Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Perjanjian Internasional di Bidang Perpajakan, yang selanjutnya disebut Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional, yang antara lain mengatur pertukaran informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perpajakan, meliputi:
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
Persetujuan untuk Pertukaran Informasi Berkenaan dengan Keperluan Perpajakan ( Tax Information Exchange Agreement );
konvensi tentang bantuan administratif bersama di bidang perpajakan ( Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters );
Persetujuan Multilateral Antar-Pejabat yang Berwenang untuk Pertukaran Informasi Rekening Keuangan Secara Otomatis ( Multilateral Competent Authority Agreement on Automatic Exchange of Financial Account Information );
Persetujuan Bilateral Antar-Pejabat yang Berwenang untuk Pertukaran Informasi Rekening Keuangan Secara Otomatis ( Bilateral Competent Authority Agreement on Automatic Exchange of Financial Account Information );
Persetujuan Antar-Pemerintah untuk Mengimplementasikan Undang-Undang Kepatuhan Perpajakan Rekening Keuangan Asing ( Intergovernmental Agreement for Foreign Account Tax Compliance Act ); atau
perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.
Pertukaran Informasi Keuangan yang selanjutnya disebut Pertukaran Informasi adalah kegiatan untuk menyampaikan, menerima, dan/atau memperoleh informasi keuangan yang berkaitan dengan perpajakan berdasarkan Perjanjian Internasional, yang bertujuan untuk:
mencegah penghindaran pajak;
mencegah pengelakan pajak;
mencegah penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda oleh pihak-pihak yang tidak berhak; dan/atau
mendapatkan informasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Standar Pelaporan Umum ( Common Reporting Standard ), yang selanjutnya disebut CRS adalah standar pelaporan untuk Pertukaran Informasi secara otomatis yang tercantum dalam batang tubuh bagian II.B dan penjelasan (c ommentaries ) bagian III.B Standard for Automatic Exchange of Financial Account Information in Tax Matters , beserta perubahannya.
Pertukaran Informasi Secara Otomatis adalah Pertukaran Informasi yang dilakukan pada waktu tertentu, secara periodik, sistematis, dan berkesinambungan atas informasi keuangan yang disusun berdasarkan CRS.
Yurisdiksi Asing adalah negara atau yurisdiksi selain Indonesia.
Yurisdiksi yang Berpartisipasi dalam Pertukaran Informasi Secara Otomatis yang selanjutnya disebut Yurisdiksi Partisipan adalah Yurisdiksi Asing yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam Perjanjian Internasional yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi keuangan secara otomatis.
Yurisdiksi Tujuan Pelaporan adalah Yurisdiksi Partisipan yang merupakan tujuan bagi Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kewajiban penyampaian informasi keuangan secara otomatis.
Lembaga Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat LJK adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, dan perasuransian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang selanjutnya disebut LJK Lainnya adalah lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Entitas Lain adalah badan hukum seperti perseroan terbatas atau yayasan, atau non-badan hukum seperti persekutuan atau trust , yang melaksanakan kegiatan selain di sektor perbankan, pasar modal, dan perasuransian, yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar Pertukaran Informasi berdasarkan Perjanjian Internasional.
Lembaga Kustodian adalah entitas yang mengelola aset keuangan atas nama pihak lain sebagai kegiatan utama dari usahanya.
Lembaga Simpanan adalah entitas yang menerima simpanan dalam kegiatan perbankan secara umum atau usaha sejenis.
Perusahaan Asuransi Tertentu adalah perusahaan asuransi yang menerbitkan kontrak asuransi nilai tunai atau kontrak anuitas atau diwajibkan untuk melakukan pembayaran berkenaan dengan kontrak asuransi nilai tunai atau kontrak anuitas dimaksud.
Entitas Investasi adalah:
entitas yang kegiatan utamanya menjalankan satu atau lebih kegiatan atau operasi, untuk atau atas nama nasabah, yaitu:
perdagangan instrumen pasar uang, valuta asing, mata uang, suku bunga, instrumen indeks, efek yang dapat dipindahtangankan, atau perdagangan komoditas berjangka;
pengelolaan portofolio secara individu dan kolektif; atau
investasi, administrasi, atau pengelolaan aset keuangan atau uang atas nama pihak lain; dan/atau b. entitas yang sebagian besar penghasilan brutonya berasal dari kegiatan investasi, reinvestasi, atau perdagangan aset keuangan, dan entitas tersebut dikelola oleh entitas lain yang merupakan Lembaga Simpanan, Lembaga Kustodian, Perusahaan Asuransi Tertentu, atau entitas investasi sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Rekening Keuangan adalah rekening yang dikelola oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, yang meliputi rekening bagi bank, sub rekening efek bagi perusahaan efek dan bank kustodian, polis asuransi bagi perusahaan asuransi, dan/atau aset keuangan lain bagi LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain.
