Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Penatausahaan, Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penerima Hibah adalah Pemerintah Asing atau Lembaga Asing.
Pemerintah Asing adalah pemerintah suatu negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Pemerintah Indonesia.
Lembaga Asing adalah lembaga yang teregistrasi pada otoritas di negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Pemerintah Indonesia, dan berdomisili di luar wilayah Republik Indonesia.
Organisasi Internasional adalah Lembaga Asing yang bertindak sebagai penyalur hibah dan bukan sebagai Penerima Hibah.
Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional yang selanjutnya disingkat LDKPI adalah unit organisasi non-Eselon yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum.
Pemberian Hibah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing yang selanjutnya disebut Pemberian Hibah adalah setiap pengeluaran Pemerintah kepada Pemerintah Asing/Lembaga Asing yang tidak diterima kembali dan secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara dan lembaga pemerintah non kementerian negara yang bertanggung jawab terhadap kegiatan Pemberian Hibah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Penanggung Jawab Kegiatan adalah pejabat yang bertanggung jawab secara material atas pelaksanaan Pemberian Hibah.
Perjanjian Pemberian Hibah adalah kesepakatan tertulis antara Pemerintah dengan Penerima Hibah atau Organisasi Internasional berdasarkan peraturan perundang-undangan nasional yang memuat ketentuan dan persyaratan Pemberian Hibah yang dituangkan dalam dokumen perjanjian atau dokumen lain yang dipersamakan.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari pengguna anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan pengguna anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
15a. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Subbagian Anggaran Bendahara Umum Negara Hibah (Sub BA BUN 999.02) untuk Pemberian Hibah yang selanjutnya disebut BA BUN Pengelolaan Hibah adalah subbagian anggaran bendahara umum negara yang menampung belanja pemerintah pusat untuk keperluan belanja hibah.
Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Hibah untuk Pemberian Hibah yang selanjutnya disebut KPA BA BUN Pengelolaan Hibah adalah pejabat pada LDKPI yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran dalam menyalurkan Pemberian Hibah yang yang berasal dari BA BUN Pengelolaan Hibah.
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh pengguna anggaran/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
Surat Usulan Pencairan Pemberian Hibah yang selanjutnya disingkat SUP-PH adalah dokumen yang diterbitkan oleh Penanggung Jawab Kegiatan yang berisi permintaan pencairan belanja hibah kepada KPA.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran dan disahkan oleh Menteri selaku bendahara umum negara.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa bendahara umum negara di daerah untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Formulir Penarikan Dana ( withdrawal application ) adalah dokumen yang diterbitkan oleh Penerima Hibah yang disampaikan kepada Penanggung Jawab Kegiatan sebagai dasar penerbitan SUP-PH uang untuk membiayai kegiatan.
Dihapus. 27. Rencana Pencairan Pemberian Hibah adalah dokumen dari Direktur Utama LDKPI kepada Penanggung Jawab Kegiatan Pemberian Hibah yang memuat rencana penarikan hibah yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran bersangkutan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang memperoleh kewenangan sebagai kuasa bendahara umum negara.
Organisasi dan Tata Kerja Politeknik Keuangan Negara STAN
Relevan terhadap
Subbagian Keuangan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan koordinasi dan penyusunan rencana bisnis dan anggaran, penyusunan dokumen perencanaan anggaran, urusan perbendaharaan, dan penyusunan laporan keuangan.
Subbagian Tata Usaha, Organisasi, Sumber Daya Manusia, dan Kepatuhan Internal mempunyai tugas melakukan urusan kearsipan, ketatausahaan dan kesekretariatan, penyiapan penataan organisasi, ketatalaksanaan, analisis jabatan, dan penyusunan prosedur kerja, perumusan dan evaluasi rencana strategis dan rencana kerja, administrasi dan pengembangan sumber daya manusia, penyusunan peraturan dan keputusan Direktur, pengelolaan kinerja dan risiko, serta kepatuhan internal.
