Puji Prasetyo ...
Relevan terhadap
1 SPECIFIC GRANT : __ REFORMASI KEBIJAKAN PEMBERIAN DANA ALOKASI UMUM KEPADA DAERAH OTONOM PROVINSI/KABUPATEN/KOTA 30 Januari 2023, Penulis : Puji Prasetyo __ “Dalam rangka mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemerintah menerbitkan kebijakan baru berupa Specific Grant dalam pengelolaan Dana Alokasi Umum“ __ Penyempurnaan implementasi Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) merupakan sebuah upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien melalui Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam mewujudkan tujuan tersebut, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berlandaskan pada 4 (empat) pilar utama, yaitu: (i) mengembangkan sistem Pajak Daerah yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien, (ii) mengembangkan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui kebijakan Transfer ke Daerah (TKD) dan Pembiayaan Utang Daerah (PUD), (iii) mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah, serta (iv) harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal. Sebagai upaya penguatan desentralisasi fiskal guna mewujudkan pemerataan layanan publik oleh Pemerintah Daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok wilayah NKRI, dalam UU HKPD telah diatur mengenai kebijakan baru pemberian Dana Alokasi Umum (DAU). Sebelum diterbitkannya UU HKPD, pemberian DAU kepada daerah provinsi/kabupaten/kota hanya bersifat block grant /tidak ditentukan penggunaanya. Pemberian DAU yang bersifat block grant, di satu sisi merupakan suatu bentuk fleksibilitas penggunaan DAU oleh Pemerintah Daerah yang selaras dengan pelaksanaan prinsip otonomi daerah, namun di sisi lain terdapat pula sisi negatif yang mengikuti kebijakan block grant tersebut. Dalam Naskah Akademik penyusunan UU HKPD, pemrakarsa UU HKPD menyampaikan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi terkait DAU adalah formulasi DAU yang masih belum optimal dalam mengatasi ketimpangan fiskal antardaerah dan belum mampu mendorong pemerataan dan peningkatan layanan publik, serta kinerja daerah dalam menjalankan tanggungjawab belanja secara efisien dan disiplin. Hal ini salah satunya tercermin dalam realisasi DAU yang sebagian besar digunakan untuk belanja birokrasi (rata-rata realisasi belanja pegawai sebesar 32,4% vs rata-rata realisasi belanja infrastruktur publik 11,5%).
Indeks komposit bidang pendidikan dihitung berdasarkan indikator, (i) rata-rata lama sekolah, (ii) angka partisipasi murni, (iii) tingkat penyelesaian sekolah, (iv) persentase guru layak, (v) rasio kelas layak, dan (vi) peta mutu pendidikan. Indeks komposit bidang kesehatan dihitung berdasarkan indikator, (i) usia harapan hidup, (ii) persalinan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, (iii) persentase bayi, balita yang mendapat imunisasi dasar lengkap, dan (iv) balita dengan gizi normal. Indeks komposit bidang pekerjaan umum dihitung berdasarkan indikator, (i) persentase keluarga dengan akses terhadap air minum layak, (ii) persentase keluarga dengan akses terhadap sanitasi layak, (iii) kondisi jalan mantap, (iv) rasio elektrifikasi, dan (v) kualitas sinyal telepon dan sinyal internet. Penggunaan specific grant DAU bagian penggajian formasi PPPK dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penggunaan specific grant DAU bagian pendanaan kelurahan dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kegiatan pembangunan sarana dan prasarana Kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di Kelurahan. Penggunaan specific grant DAU bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum dilakukan untuk kegiatan fisik dan/atau nonfisik dalam rangka peningkatan kualitas layanan dasar. Penggajian Formasi PPPK Specific grant DAU bagian penggajian formasi PPPK merupakan pendanaan yang digunakan untuk pembayaran gaji pokok dan tunjangan melekat pada formasi PPPK tahun 2022 dan tahun 2023 yang diangkat pada tahun 2023 namun tidak termasuk PPPK yang telah lulus dan memperoleh nomor induk pegawai pada tahun 2022 dan PPPK yang telah diangkat menjadi ASN di Daerah. Jumlah formasi PPPK tahun 2022 dan tahun 2023 tersebut berdasarkan penetapan kebutuhan formasi tahun 2022 dan proyeksi kebutuhan formasi tahun 2023 yang disampaikan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi. Secara rinci, jumlah formasi PPPK tahun 2022 dan tahun 2023 yang diperhitungkan dalam bagian DAU penggajian formasi PPPK tercantum dalam huruf A Lampiran PMK 212/2022. Pendanaan Kelurahan Specific grant DAU bagian pendanaan kelurahan dialokasikan untuk memberi dukungan pendanaan kepada Daerah kabupaten/kota dalam memenuhi kewajiban pendanaan bagi Kelurahan sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dikalikan dengan jumlah Kelurahan pada tiap-tiap Pemerintah Daerah yang dihitung berdasarkan data jumlah Kelurahan yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri yang digunakan dalam perhitungan alokasi DAU tahun 2023. Specific grant DAU bagian pendanaan Kelurahan tidak mengurangi komitmen pendanaan Pemerintah Daerah kepada Kelurahan melalui APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Secara rinci, jumlah kelurahan dan pagu DAU ini tercantum dalam huruf B Lampiran PMK 212/2022. Specific grant DAU bagian pendanaan Kelurahan untuk setiap Kelurahan dialokasikan untuk dibagikan kepada seluruh Kelurahan secara merata atau dibagikan kepada seluruh Kelurahan berdasarkan alokasi dasar dan alokasi berdasarkan kebutuhan dan/atau kinerja Kelurahan. Pagu alokasi dasar dihitung paling sedikit sebesar 50% (lima puluh persen) dari pagu bagian DAU pendanaan Kelurahan dibagi kepada seluruh Kelurahan secara merata. Pagu alokasi berdasarkan kebutuhan dan/atau kinerja dihitung paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari pagu DAU pendanaan Kelurahan dengan memperhatikan, (i) jumlah pendudukan,
Badan Kebijakan Fiskal
Relevan terhadap
Fokus Pandemi COVID-19: Implikasinya Terhadap Permintaan Uang dan Instrumen Pembayaran Lainnya Muhammad Afdi Nizar ^1 Pandemi COVID-19 yang disusul dengan intervensi pemerintah terhadap kesehatan publik telah mengganggu keberlanjutan aktivitas ekonomi di dalam negeri. Implikasinya tidak hanya dirasakan pada sisi permintaan agregat melainkan juga pada sisi penawaran agregat. Pada sisi permintaan, pandemi COVID-19 telah menyebabkan merosotnya daya beli masyarakat karena menurunnya pendapatan masyarakat, yang pada gilirannya memicu penurunan konsumsi. Sementara pada sisi penawaran pandemi COVID-19 telah mengakibatkan terganggunya aktivitas produksi barang dan jasa di dalam negeri, yang selanjutnya 1 Peneliti Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran. Secara keseluruhan, guncangan pada sisi permintaan dan penawaran ini telah mengkontraksi perekonomian sepanjang tahun 2020. Terjadinya guncangan pendapatan negatif, meningkatnya pengangguran, meningkatnya ketidakpastian ekonomi, dan perkiraan merosotnya kekayaan akan berdampak pada permintaan uang dan instrumen pembayaran lainnya. Tulisan singkat ini mencoba menganalisis bagaimana pandemi COVID-19 dan kondisi perekonomian mempengaruhi kedua variabel itu. Dengan memanfaatkan data/informasi dalam periode sebelum pandemi COVID-19 dan pada saat berjangkitnya pandemi COVID-19, analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif- elaboratif. Konsepsi Sistem Pembayaran Sistem pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan dana dari satu pihak ke pihak lain yang melibatkan berbagai komponen, seperti instrumen pembayaran, bank, lembaga kliring dan setelmen, infrastruktur dan sistem hukum. Sistem pembayaran lahir bersamaan dengan lahirnya konsep ‘uang’ sebagai media pertukaran
Fokus listrik ke seluruh pelosok tanah air, dan (iii) peningkatan literasi keuangan. Subsidi ponsel untuk kelompok unbanked population bisa dilakukan dengan membagi beban antara pemerintah (APBN) dan dana CSR BUMN. Basis dari kiat ini adalah theories of financial inclusion funding . Beberapa studi mengatakan kepemilikan ponsel berkorelasi positif dengan peningkatan inklusi keuangan dan kinerja ekonomi. Kepemilikan ponsel memungkinkan lembaga jasa keuangan dapat melakukan ekspansi pelayanan menggunakan uang seluler ( m‐money ) atau perbankan seluler ( m‐banking ) dan asuransi seluler. Sedangkan perluasan jaringan internet dan jaringan listrik tentu membutuhkan investasi pemerintah di bidang infrastruktur. Praktik seperti ini dilakukan oleh beberapa negara di Afrika seperti Peru dan Ghana (Aker dan Mbiti, 2010). Apabila kiat tersebut dinilai mahal, maka pemerintah bisa menggunakan pendekatan yang selektif __ __ __ __ Public Good Theory of Financial Inclusion Theories of financial inclusion funding Vurnerable Group Theory of Financial Inclusion Dissatisfaction Theory of Financial Inclusion Penyampaian layanan keuangan formal ditujukan kepada seluruh penduduk ( to all ), tidak terkecuali. Inklusi keuangan harus didanai bersama oleh sektor publik dan swasta (Dashi et al, 2013; Cobb et al, 2016). Ada yang berpendapat bahwa uang publik (dari pembayar pajak) harus digunakan untuk mendanai program dan kegiatan inklusi keuangan (Marshall, 2004). Vurnerable members of society , seperti masyarakat miskin ( poor population ), penduduk usia muda ( young people ), perempuan atau ibu rumah tangga ( women ) dan orang tua ( elderly ). Mendahulukan individu yang sebelumnya tergabung dalam sektor keuangan formal, tetapi meninggalkan sektor keuangan formal karena mereka tidak puas dengan peran keterlibatan dalam sektor keuangan formal Grafik 5: Teori Cara Mencapai Inklusi Keuangan ( Dissatisfaction Theory of Financial Inclusion ), yaitu mendahulukan kelompok masyarakat yang sudah inklusif tetapi keluar dari sistem keuangan atau kembali menjadi exclusion people . Caranya pemerintah atau OJK bisa mendorong perbankan untuk memberikan insentif kepada para mantan nasabah sesuai tingkat kepusasan atau ekspektasi mereka. Pemerintah dan OJK juga bisa mendorong lembaga jasa keuangan untuk memperbaiki efisiensi operasionalnya, sehingga cost of fund bisa ditekan dan lending rate bisa lebih rendah sesuai kebutuhan. Begitu juga deposan skala mikro yang sudah menarik semua simpanannya sehingga dana simpanan nyaris nihil. Kiat lainnya, pemerintah bisa menggunakan konsep naik kelas. Ini bisa menggunakan jalur bantuan sosial yang selama ini dilakukan pemerintah setiap tahun ( Vurnerable Group Theory of
Fokus COVID-19 dan Problem Sektor Keuangan di Indonesia Untuk meningkatkan daya tahan sektor keuangan, diperlukan diagnosa terkait problem sektor keuangan di Indonesia. Permasalahan sektor keuangan pada dasarnya mencakup beragam aspek, namun permasalahan paling berat dapat dikaitkan dengan kondisi eksisting saat ini, khususnya hantaman pandemi COVID-19. Berdasarkan hasil analisa dari berbagai sumber referensi, persoalan pertama sektor keuangan adalah terkait informasi yang asimetris ( asymmetric information ), yang dapat menjadi sumber instabilitas keuangan yakni suatu situasi dimana satu pihak yang terlibat dalam kesepakatan keuangan tidak memiliki informasi yang akurat dibanding pihak lain (Ojo, 2010). Dalam konteks COVID-19 misalnya, persoalan tersebut akan mempertinggi risiko lembaga keuangan di tengah lingkungan ekonomi yang penuh dengan ketidakpastian. Persoalan kedua adalah terkait moral hazard , yang biasanya terjadi sesudah transaksi dilakukan pemberi pinjaman berada dalam posisi yang menerima risiko atas usaha yang dilakukan peminjam. Persoalan ketiga adalah belum berjalannya intermediasi lembaga keuangan secara optimal bagi masyarakat kelas bawah. Sektor keuangan secara umum digerakkan oleh dua jenis lembaga keuangan (IMF, 2012), yaitu: (i) lembaga perbankan; dan (ii) lembaga non perbankan, seperti pasar modal, lembaga pembiayaan, dana pensiun, asuransi, dan pegadaian. Secara ideal, lembaga keuangan berfungsi dalam menyalurkan dana dari pihak yang mempunyai dana ( surplus of funds ), dan pihak yang membutuhkan dana ( lack of funds ) yang dinilai mempunyai manajemen yang lebih baik dalam mengelola risiko ekonomi. Lembaga keuangan mempunyai lima fungsi penting bagi perekonomian (IMF, 2012), yaitu: (i) memobilisasi tabungan; (ii) mengelola risiko; (iii) menciptakan peluang investasi; (iv) efisiensi dan efektivitas transaksi; dan (v) memfasilitasi pertukaran barang dan jasa. Isu penting sebagai representasi kurang optimalnya lembaga keuangan adalah rendahnya tingkat aksesibilitas keuangan bagi masyarakat miskin. Aksesibilitas ini menyangkut kelompok masyarakat yang belum dapat mengakses (ditolak) pada sistem keuangan formal. Padahal dalam kasus COVID-19, banyak masyarakat kelas bawah sebagai pelaku yang terkena dampak signifikan. Tantangannya dikarenakan faktor harga maupun non-harga terhadap akses masyarakat dalam menggunakan atau memanfaatkan layanan jasa keuangan. Salah satu tantangan dalam pelaksanaan sistem keuangan di Indonesia adalah belum optimalnya industri keuangan yang menawarkan produk atau layanan keuangan yang customer-centric disertai infrastruktur finansial yang baik. Selain itu, lembaga keuangan belum bisa memberikan kemudahan akses keuangan yang berkualitas dengan biaya terjangkau dan tidak rumit. Sementara, pilar sistem keuangan inklusif sampai sejauh ini masih belum optimal (Annisa et. al, 2019), yakni: (i) edukasi dan perlindungan konsumen; (ii) pemetaan informasi keuangan; (iii) fasilitas intermediasi; (iv) saluran distribusi; dan (v) regulasi yang mendukung. Pada pihak yang lain, permasalahan dari sisi demand adalah masih rendahnya kapabilitas keuangan ( lack of financial capability ), edukasi dan kepercayaan publik serta akses keuangan yang berkualitas. Risiko lain terkait COVID-19 adalah pengetatan kondisi keuangan, dan pada saat yang sama terdapat tingginya tingkat utang perusahaan. Padahal banyak kasus pandemi terdapat pelemahan industri investasi dan kemungkinan krisis utang di banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia. COVID-19 menjadi ancaman resesi, dan meningkatkan biaya pinjaman sehingga menyebabkan tekanan pada perusahaan dalam skala besar. Ragam persoalan tersebut mampu mengganggu kesinambungan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan memberikan risiko terhadap stabilitas keuangan domestik. Penguatan dan Stabilitas Daya Tahan Sektor Keuangan Untuk mengatasi beragam persoalan sektor keuangan, maka dibutuhkan stabilitas sistem keuangan yang berkelanjutan. Dalam konteks