Rekening Keuangan Lama adalah Rekening Keuangan yang dikelola sampai dengan tanggal 30 Juni 2017 oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain.
Rekening Keuangan Baru adalah Rekening Keuangan yang dikelola sejak tanggal 1 Juli 2017 oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain.
Rekening Keuangan Bernilai Rendah adalah Rekening Keuangan Lama milik orang pribadi dengan agregat saldo atau nilai pada tanggal 30 Juni 2017 sebesar paling banyak USD1.000.000,00 (satu juta Dolar Amerika Serikat).
Rekening Keuangan Bernilai Tinggi adalah Rekening Keuangan Lama milik orang pribadi dengan agregat saldo atau nilai pada tanggal 30 Juni 2017, pada tanggal 31 Desember 2017, atau pada tanggal 31 Desember tahun kalender selanjutnya, sebesar lebih dari USD1.000.000,00 (satu juta Dolar Amerika Serikat).
Pemegang Rekening Keuangan adalah orang pribadi dan/atau entitas yang terdaftar atau teridentifikasi sebagai pemilik suatu Rekening Keuangan.
Negara Domisili adalah negara atau yurisdiksi tempat Pemegang Rekening Keuangan menjadi subjek pajak dalam negeri.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat Kanwil DJP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kanwil DJP.
Kantor Pengolahan Data Eksternal yang selanjutnya disingkat KPDE adalah unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Pajak di bidang pengolahan data dan dokumen yang berkaitan dengan perpajakan yang diberikan oleh instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak, dan secara teknis fungsional dibina oleh Direktur Teknologi Informasi Perpajakan.
Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, Danjatau Pembelajaran dalam Rangka Pembinaan dan Peng ...
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi ...
Relevan terhadap
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk:
bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar:
15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan 21 2Oo/o (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;
diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar:
15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2Oo/o c 21 2Ooh (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan; diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar:
15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan 21 2Oo/o (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi; dan bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksa dana dan Wajib Pajak dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif, dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif, dan efek beragun aset berbentuk kontrak investasi kolektif yang terdaftar atau tercatat pada Otorita_s Jasa Keuangan sebesar:
5o/o (lima persen) sampai dengan tahun 2O2O; dan 2l IOo/o (sepuluh persen) untuk tahun 2O2l dan seterusnya. Pasal II Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. d Agar Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 2O19 ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Agustus 2019 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2OL9 NOMOR 147 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2OO9 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA OBLIGASI I. UMUM Perkembangan kontrak investasi kolektif telah memunculkan ^banyak variasi pengelolaan investasi di sektor keuangan sehingga ^diperlukan pemberian perlakuan yang sama (equal treatment) dalam ^pengenaan Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi terhadap seluruh ^Wajib ^Pajak reksa dana dan Wajib Pajak dana investasi infrastruktur berbentuk ^kontrak ^investasi kolektif, dana investasi real estat berbentuk kontrak ^investasi ^kolektif, ^dan efek beragun aset berbentuk kontrak investasi kolektif. ^Hal ^ini ^perlu dilakukan untuk mendukung pendalaman sektor keuangan ^secara menyeluruh, tidak hanya kepada Wajib Pajak reksa dana. II. PASAL DEMI PASAL
Pengelolaan Indonesia National Single Window dan Penyelenggaraan Sistem Indonesia National Single Window ...
