Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
idak ada satu ahli di negara mana pun yang mengetahui dengan pasti bagaimana perkembangan virus ini ke depan. Tidak ada yang tahu pasti apakah akan ada obat yang bisa menyembuhkan. Tidak ada yang tahu pasti kapan vaksin untuk penyakit ini bisa ditemukan. Sementara kebijakan pengganggaran di tahun 2021 melalui RAPBN 2021 tak bisa lepas dari persoalan dan dinamika yang terjadi di tahun ini. Akan tetapi, pemerintah berupaya optimis dan tetap realistis dalam menentukan program-program tahun depan. Dono Widiatmoko, Senior Lecture University of Derby, Inggris menyampaikan bahwa ilmu pengetahuan mengenai virus dan penyakit ini masih amat terbatas. “Ilmu kita mengenai COVID-19 di seluruh dunia sama titik nolnya, di bulan Desember. Sampai sekarang belum ada evidence yang jelas. Bisa jadi saat ini belum ada evidence kita tertular dua kali, tapi kita tidak tahu kedepannya,” terangnya. Saat ditanya negara mana yang bisa menjadi panutan dalam penanganan pandemi, pria yang mengajar Health Economic ini menjelaskan bahwa ada kelebihan dan kekurangan dari strategi tiap negara menghadapi COVID-19. “Penanganan COVID-19 siapa yang paling benar di dunia ini, tak ada yang tahu. Contohnya New Zealand dengan Swedia, keduanya negara maju. Sementara penanganan COVID-19 keduanya berbeda 180 derajat. New Zealand full lockdown sementara Swedia tidak sebab mereka penganut herd immunity, tapi orang-orang tua dijaga. Namun, di sisi lain, New Zealand ekonominya mati, Swedia ekonominya jalan, tapi angka kematiannya tinggi. Nah, tergantung kita mau contoh yang mana,” jelasnya. Memulihkan ekonomi dari gempuran pandemi Di tengah ketidakpastian ekonomi, berbagai strategi dan kebijakan dikeluarkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Onny Widjanarko, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, berpendapat ada beberapa kebijakan baik yang telah dan akan dilakukan yang perlu diakselerasi sehingga ekonomi Indonesia dapat pulih lebih cepat. “Penanganan COVID-19 perlu dipercepat sehingga aktivitas sosial meningkat dan berimplikasi pada peningkatan aktivitas transaksi ekonomi. Sektor-sektor ekonomi yang dapat berjalan dengan protokol kesehatan perlu dibuka. Perlu percepatan penyerapan anggaran dengan jumlah besar dan inklusif. Selain itu, restrukturisasai kredit terutama UMKM dan perluasan pemanfaatan digital juga merupakan pilihan yang tepat,” tutur Onny. Hal senada juga disampaikan oleh Ralph Van Doorn, Senior Economist World Bank. Menurutnya, bangkitnya ekonomi di tengah ketidakpastian dapat dilakukan dengan menciptakan situasi yang kondusif bagi investasi, perdagangan dan inovasi dan meningkatkan kemampuan para pekerja melalui program Kartu Prakerja. Ia juga menambahkan bahwa upaya Indonesia untuk mengatasi kesenjangan infrastruktur perlu dilanjutkan sebab hal tersebut merupakan strategi kunci dalam pemulihan ekonomi paskapandemi. Selain itu, meratakan kurva utang juga perlu dilakukan sebab pembayaran bunga yang meningkat akan mengurangi ruang fiskal. Melonggarkan PSBB, membuka ekonomi Dengan pelonggaran PSBB, kegiatan ekonomi mulai bergerak dan berdampak positif. Namun di sisi lain, hal ini berisiko menurunkan status kewaspadaan terhadap COVID-19. Menurut Ralph banyak negara, termasuk Indonesia, telah menghadapi trade- off antara memperlambat penyebaran COVID-19 dan mempertahankan aktivitas ekonomi. Melalui kebijakan yang tepat, ada peluang untuk bergerak dengan aman menuju New Normal . “Ada beberapa langkah konkret bagi Indonesia agar bisa mendapatkan peluang terbaik dalam membuka kembali perekonomian. Pemerintah harus fokus dalam memperluas kapasitas laboratorium pengujian, mengintegrasikan sistem informasi untuk pengawasan, mengumpulkan data dengan baik sehingga tingkat pandemi dapat diukur lebih akurat, memastikan ketersediaan dan kesiapan layanan kesehatan termasuk