Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 8 lainnya
Laporan Utama MEDIAKEUANGAN 12 Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraaan pada sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR- DPD di Gedung Parlemen. Foto Dok. DPR RI MEDIAKEUANGAN 12 Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 menjadi berbeda dari biasa. Negeri masih dilanda pandemi. Sekuat tenaga upaya dikerahkan agar pandemi segera teratasi. Namun, ketidakpastian masih tinggi, bahkan di beberapa daerah pertumbuhan kasus baru terus terjadi. Pemerintah harus memantapkan langkah antisipasi untuk memitigasi dampak sosial ekonomi di tahun depan. PERCEPAT PEMULIHAN, PERKUAT REFORMASI Teks Reni Saptati D.I P ada 14 Agustus 2020 lalu, pemerintah telah menyampaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN tahun anggaran 2021 dan Nota Keuangan. Kebijakan fiskal RAPBN 2021 mengambil tema Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi. Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Ubaidi S. Hamidi mengemukakan setidaknya ada dua hal yang melatarbelakangi pemilihan tema. “Pertama, pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia telah berdampak sangat luar biasa bagi kesehatan masyarakat dan perlambatan perekonomian dalam tahun 2020,” tutur pria kelahiran Klaten tersebut. Sumber daya fiskal perlu diarahkan untuk mendukung keberlanjutan dan akselerasi berbagai upaya strategis pemulihan kondisi kesehatan dan perekonomian nasional yang telah mulai dilakukan sejak 2020, dan akan dilanjutkan pada 2021. “Kedua, langkah menuju Visi Indonesia 2045 sebagai negara maju tetap perlu diperjuangkan bersama,” tegas Ubaidi. Guncangan perekonomian nasional tahun ini tidak menyurutkan langkah pemerintah untuk tetap mewujudkan cita-cita luhur yaitu masyarakat yang semakin sejahtera, serta bagaimana berupaya untuk keluar dari middle income trap . Ia menjelaskan, pemulihan ekonomi akan bermakna jika dilengkapi dengan reformasi struktural yang konsisten. Sebaliknya, reformasi akan berjalan efektif jika didukung proses pemulihan ekonomi yang solid. “Strategi recovery ekonomi dan reformasi merupakan satu paket, two in one , yang komplementer dan saling menguatkan, agar dari sisi kesehatan-sosial-ekonomi dapat segera pulih menuju normal,” ujar Ubaidi yang sebelum bertugas di BKF, selama belasan tahun bertugas di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Program pemulihan ekonomi nasional berlanjut Reformasi yang akan dilaksanakan pada 2021 meliputi banyak sektor. Untuk mendukung pemulihan melalui penguatan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, alat kesehatan, serta mendorong health security preparedness , reformasi sektor kesehatan akan digalakkan. Di sisi lain, pemerintah juga melakukan reformasi perlindungan sosial untuk mendukung pemulihan sekaligus mempersiapkan program yang adaptif terhadap resesi ekonomi dan bencana. Ubaidi menjelaskan, fokus reformasi juga akan diarahkan ke sektor pendidikan, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), perpajakan, penganggaran, dan optimalisasi teknologi informasi melalui digitalisasi layanan publik. “Dalam rangka menjawab tantangan stuktural terkait perlunya penguatan daya saing, peningkatan kapasitas produksi dan pemanfaatan bonus demografi untuk mendukung produktivitas dan transformasi ekonomi, maka diperlukan reformasi untuk penguatan fondasi agar mampu keluar dari middle income trap ,” Ubaidi menerangkan. Tahun depan, jelasnya, pemerintah juga tetap akan melanjutkan penanganan bidang kesehatan terutama pandemi COVID-19 serta mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional. “Pemerintah akan memberikan stimulus ekonomi yang berkeadilan, tepat sasaran,
17 MEDIAKEUANGAN 16 VOL. XV / NO. 156 / SEPTEMBER 2020 Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian Nota Keuangan pada tanggal 17 Agustus 2020 menyebutkan kebijakan APBN 2021 diarahkan untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional, reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, daya saing, percepatan transformasi ekonomi menuju era digital, dan pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi. Seperti apa detail pokok-pokok kebijakan RAPBN 2021? Pertumbuhan Ekonomi dapat tumbuh 4,5% - 5,3% Inflasi terkendali di kisaran 3,0% Nilai Tukar Rupiah (per USD) berada di Rp14.600 Suku Bunga SPN 10 Tahun diperkirakan 7,29 % Harga Minyak Mentah rata-rata per hari USD45 Lifting Minyak diperkirakan 705 ribu barelbarel Lifting Gas setara minyak per hari 1.007 ribu barel PERCEPATAN PEMULIHAN EKONOMI DAN PENGUATAN REFORMASI Outlook 2020 RAPBN 2021 Pendapatan Negara Rp1.776,4 T Hibah Rp 0,9 T Belanja Negara Rp2.747,5 T Belanja Pemerintah Pusat Rp 1.951,3 T Transfer ke Daerah Rp 796,3 T Pembiayaan Anggaran Rp971,2 T Penerimaan Perpajakan Rp 1.418,9 T PNBP Rp 293,5 T Pembiayaan Investasi Rp(169,1) T ASUMSI MAKRO *) Suku bunga SBN 10 tahun menggantikan suku bunga SPN 3 bulan di tahun 2021 PENDAPATAN NEGARA Outlook 2020 RAPBN 2021 BELANJA NEGARA Outlook 2020 RAPBN 2021 Rp1.669,9 T Rp1.776,4 T Rp2.747,5 T Rp2.739,2 T Rp971,2 T Rp1.039,2T PEMBIAYAAN NEGARA Infografik MEDIAKEUANGAN 16 17 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020
dan produktif dengan fokus pada sektor informal, UMKM, petani, nelayan, sektor korporasi, dan BUMN yang memiliki peran strategis bagi masyarakat,” ujar Ubaidi. Langkah lain yang akan diterapkan yakni menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan efektivitas perlindungan sosial, memperkuat kebijakan dalam pengendalian impor khususnya pangan, serta meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN). Empat pilar kebijakan teknis perpajakan Terjadinya perlambatan aktivitas ekonomi menjadi tantangan bagi pendapatan negara. Kinerja ekspor dan impor melemah, begitu pula dengan konsumsi dan investasi yang turut menurun. Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Ihsan Priyawibawa mengatakan, pada tahun 2021, pemerintahan akan melakukan optimalisasi pendapatan yang inovatif dan mendukung dunia usaha untuk pemulihan ekonomi. “Dari sisi perpajakan, pemerintah terus melakukan berbagai upaya perluasan basis pajak, dan perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan dalam rangka meningkatkan tax ratio ,” tutur Ihsan. Lanjutnya, penerapan Omnibus Law Perpajakan dan pemberian berbagai insentif fiskal juga diharapkan mampu mendorong peningkatan investasi dan daya saing nasional, mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19, serta memacu transformasi ekonomi. “Kebijakan teknis pajak yang akan diimplementasikan pada tahun 2021 dapat dikategorikan menjadi empat pilar kebijakan besar,” ungkap Ihsan. Pertama, mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui pemberian insentif perpajakan yang selektif dan terukur. Kedua, memperkuat sektor strategis dalam rangka transformasi ekonomi antara lain melalui terobosan regulasi, pemberian insentif pajak yang lebih terarah, dan proses bisnis layanan yang user friendly berbasis IT. Pilar ketiga ialah meningkatkan kualitas SDM dan perlindungan untuk masyarakat dan lingkungan. Sementara, pilar terakhir ialah mengoptimalkan penerimaan pajak. Langkah ini akan diimplementasikan dalam bentuk pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), serta ekstensifikasi dan pengawasan berbasis individu dan kewilayahan. Selain itu, pemerintah juga akan meneruskan reformasi perpajakan yang meliputi bidang organisasi, SDM, dan IT. Menurut Ihsan, selama ini sektor industri pengolahan dan perdagangan menjadi penyumbang utama penerimaan pajak. Terkait dengan basis pajak baru, ia menerangkan, dari sisi aspek subjek pajak, pendekatan kewilayahan menjadi fokus utama DJP. “Adapun dari aspek objek pajak, salah satunya adalah dengan meng- capture objek pajak dari aktivitas PMSE yang semakin marak seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan kondisi pandemi COVID-19 sekarang ini,” pungkasnya. Pembiayaan fleksibel dan responsif Penyusunan RAPBN 2021 masih belum terlepas dari situasi pandemi. Oleh sebab itu, sektor pembiayaan harus tetap antisipatif terhadap kebutuhan APBN dalam rangka pemulihan ekonomi akibat pandemi. Hal tersebut disampaikan Direktur Strategi dan Portofolio Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Riko Amir, dalam kesempatan wawancara dengan Media Keuangan. “Untuk arah kebijakan pembiayaan tahun depan, pembiayaan tetap fleksibel dan responsif terhadap kondisi pasar keuangan, tetapi juga tetap prudent dan memperhatikan kesinambungan fiskal,” terang Riko. Pihaknya juga terus berupaya mengembangkan skema pembiayaan yang kreatif dan inovatif, yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. “Nah, yang paling penting, pada 2021 juga harus ada efisiensi terhadap biaya utang itu sendiri,” kata Riko yang merupakan alumnus Univesity of Groningen tersebut. Untuk tahun depan, pihaknya akan mendorong biaya bunga utang bisa makin efisien, seiring dengan pendalaman pasar keuangan, perluasan basis investor, penyempurnaan infrastruktur Surat Berharga Negara (SBN) itu sendiri, serta diversifikasi pembiayaan. “Indonesia tidak bisa mengelak dari pandemi ini. Oleh karena itu, pemerintah melakukan kebijakan counter cyclical di mana ketika pertumbuhan ekonominya menurun, pemerintah melakukan berbagai cara untuk membantu boosting ekonomi,” ujar Riko. Di sisi lain, Riko mengungkapkan sejumlah lembaga pemeringkat utang melihat Indonesia telah melakukan kebijakan on the right track dan mampu menjaga stabilitas makroekonominya. Pada bulan Agustus lalu, salah satu lembaga pemeringkat utang yaitu Fitch mempertahankan peringkat utang Indonesia pada posisi BBB dengan outlook stable . Fitch mengapresiasi pemerintah lantaran telah merespons krisis dengan cepat. Mereka menilai pemerintah telah mengambil beberapa tindakan sementara yang luar biasa, meliputi penangguhan tiga tahun dari plafon defisit 3 persen dari PDB dan pembiayaan bank sentral langsung pada defisit. “Penilaian tersebut menjadikan pemerintah lebih confidence dalam menjalankan peran untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah pandemi ini,” pungkas Riko Amir. Dengarkan serunya wawancara bersama para narasumber pilihan Media Keuangan
Badan Kebijakan Fiskal
Relevan terhadap 35 lainnya
87 Edisi #6/ 2020 Warta Fiskal BKF Ajak Mahasiswa PKN STAN Melek Kebijakan Fiskal Jakarta (01/12) : Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menggelar Webinar Hasil Kajian BKF dengan tema Dinamika Kerja Sama Regional dan Bilateral Guna Memajukan Ekonomi Nasional pada Selasa, (01/12) melalui video conference . Peserta webinar ini merupakan dosen dan mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN (PKN STAN). “Semoga kegiatan kita pada pagi hari ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, memberikan pencerahan buat kita menjadi orang yang bisa berkontribusi untuk meningkatkan ekonomi negara menjadi makmur, sejahtera dan berkeadila,” ujar Direktur PKN STAN Rahmadi Murwanto saat menyampaikan sambutan. Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral (PKRB) BKF Dian Lestari menyampaikan bahwa Indonesia aktif terlibat dalam forum kerjasama Internasional baik di level regional maupun bilateral dalam rangka ikut berkontribusi bagi tatanan dunia yang lebih baik dengan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai berbagai kebijakan ekonomi dan keuangan. Harapannya dengan adanya webinar ini, mahasiswa serta akademisi dari PKN STAN dapat belajar tentang kebijakan fiskal khususnya terkait kerja sama regional dan bilateral dalam rangka memajukan ekonomi.
FISKALISTA Ini Kebijakan Fiskal untuk Dukung Ekonomi Hijau Jakarta (16/12) : Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menggelar Dialog Ekonomi Hijau yang bertema “Perspektif APBN untuk Mendukung Ekonomi Hijau di Era COVID-19 pada Rabu, (16/12) melalui video conference . Dalam paparannya, Analis Kebijakan Ahli Muda di Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Fino Valico Waristi menyampaikan bahwa tantangan perekonomian dunia terus datang silih berganti. Sebelum COVID-19, tantangan perekonomian global berasal dari isu ekonomi dan politik yang penuh tantangan dalam beberapa tahun terakhir. Tantangan saat ini, yakni pandemi COVID-19, menjadi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya yang memberikan guncangan pada sisi permintaan dan penawaran, serta memberikan efek domino ke berbagai aspek. Selanjutnya, Analis Kebijakan Ahli Madya di Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF Noor Syaifudin menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengendalikan perubahan iklim melalui berbagai ratifikasi kebijakan internasional yaitu Paris Agreement . Hal ini juga diterjemahkan lebih lanjut dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 . Noor juga menjelaskan bahwa dalam menangani isu perubahan iklim, tidak cukup hanya dukungan dari pemerintah, namun diperlukan mekanisme lain seperti inovasi financing . Di tengah pandemi, pemerintah menerbitkan global green sukuk dan Indonesia merupakan pioneer dalam penerbitan green sukuk ini serta mendapatkan penghargaan internasional. Hasil green sukuk ini akan digunakan untuk beberapa sektor, diantaranya terkait transport berkelanjutan, penanggulangan langkah perubahan iklim, dan pengelolaan sampah.
Fokus 1 Analis Kebijakan Muda Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal 2 Peneliti Ahli Muda Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal Dukungan Regulasi Fintech untuk Sektor Keuangan Millennia Aulia Susanti ^1 & ^ Tri Achya Ngasuko ^2 Pandemi COVID-19 sepertinya belum berakhir dalam waktu dekat. Data Worldometers November 2020 menyebutkan terdapat 50,72 juta kasus kumulatif di dunia dan 1,2 juta jiwa diantaranya telah meninggal dunia. Di Indonesia, tercatat sekitar 56 ribu kasus yang mengakibatkan 14 ribu jiwa meninggal dunia. COVID-19 juga menghajar perekonomian dunia dimana IMF, OECD, dan World Bank memproyeksikan ekonomi tumbuh negatif berturut-turut di angka 4,4%, 4,5%, dan 5,5%. Meskipun demikian, ketiga lembaga tersebut optimis di 2021 ekonomi akan tumbuh positif berturut-turut di angka 5,2%, 5%, dan 4,2%. Mereka memandang optimis perekonomian dikarenakan sudah mulainya berbagai perusahaan farmasi dunia yang mengklaim telah menemukan dan akan menyediakan vaksin COVID-19 di tahun 2021. Untuk Indonesia, Perekonomian yang lesu direspon dengan kebijakan counter cyclical melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang di dalamnya berisi stimulus ekonomi maupun program-program lain sejenis social safety net berupa PKH, Bantuan Tunai Langsung, dan lain-lain. Buku APBN Kita edisi Desember 2020 menyebutkan bahwa sampai dengan 14 Desember 2020, realisasi program penanganan COVID-19 dan PEN telah mencapai Rp483,62 triliun atau 69,6 persen dari pagu. Di sektor kesehatan, Program PEN telah terealisasi sebanyak Rp47,05 triliun untuk insentif kesehatan dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan, penyaluran untuk gugus tugas penanganan COVID-19, dan insentif BM dan PPN Kesehatan. Kementerian Keuangan optimis pada tahun 2021 ekonomi akan tumbuh dan bangkit dari keterpurukan yang diakibatkan oleh COVID-19. Paling tidak, hal ini terlihat dari asumsi makro dalam RAPBN 2021 yang menempatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 4,4% sampai dengan 5,5%.