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Laporan Utama MEDIAKEUANGAN 12 Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraaan pada sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR- DPD di Gedung Parlemen. Foto Dok. DPR RI MEDIAKEUANGAN 12 Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 menjadi berbeda dari biasa. Negeri masih dilanda pandemi. Sekuat tenaga upaya dikerahkan agar pandemi segera teratasi. Namun, ketidakpastian masih tinggi, bahkan di beberapa daerah pertumbuhan kasus baru terus terjadi. Pemerintah harus memantapkan langkah antisipasi untuk memitigasi dampak sosial ekonomi di tahun depan. PERCEPAT PEMULIHAN, PERKUAT REFORMASI Teks Reni Saptati D.I P ada 14 Agustus 2020 lalu, pemerintah telah menyampaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN tahun anggaran 2021 dan Nota Keuangan. Kebijakan fiskal RAPBN 2021 mengambil tema Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi. Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Ubaidi S. Hamidi mengemukakan setidaknya ada dua hal yang melatarbelakangi pemilihan tema. “Pertama, pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia telah berdampak sangat luar biasa bagi kesehatan masyarakat dan perlambatan perekonomian dalam tahun 2020,” tutur pria kelahiran Klaten tersebut. Sumber daya fiskal perlu diarahkan untuk mendukung keberlanjutan dan akselerasi berbagai upaya strategis pemulihan kondisi kesehatan dan perekonomian nasional yang telah mulai dilakukan sejak 2020, dan akan dilanjutkan pada 2021. “Kedua, langkah menuju Visi Indonesia 2045 sebagai negara maju tetap perlu diperjuangkan bersama,” tegas Ubaidi. Guncangan perekonomian nasional tahun ini tidak menyurutkan langkah pemerintah untuk tetap mewujudkan cita-cita luhur yaitu masyarakat yang semakin sejahtera, serta bagaimana berupaya untuk keluar dari middle income trap . Ia menjelaskan, pemulihan ekonomi akan bermakna jika dilengkapi dengan reformasi struktural yang konsisten. Sebaliknya, reformasi akan berjalan efektif jika didukung proses pemulihan ekonomi yang solid. “Strategi recovery ekonomi dan reformasi merupakan satu paket, two in one , yang komplementer dan saling menguatkan, agar dari sisi kesehatan-sosial-ekonomi dapat segera pulih menuju normal,” ujar Ubaidi yang sebelum bertugas di BKF, selama belasan tahun bertugas di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Program pemulihan ekonomi nasional berlanjut Reformasi yang akan dilaksanakan pada 2021 meliputi banyak sektor. Untuk mendukung pemulihan melalui penguatan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, alat kesehatan, serta mendorong health security preparedness , reformasi sektor kesehatan akan digalakkan. Di sisi lain, pemerintah juga melakukan reformasi perlindungan sosial untuk mendukung pemulihan sekaligus mempersiapkan program yang adaptif terhadap resesi ekonomi dan bencana. Ubaidi menjelaskan, fokus reformasi juga akan diarahkan ke sektor pendidikan, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), perpajakan, penganggaran, dan optimalisasi teknologi informasi melalui digitalisasi layanan publik. “Dalam rangka menjawab tantangan stuktural terkait perlunya penguatan daya saing, peningkatan kapasitas produksi dan pemanfaatan bonus demografi untuk mendukung produktivitas dan transformasi ekonomi, maka diperlukan reformasi untuk penguatan fondasi agar mampu keluar dari middle income trap ,” Ubaidi menerangkan. Tahun depan, jelasnya, pemerintah juga tetap akan melanjutkan penanganan bidang kesehatan terutama pandemi COVID-19 serta mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional. “Pemerintah akan memberikan stimulus ekonomi yang berkeadilan, tepat sasaran,
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu | Foto Dok. Media Keuangan JALAN BAGI PEMULIHAN NEGERI P antang menyerah menghadapi kesamaran situasi imbas pandemi, pemerintah memanfaatkan bencana nonalam ini sebagai momentum untuk membenahi diri dan mengakselerasi pembangunan di segala lini, demi kebaikan negeri. Semangat itu pun menggelora dalam RAPBN 2021. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Direktur Jenderal Anggaran, Askolani, mengenai seluk beluk RAPBN 2021. Apa yang menjadi fokus pemerintah dalam mendesain RAPBN 2021? Dalam menyusun RAPBN 2021, tentunya pemerintah berbasis kepada kondisi dan langkah kebijakan di 2020 ini. Penanganan masalah kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi menjadi satu paket kebijakan yang harus didesain secara komprehensif dan sinergis. Upaya preventif di bidang kesehatan adalah kunci penting. Next step nya untuk kita maju adalah bagaimana kembali memulihkan ekonomi itu secara bertahap di tahun 2021. Langkah kita di Q2, Q3, dan Q4 ini sangat menentukan pijakan ke depan. Tantangan kita bagaimana supaya langkah-langkah pemulihan ekonomi, konsolidasi, dan upaya mendorong belanja pemerintah, bisa menstimulus pertumbuhan ekonomi di Q3 menjadi lebih positif. Bagaimana upaya pemerintah untuk mengejar penyerapan di Q3 dan Q4? Implementasi kombinasi adjustment pola belanja, baik melalui kebijakan realokasi dan refocusing belanja K/L dan pemda maupun tambahan belanja untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang harus dilakukan oleh semua stakeholder terkait, sangat menentukan capaian di Q2, Q3, dan Q4. Sampai dengan awal Q3 di bulan Juli, sebagian besar sudah cukup signifikan implementasinya. Tantangan kita adalah percepatan alokasi dan implementasi sisa anggaran PEN. Langkah percepatan antara lain dilakukan melalui koordinasi yang lebih intens dengan K/L dan Komite PEN untuk mendesain kebijakan implementatif PEN yang akan dilakukan ke depan. Presiden juga turut serta me review PEN bersama dengan para menteri di sidang kabinet. Presiden secara tegas mengingatkan para menterinya untuk turun langsung, membedah DIPA-nya masing masing untuk me review reformasi desain anggaran, lalu kita juga mengajak Bappenas untuk mendesain program anggaran tersebut. Jadi, format alokasi belanja K/L di tahun 2021 nanti akan meng adopt desain anggaran yang baru yang programnya lebih simpel, lebih eye catching, dan lebih mudah diterapkan. Ini kita koneksikan juga dengan target prioritas pembangunan sesuai arahan Presiden dan rencana kerja pemerintah. Penguatan reformasi lainnya yang akan pemerintah lakukan? Pandemi ini memberi banyak lesson learn pada kita, yang menjadi masukan untuk perbaikan reformasi di berbagai bidang. Contohnya, manajemen di bidang kesehatan harus bisa lebih proaktif dan antisipatif terhadap model bencana nonalam ini. Di bidang perlindungan sosial dan dukungan UMKM, perbaikan pendataan masyarakat menengah ke bawah menjadi kunci. Pemerintah juga sedang memikirkan bagaimana mensinergikan antara kebijakan subsidi dengan kebijakan perlindungan sosial yang kemudian semua di support dengan satu data yang solid dan valid. Lalu ada juga reformasi perpajakan, baik dari segi regulasi, kebijakan, dan administrasinya. Nah, on top dari semua itu, pemerintah tentunya juga akan menyiapkan reformasi mengenai penanganan bencana. Seperti apa prioritas belanja pemerintah dalam RAPBN 2021? Pemerintah tetap memprioritaskan kesehatan, perlindungan sosial, dan pendidikan. Penanganan kesehatan lanjutan diarahkan lebih sustainable seperti upaya preventif melalui penyediaan vaksin apabila nanti sudah ditemukan, dan reformasi di bidang kesehatan. Program perlindungan sosial juga tetap berjalan misalnya dalam bentuk PKH, kartu sembako, bantuan tunai, plus kartu prakerja dan program subsidi. Di sektor pendidikan, pemerintah memperkuat mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, even program beasiswa untuk S2, S3 tetap akan dilanjutkan di tahun depan. Nah, setelah tiga bidang tadi, pemerintah juga langsung satu paket mendukung untuk pemulihan ekonomi. Pertama, melalui penyiapan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang menjangkau sampai ke daerah 3T guna membangun manusia Indonesia yang lebih produktif dan kompetitif. Teknologi ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, pendidikan, serta ekonomi masyarakat, terlebih dalam kondisi kita tidak bisa bertemu fisik. Perluasan pembangunan ICT ini sudah dirancang sampai jangka menengah. Selanjutnya pembangunan infrastruktur dan ketahanan pangan. Keduanya tidak dapat dipisahkan sebab pangan ini harus didukung misalnya dengan irigasi yang cukup dan bendungan yang baik. Yang menjadi prioritas juga adalah pemulihan pariwisata karena ini salah satu andalan utama kita. Dukungan pariwisata dilakukan oleh banyak K/L dan pemda, bukan hanya Kemenpar. Kemudian yang terakhir yang kita prioritaskan juga adalah dukungan bagi dunia usaha dan UMKM, baik melalui insentif fiskal maupun skema subsidi. Apakah nantinya alokasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) juga akan mendukung belanja prioritas ini? Ya, kita juga mereformasi alokasi TKDD. Kebijakan belanja yang di pusat tadi kemudian di connecting kan dengan kebijakan alokasi TKDD. Dana desa misalnya diarahkan khususnya untuk perlindungan sosial dan mendukung ICT di desa. Reformasi kesehatan dan pendidikan juga dikaitkan dengan kebijakan alokasi TKDD. Jadi ini kita melihatnya sebagai satu paket. Bagaimana prioritas dari sisi pembiayaan? Dari sisi pembiayaan juga kita akan terus dukung untuk peningkatan kualitas SDM melalui pembiayaan dana abadi, baik itu untuk LPDP, beasiswa, maupun untuk universitas termasuk untuk kebudayaan. Di pembiayaan ini kita juga akan support BUMN untuk bisa mendukung penugasan pemerintah termasuk melanjutkan pemulihan ekonomi di tahun 2021. Apa implikasi dari defisit 5,5 persen di RAPBN 2021? Dengan 5,5 persen intinya adalah secara fiskal pemerintah tetap ekspansif untuk mendukung penanganan kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi. Ini pijakan kita untuk bisa menjadikan Indonesia maju dan keluar dari middle income trap . Visi kita di 2045 Indonesia masuk lima besar negara di dunia. Penurunan defisit ini juga sejalan dengan UU 2/2020 bahwa secara bertahap defisit APBN itu akan dikembalikan menjadi dibawah 3 persen di tahun 2023. Apa yang membuat pemerintah optimis mematok pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen di 2021? Tentunya efektivitas kebijakan PEN di 2020 ini menjadi pijakan ke depan ya. Kemudian dengan langkah fiskal ekspansif sebagaimana dalam RAPBN 2021, plus prediksi sejumlah lembaga internasional mengenai pemulihan ekonomi dunia di 2021, kita mendesain ekonomi kita tumbuh 4,5-5,5 persen di 2021. bagaimana mempercepat belanja sesuai alokasi anggaran mereka di APBN 2020, maupun mengoptimalkan belanja anggaran program PEN yang harus dijalankan stakeholder terkait. Adakah upaya penyempurnaan sistem penganggaran ke depan? Ada. Pertama, kita memperpendek mekanisme proses review atas usulan anggaran K/L sehingga dapat mempersingkat waktu penetapan DIPA-nya. Kedua, kita mensimplifikasi proses verifikasi kelengkapan dokumen. Jadi, kami akan meminta K/L untuk mendahulukan melengkapi dokumen yang memiliki skala prioritas tinggi. Ketiga, kami akan proaktif meminta dan mengomunikasikan kepada K/L untuk melakukan akselerasi dalam melengkapi dokumen usulan anggaran. Kita akan tuangkan ini dalam peraturan Menteri Keuangan dan SOP agar sistem ini menjadi landasan yang lebih sustainable . Kita juga akan terus melakukan evaluasi dan apabila ada modifikasi untuk lebih mempercepat mekanisme yang ada, akan kami lakukan. Bagaimana dengan reformasi bidang anggaran di 2021? Kemenkeu menyiapkan
Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @achintyameswari: Nomor 3, karena dengan terbatasnya ruang gerak kita beberapa bulan terakhir, pandemi menunjukkan bahwa shifting ke teknologi digital makin tak terelakkan jika tak ingin makin tertinggal. Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian Nota Keuangan beberapa waktu yang lalu menyebutkan kebijakan APBN 2021 diarahkan untuk: 1. percepatan pemulihan ekonomi nasional 2. reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, daya saing 3. percepatan transformasi ekonomi menuju era digital 4. pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi Jika menjadi Menteri Keuangan, program mana yang akan Anda beri alokasi anggaran terbanyak dan mengapa? @mike_adty: 1. Percepatan PEN karena belum ada kepastian kapan pandemi berakhir. Perlu percepatan dan berlangsungnya kesinambungan program ini untuk mengurangi dampak ekonomi dan imbasnya bagi masyarakat. 5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 156 / SEPTEMBER 2020 Rahayu Puspasari Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Kemenkeu Pilih Mitra Distribusi Anda! Informasi lebih lanjut: www.kemenkeu.go.id/sukukritel djpprkemenkeu @DJPPRKemenkeu DJPPRKemenkeu DJPPRKemenkeu Imbal hasil (fixed rate) 6,05% p.a. Masa Penawaran 28 Agt - 23 Sep 2020 Dapat diperdagangkan Rp Minimum Pemesanan Rp1 juta #InvestasiRakyatPenuhManfaat SR013 SUKUK RITEL SERI Cintai Negeri dengan Investasi Menggandeng Optimisme dan Realitas B agaimana hawa pagi di sekitarmu? Beberapa waktu terakhir, udara dingin sering menusuk badan ketika dini hari menjelang. Puncak musim kemarau nampaknya sudah ada di depan mata. BMKG menuturkan hawa dingin yang terasa saat tengah malam dan bahkan terasa lebih dingin lagi menjelang pagi adalah fenomena penanda puncak musim kemarau tiba. Namun BMKG juga memprediksi puncak kemarau baru akan terjadi di awal September dan udara dingin akan kembali terasa. Itu adalah sebuah prediksi. Dari perkara prediksi cuaca, kita beralih ke prediksi ekonomi di tahun depan. Meski pandemi masih belum berhenti, pemerintah tetap fokus mempersiapkan diri menghadapi tahun 2021 yang sudah di depan mata. Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo melalui pidatonya telah menyampaikan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 pada sidang tahunan MPR/DPR. Nota Keuangan dan RAPBN 2021 berisi prediksi atau asumsi dan target pemerintah yang akan menjadi acuan pelaksanaan berbagai program pemerintah dan pengelolaan keuangan negara di tahun depan. Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo menegaskan beberapa program yang menjadi fokus pemerintah untuk tahun 2021 mendatang. Program- program tersebut antara lain percepatan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19; reformasi struktural; percepatan transformasi ekonomi menuju era digital; serta pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi. Sama halnya dengan ketidakpastian perubahan suhu cuaca antara siang dan malam yang akhir-akhir ini bisa sangat drastis terjadi, RAPBN 2021 ini juga disusun dengan mengantisipasi ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia di tahun depan. Meski di tengah situasi yang serba tidak pasti, penyusunan RAPBN 2021 mengusung semangat optimisme namun tetap realistis. Optimisme dan realitas sama-sama diusung dan dituangkan dalam RAPBN 2021. Optimisme tersebut salah satunya terlihat dari asumsi pertumbuhan ekonomi yang dipatok tumbuh mencapai 4,5 persen - 5,5 persen di tahun depan. Namun demikian, program percepatan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19 tetap terus dilakukan. Nota Keuangan dan RAPBN 2021 adalah dokumen milik bersama, tidak hanya milik Kementerian Keuangan maupun pemerintah saja. Publik atau masyarakat juga diharapkan dapat turut memberikan masukan sekaligus pengawasan dalam pelaksaannya nanti. Di edisi ini, pembaca dapat memperoleh info lebih detil mengenai isi dari RAPBN 2021. Semoga pengalaman pandemi COVID-19 di tahun ini justru menjadi momentum untuk melakukan perbaikan dan reformasi di berbagai bidang sehingga cita-cita bangsa yaitu mewujudkan Indonesia Maju dapat segera tercapai. Selamat membaca!
