Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
sebagai daerah kontributor tertinggi untuk realisasi investasi. Pemda Jabar juga berhasil mencatat persentase tertinggi realisasi investasi penanaman modal asing (PMA), sebesar 19,1 persen. Bumi Pasundan juga berkontribusi besar untuk menambah PDB nasional sebesar 24,4 persen di sektor industri manufaktur. Di bidang ekspor, Jabar juga memimpin sebagai daerah dengan kinerja ekspor nasional. Produk komoditas yang diunggulkan Jabar antara lain dari industri mesin, mekanik, dan elektronik, serta industri tekstil. ”Di Jawa Barat kami juga memiliki industri di bidang kendaraan, pesawat terbang dan perlengkapannya yang menyumbang 16,25 persen dari komposisi komoditas ekspor Jawa Barat,” beber Moh. Arifin Soedjayana, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat, merinci. Sebagai industri khas yang hanya ada di Jawa Barat, bahkan satu-satunya di Asia Tenggara, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) memiliki peran dalam menambah angka kinerja ekspor Jabar. Sepanjang 2019 lalu, PTDI berhasil merampungkan pesanan 1 unit pesawat CN235 untuk Angkatan Darat Nepal dan 2 unit pesawat NC212i untuk MOAC Thailand. Meski secara kuantitas produk yang dihasilkan tergolong kecil, namun nominal yang dihasilkan cukup menjanjikan. Sebagai contoh, nilai kontrak dari tiga pesawat tersebut kurang lebih mencapai US$ 55 juta. Untuk memenuhi permintaan tersebut PTDI menjalin kerja sama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Impor (LPEI), special mission vehicle di bawah Kemenkeu, melalui national interest account (NIA). Bantuan yang didapat berupa pembiayaan melalui skema buyer’s credit dan working capital untuk negara-negara yang dibidik oleh Perusahaan dalam kaitannya untuk peningkatan ekspor. Industri penerbangan memiliki tantangan unik yang menuntut pemain dalam industri ini terus berbenah. Dari sisi eksternal upaya peningkatan ekspor, perusahaan plat merah ini terus menyesuaikan adanya perkembangan teknologi dan pasar. Untuk itu solusinya adalah membina kerjasama strategis dengan industri penerbangan terkemuka terkemuka di dunia. Tujuannya agar dapat meningkatkan kemampuan teknologi melalui peran sebagai global supply chain. ”Sehingga technology readiness level (TRL) dan manufacturing readiness level (MRL) PTDI dapat mencapai level yang diakui di seluruh dunia” ungkap Elfien Guntoro, Direktur Utama PTDI. Nasionalisme Sebiji Cokelat Ekspor Satu lagi kisah sukses upaya peningkatan ekspor secara holistik yang melibatkan kerjasama banyak pihak datang dari Bali. Desa Nusasari di Kabupaten Jembrana baru saja ditetapkan sebagai Desa Kakao Devisa, sebuah pilot project yang diinisiasi oleh LPEI. Perjalanan panjang desa ini hingga sukses menjadi percontohan pengolahan kakao dimulai tahun 2010. Keberhasilan desa ini tak lepas dari hadirnya pendampingan dari Yayasan Kalimajari. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) tersebut berfokus pada pemberdayaan masyarakat melalui dua komoditas spesifik yaitu kakao dan rumput laut. Tujuan mereka adalah meningkatkan potensi produk kakao di Desa Nusasari. ”Saat itu Pemda Jembrana mengizinkan kami dengan cara menghidupkan kembali Koperasi Kerta Samaya Samaniya (KSS), yang saat itu sudah terbengkalai,” ungkap IGA Agung Widiastuti, Direktur Yayasan Kalimajari. Pendekatan mereka awalnya sempat ditolak komunitas petani lokal yang sudah tidak percaya dengan Koperasi KSS yang mereka aktifkan kembali. Tapi widi dan timnya tak menyerah dalam memperkenalkan perubahan yang akan mereka buat. Beberapa poin penting yang mereka perkenalkan kepada petani lokal adalah mengubah komoditas kakao menjadi organik, berkesinambungan dan menambah