Pribadi
Relevan terhadap
Cahyaning Tyas Anggorowati_Juni 2024 2. Penelitian Terdahulu Penelitian (Mukhlis et al., 2020) memberikan gambaran bahwa FFR berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar dan Indeks harga konsumen, tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap suku Bunga BI 7 days Repo , jumlah uang beredar, dan Produk Domestik Bruto (PDB). Hasil dari tes Impulse Response Function (IRF) menunjukkan bahwa terdapat variasi positif dan negatif dari kebijakan FFR terhadap suku Bunga BI 7 days Repo , jumlah uang beredar, dan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disebabkan karena variasi dari FFR. Swanson & Williams, 2014 menemukan bahwa keputusan pelaku usaha dalam melakukan bisnis juga akan bergantung pada suku bunga jangka pendek di masa mendatang. Suku bunga satu tahun atau lebih akan bereaksi secara responsif terhadap rencana perubahan suku bunga FFR dalam rentang 2008 sampai 2010. Hal ini berimplikasi bahwa pembuat kebijakan masih mempunya ruang untuk mempengaruhi suku bunga jangka menengah dan jangka panjang. Krisis ekonomi di suatu negara dapat dengan cepat merambat ke ekonomi global akibat adanya interaksi dan dependensi antar negara. Ekonomi Amerika dapat membawa efek perambatan internasional yang dapat memberikan tekanan kepada pasar keuangan dan ketidakpastikan kebijakan dari setiap negara (Liow et al., 2018). Fluktuasi moneter di pasar keuangan Amerika yang direspon melalui FFR akan berdampak pada stabilitas ekonomi di beberapa negara. Keterbukaan ekonomi telah menyebabkan ketergantungan antar negara. Peran kebijakan moneter akan sangat penting dalam menjaga stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Transmisi kebijakan moneter dapat dilakukan melalui dua mekanisme. Pertama, perubahan kebijakan moneter akan berdampak pada pasar uang sehingga akan berpengaruh langsung terhadap konsumsi individu maupun perusahaan. Suku bunga pasar uang jangka pendek akan mempengaruhi suku bunga obligasi dan suku bunga kredit. Selanjutnya kebijakan moneter akan berpengaruh terhadap ekonomi riil melalui sistem keuangan. Pada tahap ini, fluktuasi kebijakan ekonomi akan berdampak pada produksi dan harga agregat (Pétursson, 2001). Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan dampak dari fenomena higher for longer FFR terhadap arus modal di Indonesia. Koepke & Paetzold, 2020 menggambarkan ketersediaan data aliran modal internasional sebagai berikut:
Cahyaning Tyas Anggorowati_Juni 2024 Adapun proyek-proyek yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) antara lain yaitu proyek pembangunan infrastruktur jalan tol; proyek jalan nasional atau strategis nasional non-tol; proyek sarana dan prasarana kereta api antarkota; proyek kereta api dalam kota; proyek revitalisasi bandara; pembangunan bandara baru; proyek pembangunan bandara strategis lain; pembangunan pelabuhan baru dan pengembangan kapasitas; program satu juta rumah; pembangunan kilang minyak; proyek pipa gas atau terminal LPG; proyek energi asal sampah; proyek penyediaan infrastruktur air minum; proyek penyediaan sistem air limbah komunal; pembangunan tanggul penahan banjir; proyek pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan sarana penunjang; proyek bendungan; program peningkatan jangkauan _broadband; _ proyek infrastruktur IPTEK strategis lainnya; pembangunan kawasan industri prioritas atau kawasan ekonomi khusus; proyek pariwisata; proyek pembangunan smelter; dan proyek pertanian dan kelautan. Mengutip https: //nasional.kompas.com, Presiden Joko Widodo menyetujui penambahan 14 PSN baru yang akan dibangun pada tahun 2024, pembangunan 14 PSN baru ini akan dilakukan oleh pihak swasta sehingga pendanaan tidak menggunakan APBN. Dengan adanya kebutuhan modal yang tinggi yang berasal dari pihak swasta, tentunya memberikan tantangan bagi pemerintah untuk dapat menarik modal masuk ke Indonesia agar mampu mendanai kebutuhan proyek infrastruktur nasional tersebut. Kegagalan dalam mendesain kebijakan fiskal dan moneter yang tepat akan berdampak pada keengganan masuknya modal ke Indonesia dan akan berdampak pada proyek infrastruktur yang telah menjadi PSN. Pasar modal Indonesia sebagai salah satu sumber pendanaan juga bereaksi positif saat terjadi penurunan FFR, namun demikian respon yang terjadi akan bergantung pada ‘ good times ’ ataupun ‘ bad times ’. Selama krisis terjadi, maka investor pasar modal tidak akan bereaksi secara positif terhadap penurunan FFR. Hal ini di anggap sebagai sinyal memburuknya kondisi ekonomi sehingga akan mendorong perubahan portofolio investasi dari saham berganti ke aset yang lebih aman seperti US 3 month treasury bills dan emas (Kontonikas et al., 2013). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis memformulasikan hipotesis sebagai berikut: H1: Kenaikan FFR rate akan mendorong penurunan investasi di Indonesia. H2: Investasi pada pasar modal akan mengalami perubahan yang fluktuatif seiring dengan kenaikan FFR rate.
1 Cahyaning Tyas Anggorowati_Juni 2024 ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN HIGHER FOR LONGER THE FED TERHADAP ARUS MODAL DI INDONESIA Penulis: Cahyaning Tyas Anggorowati Pengolah Data Hukum Perjanjian Senior, Biro Hukum (Pegawai Tugas Belajar Program Magister di Universitas Indonesia) A. PENDAHULUAN Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi yang begitu pesat, kebijakan suatu negara akan berpengaruh terhadap kebijakan negara lain di dunia. Salah satunya adalah kebijakan terkait suku bunga the Fed . Kebijakan the Fed dalam menaikkan the federal funds rate tentunya akan mendapatkan perhatian dari berbagai bank sentral di negara lain di dunia. Bank sentral di berbagai dunia akan bereaksi dengan menyesuaikan kebijakan moneter di masing-masing negaranya. Fenomena Higher for Longer the Fed saat ini menjadi topik diskusi bagi banyak ekonom di dunia, termasuk di Indonesia. Fenomena Higher for Longer the Fed terjadi ketika the Fed menaikkan the federal funds rate , hal tersebut kemudian berdampak pada kenaikan suku bunga secara keseluruhan, sehingga individu maupun industri akan menghadapi biaya pinjaman yang mahal dalam menjalankan operasional bisnis. Namun demikian suku bunga yang tinggi juga akan mendorong peningkatan dalam tabungan suatu negara. Suku bunga yang tinggi akan dipandang baik ketika mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun sebaliknya, akan dipandang buruk pada saat terjadi inflasi. Fenomena Higher for Longer juga dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik yang terus berlangsung sehingga menyebabkan berlanjutnya kenaikan harga pangan dan energi (inflasi global). Kenaikan suku bunga yang berlangsung lama tentunya akan berdampak pada banyak pelaku usaha, baik bisnis, pemerintah, maupun ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Salah satu dampak dari kenaikan suku bunga pinjaman adalah terjadinya risiko downside atas investasi di Indonesia. Indonesia saat ini sedang menghadapi kebutuhan modal yang tinggi untuk membiayai berbagai macam proyek infrastruktur yang telah direncanakan oleh pemerintah dalam cakupan Proyek Strategis Nasional (PSN). Pembiayaan PSN tersebut dapat berasal dari APBN, kerja sama pemerintah dan badan usaha, maupun pendanaan pihak ketiga (swasta). Hal ini tentunya membutuhkan analisis mendalam atas kebijakan suku bunga yang akan berdampak pada minat investor dalam menanamkan modal ke Indonesia.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 4 lainnya
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu ‘WHATEVER IT TAKES’ P ola permintaan ( demand ) dan penawaran ( supply ) di seluruh dunia berubah akibat COVID-19 yang secara alamiah membentuk kebiasaan baru dalam perekonomian. Menyikapi kondisi ini pemerintah telah menyusun beragam program yang menyasar pemulihan ekonomi, baik di sisi demand maupun supply . Pemerintah pun telah merevisi APBN 2020 untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam revisi baru, pemerintah memperluas defisit anggaran menjadi 6,34 persen dari PDB. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Nathan Kacaribu, mengenai upaya pemulihan ekonomi nasional. Apa tujuan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)? Program PEN ini ditujukan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat serta memulihkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Kita mulai dari rumah tangga masyarakat yang paling rentan, lalu ke sektor usaha, lagi-lagi kita lihat yang paling rentan yaitu UMi dan UMKM. Lalu dengan logika yang sama kita menciptakan kredit modal kerja untuk korporasi. Kita juga akan berikan special tretament untuk sektor pariwisata, perdagangan, dan pabrik-pabrik padat Salah satu yang juga sedang didorong dan cukup efektif adalah bentuk penjaminan kredit modal kerja dan dipasangkan dengan penempatan dana murah di perbankan. Nah, ini sudah jalan tiga minggu, pemerintah menempatkan Rp30 triliun di Bank Himbara lalu didorong dengan penjaminan itu kemudian sekarang sudah tercipta lebih dari Rp20 triliun kredit modal kerja baru. Untuk insentif perpajakan masih belum optimal karena wajib pajak yang berhak untuk memanfaatkan insentif tidak mengajukan permohonan dan perlunya sosialisasi yang lebih masif dengan melibatkan stakeholders terkait. Merespon hal ini, kita melakukan simplifikasi prosedur agar lebih mudah dijalankan oleh calon beneficiary. Upaya apa yang dilakukan untuk perbaikan program PEN? Setiap kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan dalam rangka program PEN, termasuk monitoring dan evaluasi yang kita lakukan setiap minggu akan mengikuti kondisi perekonomian saat ini. Semua program kita evaluasi, mana yang jalan dan mana yang kurang. Yang kurang efektif siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat atau diganti programnya dan sebagainya supaya bisa diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sampai kapan program PEN dilangsungkan? Pemerintah akan meneruskan kebijakan yang bersifat preventif dan adaptif dengan perkembangan kasus dan dampak dari COVID -19. Meski tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai terlihat namun pemulihan pasti terjadi perlahan-lahan. Karena selama belum ditemukan obat atau vaksin yang efektif tentunya kita masih dihadapkan dengan risiko inheren. Nah, risiko ini yang terus kita asess . Yang pasti, tujuan pemerintah adalah terus membantu masyarakat yang terdampak COVID-19. Bagaimana mitigasi risiko dalam upaya pemulihan ekonomi? Saat ini kita dalam suasana krisis dan kita ingin mendorong perekonomian agar pulih sesegera mungkin. Risiko ekonomi yang lebih besar adalah resesi. Untuk itu jangan sampai kita gagal menstimulasi ekonomi, padahal kita memang sudah ada budget nya. Itu yang menjadi tantangan dan menjadi cambuk bagi kita pemerintah setiap hari, supaya kita bisa lebih efektif. Pemerintah melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mendorong pemulihan aktivitas ekonomi. Kita tidak mau resesi, kita tidak mau jumlah pengangguran dan orang miskin bertambah. Pemerintah siap memberikan support supaya momentum pemulihan ini semakin besar meskipun risikonya juga masih ada. Yang terpenting tata kelolanya baik dan risiko dihitung dengan baik. Semuanya di well measured, kita tahu risikonya, kita bandingkan dengan risiko yang lebih besar, kita pilih kebijakan yang me minimize dampak yang paling berat bagi perekonomian dan masyarakat kita secara keseluruhan. Penambahan anggaran PEN menjadi Rp695,2 triliun diikuti dengan pelebaran defisit 6,34 persen saat ini. Bagaimana posisi fiskal dalam kondisi tersebut? Kita punya ruang untuk bergerak secara fiskal karena selama ini kita melakukan kebijakan makro yang hati-hati dan prudent. Karena kita sudah melakukan disiplin fiskal yang cukup ketat selama bertahun-tahun, sehingga rasio utang kita rendah maka itu membuat kita punya ruang untuk melakukan pelebaran defisit sampai tiga tahun. Negara lain tidak banyak yang punya privilege itu, bahkan tahun ini banyak yang defisitnya double digit. Saat ini defisit kita 6,34 persen, tahun depan kita akan turun ke sekitar 4,7 persen, tahun depannya lagi akan turun ke tiga koma sekian. Tahun 2023 kita tetap commited untuk balik ke disiplin fiskal sebelumnya di bawah 3 persen. Apa prinsip utama dalam mengambil kebijakan fiskal di tengah ketidakpastian waktu berakhirnya krisis pandemi ini? “Whatever it takes ”(apapun yang diperlukan), itu sudah pasti menjadi prinsip utama, tapi dalam konteks kita mau melindungi masyarakat sebanyak-banyaknya. Kita berupaya agar pengangguran dan kemiskinan tidak bertambah banyak. Bagaimana memberikan kebijakan yang benar- benar bisa berdampak kepada masyarakat, itu fokus kita. Prinsip lainnya tepat sasaran, akseleratif, gotong royong, seperti kebijakan burden sharing yang pemerintah lakukan dengan BI. Dan yang harus selalu diingat adalah untuk menghindari moral hazard . Pemerintah juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum (Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK) untuk memastikan proses pembuatan kebijakan, serta pengawalan dalam implementasi program PEN ini sesuai dengan aturan yang berlaku. Bagaimana pendapat Bapak terhadap pembentukan Komite Penanganan COVID-19 dan PEN? Saya pikir itu sangat bagus untuk koordinasi. PEN ini kan melibatkan banyak K/L misalnya untuk Kesehatan, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) nya Kementerian Kesehatan, subsidi bunga untuk KUR dan non-KUR ada di Kementerian Koperasi, penjaminan KPA-nya Kementerian BUMN, dsb. Di samping itu, penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi ini harus dilihat sebagai satu big picture . Harus ada pertimbangan yang serius dan seimbang antara risiko kesehatan dengan risiko resesi ekonomi. Semua ini kan perlu diorkestrasi dengan baik. Tugas koordinator untuk bisa membuat ini lebih terintegrasi. Apa harapan Bapak terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam kaitannya dengan kebijakan PEN? Saya pikir ini memang tanggung jawab dari kita semua karena ekonomi ini sebenarnya hanya satu aspek dari kehidupan bangsa ini. Kehidupan di balik angka-angka itu lebih penting. Kalau aktivitas ekonominya jalan tapi kita tidak disiplin mengikuti protokol kesehatan ya risikonya terlalu besar. Intinya ini benar-benar memang harus kombinasi dari disiplin masyarakat dan kebijakan yang benar dan efektif. Keduanya harus jalan bersama dengan seimbang. karya yang kita asess terdampak sangat dalam dan cukup lama. Jadi semua ini bertahap kita asess secara well measure . Pelan-pelan kita mulai dorong aktivitas perekonomian. Dengan adanya program PEN diharapkan kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat krisis pandemi dan pembatasan aktivitas tidak terlalu dalam. Bagaimana efektivitas program PEN sejauh ini? Sejauh ini di sisi rumah tangga yakni perlindungan sosial relatif paling efektif. Namun di sisi lain memang masih cukup menantang. Untuk kesehatan, penyerapannya masih rendah karena kendala pada pelaksanaan di lapangan seperti keterlambatan klaim biaya perawatan dan insentif tenaga kesehatan karena kendala administrasi dan verifikasi yang rigid . Tapi bulan Juli ini sudah dipercepat dengan adanya revisi KepMenkes. Selanjutnya, dukungan untuk UMKM sudah mulai berjalan, khususnya subsidi bunga untuk KUR. Ini memang cukup menantang karena melibatkan puluhan bank dan lembaga keuangan yang kapasitas teknologi pengolahan datanya tidak sama. Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Foto Dok. BKF