produksi dan distribusi vaksin COVID-19,” tambahnya. Sementara itu, Dono menyatakan bahwa efektivitas PSBB juga diragukan. Ia melakukan penelitian evaluasi PSBB dari beberapa variabel seperti google mobility report , ojek online dan jumlah polutan udara di Jakarta. “PSBB pasti ada pengaruhnya tapi besar atau kecilnya tergantung. Ada beberapa daerah yang sukses seperti Pekalongan, Malang, dan Banyumas, tapi sekarang bocor juga. Mengapa? Sebab, kita butuh menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi dengan kesehatan. Maka kita perlu mengakomodasi ekonomi berjalan dengan tetap menjaga prinsip pencegahan penularan penyakit,” tuturnya. Alokasi anggaran untuk pandemi Ralph menilai langkah yang diambil Pemerintah Indonesia untuk mengakselerasi belanja produktif di sektor kesehatan, bantuan sosial dan dukungan terhadap industri dianggap tepat. “Bantuan sosial penting agar masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan pendapat tidak jatuh dalam jurang kemiskinan. Sebab, tanpa program tersebut, kami memprediksi sebanyak 5,5 -8 juta masyarakat Indonesia akan masuk ke dalam garis kemiskinan. Namun, penting agar program tersebut diberikan tepat sasaran. Data memperlihatkan bahwa penyaluran program PKH dan Kartu Sembako sudah sesuai, tetapi efektivitas penyaluran BLT Desa dan Kartu Pra Kerja masih perlu ditingkatkan terutama menghilangkan aspek-aspek yang memperlambat pencairan,” jelasnya. Membahas mengenai alokasi anggaran, Dono menyampaikan perspektifnya bahwa selama ini mayoritas anggaran kesehatan sebaiknya tak hanya dialokasikan pada anggaran kuratif saja namun juga perlunya fokus pada program preventif dan promotif. “Seharusnya yang menjadi prioritas adalah anggaran preventif dan promotif sebab penyakit ini (COVID-19) fokusnya adalah disiplin agar kita lebih sehat dan bisa lebih imun. Saat ini, akibat COVID-19 ada beberapa masalah kesehatan yang terabaikan dan itu yang terkait dengan pencegahan seperti pre-natal care dan imunisasi dengan tutupnya posyandu. Maka, saya mohon agar semua yang ada urusannya dengan investasi manusia di masa depan diproteksi”, ujar Dono. Proyeksi kondisi ekonomi ke depan Jika terjadi gelombang kedua COVID-19 di Indonesia, Ralph memperkirakan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi yang lebih dalam dari ekonomi global sebesar 7,8 persen pada tahun 2020 dibandingkan dengan skenario dasar World Bank yaitu kontraksi 5 persen. “Jika ada gelombang kedua dan diikuti pembatasan mobilitas skala besar di kuartal III dan IV maka diprediksi ekonomi Indonesia akan berkontraksi sebanyak 2 persen pada tahun 2020. Selain itu, efek yang lebih terasa adalah hilangnya pendapatan dari konsumsi dan investasi,” paparnya. Sementara itu, Onny menyatakan optimismenya bahwa ekonomi Indonesia dapat tetap terjaga dan dipertahankan untuk tumbuh positif di tengah pandemi. “Pemerintah sudah bertekad dan all out agar negara kita tidak mengalami pertumbuhan negatif di sisa kuartal tahun 2020 ini. Ditambah lagi dengan melihat tema APBN 2021 yakni Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi. RAPBN 2021 disusun saat kondisi ekonomi global dan domestik mengalami tekanan dan tantangan luar biasa. Menurut kami, kebijakan yang diambil sudah pas,” ujarnya. Tak dipungkiri lagi, tahun 2020 menjadi tahun yang penuh gejolak. Namun demikian, Pemerintah terus memahat optimisme salah satunya melalui APBN 2021 yang didisain sebagai instrumen percepatan pemulihan ekonomi paskapandemi. Apa saja strategi pemerintah tahun depan, simak di laporan utama berikutnya. 11 MEDIAKEUANGAN 10 VOL. XV / NO. 156 / SEPTEMBER 2020 "...pada intinya kita perlu menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi dengan kesehatan." Pemerintah mengakselerasi belanja produktif dalam rangka memberikan stimulus kepada perekonomian Foto Tino Adi P Dono Widiatmoko Senior Lecture University of Derby
