Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Lestari Berkat Difusi Inovasi M erengkuh teknologi dalam mengembangkan kebudayaan merupakan keniscayaan di era industri 4.0 ini, manfaatnya bukan hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi mendatang. Adalah sekelompok peneliti di Laguboti, pinggir Danau Toba, yang terdiri dari informatikawan, programer, desainer, pengembang bisnis, dan pengembang komunitas dari Institut Teknologi DEL (IT DEL), yang diketuai oleh Dr. Arlinta Christy Barus, berupaya menyelaraskan budaya dengan kemajuan teknologi agar warisan leluhur tetap terjaga. Kolaborasi multidispilin peneliti di IT DEL bersama maestro tenun nusantara dari ITB, serta sinergi dengan Piksel Indonesia mereka jalankan dalam menciptakan inovasi tenun nusantara. Indonesia memiliki kain tenun yang beragam, seperti Songket Palembang, data umum tenun nusantara. “Basis data ini sangat penting karena dapat merekam jejak sejarah kreativitas desain tenun nusantara dan mendukung upaya pelestariannya,” terangnya. Difusi Inovasi Sejak peluncurannya pada akhir 2018 silam, aplikasi dan website DiTenun sudah berjalan lebih dari setahun. Mengawali debutnya, kain Ulos dipilih sebagai jenis tenun yang menjadi pilot project mengingat lokasi IT DEL yang berada di dataran tinggi Toba. Tim yang digawangi Arlinta terus bersemangat memajukan pemberdayaan kain tenun nusantara meskipun tidak sedikit pula kendala yang dihadapi. Arlinta mengungkapkan faktor usia penenun yang mayoritas berusia lanjut menjadi kendala dalam menggunakan aplikasi DiTenun. Di samping itu, keterbatasan jumlah penenun membuat mereka tidak memiliki cukup waktu untuk menjadi mitra binaan DiTenun. “Saat ini penenun sudah sibuk dalam mengerjakan tenunan dengan motif yang sudah ada yang diminta oleh pasar sehingga penenun tidak mempunyai waktu untuk menjadi mitra binaan,” ujarnya. Tidak menyerah dengan tantangan yang ada, berbagai strategi pun dilancarkan agar komersialisasi DiTenun berkesinambungan . Arlinta dan tim membuat sentra DiTenun yang memiliki staf/operator aplikasi DiTenun untuk membantu penenun menghasilkan motif baru, lalu mencetak motif (dalam bentuk kertas) untuk dibawa pulang oleh penenun sebagai lembar kerja dalam bertenun. Perekrutan calon penenun muda untuk dilatih bertenun juga digencarkan, “Kami harap anak- anak muda lebih tertarik bertenun dengan adanya DiTenun supaya ada regenerasi penenun juga,” harapnya. Aplikasi DiTenun juga akan ditargetkan digunakan oleh desainer fesyen dan juga pembeli produk turunan dalam mendesain kain tenun yang mereka butuhkan. Lalu hasil desain akan diberikan kepada penenun untuk dijadikan kain tenun yang diharapkan. Pelatihan dan pembinaan penenun Ulos dalam menggunakan piranti DiTenun pun dilakukan di tiga kabupaten di Sumatera Utara, yaitu Tobasa, Humbanghas, dan Simalungun, dengan total peserta pelatihan hingga saat ini sebanyak 40 orang. “Kami bermitra dengan pemda dan industri untuk mendapatkan bantuan dana untuk melatih dan membina penenun,”ungkap Arlinta. Skema bermitra ini dipilih mengingat penenun belum mampu mendanai kegiatan pengembangan dirinya secara mandiri. Agar perajin dapat melihat hasil nyata dari aplikasi dan pelatihan yang sudah dijalankan, produk turunan dari aplikasi DITenun kemudian diproduksi dan dipasarkan. “Kita memproduksi kain Ulos dan produk fesyen lainnya yang ditenun dengan menggunakan motif hasil dari aplikasi DiTenun,“ tuturnya. Rural Area Bukan Masalah Mengulas balik perjuangan lima tahun ke belakang ketika pertama kali mengajukan pendanaan riset untuk pembangunan aplikasi, Arlinta dan tim merasa sangat bersyukur DiTenun dapat lahir dan bertumbuh seperti sekarang ini. Multidisiplin ilmu yang berpadu dengan solid menjadi kekuatan tersendiri dalam riset ini. Niat tulus IT DEL dan mitra Piksel Indonesia untuk memperkuat industri tenun nusantara dan meningkatkan kesejahteraan penenun Indonesia dapat terwujud berkat bantuan pendanaan penelitian skema Riset Inovatif Produksi Komersial (Rispro Komersial) LPDP. Bukanlah hal mudah untuk IT Del sebagai perguruan tinggi yang relatif baru dan kecil, yang berlokasi di rural area, harus bersaing dengan banyak perguruan tinggi besar dan ternama dalam seleksi Rispro Komersial LPDP. “Kami bersyukur, setelah melewati seleksi ketat, tim kami saat itu dipercaya untuk dapat menerima pendanaan Rispro Komersial LPDP yang sangat bergengsi ini, untuk jangka waktu tiga tahun penelitian,” ucapnya. Arlinta mendorong para peneliti memanfaatkan dana riset LPDP untuk merealisasikan ide-ide kreatif dan inovatif yang dimiliki. Peneliti juga perlu mempersiapkan proposal dengan baik. “Adanya pendampingan mitra yang siap membantu pemasaran produk penelitian juga merupakan salah satu faktor utama untuk keberhasilan proposal,” tambahnya. Ulos Batak, Troso Jepara, Grinsing Bali, tenun Toraja, tenun NTT, dan sebagainya. Warisan budaya yang lahir dari keterampilan antargenerasi ini telah bertahan selama ratusan tahun. Namun sangat disayangkan, di luar pulau Jawa, industri kerajinan tenun tersebut semakin sedikit jumlahnya karena upaya pengembangan industrinya yang masih belum optimal. “Inovasi dan pemanfaatan teknologi untuk mengolah dan mengembangkan industri tenun nusantara masih minim,” ujar Arlinta. “Padahal begitu banyak potensi ekonomi yang bisa dikembangkan dengan tenun,” sambungnya. Arlinta berpendapat, pengembangan desain motif tenun yang modern dan populer menjadi salah satu kunci ekstensifikasi pemakaian tenun sehingga tenun tidak terbatas pada seremonial adat saja, tapi juga dapat beradaptasi dengan tren yang sedang berkembang di masyarakat. Dengan begitu pemasarannya pun dapat meningkat. Software DiTenun hadir menjawab permasalahan tersebut dengan solusi inovatif bagi penenun dalam mempermudah proses desain motif tenun baru. Digital Tenun DiTenun (berasal dari kata Digital Tenun) lahir sebagai hasil inovasi yang tumbuh menjadi platform dan aplikasi yang menyediakan fitur pembuatan variasi motif tenun secara otomatis dan berbagai pengelolaan motif digital, seperti lembar kerja kristik digital, editor motif, dan editor kristik. Sentuhan teknologi ini tidak hanya dapat diberdayakan untuk meningkatkan kesejahteraan penenun, tetapi juga mendorong minat generasi muda untuk bertenun dengan kemudahan yang ditawarkan. “DiTenun punya fitur kristik yang dapat mengubah motif baru ke dalam tampilan kristik, jadi lebih gampang untuk menenun motif baru,” ungkap Arlinta. Arlinta berharap, ke depan DiTenun juga memiliki fitur tambahan sebagai platform untuk mempromosikan dan mengkomersialisasikan produk tenun nusantara. Arlinta memaparkan DiTenun sangat prospektif untuk memajukan industri tenun tradisional. Karya yang telah mendapatkan hak cipta ini menyediakan sebuah sistem pengumpul data tenun di Indonesia yang sangat dibutuhkan untuk membentuk basis Gedung Danadyaksa Cikini Jl. Cikini Raya no. 91 A-D Menteng Telp/Faks. (021) 3846474 E-mail. lpdp@depkeu.go.id Twitter/Instagram. @LPDP_RI Facebook. LPDP Kementerian Keuangan RI Youtube. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan LPDP RI 43 MEDIAKEUANGAN 42 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Teks CS. Purwowidhu Foto Dok. Pribadi Dr. Arlinta Christy Barus MEDIAKEUANGAN 42
29 MEDIAKEUANGAN 28 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Teladan Perubahan dari Timur Teks A. Wirananda S ejak resmi dibentuk pada 2002, kantor ini tak pernah memiliki tempat bernaung yang tetap. Senantiasa berpindah-pindah menuruti nasib. Perlahan, seiring perkembangan teknologi dan layanan, nasib baik mulai merapat menyambangi kantor ini. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Ternate akhirnya memiliki gedung sendiri setelah selama empat tahun terakhir mendiami gedung milik Kantor Pelayanan Pajak Pratama Ternate. Pembuktian Maluku Utara Tak main-main, gedung baru milik KPKNL Ternate ini memuat banyak nilai sekaligus memiliki visi menyebarluaskan nilai itu. Selain penampilan yang modern, kantor yang dikomandoi oleh Mokhamad Arif Setyawantika ini juga menerapkan konsep ruang kerja kekinian, ruang kerja berbasis aktivitas ( activity based workplace ). Selain itu, kantor baru ini juga telah mengakomodasi pengarusutamaan gender, pengembangan iklim digital, serta kemudahan akses oleh penyandang disabilitas. Eloknya, selain menjadi kantor dengan ruang kerja berbasis aktivitas pertama yang dibangun dari nol, KPKNL Ternate dibangun sepenuhnya oleh jemari lokal. “ Full lokal, perencana itu dari lokal, kontraktornya (pelaksana) itu dari lokal, pengawasnya juga dari lokal,” ujarnya. “Dan, lelangnya kita tetap lelang online ,” ia melanjutkan, “penawar dari luar juga ada.” Lelaki kelahiran Blora ini mengatakan bahwa berdirinya gedung baru di masa jabatannya ini tak luput dari sinergi dan dukungan banyak pihak. “Kami sangat bersyukur didukung penuh oleh Pemerintah Kota Ternate, dukungannya luar biasa,” ia melanjutkan, “karena kita ingin sama-sama membuktikan dari Maluku Utara pun kita membangun gedung yang bertema industrial, modern, itu bisa dibangun di sini, oleh orang sini.” Dukungan dari pemerintah setempat menunjukkan sinergi yang terbangun baik. Dalam pembangunan gedung ini, Kementerian Keuangan dan Pemerintah Kota Ternate berkomitmen untuk membuktikan bahwa modernisasi tidak hanya mampu berlangsung di pusat. “Ingin membuktikan kepada Indonesia bahwa Maluku Utara itu sanggup, Maluku Utara itu bisa menjadi contoh juga,” Arif menegaskan. Setelah melalui sederetan proses legalitas, pengadaan gedung baru untuk KPKNL Ternate akhirnya rampung dibangun pada 2019. Semula, gedung ini tidak direncanakan untuk mengambil konsep ruang kerja berbasis aktivitas ( activity based workplace ). Namun, setelah terbit surat edaran Menteri Keuangan tentang penerapan ruang kerja berbasis aktivitas, KPKNL Ternate menyesuaikan diri. Kental Nuansa Lokal Tak hanya hal-hal modern yang muncul dari gedung KPKNL Ternate. Gedung ikonik ini sengaja dibangun untuk memunculkan identitas domestik. Gedung dengan bentuk kapal ini tentu bertujuan menunjukkan identitas Maluku Utara. Kapal merupakan moda transportasi utama di provinsi ini. Selain identitas Maluku Utara, kapal juga merepresentasikan KPKNL Ternate yang memiliki wilayah kerja berupa kepulauan. “Kami ingin menunjukkan, ini lho transportasi utama kami, kebanggaan kami, yang bisa menjadi
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap 1 lainnya
17 MEDIAKEUANGAN 16 VOL. XV / NO. 156 / SEPTEMBER 2020 Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian Nota Keuangan pada tanggal 17 Agustus 2020 menyebutkan kebijakan APBN 2021 diarahkan untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional, reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, daya saing, percepatan transformasi ekonomi menuju era digital, dan pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi. Seperti apa detail pokok-pokok kebijakan RAPBN 2021? Pertumbuhan Ekonomi dapat tumbuh 4,5% - 5,3% Inflasi terkendali di kisaran 3,0% Nilai Tukar Rupiah (per USD) berada di Rp14.600 Suku Bunga SPN 10 Tahun diperkirakan 7,29 % Harga Minyak Mentah rata-rata per hari USD45 Lifting Minyak diperkirakan 705 ribu barelbarel Lifting Gas setara minyak per hari 1.007 ribu barel PERCEPATAN PEMULIHAN EKONOMI DAN PENGUATAN REFORMASI Outlook 2020 RAPBN 2021 Pendapatan Negara Rp1.776,4 T Hibah Rp 0,9 T Belanja Negara Rp2.747,5 T Belanja Pemerintah Pusat Rp 1.951,3 T Transfer ke Daerah Rp 796,3 T Pembiayaan Anggaran Rp971,2 T Penerimaan Perpajakan Rp 1.418,9 T PNBP Rp 293,5 T Pembiayaan Investasi Rp(169,1) T ASUMSI MAKRO *) Suku bunga SBN 10 tahun menggantikan suku bunga SPN 3 bulan di tahun 2021 PENDAPATAN NEGARA Outlook 2020 RAPBN 2021 BELANJA NEGARA Outlook 2020 RAPBN 2021 Rp1.669,9 T Rp1.776,4 T Rp2.747,5 T Rp2.739,2 T Rp971,2 T Rp1.039,2T PEMBIAYAAN NEGARA Infografik MEDIAKEUANGAN 16 17 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020