Laporan Utama MEDIAKEUANGAN 12 Program PEN memberikan stimulus secara komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Foto Resha Aditya P MEDIAKEUANGAN 12 J ika pemerintah tak lekas bertindak, kesulitan yang dihadapi masyarakat semakin berat. Dampak pandemi COVID-19 terhadap ekonomi nasional sudah terasa sangat besar. Laju ekonomi kuartal I 2020 tercatat 2,97 persen atau terkontraksi 2,41 persen dibanding kuartal IV 2019. Kontraksi mendalam juga dihadapi negara-negara lain di dunia. IMF memprediksi kontraksi ekonomi global hingga -4,9 persen. Bank Dunia mematok angka lebih rendah di kisaran -5,2 persen. “Saat ini yang terkena itu masyarakat juga, tidak hanya sektor keuangan,” ungkap Plt. Kepala Kebijakan Pusat Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal Adi Budiarso. “ Hit -nya double , di supply dan demand . Darimana demand ? Karena kita harus lockdown , bahkan ada beberapa yang tidak boleh kerja. Artinya mereka akan menurunkan konsumsi. Lalu pada saat yang sama, produksi juga berhenti. Artinya apa? Pressure terhadap supply juga luar biasa besar,” tambahnya. Tak hanya menekan angka pertumbuhan, pandemi berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Penduduk miskin bisa bertambah antara 3,02 hinga 5,71 juta orang. Angka pengangguran dapat naik jumlah hingga jutaan. Langkah extraordinary dalam Program PEN menjadi upaya mengatasi kondisi tak menyenangkan ini. “Supaya tidak terpuruk terlalu dalam dan memakan banyak korban, standar kesehatan harus tinggi, tetapi dari sisi ekonomi, kita memitigasi risikonya juga harus kuat,” tegas pria yang meraih gelar Doctor dari Universitas of Canberra tersebut. Pendekatan demand dan supply Pendekatan dalam program PEN memberikan stimulus secara komprehensif baik dari sisi demand maupun supply . Dari sisi demand , stimulus bertujuan untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Bentuknya berupa program perlindungan sosial baik yang bersifat perluasan dari program existing maupun program- program baru. Program existing meliputi Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, dan Kartu Pra Kerja. Sementara itu, program-program baru terdiri atas Bantuan Sembako Jabodetabek, Bansos Tunai Non Jabodetak, BLT Dana Desa, dan diskon listrik. “Pertama adalah menyelamatkan kehidupan. Kalau tidak ada penerimaan, mereka tidak bisa makan. Makanya pemerintah jor-joran ke situ,” terang Adi. Dari sisi supply , pemberian insentif perpajakan dan dukungan untuk dunia usaha ditujukan untuk mempertahankan aktivitas usaha sekaligus meningkatkan produksi nasional. “Yang menarik, insentif perpajakan ini juga kita dorong untuk kebijakan yang lebih green . Misalnya, investasi baru yang menggunakan energi terbarukan kita kasih support dengan tax holiday ,” ujar Adi yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF. Rentang stimulus yang diberikan mempertimbangkan waktu pandemi COVID-19, dari survival mode hingga recovery mode . Dengan akses bantuan yang luas dan terbuka, diharapkan penanganan efektif dapat dipercepat sehingga ekonomi nasional dapat terhindar dari krisis lebih dalam. Krisis ekonomi pernah melanda negeri ini. Tahun 1998 dan 2008, krisis menerjang sektor keuangan. Nilai tukar rupiah terdepresiasi tajam. Kala itu, UMKM berperan besar menjadi penyangga perekonomian. Roda ekonomi nasional pun terus berputar. Kali ini, kondisinya jauh berbeda. Aktivitas masyarakat turun, sektor riil terpukul. Untuk mengatasi, pemerintah mengambil langkah cepat dan extraordinary. Terbungkus dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). SIAPKAN SKENARIO PULIHKAN EKONOMI Teks Reni Saptati D.I
“Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Ekonomi pandemi T ak ada satupun negara di dunia yang siap berhadapan dengan pandemi. Beragam strategi diterapkan masing-masing negara untuk bertahan melewati krisis, termasuk Indonesia. Beragam kebijakan diterbitkan demi menyelamatkan berbagai lini terdampak pandemi. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan, “Saya bilang ini ekonomi pandemi. Ekonomi pandemi itu ekonomi yang dikerahkan dengan segala daya upaya untuk mengalahkan pandemi, dan dampak pandemi itu.” Tak semata kesehatan, namun juga dampak- dampak lain yang mengikutinya. “Kalau kesehatan kena, (lantas) tidak tertangani dengan baik akan menciptakan dampak sosial. Dampak sosial yang eskalasinya meninggi, tidak bisa diatasi akan menimbulkan dampak ekonomi, krisis. Ketika krisis terjadi, dampak sosial akan lebih besar lagi, lalu kolaps secara ekonomi nasional,” tuturnya. Kondisi semacam itu kemudian menjadi dasar bagi pemerintah dalam bersikap. Yustinus mengatakan bahwa kebijakan PEN ini bukan menjadikan ekonomi sebagai panglima. Alih- alih demikian, kebijakan ini justru mendudukkan kembali ekonomi pada perspektif asalnya, yakni ihwal kelangsungan hidup. “Ekonomi itu ya soal survival. Soal hidup orang. Soal bagaimana pelaku UMKM bisa berjualan lagi, itulah ekonomi. Soal bagaimana orang yang di-PHK itu bisa makan, itu adalah ekonomi,” tutur alumni pascasarjana Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia ini. Karena itu, program PEN setidaknya mencakup tiga hal utama yakni penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial, serta stimulus ekonomi bagi pelaku usaha. Selaras dengan hal itu, peneliti senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad berpendapat bahwa program PEN sudah mengakomodasi agenda untuk mitigasi risiko resesi. “Secara umum sebenarnya sudah menangkap beberapa agenda mengantisipasi mitigasi risiko resesi, baik untuk bantuan sosial, penanganan kesehatan hingga ekonomi,” katanya melalui keterangan tertulis. Namun demikian, menurutnya masih terdapat beberapa hal yang masih perlu dievaluasi, antara lain ihwal mekanisme bantuan sosial dan stimulus ekonomi bagi pelaku UMKM. Tauhid menyarakan adanya evaluasi bentuk bantuan sosial. “Pertama, bentuk non-tunai hanya menguntungkan pada rantai nilai yang dimiliki sebagian kecil pengusaha. Ini terjadi karena lembaga usaha yang dilibatkan dalam bantuan sembako sangat terbatas,” katanya. “Kedua, karena diberikan dalam bentuk non tunai (sembako, minyak, sarden, gula, dsb) maka yang berputar kebutuhan hanya pada komoditas tersebut sehingga tidak dapat menggerakkan UMKM kebutuhan lainnya,” paparnya melalui keterangan tertulis. Sedangkan terkait stimulus bagi pelaku UMKM, Tauhid mengkhawatirkan keberadaan pelaku UMKM di luar jangkauan perbankan berpotensi menurunkan tingkat efektivitas kebijakan ini. Sebab menurutnya, beragam program stimulus yang ada saat ini belum dapat menjangkau kelompok yang berada di luar jangkauan perbankan tersebut. Dari kekhawatiran itu, Tauhid menyarankan beberapa hal untuk mendorong efektivitas PEN. Bagi pelaku UMKM, Tauhid berpendapat perlunya skema khusus untuk menjangkau para pelaku UMKM yang tidak terjangkau oleh lembaga keuangan. Sementara itu, H.M. Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengatakan bahwa PEN adalah langkah yang tepat untuk dilakukan pemerintah. “Prinsipnya saya melihat dari sisi desain, PEN sebagai jurus untuk memulihkan ekonomi kita sudah sangat benar. Namun dari sisi realisasi ini yang kita harus hati-hati. Disiplin pada target, sehingga rencana di atas kertas bisa ditransformasikan menjadi intervensi lapangan yang berdampak,” paparnya melalui keterangan tertulis. Pria kelahiran Sumenep ini mengatakan bahwa saat ini realisasi program-program yang ada masih terbilang rendah. “Sektor kesehatan, misalnya, serapannya baru 5,12 persen. Padahal sektor ini adalah episentrum masalah,” paparnya. Ia khawatir, realisasi yang rendah ini tatkala diburu target realisasi tinggi dapat berakibat eksekusi yang kurang akurat. Situasi demikian menurutnya akan mempengaruhi efektivitas program. Senada dengan Tauhid Ahmad, Said juga berpendapat bahwa momentum adalah faktor penting dalam keberhasilan program PEN. Integrasi Data Tantangan pemulihan ekonomi nasional tidak luput dari perkara data. Misalnya, terkait skema khusus bagi pelaku UMKM yang tidak terjangkau perbankan yang sebelumnya ia sampaikan, Tauhid Ahmad berpendapat bahwa kondisi itu tidak serta merta dapat dicapai tanpa pendataan yang memadai. “Ini tentu dengan proses pendataan yang memadai dan sebagai langkah awal dapat menggunakan data Sensus Ekonomi BPS Tahun 2016/2017 yang memuat cukup detail dengan tambahannya adanya update tahun 2020,” papar Tauhid. Lantas terkait bantuan sosial, ia beranggapan bahwa data yang dijadikan basis pendistribusian yakni Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tak lagi relevan dengan kondisi lapangan. Untuk itu, Tauhid menyarankan pemerintah perlu memperkuat integrasi bantuan untuk pelaku UMKM dalam “satu pintu” dengan menggabungkan dan verifikasi data yang ada di perbankan, data perpajakan, serta data pembinaan di Kementerian Koperasi dan UKM. “Ini memperkuat daya dorong UMKM lebih cepat pulih,” paparnya. Perihal data, Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan, “Datanya tidak sempurna sudah pasti, tapi itu memang data terbaik yang kita punya. Dan, kita ingin melakukan program ini secepat mungkin. Kalaupun dia ada inclusion-exclusion error secara relatif harusnya bisa dipahami,” ujarnya. Febrio juga menambahkan bahwa perbaikan data yang dijadikan acuan terus dilakukan pemerintah. Data yang andal, menurutnya, akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. “Tapi sementara ini kita memang butuh gerak cepat. Ada inclusion-exclusion error itu kita tolerir, sepanjang ini programnya memang arahnya ke masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya. Hal ini kembali pada salah satu orientasi semula program PEN yakni menyelamatkan sisi rumah tangga. “Bagaimana rumah tangga masyarakat yang paling rentan ini ditolong dulu,” jelasnya. Kendati tak alpa dari kendala, pemerintah terus berupaya memperbaiki implementasi program PEN melalui monitoring dan evaluasi. “Nah inilah tiap minggu dilakukan monev di Kemenkeu untuk mengevaluasi semua program ini. Mana yang jalan, mana yang kurang jalan. Yang kurang jalan, siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat, atau diganti programnya, dan sebagainya,” pungkas Kepala BKF. Tantangan PEN tidak luput dari perkara data, data yang andal akan menopang program perlindungan sosial yang kredibel. Foto Anas Nur Huda Menjaga Momentum Pemulihan ekonomi nasional ibarat perjalanan panjang yang melintasi berbagai jalan terjal. Kendaraan yang mutakhir serta pengemudi yang mumpuni tak serta merta jadi faktor utama. Kendati risiko telah dipotret dan diantisipasi dengan baik, tidak lantas PEN jadi bersih dari catatan. Tauhid Ahmad menuturkan apabila dibandingkan dengan negara-negara lain yang menerapkan program serupa, program PEN sudah hampir sejajar. Yustinus Prastowo Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 4 lainnya
17 MEDIAKEUANGAN 16 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020 Pandemi global Covid-19 yang juga melanda Indonesia tidak saja menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga membawa implikasi bagi perekonomian nasional. Langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat dan upaya penyebaran pandemi, sekaligus penyelematan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan telah dilakukan Pemerintah. Seberapa besar dampak pandemi COVID -19 terhadap ekonomi dan apa yang telah dilakukan pemerintah? KESEHATAN MASYARAKAT SEBAGAI P i l a r E k o n o m i N a s i o n a l India 1,9% tiongkok 1,2% 1,2% indonesia 0,5% 2,5% korea selatan -1,2% 0,8% singapura -3,5% 10,9% Malaysia 10% australia 10,9% amerika serikat -6,1% 10,5% brazil -5,3% kanada 6,0% inggris -6,5% jerman -7% spanyol -8% 0,7% arab saudi 2,7% italia 1,4% perancis 2% Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global Akibat COVID -19 (Beberapa Negara) Dukungan Fiskal Negara-Negara di Dunia untuk Penanganan Covid-19 (Beberapa Negara) keterangan Kebijakan Stimulus RI dalam menangani dampak pandemi Covid-19 Stimulus 1: Belanja untuk memperkuat perekonomian domestik melalui program: Percepatan pencairan belanja modal Percepatan pencairan belanja Bantuan Sosial Transfer ke daerah dan dana desa Perluasan kartu sembako Insentif sektor pariwisata Stimulus 2: Menjaga Daya Beli Masyarakat dan Kemudahan ekspor impor PPh pasal 21 pekerja sektor industri pengolahan yang penghasilan maks Rp200 juta ditanggung pemerintah 100% PPh pasal 22 impor 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE IKM Pengurangan PPh pasal 25 sebesar 30% kepada 19 sektor tertentu Restitusi PPN dipercepat bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE IKM Non fiskal: berbagai fasilitas keluar masuk barang supaya lebih mudah Stimulus lanjutan: Sektor Kesehatan: intervensi untuk penanganan COVID-19 dan subsidi iuran BPJS Tambahan Jaring Pengaman Sosial: penambahan penyaluran PKH, Bansos, Kartu Pra Kerja, subsisid tarif listrik, program jaring pengaman sosial lainnya Dukungan industri berupa perluasan insentif pajak untuk PPh 21, PPh 22 Impor, PPN, bea masuk DTP, stimulus KUR Dukungan untuk dunia usaha berupa pembiayaan untuk mendukung program pemulihan ekonomi nasional termasuk untuk Ultra Mikro 4 pokok kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa dalam rangka pencegahan/penanganan pencegahan/penanganan Covid-19: Penyesuaian Alokasi TKDD Refocusing TKDD agar digunakan untuk penanganan COVID-19 Relaksasi penyaluran TKDD Refocusing belanja APBD agar fokus pada penanganan COVID-19 Infografik MEDIAKEUANGAN 16 17 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020