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
yang ingin diselamatkan adalah kita, masyarakat, manusianya,” tutur Masyita Crystallin, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi. Masyita menambahkan latar belakang dikeluarkannya Perppu Nomor 1/2020 adalah untuk memperkuat APBN. “Krisis saat ini berbeda dengan krisis ekonomi yang pernah dialami di tahun 1930, 1997 atau 2008. Di tahun- tahun tersebut, krisis dimulai dari sektor keuangan tetapi krisis sekarang langsung menyentuh sektor riil akibat keterbatasan interaksi. Untuk itu, kita berusaha membuat APBN menjadi shock absorber ,” terang Masyita. Abra Talattov, Ekonom INDEF juga berpendapat bahwa dari sisi stimulus fiskal kebijakan pemerintah saat ini sudah sejalan dengan upaya yang dilakukan negara lain. Menurutnya, penerbitan Perppu Nomor 1/2020 adalah langkah yang baik tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. “Jika saya lihat di dalam Perppu itu sudah lengkap instrumennya. Dari sisi anggaran itu variasinya cukup lengkap dan semua elemen masyarakat sudah tersasar mulai dari rumah tangga, industri, UMKM bahkan usaha kecil mikro. Namun, sisi efektivitas dan kecepatan ini perlu diperhatikan. Anggaran ada tetapi faktor kecepatan penyalurannya juga akan berpengaruh untuk daya beli masyarakat. Selain itu, Perpu ini memiliki risiko sebab defisit fiskal boleh lebih dari 3 persen. Perlu dijaga agar tetap dalam batas yang aman sesuai kondisi kesehatan APBN,” ujar Abra. Tangani asapnya, padamkan apinya Terkait insentif perpajakan dan bea masuk, ahli kesehatan masyarakat, Prof. Hasbullah Thabrany berpendapat bahwa kebijakan tersebut baik tetapi belum menangani akar permasalahan. “Ibarat kebakaran, ada asap dan api. Apinya itu COVID-19, panasnya adalah pelayanan kesehatan dan efek sosial ekonominya itu asap. Kebijakan insentif pajak dan bea masuk impor itu logis dan bagus tetapi baru menangani asapnya. Pembelian ventilator dan pembukaan rumah sakit itu baru menangani panasnya. Lalu apa kebijakan pemadaman apinya? Ya, PSBB”, ujar guru besar FKM UI ini. Ia menambahkan bahwa kebijakan yang diambil dari alokasi Rp405 triliun itu sifatnya lebih ke balancing . “Pendanaan seharusnya difokuskan pada kebijakan yang dapat mencegah meningkatnya penularan. Dengan demikian, kita bisa menghemat belanja waktu di hilir, biaya berobat, dan meringankan kapasitas kita yang kurang memadai. Ini selayaknya menjadi bagian dari kebijakan Kemenkes,” jelasnya. Hal senada juga diungkap Abra. Menurutnya stimulus seperti pembebasan impor alat kesehatan baik pajak maupun bea masuk membantu tetapi dalam jangka pendek dan perlu diperhatikan target lamanya kebijakan tersebut. “Dalam satu bulan stimulus yang diberikan lumayan besar sekitar Rp170 miliar. Dikhawatirkan jika terus berlanjut maka akan menjadi disinsentif bagi industri alat kesehatan dan farmasi di dalam negeri,” tambahnya. Bukan sekedar nominal tetapi efektivitas alokasi Berbicara mengenai besaran anggaran belanja kesehatan, Masyita menuturkan bahwa saat ini kesehatan menjadi prioritas pemerintah. Namun demikian, ini bukan semata soal alokasi anggaran tetapi juga soal peningkatan kualitas kebijakan dan pelaksanaan kebijakan itu sendiri. “Jadi di Kemenkeu itu evidence based policy. Kita memiliki data pengeluaran K/L harian lalu data tersebut dianalisa. Kita memperhatikan kemampuan disbursement dari K/L. Saat ini, anggaran kesehatan penanganan COVID-19 sebesar 75 triliun. Jika dilihat datanya, hingga Maret belum terlihat lonjakan pengeluaran yang signifikan. Jadi, kita menunggu data April-Mei untuk melihat apakah perlu anggaran tambahan,” jelasnya. Abra juga menjelaskan “Jika dilihat, porsi belanja kesehatan APBN 2020 sebesar 5,2 persen sudah memenuhi mandat UU Kesehatan. Namun, perlu dievaluasi efektivitasnya terutama dalam mendorong kualitas pelayanan kesehatan. Saat ini, tentu ada lonjakan kebutuhan mendadak untuk penanganan COVID-19. Ke depannya, bisa dimandatorikan sebesar 1-1,5 persen terhadap belanja sebagai biaya tak terduga untuk mitigasi risiko bencana alam dan non alam,” ungkapnya. Harapan kebijakan di masa depan Pandemi COVID-19 menjadi pembelajaran dalam pengambilan kebijakan khususnya untuk sektor kesehatan di masa depan. Momentum ini diharapkan dapat mendorong alokasi dana untuk riset dan pengembangan kesehatan serta investasi di sektor farmasi. “Saya pikir kedepannya stimulus diarahkan untuk mendorong riset dan pengembangan serta investasi sektor farmasi. Pemerintah perlu mengarahkan dana riset di lintas K/L ini agar sinergis sehingga dapat menciptakan produk alkes dan farmasi buatan Indonesia. Ini juga jadi momentum bagi BUMN di sektor farmasi untuk menggenjot daya saing. Harapannya BUMN farmasi ini bisa mulai bersaing di pasar domestik dan jangka panjang punya potensi melakukan ekspor,” harap Abra. Hal senada juga diungkap Prof. Hasbullah, ia mengakui bahwa investasi sebuah negara di bidang kesehatan berhubungan dengan keberhasilan menangani COVID-19. Ia juga menambahkan bahwa edukasi publik yang sistematis terkait kesehatan adalah kebijakan yang belum muncul namun sangat dibutuhkan. “Kalau saya lihat kebijakan yang belum muncul dan yang secara sistematik efektif adalah mass education dalam kasus ini. Saat ini yang terjadi mass education nya pada media tetapi tidak praktikal dari pemerintah ke masyrakat. Perlu komunikasi melalui kelompok-kelompok tertentu dengan tetap menjaga jarak dengan tujuan mendorong terjadinya perubahan perilaku,” ucapnya. Sementara itu, Masyita berharap pandemi ini dapat dilalui dengan baik dan masyarakat yang terdampak bisa mendapat bantuan yang dibutuhkan. Ia juga berharap setelah pandemi berakhir perekonomian akan lebih baik. “Memang tidak mudah menghadapi ini baik buat Indonesia maupun semua negara di dunia. Bahkan negara maju pun mengalami kesulitan. Sektor ekonomi berusaha kita selamatkan sebab kita tidak mau masyarakat kehilangan pekerjaan akibat sektor industri terlanjur mati. Namun, terkadang media selalu membenturkan kalau menjaga ekonomi itu tidak menjaga manusianya. Padahal jika sektor riil itu jatuh yang rugi masyarakat juga,” pungkasnya. “Pendanaan seharusnya difokuskan pada kebijakan yang dapat mencegah meningkatnya penularan. Dengan demikian, kita bisa menghemat belanja waktu di hilir, biaya berobat, dan meringankan kapasitas kita yang kurang memadai. Ini selayaknya menjadi bagian dari kebijakan Kemenkes,” Pandemi COVID-19 ini diharapkan dapat mendorong alokasi dana untuk riset dan pengembangan kesehatan serta investasi di sektor farmasi Foto Resha Aditya Prof. Hasbullah Thabrany ahli kesehatan masyarakat “...dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah jelas terlihat bahwa yang ingin diselamatkan adalah kita, masyarakat, manusianya,” Masyita Crystallin Staf Khusus Menteri Keuangan 11 VOL. XV / NO. 152 / MEI 2020
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap
Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @melaniiii19_ Perluasan RS dengan fitur displau tempat tidur rawat inap. Agar terjaminnya transparansi pelayanan BPJS kepada masyarakat dan menghindari diskriminasi pelayanan BPJS dan Non BPJS. @cemiit Kemudahan dan percepatan layanan informasi. Ketepatan pelayanan poin penting dalam menolong dan memberikan kepercayaan kepada pasien tgerhadap BPJS. dg mudah. @Nuelpac Perluasan RS dengan sistem antrian pasien elektronik. Karena kasihan pasien nunggu lama dari pagi sampe siang atau sore. Isna Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Menurut Anda, dari 10 Komitmen Perbaikan Layanan Jaminan Kesehatan oleh BPJS, mana yang perlu diprioritaskan? M enjelang berakhirnya tahun 2019, banyak polemik yang muncul di ruang publik terkait kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan tarif iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang diterapkan mulai Januari 2020. BPJS Kesehatan sendiri merupakan wujud dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah dipilih oleh pemerintah dan DPR untuk memberikan akses layanan kesehatan kepada seluruh masyarakat dengan biaya yang terjangkau atau biasa disebut Universal Health Coverage (UHC). Program JKN adalah program strategis jika dilihat dari jumlah masyarakat yang dijangkau, jenis layanan kesehatan yang diberikan, serta bantuan biaya yang diberikan pemerintah. Untuk layanan kesehatan, program JKN memberikan jaminan atas seluruh jenis penyakit sepanjang terdapat indikasi medis. Selain itu, sebagai program jaminan sosial, BPJS Kesehatan juga menerima seluruh warga negara menjadi peserta tanpa dilakukan berbagai jenis tes atau screening sebagaimana layaknya persyaratan mengikuti program asuransi yang dikelola oleh swasta. Layanan kesehatan yang diberikan juga meningkat setiap tahunnya. Dari sisi biaya, program JKN relatif sangat murah. Iuran kelas III program ini hanya dikenakan biaya per orang per bulan sebesar Rp42.000,- Dengan iuran sebesar ini, BPJS Kesehatan sebenarnya merupakan salah satu program jaminan kesehatan dengan iuran yang paling murah di dunia. Oleh karena itu, saat akan menyesuaikan iuran di tahun 2020 ini, pemerintah mempertimbangkan 3 hal utama yaitu kemampuan peserta dalam membayar iuran, upaya memperbaiki keseluruhan sistem JKN sehingga terjadi efisiensi, serta gotong royong dengan peserta pada segmen lain (subsidi silang). Dengan demikian pemerintah sangat perhatian agar penyesuaikan iuran tidak sampai memberatkan masyarakat dengan berlebihan. Pemerintah menyadari sepenuhnya masih banyak tantangan dan kendala untuk pelaksanaan program JKN ini. Namun semangat untuk memperbaiki dan meningkatkan program JKN akan selalu ada dan harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat. Gotong royong juga timbul dari kerja sama yang baik antara pemerintah dan seluruh masyarakat. 5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Nufransa Wira Sakti, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Jaminan Kesehatan Berkelanjutan GOTONG ROYONG MEWUJUDKAN
samping itu, ia menilai dukungan APBN dan APBN untuk penyediaan supply side layanan kesehatan perlu ditingkatkan. Pengajuan perpindahan kepesertaan oleh masyarakat menjadi PBI diakui Purwanto memang dapat menambah anggaran pemerintah untuk iuran PBI. “Namun, sudah menjadi komitmen pemerintah untuk membiayai jaminan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu,” tegasnya. Dalam menghadapi perpindahan kelas, Kemensos berpedoman pada persyaratan yang berlaku serta melihat pembatasan kuota nasional PBI yaitu 96,8 juta jiwa. “Untuk menjadi peserta PBI, peserta harus terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang pengusulannya melalui mekanisme verifikasi dan validasi (verivali) data rumah tangga calon peserta melalui instrumen DTKS,” terang Sekjen Kementerian Sosial Hartono Laras. Hasil verivali dilakukan setiap tiga bulan sekali, sedangkan penetapan perubahan PBI dilakukan setiap satu bulan sekali. Sementara itu, Suminto menggarisbawahi bahwa tidak hanya peserta kelas tiga saja yang dapat mengajukan pindah menjadi segmen PBI. “Seluruh penduduk Indonesia yang dapat dibuktikan tergolong sebagai orang miskin dan tidak mampu, dapat mendaftarkan dirinya atau didaftarkan menjadi peserta penerima bantuan iuran,” ujarnya. Cegah defisit berulang Berbagai upaya mitigasi disiapkan pemerintah untuk mencegah defisit kembali terulang. Suminto mengungkapkan, dalam jangka pendek instansi terkait wajib menindaklanjuti rekomendasi hasil audit BPKP, khususnya rekomendasi perbaikan pada aspek kepesertaan dan penerimaan iuran, biaya manfaat jaminan kesehatan, dan strategic purchasing . Suminto berkata, “BPJS Kesehatan harus berusaha lebih keras untuk meningkatkan tingkat keaktifan peserta mandiri.” Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris menargetkan tingkat keaktifan peserta mandiri nantinya dapat mencapai 60 persen. “Belajar dari Korea, kira-kira 10 tahun lalu peserta aktif di sana pernah di angka 25 persen. Tapi mereka punya enforcement . Bisa menyita aset, bisa mengintip rekening orang,” cerita Fachmi. Ia menerangkan BPJS Kesehatan sedang mengembangkan cara untuk meningkatkan keaktifan peserta. Untuk tahap awal ini belum melalui enforcement , tetapi masih berupa penerapan prasyarat pada layanan publik. “Misalnya, tiap kali orang mau memperpanjang paspor, ada informasi bahwa dia belum bayar iuran. Minimal ada awareness dan dia tahu negara tahu.” Untuk validasi dan pemutakhiran data, khususnya data PBI, BPJS Kesehatan memerlukan peran Kemensos. Untuk meningkatkan efektivitas program perlindungan sosial ini, Hartono Laras mengatakan pihaknya menyediakan sistem aplikasi untuk meng- update Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) bernama Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKSNG). Selain itu, Kementerian Sosial juga menyediakan anggaran untuk pengadaan jaringan komunikasi di 514 kabupaten/kota. Untuk menjaga keberlangsungan program JKN- KIS, perbaikan pada keseluruhan sistem mutlak diperlukan, termasuk di dalamnya langkah penyesuaian iuran. Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani berharap penyesuaian iuran dapat membantu mengatasi kesulitan finansial pada program JKN-KIS sehingga memberi efek domino yang positif. “BPJS Kesehatan bisa membayar ke fasilitas kesehatan, fasilitas kesehatan pun tidak terganggu lagi cashflow -nya, sehingga bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat lebih baik lagi,” pungkas Kalsum. Dukungan Pendanaan Pemerintah dalam Program JKN-KIS PPU Pemerintah Pusat 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Bantuan iuran untuk PBI JKN 2014 2015 2016 2017 2018 2019 MN atau Bantuan Pemerintah 2014 2015 2016 2017 2018 2019 4,5 4,8 4,7 4,8 5,4 6,4 19,9 19,9 25,5 25,4 25,5 35,7 5,0 6,8 3,6 10,3 15 MEDIAKEUANGAN 14 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 MEDIAKEUANGAN 14