Majalah Media Keuangan @majalahmediakeuangan @achintyameswari: Nomor 3, karena dengan terbatasnya ruang gerak kita beberapa bulan terakhir, pandemi menunjukkan bahwa shifting ke teknologi digital makin tak terelakkan jika tak ingin makin tertinggal. Kementerian Keuangan RI www.kemenkeu.go.id @KemenkeuRI kemenkeuri Kemenkeu RI majalahmediakeuangan Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian Nota Keuangan beberapa waktu yang lalu menyebutkan kebijakan APBN 2021 diarahkan untuk: 1. percepatan pemulihan ekonomi nasional 2. reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, daya saing 3. percepatan transformasi ekonomi menuju era digital 4. pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi Jika menjadi Menteri Keuangan, program mana yang akan Anda beri alokasi anggaran terbanyak dan mengapa? @mike_adty: 1. Percepatan PEN karena belum ada kepastian kapan pandemi berakhir. Perlu percepatan dan berlangsungnya kesinambungan program ini untuk mengurangi dampak ekonomi dan imbasnya bagi masyarakat. 5 MEDIAKEUANGAN 4 VOL. XV / NO. 156 / SEPTEMBER 2020 Rahayu Puspasari Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal Kemenkeu Pilih Mitra Distribusi Anda! Informasi lebih lanjut: www.kemenkeu.go.id/sukukritel djpprkemenkeu @DJPPRKemenkeu DJPPRKemenkeu DJPPRKemenkeu Imbal hasil (fixed rate) 6,05% p.a. Masa Penawaran 28 Agt - 23 Sep 2020 Dapat diperdagangkan Rp Minimum Pemesanan Rp1 juta #InvestasiRakyatPenuhManfaat SR013 SUKUK RITEL SERI Cintai Negeri dengan Investasi Menggandeng Optimisme dan Realitas B agaimana hawa pagi di sekitarmu? Beberapa waktu terakhir, udara dingin sering menusuk badan ketika dini hari menjelang. Puncak musim kemarau nampaknya sudah ada di depan mata. BMKG menuturkan hawa dingin yang terasa saat tengah malam dan bahkan terasa lebih dingin lagi menjelang pagi adalah fenomena penanda puncak musim kemarau tiba. Namun BMKG juga memprediksi puncak kemarau baru akan terjadi di awal September dan udara dingin akan kembali terasa. Itu adalah sebuah prediksi. Dari perkara prediksi cuaca, kita beralih ke prediksi ekonomi di tahun depan. Meski pandemi masih belum berhenti, pemerintah tetap fokus mempersiapkan diri menghadapi tahun 2021 yang sudah di depan mata. Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo melalui pidatonya telah menyampaikan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 pada sidang tahunan MPR/DPR. Nota Keuangan dan RAPBN 2021 berisi prediksi atau asumsi dan target pemerintah yang akan menjadi acuan pelaksanaan berbagai program pemerintah dan pengelolaan keuangan negara di tahun depan. Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo menegaskan beberapa program yang menjadi fokus pemerintah untuk tahun 2021 mendatang. Program- program tersebut antara lain percepatan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19; reformasi struktural; percepatan transformasi ekonomi menuju era digital; serta pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi. Sama halnya dengan ketidakpastian perubahan suhu cuaca antara siang dan malam yang akhir-akhir ini bisa sangat drastis terjadi, RAPBN 2021 ini juga disusun dengan mengantisipasi ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia di tahun depan. Meski di tengah situasi yang serba tidak pasti, penyusunan RAPBN 2021 mengusung semangat optimisme namun tetap realistis. Optimisme dan realitas sama-sama diusung dan dituangkan dalam RAPBN 2021. Optimisme tersebut salah satunya terlihat dari asumsi pertumbuhan ekonomi yang dipatok tumbuh mencapai 4,5 persen - 5,5 persen di tahun depan. Namun demikian, program percepatan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19 tetap terus dilakukan. Nota Keuangan dan RAPBN 2021 adalah dokumen milik bersama, tidak hanya milik Kementerian Keuangan maupun pemerintah saja. Publik atau masyarakat juga diharapkan dapat turut memberikan masukan sekaligus pengawasan dalam pelaksaannya nanti. Di edisi ini, pembaca dapat memperoleh info lebih detil mengenai isi dari RAPBN 2021. Semoga pengalaman pandemi COVID-19 di tahun ini justru menjadi momentum untuk melakukan perbaikan dan reformasi di berbagai bidang sehingga cita-cita bangsa yaitu mewujudkan Indonesia Maju dapat segera tercapai. Selamat membaca!
Opini Pajak Internasional Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks M. Rifqy Nurfauzan Abdillah dan Pungki Yunita Chandrasari, pegawai pada Badan Kebijakan Fiskal MEDIAKEUANGAN 40 FENOMENA RACE TO THE BOTTOM DALAM P ada abad ke-21, negara- negara berlomba-lomba untuk menurunkan tarif pajak dan menawarkan insentif pajak dalam rangka menarik arus investasi global. Globalisasi dan perdagangan bebas menuntut adanya pergerakan bebas ( free movement ) faktor-faktor produksi, salah satunya adalah modal. Untuk mendapatkan modal, negara menawarkan insentif dalam bentuk pemotongan tarif PPh Badan, insentif pajak, atau deregulasi perpajakan. Hal ini mengakibatkan persaingan pajak antarnegara terjadi. Tingginya angka pengganda dari shock yang ditimbulkan dari investasi menyebabkan persaingan perebutan investasi asing atau foreign direct investment (FDI) menjadi sengit. Sebagai konsekuensi dari kompetisi, fenomena “ race to the bottom ” dalam hal penurunan tarif dan obral insentif pajak seringkali tidak dapat dihindari dan mengganggu sistem pajak negara- negara di dunia. Di sisi lain, Indonesia baru-baru ini bergabung dengan tren yang ada untuk menyesuaikan tarif PPh yang berlaku yaitu sebesar 22 persen untuk tahun 2020 dan 2021 serta akan turun menjadi 20 persen mulai tahun 2022. Selain itu, ada tambahan pengurangan 3 persen lebih rendah dari tarif yang disebutkan di atas, terutama untuk perusahaan publik dengan 40 persen total sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu. Terkait insentif pajak, Indonesia baru saja merilis fasilitas pajak baru dalam bentuk tax allowance sebagai pelengkap kebijakan tax holiday yang masih berlaku. Filipina sebagai negara yang mengenakan tarif PPh Badan tertinggi di ASEAN juga mencoba menawarkan skema insentif pajak baru bersama dengan pengurangan tarif PPh badan dalam rancangan undang-undang baru mereka. Dari tren ini, kita memiliki dua pertanyaan yang perlu dijawab. Pertama, apakah tidak masalah bagi Indonesia untuk mengikuti race ini dan yang kedua apakah Indonesia memiliki semua kualitas pajak yang diperlukan untuk menarik investasi. IMF sendiri sudah memberitahukan bahwa persaingan pajak di antara negara-negara ASEAN dapat merusak penerimaan negara. Persaingan pajak akan menguntungkan investor sementara kebutuhan untuk mendanai belanja publik semakin besar. Jadi, apakah keputusan Indonesia untuk menurunkan tarif dalam rangka meningkatkan investasi salah? Jawaban sederhananya tidak, karena itulah yang diperlukan untuk menggaet FDI. Secara global, FDI telah secara signifikan terbukti meningkatkan kontribusi PDB dari 8 persen di tahun 1990 menjadi 31 persen di tahun 2009. Dalam hal persaingan pajak, inisiatif pajak global diperlukan untuk memastikan adanya sebuah level playing field . OECD telah menetapkan standar internasional tentang transparansi pajak yang mengarah pada penerapan informasi pertukaran untuk tujuan pajak guna memerangi penggelapan pajak. Sementara masalah celah diselesaikan, hal tersebut tidak menghentikan negara-negara untuk memberikan insentif dan mengurangi tarif pajak mereka. Forum on Harmful Tax Practice OECD telah menilai rezim pajak preferensial dari negara-negara yang menyediakan banyak fasilitas pajak. Hal ini mengarah ke adanya basis pajak yang rendah, yang cenderung ke persaingan tidak sehat. Harmonisasi kebijakan perpajakan diperlukan untuk mencegah adanya rezim tersebut meskipun pada dasarnya suatu negara tidak bisa melarang kebijakan perpajakan negara lain karena itu merupakan suatu kedaulatan. Sejatinya persaingan pajak tidak hanya diidentifikasi dari tarif pajak, tetapi juga perlu melihat sistem perpajakan dan administrasi pajak suatu negara. Sebagian besar negara di ASEAN mengadopsi worldwide income , kecuali Malaysia dan Singapura yang menggunakan sistem territorial income . Didukung dengan tarif PPh badan yang rendah, pernyataan OECD menegaskan bahwa penggunaan sistem pajak teritorial merupakan salah satu indikasi kebijakan pajak yang hamful bagi rezim pajak preferensial. Di sisi lain, paying taxes di Singapura menduduki peringkat terbaik di kawasan ASEAN. Singapura jauh lebih unggul dalam administrasi urusan perpajakan dengan hanya membutuhkan 82 jam setahun sedangkan di Indonesia membutuhkan 259 jam setahun untuk memenuhi kewajiban pajak berdasarkan laporan yang dirilis oleh PwC dalam Paying Taxes 2014. Terlepas dari faktor non-pajak, faktor pajak memang memainkan peranan penting sebagai salah satu faktor investasi. MENA-OECD mendefinisikan faktor-faktor pajak yang mempengaruhi FDI sebagai tarif pajak, insentif pajak dan administrasi pajak. Salah satu kriteria administrasi pajak yang ideal adalah kepastian. Setiap investor menginginkan tingkat kepastian tertentu untuk pengembalian investasi mereka. Oleh karena itu, ketidakstabilan dan ketidakpastian dalam penerapan undang-undang perpajakan dan administrasi perpajakan dapat menghambat tujuan tersebut. Otoritas pajak dapat meningkatkan kepastian dengan memperbaiki hal-hal tertentu, seperti memastikan pemahaman yang sama antara wajib pajak dan pemeriksa tentang penerapan suatu peraturan dan meningkatkan kualitas mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif. Langkah Indonesia dalam hal tarif dan insentif pajak sudah cukup memadai. Pada tahun 2022, tarif PPh Badan Indonesia akan bisa bersaing dengan Singapura. Indonesia juga sepenuhnya mematuhi standar internasional, dengan rezim yang lebih fair dan sehat tidak seperti Singapura. Race to the bottom adalah fenomena yang tidak terelakkan di dunia perpajakan saat ini, termasuk bagi Indonesia. Apabila ditambah dengan upaya untuk meningkatkan standar administrasi pajak yang ada saat ini, Indonesia bisa berpotensi menempati posisi teratas sebagai negara tujuan investasi. Ilustrasi Dimach Putra
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Masa Depan Batu Bara dan Energi Terbarukan Ilustrasi A. Wirananda *Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja Teks Ragimun dan Imran Rosjadi Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI MediaKeuangan 40 D iprediksi, nasib batu bara akan semakin sulit bersaing dengan energi terbarukan jika tidak ada inovasi dan peningkatan nilai tambah ( value added ). Dengan kata lain, tidak dilakukan hilirisasi ( downstreaming ). Apalagi ke depan, pengembangan energi bersih, seperti energi baru dan terbarukan (EBT) semakin masif dan efisien. Di masa mendatang, pengusaha batu bara ditantang untuk terus melakukan berbagai inovasi dan pengembangan produk batu bara. Di lain pihak, timbul pertanyaan, apakah pemerintah sudah secara maksimal mendorong berbagai bentuk program hilirisasi batu bara. Memang beberapa regulasi pemerintah telah digulirkan, salah satunya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang di dalamnya menetapkan antara lain mengenai target bauran energi nasional. Pada tahun 2025 ditargetkan peran EBT paling sedikit 20% dan peran batubara minimal 30%. Sementara pada tahun 2050 ditargetkan peran EBT melampaui batu bara, yakni paling sedikit 31%, sedangkan peran batubara minimal 25%. Perkembangan EBT yang makin pesat tentu membuat harga keekonomian EBT akan semakin kompetitif dibanding batu bara. Di sisi lain, penentangan para aktivis lingkungan terhadap efek polusi akibat penggunaan batu bara juga semakin mengemuka. Tak ayal, lambat laun kondisi ini akan terus menggeser peran batu bara sebagai sumber energi yang murah dan menjadikan batu bara bak buah simalakama. Di satu pihak, harganya terus menurun, dikonsumsi sekaligus ditentang dunia, dan bila tidak diproduksi maka potensi batu bara yang besar tidak dapat dioptimalkan. Akan tetapi, jika dilakukan hilirisasi, terdapat risiko bisnis yang cukup tinggi, baik dari segi teknis, regulasi, dan pasar. Biaya investasi yang diperlukan pun cukup besar, begitu pula dengan pembiayaannya harus bankable . Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang dikaruniai sumber daya alam yang melimpah, termasuk batu bara. Potensi kandungan sumber daya batu bara diperkirakan sangat besar, yakni mencapai 151 miliar ton dan cadangan batu bara sebesar 39 miliar ton. Kendati demikian, cadangan batu bara ini diperkirakan akan habis dalam 70 tahun yang akan datang (bila rasio cadangan dan produksi batu bara 4: 1). Oleh sebab itu, seyogianya pengelolaan batu bara dilakukan dengan baik dan bijak agar dapat memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi masyarakat. Salah satu solusi agar pemerintah dapat terus mendorong pemanfaatan batu bara adalah melalui hilirisasi. Hilirisasi batu bara dapat memberikan sumbangan untuk peningkatan penerimaan negara, baik penerimaan pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Saat ini, kontribusi penambangan batu bara sebelum dilakukan hilirisasi terbilang relatif tinggi terhadap PNBP. Pada tahun 2018 saja, PNBP batu bara mencapai lebih dari 21,85 triliun Rupiah. Dalam jangka pendek, pemberian insentif fiskal sebagai pendorong hilirisasi batu bara memang akan mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak dan bukan pajak. Akan tetapi, dalam jangka panjang diharapkan akan meningkatkan perekonomian dan manfaat sosial lainnya. Berdasarkan hasil simulasi yang pernah dilakukan, Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah atau lokasi hilirisasi diperkirakan meningkat 3 kali lipat. Sementara, untuk pajak dan PNBP rata-rata naik 3 kali lipat. Penyerapan tenaga kerja pun berpotensi mencapai lebih dari 5000 pekerja. Hilirisasi yang paling memungkinkan untuk dilakukan pada saat ini adalah gasifikasi batu bara, yakni sebuah proses di mana bahan bakar karbon mentah dioksidasi untuk menghasilkan produk bahan bakar gas lainnya. Gasifikasi sudah diminati oleh perusahaan BUMN tambang, misalnya PT Bukit Asam (PT BA) yang berencana menggandeng beberapa perusahaan user melalui joint investment, seperti PT Pertamina, PT Pupuk Indonesia dan PT Candra Asri. Penggunaan teknologi produksi batu bara menjadi gas berupa Dymethil Ether (DME), urea dan polyphropylen e (PP) saat ini bukan masalah. Beberapa negara lain telah melakukan hal serupa, seperti Amerika Serikat, China, Jepang, Korea Selatan, dan Australia. Namun demikian, biaya produksi yang masih sangat tinggi menjadi kendala sehingga membutuhkan investasi yang relatif besar, dapat mencapai lebih dari 3.446 miliar Dollar. Dibutuhkan dukungan segala pihak agar hilirisasi gasifikasi dapat berjalan lancar. Pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian insentif fiskal, seperti tax holiday, tax allowance, dan penurunan atau pengurangan royalti khusus. Perbankan pun ikut beperan serta dalam memberikan kredit investasi apabila proyek ini dinilai layak secara finansial. Selain itu, diperlukan juga kebijakan pengaturan atau penetapan harga beli DME untuk LPG oleh PT Pertamina yang tidak mengikuti fluktuasi harga komoditas. Dengan demikian, proyek industri bukan hanya bankable dan dapat berjalan, melainkan juga berkelanjutan sehingga program gasifikasi batu bara dapat bermanfaat untuk kepentingan industri strategis nasional, pasokan gas dalam negeri, penghematan devisa, dan pemanfaatan batu bara kalori rendah ( low rank) . Seluruh pemangku kepentingan perlu duduk bersama guna mencari solusi terbaik agar nantinya batu bara tidak lagi menjadi masalah, melainkan menjadi produk yang membawa berkah dan maslahah.
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Teks Ariza Ayu Ramadhani, pegawai Biro KLI Sekretariat Jenderal *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 Potensi Pertumbuhan Ekonomi PELAJARAN DARI PANDEMI UNTUK S ebelum COVID-19, sejarah mencatat kemunculan empat pandemi selama abad ke-21 yaitu N1H1 atau flu burung di tahun 2009, SARS di tahun 2002, MERS di tahun 2012 dan Ebola di tahun 2013 – 2014. Dari kelima pandemi tersebut, tingkat fatalitas COVID-19 memang bukan yang tertinggi, tapi yang paling mudah menular dari manusia ke manusia sehingga persebarannya sangat cepat. Dari data WHO, sejak Desember 2019 sampai Juni 2020 tercatat 7,69 juta kasus COVID-19 di seluruh dunia. Negara-negara yang terjangkit wabah COVID-19 mulanya mengalami krisis kesehatan yang selanjutnya menjalar ke krisis ekonomi dan berpotensi menuju ke krisis sektor keuangan. Adanya wabah yang sangat mudah menular dari manusia ke manusia menyebabkan negara harus membuat kebijakan pembatasan aktivitas fisik seperti bekerja, sekolah, dan rekreasi yang berarti juga menghentikan aktivitas ekonomi. Di Indonesia, pembatasan fisik ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi di kuartal I/2020 hanya sebesar 2,97%. Sebagai perbandingan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal yang sama di tahun 2019 adalah sebesar 5,19%. Hantaman krisis diprediksi paling berat terjadi di kuartal kedua dengan pertumbuhan ekonomi di bawah nol. Studi yang dilakukan Simon Wren- Lewis, Ekonom Universitas Oxford, menunjukkan bahwa dampak terbesar dari pandemi terhadap ekonomi diprediksi terjadi selama 3 sampai 6 bulan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi kurang lebih sebesar lima persen (5%). Setelah periode tersebut, pertumbuhan ekonomi akan kembali melaju (bounce-back) . Oleh karena itu, di samping terus menangani COVID-19 baik dari sisi kesehatan maupun dampaknya terhadap masyarakat, kita dapat bersiap untuk memetik pelajaran dari COVID-19 ini untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi di masa depan. Human Capital Studi mengenai teori Pertumbuhan Ekonomi Endogenous menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara lebih ditentukan oleh sumber daya manusia ( human capital ) dan inovasi yang dilakukan di dalam sebuah sistem perekonomian melalui research and development (R&D). Teori ini pertama kali muncul di tahun 1962 yang terus menjadi perhatian para ekonom hingga saat ini. Sebelum pandemi COVID-19, berbagai universitas terbaik di dunia telah banyak membuka kelas daring. Kita juga mengenal platform belajar seperti coursera atau udemy untuk meningkatkan kemampuan melalui kelas daring baik berbayar maupun tidak berbayar. Kelas-kelas ini memberikan kesempatan kepada pesertanya untuk belajar dari para profesor atau ahli terkemuka dari universitas atau institusi terbaik di dunia dengan harapan memperkecil gap ilmu pengetahuan. Di masa pandemi COVID-19, adanya kebijakan pembatasan fisik memaksa sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan pembelajaran daring, kantor-kantor untuk tetap beroperasi dengan pegawai yang bekerja dari rumah, dan komunikasi yang dilakukan tanpa kegiatan tatap muka. Kondisi ini memaksa banyak orang untuk beradaptasi dengan cepat, menyamankan diri dengan pertemuan- pertemuan virtual termasuk webinar, briefing , dan training yang sangat berdampak pada akselerasi sharing knowledge antar manusia dan antar institusi yang seolah tanpa batas. Nyatanya, produktivitas organisasi tetap terjaga atau bahkan meningkat dengan adanya work from home (WFH) ini. CEO Twitter, misalnya, memberlakukan WFH selama-lamanya karena kinerja perusahaannya tidak terganggu dengan keterpaksaan WFH selama pandemi. Kondisi ini seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mengurangi kesenjangan informasi dan kesempatan, misalnya antara masyarakat perkotaan- perdesaan. Program peningkatan kualitas SDM perdesaan misalnya melalui Dana Desa, dapat difokuskan untuk memberikan edukasi mengenai pelatihan-pelatihan daring yang bisa diakses. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia diharapkan dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun mendatang. Inovasi Inovasi dapat tercipta melalui sumber daya manusia yang berkualitas, seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya, dan juga melalui perkembangan teknologi. Berbeda dengan inovasi berupa penemuan- penemuan baru seperti yang terjadi berabad-abad lalu, beberapa ekonom dunia mempercayai bahwa inovasi yang terjadi saat ini dapat disebut sebagai “ creative destruction ” yang berarti melakukan perbaikan dan peningkatan atas hal-hal yang sebenarnya sudah ada. Argumentasi ini pertama kali dicetuskan oleh ekonom Austria, Joseph Schumpeter (1942) dan diperbaharui oleh banyak ekonom hingga saat ini. Di Indonesia, 60 persen tenaga kerja diserap oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Di masa pandemi ini, UMKM atau SME termasuk golongan yang paling terdampak COVID-19. Menurut beberapa studi, UMKM yang memanfaatkan teknologi dalam usahanya, terbukti lebih kuat dalam menghadapi guncangan eksternal. Hal ini mungkin terjadi karena penggunaan teknologi dapat berarti administrasi yang lebih tertata, pembukuan yang tertib, pemasaran melalui marketplace , sehingga memungkinkan usaha tersebut tetap bertahan di masa pembatasan fisik seperti saat ini. Setelah pandemi berakhir, perusahaan-perusahaan besar di bidang teknologi informasi dan juga start-up unicorn dapat mendukung pemulihan ekonomi dan bahkan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui digitalisasi UMKM baik dengan memberikan dukungan berupa modal, infrastruktur atau berbagi keahlian yang spesifik untuk tujuan tersebut. Melalui UMKM yang kuat, angka pengangguran berkurang, penerimaan negara bertambah, sehingga pertumbuhan ekonomi juga meningkat. Untuk menjadikan human capital dan inovasi sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia, diperlukan poin ketiga, yaitu perubahan pola pikir. Pola pikir bahwa akses terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibuka untuk semua golongan masyarakat. Upaya ini perlu mendapatkan perhatian baik dari regulator (pemerintah) maupun dari universitas-universitas terbaik dan juga perusahaan-perusahaan besar agar ketimpangan pendidikan dan keahlian tidak semakin melebar di Indonesia. Ilustrasi A. Wirananda
29 MEDIAKEUANGAN 28 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020 Sidang Sonder Perjumpaan Teks A. Wirananda SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK MEDIAKEUANGAN 28 S ejak reformasi 1998, Indonesia terus berbenah di banyak sektor. Pengelolaan keuangan negara, sebagai perkara yang fundamental, tentu jadi bagian yang tak luput dari perubahan. Usai meramu ulang format dan periode pelaporan kekayaan rakyat, giliran institusi pengelola kekayaan ini yang mengalami penyesuaian. Berbagai perubahan itu pada akhirnya berdampak pula pada prosedur penerimaan negara, belanja negara, serta berbagai risiko yang melekat padanya. Pada 2000, tata cara perpajakan mengalami perubahan untuk pertama kali sejak kelahirannya pada 1983. Perubahan ini jelas berdampak pula pada risiko dalam pelaksanaannya. Layaknya hal-hal lain yang berkaitan dengan finansial, iuran wajib ini tentu membuka ruang terjadinya sengketa. “Karenanya diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian Sengketa Pajak,” demikian bunyi konsiderans Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Lantas berdasarkan peraturan itu, berdirilah Pengadilan Pajak. Setahun usai terbentuknya Pengadilan Pajak, melalui Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 2003, Sekretariat Pengadilan Pajak (Set PP) dibentuk. Set PP bertugas memberikan pelayanan kesekretariatan dan administrasi bagi Pengadilan Pajak. Dalam melaksanakan tugas, unit ini dipimpin oleh Sekretaris dan dibantu Wakil Sekretaris. Keduanya merangkap jabatan masing-masing sebagai Panitera dan Wakil Panitera Pengadilan Pajak. S idang di Tengah Pagebluk Pada 11 Maret 2020, World Health Organisation (WHO) menetapkan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai pandemi global. Berbagai protokol disiapkan demi mencegah penyebaran virus ini, salah satunya adalah dengan pembatasan sosial. Sebagai pihak yang sehari-hari mempersiapkan tetek bengek gelaran sidang dan berinteraksi dengan banyak orang, pagebluk ini tentu terasa signifikan bagi performa Set PP. Sejak pertengahan Maret sampai awal Juni, layanan dihentikan sementara. “Penghentian sementara layanan ini tetap menjaga hak-hak para pihak tetap terpenuhi,” kata Dendi A. Wibowo, Sekretaris Pengadilan Pajak, secara tertulis. Selama kurun waktu tersebut, para pegawai diminta menuntaskan tugas-tugas yang dapat diselesaikan dari rumah. Pada pekan kedua Juni, layanan Foto Dok. Set. PP Gedung Kantor Sekretariat Pengadilan Pajak
31 MEDIAKEUANGAN 30 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020 PELAYANAN LELALANG DIMASA PANDEMI COVID-19 31 VOL. XV / NO. 154 / JULI 2020 Bagaimana Caranya? kembali dibuka dengan menerapkan protokol kewajaran baru. Dalam protokol kewajaran baru, Set PP memberlakukan layanan pengambilan nomor antre secara daring. Selain itu, Set PP juga menerapkan pembatasan jumlah pengunjung di dalam maupun di luar gedung Pengadilan Pajak, serta layanan sidang daring untuk sidang yang seharusnya dilaksanakan di luar tempat kedudukan (SDTK). Mekanisme sidang daring, menurut Dendi, merupakan bagian dari rencana jangka panjang sebagai bentuk modernisasi layanan. Namun, dengan adanya wabah, layanan ini justru berjalan lebih gesit dari rencana. “SetPP berinisiasi mengusulkan percepatan implementasi penyelenggaraan sidang secara elektronik kepada pimpinan Pengadilan Pajak namun dengan mempertimbangkan kondisi yang ada,” kata Dendi melalui jawaban tertulisnya. Ia juga mengatakan, mekanisme sidang daring ini sementara dilakukan untuk SDTK saja. Sedangkan sidang di tempat kedudukan, saat ini tetap digelar secara luring dengan tetap menerapkan protokol kewajaran baru. Pria yang mengawali karir di Kementerian Keuangan sejak 1998 ini berharap sidang secara elektronik ini dapat mendorong dan mendukung pelayanan administrasi penyelesaian sengketa pajak yang lebih baik. “Selain itu pengeluaran atau belanja negara menjadi lebih efisien dengan tetap menjaga kualitas layanan dan produktivitas penyelesaian pekerjaan,” ujarnya. Liku Sidang Virtual Penerapan hal baru, seperti segala yang baru, selalu butuh waktu untuk bisa berjalan seperti harapan. Demikian pula pelaksanaan sidang virtual ini, masih banyak kendala yang perlu disikapi. Kendala jaringan dan kemampuan perangkat tentu tak akan luput dari layanan ini. Namun demikian, Dendi mengatakan, pihaknya terus berupaya meningkatkan layanan semaksimal mungkin. “Set PP merencanakan untuk dapat menyediakan fasilitas penunjang yang lebih baik, di antaranya perangkat keras dengan spesifikasi yang lebih baik dan aplikasi konferensi video serta jaringan internet yang lebih stabil,” ujarnya Tak sampai di situ, pelaksanaan sidang virtual secara lebih komprehensif saat ini juga masih terkendala dengan perlunya keberadaan berkas-berkas fisik. Terkait hal ini, Dendi mengatakan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan sistem yang lebih mutakhir. “SetPP tengah mengembangkan sistem informasi yang terintegrasi, di mana proses manual terkait penanganan dokumen fisik tersebut dapat diotomasi dan seluruh dokumen terdigitalisasi,” ujarnya. Ia juga mengatakan, layanan sidang virtual ini hanya sebagian dari upaya Set PP dalam melakukan perbaikan. “Terobosan yang telah dilakukan oleh Set PP untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut hanyalah sebagian dari upaya Set PP dalam melakukan perbaikan dan pembangunan corporate culture yang lebih baik sebagaimana diarahkan dan menjadi perhatian dari Pimpinan di Kementerian Keuangan, baik dari Ibu Menkeu, Bapak Wamenkeu, maupun Bapak Sesjen,” ujarnya.
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap
Jl. Cikini Raya no. 91 A-D Menteng Telp/Faks. (021) 3846474 E-mail. lpdp@depkeu.go.id Twitter/Instagram. @LPDP_RI Facebook. LPDP Kementerian Keuangan RI Youtube. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan LPDP RI Generasi Emas Riset Implementatif Lahirkan Solusi Inovatif F okus menekuni satu bidang tak jarang membuka pintu-pintu kesempatan menuju pencapaian yang berkesinambungan. Setidaknya itu yang dirasakan oleh Adi Surya Pradipta, founder PT. Kanggo Nusantara Bagja atau lebih dikenal dengan brand Tech Prom Lab, perusahaan rintisan yang berfokus pada bidang teknologi material konstruksi dan pemanfaatan limbah industri. Sejak awal Adi memang sangat meminati bidang teknik material karena menurutnya ranah tersebut sangat implementatif. “Saya memang tertarik dengan penelitian ke arah produk karena lebih mudah diimplementasikan,” ungkap Adi. Di Indonesia sendiri pendidikan di bidang teknik material masih terbilang langka meski sebetulnya riset dari bidang tersebut dapat mendukung pengembangan industri. “Saat ini baru terdapat di ITB, UI, dan ITS (PTN). Sementara di luar negeri jurusan tersebut cukup signifikan karena ditujukan untuk pengembangan material-material baru atau sebagai pemasok untuk industri- industri yang dibutuhkan oleh negara- negara maju,” terangnya. Dengan semangat mendalami bidang ini lebih lagi, Adi pun membulatkan tekad untuk melanjutkan studi, dan bukan tanpa alasan Adi menjatuhkan pilihannya pada universitas dalam negeri. “Hasil penelitian dalam negeri lebih sesuai dengan kebutuhan dalam negeri,” imbuhnya. Beasiswa magister dari LPDP berhasil membawa Adi kembali menjejakkan kaki di Program Studi Ilmu dan Teknik Material Institut Teknologi Bandung (ITB). Riset Implementatif Selama menempuh perkuliahan di jenjang magister, Adi semakin jatuh cinta dengan riset dan karena ketekunannya Adi pun dipercaya oleh Kepala Laboratorium untuk menjadi salah satu asisten riset di Laboratorium Pemrosesan Material Maju ITB. Panjangnya waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan sejumlah proyek penelitian bersama tim periset di kampusnya berhasil membawa Adi serta timnya mendapatkan dua grant dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam program Kompetisi Riset dan dua grant dari Kementerian Ristekdikti untuk program Inovasi Industri. Meski demikian, bagi Adi yang terpenting dalam sebuah riset adalah hasil riset tersebut dapat diimplementasikan dengan tepat guna. “Signifikansi dari riset akan terlihat ketika hasil penelitian kita bisa dirasakan manfaatnya oleh khalayak,” tuturnya. Lebih lanjut Adi memaparkan perbandingan implementasi penelitian di Indonesia dengan luar negeri. “Indonesia tidak kalah dari luar negeri dalam hal penelitian, yang menjadi kendala di Indonesia yakni bagaimana membawa hasil riset itu untuk diimplementasikan ke industri atau ke konsumen/masyarakat,” ungkapnya. Adi yang berhasil lulus dengan predikat cum laude berpendapat, implementasi hasil riset berbasis material dalam negeri harus lebih digenjot supaya bisa langsung menjawab tantangan masa depan Indonesia. Prinsip riset yang implementatif teguh dipegang Adi dan menjadi cikal bakal dibangunnya Tech Prom Lab. Dari Limbah Industri ke Startup Nondigital Selepas kuliah, Adi melihat ada beberapa riset yang dikerjakannya semasa kuliah yang dapat dikembangkan. Ia lalu mengajak beberapa temannya untuk bergabung merintis jalan wirausaha. Berbeda dari startup pada umumnya yang berbasis digital, startup rintisan Adi ini cukup unik karena berbasis riset teknologi material. Merintis usaha bukanlah hal yang mudah, tetapi Adi bersama timnya tidak lelah mencoba segala upaya untuk menjalankan dan mengembangan startup tersebut. “Saat ini perusahaan kami masih dalam tahap funding dan tractions,” katanya. Pada awal perjalanan, Adi serta ketiga temannya mengumpulkan dana pribadi untuk membiayai usaha mereka. Seiring berjalannya waktu, selain mendapat bantuan dana dari Ristekdikti (PPBT 2019), sejumlah kompetisi startup baik dari dalam negeri maupun luar negeri pun diikuti. Hadiah yang diperoleh dari berbagai kompetisi tersebut dipakai sebagai tambahan dana untuk membangun Tech Prom Lab. Bukan hanya asas manfaat yang diperhatikan Adi dan tim risetnya dalam berinovasi, tetapi juga asas pembangunan berkelanjutan, seperti produk pertama yang mereka hasilkan, yakni PoreBlock ® atau paving block (bata beton) berpori yang bahan bakunya memanfaatkan limbah industri batu bara sehingga menjadikannya sebagai produk yang ramah lingkungan. “Di satu sisi, limbah batu bara termasuk limbah berbahaya (B3) tetapi setelah diteliti lebih lanjut melalui uji toksisitas sesuai peraturan dan standar yang berlaku, produk kami sangat aman,” paparnya. Tidak hanya menjadi alternatif solusi pemanfaatan limbah industri batu bara yang kini menumpuk tidak terolah, PoreBlock memiliki kecepatan meneruskan air 100x lebih cepat dibandingkan paving block konvensional dan mencapai 1000 liter/ m ^2 /menit. Oleh karena itu, paving block karya anak bangsa yang telah dipatenkan ini juga menjadi salah satu alternatif solusi untuk mengurangi risiko banjir. Di samping itu, peran PoreBlock dalam mendinginkan suhu perkotaan pun bisa diandalkan. “Air-air yang menempel pada permukaan dalam PoreBlock akan mengalami evaporasi sehingga meminimalisasi panas permukaan jalan,” ungkapnya. Sebagai bahan infrastruktur yang ramah lingkungan, produk inovasi teknologi material yang dihasilkan Tech Prom Lab ini tentunya cocok untuk diterapkan di Indonesia yang beriklim tropis. Rumah Sakit, sekolah, pabrik, toko-toko adalah sebagian dari pengguna produk startup besutan Adi. “Saat ini orderan berdatangan dari Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, hingga ke Indonesia Timur,” pungkasnya. Ingat Janji Kontribusi Semangat berkontribusi bagi lingkungan terus digalakkan Adi melalui inovasi yang lahir dari riset-riset yang dijalankan olehnya dan tim. “Kita gak mau berhenti di PoreBlock saja. Sekarang kami sedang proses kerja sama baik dalam negeri maupun luar negeri untuk memberi kontribusi dalam proses pemanfaatan limbah lain seperti plastik, salah satu limbah yang sedang jadi permasalahan global,” tuturnya. Adi yang semasa perkuliahan aktif sebagai Koordinator Awardee LPDP se-Bandung Raya dan juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial maupun kelas inspirasi untuk masyarakat sekitar Bandung menekankan pentingnya manajemen waktu bagi para awardee yang masih menempuh perkuliahan. Ia juga mengharapkan semangat kontribusi dari para awardee LPDP tidak berkobar hanya semasa menempuh perkuliahan melainkan terus berlanjut sampai mereka kembali lagi ke masyarakat. “Semoga biaya yang dikeluarkan oleh negara untuk membiayai beasiswa bisa memiliki investasi jangka panjang untuk kebaikan orang banyak di negeri ini,” harapnya. 43 MEDIAKEUANGAN 42 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Teks CS. Purwowidhu Foto Dok. Pribadi Adi Surya Pradipta, founder Tech Prom Lab MEDIAKEUANGAN 42
perpajakan yang dikeluarkan. Pelaporan angka tersebut secara berkala dapat memudahkan Pemerintah dalam mengevaluasi dan memantau efektivitas insentif perpajakan. Dengan demikian, kebijakan insentif perpajakan dapat dinyatakan efektif atau tidak efektif. Berkaca pada pengalaman Belgia dalam program “ Notional Interest Program ” yang dilakukan pada tahun 2006, evaluasi kebijakan insentif perpajakan harus menjadi perhatian. Sebelum program tersebut dilakukan, Belgia memperkirakan akan kehilangan penerimaan perpajakannya senilai X. Setelah program berjalan, Belgia melakukan evaluasi dan menemukan bahwa penerimaan perpajakannya hilang 3X atau tiga kali lebih besar dari perkiraan. Hal ini memperlihatkan bahwa cost yang dihasilkan lebih besar dibandingkan benefit -nya, sehingga Belgia pun melakukan amandemen atas peraturan tersebut. Selain mengetahui efisiensi suatu kebijakan, evaluasi atas kebijakan perlu dilakukan untuk mengetahui efektivitas kebijakan tersebut. Jika Belgia menghadapi inefisiensi pada Opini LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN UNTUK Transparansi Fiskal dan Evaluasi Insentif P enerimaan pajak menjadi sumber utama untuk membiayai APBN. Pada tahun 2019, penerimaan pajak menyumbang 82 persen dari total penerimaan negara dan ditargetkan naik menjadi 83 persen di tahun 2020. Meskipun bergantung pada penerimaan pajak, sejumlah insentif perpajakan tetap diberikan Pemerintah sebagai bentuk komitmen dalam mendukung dunia usaha. Dari tahun ke tahun insentif perpajakan meningkat dari sebesar Rp192,6 triliun pada 2016 menjadi Rp196,8 triliun pada 2017 dan kemudian meningkat signifikan pada 2018 sebesar Rp221,1 triliun. Di Indonesia, insentif perpajakan masuk dalam kategori belanja perpajakan pada laporan belanja perpajakan. Belanja perpajakan didefinisikan sebagai pendapatan pajak yang tidak dapat dikumpulkan atau yang berkurang sebagai akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari ketentuan umum perpajakan ( benchmark tax system ) yang diberikan kepada subjek dan objek pajak yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Ketentuan khusus tersebut dapat berupa pembebasan jenis pajak ( tax exemption ), pengurangan pajak yang harus dibayar ( tax allowance ), maupun penurunan tarif pajak ( rate relief ), dan lainnya. Dalam definisi belanja perpajakan disebutkan adanya perbedaan antara ketentuan khusus dan ketentuan umum perpajakan ( benchmark tax system ). Konsekuensinya adalah Pemerintah harus menentukan ketentuan umum perpajakannya dengan tepat. Dalam laporan belanja perpajakan, Pemerintah telah menentukan kategori ketentuan umum perpajakan untuk masing-masing jenis pajak dan juga membuat positive list berisi deviasi-deviasi dari ketentuan umum perpajakan yang tidak dapat dikategorikan sebagai belanja perpajakan. Selain menentukan ketentuan umum perpajakan, langkah selanjutnya yang dilakukan untuk menghitung besarnya belanja perpajakan adalah melihat ketentuan khusus apa saja yang menjadi belanja perpajakan. Apabila telah memenuhi kriteria, perhitungan belanja perpajakannya dapat dilakukan. Angka-angka yang disajikan dalam laporan belanja perpajakan membuat Pemerintah dapat memperhitungkan cost-benefit dalam kebijakan insentif kebijakannya, Indonesia menghadapi kenyataan bahwa kebijakan yang ditawarkan kurang menarik, seperti kebijakan tax holiday melalui PMK Nomor 103/PMK.010/2016. Kompleksitas administrasi dan ketidakpastian atas hasil pengajuannya meski bidang usaha tersebut memenuhi kriteria menjadikan kebijakan tersebut tidak menarik. Pemerintah pun menerbitkan peraturan baru tentang tax holiday melalui PMK Nomor 35/PMK.010/2018. Peraturan ini mengubah paradigma dalam pemberian tax holiday dari sebelumnya ‘verify before trust’ menjadi ‘ trust and verify ’. Efek positif dari penyederhanaan sistem dan kepastian pemberian fasilitas ini terbukti menghasilkan investasi sembilan kali lebih besar (per Juli 2019) dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut mencerminkan pentingnya laporan belanja perpajakan dan diharapkan laporan tersebut dapat mempermudah Pemerintah mengevaluasi kebijakan insentif perpajakan lainnya, seperti Kawasan Ekonomi Khusus. Penerbitan laporan belanja perpajakan juga menunjukkan komitmen Pemerintah dalam melaksanakan good governanc e dalam pengelolaan keuangan negara. Selain itu, penerbitan laporan juga sejalan dengan rekomendasi BPK untuk menjalankan transparansi fiskal yang merujuk pada IMF’s Fiscal Transparency Code . Meskipun transparansi fiskal merupakan komitmen global, namun tak banyak negara yang melaporkannya secara berkala. Di ASEAN, hanya Indonesia dan Filipina yang melakukannya. Melalui transparansi fiskal, Pemerintah Indonesia dapat meningkatkan akuntabilitasnya dan pada saat yang bersamaan rakyat dan Ilustrasi M. Fitrah Teks M. Rifqy Nurfauzan Abdillah & Ulfa Anggraini Analis pada Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. pemerintah dapat menilai cost dan benefit kebijakan insentif. Laporan Belanja Perpajakan merupakan laporan kedua yang berhasil diterbitkan. Berbagai perbaikan diupayakan Pemerintah. Salah satunya adalah perluasan cakupan pajak dari yang sebelumnya hanya tiga jenis yakni PPN, PPh, dan Bea Masuk dan Cukai menjadi empat jenis pajak yaitu ditambah PBB sektor P3. Semoga kedepannya perhitungan laporan belanja perpajakan dapat terus disempurnakan. Dengan demikian, evaluasi terhadap kebijakan insentif perpajakan dapat dilakukan dengan lebih baik. MEDIAKEUANGAN 36
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Kolom Ekonom Ilustrasi Dimach Putra I ndonesia merupakan satu dari sedikit negara di dunia yang perekonomiannya masih bisa tumbuh relatif tinggi di tahun 2019. Perekonomian Indonesia tumbuh 5,02 persen pada kuartal ketiga 2019, tatkala negara-negara lain di dunia mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi. Tiongkok yang pada tahun lalu masih tumbuh 6,6 persen, pada 2019 ini mengalami penurunan. Pada kuartal ketiga 2019, Tiongkok hanya tumbuh 6,0 persen. Pelambatan juga terjadi di India, salah satu negara sumber pertumbuhan baru. Tahun lalu, India mampu tumbuh 6,8 persen. Tahun ini terus melorot bahkan di kuartal ketiga 2019 hanya mampu tumbuh 4,5 persen. Beberapa negara di dunia bahkan telah mengalami resesi atau tumbuh negatif selama dua kuartal berturut-turut. Tahun 2019 memang bukan tahun yang mudah bagi perekonomian dunia. Hidayat Amir Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal Tumbuh dalam Tekanan Berbagai tekanan dan gejolak yang terjadi membuat ekonomi dunia mengalami perlambatan yang cukup dalam, bahkan menjadi yang terburuk sejak krisis keuangan global pada 2009. Menurut proyeksi IMF, pertumbuhan ekonomi global akan melambat dari 3,6 persen di 2018 menjadi 3,0 persen untuk tahun ini. Pertumbuhan volume perdagangan bahkan diperkirakan hanya tumbuh 1,1 persen di 2019, atau turun signifikan jika dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 3,6 persen. nyata apa yang sesungguhnya hanyalah metode. Refleksi Husserl itu dapat dijadikan ilham untuk melihat rasio pajak lebih dalam. Di balik rasio pajak, terdapat berbagai soal yang tak serta-merta kelihatan dalam angka. Itulah mengapa rasio pajak bukanlah satu-satunya alat untuk mengukur kinerja perpajakan, meski secara indikatif berguna untuk mengenali gejala inefektivitas pemungutan pajak sejak dini. Ada empat faktor yang dapat menjelaskan sebab PDB Indonesia tidak berkorelasi positif dengan kinerja perpajakan, khususnya rasio pajak. Pertama, tingkat kepatuhan pajak masih rendah. Program amnesti pajak sebagai bagian dari reformasi perpajakan nampaknya baru membantu menambah basis pajak baru dan belum meningkatkan rasio pajak. Meski tingkat kepatuhan pajak terus meningkat dari tahun 2015 sebesar 60 persen menjadi 71,1 persen di tahun 2018, namun angka tersebut masih tergolong rendah. Selain itu, tingkat kepatuhan tersebut pun masih terbatas pada kepatuhan yang sifatnya formal yakni menyampaikan SPT dan belum mempertimbangkan kepatuhan material yang melibatkan kebenaran isi SPT. Kedua, tingginya hard-to-tax sector , khususnya usaha rintisan atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan sektor pertanian/perkebunan/perikanan yang berkontribusi cukup besar terhadap PDB. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, komposisi UMKM mencapai 59,2 juta unit dari total 60,01 juta unit usaha di Indonesia. Di satu sisi, UMKM menjadi penyumbang PDB terbesar namun di sisi lain kepatuhan dan literasi yang masih sangat rendah menjadi tantangan bagi pemerintah dalam memungut pajak. Dalam konteks itu, kebijakan penurunan tarif pajak UMKM sudah tepat dan layak diapresiasi, demi memperluas basis pajak dari sektor ini. Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yang mewajibkan para pelaku usaha online untuk memiliki izin usaha, harus dapat dimanfaatkan untuk mulai membangun basis data yang akurat dari sektor ini. Ketiga, pesatnya perkembangan ekonomi digital tidak diiringi dengan modernisasi perangkat teknologi informasi perpajakan, SDM yang mumpuni, serta regulasi. Akibatnya, potensi pajak sektor ini menjadi sulit ditangkap. Padahal, Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbanyak di dunia. Pada 2016, tercatat nilai transaksi dari sektor ekonomi digital sebesar USD5,6 miliar. Dalam konteks ini, kebijakan pajak e-commerce sudah tepat demi menjamin keadilan dalam pengenaan pajak. Namun demikian, disharmoni antar-regulasi seperti penurunan tarif pajak UMKM di satu pihak dan kewajiban pelaku usaha online untuk memiliki izin usaha di lain pihak selalu perlu diantisipasi. Keempat, maraknya praktik penghindaran pajak. Data-data dari tax amnesty, Swiss Leaks, Panama Papers, Paradise Papers , dan sebagainya mencerminkan banyaknya warga negara Indonesia yang berupaya menghindari pajak. Program tax amnesty pun menjadi solusi tepat di tengah kondisi tersebut. Tidak hanya meningkatkan kepatuhan, program ini juga menjadi momentum yang baik untuk mulai membangun tax culture yang sehat. Selanjutnya tax amnesty harus diikuti dengan langkah penegakan hukum yang tegas. Kendati rasio pajak bukan satu- satunya alat untuk mengukur kinerja perpajakan, mendongkrak rasio pajak tetaplah salah satu tugas penting negara. Tujuan negara yakni kesejahteraan rakyat yang berkeadilan dan merata hanya dapat dicapai dengan level penerimaan pajak yang optimal yang dapat mengakselerasi pembangunan. Searah dengan itu, upaya-upaya pemerintah dari sisi regulasi untuk mendongkrak rasio pajak perlu terus didukung: reinventing policy , kenaikan PTKP, tax amnesty , konfirmasi status WP, UU AEOI, Pembaruan Sistem Informasi, pemeriksaan pajak, percepatan restitusi, penurunan tarif WP UMKM, dan CRS AEOI. Semua itu tak lain adalah upaya meningkatkan rasio pajak dan basis pajak, juga secara serentak mendorong kepatuhan. Ibarat cermin, rasio pajak dapat dijadikan salah satu sarana untuk berkaca, tanpa kita harus menganggap bayangan cermin itu sebagai kenyataan sesungguhnya. Perbaikan selayaknya diarahkan pada kenyataan, bukan bayangannya. Kita sudah berada di jalur yang tepat, jangan sampai kereta perubahan ini berjalan terlampau lambat!