yang ingin diselamatkan adalah kita, masyarakat, manusianya,” tutur Masyita Crystallin, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi. Masyita menambahkan latar belakang dikeluarkannya Perppu Nomor 1/2020 adalah untuk memperkuat APBN. “Krisis saat ini berbeda dengan krisis ekonomi yang pernah dialami di tahun 1930, 1997 atau 2008. Di tahun- tahun tersebut, krisis dimulai dari sektor keuangan tetapi krisis sekarang langsung menyentuh sektor riil akibat keterbatasan interaksi. Untuk itu, kita berusaha membuat APBN menjadi shock absorber ,” terang Masyita. Abra Talattov, Ekonom INDEF juga berpendapat bahwa dari sisi stimulus fiskal kebijakan pemerintah saat ini sudah sejalan dengan upaya yang dilakukan negara lain. Menurutnya, penerbitan Perppu Nomor 1/2020 adalah langkah yang baik tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. “Jika saya lihat di dalam Perppu itu sudah lengkap instrumennya. Dari sisi anggaran itu variasinya cukup lengkap dan semua elemen masyarakat sudah tersasar mulai dari rumah tangga, industri, UMKM bahkan usaha kecil mikro. Namun, sisi efektivitas dan kecepatan ini perlu diperhatikan. Anggaran ada tetapi faktor kecepatan penyalurannya juga akan berpengaruh untuk daya beli masyarakat. Selain itu, Perpu ini memiliki risiko sebab defisit fiskal boleh lebih dari 3 persen. Perlu dijaga agar tetap dalam batas yang aman sesuai kondisi kesehatan APBN,” ujar Abra. Tangani asapnya, padamkan apinya Terkait insentif perpajakan dan bea masuk, ahli kesehatan masyarakat, Prof. Hasbullah Thabrany berpendapat bahwa kebijakan tersebut baik tetapi belum menangani akar permasalahan. “Ibarat kebakaran, ada asap dan api. Apinya itu COVID-19, panasnya adalah pelayanan kesehatan dan efek sosial ekonominya itu asap. Kebijakan insentif pajak dan bea masuk impor itu logis dan bagus tetapi baru menangani asapnya. Pembelian ventilator dan pembukaan rumah sakit itu baru menangani panasnya. Lalu apa kebijakan pemadaman apinya? Ya, PSBB”, ujar guru besar FKM UI ini. Ia menambahkan bahwa kebijakan yang diambil dari alokasi Rp405 triliun itu sifatnya lebih ke balancing . “Pendanaan seharusnya difokuskan pada kebijakan yang dapat mencegah meningkatnya penularan. Dengan demikian, kita bisa menghemat belanja waktu di hilir, biaya berobat, dan meringankan kapasitas kita yang kurang memadai. Ini selayaknya menjadi bagian dari kebijakan Kemenkes,” jelasnya. Hal senada juga diungkap Abra. Menurutnya stimulus seperti pembebasan impor alat kesehatan baik pajak maupun bea masuk membantu tetapi dalam jangka pendek dan perlu diperhatikan target lamanya kebijakan tersebut. “Dalam satu bulan stimulus yang diberikan lumayan besar sekitar Rp170 miliar. Dikhawatirkan jika terus berlanjut maka akan menjadi disinsentif bagi industri alat kesehatan dan farmasi di dalam negeri,” tambahnya. Bukan sekedar nominal tetapi efektivitas alokasi Berbicara mengenai besaran anggaran belanja kesehatan, Masyita menuturkan bahwa saat ini kesehatan menjadi prioritas pemerintah. Namun demikian, ini bukan semata soal alokasi anggaran tetapi juga soal peningkatan kualitas kebijakan dan pelaksanaan kebijakan itu sendiri. “Jadi di Kemenkeu itu evidence based policy. Kita memiliki data pengeluaran K/L harian lalu data tersebut dianalisa. Kita memperhatikan kemampuan disbursement dari K/L. Saat ini, anggaran kesehatan penanganan COVID-19 sebesar 75 triliun. Jika dilihat datanya, hingga Maret belum terlihat lonjakan pengeluaran yang signifikan. Jadi, kita menunggu data April-Mei untuk melihat apakah perlu anggaran tambahan,” jelasnya. Abra juga menjelaskan “Jika dilihat, porsi belanja kesehatan APBN 2020 sebesar 5,2 persen sudah memenuhi mandat UU Kesehatan. Namun, perlu dievaluasi efektivitasnya terutama dalam mendorong kualitas pelayanan kesehatan. Saat ini, tentu ada lonjakan kebutuhan mendadak untuk penanganan COVID-19. Ke depannya, bisa dimandatorikan sebesar 1-1,5 persen terhadap belanja sebagai biaya tak terduga untuk mitigasi risiko bencana alam dan non alam,” ungkapnya. Harapan kebijakan di masa depan Pandemi COVID-19 menjadi pembelajaran dalam pengambilan kebijakan khususnya untuk sektor kesehatan di masa depan. Momentum ini diharapkan dapat mendorong alokasi dana untuk riset dan pengembangan kesehatan serta investasi di sektor farmasi. “Saya pikir kedepannya stimulus diarahkan untuk mendorong riset dan pengembangan serta investasi sektor farmasi. Pemerintah perlu mengarahkan dana riset di lintas K/L ini agar sinergis sehingga dapat menciptakan produk alkes dan farmasi buatan Indonesia. Ini juga jadi momentum bagi BUMN di sektor farmasi untuk menggenjot daya saing. Harapannya BUMN farmasi ini bisa mulai bersaing di pasar domestik dan jangka panjang punya potensi melakukan ekspor,” harap Abra. Hal senada juga diungkap Prof. Hasbullah, ia mengakui bahwa investasi sebuah negara di bidang kesehatan berhubungan dengan keberhasilan menangani COVID-19. Ia juga menambahkan bahwa edukasi publik yang sistematis terkait kesehatan adalah kebijakan yang belum muncul namun sangat dibutuhkan. “Kalau saya lihat kebijakan yang belum muncul dan yang secara sistematik efektif adalah mass education dalam kasus ini. Saat ini yang terjadi mass education nya pada media tetapi tidak praktikal dari pemerintah ke masyrakat. Perlu komunikasi melalui kelompok-kelompok tertentu dengan tetap menjaga jarak dengan tujuan mendorong terjadinya perubahan perilaku,” ucapnya. Sementara itu, Masyita berharap pandemi ini dapat dilalui dengan baik dan masyarakat yang terdampak bisa mendapat bantuan yang dibutuhkan. Ia juga berharap setelah pandemi berakhir perekonomian akan lebih baik. “Memang tidak mudah menghadapi ini baik buat Indonesia maupun semua negara di dunia. Bahkan negara maju pun mengalami kesulitan. Sektor ekonomi berusaha kita selamatkan sebab kita tidak mau masyarakat kehilangan pekerjaan akibat sektor industri terlanjur mati. Namun, terkadang media selalu membenturkan kalau menjaga ekonomi itu tidak menjaga manusianya. Padahal jika sektor riil itu jatuh yang rugi masyarakat juga,” pungkasnya. “Pendanaan seharusnya difokuskan pada kebijakan yang dapat mencegah meningkatnya penularan. Dengan demikian, kita bisa menghemat belanja waktu di hilir, biaya berobat, dan meringankan kapasitas kita yang kurang memadai. Ini selayaknya menjadi bagian dari kebijakan Kemenkes,” Pandemi COVID-19 ini diharapkan dapat mendorong alokasi dana untuk riset dan pengembangan kesehatan serta investasi di sektor farmasi Foto Resha Aditya Prof. Hasbullah Thabrany ahli kesehatan masyarakat “...dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah jelas terlihat bahwa yang ingin diselamatkan adalah kita, masyarakat, manusianya,” Masyita Crystallin Staf Khusus Menteri Keuangan 11 VOL. XV / NO. 152 / MEI 2020
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu TANGKAS MENANGGULANGI KEDARURATAN 21 VOL. XV / NO. 153 / JUNI 2020 C OVID-19 yang belum kunjung usai tidak hanya mengorbankan kesehatan masyarakat tapi juga kian berdampak pada ekonomi. Di tengah kecamuk pandemi, pemerintah terus mengadaptasi kebijakan dengan kebutuhan kondisi terkini. Kecepatan pemenuhan anggaran penanganan COVID-19 ini menjadi sebuah keharusan agar pandemi segera terbasmi dari negeri. Simak wawancara Media Keuangan dengan Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara, Kunta 1 Tahun 2020 memberikan fleksibilitas pada pemerintah untuk melakukan berbagai macam kebijakan atau pengelolaan alokasi anggaran supaya bisa cepat bergerak, seperti realokasi dan refocusing belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, termasuk tambahan anggaran yang difokuskan ke tiga hal kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan dunia usaha. Hal tersebut, juga didukung dengan kemungkinan untuk melakukan relaksasi defisit juga. Kita juga melakukan monitoring dan evaluasi berkala secara intensif sehingga kebutuhan di tiga fokus tadi bisa terpenuhi. Koordinasi dengan BI, OJK, dan LPS juga terus dilakukan untuk menjaga kestabilan sektor keuangan. Kebijakan anggaran apa saja yang diambil untuk mendukung sektor kesehatan dalam upaya percepatan penanganan COVID-19? Yang pertama, adalah pembentukan gugus tugas Covid-19 yang didukung pendanaan sekitar Rp3,1 triliun dari pemanfaatan cadangan APBN, yang dimanfaatkan untuk penanganan Kesehatan di masa awal darurat pandemic Covid-19. Selanjutnya, kita memberikan stimulus fiskal berupa tambahan belanja kesehatan Rp75 triliun (dari total stimulus tahap 3 sebesar Rp405 triliun) yang difokuskan pada belanja penanganan Kesehatan (antara lain peralatan, sarpras Kesehatan, dan biaya penggantian klaim perawatan pasien positif Covid-19), insentif dan santunan kematian bagi tenaga medis, dan bantuan iuran peserta BPJS Kesehatan untuk segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) Kelas 3. Lalu kita juga lakukan kebijakan realokasi dan refocusing anggaran K/L dan pemda. Dalam hal ini, Kementerian Keuangan terus memantau perkembangan revisi anggaran K/L untuk penanganan COVID-19 serta pelaksanaan anggarannya. Selain itu, kita juga memberikan insentif fiskal berupa fasilitas perpajakan, khususnya untuk pengadaan peralatan kesehatan dan obat-obatan. Dengan dukungan tersebut, sekarang sudah banyak industri dalam negeri yang bisa memproduksi Alat Pelindung Diri (APD), bahkan ada juga yang bisa memproduksi ventilator pernafasan. Upaya apa yang dilakukan untuk memastikan kecukupan anggaran penanganan COVID-19? Pemerintah akan terus memantau kebutuhan anggaran, dikaitkan dengan proyeksi berapa lama pandemi ini akan terjadi. Semakin lama, dan semakin banyak korban, tentunya akan dibutuhkan lebih banyak anggaran. Sumber pendanaan ini utamanya dari pendapatan dan pembiayaan, serta realokasi dan refocusing anggaran K/L dan TKDD. Pemerintah melalui koordinasi dengan stakeholder terkait akan terus melakukan pemetaan kebutuhan anggaran penanganan Covid-19, dan memperkuat perencanaan dan keakuratan kebijakan kesehatan. Di samping itu, pemerintah akan terus mendorong refocusing anggaran K/L untuk mendukung sektor kesehatan, mengingat apabila pandemi berlangsung lebih lama, maka kegiatan K/L tidak dapat berjalan, dan anggarannya dapat direalokasi untuk mendukung intervensi kesehatan. Berapa total anggaran yang diperoleh setelah refocusing dari K/L dan pemda? Dalam menangani pandemi Covid-19 dan dampaknya, telah dilakukan kebijakan penghematan anggaran, baik belanja K/L maupun transfer ke daerah dan dana desa. Untuk penghematannya total K/L sekitar Rp145-an triliun dan untuk pemda sekitar Rp94 triliun. Uang ini digunakan sebagai salah satu sumber dana pemberian stimulus yang berfokus ke tiga hal di awal tadi. Penghematan tersebut di luar kebijakan refocusing anggaran K/L dan Pemda untuk mendukung penanganan Kesehatan. Apakah ke depan akan ada peningkatan anggaran kesehatan? Sejak 2019, rasio anggaran kesehatan terhadap APBN sebenarnya sudah lebih dari 5 persen, karena kita meng cover Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), prasarana dan sarana kesehatan, termasuk dana-dana yang di transfer ke daerah. Jadi fokusnya bukan ke persentasenya harus sekian tapi lebih kepada program apa yang mau dijalankan, lalu output dan outcome apa yang mau dituju. Tentu Covid-19 ini menjadi baseline dalam persiapan anggaran kesehatan ke depan. Misal dalam pemenuhan fasilitas kesehatan dan perbaikan JKN, baik dari segi layanan maupun sistemnya. Bagaimana dengan fokus alokasi anggaran kesehatan ke depan? Ke depan anggaran kesehatan difokuskan untuk reformasi kesehatan. Pertama, mempercepat pemulihan dampak Covid-19 melalui peningkatan dan pemerataan fasilitas kesehatan, peralatan kesehatan, dan tenaga kesehatan, serta koordinasi dengan pemda, BUMN/BUMD, dan swasta. Kedua, penguatan sistem kesehatan, baik supply maupun demand. Ketiga, penguatan health security preparedness melalui penguatan kesiapan pencegahan, deteksi, dan respons penyakit, penguatan health emergency framework, dan sistem kesehatan yang terintegrasi. Apa harapan Bapak untuk implementasi kebijakan penanganan pandemi dan ketahanan APBN? Pertama, harapan saya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, serta seluruh lapisan masyarakat terus berlanjut, termasuk sharing the pain dengan pemda itu penting. Gugus tugas penanganan pandemi sebagai implementasi kebijakan satu pintu juga penting dilanjutkan. Kemudian kita juga ingin mendukung dunia usaha untuk kesehatan, sehingga kebutuhan alat kesehatan dan farmasi dalam negeri dapat kita penuhi sendiri. Yang terakhir, dengan adanya pandemi ini seluruh sector kehidupan akan melakukan penyesuaian (yang biasa disebut new normal). Mekanisme bekerja, bentuk interaksi dalam masyarakat, dan sebagainya akan menyesuaikan. Termasuk dalam hal pengelolaan APBN. Seharusnya APBN kita dengan new normal yang kita jalani saat ini, menjadi baseline yang efektif dan efisien dalam proses recovery dan reformasi kebijakan fiskal di tahun 2021 dan tahun-tahun selanjutnya. Wibawa Dasa Nugraha, mengenai optimalisasi anggaran kesehatan untuk atasi kedaruratan. Bagaimana APBN kita memprioritaskan kesehatan masyarakat selama ini? Anggaran Kesehatan dan anggaran Pendidikan menjadi concern Pemerintah selama ini, untuk meningkatkan kualitas SDM. Sejak 2016, Pemerintah menjaga alokasi anggaran kesehatan minimal 5 persen dari APBN, karena kesehatan berdampak langsung ke future income orang. Kalau orang sehat, dia akan semakin produktif. Secara tidak langsung, ini juga merupakan investasi Pemerintah di bidang SDM. Dengan adanya pandemi COVID-19 bagaimana prioritas sektor kesehatan dikaitkan dengan ekonomi? Pandemi ini menimbulkan krisis kesehatan lalu berdampak ke krisis ekonomi dan akhirnya bisa berdampak ke krisis keuangan. Karena pandemik ini belum ada obatnya, maka dilakukan pembatasan- pembatasan, seperti physical distancing, work from home, dan PSBB. Maka yang paling terdampak pertama kali dari pandemi ini adalah sektor riil atau informal. Sehingga menimbulkan krisis ekonomi, kalau hal ini tidak segera diatasi akan berakibat pada krisis keuangan. Dengan kata lain, kesehatan, ekonomi dan keuangan ini saling mempengaruhi, tidak dapat dipisahkan. Untuk merespons kondisi tersebut, saat ini Pemerintah memberi stimulus fiscal tahap 3 yang berfokus pada sektor kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan pada dunia usaha. Dengan demikian, bukan hanya kesehatan masyarakat yang tertangani, tetapi masyarakat miskin, rentan miskin, serta dunia usaha yang sosial ekonominya terdampak COVID-19 juga bisa tetap hidup. Sehingga selama masa pandemi, kebutuhan pokok setidaknya dapat terpenuhi, daya beli terjaga dan saat pandemi berakhir, kita bisa segera bangkit kembali. Apa strategi yang dilakukan untuk mengantisipasi kebijakan yang begitu dinamis di masa darurat ini? Saat ini semuanya berubah serba cepat dan kita harus siap untuk mengantisipasinya. Jangan sampai telat karena risiko kedepannya sangat tinggi. Adanya Perppu Nomor
Puji Prasetyo ...
Relevan terhadap
1 SPECIFIC GRANT : __ REFORMASI KEBIJAKAN PEMBERIAN DANA ALOKASI UMUM KEPADA DAERAH OTONOM PROVINSI/KABUPATEN/KOTA 30 Januari 2023, Penulis : Puji Prasetyo __ “Dalam rangka mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemerintah menerbitkan kebijakan baru berupa Specific Grant dalam pengelolaan Dana Alokasi Umum“ __ Penyempurnaan implementasi Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) merupakan sebuah upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien melalui Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam mewujudkan tujuan tersebut, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berlandaskan pada 4 (empat) pilar utama, yaitu: (i) mengembangkan sistem Pajak Daerah yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien, (ii) mengembangkan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui kebijakan Transfer ke Daerah (TKD) dan Pembiayaan Utang Daerah (PUD), (iii) mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah, serta (iv) harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal. Sebagai upaya penguatan desentralisasi fiskal guna mewujudkan pemerataan layanan publik oleh Pemerintah Daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok wilayah NKRI, dalam UU HKPD telah diatur mengenai kebijakan baru pemberian Dana Alokasi Umum (DAU). Sebelum diterbitkannya UU HKPD, pemberian DAU kepada daerah provinsi/kabupaten/kota hanya bersifat block grant /tidak ditentukan penggunaanya. Pemberian DAU yang bersifat block grant, di satu sisi merupakan suatu bentuk fleksibilitas penggunaan DAU oleh Pemerintah Daerah yang selaras dengan pelaksanaan prinsip otonomi daerah, namun di sisi lain terdapat pula sisi negatif yang mengikuti kebijakan block grant tersebut. Dalam Naskah Akademik penyusunan UU HKPD, pemrakarsa UU HKPD menyampaikan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi terkait DAU adalah formulasi DAU yang masih belum optimal dalam mengatasi ketimpangan fiskal antardaerah dan belum mampu mendorong pemerataan dan peningkatan layanan publik, serta kinerja daerah dalam menjalankan tanggungjawab belanja secara efisien dan disiplin. Hal ini salah satunya tercermin dalam realisasi DAU yang sebagian besar digunakan untuk belanja birokrasi (rata-rata realisasi belanja pegawai sebesar 32,4% vs rata-rata realisasi belanja infrastruktur publik 11,5%).
