Migas, non-PBB, dan non-PPh DTP, dapat dilihat bahwa ada beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan, seperti industri pengolahan serta jasa keuangan dan asuransi, yang masing-masing tumbuh 4,68 persen dan 8,16 persen. Kedua sektor ini menopang 45,3 persen dari total realisasi penerimaan pajak. Statistik ini menunjukkan bahwa tidak semua sektor terkena dampak negatif COVID-19 (walaupun masih diperlukan analisis mendalam terhadap hal ini, karena Maret dan April merupakan masa awal pandemi). Oleh sebab itu, menurut Penulis, kebijakan Excess Profit Tax layak dipertimbangkan sebagai suatu solusi kebijakan fiskal mengatasi dampak ekonomi yang disebabkan oleh COVID-19. Kebijakan ini terkesan tidak lazim diterapkan di negara manapun termasuk Amerika sekalipun apalagi di Indonesia, namun perlu diingat bahwa seperti yang dikatakan Sri Mulyani: “ Extraordinary situation needs extraordinary policy”, dan kita, Indonesia, sedang menghadapi kondisi extraordinary tersebut. P ada 20 Mei 2020, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja merilis realisasi APBN 2020 hingga 30 April 2020. Jika dilihat pada rilis tersebut, realisasi terlihat cukup bagus, defisit APBN sebesar Rp74,47 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi defisit pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp100,3 triliun. Namun, jika kita mengkaji lebih dalam dari realisasi defisit ini, maka terlihat penyebab “rendahnya” angka defisit ini adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang pertumbuhannya mencapai 21,70 persen ( yoy ). Salah satu sub-PNBP Ilustrasi A. Wirananda
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap
LAPORAN UTAMA 8 Khitah Penyesuaian, Jaga Keberlanjutan. 12 Menghelat Program Kaya Manfaat 16 Infografis 18 Memintal Jaring Pengaman Kesehatan 20 Perkuat Ekosistem Untuk Indonesia Sehat PHOTO STORY 22 Jewelry of Jogja TEKA TEKI 22 Teka Teki Medkeu WAWANCARA 25 Asa di Ibu Kota Baru POTRET KANTOR 28 Transformasi Wali Transaksi Luar Negeri BAGAIMANA CARANYA? 40 Membuat NPWP Secara Online FIGUR 32 Mengelola Manusia Dari Hati Daftar Isi Redaksi menerima kontribusi tulisan dan artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Bagi tulisan atau artikel yang dimuat akan mendapatkan imbalan sepantasnya. BUKU 35 Gagal Paham OPINI 36 Laporan Belanja Perpajakan untuk Transparansi Fiskal dan Evaluasi Insentif UANG KITA BUAT APA 38 Liuk Elok Kelok 9 OPINI 46 Perubahan Iklim dan Bencana Hidrometeorologi GENERASI EMAS 48 Optimalkan Kesempatan, Lahirkan Inovasi LOKAL 54 Arti Tersembunyi Koreografi Tari Caci FINANSIAL 56 Marry with Your Bank 5 DARI LAPANGAN BANTENG 6 EKSPOSUR Diterbitkan oleh: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Pelindung: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pengarah: Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. Penanggung Jawab: Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto. Pemimpin Umum: Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Nufransa Wira Sakti. Pemimpin Redaksi: Kabag Manajemen Publikasi, Rahmat Widiana. Redaktur Pelaksana: Yani Kurnia A. Dewan Redaksi: Ferry Gunawan, Dianita Suliastuti, Titi Susanti, Budi Sulistyo, Pilar Wiratoma, Purwo Widiarto, Muchamad Maltazam, Alit Ayu Meinarsari, Teguh Warsito, Hadi Surono, Budi Prayitno, Budi Sulistiyo. Tim Redaksi: Reni Saptati D.I, Danik Setyowati, Abdul Aziz, Dara Haspramudilla, Dimach Oktaviansyah Karunia Putra, A. Wirananda, CS. Purwodidu Widayanti, Rostamaji, Adik Tejo Waskito, Arif Nur Rokhman, Ferdian Jati Permana, Andi Abdurrochim, Muhammad Fabhi Riendi, Leila Rizki Niwanda, Kurnia Fitri Anidya, Buana Budianto Putri, Muhammad Irfan, Arimbi Putri, Nur Iman, Berliana, Hega Susilo, Ika Luthfi Alzuhri, Irfan Bayu Redaktur Foto: Anas Nur Huda, Resha Aditya Pratama, Andi Al Hakim, Muhammad Fath Kathin, Arief Kuswanadji, Intan Nur Shabrina, Ichsan Atmaja, Megan Nandia, Sugeng Wistriono, Rezky Ramadhani, Arif Taufiq Nugroho. Desain Grafis dan Layout: Venggi Obdi Ovisa, Ditto Novenska Alamat Redaksi: Gedung Djuanda 1 Lantai 9, Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1, Jakarta Telp: (021) 3849605, 3449230 pst. 6328/6330. E-mail: mediakeuangan@kemenkeu.go.id. C O V E R S T O R Y : Masyarakat Indonesia berhak memperoleh perlindungan sosial dari negara. Salah satunya terwujud dalam program pelayanan kesehatan bernama JKN-KIS. Perlindungan tersebut kami analogikan dengan perlengkapan pemain hoki yang mampu melindungi mereka dari risiko cedera.