DPR). Dari berbagai instrumen itu, nanti akan kita dorong, termasuk reformasi kelembagaannya, sehingga bisa fokus dan sangat valid ,” katanya menjelaskan. Terdapat beberapa target indikator yang ingin diraih Indonesia melalui penyusunan dan implementasi RIRN 2017- 2045. Pertama, dari sisi rasio anggaran riset. Kontribusi swasta terhadap belanja riset diharapkan bisa mendekati 75 persen, sedangkan kontribusi pemerintah baik pusat dan daerah diharapkan berada di kisaran 25 persen. Saat ini diketahui, sebanyak 86 persen belanja riset masih didominasi oleh pemerintah. Sementara sisanya sebesar 14 persen berasal dari swasta dan universitas. Tidak hanya itu, RIRN juga menargetkan total belanja riset Indonesia bisa mencapai 1,68 persen dari PDB pada 2025 mendatang, naik dibandingkan belanja saat ini yang hanya sebesar 0,25 persen dari PDB. Kedua, dari sisi SDM. RIRN mematok target rasio kandidat SDM IPTEK terhadap jumlah penduduk Indonesia. Pada 2025 diharapkan terdapat 3.200 orang per 1 juta penduduk, serta 8.600 orang per 1 juta penduduk pada 2045. RIRN menyebutkan, kecukupan jumlah SDM ini perlu dipenuhi agar kontribusi riset bisa berperan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebab, mereka berpotensi menjadi pelaku ekonomi yang berbasis IPTEK di masa depan. Ketiga, terkait produktivitas periset. Pada 2025 pemerintah menargetkan dari setiap 100 periset, terdapat sedikitnya 8 publikasi internasional bereputasi, serta 22 publikasi internasional bereputasi per 100 periset pada 2045. Untuk mencapai itu semua, pemerintah perlu membangun ekosistem yang ramah bagi kegiatan riset. Selain terkait kelembagaan riset, pemerintah menjalankan sejumlah strategi guna menumbuhsuburkan kegiatan riset. Mulai dari peningkatan kerjasama riset dengan industri, pemberlakuan pengurangan pajak hingga tiga kali lipat bagi perusahaan yang bersedia mengalokasikan anggarannya untuk kegiatan riset ( triple tax deduction ), serta pemberian insentif bagi industri yang melakukan hilirisasi produk-produk hasil riset. Selain itu, guna memunculkan tunas periset baru, pemerintah mendorong peneliti muda di bangku sekolah untuk terlibat dalam banyak kegiatan penelitian. Dimyati juga menuturkan, pemerintah tengah menyiapkan program sertifikasi bagi masyarakat peneliti, yang bukan dari lembaga penelitian, untuk dapat disetarakan. Dana abadi untuk kegiatan riset Sejumlah strategi yang hendak dilakukan guna membangun ekosistem yang ramah bagi kegiatan riset tidak lepas dari kebutuhan anggaran. Sebagaimana diketahui, saat ini, anggaran riset Indonesia ( Gross of Expenditure on Research and Development , GERD) baru mencapai 0,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Diakui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pemerintah terus mengupayakan yang terbaik guna meningkatkan anggaran riset menuju jumlah idealnya. Salah satunya melalui dana abadi riset. “Ide dana abadi riset bahwa di dalam anggaran pendidikan kita sebesar 20 persen dari APBN, perlu adanya pemihakan kepada penelitian. Jadi mulai tahun 2019 dialokasikan (dana abadi riset) sekitar Rp1 triliun,” ungkap Menkeu. Dana abadi riset ini menjadi salah satu terobosan pemerintah guna mengatasi keterbatasan anggaran riset. Di luar dana abadi riset, pemerintah pada 2019 telah mengalokasikan anggaran penelitian sebesar Rp35,7 triliun. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya, sebesar Rp33,8 triliun pada 2018 dan sebesar Rp24,9 triliun pada 2016. Selanjutnya pada 2020, pemerintah kembali mengaloaksikan dana abadi riset. Kali ini, besarannya hingga lima kali lipat dana abadi riset tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp5 triliun. Dengan demikian, total dana abadi riset Indonesia saat ini nyaris mencapai Rp6 triliun. Menristek Bambang Brodjonegoro menyampaikan, nantinya penggunaan dana abadi tersebut ditujukan terutama untuk kegiatan riset dan inovasi yang mendukung tiga hal. Pertama, peningkatan pada nilai tambah sumber daya alam. Kedua, peningkatan substitusi impor dengan produk sama, tapi bernilai tambah atau berharga lebih murah dan mudah didapat. Ketiga, berguna bagi kebutuhan masyarakat, khususnya UMKM dengan teknologi yang tepat guna. Sementara itu, dia menyebutkan, dana abadi riset ditujukan kepada peneliti, perekayasa, atau inovator yang diharapkan menghasilkan produk yang memberikan nilai dan dampak yang besar untuk pembangunan nasional, khususnya pembangunan ekonomi. “Serta penggunaannya akan melewati sistem seleksi yang sangat ketat sehingga benar-benar menghasilkan program yang tepat dan baik,” katanya. Kuatkan koordinasi lembaga riset Sebagaimana diketahui, pengelolaan anggaran riset (selain dana abadi riset) selama ini tersebar di 52 kementerian dan Lembaga (K/L). Dari total 52 K/L tersebut, sebanyak tujuh lembaga dedikatif untuk riset (BPPT, LIPI, Bapeten, LAPAN), sedangkan 45 lainnya merupakan kementerian yang memiliki kegiatan penelitian dan pengembangan. Itu sebabnya Menkeu Sri Mulyani Indrawati begitu menyoroti pentingnya pemanfaatan anggaran riset secara optimal. Jika (dana riset) dikelola oleh K/L yang mindset -nya hanya birokratis dan bukan dalam rangka menyelesaikan masalah atau meng- adress suatu isu, maka anggaran (riset) yang besar tidak mencerminkan kemampuan dan kualitas untuk bisa menghasilkan riset,” sebutnya. Sehubungan dengan itu Dimyati menyebutkan, dari sekian banyak institusi yang melakukan riset, tidak jarang riset yang dihasilkan saling bertumpang tindih. “(Bahkan), kadang-kadang riset itu betul-betul copy paste dengan riset yang diadakan di litbang K/L. Jadi tidak satu framework ,” ungkapnya. Itu sebabnya, pemerintah membangun Badan RIset dan Inovasi Nasional (BRIN). Badan ini merupakan amanah Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2019. Fungsi utama BRIN ialah untuk mengintegrasikan segala kegiatan riset, mulai dari perencanaan, program, anggaran, serta sumber daya secara terpadu. Dengan demikian, segala kegiatan riset baik yang ada di perguruan tinggi, lembaga pnelitian dan pengembangan baik pusat maupun daerah, serta di sejumlah kementerian, tidak berjalan sendiri-sendiri tanpa tujuan. “Hal terpenting adalah menghindarkan dari berbagai tumpang tindih pelaksanaan kegiatan riset, serta menghindarkan inefisiensi penggunaan sumber daya, khususnya anggaran yang relatif masih kecil, namun difokuskan pada kegiatan riset yang dapat memberikan nilai dan dampak yang luas bagi masyarakat bangsa dan negara, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan dating,” jelas Menristek. Nantinya segala program dan anggaran riset sepenuhnya berada di bawah pengawasan BRIN. “Meski demikian, lembaga- lembaga (riset) yang saat ini ada, diharapkan masih tetap eksis. Namun dengan penyesuaian organisasi yang sejalan dengan tugas-tugas yang akan diberikan setelah dikoordinasikan oleh BRIN”, harapnya. 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 KemenristekDIKTI: Rp2,84 triliun KKP: Rp2,37 triliun Kementan: Rp2,13 triliun Kementerian ESDM : Rp1,63 triliun Kemendikbud Rp1,49 triliun Kemenhan Rp1,43 triliun Kemenkes Rp1,27 triliun LIPI Rp1,18 triliun Kemenhub Rp1,05 triliun BPPT Rp0,98 triliun Batan Rp0,81 triliun Kemenag Rp0,79 triliun Lapan Rp0,78 triliun Kemensos Rp0,63 triliun Kemenperin Rp0,59 triliun Kemen PU & Pera Rp0,57 triliun Kemenlu Rp0,48 triliun Kemen LHK Rp0,33 triliun Lemhannas Rp0,31 triliun Kemenkeu Rp0,29 triliun 2016 2017 2018 2019 47 MEDIAKEUANGAN 46 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
17 MEDIAKEUANGAN 16 VOL. XV / NO. 152 / MEI 2020 NEW THINKING OF Sebagai respon terhadap perubahan zaman dan semakin berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi, Kementerian Keuangan mulai mengintegrasikan inisiatif transformasi ke dalam konteks yang lebih modern dengan menerapkan aspek digitalisasi. New Thinking of Working dan Office Automation menjadi bagian dari tema sentral inisiatif Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan. Dengan adanya pandemik COVID-19 dan penerapan Work From Home (WFH), hasil dari inisiatif ini juga makin bisa dirasakan manfaatnya. Apa saja yang sudah dan masih perlu dilakukan? Digitalisasi probis administrasi Perkantoran yang menuju digital workplace Efisiensi probis dan operasional unit Flexible working hours compress working hours Remote working Green organization “Kunci keberhasilan remote workin g adalah kematangan. Ada dua kematangan: kematangan organisasinya dan kematangan individunya atau employee -nya. Keduanya ini harus betul-betul dijajaki, bukan sekedar diluncurkan kebijakannya. Kematangan organisasi itu seberapa jauh sistem arahan leadership -nya, strateginya. Kematangan individu adalah seberapa pegawai bisa dipercaya dan lain-lain.” Alexander Sriwewijono - __ Psikolog “Perubahan di Kementerian Keuangan hanya akan terjadi apabila institusi ini dan manusia-manusianya keep learning . Kalau institusi dan manusianya berhenti belajar, berhenti mencari pengetahuan, saya yakin dia niscaya akan berhenti saja. Dia akan merasa cukup dan akhirnya ‘ mandeg ’. Dan itulah pangkal dari disaster . Kita tahu dalam sejarah yang ‘ mandeg ’ itu akan menjadi extinct atau punah”. Sri Mulyani, Menkeu pada Bincang Transformasi Unlocking the Future of Learning Penyediaan fasilitas video conference (cisco jabber dan zoom) Aplikasi pendukung WFH (Nadine/aplikasi naskah dinas, email, e-dropbox) Infrastruktur pendukung (akses vpn, bandwith yang memadai, back up power suplly pada Data Center) Tata Kelola (protokol DRP dan BCP saat WFH) Terobosan sarana prasarana Kemenkeu saat penerapan WFH akibat wabah Covid-19: KMK Nomor 119 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Rencana Keberlangsungan Layanan ( Business Contunity Plan ) terkait dampak Covid-19 di lingkungan Kemenkeu Percepatan penyelesaian modul presensi di dalam office automation Percepatan pengembangan e-Kemenkeu versi mobile Penggunaan aplikasi naskah dinas Nadine dalam pelaksanaan tugas dan fungsi selama WFH. Terobosan tata kelola Kemenkeu saat mekanisme WFH: Dit. Audit KC DJBC Dit. PPK BLU DJPB Sekretariat LNSW Sekretariat BPPK Direktorat KITSDA DJP Biro Organta, Setjen CTO, Setjen Sekretariat DJKN Inspektorat 7 Itjen Dit. PRKN DJPPR Dit. ESI DJPK Dit. PNBP SDA KND, DJA Sekretariat BKF Kantor yang sudah menerapkan di lingkungan Kementerian Keuangan Infografik MEDIAKEUANGAN 16 17 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020
Opini Kebijakan Perampingan Birokrasi dan Tantangannya Ilustrasi Dimach Putra Teks Anugrah Endrawan Yogyantoro, pegawai Sekretariat Jenderal *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 D ata Global Competitiveness Index (GCI) 2019 memperlihatkan daya saing Indonesia menempati urutan ke 50 dari 141 negara. Aspek kinerja sektor publik hanya meraih skor 54,6 dari skala 100. Dengan total skor GCI sebesar 64.6, kita tertinggal jauh dari Singapura yang menempati urutan pertama dengan skor 85,9 atau negara Asia lain seperti Jepang (peringkat 5, skor 82.3) atau Korsel (peringkat 13; skor 79,6). Rilis tersebut menjadi sinyal bahwa kendati agenda Reformasi Birokrasi Nasional telah berjalan satu dekade, ladang perbaikan birokrasi masih terbentang luas. Hal ini sejalan dengan arahan terkini Presiden Joko Widodo terkait perampingan birokrasi (delayering). Instruksi penyederhanaan eselonisasi birokrasi menjadi 2 layer menjadi titik akselerasi agenda reformasi birokrasi nasional. Penguatan pola kerja fungsional akan mempercepat pelayanan dan menanamkan mindset perubahan orientasi kerja ASN. Dari yang awalnya lebih berorientasi ke proses menjadi ke orientasi hasil. Di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri, sebagai salah satu pionir reformasi sektor publik, perampingan birokrasi telah diimplementasikan pada tahun 2019 dengan penghapusan eselon III dan IV di Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang digantikan oleh Jabatan Fungsional Analis Kebijakan. Hal ini merupakan implementasi dari arahan Menkeu untuk menciptakan organisasi yang ramping dan tanpa sekat (flatter and boundaryless organization), SDM yang adaptive dan technology savvy dan pemanfaatan perkembangan TI. Lalu, apa sajakah tantangan yang harus dijawab dalam perampingan birokrasi? Pertama, ukuran birokrasi Indonesia yang masif dengan Jumlah ASN Indonesia sebesar 4.285.576 orang per 2019 membuat kompleksitasnya berbeda dengan Singapura yang hanya memiliki 84.000 aparatur sipil. Jumlah ASN Indonesia masih lebih besar dari Jepang dan Korsel yang sama-sama memiliki sekitar satu juta aparatur sipil. Rasio jumlah aparatur sipil dengan penduduk Korsel sebanding dengan Indonesia (sekitar 1: 60) sementara Jepang hanya separuhnya (1: 120). Kemenkeu sendiri memiliki 82.025 orang PNS dengan jumlah pejabat eselon III, IV dan V masing-masing 1.817 orang; 9.729 orang dan 2.957 orang. Tantangan berikutnya adalah tahapan peralihan jabatan struktural ke jabatan fungsional. Sesuai arahan Kemenpan-RB, delayering ditargetkan selesai pada Desember 2021 dalam 5 tahap. Tahap pertama melakukan identifikasi jabatan administrasi; kedua pemetaan jabatan dan pejabat administrasi dan selanjutnya pemetaan jabatan fungsional yang bisa ditempati. Kemudian, tahapan penyelarasan tunjangan jabatan fungsional dengan tunjangan jabatan administrasi, dan terakhir penyelarasan kelas jabatan administrasi ke jabatan fungsional. Dengan tantangan ukuran birokrasi, kompleksitas tahapan serta time constraint, diperlukan upaya yang selektif dan prudent dalam mengimplementasikan delayering . Kehati-hatian perlu menjadi prinsip utama demi memastikan kinerja ASN dan kualitas pelayanan kepada masyarakat tetap terjaga. Jika dibandingkan dengan Indonesia, Korsel memulai reformasi sektor publiknya pada tahun 1998 dan saat ini memiliki layer birokrasi ekuivalen 3 layer eselon. Reformasi sektor publik Korsel yang progresif namun cermat dan terukur telah mendukung transisi Korsel menjadi negara maju, status yang menjadi cita- cita Presiden Jokowi untuk Indonesia tahun 2045. Hal terpenting lain adalah manajemen perubahan, sebab masih ada anggapan bahwa jabatan fungsional adalah jabatan kelas dua. Oleh karena itu, salah satu prinsip delayering adalah hold harmless, yakni menjaga tingkat penghasilan demi menjaga motivasi pegawai terdampak. Tanpa manajemen perubahan yang baik keresahan pegawai akan berekses negatif. Untuk memastikan kelancaran delayering serta menjawab tantangan yang ada, terdapat sejumlah rekomendasi. Pertama, penataan ulang struktur organisasi dengan prinsip rasional dan realistis sesuai kebutuhan serta perangkat kelembagaan yang efektif agar terjadi sinergi antara jabatan struktural dan jabatan fungsional. Selain itu, diperlukan penyempurnaan jabatan fungsional khususnya jabatan fungsional core Kemenkeu, agar relevan dengan kebutuhan di lapangan. Kedua, penciptaan kualitas governance dan pelayanan yang lebih adaptif dengan perubahan dan tuntutan masyarakat. Untuk itu, desain proses bisnis jabatan fungsional harus sederhana dan jelas. Penguatan proses bisnis manajemen kinerja ASN juga perlu dirancang dari yang selama ini cenderung hierarkis menjadi lebih fleksibel. Ketiga, percepatan inisiatif transformasi digital Kemenkeu. Perampingan birokrasi harus didukung penerapan office automation yang menyeluruh demi memudahkan pekerjaan dan pengawasan output serta kualitas pekerjaan, khususnya dalam implementasi project dan knowledge management. Terakhir, implementasi strategi manajemen perubahan menyeluruh demi tercapainya delayering yang soft landing. Meskipun praktiknya top- down tetapi pokok-pokok kebijakan delayering perlu disampaikan dan pejabat terdampak dilibatkan sejak awal. Mengutip Kotter, pakar change management Harvard University, perubahan harus dikomunikasikan ke seluruh organisasi agar bisa mendapatkan dukungan dari semua pihak. Dengan demikian, diharapkan delayering dapat terlaksana tanpa kendala yang berarti. Tidak hanya demi birokrasi yang lebih sederhana, tetapi untuk mencapai percepatan pelayanan dan peningkatan kinerja sektor publik.