value produk yang dijual menjadi fermented beans. Dengan langkah tersebut, akan meningkatkan harga jual produk. Keunggulan lain dari biji kakao fermentasi adalah pencantuman asal (origin) dari produk tersebut ketika dijual dan diolah di seluruh dunia. Perkenalan KSS dan Kalimajari dengan LPEI dimulai di 2012. Bantuan yang diberikan LPEI adalah penyediaan pelatihan dan penyediaan sarana-prasarana koperasi, yang berfokus untuk peningkatan kapasitas koperasi dan para anggotanya. Tonggak sejarah produk biji kakao hasil dari petani di Nusasari dikenal internasional terjadi pada 2014. Saat itu KSS bersiap melakukan rencana ekspor pertama mereka di tahun berikutnya. Sebagai tindak lanjut serius, KSS meminta bantuan berupa training penguatan ekspor dari LPEI. Pendampingan Yayasan Kalimajari kepada para petani yang tergabung di Koperasi KSS memang menitikberatkan pada kesinambungan. Oleh karena itu, proposal bantuan yang mereka ajukan ke LPEI lebih banyak berbentuk permohonan penyediaan pelatihan. Bagi anggota, ilmu yang diperoleh dari pelatihan akan dijadikan bekal untuk pengembangan kualitas produk biji kakao fermentasi Jembrana. Sementara itu, untuk pengelola koperasi dan yayasan pelatihan tersebut berperan dalam peningkatan kompetensi pendampingan tak hanya ke anggota, tapi juga ke pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan. Upaya bersama ini terus dilakukan untuk menjamin kelestarian biji kakao fermentasi agar tetap menjadi komoditas utama di Jembrana. ”Dan tentunya, memastikan merah putih tetap dikenal, meski dari sebiji coklat dari Jembrana.” pungkasnya. 19 MediaKeuangan 18 VOL. XV / NO. 150 / MARET 2020 Gerak Bersama Lambungkan Indonesia Teks Dimach Putra Laporan Utama Foto Anas Nur Huda Di tahun 2019 PTDI diantaranya berhasil merampungkan pesanan satu unit pesawat CN235 untuk Nepal. MediaKeuangan 18 A kselerasi investasi dan peningkatan ekspor telah lama menjadi prioritas nasional dalam menyeimbangkan neraca transaksi berjalan. Namun dalam pelaksanaannya, kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah pusat untuk mendukung upaya tersebut akan banyak bersentuhan dengan wewenang pemerintah daerah (Pemda). Perlu usaha serius dari Pemda untuk terus berlomba-lomba menambah daya tarik agar daerahnya dilirik para investor untuk membuka usaha di sana. Selain itu, kesiapan pelaku usaha harus terus didorong agar produknya memiliki daya saing sebagai komoditas ekspor. Belajar dari Jabar Di tingkat nasional, Jawa Barat (Jabar) berhasil menorehkan persentase tertinggi terkait investasi. Provinsi yang dipimpin Ridwan Kamil ini mencatat
BPHN
Relevan terhadap
Dewan Perwakilan Rakyat. Pada kesempatan ini Badan Pembinaan Hukum Nasional telah mengundang narasumber Prof. Dr. Siti Ismijati Jenie, S.H., CN yang merupakan Guru Besar Fakul tas Hukum Universitas Muham madiyah Yogyakarta dan Bapak Bambang Djauhari, S.H dari Oto ritas Jasa Keuangan. Diskusi Publik ini dihadiri pula oleh Dr. Akhmad Budi Cahyono, S.H.,M.H selaku Ketua Tim Penyusunan Naskah Akademik. Peserta yang diundang dalam kegiatan diskusi publik sejumlah 60 orang, yang mewakili Akademisi Fakultas Hukum Universitas se-Yogyakarta; perwakilan instansi penegak hukum; institusi pemerintahan Provinsi D.I. Yogyakarta; kantor notaris; dan kantor perusahaan pembiayaan di Yogyakarta. Dalam diskusi publik tersebut dibahas berbagai permasalahan penerapan Jaminan Fidusia di masyarakat yang mendorong perlunya perubahan terhadap UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, salah satunya adalah perkembangan pengurusan Jaminan Fidusia yang sebelumnya konvensional secara manual ke transaksi yang modern secara digital berbasis teknologi informasi ( Fidusia Online ). Perkembangan ini untuk merespon dunia usaha agar proses pembiayaan bisa dilaksanakan secara cepat, mudah, aman, dan lebih memberikan kepastian hukum. Berbagai perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam praktek pelaksanaan UU Jaminan Fidusia yang juga dilakukan pembahasan, misalnya: 1. Lingkup Objek Fidusia Dalam UU Fidusia, Pesawat Terbang dikecualikan dari objek yang dapat dibebankan oleh fidusia. Saat ini tidak ada pengaturan mengenai hipotik pesawat terbang termasuk lembaga yang dapat menerima pendaftaran hipotik pesawat terbang. Dalam praktiknya pen ja minan pesawat terbang marak dilakukan secara fidusia terhadap mesin-mesinnya saja karena adanya pengecualian pesawat terbang sebagai objek fidusia. 2. Pendaftaran Fidusia Tidak ada pengaturan batas waktu pendaftaran dalam UU Fidusia sehingga penerima fidusia cenderung mengabaikan pendaftaran dan baru akan melakukan pendaftaran setelah ada wanprestasi dalam rangka eksekusi objek fidusia. 3. Penghapusan Fidusia Mekanisme penghapusan Fidu sia sebagaimana tercantum dalam Pasal 25 ayat (3) UU Jaminan Fidusia tidak efektif, banyak fidusia yang masih terdaftar sebagai jaminan Fidusia padahal sejatinya perjanjian pokoknya sudah berakhir. Data fidusia yang tidak update ini tidak menjamin kepastian hukum bagi pihak ketiga. 4. Sanksi Pidana UU Jaminan Fidusia mengatur beberapa ancaman pidana denda yang ancaman pidananya tidak cukup signifikan dibandingkan dengan nilai ekonomi transaksi yang dijaminkan secara fidusia yang sudah mencapai ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Kegiatan yang diadakan di Yogyakarta ini menjadi kesempatan yang sangat baik untuk mendapatkan masukan dan tanggapan seputar permasalahan yang telah dipaparkan. Hasil dari Diskusi Publik ini menjadi bahan pengayaan substansi dalam draft Naskah Akademik RUU Perubahan UU Jaminan Fidusia yang saat ini sedang disusun oleh Tim Penyusun Naskah Akademik-BPHN. (pusren) Partisipasi masyarakat dimak sud dibutuhkan untuk mendukung pembentukan peraturan perundang-undangan yang partisipatif dan sesuai dengan kebutuhan masya rakat. Output yang didapatkan dari kegiatan diskusi publik ini adalah untuk memperoleh masukan dan pemikiran terkait isu-isu krusial guna penyusunan Naskah Akademik RUU Perubahan UU Jaminan Fidusia. "
Pribadi
Relevan terhadap
1 Cahyaning Tyas Anggorowati_Juni 2024 ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN HIGHER FOR LONGER THE FED TERHADAP ARUS MODAL DI INDONESIA Penulis: Cahyaning Tyas Anggorowati Pengolah Data Hukum Perjanjian Senior, Biro Hukum (Pegawai Tugas Belajar Program Magister di Universitas Indonesia) A. PENDAHULUAN Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi yang begitu pesat, kebijakan suatu negara akan berpengaruh terhadap kebijakan negara lain di dunia. Salah satunya adalah kebijakan terkait suku bunga the Fed . Kebijakan the Fed dalam menaikkan the federal funds rate tentunya akan mendapatkan perhatian dari berbagai bank sentral di negara lain di dunia. Bank sentral di berbagai dunia akan bereaksi dengan menyesuaikan kebijakan moneter di masing-masing negaranya. Fenomena Higher for Longer the Fed saat ini menjadi topik diskusi bagi banyak ekonom di dunia, termasuk di Indonesia. Fenomena Higher for Longer the Fed terjadi ketika the Fed menaikkan the federal funds rate , hal tersebut kemudian berdampak pada kenaikan suku bunga secara keseluruhan, sehingga individu maupun industri akan menghadapi biaya pinjaman yang mahal dalam menjalankan operasional bisnis. Namun demikian suku bunga yang tinggi juga akan mendorong peningkatan dalam tabungan suatu negara. Suku bunga yang tinggi akan dipandang baik ketika mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun sebaliknya, akan dipandang buruk pada saat terjadi inflasi. Fenomena Higher for Longer juga dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik yang terus berlangsung sehingga menyebabkan berlanjutnya kenaikan harga pangan dan energi (inflasi global). Kenaikan suku bunga yang berlangsung lama tentunya akan berdampak pada banyak pelaku usaha, baik bisnis, pemerintah, maupun ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Salah satu dampak dari kenaikan suku bunga pinjaman adalah terjadinya risiko downside atas investasi di Indonesia. Indonesia saat ini sedang menghadapi kebutuhan modal yang tinggi untuk membiayai berbagai macam proyek infrastruktur yang telah direncanakan oleh pemerintah dalam cakupan Proyek Strategis Nasional (PSN). Pembiayaan PSN tersebut dapat berasal dari APBN, kerja sama pemerintah dan badan usaha, maupun pendanaan pihak ketiga (swasta). Hal ini tentunya membutuhkan analisis mendalam atas kebijakan suku bunga yang akan berdampak pada minat investor dalam menanamkan modal ke Indonesia.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Teks Ariza Ayu Ramadhani, pegawai Biro KLI Sekretariat Jenderal *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 Potensi Pertumbuhan Ekonomi PELAJARAN DARI PANDEMI UNTUK S ebelum COVID-19, sejarah mencatat kemunculan empat pandemi selama abad ke-21 yaitu N1H1 atau flu burung di tahun 2009, SARS di tahun 2002, MERS di tahun 2012 dan Ebola di tahun 2013 – 2014. Dari kelima pandemi tersebut, tingkat fatalitas COVID-19 memang bukan yang tertinggi, tapi yang paling mudah menular dari manusia ke manusia sehingga persebarannya sangat cepat. Dari data WHO, sejak Desember 2019 sampai Juni 2020 tercatat 7,69 juta kasus COVID-19 di seluruh dunia. Negara-negara yang terjangkit wabah COVID-19 mulanya mengalami krisis kesehatan yang selanjutnya menjalar ke krisis ekonomi dan berpotensi menuju ke krisis sektor keuangan. Adanya wabah yang sangat mudah menular dari manusia ke manusia menyebabkan negara harus membuat kebijakan pembatasan aktivitas fisik seperti bekerja, sekolah, dan rekreasi yang berarti juga menghentikan aktivitas ekonomi. Di Indonesia, pembatasan fisik ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi di kuartal I/2020 hanya sebesar 2,97%. Sebagai perbandingan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal yang sama di tahun 2019 adalah sebesar 5,19%. Hantaman krisis diprediksi paling berat terjadi di kuartal kedua dengan pertumbuhan ekonomi di bawah nol. Studi yang dilakukan Simon Wren- Lewis, Ekonom Universitas Oxford, menunjukkan bahwa dampak terbesar dari pandemi terhadap ekonomi diprediksi terjadi selama 3 sampai 6 bulan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi kurang lebih sebesar lima persen (5%). Setelah periode tersebut, pertumbuhan ekonomi akan kembali melaju (bounce-back) . Oleh karena itu, di samping terus menangani COVID-19 baik dari sisi kesehatan maupun dampaknya terhadap masyarakat, kita dapat bersiap untuk memetik pelajaran dari COVID-19 ini untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi di masa depan. Human Capital Studi mengenai teori Pertumbuhan Ekonomi Endogenous menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara lebih ditentukan oleh sumber daya manusia ( human capital ) dan inovasi yang dilakukan di dalam sebuah sistem perekonomian melalui research and development (R&D). Teori ini pertama kali muncul di tahun 1962 yang terus menjadi perhatian para ekonom hingga saat ini. Sebelum pandemi COVID-19, berbagai universitas terbaik di dunia telah banyak membuka kelas daring. Kita juga mengenal platform belajar seperti coursera atau udemy untuk meningkatkan kemampuan melalui kelas daring