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Relevan terhadap
Pasal 197 Standar teknis pemenuhan Baku Mutu Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 huruf a meliputi:
parameter dan nilai Baku Mutu Emisi;
desain alat pengendali Emisi;
lokasi titik pengambiian sarrrpel;
sumber Emisi wajib pantau dilengkapi dengan nama dan titik koordinat;
sarana prasarana pengambilan sampel;
lokasi dan titik pemantauan Udara Ambien;
kewajiban:
memiliki alat pengerrdaii Emisi;
menaati Baku Mutu Bmisi yang ditetapkan bagi Usaha dan/atau Kegiatan;
melnenuhi persyaratan teknis pengambilan sampel Emisi;
memantau Mutu Udara ambien dan konsentrasi Emisi secara berkala;
melaksanakan pengurangan dan pemanfaatan kembali;
memiliki penanggung jawab yang memiliki kompetensi di bidang perlindungan dan pengelolaan Mutu Udara; r 7. melakukan perhitungan Beban Emisi;
memiliki Sistem Tanggap Darurat Pencemaran Udara; dan
melaporkan seluruh kewajiban pengendalian . Pencemaran Udara melalui Sistem Informasi Lingkungan Hidup; dan
larangan:
membuang Emisi secara langsung atau pelepasan dadakan;
melakukan pembuangan Emisi non-fugitiue tidak melalui cerobong;
menambahkan menambahkan udara ke cerobong setelah alat pengendali, di luar dari proses operasi kegiatan; dan/atau tindakan lain yang dilarang dalam Persetujuan Lingkungan danlatau ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 198 (1) Standar kompetensi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 huruf b meliputi:
penanggungjawab pengendalianPencemaran.Udara;
penanggnng jawab instalasi alat pengendali Emisi; dan
personel yang memiliki kompentensi lainnya sesuai dengan kebutuhan. (2) Standar kompetensi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kemampuan:
melakukan identifikasi sumber pencemar Emisi;
menentukan karakteristik pencemar Emisi;
menilai tingkat pencemaran Emisi;
mengoperasikan cian melakukan perawatan alat pemantauan Emisi;
melakukan identifikasi bahaya dalam pengendalian Emisi;
melaksanakan tindakan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap bahaya dalam pengendalian Emisi; dan menguasai standar kompetensi lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan peraturan perundang-undangan. 3 4 o b. Pasal 199 (1) Sistem manajemen lingkungan sebagaimana climaksud dalam Pasal 196 huruf c dilakukan melalui tahapan:
perencanaan;
pelaksanaan -r4t- b. pelaksanaan; t c. pemeriksaan; dan
tindakan. (21 Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
menentukan lingkup dan menerapkan sistem manajemen lingkungan terkait pengendalian Pencemaran Udara;
menetapkan kepemimpinan dan komitmen dari manajemen puncak terhadap pengendalian Pencemaran Udara;
menetapkan kebdakan pengendalian Pencemaran Udara;
menentukan sumber daya yang disyaratkan untuk penerapan dan pemeliharaan sistern manajemen lingkungan terkait pengendalian Pencemaran Udara;
memiliki sumber daya manusia yang memiliki sertifikasi kompetensi pengendalian Pencemaran Udara;
menetapkan struktur organisasi yang menangani pengendalian Pencemaran Udara;
menetapkan tanggung jawab dan kewenangan untuk peran yang sesuai;
menentukan aspek pengendalian Pencemaran Udara dan dampaknya;
mengidentifikasi dan memiliki akses terhadap kewajiban penaatan pengendalian Pencemaran [Jdara;
merencanakan untuk mengambil aksi menangani risiko dan peluang serta evaluasi efektifitas dari kegiatan tersebut;
menetapkan sasaran pengendalian pencemaran Udara serta menentukan indikator dan proses untuk mencapainya;
memastikan kesesuaian metode untuk pembuatan dan pemutakhiran serta pengendalian informasi terdokumentasi;
menentukan m. menentukan risiko dan peluang yang perlu ditangani; dan/atau
menentukan potensi situasi darurat dan respon yang diperlukan. (3) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
memantau, mengukur, menganalisa, dan mengevaluasi kinerja pengendalian Pencemaran Udara; dan
mengevaluasi hasil pemantauan Emisi yang dilakukan terhadap nilai Baku Mutu Emisi yang ditetapkan dalam Persetujuan Lingkungan atau peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Baku Mutu Emisi. , (4) Dalam hal evaluasi hasil pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b menunjukkan ketidaktaatan, rencana pengelolaan Emisi harus dilakukan perubahan. (5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
mengevaluasi pemenuhan terhadap kewajiban penaatan pengendalian Pencemaran Udara;
melakukan internal audit secara berkala; dan
mengkaji sistem manajemen lingkungan organisasi terkait pengendalian Pencemaran Udara untuk memastikan kesesuaian, kecukupan, dan keefektifan. (6) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
melakukan tindakan untuk menangani ketidaksesuaian; dan
melakukan tindakan perbaikan berkelanjrrtan terhadap sistem manajemen lingkungan yang belum sesuai dan efektif untuk meningkatkan kinerja pengendalian Pencemaran Udara. Pasal 2OO Pasal 200 Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi SPPL, wajib mclakukan pengelolaan Emisi. Pasal 2O1 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya meiakukan verifikasi terhadap sarana dan prasarana pengendalian Pencemaran Udara. (2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukarr unl.uk:
melihat kesesuaian antara stanciar teknis pemenuhan Baku Mutu Ernisi dengan pembangunan sarana dan prasarana pengendalian Pencemaran Udara. yang dilakukan; dan
memastikan berfungsirrya sarana dan prasarana pengendaliari Pencemaran Udara serta terpenuhinya Baku Mutu Emisi. (3) Hasil verifikasi terhadap sarana dan prasarana pengendalian Pencemaran Ud.ara sebagaimana dimaksud pada ayat i2) berupa memenuhi atau tidak memenuhi Persetujuan Teknis. (4) Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
memenuhi Persetujuan Tekrris, Menteri, gubernur, atau bupati/waii kota sesuai dengan kewenangannya rrrenerbitkan SLO; atau
tidak rremenuhi Persetujuan Teknis, IlIenteri, gubernur, atau bupati/'wali kota sesuai dengan kewenangannya memerintahkan untuk melakukan perbaikan sarana dan prasarana danlatau penrbahan Persetujrran Lingkungan yang dituangkan <lalarn berita acara. (5) SLO sebagaimana dirr^aksud pada ayat (4) huruf a sebagai dasar Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya dalam melakukan pengawasan.