diajarkan di rumah dan keluarganya. Ia mengaku sangat mengidolakan mendiang bapaknya sebagai sosok yang selalu menginspirasinya. Seorang dosen dan cendikiawan, bapaknya adalah teman diskusi yang asyik baginya. Suatu momen kebersamaan yang selau ia rindukan kini. Satu pesan dari ayah yang paling membekas adalah untuk tidak menghakimi orang lain. ”Saat satu telunjuk kita menunjuk ke orang lain, artinya empat (jari) lainnya mengarah ke diri kita sendiri,” ucapnya mengenang pesan sang bapak. Humaniati memaknainya sebagai pengingat untuk selalu berintrospeksi. ”Apakah kita sudah lebih baik dari yang kita tunjuk? Itulah mengapa saya banyak berdialog dengan diri saya sendiri. Apakah yang saya lakukan sudah benar?” lanjutnya. Tak hanya dari sang bapak, ibunya sangat menanamkan disiplin, loyalitas dan kesabaran terutama dalam keluarga. Nilai tersebut sangat terlihat saat ibunya harus menemani sang bapak berbulan-bulan di rumah sakit hingga akhir hayatnya. Kepergian bapak menjadi hantaman pertama dalam hidupnya. Meskipun dalam kondisi menyedihkan, Ia tetap bersyukur atas pelajaran yang didapat dari pengalaman itu. Tak hanya tentang kesabaran dan loyalitas dari ibunya, pemilihan makam untuk mendiang bapaknya yang berpesan dikubur di pemakaman umum, bersanding dengan makam warga lain dengan beragam keyakinan. Mengabdi demi institusi Perjalanan karier Humaniati memang panjang dan berliku. Tapi dari pilihan karier yang diambilnya itu Ia merasa tak pernah bosan. Menurutnya, manusia itu selalu penuh kejutan. ”Manusia itu amazing , muncul berbagai hal yang tidak terduga dari seorang manusia. Sampai sekarang saya tidak pernah berasumsi bahwa saya sudah memahami semuanya,” ungkapnya. Karakter manusia yang selalu berubah itu membuat wanita yang telah mengabdi selama tiga dekade ini tidak pernah berasumsi telah tuntas memahami pengelolaan SDM. Ia merasa karena yang ditangani adalah manusia, sehingga kejutan-kejutan baru akan selalu muncul. Biro SDM sebagai pengelola dituntut untuk harus selalu siap, memenuhi kebutuhan pegawai, tapi tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Kementerian Keuangan. Meskipun usianya sudah akan memasuki masa purnabhakti, Humaniati tetap memegang harapan tinggi bagi pengelolaan SDM di Kemenkeu. Ia terus akan memberikan yang terbaik dalam menyiapkan SDM Kemenkeu yang berintegritas, berkompetensi, namun tetap bahagia. Untuk itu ia selalu berpesan pada para jajarannya agar selalu mengeluarkan sisi atau versi terbaik bagi institusi. ”Agar kita bisa selalu bertumbuh, untuk mencintai tanah air ini, Indonesia. Dan nantinya meninggalkan kondisi yang terbaik untuk generasi selanjutnya,” pungkasnya. “G agal paham”, kalimat sederhana, terdiri atas dua kata, yang mungkin dapat mewakili kegagapan kita dalam memahami dunia baru. Semua bergerak begitu cepat, seakan siap menggulung siapa-siapa yang menolak bergabung. “Keterhubungan” menjadi kata dasar, yang mampu membuat gempar hanya dengan tagar-tagar. Dalam buku terbaru Prof. Rhenald Kasali seri Disrupsi ini, tersaji contoh-contoh terkini tentang mobilisasi yang bersinergi dengan orkestrasi, bagaimana Alibaba dengan #SinglesDay menghasilkan triliunan dari hati para jomlo yang kesepian, bagaimana #MeToo menjadi bentuk perlawanan terhadap pelecehan seksual, juga bagaimana #OrangUtanFreedom mampu membuat ekspor sawit Indonesia ke Eropa kebat-kebit. Di zaman digital, hal-hal viral tidak lagi tertangkal oleh jalan konvensional. Orkestrator sering kali menggunakan cerita yang menyentuh sisi emosional, untuk menggugah rasa kemanusiaan, hingga tercipta suatu gerakan massal. Layaknya dua sisi mata uang, kemajuan teknologi bisa menjadi alat kepentingan, bisa juga untuk tujuan kepedulian sosial. Sharing , shaping , dan funding menjadi perilaku konsumen dewasa ini, membuat teori existing menjadi penting untuk ditinjau kembali. Di era disrupsi, para pengambil kebijakan harus terus bertransformasi serta menyesuaiakan diri, karena yang dihadapi hari ini adalah kerumunan yang terkoneksi. General Electric, salah satu raksasa korporasi dunia yang mencoba berinovasi, dengan Predix (perangkat lunak untuk analisis data mesin-mesin industry), optimis akan masuk sepuluh besar perusahaan teknologi global. New York Times pun menjulukinya 124 Year-Old Software Start Up Company . Sayangnya jauh panggang dari api, Predix pun tidak sesuai prediksi. “The main is no longer the main” menjadi mantra yang tidak main-main. Kekuatan lama yang enggan keluar dari zona nyaman, dan masih bertopang pada penguasaan aset sebagai “the main” - nya, akan tergantikan oleh kekuatan baru yang tidak “gagal paham”, yang mengutamakan penguasaan data sebagai sumber dayanya. Melalui #MO, Prof. Rhenald Kasali mengajak para pembaca meninggalkan cara-cara kuno, meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama. Menggunakan bahasa yang mudah, setiap masalah dalam buku ini dipaparkan secara terarah sehingga empat ratus halaman tetap bisa dibaca dengan menyenangkan. Fakta-fakta diulas sedemikian jelas, dipertegas dengan contoh-contoh yang lugas. Buku ini bukan hanya relevan untuk pembaca individu, namun juga untuk kalangan