Subbagian Pengelolaan Barang Milik Negara dan Kerumahtanggaan mempunyai tugas melakukan urusan perencanaan kebutuhan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, dan pemeliharaan atas barang milik negara, penyiapan kebutuhan perlengkapan perkantoran, dan urusan kerumahtanggaan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), Bagian Keuangan dan Umum menyelenggarakan fungsi:
penyusunan rencana strategis dan rencana bisnis dan anggaran;
penyusunan dokumen perencanaan anggaran;
pelaksanaan urusan perbendaharaan dan penyusunan laporan keuangan;
pelaksanaan urusan kearsipan, ketatausahaan, dan kesekretariatan;
penataan organisasi, analisis jabatan, dan penyusunan prosedur kerja;
penyiapan bahan perumusan dan evaluasi rencana strategis dan rencana kerja;
pelaksanaan administrasi dan pengembangan sumber daya manusia;
penyusunan peraturan dan keputusan Direktur;
pengelolaan kinerja, risiko, dan kepatuhan internal;
pelaksanaan perencanaan kebutuhan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan dan pemeliharaan atas barang milik negara;
penyiapan kebutuhan perlengkapan perkantoran; dan l. pelaksanaan urusan ketatalaksanaan dan kerumahtanggaan.
Bagian Keuangan dan Umum terdiri atas:
Subbagian Keuangan;
Subbagian Tata Usaha, Organisasi, Sumber Daya Manusia, dan Kepatuhan Internal; dan
Subbagian Pengelolaan Barang Milik Negara dan Kerumahtanggaan.
Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Pinjaman dari Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Pereko ...
Relevan terhadap
Hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 dibahas di internal Kementerian Keuangan dalam rangka menyusun kesimpulan awal atas analisis kelayakan pemberian pinjaman kepada LPS.
Penilaian permohonan pinjaman yang diajukan oleh LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan setelah dokumen pengajuan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) diterima secara lengkap.
Penilaian permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memerhatikan:
tingkat Likuiditas LPS;
kebutuhan Likuiditas LPS;
kemampuan membayar kembali;
kapasitas fiskal; dan
kesinambungan APBN.
Analisis kebutuhan Likuiditas LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat mempertimbangkan analisis LPS mengenai potensi dampak kesulitan Likuiditas LPS dalam penyelesaian atau penanganan Bank gagal yang membahayakan perekonomian dan sistem keuangan sebagai dampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
Analisis kemampuan membayar kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat mempertimbangkan:
penerimaan premi dan hasil investasi;
pengembalian biaya klaim penjaminan dari Bank Dalam Likuidasi ( cost recovery ); dan/atau
hasil penjualan penyertaan saham dan/atau aset lainnya pada Bank yang ditangani.
Penilaian permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh:
Badan Kebijakan Fiskal;
Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
Direktorat Jenderal Anggaran; dan
Unit terkait lainnya dalam hal diperlukan.
Menteri menunjuk Badan Kebijakan Fiskal sebagai koordinator dalam penilaian permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dalam melakukan penilaian permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), koordinator meminta masukan tertulis kepada:
Badan Kebijakan Fiskal untuk melakukan penilaian tingkat dan kebutuhan Likuiditas, serta penilaian kesinambungan APBN;
Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk melakukan penilaian ketersediaan kas negara;
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk melakukan penilaian risiko fiskal dan alternatif sumber pembiayaan;
Direktorat Jenderal Anggaran untuk melakukan penilaian kapasitas fiskal; dan
Unit terkait lainnya dalam hal diperlukan.
Masukan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan kepada koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permintaan masukan diterima.
Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan secara tertulis.
Dalam rangka efektivitas pemrosesan pinjaman, masukan dapat disampaikan terlebih dahulu melalui media elektronik.
Setelah penyampaian masukan melalui media eletronik sebagaimana dimaksud pada ayat (10), masukan disampaikan secara tertulis tanpa perubahan substansi masukan.
Permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) disampaikan secara tertulis oleh Ketua Dewan Komisioner LPS kepada Menteri dengan tembusan kepada Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Perbendaharaan, dan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Dalam hal Ketua Dewan Komisioner LPS berhalangan, permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh anggota Dewan Komisioner LPS yang ditunjuk mewakili Dewan Komisioner LPS.
Permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan data dan dokumen yang paling sedikit memuat keterangan mengenai:
kondisi tingkat Likuiditas terakhir;
upaya yang telah dilakukan LPS untuk memenuhi kebutuhan Likuiditas termasuk melalui sumber pendanaan repo dan/atau penjualan SBN yang dimiliki LPS kepada Bank Indonesia, penerbitan surat utang dan/atau pinjaman kepada pihak lain;
asesmen kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dalam hal penerbitan surat utang dan pinjaman kepada pihak lain tidak dapat dilakukan;
analisis LPS mengenai potensi dampak kesulitan Likuiditas LPS dalam penyelesaian atau penanganan Bank gagal yang membahayakan perekonomian dan sistem keuangan;
estimasi kebutuhan Likuiditas;
data jaminan dan/atau jaminan pengembalian;
rincian rencana penggunaan Dana Pinjaman;
rencana penarikan Dana Pinjaman;
rencana pengembalian Dana Pinjaman yang disertai dengan analisis kemampuan membayar kembali; dan j. laporan keuangan yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan selama 3 (tiga) tahun terakhir.