Penanggung jawab tisaha dan/atau Kegiatan meiaktikan perbaikan sarana dan prasarana sesuai dengan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b sampai dengan Baku Mutu Emisi terpenuhi. (7) Dalam hal penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan tidak rnelakukan perbaikan sarana dan prasarana sesuai dengan berita acara seba.gaimana dimaksud pada ayat (41 huruf b, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidr"lp mela.xukan pengawasan. Pasal 202 Pemenuhan standar kompetensi sumber daya manusia sebagairnana dimaksud dalam Pasal 198 dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun sejak SLO diterbitkan. Pasal 2O3 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan dengan sumber Emisi tidak bergerak sebagaimana climaksud dalam Pasai 190 ayat (3) huruf a wajib n: ernenuhi ketenf-uan Bakri Mutu Emisi. (2\ Pernerruhan ketentuan Baku Mutu Enrisi sebagaimana dimaksrrd pada a5'at (1) dilakukan melalui pemantauan Emisi dengan cara:
rnanual; dan/atau
otomatis dan terus menerus. (3) Pemantauan Emisi dengan cara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a diiakukan oleh laboratorium yang teregistrasi oleh Menteri. (4) Pemantauan Emisi dengan cara otomatis dan terus- menerus sebagailrrana dineaksud pada ayat (21 hurut b dilakukan dengan cara memasang alat pemantau untuk rnengurkur kuantitas kadar dan laju alir Emisi yang terkalibra.si. (5) Menteri menetapkan (lsaha danlatau Kegiatan 5,4ng wajib arelakukan pern'rntauar: secara otomatis dan tenrs- menerus.
Setiap pena.nggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib melakukan pemantauarr secara otomatis dan terus- menet'us, wajib mengintegrasikan pemantauan Ernisinya ke daiarrr Sistem Inforrnasi Lingkungan Hidup. Pasal 204 (1) Sumber Emisi bergerak sebagaimana dimaksucl dalam Pasal 19C ayat (13) huruf b meliputi:
^produk dari ijsaha danlatau Kegiatan sektor industri otornotif;
penggr-rnazrn aiat transportasi darat; dan
penggunaan alat berat. (21 Sumber Emisi bergerak produk dari Usaha dan/atau Kegiatan sektor industri otomotif sebaqairnana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikategorikan berdasarkan:
tipe baru, meliputi model baru dan yang sedang dipror.luksi: cJan b. proCuk yallg telah beroperasi. (3) Sutmber Emisi bergerak sebagaimana dimaksud paCa avat (1) huruf b meliputi strmber Emisi berbasis. a. ^jalan; dan/atau
norrjalan. Pasal 205 (i) Penanggung jawab Usaha cian/atau Kegiat-an yang menghasilkan Ernisi:
produk dari t.Isaha oan/atau Kegiatan sektor industri otomotif;
pengglrnaan alat trarisportasi darat berbasis nonjaiari; dan i atau c. ^penggunaan alat berat, wajib rncmenllhi ketentuan Baku Mutu Emisi. (21 Prodtrk hasil indnstri otornotif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hur'.rf a melipr-rti: a enjin model b,; rli; rfan- b. enjin yang sedang diproduksi. (3) Pemenuhan Baku Mutu Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
untuk produk hasil Usaha dan/atau Kegiatan sektor industri otomotif, dilakukan oleh laboratorium yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional atau badan akreditasi penandatanganan perjanjian saling pengakuan dalam forum Asia Pacific Accreditation Cooperation (APAC) atau International Laboratorium Accreditation Cooperation (I LAC) ; dan
untuk alat transportasi darat berbasis nonjalan dan alat berat, dilakukan oleh personel yang memiliki sertifikat yang diterbitkan lembaga sertifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian. Pasal 206 (1) Setiap Orang yang menghasilkan Emisi dari alat transportasi darat berbasis jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2O4 ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf a harus memenuhi ketentuan Baku Mutu Emisi. (21 Pemenuhan ketentuan Baku Mutu Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan:
diterapkan pada alat transportasi darat berbasis jalan yang telah memasuki masa pakai lebih dari 3 (tiga) tahun; dan
pengukuran dilakukan oleh personel yang memiliki sertifikat yang diterbitkan lembaga sertifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian. (3) Pemenuhan ketentuan Baku Mutu Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a digunakan sebagai dasar pengenaan tarif pajak kendaraan bermotor. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan tarif pajak kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, setelah berkoordinasi dengan Menteri. Pasa L 2OT (1) Menteri menyusurr dan menetapkan baku mutu gan€lguan sebaga,imana dimaksud dalam Pasal 189 hunrf c. (21 Gangguan sebagairrrana dirnaksud pada ayat (1) meliputi:
kebisingan;
kebauan;
da.n c. getaran. (3) Baku mutu gangguarr sebagaimana dirrraksud pa-da ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan:
kesehatan inanusia;
keselamata-n sarana fisik;
kelestanan bangunan;
kctersediaan teknologi terbaik; dan/atau
kemampuan ekonomi. Pasal 208 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang mengeluarkan gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2O7 ayat (2) wajib melakulcan uji gangguan. (21 Uji gangguan sebagainrana dimaksud pada ayat (I) dilakukan dengan:
menggunakan laboratoriur: n yang teregistrasi oleh IVlenteri; dan/atau
menggunakan personel yang memiliki sertifikat yang ditcrbitkan oleh iembaga sertifikasi. Pasal 2O9 (1) Setiap Usaha dan/atarr Kegiatan harus melakukan internalisasi biaya pengelolaan Mutu Udara sebagaimana dimaksud da-lam Pasal I89 huruf d.