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu | Foto Dok. Media Keuangan JALAN BAGI PEMULIHAN NEGERI P antang menyerah menghadapi kesamaran situasi imbas pandemi, pemerintah memanfaatkan bencana nonalam ini sebagai momentum untuk membenahi diri dan mengakselerasi pembangunan di segala lini, demi kebaikan negeri. Semangat itu pun menggelora dalam RAPBN 2021. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Direktur Jenderal Anggaran, Askolani, mengenai seluk beluk RAPBN 2021. Apa yang menjadi fokus pemerintah dalam mendesain RAPBN 2021? Dalam menyusun RAPBN 2021, tentunya pemerintah berbasis kepada kondisi dan langkah kebijakan di 2020 ini. Penanganan masalah kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi menjadi satu paket kebijakan yang harus didesain secara komprehensif dan sinergis. Upaya preventif di bidang kesehatan adalah kunci penting. Next step nya untuk kita maju adalah bagaimana kembali memulihkan ekonomi itu secara bertahap di tahun 2021. Langkah kita di Q2, Q3, dan Q4 ini sangat menentukan pijakan ke depan. Tantangan kita bagaimana supaya langkah-langkah pemulihan ekonomi, konsolidasi, dan upaya mendorong belanja pemerintah, bisa menstimulus pertumbuhan ekonomi di Q3 menjadi lebih positif. Bagaimana upaya pemerintah untuk mengejar penyerapan di Q3 dan Q4? Implementasi kombinasi adjustment pola belanja, baik melalui kebijakan realokasi dan refocusing belanja K/L dan pemda maupun tambahan belanja untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang harus dilakukan oleh semua stakeholder terkait, sangat menentukan capaian di Q2, Q3, dan Q4. Sampai dengan awal Q3 di bulan Juli, sebagian besar sudah cukup signifikan implementasinya. Tantangan kita adalah percepatan alokasi dan implementasi sisa anggaran PEN. Langkah percepatan antara lain dilakukan melalui koordinasi yang lebih intens dengan K/L dan Komite PEN untuk mendesain kebijakan implementatif PEN yang akan dilakukan ke depan. Presiden juga turut serta me review PEN bersama dengan para menteri di sidang kabinet. Presiden secara tegas mengingatkan para menterinya untuk turun langsung, membedah DIPA-nya masing masing untuk me review reformasi desain anggaran, lalu kita juga mengajak Bappenas untuk mendesain program anggaran tersebut. Jadi, format alokasi belanja K/L di tahun 2021 nanti akan meng adopt desain anggaran yang baru yang programnya lebih simpel, lebih eye catching, dan lebih mudah diterapkan. Ini kita koneksikan juga dengan target prioritas pembangunan sesuai arahan Presiden dan rencana kerja pemerintah. Penguatan reformasi lainnya yang akan pemerintah lakukan? Pandemi ini memberi banyak lesson learn pada kita, yang menjadi masukan untuk perbaikan reformasi di berbagai bidang. Contohnya, manajemen di bidang kesehatan harus bisa lebih proaktif dan antisipatif terhadap model bencana nonalam ini. Di bidang perlindungan sosial dan dukungan UMKM, perbaikan pendataan masyarakat menengah ke bawah menjadi kunci. Pemerintah juga sedang memikirkan bagaimana mensinergikan antara kebijakan subsidi dengan kebijakan perlindungan sosial yang kemudian semua di support dengan satu data yang solid dan valid. Lalu ada juga reformasi perpajakan, baik dari segi regulasi, kebijakan, dan administrasinya. Nah, on top dari semua itu, pemerintah tentunya juga akan menyiapkan reformasi mengenai penanganan bencana. Seperti apa prioritas belanja pemerintah dalam RAPBN 2021? Pemerintah tetap memprioritaskan kesehatan, perlindungan sosial, dan pendidikan. Penanganan kesehatan lanjutan diarahkan lebih sustainable seperti upaya preventif melalui penyediaan vaksin apabila nanti sudah ditemukan, dan reformasi di bidang kesehatan. Program perlindungan sosial juga tetap berjalan misalnya dalam bentuk PKH, kartu sembako, bantuan tunai, plus kartu prakerja dan program subsidi. Di sektor pendidikan, pemerintah memperkuat mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, even