Ketua Dewan Komisioner LPS atau anggota Dewan Komisioner LPS bertanggung jawab terhadap validitas data dan dokumen yang disampaikan dalam permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Investasi Pemerintah dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Relevan terhadap
Pelaksana Investasi menyusun laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah PEN yang paling sedikit memuat:
kinerja Investasi Pemerintah PEN;
analisis kinerja dan risiko pelaksanaan Investasi Pemerintah PEN; dan
informasi penting lainnya.
Laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal secara bulanan.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah periode pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
Selain laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaksana Investasi menyampaikan laporan keuangan kepada KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 secara semesteran dan tahunan sebagai dasar penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat.
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan laporan keuangan terpisah dari laporan keuangan sebagai BUMN atau LPEI sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf g, Direktur Jenderal dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
memberikan persetujuan atas rencana pemantauan Investasi Pemerintah PEN sebelum perjanjian antara Pelaksana Investasi dan Penerima Investasi;
memberikan persetujuan kepada Pelaksana Investasi mengenai tindakan yang perlu diambil dalam hal terjadi penyimpangan penggunaan dana dan/atau kegagalan Penerima Investasi dalam pemenuhan kewajibannya berdasarkan rencana pemantauan;
memberikan persetujuan kepada Pelaksana Investasi mengenai tindakan yang perlu diambil dalam hal terjadi sengketa atau perselisihan dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah PEN;
memberikan arahan kepada Pelaksana Investasi mengenai restrukturisasi dan/atau penyelesaian Investasi Pemerintah PEN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf h dan huruf i;
menyampaikan usulan mengenai restrukturisasi dan/atau penyelesaian Investasi Pemerintah PEN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf h dan huruf i kepada Menteri untuk ditetapkan; dan
meminta laporan atas pelaksanaan Investasi Pemerintah PEN dari Pelaksana Investasi dan/atau Penerima Investasi.
Direktur Jenderal melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan Investasi Pemerintah PEN oleh Pelaksana Investasi kepada Menteri.
Untuk membantu pelaksanaan pemantauan dan evaluasi Investasi Pemerintah PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal dapat membentuk Komite yang keanggotaannya terdiri atas:
Direktur Jenderal merangkap sebagai ketua;
Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian BUMN;
Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan;
Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; dan/atau
Pihak lain.
Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e dapat meliputi konsultan dan unit terkait pada Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN.
Tarif Layanan Badan Layanan Umum Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ...
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.01/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Beban Kerja (Workload Analysis) di Lingkungan Kem ...
Relevan terhadap 3 lainnya
bahwa untuk memberikan pedoman bagi unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dalam melakukan analisis beban kerja, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.01/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Beban Kerja (Workload Analysis) di Lingkungan Kementerian Keuangan;
bahwa sehubungan dengan pembentukan unit non eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan dan guna mengakomodasi dinamika kebutuhan unit organisasi di Kementerian Keuangan dalam menyusun laporan analisis beban kerja, perlu dilakukan penyesuaian terhadap beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.01/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Beban Kerja ( Workload Analysis ) di Lingkungan Kementerian Keuangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.01/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Beban Kerja (Workload Analysis) di Lingkungan Kementerian Keuangan;
Hasil analisis atas hasil pengolahan data Beban Kerja pada unit Eselon I atau unit non-Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 disusun dalam bentuk laporan ABK.
Laporan ABK dikoordinasikan dan disusun oleh unit Eselon II yang menangani organisasi dan ketatalaksanaan pada masing-masing unit Eselon I dan/atau Sekretariat unit non-Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan.
Laporan ABK yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh masing- masing pimpinan unit Eselon I atau unit non-Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan.
Laporan ABK unit Eselon I atau unit non-Eselon yang bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Sekretaris Jenderal u.p. pimpinan unit Eselon II yang menangani organisasi dan ketatalaksanaan Kementerian Keuangan paling lambat pada kuartal pertama setiap tahunnya.