Internalisasi (21 Internalisasi bia.va pengelolaan Mutu Udara sebagaimana dimaksud pacia ayat (1) dilaksanakan dengan memasukkan biaya pengendalian Pencemarar: Udara dala.m perhitungarl biavar produksi atau biaya suatrl l.Jsaira dan/atau Kerlatan. (3) Biaya pengendalian Pencemaran Udara setragaimana dimziksud pada ayat (2) meliputi biaya:
pencegahan Pencemaran Udara;
pengemba.ngan teknologi terbaik rendah Emisi;
penggunaa.n bahan bakar bersih;
pengembangan sumber daya manusia; dan/atau
kegiatan lain yang mendukung upaya pengendalian Pencemaran Udara. Pasal 21O (1) Menteri menetapkan kuota Emisi dan sistem perdagangan kuota Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 huruf e terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang menghasilkan Emisi. (2) Kuota Emisi sebagaimana dimaksud pada 2J.at (1) ditetapkan cleh Menteri secelah berkoordirrasi dengan menteri/kepaia lembaga pemerintah nonkementerian terkait. (3) Perdagangan kuota Emisi sebagaimana di,rraksud paCa ayat (1) dite; rtukan Lrerdasarkan RPPIVIU yang telah ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/waii kota. Pasal 2 I 1 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan hanya dapat rnelepas Emisi sesuai dengan kuota Emisi yang dimilikinya. l2l ^Kuota Emisi ^sebagairnana ^dirnaksud pada ayat (i) dapat diperjualbelikan antar penanggtrng jawab Usaha dan/atau Kegiatan. Pasal 212 (1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan men1rusun Standar Nasional Indonesia terhadap produk yang digunakan di rumah tangga yang mengeluarkan residu ke udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 huruf f. ! (2) Standar Nasional Indonesia terhadap produk yang digunakan di rumah tangga yang mengeluarkan residu ke udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
kebauan;
gangguan kesehatan; dan
bentuk standar lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan peraturan pertrndang-undangan. (3) Standar Nasional Indonesia terhadap produk yang digunakan di rumah tangga yang mengeluarkan residu ke udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan:
kesehatan masyarakat;
larangan penggunaan 83;
kelestarian bangunan;
ket-ersediaan teknologi terbaik; dan/atau
kondisi ekonomi. (4) Dalam menJrusun Standar Nasional Indonesia, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan berkoordinasi dengan instansi yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan Standar Nasional Indonesia terhadap produk yang digunakan di rumah tangga yang mengeluarkan residu ke udara diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Paragraf Paragraf 3 Penanggulangan Pasal 2 13 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan ../ang melakukan Pencemaran Udara wajib melaksanakan penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.3 ayat (2) huruf b. (2) Penanggulangan Penceinaran Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
pemberian informasi kepada masyarakat terkait Pencemaran Udara;
penghentian sumber Pencemaran Udara;
ci.an c. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Penghentian sumber Pencemaran Lidara sebagaimana dirnaksud pada ayat (21huruf n dilakukan dengan cara:
penghentian proses produksi;
penghentian kegiatan pada fasilitas yang menyebabkan Pencernaran Udara; dan/atau