Guna memperbaiki kelemahan kebijakan pemberian DAU, pemrakarsa UU HKPD melakukan reformasi kebijakan terkait pemberian DAU, dari yang semula hanya bersifat block grant menjadi bersifat kombinasi antara block grant dan specific grant . Pemberian DAU yang bersifat kombinasi ini tercermin dalam rumusan ketentuan Pasal 130 ayat (2) UU HKPD yang mengatur bahwa “ Penggunaan DAU terdiri atas bagian DAU yang tidak ditentukan penggunaannya dan bagian DAU yang ditentukan penggunaannya ”. Reformasi kebijakan pemberian DAU ini diharapkan dapat berpengaruh terhadap, (i) pola belanja yang lebih fokus pada layanan publik; (ii) pengurangan ketimpangan fiskal antardaerah; dan (iii) percepatan ekualisasi layanan publik antardaerah melalui pengutamaan penggunaan DAU sesuai dengan kinerja daerah. Selain itu, kebijakan specific grant DAU ini disusun sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam pelaksanaan fungsi controlling terhadap penggunaan DAU oleh Pemerintah Daerah, sehingga belanja yang didanai dari DAU dapat dimaksimalkan untuk memenuhi pencapaian standar layanan minimal berdasarkan tingkat capaian kinerja layanan daerah sesuai dengan Pasal 130 ayat (1) UU HKPD. __ Selaras dengan UU HKPD, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023 (UU APBN TA 2023) yang merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Pusat yang disetujui oleh DPR RI, telah pula mengimplementasikan kebijakan pemberian DAU secara kombinasi yakni secara block grant dan specific grant . Hal ini dapat dilihat dalam dalam Pasal 11 ayat (9) UU APBN TA 2023, “Alokasi DAU untuk setiap daerah terdiri atas bagian DAU yang tidak ditentukan penggunaannya dan bagian DAU yang ditentukan penggunaannya” . Pengaturan dalam UU APBN TA 2023 tersebut diharapkan semakin menguatkan dan mempertegas niat pemerintah dalam mereformasi kebijakan pemberian DAU dengan memunculkan skema specific grant DAU. Selanjutnya, guna operasionalisasi kebijakan pemberian DAU tersebut masih perlu dijabarkan dalam suatu peraturan yang bersifat teknis, yaitu Peraturan Menteri Keuangan. Untuk itu, pada tanggal 27 Desember 2022, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 212/PMK.07/2022 tentang Indikator Tingkat Kinerja Daerah dan Ketentuan Umum Bagian Dana Alokasi Umum yang Ditentukan Penggunaannya Tahun Anggaran 2023 (PMK 212/2022). Secara umum, PMK 212/2022 terdiri atas 2 (dua) bagian besar, yaitu indikator yang mencerminkan tingkat kinerja daerah pada tiap-tiap urusan pemerintahan daerah dan jenis specific grant DAU. Dalam Pasal 2 PMK tersebut, telah diatur bahwa specific grant DAU terdiri atas, (i) penggajian formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, (ii) pendanaan kelurahan, (iii) bidang pendidikan, (iv) bidang kesehatan, dan (v) bidang pekerjaan umum. Specific grant DAU untuk penggajian formasi PPPK ditentukan berdasarkan jumlah formasi PPPK, gaji pokok dan tunjangan melekat, serta jumlah bulan pembayaran gaji PPPK. Specific grant DAU untuk pendanaan kelurahan ditentukan berdasarkan satuan biaya per kelurahan dan jumlah kelurahan tiap-tiap pemerintah daerah. Specific grant DAU untuk bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang pekerjaan umum dihitung berdasarkan indikator yang mencerminkan tingkat kinerja daerah pada tiap-tiap urusan pemerintahan daerah. Indikator tersebut merupakan indeks komposit dari beberapa indikator kinerja tiap-tiap bidang.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 3 lainnya
berupa peningkatan aktivitas perekonomian dapat dirasakan dalam jangka waktu menengah dan panjang. Dalam kesempatan berbeda, Direktur Riset CORE, Piter Abdullah Redjalam menilai wajar langkah pemerintah memberikan insentif fiskal untuk menopang target pertumbuhan ekonomi, khususnya untuk ekspor dan investasi sebagai penyumbang terbesar kedua dan ketiga PDB nasional. Apalagi pada saat yang bersamaan, dalam dua tahun terakhir kinerja ekspor dan investasi tak begitu menggembirakan. Namun demikian, Piter menekankan perlunya menempatkan insentif fiskal dalam konteks strategi besar untuk memperbaiki struktur ekonomi agar tidak lagi bergantung pada komoditas. “Karena sifat reformasi struktural jangka panjang, arah kita pasti jangka panjang. Saya kira dalam kurun waktu lima tahun sudah bisa terlihat hasilnya,” ujarnya. Paradigma baru Insentif fiskal yang diberikan pemerintah beragam jenisnya. Secara garis besar, terang Rofyanto, insentif tersebut terbagi menjadi dua bagian. Pertama, fasilitas yang bersifat sektoral, antara lain tax holiday, tax allowance, investment allowance, fasilitas PPN tidak dipungut, dan pembebasan bea masuk. Fasilitas ini ditargetkan untuk sektor- sektor tertentu, misalnya tax bersama seirama. Berbenah butuh keuletan dan kesabaran. Apalagi jika banyak persoalan menumpuk sekian lama, mulai dari sisi perizinan, prosedur, hingga implementasi di lapangan. Beragam regulasi yang menghambat harus segera dirapikan. Untuk memancing masuknya investasi baru dan mendorong aktivitas dunia usaha, pemerintah memasang strategi pemberian insentif fiskal. Insentif fiskal memang akan berpengaruh negatif bagi penerimaan perpajakan karena memunculkan belanja perpajakan ( tax loss ). Akan tetapi, pemberian insentif diharapkan dapat melambungkan penerimaan perpajakan karena basis perpajakan yang semakin besar akibat peningkatan aktivitas perekonomian. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Rofyanto menuturkan, sejak tahun 2018 Kementerian Keuangan telah melaporkan besarnya belanja perpajakan sebagai bentuk transparansi fiskal. Pada tahun itu, diestimasi besar belanja perpajakan mencapai Rp221,1 triliun atau sekitar 1,49 persen Produk Domestik Bruto (PDB). “Perlu disadari bahwa dampak langsung dan dampak tidak langsung dari insentif perpajakan memiliki perbedaan waktu atau time lag ,” jelas Rofyanto. Dampak langsung dapat dirasakan pada sistem perpajakan berupa penurunan pajak yang dikumpulkan, holiday untuk penanaman modal industri pionir. Kedua, fasilitas yang bersifat spatial (kawasan), misalnya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan tempat penimbunan berikat. Di dalam kawasan tersebut, sarana dan prasarana untuk pengembangan industri diintegrasikan, termasuk pemberian fasilitas perpajakan. Pemberian fasilitas spasial ini diharapkan mampu menciptakan kantong-kantong ekonomi baru. “Dalam tahun 2019, pemerintah juga memperkenalkan jenis insentif baru, yaitu fasilitas super deduction tax yang merupakan activity-based incentive dan banyak diadopsi oleh negara-negara maju,” tambah Rofyanto. Insentif ini diberikan terhadap kegiatan vokasi dan R&D oleh Wajib Pajak (WP). Swasta didorong untuk turut aktif T iga puluh tiga perusahaan hengkang dari Tiongkok akibat perang dagang. Tiada satu pun berlabuh di Indonesia. Mereka lebih melirik negeri tetangga: Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Mengapa? Rumput tetangga lebih hijau bukan fatamorgana. Nyatanya, kita memang perlu berbenah diri. Namun, memacu investasi tak seringan membalik telapak tangan. Pembenahan tata kelola investasi perlu sinergi serta menyeluruh. Pusat dan daerah harus bergerak 13 MediaKeuangan 12 VOL. XV / NO. 150 / MARET 2020 Laporan Utama “Karena sifat reformasi struktural jangka panjang, arah kita pasti jangka panjang. Saya kira dalam kurun waktu lima tahun sudah bisa terlihat hasilnya" Piter Abdullah Redjalam Direktur Riset Center of Reform on Economic CORE Indonesia Teks Reni Saptati D.I, Laporan Utama Foto Anas Nur Huda Pemerintah memberikan insentif fiskal untuk menopang target pertumbuhan ekonomi, khususnya untuk ekspor dan investasi. Berbenah Pacu Investasi
Teks Dara Haspramudilla Selama ini, kinerja transaksi berjalan Indonesia mengalami pasang naik dan pasang surut. Selama beberapa tahun defisit transaksi berjalan menjadi pekerjaan rumah yang terus diupayakan untuk dirapikan. Pemerintah pun serius berikhtiar untuk mendongkrak neraca menjadi surplus. Optimisme pun bergelora dalam membereskan masalah defisit dalam tiga hingga empat tahun ke depan. Transformasi ekonomi pun menjadi jalan untuk meniadakan defisit transaksi berjalan. Laporan Utama Ragam Prakarsa Seimbangkan Neraca Foto Resha Aditya Tingginya impor bahan bakar migas menjadi penyumbang terbesar dalam defisit transaksi berjalan MediaKeuangan 8 VOL. XV / NO. 150 / MARET 2020 S ejatinya, mengalami defisit transaksi berjalan bagi sebuah negara berkembang seperti Indonesia bukanlah suatu dosa. Selama dalam batasan yang aman, defisit transaksi berjalan sudah menjadi bagian dari tantangan perekonomian. Namun demikian, defisit transaksi berjalan bisa menjadi tantangan bagi tumbuhnya perekonomian sebab ia adalah cerminan tidak imbangnya penerimaan dan pengeluaran dari transaksi ekonomi lintas negara. Untuk itulah serangkaian kebijakan dirancang agar neraca menjadi setimbang. Peningkatan kinerja ekspor dan pengurangan ketergantungan impor menjadi strategi agar defisit transaksi berjalan dapat terkendali. Percepatan peningkatan masuknya aliran penanaman modal, pemberian insentif fiskal untuk peningkatan ekspor, dan penerapan energi terbarukan menjadi strategi pemungkas pemerintah menekan defisit transaksi berjalan. Akselerasi Investasi Jadi Kunci Defisit transaksi berjalan erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Di tengah ketidakpastian ekonomi global, melebarnya defisit transaksi berjalan tentu
Rahmat Widiana, Pemimpin Redaksi Media Keuangan Dari Lapangan Banteng Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @galuhmafela Pembangunan infrastruktur, meski hasilnya belum bisa dinikmati sekarang jika belum dilakukan berkesinambungan. @nurhafsahasanb Indonesia terlalu kaya SDA sampai dilirik banyak negara. Yang lain saja peka dengan SDA kita, masa kita tidak? Yok sadar, yok! @atri.widi Perbaikan birokrasi yg memudahkan investasi, misal penanaman modal 1 pintu. Investor tidak merasa ribet lagi untuk investasi, selain mengurangi cost penanaman modal Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Dari beberapa faktor ini, mana yang paling besar mendorong investasi? a. Potensi demografi b. Melimpahnya SDA c. Perbaikan birokrasi d. Pembangunan Infrastruktur Mengungkit Pertumbuhan MENARIK INVESTASI dalam pengalokasiannya. Kemudahan- kemudahan tersebut semata-mata dimaksudkan untuk menggenjot investasi dan menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Tentunya, tanggung jawab untuk mendorong investasi menjadi pekerjaan bersama antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah, khususnya dalam mendukung kemudahan berinvestasi dan memperkuat daya saing daerah. Dalam edisi ini, berbagai hal tentang usaha dan tantangan akselerasi investasi dalam negeri akan disajikan. Selamat membaca! A wal tahun 2020, kondisi global masih diwarnai dengan ketidakpastian. Mulai dari deadlock perundingan perdagangan AS dan China, rencana Brexit, hingga wabah virus Corona di beberapa negara. Semua kejadian tersebut berpotensi mengganggu perekonomian global dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Asia, termasuk Indonesia. Meskipun 2020 dipenuhi dengan dinamika gejolak global, pengalaman di 2019 memberikan sinyal bahwa Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonominya. Angka kemiskinan berkurang, pengangguran menurun, indeks gini ratio pun juga menurun. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki modal besar untuk menumbuhkan iklim investasi yang baik. Menghadapi berbagai tantangan tersebut, Indonesia telah menyiapkan berbagai kebijakan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi nasional termasuk strategi mengurangi defisit neraca perdagangan. Salah satu kunci mengurangi defisit tersebut adalah dengan menumbuhkan investasi dalam negeri. Perhatian pemerintah terhadap upaya peningkatan iklim investasi di Indonesia sangatlah serius. Berbagai insentif fiskal telah disiapkan pemerintah, seperti tax allowance , super deduction , hingga tax holiday . Tak berhenti di situ, mulai tahun 2020 pemberian Dana Insentif Daerah (DID) menggunakan indikator peningkatan investasi dan ekspor Ralat: Redaksi memohon maaf atas kesalahan pencantuman foto narasumber atas nama Suminto, Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan dalam artikel "Menghelat Program Kaya Manfaat" pada edisi "Mewujudkan Perlindungan Memadai" Volume XV/No. 149/Februari 2020.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
ndonesia baru-baru ini telah menjadi negara ekonomi kelas menengah, dengan jumlah populasi kelas menengahnya mencapai 16% pada tahun 2014 dari hanya 5% pada tahun 1993 (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Indonesia juga berhasil menjadi salah satu negara dengan pengentasan kemiskinan tercepat di dunia. Namun demikian, sekitar 26 juta orang Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan dan 77,4 juta orang atau setara dengan 29,1% dari populasi masih menjadi bagian kemiskinan atau rentan jatuh kembali ke dalam kemiskinan. Hal ini menunjukkan tingginya jumlah penduduk Indonesia yang masih rentan terhadap guncangan ekonomi walaupun ada kemajuan yang signifikan dalam mengurangi kemiskinan. Oleh karena itu, penting untuk menemukan solusi yang efektif guna mengubah masyarakat miskin Indonesia menjadi masyarakat berpenghasilan menengah. Rumah tangga berpendapatan menengah merupakan kontributor konsumsi dan sumber suara sosial serta politik yang signifikan dalam membentuk kebijakan pembangunan. Solusi yang dapat diambil oleh pemerintah Indonesia, antara lain dengan meningkatkan pembangunan infrastruktur untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas pendidikan terutama dalam penyediaan keterampilan khusus yang dibutuhkan oleh lapangan kerja, dan meningkatkan kualitas kesehatan dan peluang kehidupan bagi anak- anak di daerah pedesaan. Semua hal tersebut membutuhkan sejumlah besar pembiayaan di tengah tekanan global, rasio pajak yang rendah, dan rencana pemerintah untuk mengurangi pajak penghasilan. Langkah awal yang dapat dilakukan yakni dengan memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan pajak. Apabila jumlah “calon kelas menengah” dan “kelas menengah” dapat meningkat secara proporsional, maka dengan basis subjek pajak yang substansial itu, Indonesia dapat menerapkan rezim pajak penghasilan progresif, di mana mereka yang memiliki pendapatan berlebih harus membayar lebih banyak pajak. Dengan terhimpunnya dana pajak tersebut, Indonesia kemudian dapat membangun skema perlindungan sosial yang kuat. Tantangan berikutnya adalah bagaimana membuat pembelanjaan kelas menengah agar menjadi lebih produktif, karena jika pengeluaran kelas menengah tersebut tidak produktif, maka risiko jatuh ke dalam middle income trap akan lebih besar. Dari segi ketenagakerjaan dan produktivitas tenaga kerja, terlepas dari upah yang kecil, produktivitas yang rendah telah menghasilkan total biaya output yang lebih tinggi. Di samping itu, pada tataran global, Indonesia masih berada di peringkat ke-2 terkait kekakuan kontrak kerja terutama dalam hal pemutusan hubungan kerja, sedangkan tingkat kepatuhannya hanya sebesar 49%. Pengangguran usia muda mencapai tujuh kali lebih banyak dari pengangguran orang dewasa, sementara sebanyak dua dari tiga perempuan Indonesia termasuk di antara mereka yang menganggur. Di lain sisi, sehubungan dengan tingkat pelatihan, hanya sekitar 8% dari perusahaan yang ada di Indonesia yang benar-benar memberikan pelatihan untuk karyawan mereka, padahal pemerintah telah memberikan insentif pajak berupa pengurangan hingga Rp300 juta ( super deduction ) bagi perusahaan yang memberikan pelatihan bagi karyawannya. Dari segi pembangunan pendidikan, meskipun telah ada upaya pemerintah untuk melakukan perbaikan mendasar, namun outcome dari upaya ini masih belum optimal. Pencapaian rata-rata pengetahuan siswa dengan lama pendidikan 12 tahun sebenarnya hanya sama dengan 7,9 tahun mengenyam pendidikan. Hal ini menunjukkan ketidakefektifan dalam proses pembelajaran, baik dari sisi kurikulum dan kapasitas guru, dan/ atau terbatasnya fasilitas pendidikan yang ada. Beberapa ide muncul sebagai solusi dari tantangan dimaksud, salah satunya dengan mengembangkan dan memperluas industri pendidikan anak usia dini. Hal ini dianggap mendesak karena sebuah penelitian menunjukkan bahwa return pendidikan satu tahun pada anak usia dini lebih besar daripada return pendidikan pada perguruan tinggi dengan durasi yang sama. Sayangnya, hanya sekitar 1% anak Indonesia yang saat ini dapat menikmati pendidikan anak usia dini. Dari segi kualitas kesehatan, 27% anak Indonesia masih mengalami hambatan pertumbuhan ( stunting ) sehingga Indonesia berada pada peringkat stunting ke-5 di dunia. Sementara itu, dari 74% wanita Indonesia yang telah mendapat pemeriksaan kehamilan, hanya 37% yang mampu memberikan ASI dan hanya 58% yang telah menerima suntikan imunisasi untuk bayinya. Oleh sebab itu, efektivitas sistem perlindungan kesehatan nasional harus ditingkatkan, antara lain melalui pembetulan alokasi subsidi, mengingat saat ini sebanyak 40% rumah tangga kelas menengah masih menerima subsidi pemerintah, dan peningkatan kepatuhan pembayaran iuran jaminan sosial kesehatan. Pada akhirnya, meskipun kombinasi dari tantangan pembangunan, demokrasi, dan desentralisasi cenderung memperumit masalah dan penanganannya, namun pemerintah harus mampu merancang kebijakan yang tidak hanya layak berdasarkan standar yang diterima, tetapi juga sesuai untuk Indonesia yang kaya akan keberagaman. Pemerintah harus dapat mengimplementasikan kebijakan yang memastikan keberlanjutan dan produktivitas pembiayaan pembangunan, meskipun setiap kebijakan yang diambil tidak akan bisa menyenangkan semua pihak. 41 MEDIAKEUANGAN 40 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Opini MENJADI CALON SOSIALITA, Memakmurkan Indonesia *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Bramantya Saputro Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI MEDIAKEUANGAN 40