Laporan ABK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan analisis oleh unit Eselon II yang menangani organisasi dan ketatalaksanaan Kementerian Keuangan.
Hasil analisis Laporan ABK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai bahan penyusunan laporan ABK Kementerian Keuangan yang harus diselesaikan paling lambat pada akhir bulan April setiap tahunnya.
Laporan ABK Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikoordinasikan dan disusun oleh Sekretariat Jenderal c.q. unit Eselon II yang menangani organisasi dan ketatalaksanaan Kementerian Keuangan.
Laporan ABK Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal untuk dan atas nama Menteri Keuangan.
Ketentuan ayat (2) Pasal 14 diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
Relevan terhadap
Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelaahan terhadap Rencana PNBP tingkat Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
Proses penelaahan berupa penilaian Rencana PNBP dilakukan sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan dapat didasarkan pada data atau informasi berupa:
perkiraan asumsi dasar ekonomi makro dan/atau parameter lainnya;
pokok kebijakan PNBP Instansi Pengelola PNBP;
data historis; dan
mitigasi risiko.
Penelahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan menggunakan sistem informasi yang dikelola Kementerian Keuangan.
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum ...
Relevan terhadap
Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan analisis terhadap RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47A.
Analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan aspek paling sedikit meliputi:
produktivitas meliputi perbandingan antara keluaran yang dicapai ( output ) dengan sumber daya yang digunakan ( input ), peningkatan kualitas dan kuantitas layanan, target pendapatan, serta rasio sumber daya manusia;
efisiensi meliputi kebijakan untuk mengoptimalkan belanja dibandingkan dengan keluaran ( output ) layanan, proporsi pendapatan operasional dan belanja operasional, serta proporsi per jenis belanja;
inovasi meliputi adanya ide/gagasan untuk meningkatkan layanan utama dan penunjang, optimalisasi aset, penggunaan teknologi informasi, serta modernisasi BLU; dan
keselarasan/kesesuaian meliputi kesesuaian dengan RSB, kesesuaian dengan indikator kinerja ( key performance indicators ) BLU, dan prioritas pembangunan.
Dalam melakukan analisis RBA, Direktorat Jenderal Perbendaharaan melibatkan Direktorat Jenderal Anggaran serta dapat melibatkan Kementerian Negara/Lembaga dan/atau BLU.
Hasil analisis RBA memuat paling sedikit meliputi:
besaran target penerimaan negara bukan pajak BLU;
besaran rencana belanja; dan
informasi kesesuaian indikator kinerja ( key performance indicators ) BLU dengan RSB dan prioritas pembangunan.
Hasil analisis RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Negara/Lembaga, dan BLU, serta dijadikan sebagai dasar penyusunan alokasi anggaran BLU termasuk penentuan target penerimaan negara bukan pajak BLU.
Ketentuan ayat (1) Pasal 48 diubah dan ketentuan ayat (2) Pasal 48 dihapus, sehingga Pasal 48 berbunyi sebagai berikut:
Gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273 ayat (1) huruf a diberikan dengan memperhitungkan nilai jabatan yang dituangkan dalam grading /level jabatan.
Nilai jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari proses analisis dan evaluasi jabatan dengan menggunakan metode yang disusun Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Ketentuan ayat (1) Pasal 277 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
BLU menyusun RSB 5 (lima) tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis Kementerian Negara/Lembaga dan/atau surat Menteri/ Pimpinan Lembaga mengenai kebijakan strategis Kementerian Negara/Lembaga untuk periode RSB yang akan disusun.
RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
keterkaitan dengan rencana strategis Kementerian Negara/Lembaga dan/atau kebijakan strategis Kementerian Negara/Lembaga;
visi, misi, program, sasaran strategis;
evaluasi pelaksanaan RSB sebelumnya;
analisis strategis bisnis BLU; dan
RSB yang dirinci 5 (lima) tahun dan indikator kinerja yang terukur.
Format RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas.
Dalam hal BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Pemimpin BLU menyampaikan RSB kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lama 2 (dua) bulan sejak berakhirnya periode RSB sebelumnya.
Dalam hal terjadi perubahan Rencana Strategis dan/atau kebijakan strategis Kementerian Negara/Lembaga yang berdampak pada RSB dan/atau kondisi yang menyebabkan perlunya penyesuaian target capaian dalam RSB, Pemimpin BLU melakukan revisi RSB dimaksud paling lama 2 (dua) bulan sejak perubahan rencana strategis Kementerian Negara/Lembaga dan/atau kebijakan strategis Kementerian Negara/Lembaga.