tindakan tertentu untuk meniadakan Pencemaran Udara pada sumbernya. (41 Penanggung ja'arab lJsaha dan/atau Kegiatan yang rnelakukan petlanggulangan Pencemaran Udara sebagaimana dirnaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan laporan pelaksanaan penghentia.n Pencemaran Udara kepada Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota. Pasal 2 L.i (1) Penanggtrlangan Perrcerlaran Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasai 2!3 ayat (lt dilakukan dalam jangka r*raktu palirrg iarrrbat 24 (dua puluh empat) jam sejak diketahuinya Pencemaran Udara. (21 Dalam hal penangglrlangan Pencernaran lJdara seba-gaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diiakukair, Menteri, gubernur, atarl hupati/wali kota sesuai dengan kcwenarrgannya menetapkan pihak ketiga- untuk melakukan pena n ggr-r iangan Pencem ar an Uda.ra (3) Bia5,6 yang tinrbui dari pelaksanaan penanggulangan Pencemaran Udara sebagaimana dima.ksud parta ayat (2) dibebankan kepada pcnangslng jawab Usaha clanlatau Kegia.tan ya.ng melakukan Pencemaran Ud.ara. Pasal 2 15 (1) Dalant tral terjadi bencana yang inengakibatkan Pencemaran Udara, Pemerintah dan Pemerintah Daerah nrelakrrkan penanggulangan Pencemaran Udara. (21 Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ciilaksanakan sesuai derrgan ketentuan peratur.an perunda ng- undar:
ga n. Paragrat 4 Pemuliharr Dermpak Pencemaran Udara Pasal 2 16 (1) Setiap C)rang yang melakukan Pencemaran Udara wajib melakrikan pemrrirhan dampak Pencemaran Uclara sebagaimana dirnaksud d.riam Pasal 188 ayat (2) hunrt c. (2) Pemulihr:
it dampak Pencemaran Udara sebagairrrana dimaksud pada a],-at (1) meliputi kegiatan:
^pernbersihan u.nsur pencemar pada media Lingkunqan Hidup; dan
cara lain yang sestrai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. - r52 Pasal 2lT (1) Pernulihan dampak Pencerrraran Udara sebagaimana dimaksucl dalam Pasal 216 ayat (1) dilakukan dalam jangka waktrr paling lambat 3O (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Penccmaran Udara. (2) Dalam hal pemulihan sebagaimana dineaksuu pada rtyat (1) tidak dilakukarr, Menteri, gubernur., atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga r-rntuk melakukan pemltlihan fungsi Lingkungan Hidup. (3) Biaya yang timbul dari pelaksanaan pernulihan sebagairnana dimaksud pada avat (2lrdibetrankan kepacla Setiap Orang yang melakukan Pencemaran Udara. Pasal 2 18 (1) Pemulihan dampak Pencerrraran Udara sebagairnana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (1) clilakukan oleh Menteri, gubernur. atau bupatiiwali kota sesuai dengan kewenangannya, jika:
Sumber Pencemar Udara tidak diketahui;
da.n/atau b. tidak diketahui pihak yang melakukan penc: ernaran. {2} ^Pemulihan ^dampak ^Perrcema.rarr Udara sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh: a" lVlenteri, jika dampak pencemaran lirrtas provin-si:
gubernur, jikir dampak pencemaran lintas kabupaten/kota; dan
bupati/wali kcta, jika dampak pencernaran terbatas daiam rvilayr. h kabupaten/ kota. Pasai 219 Ketentuan lebih lanjut mengenai:
tata cara iirventarisasi udara;
tata cara pcnytlsltnarr da.n penetapan WPPMU;
f.ata cata penvusunan, penetapan, dan perubahan RPPMI ^I;
cl. Baku IVIutu Ernisi;
Persetujuan Teknis pemenurhan Baktl h{utu Emisi dan SLO;
baku mutu gangguan;
tata cara penetapa.n kuota Emisi;
sistem perdagangan kuota Emisi;
penanggulangan Pencerna.ran Udara; cian j. pernulihan dampak Pencemaran Udara, sebagaimana dimaksud CaLain Pasal 163 sampai dengan Pasal 218 diatur dalam Peraturan Menteri.
