Top Business
Relevan terhadap
Mulai tahun 2017 lalu, Pemerintah mewujudkan misi membentuk holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Holding BUMN ini dilakukan dengan mengelompokan BUMN berdasarkan sektor yang ditangani. Maksud dilakukannya holding antara lain untuk mendongkrak kinerja BUMN agar lincah __ berkompetisi, efisien dalam manajerial, efektif dalam sinergi, serta lebih fokus dalam mengembangkan bisnisnya untuk memberikan manfaat bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. MENYOAL HOLDING BUMN YANG RENTAN GUGATAN Zachroni (Dimuat dalam Top Business edisi 10 April 2018) Kebijakan holding BUMN dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas (PP 72/2016). PP ini menyebutkan bahwa penyertaan modal negara (PMN) dapat ditempuh melalui pengalihan saham dari BUMN satu ke BUMN lainnya. Jadi pembentukan holding dilakukan dengan cara PMN, dengan cara memindahkan saham negara pada BUMN yang satu ke BUMN yang lain ( inbreng ). BUMN penerima inbreng akan menjadi induk holding, sedangkan BUMN pemberi inbreng akan menjadi anak perusahaannya. Saat ini Pemerintah memprioritaskan holding pada enam sektor BUMN, yaitu migas, tambang, konstruksi/tol, perumahan, pangan, dan perbankan/jasa keuangan. Dari keenam sektor itu, yang sudah dibuatkan dasar hukumnya ialah holding tambang dan holding migas. Holding tambang dikukuhkan dengan PP Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Indonesia Asahan Aluminium (PP 47/2017). PP ini menunjuk PT Inalum sebagai induk holding untuk BUMN Tambang. Dengan PP ini pula PT Inalum dinyatakan sebagai pemegang saham bagi anak-anak perusahaannya, yaitu PT Timah, PT Aneka Tambang, PT Bukit Asam, dan PT Freeport Indonesia. Adapun holding migas dikukuhkan dengan PP Nomor 6 Tahun 2018 yang menunjuk PT Pertamina sebagai induk, sedangkan PT PGN sebagai anak perusahaannya. Menengok holding pada masa lalu Holding BUMN sebenarnya pernah dilakukan pada masa lalu. Holding semen menjadi pionirnya. Itu terjadi pada tahun 1995. Pembentukan holding semen ditandai dengan penunjukan PT Semen Gresik sebagai induk holding. PT Semen Gresik lalu mengubah namanya menjadi PT Semen Indonesia. PT Semen Indonesia ini membawahi PT Semen Padang, PT Semen Gresik, dan PT Semen Tonasa. Setelah holding semen, dua tahun kemudian giliran holding pupuk. Mekanismenya melalui penerbitan PP Nomor 28 Tahun 1997 yang menunjuk PT Pupuk Sriwidjaja sebagai induk holding. PT Pupuk Sriwidjaja kemudian mengubah namanya menjadi PT Pupuk Indonesia. Sedangkan PT
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Kolom Ekonom Ilustrasi Dimach Putra I ndonesia merupakan satu dari sedikit negara di dunia yang perekonomiannya masih bisa tumbuh relatif tinggi di tahun 2019. Perekonomian Indonesia tumbuh 5,02 persen pada kuartal ketiga 2019, tatkala negara-negara lain di dunia mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi. Tiongkok yang pada tahun lalu masih tumbuh 6,6 persen, pada 2019 ini mengalami penurunan. Pada kuartal ketiga 2019, Tiongkok hanya tumbuh 6,0 persen. Pelambatan juga terjadi di India, salah satu negara sumber pertumbuhan baru. Tahun lalu, India mampu tumbuh 6,8 persen. Tahun ini terus melorot bahkan di kuartal ketiga 2019 hanya mampu tumbuh 4,5 persen. Beberapa negara di dunia bahkan telah mengalami resesi atau tumbuh negatif selama dua kuartal berturut-turut. Tahun 2019 memang bukan tahun yang mudah bagi perekonomian dunia. Hidayat Amir Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal Tumbuh dalam Tekanan Berbagai tekanan dan gejolak yang terjadi membuat ekonomi dunia mengalami perlambatan yang cukup dalam, bahkan menjadi yang terburuk sejak krisis keuangan global pada 2009. Menurut proyeksi IMF, pertumbuhan ekonomi global akan melambat dari 3,6 persen di 2018 menjadi 3,0 persen untuk tahun ini. Pertumbuhan volume perdagangan bahkan diperkirakan hanya tumbuh 1,1 persen di 2019, atau turun signifikan jika dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 3,6 persen. nyata apa yang sesungguhnya hanyalah metode. Refleksi Husserl itu dapat dijadikan ilham untuk melihat rasio pajak lebih dalam. Di balik rasio pajak, terdapat berbagai soal yang tak serta-merta kelihatan dalam angka. Itulah mengapa rasio pajak bukanlah satu-satunya alat untuk mengukur kinerja perpajakan, meski secara indikatif berguna untuk mengenali gejala inefektivitas pemungutan pajak sejak dini. Ada empat faktor yang dapat menjelaskan sebab PDB Indonesia tidak berkorelasi positif dengan kinerja perpajakan, khususnya rasio pajak. Pertama, tingkat kepatuhan pajak masih rendah. Program amnesti pajak sebagai bagian dari reformasi perpajakan nampaknya baru membantu menambah basis pajak baru dan belum meningkatkan rasio pajak. Meski tingkat kepatuhan pajak terus meningkat dari tahun 2015 sebesar 60 persen menjadi 71,1 persen di tahun 2018, namun angka tersebut masih tergolong rendah. Selain itu, tingkat kepatuhan tersebut pun masih terbatas pada kepatuhan yang sifatnya formal yakni menyampaikan SPT dan belum mempertimbangkan kepatuhan material yang melibatkan kebenaran isi SPT. Kedua, tingginya hard-to-tax sector , khususnya usaha rintisan atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan sektor pertanian/perkebunan/perikanan yang berkontribusi cukup besar terhadap PDB. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, komposisi UMKM mencapai 59,2 juta unit dari total 60,01 juta unit usaha di Indonesia. Di satu sisi, UMKM menjadi penyumbang PDB terbesar namun di sisi lain kepatuhan dan literasi yang masih sangat rendah menjadi tantangan bagi pemerintah dalam memungut pajak. Dalam konteks itu, kebijakan penurunan tarif pajak UMKM sudah tepat dan layak diapresiasi, demi memperluas basis pajak dari sektor ini. Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yang mewajibkan para pelaku usaha online untuk memiliki izin usaha, harus dapat dimanfaatkan untuk mulai membangun basis data yang akurat dari sektor ini. Ketiga, pesatnya perkembangan ekonomi digital tidak diiringi dengan modernisasi perangkat teknologi informasi perpajakan, SDM yang mumpuni, serta regulasi. Akibatnya, potensi pajak sektor ini menjadi sulit ditangkap. Padahal, Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbanyak di dunia. Pada 2016, tercatat nilai transaksi dari sektor ekonomi digital sebesar USD5,6 miliar. Dalam konteks ini, kebijakan pajak e-commerce sudah tepat demi menjamin keadilan dalam pengenaan pajak. Namun demikian, disharmoni antar-regulasi seperti penurunan tarif pajak UMKM di satu pihak dan kewajiban pelaku usaha online untuk memiliki izin usaha di lain pihak selalu perlu diantisipasi. Keempat, maraknya praktik penghindaran pajak. Data-data dari tax amnesty, Swiss Leaks, Panama Papers, Paradise Papers , dan sebagainya mencerminkan banyaknya warga negara Indonesia yang berupaya menghindari pajak. Program tax amnesty pun menjadi solusi tepat di tengah kondisi tersebut. Tidak hanya meningkatkan kepatuhan, program ini juga menjadi momentum yang baik untuk mulai membangun tax culture yang sehat. Selanjutnya tax amnesty harus diikuti dengan langkah penegakan hukum yang tegas. Kendati rasio pajak bukan satu- satunya alat untuk mengukur kinerja perpajakan, mendongkrak rasio pajak tetaplah salah satu tugas penting negara. Tujuan negara yakni kesejahteraan rakyat yang berkeadilan dan merata hanya dapat dicapai dengan level penerimaan pajak yang optimal yang dapat mengakselerasi pembangunan. Searah dengan itu, upaya-upaya pemerintah dari sisi regulasi untuk mendongkrak rasio pajak perlu terus didukung: reinventing policy , kenaikan PTKP, tax amnesty , konfirmasi status WP, UU AEOI, Pembaruan Sistem Informasi, pemeriksaan pajak, percepatan restitusi, penurunan tarif WP UMKM, dan CRS AEOI. Semua itu tak lain adalah upaya meningkatkan rasio pajak dan basis pajak, juga secara serentak mendorong kepatuhan. Ibarat cermin, rasio pajak dapat dijadikan salah satu sarana untuk berkaca, tanpa kita harus menganggap bayangan cermin itu sebagai kenyataan sesungguhnya. Perbaikan selayaknya diarahkan pada kenyataan, bukan bayangannya. Kita sudah berada di jalur yang tepat, jangan sampai kereta perubahan ini berjalan terlampau lambat!
sekolah bergengsi tersebut. Tapi sayang, kebijakan terbaru mengharuskan sekolah menerapkan sistem zonasi. “Ada yang dari gunung, semua ingin mendaftar ke sini karena ingin anaknya dapat pendidikan terbaik,” ujarnya. Untuk itu, ia menitip harapan agar kebijakan tertentu tidak harus diterapkan secara nasional. “Harus dilihat keadaan di lapangan, karena kondisi tiap daerah itu bisa jadi berbeda,” jelas Frederik. Meski ada kendala di beberapa sisi, ada hal lain yang sangat mereka apresiasi. Salah satunya Program Indonesia Pintar (PIP). Nani merasa program ini sangat membantu. “Dulu sebelum PIP, siswa bukan malas sekolah. Dia malu, mungkin sepatunya rusak, bajunya sudah kuning”, katanya. Ia melanjutkan, dengan adanya PIP, siswa yang sempat enggan ke sekolah jadi lebih bersemangat. “Bisa beli buku, pakai pakaian yang layak itu bisa memberikan semangat buat dia,” ujarnya. Tak berhenti di situ, Nani juga merasakan dampak PIP berdampak pada efektivitas kegiatan belajar mengajar dari sisi guru. Menurutnya, para guru di sekolahnya jadi lebih mudah dalam menyampaikan pelajaran karena siswa telah terfasilitasi. Perbaikan ini tentu sebuah kabar baik bagi Indonesia yang sedang fokus membangun generasi masa depannya. Angin perubahan pembelajaran Sejak Oktober lalu, Nadiem Anwar Makarim telah menjadi buah bibir. Kali ini bukan lagi tentang gebrakannya memimpin perusahaan unicorn di bidang transportasi online . Tapi karena ia terpilih menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Di periode awal kepemimpinannya ini Ia tidak ingin banyak mengumbar janji. Ia memilih untuk lebih banyak mendengar dan mempelajari. Mendengar dari para staf di Kemendikbud. Berdiskusi dengan para pakar pendidikan yang datang dengan berlapis gagasan. Serta berkoordinasi dengan institusi pemerintahan lain, termasuk Kementerian Keuangan. Baru-baru ini Nadiem menjadi tajuk utama berbagai media massa. Nadiem menawarkan empat pokok kebijakan baru yang diberi nama Merdeka Belajar yang disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Kepala Dinas Pendidikan Seluruh Indonesia. Empat poin utama dalam kebijakan tersebut meliputi ujian sekolah berstandar nasional (USBN), ujian nasional (UN), rencana pelaksanan pembelajaran (RPP), dan peraturan penerimaan peserta didik baru (PPDB) zonasi. Saat kebijakan baru tersebut diterapkan nantinya akan ada perubahan mekanisme pelaksanaan keempat pokok di atas. Dalam pelaksanaan USBN, pada 2020 akan dimulai penerapan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Ujian tersebut nantinya digunakan untuk menilai kompetensi masing-masing siswa. Bentuk penilaiannya dikembalikan sesuai kebijakan tiap sekolah, bisa berupa tes tertulis atau penilaian komprehensif lainnya. ”Guru dan sekolah lebih merdeka menilai hasil belajar siswa. Anggaran USBN dapat dialihkan untuk pengembangan kapasitas guru dan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran,” jelas Mendikbud. Sementara itu, arah kebijakan UN akan dimulai di tahun 2021. UN 2020 merupakan pelaksanaan terakhir tes nasional tersebut. Penggantinya, akan diselenggarakan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter yang dilakukan di tengah jenjang sekolah. Tujuannya adalah feedback agar sekolah tahu sektor apa saja yang harus dibenahi. Selain itu, siswa dapat meningkatkan prestasi atau memperbaiki kekurangannya di sisa masa studinya. Sedangkan untuk penyusunan RPP, Kemdikbud berencana akan memangkas beberapa komponen. Nantinya, para guru diberi kebebasan memilih, membuat, menggunakan dan mengembangkan format RPP. Satu yang pasti, RPP tersebut memuat tiga komponen berupa tujuan, kegiatan dan asesmen pembelajaran. Terakhir terkait PPDB, Kemendikbud akan menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel. Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sisa 30 persen diberikan untuk jalur prestasi atau dapat disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing. Pijar merdeka belajar Komitmen pemerintah dalam menjamin amanat undang-undang tentang penyelenggaraan pendidikan tidak perlu diragukan. Ada halangan bukan berarti menghambat jalan pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan di seluruh penjuru nusantara. Tiap hal yang dihadapi dalam prosesnya menjadi pembelajaran untuk terus berbenah. Tahun 2045 memang masih terasa jauh di depan. Tapi jika terlena, kita tak akan mampu meraihnya. Untuk itu kita harus terus mengejar visi Indonesia Emas yang telah dicanangkan. Mengutip pernyataan Nadiem saat menutup pidatonya pada Hari Guru Nasional, “Apa pun perubahan kecil itu, jika setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini pasti akan bergerak.” Masih menurut Nadiem, merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir yang dimulai dari guru. Tanpa terjadi esensi kemerdekaan tersebut di level guru tak akan dapat ditularkan ke murid. Dalam esensi kemerdekaan tersebut, tentu saja bukan hanya guru yang bergerak. Tapi dari guru sebagai pemberi layanan langsung kepada siswa, hingga pemerintah pusat harus mampu bergerak serentak. Agar merdeka belajar dapat tercapai di Indonesia. Agar dari kemerdekaan tersebut dapat lahir SDM Indonesia yang lebih matang dan berkualitas. Foto Resha Aditya P 35 MEDIAKEUANGAN 34 VOL. XV / NO. 148 / JANUARI 2020 Menkeu berpesan tentang pentingnya langkah nyata dalam penggunaan anggaran pendidikan agar berkontribusi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Biro KLI Kementerian keuangan
Relevan terhadap
Jl. Cikini Raya no. 91 A-D Menteng Telp/Faks. (021) 3846474 E-mail. lpdp@depkeu.go.id Twitter/Instagram. @LPDP_RI Facebook. LPDP Kementerian Keuangan RI Youtube. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan LPDP RI Generasi Emas Riset Implementatif Lahirkan Solusi Inovatif F okus menekuni satu bidang tak jarang membuka pintu-pintu kesempatan menuju pencapaian yang berkesinambungan. Setidaknya itu yang dirasakan oleh Adi Surya Pradipta, founder PT. Kanggo Nusantara Bagja atau lebih dikenal dengan brand Tech Prom Lab, perusahaan rintisan yang berfokus pada bidang teknologi material konstruksi dan pemanfaatan limbah industri. Sejak awal Adi memang sangat meminati bidang teknik material karena menurutnya ranah tersebut sangat implementatif. “Saya memang tertarik dengan penelitian ke arah produk karena lebih mudah diimplementasikan,” ungkap Adi. Di Indonesia sendiri pendidikan di bidang teknik material masih terbilang langka meski sebetulnya riset dari bidang tersebut dapat mendukung pengembangan industri. “Saat ini baru terdapat di ITB, UI, dan ITS (PTN). Sementara di luar negeri jurusan tersebut cukup signifikan karena ditujukan untuk pengembangan material-material baru atau sebagai pemasok untuk industri- industri yang dibutuhkan oleh negara- negara maju,” terangnya. Dengan semangat mendalami bidang ini lebih lagi, Adi pun membulatkan tekad untuk melanjutkan studi, dan bukan tanpa alasan Adi menjatuhkan pilihannya pada universitas dalam negeri. “Hasil penelitian dalam negeri lebih sesuai dengan kebutuhan dalam negeri,” imbuhnya. Beasiswa magister dari LPDP berhasil membawa Adi kembali menjejakkan kaki di Program Studi Ilmu dan Teknik Material Institut Teknologi Bandung (ITB). Riset Implementatif Selama menempuh perkuliahan di jenjang magister, Adi semakin jatuh cinta dengan riset dan karena ketekunannya Adi pun dipercaya oleh Kepala Laboratorium untuk menjadi salah satu asisten riset di Laboratorium Pemrosesan Material Maju ITB. Panjangnya waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan sejumlah proyek penelitian bersama tim periset di kampusnya berhasil membawa Adi serta timnya mendapatkan dua grant dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam program Kompetisi Riset dan dua grant dari Kementerian Ristekdikti untuk program Inovasi Industri. Meski demikian, bagi Adi yang terpenting dalam sebuah riset adalah hasil riset tersebut dapat diimplementasikan dengan tepat guna. “Signifikansi dari riset akan terlihat ketika hasil penelitian kita bisa dirasakan manfaatnya oleh khalayak,” tuturnya. Lebih lanjut Adi memaparkan perbandingan implementasi penelitian di Indonesia dengan luar negeri. “Indonesia tidak kalah dari luar negeri dalam hal penelitian, yang menjadi kendala di Indonesia yakni bagaimana membawa hasil riset itu untuk diimplementasikan ke industri atau ke konsumen/masyarakat,” ungkapnya. Adi yang berhasil lulus dengan predikat cum laude berpendapat, implementasi hasil riset berbasis material dalam negeri harus lebih digenjot supaya bisa langsung menjawab tantangan masa depan Indonesia. Prinsip riset yang implementatif teguh dipegang Adi dan menjadi cikal bakal dibangunnya Tech Prom Lab. Dari Limbah Industri ke Startup Nondigital Selepas kuliah, Adi melihat ada beberapa riset yang dikerjakannya semasa kuliah yang dapat dikembangkan. Ia lalu mengajak beberapa temannya untuk bergabung merintis jalan wirausaha. Berbeda dari startup pada umumnya yang berbasis digital, startup rintisan Adi ini cukup unik karena berbasis riset teknologi material. Merintis usaha bukanlah hal yang mudah, tetapi Adi bersama timnya tidak lelah mencoba segala upaya untuk menjalankan dan mengembangan startup tersebut. “Saat ini perusahaan kami masih dalam tahap funding dan tractions,” katanya. Pada awal perjalanan, Adi serta ketiga temannya mengumpulkan dana pribadi untuk membiayai usaha mereka. Seiring berjalannya waktu, selain mendapat bantuan dana dari Ristekdikti (PPBT 2019), sejumlah kompetisi startup baik dari dalam negeri maupun luar negeri pun diikuti. Hadiah yang diperoleh dari berbagai kompetisi tersebut dipakai sebagai tambahan dana untuk membangun Tech Prom Lab. Bukan hanya asas manfaat yang diperhatikan Adi dan tim risetnya dalam berinovasi, tetapi juga asas pembangunan berkelanjutan, seperti produk pertama yang mereka hasilkan, yakni PoreBlock ® atau paving block (bata beton) berpori yang bahan bakunya memanfaatkan limbah industri batu bara sehingga menjadikannya sebagai produk yang ramah lingkungan. “Di satu sisi, limbah batu bara termasuk limbah berbahaya (B3) tetapi setelah diteliti lebih lanjut melalui uji toksisitas sesuai peraturan dan standar yang berlaku, produk kami sangat aman,” paparnya. Tidak hanya menjadi alternatif solusi pemanfaatan limbah industri batu bara yang kini menumpuk tidak terolah, PoreBlock memiliki kecepatan meneruskan air 100x lebih cepat dibandingkan paving block konvensional dan mencapai 1000 liter/ m ^2 /menit. Oleh karena itu, paving block karya anak bangsa yang telah dipatenkan ini juga menjadi salah satu alternatif solusi untuk mengurangi risiko banjir. Di samping itu, peran PoreBlock dalam mendinginkan suhu perkotaan pun bisa diandalkan. “Air-air yang menempel pada permukaan dalam PoreBlock akan mengalami evaporasi sehingga meminimalisasi panas permukaan jalan,” ungkapnya. Sebagai bahan infrastruktur yang ramah lingkungan, produk inovasi teknologi material yang dihasilkan Tech Prom Lab ini tentunya cocok untuk diterapkan di Indonesia yang beriklim tropis. Rumah Sakit, sekolah, pabrik, toko-toko adalah sebagian dari pengguna produk startup besutan Adi. “Saat ini orderan berdatangan dari Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, hingga ke Indonesia Timur,” pungkasnya. Ingat Janji Kontribusi Semangat berkontribusi bagi lingkungan terus digalakkan Adi melalui inovasi yang lahir dari riset-riset yang dijalankan olehnya dan tim. “Kita gak mau berhenti di PoreBlock saja. Sekarang kami sedang proses kerja sama baik dalam negeri maupun luar negeri untuk memberi kontribusi dalam proses pemanfaatan limbah lain seperti plastik, salah satu limbah yang sedang jadi permasalahan global,” tuturnya. Adi yang semasa perkuliahan aktif sebagai Koordinator Awardee LPDP se-Bandung Raya dan juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial maupun kelas inspirasi untuk masyarakat sekitar Bandung menekankan pentingnya manajemen waktu bagi para awardee yang masih menempuh perkuliahan. Ia juga mengharapkan semangat kontribusi dari para awardee LPDP tidak berkobar hanya semasa menempuh perkuliahan melainkan terus berlanjut sampai mereka kembali lagi ke masyarakat. “Semoga biaya yang dikeluarkan oleh negara untuk membiayai beasiswa bisa memiliki investasi jangka panjang untuk kebaikan orang banyak di negeri ini,” harapnya. 43 MEDIAKEUANGAN 42 VOL. XV / NO. 149 / FEBRUARI 2020 Teks CS. Purwowidhu Foto Dok. Pribadi Adi Surya Pradipta, founder Tech Prom Lab MEDIAKEUANGAN 42
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Teks Muhammad Sutartib, Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. MEDIAKEUANGAN 36 Perlukah Pungutan atas Karbon? SETELAH RATIFIKASI PARIS AGREEMENT, Ilustrasi Dimach Putra P emanasan global menimbulkan dampak berbahaya bagi kehidupan seperti terjadinya kabut asap, naiknya permukaan air laut, krisis air bersih, hingga munculnya wabah penyakit. Perubahan iklim berupa pemanasan global ini biasanya dikaitkan dengan emisi gas karbondioksida (CO2) atau dikenal dengan sebutan emisi karbon tanpa diimbangi konversi atau penyerapan kembali gas karbondioksida untuk diubah menjadi gas oksigen misalnya melalui proses fotosintesis dengan bantuan pohon atau tanaman berdaun hijau. Para ahli sepakat bahwa kontribusi utama dari emisi karbon utamanya disebabkan konsumsi sumber energi yang berbahan dasar fosil seperti gas alam, minyak bumi serta batu bara. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention on Climate Change yang di dalamnya memuat kewajiban pemerintah dalam kontribusi pengurangan emisi gas rumah kaca untuk membatasi kenaikan suhu rata- rata global di bawah 2 ^o C hingga 1.5 ^o C dari tingkat suhu pra industrialisasi maka perlu strategi khusus untuk mengelola energi yang pemakaiannya mengeluarkan emisi karbon, terutama energi yang memakai bahan bakar fosil. Salah satu implementasi dari Paris Agreement yang dilaksanakan oleh berbagai negara karena dianggap paling powerful untuk memenuhi ketentuan konvensi tersebut adalah melalui pengenaan pungutan atas emisi karbondioksida atau pajak karbon ( carbon tax ) untuk setiap kegiatan yang meninggalkan jejak karbon ( carbon finger print ). Cara memungut pajak karbon ini bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya, pabrik yang kegiatannya meninggalkan jejak karbon diwajibkan membuat laporan jumlah emisi karbon secara berkala dan dengan dasar inilah maka besarnya pajak karbon dapat dibayarkan. Ada jenis pajak karbon yang lebih mudah cara memungutnya karena barangnya kasat mata dan mudah mengelolanya seperti mengenakan pajak karbon pada bahan bakar fosil atau batu bara dengan memakai skema proxy karena pada prinsipnya kita bisa menghitung berapa gram karbondioksida yang terbuang ke udara apabila kita membakar sejumlah bahan bakar minyak per liter atau batu bara per kilogram. Besarnya tarif pajak karbon untuk minyak bumi bisa dikenakan untuk setiap liternya, sedangkan untuk batu bara setiap kilogramnya. Pungutan karbon atas benda berwujud dan kasat mata Apabila kita akan menerapkan pungutan atas karbon dalam bentuk pajak, saat ini belum diadopsi dengan Undang- Undang Perpajakan, tetapi apabila menggunakan mekanisme cukai secara filosofi lebih tepat sebab pungutan atas karbon ini pada dasarnya merupakan pigouvian tax atau corrective tax yang secara tersirat tercakup dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, namun pada saat ini Undang-Undang Cukai hanya menyangkut barang yang kasat mata. Dengan demikian, untuk barang-barang yang wujudnya jelas, pungutan karbon dapat dilakukan melalui cukai tanpa perlu membuat undang-undang baru, melainkan dengan peraturan pemerintah setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan rakyat. Apa itu cukai? Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini, yang meliputi barang-barang yang: (a) konsumsinya perlu dikendalikan; (b) peredarannya perlu diawasi; (c) pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau (d) pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Pada prinsipnya semua barang yang memiliki sifat dan karakteristik di atas, baik hanya memenuhi salah satu sifat dan karakteristik atau memenuhi keempat sifat dan karakteristik tersebut secara akumulatif dapat dikenakan cukai. Dengan demikian emisi karbon pun dapat dikenakan cukai karena memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pungutan karbon atas benda berwujud ini bisa juga diterapkan melalui mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), namun kelemahan dari mekanisme ini biasanya terletak pada penegakan hukumnya apabila terjadi pelanggaran. Pungutan karbon atas kegiatan yang meninggalkan jejak karbon Pungutan karbon atas kegiatan yang menimbulkan emisi karbon, misalnya kegiatan di pabrik semen, pabrik keramik, industri pertambangan, dll. belum bisa diterapkan dengan mekanisme pajak atau cukai karena belum diakomodasi oleh undang- undang. Sementara, penghitungan emisi karbon dalam kegiatan-kegiatan industri dapat dilakukan dengan mengandalkan penghitungan mass and energy balance secara berkala untuk penentuan basis pemungutannya. Yang perlu didiskusikan selanjutnya adalah instansi mana yang mengampu tugas tersebut sekaligus bertanggung jawab terhadap pemungutan maupun auditnya. Sementara itu, nilai pungutan yang diperoleh atas karbon dapat dimasukkan ke dalam PNBP. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pungutan atas emisi gas karbondioksida merupakan salah satu solusi yang powerful untuk memenuhi ketentuan Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim. Pungutan karbon atas barang yang konsumsinya akan menimbulkan emisi karbon dan wujud barangnya kasat mata bisa memakai mekanisme cukai. Sedangkan, pungutan karbon atas industri atau kegiatan yang menimbulkan jejak karbon bisa menggunakan mekanisme PNBP, tetapi harus ada kejelasan institusi mana yang akan bertanggung jawab dalam mengaudit emisi karbon tersebut.
Monitoring dan evaluasi berkala “Saya mendukung langkah-langkah cepat pemerintah dalam merumuskan peraturan teknis pelaksanaan dari implementasi PEN,” Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto menyampaikan dukungannya. Namun demikian, ia menilai pemerintah juga sudah memahami bahwa implementasi antara peraturan dan pelaksanaan di lapangan terdapat celah. “Sebagai contoh, turunan peraturan dari PP 23 tahun 2020 atas program Penempatan Dana diikuti PMK 64 tahun 2020 tidak dapat terakselerasi oleh perbankan di lapangan akibat persyaratan yang terlalu rigid dalam akses program tersebut,” contohnya. Oleh sebab itu, Dito berpendapat perlu ada monitoring dan evaluasi secara bersama baik Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjaminan Simpanan terhadap kondisi dan perkembangan industri jasa keuangan secara berkala. Proses monitoring dan evaluasi implementasi PEN kini berjalan rutin. Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) serta aparat penegak hukum (KPK, Kejaksaan dan POLRI) melakukan monitoring, evaluasi, serta pengendalian pelaksanaan program- program PEN. Di internal Kementerian Keuangan, proses monitoring dan evaluasi dilakukan secara berjenjang. “Menteri Keuangan waktu itu telah menunjuk Tim Monev PEN yang diketuai Wakil Menteri Keuangan. Di tim itu ada empat sub tim besar,” ungkap Adi. Proses monitoring dan evaluasi dimulai dari kelompok kerja yang dipimpin oleh Pejabat Eselon I yang dilakukan setiap hari, laporan ke Wakil Menteri Keuangan setiap 3 hari, dan laporan ke Menteri Keuangan setiap minggu. Dalam setiap jenjang, dibahas perkembangan pelaksanaan program, identifikasi permasalahan, dan perumusan solusi untuk mengakselerasi dan mendorong efektivitas program. Penyesuaian postur APBN Untuk memastikan ketersediaan anggaran dalam penanganan pandemi, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap postur dan rincian APBN 2020. Awalnya, penyesuaian tersebut tertuang dalam Perpres 54/2020. Namun, melihat perkembangan hari demi hari dampak pandemi, penyesuaian postur APBN kembali dilakukan yang tertuang dalam Perpres 72/2020. “Ketika menerbitkan Perpu 1/2020 yang kemudian ditindaklanjuti dengan Perpres 54/2020, pemerintah menambah defisit dari 1,76 persen ke 5,07 persen. Di Perpres 72 yang ditetapkan presiden tanggal 24 Juni lalu, dalam rangka mendukung sinergi dan perluasan ekstensifikasi penanganan pandemi ini, defisit diperlebar lagi menjadi 6,34 persen,” ujar Direktur Penyusunan APBN Direktorat Jenderal Anggaran Rofyanto Kurniawan. Langkah tersebut dilakukan lantaran pendapatan negara diproyeksikan lebih rendah Rp60,9 triliun sebagai dampak perlambatan ekonomi. Di sisi lain, pemberian insentif perpajakan dan belanja negara menjadi lebih tinggi Rp125,3 triliun karena menampung tambahan kebutuhan anggaran pemulihan ekonomi. Meskipun faktor ketidakpastian tinggi, Rofyanto mengungkapkan Perpres 72/2020 telah mengantisipasi dan mempertimbangkan berbagai risiko yang akan muncul ke depan. “Tentunya dengan berbagai upaya yang kita lakukan, kita harapkan target yang ingin dicapai pemerintah bisa tercapai melalui Perpres 72/2020 ini, baik dari sisi penanganan COVID-19, sisi makro ekonominya, maupun sisi sustainabilitas APBN-nya,” tuturnya. “Pemerintah sudah mengantisipasi berbagai ketidakpastian di depan. Kita sudah menyiapkan skenario untuk program- program yang akan dijalankan dalam rangka menjaga daya beli masyarakat sampai dengan akhir tahun 2020.” Sementara itu, terkait penyusunan RAPBN 2021, Rofyanto berharap tahun 2021 menjadi masa transisi dari penanganan pandemi COVID-19 pada tahun 2020. “Kita harapkan tentunya penanganan pandemi ini bisa terfokus di tahun 2020 saja. Tahun 2021 kita sudah bisa fokus ke pemulihan ekonomi,” ucapnya. Ia pun memetakan beberapa tantangan perekonomian dan risiko yang perlu diwaspadai untuk dimitigasi. “Pertama, kita harus menyadari sepenuhnya bahwa pemulihan perekonomian global, termasuk pemulihan ekonomi kita, masih ada risiko ketidakpastian,” jelas Rofyanto. Kedua, Indonesia masih harus menghadapi tantangan untuk keluar dari middle income trap . Belum lama ini, Indonesia baru saja naik peringkat menjadi upper middle income country . Menurutnya, Indonesia harus bergerak ke arah high income country . Dengan berbagai tantangan dan risiko, kebijakan fiskal 2021 diarahkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Selain itu, kata Rofyanto, pemerintah juga akan menjalankan program-program reformasi, baik itu reformasi dari sisi pendapatan, belanja maupun dari sisi pembiayaan. “Untuk itulah, dalam menyiapkan RAPBN 2021, berbagai anggaran alokasi yang kita siapkan itu merupakan anggaran yang responsif, yang artinya dinamis bisa merespon berbagai dinamika perubahan yang akan terjadi,” pungkasnya. Unduh Mobile PPID, dapatkan kemudahan informasi terkait Kementerian Keuangan Kemudahan akses untuk menu permohonan informasi dan keberatan. Keleluasaan bagi pengguna untuk update profil akun secara mandiri. Tampilan lebih user friendly terutama untuk tuna netra. Tampilan baru pada menu riwayat permohonan informasi dan keberatan.
Laporan Utama Teks CS. Purwowidhu ‘WHATEVER IT TAKES’ P ola permintaan ( demand ) dan penawaran ( supply ) di seluruh dunia berubah akibat COVID-19 yang secara alamiah membentuk kebiasaan baru dalam perekonomian. Menyikapi kondisi ini pemerintah telah menyusun beragam program yang menyasar pemulihan ekonomi, baik di sisi demand maupun supply . Pemerintah pun telah merevisi APBN 2020 untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam revisi baru, pemerintah memperluas defisit anggaran menjadi 6,34 persen dari PDB. Simak petikan wawancara Media Keuangan dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Nathan Kacaribu, mengenai upaya pemulihan ekonomi nasional. Apa tujuan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)? Program PEN ini ditujukan untuk membantu meningkatkan daya beli masyarakat serta memulihkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Kita mulai dari rumah tangga masyarakat yang paling rentan, lalu ke sektor usaha, lagi-lagi kita lihat yang paling rentan yaitu UMi dan UMKM. Lalu dengan logika yang sama kita menciptakan kredit modal kerja untuk korporasi. Kita juga akan berikan special tretament untuk sektor pariwisata, perdagangan, dan pabrik-pabrik padat Salah satu yang juga sedang didorong dan cukup efektif adalah bentuk penjaminan kredit modal kerja dan dipasangkan dengan penempatan dana murah di perbankan. Nah, ini sudah jalan tiga minggu, pemerintah menempatkan Rp30 triliun di Bank Himbara lalu didorong dengan penjaminan itu kemudian sekarang sudah tercipta lebih dari Rp20 triliun kredit modal kerja baru. Untuk insentif perpajakan masih belum optimal karena wajib pajak yang berhak untuk memanfaatkan insentif tidak mengajukan permohonan dan perlunya sosialisasi yang lebih masif dengan melibatkan stakeholders terkait. Merespon hal ini, kita melakukan simplifikasi prosedur agar lebih mudah dijalankan oleh calon beneficiary. Upaya apa yang dilakukan untuk perbaikan program PEN? Setiap kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan dalam rangka program PEN, termasuk monitoring dan evaluasi yang kita lakukan setiap minggu akan mengikuti kondisi perekonomian saat ini. Semua program kita evaluasi, mana yang jalan dan mana yang kurang. Yang kurang efektif siap-siap untuk dicarikan cara yang lebih cepat atau diganti programnya dan sebagainya supaya bisa diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sampai kapan program PEN dilangsungkan? Pemerintah akan meneruskan kebijakan yang bersifat preventif dan adaptif dengan perkembangan kasus dan dampak dari COVID -19. Meski tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai terlihat namun pemulihan pasti terjadi perlahan-lahan. Karena selama belum ditemukan obat atau vaksin yang efektif tentunya kita masih dihadapkan dengan risiko inheren. Nah, risiko ini yang terus kita asess . Yang pasti, tujuan pemerintah adalah terus membantu masyarakat yang terdampak COVID-19. Bagaimana mitigasi risiko dalam upaya pemulihan ekonomi? Saat ini kita dalam suasana krisis dan kita ingin mendorong perekonomian agar pulih sesegera mungkin. Risiko ekonomi yang lebih besar adalah resesi. Untuk itu jangan sampai kita gagal menstimulasi ekonomi, padahal kita memang sudah ada budget nya. Itu yang menjadi tantangan dan menjadi cambuk bagi kita pemerintah setiap hari, supaya kita bisa lebih efektif. Pemerintah melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mendorong pemulihan aktivitas ekonomi. Kita tidak mau resesi, kita tidak mau jumlah pengangguran dan orang miskin bertambah. Pemerintah siap memberikan support supaya momentum pemulihan ini semakin besar meskipun risikonya juga masih ada. Yang terpenting tata kelolanya baik dan risiko dihitung dengan baik. Semuanya di well measured, kita tahu risikonya, kita bandingkan dengan risiko yang lebih besar, kita pilih kebijakan yang me minimize dampak yang paling berat bagi perekonomian dan masyarakat kita secara keseluruhan. Penambahan anggaran PEN menjadi Rp695,2 triliun diikuti dengan pelebaran defisit 6,34 persen saat ini. Bagaimana posisi fiskal dalam kondisi tersebut? Kita punya ruang untuk bergerak secara fiskal karena selama ini kita melakukan kebijakan makro yang hati-hati dan prudent. Karena kita sudah melakukan disiplin fiskal yang cukup ketat selama bertahun-tahun, sehingga rasio utang kita rendah maka itu membuat kita punya ruang untuk melakukan pelebaran defisit sampai tiga tahun. Negara lain tidak banyak yang punya privilege itu, bahkan tahun ini banyak yang defisitnya double digit. Saat ini defisit kita 6,34 persen, tahun depan kita akan turun ke sekitar 4,7 persen, tahun depannya lagi akan turun ke tiga koma sekian. Tahun 2023 kita tetap commited untuk balik ke disiplin fiskal sebelumnya di bawah 3 persen. Apa prinsip utama dalam mengambil kebijakan fiskal di tengah ketidakpastian waktu berakhirnya krisis pandemi ini? “Whatever it takes ”(apapun yang diperlukan), itu sudah pasti menjadi prinsip utama, tapi dalam konteks kita mau melindungi masyarakat sebanyak-banyaknya. Kita berupaya agar pengangguran dan kemiskinan tidak bertambah banyak. Bagaimana memberikan kebijakan yang benar- benar bisa berdampak kepada masyarakat, itu fokus kita. Prinsip lainnya tepat sasaran, akseleratif, gotong royong, seperti kebijakan burden sharing yang pemerintah lakukan dengan BI. Dan yang harus selalu diingat adalah untuk menghindari moral hazard . Pemerintah juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum (Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK) untuk memastikan proses pembuatan kebijakan, serta pengawalan dalam implementasi program PEN ini sesuai dengan aturan yang berlaku. Bagaimana pendapat Bapak terhadap pembentukan Komite Penanganan COVID-19 dan PEN? Saya pikir itu sangat bagus untuk koordinasi. PEN ini kan melibatkan banyak K/L misalnya untuk Kesehatan, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) nya Kementerian Kesehatan, subsidi bunga untuk KUR dan non-KUR ada di Kementerian Koperasi, penjaminan KPA-nya Kementerian BUMN, dsb. Di samping itu, penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi ini harus dilihat sebagai satu big picture . Harus ada pertimbangan yang serius dan seimbang antara risiko kesehatan dengan risiko resesi ekonomi. Semua ini kan perlu diorkestrasi dengan baik. Tugas koordinator untuk bisa membuat ini lebih terintegrasi. Apa harapan Bapak terhadap masyarakat maupun pemerintah dalam kaitannya dengan kebijakan PEN? Saya pikir ini memang tanggung jawab dari kita semua karena ekonomi ini sebenarnya hanya satu aspek dari kehidupan bangsa ini. Kehidupan di balik angka-angka itu lebih penting. Kalau aktivitas ekonominya jalan tapi kita tidak disiplin mengikuti protokol kesehatan ya risikonya terlalu besar. Intinya ini benar-benar memang harus kombinasi dari disiplin masyarakat dan kebijakan yang benar dan efektif. Keduanya harus jalan bersama dengan seimbang. karya yang kita asess terdampak sangat dalam dan cukup lama. Jadi semua ini bertahap kita asess secara well measure . Pelan-pelan kita mulai dorong aktivitas perekonomian. Dengan adanya program PEN diharapkan kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat krisis pandemi dan pembatasan aktivitas tidak terlalu dalam. Bagaimana efektivitas program PEN sejauh ini? Sejauh ini di sisi rumah tangga yakni perlindungan sosial relatif paling efektif. Namun di sisi lain memang masih cukup menantang. Untuk kesehatan, penyerapannya masih rendah karena kendala pada pelaksanaan di lapangan seperti keterlambatan klaim biaya perawatan dan insentif tenaga kesehatan karena kendala administrasi dan verifikasi yang rigid . Tapi bulan Juli ini sudah dipercepat dengan adanya revisi KepMenkes. Selanjutnya, dukungan untuk UMKM sudah mulai berjalan, khususnya subsidi bunga untuk KUR. Ini memang cukup menantang karena melibatkan puluhan bank dan lembaga keuangan yang kapasitas teknologi pengolahan datanya tidak sama. Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Foto Dok. BKF
Biro KLI Kementerian Keuangan
Relevan terhadap
Opini Pembasmi Pandemi *Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan/perspektif institusi tempat penulis bekerja. Teks Riza Almanfaluthi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak MEDIAKEUANGAN 40 Ilustrasi A. Wirananda INSENTIF PAJAK B ermula dari Wuhan pada akhir Desember 2019, Corona Virus Disease (COVID-19) menyebar ke seluruh penjuru mata angin dan belum usai sampai ditulisnya artikel ini pada awal Mei 2020. Lebih dari 3,7 juta orang di seluruh dunia terinfeksi dan tak kurang dari 258 ribu orang di antaranya meninggal dunia. Tentu saja wabah global ini memukul pertumbuhan ekonomi dunia. IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. The Economist Intelligence Unit memperkirakan skenario terburuk sampai pada -2,2persen. Indonesia pun tidak luput dari bencana global ini, yang apabila dampaknya tidak ditangani dengan serius akan mengakibatkan kerusakan sangat parah di setiap lini kehidupan, terutama untuk masyarakat miskin dan rentan miskin yang kehilangan penghasilannya. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta (Senin, 20/04/2020) sampai mengutarakan kemendesakan situasi dan tindakan yang harus dilakukan oleh Kementerian terkait seperti Kementerian Sosial dan Kementerian Keuangan. Intinya, Presiden meminta agar bantuan sosial harus segera turun pada pekan ketiga April 2020 tersebut. Keterlibatan Kementerian Keuangan dalam bantuan sosial itu tak lepas dari perannya sebagai bendahara negara yang mengalokasikasikan tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun untuk mencegah krisis ekonomi dan keuangan. Angka tersebut antara lain digunakan untuk intervensi penanggulangan melalui insentif tenaga medis dan belanja penanganan kesehatan sebesar Rp75 triliun, program jaring pengaman sosial masyarakat sebesar Rp110 triliun, sektor industri melalui insentif perpajakan dan stimulus Kredit usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp70,1 triliun, dan pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional Rp150 triliun. Cahaya di ujung terowongan Yang menarik dari senarai di atas adalah dinamika insentif pajak yang secara beruntun diterbitkan oleh Menteri Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/ PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona dan PMK Nomor 28/ PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Diseases 2019. Bahkan kebijakan terkini adalah PMK Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang memberikan perluasan insentif pajak dan mencabut PMK Nomor 23/PMK.03/2020 karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan. Ketiga PMK ini sejatinya merupakan bentuk respons cepat Kementerian Keuangan atas telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19) __ dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. PMK 44/2020 menyebutkan ada lima fasilitas pajak yang disediakan pemerintah selama 6 bulan berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja berpenghasilan bruto tidak lebih dari Rp200 juta, PPh Final UMKM DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30persen, dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat. PMK 44/2020 ini memperbanyak sektor usaha yang mendapatkan insentif. Contohnya insentif PPh Pasal 21 DTP yang pemberiannya diperluas kepada 1062 sektor usaha. Masyarakat mengakses situs web pajak.go.id untuk mendapatkan insentif itu secara daring. Kelima insentif pajak ini bisa diibaratkan seperti cahaya di ujung terowongan. Kita ingin daya beli masyarakat dapat dipertahankan melalui tambahan penghasilan bagi para pekerja dan UMKM, laju impor ajeg buat industri karena adanya stimulus, stabilitas ekonomi dalam negeri dapat terjaga, ekspor dapat meningkat, dan manajemen kas lebih optimal. Memperkuat garis depan Dibandingkan PMK 44/2020 yang insentif pajaknya lebih menitikberatkan pada pemulihan sektor terdampak, maka insentif pajak dalam PMK 28/2020 lebih difokuskan untuk memperkuat garis depan di medan juang pembasmian COVID-19. Hakikinya agar barang dan jasa yang dibutuhkan dalam penanganan wabah mudah diperoleh dan tersedia dengan cepat. Kita sadari bahwa pemenuhannya berkejaran dengan waktu. Tidak boleh main-main dan lambat karena ini menyangkut nyawa 270 juta rakyat Indonesia. Barang- barang itu seperti obat-obatan, vaksin, peralatan laboratorium, peralatan pendeteksi, peralatan pelindung diri, peralatan untuk perawatan pasien. Sedangkan jasa seperti jasa konstruksi, konsultasi, teknik, manajemen, persewaan, dan jasa pendukung lainnya. Insentif pajak dalam PMK 28/2020 ini juga lebih variatif, yaitu PPN Tidak Dipungut atas impor barang, PPN DTP atas jasa dari luar daerah pabean, PPN DTP atas penyerahan barang di dalam daerah pabean, dan pembebasan PPN atas impor barang yang digunakan untuk pemanfaatan jasa. Yang lainnya adalah insentif pajak berupa pembebasan pemungutan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 22 Impor serta pembebasan pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23. Insentif ini diberikan selama 6 (enam) masa pajak mulai April sampai dengan September 2020. Tidak perlu lama karena kita semua juga ingin wabah ini segera berakhir agar kita bisa membangun dan menata kembali negeri ini.