Revisi RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan Dewan Pengawas.
Dalam hal BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, revisi RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
Pemimpin BLU menyampaikan RSB kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah ditandatanganinya RSB yang telah direvisi.
Ketentuan ayat (2) Pasal 45 diubah, di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (2a) dan ayat (2b), serta ketentuan ayat (8) Pasal 45 diubah sehingga Pasal 45 berbunyi sebagai berikut:
Statuta Politeknik Keuangan Negara STAN
Relevan terhadap
Tugas Satuan Pemeriksaan Intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai organisasi dan tata kerja PKN STAN.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat (1), Satuan Pemeriksaan Intern menyelenggarakan fungsi:
penyusunan rencana, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan intern;
pengujian dan evaluasi pelaksanaan pengendalian internal dan sistem manajemen risiko;
pemeriksaan dan penilaian atas efisiensi dan efektivitas sekaligus memberikan saran dan rekomendasi perbaikan proses tata kelola dan upaya pencapaian strategi bisnis pada semua tingkat manajemen;
pemantauan, analisis, dan pelaporan pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi pengawasan aparat pemeriksaan internal, eksternal, dan pembina PKN STAN;
pelaksanaan reviu laporan keuangan; dan
pelaksanaan pemeriksaan khusus apabila diperlukan.
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c bersifat mengikat dan harus dilaksanakan oleh unit kerja terkait.
Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum ...
Relevan terhadap 2 lainnya
Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melakukan pemantauan terhadap kemungkinan Gagal Bayar dan melakukan mitigasi risiko dengan mengacu pada laporan yang disampaikan Bank Pemberi Kredit dan PDAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
Berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan laporan secara berkala per semester dan/atau menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan dalam rangka memitigasi terjadinya risiko Gagal Bayar.
Dalam melaporkan hasil pemantauan yang terkait dengan pemotongan DAU dan/atau DBH, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dapat berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Dalam hal diperlukan koordinasi yang melibatkan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah terkait hasil pemantauan risiko, Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko menyampaikan laporan pemantauan kepada tim koordinasi percepatan penyediaan air minum melalui menteri koordinator yang membidangi bidang perekonomian.
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara bersama dengan Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan dan unit terkait lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan, melakukan evaluasi terhadap dokumen permohonan penandatanganan Perjanjian Induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
Evaluasi terhadap permohonan penandatanganan Perjanjian Induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah dokumen persyaratan penandatanganan Perjanjian Induk telah diterima secara lengkap dan benar.
Dalam rangka pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Pengelolan Risiko Keuangan Negara dapat meminta keterangan atau penjelasan dari PDAM dan/atau Pemerintah Daerah.
Berdasarkan hasil evaluasi dokumen kelengkapan penandatanganan Perjanjian Induk, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menyampaikan surat rekomendasi penandatangan Perjanjian Induk kepada Menteri Keuangan.
Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri Keuangan, Pemerintah Daerah, dan Direksi PDAM melakukan penandatanganan Perjanjian Induk.
Menteri Keuangan mendelegasikan penandatanganan Perjanjian Induk kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Bank Pemberi Kredit menyampaikan laporan secara triwulanan kepada Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan Pejabat setingkat eselon I di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang menangani pengembangan sistem penyediaan air minum, yang memuat informasi mengenai:
pelaksanaan pemblokiran terhadap rekening dana cadangan ( escrow account ) PDAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2); dan
pemindahbukuan dana Subsidi Bunga ke rekening Bank Pemberi Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4).
PDAM menyampaikan laporan secara triwulanan kepada Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan Pejabat setingkat eselon I di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang menangani pengembangan sistem penyediaan air minum, yang memuat informasi mengenai:
laporan perkembangan proyek termasuk kendala yang dihadapi;
laporan pencairan pinjaman dan pembayaran kembali kewajiban pinjaman (pokok, bunga, dan biaya);
laporan capaian IKU;
laporan pelaksanaan rencana mitigasi risiko atau pengelolaan risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2);
laporan kemampuan bayar PDAM termasuk proyeksi kemampuan bayar untuk 1 (satu) tahun ke depan; dan f. laporan keuangan PDAM (neraca, rugi laba, dan arus kas) termasuk tahunan ( audited ) dan laporan evaluasi kinerja BPKP.
Laporan selain laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat dimintakan sesuai kebutuhan.