Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak ...
Relevan terhadap 2 lainnya
Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah tangga, pengelolaan kinerja, melakukan pemantauan pengendalian intern, pengujian kepatuhan dan manajemen risiko, internalisasi kepatuhan, penyusunan laporan, pengelolaan dokumen nonperpajakan, serta dukungan teknis pelaksanaan tugas kantor.
Seksi Penjaminan Kualitas Data mempunyai tugas melakukan analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka penjaminan kualitas data melalui pencarian, pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, pengelolaan dan tindak lanjut kerja sama perpajakan, penjaminan kualitas data yang berkaitan dengan kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi, penerusan data hasil penjaminan kualitas, tindak lanjut atas distribusi data, penatausahaan dokumen berkaitan dengan pembangunan data, dan pelaksanaan dukungan teknis pengolahan data, serta melakukan penyusunan monografi fiskal dan melakukan pengelolaan administrasi produk hukum dan produk pengolahan data perpajakan.
Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka pemberian layanan perpajakan yang berkualitas dan memastikan Wajib Pajak memahami hak dan kewajiban perpajakannya melalui pelaksanaan edukasi dan konsultasi perpajakan, pengelolaan registrasi perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, penerimaan, tindak lanjut, dan proses penyelesaian permohonan, saran dan/atau pengaduan, dan surat lainnya dari Wajib Pajak atau masyarakat, pemenuhan hak Wajib Pajak, serta melakukan penatausahaan dan penyimpanan dokumen perpajakan, dan melakukan pengelolaan administrasi penetapan dan penerbitan produk hukum dan produk layanan perpajakan.
Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan mempunyai tugas melakukan analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka pencapaian target penerimaan pajak melalui pelaksanaan pemeriksaan, pelaksanaan penilaian properti, bisnis, dan aset takberwujud, pelaksanaan tindakan penagihan, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, serta melakukan penatausahaan piutang pajak, dan melakukan pengelolaan administrasi penetapan dan penerbitan produk hukum dan produk pemeriksaan, penilaian, dan penagihan.
Seksi Pengawasan I, Seksi Pengawasan II, Seksi Pengawasan III, Seksi Pengawasan IV, Seksi Pengawasan V, dan Seksi Pengawasan VI masing- masing mempunyai tugas melakukan analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka memastikan Wajib Pajak mematuhi peraturan perundang-undangan perpajakan melalui perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut intensifikasi berbasis pendataan dan pemetaan ( mapping ) subjek dan objek pajak, pengamatan potensi pajak dan penguasaan informasi, pencarian, pengumpulan, pengolahan, penelitian, analisis, pemutakhiran, dan tindak lanjut data perpajakan, pengawasan dan pengendalian mutu kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, imbauan dan konseling kepada Wajib Pajak, pengawasan dan pemantauan tindak lanjut pengampunan pajak, serta melakukan pengelolaan administrasi penetapan dan penerbitan produk hukum dan produk pengawasan perpajakan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian dan penetapan tugas Seksi Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah tangga, pengelolaan kinerja, melakukan pemantauan pengendalian intern, pengujian kepatuhan dan manajemen risiko, internalisasi kepatuhan, penyusunan laporan, pengelolaan dokumen nonperpajakan, serta dukungan teknis pelaksanaan tugas kantor.
Seksi Penjaminan Kualitas Data mempunyai tugas melakukan analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka penjaminan kualitas data melalui pencarian, pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, pengelolaan dan tindak lanjut kerja sama perpajakan, penjaminan kualitas data yang berkaitan dengan kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi, penerusan data hasil penjaminan kualitas, tindak lanjut atas distribusi data, penatausahaan dokumen berkaitan dengan pembangunan data, dan pelaksanaan dukungan teknis pengolahan data, serta melakukan penyusunan monografi fiskal dan melakukan pengelolaan administrasi produk hukum dan produk pengolahan data perpajakan.
Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka pemberian layanan perpajakan yang berkualitas dan memastikan Wajib Pajak memahami hak dan kewajiban perpajakannya melalui pelaksanaan edukasi dan konsultasi perpajakan, pengelolaan registrasi perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, penerimaan, tindak lanjut, dan proses penyelesaian permohonan, saran dan/atau pengaduan, dan surat lainnya dari Wajib Pajak atau masyarakat, pemenuhan hak Wajib Pajak, serta melakukan penatausahaan dan penyimpanan dokumen perpajakan, dan melakukan pengelolaan administrasi penetapan dan penerbitan produk hukum dan produk layanan perpajakan.
Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan mempunyai tugas melakukan analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka pencapaian target penerimaan pajak melalui pelaksanaan pemeriksaan, pelaksanaan penilaian properti, bisnis, dan aset takberwujud, pelaksanaan tindakan penagihan, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, serta melakukan penatausahaan piutang pajak, dan melakukan pengelolaan administrasi penetapan dan penerbitan produk hukum dan produk pemeriksaan, penilaian, dan penagihan.
Seksi Pengawasan I, Seksi Pengawasan II, Seksi Pengawasan III, Seksi Pengawasan IV, dan Seksi Pengawasan V masing-masing mempunyai tugas melakukan analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka memastikan Wajib Pajak mematuhi peraturan perundang-undangan perpajakan melalui perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut intensifikasi dan ekstensifikasi berbasis pendataan dan pemetaan ( mapping ) subjek dan objek pajak, penguasaan wilayah, pengamatan potensi pajak dan penguasaan informasi, pencarian, pengumpulan, pengolahan, penelitian, analisis, pemutakhiran, dan tindak lanjut data perpajakan, pengawasan dan pengendalian mutu kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, imbauan dan konseling kepada Wajib Pajak, pengawasan dan pemantauan tindak lanjut pengampunan pajak, serta melakukan pengelolaan administrasi penetapan dan penerbitan produk hukum dan produk pengawasan perpajakan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian dan penetapan tugas Seksi Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Ketentuan Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah tangga, pengelolaan kinerja, melakukan pemantauan pengendalian intern, pengujian kepatuhan dan manajemen risiko, internalisasi kepatuhan, penyusunan laporan, pengelolaan dokumen nonperpajakan, serta dukungan teknis pelaksanaan tugas kantor.