program beasiswa untuk S2, S3 tetap akan dilanjutkan di tahun depan. Nah, setelah tiga bidang tadi, pemerintah juga langsung satu paket mendukung untuk pemulihan ekonomi. Pertama, melalui penyiapan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang menjangkau sampai ke daerah 3T guna membangun manusia Indonesia yang lebih produktif dan kompetitif. Teknologi ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, pendidikan, serta ekonomi masyarakat, terlebih dalam kondisi kita tidak bisa bertemu fisik. Perluasan pembangunan ICT ini sudah dirancang sampai jangka menengah. Selanjutnya pembangunan infrastruktur dan ketahanan pangan. Keduanya tidak dapat dipisahkan sebab pangan ini harus didukung misalnya dengan irigasi yang cukup dan bendungan yang baik. Yang menjadi prioritas juga adalah pemulihan pariwisata karena ini salah satu andalan utama kita. Dukungan pariwisata dilakukan oleh banyak K/L dan pemda, bukan hanya Kemenpar. Kemudian yang terakhir yang kita prioritaskan juga adalah dukungan bagi dunia usaha dan UMKM, baik melalui insentif fiskal maupun skema subsidi. Apakah nantinya alokasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) juga akan mendukung belanja prioritas ini? Ya, kita juga mereformasi alokasi TKDD. Kebijakan belanja yang di pusat tadi kemudian di connecting kan dengan kebijakan alokasi TKDD. Dana desa misalnya diarahkan khususnya untuk perlindungan sosial dan mendukung ICT di desa. Reformasi kesehatan dan pendidikan juga dikaitkan dengan kebijakan alokasi TKDD. Jadi ini kita melihatnya sebagai satu paket. Bagaimana prioritas dari sisi pembiayaan? Dari sisi pembiayaan juga kita akan terus dukung untuk peningkatan kualitas SDM melalui pembiayaan dana abadi, baik itu untuk LPDP, beasiswa, maupun untuk universitas termasuk untuk kebudayaan. Di pembiayaan ini kita juga akan support BUMN untuk bisa mendukung penugasan pemerintah termasuk melanjutkan pemulihan ekonomi di tahun 2021. Apa implikasi dari defisit 5,5 persen di RAPBN 2021? Dengan 5,5 persen intinya adalah secara fiskal pemerintah tetap ekspansif untuk mendukung penanganan kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi. Ini pijakan kita untuk bisa menjadikan Indonesia maju dan keluar dari middle income trap . Visi kita di 2045 Indonesia masuk lima besar negara di dunia. Penurunan defisit ini juga sejalan dengan UU 2/2020 bahwa secara bertahap defisit APBN itu akan dikembalikan menjadi dibawah 3 persen di tahun 2023. Apa yang membuat pemerintah optimis mematok pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen di 2021? Tentunya efektivitas kebijakan PEN di 2020 ini menjadi pijakan ke depan ya. Kemudian dengan langkah fiskal ekspansif sebagaimana dalam RAPBN 2021, plus prediksi sejumlah lembaga internasional mengenai pemulihan ekonomi dunia di 2021, kita mendesain ekonomi kita tumbuh 4,5-5,5 persen di 2021. bagaimana mempercepat belanja sesuai alokasi anggaran mereka di APBN 2020, maupun mengoptimalkan belanja anggaran program PEN yang harus dijalankan stakeholder terkait. Adakah upaya penyempurnaan sistem penganggaran ke depan? Ada. Pertama, kita memperpendek mekanisme proses review atas usulan anggaran K/L sehingga dapat mempersingkat waktu penetapan DIPA-nya. Kedua, kita mensimplifikasi proses verifikasi kelengkapan dokumen. Jadi, kami akan meminta K/L untuk mendahulukan melengkapi dokumen yang memiliki skala prioritas tinggi. Ketiga, kami akan proaktif meminta dan mengomunikasikan kepada K/L untuk melakukan akselerasi dalam melengkapi dokumen usulan anggaran. Kita akan tuangkan ini dalam peraturan Menteri Keuangan dan SOP agar sistem ini menjadi landasan yang lebih sustainable . Kita juga akan terus melakukan evaluasi dan apabila ada modifikasi untuk lebih mempercepat mekanisme yang ada, akan kami lakukan. Bagaimana dengan reformasi bidang anggaran di 2021? Kemenkeu menyiapkan