JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Dokumen Hukum
    • Peraturan
    • Monografi
    • Artikel Hukum
    • Putusan Pengadilan
  • Informasi
    • Regulasi
      • Infografis Regulasi
      • Simplifikasi Regulasi
      • Direktori Regulasi
      • Video Sosialisasi
      • Kamus Hukum
    • Informasi Penunjang
      • Tarif Bunga
      • Kurs Menteri Keuangan
      • Berita
      • Jurnal HKN
      • Statistik
  • Perihal
    • Tentang Kami
    • Struktur Organisasi
    • Anggota JDIHN
    • Prasyarat
    • Kebijakan Privasi
    • FAQ
    • Website Lama
    • Hubungi Kami
  • Situs Lama
JDIHN LogoKemenkeu Logo
  • Situs Lama

Filter

Jenis Dokumen Hukum
Publikasi
Status
Tajuk Entri Utama
Nomor
Tahun
Tema
Label
Tersedia Konsolidasi
Tersedia Terjemahan

FAQ
Prasyarat
Hubungi Kami
Kemenkeu Logo

Hak Cipta Kementerian Keuangan.

  • Gedung Djuanda I Lantai G Jl. Dr. Wahidin Raya No 1 Jakarta 10710
  • Email:jdih@kemenkeu.go.id
  • Situs JDIH Build No. 12763
JDIH Kemenkeu
  • Profil
  • Struktur Organisasi
  • Berita JDIH
  • Statistik
  • Situs Lama
Tautan JDIH
  • JDIH Nasional
  • Sekretariat Negara
  • Sekretariat Kabinet
  • Kemenko Perekonomian
  • Anggota Lainnya
Temukan Kami
Ditemukan 785 hasil yang relevan dengan "peraturan perpajakan bagi perusahaan multinasional "
Dalam 0.022 detik
Thumbnail
Tidak Berlaku
PENCUCIAN UANG | TINDAK PIDANA
UU 15 TAHUN 2002

Tindak Pidana Pencucian Uang.

  • Ditetapkan: 17 Apr 2002
  • Diundangkan: 17 Apr 2002
Thumbnail
Tidak Berlaku
BARANG/JASA | PEDOMAN PELAKSANAAN
Kpres 80 TAHUN 2003

Pedoman Pelaksanaa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

  • Ditetapkan: 03 Nov 2003
  • Diundangkan: 03 Nov 2003

Relevan terhadap

Pasal 47Tutup
(1)

Instansi

pemerintah wajib mensosialisasikan dan memberikan bimbingan teknis secara

intensif kepada semua pejabat perencana, pelaksana, dan pengawas di

lingkungan instansinya yang terkait agar Keputusan Presiden ini dapat

dipahami dan dilaksanakan dengan baik dan benar. (2) Instansi

pemerintah bertanggung jawab atas pengendalian pelaksanaan pengadaan

barang/jasa termasuk kewajiban mengoptimalkan penggunaan produksi dalam

negeri, perluasan kesempatan berusaha bagi usaha kecil termasuk koperasi

kecil. (3) Pengguna

barang/jasa setiap triwulan wajib melaporkan realisasi pengadaan barang/jasa

secara kumulatif kepada pimpinan instansinya. (4) Instansi

pemerintah wajib mengumumkan secara terbuka rencana pengadaan barang/jasa

setiap awal pelaksanaan tahun anggaran. (5) Pemimpin

instansi pemerintah wajib membebaskan segala bentuk pungutan biaya yang

berkaitan dengan perijinan dalam rangka pengadaan barang/jasa pemerintah

kepada usaha kecil termasuk koperasi kecil. (6) Instansi

pemerintah dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun dalam pengadaan

barang/jasa pemerintah kecuali pungutan perpajakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 11Tutup
(1)

Persyaratan penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan adalah

sebagai berikut : memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan usaha/kegiatan

sebagai penyedia barang/jasa; memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk

menyediakan barang/jasa; tidak

dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak

sedang dihentikan, dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama

perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana; secara

hukum mempunyai kapasitas menandatangani kontrak; sebagai

wajib pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir,

dibuktikan dengan melampirkan fotokopi bukti tanda terima penyampaian

Surat Pajak Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) tahun terakhir,

dan fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 29; dalam

kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir pernah memper-oleh pekerjaan

menyediakan barang/jasa baik di lingkungan pemerintah maupun swasta

termasuk pengalaman subkontrak, kecuali penyedia barang/jasa yang baru

berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun; memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan, dan fasilitas lain yang

diperlukan dalam pengadaan barang/jasa; tidak

masuk dalam daftar hitam; memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan pos; khusus

untuk penyedia barang/jasa orang perseorangan persyaratannya sama dengan

di atas kecuali huruf f. Tenaga

ahli yang akan ditugaskan dalam melaksanakan pekerjaan jasa konsultansi

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: memiliki Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP) dan bukti penyelesaian kewajiban

pajak; lulusan

perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta yang telah

diakreditasi oleh instansi yang berwenang atau yang lulus ujian negara,

atau perguruan tinggi luar negeri yang ijasahnya telah disahkan/diakui

oleh instansi pemerintah yang berwenang di bidang pendidikan tinggi; mempunyai pengalaman di bidangnya.