MEDIAKEUANGAN 14 memang mengadopsi skema pembiayaan untuk pelaku usaha mikro yang disalurkan secara berkelompok kepada perempuan prasejahtera. Diantaranya ialah PNM dan Koperasi Mitra Dhuafa. Kedua penyalur tersebut mengakui perempuan lebih mampu bertahan hidup di sektor informal. Tak hanya itu, mereka juga menyebut perempuan lebih kreatif dalam memenuhi kebutuhan, cenderung lebih menggunakan pendapatannya untuk keluarga, dan lebih disiplin dalam pengembalian pinjaman. Berdasarkan best practice pada sektor microfinance pada umumnya, debitur perempuan yang disalurkan secara berkelompok memiliki performa pinjaman yang sangat baik dengan tingkat Non Performing Loan (NPL) di bawah 1 persen. “Dengan pembiayaan UMi ini, para debitur perempuan diharapkan dapat menyadari potensi kewirausahaannya dan memiliki posisi yang strategis dalam keluarga,” harap Ririn. Optimalisasi penyaluran melalui digitalisasi Desain pembiayaan UMI telah memanfaatkan teknologi informasi dari mula diluncurkan, tegas Djoko Hendratto. “Sejak awal, desainnya harus menggunakan itu supaya mampu menjangkau seluruh wilayah di Indonesia,” jelasnya. Ia menyebut penggunaan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) UMi untuk meningkatkan aksesibilitas dan akuntabilitas penyaluran UMi sebagai tahap pertama pemanfaatan teknologi informasi. Selanjutnya, untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan ketepatan sasaran, UMi memasuki tahap kedua pemanfaatan teknologi informasi yang dikenal sebagai tahap digitalisasi. Pada akhir 2018, digitalisasi pembiayaan UMi secara resmi diluncurkan Menteri Keuangan. Kala itu, PIP menggandeng tiga platform uang elektronik dan satu platform marketplace . “Itu sangat inovatif dan kreatif. UMi dengan konsep enhancing and empowering tidak perlu membangun sistem yang begitu rumit, tetapi memanfaatkan sistem yang ada,” ucap Djoko bersemangat. Dalam perkembangan terakhirnya, Ririn menceritakan saat ini pihaknya tengah mengembangkan ekosistem ekonomi digital dalam bentuk sistem tol data/join tuntas bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Sosial, Kementerian Desa dan PDT, BLU LPDB dan BLU lainnya yang telah bekerja sama dengan PIP. “Sistem ini diharapkan dapat menciptakan big data UMKM yang pada akhirnya dapat digunakan bersama untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia,” Ririn berujar. Ia menambahkan, ke depannya, digitalisasi tidak hanya terbatas pada disbursement , tetapi juga ke arah pengembangan e-wallet. “Hal ini dilakukan untuk memudahkan debitur UMi dalam bertransaksi menggunakan uang elektronik dan memudahkan dalam melakukan analisa perilaku ekonomi debitur pembiayaan UMi,” jelasnya. Kemampuan bertahan di tengah krisis Pemerhati UMKM Dr. Asep Mulyana memberikan apresiasi terhadap program pembiayaan UMi. “Saya melihat ini sangat positif bagi perekonomian Indonesia. Apalagi kalau nanti dari usaha ultra mikro bisa naik menjadi usaha mikro,” tutur akademisi Universitas Padjadjaran tersebut. Namun, ia juga menjelaskan bahwa tidak semua usaha mikro bisa scale up . “Contoh yang paling gampang warteg. Ia tidak bisa scale up usahanya, tetapi paling tidak bisa tambah cabang,” lanjutnya. Untuk memperbesar keuntungan mereka, Ketua Pusat Inkubasi Bisnis Universitas Padjadjaran itu menyarankan para pemilik usaha mikro agar berkoperasi. “Dengan berkoperasi keuntungan akan menjadi meningkat karena dari sisi supply -nya lebih murah,” tutur Asep. Ia menilai program UMi ini menjadi insentif awal dalam membangkitkan koperasi lantaran bunganya yang murah. Mengomentasi kondisi ekonomi nasional ke depan yang kemungkinan menurun akibat wabah Covid-19, ia optimis UMKM bisa tetap bertahan. “Semua pelaku usaha dalam kondisi apapun harus selalu optimis. Mengapa? Pasar selalu ada di Indonesia,” kata Asep. Selama ini, ucap Asep, UMKM telah menjadi penopang perekonomian Indonesia. Pada saat krisis ekonomi 1998, mereka tetap mampu bertahan, bahkan menjadi penyelamat ekonomi nasional. Menurut data PIP, sejak diluncurkan pada pertengahan 2017, pemerintah telah mengucurkan dana sebesar Rp8 triliun. Sebanyak Rp7 Triliun telah dicairkan dari APBN dan dikelola PIP untuk digulirkan kepada masyarakat, sedangkan Rp1 Triliun merupakan dana yang dialokasikan di APBN tahun 2020. Asep berharap alokasi dana untuk program pembiayaan UMi ini dapat meningkat. “Harus diperbesar. Barangkali dibuat lebih menjadi double , bahkan triple .”
MEDIAKEUANGAN 32 33 MEDIAKEUANGAN 32 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Keikhlasan Melako nkan Beragam Peran DIAN LESTARI Kepala Pusat Kebijakan Regional Dan Bilateral Badan Kebijakan Fiskal Teks Dimach Putra | Foto Anas Nur Huda P erempuan di zaman yang sarat perubahan ini harus piawai berlakon peran. Bukan untuk menyembunyikan jati diri sebenarnya. Tapi untuk mampu bertahan dan menjalankan tanggung jawab yang susah payah diperjuangkan untuk didapatkan. Hal itu yang dirasakan Dian Lestari. Salah satu Srikandi mumpuni di Kementerian Keuangan. Ibu dari dua putri ini kini dipercaya menjadi Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral pada Badan Kebijakan Fiskal. Tak mudah, memang. Tapi bagi perempuan yang akrab dipanggil Dian ini, tanggung jawab tersebut merupakan kepercayaan yang harus teguh ia jalankan. Jalan panjang telah ia lewati untuk bisa mencapai posisinya saat ini. Beragam peran pun telah berhasil Ia tunaikan dengan luwes. Dian lalu membagikan sedikit kisahnya. Ikhlas jalankan penugasan ”Saya tidak pernah menolak penugasan. Jangankan penugasan, pekerjaan apapun yang relevan kalau pimpinan meminta saya untuk mengerjakan itu, pasti akan sebisa mungkin saya lakukan,” ucapnya mengawali. Dian memutar ingatannya kembali ke akhir Agustus 2016. Ia mendapat mandat langsung dari atasannya untuk menempati posisi Senior Advisor di World Bank. Ia diminta mendampingi Andien Hadiyanto yang terlebih dulu ditunjuk menjadi Executive Director . Peran penting sebagai penasehat di multilateral development bank paling bergengsi tersebut harus diampunya per-1 November 2016. Tak ada waktu baginya untuk mencerna semua perasaan yang bercampur 33 VOL. MEDIAKEUANGAN 32 aduk. Saat menerima kabar tersebut, Ia tengah mengurus kesiapan delegasi Indonesia yang akan bertolak ke pertemuan tahunan di Washington D.C. Tanggung jawab tersebut menyita waktunya hingga pertengahan Oktober. Sampai akhirnya hanya 2 minggu tersisa bagi perempuan kelahiran Tegal ini untuk mempersiapkan keberangkatannya. Keikhlasan Dian dalam menjalankan peran yang dipercayakan padanya diuji sesampainya di negeri Paman Sam. Dian dituntut harus langsung dapat beradaptasi. Sepekan awal, Ia harus fokus pada program pendampingan dengan senior advisor sebelumnya. ”Kalau saya missed di sini, saya akan kehilangan kesempatan untuk dapat transisi yang smooth ,” ujarnya. Hal tersebut dirasa cukup menantang baginya, tapi Dian punya cara menghadapinya. Kuncinya satu, jangan dipikirin, tapi jalanin aja. Kalau ada yang dipikirin biasanya akan banyak kekhawatiran. Tapi kalau kita fokus untuk jalanin, kita nggak sempat mikir begitu,” bebernya. Kekuatan dukungan keluarga Pengalaman bertugas di World Bank tak hanya menempa Dian dalam sisi profesionalitas berkarier, tetapi juga dalam perannya sebagai istri dan ibu dalam keluarga. Begitu menerima kabar penugasannya, Ia langsung mengutarakan maksudnya untuk membawa serta dua buah hatinya yang beranjak dewasa. ”Suami gak bisa ikut karena ada tanggung jawab pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Tapi kami sepakat bahwa anak-anak butuh international exposure dan ini saatnya!” ungkapnya. Masa-masa awal kepindahannya di Amerika membuatnya berjibaku dengan beragam hal. Belum lagi menyesuaikan fisik di lingkungan baru, pekerjaan menuntutnya untuk cepat beradaptasi dengan ritme kerja yang jauh berbeda dengan di Indonesia. Sementara itu, Ia juga harus memilih lingkungan terbaik untuk mereka hidup saat kedua putrinya menyusul tiga bulan berikutnya. ”Saya memilih tinggal di Rockfiled, Maryland. Daerah suburb (pinggiran) yang punya sistem pendidikan oke dan jadi kawasan favorit komunitas internasional yang kerja di D.C buat tinggal bersama keluarga,” ucapnya. Pilihan tersebut dianggap tepat. Meskipun isu ketegangan ras, agama, dan golongan merebak karena iklim
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 3 lainnya
Kolom Ekonom Ilustrasi Dimach Putra I ndonesia merupakan satu dari sedikit negara di dunia yang perekonomiannya masih bisa tumbuh relatif tinggi di tahun 2019. Perekonomian Indonesia tumbuh 5,02 persen pada kuartal ketiga 2019, tatkala negara-negara lain di dunia mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi. Tiongkok yang pada tahun lalu masih tumbuh 6,6 persen, pada 2019 ini mengalami penurunan. Pada kuartal ketiga 2019, Tiongkok hanya tumbuh 6,0 persen. Pelambatan juga terjadi di India, salah satu negara sumber pertumbuhan baru. Tahun lalu, India mampu tumbuh 6,8 persen. Tahun ini terus melorot bahkan di kuartal ketiga 2019 hanya mampu tumbuh 4,5 persen. Beberapa negara di dunia bahkan telah mengalami resesi atau tumbuh negatif selama dua kuartal berturut-turut. Tahun 2019 memang bukan tahun yang mudah bagi perekonomian dunia. Hidayat Amir Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal Tumbuh dalam Tekanan Berbagai tekanan dan gejolak yang terjadi membuat ekonomi dunia mengalami perlambatan yang cukup dalam, bahkan menjadi yang terburuk sejak krisis keuangan global pada 2009. Menurut proyeksi IMF, pertumbuhan ekonomi global akan melambat dari 3,6 persen di 2018 menjadi 3,0 persen untuk tahun ini. Pertumbuhan volume perdagangan bahkan diperkirakan hanya tumbuh 1,1 persen di 2019, atau turun signifikan jika dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 3,6 persen. nyata apa yang sesungguhnya hanyalah metode. Refleksi Husserl itu dapat dijadikan ilham untuk melihat rasio pajak lebih dalam. Di balik rasio pajak, terdapat berbagai soal yang tak serta-merta kelihatan dalam angka. Itulah mengapa rasio pajak bukanlah satu-satunya alat untuk mengukur kinerja perpajakan, meski secara indikatif berguna untuk mengenali gejala inefektivitas pemungutan pajak sejak dini. Ada empat faktor yang dapat menjelaskan sebab PDB Indonesia tidak berkorelasi positif dengan kinerja perpajakan, khususnya rasio pajak. Pertama, tingkat kepatuhan pajak masih rendah. Program amnesti pajak sebagai bagian dari reformasi perpajakan nampaknya baru membantu menambah basis pajak baru dan belum meningkatkan rasio pajak. Meski tingkat kepatuhan pajak terus meningkat dari tahun 2015 sebesar 60 persen menjadi 71,1 persen di tahun 2018, namun angka tersebut masih tergolong rendah. Selain itu, tingkat kepatuhan tersebut pun masih terbatas pada kepatuhan yang sifatnya formal yakni menyampaikan SPT dan belum mempertimbangkan kepatuhan material yang melibatkan kebenaran isi SPT. Kedua, tingginya hard-to-tax sector , khususnya usaha rintisan atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan sektor pertanian/perkebunan/perikanan yang berkontribusi cukup besar terhadap PDB. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, komposisi UMKM mencapai 59,2 juta unit dari total 60,01 juta unit usaha di Indonesia. Di satu sisi, UMKM menjadi penyumbang PDB terbesar namun di sisi lain kepatuhan dan literasi yang masih sangat rendah menjadi tantangan bagi pemerintah dalam memungut pajak. Dalam konteks itu, kebijakan penurunan tarif pajak UMKM sudah tepat dan layak diapresiasi, demi memperluas basis pajak dari sektor ini. Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yang mewajibkan para pelaku usaha online untuk memiliki izin usaha, harus dapat dimanfaatkan untuk mulai membangun basis data yang akurat dari sektor ini. Ketiga, pesatnya perkembangan ekonomi digital tidak diiringi dengan modernisasi perangkat teknologi informasi perpajakan, SDM yang mumpuni, serta regulasi. Akibatnya, potensi pajak sektor ini menjadi sulit ditangkap. Padahal, Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbanyak di dunia. Pada 2016, tercatat nilai transaksi dari sektor ekonomi digital sebesar USD5,6 miliar. Dalam konteks ini, kebijakan pajak e-commerce sudah tepat demi menjamin keadilan dalam pengenaan pajak. Namun demikian, disharmoni antar-regulasi seperti penurunan tarif pajak UMKM di satu pihak dan kewajiban pelaku usaha online untuk memiliki izin usaha di lain pihak selalu perlu diantisipasi. Keempat, maraknya praktik penghindaran pajak. Data-data dari tax amnesty, Swiss Leaks, Panama Papers, Paradise Papers , dan sebagainya mencerminkan banyaknya warga negara Indonesia yang berupaya menghindari pajak. Program tax amnesty pun menjadi solusi tepat di tengah kondisi tersebut. Tidak hanya meningkatkan kepatuhan, program ini juga menjadi momentum yang baik untuk mulai membangun tax culture yang sehat. Selanjutnya tax amnesty harus diikuti dengan langkah penegakan hukum yang tegas. Kendati rasio pajak bukan satu- satunya alat untuk mengukur kinerja perpajakan, mendongkrak rasio pajak tetaplah salah satu tugas penting negara. Tujuan negara yakni kesejahteraan rakyat yang berkeadilan dan merata hanya dapat dicapai dengan level penerimaan pajak yang optimal yang dapat mengakselerasi pembangunan. Searah dengan itu, upaya-upaya pemerintah dari sisi regulasi untuk mendongkrak rasio pajak perlu terus didukung: reinventing policy , kenaikan PTKP, tax amnesty , konfirmasi status WP, UU AEOI, Pembaruan Sistem Informasi, pemeriksaan pajak, percepatan restitusi, penurunan tarif WP UMKM, dan CRS AEOI. Semua itu tak lain adalah upaya meningkatkan rasio pajak dan basis pajak, juga secara serentak mendorong kepatuhan. Ibarat cermin, rasio pajak dapat dijadikan salah satu sarana untuk berkaca, tanpa kita harus menganggap bayangan cermin itu sebagai kenyataan sesungguhnya. Perbaikan selayaknya diarahkan pada kenyataan, bukan bayangannya. Kita sudah berada di jalur yang tepat, jangan sampai kereta perubahan ini berjalan terlampau lambat!