negara per kapita PPP (dalam US$) Vietnam Thailand Kamboja Tiongkok Singapura Filipina India Indonesia Myanmar mengatakan bahwa penyesuaian iuran JKN-KIS ini terlambat. Namun demikian, ia mengapresiasi langkah Kementerian Keuangan menaikkan iuran JKN-KIS. “Saya appreciate Menteri Keuangan sudah bagus mau menaikkan. Selanjutnya tinggal konsistensi kita mengejar ketertinggalan dengan berani menaikkan iuran sebesar 30 persen per tahun. Dengan demikian baru kita bisa menyediakan layanan kesehatan yang memadai,” terangnya. Hal senada juga diungkap Tubagus Achmad Choesni, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dari hasil kajian dan rekomendasi DJSN ke Presiden bahwa kenaikan iuran memang harus ditinjau ulang karena terakhir dinaikkan pada 2016. “Setelah dikaji ternyata cost per member per month (CPCM) jauh di atas premi yang kita kenakan. Ini berdampak negatif terhadap keberlanjutan program JKN-KIS. DJSN melibatkan semua pemangku kepentingan dalam diskusi terkait iuran dan untuk memastikan perhitungan kami juga mengundang Ikatan Aktuaris Indonesia (IAI),” tutur Choesni. Menanggapi soal nominal yang lebih tinggi dari usulan DJSN, Iene Muliati, Anggota DJSN memahami pendekatan Kementerian Keuangan. “Jadi defisitnya mari kita selesaikan sehingga nanti kalau kenaikan iuran itu nanti hanya tinggal yang sistemiknya, yang operasionalnya tapi secara finansialnya sudah ditutup,” tuturnya. Choesni juga menekankan bahwa yang terpenting adalah memastikan arus kas untuk membayar fasilitas kesehatan khususnya rumah sakit. “Jika kita bisa memberikan cashflow secepatnya, rumah sakit juga bisa meningkatkan perbaikan karena tujuan akhirnya adalah meningkatkan kinerja sistem dan pelayanan ke peserta,” tambahnya Meski demikian, sudut pandang berbeda diungkapkan Liliek, Direktur Keuangan Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK). Pihak rumah sakit merasa khawatir penyesuaian iuran ini akan berdampak pada arus kas mereka. Solusi lain ditawarkan Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia. Menurutnya sebelum menaikkan iuran sebaiknya perlu ada pembagian yang proporsional antara Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Peserta Mandiri. “Semestinya proporsi PBI diperkecil dulu. Tingkat kemiskinan kita kan 10 persen, mengapa PBI angkanya 60 persen? Kalaupun pemerintah menanggung yang levelnya di atas poverty rate mungkin saja lebih besar dari 10 persen tapi tidak sampai 50 persen. Perkiraan saya hanya 40 persen dan itu angka ideal untuk PBI,” terangnya. Tata Kelola dan Rujukan Menjadi Sorotan Presiden Joko Widodo sempat melontarkan bahwa salah satu penyebab defisit terdapat pada kelemahan tata kelola di tubuh BPJS Kesehatan terutama terkait iuran peserta mandiri. Selain itu, obral rujukan yang dilakukan oknum penyedia jasa kesehatan juga menjadi sorotan. Menanggapi kedua hal tersebut, Choesni menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan adanya moral hazard yang terjadi selama lima tahun penyelenggaraan program JKN-KIS. “Salah satu yang menarik untuk dicermati adalah ketika terjadi misalnya tindakan C-section tanpa ada indikasi medis. Jadi misalnya hanya ingin C-section karena tanggal cantik begitu. Dalam kasus seperti ini pasien dan obgyn diuntungkan sementara pihak yang dirugikan hanya BPJS kesehatan,” ucapnya. Perspektif berbeda diutarakan Hasbullah, menurutnya mayoritas pejabat pemerintah masih terjebak pada angka-angka yang keliru. Ia mencontohkan pernyataan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan mengenai angka operasi caesar yang sebesar 45 persen. Kekeliruan ini terjadi sebab denominator yang dihitung hanyalah yang ada di klaim BPJS sementara yang dihitung seharusnya denominator semua persalinan. “Saya sudah cek klaim di BPJS seluruh persalinan cuma 1,2 juta setahun, padahal jumlah persalinan yang ada di Indonesia seluruhnya dari tahun ke tahun variannya 5,2 sampai 5,4 juta, jadi nggak sampai 20%. Jadi, kalau mau benar pakailah Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), di situ tertera hanya 17 persen”, ujarnya. Saran Perbaikan dan Harapan Setelah penyesuaian iuran, komitmen selanjutnya adalah bagaimana menjaga keberlanjutan program JKN-KIS dan meningkatkan kinerja BPJS Kesehatan. “Kepentingan kita adalah membuat JKN-KIS itu sustain dan bisa meningkatkan mutu pelayanannya secara berkesinambungan”, ujar Choesni. Faisal menyarankan perlu adanya segmentasi kelas baru yakni premium. Hal ini disebabkan sangat timpangnya struktur pendapatan masyarakat Indonesia sementara segmentasi kelas BPJS belum merepresentasikan preferensi tingkat pendapatan masyarakat “Ada lapisan masyarakat yang tidak masalah iuran naik asal pelayanan bagus. Jadi seandainya dia di kelas 1 tapi fasilitas pelayanan sama, antrinya sama panjangnya pasti akan merasa tidak worth it ,” jelasnya. Senada dengan Faisal, Iene tidak menampik adanya fenomena peserta yang tidak ingin turun kelas tetapi ingin agar layanannya diperbaiki. Selain itu, Iene juga mengatakan perbaikan sistem rujukan juga perlu dibenahi melalui penguatan di tingkat Puskesmas. “Kita mendorong regulasi Kemenkes untuk menguatkan Puskesmas sehingga bisa menanggulangi penyakit-penyakit yang sebetulnya tidak perlu ke rumah sakit”, ungkapnya. Sementara itu, Hasbullah menekankan perlunya perhatian pemerintah terhadap besaran anggaran belanja kesehatan agar pelayanan fasilitas kesehatan kita dapat bersaing. “Sebetulnya Undang-Undang Kesehatan sudah mengamanatkan minimal 5 persen dari APBN. Namun angka ini kemudian dipersepsi sebagai ceiling padahal itu floor ,” ujarnya. Belanja kesehatan publik nasional Indonesia terhadap GDP juga termasuk rendah dibandingkan Timor Leste, Thailand, Malaysia dan China. “Indonesia hanya 1,4 persen sementara Timor Leste saja sudah 2,2 persen. China, Thailand, dan Malaysia sudah di atas 3 persen. Dulu kita setara China, sekarang tertinggal. Maka jangan heran jika sekarang banyak orang Indonesia berobat ke China sebab belanja kesehatannya tiga kali lipat dari kita. Jadi, lebih besar kemungkinan mereka memperbaiki sistem kesehatannya,” terangnya. Terkait tolok ukur sistem JKN-KIS dengan negara lain, Choesni menyatakan, “Kalau saya bilang best fit ya. Jadi kita belajar best practices di lokalitas tertentu tapi kita kemudian kita adapt bukan adopt ,” jelasnya. Dengan demikian, tidak hanya sekedar melihat program terbaik di negara lain __ tapi juga dilihat kesesuaiannya dengan kondisi sosio-ekonomi dan demografis Indonesia. 11 MEDIAKEUANGAN 10 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Foto Resha Aditya Perbaikan sistem rujukan juga perlu dibenahi melalui penguatan di Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya. MEDIAKEUANGAN 10
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Kebijakan Perampingan Birokrasi dan Tantangannya Ilustrasi Dimach Putra Teks Anugrah Endrawan Yogyantoro, pegawai Sekretariat Jenderal *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 D ata Global Competitiveness Index (GCI) 2019 memperlihatkan daya saing Indonesia menempati urutan ke 50 dari 141 negara. Aspek kinerja sektor publik hanya meraih skor 54,6 dari skala 100. Dengan total skor GCI sebesar 64.6, kita tertinggal jauh dari Singapura yang menempati urutan pertama dengan skor 85,9 atau negara Asia lain seperti Jepang (peringkat 5, skor 82.3) atau Korsel (peringkat 13; skor 79,6). Rilis tersebut menjadi sinyal bahwa kendati agenda Reformasi Birokrasi Nasional telah berjalan satu dekade, ladang perbaikan birokrasi masih terbentang luas. Hal ini sejalan dengan arahan terkini Presiden Joko Widodo terkait perampingan birokrasi (delayering). Instruksi penyederhanaan eselonisasi birokrasi menjadi 2 layer menjadi titik akselerasi agenda reformasi birokrasi nasional. Penguatan pola kerja fungsional akan mempercepat pelayanan dan menanamkan mindset perubahan orientasi kerja ASN. Dari yang awalnya lebih berorientasi ke proses menjadi ke orientasi hasil. Di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri, sebagai salah satu pionir reformasi sektor publik, perampingan birokrasi telah diimplementasikan pada tahun 2019 dengan penghapusan eselon III dan IV di Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang digantikan oleh Jabatan Fungsional Analis Kebijakan. Hal ini merupakan implementasi dari arahan Menkeu untuk menciptakan organisasi yang ramping dan tanpa sekat (flatter and boundaryless organization), SDM yang adaptive dan technology savvy dan pemanfaatan perkembangan TI. Lalu, apa sajakah tantangan yang harus dijawab dalam perampingan birokrasi? Pertama, ukuran birokrasi Indonesia yang masif dengan Jumlah ASN Indonesia sebesar 4.285.576 orang per 2019 membuat kompleksitasnya berbeda dengan Singapura yang hanya memiliki 84.000 aparatur sipil. Jumlah ASN Indonesia masih lebih besar dari Jepang dan Korsel yang sama-sama memiliki sekitar satu juta aparatur sipil. Rasio jumlah aparatur sipil dengan penduduk Korsel sebanding dengan Indonesia (sekitar 1: 60) sementara Jepang hanya separuhnya (1: 120). Kemenkeu sendiri memiliki 82.025 orang PNS dengan jumlah pejabat eselon III, IV dan V masing-masing 1.817 orang; 9.729 orang dan 2.957 orang. Tantangan berikutnya adalah tahapan peralihan jabatan struktural ke jabatan fungsional. Sesuai arahan Kemenpan-RB, delayering ditargetkan selesai pada Desember 2021 dalam 5 tahap. Tahap pertama melakukan identifikasi jabatan administrasi; kedua pemetaan jabatan dan pejabat administrasi dan selanjutnya pemetaan jabatan fungsional yang bisa ditempati. Kemudian, tahapan penyelarasan tunjangan jabatan fungsional dengan tunjangan jabatan administrasi, dan terakhir penyelarasan kelas jabatan administrasi ke jabatan fungsional. Dengan tantangan ukuran birokrasi, kompleksitas tahapan serta time constraint, diperlukan upaya yang selektif dan prudent dalam mengimplementasikan delayering . Kehati-hatian perlu menjadi prinsip utama demi memastikan kinerja ASN dan kualitas pelayanan kepada masyarakat tetap terjaga. Jika dibandingkan dengan Indonesia, Korsel memulai reformasi sektor publiknya pada tahun 1998 dan saat ini memiliki layer birokrasi ekuivalen 3 layer eselon. Reformasi sektor publik Korsel yang progresif namun cermat dan terukur telah mendukung transisi Korsel menjadi negara maju, status yang menjadi cita- cita Presiden Jokowi untuk Indonesia tahun 2045. Hal terpenting lain adalah manajemen perubahan, sebab masih ada anggapan bahwa jabatan fungsional adalah jabatan kelas dua. Oleh karena itu, salah satu prinsip delayering adalah hold harmless, yakni menjaga tingkat penghasilan demi menjaga motivasi pegawai terdampak. Tanpa manajemen perubahan yang baik keresahan pegawai akan berekses negatif. Untuk memastikan kelancaran delayering serta menjawab tantangan yang ada, terdapat sejumlah rekomendasi. Pertama, penataan ulang struktur organisasi dengan prinsip rasional dan realistis sesuai kebutuhan serta perangkat kelembagaan yang efektif agar terjadi sinergi antara jabatan struktural dan jabatan fungsional. Selain itu, diperlukan penyempurnaan jabatan fungsional khususnya jabatan fungsional core Kemenkeu, agar relevan dengan kebutuhan di lapangan. Kedua, penciptaan kualitas governance dan pelayanan yang lebih adaptif dengan perubahan dan tuntutan masyarakat. Untuk itu, desain proses bisnis jabatan fungsional harus sederhana dan jelas. Penguatan proses bisnis manajemen kinerja ASN juga perlu dirancang dari yang selama ini cenderung hierarkis menjadi lebih fleksibel. Ketiga, percepatan inisiatif transformasi digital Kemenkeu. Perampingan birokrasi harus didukung penerapan office automation yang menyeluruh demi memudahkan pekerjaan dan pengawasan output serta kualitas pekerjaan, khususnya dalam implementasi project dan knowledge management. Terakhir, implementasi strategi manajemen perubahan menyeluruh demi tercapainya delayering yang soft landing. Meskipun praktiknya top- down tetapi pokok-pokok kebijakan delayering perlu disampaikan dan pejabat terdampak dilibatkan sejak awal. Mengutip Kotter, pakar change management Harvard University, perubahan harus dikomunikasikan ke seluruh organisasi agar bisa mendapatkan dukungan dari semua pihak. Dengan demikian, diharapkan delayering dapat terlaksana tanpa kendala yang berarti. Tidak hanya demi birokrasi yang lebih sederhana, tetapi untuk mencapai percepatan pelayanan dan peningkatan kinerja sektor publik.