(3)

Pegawai

negeri, pegawai BI, pegawai BHMN/BUMN/BUMD dilarang menjadi penyedia

barang/jasa, kecuali yang bersangkutan mengambil cuti di luar tanggungan

negara/BI/BHMN/BUMN/ BUMD. (4) Penyedia

barang/jasa yang keikutsertaannya menimbulkan pertentangan kepentingan

dilarang menjadi penyedia barang/jasa. (5) Terpenuhinya persyaratan penyedia barang/jasa dinilai melalui proses

prakualifikasi atau pascakualifikasi oleh panitia/pejabat pengadaan.

Pasal 49Tutup
(1)

Kepada

para pihak yang ternyata terbukti melanggar ketentuan dan prosedur

pengadaan barang/jasa, maka : a.   dikenakan

sanksi administrasi; b.   dituntut

ganti rugi/digugat secara perdata; c.   dilaporkan

untuk diproses secara pidana. (2) Perbuatan

atau tindakan penyedia barang/jasa yang dapat dikenakan sanksi adalah : berusaha mempengaruhi panitia pengadaan/pejabat yang berwenang dalam

bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna

memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur

yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan/kontrak, dan atau

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; melakukan persekongkolan dengan penyedia barang/jasa lain untuk mengatur

harga penawaran di luar prosedur pelaksanaan pengadaan barang/jasa

sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan

persaingan yang sehat dan/atau merugikan pihak lain; membuat

dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar

untuk memenuhi persyaratan pengadaan barang/jasa yang ditentukan dalam

dokumen pengadaan; mengundurkan diri dengan berbagai alasan yang tidak dapat dipertanggung

jawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh panitia pengadaan; tidak

dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan kontrak secara

bertanggung jawab; (3) Atas

perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dikenakan

sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

yang didahului dengan tindakan tidak mengikutsertakan penyedia barang/jasa

yang terlibat dalam kesempatan pengadaan barang/jasa pemerintah yang

bersangkutan. (4) Pemberian

sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dilaporkan oleh pengguna

barang/jasa atau pejabat yang berwenang lainnya kepada : Menteri/Panglima

TNI/Kepala Polri/Pemimpin Lembaga/ Gubernur/Bupati/ Walikota/Dewan

Gubernur BI/Pemimpin BHMN/ Direksi BUMN/BUMD; Pejabat

berwenang yang mengeluarkan izin usaha penyedia barang/jasa yang

bersangkutan. (5) Kepada

perusahaan non usaha kecil termasuk non koperasi kecil yang terbukti

menyalahgunakan kesempatan dan/atau kemudahan yang diperuntukkan

bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil  dikenakan sanksi

sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha

Kecil.

Thumbnail
Tidak Berlaku
PETUNJUK PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN | RADAR
80/PMK.05/2007

Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar ...

  • Ditetapkan: 18 Jul 2007
  • Diundangkan: 18 Jul 2007
Thumbnail
PELUNASAN | PAJAK PENGHASILAN
PP 47 TAHUN 1994

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan

  • Ditetapkan: 27 Des 1994
  • Diundangkan: 27 Des 1994

Relevan terhadap

Pasal 5Tutup

Dalam praktek dunia usaha dapat ditemui belum adanya keseragaman mengenai saat pengakuan penghasilan dan biaya untuk bidang-bidang usaha tertentu, sehingga menimbulkan perbedaan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak. Dapat pula terjadi kemungkinan penggeseran penghasilan dan biaya yang dapat mengakibatkan penghitungan penghasilan dalam suatu tahun pajak secara tidak wajar. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menentukan saat pengakuan penghasilan dan biaya bagi bidang usaha tertentu seperti perusahaan yang bergerak dalam bidang properti dan pengusahaan lapangan golf.

MenimbangTutup

bahwa sehubungan dengan berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dan untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat dalam memahami dan memenuhi kewajiban perpajakan, khususnya pajak atas penghasilan, serta bagi aparatur perpajakan dalam melakukan penyuluhan, pembinaan, dan pengawasan, dipandang perlu mengatur mengenai penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan dengan Peraturan Pemerintah;

Thumbnail
PENYELENGGARAAN | KEGIATAN
PP 45 TAHUN 1995

Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal

  • Ditetapkan: 30 Des 1995
  • Diundangkan: 30 Des 1995

Relevan terhadap

Pasal 37Tutup

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan Perusahaan Efek berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 40Tutup

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyelenggaraan kegiatan Wakil Perusahaan Efek berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan oleh Bapepam.

Pasal 12Tutup

Saham Bursa Efek yang dimiliki oleh Perusahaan Efek merupakan jaminan atas transaksi Efek yang dilakukan oleh Perusahaan Efek yang bersangkutan. Untuk itu, maka surat saham Bursa Efek tersebut wajib diserahkan kepada Lembaga Kliring dan Penjaminan. Dengan penyerahan surat saham Bursa Efek tersebut, Lembaga Kliring dan Penjaminan diberi kuasa berdasarkan Peraturan Pemerintah ini untuk menjual saham Bursa Efek tersebut bagi pemenuhan kewajiban-kewajiban yang timbul sehubungan dengan transaksi Efek yang dilakukannya.

Thumbnail
DIPERBOLEHKAN BEKERJA | KONVENSI ILO
UU 20 TAHUN 1999

Pengesahan Ilo Convention No. 138 Concerning Minimum Age For Admission To Employment (Konvensi Ilo Mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja). ...

  • Ditetapkan: 07 Mei 1999
  • Diundangkan: 07 Mei 1999

Relevan terhadap

Pasal 6Tutup

Konvensi ini tidak berlak bagi pekerjaan yang dilakukan oleh anak dan orang muda di sekolah umum, kejuruan atau teknik atau di lembaga latihan lain, atau bagi pekerjaan yang dilakukan oleh orang muda yang sekurang-kurangnya berusia 14 tahun dalam perusahaan, bila pekerjaan itu dilakukan sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pengusaha yang berwenang setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja yang berkepentingan, jika ada, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari (a) suatu program pendidikan atau pelatihan yang penanggung jawab utramanya adalah suatu sekolah atau lembaga pelatihan; (b) program latihan yang untuk sebagian besar atau seluruhnya dilaksanakan dalam suatu perusahaan yang programnya telah disetujui oleh oenguasa yang berwenang; atau (c) suatu program bimbingan atau orientasi yang disusun untuk mempermudah pemilihan jabatan atau jalur pelatihan. Pasal 7 1. Peraturan atau perundang-undangan nasional dapat memperbolehkan mempekerjakannya orang berusia 13-15 tahun dalam pekerjaan ringan yang (a) tidak berbahaya bagi kesehatan dan perkembangan mereka; (b) tidak mengganggu kehadiran mereka mengikuti pelajaran sekolah , mengikuti orientasi kejuruan atau program latihan yang disetujui oleh penguasa yang berwenang atau kemampuan mereka mendapatkan manfaat dari pelajaran yang diterima.

2.

Peraturan atau perundang-udnangan nasional dapat juga memperbolehkan mempekerjakan orang yang berusia sekurang-kurangnya 15 tahun akan tetapi belum menyelesaikan pendidikan sekolah wajib dalam pekerjaan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam sub (a) dan (b) ayat (1) Pasal ini.

3.

Pengusaha yang berwenang wajib menetapkan kegiatan pada pekerjaan yang diperbolehkan berdasarkan ayat (1) dan (2) Pasal ini wajib menetapkan jumlah jam kerja dan kondisi yang harus dipenuhi dalam melakukan pekerjaan dimaksud.

4.

Tanpa mengabaikan ketentuan ayat (1) dan (2) Pasal ini, Anggota yang telah menyatakan tunduk kepada ketentuan ayat (4) Pasal 2, selama masih dikehendaki dapat menggantikan usia 12 dan 14 tahun untuk usia 13 dan 15 tahun pada ayat (1), dan usia 14 tahun untuk usia 15 tahun pada ayat (2) Pasal ini. Pasal 8 1. Setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja yang berkepentingan, jika ada, penguasa yang berwenang, dengan izin yang diberikan untuk kasus individual boleh mengecualikan larangan bekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Konvensi ini untuk maksud tertentu, seperti keikutsertaan dalam pertunjukan kesenian.

2.

Izin yang diberikan itu harus membatasi jumlah jam dan kondisi kerja untuk diperbolehkan bekerja. Pasal 9 1. Segala tindakan yang perlu, termasuk penentuan hukuman yang memadai, harus diambil oleh pengusaha yang berwenang untuk menjamin pelaksanaan yang r\efektif dari ketentuan Konvensi ini.

2.

Peraturan atau perundang-undangan nasional wajib menetapkan orang-orang yang bertanggung jawab terhadap penataan ketentuan Konvensi ini.

3.

Peraturan atau perundang-undangan nasional, atau penguasa yang berwenang wajib menetapkan catatan atau dokumen lain yang harus disimpan dan disediakan oleh pengusaha; catatan atau dokumen itu harus memuat nama dan usia atau tanggal lahir, yang disahkan bila mungkin, mengenai orang-orang yang dipekerjakannya atau yang bekerja untuknya dan yang berusia di bawah 18 tahun. Pasal 10 1. Konvensi ini merevisi menurut ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal ini, Konvensi Usia Minimum (Industri), 1919, Konvensi Usia Minimum (Laut), 1920, Konvensi Usia Minimum (Pertanian), 1921, Konvensi Usia Minimum (Penghias dan Juru Api), 1921, Konvensi Usia Minimum (Pekerjaan Non Industri), 1932, Konvensi (Revisi), Usia Minimum (Laut), 1936, Konvensi (Revisi) Usia Minimum (Industri), 1937, Konvensi (Revisi) Usia Minimun (Pekerjaan Non Industri), 1937, Konvensi Usia Minimum (Nelayan), 1959, dan Konvensi Usia Minimum (Kerja Bawah Tanah), 1965.

2.

Pemberlakuan Konvensi ini tidak menutup kemungkinan untuk meratifikasi Konvensi (Revisi) Usia Minimum (Laut), 1936, Konvensi (Revisi) Usia Minimum (Industri), 1937, Konvensi (Revisi) Usia Minimum (Pekerjaan Non Indoustri), 1937, Konvensi Usia Minimum (Nelayan), 1959, Konvensi Usia Minimum (Kerja Bawah Tanah), 1965.

3.

Konvensi Usia Minimum (Industri), 1919, Konvensi Usia Minimum (Laut), 1920, Konvensi Usia Minimum (Pertanian), 1921, dan Konvensi Usia Minimum (Penghias dan Juru Api), 1921, akan tertutup untuk diratifikasi lebih lanjut, jika semua pihak yang telah meratifikasinya setuju untuk menutupnya dengan diratifikasinya Konvensi ini atau dengan suatu deklarasi yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor Ketenagakerjaan Internasional.

4.

Jika kewajiban-kewajiban Konvensi ini diterima (a) oleh Anggota yang merupakan pihak pada Konvensi (Revisi) Usia Minimum (Industri), 1937, dan telah menetapkan usia minimum tidak kurang dari 15 tahun mwnurut ketentuan Pasal 2 Konvensi ini, demi hukum, hal tersebut dengan sendirinya membatalkan Konvensi itu dengan segera, (b) dalam hal pekerjaan non industri sebagaimana dimaksud dalam Konvensi Usia Minimum (Pekerjaan Non Industri), 1932, oleh Anggota yang merupakan pihak pada Konvensi itu, demi hukum, hal tersebut dengan sendirinya membatalkan Konvensi itu dengan segera. (c). dalam hal pekerjaan non industri sebagimana ditetapkan dalam Konvensi (Revisi) Usia Minimum (Pekerjaan Non Industri), 1937, oleh Anggota yang merupakan pihak pada Konvensi itu dan telah menetapkan usia minimum tidak kurang dari 15 tahun berdasarkan Pasal dua Konvensi ini, demi hukum, hal tersebut dengan sendirinya membatalkan Konvensi itu dengan segera, (d) dalam hal pekerjaan maritim, oleh Anggota yang merupakan pihak pada Konvensi (Revisi) Usia Minimum (Laut), 1936, dan telah menetapkan usia minimum kurang dari 15 tahun berdasarkan Pasal 2 Konvensi ini atau Anggota itu menetapkan bahwa Pasal 3 Konvensi ini berlaku bagi pekerjaan maritim, demi hukum, hal tersebut dengan sendirinya membatalkan Konvensi itu dengan segera, (e). dalam hal pekerjaan perikanan maritim, oleh Anggota yang merupakan pihak pada Konvensi Usia Minimum (Nelayan), 1959, dan telah menetapkan usia minimum tidak kurang dari 15 tahun berdasarkan Pasal 2 Konvensi ini, atau Anggota itu telah menetapkan bahwa Pasal 3 Konvensi ini berlaku bagi pekerjaan perikanan maritim, demi hukum, hal tersebut dengan sendirinya membatalkan Konvensi itu dengan segera, (f) oleh Anggota yang merupakan pihak pada Konvensi Usia Minimum Kerja (Kerja Bawah Tanah), 1965, dan usia minimum tidak kurang dari usia yang ditetapkan berdasarkan Konvensi itu juga ditetapkan berdasarkan Pasal 2 Konvensi ini atau Anggota itu menetapkan bahwa usia itu berlaku bagi pekerjaan di bawah tanah dalam pertambangan berdasarkan Pasal 3 Konvensi ini, demi hukum hal tersebut dengan sendirinya membatalkan Konvensi itu dengan segera jika dan bila Konvensi ini mulai berlaku.

5.

Perincian kewajiban Konvensi ini berarti (a) Harus membatalkan Konvensi Usia Minimum (Industri), 1919, sesuai dengan pasal 12 Konvensi itu, (b) dalam hal pertamian, harus membatalkan Konvensi Usia Minimum (Pertanian), 1921, sesuai dengan Pasal 9 Konvensi itu, (c) dalam hal pekerjaan maritim, harus membatalkan Konvensi Usia Minimum (Laut), 1920, sesuai dengan Pasal 10 Konvensi itu dengan Konvensi Usia Minimum (Penghias dan Juru Api), 1921, sesuai dengan Pasal 12 Konvensi itu, Jika dan bila Konvensi ini mulai berlaku.

Thumbnail
KEHUTANAN | HUKUM LINGKUNGAN
UU 41 TAHUN 1999

Kehutanan

  • Ditetapkan: 30 Sep 1999
  • Diundangkan: 30 Sep 1999

Relevan terhadap

Pasal 12Tutup

Dalam pelaksanaan di lapangan, kegiatan pengukuhan kawasan hutan tidak selalu harus mendahului kegiatan penatagunaan hutan, karena pengukuhan kawasan hutan yang luas akan memerlukan waktu lama. Agar diperoleh kejelasan fungsi hutan pada salah satu bagian tertentu, maka kegiatan penatagunaan hutan dapat dilaksanakan setidak-tidaknya setelah ada penunjukan. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Inventarisasi hutan tingkat nasional menjadi acuan pelaksanaan inventarisasi tingkat yang lebih rendah. Inventarisasi untuk semua tingkat, dilaksanakan terhadap hutan negara maupun hutan hak. Ayat (4) Dimaksud dengan neraca sumber daya hutan adalah suatu informasi yang dapat menggambarkan cadangan sumber daya hutan, kehilangan dan penggunaan sumber daya hutan, sehingga pada waktu tertentu dapat diketahui kecenderungannya, apakah surplus atau defisit jika dibandingkan dengan waktu sebelumnya. Ayat (5) Inventarisasi hutan merupakan bagian dari perencanaan kehutanan, sehingga materi pengaturannya akan dirangkum dalam Peraturan Pemernitah yang mengatur tentang perencanaan kehutanan. Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:

a.

tata cara;

b.

mekanisme pelaksanaan;

c.

pengawasan dan pengendalian; dan

d.

sistem informasi. Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Penunjukan kawasan hutan adalah kegiatan persiapan pengukuhan kawasan hutan, antara lain berupa:

a.

pembuatan peta penunjukan yang bersifat arahan tentang batas luar;

b.

pemancangan batas sementara yang dilengkapi dengan lorong-lorong batas;

c.

pembuatan parit batas pada lokasi-lokasi rawan; dan

d.

pengumuman tentang rencana batas kawasan hutan, terutama di lokasi-lokasi yang berbatasan dengan tanah hak. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Penatagunaan hutan merupakan bagian dari perencanaan kehutanan, sehingga materi pengaturannya dirangkum dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang perencanaan kehutanan. Peraturan Pemerintah dimaksud antara lain memuat kriteria atau persyaratan hutan dan kawasan hutan sesuai dengan fungsi pokoknya. Pasal 17 Ayat (1) Yang dimaksud dengan wilayah pengelolaan hutan tingkat propinsi adalah seluruh hutan dalam wilayah propinsi yang dapat dikelola secara lestari. Yang dimaksud dengan wilayah pengelolaan hutan tingkat kabupaten/kota adalah seluruh hutan dalam wilayah kabupaten/kota yang dapat dikelola secara lestari. Yang dimaksud dengan unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari, antara lain kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL), kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP), kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK), kesatuan pengelolaan hutan kemasyarakatan (KPHKM), kesatuan pengelolaan hutan adat (KPHA), dan kesatuan pengelolaan daerah aliran sungai (KPDAS). Ayat (2) Dalam penetapan pembentukan wilayah pengelolaan tingkat unit pengelolaan, juga harus mempertimbangkan hubungan antara masyarakat dengan hutan, aspirasi, dan kearifan tradisional masyarakat. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Yang dimaksud dengan penutupan hutan (forest coverage) adalah penutupan lahan oleh vegetasi dengan komposisi dan kerapatan tertentu, sehingga dapat tercipta fungsi hutan antara lain iklim mikor, tata air, dan tempat hidup satwa sebagai satu ekosistem hutan. Yang dimaksud dengan optimalisasi manfaat adalah kesinambungan antara manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekosistem secara lestari. Ayat (2) Dengan mempertimbangkan bahwa Indonesia merupakan negara tropis yang sebagian besar mempunyai curah dan intensitas hujan yang tinggi, serta mempunyai konfigurasi daratan yang bergelombang, berbukit dan bergunung yang peka akan gangguan keseimbangan tata air seperti banjir, erosi, sedimentasi, serta kekurangan air, maka ditetapkan luas kawasan hutan dalam setiap daerah aliran sungai (DSA) dan atau pulau, minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas daratan. Selanjutnya Pemerintah menetapkan luas kawasan hutan untuk setiap propinsi dan kabupaten/kota berdasarkan kondisi biofisik, iklim, penduduk, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, bagi propinsi dan kabupaten/kota yang luas kawasan hutannya, di atas 30% (tiga puluh persen), tidak boleh secara bebas mengurangi luas kawasan hutannya dari luas yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu luas minimal tidak boleh dijadikan dalih untuk mengkonservasi hutan yang ada, melainkan sebagai peringatan kewaspadaan akan pentingnya hutan bagi kualitas hidup masyarakat. Sebaiknya, bagi propinsi dan kabupaten/kota yang luas kawasan hutannya kurang dari 30% (tiga puluh persen), perlu menambah luas hutannya. Pasal 19 Ayat (1) Penelitian terpadu dilaksanakan untuk menjamin objektivitas dan kualitas hasil penelitian, maka kegiatan penelitian diselenggarakan oleh lembaga Pemerintah yang mempunyai komptensi dan memiliki otoritas ilmiah (scientific authority) bersama-sama dengan pihak lain yang terkait. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis", adalah perubahan yang berpengaruh terhadap kondisi biofisik seperti perubahan iklim, ekosistem, dan gangguan tata air, serta dampak sosial ekonomi masyarakat bagi kehidupan generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Ayat (3) Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:

a.

kriteria fungsi hutan, b. cakupan luas, c. pihak-pihak yang melaksanakan penelitian, dan d. tata cara perubahan. Pasal 20 Ayat (1) Dalam menyusun rencana kehutanan di samping mengacu pada Pasal 13 sebagai acuan pokok, harus diperhatikan juga Pasal 11, Pasal 14, Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Penyusunan rencana kehutanan merupakan bagian dari perencanaan kehutanan. Peraturan Pemerintah tentang perencanaan kehutanan mamuat aturan antara lain a. jenis-jenis rencana, b. tata cara penyusunan rencana kehutanan, c. sistem perencanaan, d. proses perencanaan, e. koordinasi, dan f. penilaian. Pasal 21 Hutan merupakan amanah Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu pengelolaan hutan dilaksanakan dengan dasar akhlak mulia untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian pelaksanaan setiap komponen pengelolaan hutan harus memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat, aspirasi dan persepsi masyarakat, serta memperhatikan hak-hak rakyat dan oleh karena itu harus melibatkan masyarakat setempat. Pengelolaan hutan pada dasarnya menjadi kewenangan Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah. Mengingat berbagai kekhasan daerah serta kondisi sosial dan lingkungan yang sangat berkait dengan kelestarian hutan dan kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan kemampuan pengelolaan secara khusus, maka pelaksanaan pengelolaan hutan di wilayah tertentu dapat dilimpahkan kepada BUMN yang bergerak di bidang kehutanan, baik berbentuk perusahaan umum (Perum), perusahaan jawatan (Perjan), maupun perusahaan perseroan (Persero), yang pembinaannya di bawah Menteri. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dibutuhkan lembaga-lembaga penunjang antara lain lembaga keuangan yang mendukung pembangunan kehutanan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pendidikan dan latihan, serta lembaga penyuluhan. Pasal 22 Ayat (1) Tata hutan merupakan kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, yang dalam pelaksanaannya memperhatikan hak-hak masyarakat setempat, yang lahir karena kesejahteraannya, dan keadaan hutan. Tata hutan mencakup kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya; dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Pembagian blok ke dalam petak dimaksudkan untuk mempermudah administrasi pengelolaan hutan dan dapat memberikan peluang usaha yang lebih besar bagi masyarakat setempat. Intensitas pengelolaan adalah tingkat keragaman pengelolaan hutan sesuai dengan fngsi dan kondisi masing-masing kawasan hutan; Efisiensi pengelolaan adalah pelaksanaan pengelolaan hutan untuk mencapai suatu sasaran yang optimal dan ekonomis dengan cara sederhana. Ayat (4) Penyusunan rencana pengelolaan hutan dilaksanakan dengan memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat, dan kondisi lingkungan. Ayat (5) Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:

a.

pengaturan tentang tata cara penataan hutan;

b.

penggunaan hutan;

c.

jangka waktu, dan d. pertimbangan daerah. Pasal 23 Hutan sebagai sumber daya nasional harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi masyarakat sehingga tidak boleh terpusat pada seseorang kelompok, atau golongan tertentu. Oleh karena itu pemanfaatan hutan harus didistribusikan secara berkeadilan melalui peninggalan peran serta masyarakat, sehingga masyarakat semakin berdaya dan berkembang potensinya. Manfaat yang optimal bisa terwujud apabila kegiatan pengelolaan hutan dapat menghasilkan hutan yang berkualitas tinggi dan lestari. Pasal 24 Hutan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan dan atau satwa serta ekosistemnya, yang perlu dilindungi dan perkembangan berlangsung secara alami. Kawasan taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi alam. Kawasan taman nasional ditata ke dalam zona sebagai berikut:

a.

zona inti adalah bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia;

b.

zona rimba adalah bagian kawasan taman nasional yang berfungsi sebagai penyangga zona inti; dan

c.

zona pemanfaatan adalah bagian kawasan taman nasional yang dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata. Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1) Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung adalah segala bentuk usaha yang menggunakan kawasan dengan tidak mengurangi fungsi utama kawasan, seperti:

a.

budidaya jamur, b. penangkaran satwa, dan c. budidaya tanaman obat dan tanaman hias. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya, seperti:

a.

pemanfaatan untuk wisata alam, b. pemanfaatan air, dan c. pemanfaatan keindahan dan kenyamanan. Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan lindung adalah segala bentuk kegiatan untuk mengambil hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusak fungsi utama kawasan, seperti:

a.

mengambil rotan, b. mengambil madu, dan c. mengambil buah. Usaha pemanfaatan dan pemungutan di hutan lindung dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan meningkatkan fungsi lindung, sebagai amanah untuk mewujudkan keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1) Izin usaha pemanfaatan kawasan yang dilaksanakan oleh perorangan, masyarakat setempat, atau koperasi dapat bekerjasama dengan BUMN, BUMN, atau BUMS Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 28 Ayat (1) Pemanfaatan kawasan pada hutan produksi dilaksanakan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi yang optimal, misalnya budidaya tanaman di bawah tegakan hutan. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi adalah segala bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan hasil hutan pada hutan produksi dapat berupa usaha pemanfaatan hutan alam dan usaha pemanfaatan hutan tanaman. Usaha pemanfaatan hutan tanaman dapat berupa hutan tanaman sejenis dan atau hutan tanaman berbagai jenis. Usaha pemanfaatan hutan tanaman diutamakan dilaksanakan pada hutan yang tidak produktif dalam rangka mempertahankan hutan alam. Tanaman yang dihasilkan dari usaha pemanfaatan hutan tanaman merupakan aset yang dapat dijadikan agunan. Izin pemungutan hasil hutan di hutan produksi diberikan untuk mengambil hasil hutan baik berupa kayu maupun bukan kayu, dengan batasan waktu, luas, dan atau volume tertentu, dengan tetap memperhatikan asas lestari dan berkeadilan. Kegiatan pemungutan meliputi pemanenan, penyaradan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran yang diberikan untuk jangka waktu tertentu. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas

Thumbnail
Tidak Berlaku
APBN | PEDOMAN PELAKSANAAN
Kpres 42 TAHUN 2002

Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

  • Ditetapkan: 28 Jun 2002
  • Diundangkan: 28 Jun 2002

Relevan terhadap

Pasal 28Tutup
(1)

Departemen/lembaga pada tiap awal tahun

anggaran, menyusun daftar susunan kekuatan pegawai (formasi) bagi tiap

unit organisasi sampai pada tiap kantor/satuan kerja dan menyampaikan formasi

tersebut kepada menteri yang membidangi pendayagunaan aparatur negara paling

lambat 1 (satu) bulan setelah berlakunya tahun anggaran. (2) Formasi tersebut disahkan oleh menteri

yang membidangi pendayagunaan aparatur negara paling lambat 3 (tiga) bulan

setelah mendengar pertimbangan Menteri Keuangan dan dalam hal menyangkut formasi

pegawai di luar negeri, setelah mendengar pula pertimbangan Menteri Luar Negeri. (3) Formasi yang telah disahkan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh menteri yang membidangi pendayagunaan

aparatur negara kepada menteri/pimpinan lembaga dan Menteri Keuangan sebagai

bahan perencanaan pengeluaran rutin paling lambat 4 (empat) bulan setelah

berlakunya tahun anggaran. (4) Pengadaan pegawai hanya diperkenankan

dalam batas formasi yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2)

dengan memberikan prioritas kepada : pegawai pelimpahan dari departemen/lembaga

yang kelebihan pegawai; siswa/mahasiswa ikatan dinas, setelah lulus

dari pendidikannya; pegawai tidak tetap (PTT) yang telah

menyelesaikan masa baktinya dengan baik. (5) Pengadaan pegawai dalam batas formasi

yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (6) Kenaikan pangkat pegawai dalam batas

formasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan dengan ketentuan

kenaikan pangkat sampai dengan golongan IV/a dilaksanakan setelah mendapat

persetujuan lebih dahulu dari Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN). (7) Paling lambat 1 (satu) bulan setelah

berlakunya tahun anggaran menteri/pimpinan lembaga telah menetapkan/menetapkan

kembali pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani surat keputusan

kepegawaian. (8) Salinan surat keputusan penetapan/penetapan

kembali sebagai-mana dimaksud pada ayat (7) beserta contoh (spesimen)

tanda tangan pejabat yang diberi wewenang segera dikirimkan kepada Badan

Kepegawaian Negara (BKN) dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara, dan dalam hal

tidak ada perubahan, penetapan kembali pejabat tersebut dapat dilakukan dengan

surat pemberitahuan oleh Menteri/pimpinan Lembaga yang bersangkutan. (9) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang

diperbantukan pada daerah, perusahaan atau badan yang anggarannya tidak dibiayai

atau sebagian dibiayai dalam anggaran pendapatan dan belanja negara, menjadi

beban pemerintah daerah/perusahaan/badan bersangkutan. (10) Perbantuan pegawai negeri sipil untuk

tugas-tugas di luar pemerintahan dengan membebani anggaran belanja negara tidak

diperkenankan, kecuali dengan izin menteri yang membidangi pendayagunaan

aparatur negara dan Menteri Keuangan yang sekaligus menetapkan batas lamanya

perbantuan tersebut. (11) Selama perbantuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (9) dan ayat (10), formasi bagi pegawai tersebut tidak boleh diisi,

dan setelah perbantuan berakhir, pegawai yang bersangkutan ditempatkan kembali

pada departemen/lembaga asalnya. (12) Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN)

hanya diperkenankan melakukan pembayaran upah pegawai harian/tenaga honorer,

apabila untuk keperluan tersebut telah tersedia dananya dalam DIK/SKO

bersangkutan. (13) Pembayaran penghasilan pejabat negara,

Pegawai Negeri Sipil dan anggota Tentara Nasional lndonesia dan Kepolisian

Republik Indonesia serta pensiunan dilakukan berdasarkan peraturan pemerintah. (14) Penghasilan pegawai yang ditempatkan di

luar negeri diatur dengan Keputusan Presiden. (15) Penghasilan sebagaimana pada ayat (12),

(13)

, dan (14) di atas tidak diperkenankan pemotongan untuk keperluan apapun

kecuali atas persetujuan pejabat/pegawai/penerima pensiun yang bersangkutan.

Thumbnail
PASAR MODAL
UU 8 TAHUN 1995

Pasar Modal

  • Ditetapkan: 10 Nov 1995
  • Diundangkan: 10 Nov 1995

Relevan terhadap

Pasal 43Tutup
(1)

Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Kustodian adalah Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Efek, atau Bank Umum yang telah mendapat persetujuan Bapepam.

(2)

Persyaratan...

(2)

Persyaratan dan tata cara pemberian persetujuan bagi Bank Umum sebagai Kustodian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 2 Efek yang Dititipkan

Pasal 35Tutup

Huruf a Kegiatan usaha Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi pada dasarnya dilandasi oleh adanya kepercayaan dari nasabah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kegiatannya Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi harus mendahulukan dan menjaga kepentingan nasabahnya sepanjang kepentingan nasabah tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib menghindarkan segala tindakan yang bertentangan dengan kepentingan nasabah yang bersangkutan. Sebagai contoh, pegawai pemasaran Perusahaan Efek dilarang mempengaruhi nasabahnya yang mempunyai dana terbatas untuk diinvestasikan terhadap Efek yang mempunyai risiko tinggi. Huruf b Cukup jelas Huruf c… Huruf c Sebagai Pihak yang memperoleh kepercayaan dari nasabahnya, Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi wajib secara benar dan sejujurnya mengungkapkan Fakta Material untuk diketahui oleh nasabah mengenai kemampuan profesi serta keadaan keuangannya. Huruf d Larangan yang dimaksud dalam huruf ini adalah untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya benturan kepentingan Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi dengan mewajibkan mereka untuk mengungkapkan segala kepentingan dalam Efek yang bersangkutan. Dalam hal Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi mempunyai kepentingan dalam suatu Efek bersamaan dengan nasabahnya, mereka wajib memberitahukan hal tersebut kepada nasabahnya sebelum memberikan rekomendasi. Kepentingan dalam Efek timbul, antara lain apabila:

1.

Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan Pihak lain memiliki Efek atau berhak atas dividen, bunga atau hasil penjualan dan atau penggunaan Efek;

2.

Pihak telah terikat dalam kesepakatan atau perjanjian untuk membeli Efek, mempunyai hak untuk mengalihkan atau memindahtangankan Efek, atau memiliki hak memesan Efek terlebih dahulu;

3.

Pihak yang diwajibkan membeli sisa Efek yang tidak habis terjual dalam Penawaran Umum; dan

4.

Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain, mengendalikan Pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, atau angka 3 penjelasan huruf d. Huruf e Selain merupakan sarana pengerahan dana masyarakat, Penawaran Umum dimaksudkan untuk menciptakan likuiditas bagi Efek yang bersangkutan. Oleh karena itu, penyebaran Efek kepada sejumlah besar pemodal merupakan hal yang sangat penting. Penguasaan Efek yang ditawarkan dalam rangka Penawaran Umum oleh sebagian kecil pelaku di Pasar Modal tidak akan mampu menciptakan likuiditas bagi Efek yang bersangkutan. Di lain pihak hal itu dapat menciptakan peluang bagi Pihak-Pihak tersebut untuk memanfaatkan keadaan pasar untuk memperkaya diri sendiri. Untuk… Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam hal terjadi kelebihan permintaan dalam Penawaran Umum, Perusahaan Efek yang bertindak sebagai Penjamin Emisi Efek wajib mendahulukan kepentingan Pihak lain yang tidak terafiliasi yang telah memesan Efek daripada pesanan Penjamin Emisi Efek sendiri, agen penjualan, dan semua Pihak yang terafiliasi.

Pasal 1Tutup

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1.

Afiliasi adalah:

a.

hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

b.

hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari Pihak tersebut;

c.

hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama;

d.

hubungan… d. hubungan antara perusahaan dengan Pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut;

e.

hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama; atau

f.

hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.

2.

Anggota Bursa Efek adalah Perantara Pedagang Efek yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam dan mempunyai hak untuk mempergunakan sistem dan atau sarana Bursa Efek sesuai dengan peraturan Bursa Efek.

3.

Biro Administrasi Efek adalah Pihak yang berdasarkan kontrak dengan Emiten melaksanakan pencatatan pemilikan Efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan Efek.

4.

Bursa Efek adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek Pihak-Pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka.

5.

Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.

6.

Emiten adalah Pihak yang melakukan Penawaran Umum.

7.

Informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.

8.

Kustodian… 8. Kustodian adalah Pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

9.

Lembaga Kliring dan Penjaminan adalah Pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa.

10.

Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah Pihak yang menyelenggarakan kegiatan Kustodian sentral bagi Bank Kustodian, Perusahaan Efek, dan Pihak lain.

11.

Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

12.

Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

13.

Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.

14.

Penasihat Investasi adalah Pihak yang memberi nasihat kepada Pihak lain mengenai penjualan atau pembelian Efek dengan memperoleh imbalan jasa.

15.

Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya.

16.

Penitipan… 16. Penitipan Kolektif adalah jasa penitipan atas Efek yang dimiliki bersama oleh lebih dari satu Pihak yang kepentingannya diwakili oleh Kustodian.

17.

Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontrak dengan Emiten untuk melakukan Penawaran Umum bagi kepentingan Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual.

18.

Perantara Pedagang Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau Pihak lain.

19.

Pernyataan Pendaftaran adalah dokumen yang wajib disampaikan kepada Badan Pengawas Pasar Modal oleh Emiten dalam rangka Penawaran Umum atau Perusahaan Publik.

20.

Perseroan dalah perseroan terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

21.

Perusahaan Efek adalah Pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer Investasi.

22.

Perusahaan Publik adalah Perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

23.

Pihak adalah orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi.

24.

Portofolio Efek adalah kumpulan Efek yang dimiliki oleh Pihak.

25.

Prinsip… 25. Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut.

26.

Prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan Penawaran Umum dengan tujuan agar Pihak lain membeli Efek.

27.

Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi.

28.

Transaksi Bursa adalah kontrak yang dibuat oleh Anggota Bursa Efek sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek mengenai jual beli Efek, pinjam meminjam Efek, atau kontrak lain mengenai Efek atau harga Efek.

29.

Unit Penyertaan adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap Pihak dalam portofolio investasi kolektif.

30.

Wali Amanat adalah Pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek yang bersifat utang.

Thumbnail
SURAT PAKSA | PAJAK
UU 19 TAHUN 1997

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

  • Ditetapkan: 23 Mei 1997
  • Diundangkan: 23 Mei 1997

Relevan terhadap

MenimbangTutup
a.

bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tenteram, dan tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat;

b.

bahwa untuk mencapai tujuan dimaksud, pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air memerlukan biaya besar yang harus digali terutama dari sumber kemampuan sendiri;

c.

bahwa dalam rangka kemandirian dimaksud, peran masyarakat dalam pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan perlu terus ditingkatkan dengan mendorong kesadaran, pemahaman, dan penghayatan bahwa pajak adalah sumber utama pembiayaan negara dan pembangunan nasional serta merupakan salah satu kewajiban kenegaraan sehingga setiap anggota masyarakat wajib berperan aktif dalam melaksanakan sendiri kewajiban perpajakannya;

d.

bahwa dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan sering terdapat utang pajak yang tidak dilunasi oleh Wajib Pajak sebagaimana mestinya sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa;

c.

bahwa… c. bahwa Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850) tidak dapat sepenuhnya mendukung pelaksanaan Undang-undang perpajakan yang berlaku sehubungan dengan adanya perkembangan sistem hukum nasional dan kehidupan masyarakat yang dinamis sehingga diperlukan Undang-undang penagihan pajak yang mampu memberi kepastian hukum dan keadilan serta dapat mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya;

f.

bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850) dipandang perlu diganti;

  • 1
  • ...
  • 72
  • 73
  • 74
  • ...
  • 79