pemerintah, organisasi, professional, korporasi, maupun akademisi. Jika Anda ingin tetap kokoh berdiri di tengah derasnya arus disrupsi, Anda mesti pelajari dan kuasai strategi yang menjadi roh dari New Power , yakni mobilisasi dan orkestrasi. Selamat membaca, selamat datang di dunia yang tiap masa berlalu selalu muncul pembaru. Buku Gagal Paham Judul: MO, sebuah dunia baru yang membuat orang gagal paham Penulis / Penerjemah: Rhenald Kasali Tahun Terbit: 2019 Dimensi: 422 Halaman Kunjungi Perpustakaan Kementerian Keuangan dan Jejaring Sosial Kami: Gedung Djuanda I Lantai 2 Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta Pusat 13 Writes (Namun Kenyataannya, kehidupan tak selamanya berjalan mulus) Hardy Zhu, dkk 3 Cinta 1 Pria oleh Arswendo Atmowiloto 3 Women & A Guy Ana Westy 30 Day Revenge Mitch Albom 9 Summer 10 Autumns Dari Kota Apel ke The Big Apple Iwan Setiawan Buku Buku Pilihan Perpustakaan Kemenkeu: Peresensi Ahmad Dwi Foto Dok. Biro SDM Humaniati dalam beberapa kegiatan
Jl. Cikini Raya no. 91 A-D Menteng Telp/Faks. (021) 3846474 E-mail. lpdp@depkeu.go.id Twitter/Instagram. @LPDP_RI Facebook. LPDP Kementerian Keuangan RI Youtube. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan LPDP RI Generasi Emas Riset Implementatif Lahirkan Solusi Inovatif F okus menekuni satu bidang tak jarang membuka pintu-pintu kesempatan menuju pencapaian yang berkesinambungan. Setidaknya itu yang dirasakan oleh Adi Surya Pradipta, founder PT. Kanggo Nusantara Bagja atau lebih dikenal dengan brand Tech Prom Lab, perusahaan rintisan yang berfokus pada bidang teknologi material konstruksi dan pemanfaatan limbah industri. Sejak awal Adi memang sangat meminati bidang teknik material karena menurutnya ranah tersebut sangat implementatif. “Saya memang tertarik dengan penelitian ke arah produk karena lebih mudah diimplementasikan,” ungkap Adi. Di Indonesia sendiri pendidikan di bidang teknik material masih terbilang langka meski sebetulnya riset dari bidang tersebut dapat mendukung pengembangan industri. “Saat ini baru terdapat di ITB, UI, dan ITS (PTN). Sementara di luar negeri jurusan tersebut cukup signifikan karena ditujukan untuk pengembangan material-material baru atau sebagai pemasok untuk industri- industri yang dibutuhkan oleh negara- negara maju,” terangnya. Dengan semangat mendalami bidang ini lebih lagi, Adi pun membulatkan tekad untuk melanjutkan studi, dan bukan tanpa alasan Adi menjatuhkan pilihannya pada universitas dalam negeri. “Hasil penelitian dalam negeri lebih sesuai dengan kebutuhan dalam negeri,” imbuhnya. Beasiswa magister dari LPDP berhasil membawa Adi kembali menjejakkan kaki di Program Studi Ilmu dan Teknik Material Institut Teknologi Bandung (ITB). Riset Implementatif Selama menempuh perkuliahan di jenjang magister, Adi semakin jatuh cinta dengan riset dan karena ketekunannya Adi pun dipercaya oleh Kepala Laboratorium untuk menjadi salah satu asisten riset di Laboratorium Pemrosesan Material Maju ITB. Panjangnya waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan sejumlah proyek penelitian bersama tim periset di kampusnya berhasil membawa Adi serta timnya mendapatkan dua grant dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam program Kompetisi Riset dan dua grant dari Kementerian Ristekdikti untuk program Inovasi Industri. Meski demikian, bagi Adi yang terpenting dalam sebuah riset adalah hasil riset tersebut dapat diimplementasikan dengan tepat guna. “Signifikansi dari riset akan terlihat ketika hasil penelitian kita bisa dirasakan manfaatnya oleh khalayak,” tuturnya. Lebih lanjut Adi memaparkan perbandingan implementasi penelitian di Indonesia dengan luar negeri. “Indonesia tidak kalah dari luar negeri dalam hal penelitian, yang menjadi kendala di Indonesia yakni bagaimana membawa hasil riset itu untuk diimplementasikan ke industri atau ke konsumen/masyarakat,” ungkapnya. Adi yang berhasil lulus dengan predikat cum laude berpendapat, implementasi hasil riset berbasis material dalam negeri harus lebih digenjot supaya bisa langsung menjawab tantangan masa depan Indonesia. Prinsip riset yang implementatif teguh dipegang Adi dan menjadi cikal bakal dibangunnya Tech Prom Lab. Dari Limbah Industri ke Startup Nondigital Selepas kuliah, Adi melihat ada beberapa riset yang dikerjakannya semasa kuliah yang dapat dikembangkan. Ia lalu mengajak beberapa temannya untuk bergabung merintis jalan wirausaha. Berbeda dari startup pada umumnya yang berbasis digital, startup rintisan Adi ini cukup unik karena berbasis riset teknologi material. Merintis usaha bukanlah hal yang mudah, tetapi Adi bersama timnya tidak lelah mencoba segala upaya untuk menjalankan dan mengembangan startup tersebut. “Saat ini perusahaan kami masih dalam tahap funding dan tractions,” katanya. Pada awal perjalanan, Adi serta ketiga temannya mengumpulkan dana pribadi untuk membiayai usaha mereka. Seiring berjalannya waktu, selain mendapat bantuan dana dari Ristekdikti (PPBT 2019), sejumlah kompetisi startup baik dari dalam negeri maupun luar negeri pun diikuti. Hadiah yang diperoleh dari berbagai kompetisi tersebut dipakai sebagai tambahan dana untuk membangun Tech Prom Lab. Bukan hanya asas