Laporan Utama Transformasi Institusi Hadapi Disrupsi Teks CS. Purwowidhu MEDIAKEUANGAN 20 Foto Dok. Biro KLI Hadiyando, Sekretaris Jenderal D ihadapkan pada era disrupsi, institusi publik tak boleh lagi berlamban diri. Tranformasi institusi harus segera diwujudkan agar pelayanan publik dapat terus disempurnakan. Merespons fenomena ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melanjutkan penguatan pondasi paradigma dan budaya kerja baru “N ew Thinking of Working” bagi ekosistem operasi organisasi agar Kemenkeu bisa lebih agile dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan. Simak wawancara Media Keuangan dengan Sekretaris Jenderal Kemenkeu, Hadiyanto, mengenai upaya implementasi budaya kerja baru ini. Apa prinsip utama New Thinking of Working (NTOW)? Inti NTOW yaitu perubahan mindset dan budaya dalam cara kita berpikir dan bekerja sebagai sebuah institusi publik. Penting untuk ada keseimbangan antara pembangunan infrastruktur dan manusianya sehingga dapat saling melengkapi. Seluruh komponen perlu kita persiapkan dengan baik seperti teknologi, struktur organisasi, kebijakan SDM, dan proses bisnis. Di tataran leadership , kita juga harus me- nurture kemampuan manajemen Kemenkeu untuk mengkalibrasi, menginternalisasi, dan mengimplementasikan perubahan budaya secara efisien dan on scale agar hasilnya efektif. Budaya NTOW pada dasarnya dapat diterjemahkan sebagai pelaksanaan dari kelima nilai Kemenkeu dalam konteks Transformasi Digital Kemenkeu. Implementasi Enterprise Architecture menjadi satu keniscayaan agar NTOW berhasil dengan baik. Apa saja bentuk implementasi NTOW di Kemenkeu? Ada dua aktivitas utama yaitu penerapan Activity Based Workplace (ABW), serta eksplorasi kebijakan Flexible Working Space (FWS) dan Flexible Working Hour (FWH) termasuk remote working dan Work From Home (WFH) untuk mendorong produktivitas kerja dan __ work life balance di era digital __ ini. Kita juga melakukan office automation serta pengembangan organisasi dan SDM yang adaptif dengan perkembangan zaman. Kalau semua ini berjalan secara paralel, penerapan NTOW akan sukses. Sejauh mana perkembangan implementasi NTOW di Kemenkeu? Di 2019 kita telah melaksanakan piloting ABW di seluruh unit Eselon I. Di 2020 ini, fokus kita mengevaluasi dampak perubahan terhadap budaya kerja dan produktivitas unit piloting , kemudian menyempurnakan lebih lanjut kebijakan ABW untuk penerapan yang lebih luas. Terkait FWS dan FWH , Kemenkeu telah beberapa kali melaksanakan diskusi dan mengkaji kebijakan terkait, baik secara internal maupun bekerja sama dengan berbagai institusi di dalam dan di luar negeri. Apakah unit-unit vertikal Kemenkeu di daerah juga sudah menerapkan NTOW? Beberapa telah mengeksplorasi penerapan NTOW melalui benchmarking dan diskusi dengan unit-unit piloting di kantor pusat. Mereka mulai secara bertahap dari pengembangan infrastruktur IT hingga implementasi konsep ABW seperti di gedung KPKNL Ternate, Maluku Utara. Bagaimana peran Sekretariat Jenderal dalam memperkuat NTOW? NTOW merupakan Inisiatif Strategis Kemenkeu yang masuk ke dalam tema sentral di mana Sekretariat Jenderal menjadi penanggung jawab utamanya. Dalam pelaksanaannya, NTOW membutuhkan perubahan budaya dan cara kerja setiap personil Kemenkeu. NTOW didukung oleh Enterprise Architecture agar proses bisnis dan teknologi informasi dapat terus disempurnakan. Setjen sebagai prime mover kerap mengkoordinasikan penerapan NTOW di seluruh unit Eselon 1 Kemenkeu dengan melibatkan pimpinan Unit Eselon 1 dan para change agent . Dari sisi penganggaran juga, Setjen bersama dengan APIP memberikan bimbingan kepada Unit Eselon 1 untuk menyesuaikan program kerja unitnya dengan inisiatif NTOW dan inisiatif lainnya di Kemenkeu. Tantangan apa yang dihadapi dalam penerapan NTOW? Tantangan utama terkait dimensi waktu. Implementasi NTOW ini punya timeframe yang panjang, hasilnya belum tentu akan terlihat dalam jangka pendek. Di samping itu, perlu waktu untuk mendapatkan komitmen yang kuat dari seluruh pihak. Bagaimana dengan generation gap, mengingat hampir 70 persen pegawai Kemenkeu merupakan generasi milenial? Tugas kita adalah memastikan bahwa semua nilai positif dari setiap generasi dapat disintesiskan ke dalam budaya NTOW yang ingin kita dorong. Karenanya, penerapan NTOW perlu menyeimbangkan kebutuhan yang berbeda dari setiap generasi dan menjembatani generation gap tersebut. Mayoritas pegawai Kemenkeu menjalani WFH selama masa darurat pandemi COVID-19. Apakah remote working memungkinkan juga dilanjutkan di luar masa pandemi? Peluang itu ada. Sepanjang WFH di masa pandemi ini kita belum menemukan dampak negatif dari remote working terhadap kinerja. Fokus kita menyempurnakan berbagai komponen pendukung untuk memastikan bahwa penerapan remote working justru meningkatkan produktivitas. Kemenkeu berperan menjadi katalisator agar budaya digital pegawai dapat didorong ke arah yang produktif bagi kinerja institusi. Kita perlu ingat, bahwa situasi luar biasa yang terjadi saat ini dapat saja terulang lagi di masa depan, sehingga kita memang harus mempersiapkannya dengan lebih baik. Apa yang perlu diperhatikan agar remote working menghasilkan kinerja optimal? Fokus institusi adalah memastikan bahwa setiap pegawai memiliki fasilitas yang memungkinkan mereka untuk bekerja secara remote. Namun faktor yang lebih penting adalah mindset individu dan budaya organisasi. Dalam remote working kita meng- acknowledge bahwa setiap individu pegawai punya pola dan karakteristik yang berbeda dalam melaksanakan pekerjaannya. Pola setiap pegawai ini perlu dikombinasikan dengan pola, karakteristik serta kebutuhan unit dan tim sehingga tercapai keseimbangan yang optimal bagi unit dan tim secara keseluruhan. Kunci suksesnya adalah adanya arrangement internal unit yang baik misalnya kesepakatan untuk melakukan koordinasi harian secara reguler di waktu yang disepakati bersama untuk meng- update progress pekerjaan, menyepakati dan mengevaluasi target, dsb. Contoh lain, adanya ukuran kinerja yang jelas berdasarkan delivery dan pencapaian target yang telah ditetapkan. Ketiadaan ukuran kinerja yang jelas, berpotensi berdampak pada moral hazard dan tidak efektifnya NTOW. Apa harapan Bapak untuk pembangunan NTOW dan transformasi digital di Kemenkeu? Saya berharap terlaksananya NTOW dan transformasi digital akan memacu pegawai kita bekerja lebih produktif dan inovatif lagi, untuk menjadikan Kemenkeu sebagai institusi publik yang juga menjadi center of excellence baik secara nasional maupun internasional. Saya juga berharap implementasi NTOW secara penuh memungkinkan kita untuk mengkapitalisasi transformasi digital secara optimal, seperti untuk meningkatkan efisiensi operational cost dan alokasi space ruang kerja bagi pegawai, serta mengendalikan pertumbuhan jumlah pegawai.
Bugar S ejak pertengahan April 2020, pemerintah menetapkan pandemi COVID-19 sebagai bencana nasional. Menteri Keuangan pun menginstruksikan para pegawai Kementerian Keuangan untuk bekerja dari rumah (WFH) sebagai upaya pencegahan penyebaran virus Corona. Selama masa karantina ini, ada beberapa kegiatan yang dapat kita lakukan untuk memutus mata rantai penularan virus corona. Menerapkan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) Penerapan PHBS sebaiknya dilakukan setiap hari dan tidak hanya saat wabah melanda. Mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan air putih minimal delapan gelas sehari baik untuk menjaga daya tahan tubuh. Jagalah kebersihan dengan rutin mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir selama 20-30 detik. Ikuti panduan mencuci tangan dari WHO. Penggunaan hand sanitizer dapat dilakukan jika mencuci tangan dengan air dan sabun tidak memungkinkan karena kondisi tertentu. Hand sanitizer yang efektif yang membunuh virus Corona adalah yang memiliki kandungan alkohol minimal 60%. Selain itu, lakukan etika batuk dan bersin yang benar dengan menggunakan siku. Berjemurlah di bawah sinar matahari pagi dengan cukup dan jagalah kebersihan rumah dengan menggunakan cairan disinfektan. Tinggal di rumah saja dan batasi mobilitas Jika ada keperluan mendesak seperti belanja kebutuhan pokok maupun obat-obatan, gunakan masker kain dan jaga jarak fisik minimal dua meter dengan orang lain. Pilihlah masker yang bagian tepinya rapat mengikuti bentuk wajah sehingga tidak ada celah bagi droplet untuk masuk serta perhatikan kenyamanan terutama dalam bernapas. Masker kain yang baik terbuat dari beberapa lapis kain. Setelah digunakan, cucilah masker kain dengan deterjen. Pilihlah masker kain yang dapat dicuci dan dikeringkan tanpa merusak atau mengubah bentuknya. Saat melepas masker, jangan menyentuh mata, mulut, serta area wajah sebelum mencuci tangan. Lakukan ini jika merasa sakit Jika anda merasa sakit maka lakukanlah pengukuran suhu setiap hari. Perhatikan apakah ada gejala batuk atau kesulitan bernapas. Normalnya, orang dewasa bernafas 16-20 kali per menit. Pengukuran suhu lebih akurat dilakukan di bawah ketiak menggunakan termometer aksila daripada di dahi. Bersihkan termometer setelah digunakan. Jika Anda mengalami sesak, batuk, atau demam dengan suhu 38° C atau lebih, segera datang ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan yang tepat. Apabila sedang sakit, gunakan masker kain, karantina diri di kamar, dan jaga jarak fisik minimal dua meter dengan anggota keluarga lain. Gunakan alat makan, alat mandi, handuk peralatan pribadi dan kamar mandi terpisah dari anggota keluarga lain. Memutus Mata Rantai Corona dari Rumah Teks dr Nur Zahratul Jannah | Foto Fery Irwandi bakal terus diberi pekerjaan sama atasan.” Namun ia tak ambil pusing. Ia justru bersyukur dapat terus mengasah kemampuannya. Dari situ pula ia menemukan passion dalam dunia desain visual untuknya, mengerjakan layout buku. Kerja kerasnya berbuah manis saat ia kembali dari tugas belajar. Nufransa Wirasakti, Kepala Biro KLI saat itu, memenggilnya untuk membagikan pengalamannya selama menyelesaikan studi S1 di Universitas Jenderal Soedirman. Di momen itu pula Ia ditanya dan menjawab tentang passion dan harapan terkait kariernya ke depan. Pertengahan 2017 ia resmi ditempatkan di pusat pembuatan publikasi kehumasan Kemenkeu, lebih spesifiknya membuat produk publikasi cetak. Sebuah pekerjaan impian yang dengan tekun ia buat sendiri jalan untuk mendapatkannya, dengan bantuan doa dan takdir Ilahi. Sudah banyak karya yang Ia bantu maupun ciptakan sendiri selama dua tahun mengabdi. Selain Majalah Media Keuangan, ia terlibat dalam pembuatan Laporan Tahunan Kemenkeu, APBN KiTa, Laporan PPID, serta buku lainnya. Ia mengaku ada kebanggan tersendiri saat melihat karyanya telah selesai dibuat dan bisa dinikmati khalayak. ”Orang gak perlu tahu siapa desainernya, cukup aku yang tahu bahwa karyaku adalah sebuah legacy dan bentuk pengabdianku,” tegasnya mantap. Tantangan desainer keuangan Berkutat dengan data mentah penuh angka dan istilah- istilah keuangan tentu menjadi tantangan tersendiri bagi seorang desainer murni. Tapi itu tak terlalu menjadi masalah bagi pria berkepala plontos ini. Ia bersyukur latar belakang pendidikannya justru bukan dari disiplin ilmu seni dan desain. Pengalaman sebagai staf pengelola keuangan juga membantunya lebih memahami pesan yang ingin disampaikan ke dalam bahasa visual. ”Pesan yang ingin disampaikan di Kemenkeu ini berat, jadi kita memang harus setidaknya paham basic pengetahuannya,” ucapnya menambahkan. Keunggulan tersebut tak lantas membuat Venggi jemawa. Ia sadar bahwa banyak rekan seprofesinya tak seberuntung dia. Tak hanya tentang pemahaman tentang keuangan, tapi juga dalam kebebasan berkarya. Ia bersyukur atasan-atasan di Biro KLI Sekretariat Jenderal sudah memberikan ruang gerak yang cukup untuk kreatifitas para desainer dan tim kreatif lainnya. Hal itu tidak terjadi dalam semalam, pendahulu-pendahulunya telah membuka jalan untuk itu. Sebagai penerus, Venggi juga ingin sedikit berkontribusi. Ia dan beberapa desainer tengah menjajaki forum diskusi antardesainer di lingkungan Kemenkeu. Tujuannya nanti adalah untuk memberikan kesempatan bagi desainer Kemenkeu lain di penjuru Indonesia untuk dapat berkontribusi lewat karyanya. Pijar untuk terus belajar Venggi sadar betul natur pengabdian seorang ASN, harus bersedia ditempatkan di manapun. Tak terbatas hanya pada lokasi, tapi juga jenis pekerjaan yang telah dan akan digeluti. Ia mungkin piawai menerjemahkan pesan lisan dan tertulis ke dalam elemen-elemen estetik visual. Namun ilmu komunikasi, khususnya kehumasan, tak cukup hanya seperti itu saja. Berangkat dari kesadaran tersebut, Venggi merasa perlu untuk menceburkan dirinya ke dalam dunia kehumasan sepenuhnya. Langkah yang ingin Ia ambil dalam mewujudkan impiannya tersebut adalah melanjutkan studinya ke jenjang pascasarjana. ”Insyaallah, kalau diizinkan mau ambil ilmu komunikasi,” bebernya. Ia berharap nantinya bekal keilmuan tersebut dapat membuatnya lebih memahami secara holistik pengelolaan komunikasi publik. Tak bisa dinafikan, materi yang dikelola di Kemenkeu ini memang terlalu teknis. Tantangan tersebut menuntut desainer sebagai ujung tombak tenaga humas harus lebih luwes menyampaikan pesan visual agar mudah dicerna publik. “Perlu pemahaman kuat bagaimana membumikan pesan dengan strategi komunikasi yang in line supaya bisa mudah dipahami dan meningkatkan trust masyarakat terhadap Kemenkeu,” pungkasnya menutup percakapan dengan kami. Foto Dok. Pribadi Venggi juga aktif mengajar desain di Kemenkeu serta knowledge sharing ke KL lainnya