Seksi Penjaminan Kualitas Data mempunyai tugas melakukan analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka penjaminan kualitas data melalui pencarian, pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, pengelolaan dan tindak lanjut kerja sama perpajakan, penjaminan kualitas data yang berkaitan dengan kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi, penerusan data hasil penjaminan kualitas, tindak lanjut atas distribusi data, penatausahaan dokumen berkaitan dengan pembangunan data, dan pelaksanaan dukungan teknis pengolahan data, serta melakukan penyusunan monografi fiskal dan melakukan pengelolaan administrasi produk hukum dan produk pengolahan data perpajakan.
Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka pemberian layanan perpajakan yang berkualitas dan memastikan Wajib Pajak memahami hak dan kewajiban perpajakannya melalui pelaksanaan edukasi dan konsultasi perpajakan, pengelolaan registrasi perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, penerimaan, tindak lanjut, dan proses penyelesaian permohonan, saran dan/atau pengaduan, dan surat lainnya dari Wajib Pajak atau masyarakat, pemenuhan hak Wajib Pajak, serta melakukan penatausahaan dan penyimpanan dokumen perpajakan, dan melakukan pengelolaan administrasi penetapan dan penerbitan produk hukum dan produk layanan perpajakan.
Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan mempunyai tugas melakukan analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka pencapaian target penerimaan pajak melalui pelaksanaan pemeriksaan, pelaksanaan penilaian properti, bisnis, dan aset takberwujud, pelaksanaan tindakan penagihan, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, serta melakukan penatausahaan piutang pajak, dan melakukan pengelolaan administrasi penetapan dan penerbitan produk hukum dan produk pemeriksaan, penilaian, dan penagihan.
Seksi Pengawasan I, Seksi Pengawasan II, Seksi Pengawasan III, Seksi Pengawasan IV, Seksi Pengawasan V, dan Seksi Pengawasan VI masing- masing mempunyai tugas melakukan analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka memastikan Wajib Pajak mematuhi peraturan perundang-undangan perpajakan melalui perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut intensifikasi dan ekstensifikasi berbasis pendataan dan pemetaan ( mapping ) subjek dan objek pajak, penguasaan wilayah, pengamatan potensi pajak dan penguasaan informasi, pencarian, pengumpulan, pengolahan, penelitian, analisis, pemutakhiran, dan tindak lanjut data perpajakan, pengawasan dan pengendalian mutu kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, imbauan dan konseling kepada Wajib Pajak, pengawasan dan pemantauan tindak lanjut pengampunan pajak, serta melakukan pengelolaan administrasi penetapan dan penerbitan produk hukum dan produk pengawasan perpajakan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian dan penetapan tugas Seksi Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Di antara Pasal 61 dan Pasal 62 disisipkan 2 Pasal yakni Pasal 61A dan Pasal 61B yang berbunyi sebagai berikut:
Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di lbu Kota Nusantara ...
Relevan terhadap
Ayat (1) Cukup ^jelas. FRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -20- Yang dimaksud dengan "Nomor Pokok Wajib Pajak" adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, dapat berupa Nomor Pokok Wajib Pajak Pusat atau Nomor Pokok Wajib Pajak Cabang. Yang dimaksud dengan "identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha" adalah nomor identitas yang diberikan untuk tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, dapat berupa Nomor Pokok Wajib Pajak Cabang atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha. Ayat (2) Ayat (21 Yang menjadi objek Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif Oo/o (nol persen) dalam jangka waktu tertentu adalah penghasilan dari bagian peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.00O.00O.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara. Contoh: PT A mendirikan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara yang sudah memenuhi persyaratan untuk mendapat fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif Oo/o (nol persen) sejak tahun pajak 2024 dan pada tahun pajak 2025 PT A memiliki peredaran bruto dari usaha yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Atas penghasilan dari usaha dimaksud dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif Oo/o (nol persen). Yang dimaksud dengan "penghasilan dari peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.0O0.O0O.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah lbu Kota Nusantara" yaitu penghasilan dari kegiatan industri dan/atau penyerahan barang dan/atau ^jasa yang dilakukan di wilayah Ibu Kota Nusantara. Huruf a Yang dimaksud dengan tasa sehubungan dengan pekerjaan bebas" adalah:
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris;
pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, dan penari;
olahragawan;
penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
agen iklan;
pengawas atau pengelola proyek;
perantara;
petugas penjaja barang dagangan;
agen asuransi; dan
distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya. Huruf b Contoh: T\ran A seorang konsultan pajak dan bersama T\ran B sesama konsultan pajak membentuk Firma AB dan Rekan. Firma tersebut menjalankan usaha memberikan jasa konsultan pajak. Mengingat jasa yang diberikan oleh firma tersebut sama dengan jasa yang diberikan T\ran A dan T\ran B sehubungan dengan pekerjaan bebas berupajasa konsultan pajak, maka penghasilan dari firma tersebut tidak termasuk penghasilan yang dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0% (nol persen). Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Penghasilan Wajib Pajak yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif Oo/o (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, Wajib Pajak usaha mikro, kecil, dan menengah yang memenuhi kriteria dan memiliki peredaran bruto tertentu dikenai Pajak Penghasilan bersifat final. Untuk memberikan kemudahan dan fasilitas bagi Wajib Pajak usaha mikro, kecil, dan menengah dimaksud yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara, dapat memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Contoh: PT AB mendirikan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara pada tahun 2025 yang kemudian pada tahun pajak 2025 PT AB memiliki peredaran bruto dari usaha sebagai berikut:
dari usaha sewa tanah dan/atau bangunan sebesar Rp500.0OO.O00,00 (lima ratus juta rupiah); dan
dari usaha peniualan bahan bangunan sebesar Rp1.000.000.000,OO (satu miliar rupiah). Atas penghasilan dimaksud, pengenaan Pajak Penghasilannya sebagai berikut:
atas penghasilan dari usaha persewaan tanah dan/atau bangunan sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Paiak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan, sehingga tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. 2. walaupun Wajib Pajak memenuhi kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, atas penghasilan dari usaha peniualan bahan bangunan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dapat dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif O% (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Contoh: Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Ayat (6) Contoh: PT B bergerak di bidang industri, mendirikan usahanya dan bertempat kedudukan serta menjalankan usahanya di wilayah Ibu Kota Nusantara. PT B mendaftarkan usahanya dengan penanaman modal sebesar Rp8.0O0.000.OO0,00 (delapan miliar rupiah) pada tanggal 1 Juli 2025. PT B telah terdaftar sebagai Wajib Pajak pada kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kota Nusantara. PT B mengajukan permohonan untuk mendapatkan fasilitas pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif O% (no1 persen) pada tanggal 1 Agustus 2025 dan mendapatkan persetujuan pemberian fasilitas pada tanggal 5 Agustus 2025. Karena PT B telah memenuhi kriteria penanaman modal kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan persyaratan tertentu, maka PT B berhak untuk mendapat fasilitas pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) atas penghasilan dari peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp50.000.0OO.O00,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sampai dengan ^jangka waktu tertentu. Sesuai contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PT B berhak untuk mendapat fasilitas pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif O% (nol persen) terhitung sejak tanggal persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sampai dengan akhir tahun 2035. Sesuai contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PT B pada tahun 2027 membuka cabang usaha di luar wilayah Ibu Kota Nusantara. Peredaran bruto dari usaha PT B pada Tahun Pajak 2027 sebagai berikut:
pada lokasi usaha di luar wilayah Ibu Kota Nusantara Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Penghasilan PT B yang berasal dari peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.000.O00.000,00 (lima puluh miliar rupiah) pada lokasi usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0% (nol persen). Untuk penghasilan yang berasal dari peredaran bruto usaha pada lokasi usaha selain yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Ayat (9) Cukup ^jelas.
Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan
Relevan terhadap
Cukup ^jelas. Pasal 49 Huruf a Yang dimaksud dengan "persetujuan penghindaran pajak berganda" adalah persetujuan antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra untuk mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak. Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Indonesia telah ikut menandatangani Konvensi Multilateral untuk Menerapkan Tindakan-Tindakan Terkait dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda untuk Mencegah Penggerusan Basis Pemajakan dan Penggeseran Laba (Multiloterat Conuention to Implement Tax Tieatg Related Measures to Preuent Base Erosion and Profit Shifiing) pada tanggal 7 Juni 2OLT yang telah diratifikasi melalui Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2Ol9 tentang Pengesahan Multilateral Conuention to Implement Tax T?eatg Related Measures to Preuent Base Erosion and hofit Shifitng (Konvensi Multilateral untuk Menerapkan Tindakan- findakan Terkait dengan Persetujuan Penghindara.n Pajak Berganda untuk Mencegah Penggerusan Basis Pemajakan dan Penggeseran Laba) dan berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Agustus 2O2O. Dalam rangka melaksanakan pertukaran informasi dengan yurisdiksi yang tidak mempunyai persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia, Indonesia sudah membuat beberapa perjanjian mengenai pertukaran informasi dengan yurisdiksi tersebut melalui persetujuan untuk pertukaran informasi berkenaan dengan keperluan perpajakan (tax information e xchang e ag reementl . Indonesia telah ikut menandatangani Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan {Conuention on Mthtal Administratiue Assistance in Tax Mattersl pada tanggal 3 November 2Ol1 yang telah diratilikasi dengan Peraturan Presiden Nomor 159 Tahun 2Ol4 tentang Pengesahan Conuention on Mufual Administratiue Assistance in Tax Matters (Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan) dan telah berlaku efektif pada tanggal 1 Mei 2015. Dalam rangka rnelaksanakan pertukaran informasi secara otomatis, misalnya informasi keuangan atau laporan per negara, pejabat yang berwenang Indonesia telah menandatangani persetujuan pejabat yang berwenang yang bersifat multilateral atau bilateral (multilateral ar bilateral competent authoritg agreementl. Contoh Contoh:
yang bersifat bilateral Persetujuan antara Pejabat yang Berwenang Republik Indonesia dan Pejabat yang Berwenang Hong Kong Wilayah Administratif Khusus Republik Ralryat Tiongkok tentang Pertukaran Informasi Rekening Keuangan Secara Otomatis untuk Meningkatkan Kepatuhan Perpajakan lnternasional {Agreement ^between ^ttw ^Competent ^Authoities ^of ^t?rc ^Reptblic of Indonesia and tlrc Hong Kong Speciat Administratiue Region of Tlw People's Republic of China on T?w Automatic Exchange of Financial Account Information to Improue International Tatc Compliance)yarrg ditandatangani pada tanggal 16 Juni 2OL7. 2. yang bersifat multilateral Mrtltilateral Competent Autlwitg Agreement on Automatic Exclnrrye of Ftnancial Account Information yang ditandatangani oleh pejabat berwenang Indonesia pada tanggal 3 Juni 2015. Huruf f Cukup ^jelas. Pasal 5O Ayat (1) Yang dimaksud dengan "surat keterangan domisili' bagi subjek pajak dalam negeri adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri yang isinya menerangkan bahwa Wajib Pajak dimaksud adalah subjek pajak dalam negeri Indonesia. Yang dimaksud dengan "surat keterangan domisili' bagi subjek pajak luar negeri (ertificate of domicile/resideneel adalah surat keterangan berupa formulir yang diisi oleh orang pribadi atau badan yang merupakan subjek pajak dari negara mitra atau yurisdiksi mitra persetujuan penghindaran pajak berganda dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari negara mitra atau yurisdiksi mitra persetujuan penghindaran pajak berganda dalam rangka penerapan persetujuan penghindaran pajak berganda atau surat keterangan dengan nama apa pun yang menjelaskan status penduduk (resident) untuk kepentingan perpajakan bagi subjek pajak luar negeri yang diterbitkan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari negara mitra atau yurisdiksi mitra persetujuan penghindaran pajak berganda dalam rangka penerapan persetujuan penghindaran paj ak berganda. Ayat (2) Cukup ^jelas.