Persepsi Baru Untuk Terus Maju Teks Dimach Putra MEDIAKEUANGAN 18 Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Sekretariat Jenderal, menjadi salah satu yang ditunjuk sebagai pilot project penerapan kebijakan tersebut. Pria muda berusia 25 tahun ini mengaku awalnya memang ada sedikit rasa canggung. Jika biasanya atasannya berada di ruang kubikel, kini mereka benar-benar bekerja berdampingan. Tapi menurutnya itu malah memudahkan proses komunikasi koordinasi antara atasan dan bawahan. Ide-ide terkait pekerjaan juga lebih seiring muncul imbas semakin luwesnya diskusi yang semakin mudah mengalir begitu saja. Jika perlu lebih berkonsentrasi, Bongsu bisa beranjak dari communal space menuju ke tempat yang didesain lebih personal. Jika lapar atau haus, disediakan area tersendiri. Sebuah ruangan kerja dengan konsep ABW tak hanya apik dan estetik, tapi memang dilayout dan didesain untuk memenuhi kebutuhan pegawai yang beragam. Kuncinya satu, perlu disiplin dari penghuninya untuk memanfaatkan fasilitas yang disediakan sesuai peruntukannya berdasarkan kebutuhan mereka masing-masing. Satu semester telah berlalu semenjak Biro Organta menempati kantor yang telah direnovasi memenuhi standard ABW. Dalam kurun waktu tersebut para pegawainya telah menunjukkan kenyamanan dalam menjalankan ritme pekerjaan barunya. Perubahan paling drastis yang dirasakan Bongsu justru terletak pada perubahan persepsinya dan rekan kerjanya kini miliki dalam memandang pekerjaan. ”Dulu kesannya kita terlihat bekerja hanya sebatas asal terlihat di ruangan, sekarang tuh dibebaskan proses kerja masing- masing pegawai sesuai gaya mereka sendiri, asal outputnya terpenuhi,” ucap Bongsu. Menyesuaikan tiap-tiap kebutuhan Terobosan dalam penerapan NTOW memang harus disesuaikan dengan kultur dan natur pekerjaan dari masing-masing kantor. Hal itu yang disadari Penny Febriana. Staf di Sekretariat Pengadilan Pajak (SetPP) ini menilai bahwa meskipun menarik, bisa jadi konsep ABW kurang cocok diterapkan di kantornya. Dara yang pekerjaan sehari-harinya harus berkutat dengan banyaknya berkas sengketa pajak ini merasa perlu konsentrasi dan kehati-hatian tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu, konsep kantor yang terbuka dirasa kurang pas untuk karakter kantor tersebut. Tapi ia tak memungkiri bahwa dibutuhkan setidaknya cozy room di mana pegawai dapat sejenak melepas penat setelah tenggelam dalam tumpukan berkas. “Topik ini memang lagi hangat dibahas di kantor,” tukasnya mengamini. Bagi Penny, terobosan di bidang NTOW yang paling cocok diterapkan di SetPP adalah terkait green and eco-friendly office . Ia mengakui kebijakan tersebut memang yang paling kerap digaungkan di kantornya. “Tugas kami memang administratif banget, jadi ya penggunaan kertasnya memang heavy . Tapi perlahan kini sudah sangat berkurang,” bebernya. Penny berharap penerapan kebijakan tersebut tak hanya berhenti di pengurangan penggunaan kertas semata. Teknologi kini telah mendisrupsi segala lini kehidupan. Pun baginya dalam pelaksanaan tugas dan pelayanan SetPP. Ia mencontohkan beberapa negara yang bahkan telah menyeleggarakan sidang virtual untuk kasus sengketa pajak. Sebuah inspirasi yang mungkin bisa ditiru Indonesia, namun itu memang butuh kesiapan ekstra. “Yang masih jadi PR kan memang kemudahan akses sistemnya pendukungnya, tapi harus didukung keamanan dalam mengelola data agar menjaga confidentiality -nya itu yang harus dipecahkan bersama,” imbuhnya. Tugas bersama mengubah paradigma Bisa dibilang seluruh unit yang menginisiasi Program IS RBTK di Kemenkeu telah sekuat tenaga menunjukkan tajinya. Contoh saja untuk penerapan ABW. Beberapa unit kerja telah ditunjuk untuk menjadi pilot project . Tak hanya kantor-kantor di pusat, tapi di penjuru Indonesia. Bahkan dari timur jauh KPKNL Ternate yang baru saja meresmikan gedung baru full penerapan NTOW yang dibangun dengan sumber daya lokal. Bisa dibilang Kementerian Keuangan memang selalu terdepan dalam perubahan. Reformasi birokrasi besar-besaran telah dilakukan sejak tahun 2008. Perubahan mungkin sudah menjadi DNA Kemenkeu. Menjawab tantangan zaman, kini Kemenkeu siap bertransformasi lebih massif lagi didukung 80 ribu pegawainya. Wabah COVID-19 yang kini menjadi pandemi dunia menuntut kantor-kantor di Kemenkeu melakukan work from home (WFH) bagi para pegawai. Kondisi ini memaksa penerapan terobosan flexible workplace and hour yang ada dalam IS RBTK dilaksanakan saat itu juga. Meski harus diakui penerapannya masih dalam kondisi yang tidak ideal tanpa persiapan matang. Namun, dalam waktu singkat beberapa inovasi bisa lahir untuk mengakomodir kebutuhan pegawai. Para pegawai pun semakin adaptif menyesuaikan ritme kerja baru mereka. Fasilitas pendukung akan terus dipenuhi dalam mendukung implementasi NTOW. Tapi yang harus menjadi dasar perubahan besar ini adalah perubahan cara pandang semua pihak dalam melaksanakan tugasnya. Esensi transformasi ini harus berangkat dari pemahaman kuat akan nilai- nilai Kemenkeu. Jika dilakukan serentak bersama akan berbuah kepercayaan antarinsan Kemenkeu untuk mengabdikan diri dan melayani negeri. “Yang terpenting dari NTOW ini harus ada pemahaman bahwa kita benar-benar kerja berbasis output, semua bisa ditakar dengan standard yang jelas. Bukan berdasar faktor lain,” ucap Bongsu menyatakan harapannya. Mengamini ucapan Bongsu, Penny menambahkan sedikit pendapat pamungkasnya, “Harus trust satu sama lain antara atasan dan bawahan. Jika koordinasinya masih birokratis dan hierarkis maka mimpi mengubah cara pandang kita tentang keseimbangan kehidupan dan pekerjaan akan percuma.” Z aman berganti, teknologi tiap hari mengalami inovasi yang tak kenal henti. Sebuah hal yang mustahil bila institusi sebesar Kemenkeu tidak adaptif dalam melakukan perubahan. Pilihannya hanya berubah jika tak mau dianggap kolot, terlebih harus tergilas roda zaman. Namun siapkah Kemenkeu untuk lebih luwes berubah? Secara hitam di atas putih, Kemenkeu telah menunjukkan keseriusannya. Menteri Keuangan sendiri yang telah meneken keputusan terkait implementasi inisiatif strategis program reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan (IS RBTK) dalam KMK Nomor 302/KMK.01/2019. Di dalamnya berisi 11 inisiatif dilengkapi detail komponen- komponen pendukung. Melepas sekat penyebab penat Salah satu terobosan dalam tema sentral New Thinking of Working (NTOW) adalah penetapan Activity Based Workplace (ABW) sebagai alternatif bentuk ruang kerja. Hal tersebut cukup mendapat sambutan antusias dari para pegawai, khususnya mereka para generasi muda. Ruang kerja kantor pemerintahan umumnya dikenal sumpek dan berat dengan furnitur- furnitur besar dan ketinggalan zaman. Tak hanya mengedepankan estetika semata, kini ruang kerja modern ini didesain agar membuat pegawai nyaman bekerja. Semuanya serba terbuka. Berbaur jadi satu tanpa sekat, tanpa silo. “Bisa saja hari ini aku duduk diapit Kasubag sama Kabag, dulu mana bisa begitu?” ucap Bongsu Kurniawan. Kantornya, Laporan Utama Salah satu terobosan dalam tema sentral NTOWadalah penetapan activity based workplace (ABW) sebagai alternatif bentuk ruang kerja Foto Andi Al Hamim
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
KEBIJAKAN PAJAK MENGHADAPI DAMPAK COVID-19 KEBIJAKAN PAJAK MENGHADAPI DAMPAK COVID-19 Pandemi COVID-19 telah berdampak terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan. Pemerintah berusaha melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional, salah satunya dengan memberikan kebijakan pajak . Penurunan Tarif PPh Badan Secara Bertahap Tarif umum turun dari 25% menjadi: 22% 20% 2020 2021 mulai 2022 19% 17% 2020 2021 mulai 2022 Tarif PPh Badan Go Public* 3% lebih rendah dari tarif umum: * Dengan persyaratan tertentu yang diatur oleh PP Perlakuan Pajak Kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Pengenaan PPN atas impor barang tidak berwujud dan jasa Pengenaan PPh/pajak transaksi elektronik atas kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang dilakukan oleh Subjek Pajak Luar Negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran signifikan Tata cara lebih lanjut akan diatur melalui Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan Bagi Wajib Pajak Permohonan keberatan diperpanjang menjadi 9 bulan Bagi DJP Perpanjangan jangka waktu penyelesaian: Permohonan restitusi melalui pemeriksaan menjadi 18 bulan Permohonan keberatan menjadi 18 bulan Permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi menjadi 12 bulan Permohonan pengurangan/pembatalan ketetapan pajak atau pembatalan hasil pemeriksaan menjadi 12 bulan Khusus untuk penyelesaian pencairan lebih bayar pajak diperpanjang 1 bulan dari 1 menjadi 2 bulan Perpanjangan Jangka Waktu Pengajuan oleh Wajib Pajak dan Penyelesaian oleh DJP PERPPU NOMOR 1 TAHUN 2O2O www.pajak.go.id/ covid19 Untuk info terkini terkait kebijakan DJP di masa pandemi COVID-19 silakan kunjungi Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto. Hingga 8 Mei 2020 saja, total etil alkohol yang diberikan pembebasan cukai mencapai 68.596.360 liter untuk sektor komersial dan 322.770 liter untuk sektor nonkomersial. “Jika tidak dibebaskan, tarif per liternya Rp20.000,” sebut Nirwala. Hingga awal Mei, total pengguna fasilitas dari sektor nonkomersial sudah mencapai 56 entitas, salah satunya Universitas Brawijaya. Ketua Satgas COVID-19 Universitas Brawijaya dr. Aurick Yudha Nagara, Sp.EM mengaku sangat terbantu dengan fasilitas tersebut. “Kami jelas merasakan manfaatnya,” ujarnya. Universitas Brawijaya membentuk Satgas COVID-19 dan meramu berbagai kegiatan, termasuk penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). “Kami menggunakan protokol yang ada di rumah sakit, yaitu penyediaan hand sanitizer . Rencananya beli sendiri, tetapi ternyata cost -nya mahal. Usut punya usut, Fakultas Pertanian ternyata memiliki mesin produksi. Lalu, komposisinya dari teman- teman Farmasi dan pengujiannya oleh teman-teman Mikrobiologi di Fakultas Kedokteran,” cerita dokter spesialias emergency medicine tersebut. Awalnya, hand sanitizer tersebut ditujukan untuk penggunaan internal kampus, termasuk mahasiswa profesi di rumah sakit pendidikan yang jumlahnya mencapai 700 orang. Namun, kemudian hand sanitizer tersebut juga dipasok ke rumah sakit pendidikan, pondok pesantren, lapas di area Malang, serta beberapa instansi pemerintahan. “Produksi tetap akan kami lanjutkan karena ancaman COVID-19 masih terus ada,” ungkapnya. Kebijakan DJBC lainnya ialah fasilitas penundaaan pembayaran cukai. Pemesanan pita cukai yang diajukan oleh pengusaha pabrik pada 9 April-9 Juli 2020 diberikan penundaan pembayaran selama 90 hari. “Per 30 April 2020, sudah 78 pabrik memanfaatkan fasilitas penundaan pembayaran cukai dengan nilai cukai lebih dari Rp10,5 triliun,” kata Nirwala. Selain itu, DJBC juga menerbitkan relaksasi ketentuan impor alat kesehatan untuk penanganan COVID-19 berupa pembebasan dari kewajiban izin edar. dalam penanganan Covid-19, yakni penyesuaian alokasi TKDD, refocusing TKDD, relaksasi penyaluran TKDD, dan refocusing belanja APBD agar fokus pada penanganan Covid-19. Perpres 54/2020 mengamanatkan penyesuaian atau penghematan alokasi TKDD. “Total penghematan TKDD sekitar Rp94,2 triliun. Dari angka itu, kita harapkan daerah bisa melakukan realokasi dan refocusing untuk intervensi penanganan Covid-19, terutama bagi tiga hal utama tadi,” ujar pria yang pernah menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara tersebut. Pihaknya meminta daerah untuk melakukan perhitungan kembali anggarannya. Untuk mempercepat penyesuaian APBD, Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dengan mengeluarkan surat keputusan bersama (SKB). Hingga awal Mei, Astera menyatakan daerah yang patuh dengan SKB tersebut masih sedikit. “Saat awal SKB, ada sekitar 380 daerah yang terpaksa kita sanksi. DAU-nya hanya kita bayarkan 65 persen. Tapi begitu daerah melakukan perbaikan, DAU langsung kita salurkan di kesempatan pertama tidak menunggu bulan berikutnya,” jelas Astera. Ia menyebut langkah itu manjur meningkatkan kepatuhan daerah. “Ini suatu hal yang saya rasa baik. Sebenarnya kapasitas daerah untuk menangani Covid-19 masih ada, dalam arti mereka masih memiliki space, sepanjang mereka disiplin dalam melakukan realokasi dan refocusing anggaran,” tutur Astera. Hingga minggu kedua bulan Mei, space dimaksud sudah di kisaran Rp57 triliun dan angkanya masih akan terus bergerak. “Ini meningkatkan kepercayaan diri. Kita yakin daerah masih punya kemampuan untuk menangani Covid-19,” tutupnya. “Kita juga ada PMK yang bersama Ditjen Bea Cukai, yaitu PMK 34/2020. Pajak dalam rangka impor tidak dipungut dulu karena dibutuhkan kecepatan atas pengadaan barang-barang yang dalam kondisi normal juga diperlukan tapi tidak sebanyak sekarang,” Hestu Yoga Saksama Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas), DJP Dorong Pemda lakukan refocusing "Kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) juga memiliki concern pada tiga hal tadi. Mulai dari kesehatan, bantuan sosial, hingga penguatan ekonomi, termasuk di dalamnya UMKM," Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti menegaskan. Secara garis besar, terdapat empat pokok kebijakan TKDD
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu ‘WHATEVER IT TAKES’ P ola permintaan ( demand ) dan penawaran ( supply ) di seluruh dunia berubah akibat COVID-19 yang secara alamiah membentuk kebiasaan baru dalam perekonomian. Menyikapi kondisi ini pemerintah telah menyusun beragam program yang menyasar pemulihan ekonomi, baik di sisi demand maupun supply . Pemerintah pun telah merevisi APBN 2020 untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam revisi baru, pemerintah memperluas defisit anggaran menjadi 6,34 persen dari PDB. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Nathan Kacaribu, mengenai upaya pemulihan ekonomi nasional. Apa tujuan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)? Program PEN ini ditujukan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat serta memulihkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Kita mulai dari rumah tangga masyarakat yang paling rentan, lalu ke sektor usaha, lagi-lagi kita lihat yang paling rentan yaitu UMi dan UMKM. Lalu dengan logika yang sama kita menciptakan kredit modal kerja untuk korporasi. Kita juga akan berikan special tretament untuk sektor pariwisata, perdagangan, dan pabrik-pabrik padat Salah satu yang juga sedang didorong dan cukup efektif adalah bentuk penjaminan kredit modal kerja dan dipasangkan dengan penempatan dana murah di perbankan. Nah, ini sudah jalan tiga minggu, pemerintah menempatkan Rp30 triliun di Bank Himbara lalu didorong dengan penjaminan itu kemudian sekarang sudah tercipta lebih dari Rp20 triliun kredit modal kerja baru. Untuk insentif perpajakan masih belum optimal karena wajib pajak yang berhak untuk memanfaatkan insentif tidak mengajukan permohonan dan perlunya sosialisasi yang lebih masif dengan melibatkan stakeholders terkait. Merespon hal ini, kita melakukan simplifikasi prosedur agar lebih mudah dijalankan oleh calon beneficiary. Upaya apa yang dilakukan untuk perbaikan program PEN? Setiap kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan dalam rangka program PEN, termasuk monitoring dan evaluasi yang kita lakukan setiap minggu akan mengikuti kondisi perekonomian saat ini. Semua program kita evaluasi, mana yang jalan dan mana yang kurang. Yang kurang efektif siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat atau diganti programnya dan sebagainya supaya bisa diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sampai kapan program PEN dilangsungkan? Pemerintah akan meneruskan kebijakan yang bersifat preventif dan adaptif dengan perkembangan kasus dan dampak dari COVID -19. Meski tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai terlihat namun pemulihan pasti terjadi perlahan-lahan. Karena selama belum ditemukan obat atau vaksin yang efektif tentunya kita masih dihadapkan dengan risiko inheren. Nah, risiko ini yang terus kita asess . Yang pasti, tujuan pemerintah adalah terus membantu masyarakat yang terdampak COVID-19. Bagaimana mitigasi risiko dalam upaya pemulihan ekonomi? Saat ini kita dalam suasana krisis dan kita ingin mendorong perekonomian agar pulih sesegera mungkin. Risiko ekonomi yang lebih besar adalah resesi. Untuk itu jangan sampai kita gagal menstimulasi ekonomi, padahal kita memang sudah ada budget nya. Itu yang menjadi tantangan dan menjadi cambuk bagi kita pemerintah setiap hari, supaya kita bisa lebih efektif. Pemerintah melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mendorong pemulihan aktivitas ekonomi. Kita tidak mau resesi, kita tidak mau jumlah pengangguran dan orang miskin bertambah. Pemerintah siap memberikan support supaya momentum pemulihan ini semakin besar meskipun risikonya juga masih ada. Yang terpenting tata kelolanya baik dan risiko dihitung dengan baik. Semuanya di well measured, kita tahu risikonya, kita bandingkan dengan risiko yang lebih besar, kita pilih kebijakan yang me minimize dampak yang paling berat bagi perekonomian dan masyarakat kita secara keseluruhan. Penambahan anggaran PEN menjadi Rp695,2 triliun diikuti dengan pelebaran defisit 6,34 persen saat ini. Bagaimana posisi fiskal dalam kondisi tersebut? Kita punya ruang untuk bergerak secara fiskal karena selama ini kita melakukan kebijakan makro yang hati-hati dan prudent. Karena kita sudah melakukan disiplin fiskal yang cukup ketat selama bertahun-tahun, sehingga rasio utang kita rendah maka itu membuat kita punya ruang untuk melakukan pelebaran defisit sampai tiga tahun. Negara lain tidak banyak yang punya privilege itu, bahkan tahun ini banyak yang defisitnya double digit. Saat ini defisit kita 6,34 persen, tahun depan kita akan turun ke sekitar 4,7 persen, tahun depannya lagi akan turun ke tiga koma sekian. Tahun 2023 kita tetap commited untuk balik ke disiplin fiskal sebelumnya di bawah 3 persen. Apa prinsip utama dalam mengambil kebijakan fiskal di tengah ketidakpastian waktu berakhirnya krisis pandemi ini? “Whatever it takes ”(apapun yang diperlukan), itu sudah pasti menjadi prinsip utama, tapi dalam konteks kita mau melindungi masyarakat sebanyak-banyaknya. Kita berupaya agar pengangguran dan kemiskinan tidak bertambah banyak. Bagaimana memberikan kebijakan yang benar- benar bisa berdampak kepada masyarakat, itu fokus kita. Prinsip lainnya tepat sasaran, akseleratif, gotong royong, seperti kebijakan burden sharing yang pemerintah lakukan dengan BI. Dan yang harus selalu diingat adalah untuk menghindari moral hazard . Pemerintah juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum (Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK) untuk memastikan proses pembuatan kebijakan, serta pengawalan dalam implementasi program PEN ini sesuai dengan aturan yang berlaku. Bagaimana pendapat Bapak terhadap pembentukan Komite Penanganan COVID-19 dan PEN? Saya pikir itu sangat bagus untuk koordinasi. PEN ini kan melibatkan banyak K/L misalnya untuk Kesehatan, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) nya Kementerian Kesehatan, subsidi bunga untuk KUR dan non-KUR ada di Kementerian Koperasi, penjaminan KPA-nya Kementerian BUMN, dsb. Di samping itu, penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi ini harus dilihat sebagai satu big picture . Harus ada pertimbangan yang serius dan seimbang antara risiko kesehatan dengan risiko resesi ekonomi. Semua ini kan perlu diorkestrasi dengan baik. Tugas koordinator untuk bisa membuat ini lebih terintegrasi. Apa harapan Bapak terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam kaitannya dengan kebijakan PEN? Saya pikir ini memang tanggung jawab dari kita semua karena ekonomi ini sebenarnya hanya satu aspek dari kehidupan bangsa ini. Kehidupan di balik angka-angka itu lebih penting. Kalau aktivitas ekonominya jalan tapi kita tidak disiplin mengikuti protokol kesehatan ya risikonya terlalu besar. Intinya ini benar-benar memang harus kombinasi dari disiplin masyarakat dan kebijakan yang benar dan efektif. Keduanya harus jalan bersama dengan seimbang. karya yang kita asess terdampak sangat dalam dan cukup lama. Jadi semua ini bertahap kita asess secara well measure . Pelan-pelan kita mulai dorong aktivitas perekonomian. Dengan adanya program PEN diharapkan kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat krisis pandemi dan pembatasan aktivitas tidak terlalu dalam. Bagaimana efektivitas program PEN sejauh ini? Sejauh ini di sisi rumah tangga yakni perlindungan sosial relatif paling efektif. Namun di sisi lain memang masih cukup menantang. Untuk kesehatan, penyerapannya masih rendah karena kendala pada pelaksanaan di lapangan seperti keterlambatan klaim biaya perawatan dan insentif tenaga kesehatan karena kendala administrasi dan verifikasi yang rigid . Tapi bulan Juli ini sudah dipercepat dengan adanya revisi KepMenkes. Selanjutnya, dukungan untuk UMKM sudah mulai berjalan, khususnya subsidi bunga untuk KUR. Ini memang cukup menantang karena melibatkan puluhan bank dan lembaga keuangan yang kapasitas teknologi pengolahan datanya tidak sama. Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Foto Dok. BKF