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
ada di BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) terkait dengan prioritas dalam dokumen master plan penanganan risiko bencana.” Hal senada dikatakan juga oleh Dr. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias 2005- 2009. Selain penentuan skala prioritas, ia menegaskan bahwa pemerintah perlu memiliki peta zonasi bencana. Peta zonasi itu bukan semata memuat zona rawan bencana, melainkan juga menjadi dasar untuk penentuan pihak mana yang mesti menanggung beban tatkala terjadi bencana. Menurutnya, peta zonasi ini yang nantinya harus disosialisasikan kepada masyarakat. “Jadi masyarakat diajari bahwa you kalau masuk ke merah is your own risk. But if you go to orange and kuning, then we share risk . If it’s hijau, dan rontok, it’s the insurance cover risk . Jadi bagi-bagi semuanya,” katanya mengilustrasikan. Peta zonasi yang mesti dipersiapkan ini tidak hanya memuat bencana berupa gempa dan tsunami saja. Namun memuat pula risiko bencana lain, seperti banjir atau tanah longsor. Menurutnya, pemetaan zonasi bencana ini bagian yang esensial dalam menentukan kebijakan setelahnya. Dengan adanya peta zonasi yang jelas, pemerintah dapat menentukan kebijakan pembangunan di wilayah tersebut, kebijakan penanggung biaya tatkala terjadi bencana, pun bagaimana mekanisme pembiayaannya. Kuntoro juga memaparkan pentingnya peta zonasi bencana ini untuk kebijakan pendanaan di masa mendatang. “Soal penganggaran pembangunan kembali pasca bencana bukan sekedar masalah birokrasi jumlah anggaran dan penyaluran. Tetapi mesti berangkat dari konsepsi,” ia melanjutkan, “Tapi kalau pakai cara seperti ini (peta zonasi) you minimize . Karena ada lembaga lain (asuransi) yang bantu you .” Ia juga mengatakan bahwa organisasi yang menangani bencana tidak seyogyanya bersifat birokratis. “Organisasi bencana alam tidak bisa birokratis. Tidak bisa. Karena sifat dari bencana alam berbeda- beda antara satu dan yang lainnya,” ungkapnya. Ihwal peta zonasi, Widjo Kongko mengatakan saat ini pihaknya telah mempersiapkan peta zonasi bencana. “BNPB sudah membuat peta rawan bencana. Tentu peta yang dibuat oleh BNPB dalam skala yang mungkin belum terlalu detail. Itu dipakai sebagai baseline atau modal awal untuk melakukan kajian yang lebih lanjut dan dan memperkirakan anggaran dan skala prioritas sesuai dengan risiko dan seterusnya,” ungkap Widjo Kongko. Kendati belum sempurna, ia mengatakan peta zonasi ini masih dapat terus dimutakhirkan. “Menurut saya itu harus diskusi bareng-bareng dan harusnya arahnya ke sana (peta yang lebih komprehensif) secara umum,” katanya menambahkan. Ketersediaan dan proporsi Berbekal kajian di berbagai sektor, serta pengalaman diterpa bencana, pemerintah mulai mengasuransi barang milik negara. Dengan mekanisme asuransi, diharapkan biaya yang muncul akibat bencana tak lagi sebesar tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, mekanisme asuransi diharapkan dapat mempersingkat waktu pembangunan kembali pasca bencana. Irfa Ampri mengatakan bahwa telah ada kesepakatan dengan Direktorat Jenderal Anggaran bahwa klaim dari asuransi akan bisa langsung digunakan tanpa menunggu penganggaran tahun berikutnya. “Jadi begitu diterima klaim asuransi kalau terjadi bencana dananya bisa langsung dipakai untuk membangun segera,” ungkapnya. Ia juga mengatakan nantinya perlu melakukan perubahan kebijakan di sektor lain, misalnya pengadaan saat bencana. “Misalnya ya gimana untuk membuat pengadaan yang cepat gitu kan, jadi lelangnya juga harus cepat, kita bisa belajar dengan negara lain,” ia melanjutkan, “Meksiko misalnya, dia sudah punya kontraktor yang sudah masuk ke dalam list gitu , ini kontraktor yang betul-betul capable. ” Ia juga menjelaskan bahwa mekanisme ini akan berjalan baik tatkala diiringi dengan keberadaan pooling fund atau kumpulan dana. “Contoh, di Meksiko, mereka sudah punya itu pooling fund itu sudah bisa untuk segera menugaskan kontraktor yang berada di wilayah (yang terjadi bencana) tadi,” ungkapnya memaparkan. Ihwal keberadaan kumpulan dana atau pooling fund , tahun ini pemerintah telah mulai membangun. Dana yang pertama dimasukkan ke pooling fund , kata Irfa, berasal dari APBN. “Tahun ini sudah dialokasikan ya 1 triliun,” katanya. Ke depan, dana yang saat ini dialokasikan untuk tanggap darurat, dapat mulai dialokasikan sebagian ke pooling fund . Pun apabila dana yang sudah dianggarkan tidak terpakai karena tidak terjadi bencana, dapat langsung dimasukkan ke pooling fund juga. Selain dana yang harus selalu siaga, Widjo Kongko menekankan anggaran kebencanaan harus memuat seluruh proses penanganan bencana. “Anggarannya harus melibatkan keseluruhan proses mulai dari mitigasi, proses rehab recon , tanggap darurat, termasuk kesiapsiagaan. Jadi kita melihatnya sebagai perencanaan anggaran yang keseluruhan. Yang komprehensif,” ungkapnya. Ia juga menekankan pentingnya pembagian proporsi dalam anggaran kebencanaan itu. “Keberimbangan antara mitigasi dengan tanggap darurat dan rehab rekon harus benar-benar diperhatikan. Jangan terlalu banyak di rehab rekon, sementara di mitigasi dikurangi,” katanya. TINGKAT KERAWANAN PIHAK PENANGGUNG Sangat Tinggi Tinggi Sedang Ditanggung Sendiri Ditanggung Bersama Ditanggung Bersama Rendah Ditanggung Asuransi Rehabilitasi Rekonstruksi Tanggap Darurat Mitigasi APBN Berjalan Asuransi Pooling Fund 41 MEDIAKEUANGAN 40 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020 " Keberimbangan antara mitigasi dengan tanggap darurat dan rehab recon harus benar-benar diperhatikan. Jangan terlalu banyak di rehab rekom, sementara di mitigasi dikurangi ". Dr. Widjo Kongko Ahli Tsunami dari Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT)
enyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan amanat Undang-Undang Dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 (dan amandemen) menjamin hak tiap warga negara untuk mendapat akses pendidikan. Kewajiban pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dalam penyelenggaraan pendidikan lebih jauh diatur dalam ayat ke-4 yang mengharuskan negara untuk memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN. Sejak diamanatkan satu dasawarsa silam dalam amandemen UUD 1945, akumulasi porsi anggaran di bidang pendidikan yang tak pernah kurang dari 20 persen itu telah menyentuh angka Rp4.000 triliun. Alokasi untuk anggaran pendidikan saat ini bertenger di urutan teratas sebagai belanja negara paling besar dalam APBN. Untuk tahun 2019, total anggaran di sektor tersebut mencapai Rp508,1 triliun. Setiap tahun alokasinya memiliki tren yang terus meningkat. Dalam RAPBN 2020 angkanya naik menjadi Rp505,8 triliun. Alokasi anggaran pendidikan dengan nilai yang besar tersebut memang tidak langsung dikucurkan ke kementerian/ lembaga terkait (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Sekitar 60 persen akan disalurkan melalui dana alokasi khusus (DAK) nonfisik ke daerah. Penggunaan DAK nonfisik diantaranya untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan tunjangan profesi guru. Desentralisasi dan otonomi daerah, termasuk dalam pengelolaan anggaran pendidikan, merupakan gagasan yang ditawarkan Kemenkeu dalam pengelolaan anggaran pendidikan. Dengan skema tersebut, Menkeu menitipkan harapan agar pengelolaan anggaran pendidikan bisa lebih dioptimalkan lagi. Pada salah satu acara dalam rangkaian Konferensi Pendidikan Indonesia (30/11) yang dihadirinya, Menkeu berpesan tentang pentingnya langkah nyata dalam penggunaan anggaran pendidikan agar berkontribusi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Akses kunci sukses Kunta Wibawa, Direktur PAPBN Direktorat Jenderal Anggaran menuturkan bahwa porsi anggaran pendidikan utamanya akan digunakan untuk mendukung fokus pemerintah dalam membuka luas akses pendidikan. Sebuah pekerjaan rumah yang paling berat memang untuk menyelenggarakan pendidikan secara merata, mengingat tantangan kondisi geografis yang dimiliki oleh Indonesia. Harapannya, tak ada lagi warga negara yang terhalang kesempatannya mendapat layanan dari fasilitas pendidikan. ”Makanya lebih pada upaya untuk menambah fasilitas sekolah yang terjangkau. Sekolahnya gratis. Lalu, orang mau datang ke sana (untuk belajar),” jelas Kunta. Kesuksesan program pembangunan akses pendidikan oleh pemerintah kepada masyarakat dapat diukur dengan menggunakan angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM). Menurut rilis resmi Kemendikbud 2018/2019 capaian APK Indonesia untuk jenjang SD, SMP, dan SMA, masing- masing 103,54 persen, 100,8 persen, dan 88,55 persen. Sementara untuk capaian APM, masing-masing sebesar 91,96 persen, 75,64 persen, dan 67,29 persen. Capaian APK dan APM Indonesia tersebut cukup mengecewakan, karena menunjukkan penurunan persentase di tiap kenaikan jenjang pendidikan. Meski belum menggembirakan, berdasarkan data bank dunia, rasio APK dasar dan menengah Indonesia setara dengan kebanyakan negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Dengan fokus pemerintah yang ingin segera menghadirkan layanan pendidikan secara merata di seluruh wilayah Indoensia, gap tersebut akan segera tertutup. Memantaskan kualitas pendidikan Memasuki dekade baru, pada 2020 ini pemerintah akan mengerucutkan konsentrasi pengembangan pendidikan dengan menitikberatkan ke akselerasi kualitas. Tentu, itu sejalan dengan rencana besar nasional, menuju Indonesia Emas 2045. Pendidikan berkualitas akan menghasilkan SDM yang berdaya saing tinggi. Harapannya, tak hanya unggul secara nasional tapi juga mendunia. Berbicara tentang peningkatan kualitas, pasti erat kaitannya dengan tiga unsur utama yang diperhatikan pemerintah dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Tiga unsur tersebut meliputi guru, murid dan kurikulum. Untuk itu, dalam anggaran pendidikan juga dialokasikan dana untuk meningkatkan kesejahteraan guru, pemberian fasilitas bagi murid untuk mengakses pengetahuan, dan penyusunan kurikulum yang tepat sesuai kebutuhan. Agar anggaran tersebut dapat diukur dengan baik efektifitas penggunaannya, Pemerintah pun selalu melakukan pengawasan ketat. Salah satu metode evaluasinya disebut public expenditure review . “Kita lihat, evaluasi, dan diskusikan dengan Bappenas, Kemendikbud, Kementerian Agama, Kemenristekdikti, termasuk Ditjen Perimbangan Keuangan. Kita membuat rekomendasi- rekomendasi perbaikan seperti apa,” jelas Kunta Wibawa. Beragam tantangan di lapangan Praktisi sekaligus pengamat pendidikan, Najelaa Shihab, cukup mengapresiasi sejumlah kebijakan pemerintah, utamanya dalam mendorong akses pendidikan. Najeela melihat pemerintah telah cukup memberi perhatiannya pada masalah ketimpangan kesempatan pendidikan, khususnya untuk anak-anak yang kurang beruntung, baik dari segi geografis maupun status ekonomi dan sosial. ”Wilayah 3T semakin diperhatikan, dan Kartu Indonesia Pintar juga menjadi salah satu solusi untuk membantu anak Indonesia tetap bersekolah. Selain itu, kesempatan anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa mengakses pendidikan yang berkualitas juga diharapkan meningkat dengan kebijakan penerimaan peserta didik baru berbasis zonasi,” terangnya. Namun memang harus diakui masalah yang ada di lapangan tidak semudah apa yang tersaji dalam data. Bagaimanapun tiap daerah di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri. Masalah- masalah kecil dalam pelaksanaan pendidikan di tiap daerah akan menggelinding seperti bola salju jika tidak diperhatikan dan ditemukan solusinya. Nani Rahakbaw, Kepala SMP Negeri 1 Tual, menyampaikan komentarnya terkait biaya operasional sekolah di tempatnya memimpin. Ia menggambarkan dengan kebutuhan biaya fotokopi untuk bahan ujian tengah semester (UTS). “Fotokopi di Tual per lembar 500 rupiah,“ ia melanjutkan, ”Saat UTS fotokopinya bisa jutaan. Kalau di Jawa seribu rupiah bisa dapat banyak, di sini baru dapat dua lembar.” Frederik S, Kepala SD Negeri Inpres 68 Sorong, menceritakan bagaimana sekolah yang dipimpinnya menjadi terfavorit di Sorong. Hal itu tentu saja membuat wali murid berbondong- Pemerintah Pusat 33 MEDIAKEUANGAN 32 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020