PT VVF INDONESIA
Relevan terhadap 4 lainnya
//edged manL/facfur/.ng, sedangkan menurut Terbanding, berdasarkan hasil analisa fungsi, aset dan risiko (FAR), karakteristik usaha Pemohon Banding adalah Contract Manufiacturer: , bahwa Terbanding berpendapat bahwa karakteristik usaha Pemohon Banding adalah Confraof Manufacturer karena Pemohon Banding dalam melakukan fungsi mar}ufacfun'ng tidak melakukan fungsi pengembangan R&D dan melakukan kegiatan manufaktur berdasarkan kontrak penjualan yang telah djsetujui oleh penjual sehingga tidak memiliki risiko pemasaran dan persediaan akhir yang signifikan; bahwa menurut Pengadilan Pajak, fu//y r/edged manufacturer pada prinsipnya melakukan semua fungsi, yaitu kegiatan riset dan development, pengadaan baku, produksi, sampai dengan penjualan barang jadi. Risiko yang ditanggung, seperti risiko persediaan, risiko kredit, dan risiko pasar lebih tinggi dibandingkan perusahaan manufaktur dengan fungsi terbatas; bahwa berdasarkan TP Doc, diketahui bahwa Pemohon Banding masih bergantung kepada entitas induk, yaitu V/F (India) Ltd. terkait pembiayaan produksi, sehingga barang hanya diproduksi saat diterimanya order dari Entitas lnduk. VVF (India) Ltd. juga memberikan dukungan keuangan dalam bentuk pinjaman untuk biaya operasional perusahaan. Pinjaman tersebut bersifat jangka panjang (/ong-fern); bahwa menurut Pengadilan Pajak, Pemohon Banding tidak hanya bergantung pada afiliasi terkait pembiayaan, mayoritas penjualan juga dilakukan kepada afiliasi. Hal ini menunjukkan bahwa afiliasi memainkan peran penting dalam manajemen risiko pasar dan investasi; bahwa dalam TP Doc-nya, Pemohon Banding menyatakan bahwa penjualan didasarkan pada pesanan, pesanan kemudian disepakati melalui negosiasi harga dan ketika mencapai kesepakatan harga maka Pemohon Banding memulai proses produksinya; bahwa Pemohon Banding juga mengakui dalam TP Doc Lokal halaman 39, bahwa Pemohon Banding merupakan perusahaan manufaktur organic acid dengan risiko yang terbatas, sedangkan pihak afiliasi terlibat dalam kegiatan yang lebih kompleks; Halaman 53 dari 69 halaman. Putusan Nomor PUT-003777.15/2023/PP/M.X/IIIA Tahun 20 PT VVF Indones 2/
bahwa perusahaan yang berbasis di Jepang ini bergerak di bidang manufaktur dan pengemasan sabun dan deterjen lainnya. Ini adalah perusahaan swasta yang didirikan pada tahun 1948 dan memiliki a[amat bisnis terdaftar yang berlokasi di Kita-ku, Prefektur Tokyo. Beberapa produk perusahaan adalah sabun batangan, deterjen pencuci piring, deterjen industri, deterjen cucian, pasta gigi, deterjen pencuci piring, alami gliserin, sabun cuci tangan, sabun cuci, keripik cucian, bubuk cucian, sabun dan pasta tangan mekanik, presoaks, pembersih gosok, sabun toilet, pasta gigi, gel gigi, bedak gigi, dan sabun cuci tangan tanpa air. Pelanggan utamanya adalah distributor grosir dan eceran sabun dan deterjen termasuk supermarket dan toko kelontong; 6) MATSUYAMA CO„LTD. bahwa perusahaan ini bergerak di bidang pembuatan sabun, senyawa pembersih, dan persiapan toilet. Itu didirikan pada tahun 2001 dan memiliki kantor terdaftar di Sumida-ku, Jepang. Perusahaan mengkhususkan diri dalam pembuatan dan pengemasan sabun dan senyawa pembersih lainnya seperti deterjen cucian, deterjen pencuci piring; gel pasta gigi, bubuk gigi, gliserin alami, dan bahan aktif permukaan, serta bahan pelapis tekstil dan kulit yang digunakan untuk mengurangi tegangan atau mempercepat proses pengeringan. Perusahaan ini memiliki pabrik dan fasilitas canggih yang mampu memproduksi sabun dan senyawa pembersih, serta mempekerjakan staf dan petugas perbaikan terlatih dengan keterampilan teknis khusus di bidang manufaktur. Produk dan barang perawatan lainnya didistribusikan dari lokasi penjualan tetap di Sumida-ku. 7) OSAKA SODA CO., LTD. bahwa perusahaan ini adalah perusahaan publik dengan kepentingan aktif dalam produksi, pemrosesan dan penjualan produk soda, produk kimia anorganik/organik, resin sintetis, Halaman 12 dari 69 halaman. Putusan Nomor PUTro03777.15/2023/PP/M.XVIIIA Tahun 20 : 2/ PT VVF Indone
penyesuaian profitabilitas untuk meningkatkan kesebandingan kondisi dengan perusahaan pembanding; bahwa faktanya, Pemohon Banding tidak melakukan adjustmenv penyesuaian dalam penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam TP Doc- nya; bahwa berdasarkan TP Doc, diketahui bahwa dalam penerapan metode penentuan harga transfer, Pemohon Banding tidak menambahkan asumsi- asumsi untuk menyesuaikan kondisi usaha; bahwa demikian juga berdasarkan TP Doc, 2.3.10. Ad/.usfmenf Conducted fo /mprove Comparab/.//.fy/ Penyesuaian untuk Meningkatkan Kesebandingan, Pemohon Banding menyatakan bahwa 'T/.dak ada per}yesua/.an yang dilakukan Wajib Pajak dalam penerapan prinsip kelaziman dan kewajaran usaha`.' bahwa sebagai confracf mar}ufacfurer, Pemohon Banding menanggung risiko pasar yang terbatas, sebagaimana diakui Pemohon Banding dalam TP Doc bahwa Pemohon Banding merupakan perusahaan manufaktur organic acid dengan risiko yang terbatas, sedangkan pihak afiliasi terlibat dalam kegiatan yang lebih kompleks; bahwa Pemohon Banding bergantung pada afiliasi terkait pembiayaan dan mayoritas penjualan kepada afiliasi. Hal ini menunjukkan bahwa afiliasi memainkan peran penting dalam manajemen risiko pasar dan investasi; bahwa berdasarkan Paragraph 1.60 OECD TP Guidelines 2022, 'A party should be allocated a risk for transfer pricing purposes only when it has the capacity to control the risk and the financial capacity to bear the risk., bahwa menurut Pengadilan Pajak, Pemohon Banding sebagai confracf manufacturer hanya menanggung risiko yang berkaitan dengan produk§i dan operasional sehari-hari, tetapi tidak termasuk risiko pasar yang lebih luas dan risiko strategis yang ditanggung oleh perusahaan afiliasi yang lebih kompleks; bahwa Pengadilan Pajak berpendapat bahwa afiliasi das so//en menanggung risiko atas keputusan strategis investasi kapasitas produksi yang tidak terserap pasar dan menyebabkan terjadinya kerugian akibat /.dd/e capac/.fy, dapat dalam bentuk komitmen kontrak atau kompensasi kepada Pemohon Banding; Halaman 55 dari 69 halaman. Putusan Nomor PuT-003777.15/2023/PP/M.XVIIIA Tahun 2024 PT VVF Indones '/
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjal ...