esatnya pertumbuhan ekonomi syariah dunia salah satunya dipengaruhi oleh meningkatnya populasi muslim. Kenaikan populasi muslim mendorong peningkatan permintaan terhadap produk dan jasa halal. Pada tahun 2017, tercatat terdapat 1,84 miliar muslim di muka bumi. Diperkirakan, jumlah ini akan terus beranjak naik dan menyentuh 27,5 persen total populasi dunia pada 2030. Di tingkat global, Indonesia memiliki populasi muslim terbesar dan jumlah institusi keuangan syariah tertinggi. State of The Islamic Economic Report 2018/2019 menyebutkan jumlah penduduk muslim Indonesia mencapai 87 persen dari total populasi penduduk Indonesia, atau sekitar 13 persen populasi muslim dunia. Indonesia juga memiliki lebih dari 5000 institusi keuangan syariah. Dengan keunggulan ini, Indonesia berpotensi jadi pemain kunci dalam pengembangan ekonomi syariah dunia. Bahkan, bukan tak mungkin ekonomi syariah Indonesia akan menjadi terbesar di dunia. Kemajuan ekonomi syariah di Indonesia pelan tapi pasti mulai terasa dan diakui. Pada pertengahan Oktober 2019 lalu, Indonesia mencatatkan skor 81,93 pada Islamic Finance Country Index (IFCI) 2019. Dengan raihan skor tersebut, Indonesia berhasil menduduki peringkat pertama dalam pengembangan keuangan syariah keuangan global pada Global Islamic Finance Report (GIFR) terbaru. Capaian ini lebih baik dari tahun sebelumnya lantaran naik lima peringkat dan menggeser Malaysia yang tiga tahun terakhir berada di puncak. Miliki keunggulan Islamic Finance Specialist UNDP, Greget Kalla Buana mengamini pertumbuhan dan perkembangan ekonomi syariah Indonesia yang semakin menggembirakan. Meski demikian, dia mengingatkan masih banyak potensi yang bisa digali guna mewujudkan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah. “Pada 2017, Indonesia menduduki peringkat pertama Muslim Food Expenditure dengan nilai USD170 miliar. Namun, kondisi ini belum mampu menempatkan Indonesia ke dalam sepuluh besar halal food ,”ungkapnya. Greget turut menggarisbawahi sejumlah keunggulan yang dimiliki Indonesia. Pertama, adanya sistem kelembagaan yang kuat dalam mendukung ekonomi syariah. “Selain Dewan Syariah Nasional MUI, perkembangan kelembagaan ekonomi syariah juga diperkuat dengan adanya Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang melahirkan Masterplan Ekonomi Syariah,” ungkapnya. Kedua, adanya hukum dan peraturan yang mengakomodasi inovasi dan kebijakan keuangan syariah di Indonesia. “Sebagai contoh, Undang-Undang Perbankan Syariah, Undang-Undang Zakat, dan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (yang) mungkin di negara lain tidak ada,” katanya. Ketiga, besarnya dorongan masyarakat luas melalui kelompok- kelompok penggerak ekonomi syariah yang mewakili berbagai elemen masyarakat yang memberi kontribusi terhadap perkembangan ekonomi syariah. “Sebut saja, Asosiasi Bank Syariah Indonesia, Asosiasi Fintech Syariah Indonesia, Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam, Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Masyarakat Ekonomi Syariah, dan sebagainya,” rincinya kepada Media Keuangan. Tumbuh menjanjikan Perkembangan ekonomi syariah Indonesia telah dimulai sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada 1992. Bank Muamalat menjadi lembaga keuangan pertama di Indonesia yang menerapkan prinsip syariah dalam setiap kegiatan transaksinya. Kehadiran Bank Muamalat ini disambut baik oleh penduduk muslim Indonesia, sehingga pada perkembangannya, berjamur beragam lembaga keuangan lainnya. Menjelang tiga dasawarsa sejak awal perkembangannya, Indonesia diyakini mampu menjadi pusat ekonomi syariah dunia pada 2024 mendatang. Untuk mendorong pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, pemerintah membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) pada tahun 2016. Lembaga ini telah menyusun Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024 sebagai peta jalan yang akan menjadi rujukan bersama guna mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. KNKS menyadari Indonesia belum mengoptimalkan perannya dalam memenuhi permintaan produk dan jasa halal. Selama ini, Indonesia masih lebih banyak berperan dari sisi demand dibanding supply . KNKS menyisir sejumlah tantangan yang dihadapi. Tiga diantaranya yakni regulasi industri halal yang belum memadai, literasi dan kesadaran masyarakat akan produk halal yang kurang, dan interlinkage industri halal dan keuangan syariah yang masih rendah. Peta jalan yang telah disusun akan menjawab tantangan tersebut. Dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024, implementasi pengembangan ekonomi syariah difokuskan pada sektor riil, utamanya yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam hal ini, pemerintah secara khusus memilih sektor produksi dan jasa, terutama yang telah menerapkan label halal sebagai diferensiasi dari produk lain. Menurut Greget, ambisi Indonesia untuk menjadi Global Halal Hub bisa dimulai dari prosedur sertifikasi halal yang saat ini telah menjadi acuan dunia. “Terbukti dengan sejumlah negara yang meminta untuk disertifikasi halal oleh MUI atau mengadopsi sertifikasi halal Indonesia,” katanya. Dengan adanya kepercayaan dunia internasional terkait sertifikasi halal, maka Indonesia bisa memainkan peran sebagai role model industri halal. Greget juga menekankan agar ekonomi syariah tidak dipandang sebagai satu industri terpisah, melainkan terhubung dengan ekosistem dan aspek kehidupan lain secara keseluruhan. Beberapa aspek penting yang dia soroti antara lain nilai-nilai etis, tata kelola dan regulasi, sumber daya manusia (SDM), Sustainable Development Goals (SDGs), serta teknologi. Tak terpisahkan Sekretaris Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (BPH DSN MUI), Anwar Abbas, mengungkapkan bahwa sistem ekonomi syariah pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Menurutnya, Islamic Economic System merupakan alternatif yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya inklusif, namun juga berkelanjutan. “Dunia butuh alternatif (sistem ekonomi). Islam tampil dengan Islamic Economic System , dengan Professional Banking System , dengan Insurance Banking Assistance -nya. Dengan begitu, kita sebagai muslim dan bangsa Indonesia bisa tampil dengan Ekonomi Pancasilanya,” jelasnya. Di sisi lain, Yani Farida Aryani, Kepala Bidang Kebijakan Pengembangan Industri Keuangan Syariah Badan Kebijakan Fiskal, menjelaskan bahwa keuangan syariah merupakan bagian tak terpisahkan dari ekonomi syariah. Pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia sendiri terdiri dari perbankan syariah, asuransi syariah, pembiayaan syariah, reksadana syariah, Sukuk Negara dan saham syariah. Selain itu, masih ada pula sektor keuangan sosial islam ( Islamic social finance ) seperti zakat dan wakaf. “Zakat dan wakaf yang notabene masuk ke dalam kelompok dana sosial 21 MEDIAKEUANGAN 20 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020 8 Islamic Finance Assets US$82 Milyar 3 Modest Fashion Expenditure US$20 Milyar 1 Halal Food Expenditure US$170 Milyar 5 Halal Travel __ Expenditure US$10 Milyar 6 Halal Media and Recreation Expenditure US$10 Milyar 2 Halal Cosmetics Expenditure US$3,9 Milyar 4 Halal Pharmaceuticals Expenditure US$5,2 Milyar
Dana Haji juga kan sebetulnya masih ada di dalam ekosistem keuangan syariah,” jelas Yani. Lebih lanjut, Yani mengungkapkan bahwa industri keuangan syariah saat ini masih didominasi oleh perbankan syariah dengan total aset per Januari 2019 mencapai Rp479,17 triliun atau sekitar 5,95 persen dari Rp 8.049 triliun total perbankan nasional. Sedangkan untuk industri keuangan nonbank syariah (IKNB) periode yang sama, asetnya tercatat Rp101,197 triliun dengan pangsa pasar sebesar 5,81 persen dari total aset IKNB nasional yang mencapai Rp1.741 triliun. Dari sisi pembiayaan syariah, Sukuk Negara atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sendiri menyumbang 18 persen dari total obligasi negara yang telah diterbitkan sebesar Rp682 triliun per Maret 2019 lalu. Senada dengan Yani, Peneliti Utama Badan Kebijakan Fiskal, Lokot Zein Nasution, memaparkan bahwa perkembangan instrumen keuangan syariah paling pesat dialami oleh Sukuk Negara. Sementara itu, instrumen keuangan syariah yang lain tidak mengalami perubahan signifikan. Bahkan, komposisi dari perbankan syariah terus mengalami penurunan, meski penurunannya tidak menunjukkan gejala yang konsisten, sehingga sifatnya lebih reaktif terhadap kondisi ekonomi global. “Dari total aset keuangan syariah, dominasi paling besar dimiliki oleh perbankan syariah, kedua adalah sukuk negara, ketiga adalah pembiayaan syariah, keempat adalah asuransi syariah, kelima adalah IKNB syariah, keenam adalah reksadana syariah, dan terakhir adalah sukuk korporasi,” ujarnya. Peran APBN Kementerian Keuangan sendiri memiliki peran mendorong keuangan syariah melalui instrumen APBN. Yang pertama adalah dari sisi penerimaan negara. Menurut Yani, kebijakan perpajakan yang kondusif dan mendukung pengembangan keuangan syariah diperlukan dalam bentuk tax neutrality dan insentif perpajakan. Tax neutrality menjadi penting karena dalam skema keuangan syariah, seperti Sukuk Negara, diperlukan underlying asset dalam bentuk barang, manfaat aset, ataupun dalam bentuk proyek. “Kalau dalam perpajakan, seolah ada penyerahan barang. Jadi, seolah-olah ada dua kali kena PPN. Kalau di Undang-Undang PPN sepanjang ada pertambahan nilai dan sepanjang ada penyerahan akan terkena PPN. Kalau kita bilang ini tidak ada penambahan nilai dan tidak ada penyerahan juga. Karena underlying asset tadi hanya sebagai dasar perhitungan untuk memberikan pinjaman,” jelas Yani. Yang kedua adalah dari sisi belanja APBN. Belanja pemerintah di Kementerian/Lembaga tertentu dapat diarahkan untuk mendukung pengembangan industri atau ekonomi syariah. Misalnya saja Halal Tourism melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau kurikulum pendidikan syariah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Terakhir dari sisi pembiayaan. Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Dwi Irianti Hadiningdyah, memaparkan kehadiran Sukuk Negara mampu memperkaya jenis instrumen pembiayaan APBN dan pembangunan proyek di tanah air, sekaligus menyediakan instrumen investasi dan likuiditas bagi investor institusi maupun individu. Di samping itu, penerbitan Sukuk Negara di pasar internasional juga menandai eksistensi serta mengokohkan posisi Indonesia di pasar keuangan syariah global. Bahkan, pada tahun 2018 Indonesia menjadi negara pertama yang menerbitkan Sovereign Green Sukuk yang diterima dengan baik oleh investor dan mendapatkan pengakuan dari berbagai lembaga internasional. Lebih jauh, Dwi menjelaskan pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam rangka mendorong ekonomi syariah secara inklusif, di antaranya melalui diversifikasi instrumen pembiayaan APBN dengan menerbitkan Sukuk Ritel dan Sukuk Tabungan. Melalui instrumen ini masyarakat umum dapat berinvestasi sekaligus berperan serta dalam pembangunan Indonesia. Kehadiran Sukuk Ritel dan Sukuk Tabungan dapat menjadi pilihan bagi masyarakat dan menambah portofolio investasi bagi investor, terutama investor syariah. Pada tahun 2019, kedua instrumen tersebut diterbitkan dengan minimum Rp1 juta dan maksimum Rp3 miliar. Hal tersebut dilakukan agar instrumen tersebut dapat dijangkau dan diakses oleh berbagai lapisan masyarakat. “Penerbitan SBSN Ritel dilaksanakan setiap tahun dan sangat diminati oleh masyarakat yang terlihat dari pemesanan yang selalu oversubscribe sehingga diharapkan melalui instrumen ini dapat mendorong transformasi masyarakat dari savings-oriented society menuju investment-oriented society ,” pungkasnya. 23 MEDIAKEUANGAN 22 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020 " Zakat dan wakaf yang notabene masuk ke dalam kelompok dana sosial keagamaan itu masuk ke dalam industri keuangan syariah. Seperti Dana Haji juga kan sebetulnya masih ada di dalam ekosistem keuangan syariah ". Yani Farida A Kepala Bidang Kebijakan Pengemabangan Industri Keuangan Syariah BKF Foto Anas Nur Huda
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap
perpajakan yang dikeluarkan. Pelaporan angka tersebut secara berkala dapat memudahkan Pemerintah dalam mengevaluasi dan memantau efektivitas insentif perpajakan. Dengan demikian, kebijakan insentif perpajakan dapat dinyatakan efektif atau tidak efektif. Berkaca pada pengalaman Belgia dalam program “ Notional Interest Program ” yang dilakukan pada tahun 2006, evaluasi kebijakan insentif perpajakan harus menjadi perhatian. Sebelum program tersebut dilakukan, Belgia memperkirakan akan kehilangan penerimaan perpajakannya senilai X. Setelah program berjalan, Belgia melakukan evaluasi dan menemukan bahwa penerimaan perpajakannya hilang 3X atau tiga kali lebih besar dari perkiraan. Hal ini memperlihatkan bahwa cost yang dihasilkan lebih besar dibandingkan benefit -nya, sehingga Belgia pun melakukan amandemen atas peraturan tersebut. Selain mengetahui efisiensi suatu kebijakan, evaluasi atas kebijakan perlu dilakukan untuk mengetahui efektivitas kebijakan tersebut. Jika Belgia menghadapi inefisiensi pada Opini LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN UNTUK Transparansi Fiskal dan Evaluasi Insentif P enerimaan pajak menjadi sumber utama untuk membiayai APBN. Pada tahun 2019, penerimaan pajak menyumbang 82 persen dari total penerimaan negara dan ditargetkan naik menjadi 83 persen di tahun 2020. Meskipun bergantung pada penerimaan pajak, sejumlah insentif perpajakan tetap diberikan Pemerintah sebagai bentuk komitmen dalam mendukung dunia usaha. Dari tahun ke tahun insentif perpajakan meningkat dari sebesar Rp192,6 triliun pada 2016 menjadi Rp196,8 triliun pada 2017 dan kemudian meningkat signifikan pada 2018 sebesar Rp221,1 triliun. Di Indonesia, insentif perpajakan masuk dalam kategori belanja perpajakan pada laporan belanja perpajakan. Belanja perpajakan didefinisikan sebagai pendapatan pajak yang tidak dapat dikumpulkan atau yang berkurang sebagai akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari ketentuan umum perpajakan ( benchmark tax system ) yang diberikan kepada subjek dan objek pajak yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Ketentuan khusus tersebut dapat berupa pembebasan jenis pajak ( tax exemption ), pengurangan pajak yang harus dibayar ( tax allowance ), maupun penurunan tarif pajak ( rate relief ), dan lainnya. Dalam definisi belanja perpajakan disebutkan adanya perbedaan antara ketentuan khusus dan ketentuan umum perpajakan ( benchmark tax system ). Konsekuensinya adalah Pemerintah harus menentukan ketentuan umum perpajakannya dengan tepat. Dalam laporan belanja perpajakan, Pemerintah telah menentukan kategori ketentuan umum perpajakan untuk masing-masing jenis pajak dan juga membuat positive list berisi deviasi-deviasi dari ketentuan umum perpajakan yang tidak dapat dikategorikan sebagai belanja perpajakan. Selain menentukan ketentuan umum perpajakan, langkah selanjutnya yang dilakukan untuk menghitung besarnya belanja perpajakan adalah melihat ketentuan khusus apa saja yang menjadi belanja perpajakan. Apabila telah memenuhi kriteria, perhitungan belanja perpajakannya dapat dilakukan. Angka-angka yang disajikan dalam laporan belanja perpajakan membuat Pemerintah dapat memperhitungkan cost-benefit dalam kebijakan insentif kebijakannya, Indonesia menghadapi kenyataan bahwa kebijakan yang ditawarkan kurang menarik, seperti kebijakan tax holiday melalui PMK Nomor 103/PMK.010/2016. Kompleksitas administrasi dan ketidakpastian atas hasil pengajuannya meski bidang usaha tersebut memenuhi kriteria menjadikan kebijakan tersebut tidak menarik. Pemerintah pun menerbitkan peraturan baru tentang tax holiday melalui PMK Nomor 35/PMK.010/2018. Peraturan ini mengubah paradigma dalam pemberian tax holiday dari sebelumnya ‘verify before trust’ menjadi ‘ trust and verify ’. Efek positif dari penyederhanaan sistem dan kepastian pemberian fasilitas ini terbukti menghasilkan investasi sembilan kali lebih besar (per Juli 2019) dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut mencerminkan pentingnya laporan belanja perpajakan dan diharapkan laporan tersebut dapat mempermudah Pemerintah mengevaluasi kebijakan insentif perpajakan lainnya, seperti Kawasan Ekonomi Khusus. Penerbitan laporan belanja perpajakan juga menunjukkan komitmen Pemerintah dalam melaksanakan good governanc e dalam pengelolaan keuangan negara. Selain itu, penerbitan laporan juga sejalan dengan rekomendasi BPK untuk menjalankan transparansi fiskal yang merujuk pada IMF’s Fiscal Transparency Code . Meskipun transparansi fiskal merupakan komitmen global, namun tak banyak negara yang melaporkannya secara berkala. Di ASEAN, hanya Indonesia dan Filipina yang melakukannya. Melalui transparansi fiskal, Pemerintah Indonesia dapat meningkatkan akuntabilitasnya dan pada saat yang bersamaan rakyat dan Ilustrasi M. Fitrah Teks M. Rifqy Nurfauzan Abdillah & Ulfa Anggraini Analis pada Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. pemerintah dapat menilai cost dan benefit kebijakan insentif. Laporan Belanja Perpajakan merupakan laporan kedua yang berhasil diterbitkan. Berbagai perbaikan diupayakan Pemerintah. Salah satunya adalah perluasan cakupan pajak dari yang sebelumnya hanya tiga jenis yakni PPN, PPh, dan Bea Masuk dan Cukai menjadi empat jenis pajak yaitu ditambah PBB sektor P3. Semoga kedepannya perhitungan laporan belanja perpajakan dapat terus disempurnakan. Dengan demikian, evaluasi terhadap kebijakan insentif perpajakan dapat dilakukan dengan lebih baik. MEDIAKEUANGAN 36
A da hal menarik dari rilis terbaru Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tentang data kejadian bencana selama kurun 2019 kemarin. Meski terus dirundung petaka, namun intensitas bencana 2019 mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2017 tercatat kejadian bencana mengalami puncaknya sebanyak 2.869 kejadian, disusul 2018 sebanyak 2.573 kejadian. Tahun 2019 sendiri bencana yang terjadi sebanyak 1.315 kejadian, lebih sedikit dibandingkan tahun 2015 sebanyak 1.694 kejadian. Meski mengalami penurunan dari sisi intensitas kejadian, hal yang tak boleh dilupakan adalah skala bencana yang harus dapat dimitigasi luasannya. Yang juga wajib diwaspadai adalah dominasi jenis bencana hidrometeorologi, mengingat posisi Indonesia yang masuk di wilayah tropis antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Jenis bencana tersebut akan berpengaruh terhadap perubahan kondisi iklim, cuaca, serta musim di berbagai wilayah di nusantara. dan alam berada di jalur yang tidak tepat. Laporan terbaru oleh BioScience , jurnal ilmiah peer review menguatkan statemen ini. Di level implementasi, banyak hal yang mengindikasikan dunia darurat iklim. Berulangnya bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla), betul-betul menimbulkan keprihatinan yang luar biasa. Banjir bandang Jabodetabek di awal tahun 2020 menjadi indikasi lainnya. Secara ekonomi, beberapa pengamat memperkirakan dampak kerugian mencapai Rp135 miliar per hari di samping dampak kerugian nonekonomi lainnya. Terlepas dari besarnya dampak kerugian ekonomi yang ditimbulkan, peristiwa ini juga memberikan tekanan yang besar bagi upaya mengatasi dampak perubahan iklim. Indonesia, sejatinya menjadi salah satu pemain utama dalam isu mengatasi dampak perubahan iklim ini. Tak heran jika banyak pihak menuntut agar penanganan karhutla dipimpin langsung oleh Presiden, demi mencegah berbagai tarikan kepentingan antarsektor yang terkadang justru menjadi penghambat solusi penanganan. Berubah atau Punah Besarnya dampak destruksi yang ditimbulkan, mendesak munculnya sebuah upaya kolektif bersama seluruh pemangku kepentingan global untuk mengambil langkah-langkah revolusioner. Jargon yang diusung adalah gerakan dekarbonisasi laju pertumbuhan ekonomi. Perlu disadari bahwa pendekatan konvensional dengan menempatkan target pertumbuhan ekonomi sebagai indikator utama keberhasilan bangsa, menimbulkan sifat kompetisi yang mengarah pada aspek kanibalisme antarnegara. Semua negara berlomba-lomba saling mengalahkan laju ekonomi negara lainnya tanpa mempertimbangkan praktek-praktek yang dijalankan justru menembus daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dari seluruh penjelasan ini, terlihat betapa sentralnya peran negara dalam mewujudkan tujuan mengatasi dampak perubahan iklim. Negara dengan segala pranata dan kelengkapannya mampu dan memiliki kapasitas menjadi garda terdepan kelangsungan ekologi demi keberlanjutan antargenerasi. Namun demikian, segala upaya menjadi sia-sia jika pemangku kepentingan lainnya tidak mendukung apa yang dijalankan pemerintah. Ingat bahwa dunia sedang darurat iklim dan dampaknya tidak dapat diatasi hanya dengan berdiskusi atau berwacana, melainkan butuh solusi nyata. Opini Perubahan Iklim dan Bencana Hidrometeorologi Ancaman ini perlu ditanggapi secara serius oleh pemerintah mengingat potensi kerusakan yang bersifat masif di berbagai sektor ditambah lagi hal ini sudah menjadi keprihatinan bersama di dunia. Economist Intelligence Unit (EIU) saja misalnya, baru merilis Indeks Ketahanan Perubahan Iklim ( Climate Change Resilience Index ) global. Hasil estimasi menunjukkan bahwa perubahan iklim di seluruh dunia secara langsung dapat menelan biaya ekonomi hingga US$ 7,9 triliun per 2050 akibat konektivitas ragam bencana yang dihasilkan baik kekeringan, banjir, gagal panen, serta jenis lainnya. Dimensi kebencanaan inilah yang dikhawatirkan akan membawa dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan infrastruktur di seluruh dunia. Indeks juga menyebutkan bahwa berdasarkan tren yang ada saat ini, potensi pemanasan global dapat menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) di setiap negara hingga kisaran 3 persen pada periode 2050. Meski demikian, dampak akan semakin besar di negara berkembang dimana Benua Afrika akan mengalami penurunan terbesar mencapai 4,7 persen PDB. Angola diperkirakan menjadi yang paling rentan sekitar 6,1 persen PDB nya akan tergerus, disusul Nigeria sebesar 5,9 persenPDB, Mesir mencapai 5,5 persen PDB, Bangladesh sekitar 5,4 persen PDB serta Venezuela mencapai 5,1 persen PDB. Karenanya dibutuhkan aksi nyata saat ini dan juga nanti sebagai bentuk upaya mengurangi potensi dampak yang dihasilkan. Kegiatan nyata pun tidak akan cukup jika dikerjakan dengan pola Bussiness As Usual (BAU) semata. Sebelumnya, lebih dari 11 ribu ilmuwan di 156 negara dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, juga sepakat menyebutkan bahwa dunia sedang darurat iklim. Mereka juga mengamati berbagai potensi dampak buruk yang ditimbulkan apabila manusia tidak mengubah pola perilakunya. Jika dirunut, hal tersebut bukan yang pertama kalinya karena sebelumnya tahun 2017, sekitar 16 ribu ilmuwan dari 184 negara turut serta dalam sebuah publikasi yang meyakini bahwa manusia Ilustrasi A. Wirananda *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Joko Tri Haryanto Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI MEDIAKEUANGAN 40
diajarkan di rumah dan keluarganya. Ia mengaku sangat mengidolakan mendiang bapaknya sebagai sosok yang selalu menginspirasinya. Seorang dosen dan cendikiawan, bapaknya adalah teman diskusi yang asyik baginya. Suatu momen kebersamaan yang selau ia rindukan kini. Satu pesan dari ayah yang paling membekas adalah untuk tidak menghakimi orang lain. ”Saat satu telunjuk kita menunjuk ke orang lain, artinya empat (jari) lainnya mengarah ke diri kita sendiri,” ucapnya mengenang pesan sang bapak. Humaniati memaknainya sebagai pengingat untuk selalu berintrospeksi. ”Apakah kita sudah lebih baik dari yang kita tunjuk? Itulah mengapa saya banyak berdialog dengan diri saya sendiri. Apakah yang saya lakukan sudah benar?” lanjutnya. Tak hanya dari sang bapak, ibunya sangat menanamkan disiplin, loyalitas dan kesabaran terutama dalam keluarga. Nilai tersebut sangat terlihat saat ibunya harus menemani sang bapak berbulan-bulan di rumah sakit hingga akhir hayatnya. Kepergian bapak menjadi hantaman pertama dalam hidupnya. Meskipun dalam kondisi menyedihkan, Ia tetap bersyukur atas pelajaran yang didapat dari pengalaman itu. Tak hanya tentang kesabaran dan loyalitas dari ibunya, pemilihan makam untuk mendiang bapaknya yang berpesan dikubur di pemakaman umum, bersanding dengan makam warga lain dengan beragam keyakinan. Mengabdi demi institusi Perjalanan karier Humaniati memang panjang dan berliku. Tapi dari pilihan karier yang diambilnya itu Ia merasa tak pernah bosan. Menurutnya, manusia itu selalu penuh kejutan. ”Manusia itu amazing , muncul berbagai hal yang tidak terduga dari seorang manusia. Sampai sekarang saya tidak pernah berasumsi bahwa saya sudah memahami semuanya,” ungkapnya. Karakter manusia yang selalu berubah itu membuat wanita yang telah mengabdi selama tiga dekade ini tidak pernah berasumsi telah tuntas memahami pengelolaan SDM. Ia merasa karena yang ditangani adalah manusia, sehingga kejutan-kejutan baru akan selalu muncul. Biro SDM sebagai pengelola dituntut untuk harus selalu siap, memenuhi kebutuhan pegawai, tapi tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Kementerian Keuangan. Meskipun usianya sudah akan memasuki masa purnabhakti, Humaniati tetap memegang harapan tinggi bagi pengelolaan SDM di Kemenkeu. Ia terus akan memberikan yang terbaik dalam menyiapkan SDM Kemenkeu yang berintegritas, berkompetensi, namun tetap bahagia. Untuk itu ia selalu berpesan pada para jajarannya agar selalu mengeluarkan sisi atau versi terbaik bagi institusi. ”Agar kita bisa selalu bertumbuh, untuk mencintai tanah air ini, Indonesia. Dan nantinya meninggalkan kondisi yang terbaik untuk generasi selanjutnya,” pungkasnya. “G agal paham”, kalimat sederhana, terdiri atas dua kata, yang mungkin dapat mewakili kegagapan kita dalam memahami dunia baru. Semua bergerak begitu cepat, seakan siap menggulung siapa-siapa yang menolak bergabung. “Keterhubungan” menjadi kata dasar, yang mampu membuat gempar hanya dengan tagar-tagar. Dalam buku terbaru Prof. Rhenald Kasali seri Disrupsi ini, tersaji contoh-contoh terkini tentang mobilisasi yang bersinergi dengan orkestrasi, bagaimana Alibaba dengan #SinglesDay menghasilkan triliunan dari hati para jomlo yang kesepian, bagaimana #MeToo menjadi bentuk perlawanan terhadap pelecehan seksual, juga bagaimana #OrangUtanFreedom mampu membuat ekspor sawit Indonesia ke Eropa kebat-kebit. Di zaman digital, hal-hal viral tidak lagi tertangkal oleh jalan konvensional. Orkestrator sering kali menggunakan cerita yang menyentuh sisi emosional, untuk menggugah rasa kemanusiaan, hingga tercipta suatu gerakan massal. Layaknya dua sisi mata uang, kemajuan teknologi bisa menjadi alat kepentingan, bisa juga untuk tujuan kepedulian sosial. Sharing , shaping , dan funding menjadi perilaku konsumen dewasa ini, membuat teori existing menjadi penting untuk ditinjau kembali. Di era disrupsi, para pengambil kebijakan harus terus bertransformasi serta menyesuaiakan diri, karena yang dihadapi hari ini adalah kerumunan yang terkoneksi. General Electric, salah satu raksasa korporasi dunia yang mencoba berinovasi, dengan Predix (perangkat lunak untuk analisis data mesin-mesin industry), optimis akan masuk sepuluh besar perusahaan teknologi global. New York Times pun menjulukinya 124 Year-Old Software Start Up Company . Sayangnya jauh panggang dari api, Predix pun tidak sesuai prediksi. “The main is no longer the main” menjadi mantra yang tidak main-main. Kekuatan lama yang enggan keluar dari zona nyaman, dan masih bertopang pada penguasaan aset sebagai “the main” - nya, akan tergantikan oleh kekuatan baru yang tidak “gagal paham”, yang mengutamakan penguasaan data sebagai sumber dayanya. Melalui #MO, Prof. Rhenald Kasali mengajak para pembaca meninggalkan cara-cara kuno, meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama. Menggunakan bahasa yang mudah, setiap masalah dalam buku ini dipaparkan secara terarah sehingga empat ratus halaman tetap bisa dibaca dengan menyenangkan. Fakta-fakta diulas sedemikian jelas, dipertegas dengan contoh-contoh yang lugas. Buku ini bukan hanya relevan untuk pembaca individu, namun juga untuk kalangan pemerintah, organisasi, professional, korporasi, maupun akademisi. Jika Anda ingin tetap kokoh berdiri di tengah derasnya arus disrupsi, Anda mesti pelajari dan kuasai strategi yang menjadi roh dari New Power , yakni mobilisasi dan orkestrasi. Selamat membaca, selamat datang di dunia yang tiap masa berlalu selalu muncul pembaru. Buku Gagal Paham Judul: MO, sebuah dunia baru yang membuat orang gagal paham Penulis / Penerjemah: Rhenald Kasali Tahun Terbit: 2019 Dimensi: 422 Halaman Kunjungi Perpustakaan Kementerian Keuangan dan Jejaring Sosial Kami: Gedung Djuanda I Lantai 2 Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta Pusat 13 Writes (Namun Kenyataannya, kehidupan tak selamanya berjalan mulus) Hardy Zhu, dkk 3 Cinta 1 Pria oleh Arswendo Atmowiloto 3 Women & A Guy Ana Westy 30 Day Revenge Mitch Albom 9 Summer 10 Autumns Dari Kota Apel ke The Big Apple Iwan Setiawan Buku Buku Pilihan Perpustakaan Kemenkeu: Peresensi Ahmad Dwi Foto Dok. Biro SDM Humaniati dalam beberapa kegiatan