manfaat yang diperhatikan Adi dan tim risetnya dalam berinovasi, tetapi juga asas pembangunan berkelanjutan, seperti produk pertama yang mereka hasilkan, yakni PoreBlock ® atau paving block (bata beton) berpori yang bahan bakunya memanfaatkan limbah industri batu bara sehingga menjadikannya sebagai produk yang ramah lingkungan. “Di satu sisi, limbah batu bara termasuk limbah berbahaya (B3) tetapi setelah diteliti lebih lanjut melalui uji toksisitas sesuai peraturan dan standar yang berlaku, produk kami sangat aman,” paparnya. Tidak hanya menjadi alternatif solusi pemanfaatan limbah industri batu bara yang kini menumpuk tidak terolah, PoreBlock memiliki kecepatan meneruskan air 100x lebih cepat dibandingkan paving block konvensional dan mencapai 1000 liter/ m ^2 /menit. Oleh karena itu, paving block karya anak bangsa yang telah dipatenkan ini juga menjadi salah satu alternatif solusi untuk mengurangi risiko banjir. Di samping itu, peran PoreBlock dalam mendinginkan suhu perkotaan pun bisa diandalkan. “Air-air yang menempel pada permukaan dalam PoreBlock akan mengalami evaporasi sehingga meminimalisasi panas permukaan jalan,” ungkapnya. Sebagai bahan infrastruktur yang ramah lingkungan, produk inovasi teknologi material yang dihasilkan Tech Prom Lab ini tentunya cocok untuk diterapkan di Indonesia yang beriklim tropis. Rumah Sakit, sekolah, pabrik, toko-toko adalah sebagian dari pengguna produk startup besutan Adi. “Saat ini orderan berdatangan dari Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, hingga ke Indonesia Timur,” pungkasnya. Ingat Janji Kontribusi Semangat berkontribusi bagi lingkungan terus digalakkan Adi melalui inovasi yang lahir dari riset-riset yang dijalankan olehnya dan tim. “Kita gak mau berhenti di PoreBlock saja. Sekarang kami sedang proses kerja sama baik dalam negeri maupun luar negeri untuk memberi kontribusi dalam proses pemanfaatan limbah lain seperti plastik, salah satu limbah yang sedang jadi permasalahan global,” tuturnya. Adi yang semasa perkuliahan aktif sebagai Koordinator Awardee LPDP se-Bandung Raya dan juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial maupun kelas inspirasi untuk masyarakat sekitar Bandung menekankan pentingnya manajemen waktu bagi para awardee yang masih menempuh perkuliahan. Ia juga mengharapkan semangat kontribusi dari para awardee LPDP tidak berkobar hanya semasa menempuh perkuliahan melainkan terus berlanjut sampai mereka kembali lagi ke masyarakat. “Semoga biaya yang dikeluarkan oleh negara untuk membiayai beasiswa bisa memiliki investasi jangka panjang untuk kebaikan orang banyak di negeri ini,” harapnya. 43 MEDIAKEUANGAN 42 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Teks CS. Purwowidhu Foto Dok. Pribadi Adi Surya Pradipta, founder Tech Prom Lab MEDIAKEUANGAN 42
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
MediaKeuangan 32 I ndonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan aset berupa barang milik negara (BMN) yang tersebar di tujuh belas ribu lebih pulaunya. Dengan potensi kekayaan yang dimiliki, mata rantai siklus pengelolaan aset negara tak lepas dari peran penilaian. Proses penatausahaan, pemanfaatan, pemindahtanganan hingga penghapusan membutuhkan informasi yang merupakan jerih payah keringat para penilai kekayaan negara. Syarat Berat Penakar Manfaat Profesi sebagai penilai salah satunya dijalani oleh Budi Purnomo. Pria kelahiran Bojonegoro ini telah melakoni peran tersebut selama 14 tahun. Karier sebagai penilai Ia mulai pada tahun 2006, enam tahun setelah pertama kali mengabdi di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kementerian Keuangan. Asam garam telah ia rasakan hingga mengantarnya menjadi Kepala Seksi Standardisasi Penilaian Bisnis pada Subdirektorat Standardisasi Penilaian Bisnis dan Sumber Daya Alam (SPBSDA), Direktorat Penilaian. Bapak dua anak ini sangat memahami beratnya kualifikasi menjadi seorang penilai kekayaan negara. Kriteria yang disyaratkan sangat panjang dengan kemampuan khusus yang harus dimiliki. Setidaknya ada empat kehalian khusus yang harus dikuasai seorang penilai. Pemahaman tentang penilaian properti harus menjadi dasar kemampuan yang harus dimiliki penilai yang ada dalam timnya. Syarat berikutnya adalah keahlian dalam manajemen keuangan dan akuntansi sebagai bekal membuat proyeksi laba dan rugi. Keahlian terakhir adalah pemahaman akan perilaku bisnis 33 MediaKeuangan 32 VOL. XV / NO. 150 / MARET 2020 Amanah Sepanjang Hayat Sang Penakar Manfaat berdasar kekhasan tiap jenis aset yang dinilai. ”Contohnya nih, penilaian Bandara Tjilik Riwut Palangkaraya yang sekarang dikelola Angkasa Pura,” ujar Budi menceritakan salah satu pengalamannya. Berkat penilaian yang Ia lakukan dengan tim, capital expenditure (Capex) bandara tersebut yang dulunya berasal dari APBN, kini dikeluarkan oleh Angkasa Pura sebagai pengelola. Tak hanya pengalihan Capex, bandara tersebut kini berkontribusi tetap sebesar sembilan miliar untuk negara. Tak hanya bandara, Pria yang telah mengabdi selama dua puluh tahun ini pernah terlibat penilaian aset besar lainnya. Kilang minyak, lapangan golf, mall, hingga hotel pernah Ia nilai. Kesemua aset tersebut kini memberikan kontribusi tetap bagi negara. Berkat peran para penilai sepertinya, aset negara bisa dioptimalkan manfaatnya. Tak hanya idle dan terlantar sia-sia. Namun, semua hal tersebut menuntut penilai untuk cermat dan luwes dalam melakukan pekerjaannya. Cermat agar pemanfaatannya bisa tepat guna, luwes supaya bisa menilai aset dengan karakteristik khasnya masing-masing. Tanggung Jawab Tetap Melekat Tugas seorang penilai memang berat. Tak jarang Ia dan teman-temannya mendapat resistensi warga sekitar. Bukan sekali dua kali Ia dihadang warga yang menghunus parang saat akan menilai. Contohnya saat akan menilai Bandara Sentani, Jayapura. Aset yang dahulu dikelola oleh Dinas Perhubungan tersebut dinilai untuk proses pemindahtanganan pengelolaan ke Angkasa Pura, sama seperti kasus di Bandara Tjilik Riwut. Penolakan tersebut dapat Ia maklumi. Wajar muncul kekhawatiran orang-orang yang menggantungkan hidupnya di sana dengan datangnya pengelola baru. ”Yang berat bukan hanya itu,” ucapnya lirih, sambil menghela nafas Ia melanjutkan, ”tapi juga tanggung jawab yang harus kami pikul selama kerjasama pemanfaatan berlangsung.” Tanggung jawab kerja sama pemanfaatan aset negara melekat hingga usia pensiun para penilai karena periode pemanfaatan bisa berlangsung 30 hingga 50 tahun. Bukan tidak mungkin 10 tahun mendatang nilai manfaatnya dianggap terlalu kecil. Jika sudah seperti itu, tim penilai yang dahulu terlibat memetakan potensi aset tersebut akan dipanggil dan dimintai pertanggungjawabannya. Risiko itu akan membayang-bayangi para penilai. Pekerjaan penilai adalah memetakan potensi dan memberikan opini. Ada tiga opsi pemanfaatan dengan kadarnya masing-masing, pesimis, moderat, dan optimis. Seiring berjalannya waktu kerja sama pemanfaatan, bisa jadi pemohon atau pengelola menjalankan pilihan yang mana. Para penilai tidak mengetahui persis bagaimana kemudian opsi tersebut dieksekusi oleh pengelolanya. ”Bisa aja 30 tahun lagi kok begini, kecil, padahal usia saya sudah 72 tahun, laporan penilai lainnya mungkin juga sudah hilang kan?” ucapnya berandai-andai. Pinta Penilai Negara Masa depan memang masih menjadi misteri. Pun bagi Budi sebagai penilai, meski kini Ia sudah menempati posisi yang cukup nyaman sebagai Kepala Seksi. Sebelum menduduki jabatannya kini, Ia sendiri sudah merasa nyaman menjadi seorang penilai. Baginya Budi Purnomo Kepala Seksi Standardisasi Penilaian Bisnis Teks Dimach Putra | Foto Dok. DJKN 33 MediaKeuangan 32 VOL. XV / NO. 150 / MARET 2020
Opini Masa Depan Batu Bara dan Energi Terbarukan Ilustrasi A. Wirananda *Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja Teks Ragimun dan Imran Rosjadi Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI MediaKeuangan 40 D iprediksi, nasib batu bara akan semakin sulit bersaing dengan energi terbarukan jika tidak ada inovasi dan peningkatan nilai tambah ( value added ). Dengan kata lain, tidak dilakukan hilirisasi ( downstreaming ). Apalagi ke depan, pengembangan energi bersih, seperti energi baru dan terbarukan (EBT) semakin masif dan efisien. Di masa mendatang, pengusaha batu bara ditantang untuk terus melakukan berbagai inovasi dan pengembangan produk batu bara. Di lain pihak, timbul pertanyaan, apakah pemerintah sudah secara maksimal mendorong berbagai bentuk program hilirisasi batu bara. Memang beberapa regulasi pemerintah telah digulirkan, salah satunya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang di dalamnya menetapkan antara lain mengenai target bauran energi nasional. Pada tahun 2025 ditargetkan peran EBT paling sedikit 20% dan peran batubara minimal 30%. Sementara pada tahun 2050 ditargetkan peran EBT melampaui batu bara, yakni paling sedikit 31%, sedangkan peran batubara minimal 25%. Perkembangan EBT yang makin pesat tentu membuat harga keekonomian EBT akan semakin kompetitif dibanding batu bara. Di sisi lain, penentangan para aktivis lingkungan terhadap efek polusi akibat penggunaan batu bara juga semakin mengemuka. Tak ayal, lambat laun kondisi ini akan terus menggeser peran batu bara sebagai sumber energi yang murah dan menjadikan batu bara bak buah simalakama. Di satu pihak, harganya terus menurun, dikonsumsi sekaligus ditentang dunia, dan bila tidak diproduksi maka potensi batu bara yang besar tidak dapat dioptimalkan. Akan tetapi, jika dilakukan hilirisasi, terdapat risiko bisnis yang cukup tinggi, baik dari segi teknis, regulasi, dan pasar. Biaya investasi yang diperlukan pun cukup besar, begitu pula dengan pembiayaannya harus bankable . Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang dikaruniai sumber daya alam yang melimpah, termasuk batu bara. Potensi kandungan sumber daya batu bara diperkirakan sangat besar, yakni mencapai 151 miliar ton dan cadangan batu bara sebesar 39 miliar ton. Kendati demikian, cadangan batu bara ini diperkirakan akan habis dalam 70 tahun yang akan datang (bila rasio cadangan dan produksi batu bara 4: 1). Oleh sebab itu, seyogianya pengelolaan batu bara dilakukan dengan baik dan bijak agar dapat memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi masyarakat. Salah satu solusi agar pemerintah dapat terus mendorong pemanfaatan batu bara adalah melalui hilirisasi. Hilirisasi batu bara dapat memberikan sumbangan untuk peningkatan penerimaan negara, baik penerimaan pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Saat ini, kontribusi penambangan batu bara sebelum dilakukan hilirisasi terbilang relatif tinggi terhadap PNBP. Pada tahun 2018 saja, PNBP batu bara mencapai lebih dari 21,85 triliun Rupiah. Dalam jangka pendek, pemberian insentif fiskal sebagai pendorong hilirisasi batu bara memang akan mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak dan bukan pajak. Akan tetapi, dalam jangka panjang diharapkan akan meningkatkan perekonomian dan manfaat sosial lainnya. Berdasarkan hasil simulasi yang pernah dilakukan, Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah atau lokasi hilirisasi diperkirakan meningkat 3 kali lipat. Sementara, untuk pajak dan PNBP rata-rata naik 3 kali lipat. Penyerapan tenaga kerja pun berpotensi mencapai lebih dari 5000 pekerja. Hilirisasi yang paling memungkinkan untuk dilakukan pada saat ini adalah gasifikasi batu bara, yakni sebuah proses di mana bahan bakar karbon mentah dioksidasi untuk menghasilkan produk bahan bakar gas lainnya. Gasifikasi sudah diminati oleh perusahaan BUMN tambang, misalnya PT Bukit Asam (PT BA) yang berencana menggandeng beberapa perusahaan user melalui joint investment, seperti PT Pertamina, PT Pupuk Indonesia dan PT Candra Asri. Penggunaan teknologi produksi batu bara menjadi gas berupa Dymethil Ether (DME), urea dan polyphropylen e (PP) saat ini bukan masalah. Beberapa negara lain telah melakukan hal serupa, seperti Amerika Serikat, China, Jepang, Korea Selatan, dan Australia. Namun demikian, biaya produksi yang masih sangat tinggi menjadi kendala sehingga membutuhkan investasi yang relatif besar, dapat mencapai lebih dari 3.446 miliar Dollar. Dibutuhkan dukungan segala pihak agar hilirisasi gasifikasi dapat berjalan lancar. Pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian insentif fiskal, seperti tax holiday, tax allowance, dan penurunan atau pengurangan royalti khusus. Perbankan pun ikut beperan serta dalam memberikan kredit investasi apabila proyek ini dinilai layak secara finansial. Selain itu, diperlukan juga kebijakan pengaturan atau penetapan harga beli DME untuk LPG oleh PT Pertamina yang tidak mengikuti fluktuasi harga komoditas. Dengan demikian, proyek industri bukan hanya bankable dan dapat berjalan, melainkan juga berkelanjutan sehingga program gasifikasi batu bara dapat bermanfaat untuk kepentingan industri strategis nasional, pasokan gas dalam negeri, penghematan devisa, dan pemanfaatan batu bara kalori rendah ( low rank) . Seluruh pemangku kepentingan perlu duduk bersama guna mencari solusi terbaik agar nantinya batu bara tidak lagi menjadi masalah, melainkan menjadi produk yang membawa berkah dan maslahah.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
ndonesia baru-baru ini telah menjadi negara ekonomi kelas menengah, dengan jumlah populasi kelas menengahnya mencapai 16% pada tahun 2014 dari hanya 5% pada tahun 1993 (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Indonesia juga berhasil menjadi salah satu negara dengan pengentasan kemiskinan tercepat di dunia. Namun demikian, sekitar 26 juta orang Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan dan 77,4 juta orang atau setara dengan 29,1% dari populasi masih menjadi bagian kemiskinan atau rentan jatuh kembali ke dalam kemiskinan. Hal ini menunjukkan tingginya jumlah penduduk Indonesia yang masih rentan terhadap guncangan ekonomi walaupun ada kemajuan yang signifikan dalam mengurangi kemiskinan. Oleh karena itu, penting untuk menemukan solusi yang efektif guna mengubah masyarakat miskin Indonesia menjadi masyarakat berpenghasilan menengah. Rumah tangga berpendapatan menengah merupakan kontributor konsumsi dan sumber suara sosial serta politik yang signifikan dalam membentuk kebijakan pembangunan. Solusi yang dapat diambil oleh pemerintah Indonesia, antara lain dengan meningkatkan pembangunan infrastruktur untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas pendidikan terutama dalam penyediaan keterampilan khusus yang dibutuhkan oleh lapangan kerja, dan meningkatkan kualitas kesehatan dan peluang kehidupan bagi anak- anak di daerah pedesaan. Semua hal tersebut membutuhkan sejumlah besar pembiayaan di tengah tekanan global, rasio pajak yang rendah, dan rencana pemerintah untuk mengurangi pajak penghasilan. Langkah awal yang dapat dilakukan yakni dengan memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan pajak. Apabila jumlah “calon kelas menengah” dan “kelas menengah” dapat meningkat secara proporsional, maka dengan basis subjek pajak yang substansial itu, Indonesia dapat menerapkan rezim pajak penghasilan progresif, di mana mereka yang memiliki pendapatan berlebih harus membayar lebih banyak pajak. Dengan terhimpunnya dana pajak tersebut, Indonesia kemudian dapat membangun skema perlindungan sosial yang kuat. Tantangan berikutnya adalah bagaimana membuat pembelanjaan kelas menengah agar menjadi lebih produktif, karena jika pengeluaran kelas menengah tersebut tidak produktif, maka risiko jatuh ke dalam middle income trap akan lebih besar. Dari segi ketenagakerjaan dan produktivitas tenaga kerja, terlepas dari upah yang kecil, produktivitas yang rendah telah menghasilkan total biaya output yang lebih tinggi. Di samping itu, pada tataran global, Indonesia masih berada di peringkat ke-2 terkait kekakuan kontrak kerja terutama dalam hal pemutusan hubungan kerja, sedangkan tingkat kepatuhannya hanya sebesar 49%. Pengangguran usia muda mencapai tujuh kali lebih banyak dari pengangguran orang dewasa, sementara sebanyak dua dari tiga perempuan Indonesia termasuk di antara mereka yang menganggur. Di lain sisi, sehubungan dengan tingkat pelatihan, hanya sekitar 8% dari perusahaan yang ada di Indonesia yang benar-benar memberikan pelatihan untuk karyawan mereka, padahal pemerintah telah memberikan insentif pajak berupa pengurangan hingga Rp300 juta ( super deduction ) bagi perusahaan yang memberikan pelatihan bagi karyawannya. Dari segi pembangunan pendidikan, meskipun telah ada upaya pemerintah untuk melakukan perbaikan mendasar, namun outcome dari upaya ini masih belum optimal. Pencapaian rata-rata pengetahuan siswa dengan lama pendidikan 12 tahun sebenarnya hanya sama dengan 7,9 tahun mengenyam pendidikan. Hal ini menunjukkan ketidakefektifan dalam proses pembelajaran, baik dari sisi kurikulum dan kapasitas guru, dan/ atau terbatasnya fasilitas pendidikan yang ada. Beberapa ide muncul sebagai solusi dari tantangan dimaksud, salah satunya dengan mengembangkan dan memperluas industri pendidikan anak usia dini. Hal ini dianggap mendesak karena sebuah penelitian menunjukkan bahwa return pendidikan satu tahun pada anak usia dini lebih besar daripada return pendidikan pada perguruan tinggi dengan durasi yang sama. Sayangnya, hanya sekitar 1% anak Indonesia yang saat ini dapat menikmati pendidikan anak usia dini. Dari segi kualitas kesehatan, 27% anak Indonesia masih mengalami hambatan pertumbuhan ( stunting ) sehingga Indonesia berada pada peringkat stunting ke-5 di dunia. Sementara itu, dari 74% wanita Indonesia yang telah mendapat pemeriksaan kehamilan, hanya 37% yang mampu memberikan ASI dan hanya 58% yang telah menerima suntikan imunisasi untuk bayinya. Oleh sebab itu, efektivitas sistem perlindungan kesehatan nasional harus ditingkatkan, antara lain melalui pembetulan alokasi subsidi, mengingat saat ini sebanyak 40% rumah tangga kelas menengah masih menerima subsidi pemerintah, dan peningkatan kepatuhan pembayaran iuran jaminan sosial kesehatan. Pada akhirnya, meskipun kombinasi dari tantangan pembangunan, demokrasi, dan desentralisasi cenderung memperumit masalah dan penanganannya, namun pemerintah harus mampu merancang kebijakan yang tidak hanya layak berdasarkan standar yang diterima, tetapi juga sesuai untuk Indonesia yang kaya akan keberagaman. Pemerintah harus dapat mengimplementasikan kebijakan yang memastikan keberlanjutan dan produktivitas pembiayaan pembangunan, meskipun setiap kebijakan yang diambil tidak akan bisa menyenangkan semua pihak. 41 MEDIAKEUANGAN 40 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Opini MENJADI CALON SOSIALITA, Memakmurkan Indonesia *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Bramantya Saputro Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI MEDIAKEUANGAN 40
produksi padinya lebih meningkat dari sebelumnya. “Sekarang ini saya panen setiap empat bulan sekali. Tiap panen hasilnya enam ton gabah. Alhamdulillah karena fasilitas di Mintorogo ini bunganya rendah jadi hasilnya lumayan untuk bisa dinikmati bersama keluarga. Jadi bisa mencukupi juga untuk kebutuhan sehari-hari,” tuturnya. KSP Mintorogo tidak menyasar target segmen usaha tertentu. Namun dikarenakan wilayah Jawa mendapatkan dari UMi, bisa langsung pinjam ke sini (UMi) saja” Mendorong Literasi Keuangan Pembiayaan UMi tidak hanya sekedar memberikan pinjaman kepada debitur. Lebih dari itu, Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA), koperasi dan debitur juga mendapatkan program pelatihan. “Salah satu manfaat UMi adalah LKMA selain mendapatkan pembiayaan UMi, mereka juga memperoleh pelatihan manajemen risiko. Mereka diajarkan cara untuk mengelola keuangan sebab LKMA nantinya akan menyalurkan dana yang didapat ke masing-masing anggota petani. Selain itu, LKMA juga diajarkan membuat laporan secara daring selama enam hari. Jadi, siapa saja debitur UMi di LKMA tersebut datanya akan muncul dan dapat langsung diakses juga oleh PIP,” ujar Siswoyo. Hal senada juga diungkapkan oleh April. Selain pembiayaan dalam bentuk modal, kerja sama antara KSP Mintorogo dan PIP juga berupa pelatihan yang bertujuan untuk memberikan nilai tambah bagi koperasi atas pelayanan terhadap anggota. “Pihak koperasi pun memberikan pendampingan kepada para anggota melalui tiga cara. Pertama, pendampingan wajib yaitu pendamping melakukan kunjungan dalam konteks ketertiban pembayaran angsurannya. Kedua, pendampingan tambahan untuk memberikan masukan terhadap kondisi usaha. Kami memberikan beberapa pengetahuan usaha salah satunya adalah cara mengurus izin usaha mikro. Ketiga, kerja sama dengan instansi di masing- masing kabupaten terutama Dinas Koperasi,” jelasnya. Plafon, Bunga