Relevan terhadap
Kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang:
merupakan industri padat karya; dan
tidak PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -4- b. tidak mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan atau fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 600/o (enam puluh persen) dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha utama, yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu. Pasal 29B (1) Kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang menyelenggarakan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan latau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 2OOo/o (dua ratus persen) dari ^jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran. (21 Kompetensi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kompetensi untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui program praktik kerja, pemagangan, dan latau pembelajaran yang strategis untuk mencapai efektivitas dan efisiensi tenaga kerja sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia, dan memenuhi struktur kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan/atau dunia industri. Pasal 29C (1) Kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia, dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 3OOo/o (tiga ratus persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -5- (21 Kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ^merupakan kegiatan penelitian dan pengembangan ^yang dilakukan di Indonesia untuk menghasilkan invensi, menghasilkan inovasi, ^penguasaan teknologi baru, dan/atau alih teknologi ^bagi pengembangan industri untuk peningkatan daya saing industri nasional.
Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang dan Bahan untuk Memproduksi Barang dan/atau Jasa oleh Industri Sektor Tertentu yang Terdampak Pandem ...
Relevan terhadap
Untuk dapat memperoleh BM DTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), dan Pasal 4, perusahaan Industri Sektor Tertentu harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
tidak pernah melakukan kesalahan dalam memberitahukan jumlah dan/atau jenis barang pada Pemberitahuan Pabean Impor denganmendapatkan BM DTP yang menyebabkan kekurangan pembayaran bea masuk selama 1 (satu) tahun terakhir; dan/atau
tidak mempunyai utang bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang telah lewat jatuh tempo pembayaran.
Untuk mendapatkan persetujuan BM DTP, perusahaan Industri Sektor Tertentu mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat:
identitas perusahaan;
daftar Barang dan Bahan yang dimintakan BM DTP;
invoice dan packing list yang merupakan __ dokumen pelengkap pabean yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban pabean; dan
surat rekomendasi dari pejabat minimal setingkat pimpinan tinggi pratama dari kementerian pembina sektor.
Dalam hal permohonan BM DTP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan atas Barang dan Bahan yang dikeluarkan dari Gudang Berikat atau Kawasan Berikat, perusahaan Industri Sektor Tertentu juga menyampaikan identitas Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB, atau pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB, yang paling sedikit memuat data sebagai berikut:
nama perusahaan;
Nomor Pokok Wajib Pajak;
nomor Keputusan Menteri mengenai izin Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB, atau Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB; dan
nama dan jabatan penanggungjawab.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta hasil pindaian dari dokumen asli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), disampaikan secara elektronik kepada Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Sistem Indonesia National Single Window .
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf c diteruskan oleh Sistem Indonesia National Single Window ke Sistem Informasi Industri Nasional untuk mendapatkan surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d.
Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dapat diunduh langsung oleh Sistem Indonesia National Single Window dalam hal sudah tersedia dalam Sistem Informasi Industri Nasional. __ (8) Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Sistem Indonesia National Single Window belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis disertai dengan:
lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk hardcopy ; dan
hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik dalam bentuk softcopy .
Daftar Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
nama perusahaan;
Nomor Pokok Wajib Pajak;
alamat perusahaan;
Kantor Bea dan Cukai tempat pemasukan barang, atau Kantor Bea dan Cukai yang membawahi Gudang Berikat atau Kawasan Berikat dalam hal Barang dan Bahan dikeluarkan dari Gudang Berikat atau Kawasan Berikat;
uraian jenis dan spesifikasi teknis barang;
pos tarif (HS);
jumlah dan satuan barang;
harga impor;
negara asal;
nilai BM DTP; dan
nama dan jabatan penanggungjawab perusahaan Industri Sektor Tertentu.
Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
nama perusahaan;
Nomor Pokok Wajib Pajak;
Alamat perusahaan;
Kantor Bea dan Cukai tempat pemasukan barang, atau Kantor Bea dan Cukai yang membawahi Gudang Berikat atau Kawasan Berikat dalam hal Barang dan Bahan dikeluarkan dari Gudang Berikat atau Kawasan Berikat;
uraian jenis, dan spesifikasi teknis barang;
pos tarif (HS);
jumlah dan satuan barang;
harga impor;
negara asal;
nilai BM DTP; dan
nama dan jabatan pejabat Pembina Sektor Industri yang menerbitkan rekomendasi.
KPA Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), menyusun daftar rekapitulasi Pemberitahuan Pabean Impor yang diajukan oleh perusahaan Industri Sektor Tertentu yang telah diterbitkan SP2D dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai c.q. direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang penerimaan dan perencanaan strategis.
Daftar rekapitulasi Pemberitahuan Pabean Impor yang diajukan oleh perusahaan Industri Sektor Tertentu dan telah diterbitkan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean Impor, nomor dan tanggal SPM, nilai BM DTP, nama perusahaan, dan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Jika terdapat importasi BM DTP yang belum masuk dalam daftar rekapitulasi Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPA pendapatan BM DTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) melakukan perhitungan bea masuk terutang perusahaan Industri Sektor Tertentu dan diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Bumi da ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB selain PBB Perdesaan dan Perkotaan.
Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Subjek Pajak PBB yang selanjutnya disebut Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak PBB yang selanjutnya disebut Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenai kewajiban membayar PBB.
Perbandingan Harga dengan Objek Lain yang Sejenis adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.
Nilai Perolehan Baru adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek pajak tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek pajak tersebut.
Nilai Jual Objek Pajak Pengganti yang selanjutnya disebut Nilai Jual Pengganti adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.
Biaya Investasi Tanaman adalah jumlah biaya tenaga kerja, bahan, dan alat yang diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
Hutan Alam adalah suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.
Hutan Tanaman adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas Hutan Produksi dengan menerapkan silvikultur intensif.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HA yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin memanfaatkan Hutan Produksi yang kegiatannya terdiri dari penebangan, pengangkutan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT), Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HTI) adalah izin usaha untuk membangun Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan kualitas Hutan Produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-RE adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dari Hutan Alam pada Hutan Produksi yang selanjutnya disebut IUPHHBK-HA adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dari Hutan Alam pada Hutan Produksi melalui kegiatan pengayaan, pemeliharaan, perlindungan, pemanenan, pengamanan, dan pemasaran hasil.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disebut IUPHHBK-HT adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengamanan, dan pemasaran hasil.
Biaya Produksi Perhutanan adalah seluruh biaya langsung yang terkait dengan kegiatan produksi hasil hutan, sampai di log ponds atau log yards untuk hasil hutan kayu dan/atau sampai tempat pengumpulan hasil panen untuk hasil hutan bukan kayu pada Hutan Alam.
Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang digunakan untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi minyak dan/atau gas bumi.
Wilayah Kerja Panas Bumi adalah wilayah dengan batas- batas koordinat tertentu yang digunakan untuk kegiatan pengusahaan pemanfaatan panas bumi dengan melalui proses pengubahan dari energi panas dan/atau fluida menjadi energi listrik.
Kontrak Kerja Sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan minyak dan/atau gas bumi yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya digunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.
Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak bumi dan/atau gas bumi, panas bumi, mineral, atau batubara, termasuk kegiatan penyelidikan, survei dan studi kelayakan, dalam Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi, Wilayah Kerja Panas Bumi, wilayah sebagaimana tercantum dalam Izin Usaha Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan Khusus, Izin Pertambangan Rakyat, atau wilayah berdasarkan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Eksploitasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan/atau gas bumi, atau panas bumi, dari Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi atau Wilayah Kerja Panas Bumi.
Permukaan Bumi Pertambangan Onshore yang selanjutnya disebut Permukaan Bumi Onshore adalah areal berupa tanah dan/atau perairan darat di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, pengusahaan panas bumi, atau pertambangan mineral atau batubara.
Permukaan Bumi Pertambangan Offshore yang selanjutnya disebut Permukaan Bumi Offshore adalah areal berupa perairan yang berada di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, pengusahaan panas bumi, atau pertambangan mineral atau batubara, di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi laut pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan perairan di dalam Batas Landas Kontinen.
Tubuh Bumi Eksplorasi adalah tubuh bumi yang berada di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, pengusahaan panas bumi, atau pertambangan mineral atau batubara, pada kegiatan Eksplorasi.
Tubuh Bumi Eksploitasi adalah tubuh bumi yang berada di dalam kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi, atau pengusahaan panas bumi, pada kegiatan Eksploitasi.
Operasi Produksi adalah kegiatan usaha pertambangan mineral atau batubara yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan dalam wilayah sebagaimana tercantum dalam Izin Usaha Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan Khusus, Izin Pertambangan Rakyat, dan wilayah berdasarkan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Tubuh Bumi Operasi Produksi adalah tubuh bumi yang berada di kawasan pertambangan mineral atau batubara, pada kegiatan Operasi Produksi.
Harga Patokan Mineral Logam, yang selanjutnya disebut HPM Logam, adalah harga mineral logam yang ditentukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, pada suatu titik serah penjualan ( at sale point ) secara Free on Board untuk masing-masing komoditas tambang mineral logam.
Harga Patokan Mineral Bukan Logam, yang selanjutnya disebut HPM Bukan Logam, adalah harga patokan mineral bukan logam yang ditetapkan oleh kepala daerah untuk masing-masing komoditas tambang dalam 1 (satu) provinsi, kabupaten atau kota.
Harga Patokan Batuan adalah harga patokan batuan yang ditetapkan oleh kepala daerah untuk masing- masing komoditas tambang dalam 1 (satu) provinsi, kabupaten atau kota.
Harga Patokan Batubara, yang selanjutnya disingkat HPB, adalah harga batubara yang ditentukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, pada suatu titik serah penjualan ( at sale point ) secara Free on Board .
Angka Kapitalisasi adalah angka pengali tertentu yang digunakan untuk mengonversi pendapatan atau hasil produksi satu tahun menjadi NJOP, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Rasio Biaya Produksi adalah persentase tertentu yang diperoleh dari rata-rata biaya produksi satu tahun dibandingkan dengan rata-rata pendapatan kotor satu tahun, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Penilai Pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan penilaian.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SPOP adalah surat yang digunakan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan Undang- Undang PBB.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB terutang kepada Wajib Pajak.
Surat Ketetapan Pajak PBB yang selanjutnya disingkat SKP PBB adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok PBB atau selisih pokok PBB, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah PBB terutang.
Surat Tagihan Pajak PBB yang selanjutnya disingkat STP PBB adalah surat untuk melakukan tagihan PBB terutang yang tidak atau kurang dibayar setelah tanggal jatuh tempo pembayaran.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim, yaitu dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Iuran Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut Ipeda adalah pungutan sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak bumi dan bangunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan selain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Bea Meterai adalah pajak atas dokumen.
Pajak Penjualan adalah pajak yang dipungut atas penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pengusaha di dalam daerah pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951 tentang Pemungutan Pajak Penjualan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1968 tentang Perobahan/Tambahan Undang-Undang Pajak Penjualan 1951.
Pajak Karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang dilampiri dengan lampiran surat pemberitahuan objek pajak yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan surat pemberitahuan objek pajak.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan terutang kepada Wajib Pajak.
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak nihil, atau surat ketetapan pajak lebih bayar.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok Pajak Bumi dan Bangunan atau selisih pokok Pajak Bumi dan Bangunan, besarnya denda administratif, dan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang masih harus dibayar.
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah Surat Tagihan Pajak sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Pajak Bumi dan Bangunan.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang sama.
Pihak Yang Terutang adalah pihak yang dikenai Bea Meterai dan wajib membayar Bea Meterai yang terutang.
Pemungut Bea Meterai adalah pihak yang wajib memungut Bea Meterai yang terutang atas dokumen tertentu dari Pihak Yang Terutang, menyetorkan Bea Meterai ke kas negara, dan melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai ke Direktorat Jenderal Pajak.
Pembuat Meterai Dalam Bentuk Lain yang selanjutnya disebut Pembuat Meterai adalah Wajib Pajak yang telah memiliki izin untuk mencetak atau membuat meterai dalam bentuk lain.
Surat Pemberitahuan Masa Bea Meterai adalah Surat Pemberitahuan yang digunakan oleh Pemungut Bea Meterai untuk melaporkan pemungutan Bea Meterai dari Pihak Yang Terutang dan penyetoran Bea Meterai ke kas negara untuk suatu Masa Pajak.
Pemungut Pajak Karbon adalah orang pribadi atau badan yang ditunjuk untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Karbon terutang atas penjualan barang yang mengandung karbon.
Menteri adalah menteri yang menyelanggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. __
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung, dan Balai Pendidikan dan Pelati ...
Relevan terhadap
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung meliputi:
biaya pendaftaran seleksi masuk mahasiswa baru;
uang kuliah tunggal untuk mahasiswa umum; dan
uang kuliah tunggal untuk mahasiswa industri/institusi/lembaga dalam negeri dan luar negeri.
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah meliputi layanan uji batubara dan layanan sewa peralatan dan mesin.
Cipta Kerja
Relevan terhadap
Usaha Mikro dan Kecil diberi kemudahan / penyederhanaan administrasi perpajakan dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Usaha Mikro dan Kecil yang mengajukan Perizinan Berusaha dapat diberi insentif berupa tidak dikenai biaya atau diberi keringanan biaya.
Usaha Mikro dan Kecil yang berorientasi ekspor dapat diberi insentif kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Usaha Mikro dan Kecil tertentu dapat diberi insentif Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. Pasal 93 Kegiatan U saha Mikro dan Kecil dapat dijadikan jaminan kredit program. ?asal94 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya mempermudah dan menyederhanakan proses untuk Usaha Mikro dan Kecil dalam hal pendaftaran dan pembiayaan hak kekayaan intelektual, kemudahan impor bahan baku dan bahan penolong industri apabila tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri, dan/atau fasilitasi ekspor.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan dan penyederhanaan pendaftaran dan pembiayaan hak kekayaan intelektual, kemudahan impor bahan baku da_n bahan penolong industri apabila tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri, dan/atau fasilitasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kesembilan Dana Alokasi Khusus, Bantuan dan Pendampingan Hukum, Pengadaan Barang dan Jasa, dan Sistem/ Aplikasi Pembukuan/Pencatatan Keuangan dan Inkubasi Pasal 95 (1) Pemerintah Pusat mengalokasikan Dana Alokasi Khusus untuk mendukung pendanaan bagi Pemerintah Daerah dalam rangka kegiatan pemberdayaan dan pengembangan UMK-M. (2) Pengalokasian Dana Alokasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 96 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib menyediakan layanan bantuan dan pendampingan hukum bagi Usaha Mikro dan Kecil. Pasal 97 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) produk/jasa Usaha Mikro dan Kecil serta Koperasi dari hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan keten tuan pera turan perundang- undangan. Pasal 98 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan pelatihan dan pendampingan pemanfaatan sistem/ aplikasi pembukuan/pencatatan keuangan yang memberi kemudahan bagi Usaha Mikro dan Kecil. Pasal 99 Penyelenggaraan inkubasi dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, perguruan tinggi, Dunia Usaha, dan/atau masyarakat. Pasal 100 Inkubasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 bertujuan untuk:
menciptakan usaha baru;
menguatkan dan mengembangkan kualitas UMK-M yang mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi; dan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia terdidik dalam menggerakkan perekonomian dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 101 Sasaran pengembangan inkubasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 meliputi:
penciptaan dan penumbuhan usaha baru serta penguatan kapasitas pelaku usaha pemula yang berdaya saing tinggi;
penciptaan dan penumbuhan usaha baru yang mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi; dan
peningkatan nilai tambah pengelolaan potensi ekonomi melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 102 Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha melakukan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas UMK-M sehingga mampu mengakses:
pembiayaan alternatif untuk UMK-M pemula;
pembiayaan dari dana kemitraan;
bantuan hibah pemerintah;
dana bergulir; dan
tanggung jawab sosial perusahaan. Bagian Kesepuluh Partisipasi Usaha Mikro, Kecil, dan Koperasi pada Infrastruktur Publik Pasal 103 Di antara Pasal 53 dan Pasal 54 dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6760) disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 53A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 53A (1) Jalan Tol antarkota harus dilengkapi dengan tern pat istirahat dan pelayanan untuk kepentingan pengguna Jalan Tol, serta menyediakan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah.
Penyediaan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah pada tempat istirahat dan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengalokasikan lahan pada Jalan Tol paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total luas lahan area komersial untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah, baik untuk Jalan Tol yang telah beroperasi maupun untuk Jalan Tol yang masih dalam tahap perencanaan dan konstruksi. (3) Penyediaan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan partisipasi Usaha Mikro dan Kecil melalui pola kemitraan.
Penanaman dan pemeliharaan tanaman di tempat istirahat dan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan U saha Menengah.