5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020 Nufransa Wira Sakti, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi APBN, Instrumen Menjaga Kestabilan Ekonomi KemenkeuRI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI KemenkeuRI KemenkeuRI majalahmediakeuangan A khirnya sampailah kita di penghujung tahun 2019. Tahun di mana pesta demokrasi memilih wakil rakyat dan pemilihan presiden dilakukan secara bersamaan dan menjadikan ruang publik hiruk pikuk dalam suasana terpecah belah. Beruntung semua berakhir dengan damai dan mulus dengan kembali menetapkan Joko Widodo sebagai presiden ke delapan. Tahun politik 2019 ini juga cukup banyak membawa Kementerian Keuangan ke dalan pusaran berita dan publikasi terutama terkait isu utang negara, pajak, gaji ASN, dan isu lainnya tentang keuangan negara. Salah satunya terkait tentang dana riset. Kurangnya anggaran negara untuk bidang riset yang dilontarkan oleh salah satu pengusaha besar di bidang market place , telah membuat isu ini menggelinding juga ke ranah politik. Tak pelak, isu ini juga berdampak pada bisnis market place sang pengusaha tersebut. Di tahun 2019 ini Presiden Jokowi menetapkan anggaran sebesar Rp1 triliun untuk dana riset dan selanjutnya akan membentuk Badan Riset Nasional. Hal ini diwujudkan dalam pembentukan Kementerian Riset dan Teknologi yang merangkap sebagai Kepala Badan Riset Nasional pada pemerintahan yang baru. Tax ratio yang selama ini hanya menjadi diskusi ekonomi makro, telah menjadi konsumsi kampanye Pilpres dan menjadi perhatian banyak masyarakat. Perlu diakui bahwa meningkatnya pendapatan negara menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Rasio pajak ( tax ratio ) Indonesia tahun 2018 mencapai sebesar 11,5 persen, yaitu meningkat 0,1 persen dibanding tahun sebelumnya. Walaupun terjadi peningkatan pertama kalinya setelah rasio pajak menurun terus menurus selama lima tahun terakhir, rasio pajak ini masih kecil bila dibanding negara Asia Pasific lainnya (OECD,2019). Tahun 2019 juga diwarnai dengan diperkenalkannya dana untuk penanganan bencana dalam APBN. Selain itu telah dilakukan juga piloting untuk memberikan asuransi bagi beberapa gedung dan aset Barang Milik Negara yang dianggap penting di daerah rawan bencana. Dalam APBN 2019 juga telah dikembangkan kerangka pendanaan risiko bencana, skema transfer risiko dan skema APBN. Sementara itu, anggaran pendidikan di tahun 2019 tetap konsisten dengan porsi 20 persen dari total belanja. Fokus belanja pendidikan di tahun 2019 adalah untuk menyiapkan generasi emas Indonesia 2045 agar sehat, cerdas, dan berkarakter. Dana pendidikan melalui beasiswa dan BOS diharapkan dapat mengangkat generasi penerus bangsa untuk membawa dirinya dan keluarga terlepas dari jerat kemiskinan. Program peningkatan kualitas SDM ini akan dilanjutkan juga dalam bentuk program pra kerja di APBN 2020. Tahun 2019 juga menjadi tahun transisi dari pemerintahan Kabinet Kerja ke Kabinet Indonesia Maju. Beberapa kementerian/lembaga memerlukan waktu untuk dapat merealisasikan anggarannya karena adanya perubahan nomenklatur. Beberapa menteri/pimpinan lembaga juga mengalami pergantian. Namun demikian APBN 2020 tetap harus dijalankan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Di tengah kondisi global yang sedang tidak cerah, APBN 2020 harus dapat menjadi alat untuk menjaga kestabilan ekonomi secara nasional. APBN dapat berperan untuk membuat perekonomian negara bertahan dalam guncangan global. Menghadapi tahun 2020, kita tetap optimis namun waspada terhadap perkembangan ekonomi global.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Menjadi Versi Terbaik dari Diri 43 MEDIAKEUANGAN 42 VOL. XV / NO. 155 / AGUSTUS 2020 Teks CS. Purwowidhu MEDIAKEUANGAN 42 P erhelatan wisuda yang sejatinya menjadi pengukir sejarah dalam perjalanan setiap insan intelektual tak ayal digelar secara daring di tahun 2020 ini untuk mencegah meluasnya pandemi COVID-19. Namun kondisi tersebut tak mengurangi sukacita yang terpancar kala itu dari wajah sang wisudawati pengemban gelar Master of Public Health, Nadhira Nuraini Afifa, dan segenap anggota keluarga yang turut hadir menemaninya dalam wisuda virtual Harvard School of Public Health di penghujung Mei 2020. Terlebih pada momen tersebut Nadhira didapuk sebagai student speaker mewakili angkatannya. Kesempatan istimewa itu diperolehnya setelah melewati beberapa tahap seleksi. Melalui pidato yang dibawakannya dengan lancar dan natural itu, Nadhira menuturkan betapa pentingnya peran kesehatan masyarakat dalam membangun solidaritas global untuk penanganan pandemi. “Melalui kesehatan masyarakat, orang-orang dipersatukan tanpa memandang perbedaan etnis, kebangsaan, dan spiritualitas,” tandasnya. Keharuan saat itu juga nampak nyata dari raut wajah sang ibu tatkala mendengar namanya diapresiasi oleh puteri bungsunya dalam pidato pada wisuda virtual tersebut. Terlepas dari kenangan hari bahagianya, bagi Nadhira, euforia kelulusan hanyalah momen sesaat, seperti nasihat sang ayah yang tersemat erat dibenaknya, “Ingat, kontribusi apa yang mau kamu berikan selepas ini,” ungkapnya. LPDP karena beasiswa LPDP juga salah satu yang paling generous ,” ujarnya. Ia pun mulai mencari role model , memecah mimpinya menjadi goal- goal lalu merincinya ke dalam to do list harian dengan time table yang terukur. “Akhirnya mimpi yang sebelumnya kelihatan jauh banget itu jadi nampak makin jelas,” katanya. Fokus mempersiapkan diri Sempat tidak lulus ketika mendaftar Harvard di tahun 2017 tak menyurutkan semangat Nadhira untuk kembali mencoba mendaftar di akhir tahun 2018. Ia belajar dari kegagalan sebelumnya dan melakukan upaya perbaikan. Kala itu, di tengah hiruk pikuknya mengobati pasien di sebuah rumah sakit di Lombok, NTB, ditambah gempa yang kerap terjadi di sana pada pertengahan 2018, Nadhira tetap fokus mempersiapkan diri menggapai impian masuk Harvard. Manajemen waktu menjadi tantangan terbesar untuknya tempo itu. 1,5 tahun pun dilakoni demi persiapan matang. Mulai dari mengulang test GRE (Graduate Record Examinaton), konsultasi dengan mentor, hingga menyusun personal statement . “ Personal statement yang paling lama aku kerjain kira-kira satu tahun dan revisi sampai 11 kali,” kenangnya. Nadhira menuturkan kunci membuat personal statement adalah autentisitas. “Pilih satu tema spesifik yang kita anggap paling menarik dan paling menggambarkan diri kita,” tutur alumni FKUI ini. Kali kedua mencoba, Nadhira akhirnya diterima berkuliah di Harvard School of Public Health. Ia memilih departemen Global Health and Population dengan konsentrasi studi di bidang nutrisi. Masa awal orientasi perkuliahan di 2019 menjadi ujian tersendiri bagi Nadhira. Ia sempat merasa minder dan minoritas karena selain di angkatannya pada tahun tersebut hanya ia sendiri yang berasal dari Indonesia, ia juga dikelilingi teman- teman profesional yang lebih senior darinya. Namun Nadhira tetap semangat beradaptasi dengan lingkungan yang sama sekali baru baginya. Seiring berjalannya waktu ia pun cakap mengatasi tantangan adaptasi. Datangnya beragam kesempatan untuk mengembangkan diri kian menambah semangatnya menikmati hari-hari di Harvard. “Menariknya memang di Harvard itu banyak banget membuka kesempatan ke berbagai pengalaman yang tingkatnya internasional gitu,” ucap salah satu delegasi Harvard dalam peninjauan kesehatan Afrika tersebut. Menorehkan pemikiran Nadhira meresapi betul arti menulis bagi dirinya. Jejak pemikirannya dapat dilihat melalui berbagai karya tulisannya seputar kesehatan masyarakat di lini media massa. Ia mulai rutin menekuni aktivitas ini sejak 2017. Dalam setahun ia menghasilkan sekitar lima atau enam tulisan. Nadhira menikmati proses dalam menulis yang mengharuskannya banyak membaca dan melakukan riset, “Proses dalam menulis itu sendiri bikin wawasanku bertambah, terlepas dari tulisannya akan terpublikasi __ atau tidak,” ungkapnya. Perempuan yang selama studi aktif sebagai jurnalis untuk majalah Harvard Voices in Leadership ini menuturkan menulis mendatangkan banyak manfaat. Lewat menulis, bukan hanya kita dapat membagikan pemikiran kepada orang banyak tapi juga dapat membuka pintu kolaborasi dengan banyak pihak. “Dengan banyak yang membaca tulisan kita, otomatis network kita jadi lebih luas,” tuturnya. Nadhira berpesan kepada para generasi muda untuk tidak lelah mengejar mimpi setinggi apapun itu “Karena at the end itu mungkin banget loh untuk digapai,” ucap peraih predikat kelulusan Cum Laude ini. Ia juga berharap anak muda Indonesia tetap produktif dan menjaga semangat kompetitif walau di masa pandemi. “Harus terus memperluas wawasan dan memperkaya ilmu, bukan untuk mengalahkan orang lain tapi untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri,” pungkasnya. Inovasi penanggulangan pandemi Setelah setahun menempuh studi di Amerika, Nadhira kembali ke Indonesia, tepatnya di bulan April 2020 lalu. “Sebenarnya masih tersisa dua bulan lagi sebelum graduation , tapi karena kelasnya sudah online semua akibat pandemi jadi aku pulang saja,” ujarnya. Berbekal seluk beluk ilmu kesehatan masyarakat yang ditimbanya selama studi, seperti kebijakan kesehatan, inovasi kesehatan global, dan ekonomi kesehatan, Nadhira bertekad memberi yang terbaik melalui ilmunya. Tak berselang lama, sepulangnya ke Indonesia awal april lalu, Nadhira dan timnya berkolaborasi dengan Pemprov DKI Jakarta membangun inovasi penanganan COVID-19 berupa fitur kalkulator COVID-19 yang diberi nama JakCLM di aplikasi JAKI (Jakarta Kini) yang dapat diunduh melalui smart phone . Fitur ini memungkinkan pengguna aplikasi untuk melakukan cek mandiri gejala COVID-19. Teknologi CLM (Corona Likelihood Metric) berbasis machine learning yang digunakan pada fitur tersebut menjadikan hasil tes gejala lebih akurat. Dari hasil tes yang diperoleh, pengguna akan diberikan rekomendasi untuk menjalani rapid test atau PCR test . “Jadi kita ingin orang- orang yang skornya tinggi dari aplikasi ini bisa dirujuk langsung ke PCR dan kemungkinan besar PCR-nya akan positif. Dengan begitu PCR-nya akan tepat sasaran dan akhirnya menghemat biaya juga,” pungkas pemenang kompetisi hackathon MIT Innovation in Global Health Systems 2019 itu. Sebagai seorang dokter sekaligus ahli kesehatan masyarakat, Nadhira mengapresiasi kedisiplinan masyarakat Indonesia dalam menerapkan protokol pencegahan COVID-19 yang dinilainya masih jauh lebih baik dibandingkan Amerika. Di lain pihak, ia juga berharap agar tenaga medis lebih diperhatikan kesejahteraannya. “Karena tenaga medis bekerja sangat keras di masa pandemi ini,” ucapnya. Menjatuhkan pilihan Tiada terbersit sebelumnya untuk menjadi profesional di bidang kesehatan masyarakat, pengalamanlah yang membawa Nadhira ke destinasi tersebut. Selama bertugas sebagai koas di Lombok ia banyak menangani anak-anak yang menderita stunting dan malnutrisi. Ia belajar bahwa penanganan masalah kesehatan masyarakat utamanya terletak pada sistem. “Kebijakan publik yang tepat akan sangat impactfull untuk orang banyak dalam satu waktu,” tandas perempuan yang baru beranjak 25 tahun tersebut. Setelah melakukan banyak riset untuk meyakinkan diri atas passionnya dan jurusan yang dapat mengakomodir passion tersebut, Nadhira memutuskan untuk mendaftar ke Harvard School T.H. Chan of Public Health. Terinspirasi dari kedua kakaknya yang terlebih dahulu menjadi awardee beasiswa LPDP, ia pun memutuskan jejak yang sama. “Jadi saat aku mencari beasiswa, top in mind -nya hanya Gedung Danadyaksa Cikini Jl. Cikini Raya no. 91 A-D Menteng Telp/Faks. (021) 3846474 E-mail. lpdp@depkeu.go.id Twitter/Instagram. @LPDP_RI Facebook. LPDP Kementerian Keuangan RI Youtube. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan LPDP RI Foto Dok. Pribadi Nadhira Nuraini Afifa, Awardee LPDP Harvard School of Public Health
“Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Ekonomi pandemi T ak ada satupun negara di dunia yang siap berhadapan dengan pandemi. Beragam strategi diterapkan masing-masing negara untuk bertahan melewati krisis, termasuk Indonesia. Beragam kebijakan diterbitkan demi menyelamatkan berbagai lini terdampak pandemi. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan, “Saya bilang ini ekonomi pandemi. Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Tak semata kesehatan, namun juga dampak- dampak lain yang mengikutinya. “Kalau kesehatan kena, (lantas) tidak tertangani dengan baik akan menciptakan dampak sosial. Dampak sosial yang eskalasinya meninggi, tidak bisa diatasi akan menimbulkan dampak ekonomi, krisis. Ketika krisis terjadi, dampak sosial akan lebih besar lagi, lalu kolaps secara ekonomi nasional,” tuturnya. Kondisi semacam itu kemudian menjadi dasar bagi pemerintah dalam bersikap. Yustinus mengatakan bahwa kebijakan PEN ini bukan menjadikan ekonomi sebagai panglima. Alih- alih demikian, kebijakan ini justru mendudukkan kembali ekonomi pada perspektif asalnya, yakni ihwal kelangsungan hidup. “Ekonomi itu ya soal survival. Soal hidup orang. Soal bagaimana pelaku UMKM bisa berjualan lagi, itulah ekonomi. Soal bagaimana orang yang di-PHK itu bisa makan, itu adalah ekonomi,” tutur alumni pascasarjana Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia ini. Karena itu, program PEN setidaknya mencakup tiga hal utama yakni penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial, serta stimulus ekonomi bagi pelaku usaha. Selaras dengan hal itu, peneliti senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad berpendapat bahwa program PEN sudah mengakomodasi agenda untuk mitigasi risiko resesi. “Secara umum sebenarnya sudah menangkap beberapa agenda mengantisipasi mitigasi risiko resesi, baik untuk bantuan sosial, penanganan kesehatan hingga ekonomi,” katanya melalui keterangan tertulis. Namun demikian, menurutnya masih terdapat beberapa hal yang masih perlu dievaluasi, antara lain ihwal mekanisme bantuan sosial dan stimulus ekonomi bagi pelaku UMKM. Tauhid menyarakan adanya evaluasi bentuk bantuan sosial. “Pertama, bentuk non-tunai hanya menguntungkan pada rantai nilai yang dimiliki sebagian kecil pengusaha. Ini terjadi karena lembaga usaha yang dilibatkan dalam bantuan sembako sangat terbatas,” katanya. “Kedua, karena diberikan dalam bentuk non tunai (sembako, minyak, sarden, gula, dsb) maka yang berputar kebutuhan hanya pada komoditas tersebut sehingga tidak dapat menggerakkan UMKM kebutuhan lainnya,” paparnya melalui keterangan tertulis. Sedangkan terkait stimulus bagi pelaku UMKM, Tauhid mengkhawatirkan keberadaan pelaku UMKM di luar jangkauan perbankan berpotensi menurunkan tingkat efektivitas kebijakan ini. Sebab menurutnya, beragam program stimulus yang ada saat ini belum dapat menjangkau kelompok yang berada di luar jangkauan perbankan tersebut. Dari kekhawatiran itu, Tauhid menyarankan beberapa hal untuk mendorong efektivitas PEN. Bagi pelaku UMKM, Tauhid berpendapat perlunya skema khusus untuk menjangkau para pelaku UMKM yang tidak terjangkau oleh lembaga keuangan. Sementara itu, H.M. Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengatakan bahwa PEN adalah langkah yang tepat untuk dilakukan pemerintah. “Prinsipnya saya melihat dari sisi desain, PEN sebagai jurus untuk memulihkan ekonomi kita sudah sangat benar. Namun dari sisi realisasi ini yang kita harus hati-hati. Disiplin pada target, sehingga rencana di atas kertas bisa ditransformasikan menjadi intervensi lapangan yang berdampak,” paparnya melalui keterangan tertulis. Pria kelahiran Sumenep ini mengatakan bahwa saat ini realisasi program-program yang ada masih terbilang rendah. “Sektor kesehatan, misalnya, serapannya baru 5,12 persen. Padahal sektor ini adalah episentrum masalah,” paparnya. Ia khawatir, realisasi yang rendah ini tatkala diburu target realisasi tinggi dapat berakibat eksekusi yang kurang akurat. Situasi demikian menurutnya akan mempengaruhi efektivitas program. Senada dengan Tauhid Ahmad, Said juga berpendapat bahwa momentum adalah faktor penting dalam keberhasilan program PEN. Integrasi Data Tantangan pemulihan ekonomi nasional tidak luput dari perkara data. Misalnya, terkait skema khusus bagi pelaku UMKM yang tidak terjangkau perbankan yang sebelumnya ia sampaikan, Tauhid Ahmad berpendapat bahwa kondisi itu tidak serta merta dapat dicapai tanpa pendataan yang memadai. “Ini tentu dengan proses pendataan yang memadai dan sebagai langkah awal dapat menggunakan data Sensus Ekonomi BPS Tahun 2016/2017 yang memuat cukup detail dengan tambahannya adanya update tahun 2020,” papar Tauhid. Lantas terkait bantuan sosial, ia beranggapan bahwa data yang dijadikan basis pendistribusian yakni Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tak lagi relevan dengan kondisi lapangan. Untuk itu, Tauhid menyarankan pemerintah perlu memperkuat integrasi bantuan untuk pelaku UMKM dalam “satu pintu” dengan menggabungkan dan verifikasi data yang ada di perbankan, data perpajakan, serta data pembinaan di Kementerian Koperasi dan UKM. “Ini memperkuat daya dorong UMKM lebih cepat pulih,” paparnya. Perihal data, Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan, “Datanya tidak sempurna sudah pasti, tapi itu memang data terbaik yang kita punya. Dan, kita ingin melakukan program ini secepat mungkin. Kalaupun dia ada inclusion-exclusion error secara relatif harusnya bisa dipahami,” ujarnya. Febrio juga menambahkan bahwa perbaikan data yang dijadikan acuan terus dilakukan pemerintah. Data yang andal, menurutnya, akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. “Tapi sementara ini kita memang butuh gerak cepat. Ada inclusion-exclusion error itu kita tolerir, sepanjang ini programnya memang arahnya ke masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya. Hal ini kembali pada salah satu orientasi semula program PEN yakni menyelamatkan sisi rumah tangga. “Bagaimana rumah tangga masyarakat yang paling rentan ini ditolong dulu,” jelasnya. Kendati tak alpa dari kendala, pemerintah terus berupaya memperbaiki implementasi program PEN melalui monitoring dan evaluasi. “Nah inilah tiap minggu dilakukan monev di Kemenkeu untuk mengevaluasi semua program ini. Mana yang jalan, mana yang kurang jalan. Yang kurang jalan, siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat, atau diganti programnya, dan sebagainya,” pungkas Kepala BKF. Tantangan PEN tidak luput dari perkara data, data yang andal akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. Foto Anas Nur Huda Menjaga Momentum Pemulihan ekonomi nasional ibarat perjalanan panjang yang melintasi berbagai jalan terjal. Kendaraan yang mutakhir serta pengemudi yang mumpuni tak serta merta jadi faktor utama. Kendati risiko telah dipotret dan diantisipasi dengan baik, tidak lantas PEN jadi bersih dari catatan. Tauhid Ahmad menuturkan apabila dibandingkan dengan negara-negara lain yang menerapkan program serupa, program PEN sudah hampir sejajar. Yustinus Prastowo Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
lama setelah pemberlakuan PSBB, DJPb meluncurkan e-SPM. Aplikasi tersebut memungkinkan pengajuan SPM elektronik secara lebih transparan. Dengan fitur di dalam aplikasi tersebut, kini petugas Satker dapat memantau berkasnya sudah diproses higga tahapan yang mana. Adaptasi di masa pandemi Meski sadar akan tanggung jawab dalam pekerjaan, Ibu dari dua anak ini paham betul ia harus merelakan waktu dan kesempatan berkumpul bersama keluarga di saat mereka melaksanakan himbauan untuk tetap berada di rumah. Tak ayal, putra dan putri Eny pernah melayangkan protes padanya, “Kok gak kerja di rumah aja sih, Ma?” ucapnya menirukan sang buah hati. Eny paham bahwa keberatan anak-anaknya itu tak lain sebagai bentuk perhatian dan kekhawatiran mereka. Eny memaklumi jika anak-anaknya dalam kesempatan ini ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga. Tapi di sisi lain, mereka juga sadar bahwa pekerjaan ibunya begitu mulia. Bagaimanapun jika tanpa peran Ibunya, pencairan dana untuk penanganan dan bantuan masyarakat yang terdampak COVID-19 akan terhambat. Selama masa pemberlakuan PSBB, ia bersyukur dapat memangkas waktu tempuh perjalanan pulang dan pergi dari rumah ke kantor. Namun, rasa was-was justru dirasakan Eny saat ini, ketika memasuki masa peralihan PSBB. Kini, ia dan jutaan warga megapolitan Jakarta kembali harus merasakan kemacetan jalanan ibukota. “Belum kalau nanti dibikin ganjil-genap lagi,“ serunya setengah tersenyum. Jika kebijakan tersebut kembali diberlakukan, mau tak mau ia harus berselang-seling antara menggunakan kendaraan pribadi dan moda transportasi publik lain yang tersedia. Rasa khawatir karena risiko terpapar kembali muncul jika nanti ia terpaksa harus menggunakan transportasi publik. Namun, ia sendiri meyakinkan hatinya bahwa ia akan tetap menajalankan amanah pekerjaan dengan meminta perlindungan sang Maha Esa. Bersiap menyambut norma baru Eny menghela nafas. Pikirannya melayang ke masa- masa sebelum pandemi ini menjangkit seluruh dunia. Ia merindukan normal lama. Segalanya tampak begitu mudah dan menyenangkan untuk dilakukan. Sayang, hal tersebut baru bisa kita rasakan kini, setelah segala sesuatu semakin dibatasi. Perempuan kelahiran Klaten ini sangat merindukan Minggu paginya. Hari libur tersebut biasa ia habiskan dengan suami dengan jogging di GOR Pakansari, Cibinong. Setelah cukup berkeringat, mereka berjalan santai menikmati keramaian pasar tumpah di area GOR tersebut. Sesudahnya, sepiring nasi pecel di salah satu penjual lesehan di sana kerap menjadi penutup aktifitas fisiknya. Sudah tiga bulan terakhir cara Eny refreshing di akhir pekan itu terhenti sejak ditutupnya GOR karena PSBB. Sungguh sebuah kegiatan sederhana yang kini menjadi kemewahan. Ia berharap kondisi di negeri ini bisa berangsur membaik seiring berjalannya waktu meski dengan tatanan normal baru. Dengan begitu semua orang tak perlu was- was dan bisa enjoy menjalankan tugas. Ia hanya punya satu harapan sederhana, agar semua bisa tetap sehat. “Buat saya yang penting sehat, bisa terus ndampingi anak-anak lulus kuliah sampai sukses semua,” pungkas Eny. 35 MEDIAKEUANGAN 34 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020 Bugar Teks dr. Nur Zahratul Jannah | Foto Denny Aulia 35 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020 K etika mendengar kata new normal atau kenormalan baru, kita langsung teringat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), cuci tangan, serta etika batuk yang sudah sering dipromosikan oleh pemerintah. Pengetahuan tersebut menuntut kedisiplinan dan konsistensi. Dua hal yang tidak sesederhana kedengarannya. Kebiasaan baru bisa terasa lebih berat hingga kita merasa jenuh lalu abai. Di sinilah diperlukan peran rekan kerja untuk saling mengingatkan. Kenormalan baru bukan sekedar menerapkan protokol, namun juga kepedulian terhadap rekan kerja. Saat di kantor, kita bekerja di ruangan yang sama, menggunakan fasilitas yang sama, dan pendingin udara yang juga sama dengan ventilasi udara yang minim. Saat teman kita sakit, dulu mungkin biasanya kita cuek, tetapi di kondisi pandemi ini kita sepatutnya juga turut khawatir. Alih-alih memberikan stigma negatif, dukungan, kepedulian, sikap positif, dan kepekaan kepada rekan kerja yang sedang sakit adalah hal yang harus kita tumbuhkan. Sebelum masuk bekerja ke kantor, selalu lakukan self assasesment dengan jujur, bukan hanya demi kesehatan diri sendiri tetapi juga orang-orang di sekitar kita. Jika tergolong berisiko tinggi, maka hendaknya jangan memaksakan diri untuk masuk kerja karena kelalaian kita berpotensi menularkan penyakit ke teman kantor bahkan keluarga mereka. Demikian halnya jika kita sehat, sepatutnya harus kita syukuri dengan cara lebih produktif dalam bekerja. Sebuah jurnal menunjukkan orang yang aktif, secara fisik lebih baik imunitasnya daripada yang tidak cukup aktivitas fisiknya. Menjaga badan tetap produktif akan menumbuhkan pola pikir positif dalam diri dan meningkatkan imunitas tubuh. Jadi, jika kita sehat berdasarkan self assesment , jangan enggan jika Anda memang harus masuk kantor tentunya dengan mengikuti protokol kesehatan. Segala kebiasaan baru ini akan berat dan canggung pada awalnya. Siapa yang nyaman memakai masker setiap saat di dalam kantor, membersihkan meja kerja dengan disinfektan sebelum dan sesudah selesai kerja, mengingatkan rekan kerja saat mereka lupa menutup mulut ketika bersin, rajin mencuci tangan? Semua itu pasti tidak mudah. Namun jika dilakukan bersama-sama maka akan lebih menyenangkan. Pakar menyatakan bahwa pandemi ini mungkin akan berjalan dalam waktu yang tidak singkat. Kitalah yang harus mampu untuk adaptif terhadap tantangan yang ada. New Normal di Tempat Kerja, Seperti Apa?