baik berbayar maupun tidak berbayar. Kelas-kelas ini memberikan kesempatan kepada pesertanya untuk belajar dari para profesor atau ahli terkemuka dari universitas atau institusi terbaik di dunia dengan harapan memperkecil gap ilmu pengetahuan. Di masa pandemi COVID-19, adanya kebijakan pembatasan fisik memaksa sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan pembelajaran daring, kantor-kantor untuk tetap beroperasi dengan pegawai yang bekerja dari rumah, dan komunikasi yang dilakukan tanpa kegiatan tatap muka. Kondisi ini memaksa banyak orang untuk beradaptasi dengan cepat, menyamankan diri dengan pertemuan- pertemuan virtual termasuk webinar, briefing , dan training yang sangat berdampak pada akselerasi sharing knowledge antar manusia dan antar institusi yang seolah tanpa batas. Nyatanya, produktivitas organisasi tetap terjaga atau bahkan meningkat dengan adanya work from home (WFH) ini. CEO Twitter, misalnya, memberlakukan WFH selama-lamanya karena kinerja perusahaannya tidak terganggu dengan keterpaksaan WFH selama pandemi. Kondisi ini seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mengurangi kesenjangan informasi dan kesempatan, misalnya antara masyarakat perkotaan- perdesaan. Program peningkatan kualitas SDM perdesaan misalnya melalui Dana Desa, dapat difokuskan untuk memberikan edukasi mengenai pelatihan-pelatihan daring yang bisa diakses. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia diharapkan dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun mendatang. Inovasi Inovasi dapat tercipta melalui sumber daya manusia yang berkualitas, seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya, dan juga melalui perkembangan teknologi. Berbeda dengan inovasi berupa penemuan- penemuan baru seperti yang terjadi berabad-abad lalu, beberapa ekonom dunia mempercayai bahwa inovasi yang terjadi saat ini dapat disebut sebagai “ creative destruction ” yang berarti melakukan perbaikan dan peningkatan atas hal-hal yang sebenarnya sudah ada. Argumentasi ini pertama kali dicetuskan oleh ekonom Austria, Joseph Schumpeter (1942) dan diperbaharui oleh banyak ekonom hingga saat ini. Di Indonesia, 60 persen tenaga kerja diserap oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Di masa pandemi ini, UMKM atau SME termasuk golongan yang paling terdampak COVID-19. Menurut beberapa studi, UMKM yang memanfaatkan teknologi dalam usahanya, terbukti lebih kuat dalam menghadapi guncangan eksternal. Hal ini mungkin terjadi karena penggunaan teknologi dapat berarti administrasi yang lebih tertata, pembukuan yang tertib, pemasaran melalui marketplace , sehingga memungkinkan usaha tersebut tetap bertahan di masa pembatasan fisik seperti saat ini. Setelah pandemi berakhir, perusahaan-perusahaan besar di bidang teknologi informasi dan juga start-up unicorn dapat mendukung pemulihan ekonomi dan bahkan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui digitalisasi UMKM baik dengan memberikan dukungan berupa modal, infrastruktur atau berbagi keahlian yang spesifik untuk tujuan tersebut. Melalui UMKM yang kuat, angka pengangguran berkurang, penerimaan negara bertambah, sehingga pertumbuhan ekonomi juga meningkat. Untuk menjadikan human capital dan inovasi sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia, diperlukan poin ketiga, yaitu perubahan pola pikir. Pola pikir bahwa akses terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibuka untuk semua golongan masyarakat. Upaya ini perlu mendapatkan perhatian baik dari regulator (pemerintah) maupun dari universitas-universitas terbaik dan juga perusahaan-perusahaan besar agar ketimpangan pendidikan dan keahlian tidak semakin melebar di Indonesia. Ilustrasi A. Wirananda