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG CIPTA KERJA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/ a tau kegiatan pada bidang tertentu. 9. Badan Usaha adalah badan usaha berbentuk badan hukum atau tidak berbentuk badan hukum yang didirikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu. 10. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota. 11. Persetujuan Bangunan Gedung adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung. 12. Hari adalah hari kerja sesuai dengan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. BAB II ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang m1 diselenggarakan berdasarkan asas:
pemerataan hak;
kepastian hukum;
kemudahan berusaha;
kebersamaan; dan
kemandirian. (2) Selain berdasarkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggaraan Cipta Kerja dilaksanakan berdasarkan asas lain sesuai dengan bidang hukum yang diatur dalam undang-undang yang bersangkutan. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang m1 dibentuk dengan tujuan untuk:
menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan terhadap Koperasi dan UMK-M serta industri dan perdagangan nasional sebagai upaya untuk dapat menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan antardaerah dalam kesatuan ekonomi nasional;
menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;
melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan keberpihakan, penguatan, dan pelindungan bagi Koperasi dan UMK-M serta industri nasional; dan
melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila. Pasal 4 Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, ruang lingkup Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mengatur kebijakan strategis Cipta Kerja yang meliputi:
peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;
ketenagakerjaan;
kemudahan, pelindungan, serta pemberdayaan Koperasi dan UMK-M;
kemudahan berusaha;
dukungan riset dan inovasi;
pengadaan tanah;
kawasan ekonomi;
investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional;
pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan J. pengenaan sanksi. Pasal 5 Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait. BAB III PENINGKATAN EKOSISTEM INVESTASI DAN KEGIATAN BERUSAHA Bagian Kesatu Umum Pasal 6 Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi:
penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
penyederhanaan persyaratan investasi. Bagian Kedua Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Paragraf 1 Umum Pasal 7 (1) Perizinan Berusaha berbasis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha.
Penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh berdasarkan penilaian tingkat bahaya dan potensi terjadinya bahaya. (3) Penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap aspek:
kesehatan;
keselamatan;
lingkungan; dan/atau
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya. (4) Untuk kegiatan tertentu, penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mencakup aspek lainnya sesuai dengan sifat kegiatan usaha.
Penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan dengan memperhitungkan:
jenis kegiatan usaha;
kriteria kegiatan usaha;
lokasi kegiatan usaha;
keterbatasan sumber daya; dan/atau
risiko volatilitas. (6) Penilaian potensi terjadinya bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
hampir tidak mungkin terjadi;
kemungkinan kecil terjadi;
kemungkinan terjadi; atau
hampir pasti terjadi. (7) Berdasarkan penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), serta penilaian potensi terjadinya bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha ditetapkan menjadi:
kegiatan usaha berisiko rendah;
kegiatan usaha berisiko menengah; atau
kegiatan usaha berisiko tinggi. Paragraf 2 Perizinan Berusaha Kegiatan U saha Berisiko Rendah Pasal 8 (1) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) huruf a berupa pemberian nomor induk berusaha yang merupakan legalitas pelaksanaan kegiatan berusaha.
Nomor induk berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya. Paragraf 3 Perizinan Berusaha Kegiatan U saha Berisiko Menengah Pasal 9 (1) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) huruf b meliputi:
kegiatan usaha berisiko menengah rendah; dan
kegiatan usaha berisiko menengah tinggi. (2) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah rendah se bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa pemberian:
nomor induk berusaha; dan
sertifikat standar. (3) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa pemberian:
nomor induk berusaha; dan
sertifikat standar.
Sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan pernyataan Pelaku Usaha untuk memenuhi standar usaha dalam rangka melakukan kegiatan usaha. (5) Sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan sertifikat standar usaha yang diterbitkan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha oleh Pelaku U saha. (6) Dalam hal kegiatan usaha berisiko menengah memerlukan standardisasi produk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b, Pemerintah Pusat menerbitkan sertifikat standar produk berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar yang wajib dipenuhi oleh Pelaku U saha sebelum melakukan kegiatan komersialisasi produk. Paragraf 4 Perizinan Berusaha Kegiatan U saha Berisiko Tinggi Pasal 10 (1) Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) huruf c berupa pemberian:
nomor induk berusaha; dan
izin. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh Pelaku Usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya. (3) Dalam hal kegiatan usaha berisiko tinggi memerlukan pemenuhan standar usaha dan standar produk, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerbitkan sertifikat standar usaha dan sertifikat standar produk berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar. ~~ I " .. --~ Paragraf 5 Pengawasan Pasal 11 Pengawasan terhadap setiap kegiatan usaha dilakukan dengan pengaturan frekuensi pelaksanaan berdasarkan tingkat risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) dan mempertimbangkan tingkat kepatuhan Pelaku Usaha. Paragraf 6 Peraturan Pelaksanaan Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha berbasis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10, serta tata cara pengawasan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 11, diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha Paragraf 1 Umum Pasal 13 Penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi:
kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
persetujuan lingkungan; dan
Persetujuan Bangunan Gedung dan sertifikat laik fungsi. Paragraf 2 Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Pasal 14 (1) Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a merupakan kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau usahanya dengan RDTR. (2) Pemerintah Daerah wajib menyusun dan menyediakan RDTR dalam bentuk digital dan sesuai standar. (3) Penyediaan RDTR dalam bentuk digital sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan standar dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau usahanya dengan RDTR. (4) Pemerintah Pusat wajib mengintegrasikan RDTR dalam bentuk digital sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ke dalam sistem Perizinan Berusaha secara elektronik.
Dalam hal Pelaku Usaha mendapatkan informasi rencana lokasi kegiatan usahanya se bagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai dengan RDTR, Pelaku U saha mengajukan permohonan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan usahanya melalui sistem Perizinan Berusaha secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan mengisi koordinat lokasi yang diinginkan untuk memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.
Setelah memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pelaku Usaha mengajukan permohonan Perizinan Berusaha. ,: - \ • _. ......... .: : : Pasal 15 (1) Dalam hal Pemerintah Daerah belum menyusun dan menyediakan RDTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pelaku Usaha mengajukan permohonan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan usahanya kepada Pemerintah Pusat melalui sistem Perizinan Berusaha secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah Pusat memberikan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan rencana tata ruang. (3) Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
rencana tata ruang wilayah nasional;
rencana tata ruang pulau/kepulauan;
rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
rencana tata ruang wilayah provinsi; dan / a tau e. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Pasal 16 Dalam rangka penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha serta untuk memberikan kepastian dan kemudahan bagi Pelaku U saha dalam memperoleh kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang m1 mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4 739) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603); dan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214). Pasal 17 Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4 725) diubah sebagai berikut: