Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersifat Volatil yang Berlaku pada Kementerian Perdagangan ...
Pedoman Teknis Implementasi Organisasi Pembelajar (Learning Organization) di Lingkungan Kementerian Keuangan ...
Relevan terhadap
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEDOMAN TEKNIS IMPLEMENTASI ORGANISASI PEMBELAJAR ( LEARNING ORGANIZATION) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN . PERTAMA : Menetapkan pedoman teknis implementasi organisasi pembelajar ( learning organization) di lingkungan Kementerian Keuangan, sebagai acuan operasional pelaksanaan organisasi pembelajar ( learning organization) bagi __ Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan Unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan. KEDUA : Implementasi organisasi pembelajar ( learning organization) sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA, dilakukan dengan tujuan untuk:
mengantisipasi perubahan yang semakin cepat, disrupsi dan ketidakpastian di tingkat nasional dan global, dengan mewujudkan organisasi yang agile , adaptif, dan inovatif;
meningkatkan budaya pembelajaran kolaboratif, digital, kreatif, dan mandiri bagi seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan;
meningkatkan kompetensi sumber daya manusia yang handal, akuntabel, dan kompeten, serta dapat menyelesaikan tugas dengan efektif dan efisien;
meningkatkan kinerja individu, tim, dan organisasi dalam mencapai visi, misi, dan sasaran strategis Kementerian Keuangan;
memelihara aset intelektual organisasi melalui manajemen pengetahuan; dan
meningkatkan budaya berbagi pengetahuan baik di tingkat individu, tim, maupun organisasi. KETIGA : Implementasi organisasi pembelajar ( learning organization ) sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA mengacu pada pendekatan sistem komponen yang terdapat dalam Enterprise Learning System yang telah disesuaikan dengan karakteristik operasional Kementerian Keuangan, sesuai penjelasan dalam skema dan konsep sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEEMPAT : Implementasi organisasi pembelajar ( learning organization ) sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA terdiri dari atas teknis implementasi dengan komponen sebagai berikut:
_Strategic Fit and Management Commitment; _ b. _Learning Function Organization; _ c. _Learners; _ d. _Knowledge Management Implementation; _ e. _Learning Value Chain; _ f. _Learning Solutions; _ g. _Learning Spaces; _ h. _Learners' Performance; _ i. _Leaders' Participation in Learning Process; dan _ j. Feedback. KELIMA : Teknis implementasi untuk setiap komponen sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPAT, terdiri atas:
deskripsi komponen;
ruang lingkup komponen;
tujuan komponen; dan
strategi implementasi, dengan penjelasan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B sampai dengan huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. KEENAM : Dalam pelaksanaan implementasi organisasi pembelajar ( learning organization ) sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri ini, Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan Unit non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan berkoordinasi dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. KETUJUH : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:
Menteri Keuangan;
Wakil Menteri Keuangan;
Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal, dan para Kepala Badan di lingkungan Kementerian Keuangan;
Kepala Lembaga _National Single Window; _ 5. Kepala Biro Umum, para Sekretaris Direktorat Jenderal, Inspektorat Jenderal, dan Sekretaris Badan di lingkungan Kementerian Keuangan;
Kepala Biro Sumber Daya Manusia, Sekretariat Jenderal;
Kepala Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Sekretariat Jenderal;
Para Kepala Pusat di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan;
Sekretaris Lembaga National Single Window ;
Direktur Politeknik Keuangan Negara STAN; dan
Para Kepala Balai di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 September 2021 a.n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN, ttd. ANDIN HADIYANTO PEDOMAN TEKNIS IMPLEMENTASI ORGANISASI PEMBELAJAR ( LEARNING ORGANIZATION) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN A. Skema dan Konsep Learning Organization (LO) Kementerian Keuangan LO merupakan organisasi yang secara terus menerus dan terencana memfasilitasi anggotanya agar mampu terus menerus berkembang dan mentransformasi diri, baik secara kolektif maupun individual, dalam upaya mencapai hasil yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan bersama antara organisasi dan individu di dalamnya. Implementasi LO di Kementerian Keuangan mengacu pada sebuah pendekatan sistem yang terdiri dari 10 (sepuluh) komponen penggerak yang ada dalam Enterprise Learning System yang telah dimodifikasi, menyesuaikan dengan karakteristik operasional Kementerian Keuangan. Kesepuluh komponen tersebut meliputi strategic fit and management commitment, learning function organization, learners, knowledge management implementation, learning value chain, learning solutions, learning spaces, learners’ performance , leaders’ participation in learning process, dan feedback . Komponen dimaksud dapat diilustrasikan dalam gambar berikut: Gambar: Bagan Alur Komponen LO Bagan alur komponen LO dapat dijelaskan sebagai berikut:
Komponen strategic fit and management commitment merupakan strategi dan komitmen pimpinan terhadap upaya membangun budaya belajar sebagai elemen penting terwujudnya LO. Pucuk pimpinan Kementerian LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR-1/KM.11/2021 TENTANG PEDOMAN TEKNIS IMPLEMENTASI ORGANISASI PEMBELAJAR ( LEARNING ORGANIZATION) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Keuangan diharapkan dapat menjadi inisiator budaya belajar dengan cara merumuskan kebijakan terkait visi, budaya, strategi, dan struktur yang mendukung proses belajar di Kementerian Keuangan.
Learning function organization memastikan bahwa organisasi menjalankan fungsinya dengan baik dalam kaitannya dengan aktivitas belajar di dalam organisasi. Komponen ini merupakan tindak lanjut dari komponen strategic fit and management commitment dimana setiap strategi dan komitmen pimpinan ditindaklanjuti dan dilaksanakan oleh organisasi, baik itu terkait pelaksanaan visi, implementasi strategi, pembangunan budaya belajar, dan penguatan struktur pendukung pembelajaran.
Dengan dukungan organisasi yang memadai, seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan harus membangun sikap mental, motivasi dan kebiasaan belajar baru sebagai learners atau pemelajar, baik di tingkat individu, tim maupun organisasi. Kebiasaan belajar baru tersebut dibangun oleh pemelajar dengan secara aktif melakukan pembelajaran, baik yang terstruktur maupun yang tidak terstruktur, untuk meningkatkan kinerja.
Knowledge management implementation memfasilitasi pembelajaran, mendorong penciptaan pengetahuan ( knowledge creation ), mendukung penyebarluasan pengetahuan, dan memperkuat retensi aset intelektual. Proses Knowledge Management (KM) terdiri dari identifikasi, dokumentasi, pengorganisasian, penyebarluasan, penerapan dan pemantauan pengetahuan. Dalam penerapannya, KM __ didukung dengan salah satunya melalui pengembangan Knowledge Management System (KMS) yang menjadi repository aset intelektual di lingkungan Kementerian Keuangan yang kita kenal sebagai Kemenkeu Learning Center (KLC).
Berbeda dengan komponen knowledge management implementation yang mencerminkan penciptaan dan diseminasi pengetahuan, komponen learning value chain menggambarkan proses pengelolaan pembelajaran di Kementerian Keuangan. Komponen ini mencakup proses analisis, desain, implementasi, dan evaluasi yang dilakukan organisasi untuk melaksanakan pembelajaran yang aplikatif, relevan, mudah diakses, dan berdampak tinggi sesuai kebutuhan organisasi.
Untuk mencapai target yang sudah disepakati, organisasi perlu menentukan model pembelajaran seperti apa yang paling tepat. Model pembelajaran dapat berupa belajar sendiri, belajar terstruktur, belajar dari orang lain, dan/atau belajar sambil bekerja. Penentuan model pembelajaran ini diatur dalam komponen learning solution . Dengan model pembelajaran yang tepat, target yang sudah disepakati dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, organisasi perlu memfasilitasi pembelajaran itu melalui komponen learning spaces yang meliputi penyediaan ruangan, peralatan, jaringan internet dan intranet, akses sumber belajar, kesempatan belajar, dan dukungan teknis. Kombinasi antara learning value chain , model pembelajaran, dan penyediaan fasilitas sangat penting dalam menunjang pembelajaran yang dilakukan learners .
Setelah melakukan pembelajaran, learners perlu mengimplementasikan hasil pembelajarannya agar bermanfaat bagi diri sendiri, tim kerjanya, maupun organisasi. Hal ini sejalan dengan prinsip LO yang tidak sebatas pada perolehan dan penyimpanan pengetahuan, namun juga pengimplementasian dan pemanfaatan pengetahuan. Hasilnya digunakan untuk perbaikan berkelanjutan, peningkatan kinerja, dan bahkan penciptaan inovasi. Implementasi dan pemanfaatan hasil belajar ini adalah fokus dari komponen Learners Performance yakni untuk memastikan budaya belajar dan proses pengelolaan pengetahuan berjalan dengan optimal, agar organisasi mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan sehingga menjadi organisasi yang lebih baik.
Dalam keseluruhan rangkaian proses pembelajaran, dukungan pimpinan sangat penting untuk menjaga keterkaitan antara kegiatan belajar dengan tujuan strategis Kemenkeu. Tidak hanya itu, peran pimpinan yang dijabarkan di dalam komponen leader participation in learning process juga mencakup peran pimpinan sebagai role models, teachers, coaches, mentors, counsellors dan forward-thinking leadership .
Setelah semua komponen telah diimplementasikan, organisasi perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh untuk mendapatkan gambaran yang jelas atas kualitas implementasi LO dalam suatu periode. Evaluasi ini dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis umpan balik atau feedback dari semua unsur yang berpartisipasi dalam proses belajar, baik dari internal maupun eksternal organisasi. Hasil evaluasi ini menjadi informasi berharga yang dapat dipergunakan sebagai tolok ukur untuk memastikan penerapan LO yang lebih terarah, sistematis, dan berkelanjutan. B. Teknis Implementasi Komponen Strategic Fit and Management Commitment 1. Deskripsi a. Komponen Strategic Fit and Management Commitment mendeskripsikan komitmen pimpinan untuk berupaya membangun budaya belajar yang menjadi warna keseharian setiap unsur di dalam organisasi.
Inisiatif untuk melakukan perubahan organisasi bisa berasal dari pimpinan tertinggi atau sekelompok pimpinan pada level menengah.
Setiap unsur di dalam organisasi harus memahami bahwa kesuksesan pencapaian kinerja organisasi bergantung, salah satunya, kepada keberhasilan penerapan budaya belajar itu sendiri.
Kinerja yang ingin dicapai oleh organisasi dijadikan sebagai acuan dalam menentukan prioritas serta strategi pencapaiannya.
Setiap strategi yang akan diimplementasikan hendaknya sejalan dengan tujuan organisasi baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.
Ruang Lingkup a. Komitmen terhadap pembelajaran mencakup seluruh kebijakan yang diimplementasikan bagi seluruh pegawai di lingkungan Unit Eselon I dan Unit Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan.
Komitmen ini melibatkan seluruh kegiatan pembelajaran, sepanjang kegiatan tersebut sejalan dengan tujuan strategi organisasi.
Tujuan Tujuan dari komponen strategic fit and management commitment yaitu untuk menyediakan acuan bagi pimpinan Unit Eselon I dan Unit Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan dan Eselon II yang memiliki kewenangan strategis dalam penetapan arah dan tujuan organisasi serta pengelolaan sumber daya organisasi dalam hal mendukung implementasi LO dalam bentuk arahan serta kebijakan yang akan mengikat dan menjadi dasar bagi seluruh unsur di dalam organisasi untuk membangun dan menerapkan budaya belajar.
Strategi Implementasi No Subkomponen Strategi Implementasi a. Visi Organisasi 1) Organisasi memiliki visi yang mencakup rencana pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) secara menyeluruh yang sejalan dengan target kinerja organisasi.
Visi yang mencakup rencana pengembangan SDM ditunjukkan dengan organisasi mempunyai visi terukur dilengkapi dengan tahapan pencapaiannya yang tertuang dalam dokumen rencana strategis organisasi.
Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi, dengan contoh kegiatan sebagai berikut: a) Organisasi mempunyai visi yang tertuang pada rencana strategis dan menjadi rujukan dalam menjalankan organisasi. Visi ini disusun dengan melibatkan elemen organisasi serta No Subkomponen Strategi Implementasi disosialisasikan dan dimonitor secara berkala dan berjenjang. b) Organisasi memiliki dokumen yang menjadi rujukan dalam mengelola SDM. Dokumen ini merujuk kepada ketentuan lain yang berlaku di lingkungan Kementerian Keuangan di mana setiap pegawai mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengakses dan/atau menerima sosialisasi. c) visi yang disusun dengan melibatkan seluruh komponen organisasi dan dikomunikasikan secara berjenjang serta dievaluasi secara berkala. d) terdapat pernyataan dan/atau penjelasan dalam visi bahwa organisasi akan mengembangkan SDM secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan organisasi.
Budaya Organisasi 1) Organisasi memiliki budaya yang diwujudkan dalam kebijakan dan tercermin dalam aktivitas harian guna memberikan kesempatan bagi seluruh pegawai untuk senantiasa mengembangkan diri dengan belajar sambil bekerja dan bekerja sambil belajar yang dapat dilakukan kapan saja, dimana saja, dan dengan siapa saja.
Perwujudan budaya dalam kebijakan tercermin pada aktivitas pimpinan dalam membuat komitmen bersama untuk mewujudkan implementasi LO dan merumuskan regulasi yang menunjang implementasi LO tersebut pada level Unit Eselon I dan Unit Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan.
Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu dan Organisasi, melalui aktivitas memberikan kesempatan bagi pegawai untuk mengembangkan diri dilakukan dengan cara terstruktur maupun tidak terstruktur, dengan contoh kegiatan sebagai berikut: a) Pada tingkatan Individu, Pimpinan unit kerja selaku individu yang menduduki struktur pemilik peta strategi dan kewenangan No Subkomponen Strategi Implementasi pengelolaan sumber daya organisasi senantiasa berinisiatif serta menjadi inspirasi bagi seluruh elemen organisasi dalam menerapkan budaya belajar. b) Pada tingkatan Organisasi, memiliki dokumen yang mengatur pelaksanaan budaya belajar bagi seluruh pegawai. Dokumen ini berupa produk hukum yang diberlakukan di lingkungan Unit Eselon I dan Unit Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan dan memuat jenis kegiatan, tata cara, waktu, dan pelaku kegiatan belajar. c) Pada tingkatan Organisasi, memiliki regulasi untuk membiasakan belajar dalam bekerja dan bekerja dalam belajar, dalam konteks apapun, kapan saja, dimana saja, dengan/kepada siapa saja, dan oleh siapapun juga.
Strategi Organisasi 1) Organisasi memiliki strategi yang mencakup rencana kebutuhan pengembangan, pola karier, standar kompetensi, dan learning journey bagi seluruh pegawai yang sejalan dengan target kinerja organisasi.
Kepemilikan strategi tercermin pada tersedianya rencana strategis organisasi, rencana kebutuhan dan pengembangan SDM, pola karir pegawai, standar kompetensi teknis – jabatan yang secara terstruktur disusun dan disosialisasikan kepada pegawai, learning journey bagi pegawai berdasarkan kondisi SDM serta kerangka strategis organisasi yang akan menjadi pijakan dalam pelaksanaan Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) yang bersifat strategis organisasi, jabatan, maupun individu.
Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi, dengan contoh kegiatan sebagai berikut: Tersedianya dokumen rencana strategis organisasi, rencana kebutuhan dan pengembangan SDM, pola karir pegawai, standar kompetensi teknis – jabatan, learning journey, dan/atau yang sejenis (bisa No Subkomponen Strategi Implementasi ditambahkan dokumen lain sesuai karakteristik masing-masing organisasi) yang secara legal dan terbuka dapat diakses dan/atau disosialisasikan kepada pegawai.
Struktur Organisasi 1) Organisasi memiliki pimpinan yang mempunyai kewenangan dalam menentukan arah dan kebijakan pengembangan SDM yang sejalan dengan target kinerja organisasi.
Kepemilikan pimpinan yang menentukan arah dan kebijakan tercermin pada keberadaan struktur Eselon I dan Unit Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan dan Eselon II yang mempunyai kewenangan dalam penetapan rencana strategis organisasi serta pengelolaan SDM pendukung sebagai penggerak utama perubahan organisasi.
Pimpinan dalam level ini juga diharapkan mampu menciptakan atmosfer keterbukaan informasi, desentralisasi kewenangan dan tanggung jawab, kolaborasi yang harmonis di dalam maupun luar organisasi.
Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi, dengan contoh kegiatan sebagai berikut: Pimpinan unit kerja yang memiliki peta strategi dan kewenangan pengelolaan sumber daya organisasi menjadi pihak yang mempunyai inisiatif dalam penentuan target kinerja organisasi, penetapan strategi pencapaiannya, serta mekanisme pengelolaan sumber daya yang dimiliki. C. Teknis Implementasi Komponen Learning Function Organization 1. Deskripsi Komponen Learning Function Organization mendeskripsikan kemampuan organisasi dalam menerapkan visi, budaya, strategi, dan struktur yang berorientasi pada pembelajaran.
Ruang Lingkup Komponen Learning Function Organization mencakup penerapan visi, budaya, strategi, dan struktur yang berorientasi pada pembelajaran dalam mendukung perwujudan LO.
Tujuan Tujuan dari komponen Learning Function Organization yaitu mendorong terwujudnya organisasi yang menerapkan visi, budaya, strategi, dan struktur yang berorientasi pada pembelajaran (baik pembelajaran individu, tim, maupun organisasi) sehingga perwujudan LO dapat terlaksana secara lebih terarah, sistematis dan berkelanjutan.
Strategi Implementasi No Subkomponen Strategi Implementasi a. Penerapan visi organisasi 1) Organisasi mengelola agar visi yang telah ditetapkan dapat dicapai melalui adanya proses pembelajaran (baik pembelajaran individu, pembelajaran tim, maupun pembelajaran organisasi) yang berkelanjutan.
Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas mengelola visi yang dilakukan dengan cara: a) Pimpinan organisasi menjalankan perannya sebagai Learning Council dalam penentuan kebutuhan strategis unit kerjanya yang perlu didukung melalui pembelajaran. Contoh: Direktur Jenderal hadir tanpa diwakili dan aktif menyampaikan arah kebijakan pengembangan SDM dalam Learning Council Meeting (LCM). b) Pimpinan organisasi menjalankan perannya dalam penyusunan kebijakan pengembangan kompetensi SDM di unit masing-masing, yang dikaitkan dengan No Subkomponen Strategi Implementasi arah strategi dan kebijakan Kementerian Keuangan. Contoh: Inspektur Jenderal menentukan fokus pengembangan SDM Inspektorat Jenderal tahun berkenaan berupa pengembangan kemampuan generik dalam pengelolaan keuangan negara. c) Pimpinan organisasi menjalankan perannya dalam penyusunan kebijakan manajemen pengetahuan ( knowledge management ) di unit masing-masing, yang dikaitkan dengan arah strategi dan kebijakan Kementerian Keuangan. Contoh: Kepala Badan menentukan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagai tema prioritas dalam melakukan dokumentasi pengetahuan ( knowledge documentation) dalam bentuk buku.
Penerapan budaya organisasi 1) Organisasi menerapkan program budaya yang mencakup kebiasaan, nilai-nilai, maupun praktik dalam organisasi, khususnya terkait dengan pembelajaran.
Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas penerapan program budaya yang dilakukan dengan cara: a) memastikan implementasi Nilai-nilai Kementerian Keuangan di unitnya. Contoh: Implementasi nilai “kesempurnaan”, di mana seluruh pegawai dan pimpinan di Kementerian Keuangan perlu senantiasa No Subkomponen Strategi Implementasi melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik. Dalam hal ini, dibutuhkan adanya pembelajaran yang melekat dalam organisasi agar nilai kesempurnaan tersebut dapat terwujud. b) memastikan pelaksanaan kode etik dan kode perilaku PNS Kementerian Keuangan di unitnya. Contoh: Organisasi mendorong setiap pegawai untuk:
bersedia berbagi solusi, informasi dan/atau data sesuai kewenangan untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan pekerjaan;
terbuka terhadap informasi atau pengetahuan baru; dan
tidak menghalangi kreativitas/gagasan/ pendapat yang bernilai tambah bagi kemajuan organisasi. Aktivitas-aktivitas tersebut perlu menjadi kebiasaan yang melekat dalam praktik pelaksanaan pekerjaan. c) mengembangkan dan menjalankan program budaya belajar di unitnya. Contoh: Dijalankannya Program Budaya di Lingkungan Kemenkeu Tahun 2013 yang salah satunya adalah “satu informasi setiap hari” dalam rangka mendorong pegawai mencari informasi yang positif dan membaginya ( sharing ) untuk pengetahuan bersama. Program budaya belajar dapat pula diinisiasi oleh masing-masing unit organisasi sehingga perwujudan LO dapat lebih terdorong. No Subkomponen Strategi Implementasi c. Penerapan strategi organisasi 1) Organisasi menerapkan strategi yang mencakup rencana aksi, metode, maupun langkah-langkah terkait pembelajaran dalam organisasi untuk mencapai visi dan target kinerjanya.
Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas penerapan strategi yang dilakukan dengan cara: a) pimpinan organisasi melakukan koordinasi dengan pimpinan di unit pengelola dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kompetensi SDM. Contoh: Sekretaris Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) selaku pimpinan unit pelaksana AKP utama menyusun Laporan Hasil Pengumpulan Data AKP dan mengkoordinasikannya dengan Kepala Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan (Pusdiklat AP), BPPK. b) pimpinan organisasi memberikan rekomendasi pemilik rumpun keahlian/ Skill Group Owner (SGO) dalam pelaksanaan pengembangan kompetensi SDM. Contoh: Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) merekomendasikan Widyaiswara Pusdiklat Keuangan Umum (Pusdiklat KU) selaku SGO program pembelajaran untuk berperan dalam penyusunan desain e-learning pengenalan pembelajaran terintegrasi. No Subkomponen Strategi Implementasi c) organisasi terlibat dalam keseluruhan proses learning value chain antara lain dalam:
pelaksanaan AKP;
penyusunan program dan desain pembelajaran;
penyelenggaraan pembelajaran; dan
pelaksanaan evaluasi pembelajaran dan evaluasi pascapembelajaran. Contoh: Sekretariat DJPPR berpartisipasi aktif dalam proses pengumpulan data kinerja individu sebelum dan setelah pembelajaran dalam rangka evaluasi pascapembelajaran yang diselenggarakan oleh Pusdiklat KU. d) organisasi mendorong implementasi manajemen pengetahuan. Contoh: Sekretariat BPPK memasukkan kegiatan pendokumentasian pengetahuan yang merupakan bentuk aktualisasi pembelajaran ke dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) untuk seluruh pegawai di lingkungan BPPK. e) organisasi memastikan ketersediaan dan mengelola infrastruktur pengembangan kompetensi. Contoh: Lembaga National Single Window (LNSW) melakukan proses pemetaan pegawai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. f) organisasi melaksanakan manajemen talenta yang meliputi serangkaian kegiatan No Subkomponen Strategi Implementasi terencana dan terukur untuk mengelola pegawai terbaik yang memiliki kualifikasi, kompetensi, dan kinerja optimal berlandaskan sistem merit. Contoh: Pengelola manajemen talenta unit Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) melakukan analisis kebutuhan talent , identifikasi talent , penetapan talent , pengembangan talent , retensi talent dan evaluasi talent bagi pelaksana yang ditargetkan untuk menduduki Jabatan Pengawas.
Penerapan struktur organisasi 1) Organisasi melakukan penataan kelembagaan dengan menghilangkan sekat komunikasi antar struktur sehingga mempermudah arus komunikasi serta meningkatnya hubungan dan kolaborasi kerja di dalam organisasi, termasuk komunikasi mengenai yaitu pertukaran kebijaksanaan ( wisdom ), pengetahuan ( knowledge ), informasi ( information ), dan data ( data ).
Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas penataan organisasi dengan menghilangkan sekat komunikasi antar struktur yang dilakukan dengan cara menjalankan Rencana Strategis Kemenkeu tahun 2020-2024 dalam rangka mewujudkan organisasi yang ramping dan tanpa sekat- sekat ( flatter and boundaryless organization ). Contoh: Unit melakukan penataan organisasi dengan merampingkan jabatan struktural dan memperbanyak fungsional analis kebijakan yang bekerja dalam tim lintas bidang. D. Teknis Implementasi Komponen Learners 1. Deskripsi a. Komponen Learners mendeskripsikan proses akulturasi budaya belajar dan keleluasaan pembelajaran, baik secara individu maupun tim, dalam memperoleh pembelajaran sesuai arah pengembangan organisasi.
Akulturasi budaya belajar direpresentasikan dengan persepsi pegawai terhadap budaya belajar dan pengaplikasiannya, baik di lingkup individu, tim maupun organisasi.
Sedangkan keleluasaan pegawai dalam memperoleh pembelajaran direpresentasikan dengan tingkat kemudahan setiap pegawai mendapatkan pembelajaran yang dibutuhkan ( accessible ).
Agar proses akulturasi budaya belajar dan keleluasaan pembelajaran tersebut selaras dengan arah pengembangan organisasi, organisasi sebagai pemelajar berperan penting dalam mendorong terciptanya lingkungan belajar yang kondusif dan berkelanjutan.
Ruang Lingkup a. Komponen Learners mencakup bagaimana individu, tim, dan organisasi menempatkan dirinya sebagai pemelajar.
Aktivitas sebagai learners meliputi bagaimana pandangan dalam mendefinisikan kebutuhan belajarnya, pemenuhan media/metodologi pembelajaran, persepsi atas kontribusi atas hasil belajar, serta persepsi atas dukungan organisasi terhadap proses pembelajaran 3. Tujuan Tujuan dari komponen Learners yaitu terciptanya pemelajar, baik secara individu, tim, maupun organisasi, dengan ciri yang melekat, yakni:
memiliki inisiatif dan motivasi tinggi untuk terus belajar secara berkesinambungan;
aktif mencari dan/atau menggali potensi yang tersimpan di dalam diri dan mengubahnya menjadi sesuatu yang berkontribusi terhadap kinerja;
memiliki sikap dan mental yang positif terhadap tantangan dan hal yang baru;
mampu menginternalisasi hasil belajar untuk pengembangan diri, tim kerja dan organisasi secara menyeluruh guna mendukung kinerja organisasi 4. Strategi Implementasi No Subkomponen Strategi Implementasi a. Individu sebagai Learners 1) Mengidentifikasi, menyusun dan mengimplementasikan rencana pengembangan individu yang merefleksikan pemahaman utuh atas kebutuhan pengembangan kompetensinya No Subkomponen Strategi Implementasi dan mengupayakan pemenuhan kebutuhan pengembangan kompetensi tersebut, terutama atas inisiatif pribadi, dalam rangka budaya belajar berkelanjutan ( continuous learning ). a) Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu melalui aktivitas identifikasi rencana pengembangan individu yang dilakukan dengan cara aktif mempelajari dokumen terkait tujuan organisasi/arahan pimpinan, melakukan diskusi, dan/atau cara lain untuk mengidentifikasi potensi dan kesenjangan diri guna mendukung organisasi. Contoh:
Pegawai mempelajari dokumen- dokumen terkait visi, misi, tugas, fungsi di unit kerjanya serta kondisi terkini.
Kemudian pegawai tersebut mengidentifikasi potensi dan kesenjangan yang dimilikinya saat ini.
Hasil identifikasi tersebut digunakan untuk menentukan arah pengembangan diri yang diharmonisasikan dengan minat yang ada pada diri pegawai.
Guna mempertajam hasil identifikasi, pegawai mendiskusikan rencana pengembangan diri tersebut dengan peers , atasan, dan pihak-pihak lain yang kompeten. b) Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu melalui aktivitas penyusunan rencana pengembangan individu yang dilakukan dengan cara menyusun dokumen tertulis minimal berisi rencana dan tujuan pengembangan diri. Contoh: Pegawai memiliki catatan/jurnal/bentuk dokumen apapun yang minimal memuat No Subkomponen Strategi Implementasi rencana pengembangan dirinya dan target yang diharapkan, baik yang berasal dari penerjemahan atas tujuan organisasi/ arahan pimpinan maupun yang berasal dari penggalian potensi dan kesenjangan dirinya masing-masing guna mendukung tercapainya tujuan organisasi. c) Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu melalui aktivitas mengupayakan implementasi rencana pengembangan individu yang dilakukan dengan cara menyeleksi sumber dan metodologi pembelajaran yang tepat untuk memenuhi kebutuhannya dan merencanakan waktu pemenuhan pengembangan diri tersebut serta mengkomunikasikannya dengan (minimal) atasan langsung. Contoh: Pegawai menyeleksi sumber dan metodologi pembelajaran yang tepat untuk memenuhi kebutuhannya (misalkan melalui: mentoring, coaching , free access e-learning/ microlearning, Penugasan Pelatihan/ Pelatihan Jarak Jauh (PJJ)/ e-learning , membaca buku-buku/ jurnal/ literatur/ self-funded training program, dll), merencanakan waktu pemenuhannya dan mengkomunikasikan hal tersebut kepada atasan langsungnya.
Secara rutin mengalokasikan waktu untuk belajar dari berbagai sumber, baik pembelajaran terstruktur maupun tidak terstruktur untuk mendukung kinerja individu, tim, dan organisasi. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu yang dilakukan dengan cara secara rutin menjadwalkan dan/atau menyisihkan waktu untuk belajar dari berbagai sumber guna pengembangan diri yang berkelanjutan. No Subkomponen Strategi Implementasi Contoh: a) pegawai membaca buku-buku dan jurnal guna menambah pengetahuan untuk efisiensi proses kerja. b) pegawai mempelajari cara-cara mengoptimalisasi aplikasi office dengan memanfaatkan Visual Basic (VB) untuk otomatisasi event. c) pegawai mengikuti konferensi secara online . d) pegawai secara rutin mempelajari cara-cara menyusun infografis untuk melaporkan kegiatan. e) pegawai mengikuti free access microlearning/e-learning atas inisiatif mandiri. f) pegawai mengikuti Pelatihan/ PJJ/ e- learning sesuai penugasan untuk meningkatkan kompetensinya. g) pegawai melaksanakan mentoring dengan atasan langsungnya untuk mendalami implementasi hasil belajar. h) pegawai melakukan berbagai kegiatan pengembangan diri lainnya.
Memiliki perspektif dan sikap mental yang positif terhadap tantangan, perubahan dan inovasi serta memiliki motivasi dan inisiatif untuk turut menciptakan sesuatu bagi organisasi secara menyeluruh. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu melalui aktivitas: a) Pegawai memiliki perspektif dan sikap mental yang positif ditunjukkan dengan sikap antusias dan terbuka terhadap tantangan penugasan baru dan inovasi dalam proses pembelajaran baik untuk memperbaiki tugas dan fungsinya maupun hal lain untuk menunjang target organisasi. Contoh: Pegawai terbuka dan menerima tantangan tugas baru dari atasannya untuk membuat No Subkomponen Strategi Implementasi dashboard pengolahan data guna menunjang target unit. Pegawai tersebut kemudian siap dan antusias untuk ditugaskan dalam program pembelajaran yang disertai dengan pembelajaran terintegrasi dimana dalam jangka waktu tertentu harus dapat menyelesaikan penyusunan dashboard sesuai target atasannya. b) Pegawai memiliki motivasi dan inisiatif ditunjukkan dengan aktivitas mencari dan mengelaborasi ide, cara atau tantangan baru serta terlibat aktif dalam pencetusan ide, cara atau tantangan baru tersebut. Contoh: Pegawai memiliki motivasi tinggi dan berinisiatif untuk memetakan kebutuhan organisasinya akan otomasi data dan mendesain rancangan dashboard yang kiranya sesuai untuk dikembangkan. Dalam prosesnya, pegawai aktif berdiskusi dengan peers dan atasan langsungnya untuk mendapatkan saran dan masukan yang membangun.
Secara aktif mempelajari dan mengimplementasikan hasil belajar, di antaranya yaitu cara-cara baru dalam bekerja yang lebih baik. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu melalui aktivitas: a) belajar dilakukan dengan cara selalu menginisiasi inisiatif pribadi untuk belajar secara berkesinambungan ( continuous learning ) di dalam setiap kesempatan. Contoh: pegawai mempelajari secara mandiri dari berbagai literatur terkait cara mengoptimalisasikan handphone sebagai pengganti kamera notebook supaya tampilan pada online meeting lebih baik dan mengimplementasikannya dalam tugas keseharian. No Subkomponen Strategi Implementasi b) mengimplementasikan hasil belajar dilakukan dengan cara mengujicobakan ide, cara atau tantangan baru yang didapatkan dari pembelajaran pada aktivitas dan pekerjaan sehari-hari yang berpotensi dapat meningkatkan kinerja. Contoh: pegawai mencoba menggunakan kombinasi google sheet dan data studio untuk optimalisasi pengolahan data sebagai implementasi hasil belajar dari Program Pelatihan Pengolahan Data dan Visualisasi Pelaporan.
Meningkatkan kinerja tim dan organisasi melalui eskalasi dari implementasi hasil belajarnya. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu melalui aktivitas: a) meningkatkan kinerja tim dilakukan dengan cara aktif mendiseminasikan hasil pembelajaran kepada peers atau tim kerja sehingga tercipta duplikasi dan/atau pengembangan hasil pembelajaran tersebut pada tingkat tim kerja. Contoh: Pegawai berhasil mengoptimalisasikan handphone sebagai pengganti kamera notebook dan mengimplementasikannya dalam tugas keseharian. Kemudian, pegawai dimaksud membagi ilmu tersebut kepada peers /tim kerjanya melalui diskusi secara aktif ketika berkegiatan sehingga pada akhirnya peers/ tim kerjanya juga dapat mengoptimalisasikan handphone sebagai pengganti kamera notebook. __ b) meningkatkan kinerja organisasi dilakukan dengan cara aktif menyempurnakan dan menyelaraskan hasil pembelajaran sesuai dengan kebutuhan organisasi dan dinamika perkembangan lingkungan. No Subkomponen Strategi Implementasi Contoh: Pegawai mencoba menggunakan kombinasi __ Microsoft Excel dan google data studio untuk optimalisasi pengolahan data sebagai implementasi hasil belajar dari Program Pelatihan Pengolahan Data dan Visualisasi Pelaporan dan menciptakan suatu dashboard yang memudahkan unit kerjanya untuk memperoleh otomasi data dan melakukan pemantauan.
Mendokumentasikan implementasi hasil belajar (baik success maupun failure ) untuk menjadi lesson learned yang kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan berbagi pengetahuan dan/atau penyebarluasan lesson learned tersebut ke rekan kerja, tim, maupun organisasi secara menyeluruh. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu melalui aktivitas: a) mendokumentasikan lesson learned dilakukan dengan cara mendokumentasikan setiap proses, tantangan, tips/trik, dan pelajaran lain yang didapat selama mengimplementasikan hasil belajar melalui berbagai cara/metode/media yang diterapkan di lingkungan organisasi untuk dapat memperluas dampak pembelajaran. Contoh:
pegawai secara aktif berdiskusi dan memberikan masukan pada forum Community of Practice (CoP) __ terkait Microsoft Excel.
pegawai menyusun artikel terkait cara mengoptimalkan Microsoft Excel untuk visualisasi data supaya bisa lebih mudah dicerna. b) penyebarluasan lesson learned dilakukan dengan cara aktif mendiseminasikan setiap proses, tantangan, tips/trik, dan pelajaran lain yang didapat dari proses pembelajaran pada setiap kesempatan. No Subkomponen Strategi Implementasi Contoh:
pegawai menjadi pembicara pada mini class yang diadakan di lingkungan kantornya.
pegawai mendiseminasi artikel terkait cara mengoptimalkan Microsoft Excel untuk visualisasi data yang telah disusunnya melalui Knowledge Management System (KMS) __ sehingga dapat diakses oleh setiap orang pada unit organisasinya.
Dapat menjadi inspirasi, mendorong dan mendukung orang lain untuk berkembang dan mempelajari hal-hal yang baru. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu melalui aktivitas: a) Menjadi inspirasi yang ditunjukkan dengan cara berupaya menjadi yang terdepan dalam mengimplementasikan hasil belajar, menunjukkan kontribusi akan implementasi hasil belajarnya bagi organisasi dan aktif melakukan sharing akan prestasi pencapaiannya. Contoh: pegawai menjadi pembicara dalam kegiatan- kegiatan terkait sharing knowledge/ discussion. __ b) mendorong dan mendukung orang lain yang dilakukan dengan cara menyebarkan sikap positif pada peers/ tim kerja dalam setiap kesempatan dan melalui berbagai aktivitas yang mendorong pembelajaran. Contoh:
Pegawai menjadi panitia dalam kegiatan Learning Organization Knowledge Room (LOKER) dan mengajak rekan kerjanya untuk berani menjadi host /panitia.
Pegawai menjadi penggiat adanya sharing session rutin guna membantu No Subkomponen Strategi Implementasi peningkatan literasi data dan analisis data di unit organisasinya.
Tim sebagai Learners 1) Mendorong organisasi mencapai tujuan strategisnya melalui pembentukan kelompok belajar. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Tim melalui aktivitas pembentukan kelompok: a) untuk menyelesaikan suatu penugasan/pekerjaan tertentu dan didasari oleh suatu dokumen penugasan. Contoh: Tim Pengelola Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan dan Tim Pengembang LO. b) untuk memperlancar proses bisnis tertentu yang didasari oleh inisiatif dan kebutuhan kolaborasi tanpa adanya dokumen penugasan Contoh: Kolaborasi antar PIC setiap Subbidang yang berinisiatif membuat dashboard manajemen rapat pimpinan untuk mempermudah mengagendakan rapat suatu bidang. c) sebagai suatu wahana untuk berdiskusi akan suatu topik secara berkesinambungan. Contoh: Community of Practice (CoP). d) karena adanya kepercayaan interpersonal para anggotanya ( Interdependence, Social Cohesion, Task Cohesion, Group Potency dan Psychological Safety ) sehingga mendorong perilaku belajar tim dan saling sharing pengetahuan, awareness, dan kondisi bersama guna meningkatkan kinerja. No Subkomponen Strategi Implementasi Contoh: Komunitas Data Analytics Kementerian Keuangan/ __ Ministry of Finance- Data Analytics Community (MoF-DAC). e) secara sistematis dan terintegrasi dalam program pembelajaran yang dibatasi dengan tenggat waktu serta di dalamnya mencakup input, proses, dan output . __ Contoh: tim untuk menyelesaikan suatu action learning project sebagai implementasi dari suatu program pembelajaran. __ 2) Secara terus-menerus menggerakkan aktivitas belajar di dalam tim dengan metode belajar, seperti: briefing , mentoring , meeting , job rotation , kerja sama tim, inquiry , konsultasi, reading assignment, monitoring, studi banding, belajar dari organisasi lain, belajar dari mitra, dan belajar dari pengalaman. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Tim dengan cara project team-based action learning . Contoh: a) menyusun rencana project yang disesuaikan dengan sasaran strategis yang akan dicapai melalui action learning project . b) membangun tim yang bersifat lintas unit dan memperhatikan keragaman keahlian. c) menetapkan keanggotaan, tugas, dan peran masing-masing anggota tim sehingga anggota tim paham dengan baik tugas dan perannya, memiliki kesadaran terhadap tujuan bersama, dan berani untuk berbeda pendapat. d) mengajukan penugasan agar pejabat struktural/fungsional dapat berperan sebagai reviewer project . e) mengajukan permohonan agar pimpinan dengan keahlian yang relevan dapat berperan sebagai coach dan/atau mentor . No Subkomponen Strategi Implementasi f) menyusun linimasa project . Pelaksanaan project sedapat mungkin selaras dengan pelaksanaan tugas dan pekerjaan rutin. g) mengidentifikasi kebutuhan pengetahuan dan menyusun rencana pembelajaran yang akan dilakukan untuk mendukung pelaksanaan project . h) melakukan knowledge sharing atas pengetahuan yang tercipta pada setiap tahapan proses implementasi project . Hal ini dilakukan, selain agar tercipta proses pembelajaran yang efektif dan kolaboratif, juga agar terjadi proses transfer pengetahuan baik di dalam tim maupun kepada pegawai lain yang terkait. i) setelah project dilaksanakan, tim menyusun laporan pelaksanaan project , individu menyusun laporan analisis pembelajaran apa saja yang didapat individu pegawai selama melaksanakan project . j) melakukan proses dokumentasi terhadap semua proses yang dilalui dalam menyelesaikan action learning project dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, rencana pembelajaran, dan hasilnya (termasuk inovasi yang mengemuka) sebagai keseluruhan pengetahuan yang diperoleh dari pelaksanaan action learning project . Dokumentasi ini juga mencakup penyempurnaan atas proses dan hasil dari proses sebelumnya, sehingga terjadi continuous improvement atas hasil-hasil yang sudah tercipta tersebut. k) pemanfaatan dan pemanfaatan kembali pengetahuan yang dihasilkan dari seluruh proses pelaksanaan action learning project. 3. Organisasi sebagai Learners 1) Mendorong terjadinya pertukaran, diseminasi, dan pengaplikasian pengetahuan secara kolektif di tingkat organisasi. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi dengan cara menginisiasi, mengembangkan dan memelihara aktivitas-aktivitas yang dapat No Subkomponen Strategi Implementasi menjadi wadah untuk mendukung pembelajaran di tingkat organisasi yang dilakukan dalam berbagai kesempatan dengan melibatkan kegiatan dialogue , baik one-on-one atau group discussion . Contoh: a) unit kerja mengembangkan Community of Practice (CoP). b) unit kerja mengembangkan kegiatan knowledge sharing (misal: One Day One Information ) yang diselenggarakan secara rutin.
Memfasilitasi implementasi budaya belajar. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas: a) pemberian dukungan secara aktif dan rutin terhadap inovasi guna membangun keyakinan yang mendorong munculnya gagasan-gagasan baru melalui penyelenggaraan kegiatan yang dapat menumbuhkan ide dan mendorong inovasi. Contoh: unit kerja secara rutin mengadakan kegiatan gathering yang didalamnya dikomunikasikan tujuan/target organisasi dan diberi dorongan kepada setiap individu dan/atau tim untuk melakukan pengembangan diri secara berkesinambungan melalui innovation day , lomba inovasi antar subbidang/bagian, dan lain-lain. b) pemberian keamanan secara psikologis guna membangun keyakinan untuk bebas melakukan diskusi-diskusi dengan memperhatikan kode etik yang dilakukan dengan cara penanaman rasa aman dan nyaman untuk belajar dan mengujicobakan hasil pembelajaran, dalam setiap kesempatan yang ada, dengan tetap memperhatikan tahapan implementasi hasil pembelajaran. No Subkomponen Strategi Implementasi Contoh: pimpinan unit kerja menyampaikan arahan bahwa atasan langsung diharapkan tidak memberikan teguran apabila pegawai membuat kesalahan/kegagalan dalam mengimplementasikan hasil belajarnya, namun memberikan kesempatan pegawai tersebut untuk belajar dan memperbaiki kesalahan/kegagalan tersebut. c) penanaman mindset yang mendorong pengembangan budaya belajar organisasi yang dilakukan dengan cara aktif mendorong kemauan para pegawai, baik individu maupun tim, untuk terus belajar melalui berbagai cara, metode, dan aktivitas. Contoh: pimpinan unit kerja mendorong agar atasan langsung turut berperan aktif dalam pelaksanaan proses pembelajaran sehingga menjadi panutan __ bagi mitra kerjanya. d) pembangunan rasa percaya (trust) bahwa Leaders mendukung adanya ide-ide baru yang dilakukan dengan cara pemberian dukungan, pujian, penghargaan, dan pengakuan akan ide-ide baru pegawai. Contoh: pimpinan unit kerja memberikan tantangan agar setiap unit mengusulkan dan mengimplementasikan cara-cara baru dalam bekerja yang lebih efektif dan efisien, terutama di era new normal. 3) Membangun komitmen belajar di tingkat organisasi dengan memberikan jaminan keamanan secara psikologis berupa pemberian keyakinan untuk memiliki keberanian dalam mengutarakan pendapat. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi dengan cara memberikan keyakinan pada pegawai untuk memiliki keberanian No Subkomponen Strategi Implementasi mengambil risiko dan mengutarakan pendapat. Contoh: a) pimpinan unit kerja memberikan arahan terkait pentingnya pengembangan diri dan implementasinya terhadap diri, tim dan organisasi. b) di dalam komunikasi antara pimpinan dan pelaksana pada suatu unit dalam kesehariannya menyeimbangkan antara kebutuhan organisasi dengan kebutuhan pembelajaran. c) pimpinan unit kerja __ selalu memberikan ruang diskusi untuk setiap kebijakan yang akan disusun terkait pembelajaran.
Organisasi melalui peran para pemimpinnya: a) memfasilitasi dan mendorong pembelajaran di level organisasi melalui dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2) dan angka 3). Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi dengan cara memberikan kesempatan dan membuka peluang untuk pembelajaran dapat terjadi dalam setiap kesempatan. Contoh: pimpinan unit kerja di dalam kegiatan Dialog Kinerja Organisasi, menyatakan pentingnya pembelajaran untuk mendukung kinerja unit dan sangat terbuka untuk memfasilitasi para pegawai untuk mengikuti pembelajaran, baik yang bersifat terstruktur (Pelatihan/PJJ/ e- Learning, dll) maupun tidak terstruktur ( Mentoring, FGD, benchmarking, dll). b) mengalokasikan sumber daya, menetapkan agenda-agenda organisasi, memberikan penghargaan, dan mendisiplinkan anggotanya dalam aktivitas pembelajaran. Strategi implementasi atas subkomponen No Subkomponen Strategi Implementasi ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas:
alokasi sumber daya dilakukan dengan cara memastikan terjaganya sumber daya yang sesuai untuk memicu dan memelihara pembelajaran tetap terjaga. Contoh: pimpinan unit kerja memastikan pengiriman peserta untuk mengikuti program pembelajaran sesuai dengan tugas dan fungsi yang dilakukan.
menetapkan agenda organisasi dilakukan dengan cara mempertimbangkan dan memasukkan unsur pembelajaran dalam setiap agenda-agenda strategis organisasi. Contoh: pimpinan unit kerja mengagendakan sharing session pada setiap pertemuan internal yang membahas pemantauan kinerja.
memberikan penghargaan dilakukan dengan cara memberikan apresiasi dan pengakuan atas hasil pembelajaran yang dihasilkan oleh pegawai dan/atau tim. Apresiasi dan pengakuan tidak selalu diidentikkan dengan materi. Contoh: pimpinan unit kerja mengumumkan capaian pegawai/tim di lingkungan internal organisasi dan memberikan surat keterangan yang berisi penghargaan atas capaian pegawai/tim dalam mengimplementasikan hasil belajar.
mendisiplinkan dilakukan dengan cara pembentukan perilaku yang taat dan patuh terhadap aturan dan norma pembelajaran yang ada melalui serangkaian sistem kontrol atau pengawasan secara merata dan adil. No Subkomponen Strategi Implementasi Contoh: pimpinan unit kerja menyampaikan arahan agar atasan langsung memberikan teguran secara lisan kepada pegawai yang tidak mengerjakan e-learning yang telah dijadwalkan untuk diikuti tanpa alasan yang sah. c) menunjukkan toleransi terhadap kesalahan, sabar dan memiliki kemauan menjadi coach , memberikan contoh, menjadi role model , serta mengembangkan gagasan-gagasan untuk melakukan persuasi para anggota organisasi. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas:
menunjukkan toleransi dilakukan dengan cara peka terhadap adanya perbedaan dan menerima serta menjadikannya sebagai akselerator pembelajaran . Contoh: pimpinan unit kerja memberikan arahan agar jajaran leaders bersifat terbuka dan mau mendengarkan pendapat/ masukan/argumen atas kesalahan mitra kerjanya dan bersama-sama merumuskan langkah perbaikan.
organisasi mendukung para pemimpinnya untuk memiliki kemauan menjadi coach dilakukan dengan cara inisiatif dari seluruh jajaran leaders untuk selalu siap menjadi coach dalam proses dan setiap tahapan pembelajaran yang terjadi di lingkungan unit kerjanya. Contoh: Seluruh jajaran leaders berinisiatif untuk mendiseminasikan tacit knowledge atas kompetensi teknis maupun manajerial yang mereka miliki kepada mitra kerjanya dalam upaya No Subkomponen Strategi Implementasi pengembangan kompetensi masing- masing mitra kerjanya. __ __ (3) organisasi mendukung para pemimpinnya menjadi role model dilakukan dengan cara seluruh jajaran leaders secara aktif dan berkesinambungan menjadi yang terdepan dalam mengimplementasikan dan mendukung pengembangan budaya belajar. Contoh: Seluruh jajaran leaders secara rutin membaca buku/artikel terkait dengan bidang kerjanya serta mencoba mengimplementasikan insight dari apa yang dipelajarinya sehingga rutinitas tersebut dapat ditiru oleh mitra kerjanya.
mengembangkan gagasan dilakukan dengan cara melibatkan seluruh komponen/anggota organisasi dalam proses pembentukan dan pengembangan embrio gagasan. Contoh: untuk memanfaatkan momentum dari ide yang dicetuskan oleh pegawai/tim terkait penggunaan Computable General Equilibrium (CGE) untuk memodelkan/mensimulasikan dampak peningkatan pajak terhadap perekonomian, pimpinan unit kerja memfasilitasi pegawai pengusul gagasan untuk mengikuti pelatihan dan mengalokasikan anggaran organisasi untuk membeli lisensi perangkat lunak untuk dapat menggunakan CGE tersebut.
Organisasi agile terhadap perubahan dan memanfaatkan momentum tersebut untuk pembelajaran. Strategi implementasi atas No Subkomponen Strategi Implementasi subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi dengan cara, organisasi: a) mendorong para anggota organisasi untuk belajar dengan melakukan aktivitas- aktivitas yang tercakup pada aspek struktural, kultural, dan psikologi. Contoh: unit kerja secara rutin menyelenggarakan kegiatan membaca pada waktu-waktu tertentu untuk mengakulturasi budaya membaca. b) mendorong diperolehnya skill baru yang benar-benar mengubah proses bisnis yaitu perubahan kapasitas pada level organisasi. Contoh: unit kerja mengkoordinasikan Dialog Kinerja Organisasi sesuai ketentuan yang berlaku. E. Teknis Implementasi Rincian Komponen Knowledge Management Implementation 1. Deskripsi Komponen Knowledge Management Implementation mendeskripsikan penerapan enam proses manajemen pengetahuan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai manajemen pengetahuan di lingkungan Kementerian Keuangan yang dilakukan oleh Pelaku Manajemen Pengetahuan tingkat Kementerian Keuangan, Pelaku Manajemen Pengetahuan tingkat Unit Jabatan Pimpinan Tinggi Madya, Penyusun Aset Intelektual.
Ruang Lingkup Komponen Knowledge Management Implementation mencakup penerapan manajemen pengetahuan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai manajemen pengetahuan di lingkungan Kementerian Keuangan.
Tujuan Tujuan Knowledge Management Implementation yaitu untuk memastikan manajemen pengetahuan diterapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai manajemen pengetahuan di lingkungan Kementerian Keuangan.
Strategi Implementasi No Subkomponen Strategi Implementasi a. Identifikasi 1) Organisasi menentukan pengetahuan yang akan didokumentasikan sebagai aset intelektual dengan kriteria merupakan pengetahuan di bidang keuangan negara; dan/atau terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas penentuan pengetahuan yang dilakukan dengan: a) identifikasi kebutuhan aset intelektual. Kegiatan ini dilakukan dengan cara memetakan kebutuhan pengetahuan ( Knowldege Mapping ) untuk setiap rumpun dan jenjang jabatan yang akan dilakukan pendokumentasian pengetahuan berdasarkan nomenklatur kompetensi jabatan berdasarkan jenjang kompetensi teknis maupun fungsional. Contoh: Pusdiklat KU mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki dan yang dibutuhkan unitnya di bidang penyusunan dan pengembangan kurikulum, metode pembelajaran, media pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi informasi dan materi pendidikan dan pelatihan. Hasil dari identifikasi ini kemudian diusulkan ke Sekretariat BPPK selaku unit pengelola manajemen pengetahuan tingkat Jabatan Pimpinan Tinggi Madya. b) dialog pimpinan dan bawahan. Kegiatan ini dilakukan dengan cara pemberian arahan oleh pimpinan No Subkomponen Strategi Implementasi maupun diskusi antara pimpinan dengan bawahan terkait kebutuhan pendokumentasian aset intelektual. Contoh:
pada pertemuan LCM, Menteri Keuangan memberi arahan untuk melakukan pen- dokumentasian pengetahuan terkait PEN pasca krisis melanda dunia tahun 2008.
Kepala Kantor Pelayanan secara rutin mengumpulkan seluruh jajarannya baik struktural maupun fungsional untuk berdiskusi dan menyampaikan ide/masukan terkait kebutuhan pendokumentasian pengetahuan dalam rangka menunjang tugas sehari-hari.
pelaksana Subbidang Kurikulum Pusdiklat Pajak menemui kesulitan dalam menyelesaikan penugasan penyusunan bahan ajar berbasis multimedia, kemudian menyampaikan usulan kebutuhan pendokumentasian pengetahuan terkait hal tersebut ke Kepala Subbidang Kurikulum.
Organisasi mendukung penyusun aset intelektual untuk melakukan identifikasi aset intelektual, seperti memberikan penugasan dan mendorong inisiatif. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu dan Organisasi yang dilakukan dengan cara: a) pada tingkatan Individu, Pegawai memiliki kemampuan untuk membedakan data, informasi dan No Subkomponen Strategi Implementasi pengetahuan dalam konteks Manajemen Pengetahuan. Contoh: pegawai menyusun rencana knowledge capture yang dituangkan dalam dokumen tertulis, misal dalam Kerangka Acuan Kerja. b) pada tingkatan Organisasi, membekali penyusun aset intelektual dengan kompetensi teknis terkait data, informasi, dan pengetahuan. Contoh: memberikan kesempatan belajar kepada pegawai agar pegawai memiliki kemampuan untuk membedakan data, informasi dan pengetahuan dalam konteks Manajemen Pengetahuan sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai manajemen pengetahuan di lingkungan Kementerian Keuangan. c) pada tingkatan Organisasi, memberikan penugasan untuk melakukan identifikasi kebutuhan aset intelektual. Contoh: Kepala Kantor Wilayah menugaskan seluruh Kepala Kantor Pelayanan di wilayahnya untuk melakukan identifikasi kebutuhan aset intelektual yang mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi pada kantornya masing-masing. d) pada tingkatan Organisasi, mendorong inisiatif untuk menyampaikan kebutuhan aset intelektual melalui forum diskusi, No Subkomponen Strategi Implementasi dialog pimpinan dan bawahan, dan sejenisnya. Contoh: pada kegiatan rutin dialog pimpinan dan bawahan, Kepala Kantor Pelayanan memberikan kesempatan kepada peserta untuk berinisiatif menyampaikan pendapatnya terkait kebutuhan aset intelektual sebagai penunjang tugas sehari-hari.
Dokumentasi 1) Organisasi melakukan kegiatan pendokumentasian Knowledge Capture (KC) untuk menghasilkan aset intelektual melalui metode di antaranya: wawancara; pengamatan; diskusi kelompok terarah; dan/atau komunitas belajar (CoP). Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu yang dilakukan dengan cara melakukan pendokumentasian pengetahuan yang bersifat tacit menjadi eksplisit (KC) untuk dijadikan aset intelektual dari kegiatan sehari- hari, pelaksanaan wawancara; pengamatan; diskusi kelompok terarah; dan/atau komunitas belajar (CoP) Contoh: a) pegawai mewawancarai Dirjen Anggaran dalam acara Chasing Knowledge. b) pegawai mendokumentasikan kegiatan job shadowing yang dilakukannya. c) pegawai menyusun catatan ringkas sebagai hasil dari COP berupa lesson learned dari pemecahan masalah.
Organisasi menghasilkan aset intelektual yang dituangkan dalam No Subkomponen Strategi Implementasi bentuk audio, visual, dan audiovisual. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu dan Tim yang dilakukan dengan cara konversi hasil pendokumentasi pengetahuan yang berasal dari wawancara; pengamatan; diskusi kelompok terarah; dan/atau komunitas belajar (CoP) menjadi dalam bentuk audio, visual, dan/atau audiovisual. Contoh: a) pada tingkatan Individu, bahan/materi hasil wawancara dengan Dirjen Anggaran dalam acara Chasing Knowledge disusun kembali dalam bentuk Video KC yang sudah siap diunggah pada Software KMS. b) pada tingkatan Tim, SGO di unit teknis bersama dengan Widyaiswara Pusdiklat berkolaborasi melakukan pendokumentasian pengetahuan (KC) untuk menghasilkan aset intelektual.
Organisasi mendukung penyusun aset intelektual untuk melakukan dokumentasi aset intelektual, seperti memberikan penugasan atau mendorong inisiatif. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi dengan cara: a) memberikan penugasan dan/atau target pendokumentasian pengetahuan kepada masing- masing pegawai yang dituangkan dalam dokumen resmi. No Subkomponen Strategi Implementasi Contoh: Kepala BPPK membuat kebijakan/arahan yang dituangkan dalam IKU setiap pegawai di lingkungan BPPK untuk melakukan pendokumentasian pengetahuan dari kegiatan After Action Review (AAR) masing- masing pegawai. b) menyampaikan arah kebijakan strategis terkait pendokumentasian pengetahuan. Contoh: Sekretaris Badan memberikan arahan untuk dapat melakukan knowledge capture dengan tema proses bisnis inti BPPK.
Pengorganisasian 1) Organisasi melakukan kegiatan penataan aset intelektual. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu dan Organisasi dengan cara menyimpan dan mengorganisasikan aset intelektual dalam KMS, melalui aktivitas: a) katalogisasi dan klasifikasi yang didasarkan pada bidang keilmuan terkait keuangan negara, fungsi unit jabatan pimpinan tinggi madya di lingkungan Kementerian Keuangan, dan/atau standar kompetensi jabatan. Contoh: pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) membuat dokumen pengetahuan mengenai barang kimia berbahaya kemudian diberikan klasifikasi sebagai aset intelektual dengan tema “pemeriksaan barang impor” dan diupload di software KMS. No Subkomponen Strategi Implementasi b) abstraksi, dengan menyusun deskripsi sederhana atas aset intelektual. Contoh: memberikan deskripsi singkat atas aset intelektual sebagai informasi untuk pengguna aset intelektual. c) pemberian indeks, dengan melakukan mekanisme pengolahan aset intelektual yang dilakukan secara automasi. Contoh penyusun aset intelektual mengupload dokumentasi pengetahuan dalam KMS kemudian secara otomatis diperoleh indeks atas pengetahuan dimaksud.
Organisasi melakukan proses penjaminan mutu secara terstruktur dengan penunjukan panitia penjamin mutu. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Tim dan Organisasi dengan cara: a) pada tingkatan Organisasi, membentuk panitia penjaminan mutu yang terdiri dari sekurang- kurangnya 2 (dua) orang dari Unit Eselon I dan Unit Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan dan 1 (satu) orang dari BPPK (Pusdiklat Tematik) untuk memastikan kesahihan dan kelayakan Aset Intelektual, serta menentukan level akses Aset Intelektual. Contoh: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjuk sekelompok orang yang No Subkomponen Strategi Implementasi terdiri dari para account representative terbaik sebagai panitia penjaminan mutu untuk aset intelektual dengan tema “pelayanan terhadap wajib pajak” dan berkolaborasi dengan Widyaiswara Pusdiklat Pajak. b) pada tingkatan Tim, menjalankan peran Panitia Penjaminan Mutu Contoh:
Tim Panitia Penjaminan Mutu melakukan validasi untuk memastikan kesahihan dan kelayakan aset intelektual.
Tim Panitia Penjaminan Mutu menentukan level akses Aset Intelektual.
Penyebarluasan 1) Organisasi menyediakan aset intelektual pada laman antar muka perangkat lunak sistem manajemen pengetahuan (software KMS ). 2) Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Tim dan Organisasi melalui aktivitas penyediaan aset intelektual dilakukan dengan cara mengunggah aset intelektual pada software KMS untuk dapat diakses oleh pengguna software KMS. __ Contoh: a) pada tingkatan Tim, Tim kerja menyediakan Aset Intelektual level 1 pada KMS untuk dapat diakses oleh Tim/Individu tertentu. b) pada tingkatan Tim, tim kerja menyediakan Aset Intelektual mengenai pengisian Surat Pemberitahuan/SPT tahunan untuk umum yang ditempatkan No Subkomponen Strategi Implementasi pada KMS dengan akses level 4 ( public ) sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat luas. c) pada tingkatan Organisasi, Unit kerja menyediakan Aset Intelektual level 2, 3, dan 4 pada KMS untuk dapat diakses oleh pengguna KMS sesuai dengan tingkatan levelnya.
Penerapan 1) Organisasi memberikan kesempatan untuk melakukan pengaplikasian atau pemanfaatan aset intelektual oleh pengguna perangkat lunak sistem manajemen pengetahuan (software knowledge management system) untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi yang bersangkutan.
Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu, Tim dan Organisasi melalui pemberian kesempatan yang tercermin pada aktivitas pekerjaan sehari-hari pegawai yang memanfaatkan pengetahuan yang telah didapatkan dari KMS. Contoh: a) Pada tingkatan Individu, (1) pegawai baru pada Subbidang Kurikulum memanfaatkan video “tips dan trik penyusunan kurikulum” untuk mengakselerasi kompetensi pegawai yang bersangkutan dalam penyusunan kurikulum.
pegawai menunjukkan video mengenai pengelolaan risiko di lingkungan Kementerian Keuangan untuk memberikan perspektif yang sama dengan No Subkomponen Strategi Implementasi pegawai lain dan juga atasannya.
pegawai (baik itu pimpinan, pejabat struktural, pejabat fungsional, staf pelaksana) terlibat dalam aktivitas berbagi pengetahuan dengan sesama pegawai di unit kerja. b) pada tingkatan Tim, Tim kerja memanfaatkan aset intelektual dalam software KMS sebagai pedoman pelaksanaan tugas dan fungsi tim kerja. c) pada tingkatan Organisasi, (1) Unit kerja membentuk komunitas sesuai dengan keahlian/ kompetensi yang mendukung proses bisnis organisasi dalam bentuk CoP.
Unit kerja membentuk komunitas berdasarkan peminatan pegawai dalam bentuk Community of Interest .
Pemantauan 1) Organisasi memastikan kesesuaian antara aset intelektual yang terdapat dalam perangkat lunak sistem manajemen pengetahuan (software knowledge management system) dengan kebutuhan pengguna perangkat lunak sistem manajemen pengetahuan (software knowledge management system). __ 2) Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Tim dan Organisasi melalui aktivitas memastikan kesesuaian dilakukan dengan cara melakukan kegiatan pemutakhiran untuk memastikan kesesuaian antara aset No Subkomponen Strategi Implementasi intelektual yang terdapat dalam Software KMS dengan kebutuhan Pengguna Software KMS sesuai dinamika dan kebutuhan organisasi. Contoh: a) pada tingkatan Individu, pegawai memberikan feedback atas aset intelektual dalam software KMS terkait kesesuaian aset intelektual dengan dinamika dan kebutuhan organisasi b) pada tingkatan Tim, (1) penyusun aset intelektual mengenai “Pajak Penghasilan Pasal 21” melakukan pemutakhiran Aset Intelektual dengan mengakomodir perubahan berdasarkan Undang-Undang mengenai cipta kerja.
penyusun aset intelektual mengenai “tata cara penggunaan KLC” melakukan pemutakhiran Aset Intelektual dengan menyesuaikan pada aplikasi terbaru yaitu KLC versi 2.
SGO di unit teknis bersama dengan Widyaiswara Pusdiklat berkolaborasi melakukan pemutakhiran Aset Intelektual. c) pada tingkatan Organisasi, unit kerja melakukan pemutakhiran Aset Intelektual dalam KMS (baik KMS Unit Kerja maupun KMS Kemenkeu) sesuai dengan dinamika dan kebutuhan organisasi. F. Teknis Implementasi Komponen Learning Value Chain 1. Deskripsi a. Komponen Learning Value Chain dideskripsikan sebagai serangkaian proses analisis, desain, implementasi, dan evaluasi untuk melaksanakan pembelajaran yang relevan, aplikatif, berdampak tinggi, dan mudah diakses (RAIA) yang sesuai kebutuhan strategis organisasi.
Program pembelajaran yang memenuhi kualifikasi RAIA, merupakan salah satu hal penting yang harus dikembangkan oleh organisasi dalam rangka mewujudkan organisasi pembelajar.
Ilustrasi Komponen Learning Value Chain dapat dilihat pada gambar berikut:
Learning Value Chain dimulai dengan tahapan AKP, yang merupakan serangkaian proses analisis terhadap kesenjangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka pengembangan SDM dengan program pembelajaran guna mendukung pencapaian target kinerja organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan.
Proses AKP dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman AKP di lingkungan Kementerian Keuangan.
Untuk mengembangkan program pembelajaran yang berdampak tinggi, disusun desain pembelajaran yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan pembelajaran yang berisi tujuan, sasaran, deskripsi, silabus mata pelajaran, dan metode pembelajaran.
Proses penyusunan desain pembelajaran dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai pedoman desain pembelajaran di lingkungan Kementerian Keuangan.
Tahapan berikutnya yaitu penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan desain yang telah disusun untuk meningkatkan kompetensi SDM dalam rangka mendukung pencapaian sasaran kinerja organisasi.
Penyelenggaraan pembelajaran dapat dilakukan melalui jalur klasikal dan/atau nonklasikal yang dikelola oleh Unit Pengelola.
Namun demikian Unit Pengguna diberikan kesempatan untuk menyelenggarakan pembelajaran baik jalur klasikal maupun non klasikal di luar pelatihan, kursus, penataran, e-learning dan PJJ.
Tahap terakhir dalam Learning Value Chain yaitu evaluasi pembelajaran, yang merupakan proses penilaian dan pengukuran atas peserta, pengajar, dan penyelenggara yang dilakukan baik pada saat berakhirnya kegiatan Pembelajaran maupun setelah peserta kembali ke tempat kerja.
Evaluasi pembelajaran terdiri dari 4 level, yaitu 1) evaluasi level 1 mengukur bagaimana peserta pembelajaran bereaksi terhadap pembelajaran yang diikuti, atau dengan kata lain mengukur kepuasan peserta pembelajaran ( customer satisfaction );
evaluasi level 2 mengukur proses belajar dalam pembelajaran, yaitu terjadinya transfer pengetahuan ( transfer of learning ), dengan kata lain mengukur sejauh mana pembelajaran terjadi;
evaluasi level 3 melihat apakah alumni kegiatan pembelajaran memanfaatkan apa yang mereka pelajari di tempat kerja misalnya terkait perubahan perilaku; dan
evaluasi level 4 menentukan apakah kegiatan pembelajaran tersebut berdampak positif pada kinerja organisasi.
Ruang Lingkup Komponen Learning Value Chain mencakup bagaimana organisasi menjalankan peranannya dalam setiap tahapan learning value chain yang terdiri dari AKP, desain pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
Tujuan Tujuan dari komponen Learning Value Chain yaitu memberikan gambaran proses tahapan pembelajaran yang optimal mulai dari analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi untuk menghasilkan kegiatan pembelajaran yang relevan, aplikatif, berdampak tinggi, dan mudah diakses sesuai kebutuhan strategis organisasi.
Strategi Implementasi No Sub Komponen Strategi Implementasi a. Analisis Kebutuhan Pembelajaran 1) Unit pengguna berpartisipasi secara aktif dalam AKP yang terdiri atas penyiapan landasan AKP, pertemuan learning council , pengumpulan data AKP, verifikasi Laporan Hasil Pengumpulan Data AKP, dan harmonisasi hasil AKP sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pedoman AKP di lingkungan Kementerian Keuangan. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu, Tim, dan Organisasi melalui: No Sub Komponen Strategi Implementasi a) Pada tingkatan Individu, pegawai mengusulkan kebutuhan pembelajaran sebagai sarana pengembangan kompetensi diri dan mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi. Contoh: Pegawai menyampaikan kepada atasan langsung mengenai kebutuhan pembelajaran melalui kegiatan Dialog Kinerja Individu (DKI) maupun pada saat AKP Jabatan/Individu dilakukan oleh Unit Pelaksana AKP Utama. b) Pada tingkatan Tim, (1) Tim melakukan pembahasan untuk mengidentifikasi kegiatan pembelajaran yang dibutuhkan dalam mendukung pencapaian target kinerja Tim.
Tim mengusulkan kebutuhan kegiatan pembelajaran dalam mendukung pencapaian target kinerja Tim secara berjenjang kepada Unit Pelaksana AKP Utama. Contoh: Tim Pengembang Aplikasi lintas unit di BPPK menyampaikan kebutuhan pembelajaran terkait dengan pengembangan aplikasi Flutter kepada Bagian Kepegawaian BPPK c.q Subbagian Pengembangan Pegawai. c) Pada tingkatan Organisasi, berpartisipasi aktif dalam penyiapan landasan AKP ditunjukkan dengan aktivitas menyiapkan dokumen sesuai yang dibutuhkan. Contoh:
Bagian Kepegawaian menyiapkan dokumen renstra, perubahan proses bisnis, perubahan peraturan, standar kompetensi jabatan, dan rencana pengembangan SDM sebagai landasan dalam melaksanakan AKP di lingkungan Unit Eselon I dan Unit Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan.
Sekretaris Ditjen menugaskan SGO dalam membantu penyiapan dokumen-dokumen dimaksud dan juga melakukan analisis kebutuhan pengembangan SDM. No Sub Komponen Strategi Implementasi d) Pada tingkatan Organisasi, berpartisipasi aktif dalam pertemuan learning council ditunjukkan dengan aktivitas:
melakukan rekapitulasi kebutuhan strategis yang telah ditentukan dalam pertemuan learning council ;
menganalisis hasil rekapitulasi kebutuhan strategis yang berdampak pada pemenuhan kompetensi jabatan; dan
menentukan kebijakan pengembangan pegawai negeri sipil yang dapat diakomodasi melalui AKP Individu berdasarkan arahan dalam pertemuan learning council . Contoh: Bagian Pengembangan SDM berkoordinasi dengan Skill Group Owner (SGO) dalam menyusun daftar/dokumen isu strategis dan kebutuhan performansi yang sesuai dengan hasil pertemuan learning council . e) Pada tingkatan Organisasi, berpartisipasi aktif dalam pengumpulan data ditunjukkan dengan aktivitas pengkajian dan koordinasi penyelesaian pengumpulan data yang meliputi:
melakukan pengkajian atas kebutuhan pengembangan SDM yang perlu didukung melalui Pembelajaran untuk tahun anggaran berjalan dan menyampaikan permintaan tertulis kebutuhan insidental kepada Unit Pengelola. Contoh: Sekretariat DJBC dalam tahun berjalan menyampaikan permintaan kebutuhan pembelajaran untuk ketua auditor kepabeanan dan cukai sub unsur audit kepabeanan dan cukai kepada Pusdiklat Bea dan Cukai sebagai tindak lanjut atas pemenuhan kompetensi untuk ketua auditor baru di lingkungan DJBC.
melakukan pembahasan bersama dengan SGO untuk menentukan sampel AKP Strategis (dapat juga melibatkan Unit Pengelola). No Sub Komponen Strategi Implementasi Contoh: Sekretariat DJP mengundang SGO yang berasal dari direktorat teknis yang terkait isu strategis untuk membahas sampel AKP Strategis di lingkungan DJP.
bersama dengan SGO mengumpulkan data AKP Strategis dengan berpedoman pada Dokumen Rekapitulasi Kebutuhan Strategis dan Dokumen Rencana Pengambilan Sampel AKP Strategis (dapat juga melibatkan Unit Pengelola). Contoh: Sekretariat Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) bersama dengan SGO melakukan penggalian data melalui penyebaran kuesioner dan wawancara kepada seluruh sampel AKP strategis di lingkungan DJPb.
membandingkan kompetensi setiap pegawai dengan kompetensi jabatan yang diduduki dan yang akan diduduki berdasarkan landasan AKP Jabatan. Contoh: Bagian SDM membandingkan kompetensi seluruh Kasubbag Umum/calon Kasubbag dengan Standar Kompetensi Jabatan, Standar Kompetensi Teknis dan Rencana Pengembangan Jabatan bagi Kasubbag Umum.
dalam hal belum terdapat landasan AKP Jabatan, menyusun dan menyebarkan kuesioner pelaksanaan AKP Jabatan berdasarkan tugas dan fungsi, uraian jabatan, laporan individual assessment center, hasil tes potensi, hasil pengukuran kompetensi teknis, dan/atau pedoman lain yang ditentukan oleh Unit Pengelola dan Unit Pembina Sumber Daya Manusia. Contoh: Bagian Kepegawaian memetakan kebutuhan kompetensi pejabat administrator yang baru dilantik berdasarkan laporan individual assessment No Sub Komponen Strategi Implementasi center , hasil tes potensi, hasil pengukuran kompetensi teknis dan riwayat pelatihan.
menyampaikan kepada Unit Pelaksana AKP Unit Kerja mengenai kebijakan Learning Council terkait pengembangan pegawai yang dapat diakomodasi melalui AKP Individu dan program yang dapat dipilih sebagai pemenuhan AKP Individu. Contoh: Sekretaris DJKN mengirimkan nota dinas yang berisi daftar program pembelajaran yang dapat dipilih sebagai pemenuhan AKP Individu kepada seluruh unit kerja di lingkungan DJKN.
menyampaikan Laporan Hasil Pengumpulan Data AKP Strategis, Jabatan dan Individu kepada Unit Pengelola. Contoh: Sekretariat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) mengirimkan nota dinas mengenai laporan hasil pengumpulan data AKP kepada Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan (KNPK).
menyusun perencanaan untuk kegiatan pembelajaran selain pelatihan, kursus, penataran, e-learning dan PJJ yang akan dikelola secara mandiri. Contoh: Bagian Pengembangan Kepegawaian DJBC menyusun kerangka acuan kerja dari kegiatan Workshop Pengolahan Data Analis Kepabeanan dan Cukai Menggunakan Tools Rapid Miner. f) Pada tingkatan Organisasi, berpartisipasi aktif dalam verifikasi hasil pengumpulan ditunjukkan dengan aktivitas koordinasi dengan pihak terkait yang meliputi:
bersama dengan perwakilan SGO dan Unit Pengelola melakukan Verifikasi Laporan Hasil Pengumpulan Data AKP Strategis, Jabatan dan Individu. No Sub Komponen Strategi Implementasi Contoh: Bagian Pengembangan Pegawai dan SGO DJPb menghadiri undangan Rapat Verifikasi Laporan Hasil Pengumpulan Data AKP dari Pusdiklat AP.
bersama dengan perwakilan SGO dan Unit Pengelola melaksanakan koordinasi untuk mengambil keputusan terkait prioritas utama dan prioritas pendukung serta pemenuhan kebutuhan Pembelajaran. Contoh: Bagian SDM DJA dan SGO memberikan pendapat terkait prioritas utama dan prioritas pendukung dari daftar kebutuhan pelatihan yang dibahas pada Rapat Verifikasi Laporan Hasil Pengumpulan Data AKP. Selain itu, Bagian SDM dan SGO juga menyampaikan pendapat terkait dengan rencana pemenuhan kebutuhan pembelajaran yang meliputi: (a) jalur pembelajaran; (b) program pembelajaran; (c) jumlah peserta; (d) target peserta; dan (e) rencana lokasi dan waktu penyelenggaraan. g) Pada tingkatan Organisasi, berpartisipasi aktif dalam harmonisasi AKP ditunjukkan dengan aktivitas melakukan pembahasan hasil harmonisasi dengan unit pengelola untuk memperoleh persetujuan bersama. Contoh: Bagian SDM Badan Kebijakan Fiskal menghadiri undangan Rapat Harmonisasi AKP dari Pusdiklat KU untuk melakukan pembahasan dan menyusun kesepakatan bersama terkait rencana penyelenggaraan dan kalender pembelajaran.
Unit pengguna menunjuk pemilik rumpun keahlian (SGO) untuk membantu pelaksanaan AKP termasuk terlibat dalam implementasi hasil AKP. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas: No Sub Komponen Strategi Implementasi a) SGO membantu pelaksanaan AKP pada penyiapan landasan dilakukan dengan cara membantu penyiapan dokumen sesuai yang dibutuhkan yang meliputi dokumen proses bisnis, perubahan peraturan, standar kompetensi jabatan, dan rencana pengembangan SDM. Contoh: SGO di lingkungan DJP menyampaikan perubahan proses bisnis dan perubahan peraturan yang mengakibatkan adanya kebutuhan pengembangan kompetensi dan menjadi landasan dalam pelaksanaan AKP kepada Direktorat Kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur. b) Aktivitas SGO dalam membantu pelaksanaan AKP pada pengumpulan data yang dilakukan dengan cara:
membantu Unit Pelaksana AKP Utama dalam melakukan pengkajian atas kebutuhan pengembangan SDM yang perlu didukung melalui Pembelajaran untuk tahun anggaran berjalan. Contoh: SGO menyampaikan pendapat atas pengembangan kompetensi teknis pegawai sesuai kebutuhan organisasi pada tahun berjalan dalam forum bersama dengan Bagian Pengembangan Pegawai.
melakukan pembahasan bersama dengan Unit Pelaksana AKP Utama untuk menentukan sampel AKP Strategis. Contoh: SGO menyampaikan pendapat terkait pemilihan sampel AKP Strategis yang akan menjadi responden dalam pengumpulan data AKP Strategis dalam forum bersama dengan Bagian Pengembangan Pegawai.
bersama dengan Unit Pelaksana AKP Utama mengumpulkan data AKP Strategis dengan berpedoman pada Dokumen Rekapitulasi Kebutuhan Strategis dan No Sub Komponen Strategi Implementasi Dokumen Rencana Pengambilan Sampel AKP Strategis. Contoh: SGO membantu Bagian Pengembangan Pegawai dengan melakukan survei dan wawancara AKP Strategis kepada Kanwil yang menjadi sampel.
membantu Unit Pelaksana AKP Utama dalam menyusun perencanaan untuk kegiatan pembelajaran selain pelatihan, kursus, penataran, e-learning , dan PJJ yang akan dikelola secara mandiri oleh Unit Organisasi. Contoh: SGO menghadiri rapat koordinasi yang diadakan oleh Bagian Pengembangan Pegawai dan menyampaikan kebutuhan kegiatan pengembangan kompetensi yang dapat dikelola secara mandiri. c) SGO membantu pelaksanaan AKP pada verifikasi hasil pengumpulan yang dilakukan dengan cara:
bersama dengan Unit Pengelola dan Unit Pelaksana AKP Utama melakukan verifikasi Laporan Hasil Pengumpulan Data AKP Strategis, Jabatan dan Individu. Contoh: SGO bersama dengan Bagian Pengembangan Pegawai menghadiri undangan Rapat Verifikasi Hasil Pengumpulan Data AKP dari Pusdiklat di lingkungan BPPK.
bersama dengan Unit Pengelola dan Unit Pelaksana AKP Utama melaksanakan koordinasi untuk mengambil keputusan terkait prioritas utama dan prioritas pendukung serta pemenuhan kebutuhan Pembelajaran. Contoh: SGO memberikan pendapat terkait prioritas utama dan prioritas pendukung dari daftar kebutuhan pelatihan yang dibahas pada Rapat Verifikasi Laporan Hasil Pengumpulan Data AKP. Selain itu, No Sub Komponen Strategi Implementasi SGO juga menyampaikan pendapat terkait dengan rencana pemenuhan kebutuhan pembelajaran yang meliputi: (a) jalur pembelajaran; (b) program pembelajaran; (c) jumlah peserta; (d) target peserta; dan (e) rencana lokasi dan waktu penyelenggaraan.
Desain Pembelajaran 1) Organisasi berpartisipasi secara aktif dalam penyusunan dan/atau pengembangan desain pembelajaran, seperti memberi masukan dan mereviu atas konsep desain pembelajaran. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas: a) melakukan reviu atas konsep desain pembelajaran yang disusun oleh unit pengelola sebagai bahan pemberian masukan dalam rapat desain pembelajaran. Contoh: Bagian SDM DJA melakukan reviu terhadap konsep desain pelatihan jabatan fungsional analis anggaran yang dikirimkan oleh Pusdiklat AP. b) memberikan masukan untuk kebutuhan peningkatan kompetensi ( competency issue ) SDM, khususnya untuk pembelajaran yang bertujuan memenuhi AKP Jabatan. Contoh: Bagian SDM DJA menghadiri undangan Rapat Desain Pembelajaran dari Pusdiklat AP dan menyampaikan pendapat terkait konsep desain pembelajaran yang disusun untuk memenuhi kebutuhan kompetensi hasil AKP Jabatan. c) memberikan konfirmasi atas desain pembelajaran yang telah disusun oleh Pusdiklat sesuai dengan hasil rapat desain pembelajaran. Contoh: Bagian SDM DJA melakukan final check dan memberikan konfirmasi atas konsep desain No Sub Komponen Strategi Implementasi pembelajaran yang disampaikan oleh Pusdiklat AP.
Organisasi menugasi SGO untuk memberi masukan kesesuaian antara desain pembelajaran dengan kebutuhan strategis ( learning outcome ), kebutuhan kinerja ( learning output ), dan kebutuhan kompetensi ( learning goals ). Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas: a) melakukan reviu atas konsep desain pembelajaran yang disusun oleh unit pengelola sebagai bahan pemberian masukan dalam rapat desain pembelajaran. Contoh: SGO di lingkungan DJPb melakukan reviu terhadap konsep desain Pelatihan Penyiapan Tenaga Pendamping Penyusun Laporan Keuangan K/L yang dikirimkan oleh Pusdiklat AP sebagai bahan masukan pada rapat desain pembelajaran yang akan dilaksanakan. b) memberikan masukan kesesuaian antara desain pembelajaran dengan kebutuhan strategis ( learning outcome ), kebutuhan kinerja ( learning output), dan kebutuhan kompetensi __ ( learning goals ) __ serta kesesuaian metode pembelajaran dengan kebutuhan organisasi, khususnya untuk metode-metode yang digunakan dalam pembelajaran terintegrasi. Contoh: SGO di lingkungan DJPb membandingkan konsep desain pembelajaran dengan kebutuhan strategis ( learning outcome ), kebutuhan kinerja ( learning output ) , dan kebutuhan kompetensi (learning goals) serta __ metode pembelajaran yang digunakan dengan kebutuhan organisasi. Selanjutnya, SGO menghadiri rapat desain pembelajaran dan memberikan masukan mengenai kesesuaian beberapa hal dimaksud.
Penyelenggaraan Pembelajaran 1) Organisasi berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan pembelajaran pada tahap persiapan dan kegiatan pembelajaran. Strategi implementasi atas subkomponen ini No Sub Komponen Strategi Implementasi dilaksanakan pada tingkatan Individu, Tim, dan Organisasi melalui: a) Pada tingkatan Individu, (1) Pegawai membaca dan memahami Kerangka Acuan Pembelajaran sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan agar dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan lebih terarah dan mendapatkan hasil yang optimal.
Pegawai mengikuti kegiatan pembelajaran dengan penuh komitmen dan tanggung jawab untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Contoh: Pegawai mengikuti e-learning Manajemen Pengetahuan: Dokumentasi Pengetahuan dengan terlebih dahulu mengetahui tujuannya serta melaksanakan seluruh action learning yang telah ditugaskan pada e-learning dimaksud. b) Pada tingkatan Tim, (1) Tim membaca, memahami dan mendiskusikan Kerangka Acuan Pembelajaran sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan agar dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan lebih terarah dan mendapatkan hasil yang optimal.
Tim mengikuti kegiatan pembelajaran dengan penuh komitmen dan tanggung jawab untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Contoh: Tim Pengembang Aplikasi mengikuti PJJ Pengembangan Aplikasi Berbasis Flutter dengan terlebih dahulu mengetahui tujuannya dan melaksanakan seluruh action learning yang telah ditugaskan pada PJJ dimaksud, serta mengaplikasikan kompetensi yang diperoleh dalam pekerjaan sehari-hari. c) Pada tingkatan Organisasi, berpartisipasi aktif dalam persiapan penyelenggaraan pembelajaran dilakukan dengan cara: No Sub Komponen Strategi Implementasi (1) memproses penugasan dan pengiriman peserta kegiatan pembelajaran sesuai dengan hasil AKP dan desain pembelajaran. Contoh: Sekretariat DJKN memproses penugasan peserta pelatihan sesuai dengan hasil AKP dan desain pembelajaran.
memproses penugasan SGO/Pejabat/ Pegawai yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi tenaga pengajar dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan permintaan dari penyelenggara pembelajaran (dalam hal tidak ada penugasan mendesak lainnya). Contoh: Bagian SDM DJPb memproses penugasan pegawai pada Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan untuk menjadi tenaga pengajar pada Pelatihan Penyiapan Tenaga Pendamping Penyusun Laporan Keuangan K/L untuk menindaklanjuti permintaan tenaga pengajar dari Pusdiklat AP .
membantu pelaksanaan aktivitas pembelajaran terintegrasi di lingkungan unitnya antara lain melalui coaching , __ mentoring , __ benchmarking , __ dan __ job shadowing. Contoh: Bagian SDM DJPb berkoordinasi dengan Direktorat Teknis dalam menyediakan dukungan pelaksanaan mentoring action learning (capstone project) Inisiatif Strategis Data Analytics sebagai rangkaian dari PJJ Bootcamp Data Analytics II. d) Pada tingkatan Organisasi, berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pembelajaran dilakukan dengan cara melakukan asistensi terhadap aktivitas pembelajaran terintegrasi yang dilakukan oleh peserta pembelajaran di tempat kerja. Contoh: Bagian SDM DJPb berkoordinasi dengan Direktorat Teknis dalam memastikan aktivitas mentoring action learning (capstone No Sub Komponen Strategi Implementasi project) Inisiatif Strategis Data Analytics yang menjadi rangkaian dari PJJ Bootcamp Data Analytics II berjalan dengan baik. e) Pada tingkatan Organisasi, melakukan pemantauan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dan memberikan saran kepada Unit Pengelola dalam rangka peningkatan kualitas penyelenggaraan pembelajaran. Contoh: Sekretariat BPPK c.q Bagian Kepegawaian melakukan observasi atas aktivitas peserta BPPK dalam pembelajaran serta menyampaikan usulan kepada Pusdiklat KU untuk perbaikan pelaksanaan pembelajaran yang sedang berjalan. f) Pada tingkatan Organisasi, melakukan pemantauan terhadap aktivitas pembelajaran terintegrasi yang dilakukan oleh peserta pembelajaran di tempat kerja. Contoh: Sekretariat BPPK c.q Bagian Kepegawaian memastikan bahwa peserta melaksanakan kegiatan pembelajaran yang merupakan bagian dari Talent Development Program (misal: job shadowing, learning while working dan coaching mentoring ).
Organisasi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang dapat dilaksanakan secara mandiri (pembelajaran selain pelatihan, kursus, penataran, e-learning , dan PJJ) berkoordinasi dengan BPPK. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui: a) menyiapkan administrasi, sarana, dan prasarana yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan secara mandiri (pembelajaran selain pelatihan, kursus, penataran, e-learning , dan PJJ). Contoh: Bagian SDM DJPb mempersiapkan administrasi yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis yang No Sub Komponen Strategi Implementasi antara lain berupa surat tugas, daftar hadir dan dokumentasi kegiatan. b) menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan secara mandiri (pembelajaran selain pelatihan, kursus, penataran, e-learning , dan PJJ). Contoh: Bagian SDM DJPb bekerjasama dengan Direktorat Teknis dalam menyelenggarakan bimbingan teknis bagi pegawai di lingkungan DJPb. c) menginformasikan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan secara mandiri (pembelajaran selain pelatihan, kursus, penataran, e-learning , dan PJJ) kepada BPPK dengan tembusan kepada Biro SDM, Sekretariat Jenderal. Contoh: Bagian SDM DJPb menyusun rekapitulasi kegiatan pembelajaran yang dikelola secara mandiri berupa seminar, bimbingan teknis, dan pengembangan SDM lainnya serta menyampaikan rekapitulasi kegiatan tersebut kepada Sekretariat Badan, BPPK dengan tembusan kepada Biro SDM, Sekretariat Jenderal.
Evaluasi Pembelajaran 1) Organisasi berpartisipasi secara aktif dalam proses evaluasi pembelajaran yang meliputi evaluasi penyelenggaraan, evaluasi pengajar, evaluasi hasil pembelajaran peserta, dan evaluasi pascapembelajaran (evaluasi implementasi hasil pembelajaran dan evaluasi dampak pembelajaran). Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu, Tim, dan Organisasi melalui: a) Pada tingkatan Individu, peserta kegiatan pembelajaran mengikuti seluruh tahapan evaluasi pembelajaran dengan persiapan yang memadai untuk memperoleh hasil yang terbaik. Contoh: Pegawai yang menjadi peserta Latsar mempersiapkan terlebih dahulu kebutuhan aktualisasi serta mendiskusikannya kepada No Sub Komponen Strategi Implementasi mentor untuk memastikan pelaksanaan aktualisasi berjalan dengan lancar. b) Pada tingkatan Tim, (1) Anggota tim mengikuti seluruh tahapan evaluasi pembelajaran dengan persiapan yang memadai untuk memperoleh hasil yang terbaik.
Tim mengadakan forum diskusi untuk membahas hasil pembelajaran dan merencanakan implementasi hasil pembelajaran dalam kerja tim. Contoh: (a) Tim Pengembang Aplikasi setelah mengikuti PJJ Pengembangan Aplikasi Berbasis Flutter mempelajari kembali materi pembelajaran untuk persiapan pelaksanaan ujian. (b) Tim Pengembang Aplikasi yang menjadi alumni PJJ Pengembangan Aplikasi Berbasis Flutter melakukan pembahasan bersama mengenai konten pembelajaran yang diperoleh, merencanakan penerapan konten, dan menyusun aplikasi Android berbasis Flutter sebagai implementasi hasil belajarnya. c) Pada tingkatan Organisasi, berpartisipasi aktif dalam proses evaluasi penyelenggaraan dan pengajar ditunjukkan dengan aktivitas menindaklanjuti hasil dan rekomendasi evaluasi penyelenggaraan dan evaluasi pengajar yang terkait dengan bagian tugasnya. Contoh: Bagian SDM DJKN menindaklanjuti hasil evaluasi yang diberikan peserta atas fasilitasi dalam kegiatan mentoring / action learning yang menjadi bagian dalam pembelajaran terintegrasi. d) Pada tingkatan Organisasi, menyelenggarakan evaluasi sederhana terhadap kegiatan pembelajaran selain pelatihan, kursus, penataran, PJJ dan e-learning yang dikelola secara mandiri oleh unit organisasi. No Sub Komponen Strategi Implementasi Contoh: Biro Organisasi dan Tata Laksana, Sekretariat Jenderal melakukan evaluasi dengan penyebaran kuesioner terhadap peserta kegiatan Seminar/Workshop terkait Manual Book Terbaru Aplikasi Nadine. e) Pada tingkatan Organisasi, berpartisipasi aktif dalam proses evaluasi hasil pembelajaran peserta ditunjukkan dengan cara memotivasi peserta untuk dapat memperoleh hasil yang optimal dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Contoh: Kepala Bagian SDM DJKN memberikan arahan dan motivasi kepada para CPNS yang akan ditugaskan untuk mengikuti Diklat Teknis Substantif Dasar agar mengikuti pelatihan dengan semangat dan mencapai hasil terbaik. f) Pada tingkatan Organisasi, memperhitungkan hasil evaluasi pembelajaran peserta sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menetapkan penempatan dan pengembangan karier pegawai sesuai ketentuan yang berlaku. Contoh: Bagian Kepegawaian, Sekretariat Badan, BPPK untuk kepentingan penempatan, mutasi, dan promosi menyajikan data terkait dengan hasil evaluasi pembelajaran, prestasi belajar, serta penghargaan sebagai salah satu pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam forum pimpinan, Tim Penilai Kinerja, dan/atau Baperjakat. g) Pada tingkatan Organisasi, berpartisipasi aktif dalam proses evaluasi pascapembelajaran ditunjukkan dengan aktivitas:
menugasi SGO untuk menghadiri rapat pembahasan instrumen evaluasi pascapembelajaran dan memberikan masukan dalam perumusan instrumen evaluasi pascapembelajaran. Contoh: SGO di lingkungan Direktorat Lelang, DJKN memenuhi undangan rapat No Sub Komponen Strategi Implementasi pembahasan instrumen evaluasi pascapembelajaran dari Pusdiklat KNPK dan memberikan masukan mengenai kuesioner evaluasi pascapembelajaran.
melakukan koordinasi dengan unit terkait di lingkungan Unit Pengguna dalam tahap pengumpulan data. Contoh: Bagian SDM DJKN berkoordinasi dengan unit terkait dalam mendorong alumni kegiatan pembelajaran untuk mengisi kuesioner evaluasi pascapembelajaran.
melakukan tindak lanjut atas rekomendasi evaluasi pascapembelajaran yang terkait dengan bidang tugasnya. Contoh: Pusdiklat KNPK memberikan rekomendasi pada laporan evaluasi pascapembelajaran PJJ Analisis Kelayakan Bisnis Properti agar: (a) pengiriman peserta pelatihan sesuai dengan hasil AKP. (b) tidak memberikan penugasan lain bagi peserta pada saat mengikuti kegiatan pembelajaran. Kemudian Bagian SDM DJKN menindaklanjuti rekomendasi tersebut pada kegiatan pembelajaran berikutnya.
menugaskan alumni melakukan knowledge sharing untuk mendukung penerapan hasil pembelajaran ke dalam pelaksanaan pekerjaan. Contoh: Pegawai BPPK berdasarkan arahan Sekretaris Badan menyusun KC dalam bentuk video dengan tema “tips dan trik menyusun dokumen pengetahuan” berdasarkan pengalamannya dalam menerapkan hasil e-learning Manajemen Pengetahuan: Dokumentasi Pengetahuan. G. Teknis Implementasi Komponen Learning Solutions 1. Deskripsi a. Komponen Learning Solutions mendeskripsikan implementasi model pembelajaran yang terdiri atas self-learning, structured learning, social learning/learning from others , dan learning from experience/learning while working untuk mendukung tujuan organisasi yang direncanakan. Model ini merupakan adaptasi dari model pembelajaran 70: 20:
Belajar sendiri ( self-learning ) merupakan proses pemelajar berinisiatif, dengan atau tanpa bantuan pihak lain, dalam mengidentifikasi kebutuhan belajar, memformulasi tujuan belajar, mengidentifikasi sumber pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi hasil belajar, sesuai kebutuhannya. Dalam self-learning , pemelajar berperan secara aktif dan tidak tergantung kepada pihak lain dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan.
Pembelajaran melalui metode yang terstruktur dalam berbagai pelatihan di dalam kelas (klasikal) maupun di luar kelas (non klasikal) yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan.
Belajar di lingkungan sosial atau belajar dari orang lain ( social learning/learning from others ) merupakan aktivitas pembelajaran kolaboratif yang dilakukan pegawai, baik secara individu maupun berkelompok, dalam sebuah komunitas maupun bimbingan di luar kelas, melalui interaksi atau dengan mengobservasi pihak/orang lain, seperti coaching & mentoring (di luar DKI), knowledge sharing , patok banding ( benchmarking ), dan keikutsertaan dalam komunitas belajar (CoP).
Social learning/learning from others dapat dilaksanakan:
dengan metode tatap muka langsung, tatap muka virtual, dan/atau non-tatap muka; dan
setiap saat sesuai kebutuhan/kebijakan yang ditetapkan oleh Unit Eselon I dan Unit Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan terkait.
Pembelajaran terintegrasi di tempat kerja melalui praktik langsung ( learning from experience/learning while working ) merupakan aktivitas pembelajaran terintegrasi yang dilakukan pegawai, baik secara individu maupun berkelompok di tempat kerja melalui praktik langsung seperti magang/praktik kerja, detasering ( secondment ), action learning , gugus tugas, tugas tambahan, pertukaran antara pegawai negeri sipil dengan pegawai swasta/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.
Ruang Lingkup Komponen Learning Solutions mencakup implementasi model pembelajaran dalam rangka peningkatan kompetensi pegawai dan optimalisasi kinerja organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran utama yang telah direncanakan.
Tujuan Tujuan dari Komponen Learning Solutions yaitu organisasi dapat mengimplementasikan model pembelajaran yang efektif, efisien, adaptif, sehingga kinerja organisasi meningkat dan tujuan serta sasaran utama ( ultimate goals ) yang telah direncanakan tercapai.
Strategi Implementasi No Subkomponen Strategi Implementasi a. Belajar sendiri (self-learning) Organisasi memfasilitasi dan memberi kesempatan pemelajar untuk berinisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam mengidentifikasi kebutuhan belajar, memformulasi tujuan belajar, mengidentifikasi sumber pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi hasil belajar, sesuai kebutuhannya secara individu. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu, Tim dan Organisasi, dengan aktivitas sebagai berikut:
pada tingkatan Individu, a) Pegawai mengidentifikasi sumber dan waktu pembelajaran. b) Pegawai melaporkan ke atasan bahwa akan melakukan kegiatan self-learning. c) Pegawai mengevaluasi hasil belajar apakah proses pembelajaran sudah memenuhi tujuan pribadi yang diinginkan. d) Pegawai menyampaikan laporan pelaksanaan self-learning ke atasan langsung yang dilampiri dokumentasi hasil belajar. Contoh: Pegawai pada unit Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) menghimpun bahan belajar dari video pengetahuan dalam KLC, kemudian melakukan pembelajaran, dan melakukan evaluasi diri terhadap hasil pembelajaran serta melaporkannya kepada atasan untuk dibuatkan surat keterangan melaksanakan pengembangan kompetensi sesuai ketentuan yang berlaku. No Subkomponen Strategi Implementasi 2) Pada tingkatan Tim, a) Tim kerja mengidentifikasi sumber dan waktu pembelajaran. b) Perwakilan tim kerja melaporkan ke unit yang menangani pengembangan kompetensi bahwa akan melakukan kegiatan self-learning. c) Tim kerja mengevaluasi hasil belajar apakah proses pembelajaran sudah memenuhi tujuan yang diinginkan. d) Tim kerja menyampaikan laporan pelaksanaan self-learning ke unit yang menangani pengembangan kompetensi dengan dilampiri dokumentasi hasil belajar. Contoh: Komite LO menyusun bahan belajar dari jurnal terakreditasi internasional, kemudian melakukan diskusi dan pengambilan lesson learned untuk kemudian melaporkannya kepada pimpinan disertai dengan hasil kajian yang berupa konsep LO Kemenkeu.
Pada tingkatan Organisasi, aktivitas pemberian fasilitas untuk dapat berinisiatif dalam belajar (termasuk identifikasi kebutuhan belajar, memformulasi tujuan belajar, identifikasi sumber belajar, dan mengevaluasi hasil belajar sesuai kebutuhannya) dilakukan dengan menginformasikan cara melaksanakan self-learning serta menyediakan dokumen dan sarana pendukung yang diperlukan. Contoh: a) Sekretariat Badan menyusun pedoman dan melakukan sosialisasi mengenai self- learning. b) Sekretaris Badan memberikan informasi mengenai sumber-sumber belajar yang relevan untuk dapat dipelajari secara sendiri. c) Bagian TIK Sekretariat Badan memberikan akses bagi pegawai untuk mengunggah No Subkomponen Strategi Implementasi hasil belajar ke dalam KMS atau melakukan sharing mengenai materi yang dipelajari. d) Direktorat Sistem Perbendaharaan menyediakan narasumber untuk belajar sendiri yang dikemas dalam bentuk seminar/konferensi/sarasehan/ workshop / lokakarya, bimbingan teknis, dan sosialisasi untuk pengembangan kompetensi pegawai dalam rangka mendukung pencapaian tujuan organisasi.
Pada tingkatan Organisasi, aktivitas pemberian kesempatan untuk berinisiatif dalam belajar termasuk identifikasi kebutuhan belajar, memformulasi tujuan belajar, identifikasi sumber belajar, dan mengevaluasi hasil belajar sesuai kebutuhannya dilakukan dengan cara memberikan kebebasan bereksperimen untuk perbaikan proses bisnis. Contoh: Bagian TIK Sekretariat Badan mempersilakan pegawainya untuk mempelajari dan mencoba serta melakukan perbaikan aplikasi Semantik.
Pembelajaran terstruktur ( structured learning ) Organisasi merencanakan, memfasilitasi, dan memberi kesempatan kepada setiap pegawai baik secara individu maupun berkelompok melakukan pembelajaran yang terstruktur baik di dalam kelas (klasikal) maupun di luar kelas yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu dan Organisasi, dengan aktivitas sebagai berikut:
Pada tingkatan Individu: a) Pegawai menginformasikan jadwal pelatihan (structured learning) yang akan diikuti kepada atasan langsung. b) Pegawai menyampaikan laporan pelaksanaan pelatihan (structured learning) ke atasan langsung yang dilampiri dokumentasi hasil belajar. Contoh: Pegawai pada unit OTL, menyampaikan rencana pelaksanaan e-learning Manajemen No Subkomponen Strategi Implementasi Pengetahuan: Dokumentasi Pengetahuan yang akan diikuti kepada atasan langsung, kemudian menyampaikan hasil dokumen pengetahuan pada akhir e-learning.
Pada tingkatan Organisasi, a) aktivitas perencanaan pelaksanaan pembelajaran terstruktur bagi individu dan/atau kelompok dilakukan dengan cara melakukan identifikasi kebutuhan structured learning , menjaring pegawai/kelompok pegawai yang berminat, dan menyiapkan alokasi anggarannya. Contoh:
Biro Umum Sekretariat Jenderal melakukan identifikasi kegiatan structured learning yang akan dilaksanakan, baik yang bersifat mandatory maupun hasil AKP.
Biro Umum Sekretariat Jenderal menginformasikan daftar dan jadwal structured learning kepada seluruh pegawai dan mengimbau pegawai untuk mendaftar.
Biro Umum Sekretariat Jenderal mengalokasikan biaya untuk pelaksanaan structured learning .
Biro Umum Sekretariat Jenderal menginformasikan jadwal structured learning kepada pegawai yang akan ditugaskan untuk mengikutinya. b) aktivitas fasilitasi pelaksanaan pembelajaran terstruktur bagi individu dan/atau kelompok dilakukan dengan cara menyediakan dokumen dan sarana pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan rangkaian structured learning. Contoh:
Sekretariat Badan menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan structured learning , misalnya Surat No Subkomponen Strategi Implementasi Tugas dan dokumen Surat Perintah Perjalanan Dinas.
Sekretariat Badan membiayai pegawai untuk melaksanakan pembelajaran terstruktur.
Sekretariat Badan memberikan akses bagi pegawai untuk mengunggah hasil belajar ke dalam KMS __ atau melakukan sharing mengenai materi yang dipelajari. c) aktivitas pemberian kesempatan pelaksanaan pembelajaran terstruktur bagi individu dan/atau kelompok dilakukan dengan cara menyediakan waktu bagi pegawai/kelompok pegawai untuk melakukan structured learning . Contoh: Bagian Kepegawaian memberikan kesempatan pada pegawai untuk mengusulkan pelatihan berdasarkan kebutuhan individu.
Belajar di lingkungan sosial/belajar dari orang lain ( social learning/learning from others ) Organisasi merencanakan, memfasilitasi, dan memberi kesempatan kepada setiap pegawai baik secara individu maupun berkelompok melakukan pembelajaran kolaboratif dalam sebuah komunitas maupun melalui bimbingan di luar kelas, melalui interaksi atau dengan mengobservasi pihak/orang lain, seperti coaching & mentoring (di luar DKI), knowledge sharing , patok banding ( benchmarking ), dan keikutsertaan dalam komunitas belajar (CoP). Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu, Tim dan Organisasi, dengan aktivitas sebagai berikut:
Pada tingkatan Individu, a) Pegawai bergabung dalam CoP dan berpartisipasi aktif. b) Pegawai menyampaikan laporan bahwa telah bergabung dalam suatu CoP ke atasan langsung dan unit yang menangani pengembangan kompetensi. Contoh: Pegawai Bagian TIK berinisiatif bergabung dengan MoF-DAC dan menyampaikannnya No Subkomponen Strategi Implementasi kepada atasan langsung dan Subbagian Pengembangan Pegawai di unitnya.
Pada tingkatan Tim, a) Calon Coachee dan Mentee dalam satu unit kerja menerima masukan awal mengenai proses atau hasil pekerjaan yang belum memenuhi standar kualitas pekerjaan. b) Coachee dan Mentee dalam satu unit kerja berdiskusi dengan atasan mengenai permasalahan/kendala yang dihadapi dan menyepakati solusi yang akan dilaksanakan. Contoh: Pegawai OJT dalam kegiatan pembelajaran Latsar secara aktif berdiskusi dengan Coach dan Mentornya untuk penyelesaian proyek Landing Page Manajemen Risiko UPR.
Pada tingkatan Organisasi, a) aktivitas perencanaan pelaksanaan pembelajaran di lingkungan sosial/belajar dari orang lain bagi individu/kelompok dilakukan dengan cara identifikasi kebutuhan social learning/learning from others dan menyiapkan alokasi anggarannya. Contoh: Sekretariat Badan menyusun perencanaan dan penganggaran terkait kegiatan benchmarking mengenai gamification untuk tahun anggaran 2021. b) aktivitas pemberian fasilitasi pelaksanaan pembelajaran di lingkungan sosial/belajar dari orang lain bagi individu/kelompok dilakukan dengan cara memberi kejelasan mekanisme social learning/learning from others . Contoh: Pusdiklat KU menyediakan wadah berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai BPPK melalui kegiatan knowledge sharing yang No Subkomponen Strategi Implementasi dikemas dalam acara Rabu Biru (Rasa Baru Bincang Corporate University ). c) aktivitas pemberian kesempatan pelaksanaan pembelajaran di lingkungan sosial/belajar dari orang lain bagi individu/kelompok dilakukan dengan cara memberikan kebebasan bagi pegawai untuk melakukan pembelajaran pada lingkungan sosial yang mendukung pengembangan kompetensinya. Contoh: terdapat pegawai di Bagian TIK Sekretariat Badan, membutuhkan pengembangan kompetensi data analytics , Kepala Bagian TIK mengenalkan pegawai tersebut kepada komunitas MoF-DAC.
Belajar dari pengalaman/bel ajar sambil bekerja ( learning from experiences/lear ning while working ) Organisasi merencanakan, memfasilitasi, dan memberi kesempatan kepada setiap pegawai baik secara individu maupun berkelompok melakukan pembelajaran terintegrasi di tempat kerja melalui praktik langsung seperti magang/praktik kerja, detasering ( secondment ), action learning, gugus tugas, tugas tambahan, pertukaran antara pegawai negeri sipil dengan pegawai swasta/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu dan Organisasi, dengan aktivitas sebagai berikut:
Pada tingkatan Individu: a) Pegawai mengajukan usulan untuk mengikuti kegiatan learning from experiences/learning while working yang ditawarkan. b) Pegawai membuat laporan kegiatan learning from experiences/learning while working yang dilampiri dokumentasi hasil belajar. Contoh: Pegawai talent melaksanakan kegiatan Talent Development Program dengan mengusulkan dan melaksanakan pembelajaran sekaligus melaksanakan pekerjaan sehari-hari, kemudian menyusun dokumentasi lesson No Subkomponen Strategi Implementasi learned terhadap kegiatan dimaksud dan melaporkannya kepada atasan langsung untuk perbaikan pekerjaan sehari-hari.
Pada tingkatan Organisasi, a) aktivitas perencanaan pelaksanaan pembelajaran dari pengalaman/sambil bekerja bagi pegawai/kelompok pegawai dilakukan dengan cara identifikasi kebutuhan learning from experiences/learning while working dan menyiapkan alokasi anggarannya. Contoh:
Bagian Kepegawaian Sekretariat BPPK, menawarkan kegiatan magang/praktik kerja, detasering (secondment), pertukaran antara pegawai negeri sipil dengan pegawai swasta/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah kepada pegawai.
Sekretariat Badan mengalokasikan anggaran biaya untuk mendukung pelaksanaan learning from experiences/learning while working . b) aktivitas fasilitasi pelaksanaan pembelajaran dari pengalaman/sambil bekerja bagi pegawai/kelompok pegawai dilakukan dengan memberi kejelasan mekanisme learning from experiences/learning while working. Contoh:
Bagian Kepegawaian memberikan sosialisasi terkait pelaksanaan magang, secondment, dan pertukaran pegawai sesuai ketentuan yang berlaku di Kementerian Keuangan.
Bagian Kepegawaian Sekretariat BPPK menugaskan pegawai Bagian TIK untuk melaksanakan secondment di Biro Komunikasi dan Layanan Informasi. c) aktivitas pemberian kesempatan pelaksanaan pembelajaran dari No Subkomponen Strategi Implementasi pengalaman/sambil bekerja bagi pegawai/kelompok pegawai dilakukan dengan memberikan kebebasan bagi pegawai untuk melakukan learning from experiences/learning while working . Contoh:
Sekretariat Badan menyetujui usulan pegawai untuk melakukan secondment yang selaras dengan kebutuhan organisasi.
BPPK menugaskan pegawai dalam tim Pengembang LO (lintas Unit Eselon I dan Unit Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan) dan melakukan transfer knowledge kepada tim LO Pusdiklat.
Sekretaris Badan menugaskan pegawai yang selesai melakukan secondment untuk melakukan dokumentasi pengetahuan atas lesson learned yang didapat. H. Teknis Implementasi Komponen Learning Spaces 1. Deskripsi a. Komponen Learning Spaces mendeskripsikan adanya ketersediaan kesempatan, infrastruktur, dan SDM yang mendukung kegiatan belajar, berbagi pengetahuan, dan pendokumentasian pengetahuan.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa fasilitas dan infrastruktur pembelajaran yang mendukung pembelajaran aktif dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran dan mendorong terciptanya metode-metode pembelajaran baru. Organisasi perlu menyediakan learning spaces yang berupa ruangan, peralatan, jaringan internet dan intranet, akses sumber belajar, kesempatan belajar, dan dukungan teknis.
Ruang Lingkup Komponen Learning Spaces mencakup:
Kesempatan untuk belajar, berbagi pengetahuan dan mendokumentasikan pengetahuan;
Infrastruktur untuk mendukung kegiatan belajar, berbagi pengetahuan dan dokumentasi pengetahuan; dan
SDM untuk mendukung kegiatan belajar, berbagi pengetahuan dan dokumentasi pengetahuan 3. Tujuan Tujuan dari Komponen Learning Spaces yaitu organisasi dapat memberikan lingkungan yang mendukung keleluasaan dalam terciptanya budaya belajar, berbagi pengetahuan, serta melaksanakan dokumentasi pengetahuan.
Strategi Implementasi No Subkomponen Strategi Implementasi a. Ruangan Organisasi memastikan ketersediaan ruangan yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan di lingkungan kantor pada unit kerja, seperti ruang belajar, ruang diskusi, open space , perpustakaan, dan yang sejenis. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas memastikan ketersediaan ruangan yang memadai dengan cara menggunakan, memultifungsikan, dan/atau membangun ruangan untuk dapat dimanfaatkan pegawai Kementerian Keuangan serta memonitor ketersediaanya. Contoh:
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor memanfaatkan ruang kerja pegawai yang sudah tersedia sebagai ruang belajar.
Kepala Kantor Wilayah DJKN Sumatera Utara melakukan monitoring ketersediaan ruang diskusi pada satker dibawahnya untuk dapat dipergunakan oleh satker dibawahnya maupun satker unit eselon I lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan.
Sekretariat Direktorat Penilaian memultifungsikan sebagian ruang kerja pegawai menjadi open space .
Peralatan Organisasi memastikan ketersediaan:
peralatan berupa komputer atau laptop yang mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai;
perangkat lunak untuk mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai, seperti operating system , Microsoft Office, browser , Zoom Meeting, dan yang sejenis; dan No Subkomponen Strategi Implementasi 3) peralatan untuk mendukung pelaksanaan dokumentasi pengetahuan, seperti kamera, microphone , aplikasi penunjang multimedia, dan yang sejenis. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas pemastian ketersediaan peralatan yang dilakukan dengan cara: a) penyediaan sesuai peruntukan pegawai yang membutuhkan. Contoh:
Pusdiklat Bea dan Cukai meminjamkan laptop yang telah di-install dengan perangkat lunak berlisensi untuk pegawai yang akan belajar.
Pusdiklat KNPK meminjamkan kamera dan microphone bagi pegawai yang akan melakukan dokumentasi pengetahuan. b) monitoring distribusi peralatan bagi pegawai yang membutuhkan. Contoh: Bagian Tata Usaha Pusdiklat Bea dan Cukai mengecek distribusi peralatan dan perangkat lunak sesuai dengan kebutuhan pegawai. c) memenuhi kebutuhan peralatan bagi pegawai sesuai hasil monitoring. Contoh: Bagian Tata Usaha Pusdiklat Bea dan Cukai meminjamkan peralatan kepada pegawai yang belum mendapatkan sesuai hasil monitoring.
Jaringan Internet dan Intranet Organisasi memastikan ketersediaan jaringan internet, intranet dan jaringan komunikasi lain yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas:
pemastian ketersediaan jaringan internet dan intranet yang dilakukan dengan cara No Subkomponen Strategi Implementasi berkoordinasi dengan Pusat Informasi dan Teknologi Keuangan/Pusintek. Contoh: Sekretariat Badan meminta penambahan bandwith untuk memenuhi kebutuhan belajar pegawai.
pemastian ketersediaan jaringan komunikasi lain yang dilakukan dengan cara melakukan monitoring atas jaringan komunikasi yang dibutuhkan oleh pegawai. Contoh: Sekretariat Badan memberikan bantuan komunikasi bagi pegawai yang melaksanakan work from home (WFH) mengingat sesuai hasil monitoring pegawai membutuhkan jaringan komunikasi lain yang tidak disediakan oleh unit.
Akses Sumber Belajar Organisasi memastikan ketersediaan akses terhadap sumber belajar untuk mendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai, seperti akun KLC, akses jurnal EBSCO , kartu keanggotaan perpustakaan, dan yang sejenis. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas pemastian ketersediaan akses terhadap sumber belajar yang dilakukan dengan cara mengecek pemanfaatan sumber belajar oleh pegawai. Contoh: PKN STAN menyusun daftar penggunaan/akses KLC/jurnal EBSCO oleh pegawai, dalam hal terdapat kebutuhan pegawai untuk mengakses sumber belajar lain maka akan dipenuhi oleh unit.
Kesempatan Belajar Organisasi memberikan kesempatan bagi seluruh pegawai untuk melakukan kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan secara daring ( online ) dan luring ( offline ) __ pada jam kerja. Contoh daring meliputi mengikuti e-learning /PJJ/webinar, mengakses KLC/jurnal nasional/jurnal internasional/perpustakaan online , dan kegiatan lainnya yang sejenis. Contoh luring meliputi mengikuti No Subkomponen Strategi Implementasi pelatihan/seminar/ Forum Group Discussion /magang/ diskusi kelompok dan kegiatan lainnya yang sejenis. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas pemberian kesempatan bagi seluruh pegawai untuk melakukan kegiatan belajar yang dilakukan dengan cara menyediakan waktu khusus untuk pegawai belajar. Contoh: Sekretariat Badan tidak mengagendakan rapat/kegiatan lain pada hari Jumat selama satu jam dan mengalokasikan waktu tersebut untuk pegawai belajar.
Dukungan Teknis Organisasi menyediakan SDM yang dapat memberikan dukungan teknis untuk memastikan:
kelancaran jaringan internet dan intranet sebagai pendukung kegiatan belajar serta berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai;
ketersediaan akses terhadap sumber belajar sebagai pendukung kegiatan belajar dan berbagi pengetahuan bagi seluruh pegawai; dan
kelancaran pelaksanaan dokumentasi pengetahuan. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas penyediaan SDM pendukung yang dilakukan dengan cara menugaskan ahli tertentu untuk mengajari pegawai dalam melakukan troubleshooting atas jaringan internet, mengatasi permasalahan akses terhadap sumber belajar dan membantu melakukan dokumentasi pengetahuan. Contoh: a) Sekretariat Badan menugaskan Jabatan Fungsional (JF) Pranata Komputer untuk memeriksa kualitas jaringan internet dan mengajarkan troubleshooting kepada pegawai saat terjadi permasalahan jaringan/akses. b) Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia menugaskan JF Pengembang Teknologi Pembelajaran untuk No Subkomponen Strategi Implementasi mengajarkan cara praktis melakukan dokumentasi pengetahuan melalui aplikasi Canva, dalam hal terdapat kesulitan dalam pelaksanaannya maka akan dibantu oleh JF Pengembang Teknologi Pembelajaran. I. Teknis Implementasi Komponen Learners’ Performance 1. Deskripsi a. Komponen Learners’ Performance mendeskripsikan hasil pembelajaran pemelajar dalam meningkatkan kinerja individu ( individual performance ), tim ( team performance ) dan organisasi ( organizational performance ) untuk mewujudkan kinerja organisasi. Pembelajaran terjadi jika anggota organisasi sebagai individu dan/atau tim mengalami proses pemahaman terhadap konsep-konsep baru yang selanjutnya meningkatnya kemampuan dan pengalaman individu untuk merealisasikan konsep tersebut, sehingga terjadi perubahan atau perbaikan nilai tambah pada tim kerja dan organisasi.
Individual performance merupakan implementasi hasil pembelajaran individu setelah (pasca) mengikuti pembelajaran yang dapat diukur dengan menggunakan model evaluasi The Kirkpatrick Model dan dapat dilihat dari ada atau tidaknya ide/gagasan baru (inovasi) dalam cara bekerja dan hasil kerja.
Team performance merupakan implementasi hasil pembelajaran tim yang dapat dicapai antara lain melalui penyelesaian tugas atau proyek tertentu sesuai dengan yang dibebankan pada tim tersebut.
Pencapaian hasil belajar tim dapat dilihat dari:
kontribusi individual, akan berdampak pada peningkatan kinerja tim; atau
kontribusi secara bersama di dalam tim, yang dapat dilihat dari adanya cara-cara baru (inovasi) yang diciptakan oleh tim.
Pengukuran dapat menggunakan model evaluasi The Kirkpatrick Model . Apabila hasil evaluasi menunjukkan hasil yang baik/bagus maka peningkatan kinerja individu ini akan berdampak pada perubahan perilaku dan peningkatan kinerja tim f. Organizational performance merupakan implementasi hasil pembelajaran individu dan tim yang menciptakan perubahan perilaku dan perbaikan kinerja dalam organisasi.
Organizational performance dapat dilihat dari:
hasil pembelajaran individu dan/atau tim dimanfaatkan oleh organisasi untuk memperbaiki kesalahan dan/atau merubah cara kerjanya agar mendapatkan hasil/kinerja yang lebih baik; dan/atau
adanya keterkaitan pembelajaran dengan pengembangan karir pegawai dimana hasil pembelajaran yang digunakan oleh organisasi sebagai salah satu pertimbangan dalam pengembangan karir pegawai dalam rangka mutasi, promosi, dan/atau penugasan di luar Kementerian Keuangan akan membantu pencapaian tujuan organisasi h. Individu dan tim kerja yang mampu mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dari hasil pembelajarannya untuk menciptakan atau memperbaiki produk, proses, dan/atau sistem yang baru, yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan, akan menjadi individu dan tim yang inovatif dan pada akhirnya akan mendorong organisasi menjadi organisasi yang inovatif.
Ruang Lingkup Komponen Learners Performance mencakup implementasi dan pemanfaatan hasil pembelajaran yang dapat dilihat dari terjadinya continuous improvement , peningkatan kinerja pemelajar, dan terciptanya inovasi serta pemanfaatan hasil pembelajaran sebagai salah satu pertimbangan dalam pengembangan karir pegawai.
Tujuan Tujuan Komponen Learners Performance yaitu mendorong organisasi memastikan hasil pembelajaran memberikan kontribusi dalam mewujudkan organisasi yang mampu mendapatkan, memanfaatkan, menciptakan dan mentransformasikan pengetahuan serta memodifikasi perilakunya sesuai dengan pengetahuan dan gagasan baru yang diperoleh untuk dapat beradaptasi terhadap lingkungan yang dinamis.
Strategi Implementasi No Subkomponen Strategi Implementasi a. Individual performance Organisasi memastikan hasil pembelajaran diimplementasikan oleh individu dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya serta memanfaatkan hasil pembelajaran untuk melakukan perbaikan berkelanjutan dan/atau peningkatan kinerja dan menciptakan inovasi. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada No Subkomponen Strategi Implementasi tingkatan Individu dan Organisasi melalui aktivitas:
pada tingkatan Individu, pemanfaatan hasil pembelajaran untuk perbaikan berkelanjutan dan/atau peningkatan kinerja dilakukan dengan cara pegawai menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang didapat dari pembelajaran untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan. Contoh: Pegawai Subbidang Pengolahan Hasil Diklat, Pusdiklat Pajak mengolah data survei evaluasi pascapembelajaran dengan menggunakan aplikasi SPSS sesuai metode yang diajarkan dalam Pelatihan Pengantar Statistika.
pada tingkatan Organisasi, a) pemastian implementasi hasil pembelajaran oleh individu dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dilakukan dengan cara memberikan tugas kepada pegawai untuk melakukan aktualisasi pembelajaran dan mengevaluasi pegawai yang telah mengikuti pembelajaran. Contoh:
Kepala Subbagian Komunikasi Publik, Sekretariat BPPK, memberikan tugas kepada bawahannya yang telah mengikuti pelatihan desain grafis untuk membuat desain poster sebagai unggahan informasi di media sosial BPPK.
BPPK melaksanakan evaluasi pascapembelajaran terhadap alumni Pelatihan Teknis Pemeriksaan Barang Impor Lanjutan untuk mengukur peningkatan kinerja pemeriksa barang impor di lingkungan DJBC. No Subkomponen Strategi Implementasi (3) Bagian Kepegawaian BPPK melakukan evaluasi dalam bentuk survei kemanfaatan hasil pelatihan kepada pegawai yang telah mengikuti pelatihan secara berkala. b) pemanfaatan hasil pembelajaran untuk menciptakan inovasi dilakukan dengan cara membuat kebijakan agar tercipta budaya inovasi. Contoh:
BPPK memberikan surat keterangan kreativitas kepada Pranata Komputer yang telah melakukan inovasi dengan mengembangkan prototype aplikasi Semantik (Aplikasi Manajemen Pembelajaran di BPPK).
Unit kerja mengadakan event /lomba/kompetisi bagi para pegawai untuk menciptakan inovasi.
Team performance Organisasi memastikan hasil pembelajaran diimplementasikan oleh tim dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya serta memanfaatkan hasil pembelajaran untuk melakukan perbaikan berkelanjutan dan/atau peningkatan kinerja dan menciptakan inovasi. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Tim dan Organisasi melalui aktivitas:
pada tingkatan Tim, melakukan diskusi untuk mereviu suatu kegiatan tim yang sedang berlangsung atau sudah berakhir guna mengetahui penyebab utama keberhasilan dan/atau kegagalan sebagai bentuk pembelajaran dalam rangka peningkatan kinerja organisasi. No Subkomponen Strategi Implementasi Contoh: Panitia Penulisan Buku Sinopsis Series melakukan After Action Review (AAR) terhadap kegiatan wawancara narasumber yang telah dilakukan sesuai hasil pembelajaran tentang teknik wawancara untuk mendapatkan lesson learned agar kegiatan selanjutnya berjalan dengan lebih baik.
pada tingkatan Organisasi a) pemastian implementasi hasil pembelajaran oleh tim dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dilakukan dengan cara mengevaluasi kinerja tim yang anggotanya telah mengikuti pelatihan. Contoh: Sekretariat BPPK melakukan evaluasi kinerja Tim Penjaminan Mutu yang anggotanya telah mengikuti Pelatihan Manajemen Mutu Pembelajaran. b) pemanfaatan hasil pembelajaran oleh tim untuk perbaikan berkelanjutan dan/atau peningkatan kinerja dilakukan dengan cara menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang didapat dari pembelajaran untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja tim. Contoh: Tim Pengembang Aplikasi Mobile Subbagian Sistem Informasi, BPPK setelah mengikuti Pelatihan Aplikasi Data Flutter menggunakan framework Flutter dalam mengembangkan aplikasi KLC Mobile. c) pemanfaatan hasil pembelajaran oleh tim untuk menciptakan inovasi dilakukan dengan cara No Subkomponen Strategi Implementasi membuat kebijakan agar tercipta budaya inovasi Contoh: Sekretariat Jenderal a.n. Menteri Keuangan memberikan sertifikat inovator pada para pegawai yang terlibat dalam tim pengembangan inovasi Sistem Aplikasi Barang Penumpang (SIAPBANG).
Organizational Performance 1) Organisasi memastikan hasil pembelajaran berkontribusi pada peningkatan kinerja organisasi. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi dengan cara melakukan evaluasi kinerja. __ Contoh: DJP memanfaatkan hasil evaluasi pascapembelajaran (evaluasi dampak pembelajaran) Pelatihan Staf PPK untuk mengevaluasi kinerja staf PPK di lingkungan DJP. __ 2) Organisasi memastikan terciptanya inovasi dari hasil pembelajaran. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas membuat kebijakan yang mendorong terciptanya budaya inovasi seperti membuat kompetisi inovasi secara berkala. __ Contoh: Sekretariat BPPK menyelenggarakan Liga Inovasi BPPK untuk mendorong terciptanya budaya inovasi di lingkungan BPPK. __ 3) Organisasi memanfaatkan inovasi dari hasil pembelajaran pegawai sebagai individu dan tim untuk meningkatkan kinerja organisasi. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas No Subkomponen Strategi Implementasi menggunakan ide baru dari individu dan tim untuk perbaikan kebijakan di unitnya. __ Contoh: a) DJPb memanfaatkan aplikasi SAKATO (Sistem Aplikasi Kabar, Antrian, dan Tolakan) yang telah memenangkan Top 5 Inovasi Terbaik dalam Kompetisi Inovasi Kementerian Keuangan Tahun 2020 untuk diterapkan pada proses pemberian layanan di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. b) BPPK menggunakan KLC Mobile yang dikembangkan oleh Tim Pengembang Aplikasi Mobile menjadi salah satu sarana pendukung modern e-learning di Kementerian Keuangan. __ 4) Organisasi menggunakan hasil pembelajaran pegawai sebagai salah satu pertimbangan dalam pengembangan karier pegawai. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas mempertimbangkan hasil pembelajaran dalam mutasi, promosi, dan/atau penugasan di luar Kementerian Keuangan pegawai. __ Contoh: DJBC mempertimbangkan pegawai yang memperoleh hasil pembelajaran terbaik dalam Pelatihan Layanan Informasi Kepabeanan dan Cukai untuk ditempatkan sebagai Petugas Contact Center . J. Teknis Implementasi Komponen Leaders’ Participation in Learning Process 1. Deskripsi a. Komponen Leaders’ Participation in Learning Process mendeskripsikan peran penting leaders dalam mengomunikasikan dan mendorong individu menuju visi bersama ( shared vision ), memahami kebutuhan pembelajaran organisasi, membangun iklim yang mendukung proses pembelajaran, serta membimbing dan mendorong bawahan dan semua elemen organisasi untuk selalu belajar baik dari setiap aktivitas formal maupun informal.
Organisasi perlu mendorong leaders agar mampu berperan menjadi teladan dalam pembelajaran, menyelaraskan visi bersama ( shared vision ), membimbing dan mendorong seluruh elemen organisasi untuk senantiasa terus-menerus belajar dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Peran leaders tersebut sangat erat kaitannya dengan karakteristik kepemimpinan transformasi ( transformational leadership ), di antaranya pemimpin menjadi contoh moral dalam organisasi dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama, membangun budaya dan visi bersama, menumbuhkan lingkungan kerja yang mendukung pembelajaran, serta memotivasi bawahan agar kreatif dan inovatif.
Leaders merupakan seluruh pejabat struktural baik setingkat pejabat pengawas, pejabat administrator, dan pejabat pimpinan tinggi, serta pejabat fungsional dan pejabat non-eselon yang disetarakan dengan jabatan struktural (memiliki fungsi pembinaan).
Ruang Lingkup Komponen Leaders’ Participation in Learning Process mencakup peran leaders dalam bentuk keterikatan ( engagement ) dan keterlibatan ( involvement ) dalam proses pembelajaran setiap individu, tim, maupun organisasi pada unitnya masing-masing.
Tujuan Tujuan Komponen Leaders’ Participation in Learning Process yaitu mendorong dan mengoptimalkan peran leaders dalam menyelaraskan proses pembelajaran setiap individu, tim, maupun organisasi dengan tujuan organisasi. Apabila peran tersebut dijalankan oleh seluruh leaders dalam lingkungan kerjanya maka pada akhirnya akan terbentuk sebuah budaya belajar ( learning culture ) yang tidak hanya meningkatkan kompetensi dan kinerja individu tetapi juga berdampak pada peningkatan kinerja organisasi.
Strategi Implementasi No Subkomponen Strategi Implementasi a. Leaders as Role Models Organisasi mendorong Leaders untuk menjadi teladan dan menginspirasi bawahan untuk terus menerus belajar dengan ikut serta dalam pembelajaran sebagai Learners, berbagi pengetahuan ( knowledge sharing ), dan menerapkan hasil pembelajaran dalam pekerjaan No Subkomponen Strategi Implementasi sehari-hari dalam rangka peningkatan kinerja ( transfer of training ). Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu melalui aktivitas:
leaders menjadi teladan bawahan untuk terus menerus belajar, dilakukan dengan cara menunjukkan contoh melakukan kegiatan perbaikan organisasi yang didasarkan pada kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Contoh: Sekretaris BPPK menganjurkan pelaksanaan After Action Review (AAR) bagi seluruh satuan kerja di lingkungan BPPK dengan terlebih dahulu melaksanakan AAR di Sekretariat BPPK.
leaders menginspirasi bawahan dilakukan dengan cara menjadi pegawai yang memiliki prestasi bergengsi. Contoh: a) Sekretaris Jenderal memperoleh penghargaan Tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya atas Prestasi di Bidang Tata Kelola Barang Milik Negara. b) Direktur Jenderal Perbendaharaan menerima penghargaan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya Teladan Nasional dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).
leaders mengikuti pembelajaran dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan untuk peningkatan kompetensi. Contoh: a) Menteri Keuangan dan para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya mengikuti No Subkomponen Strategi Implementasi kegiatan Ministrial Lecture sebagai peserta. b) Kepala Subdit Integrasi Proses Bisnis LNSW menjadi peserta e- learning Manajemen Keuangan Negara.
leaders dalam berbagi pengetahuan dilakukan dengan cara menyusun dan membagikan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pembelajaran ( knowledge sharing ). Contoh: Pengendali Teknis Tim Auditor membuat dokumentasi pengetahuan atas tacit knowledge- nya sendiri dan diunggah ke KLC.
leaders menerapkan hasil pembelajaran dalam pelaksanaan pekerjaan sehari- hari dalam rangka peningkatan kinerja ( transfer of training ) dilakukan dengan cara mengaktualisasikan pengetahuan yang diperoleh. Contoh: Ketua Program Studi D-III Akuntansi menyusun regulasi pembelajaran new normal berdasarkan hasil benchmarking best practice perguruan tinggi se- Indonesia.
Leaders as Teachers Organisasi mendorong Leaders untuk berperan sebagai pihak yang mengajarkan pihak lain baik internal maupun eksternal unit kerjanya dalam rangka improvement pelaksanaan pekerjaan dan pencapaian tujuan organisasi. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu melalui aktivitas:
leaders dalam berperan sebagai pengajar internal dilakukan dengan cara menjadi penceramah, pengajar, narasumber pada kegiatan yang diselenggarakan oleh unit kerjanya. No Subkomponen Strategi Implementasi Contoh: Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Lama menjadi narasumber dalam workshop transfer pricing di unitnya.
leaders dalam berperan sebagai pengajar eksternal dilakukan dengan cara menjadi penceramah, pengajar, narasumber pada kegiatan yang diselenggarakan oleh unit selain unit kerjanya. Contoh: a) Pengendali Mutu Tim Auditor menjadi pengajar di BPPK. b) Inspektur Jenderal menjadi narasumber dalam Bincang Transformasi. c) Kepala Subdirektorat Dana Bagi Hasil menjadi narasumber pada sosialisasi terkait keuangan negara kepada Kementerian/Lembaga/ Instansi Daerah.
Leaders as Coaches, Mentors, Counsellors Organisasi mendorong Leaders untuk berperan sebagai coaches , mentors , dan/atau counsellors bagi pegawai. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu melalui pelaksanaan coaching , mentoring , dan/atau counselling (di luar kegiatan DKI) dengan cara:
membantu pegawai terkait pekerjaan. Aktivitas membantu pegawai terkait pekerjaan dilakukan dengan menunjukkan cara praktis menyelesaikan pekerjaan tertentu. Contoh: Kepala Subbagian Organisasi memberikan contoh penggunaan shortcut dalam Ms. Word. No Subkomponen Strategi Implementasi 2) membimbing pegawai dalam menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi melalui self-learning, structured learning, social learning/learning from others , dan learning from experience/learning while working . Aktivitas membimbing pegawai dalam menemukan solusi dilakukan dengan cara menggali akar permasalahan dan mengelaborasi pemecahan masalah tersebut dari ide-ide orisinal bawahannya. Contoh: Kepala Subbagian Akuntansi dan Pelaporan melakukan brainstorming dengan bawahannya terkait permasalahan manajemen waktu dalam penyelesaian deadline pekerjaan dan menemukan alternatif solusi berdasarkan kesepakatan bersama.
melakukan supervisi pekerjaan. Aktivitas melakukan supervisi pekerjaan dilakukan dengan cara menyusun daftar pekerjaan dan mengelompokkannya sesuai dengan tingkat urgensi dan kepentingannya serta memeriksa hasilnya sebelum deadline . Contoh: a) Kepala Subbidang Informasi dan Pelaporan Kinerja menagih laporan kinerja yang disusun oleh bawahannya tiga hari sebelum deadline . b) Leaders memastikan rencana aksi ( action plan ) dilaksanakan sesuai komitmen yang disepakati.
memberikan kesempatan untuk mencoba keahlian baru. Aktivitas pemberian kesempatan bagi pegawai untuk mencoba keahlian baru dilakukan dengan cara mengizinkan No Subkomponen Strategi Implementasi pegawai mencoba menerapkan pengetahuan baru dalam penyusunan produk dari tusi tertentu. Contoh: Kepala Subbagian Akuntansi dan Pelaporan memberikan kesempatan pada bawahannya untuk membuat ringkasan laporan keuangan dalam bentuk infografis.
memberikan instruksi yang jelas terkait pekerjaan kepada bawahan. Aktivitas pemberian instruksi yang jelas dilakukan dengan cara memberikan arahan yang konkret dan sistematis atas suatu penyelesaian pekerjaan. Contoh: Kepala Bagian Organisasi dan Kepatuhan Internal meminta bawahannya untuk membuat paparan dan memberikan outline materi apa saja yang harus tercantum dalam paparan tersebut.
memberikan feedback atas kinerja sebagai bagian pembelajaran berkelanjutan. Aktivitas pemberian feedback kepada bawahan dilakukan dengan cara memberikan umpan balik atas penyelesaian pekerjaan. Contoh: a) Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Diklat memberikan masukan kepada Kepala Subbidang Kurikulum atas konsep Kerangka Acuan Program yang disusun. b) Kepala Seksi Pelayanan memberikan masukan atas gaya komunikasi petugas pelayanan setelah mengamati pelayanan yang diberikan oleh petugas. No Subkomponen Strategi Implementasi 7) memberikan reward and recognition . a) Aktivitas pemberian reward dilakukan dengan cara memberikan penghargaan kepada bawahan yang berprestasi dan mampu mencapai target tertentu. Contoh:
Menteri Keuangan memberikan apresiasi melalui media sosial dan merayakan keberhasilan pegawai Kementerian Keuangan yang memenangkan kompetisi Bedah Data APBD 2021.
Kepala Direktorat Transformasi Proses Bisnis mengusulkan pegawai yang mengembangkan inovasi di unitnya untuk mengikuti diklat luar badan/ short course sesuai dengan minatnya. b) Aktivitas pemberian recognition dilakukan dengan cara memberikan pengakuan atas keberhasilan kinerja pegawai. Contoh:
Pengelola Kepegawaian mencantumkan keahlian khusus pegawai dalam dalam HRIS.
Kepala BDK Cimahi memberikan kategori employee of the month bagi pegawai dengan kinerja sangat baik dan diumumkan di media sosial.
Sekretaris Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko memasukkan pegawai di unit nya yang memiliki kualifikasi, kompetensi, dan kinerja optimal untuk diusulkan ke dalam Manajemen Talenta.
Forward-thinking Leadership Organisasi mendorong leaders untuk menjaga konsistensi keterkaitan kegiatan No Subkomponen Strategi Implementasi belajar dengan tujuan strategis organisasi. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu dengan cara:
memahami kebutuhan pembelajaran dan menyelaraskannya dengan tujuan organisasi. a) Aktivitas pemahaman kebutuhan pembelajaran ditunjukkan dengan cara memberikan arahan konkret dalam pengembangan kompetensi pegawai. Contoh: Kepala KPKNL Bukittinggi memiliki peta kelebihan dan kekurangan pegawai atas kompetensi yang dimiliki dan rencana pengembangannya. b) Aktivitas penyelarasan kebutuhan pembelajaran dengan tujuan organisasi dilakukan dengan cara mempertimbangkan hasil AKP dan gap kompetensi pegawai dalam memberikan penugasan pembelajaran. Contoh: Sekretaris DJPK menugaskan pegawai untuk melakukan pembelajaran sesuai dengan yang telah direncanakan, agar pegawai dimaksud dapat memiliki kesempatan mengembangkan diri.
melibatkan pegawai dalam membangun visi bersama pembelajaran. Aktivitas melibatkan pegawai dalam membangun visi pembelajaran dilakukan dengan cara mengajak pegawai diskusi mengenai pengembangan kompetensi yang akan dilakukannya. No Subkomponen Strategi Implementasi Contoh: Kepala Subbagian Tata Usaha mendiskusikan rencana dan evaluasi pengembangan kompetensi bawahannya dalam forum informal.
memberikan akses dan kesempatan belajar kepada pegawai baik secara mandiri maupun melalui pembelajaran terintegrasi sesuai dengan kebutuhan kompetensi. a) Aktivitas pemberian akses belajar dilakukan dengan cara menghilangkan batasan-batasan bagi pegawai dalam belajar. Contoh: Direktur PKN STAN menyetujui pengajuan anggaran untuk berlangganan jurnal internasional yang dapat dimanfaatkan oleh pegawai di lingkungan PKN STAN. b) Aktivitas pemberian kesempatan belajar cara membebastugaskan pegawai dari pekerjaan kantor selama mengikuti penugasan pembelajaran. Contoh: a) Kepala Bagian OTL memberikan kebebasan dari tugas sehari-hari kepada Kepala Subbagian Hukum dan Kerjasama yang sedang melaksanakan PJJ. b) Kepala Bagian TIK meluangkan waktu untuk melakukan pembimbingan kepada bawahannya dalam melaksanakan action learning pada Pelatihan Aplikasi Berbasis Flutter. K. Teknis Implementasi Rincian Komponen Feedback 1. Deskripsi a. Komponen Feedback mendeskripsikan input/masukan, pengaruh, dan informasi berupa gap antara harapan/target dan kenyataan/hasil yang diberikan oleh pegawai, unit pengelola kinerja organisasi dan pengembangan SDM pada Unit Eselon I dan Unit Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan, Pimpinan Unit Eselon I dan Unit Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan, dan Tim Penilai Komite LO atas pelaksanaan LO yang telah dilaksanakan pada tahun berjalan.
Feedback digunakan sebagai alat untuk menjaga perbaikan berkelanjutan dalam implementasi LO.
Ruang Lingkup Komponen Feedback mencakup implementasi tindak lanjut dan respon yang meliputi input/masukan, pengaruh, dan informasi berupa gap antara harapan/target dan kenyataan/hasil yang diberikan oleh pegawai, unit pengelola kinerja organisasi dan pengembangan SDM pada Unit Eselon I dan Unit Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan, Pimpinan Unit Eselon I dan Unit Non Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan, serta Tim Penilai Komite LO atas pelaksanaan LO yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya dan tahun berjalan.
Tujuan Tujuan Komponen Feedback yaitu untuk mewujudkan terlaksananya pengukuran seluruh komponen dalam implementasi LO di Kementerian Keuangan yang secara berkesinambungan dapat mendukung dan mendorong pembelajaran individu, tim, dan organisasi dalam mewujudkan LO __ yang lebih terarah, sistematis, dan berkelanjutan.
Strategi Implementasi No Subkomponen Strategi Implementasi a. Feedback internal 1) Organisasi mendorong pejabat dan/atau pegawainya untuk memberikan feedback atas pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi LO. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Individu dan Organisasi melalui aktivitas: __ __ No Subkomponen Strategi Implementasi a) pada tingkatan Individu, Pegawai melakukan pengisian survei dalam implementasi LO maupun pemberian feedback kepada tim maupun organisasi melalui saluran yang tersedia terkait seluruh komponen yang telah dilaksanakan dalam LO pada tahun sebelumnya. Contoh: Pegawai Sekretariat Badan terlibat secara aktif dalam pembahasan terkait pematangan konsepsi feedback untuk disampaikan kepada pimpinan. __ b) pada tingkatan Organisasi, __ (1) mendorong pejabat memberikan feedback pada komponen implementasi LO yang dilakukan dengan cara memfasilitasi pelaksanaan feedback melalui penyelenggaraan dialog implementasi LO __ dalam bentuk __ townhall atau group discussion. Contoh: Bagian Kepegawaian, Sekretariat BPPK menyelenggarakan kegiatan Townhall Meeting dengan tema __ LO sebagai wadah bagi seluruh pejabat dan pegawai untuk melakukan diskusi mengenai implementasi LO __ di lingkungan BPPK . (2) mendorong pegawai memberikan feedback pada komponen implementasi LO __ dilakukan dengan cara menyelenggarakan diseminasi, survei, atau one-on-one meeting dengan pegawai terkait . No Subkomponen Strategi Implementasi Contoh: Sekretariat BPPK menyelenggarakan diseminasi implementasi LO yang diikuti oleh seluruh pegawai melalui kegiatan pertemuan yang dikemas dalam acara Learning Organization Knowledge Room (LOKeR).
Organisasi menindaklanjuti feedback internal atas pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi LO, strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui: __ __ a) Aktivitas menindaklanjuti feedback internal dilakukan dengan cara mendokumentasikan feedback atas penilaian LO pada tahun sebelumnya baik yang berupa keberhasilan maupun kegagalan untuk menjadi bahan pembelajaran pegawai, tim, dan organisasi. __ Contoh:
Sekretariat BPPK menyusun laporan feedback atas implementasi LO __ dan menyampaikannya kepada Pusdiklat dan BDK dalam bentuk poin-poin utama dan infografis.
Unit pengelola kinerja organisasi dan pengembangan pegawai mengumpulkan feedback dari pegawai, unit pengelola kinerja organisasi dan pengembangan SDM pada Unit Eselon I, Pimpinan Unit Eselon I, dan Tim Penilai Komite LO atas pelaksanaan LO pada tahun berjalan. No Subkomponen Strategi Implementasi b) Aktivitas menindaklanjuti feedback internal dilakukan dengan cara mendiseminasikan implementasi feedback atas penilaian LO . Contoh:
Sekretariat BPPK menyelenggarakan diseminasi pembahasan hasil feedback implementasi LO tahun lalu dengan seluruh unit di lingkungan BPPK.
Unit pengelola kinerja organisasi dan pengembangan pegawai melaksanakan kegiatan pengembangan terencana berdasarkan hasil feedback atas penilaian LO pada tahun sebelumnya c) Aktivitas menindaklanjuti feedback internal dilakukan dengan cara melakukan identifikasi dan menyusun kebutuhan pengembangan dalam pelaksanaan feedback , serta memastikan pelaksanaan dan pengembangan poin-poin feedback atas penilaian LO pada tahun sebelumnya . Contoh: Bagian Organisasi dan Tata Laksana bersama dengan Bagian Kepegawaian, Sekretariat BPPK melakukan rencana pengembangan organisasi dan SDM dengan menggunakan data hasil feedback .
Feedback eksternal 1) Organisasi menelaah feedback eksternal atas pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi LO, Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas No Subkomponen Strategi Implementasi penelaahan feedback eksternal dilakukan dengan cara mendiseminasikan feedback yang diberikan oleh Tim Penilai Komite LO __ atas hasil survei tahun sebelumnya. Contoh: a) Sekretariat BPPK menyelenggarakan rapat pembahasan hasil feedback dengan seluruh unit di lingkungan BPPK yang mendapat feedback dari Tim Penilai Komite LO. b) Unit pengelola kinerja organisasi dan pengembangan pegawai menyelenggarakan diseminasi kepada pegawai, grup, dan organisasi secara menyeluruh atas dokumentasi implementasi feedback. c) Unit pengelola kinerja organisasi dan pengembangan pegawai melakukan identifikasi dan menyusun kebutuhan pengembangan dalam pelaksanaan feedback , serta memastikan pelaksanaan dan pengembangan poin-poin feedback atas penilaian LO pada tahun sebelumnya.
Organisasi menindaklanjuti feedback eksternal atas pelaksanaan seluruh komponen dalam implementasi LO. Strategi implementasi atas subkomponen ini dilaksanakan pada tingkatan Organisasi melalui aktivitas tindak lanjut feedback eksternal dilakukan dengan cara menyelenggarakan rapat tindak lanjut hasil feedback dengan seluruh unit terkait untuk mengomunikasikan dan mengidentifikasi langkah tindak lanjut maupun perbaikan. Contoh: a) Sekretariat BPPK menyelenggarakan rapat one-on- No Subkomponen Strategi Implementasi one untuk membahas tindak lanjut feedback yang telah diselesaikan oleh unit. b) Setiap pimpinan organisasi mendorong dan mendukung pelaksanaan tindak lanjut feedback yang telah diberikan oleh Tim Penilai Komite LO atas penilaian LO pada tahun sebelumnya. c) Setiap pimpinan organisasi mendorong dan mendukung pelaksanaan tindak lanjut feedback yang telah diusulkan oleh organisasi atas penilaian LO pada tahun sebelumnya.
n. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN, ttd. ANDIN HADIYANTO
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Relevan terhadap
Undang-Undang ini mulai berlaku pada saat diundangkan. Agar Disahkan di Ja}arta pada tanggal 5 Jan: uari 2022 ttd JOKO WTDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Januari2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR l TAHUN 2022 TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH I. UMUM 1. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara dibentuk dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selanjutnya berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi, dan Daerah provinsi dibagi atas Daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai pemerintahan sendiri. Pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota berhak mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan Pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Daerah dilaksanakan berdasarkan asas otonomi, sedangkan Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan tanggung ^jawab Pemerintah Daerah dilaksanakan berdasarkan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pelaksanaan Urusan Pemerintahan dari tingkat pusat hingga Daerah merupalan bagian dari kekuasaan pemerintahan yang berada di tangan Presiden sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga tidak dapat berjalan sendiri-sendiri. Hal ini menuntut adanya sinergisme pendanaan atas urusan tersebut dalam rangka pencapaian tujuan bernegara. 2 Pembagian Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi provinsi, kabupaten, dan kota, dan pembagian Urusan Pemerintahan antarpemerintahan tersebut menimbulkan adanya hubungan wewenang dan hubungan keuangan. Sesuai dengan amanat Pasal 18A ayat (2\ Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun L945, hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Untuk melaksanakan amanat Pasal 18A ayat (21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut disusunlah Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Penyusunan Undang-Undang ini juga didasarkan pada pemikiran perlunya menyempurnakan pelaksanaan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang selama ini dilakukan berdasarkan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Penyempurnaan implementasi Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien melalui Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam mewujudkan tujuan tersebut, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berlandaskan pada 4 (empat) pilar utama, yaitu: mengembangkan sistem Pajak yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien, mengembangkan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui kebijakan TKD dan Pembiayaan Utang Daerah, mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah, serta harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal. 3 2. Sistem Pajak dan Retribusi Dalam rangka mengalokasikan sumber daya nasional secara lebih efisien, Pemerintah memberikan kewenangan kepada Daerah untuk memungut Pajak dan Retribusi dengan penguatan melalui restrukturisasi jenis Pajak, pemberian sumber-sumber perpajakan Daerah yang baru, penyederhanaan jenis Retribusi, dan harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Restrukturisasi Pajak dilakukan melalui reklasifikasi 5 (lima) jenis Pajak yang berbasis konsumsi menjadi satu jenis Pajak, yaitu PBJT. Hal ini memiliki tujuan untuk (i) menyelaraskan Objek Pajak antara pajak pusat dan pajak daerah sehingga menghindari adanya duplikasi pemungutan pajak; (ii) menyederhanakan administrasi perpajakan sehingga manfaat yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pemungutan; (iii) memudahkan pemantauan pemungutan Pajak terintegrasi oleh Daerah; dan (iv) mempermudah masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, sekaligus mendukung kemudahan berusaha dengan adanya simplifikasi administrasi perpajakan. Selain integrasi pajak-pajak Daerah berbasis konsumsi, PBJT mengatur perluasan Objek Pajak seperti atas parkir uale| objek rekreasi, dan persewaan sarana dan prasarana olahraga (objek olahraga permainan). Pemerintah juga memberikan kewenangan pemungutan Opsen Pajak antara level pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota, yaitu PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB. Opsen atas PKB dan BBNKB sejatinya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi. Hal tersebut dapat meningkatkan kemandirian Daerah tanpa menambah beban Wajib Pajak, karena penerimaan perpajakan akan dicatat sebagai PAD, serta memberikan kepastian atas penerimaan Pajak dan memberikan keleluasan belanja atas penerimaan tersebut pada tiap-tiap level pemerintahan dibandingkan dengan skema bagr hasil. Sementara itu, penambahan Opsen Pajak MBLB untuk provinsi sebagai sumber penerimaan baru diharapkan dapat memperkuat fungsi penerbitan izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di Daerah. Hal ini akan mendukung pengelolaan Keuangan Daerah yang lebih berkualitas karena perencanaan, penganggaran, dan realisasi APBD akan lebih baik. Opsen Pajak juga mendorong peran Daerah untuk melakukan ekstensifikasi perpajakan Daerah baik itu bagi pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Penyederhanaan Retribusi dilakukan melalui rasionalisasi jumlah Retribusi. Retribusi diklasifikasikan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu. 4 Lebih lanjut, jumlah atas jenis Objek Retribusi disederhanakan dari 32 (tiga puluh dua) jenis menjadi 18 (delapan belas) jenis pelayanan. Rasionalisasi tersebut memiliki tujuan agar Retribusi yang akan dipungut Pemerintah Daerah adalah Retribusi yang dapat dipungut dengan efektif, serta dengan biaya pemungutan dan biaya kepatuhan yang rendah. Selain itu, rasionalisasi dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat dalam mengakses layanan dasar publik yang menjadi kewajiban Pemerintah Daerah. Rasionalisasi juga sejalan dengan implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentatg Cipta Kerja dalam rangka mendorong kemudahan berusaha, iklim investasi yang kondusif, daya saing Daerah, dan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas. Penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dilakukan melalui pemberian kewenangan kepada Pemerintah untuk meninjau kembali tarif Pajak Daerah dalam rangka pemberian insentif fiskal untuk mendorong perkembangan investasi di Daerah. Pemerintah dapat menyesuaikan tarif Pajak dan Retribusi dengan penetapan tarif yang berlaku secara nasional, serta melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang menghambat ekosistem investasi dan kemudahan dalam berusaha.
TKD TKD sebagai salah satu sumber Pendapatan Daerah ditujukan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pusat dan Daerah (vertikal) dan ketimpangan fiskal antar-Daerah (horizontal), sekaligus mendorong kinerja Daerah dalam mewujudkan pemerataan pelayanan publik di seluruh Daerah. TKD meliputi DBH, DAU, DAK, Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan, serta Dana Desa. Dalam rangka mencapai tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal dan kesenjangan pelayanan antar-Daerah, pengelolaan TKD akan mengedepankan kinerja sehingga dapat memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan di Daerah, sekaligus mendorong tanggung jawab Daerah dalam memberikan pelayanan yang lebih baik secara efisien dan disiplin. Untuk itu, DBH dialokasikan berdasarkan realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan satu tahun sebelumnya dalam rangka memberikan kepastian penerimaan bagi Daerah. Selain itu, pengalokasian DBH akan memperhitungkan kinerja Daerah dalam memperkuat penerimaan negara yang dibagihasilkan ataupun perbaikan lingkungan yang terdampak akibat aktivitas eksploitasi. 5 Reformulasi pengalokasian DAU dilakukan melalui penghitungan kebutuhan fiskal berdasarkan pada unit cost dan target layanan, serta penghitungan kapasitas fiska1 sesuai dengan potensi pendapatan Daerah sehingga lebih mencerminkan kebutuhan dan kapasitas fiskal secara riil. Selain pada aspek pengalokasian, reformulasi DAU dilakukan pada aspek penggunaan yang ditujukan untuk mendorong kinerja pencapaian pelayanan dasar masyarakat. Sementara itu, DAK akan lebih difokuskan pada upaya mendukung Daerah dalam pencapaian prioritas nasional dengan berdasarkan pada target kinerja, sekaligus menjaga pemerataan serta keseimbangan tingkat layanan antar-Daerah TKD juga memasukkan dana transfer yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya, yaitu Dana Otonomi Khusus Aceh, Papua, dan Papua Barat, Dana Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yograkarta, dan Dana Desa. Hal ini dimaksudkan untuk menggabungkan dana-dana tersebut dalam taksonomi TKD secara utuh, sekaligus melakukan penguatan dalam rangka mendorong proses alokasi yang lebih tepat, transparan, dan akuntabel, serta mendorong perbaikan kinerja layanan masyarakat melalui penerapan target kinerja. Pemerintah juga dapat memberikan insentif fiskal tertentu kepada Daerah tertentu, sebagai bentuk penghargaan dan sekaligus merangsang kinerja Daerah dalam pengelolaan Keuangan Daerah, pelayanan pemerintahan umum, pelayanan dasar publik, dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pembiayaan Utang Daerah dan Sinergi Pendanaan Kemampuan Keuangan Daerah masih relatif terbatas dalam mendanai penyediaan sarana dan prasarana publik. Dalam rangka mendukung Daerah dalam pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, Daerah dapat mengakses sumber- sumber Pembiayaan Utang Daerah, baik yang berskema konvensional maupun syariah, meliputi Pinjaman Daerah, Obligasi Daerah, dan Sukuk Daerah. Skema Pinjaman Daerah akan didasarkan pada penggunaannya dan bukan pada periodisasi jangka waktu pinjaman, meliputi pinjaman untuk pengelolaan kas, pembiayaan pembangunan infrastruktur Daerah, pengelolaan portofolio utang Daerah, dan penerusan pinjaman dan/atau penyertaan modal BUMD. Se1ain itu, jenis Pinjaman Daerah akan diperluas, yaitu pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan. 6 Daerah juga diberi pilihan untuk mengakses Pembiayaan kreatif berupa Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah. Perluasan akses Pembiayaan bagi Daerah juga diikuti dengan penyederhanaan proses pelaksanaan Pembiayaan, antara lain melalui pengintegrasian persetujuan DPRD atas Pembiayaan Utang Daerah dalam proses pembahasan rancangan APBD. Selain itu, Pemerintah mendorong adanya sinergi pendanaan antar-sumber pendapatan dan/atau Pembiayaan Utang Daerah, baik dari PAD, TKD, Pembiayaan Utang Daerah, kerja sama antar-Daerah, dan kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha dalam rangka penguatan sumber pendanaan program/kegiatan agar memberikan manfaat yang lebih signifikan.
Pengelolaan Belanja Daerah Selain perbaikan kebijakan dari aspek input, Undang-Undang ini mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah. Belanja Daerah masih didominasi oleh belanja aparatur dan belanja operasional rutin dan dikelola dengan kurang efisien, serta tidak didukung dengan sumber daya manusia pengelola Keuangan Daerah yang memadai. Belanja Daerah masih dianggarkan relatif minimal dalam mendukung belanja yang berorientasi pada layanan infrastruktur publik sehingga tidak dapat secara optima,l mendukung pencapaian outcome pembangunan Daerah dan pertumbuhan ekonomi Daerah. Selain itu, Belanja Daerah sering kali masih berjalan sendiri-sendiri dengan program dan kegiatan kecil-kecil yang tidak fokus sehingga pada akhirnya output danf alau outcome tidak memberikan dampak perbaikan yang signifikan bagi masyarakat, serta tidak terhubung dengan prioritas nasional dan arah kebijakan fiskal nasional. Untuk itu, diperlukan pengaturan dan penguatan disiplin Belanja Daerah dalam APBD. Perbaikan pengaturan tersebut dilakukan mulai dari penganggaran Belanja Daerah, simplifikasi dan sinkronisasi program prioritas Daerah dengan prioritas nasional, serta penJrusunan Belanja Daerah yang didasarkan atas standar harga (belanja operasi dan tunjangan kinerja Daerah) dan analisis standar belanja. Selain itu, penguatan disiplin Belanja Daerah dilakukan dengan pengaturan alokasi Belanja Daerah, seperti kewajiban untuk memenuhi porsi tertentu atas jenis belanja tertentu, baik yang dimandatkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan maupun dalam Undang- Undang ini, serta optimalisasi penggunaan SiLPA berbasis kinerja. 7 Lebih lanjut, peningkatan kualitas Belanja Daerah juga dilakukan melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur pengelola keuangan di Pemerintah Daerah dan penguatan aspek pengawasdn. Untuk itu, Undang-Undang ini juga memandatkan adanya sertifikasi bagi aparatur pengelola keuangan di Pemerintah Daerah, dan keterlibatan aparat pengawas intern Pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk melakukan pengawasan intern atas rancangan APBD ataupun pelaksanaan atas APBD, dan melakukan penguatan kapabilitas terhadap aparat pengawas intern Pemerintah Daerah. Undang-Undang ini juga memberikan ruang bagi daerah-daerah tertentu yang mempunyai kapasitas fiskal memadai dan telah menyelenggarakan dengan baik segala urusan wajib layanan dasar, untuk dapat membentuk Dana Abadi Daerah yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat yang bersifat lintas generasi.
Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional Penguatan tata kelola hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah tidak dapat berdiri sendiri untuk menjawab tantangan dalam mewujudkan tujuan bernegara. Kebijakan frskal terdiri atas fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi sehingga pelaksanaan kebijakan fiskal di Daerah harus sinergis dengan kebijakan fiskal di Pemerintah dalam rangka mengoptimalkan seluruh instrumen kebijakan fiskal dalam mencapai tujuan bernegara. Untuk itu, Undang-Undang ini juga mengatur bagaimana melaksanakan sinergi kebijakan fiskal nasional, yang dilakukan antara lain melalui penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah, penetapan batas maksimal defrsit APBD dan Pembiayaan Utang Daerah, pengendalian dalam kondisi darurat, serta sinergi bagan akun standar. Sinergi kebijakan fiskal nasional tersebut didukung oleh sistem informasi yang dapat mengonsolidasikan laporan keuangan pemerintahan secara nasional sesuai dengan bagan akun standar yang terintegrasi antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah, menyajikan informasi Keuangan Daerah secara nasional, serta menghasilkan kebijakan yang didasarkan pada pemantauan dan evaluasi atas Hubungan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah yang terukur dan terstruktur. 8 Dengan kebijakan yang diatur dalam Undang-Undang ini, diharapkan layanan kepada masyarakat di seluruh pelosok nusantara dapat makin merata dan dengan kualitas yang memadai. Pengaturan- pengaturan yang terkait dengan pengelolaan perpajakan Daerah, TKD, Pembiayaan Utang Daerah, dan pengendalian APBD diharapkan memberikan kemampuan kepada Pemerintah Daerah untuk secara bersama-sama dan sinergis dengan Pemerintah mencapai tujuan pembangunan nasional dalam mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup ^jelas. Pasal 5 Cukup ^jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "potensinya kurang memadai" adalah potensi penerimaan dari suatu jenis Pajak yang nilainya terlalu kecil sehingga biaya operasional pemungutannya lebih besar dibandingkan dengan hasil pungutannya. Huruf b Cukup jelas. 9 Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Pajak progresif untuk kepemilikan kedua dan seterusnya dibedakan sesuai dengan jenis kendaraan berdasarkan kategori jumlah roda kendaraan. Contoh: Orang pribadi atau Badan yang memiliki satu Kendaraan Bermotor roda 2 (dua), satu Kendaraan Bermotor roda 3 (tiga), dan satu Kendaraan Bermotor roda 4 (empat) masing- masing diperlakukan sebagai kepemilikan pertama sehingga tidak dikenakan pajak progresif. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Pajak progresif untuk kepemilikan kedua dan seterusnya dibedakan sesuai dengan jenis kendaraan berdasarkan kategori jumlah roda kendaraan. Contoh: Orang pribadi atau Badan yang memiliki satu Kendaraan Bermotor roda 2 (dua), satu Kendaraan Bermotor roda 3 (tiga), dan satu Kendaraan Bermotor roda 4 (empat) masing- masing diperlakukan sebagai kepemilikan pertama sehingga tidak dikenakan pajak progresif. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) BBNKB hanya dikenakan atas penyerahan pertama Kendaraan Bermotor, sedangkan untuk penyerahan kedua dan seterusnya atas Kendaraan Bermotor tersebut (kendaraan bekas) bukan merupakan objek BBNKB. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pemasukan Kendaraan Bermotor untuk dikeluarkan kembali dari wilayah kepabeanan Indonesia merupakan impor sementara yang dimaksudkan untuk diekspor kembali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang kepabeanan, contoh:
kendaraan yang dibawa oleh wisatawan;
kendaraan yang digunakan teknisi, wartawan, tenaga ahli; dan
kendaraan proyek yang digunakan sementara waktu yang pada saat pengimporannya telah jelas bahwa barang tersebut akan diekspor kembali. Huruf c Cukup jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 20 Cukup ^jelas. Pasal 2 1 Cukup ^jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas. Pasal 24 Cukup ^jelas. Pasal 25 Cukup ^jelas. Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Stabilisasi harga dilakukan dalam rangka pengendalian risiko fiskal dan ekonomi. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Bobot Air Permukaan dihitung dengan menggunakan indikator-indikator yang menunjukkan dampak pengambilan/pemanfaatan Air Permukaan terhadap lingkungan. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasa] 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup ^jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup ^jelas. Pasal 37 Cukup ^jelas. Pasal 38 Ayat (t) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan "Bumi dan/atau Bangunan untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (Ma"ss Rapid. Transit), lintas raya terpadu (Light Rail Transit), atatt yang sejenis" adalah jalur rel yang digunakan sebagai infrastruktur perhubungan untuk moda berbasis rel dimaksud, tidak termasuk area lain pada stasiun seperti kantor, gedung parkir, lounge, fasilitas makan/minum, dan fasilitas hiburan di stasiun. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup jelas. Pasal 39 Cukup ^jelas. Pasal 40 Cukup ^jelas. Pasal 4 1 Cukup ^jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup ^jelas. Pasal 44 Cukup ^jelas. Pasal 45 Cukup ^jelas. Pasal 46 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Perolehan hak karena hibah wasiat atau waris tertentu alrtara lain waris atau hibah wasiat yang berlaku pada kebudayaan dan adat istiadat di Daerah tertentu di mana tanah/bangunan yang diperoleh tidak dapat dijual atau harus diwariskan kembali. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 47 Cukup ^jelas. Pasal 48 Cukup ^jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup ^jelas. Pasal 51 Ayat (1) Huruf a Contoh Penjualan dan/atau penyerahan Makanan dan/atau Minuman:
Toko Roti A melakukan penjualan roti dan minuman kepada konsumen. Roti diproduksi dari tempat lain (pabrik roti), kemudian didistribusikan melalui Toko Roti A untuk dijual kepada konsumen. Toko Roti A tidak menyediakan meja, kursi, dan/atau peralatan makan di lokasi penjualan. Oleh karena itu, Toko Roti A tidak memenuhi kriteria Restoran, sehingga atas penjualan roti dan minuman yang dilakukan tidak terutang PBJT, melainkan merupakan objek pajak pertambahan nilai.
Toko 2. Toko Roti dengan merek dagang B pada Mal X di Kota Z melakukan penjualan roti dan minuman kepada konsumen. Roti diproduksi dari tempat lain (pabrik roti), kemudian didistribusikan melalui Toko Roti B untuk dijual kepada konsumen. Untuk meningkatkan pelayanannya kepada konsumen, Toko Roti B menyediakan meja dan kursi kepada konsumen untuk menyantap di tempat. Oleh karena itu, toko roti dimaksud merupakan Restoran sehingga atas penjualan roti dan minuman yang dilakukan terutang PBJT bukan objek pajak pertambahan nilai. 3. Toko Roti dengan merek dagang B pada Pusat Pertokoan Y di Kota Z melakukan produksi (proses pembuatan dan pengolahan bahan menjadi roti) sekaligus penjualan roti kepada konsumen. Toko dimaksud hanya melakukan pembuatan dan penjualan langsung kepada konsumen tanpa menyediakan meja, kursi, dan/atau peralatan makan di lokasi penjualan. Oleh karena itu, Toko Roti dimaksud tidak memenuhi kriteria Restoran sehingga atas penjualan roti dan minuman yang dilakukan tidak terutang PBJT, melainkan merupakan objek pajak pertambahan nilai. Dengan demikian, meskipun atas toko roti yang memiliki merek dagang yang sama, dapat terjadi perbedaan perlakuan perpajakan, bergantung pada pelayanan riil toko roti apakah hanya menjual (distribusi) atau memberikan pelayanan selayaknya Restoran. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 52 Cukup ^jelas. Pasal 53 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Hurufd Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Hurufh Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Hurufj Yang dimaksud dengan "tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel" adalah rumah, apartemen, dan kondominium yang disediakan sebagai jasa akomodasi selayaknya akomodasi hotel, tetapi tidak termasuk bentuk persewaan (kontrak) jangka panjang (lebih dari satu bulan). Huruf k Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup je1as. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "persewaan ruangan untuk diusahakan di hotel" adalah ruangan yang disewa oleh pelaku usaha untuk penyelenggaraan kegiatan usaha seperti kantor, toko, atau mesin anjungan tunai mandiri (ATM) di dalam hotel. Pasal 54 Cukup ^jelas. Pasal 55 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan "permainan ketangkasan" adalah bentuk permainan yang berada di dalam kawasan arena dan/atau taman bermain yang dipungut bayaran, baik yang berada di dalam ruangan maupun di luar ruangan seperti permainan ding-dong, lempar bola ke dalam keranjang, paintball, dan sebagainya. Huruf i Yang dimaksud dengan "olahraga permainan" adalah bentuk persewaan ruang dan alat olahraga seperti tempat kebugaran lfitness center), lapangan futsal, lapangan tenis, kolam renang, dan sebagainya yang dikenakan bayaran atas penggu.naannya. Hurufj Cukup ^jelas. Huruf k Cukup ^jelas. Huruf I Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 56 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penjualan atau penyerahan barang dan jasa tertentu oleh Wajib Pajak termasuk penyediaan akomodasi yang dipasarkan oleh pihak ketiga berupa tempat tinggal yang difungsikan sebagai hotel. Dalam kondisi dimaksud, yang menjadi Wajib Pajak PBJT adalah pemilik atau pihak yang menguasai tempat tinggal, yang menyerahkan jasa akomodasi kepada konsumen akhir, bukan penyedia jasa pemasaran atau pengelolaan melalui platform digital. Pasal 57 Cukup ^jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup ^jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup ^jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Ayat (1) Yang dimaksud penggunaan Air pengambilan. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup ^jelas. Pasal 68 Cukup ^jelas. Pasal 69 Cukup ^jelas. Pasal 70 Cukup ^jelas. Pasal 71 Cukup ^jelas. Pasal 72 Cukup ^jelas. "pemanfaatan" adalah ^kegiatan di sumbernya tanpa dilakukan dengan Tanah Pasal 73 Cukup ^jelas. Pasal 74 Cukup ^jelas. Pasal 75 Cukup ^jelas. Pasal 76 Cukup ^jelas. Pasal 77 Cukup ^jelas. Pasal 78 Cukup ^jelas. Pasal 79 Cukup je1as. Pasal 80 Cukup ^jelas. Pasal 81 Cukup ^jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Penggunaan variabel lainnya dalam bagi hasil PBBKB dengan bobot paling tinggi sebesar 3O%o (tiga puluh persen) merupakan kewenangan Daerah masing-masing sesuai dengan kebijakan Daerah. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 86 Cukup ^jelas. Pasal 87 Cukup ^jelas. Pasal 88 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat 12) Cukup je1as. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. 23 Ayat (7) Cukup ^jelas. Ayat (8) Penambahan jenis Retribusi misalnya adalah pelayanan pengendalian perkebunan kelapa sawit. Ayat (9) Cukup ^jelas. Pasal 89 Cukup ^jelas. Pasal 90 Cukup ^jelas. Pasal 91 Cukup ^jelas. Pasal 92 Cukup je1as. Pasal 93 Cukup ^jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Kondisi Wajib Pajak atau Wajib Retribusi antara lain adalah kemampuan membayar Wajib Pajak atau Wajib Retribusi atau tingkat likuiditas Wajib Pajak atau Wajib Retribusi. Kondisi objek Pajak antara lain adalah lahan pertanian yang sangat terbatas, tanah dan bangunan yang ditempati Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dari golongan tertentu, dan nilai objek Pajak sampai dengan batas tertentu. 24 Pasal 97 Cukup ^jelas. Pasal 98 Cukup ^jelas. Pasal 99 Cukup ^jelas. Pasal 100 Cukup ^jelas. Pasal 101 Cukup ^jelas. Pasal 102 Cukup ^jelas. Pasal 103 Cukup jelas. Pasal 104 Cukup jelas. Pasal 105 Cukup ^jelas. Pasal 106 Cukup ^jelas. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Cukup ^jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal 110 Cukup ^jelas. Pasal 111 Cukup je1as. Pasal 112 Ayat (1) DBH dari Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pajak Penghasilan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri termasuk yang pemungutannya bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota tempat wajib pajak terdaftar. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 Cukup jelas. Pasal 115 Ayat (1) Penerimaan sumber daya alam kehutanan yang dibagihasilkan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menjadi tempat pengusahaan hutan. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menjadi tempat pengusahaan hutan. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "provinsi penghasil" adalah provinsi yang menjadi tempat pengusahaan hutan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 116 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menjadi wilayah pertambangan mineral dan batu bara. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "provinsi penghasil" adalah provinsi yang menjadi wilayah pertambangan mineral dan batu bara. Pertambangan yang berada di atas 12 (dua belas) mil tidak dibagihasilkan mengingat kewenangan batas wilayah Daerah adalah sampai dengan 12 (dua belas) mil laut sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (a) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menjadi lokasi tambang mineral dan batu bara yang telah berproduksi dan menghasilkan komoditas tambang mineral dan batu bara. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota pengolah" adalah kabupaten/kota yang menjadi lokasi pengolahan mineral dan batu bara dan berisiko terkena dampak ekternalitas negatif. Ayat (5) Huruf a Yang dimaksud dengan ^uprovinsi penghasil" adalah provinsi yang menjadi lokasi tambang mineral dan batu bara yang telah berproduksi dan menghasilkan komoditas tambang mineral dan batu bara. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Pasa1 117 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menghasilkan minyak bumi berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi Urusan Pemerintahan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota pengolah" adalah kabupaten/kota yang menjadi lokasi pengolahan minyak bumi dan berisiko terkena dampak eksternalitas negatif. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "provinsi penghasil" adalah provinsi yang menghasilkan minyak bumi berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi Urusan Pemerintahan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup ^jelas. Hurufb Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menghasilkan gas bumi berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi Urusan Pemerintahan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota pengolah" adalah kabupaten/kota yang menjadi lokasi pengolahan gas bumi dan berisiko terkena dampak eksterna-litas negatif. Ayat (5) Huruf a Yang dimaksud dengan "provinsi penghasil" adalah provinsi yang menghasilkan gas bumi berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi Urusan Pemerintahan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Pasal 118 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup je1as. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menjadi wilayah kerja panas bumi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan'kabupaten/kota pengolah" adalah kabupaten/kota yang menjadi lokasi pengolahan panas bumi dan berisiko terkena dampak eksternalitas negatif. Pasal 119 Cukup ^jelas. Pasal 120 Bagian dari 9O%o (sembilan puluh persen) DBH SDA tersebut, termasuk yang ditujukan untuk:
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama;
kabupaten/kota yang berbatasan langsung baik dalam provinsi yang sama maupun berbeda;
kabupaten/kota pengolah, dengan mempertimbangkan antara lain dampak eksternalitas. Kinerja Pemerintah Daerah merupakan' kinerja Pemerintah Daerah dalam mendukung antara lain optimalisasi penerimaan negara, seperti pajak pusat dan penerimaan negara bukan pajak dan/atau kinerja pemeliharaan lingkungan, seperti pengelolaan lingkungan dan energi ramah lingkungan. Pasal 121 Cukup jelas. Pasal 122 Cukup ^jelas. Pasal 123 Ayat (1) Jenis DBH lainnya antara lain dapat berupa bagi hasil yang terkait dengan perkebunan sawit. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 124 Ayat (1) Penghitungan kebutuhan pelayanan publik juga mempertimbangkan kesinergisan pendanaan pelaksanaan urusan antara Pemerintah dan Daerah. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "karakteristik tertentu" adalah karakteristik kewilayahan, seperti letak geogralis dan perekonomian Daerah. Pasal 125 Ayat (1) DAU = Celah Fiskal (CF) Ayat (2) Celah Fiskal (CF) = Kebutuhan Fiskal - potensi pendapatan Daerah. Ayat (3) Penghitungan kebutuhan dasar penyelenggaraan pemerintahan memperhitungkan antara lain kebutuhan penggajian aparatur sipil negara, baik PNS maupun PPPK. Ayat (4) Untuk provinsi, PAD tidak termasuk PAD yang dibagihasilkan ke kabupaten dan kota dan untuk kabupaten dan kota termasuk PAD yang dibagihasilkan dari provinsi. Alokasi DAK nonfisik yang diperhitungkan antara lain adalah bidang pendidikan dan kesehatan. Pasal 126 Ayat (1) Jumlah unit target layanan diperoleh dari lembaga statistik Pemerintah dan/atau lembaga Pemerintah yang berwenang menerbitkan data. Ayat (21 Yang dimaksud dengan "biaya investasi" adalah rerata 3 (tiga) tahun Belanja Daerah sektor tertentu dibagi dengan rerata 3 (tiga) tahun target layanan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Karakteristik wilayah misalnya Daerah yang berciri kepulauan dan Daerah dengan basis perekonomian tertentu seperti sektor pariwisata atau sektor pertanian dan perikanan yang mendukung ketahanan pangan. Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Ayat (1) DAU Provinsii = Bobot provinsil x jumlah DAU provinsi dalam kelompok provinsi. Ayat (2) Bobot Provi = CF Provi ICF ^Prov dimana, CF Provinsil ICF ^Provinsi = Celah Fiskal untuk provinsil. = iumlah Celah Fiskal seluruh provinsi dalam kelompok provinsi. Pasal 129 Ayat (1) DAU kabupaten/kota1 = Bobot kabupaten/kota1 x jumlah DAU kabupaten dan kota dalam kelompok kabupaten/kota. Ayat (2) CF Kab / Kotai Bobot Kab/Kota,= ^_Vp XatlXon dimana, CF kabupaten/kota.1 Celah Fiskal untuk kabupaten/kota1. jumlah Celah Fiskal seluruh kabupaten dan kota dalam kelompok kabupaten/kota. CF'kabupaten dan kota Pasal 130 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Bagi Daerah yang tidak menerima alokasi DAU, untuk mendukung pembangunan sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat di kelurahan diperhitungkan dari alokasi DBH. Pasal 131 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. 33 Ayat (4) Penyinergian DAK dengan pendanaan lainnya bertujuan untuk mendukung pencapaian program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu. Pendanaan lainnya dapat berasal dari TKD lainnya, Pembiayaan Utang Daerah, APBD, kerja sama pemerintah dan badan usaha, kerja sama antar-Daerah, dan belanja kementerian/lembaga. Belanja kementerian/lembaga yang masih mendanai urusan Daerah dialihkan menjadi DAK dalam hal Daerah telah memiliki kinerja baik dalam pengelolaan APBD. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 132 Ayat (1) Dana Otonomi Khusus bertujuan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi khusus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 134 Ayat (1) Dana Desa bertujuan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangu.nan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan yang menjadi kewenangan desa. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 135 Cukup ^jelas. Pasal 136 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "lokasi" adalah letak pengusahaan hutan, tambang, kepala sumur minyak bumi atau gas bumi, dan/atau wilayah kerja panas bumi yang menjadi dasar penetapan Daerah penghasil sumber daya alam. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 137 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "dialokasikan secara mandiri" adalah alokasi TKD dalam statusnya sebagai daerah otonom baru yang perhitungannya sesuai dengan formula yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan mengenai TKD. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan ^ulokasi" adalah letak pengusahaan hutan, tambang, kepala sumur minyak bumi atau gas bumi, dan/atau wilayah kerja panas bumi yang menjadi dasar penetapan Daerah penghasil sumber daya alam. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 138 Ayat (1) Penyaluran TKD dapat dilakukan secara langsung ke rekening penerima manfaat, seperti desa dan/atau sekolah. Dalam hal penyaluran TKD dilaksanakan dengan mekanisme tersebut, transaksi dimaksud tetap tercatat dalam APBD. Ayat (2) Dalam rangka pengelolaan kas pemerintahan yang efektif dan efisien, penyaluran dilaksanakan dalam skema pengelolaan kas Daerah yang terpadu. Hal ini dapat dilakukan melalui penggunaan akun tertentu yang dikelola oleh Pemerintah yang merepresentasikan rekening kas tiap-tiap Daerah. Pasal 139 Cukup ^jelas. Pasal 140 Cukup ^jelas. Pasal 141 Cukup jelas. Pasal 142 Cukup jelas. Pasal 143 Cukup ^jelas. Pasal 144 Cukup ^jelas. Pasal 145 Ayat (1) Alokasi belanja untuk mendanai Urusan Pemerintahan Daerah tertentu yang besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan seperti anggaran pendidikan, anggaran kesehatan, dan alokasi dana desa. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 146 Ayat (1) Belanja pegawai Daerah termasuk di dalamnya aparatur sipil negara, Kepala Daerah, dan anggota DPRD. Belanja pegawai Daerah pada ayat ini tidak termasuk belanja untuk tambahan penghasilan guru, tunjangan khusus guru, tunjangan profesi guru, dan tunjangan sejenis lainnya yang bersumber dari TKD yang telah ditentukan penggunaannya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 147 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "belanja infrastruktur pelayanan publik" adalah belanja infrastruktur Daerah yang langsung terkait dengan percepatan pembangunan dan/atau pemeliharaan fasilitas pelayanan publik yang berorientasi pada pembangunan ekonomi Daerah dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan penyediaan layanan publik antar-Daerah. Yang dimaksud dengan "belanja bagi hasil dan/atau transfer kepada Daerah dan/atau desa" adalah belanja bagi hasil dan/atau transfer yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain bagi hasil Pajak provinsi kepada kabupaten/kota, bagi hasil Pajak dan Retribusi kabupaten/kota kepada desa, dan transfer kepada desa yang berasal dari Dana Desa dan alokasi dana desa. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 148 Cukup ^jelas. Pasal 149 Cukup ^jelas. Pasal 150 Cukup jelas. Pasal 151 Cukup ^jelas. Pasal 152 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" adalah dalam rangka menjalankan arahan Presiden untuk kepentingan strategis nasional dan untuk memberikan masukan yang bersifat lintas sektor. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 153 . Cukup jelas. Pasal 154 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Yang dimaksud "dalam hal tertentu" adalah kondisi kedaruratan yang mengakibatkan perkiraan pendapatan Daerah mengalami penurunan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari APBD. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 155 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud "lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan bukan bank" adalah lembaga keuangan yang dianggap mampu oleh Menteri. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 156 Cukup ^jelas. Pasal 157 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Hasil penjualan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan/atau memberikan manfaat bagi masyarakat. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Pasal 158 Ayat (1) Dasar penerbitan Sukuk Daerah tidak dimaksudkan sebagai jaminan penerbitan Sukuk Daerah. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "selain tanah dan/atau bangunan" dapat berupa barang berwujud ataupun barang tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomis dan/atau memiliki aliran penerimaan kas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 159 Cukup jelas. Pasal 160 Cukup jelas. Pasal 161 Cukup ^jelas. Pasal 162 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "dana TKD yang tidak ditentukan penggunaannya" adalah DAU dan/atau DBH yang tidak ditentukan penggunaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Ayat (2) Cukup jelas. 40 Pasal 163 Cukup jelas. Pasal 164 Cukup ^jelas. Pasal 165 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "investasi yang bebas dari risiko penurunan nilai" adalah penempatan dana pada instrumen keuangan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan yang telah diakui kredibilitasnya sehingga nilai pokok/awal investasi tidak dipengaruhi fluktuasi di pasar uang/pasar modal; fluktuasi hanya akan memengaruhi imbal hasil. Contoh penempatan dengan kriteria demikian misalnya adalah investasi pada Surat Berharga Negara hingga jatuh tempo atau tidak merealisasikan kerugian pada saat dijual, serta deposito pada bank yang sehat. Ayat (s) Cukup je1as. Pasal 166 Cukup jelas. Pasal 167 Cukup jelas. Pasal 168 Cukup jelas. Pasal 169 Ayat (1) Sinergi dimaksud dalam rangka mendukung pengelolaan fiskal pusat dan Daerah yang terintegrasi antara lain adalah refocusing, penyesuaian Belanja Daerah dan belanja pusat, mendukung kebijakan anti-cgclical, serta penyelarasan kebijakan fiskal nasional dan target capaian pembangunan nasional. Ayat (21 Cukup ^jelas. Pasal 170 Cukup ^jelas. Pasal 171 Cukup jelas. Pasal 172 Cukup jelas. Pasal 173 Yang dimaksud dengan "kondisi darurat" adalah memburuknya kondisi ekonomi makro dan keuangan yang menyebabkan fungsi dan peran APBN dan APBD tidak dapat berjalan secara efektif dan efisien, antara lain:
proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi dasar ekonomi makro lainnya secara signifikan;
proyeksi penurunan pendapatan negara fDaerah dan/atau meningkatnya belanja negara/Daerah secara signifikan; dan/atau
adanya ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Pasal 174 Sinergi bagan akun standar merupakan upaya sinergi dan pengintegrasian antara bagan akun standar pada Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pasal 175 Cukup ^jelas. Pasal 176 Konsolidasi informasi keuangan Pemerintah Daerah meliputi informasi keuangan, informasi kinerja, informasi publik, informasi eksekutif, dan informasi terkait lainnya termasuk data transaksi Pemerintah Daerah, selaras dengan lagan akun standar untuk Pemerintah Daerah yang terintegrasi dengan bagan akun standar untuk Pemerintah Pusat, dengan tujuan menciptakan statistik keuangan dan laporan keuangan secara nasional yang selaras dan terkonsolidasi yang meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan arggaran, dan pelaporan. Pasal L77 Informasi lainnya antara lain adalah informasi kepegawaian dan layanan pengadaan barang dan jasa. Pasal 178 Cukup jelas. Pasal 179 Ayat (1) Pelaksanaan Pemantauan dan evaluasi terhadap Pelaksanaan TKD dan pelaksanaan APBD setidaknya berfokus pada i) pelaksanaan belanja wajib (mandatory spending), seperti belanja pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur; ii) likuiditas Keuangan Daerah; iii) SiLPA; serta iv) pemantauan dan evaluasi terhadap pencapaian outputatas program-program prioritas nasional dan Daerah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 180 Cukup ^jelas. Pasal 181 Cukup ^jelas. Pasal 182 Cukup jelas. Pasal 183 Cukup ^jelas. Pasal 184 Cukup ^jelas. Pasal 185 Cukup ^jelas. 43 Pasal 186 Cukup ^je1as. Pasa1 187 Cukup ^jelas. Pasal 188 Cukup jelas. Pasal 189 Cukup ^jelas. Pasal 190 Cukup ^jelas. Pasal 191 Cukup ^jelas. Pasal 192 Cukup jelas. Pasal 193 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6757
Tata Cara Pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam ...
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 2. Aset adalah seluruh barang milik negara yang dikelola oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. 3. Aset Dalam Penguasaan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam yang selanjutnya disingkat ADP adalah Aset yang meliputi tanah dalam bentuk Hak Pengelolaan. 4. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN. 5. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN. 6. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam yang selanjutnya disebut Kawasan adalah wilayah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Be bas Ba tam.
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Be bas dan Pelabuhan Bebas Batam yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan adalah lembaga/ instansi pemerintah pusat yang dibentuk oleh Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dengan tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan Kawasan sesuai dengan fungsi-fungsi Kawasan. 8. Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tan pa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 9. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat PPK-BLU adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pengelolaan keuangan BLU, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya. 10. Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan BMN untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berj alan se bagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. 11. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Aset yang sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan. 12. Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian pada saat tertentu. 13. Penilai adalah pihak yang melakukan Penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. 14. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Aset yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga dan/atau optimalisasi Aset dengan tidak mengubah status kepemilikan. 15. Sewa adalah Pemanfaatan Aset oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. 16. Pinjam Pakai adalah Pemanfaatan Aset melalui penyerahan penggunaan BMN Badan Pengusahaan kepada pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Badan Pengusahaan.
Kerja Sama Pemanfaatan yang selanjutnya disingkat KSP adalah Pemanfaatan Aset oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. 18. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat KSPI adalah Pemanfaatan Aset melalui kerja sama antara pemerintah dan badan usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 19. Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur yang selanjutnya disebut Ketupi adalah Pemanfaatan BMN melalui optimalisasi BMN untuk meningkatkan fungsi operasional BMN guna mendapatkan pendanaan untuk pembiayaan penyediaan infrastruktur lainnya. 20. Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama yang selanjutnya disingkat PJPK adalah Kepala Badan Pengusahaan sebagai penanggungjawab proyek kerja sama pada Badan Pengusahaan dalam rangka pelaksanaan kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 21. Badan U saha adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas, badan hukum asing, atau koperasi. 22. Badan Usaha Pelaksana Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha yang selanjutnya disebut Badan Usaha Pelaksana adalah Perseroan Terbatas yang didirikan oleh Badan Usaha pemenang lelang atau ditunjuk langsung. 23. Perubahan Status Aset adalah perubahan status ADP menjadi BMN atau perubahan status BMN menjadi ADP. 24. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan BMN. 25. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan BMN kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. 26. Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan BMN yang dilakukan antara Badan Pengusahaan dengan pemerintah daerah, badan usaha milik negara/ daerah a tau badan hukum lainnya yang dimiliki negara, dan swasta, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang- kurangnya dengan nilai seimbang. 27. Hi bah adalah pengalihan kepemilikan BMN dari Badan Pengusahaan kepada pemerintah daerah atau kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian. 28. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan BMN. 29. Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari pembukuan/ daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Badan Pengusahaan dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas BMN.
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Aset sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 31. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan Aset. 32. Penggolongan adalah kegiatan untuk menetapkan Aset secara sistematik ke dalam golongan, bidang, kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok. 33. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN. 34. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan BMN. 35. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah pada Direktorat Jenderal yang wilayah kerjanya meliputi wilayah kerja Badan Pengusahaan. 36. Kepala Kantor Pelayanan Keyayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disebut Kepala KPKNL adalah Kepala Kantor Pelayanan pada Direktorat Jenderal yang wilayah kerjanya meliputi wilayah kerja Badan Pengusahaan. 37. Pihak Lain adalah pihak-pihak selain kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah. Pasal 2 (1) Ruang lingkup Peraturan Menteri m1 mengatur pelaksanaan pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan, yang meliputi:
BMN; dan
ADP. (2) BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN; dan
barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah meliputi:
barang yang diperoleh dari hi bah/ sumbangan atau yang sejenis;
barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (3) BMN yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 3 termasuk:
barang yang diperoleh dari pendapatan Badan Pengusahaan dan perolehan lainnya yang sah;
barang yang pendanaannya merupakan gabungan antara APBN dan pendapatan Badan Pengusahaan; dan
barang yang berasal dari pengalihan ADP yang tidak diperpanjang pengalokasiannya.
ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb meliputi Aset berupa tanah yang berada dalam Kawasan yang tidak ditetapkan sebagai BMN termasuk:
tanah yang belum mendapatkan sertipikat Hak Pengelolaan;
tanah yang sudah mendapatkan sertipikat Hak Pengelolaan; dan
tanah yang berasal dari BMN yang diubah statusnya menjadi ADP. Pasal 3 (1) Badan Pengusahaan mengelola Aset berupa:
BMN berupa:
tanah dan/atau bangunan; dan/atau
selain tanah dan/atau bangunan; dan
ADP berupa tanah. (2) ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat:
dikerjasamakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini; atau
dilakukan pengalokasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. BAB II PEJABAT PENGELOLA ASET Pasal 4 (1) Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara merupakan Pengelola Barang yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan Aset. (2) Dalam pelaksanaan pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan melimpahkan kewenangannya kepada:
Direktur Jenderal dalam bentuk subdelegasi; atau
pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal dalam bentuk mandat. (3) Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. (4) Dalam hal pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum terakomodir di dalam Keputusan Menteri Keuangan, maka dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Kewenangan subdelegasi pada Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilimpahkan kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal dalam bentuk mandat. Pasal 5 (1) Kepala Badan Pengusahaan merupakan Pengguna Barang di lingkungan Badan Pengusahaan yang memiliki kewenangan pelaksanaan teknis dan perumusan kebijakan teknis pengelolaan Aset.
Dalam pelaksanaan teknis pengelolaan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan Pengusahaan dapat melimpahkan kewenangannya kepada pejabat di lingkungan Badan Pengusahaan yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PENGELOLAAN ASET Bagian Kesatu Prinsip Umum Pasal 6 Pengelolaan Aset meliputi:
Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran;
pengadaan;
Penggunaan;
Perubahan Status Aset;
Pemanfaatan;
pengalokasian;
pengamanan dan pemeliharaan;
Penilaian;
Pemindahtanganan; J. Pemusnahan;
Penghapusan;
Penatausahaan; dan
pengawasan dan pengendalian. Pasal 7 (1) Aset pada Badan Pengusahaan dilarang untuk diserahkan kepada Pihak Lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah pusat. (2) Aset pada Badan Pengusahaan tidak dapat dilakukan penyitaan. (3) BMN yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan dan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara tidak dapat dipindahtangankan. (4) BMN dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman. Bagian Kedua Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran Pasal 8 (1) Perencanaan Kebutuhan BMN disusun dalam rencana bisnis dan anggaran Badan Pengusahaan setelah memperhatikan ketersediaan BMN yang ada serta kemampuan dalam menghimpun pendapatan. (2) Perencanaan Kebutuhan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan standar harga/biaya.
Perencanaan Kebutuhan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. Pasal 9 (1) Standar barang dan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) berpedoman pada ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan c.q. direktur yang membidangi perumusan kebijakan kekayaan negara pada Direktorat J enderal berdasarkan usulan Kepala Badan Pengusahaan. (2) Standar harga/biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang PPK-BLU. Bagian Ketiga Pengadaan Pasal 10 Pengadaan BMN dilaksanakan sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Penggunaan Paragraf 1 Umum Pasal 11 (1) Penggunaan Aset dilaksanakan dengan cara:
digunakan sendiri oleh Badan Pengusahaan;
digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya;
dioperasikan oleh Pihak Lain;
dialihkan status penggunaannya kepada Pengguna Barang lainnya; atau
digunakan bersama dengan kementerian/lembaga lain. (2) BMN yang berada dalam penguasaan Badan Pengusahaan hanya dapat diusulkan untuk dilakukan Penggunaan untuk dioperasikan oleh Pihak Lain, Penggunaan sementara, pengalihan status Penggunaan, atau Penggunaan bersama, setelah memperoleh penetapan status Penggunaan. (3) Penetapan status BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan atas BMN berupa:
barang persediaan;
konstruksi dalam pengerjaan;
barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan;
barang yang berasal dari dana dekonsentrasi dan dana penunjang tugas pembantuan, yang direncanakan untuk diserahkan;
bantuan pemerintah yang belum ditetapkan statusnya; dan
aset tetap renovasi. (4) ADP tidak dapat diusulkan untuk dilakukan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali telah dilakukan Perubahan Status Aset menjadi BMN. (5) ADP hanya dapat dilakukan pengalokasian atau Pemanfaatan, setelah memperoleh penetapan status ADP. (6) Kementerian/lembaga dapat melakukan pembangunan di atas Aset berupa tanah pada Badan Pengusahaan. Paragraf 2 Penetapan Status Pasal 12 (1) Penetapan status Penggunaan Aset berupa BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dilakukan oleh Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan status Penggunaan BMN dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan sepanjang BMN berupa selain tanah dan/ a tau bangunan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak dipersyaratkan adanya bukti kepemilikan dengan nilai buku sampai dengan Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/ satuan. (3) Ketentuan mengenai persyaratan, tata cara pelaksanaan, prosedur, dan dokumen penetapan status Penggunaan BMN mengikuti ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pengelolaan BMN. (4) Penetapan status ADP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan. Paragraf 3 Penggunaan Sementara Pasal 13 (1) BMN yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Badan Pengusahaan dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status Penggunaan BMN tersebut. (2) Penggunaan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (3) Penggunaan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan jangka waktu tidak melampaui batas waktu keberadaan Kawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penggunaan sementara yang dilakukan untuk jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan, dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL.
Pada saat jangka waktu Penggunaan sementara telah berakhir, BMN yang digunakan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
digunakan sendiri oleh Badan Pengusahaan;
digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya; dan/atau
dialihkan status penggunaannya kepada Pengguna Barang lain, berdasarkan usulan dari Kepala Badan Pengusahaan untuk mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (6) Pengguna sementara BMN yang menggunakan sementara BMN pada Badan Pengusahaan tidak dapat melakukan penetapan status Penggunaan, Penggunaan untuk dioperasikan Pihak Lain, pengalihan status Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan/atau Penghapusan BMN yang digunakan sementara. (7) Pengguna sementara BMN melakukan pengamanan dan pemeliharaan atas BMN yang digunakan sementara sesuai perjanjian. (8) Pengguna sementara BMN dapat melakukan perubahan atau pengembangan atas BMN yang digunakan sementara berdasarkan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan, dengan ketentuan perubahan atau pengembangan terse but tidak mengakibatkan perubahan fungsi dan/atau penurunan nilai BMN. (9) Dalam hal pengguna sementara melakukan perubahan atau pengembangan atas BMN yang digunakan sementara, pengguna sementara menyerahkan hasil perubahan atau pengembangan dimaksud kepada Badan Pengusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 4 Penggunaan untuk Dioperasikan oleh Pihak Lain Pasal 14 (1) BMN yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Badan Pengusahaan dapat dioperasikan oleh Pihak Lain tanpa mengubah status Penggunaan BMN tersebut, dengan ketentuan pengoperasian BMN dimaksudkan untuk menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi Badan Pengusahaan serta penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. (2) Jangka waktu Penggunaan BMN untuk dioperasikan oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang, untuk pengoperasian BMN oleh badan usaha milik negara, koperasi, atau badan hukum lainnya;
paling lama 15 (lima belas) tahun dan dapat diperpanjang, untuk pengoperasian BMN dalam rangka pengelolaan, pemeliharaan, dan pengusahaan sistem penyediaan air minum, termasuk daerah tangkapan air, waduk, bendungan di KPBPB, dan sistem air limbah, serta limbah bahan berbahaya dan beracun;
paling lama 99 (sembilan puluh sembilan) tahun, untuk pengoperasian BMN oleh pemerintah negara lain;
sesuai perjanjian, untuk pengoperasian BMN oleh organisasi internasional; atau
selama lembaga independen yang dibentuk dengan undang-undang melaksanakan tugas dan fungsinya untuk menjalankan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan, untuk pengoperasian BMN oleh lembaga independen yang dibentuk dengan undang-undang, dengan ketentuan tidak melampaui batas waktu keberadaan Kawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pengoperasian oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pengoperasian oleh Pihak Lain yang dilakukan untuk jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan, dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (5) Biaya pengamanan dan pemeliharaan BMN selama jangka waktu Penggunaan BMN untuk dioperasikan oleh Pihak Lain dibebankan kepada Pihak Lain yang mengoperasikan BMN. (6) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), biaya pengamanan dan pemeliharaan BMN dapat dibebankan secara keseluruhan atau sebagian kepada Badan Pengusahaan sepanjang pengoperasian dilaksanakan karena penugasan atau kebijakan pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Pihak Lain yang melakukan pengoperasian atas BMN dapat melakukan perubahan atau pengembangan atas BMN yang dioperasikan berdasarkan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan, dengan ketentuan perubahan atau pengembangan tersebut tidak mengakibatkan perubahan fungsi dan/atau penurunan nilai BMN. (8) Dalam hal BMN yang dioperasikan oleh Pihak Lain dilakukan perubahan atau pengembangan, hasil perubahan atau pengembangan dimaksud diserahkan kepada Badan Pengusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 15 (1) Pihak Lain yang mengoperasikan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dapat melakukan pungutan kepada masyarakat setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan. (2) Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Badan Pengusahaan dengan melampirkan perhitungan estimasi biaya operasional dan besaran pungutan.
Dalam hal pendapatan yang diperoleh setelah dikurangi biaya operasional menghasilkan keuntungan bagi pihak lain yang mengoperasikan BMN, keuntungan tersebut disetor seluruhnya ke rekening Badan Pengusahaan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 16 (1) Pihak Lain yang mengoperasikan BMN menyampaikan laporan tahunan pelaksanaan pengoperasian BMN kepada Kepala Badan Pengusahaan selama jangka waktu pengoperasian. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada bulan berikutnya setelah periode tahun anggaran berakhir. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyampaian laporan dilakukan pada akhir jangka waktu pengoperasian BMN sepanjang jangka waktu pengoperasian kurang dari 1 (satu) tahun. (4) Laporan pelaksanaan pengoperasian BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
kesesuaian Penggunaan BMN objek pengoperasian sebagaimana ditentukan dalam perjanjian;
pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan atas objek pengoperasian;
kondisi BMN objek pengoperasian; dan
perubahan dan pengembangan yang dilakukan terhadap BMN objek pengoperasian, jika ada. Paragraf 5 Alih Status Penggunaan Pasal 17 (1) BMN yang tidak digunakan lagi oleh Badan Pengusahaan dapat dialihkan status penggunaannya kepada Pengguna Barang lainnya. (2) Pengalihan status Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengalihan status Penggunaan dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL sepanjang BMN berupa aset tetap renovasi. Paragraf 6 Pembangunan oleh Kementerian/Lembaga di atas Aset Berupa Tanah pada Badan Pengusahaan Pasal 18 (1) Kementerian/lembaga dapat melakukan pembangunan di atas Aset berupa tanah pada Badan Pengusahaan setelah memperoleh persetujuan Kepala Badan Pengusahaan.
Pembangunan di atas Aset berupa tanah pada Badan Pengusahaan se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan perjanjian antara Badan Pengusahaan dan kementerian/lembaga yang melakukan pembangunan. (3) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memuat:
dasar perjanjian;
identitas para pihak;
jangka waktu pembangunan;
jenis, jumlah, dan luas objek yang dibangun;
tanggung jawab pembangunan; dan
hak dan kewajiban para pihak. (4) Barang yang diperoleh dari hasil pembangunan di atas Aset berupa tanah pada Badan Pengusahaan dilakukan penetapan status Penggunaan BMN pada kementerian/lembaga yang melakukan pembangunan terse but. (5) BMN hasil pembangunan di atas Aset berupa tanah pada Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan Penatausahaan oleh kementerian/lembaga bersangkutan. (6) BMN hasil pembangunan di atas Aset berupa tanah pada Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, atau Penghapusan dengan persetujuan Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilaporkan kepada Kepala Badan Pengusahaan. (7) Hasil Pemanfaatan atas BMN hasil pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menjadi penerimaan pada:
kementerian/lembaga selaku Pengguna Barang sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak; dan/atau
Badan Pengusahaan, sesuai perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (8) BMN hasil pembangunan di atas Aset Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan alih status Penggunaan berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL kepada:
Badan Pengusahaan; atau
kementerian/lembaga lain. (9) Dalam hal BMN hasil pembangunan dialihkan status penggunaannya kepada kementerian/ lembaga lain sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b, perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan penyesuaian terhadap para pihak. Paragraf 7 Penggunaan Bersama Pasal 19 (1) BMN berupa infrastruktur jalan yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Badan Pengusahaan dapat dilakukan Penggunaan bersama dengan kementerian/lembaga yang membidangi urusan jalan nasional dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status Penggunaan BMN tersebut. (2) Penggunaan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (3) Persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan berdasarkan permohonan Kepala Badan Pengusahaan. (4) Permohonan persetujuan Penggunaan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Kepala Badan Pengusahaan yang minimal memuat:
data BMN yang akan digunakan bersama;
Pengguna Barang yang akan menggunakan bersama BMN;
jangka waktu Penggunaan bersama; dan
penjelasan serta pertimbangan Penggunaan bersama BMN. (5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa:
fotokopi keputusan penetapan status Penggunaan BMN; dan
surat permintaan Penggunaan bersama BMN dari Pengguna Barang yang akan menggunakan bersama BMN kepada Kepala Badan Pengusahaan. (6) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penggunaan bersama yang dilakukan untuk jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan, dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (7) Kepala KPKNL melakukan penelitian atas permohonan Penggunaan bersama BMN yang diajukan oleh Kepala Badan Pengusahaan terhadap kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang dipersyaratkan. (8) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum mencukupi, Kepala KPKNL dapat:
meminta keterangan kepada Kepala Badan Pengusahaan;dan b. meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada Pengguna Barang yang akan menggunakan bersama BMN. (9) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memuat:
data BMN yang akan digunakan bersama;
Pengguna Barang yang menggunakan bersama BMN;
kewajiban Pengguna Barang yang menggunakan bersama BMN untuk memelihara dan mengamankan BMN yang digunakan bersama;
jangka waktu Penggunaan bersama; dan
kewajiban Pengguna Barang untuk menindaklanjuti persetujuan dengan membuat perjanjian. (10) Dalam hal permohonan Penggunaan bersama tidak disetujui, Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Badan Pengusahaan disertai dengan alasannya. Pasal 20 (1) Penggunaan bersama se bagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dituangkan dalam perjanjian antara Badan Pengusahaan selaku Pengguna Barang dan kementerian/ lembaga yang menggunakan bersama selaku pengguna bersama BMN. (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
dasar perjanjian;
identitas para pihak;
jangka waktu Penggunaan bersama;
jenis, jumlah dan luas objek yang digunakan bersama;
tanggung jawab Penggunaan bersama, termasuk tanggung jawab dalam melakukan pengamanan dan pemeliharaan BMN yang digunakan bersama; dan
hak dan kewajiban para pihak. Pasal 21 BMN yang sedang dilakukan Penggunaan bersama tidak dapat dilakukan Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan/ a tau Penghapusan BMN yang digunakan bersama, kecuali berdasarkan usulan dari Kepala Badan Pengusahaan. Pasal 22 (1) Pengguna bersama BMN yang menggunakan bersama BMN pada Badan Pengusahaan melakukan pengamanan dan pemeliharaan BMN sesuai perjanjian. (2) Biaya pengamanan dan pemeliharaan terhadap BMN yang digunakan bersama hanya dapat dibebankan pada salah satu pihak untuk setiap kegiatan. (3) Pengguna bersama BMN yang menggunakan bersama BMN pada Badan Pengusahaan, dapat melakukan perubahan atau pengembangan atas BMN yang digunakan bersama berdasarkan:
perjanjian dengan Kepala Badan Pengusahaan; atau
persetujuan Kepala Badan Pengusahaan. (4) Perubahan atau pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan ketentuan tidak mengakibatkan perubahan fungsi dan/atau penurunan nilai BMN. (5) Hasil perubahan atau pengembangan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan oleh Pengguna bersama BMN kepada Kepala Badan Pengusahaan. (6) Penyerahan hasil perubahan atau pengembangan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang akuntansi dan pengelolaan BMN. Bagian Kelima Perubahan Status Aset Paragraf 1 Perubahan Status Aset Berupa Aset Dalam Penguasaan Menjadi Barang Milik Negara Pasal 23 (1) ADP yang akan digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga, penyelenggaraan tugas pemerintahan negara, dan/atau pelayanan pada masyarakat dapat diubah statusnya menjadi BMN setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan Pengusahaan. (2) Perubahan Status Aset berupa ADP menjadi BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan status Penggunaan BMN. (3) ADP yang akan diubah statusnya menjadi BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
tidak sedang dilakukan pengalokasian;
tidak terdapat pembebanan hak tanggungan atau peletakan jaminan/agunan terhadap hak atas tanah atau alokasi tanah di atas ADP; dan
tidak sedang dalam sengketa, baik terhadap ADP maupun hak atas tanah atau alokasi tanah di atas ADP. Paragraf 2 Tata Cara Perubahan Status Aset Berupa Aset Dalam Penguasaan Menjadi Barang Milik Negara Pasal 24 (1) Kepala Badan Pengusahaan memberikan persetujuan atas ADP yang diusulkan untuk menjadi BMN dengan tembusan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh:
kementerian/lembaga; atau
unit di Badan Pengusahaan yang membutuhkan BMN. (3) Kepala Badan Pengusahaan mengajukan usulan penetapan status Penggunaan BMN pada Badan Pengusahaan atas ADP berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (4) Kementerian/lembaga mengajukan usulan penetapan status Penggunaan BMN atas ADP berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengusahaan. (5) Penetapan status Penggunaan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penggunaan BMN. Paragraf 3 Perubahan Status Aset Berupa Barang Milik Negara Menjadi Aset Dalam Penguasaan Pasal 25 (1) BMN berupa tanah yang tidak digunakan lagi oleh Badan Pengusahaan dapat diubah statusnya menjadi ADP setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (2) Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui keputusan Kepala Badan Pengusahaan. (3) Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan pertimbangan:
sudah tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah atau penataan kota;
diperuntukkan bagi kepentingan umum;
adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan/atau ketentuan perundang-undangan, yangjika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis;
analisis penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) dari Kepala Badan Pengusahaan yang menyatakan bahwa tanah tersebut lebih optimal apabila dialihkan menjadi ADP; dan/atau
penyelesaian konflik pertanahan dan penanganan dampak sosial kemasyarakatan dalam rangka pelaksanaan proyek strategis nasional. (4) BMN berupa tanah yang dapat dilakukan Perubahan Status Aset menjadi ADP harus memenuhi kriteria:
sebelumnya berasal dari ADP;
telah ditetapkan status penggunaannya;
bukan merupakan BMN yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya; dan
BMN berupa tanah yang:
tidak sedang digunakan/tidak diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan dan/atau tidak sedang dilakukan pemanfaatan; dan
sudah terdapat rencana peruntukan dan/atau pengalokasiannya. (5) Dalam hal pelaksanaan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP mengakibatkan timbulnya kebutuhan atas BMN berupa tanah, pelaksanaan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP dilakukan bersamaan dengan penyiapan tanah ADP yang akan dijadikan BMN. (6) ADP yang disiapkan untuk dijadikan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3). Paragraf 4 Tata Cara Perubahan Status Aset Berupa Barang Milik Negara Menjadi Aset Dalam Penguasaan Pasal 26 Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
persiapan;
permohonan;
penelitian;
persetujuan;
penetapan; dan
pelaporan. Pasal 27 (1) Kepala Badan Pengusahaan melakukan persiapan permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP dengan tahapan sebagai berikut:
membentuk komite aset;
meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan reviu atas laporan dari komite aset; dan
menyiapkan dokumen permohonan. (2) Komite aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bersifat ad hoc. (3) Komite aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah ganjil yang minimal beranggotakan perwakilan dari unsur:
unit yang menggunakan/menguasai BMN;
unit yang membidangi pengelolaan ADP;
pelaksana fungsional Pengguna Barang; dan
unit yang membidangi hukum pada Badan Pengusahaan. (4) Komite aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan penyiapan permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP meliputi:
melakukan penelitian data administratif, yaitu:
data tanah, sebagaimana tercantum dalam Kartu Identitas Barang (KIB) meliputi status dan bukti kepemilikan, lokasi, luas, nilai perolehan dan/atau nilai buku;
data penetapan status Penggunaan dan/atau Pemanfaatan;
data dan informasi mengenai perolehan BMN berupa tanah yang akan diubah statusnya menjadi ADP;
data dan informasi mengenai bangunan, sarana prasarana, dan/atau objek lainnya yang berada di atas tanah sebagaimana dimaksud pada angka 1;
rencana peruntukan dan/atau pengalokasian BMN yang akan diubah statusnya menjadi ADP; dan
data ADP yang direncanakan akan dijadikan BMN dalam rangka pemenuhan kebutuhan BMN, jika ada.
melakukan penelitian fisik untuk memeriksa kesesuaian data administratif dengan fisik tanah:
BMN yang akan diusulkan untuk dilakukan Perubahan Status Aset dari BMN menjadi ADP;
ADP yang direncanakan akan dijadikan BMN dalam rangka pemenuhan BMN, jika ada. yang dituangkan dalam berita acara penelitian. c. menyusun kajian Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP meliputi:
Analisis aspek penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use);
Analisis manfaat dan dampak ekonomi dan sosial; dan
Analisis kebutuhan penyediaan berupa tanah sebagai dampak dari rencana Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP. d. melakukan koordinasi dengan tim penyelesaian konflik pertanahan dan penanganan dampak sosial kemasyarakatan dalam rangka pelaksanaan proyek strategis nasional. e. menyiapkan dokumen yang melatarbelakangi usulan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP, an tara lain:
dokumen rencana tata ruang wilayah atau penataan kota;
dokumen yang menyatakan/mendukung bahwa Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP diperlukan dalam rangka kepentingan umum;
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang mengakibatkan perlu dilakukannya Perubahan Status Aset berupa BMN;
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur status BMN tidak layak dipertahankan secara ekonomis; dan / a tau 5. dokumen hasil pelaksanaan tugas/laporan tim penyelesaian konflik pertanahan dan penanganan dampak sosial kemasyarakatan dalam rangka pelaksanaan proyek strategis nasional. f. menyampaikan laporan penyiapan permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP kepada Kepala Badan Pengusahaan meliputi:
hasil penelitian data administrasi sebagaimana dimaksud pada huruf a;
kajian sebagaimana dimaksud pada huruf c;
dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf e; dan
rekomendasi terkait rencana Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP. (5) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c harus mempertimbangkan:
statistik BMN berupa tanah yang ada;
jumlah BMN berupa tanah; dan
analisis kebutuhan BMN berupa tanah. (6) Dalam hal diperlukan, komite aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melibatkan instansi teknis atau unsur lain yang kompeten.
Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f merekomendasikan untuk tidak dilakukan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP, komite aset menyampaikan laporan penyiapan permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP kepada Kepala Badan Pengusahaan disertai dengan alasannya. (8) Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f merekomendasikan untuk dilakukan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP, Kepala Badan Pengusahaan meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan reviu atas laporan dari komite aset dalam rangka penyiapan permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP. (9) Dalam hal diperlukan, pelaksanaan reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat melibatkan instansi teknis yang kompeten. (10) Kepala Badan Pengusahaan melakukan penelitian atas laporan penyiapan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP dan hasil reviu aparat pengawasan intern pemerintah sebagai dasar pertimbangan dalam menyiapkan dokumen permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP. Pasal 28 (1) Dalam hal usulan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP disertai dengan usulan Perubahan Status Aset berupa tanah ADP menjadi BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (5), Kepala Badan Pengusahaan melakukan Perubahan Status Aset berupa ADP menjadi BMN. (2) Pelaksanaan Perubahan Status Aset berupa ADP menjadi BMN se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24. Pasal 29 (1) Kepala Badan Pengusahaan menyampaikan surat permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat penjelasan dan pertimbangan usulan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP dengan disertai:
data administratif;
nilai perolehan dan/atau nilai buku BMN;
rencana peruntukan dan pengalokasiannya;
surat keputusan pembentukan komite aset;
laporan penyiapan permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP dari komite aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf f;
hasil reviu aparat pengawasan intern pemerintah; dan
surat pernyataan:
kebenaran materiil objek yang diusulkan;
bahwa BMN yang akan diubah statusnya: a) sebelumnya berasal dari ADP; dan b) tidak sedang digunakan/tidak diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan dan/atau tidak sedang dilakukan Pemanfaatan. (3) Dalam hal permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersamaan dengan adanya penyediaan ADP untuk dijadikan BMN, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai juga dengan usulan:
penetapan status Penggunaan; dan
Penilaian; atas ADP yang direncanakan untuk dijadikan BMN. (4) Pengajuan penetapan status Penggunaan dan Penilaian atas ADP yang akan dijadikan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. Pasal 30 (1) Kepala KPKNL melakukan penelitian atas permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP, dengan tahapan:
melakukan penelitian terhadap pemenuhan dokumen persyaratan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP; dan
melakukan penelitian data administratif. (2) Dalam hal diperlukan, Kepala KPKNL dapat melakukan penelitian fisik BMN yang direncanakan dilakukan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP dengan memeriksa data administratif yang ada. (3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum mencukupi, Kepala KPKNL dapat meminta data dan informasi tambahan kepada Kepala Badan Pengusahaan. Pasal 31 (1) Persetujuan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP diberikan oleh Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL dalam bentuk surat persetujuan dengan mendasarkan pada hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30. (2) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
data BMN yang akan diubah statusnya menjadi ADP; dan
tujuan peruntukan dan pengalokasian. (3) Dalam hal Kepala KPKNL tidak menyetujui permohonan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP, Kepala KPKNL memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Badan Pengusahaan disertai dengan alasannya. Pasal 32 (1) Kepala Badan Pengusahaan menerbitkan keputusan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat persetujuan dari Kepala KPKNL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1). (2) Kepala Badan Pengusahaan melakukan reklasifikasi BMN yang diubah statusnya menjadi ADP berdasarkan keputusan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penatausahaan BMN dan akuntansi pemerintahan. Pasal 33 (1) Kepala Badan Pengusahaan menyampaikan laporan pelaksanaan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP kepada Kepala KPKNL dengan melampirkan:
surat keputusan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP;
daftar transaksi reklasifikasi dari BMN menjadi ADP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2); dan
daftar transaksi reklasifikasi dari ADP menjadi BMN, dalam hal Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP disertai dengan adanya ADP yang dijadikan BMN. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 2 (dua) bulan sejak keputusan Perubahan Status Aset berupa BMN menjadi ADP. Bagian Keenam Pemanfaatan Paragraf 1 Umum Pasal 34 (1) Pemanfaatan Aset meliputi:
Sewa;
Pinjam Pakai; C. KSP;
Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur;
KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur;
KSPI; dan
Ketupi. (2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap:
Aset berupa tanah dan/atau bangunan;
Aset berupa sebagian tanah dan/atau bangunan; dan/atau
BMN selain tanah dan/atau bangunan. (3) Bandar udara, pelabuhan, sumber daya air dan limbah, termasuk Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Aset berupa ADP tidak dapat dilakukan Pemanfaatan dalam bentuk Pinjam Pakai dan Ketupi.
Aset yang menjadi objek Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang dijaminkan atau digadaikan. (6) BMN yang berada dalam penguasaan Badan Pengusahaan hanya dapat diusulkan untuk dilakukan Pemanfaatan, setelah memperoleh penetapan status Penggunaan. Pasal 35 (1) Pemanfaatan Aset dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada:
Menteri Keuangan c.q. direktur yang membidangi pengelolaan kekayaan negara pada Direktorat J enderal dengan tembusan Kepala KPKNL untuk Pemanfaatan dalam bentuk KSPI dan Ketupi; dan
Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL untuk Pemanfaatan selain KSPI dan Ketupi. (2) Pemanfaatan tidak mengubah status kepemilikan Aset. (3) Pemanfaatan Aset dilakukan dengan jangka waktu tidak melampaui batas waktu keberadaan Kawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Pemanfaatan Aset dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan umum. (5) Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus merupakan kegiatan yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, rakyat banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan. (6) Biaya pemeliharaan dan pengamanan Aset yang berkaitan dengan Pemanfaatan Aset dibebankan pada mitra Pemanfaatan Aset. Pasal 36 (1) Pemerintah dapat memberikan fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi dalam rangka Pemanfaatan Aset sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. (2) Pemberian fasilitas penyiapan dan pelaksanaan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh:
Kepala Badan Pengusahaan;
Menteri Keuangan; dan/atau
menteri/pimpinan lembaga lainnya. Pasal 37 (1) Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf d sampai dengan huruf g, dilaksanakan dengan jangka waktu paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. (2) Jangka waktu Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur yang dilakukan dalam bentuk Sewa atau KSP dan perpanjangannya ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan.
Jangka waktu Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur yang dilakukan dalam bentuk KSPI dan Ketupi serta perpanjangannya ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan, setelah memperoleh persetujuan dari:
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal untuk Pemanfaatan dengan nilai BMN yang dihitung secara proporsional dari nilai perolehan BMN di atas Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan
Menteri Keuangan c.q. direktur yang membidangi pengelolaan kekayaan negara pada Direktorat J enderal untuk Pemanfaatan dengan nilai BMN yang dihitung secara proporsional dari nilai perolehan BMN sampai dengan Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). (4) J angka waktu Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur dan perpanjangannya dituangkan dalam perjanjian. Pasal 38 Perpanjangan jangka waktu untuk Pemanfaatan berupa KSPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf f:
hanya dapat dilakukan apabila terjadi government force majeure, seperti dampak kebijakan pemerintah yang disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi, politik, sosial, dan keamanan; dan
permohonannya diajukan paling lama 6 (enam) bulan setelah government force majeure nyata terjadi.
(2) (3) (4) Pasal 39 Pendapatan yang diperoleh dari digunakan langsung oleh Badan dengan ketentuan peraturan mengenai PPK-BLU. Pemanfaatan dapat Pengusahaan sesuai perundang-undangan Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendapatan dari Pemanfaatan disetorkan ke BLU yang ditetapkan oleh Pengelola Barang sepanjang Pemanfaatan dilaksanakan dalam bentuk Ketupi. Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada:
Menteri Keuangan c.q. direktur yang membidangi pengelolaan kekayaan negara pada Direktorat J enderal dengan tembusan Kepala KPKNL untuk pendapatan dari KSPI; dan
Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL untuk pendapatan dari Pemanfaatan BMN selain KSPI. Aset yang diperoleh dari hasil Pemanfaatan menjadi BMN pada Badan Pengusahaan. Paragraf 2 Sewa Pasal 40 (1) Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a dilakukan untuk:
mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Aset;
memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas dan fungsi Badan Pengusahaan;
mencegah Aset digunakan oleh pihak lain secara tidak sah; dan / a tau d. pemberian layanan Badan Pengusahaan. (2) Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan terhadap Aset Badan Pengusahaan yang sejak awal perolehannya diperuntukkan bagi pemberian layanan Badan Pengusahaan. Pasal 41 (1) Pihak yang dapat menyewa Aset meliputi:
pemerintah daerah;
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah;
swasta;
unit penunJang kegiatan penyelenggaraan pemerin tahan / negara;
lembaga independen yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan;dan/atau g. badan hukum lainnya. (2) Selain pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Aset Badan Pengusahaan yang sejak awal perolehannya diperuntukkan bagi pemberian layanan Badan Pengusahaan dapat dilakukan Sewa kepada pihak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPK-BLU. (3) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menjadi penyewa dalam hal pelaksanaan Sewa tidak diperuntukan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerin tahan daerah. Pasal 42 Objek Sewa dapat ditawarkan melalui media pemasaran oleh Kepala Badan Pengusahaan. Pasal 43 (1) Sewa dilakukan dengan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan. (2) Sewa dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sewa dapat dilakukan dalam jangka waktu lebih dari 5 (lima) tahun untuk:
kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu Sewa lebih dari 5 (lima) tahun; atau
ditentukan lain dalam Undang-Undang.
Jangka waktu Sewa untuk kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu Sewa lebih dari 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang. (5) Perpanjangan Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan jangka waktu tersebut tidak melampaui batas waktu keberadaan Kawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Penyewa dapat melakukan penerusan Sewa kepada Pihak Lain dengan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan. (7) Dalam hal penyewa akan melakukan penerusan Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (6), penyewa dapat menawarkan Aset yang menjadi objek Sewa melalui media pemasaran. Pasal 44 (1) Besaran Sewa ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dengan mempertimbangkan, minimal:
analisis data pasar;
manfaat ekonomi;
manfaat sosial;
dampak ekonomi; dan
dampak sosial. (2) Besaran Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil perkalian dari:
tarif pokok Sewa; dan
faktor penyesuai Sewa. (3) Perhitungan tarif pokok Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dapat meminta bantuan Penilai. (4) Faktor penyesuai Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dengan mempertimbangkan:
jenis/bentuk kegiatan usaha;
periodesitas Sewa; dan/atau
pertimbangan lainnya dalam kondisi tertentu, meliputi:
penugasan pemerintah sebagaimana tertuang dalam peraturan atau keputusan yang ditetapkan oleh Presiden;
bencana alam;
bencana non alam;
bencana sosial; a tau 5. kondisi lainnya yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan. (5) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), penetapan tarif Sewa terhadap Aset Badan Pengusahaan yang sejak awal perolehannya diperuntukkan bagi pemberian layanan Badan Pengusahaan mengikuti ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang PPK-BLU. (6) Dalam hal kondisi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c angka 2, angka 3, dan angka 4, faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berlaku sejak ditetapkannya status bencana oleh pemerintah sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun sejak status bencana dinyatakan berakhir. Pasal 45 (1) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) calon penyewa dalam Pemanfaatan BMN, Kepala Badan Pengusahaan dapat melakukan pemilihan calon penyewa melalui lelang hak menikmati pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. (2) Besaran Sewa yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dapat digunakan sebagai nilai limit pada pelaksanaan lelang hak menikmati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka pemilihan penyewa. (3) Dalam hal penyewa yang terpilih sebagai pemenang dalam lelang hak menikmati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan melakukan penerusan Sewa, penyewa dapat menawarkan Aset yang menjadi objek Sewa melalui media pemasaran. Pasal 46 (1) Persetujuan Sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dan persetujuan perpanjangannya dituangkan dalam surat persetujuan atau keputusan Sewa yang minimal memuat:
informasi Aset yang menjadi objek Sewa; dan
data Sewa, minimal memuat data dan informasi mengenai:
besaran Sewa sesuai kondisi dengan kelompok jenis kegiatan usaha dan periodesitas Sewa; dan
jangka waktu, termasuk periode Sewa. (2) Surat persetujuan atau keputusan Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. Pasal 47 (1) Sewa dituangkan dalam perjanjian, yang minimal memuat:
dasar perjanjian;
identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
jenis dan luas atau jumlah Aset;
besaran Sewa;
jangka waktu Sewa;
peruntukan Sewa;
larangan pendayagunaan Aset diluar peruntukan Sewa;
kewenangan untuk meneruskan Sewa, jika ada;
tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu Sewa; dan
hak dan kewajiban para pihak. (2) Penandatanganan perjanjian pelaksanaan Sewa dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat persetujuan atau keputusan oleh Kepala Badan Pengusahaan. (3) Dalam hal perjanjian Sewa belum ditandatangani sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan atau keputusan Sewa batal demi hukum.
Kepala Badan Pengusahaan dapat memberikan perpanjangan jangka waktu untuk penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan ketentuan usulan perpanjangan diajukan kepada Kepala Badan Pengusahaan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir. (5) Perjanjian Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dituangkan dalam akta notariil. Pasal 48 (1) Hasil Sewa merupakan pendapatan Badan Pengusahaan. (2) Hasil Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor seluruhnya sekaligus ke rekening Badan Pengusahaan. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyetoran uang Sewa dapat dilakukan secara bertahap dengan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan atas Sewa untuk Aset dengan karakteristik/ sifat khusus. Paragraf 3 Pinjam Pakai Pasal 49 (1) Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b dilaksanakan antara Badan Pengusahaan dan pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. (2) Jangka waktu Pinjam Pakai paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. (3) Peminjam pakai melakukan pengamanan dan pemeliharaan atas BMN yang menjadi objek Pinjam Pakai selamajangka waktu Pinjam Pakai. (4) Peminjam pakai dapat melakukan perubahan atau pengembangan atas BMN yang dipinjampakaikan berdasarkan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan, dengan ketentuan perubahan atau pengembangan terse but tidak mengakibatkan perubahan fungsi dan/atau penurunan nilai BMN. (5) Dalam hal BMN yang dipinjampakaikan dilakukan perubahan atau pengembangan, hasil perubahan atau pengembangan dimaksud diserahkan kepada Badan Pengusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 50 (1) Persetujuan Pinjam Pakai dituangkan dalam surat persetujuan atau keputusan Pinjam Pakai yang diterbitkan oleh Kepala Badan Pengusahaan minimal memuat:
identitas peminjam pakai;
data objek Pinjam Pakai;
jangka waktu Pinjam Pakai; dan
kewajiban peminjam pakai. (2) Surat persetujuan atau keputusan Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. Pasal 51 (1) Pelaksanaan Pinjam Pakai dituangkan dalam perjanjian antara Badan Pengusahaan dengan peminjam pakai berdasarkan surat persetujuan atau keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1). (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
jenis dan luas atau jumlah BMN yang dipinj ampakaikan;
jangka waktu Pinjam Pakai;
peruntukan Pinjam Pakai;
larangan pendayagunaan Aset selain peruntukan Pinjam Pakai;
tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selamajangka waktu Pinjam Pakai; dan
hak dan kewajiban para pihak. Pasal 52 (1) Peminjam pakai menyampaikan laporan tahunan pelaksanaan Pinjam Pakai kepada Kepala Badan Pengusahaan selamajangka waktu Pinjam Pakai. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada bulan berikutnya setelah periode tahun anggaran berakhir. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyampaian laporan dilakukan pada akhir jangka waktu Pinjam Pakai sepanjang:
jangka waktu Pinjam Pakai kurang dari 1 (satu) tahun; atau
pelaporan untuk tahun terakhir masa Pinjam Pakai. (4) Laporan pelaksanaan Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
kesesuaian peruntukan BMN objek Pinjam Pakai sebagaimana ditentukan dalam perjanjian Pinjam Pakai;
pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan atas objek Pinjam Pakai;
kondisi BMN objek Pinjam Pakai; dan
perubahan dan pengembangan yang dilakukan terhadap BMN objek Pinjam Pakai, jika ada. Pasal 53 (1) Pinjam Pakai berakhir dalam hal:
berakhirnya jangka waktu Pinjam Pakai sebagaimana tertuang dalam perjanjian dan tidak dilakukan perpanjangan;
pengakhiran perjanjian Pinjam Pakai secara sepihak oleh Badan Pengusahaan;
berakhirnya perjanjian Pinjam Pakai; atau
ketentuan lain sesuai peraturan perundang-undangan. (2) Pengakhiran Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan dalam hal peminjam pakai tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian Pinjam Pakai.
Dalam hal di atas objek Pinjam Pakai terdapat bangunan/ infrastruktur dan/atau barang lainnya yang tidak sesuai perjanjian, peminjam pakai wajib membongkar dan/atau mengosongkan objek Pinjam Pakai sebelum diserahkan kepada Badan Pengusahaan. (4) Peminjam pakai mengembalikan BMN objek Pinjam Pakai kepada Badan Pengusahaan pada saat Pinjam Pakai berakhir sesuai perjanjian. (5) Dalam hal peminjam pakai tidak mengembalikan objek Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Badan Pengusahaan dapat melakukan penghentian, pengosongan, atau penarikan objek Pinjam Pakai tanpa melalui pengadilan dengan terle bih dahulu menyampaikan pemberitahuan/peringatan secara tertµ.lis. Paragraf 4 Kerja Sama Pemanfaatan Pasal 54 (1) KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf c dilaksanakan dalam rangka:
mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Aset;
meningkatkan pendapatan Badan Pengusahaan; dan/atau
memenuhi biaya operasional, pemeliharaan dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap Aset. (2) KSP dapat dilakukan dengan:
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah;
badan hukum lainnya; atau
Pihak Lain, kecuali perorangan. (3) KSP dilakukan dengan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan. Pasal 55 (1) KSP dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
mitra KSP harus membayar kontribusi tetap kepada Badan Pengusahaan setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil KSP;
dalam hal jangka waktu KSP kurang dari 1 (satu) tahun, mitra KSP membayar kontribusi tetap dan pembagian keuntungan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pengusahaan;
besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil KSP ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Kepala Badan Pengusahaan;dan d. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil KSP harus memperoleh penetapan dari Kepala Badan Pengusahaan.
Besaran pembagian keuntungan hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dapat berbentuk pembagian atas:
keuntungan berupa:
keuntungan bersih;
keuntungan bruto; atau
keuntungan tertentu yang berupa EBIT atau EBITDA. b. pendapatan; atau
arus kas hasil KSP berupa arus kas bersih atau arus kas tambahan (incremental cashfiow). Pasal 56 (1) KSP dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang. (2) Jangka waktu dan perpanjangan jangka waktu KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan tidak melampaui batas waktu keberadaan Kawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (3) Seluruh biaya KSP yang terjadi setelah ditetapkannya mitra KSP menjadi beban mitra KSP. (4) Pemilihan mitra KSP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. Pasal 57 (1) Mitra KSP ditetapkan melalui tender, kecuali untuk Aset yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung. (2) Penunjukan langsung mitra KSP atas Aset yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan terhadap:
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah; atau
anak perusahaan badan usaha milik negara yang diperlakukan sama dengan badan usaha milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada badan usaha milik negara dan perseroan terbatas, yang memiliki bidang clan/ atau wilayah kerja tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Aset yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Aset yang mempunyai spesifikasi tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Aset yang memiliki tingkat kompleksitas khusus seperti bandar udara, pelabuhan laut, stasiun kereta api, terminal angkutan umum, kilang, instalasi tenaga listrik, dan bendungan/waduk;
Aset yang dikerjasamakan dalam investasi yang berdasarkan perjanjian hubungan bilateral antar negara;
Aset yang bersifat rahasia dalam kerangka pertahanan negara;
Aset yang mempunyai konstruksi dan spesifikasi yang harus dengan perizinan khusus;
Aset yang dikerjasamakan dalam rangka menjalankan tugas negara; dan
Aset lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal. (4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penunjukan langsung mitra KSP atas Aset yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan terhadap badan usaha se bagaimana dimaksud pada ayat (2) atau badan usaha lainnya sepanjang:
Aset yang dikerjasamakan dalam rangka:
proyek kerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur;
penyelenggaraan penyiapan kegiatan yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional yang dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden;
Pemanfaatan yang hanya dapat disediakan oleh 1 (satu) pelaku usaha yang mampu; dan/atau
Pemanfaatan yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang tender untuk mendapatkan izin dari pemerintah;
Aset yang dikerjasamakan kepada badan usaha yang merupakan pemegang alokasi tanah atau mitra Pemanfaatan Aset yang lokasinya bersebelahan langsung dengan objek yang akan dikerjasamakan dalam rangka:
pengembangan bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/ diperhitungkan sebelumnya; dan/atau
penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang dilaksanakan oleh pemegang alokasi/ mitra Pemanfaatan yang bersangkutan;
Aset yang bersifat rahasia untuk kepentingan negara meliputi intelijen, perlindungan saksi, pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden beserta keluarganya serta tamu negara setingkat kepala negara/kepala pemerintahan, atau Aset lain bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
Aset yang mempunyai nilai buku sebelum penyusutan paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Proyek kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 1 merupakan penyediaan infrastruktur yang dilakukan melalui:
perjanjian kerja sama antara Kepala Badan Pengusahaan dan/atau menteri/pimpinan lembaga dengan Badan Usaha Pelaksana; atau
pemberian izin pengusahaan dari Kepala Badan Pengusahaan dan/atau menteri/ pimpinan lembaga kepada Badan U saha Pelaksana, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Penunjukan langsung mitra KSP terhadap Aset yang digunakan dalam rangka proyek kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 1 dilakukan terhadap pihak yang dipilih sebagai mitra proyek kerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Pasal 58 (1) Pemilihan mitra KSP melalui tender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) diumumkan di:
1 ( satu) media massa nasional, 1 ( satu) media massa lokal, dan/atau 1 (satu) media massa internasional; dan
situs web (website) Badan Pengusahaan. (2) Dalam hal pada pelaksanaan tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) calon mitra KSP yang memasukkan penawaran kurang dari 3 (tiga) peserta, dilakukan pengumuman ulang di:
media massa nasional, media massa lokal, dan/atau media massa internasional; dan
situs web (website) Badan Pengusahaan. (3) Dalam hal setelah pengumuman ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
terdapat minimal 3 (tiga) peserta, proses dilanjutkan dengan tender; atau
calon mitra KSP kurang dari 3 (tiga) peserta, proses dilanjutkan dengan:
seleksi langsung, untuk calon mitra KSP yang hanya 2 (dua) peserta; atau
penunjukan langsung, untuk calon mitra KSP yang hanya 1 ( satu) peserta. Pasal 59 (1) KSP dapat dilaksanakan melalui usulan pemrakarsa. (2) Calon mitra KSP dapat menyusun proposal/ studi kelayakan/ analisis kelayakan bisnis proyek KSP. (3) Calon mitra KSP yang berstatus pemrakarsa/pemohon KSP, dapat diberikan kompensasi:
tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh persen) dalam pemilihan mitra;
hak untuk melakukan penawaran terhadap penawar terbaik (right to match), sesuai dengan hasil penilaian dalam proses tender; atau
pembelian prakarsa KSP oleh pemenang tender, termasuk hak kekayaan intelektual yang menyertainya.
Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicantumkan dalam persetujuan Kepala Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3). Pasal 60 (1) KSP dapat dilakukan untuk mengoperasionalkan Aset Badan Pengusahaan. (2) KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pendayagunaan atau optimalisasi Aset Badan Pengusahaan dalam rangka menghasilkan layanan. (3) KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan Penggunaan Aset yang dioperasikan oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16. (4) Bagian keuntungan yang menjadi bagian mitra KSP yang mengoperasionalkan Aset Badan Pengusahaan dapat ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari besaran keuntungan yang diperoleh dalam pelaksanaan KSP. Pasal 61 (1) Persetujuan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) dan persetujuan perpanjangannya dituangkan dalam surat persetujuan atau keputusan KSP yang minimal memuat:
informasi Aset yang dilakukan KSP; dan
data KSP, antara lain:
besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan; dan
jangka waktu, termasuk periode KSP. (2) Surat persetujuan atau keputusan KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. Pasal 62 (1) Pelaksanaan KSP dituangkan dalam perjanjian berdasarkan surat persetujuan atau keputusan Kepala Badan Pengusahaan. (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
dasar perjanjian;
identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
jenis dan luas atau jumlah Aset;
besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan;
jangka waktu KSP;
peruntukan KSP;
larangan pendayagunaan Aset selain peruntukan KSP;
tanggung jawab mitra atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu KSP; dan
hak dan kewajiban para pihak. (3) Penandatanganan perjanjian pelaksanaan KSP dilakukan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat persetujuan atau keputusan oleh Kepala Badan Pengusahaan.
Kepala Badan Pengusahaan dapat memberikan persetujuan atas permohonan perpanjanganjangka waktu penandatanganan perjanjian KSP. (5) Dalam hal perjanjian KSP tidak ditandatangani sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), surat persetujuan atau keputusan pelaksanaan KSP batal demi hukum, dengan ketentuan usulan perpanjangan diajukan kepada Kepala Badan Pengusahaan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir. (6) Perjanjian KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dituangkan dalam akta notariil. Pasal 63 (1) Penerimaan negara yang wajib disetorkan mitra KSP selamajangka waktu pengoperasian KSP, terdiri atas:
kontribusi tetap; dan
pembagian keuntungan. (2) Besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan. (3) Besaran kontribusi tetap mempertimbangkan:
nilai wajar / taksiran BMN yang menjadi o bjek KSP; dan
kelayakan bisnis atau kondisi keuangan mitra KSP. (4) Perhitungan besaran kontribusi tetap dapat pula mempertimbangkan manfaat dan dampak ekonomi dan/atau sosial. (5) Besaran kontribusi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah ditentukan, meningkat setiap tahun dihitung berdasarkan kontribusi tetap pertama dengan memperhatikan estimasi tingkat inflasi. (6) Perhitungan pembagian keuntungan dilakukan dengan mempertimbangkan:
nilai investasi pemerintah;
nilai investasi mitra KSP;
kelayakan bisnis mitra; dan
risiko yang ditanggung mitra KSP. (7) Perhitungan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dengan mempertimbangkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Kepala Badan Pengusahaan. (8) Dalam rangka perhitungan kontribusi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Badan Pengusahaan dapat meminta bantuan Penilai. (9) Cicilan pokok dan biaya yang timbul atas pinjaman mitra KSP dibebankan pada mitra KSP dan tidak diperhitungkan dalam pembagian keuntungan. (10) Besaran nilai investasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a didasarkan pada nilai wajar Aset yang menjadi objek KSP. (11) Besaran nilai investasi mitra KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b didasarkan pada estimasi investasi dalam proposal KSP. Pasal 64 (1) Dalam hal terdapat perubahan investasi oleh pemerintah, besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dapat ditinjau kembali oleh Kepala Badan Pengusahaan. (2) Dalam hal terdapat perubahan realisasi investasi yang dikeluarkan oleh mitra KSP dari estimasi investasi sebagaimana tertuang dalam perjanjian, besaran pembagian keuntungan dapat ditinjau kembali oleh Kepala Badan Pengusahaan. (3) Realisasi investasi mitra KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), didasarkan pada hasil audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau auditor independen. Pasal 65 (1) Dalam kondisi tertentu, Kepala Badan Pengusahaan dapat menetapkan besaran faktor penyesuai untuk kontribusi tetap dengan persentase tertentu, berdasarkan permohonan mitra KSP. (2) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
penugasan pemerintah sebagaimana tertuang dalam peraturan atau keputusan yang ditetapkan oleh Presiden;
bencana alam;
bencana non alam; atau
bencana sosial. (3) Faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan atas kewajiban pembayaran kontribusi tetap dan/ a tau pembagian keuntungan yang belum dibayarkan oleh mitra. (4) Dalam hal kondisi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d, faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berlaku sejak ditetapkannya status bencana oleh pemerintah sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun sejak status bencana dinyatakan berakhir. Pasal 66 (1) Pembayaran kontribusi tetap pertama oleh mitra KSP dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah perjanjian KSP ditandatangani. (2) Kepala Badan Pengusahaan dapat memberikan perpanjangan waktu untuk pembayaran kontribusi tetap pertama dengan ketentuan tidak lebih dari 14 (empat belas) hari kerja dan usulan perpanjangan waktu tidak melebihi batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir. (3) Pembayaran kontribusi tetap pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan bukti setor dan disampaikan oleh mitra kepada Kepala Badan Pengusahaan. (4) Dalam hal pembayaran kontribusi tetap pertama tidak dilakukan sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), perjanjian KSP dinyatakan batal.
Pembayaran kontribusi tetap berikutnya dilakukan setiap tahun paling lambat sesuai tanggal dan bulan yang dituangkan dalam perjanjian, yang dimulai pada tahun berikutnya sampai dengan berakhirnya perjanjian KSP. (6) Selain kontribusi tetap pertama, pembayaran kontribusi tetap yang dibayar tiap tahun dapat dilakukan secara bertahap dan harus lunas sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran kontribusi tetap berikutnya. (7) Kontribusi tetap selama jangka waktu KSP dapat dibayarkan sekaligus di muka, yang besarannya ditentukan oleh Kepala Badan Pengusahaan dengan mempertimbangkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Kepala Badan Pengusahaan dan nilai waktu dari uang ( time value of money). (8) Pembagian keuntungan hasil pelaksanaan KSP paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya, dan dilakukan setiap tahun sampai dengan berakhirnya perjanjian KSP. (9) Dalam hal kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (8) tidak dipenuhi oleh mitra, Badan Pengusahaan mengenakan sanksi sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian dan/atau peraturan perundang-undangan. Pasal 67 (1) Mitra KSP dapat mengajukan permohonan keringanan besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan KSP kepada Kepala Badan Pengusahaan. (2) Permohonan keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat berupa:
pengembalian kontribusi tetap dan/atau pembagian keuntungan yang telah dibayarkan oleh mitra KSP; dan/atau
kompensasi pembayaran kontribusi tetap dan/atau pembagian keuntungan yang telah dibayarkan oleh mitra KSP terhadap kewajiban pembayaran berikutnya. (3) Dalam hal permohonan keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, dilakukan addendum perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 68 (1) Mitra KSP menyerahkan Aset hasil KSP kepada Badan Pengusahaan sesuai perjanjian paling lambat pada saat perj anjian berakhir. (2) Dalam hal dilakukan perpanjangan KSP setelah jangka waktu berakhir, Aset hasil KSP menjadi objek KSP. Paragraf 5 Sewa Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur Pasal 69 (1) Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur dilaksanakan berdasarkan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan.
Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan jangka waktu paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. (3) Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat dilaksanakan untuk infrastruktur sosial, infrastruktur ekonomi, dan infrastruktur lainnya, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai:
pengelolaan BMN; dan
infrastruktur. (4) Lingkup kegiatan penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur;
kegiatan pengelolaan infrastruktur; dan/atau
pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur. (5) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat persetujuan atau keputusan Sewa yang minimal memuat:
informasi Aset yang menjadi objek Sewa; dan
data Sewa, antara lain:
besaran Sewa sesuai kondisi dengan kelompok jenis kegiatan usaha dan periodesitas Sewa; dan
jangka waktu, termasuk periode Sewa. (6) Pihak yang dapat menyewa Aset dalam rangka penyediaan infrastruktur berupa Badan Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama pemerintah dengan Badan U saha. (7) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) calon penyewa dalam rangka penyediaan infrastruktur, Kepala Badan Pengusahaan dapat melakukan pemilihan calon penyewa melalui lelang hak menikmati pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. (8) Objek Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat ditawarkan melalui media pemasaran oleh Badan Pengusahaan. Pasal 70 (1) Hasil Sewa Aset dalam rangka penyediaan infrastruktur berupa:
uang Sewa; dan
infrastruktur beserta fasilitasnya dalam rangka penyediaan infrastruktur. (2) Selain hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Pengusahaan dapat menerima hasil Sewa dalam bentuk lainnya sesuai perjanjian. (3) Pembayaran hasil Sewa Aset dalam rangka penyediaan infrastruktur berupa uang Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pendapatan Badan Pengusahaan dan disetorkan:
secara sekaligus ke rekening Badan Pengusahaan; atau
secara bertahap sesuai perjanjian. (4) Hasil Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan cara pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam perjanjian.
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) minimal memuat:
dasar perjanjian;
identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
jenis dan luas a tau jumlah Aset;
besaran Sewa;
jangka waktu Sewa;
peruntukan Sewa;
larangan pendayagunaan Aset selain peruntukan Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur;
kewenangan untuk meneruskan Sewa, jika ada;
tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selamajangka waktu Sewa; dan
hak dan kewajiban para pihak. (6) Penandatanganan perjanjian pelaksanaan Sewa dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat persetujuan atau keputusan oleh Kepala Badan Pengusahaan. (7) Dalam hal perjanjian Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur belum ditandatangani sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), persetujuan atau keputusan Sewa batal demi hukum. (8) Kepala Badan Pengusahaan dapat memberikan perpanjangan jangka waktu untuk penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dengan ketentuan usulan perpanjangan diajukan kepada Kepala Badan Pengusahaan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berakhir. (9) Perjanjian Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dituangkan dalam akta notariil. Pasal 71 (1) Besaran Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala KPKNL. (2) Besaran Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur merupakan hasil perkalian dari:
tarif pokok Sewa; dan
faktor penyesuai Sewa. (3) Tarif pokok Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan nilai taksiran yang wajar atas Sewa hasil perhitungan dari tim yang dibentuk oleh Kepala Badan Pengusahaan. (4) Dalam rangka perhitungan tarif pokok sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Kepala Badan Pengusahaan dapat meminta bantuan Penilai. (5) Besaran faktor penyesuai Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dengan mengacu pada besaran yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN, dengan mempertimbangkan:
daya beli/kemampuan membayar (ability to pay) masyarakat;
kemauan membayar (willingness to pay) masyarakat; dan/atau
nilai keekonomian, atas masing-masing infrastruktur yang disediakan. (6) Selain pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Badan Pengusahaan dapat mempertimbangkan kondisi tertentu dalam menetapkan faktor penyesuai Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur meliputi:
penugasan pemerintah sebagaimana tertuang dalam peraturan atau keputusan yang ditetapkan oleh Presiden;
bencana alam;
bencana non alam;
bencana sosial; atau
kondisi lainnya yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan. (7) Dalam hal kondisi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, huruf c, dan huruf d, faktor penyesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berlaku sejak ditetapkannya status bencana oleh pemerintah sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun sejak status bencana dinyatakan berakhir. (8) Dalam hal diperlukan Badan Pengusahaan dapat meminta pertimbangan kepada instansi teknis terkait dalam penentuan besaran faktor penyesuai. (9) Besaran Sewa dalam rangka penyediaan infrastruktur yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan dapat digunakan sebagai nilai limit pada pelaksanaan lelang hak menikmati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (7) dalam rangka pemilihan penyewa. Paragraf 6 Kerja Sama Pemanfaatan Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur Pasal 72 (1) KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur dilakukan berdasarkan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan. (2) KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan jangka waktu paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. (3) KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat dilaksanakan untuk jenis-jenis infrastruktur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengena1 infrastruktur. (4) Lingkup kegiatan penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur;
kegiatan pengelolaan infrastruktur; dan/atau
pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat persetujuan atau keputusan KSP yang minimal memuat:
informasi Aset yang dilakukan KSP; dan
data KSP, antara lain:
besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan; dan
jangka waktu, termasuk periode KSP. Pasal 73 (1) KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat dilakukan dengan mitra meliputi:
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah;
badan hukum lainnya; atau
Pihak Lain, kecuali perorangan. (2) Ketentuan mengenai pemilihan mitra KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 sampai dengan Pasal 59, mutatis mutandis berlaku untuk pemilihan mitra KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur. (3) KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat dilaksanakan melalui usulan pemrakarsa. (4) Calon mitra KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur dapat menyusun proposal/ studi kelayakan/ analisis kelayakan bisnis proyek KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur. (5) Calon mitra KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur yang berstatus pemrakarsa/pemohon KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur, dapat diberikan kompensasi:
tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh persen) dalam pemilihan mitra;
hak untuk melakukan penawaran terhadap penawar terbaik (right to match), sesuai dengan hasil penilaian dalam proses tender; atau
pembelian prakarsa KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur oleh pemenang tender, termasuk hak kekayaan intelektual yang menyertainya. (6) Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dicantumkan dalam persetujuan Kepala Badan Pengusahaan. Pasal 74 (1) Hasil KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur terdiri atas:
penerimaan negara yang harus disetorkan selama jangka waktu KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur; dan
infrastruktur beserta fasilitasnya hasil KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur. (2) Penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
kontribusi tetap; dan
pembagian keuntungan.
Ketentuan mengenai kontribusi tetap dan pembagian keuntungan KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 67, mutatis mutandis berlaku untuk kontribusi tetap dan pembagian keuntungan KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur. (4) Dalam hal mitra KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau anak perusahaan badan usaha milik negara yang diperlakukan sama dengan badan usaha milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada badan usaha milik negara dan perseroan terbatas, kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Kepala Badan Pengusahaan. (5) Hasil KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian (6) Ketentuan mengenai perjanjian KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 mutatis mutandis berlaku untuk perjanjian KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur. (7) Mitra KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur menyerahkan Aset hasil KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur kepada Badan Pengusahaan sesuai perjanjian paling lambat pada saat perjanjian berakhir. (8) Dalam hal dilakukan perpanjangan KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur setelah jangka waktu berakhir, Aset hasil KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur menjadi objek KSP dalam rangka penyediaan infrastruktur. Paragraf 7 Kerj a Sama Penyediaan Infrastruktur Pasal 75 (1) Kepala Badan Pengusahaan bertindak se bagai penanggung jawab Pemanfaatan Aset sepanjang ditunjuk sebagai PJPK. (2) KSPI dilakukan antara Badan Pengusahaan dan Badan U saha Pelaksana. (3) KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan jangka waktu paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. (4) Dalam hal yang terpilih menjadi mitra KSPI merupakan badan hukum asing maka badan hukum asing tersebut harus merupakan perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia sebelum ditetapkan sebagai mitra KSPI. (5) Dalam hal badan hukum asing yang terpilih sebagai mitra KSPI tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
badan hukum asing tersebut tidak ditetapkan menjadi mitra KSPI; dan
Badan Pengusahaan melakukan pemilihan ulang mitra KSPI. Pasal 76 (1) KSPI dapat dilakukan terhadap BMN untuk jenis-jenis infrastruktur yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai infrastruktur. (2) Lingkup kegiatan penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur;
kegiatan pengelolaan infrastruktur; dan/atau
pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur. Pasal 77 (1) Pemilihan mitra KSPI dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama pemerintah dengan Badan U saha dalam penyediaan infrastruktur. (2) Mitra KSPI ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan. (3) Mitra KSPI yang telah ditetapkan, selama jangka waktu KSPI:
dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan BMN yang menjadi objek KSPI dan barang hasil KSPI; dan
memelihara objek KSPI dan barang hasil KSPI. (4) Mitra KSPI menyerahkan objek KSPI dan barang hasil KSPI kepada Badan Pengusahaan sesuai perjanjian. (5) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam suatu berita acara. (6) Barang hasil KSPI beserta fasilitasnya menjadi BMN pada Badan Pengusahaan sejak tanggal penyerahannya kepada Badan Pengusahaan sebagaimana tercantum dalam berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5). Pasal 78 (1) Hasil dari KSPI terdiri atas:
barang hasil KSPI berupa infrastruktur beserta fasilitasnya yang dibangun oleh mitra KSPI; dan
pembagian atas kelebihan keuntungan (clawback) yang diperoleh dari yang ditentukan pada saat perjanjian dimulai, jika ada. (2) Pembagian atas kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pendapatan Badan Pengusahaan dan wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Badan Pengusahaan dengan mempertimbangkan keuntungan pada masing-masing proyek. (3) Pembagian atas kelebihan keuntungan (clawback) dapat ditiadakan atas permohonan dari PJPK. (4) Peniadaan pembagian atas kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan ketentuan merupakan proyek yang tercantum dalam:
daftar rencana kerja sama pemerintah dan Badan Usaha;
Peraturan Presiden mengena1 percepatan proyek strategis nasional; dan/atau
dokumen Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP). (5) PJPK bertanggungjawab penuh secara formil dan materiil terhadap permohonan peniadaan pembagian atas kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dituangkan dalam surat pernyataan. (6) Peniadaan pembagian atas kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap pelaksanaan KSPI yang berjangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun. Pasal 79 (1) Tahapan pelaksanaan KSPI meliputi:
perencanaan KSPI;
penyiapan KSPI; dan
transaksi KSPI. (2) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur. Pasal 80 (1) KSPI dilakukan berdasarkan permohonan secara tertulis dari Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
data dan informasi mengenai:
latar belakang permohonan KSPI;
Aset yang diajukan untuk dilakukan KSPI, antara lain jenis, nilai, kuantitas dan lokasi Aset;
rencana peruntukan KSPI;
jangka waktu KSPI; dan
estimasi besaran pembagian atas kelebihan keuntungan ( _clawback); _ dan b. informasi mengenai PJPK, termasuk dasar penetapan/ penunjukannya. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
proposal/ pra studi kelayakan (prefeasibility study) proyek kerja sama;
surat rekomendasi kelayakan proyek kerja sama dari kementerian/ lembaga yang membidangi perencanaan pembangunan nasional;
asli surat pernyataan dari Kepala Badan Pengusahaan yang memuat tanggungjawab atas kebenaran rencana pelaksanaan KSPI; dan
asli surat pernyataan tanggung jawab dari Kepala Badan Pengusahaan atas kebenaran data permohonan Pemanfaatan Aset. Paragraf 8 Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur Pasal 81 (1) Ketupi dilakukan dengan tujuan:
optimalisasi BMN;
meningkatkan fungsi operasional BMN; dan
mendapatkan pendanaan untuk pembiayaan penyediaan infrastruktur. (2) Penerimaan negara atas Ketupi merupakan pendapatan BLU pada Pengelola Barang yang akan digunakan untuk meningkatkan fungsi operasional infrastruktur sejenis atau pembiayaan penyediaan infrastruktur jenis lainnya yang terdapat dalam daftar proyek infrastruktur prioritas dan/atau proyek strategis nasional. Pasal 82 (1) Pihak yang dapat melaksanakan Ketupi meliputi penanggung jawab Pemanfaatan BMN dan BLU pada Pengelola Barang. (2) Kepala Badan Pengusahaan selaku PJPK merupakan penanggung jawab Pemanfaatan BMN. (3) BLU pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk atau ditetapkan oleh Pengelola Barang. Pasal 83 (1) Pihak yang dapat menjadi mitra Ketupi meliputi:
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah;
badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas;
badan hukum asing; atau
koperasi. (2) Pemilihan dan penetapan mitra Ketupi dilakukan oleh Badan Pengusahaan selaku penanggung jawab Pemanfaatan BMN dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembiayaan infrastruktur melalui hak pengelolaan terbatas. Pasal 84 (1) Objek Ketupi meliputi BMN berupa tanah dan/atau bangunan beserta fasilitasnya pada Badan Pengusahaan. (2) Ketupi dapat dilakukan terhadap BMN untuk jenis-jenis infrastruktur yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembiayaan infrastruktur melalui hak pengelolaan terbatas. (3) Kriteria dan persyaratan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembiayaan infrastruktur melalui hak pengelolaan terbatas. Pasal 85 Jangka waktu Ketupi paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. Pasal 86 (1) Hasil Ketupi berupa:
pembayaran dana di muka (upfront _payment); _ dan b. aset hasil kerja sama. (2) Hasil Ketupi berupa pembayaran dana di muka (upfront payment) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak membatasi hak BLU pada Pengelola Barang untuk memperoleh pembagian kelebihan keuntungan (clawback). (3) Aset hasil Ketupi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi BMN pada Pengelola Barang sejak diserahterimakan oleh mitra Ketupi kepada BLU pada Pengelola Barang. (4) Pengelolaan dan penggunaan hasil Ketupi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 9 Pengelolaan Aset untuk Bandar Udara, Pelabuhan, Sumber Daya Air, dan Limbah Pasal 87 (1) Badan Pengusahaan menyelenggarakan kegiatan:
pengusahaan Bandar Udara Hang Nadim Batam;
pengusahaan pelabuhan laut di Kawasan; dan
pengelolaan, pemeliharaan, dan pengusahaan sistem penyediaan air minum, termasuk daerah tangkapan air, waduk, bendungan, dan sistem air limbah, serta limbah bahan berbahaya dan beracun di Kawasan. (2) Dalam rangka penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Pengusahaan membentuk:
badan usaha bandar udara, untuk pengusahaan Bandar Udara Hang Nadim Batam;
badan usaha pelabuhan, untuk pengusahaan pelabuhan laut di Kawasan; dan
badan usaha untuk pengelolaan, pemeliharaan, dan pengusahaan sistem penyediaan air minum, termasuk daerah tangkapan air, waduk, bendungan, dan sistem air limbah, serta limbah bahan berbahaya dan beracun di Kawasan, jika diperlukan. (3) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penyelenggaraan kegiatan pengusahaan bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikenakan tarif berupa:
tarif jasa kebandarudaraan yang ditetapkan oleh badan usaha bandar udara setelah dikonsultasikan dengan Kepala Badan Pengusahaan dengan berpedoman pada jenis, struktur, golongan, dan mekanisme penetapan tarif jasa kebandarudaraan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi; dan
tarif jasa terkait kebandarudaraan yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengusahaan, dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap daya saing investasi. (5) Penyelenggaraan kegiatan pengusahaan pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan tarif berupa:
tarif jasa kepelabuhanan yang ditetapkan oleh badan usaha pelabuhan setelah dikonsultasikan dengan Kepala Badan Pengusahaan dengan berpedoman pada jenis, struktur, golongan, dan mekanisme penetapan tarif jasa kepelabuhanan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi; dan
tarif jasa terkait kepelabuhanan yang ditetapkan oleh badan usaha pelabuhan setelah mendapat persetujuan Kepala Badan Pengusahaan dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap daya saing investasi. Pasal 88 (1) Dalam rangka penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Badan Pengusahaan dapat melakukan kerja sama dengan:
badan usaha milik negara;
badan usaha milik daerah;
koperasi;
badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas; dan
badan hukum asing. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
Pemanfaatan Aset, untuk pengusahaan bandar udara, pelabuhan laut, pengelolaan air limbah; dan
Pemanfaatan dan/atau Penggunaan Aset, untuk pengelolaan, pemeliharaan, dan pengusahaan sistem penyediaan air minum. Paragraf 10 Audit Pemanfaatan Aset Pasal 89 (1) Kepala Badan Pengusahaan dapat meminta auditor independen dan/atau aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan pemeriksaan/audit atas pelaksanaan Pemanfaatan. (2) Auditor independen dan/ a tau aparat pengawasan intern pemerintah menyampaikan laporan hasil pemeriksaan/ audit kepada Kepala Badan Pengusahaan. (3) Dalam hal berdasarkan laporan hasil pemeriksaan/ audit terdapat hal yang perlu diselesaikan oleh mitra Pemanfaatan, Kepala Badan Pengusahaan menyampaikan hasil pemeriksaan/ audit terse but kepada mitra Pemanfaatan.
Mitra Pemanfaatan menindaklanjuti hasil pemeriksaan/ audit yang disampaikan oleh Kepala Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan melaporkan tindak lanjut terse but kepada Kepala Badan Pengusahaan. (5) Pelaksanaan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak menunda kewajiban mitra Pemanfaatan yang dimuat dalam perjanjian, termasuk pada kewajiban untuk mengembalikan Aset yang menjadi objek Pemanfaatan. Paragraf 11 Laporan atas Pelaksanaan Pemanfaatan Pasal 90 (1) Kepala Badan Pengusahaan menyampaikan laporan atas pelaksanaan Pemanfaatan Aset kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa laporan semesteran. Bagian Ketujuh Pengalokasian Pasal 91 (1) Kepala Badan Pengusahaan dapat melakukan pengalokasian tanah ADP untukjangka waktu tertentu. (2) Pengalokasian tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan perjanjian antara Kepala Badan Pengusahaan dan pihak penerima alokasi tanah. (3) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memuat:
para pihak;
tanah yang dialokasikan;
hak dan kewajiban para pihak;
kewajiban untuk menyerahkan kembali tanah kepada Badan Pengusahaan pada saat masa pengalokasian tanah berakhir atau waktu lainnya yang diperjanjikan; dan
status kepemilikan bangunan/infrastruktur dan/atau barang lainnya yang berada di atas tanah pada saat masa pengalokasian berakhir. (4) Di atas tanah ADP yang telah berstatus Hak Pengelolaan dan sudah dialokasikan dapat diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. (5) Penerima alokasi tanah ADP harus mengembalikan alokasi tanah ADP kepada Badan Pengusahaan pada saat masa pengalokasian tanah berakhir atau sesuai perjanjian.
Masa pengalokasian tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) termasuk:
masa perpanjangan pengalokasian tanah; dan/atau
masa perpanjangan atau pembaharuan pemberian hak atas tanah di atas ADP, berdasarkan persetujuan Kepala Badan Pengusahaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Pengembalian alokasi tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai dengan penyerahan bangunan/ infrastruktur dan/atau barang lainnya yang berada di atas tanah ADP kepada Badan Pengusahaan, kecuali diatur lain dalam perjanjian. (8) Dalam hal penerima alokasi tidak mengembalikan alokasi tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan/atau penyerahan bangunan/infrastruktur dan/atau barang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Badan Pengusahaan menyampaikan pemberitahuan kepada penerima alokasi untuk mengembalikan alokasi tanah dan menyerahkan bangunan/ infrastruktur dan/atau barang lainnya di atas tanah ADP paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak surat diterima. (9) Dalam hal penerima alokasi tidak melakukan pengembalian alokasi tanah ADP dan/atau penyerahan bangunan/ infrastruktur dan / a tau barang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Badan Pengusahaan dapat:
mencabut alokasi tanah yang diberikan kepada penerima alokasi tanah;
melakukan pembongkaran atas bangunan/ infrastruktur dan/atau barang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7); dan/atau
menetapkan bangunan/infrastruktur dan/atau barang lainnya sebagai BMN. (10) Terhadap bongkaran dari hasil pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b dapat dilakukan Penggunaan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, atau Penghapusan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. Bagian Kedelapan Pengamanan dan Pemeliharaan Pasal 92 (1) Badan Pengusahaan wajib melakukan pengamanan Aset yang berada dalam penguasaannya. (2) Pengamanan Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum. (3) Pengamanan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pengasuransian. (4) Pengasuransian BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengasuransian BMN. Pasal 93 (1) Aset berupa tanah harus disertipikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia c.q. Badan Pengusahaan. (2) BMN berupa bangunan dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia c.q. Badan Pengusahaan. (3) Aset selain tanah dan/atau bangunan dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Badan Pengusahaan. Pasal 94 Bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 disimpan secara tertib dan aman oleh Badan Pengusahaan. Pasal 95 (1) Badan Pengusahaan bertanggung jawab atas pemeliharaan Aset yang berada dalam penguasaannya. (2) Dalam hal:
BMN digunakan sementara oleh kementerian/lembaga, pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari kemen terian / lembaga pengguna sementara;
BMN yang digunakan sementara oleh kementerian/lembaga dengan jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan, pemeliharaan yang timbul selama jangka waktu Penggunaan sementara dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara Badan Pengusahaan dan kemen terian / lem baga bersangku tan;
BMN yang digunakan bersama oleh kemen terian / lembaga, pemeliharaan yang timbul selama jangka waktu Penggunaan bersama dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara Badan Pengusahaan dan kementerian/lembaga bersangkutan;
BMN dioperasikan oleh Pihak Lain, pemeliharaari menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari Pihak Lain yang mengoperasionalkan;
BMN dioperasikan oleh Pihak Lain berdasarkan penugasan atau kebijakan pemerintah, pemeliharaan yang timbul selama jangka waktu operasional dapat dilakukan oleh Badan Pengusahaan dan/atau bersama Pihak Lain yang mengoperasikan BMN, sepanjang diatur dalam penugasan yang dituangkan dalam perjanjian dan/atau kebijakan pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
Aset dilakukan Pemanfaatan, pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari mitra Pemanfaatan bersangkutan; dan
Aset yang dilakukan Pemanfaatan dalam rangka penyediaan infrastruktur, pemeliharaan dapat dilakukan oleh Badan Pengusahaan dan/atau mitra Pemanfaatan sepanjang Aset bersangkutan masih digunakan oleh Badan Pengusahaan untuk mendukung dan/atau menyelenggarakan tugas dan fungsi pemerintahan. Bagian Kesembilan Penilaian Pasal 96 (1) Penilaian BMN dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN dan Penilaian. (2) Penilaian ADP dilakukan dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penilaian. Bagian Kesepuluh Pemindahtanganan Pasal 97 (1) BMN yang tidak lagi diperlukan bagi penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan dapat dilakukan Pemindahtanganan. (2) Pemindahtanganan dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara dan kepentingan umum. (3) BMN yang berada dalam penguasaan Badan Pengusahaan hanya dapat diusulkan untuk dilakukan Pemindahtanganan, setelah memperoleh penetapan status Penggunaan. (4) Pemindahtanganan meliputi:
Penjualan;
Tukar Menukar;
Hibah; atau
penyertaan modal pemerintah pusat. Pasal 98 (1) Pemindahtanganan dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan. (2) Pelaksanaan Pemindahtanganan dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 ( satu) bulan setelah selesainya pelaksanaan Pemindahtanganan. Pasal 99 (1) Pemindahtanganan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1) berupa:
tanah dan/atau bangunan; dan / a tau b. selain tanah dan/atau bangunan yang memiliki nilai lebih dari Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Pemindahtanganan BMN berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, apabila:
sudah tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah atau penataan kota;
harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran berupa daftar isian pelaksanaan anggaran, kerangka acuan kerja, rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga, dan/atau petunjuk operasional kegiatan;
diperuntukkan bagi pegawai negeri;
diperuntukkan bagi kepentingan umum; atau
dikuasai negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis. (3) Usul untuk memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Menteri Keuangan. Pasal 100 (1) Pemindahtanganan BMN berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan:
untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Badan Pengusahaan dengan nilai le bih dari Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Badan Pengusahaan setelah mendapat persetujuan Presiden;
untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Badan Pengusahaan dengan nilai sampai dengan Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Badan Pengusahaan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. (2) Usul untuk memperoleh persetujuan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan oleh Menteri Keuangan. Pasal 101 ((1) Pemindahtanganan BMN selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan dengan ketentuan:
untuk BMN yang berada pada Badan Pengusahaan dengan nilai lebih dari Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan oleh Badan Pengusahaan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
untuk BMN yang berada pada Badan Pengusahaan dengan nilai lebih dari Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rpl00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan oleh Badan Pengusahaan setelah mendapat persetujuan Presiden;
untuk BMN yang berada pada Badan Pengusahaan dengan nilai sampai dengan Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Badan Pengusahaan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
U sul untuk memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diajukan oleh Menteri Keuangan. Pasal 102 (1) Usul untuk memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3), Pasal 100 ayat (2), dan Pasal 101 ayat (2) diajukan oleh Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan. (2) Dalam proses memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan dapat meminta penjelasan/klarifikasi/ data tambahan dalam hal diperlukan. Pasal 103 (1) Dikecualikan dari keten tuan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), Pemindahtanganan dalam bentuk Penjualan dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan sepanjang dilakukan terhadap:
BMN berupa selain tanah dan/atau bangunan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak dipersyaratkan adanya bukti kepemilikan dengan nilai buku sampai dengan Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/ satuan; atau
bongkaran karena:
perbaikan BMN (renovasi, rehabilitasi, atau restorasi); atau
pembongkaran bangunan/infrastruktur dan/atau barang lainnya di atas ADP yang masa alokasi tanahnya telah berakhir. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), Pemindahtanganan dalam bentuk Hibah dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan sepanjang dilakukan terhadap:
BMN yang dari awal perolehan dimaksudkan untuk dihibahkan dalam rangka kegiatan pemerintahan;
BMN berupa selain tanah dan/ a tau bangunan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak dipersyaratkan adanya bukti kepemilikan dengan nilai buku sampai dengan Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/ satuan; atau
bongkaran karena:
perbaikan BMN (renovasi, rehabilitasi, atau restorasi); a tau 2. pembongkaran bangunan/infrastruktur dan/atau barang lainnya di atas ADP yang masa alokasi tanahnya telah berakhir. (3) Pelaksanaan Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pelaksanaan Penjualan dan Hibah. Pasal 104 (1) Penjualan BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (4) huruf a dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal tertentu. (2) Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rrieliputi:
BMN yang bersifat khusus, yaitu:
kendaraan perorangan dinas yang dijual kepada pejabat negara, mantan pejabat negara, pegawai aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, a tau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia atau perorangan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penjualan BMN berupa kendaraan perorangan dinas; atau
BMN lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan Penjualan tanpa melalui lelang;
BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum;
BMN berupa tanah yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya digunakan untuk pembangunan perumahan pegawai negeri sebagaimana tercantum dalam dokumen penganggaran, antara lain Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), kerangka acuan kerja, petunjuk operasional kegiatan, atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), yang diperuntukkan bagi pegawai negeri;
BMN berupa selain tanah dan/ a tau bangunan yang jika dijual secara lelang dapat merusak tata niaga berdasarkan pertimbangan dari instansi yang berwenang;
BMN berupa bangunan yang berdiri di atas tanah Pihak Lain atau pemerintah daerah/ desa yang dijual kepada Pihak Lain atau pemerintah daerah/ desa pemilik tanah tersebut; atau
BMN lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang. Pasal 105 (1) Pemilihan mitra Tukar Menukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (4) huruf b dilakukan melalui tender. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilihan mitra dapat dilakukan melalui penunjukan langsung terhadap Tukar Menukar:
BMN berupa tanah, atau tanah dan bangunan:
yang dilakukan dengan pemerintah daerah/ desa, pemerintah negara lain, dan/atau Pihak Lain yang mendapatkan penugasan dari pemerintah dalam rangka pelaksanaan kepentingan umum;
untuk menyatukannya dalam 1 (satu) lokasi;
untuk menyesuaikan bentuk BMN berupa tanah agar penggunaannya lebih optimal;
untuk melaksanakan rencana strategis pemerintah; atau
guna mendapatkan/memberikan akses jalan;
BMN berupa bangunan yang berdiri di atas tanah:
Pihak Lain;
BMN yang diajukan untuk diubah statusnya menjadi ADP; atau
BMN selain tanah dan/atau bangunan yang dilakukan dengan:
pemerintah daerah/ desa; atau
Pihak Lain yang mendapatkan penugasan dari pemerintah dalam rangka pelaksanaan kepentingan umum. (3) Penunjukan langsung mitra Tukar Menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan. Pasal 106 (1) Pendapatan yang diperoleh dari Pemindahtanganan merupakan pendapatan negara dan disetorkan seluruhnya ke rekening kas umum negara. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendapatan dari Pemindahtanganan merupakan pendapatan Badan Pengusahaan yang disetorkan ke rekening Badan Pengusahaan dan dapat dikelola langsung oleh Badan Pengusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PKK-BLU sepanjang BMN diperoleh dari pendanaan yang bersumber dari pendapatan operasional Badan Pengusahaan. (3) Pendapatan dari Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan. Bagian Kesebelas Pemusnahan Pasal 107 (1) Pemusnahan dilakukan apabila:
BMN tidak dapat digunakan, tidak dapat dilakukan Pemanfaatan, dan/atau tidak dapat dilakukan Pemindahtanganan; atau
terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan. (3) Pelaksanaan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan. (4) Pemusnahan dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pelaksanaan pemusnahan disertai dengan fotokopi berita acara Pemusnahan. Pasal 108 (1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2), pemusnahan dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan sepanjang dilakukan terhadap BMN berupa:
persediaan;
aset tetap lainnya berupa hewan, ikan dan tanaman;
selain tanah dan/atau bangunan, yang tidak mempunyai dokumen kepemilikan, dengan nilai perolehan sampai dengan Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/ satuan; atau
bongkaran karena:
perbaikan BMN (renovasi, rehabilitasi, atau restorasi); a tau 2. pembongkaran bangunan/infrastruktur dan/atau barang lainnya di atas ADP yang masa alokasi tanahnya telah berakhir. (2) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pelaksanaan pemusnahan. Bagian Kedua Belas Penghapusan Pasal 109 (1) Penghapusan pada Badan Pengusahaan meliputi:
Penghapusan dari pembukuan Badan Pengusahaan; dan
Penghapusan dari daftar BMN. (2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan dalam suatu keputusan, setelah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan. (3) Pelaksanaan Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pengusahaan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan. (4) Penghapusan dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pelaksanaan Penghapusan disertai dengan salinan keputusan Penghapusan dan dokumen terkait lainnya. Pasal 110 (1) Penghapusan dari pembukuan Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf a, dilakukan dalam hal BMN sudah tidak berada dalam penguasaan Badan Pengusahaan, terjadi Pemusnahan, atau sebab-sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan. (2) Penghapusan dari daftar BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf b, dilakukan dalam hal BMN tersebut sudah dilakukan Pemindahtanganan, terjadi pemusnahan, atau karena sebab-sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan. Pasal 111 (1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2), Penghapusan dilakukan oleh Kepala Badan Pengusahaan sepanJang dilakukan terhadap BMN berupa:
persediaan;
aset tetap lainnya berupa hewan, ikan dan tanaman;
selain tanah dan/atau bangunan, yang tidak mempunyai dokumen kepemilikan, dengan nilai perolehan sampai dengan Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) per unit/ satuan. (2) Pelaksanaan Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pelaksanaan Penghapusan. Bagian Ketiga Belas Penatausahaan Pasal 112 (1) Kepala Badan Pengusahaan melakukan Penatausahaan atas Aset yang berada dalam penguasaannya. (2) Penatausahaan meliputi:
pembukuan;
inventarisasi; dan
pelaporan. (3) Badan Pengusahaan melakukan Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menurut penggolongan dan kodefikasi BMN. (4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c termasuk pelaporan atas pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan. (5) Pelaporan atas pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan setiap bulan kepada Kepala KPKNL dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah dan direktur yang membidangi perumusan kebijakan kekayaan negara pada Direktorat Jenderal.
Badan Pengusahaan melakukan rekonsiliasi atas pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan Aset Badan Pengusahaan dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang setiap triwulan. Pasal 113 (1) Badan Pengusahaan menyajikan Aset berupa BMN dalam laporan sebagai:
aset lancar berupa persediaan;
properti investasi;
aset tetap berupa:
tanah dan/atau bangunan; dan/atau
selain tanah dan/atau bangunan;
aset lainnya berupa:
aset kemitraan;
Aset Tidak Berwujud (ATB); dan/atau
aset yang dihentikan penggunaannya. (2) Termasuk dalam aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c untuk BMN yang memenuhi kriteria aset konsesi jasa. (3) Penyajian Aset berupa BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penatausahaan BMN dan akuntansi pemerintahan. Pasal 114 (1) Badan Pengusahaan menyajikan ADP dalam laporan sebagai aset lainnya, kecuali ditentukan lain oleh standar akuntansi pemerintahan. (2) ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan dalam laporan sebesar biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka perolehan dan pengembangan ADP. (3) Biaya perolehan dan pengembangan ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk nilai BMN pada saat diubah statusnya menjadi ADP. (4) Penyajian ADP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang akuntansi pemerintahan. Bagian Keempat Belas Pengawasan dan Pengendalian Pasal 115 (1) Pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Aset dilakukan oleh:
Menteri Keuangan; dan/atau
Kepala Badan Pengusahaan. (2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan terhadap:
perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
pengadaan;
Penggunaan;
Perubahan Status Aset;
Pemanfaatan;
pengamanan dan pemeliharaan;
Penilaian;
Pemindahtanganan;
Pemusnahan; J. Penghapusan; dan
Penatausahaan. (3) Kepala Badan Pengusahaan melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan ADP. Pasal 116 Ketentuan mengenai Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran, Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, Penghapusan, Penatausahaan, dan pengawasan dan pengendalian yang belum diatur dalam Peraturan Menteri m1 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 117 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
BMN berupa tanah yang telah diubah statusnya menjadi ADP sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, harus dimintakan reviu dari aparat pengawasan intern pemerintah untuk kemudian diterbitkan keputusan Perubahan Status Aset sebagai ADP oleh Kepala Badan Pengusahaan;
permohonan Pemanfaatan berupa KSPI yang telah diajukan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan belum mendapat persetujuan Menteri Keuangan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri ini;
persetujuan Pemanfaatan yang telah diterbitkan oleh Kepala Badan Pengusahaan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku;
persetujuan Pemanfaatan yang telah diterbitkan oleh Kepala Badan Pengusahaan dan belum dilaksanakan, pelaksanaannya dilakukan berdasarkan Peraturan Men teri ini;
permohonan Pemanfaatan yang telah diajukan tetapi belum memperoleh persetujuan Kepala Badan Pengusahaan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri ini;
persetujuan pengelolaan selain sebagaimana dimaksud pada huruf b sampai dengan huruf e yang telah diterbitkan oleh Menteri Keuangan, dinyatakan tetap berlaku;
permohonan persetujuan pengelolaan selain sebagaimana dimaksud pada huruf b sampai dengan huruf e yang telah diajukan oleh Kepala Badan Pengusahaan kepada Menteri Keuangan dan belum memperoleh persetujuan Menteri Keuangan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri ini; dan
kerja sama pengelolaan Aset yang sedang berlangsung berdasarkan persetujuan atau keputusan Kepala Badan Pengusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan tetap berlaku. BABV KETENTUAN PENUTUP Pasal 118 ADP yang belum ditetapkan statusnya oleh Kepala Badan Pengusahaan harus sudah ditetapkan statusnya paling lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri ini. Pasal 119 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Aset pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 550), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 120 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Relevan terhadap
Ayat (1) Undang-Undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menj adi :
penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, dan penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
ii. penghasilan dari usaha dan kegiatan; iii. penghasilan dari modal, yang berupa harta bergerak ataupun harta tak bergerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan
iv. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah. Dilihat . Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak. Karena Undang-Undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horizontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenai pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum. Contoh penghasilan yang disebut dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas yang tidak terbatas pada contoh dimaksud. Huruf a Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, seperti upah, gaji, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya adalah objek pajak. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang pada hakikatnya merupakan penghasilan. Selain itu termasuk dalam pengertian penghasilan meliputi gratilikasi yang merupak".r- p.-berian yang wajar karena layanan dan manfaat yang diterima oleh pemberi gratifikasi sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan atau pemberian jasa. Yang dimaksud dengan "imbalan dalam bentuk natura" adalah imbalan dalam bentuk barang selain uang, sedangkan "imbalan dalam bentuk kenikmatan" adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan. Huruf b Huruf b Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, serta kegiatan seperti hadiah undian tabungan dan hadiah dari pertandingan olahraga. Yang dimaksud dengan "penghargaan" adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala. Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan pemegang sahamnya, harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar. Misalnya, H S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya dengan nilai sisa buku sebesar Rp40.OOO.O00,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual dengan harga Rp60.000.00O,O0 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian, keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp55.000.OOO,0O (lima puluh lima juta rupiah), nilai jual mobil tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp6O.OO0.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp20.000.O00,00 (dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) merupakan penghasilan. Apabila Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan objek pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar dan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dan nilai bukunya merupakan penghasilan. Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan merupakan penghasilan bagi pihak yang mengalihkan kecuali harta tersebut dihibahkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Demikian juga, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa bantuan atau sumbangan dan hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil bukan merupakan penghasilan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal Wajib Pajak pemilik hak penambangan mengalihkan sebagian atau seluruh hak tersebut kepada Wajib Pajak lain, keuntungan yang diperoleh merupakan objek pajak. Huruf e Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak merupakan objek pajak. trRES!DEN REPUBLIK INDONESIA 42 Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan. Huruf f Huruf g Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi. Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; 4l pembagian laba dalam bentuk saham;
pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
pembayaran 7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statutef yang dilakukan secara sah;
pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dalam praktik sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan. Huruf h Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa puh, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:
penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
penggunaan 2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan / perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa: a) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui ' satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; b) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serulpa; c) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture filmsl, film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas. Huruf i Huruf i Huruf j Huruf k Huruf I Huruf m Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta bergerak atau harta tak bergerak, misalnya sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah, dan sewa gudang. Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya "alimentasi" atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu. Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Namun, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak. Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 merupakan penghasilan. Huruf n Huruf n Huruf o Cukup ^jelas Huruf p Huruf q Huruf r Cukup ^jelas. Huruf s Cukup jelas. Ayat (1a) Cukup ^jelas. Ayat (1b) Cukup ^jelas. Ayat (lc) Cukup ^jelas. Ayat (ld) Dihapus. Dalam pengertian premi asuransi termasuk premi reasuransi. Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi penghasilan baik yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak serta yang belum dikenakan pajak. Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan. Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional. Namun, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha berbasis syariah tersebut tetap merupakan objek pajak menurut Undang-Undang ini. Ayat (21 Sesuai dengan ketentuan pada ayat (1), penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan objek pajak. Berdasarkan pertimbangan antara lain: perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat; -- kesederhanaan dalam pemungutan pajak; berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak; pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter, atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya. Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Obligasi sebagaimana dimaksud pada ayat ini termasuk surat utang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, seperti Medium Term Note, Floating Rate Note yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Surat Utang Negara yang dimaksud pada ayat ini meliputi Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara. Ayat (3) Huruf a Bantuan atau sumbangan bagi pihak yang menerima bukan merupakan objek pajak sepanjang diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Zakat, infak, dan sedekah yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak serta serta sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama lainnya yang diakui di Indonesia yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang direrima oleh penerima sumbangan yang berhak diperlakukan sama seperti bantuan atau sumbangan. Yang dimaksud dengan "zakat" adalah zakat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenat zakat. Hubungan usaha antara pihak yang memberi dan yang menerima dapat terjadi, misalnya PT A sebagai produsen suatu jenis barang yang bahan baku utamanya diproduksi oleh PT B. Apabila PT B memberikan sumbangan bahan baku kepada PT A, sumbangan bahan baku yang diterima oleh PT A merupakan objek pajak. Harta hibahan bagi pihak yang menerima bukan merupakan objek pajak apabila diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan, badan pendidikan, atau badan sosial termasuk yayasan atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil termasuk koperasi, sepanjang diterima tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Huruf b Cukup ^jelas Huruf c Pada prinsipnya harta, termasuk setoran tunai, yang diterima oleh badan merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi badan tersebut. Namun karena harta tersebut diterima sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka berdasarkan ketentuan ini, harta yang diterima tersebut bukan merupakan objek pajak. Huruf d . Huruf d Daerah tertentu merupakan daerah yang memenuhi kriteria antara lain daerah terpencil, yaitu daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral. Huruf e Penggantian atau santunan yang diterima oleh orang pribadi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi kesehatair, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, bukan merupakan objek pajak. Hal ini selaras dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) hurufl d, yaitu bahwa premi asuransi yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi untuk kepentingan dirinya tidak boleh dikurangkan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Pengecualian sebagai objek pajak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan. Yang dikecualikan dari objek pajak adalah iuran yang diterima dari peserta pensiun, baik atas beban sendiri maupun yang ditanggung pemberi kerja. Pada dasarnya iuran yang diterima oleh dana pensiun tersebut merupakan dana milik dari peserta pensiun, yang akan dibayarkan kembali kepada mereka pada waktunya. Pengenaan pajak atas iuran tersebut berarti mengurangi hak para peserta pensiun, dan oleh karena itu iuran tersebut dikecualikan sebagai objek pajak. Huruf h Sebagaimana tersebut dalam huruf g, pengecualian sebagai objek pajak berdasarkan ketentuan ini hanya berlaku bagi dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan. Yang dikecualikan dari objek pajak dalam hal ini adalah penghasilan dari modal yang ditanamkan di bidang-bidang tertentu. Penanaman modal oleh dana pensiun dimaksudkan untuk pengembangan dan merupakan dana untuk pembayaran kembali kepada peserta pensiun di kemudian hari, sehingga penanaman modal tersebut perlu diarahkan pada bidang-bidang yang tidak bersifat spekulatif atau yang berisiko tinggi. Huruf i Untuk kepentingan pengenaan pajak, badan- badan sebagaimana disebut dalam ketentuan ini i-ang ^merupakan ^himpunan ^para ^anggotanya dikenai pajak sebagai satu kesatuan, yaitu pada tingkat badan tersebut. Oleh karena itu, bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima oleh para anggota badan tersebut bukan lagi merupakan objek pajak. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Yang dimaksud dengan "perusahaan modal ventura" adalah suatu perusahaan yang kegiatan irsahanya membiayai badan usaha (sebagai pasangan usaha) dalam bentuk penyertaan modal untuk suatu jangka waktu tertentu. Berdasarkan ketentuan ini, bagian laba yang diterima atau diperoleh dari perusahaan pasangan usaha tidak termasuk sebagai objek pajak, dengan syarat perusahaan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam sektor-sektor tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan saham perusahaan tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Apabila Apabila pasangan usaha perusahaan modal ventura memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f, dividen yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura bukan merupakan objek pajak. Agar kegiatan perusahaan modal ventura dapat diarahkan kepada sektor-sektor kegiatan ekonomi yang memperoleh prioritas untuk dikembangkan, misalnya untuk meningkatkan ekspor nonmigas, usaha atau kegiatan dari perusahaan pasangan usaha tersebut diatur oleh Menteri Keuangan. Mengingat perusahaan modal ventura merupakan alternatif pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal, penyertaan modal yang akan dilakukan oleh perusahaan modal ventura diarahkan pada perusahaan-perusahaan yang belum mempunyai akses ke bursa efek. Huruf I Huruf m Cukup jelas. Bahwa dalam rangka mendukung usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Untuk itu dipandang perlu memberikan fasilitas perpajakan berupa pengecualian pengenaan pajak atas sisa lebih yang diterima atau diperoleh sepanjang sisa lebih tersebut ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan dimaksud. Penanaman kembali sisa lebih dimaksud harus direalisasikan paling lama dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak sisa lebih tersebut diterima atau diperoleh. Untuk menjamin tercapainya tujuan pemberian fasilitas ini, maka lembaga atau badan yang menyelenggarakan pendidikan harus bersifat nirlaba. Pendidikan serta penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada siapa saja dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang membidanginya. Angka 2 Pasal 6 Huruf n Bantuan atau santunan yang diberikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kepada Wajib Pajak tertentu adalah bantuan sosial yang diberikan khusus kepada Wajib Pajak atau anggota masyarakat yang tidak mampu atau sedang mendapat bencana alam atau tertimpa musibah. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Ayat (1) Beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, dan biaya rutin pengolahan limbah, sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Huruf a Biaya yang dimaksud pada ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan demikian, pergeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Contoh: Dana Pensiun A yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf h b. penghasilan bruto lainnya sebesar Jumlah penghasilan bruto Rp1OO.0O0.OOO,00 Ro3OO 000.000.00 (+) Rp400.0O0.000,00 Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), biaya yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan adalah sebesar 314 x Rp20O.000.000,00 = Rp150.000.000,00. Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya tidak merupakan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f. Bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham. Pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk keperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi, tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan. Pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Dengan demrkian, jika pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Selanjutnya lihat ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f dan Pasal 18 beserta penjelasannya. Pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain Pajak Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak Hotel, dan Pajak Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya. Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Huruf b Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Selanjutnya lihat ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 1 1, dan Pasal 1 1A beserta penjelasannya. Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi. Huruf c Huruf d Huruf e di Indonesia Huruf f Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan. Huruf g Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain. Huruf h Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan upaya penagihan yang maksimal atau terakhir. Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional, melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Yang dimaksud dengan "biaya pembangunan infrastruktur sosial" adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba. Contoh dari infrastruktur sosial antara lain rumah ibadah, sanggar seni budaya, dan poliklinik. Huruf I Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. V 9999I I ^ON YS (+) (+) (+) (+) Fnu (oo'ooo'ooo'oor du) 00'000'000009 (oo'ooo'ooo'oo6 oo-o00T00T0T ^dd (oo'ooo'ooo'ooo'r du) 'IIHIN CId (oo'ooo'ooo'ooo'rdu) (oo'ooo'ooo'oot du) (oo'ooo'ooo'ooo'rdu) 00'000'oo0'ooz ^cl5 (oo'ooo'ooo'ooz'r du) 600Z ^unqel Ie>lsg ^r8n-r ^esrg vloz ^unqBt IB>ISU ^PqB.I 600Z ^unqq IaIsU ^rEru ^esrg tloz ^unqEl lB>lsu ^BqE-I 600Z ^unqel IB>lsU ^r8n; ^esrg zloz ^unqBl lB>lsu ^BqB.I 600Z ^unr.{Bt IE>ISU ^rBn; ^esrg IrcZ ^unr{Bt IDIsU IEnd 600Z ^unqq Ie>lsu ^r8n: ^esrg oloz ^unr.{Bt IB>ISU ^BqB'I 600Z ^unqet IP>lsU IEnd dd du) : ln>IrJeq reteqes ue>ln>lelrp uer8n; e>1 rsesueduroy O0'OOO'OOO'OO8d5 IE{sU ^BqBI ^: VyOZ 00'OO0'OOO'0OIdg ^p>1sg ^BqBI ^: ilOZ 'I I H I N dd IB>lsU BqEI : ZIOZ (OO'OOO'000'00td5) 1e>lsu r8n-r : ItOZ O0'OOO'000'Og6dd Ie>lsu ^Bqel ^: OIOZ : tn>Irreq re8eqes V Jd IB>IsU ^rBnr ^eqel ^eduln>1.raq ^unqe] ^(eufl ^g ^uTBIBC ^'(qerdnr etnl sn]er Bnp rerlnu nles) 00'OOO'000'O0Z'1dg reseqes p>IsU uer8rue>1 Blrrepuaru 600Z unqet r.uelep V Jd : qoluoc ']nqesrel uer8n; e>1 e.(uledeprp unqEl qepnses e.{u1n>1uaq unqp} >1e[es relnurp lnrn]-]nrnpeq unqel (eurl) S EruBIes IB>IsU BqBI nBtp oteu uBlrseq8ued ue8uep ue>Irsesuaduoqrp lnqesJel uerBn: e>1 'uer8n: e>1 ledeprp olruq uepseq8uad r.rep ue>18ue: n>1p qeletres (t ) te.(e eped uentuele>I ue>lrEsppreq uB>IuBue{-redrp Eue,{ ue.renleBuad-ue-renle8ued e>IIf (d rc,rv - L9- vtsSNocNl vt-lEnd3ll NSCrS3dd Angka 3 Pasal 7 Rugi fiskal tahun 2OO9 sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang masih tersisa pada akhir tahun 2Ol4 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2OIl sebesar Rp3O0.000.0OO,00 (tiga ratus juta rupiah) hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun2016, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 2Ol2 berakhir pada akhir tahun 2016. Ayat (3) Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, kepadanya diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. Ayat (1) Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak. Di samping untuk dirinya, kepada Wajib Pajak yang sudah kawin diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Bagi Wajib Pajak yang isterinya menerima atau memperoleh penghasilan yang digabung dengan penghasilannya, Wajib Pajak tersebut mendapat tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk seorang isteri paling sedikit Rp54.00O.000,00 (lima puluh empat juta rupiah). Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang tua, mertua, anak kandung, atau anak angkat diberikan tambahan Penghasilan Tidak I(ena Pajak untuk paling banyak 3 (tiga) orang. Yang dimaksud dengan "anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya" adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak. Contoh: Contoh: Wajib Pajak A mempunyai seorang isteri dengan tanggungan 4 (empat) orang anak. Apabila isterinya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja yang sudah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 2l dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak A adalah sebesar Rp72.000.000,00 {Rp5a.000.000,00 ^+ ^Rp4.500.000,00 ^+ (3 x Rp4.500.0O0,00)), sedangkan untuk isterinya, pada saat pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh pemberi kerja diberikan Penghasilan Tidak Kena Pajak sebesar Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah). Apabila penghasilan isteri harus digabung dengan penghasilan suami, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak A adalah sebesar Rp126.000.000,00 (Rp72.000.000,00 + Rp5a.000.000,00). Ayat (2) Ayat (2a) Cukup jelas Ayat (3) Penghitungan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan menurut keadaan Wajib Pajak pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak. Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2021 Wajib Pajak B berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2021, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak B untuk tahun pajak 2O2l tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak. Berdasarkan ketentuan ini Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk mengubah besarnya:
Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
batasan peredaran bruto tidak dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a1, setelah berkonsultasi dengan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang bersifat tetap, yaitu komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya. Angka 4 Pasal 9 Ayat (1) Pengeluaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dibedakan antara pengeluaran yang boleh dan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran. Huruf a Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk pembayaran dividen kepada pemilik modal, pembagian sisa hasil usaha koperasi kepada anggotanya, dan pembayaran dividen oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan badan yang membagikannya karena pembagian laba tersebut merupakan bagian dari penghasilan badan tersebut yang akan dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini. Huruf b Huruf b Huruf c Cukup jelas. Huruf d Huruf e Dihapus. Huruf f Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota, seperti perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya. Premi untuk asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar sendiri oteh Wajib Pajak orang pribadi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, dan pada saat orang pribadi dimaksud menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan objek pajak. Apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja, maka bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pegawai yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan objek pajak. Dalam hubungan pekerjaan, kemungkinan dapat terjadi pembayaran imbalan yang diberikan kepada pegawai yang juga pemegang saham. Karena pada dasarnya pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Jumlah wajar sebagaimana dimaksud dalam ayat ini merupakan ^jumlah yang tidak melebihi dari jumlah yang seharusnya dikeluarkan oleh pemberi kerja sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan jika dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Misalnya, seorang tenaga ahli yang merupakan pemegang saham dari suatu badan memberikan jasa kepada badan tersebut dengan memperoleh imbalan sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh ^juta rupiah). Apabila untuk ^jasa yang sama yang diberikan oleh tenaga ahli lain yang setara hanya dibayar sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh ^juta rupiah), ^jumlah sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh ^juta rupiah) tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Bagi tenaga ahli yang ^juga sebagai pemegang saham tersebut jumlah sebesar Rp3O.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dimaksud dianggap sebagai dividen. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Yang dimaksudkan dengan Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini adalah Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Huruf i Biaya untuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya, pada hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. Huruf j Anggota firma, persekutuan dan perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham diperlakukan sebagai satu kesatuan, sehingga tidak ada imbalan sebagai gaji. Dengan demikian gaji yang diterima oleh ^anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, bukan merupakan pembayaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto badan tersebut. Huruf k Cukup ^jelas. Ayat (2) Sesuai dengan kelaziman usaha, ^pengeluaran ^yang mempunyai peranan terhadap penghasilan untuk beberapa tahun, pembebanannya dilakukan ^sesuai dengan ^jumlah tahun lamanya ^pengeluaran tersebut berperan terhadap penghasilan. Sejalan dengan prinsip penyelarasan antara pengeluaran dengan penghasilan, dalam ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai ^masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan sekaligus ^pada tahun pengeluaran, melainkan dibebankan ^melalui penyusutan dan amortisasi selama masa manfaatnya sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal ^11A. Angka 5 Pasal 1 1 Ayat (1) dan ayat (2) Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud ^yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 ^(satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta berwujud melalui ^pen5rusutan. Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang ^pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, ^atau perusahaan batu bata. Yang dimaksud dengan "pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak ^guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali" adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai dari pihak ketiga dan pengurLrsan hak-hak tersebut dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya, sedangkan biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai diamortisasikan selama ^jangka waktu hak-hak tersebut. Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini dilakukan:
dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line metho@; atau
dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance methodl. Penggunaan metode pen5rusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode ^garis lurus atau metode saldo menurun. Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan. Contoh penggunaan metode garis lurus: Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp1.000.000.OOO,O0 (satu miliar rupiah) dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun, penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp50.000.000,00 (Rp1.0O0.OO0.000,00 :
. Contoh penggunaan metode saldo menurun: Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2OO9 dengan harga perolehan sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut: Ayat (3) Pen5rusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran atau pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-rata. Contoh 1: Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp1.O00.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2OO9 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2OlO. Pen5rusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada bulan Maret tahun pajak 2010. Contoh 2: Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2OO9 dengan harga perolehan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif pen5rusutan misalnya ditetapkan 5oo/o (lima puluh persen), maka penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut: Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku Harga Perolehan 150.000.000,00 2009 50% 75.000.o00,00 75.000.000,00 20to 5Oo/o 37.500.000,00 37.500.000,00 20tt 5Oo/o 18.750.000,00 18.750.O00,00 2012 Disusutkan sekaligus 18.750.000,00 0,00 Tahun Tahun Tarif Pen5rusutan Nilai Sisa Buku Harga Perolehan 100.000.000,00 2009 6l12 x 5Oo/o 25.000.000,00 75.000.000,00 20to 5Oo/o 37.500.000,00 37.500.000,o0 20rI 50% 18.750.000,00 18.750.000,00 2012 5Oo/o 9.375.000,O0 9.375.000,00 20t3 Disusutkan sekaligus 9.375.000,o0 0,00 Ayat (a) Berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal pajak, saat mulainya pen5rusutan dapat dilakukan pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan. Saat mulai menghasilkan dalam ketentuan ini dikaitkan dengan saat mulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan. Contoh: PT X yang bergerak di bidang perkebunan membeli traktor pada tahun 2OO9. Perkebunan tersebut mulai menghasilkan (panen) pada tahun 2OlO. Dengan persetujuan Direktur Jenderal pajak, penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai tahun 2OlO. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib pajak dalam melakukan penJrusutan atas pengeluaran harta berwujud, ketentuan ini mengatur kelompok masa manfaat harta dan tarif pen5rusutan baik menurut metode garis lurus maupun saldo menurun. Yang trRES!DEN REPUBLIK INDONESIA -67 - Yang dimaksud dengan "bangunan tidak permanen,, adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, misalnya barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan. Ayat (6a) Cukup jelas. Ayat (7) Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang usaha tertentu, seperti perkebunan tanaman keras, kehutanan, dan peternakan, perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam bidang usaha tertentu tersebut. Ayat (8) dan ayat (9) Pada dasarnya keuntungan atau kerugian karena pengalihan harta dikenai pajak dalam tahun dilakukannya pengalihan harta tersebut. Apabila harta tersebut dijual atau terbakar, maka penerimaan neto dari penjualan harta tersebut, yaitu selisih antara harga penjualan dan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penjualan tersebut dan atau penggantian asuransinya, dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penjualan atau tahun diterimanya penggantian asuransi, dan nilai sisa buku dari harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan. Dalam hal penggantian asuransi yang diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti pada masa kemudian, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal pajak agar jumlah sebesar kerugian tersebut dapat dibebankan dalam tahun penggantian asuransi tersebut. Ayat (10) Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), dalam hal pengalihan harta berwujud yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, nilai sisa bukunya tidak boleh dibebankan sebagai kerugian oteh pihak yang mengalihkan. Ayat ( 1 1) Dihapus. Angka 6 Pasal 1 1A Ayat (1) Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwilt) yang mempunyai masa manfaat tebih dari 1 (satu) tahun diamortisasi dengan metode:
dalam bagian-bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat; atau
dalam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas nilai sisa buku. Khusus untuk amortisasi harta tak berwujud yang menggunakan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta tak berwujud atau hak- hak tersebut diamortisasi sekaligus. Ayat (1a) Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran sehingga amortisasi pada tahun pertama dihitung secara pro-rata. Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang usaha tertentu perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk saat dimulainya amortisasi. Ayat (2) Penentuan masa manfaat dan tarif amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dimaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi Wajib pajak dalam melakukan amortisasi. wajib Wajib Pajak dapat melakukan amortisasi sesuai dengan metode yang dipilihnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya dari tiap harta tak berwujud. Tarif amortisasi yang diterapkan didasarkan pada kelompok masa manfaat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan ini. Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat. Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat yang sebenarnya 6 (enam) tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun atau 8 (delapan) tahun. Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya 5 (lima) tahun, maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun. Ayat (2al Ayat (3) Ayat (4) Cukup jelas. Cukup jelas. Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan. Ayat (5) Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut diamortisasi berdasarkan metode satuan produksi dengan jumlah paling tinggi 20% (dua puluh persen) setahun. Contoh: Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang mempunyai potensi 10.000.000 (sepuluh juta) ton kayu, sebesar Rp5O0.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam 1 (satu) tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 (tiga juta) ton yang berarti 30% (tiga puluh persen) dari potensi yang tersedia, walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 3Oo/o (tiga puluh persen) dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut adalah 2oo/o (dua puluh persen) dari pengeluaran atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Ayat (6) Dalam pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial, adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran. Ayat (7) . Ayat (7) Contoh: PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp500.000.OO0,00. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak 20O.00O.OOO (dua ratus juta) barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 (seratus jutal barel, PT X menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain dengan harga sebesar Rp300.000.000,00. Penghitungan penghasilan dan kerugian dari penjualan hak tersebut adalah sebagai berikut: Harga perolehan Rp 500.00O.O0O,00 Amortisasi yang telah dilakukan: 1 00.0O0. 000/ 200.0O0.000 barel (s0%) Nilai buku harta Harga jual harta Rp 250.000.000,00 Rp 250.00O.000,00 Rp 300.000.000,00 Dengan demikian jumlah nilai sisa buku sebesar Rp250.000.000,00 dibebankan sebagai kerugian dan jumlah sebesar Rp300.000.000,00 dibukukan sebagai penghasilan. Ayat (8) Cukup ^jelas. Angka 7 Pasal 17 Ayat (1) Huruf a Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak orang pribadi: Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp6.000.0OO.OO0,00 (enam miliar rupiah). Pajak Penghasilan yang terutang: 5o/o l5o/o 25'/o 3Oo/o 35o/o x Rp60.000.0O0,00 = x Rp190.000.000,00 = x Rp25O.000.O00,00 = x Rp4.500.000.000,00 = x Rp1.000.000.000,00 = Rp 3.000.000,00 Rp 28.500.000,00 Rp 62.50O.000,0O Rp1.350.000.000,00 Rp 350.00O.O00,0O (+) Rp1.794.OO0.000,OO Huruf b Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap: Penghasilan Kena Pajak PT A pada tahun pajak 2022 sebesar Rp1.500.00O.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak 2022: 22o/o x Rp1.500.000.000,00 = Rp330.000.000,00. Ayat (2) Perubahan tarif akan diberlakukan secara nasional dimulai per 1 Januari, diumumkan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tarif baru itu berlaku efektif. Ayat (2a) Dihapus. Ayat (2b) Cukup jelas. Ayat (2c) Cukup jelas. Ayat (2d) Cukup jelas. Ayat (2e) Cukup ^jelas. Ayat (3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tersebut akan disesuaikan dengan faktor penyesuaian, antara lain tingkat inflasi, yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ayat (a) Contoh: Penghasilan Kena Pajak sebesar RpS.O5O.900,00 untuk penerapan tarif dibulatkan ke bawah menjadi RpS.050.000,0O. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Contoh: Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak orang pribadi setahun (dihitung sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (4)): Rp584.160.000,00 (lima ratus delapan puluh empat juta seratus enam puluh ribu rupiah). Pajak Penghasilan setahun: Soh x Rp 60.000.00O,00 = Rp 3.000.000,00 15% x Rp19O.OOO.O00,0O = Rp 28.500.000,00 25o/o x Rp250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00 30% x Rp 84.160.000,00 = Rp 25.248.000.00 (+) RpL19.248.000,00 Pajak Penghasilan yang terutang dalam bagian tahun pajak (3 bulan) ((3 x 30) :
x Rp119.248.O00,00 = Rp29.812.000,00 Ayat (7) Ketentuan pada ayat ini memberi wewenang kepada Pemerintah untuk menentukan tarif pajak tersendiri yang dapat bersifat final atas jenis penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (21, sepanjang tidak lebih tinggi dari tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Penentuan tarif pajak tersendiri tersebut didasarkan atas pertimbangan kesederhanaan, keadilan, dan pemerataan dalam pengenaan pajak. Angka 8
Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 34 dan Pasal 42 Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pre ...
Relevan terhadap
ahkamah Agung Repub ahkamah Agung Republik Indonesia mah Agung Republik Indonesia blik Indonesi Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 143 dari 178 halaman. Putusan Nomor 39 P/HUM/2020 h. Adanya Program Rujuk Balik (PRB) untuk pasien kronis stabil dengan diagnosa DM, HT, Stroke, Jantung, PPOK, Asma, Skizofrenia, Lupus, dan Epilepsi yang dirujuk balik oleh Dokter Spesialis Rumah Sakit ke FKTP, yang berdampak; i. Peningkatan kepuasan peserta karena tidak harus mengantri di Rumah Sakit; j. Memudahkan akses peserta dalam mengambil obat kronis, bahkan sebagian Apotek PRB mengantar obat ke rumah pasien; k. Otomasi sistem mulai dari sistem Rujukan Online dari FKTP ke RS, penerbitan SEP dan penagihan klaim secara online dan verifikasi digital sehingga mengurangi potensi fraud/kecurangan misalnya penagihan double claim, dll; l. SLA pembayaran klaim sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 adalah 15 hari kalender dan apabila ada keterlambatan pembayaran, BPJS Kesehatan dikenakan denda 1% dari Total Klaim yang diajukan per bulan keterlambatan; m. Kanal penanganan keluhan peserta dapat dilayani di Care Center 1500400, melalui Aplikasi Mobile JKN yang dapat diakses melalui HP, penanganan keluhan di Rumah Sakit melalui PIPP yang terintegrasi dengan Aplikasi SIPP BPJS Kesehatan dan Aplikasi Lapor (Aplikasi yang disediakan oleh Kantor Staf Presiden); n. Adanya pembayaran ganti rugi jika BPJS Kesehatan terlambat membayar klaim RS sebesar 1% per bulan; o. Apabila klaim terlambat dibayar, 'pengakuan hutang BPJS' dapat digunakan untuk mendapat dana talangan, dengan bunga bank di bawah denda keterlambatan (SCF); Keberatan-keberatan Pemohon didasarkan pada kesalahpahaman bahkan upaya menggiring pada persepsi negative terhadap Pemerintah. Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 Tidak Bertentangan Dengan Pasal 28H ayat (1) & (3) serta Pasal 34 ayat (1), (2) & (3) UUD 1945 Juncto Pasal 2 UU SJSN Juncto Pasal 2 UU BPJS Juncto Pasal 4 & 5 ayat (2) UU Kesehatan Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. _Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : _ Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 143
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak Berupa Tarif Layanan Kesehatan yang Berlaku pada Rumah Sakit di Lingkungan ...
Pos
Relevan terhadap
Untuk mempersiapkan badan usaha milik negara dalam menghadapi pembukaan akses pasar, perlu dilakukan upaya penyehatan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun.
Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Relevan terhadap
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Indonesia. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2019 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2OI9 TENTANG SISTEM NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 rnengamanatkan bahwa "setiap orang berhak mengembangkan diri melalur pemenuhan kebututra,r dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia". Untuk menjamin setiap orang berhak memperoleh manfaat Ilnlu Pengetahuan dan Teknologi, pemerintah menrajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dilakukan dengan menjunjung tinggi nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban, serta.kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu, pemajuarr Ilmu Pengetahuan dan Teknologr ^tobrtujuan meningkatkan kualitas kehidupan, kesejahteraan, dan martabat bangsa. Bangsa Indonesia menyadari bahwa dalam pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi diperlukan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan untuk memperkuat posisi claya saing Indonesia dalam kehidupan global. Hal tersebut telah dibuktikan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nornor 18 Tahun 2OO2 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang disahkan dan dirrndangkan pada tanggal 29 Juli 2OO2. Namrrn, penerapan Undang-Undang tersebut (i) belum mengatur mengenar meka"nisme koordinasi antarlembaga dan sektor pada tingkat penlmusan kebijakan, tingkat pelerrcanaan program anggaran, serta ting,kat pelaksanaan secara ^jelas dan lugas;
belum mengatur secara jelas dan lugas aspek pembinaan pemerintah terhactap Kelembagaan Ilrnu Pengecahuan dan Teknologi, Surrb Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan ^jarirrgan Ilmrr Pengetahuan dan Teknologi;
perlu harmonisasi dengan perkembangan peraturan perulrdang-undangan lainnya, terutafna dengan .peraturan perundang-undangan sistem keuangan negara dan sistem perencanaarr pembangunan nasionat; dan
belum mengatur hal-hal khusris dan strategis lainnya. seiring perkembangan lingkungan strategr's serta Sistem Nasional Ilnru Pengetahuan dan Teknologi. Keempat hal utama di atas menyebabkan Undang-Undang tersebtit rnasih belum dapat'dijalankan secara optimal dalam rangkq meningkatkan kontribusi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terhadap per'abangunan nasional. Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-undang sebel.rrrnnya, pokok-pokok pengaturan Undang-Undang ini antara lain adalah sebagai berikut:
Sistem Nasi,onal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dijadikan sebagai landasa.n dalam perumusan kebijakan pembangunan agar mampu memperkuat daya dukung Ih.rr: Pengetahuan dan Teicrroiogi dalam rangka mencapai tujuan negara, serta meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa; er 3. Kliring Teknologi, Audit Tekrrologi, dan Alih Teknologi dalam Penelitian, Pengembangan, Can Pengkajian terhadap Teknologi yang bersifat strategis danf aLau yang sumber pendanaannya berasal dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, 4. Penegasan mengenai penyelenggaraan Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui pendekatan proses yang mencakup. Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta pendekatan produk yang mencakup Invensi cian Inovasi. 5. Wajib serah dan wajib simpan data primer dan keluaran. hasil Penelitian, Pengembangan, ,Pengkajian, dan Penerapan bagi penyandang dana, slrmber daya manusia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan Kelembagaarr Ilmu Pengetahuan dan T.knologi;
Kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pendanaan, serta jaringan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebaga.i bagian penting dalam penvelenggaraan Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;
Pembinaan dan pengawasan, serta tanggung jawab dan peran masyarakat dalam Penyelenggaraan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi guna menjamin kepentingan masyarakat, ba.ngsa, dan negara serta keseimbangan tata kehidupan manusia dengan kelestarian fungsi lingkungan;
Kemitraan dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan luar negeri dilakukan dengan berpedoman pada politik luar negeri bebas aktif; dan
Untuk kepentingan pelindungan keanekaragaman hayati, spesimen lokal Indonesia, baik fisik marrpun digital, serta budaya dan kearifan lokal Indonesia, dilakukan pengaturan pengalihan material bagi kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi asing dan/atau orang asing dan orang Indonesia dengan darra yang bersumber dari pembrayaan asing dalam melakukan Penelitian, Pengembangan, Pengka.lian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi di Indonesia. ; Undang-Undang ini mengingatkan kepada semrla pihak bahwa untuk menjamin penegakan rlan kepastian hukum terhadap pelanggaran Undang-Undang ini ditetapkan sanksi administratif dan sanksi pidana. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup ^jelas Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan "asas keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa" adalah bahwa Penyelenggaraan Ihnu Per: gerahuan dan Teknoiogi ^.lidasari atau berlandaskan pada iman dan takwa kepada ^'Iuhan Yang Maha Esa. Huruf b Yang dimaksud dengan "asas kemanusiaan" adalah bahwa Penvelenggaraan Ilmu Pengctahuan dan Teknologi memberikan pelindungan serta penghormatan terhadap hak asasi nranusia, harkat, dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. Huru.f c Yang dimaksud clengan "asas keadilan" adalah bahwa Penyelenggaraan ilmu Pengetahuan dan Teknologi . mencerminkan keadilan secara proporsional bagi se[ia.p warga negara atau insan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Huruf d Yang dimaksud dengan "asas kemaslahatan" adalah bahwa Sistem Nasronal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bertujuan meningkatkan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk pembangunan nasional, kualitas hidup. dan kesejahteraan masya-rakat, serta meningkatkal kemandirian dan 'daya saing bangsa dalam rangka memajukan peraclaban bangsa melalui pergaulan internasional. Huruf e Huruf e Yang dimaksud dengan "asas keamanan dan keselamatan" adalah bahwa Penyelenggaraan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menjamin keamanan dan keselamatan masyarakat dan lingkungan hidup. Huruf f Yang dimaksud dengan "asas kebenaran ilmiah" adalah bahwa dalam Penyelenggaraan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi mengutamakan kebenaran yang ditandai oleh terpenuhinva syarat ilmiah terutama yang menyangkut adanya teori yang menunjang serta sesuai dengan bukti dan divalidasi oleh bukti empiris. Huruf g Yang dimaksud dengan "asas transparansi" adalah bahwa Penyelenggaraan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tetbuka dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua pihak yang berkepentingan untuk berpartisipasi. Huruf h Yang dimaksud dengan "asas aksesibilitas" adalah bahwa Penyelenggaraan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menjamin akses untuk semua orang. Huruf i Yang dimaksud dengan "asas penghormatan terhadap pengetahuan tradisional dan kearifan lokal" adalah. bahwa Penyelenggaraan Ilmu Pengetahuan dan Teknolologi memberikan rasa hormat dan penghargaan terhadap pengetahuan tradisional dan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat di wilayah Indonesia. Pasal 3 Cukup ^jelas Pasai 4 Cukup jelas