dan Pencairan Menjadi Perhatian Ketika ditanya mengenai apa harapannya terhadap pembiayaan UMi, Sudarno berharap agar plafon pinjaman bisa dinaikkan lebih dari Rp10 juta. Selain itu, ia juga mengharapkan bunga yang lebih ringan dan pencairan yang lebih cepat. “Saya berencana menyewa sawah saudara untuk saya garap sendiri tapi biayanya kurang kalau pinjamannya maksimal Rp10 juta. Jadi kalau bisa dari atas ya bisa membuat aturan yang lebih baik, yaitu ditambah jadi Rp 15-20 juta. Selain itu, kalo bisa bunganya bisa lebih rendah lagi dan juga untuk pencairan kalau bisa setelah saya lunasi bisa lah satu hari langsung dikasih cair lagi. Kalo sekarang ini kata petugasnya kok ini tunggu ke sistem dulu jadi dua hari baru cair. Jadinya saya bolak-balik ke KSP Mintorogo,” harapnya. Plafon yang maksimal hanya Rp10 juta juga menjadi perhatian KSP Mintorogo. April mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan evaluasi dari Oktober 2018 hingga Desember 2019. Kesimpulannya adalah bahwa dengan nominal Rp10 juta belum terlalu berdampak signifikan bagi perkembangan usaha para debitur UMi. “Kami ambil sampel 20 debitur dengan plafon tertinggi yakni Rp10 juta, Rp7 juta, dan Rp5 juta. Dari indikator yang ditetapkan seperti rumah dan volume usaha, tidak terlalu signifikan peningkatannya. Usahanya masih jalan dan ada sedikit penambahan namun dari tingkat ekonomi mereka belum ada perubahan yang berarti,” jelasnya. Dari hasil evaluasi ini, KSP Mintorogo pun memberikan usulan agar plafon dinaikkan antara rentang Rp10 juta hingga Rp25 juta. “KUR itu kan Rp25 juta sampai Rp500 juta, UMi maksimal Rp 10 juta. Nah di angka Rp10 sampai Rp25 juta belum ada yang menggarap kan. Makanya kenapa nggak sekalian saja UMi plafonnya sampai kurang dari Rp25 juta? Supaya plafon bisa dimanfaatkan secara optimal dan pertumbuhannya juga dapat terlihat,” tuturnya. Harapan serupa juga disampaikan oleh Siswoyo. Soal waktu pencairan dan bunga juga menjadi fokusnya untuk perbaikan bagi pembiayaan UMi ke depannya. “Mulai dari administrasi, dari pengajuan sampai cair paling nggak maksimal tiga bulan saja. Kemarin itu sampai enam bulan. Nah, itu perlu dievaluasi. Untuk bunga juga dapat diturunkan lagi agar terjangkau oleh masyarakat. Selain itu, untuk pelaporan sebaiknya sistemnya bisa lebih sederhana lagi karena LKMA kan harus melaporkan uang yang beredar namun mereka masih belum familiar dengan sistem yang ada,” ucapnya. Tengah bagian utara mayoritas adalah masyarakat pertanian maka 36 persen debitur UMi di KSP Mintorogo berasal dari kalangan petani yang kesulitan mendapat akses pinjaman perbankan. “Kami tidak mengkhususkan segment usaha tertentu. Memang sebagian besar ada di pertanian karena wilayah Jawa Tengah bagian utara itu kebanyakan petani baik padi, beras, bawang merah dan palawija. Kalau kita bicara UMi, kebanyakan debiturnya nonbankable . Rata-rata mereka tidak memiliki agunan dan beberapa izin yang dibutuhkan seperti yang diinginkan oleh perbankan,” tutur April. Solusi Petani Hindari Jeratan Tengkulak Sudarno merasa amat terbantu dengan adanya pembiayaan UMi. Besaran bunga yang hanya dua persen membuat beban usahanya menjadi lebih ringan. Jauh sebelum pembiayaan UMi hadir, petani dari Desa Wonorejo, Karanganyar tersebut sempat merasakan sulitnya mendapatkan hasil yang optimal dari sawah miliknya. “Dulu itu modelnya bukan pinjam tapi hasil panen kita itu di sistem ijon oleh tengkulak jadi harganya murah. Jadi kita ya hasilnya sangat minim. Istilahnya, kita mendapatkan hasil nggak terlalu banyak karena harga sudah dipatok. Kalau mau dibayar sekian, kalau nggak mau ya sudah. Lha, saya perlu uang untuk biaya garap sawah dan kebutuhan sehari-hari. Mau nggak mau jual ke tengkulak dengan sistem ijon itu,” kenang Sudarno. Menurut Siswoyo, program pembiayaan UMi ini sangat membantu petani sehingga tidak lagi meminjam pada pelepas uang (rentenir -red) “Selama ini, petani butuh dana dia akan lari ke pelepas uang. Soalnya lagi butuh, misalnya untuk beli benih, tapi enggak ada uang. Mereka pinjam Rp 1 juta bisa mengembalikan Rp 1,5 juta. Tetapi dengan adanya LKMA yang 11 MEDIAKEUANGAN 10 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 “Masyarakat petani itu kendala utamanya adalah aspek permodalan. Namun demikian, petani selama ini dianggap tidak bankable sehingga untuk pinjam ke bank itu sangat sulit sekali. Nah, dengan adanya UMi ini petani jadi memiliki modal yang mencukupi. Otomatis usaha taninya akan lancar dan bisa berproduksi sehingga kesejahteraannya bisa terpenuhi,” Siswoyo Kepala Seksi Fasilitasi Pembiayaan, Direktorat Pembiayaan Pertanian, Kementerian Pertanian “Pihak koperasi pun memberikan pendampingan kepada para anggota melalui tiga cara. Pertama, pendampingan wajib yaitu pendamping melakukan kunjungan dalam konteks ketertiban pembayaran angsurannya. Kedua, pendampingan tambahan untuk memberikan masukan terhadap kondisi usaha. Kami memberikan beberapa pengetahuan usaha salah satunya adalah cara mengurus izin usaha mikro. Ketiga, kerja sama dengan instansi di masing- masing kabupaten terutama Dinas Koperasi,” Apriliya Ikayanti Manajer Divisi Operasional KSP KUD Mintorogo