Pengujian UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang APBN TA 2018 terhadap UUD Negara RI Tahun 1945
Relevan terhadap
disebabkan oleh penurunan target DBH SDA Pertambangan Mineral dan Batu Bara dari Alokasi berdasarkan Perpres 137/2015 (APBN 2016) sebesar Rp 2.454,856 Milyar, alokasinya berdasarkan Perpres 66/2016 (APBN-P 2016) sebesar Rp 966,610 Milyar atau terjadi penurunan sebesar Rp 1.488,246 Milyar (60,62%). Penurunan yang drastis ini disadari akan mengganggu pengelolaan APBD Kabupaten Kutai Timur. Namun, dipandang dari aspek makroekonomi kondisi keuangan negara pada tahun 2016 dapat diuraikan berikut ini. Perekonomian global yang melemah sepanjang tahun 2015 dan berlanjut hingga triwulan I tahun 2016 memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap kinerja perekonomian domestik. Hal ini terlihat pada perkembangan realisasi asumsi dasar ekonomi makro terutama pada harga minyak mentah Indonesia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang masih jauh bila dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkan dalam APBN tahun 2016. Penurunan harga minyak dan penguatan nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap proyeksi realisasi APBN tahun 2016 secara keseluruhan. Pendapatan negara khususnya penerimaan perpajakan dari sektor migas dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sumber daya alam (SDA) migas diperkirakan mengalami penurunan. Tidak tercapainya realisasi penerimaan pajak tahun 2015 sebagai basis perhitungan target penerimaan pajak pada APBN tahun 2016 juga memengaruhi penurunan proyeksi realisasi pendapatan negara tahun 2016. Penurunan harga minyak dan penguatan nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap proyeksi realisasi APBN tahun 2016 secara keseluruhan. Pendapatan negara khususnya penerimaan perpajakan dari sektor migas dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sumber daya alam (SDA) migas diperkirakan mengalami penurunan. Tidak tercapainya realisasi penerimaan pajak tahun 2015 sebagai basis perhitungan target penerimaan pajak pada APBN tahun 2016 juga memengaruhi penurunan proyeksi realisasi pendapatan negara tahun 2016. Perkiraan penurunan realisasi pendapatan negara dari target APBN tahun 2016 dan diiringi dengan komitmen alokasi belanja negara yang masih mengacu pada APBN tahun 2016 mengakibatkan adanya potensi pelebaran defisit anggaran hingga melebihi ambang batas. Sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi tidak melebihi 3,0 persen dari produk domestik bruto. Berdasarkan dari perkembangan perekonomian tersebut, Pemerintah melakukan konsolidasi fiskal baik dalam
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator)
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpa ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Perjanjian Internasional di Bidang Perpajakan, yang selanjutnya disebut Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional, yang antara lain mengatur pertukaran informasi mengenai hal yang berkaitan dengan perpajakan, meliputi:
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
Persetujuan untuk Pertukaran Informasi Berkenaan dengan Keperluan Perpajakan (Tax _Information Exchange Agreement); _ c. Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan (Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax _Matters); _ d. Persetujuan Multilateral An tar- Pej a bat yang Berwenang untuk Pertukaran Informasi Rekening Keuangan Secara Otomatis (Multilateral Competent Authority Agreement on Automatic Exchange of Financial Account _Information); _ ~ e. Persetujuan Bilateral Antar-Pejabat yang Berwenang untuk Pertukaran Informasi Rekening Keuangan Secara Otomatis (Bilateral Competent Authority Agreement on Automatic Exchange of Financial Account _Information); _ f. Persetujuan Antar-Pemerintah untuk Mengimplementasikan Undang-Undang Kepatuhan Perpajakan Rekening Keuangan Asing (Intergovernmental Agreement for Foreign _Account Tax Compliance Act); _ atau g. perjanjian bilateral atau multilaterallainnya.
Pertukaran Informasi Keuangan yang selanjutnya disebut Pertukaran Informasi adalah kegiatan untuk menyampaikan, menerima, dan/ a tau memperoleh informasi keuangan yang berkaitan dengan perpajakan berdasarkan Perjanjian Internasional, yang bertujuan untuk:
mencegah penghindaran pajak;
mencegah pengelakan pajak;
mencegah penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda oleh pihak-pihak yang tidak berhak; dan / a tau d. mendapatkan informasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Standar Pelaporan Umum Standard), yang selanjutnya (Common Reporting disebut CRS adalah standar yang berisi pelaporan, prosedur identifikasi Rekening Keuangan, dan Pertukaran Informasi yang dirujuk atau diatur dalam Perjanjian Internasional untuk melakukan Pertukaran Informasi antarnegara, yang tercantum dalam pokok-pokok pengaturan/batang tubuh bagian II.B, penjelasan (commentaries) bagian III.B dan Annex 5 Standard for Automatic Exchange of Financial Account Information in Tax Matters, beserta perubahannya. ~ www.jdih.kemenkeu.go.id 4. Pertukaran Informasi Secara Otomatis adalah Pertukaran Informasi yang dilakukan pada waktu tertentu, secara periodik, sistematis, dan berkesinambungan atas informasi keuangan yang diperoleh dari lembaga keuangan.
Yurisdiksi Asing adalah negara atau yurisdiksi selain Indonesia.
Yurisdiksi yang Berpartisipasi dalam Pertukaran Informasi Secara Otomatis yang selanjutnya disebut Yurisdiksi Partisipan adalah Yurisdiksi Asing yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam Perjanjian Internasional yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi keuangan secara otomatis.
Yurisdiksi Tujuan Pelaporan adalah Yurisdiksi Partisipan yang merupakan tujuan bagi Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kewajiban penyampaian informasi keuangan secara otomatis.
Lembaga Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat WK adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, dan perasuransian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang selanjutnya disebut WK Lainnya adalah lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
Entitas Lain adalah badan hukum seperti perseroan terbatas atau yayasan, atau non-badan hukum seperti persekutuan atau trust, yang melaksanakan kegiatan selain di sektor perbankan, pasar modal, dan perasuransian, yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai dengan standar Pertukaran Informasi berdasarkan Perjanjian In ternasional. ~ www.jdih.kemenkeu.go.id 11. Lembaga Kustodian adalah entitas yang mengelola aset keuangan atas nama pihak lain sebagai kegiatan utama dari usahanya, yang penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Lembaga Simpanan adalah entitas yang menenma simpanan dalam kegiatan perbankan secara umum atau usaha sejenis, yang penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Perusahaan Asuransi Tertentu adalah perusahaan asuransi yang menerbitkan kontrak asuransi nilai tunai atau. kontrak anuitas atau diwajibkan untuk melakukan pembayaran berkenaan dengan kontrak asuransi nilai tunai atau kontrak anuitas dimaksud.
Entitas Investasi adalah:
entitas yang kegiatan utamanya menjalankan satu atau lebih kegiatan atau operasi, untuk atau atas nama nasabah, yaitu:
perdagangan instrumen pasar uang, valuta asing, mata uang, suku bunga, instrumen indeks, efek yang dapat dipindahtangankan, atau perdagangan komoditas berjangka;
pengelolaan portofolio secara individu dan kolektif; atau
investasi, administrasi, atau pengelolaan aset keuangan atau uang atas nama pihak lain; dan / a tau b. entitas yang sebagian besar penghasilan brutonya berasal dari kegiatan investasi, reinvestasi, atau perdagangan aset keuangan, dan entitas tersebut dikelola oleh entitas lain yang merupakan Lembaga Simpanan, Lembaga Kustodian, Perusahaan Asuransi Tertentu, atau Entitas Investasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, ~ www.jdih.kemenkeu.go.id yang penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi adalah orang pribadi yang terdaftar atau teridentifikasi sebagai pemegang suatu Rekening Keuangan oleh lembaga keuangan yang mengelola Rekening Keuangan dimaksud, yang penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pemegang Rekening Keuangan Entitas adalah entitas yang terdaftar atau teridentifikasi sebagai pemegang suatu Rekening Keuangan oleh lembaga keuangan yang mengelola Rekening Keuangan dimaksud, yang penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Rekening Keuangan adalah rekening yang dike lola oleh WK, WK Lainnya, dan/ a tau Entitas Lain, yang meliputi rekening bagi bank, sub rekening efek bagi perusahaan efek dan bank kustodian, polis asuransi bagi perusahaan asuransi, dan/atau aset keuangan lain bagi WK Lainnya dan/ a tau Entitas Lain, yang penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Rekening Keuangan Lama adalah:
Rekening Keuangan yang dikelola sampai dengan tanggal 30 Juni 2017 oleh WK, WK Lainnya, dan/atau Entitas Lain; a tau ~ www.jdih.kemenkeu.go.id b. Rekening Keuangan yang dibuka sejak tanggal 1 Juli 2017 oleh pemegang Rekening Keuangan yang telah memegang Rekening Keuangan sebagaimana · dimaksud pada huruf a, yang kriterianya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Rekening Keuangan Baru adalah Rekening Keuangan yang dikelola sejak tanggal 1 Juli 2017 oleh WK, WK Lainnya, danjatau Entitas Lain.
Rekening Keuangan Bernilai Rendah adalah Rekening Keuangan Lama yang dipegang oleh (held by) Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi dengan agregat saldo atau nilai pada tanggal 30 Juni 2017 sebesar paling banyak USDl.OOO.OOO,OO (satu juta Dolar Amerika Serikat).
Rekening Keuangan Bernilai Tinggi adalah Rekening Keuangan Lama yang dipegang oleh (held by) Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi dengan agregat sal do a tau nilai pada tanggal 30 Juni 2017, pada tanggal 31 Desember 2017, a tau pada tanggal 31 Desember tahun kalender selanjutnya, sebesar lebih dari USDl.OOO.OOO,OO (satujuta Dolar Amerika Serikat).
Negara Domisili adalah negara atau yurisdiksi tempat orang pribadi atau entitas menjadi subjek pajak dalam negeri.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat Kanwil DJP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kanwil DJP. ~ www.jdih.kemenkeu.go.id 25. Kantor Pengolahan Data Eksternal yang selanjutnya disingkat KPDE adalah unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Pajak di bidang pengolahan data dan dokumen yang berkaitan dengan perpajakan yang diberikan oleh instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak, dan secara teknis fungsional dibina oleh Direktur Teknologi Informasi Perpajakan.
Ketentuan Pasal 2 diubah, ditambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3) dan ayat (4) sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut: