Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Paja ...
Relevan terhadap
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
Barang Kena Pajak adalah Barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan Barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
Jasa Kena Pajak adalah Jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Impor adalah setiap kegiatan memasukkan Barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan Barang, mengimpor Barang, mengekspor Barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan Barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha Jasa termasuk mengekspor Jasa, atau memanfaatkan Jasa dari luar Daerah Pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Tata Cara Penilaian untuk Tujuan Perpajakan
Relevan terhadap
Penilaian untuk menentukan nilai objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam rangka penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat meliputi 1 (satu) tahun pajak dalam tahun berjalan atau tahun-tahun sebelum tahun berjalan.
Penilaian untuk menentukan nilai objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam rangka penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan:
Penilaian Kantor; atau
Penilaian Lapangan.
Penilaian Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui kegiatan menganalisis data objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan untuk penerbitan surat pemberitahuan pajak terutang, berdasarkan data dan/atau informasi dalam surat pemberitahuan objek pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
Penilaian Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan melalui kegiatan mengidentifikasi, mengumpulkan, dan menganalisis data yang berkaitan dengan objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan untuk penetapan Nilai Jual Objek Pajak dalam pelaksanaan pengawasan, pemeriksaan, penyelesaian keberatan, pengurangan ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan.
Penilaian Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Hasil Penilaian Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai dasar penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan terutang dalam:
surat pemberitahuan pajak terutang Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan surat pemberitahuan objek pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak pada saat dilakukan pengawasan;
surat ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan pada saat dilakukan pemeriksaan;
surat keputusan keberatan pada penyelesaian keberatan Pajak Bumi dan Bangunan;
surat keputusan pengurangan ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar pada penyelesaian permohonan pengurangan ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar;
penghitungan kerugian pada pendapatan negara pada saat dilakukan pemeriksaan bukti permulaan; dan
penghitungan dan pemulihan kerugian pada pendapatan negara pada saat dilakukan penyidikan.
Objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang dilakukan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) mengacu pada Peraturan Menteri yang mengatur mengenai klasifikasi objek pajak dan tata cara penetapan Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
Analisis data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c untuk menentukan nilai objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam rangka penetapan Nilai Jual Objek Pajak meliputi:
analisis data permukaan bumi;
analisis data tubuh bumi; dan/atau
analisis data bangunan.
Analisis data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, untuk menentukan nilai harta berwujud, harta tidak berwujud, dan bisnis meliputi:
analisis data pasar properti dan/atau analisis penggunaan tertinggi dan terbaik, untuk Penilaian untuk menentukan nilai harta berwujud; dan
analisis data makro ekonomi yang relevan dengan objek Penilaian, analisis data sektor industri, analisis laporan keuangan, analisis proyeksi laporan keuangan, dan/atau analisis data objek Penilaian, untuk Penilaian untuk menentukan nilai harta tidak berwujud dan Penilaian untuk menentukan nilai bisnis, dengan mencantumkan sumber perolehan data.
Pengumpulan data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b pada Penilaian untuk menentukan nilai objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam rangka penetapan Nilai Jual Objek Pajak, meliputi pengumpulan:
data sebagaimana tercantum dalam surat pemberitahuan objek pajak; dan
data selain data sebagaimana dimaksud dalam huruf a, yang terdiri atas data penawaran atau transaksi properti, harga satuan upah dan bahan bangunan, harga jual komoditas hasil hutan, harga patokan hasil tambang, harga jual hasil perikanan tangkap, dan/atau harga jual hasil usaha perikanan budidaya.
Pengumpulan data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b pada Penilaian untuk menentukan nilai harta berwujud meliputi pengumpulan:
data umum, yang terdiri atas data sosial, data ekonomi, kebijakan pemerintah, wilayah, dan/atau lingkungan;
data permintaan dan penawaran, yang terdiri atas data penjualan objek yang sejenis, data ketersediaan jumlah properti, rencana pembangunan, data tingkat sewa, data tingkat hunian, data tingkat pendapatan masyarakat, data transaksi objek pembanding, data penawaran, dan/atau data industri terkait objek Penilaian; dan/atau
data objek Penilaian, yang terdiri atas data status kepemilikan, data transaksi atau data harga perolehan objek Penilaian, data penggunaan objek, laporan keuangan historis, data penjualan atau pendapatan, data harga sewa, biaya operasional objek, kondisi fisik, dan/atau spesifikasi objek.
Kegiatan pengumpulan data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b pada Penilaian untuk menentukan nilai harta tidak berwujud dan Penilaian untuk menentukan nilai bisnis meliputi pengumpulan:
data makro ekonomi, yang terdiri atas prospek perekonomian, tingkat inflasi, tingkat bunga bebas risiko, tingkat suku bunga utang, country risk premium, credit default spread, nilai tukar mata uang, produk domestik bruto, dan/atau pertumbuhan ekonomi;
data sektor industri, yang terdiri atas risiko sistematis, tingkat risiko pasar, data perusahaan pembanding, data pasar akun yang sejenis, pertumbuhan sektor industri, equity premium industri, data royalty rate industri, __ data transaksi atau penawaran harta tidak berwujud yang sejenis, __ debt equity ratio industri, data pendapatan dari industri sejenis, dan/atau data pasar instrumen keuangan yang sejenis; dan/atau
data objek Penilaian, yang dapat berupa:
data status kepemilikan, laporan keuangan historis, data penjualan atau pendapatan, kontrak perusahaan, teknologi perusahaan, sumber daya manusia, informasi keuangan prospektif, data transaksi atau data harga perolehan objek Penilaian, dokumen transaksi pemanfaatan atau penggunaan harta tidak berwujud, laporan keuangan entitas objek Penilaian dan entitas objek pembanding, dan/atau rincian biaya langsung dan tidak langsung, untuk Penilaian harta tidak berwujud; dan
laporan keuangan, ikhtisar laporan keuangan, proyeksi laporan keuangan, laporan keuangan historis, data spesifikasi aset atas akun akuntansi yang diuji kewajaran nilainya, data rincian aset perusahaan, informasi keuangan prospektif, data pendirian dan perubahan kepemilikan perusahaan, data transaksi pengalihan saham dan/atau aksi korporasi, dan/atau bukti kepemilikan instrumen keuangan, untuk Penilaian bisnis.
Data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) untuk Penilaian Kantor diperoleh dari data dan/atau informasi yang telah dimiliki Direktorat Jenderal Pajak.
Data objek dan data pendukung Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) untuk Penilaian Lapangan dapat diperoleh dari Wajib Pajak dan/atau pihak lain.
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang ...
Relevan terhadap
Pelaku Usaha Mikro perlu diberikan dukungan antara lain melalui pemberian insentif Pajak Penghasilan agar dapat meningkatkan kapasitas dan skala usahanya untuk berkembang. Pemberian dukungan insentif Pajak Penghasilan tersebut juga ditujukan sebagai sarana pembelajaran bagi pelaku usaha mikro agar dapat lebih memahami hak dan kewajiban perpajakan. Insentif Pajak Penghasilan diberikan kepada pelaku Usaha Mikro tertentu berdasarkan basis data tunggal UMK-M agar insentif yang diberikan tepat sasaran. jdih.kemenkeu.go.id
Barang yang terkena ketentuan larangan dilarang dimasukkan ke Kawasan Perdagangan Be bas dan Pelabuhan Bebas.
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah memenuhi Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan. (3) Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat memasukkan barang ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang berhubungan dengan kegiatan usahanya. (4) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan pabean diberi pembebasan bea masuk, pembebasan pajak pertambahan nilai, dan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah. (5) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk juga pembebasan cukai diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. (6) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ke Daerah Pabean diberlakukan tata laksana kepabeanan di bidang impor dan ekspor dan ketentuan di bidang cukai. jdih.kemenkeu.go.id (7) Pemasukan barang konsumsi dari luar Daerah Pabean untuk kebutuhan penduduk di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas diberi pembebasan bea masuk, pajak pertambahan nilai, dan pajak penjualan atas barang mewah.
Jumlah dan jenis barang yang diberi fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan oleh Badan Pengusahaan. Paragraf 3 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Pasal 153 Ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4054) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9 (1) Barang yang terkena ketentuan larangan dilarang dimasukkan ke Kawasan Sabang. (2) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Sabang hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Sabang. (3) Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat memasukkan barang ke Kawasan Sabang yang berhubungan dengan kegiatan usahanya.
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Sabang melalui pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan pabean diberi pembebasan bea masuk, pembebasan pajak pertambahan nilai, dan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah. jdih.kemenkeu.go.id (5) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk juga pembebasan cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. (6) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Sabang ke Daerah Pabean diberlakukan tata laksana kepabeanan di bidang impor dan ekspor dan ketentuan di bidang cukai. (7) Pemasukan barang konsumsi dari luar Daerah Pabean untuk kebutuhan penduduk di Kawasan Sabang diberikan pembebasan bea masuk, pajak pertambahan nilai, dan pajak penjualan atas barang mewah.
Jumlah dan jenis barang yang diberi fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Sabang. BABX INVESTASI PEMERINTAH PUSAT DAN KEMUDAHAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL Bagian Kesatu Investasi Pemerintah Pusat Paragraf 1 Umum Pasal 154 (1) Investasi Pemerintah Pusat dilakukan dalam rangka meningkatkan investasi dan penguatan perekonomian untuk mendukung kebijakan strategis penciptaan kerja. (2) Maksud dan tujuan investasi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
memperoleh manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan/atau manfaat lainnya yang ditetapkan sebelumnya; jdih.kemenkeu.go.id b. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
memperoleh keuntungan; dan/atau
menyelenggarakan kemanfaatan umum, tetapi tidak terbatas pada penciptaan lapangan kerja.
Investasi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara selaku bendahara umum negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai investasi Pemerintah Pusat; dan/atau
lembaga yang diberikan kewenangan khusus (sui generis) dalam rangka pengelolaan investasi, yang selanjutnya disebut Lembaga. (4) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara selaku bendahara umum negara dan lembaga dalam melaksanakan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berwenang untuk:
melakukan penempatan dana dalam bentuk instrumen keuangan;
melakukan kegiatan pengelolaan aset;
melakukan kerja sama dengan pihak lain termasuk entitas dana perwalian _(trust.fund); _ d. menentukan calon mitra investasi;
memberikan dan menerima pinjaman; dan / a tau f. menatausahakan aset yang dimilikinya. Pasal 155 (1) Dalam melaksanakan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (3) huruf a, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dapat menetapkan dan/ a tau menunjuk badan layanan umum, badan usaha milik negara, dan/ a tau badan hukum lainnya. jdih.kemenkeu.go.id (2) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara membentuk rekening investasi bendahara umum negara untuk menampung dana investasi Pemerintah Pusat.
Dana yang ditampung dalam rekening investasi bendahara umum negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan kembali secara langsung untuk mendapatkan manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan/atau manfaat lainnya. (4) Tata kelola investasi Pemerintah Pusat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara selaku bendahara umum negara sepanJang tidak diatur secara khusus berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
Relevan terhadap
Dalam rangka penanganan Stabilitas Sistem Keuangan yang disebabkan oleh kondisi krisis, Pemerintah berwenang:
menerbitkan Surat Berharga Negara dengan tujuan tertentu untuk dapat dibeli oleh Bank Indonesia, badan usaha milik negara, investor korporasi, dan/atau investor ritel;
menetapkan sumber pembiayaan anggaran yang berasal dari dalam dan/atau luar negeri;
memberikan pmJaman Penjamin Simpanan; kepada Lembaga d. menjalankan program pemulihan ekonomi nasional untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya;
melakukan penyertaan modal negara melalui badan usaha milik negara yang ditunjuk;
melakukan penempatan dana dan/atau investasi Pemerintah yang dilakukan langsung oleh Pemerintah dan/ a tau melalui lembaga keuangan, manajer investasi, dan/atau lembaga lain yang ditunjuk;
melakukan penjaminan yang dapat dijalankan langsung oleh Pemerintah dan/atau melalui satu atau beberapa badan usaha penjaminan yang ditunjuk; dan
menyelenggarakan program penjaminan di luar program penjaminan simpanan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. Kondisi krisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penanganan Stabilitas Sistem Keuangan yang disebabkan oleh kondisi krisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "campur tangan" adalah semua bentuk intimidasi, ancaman, pemaksaan, dan bujuk rayu dari pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung dapat memengaruhi kebijakan dan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan "pihak lain" adalah semua pihak di luar Bank Indonesia termasuk Pemerintah dan/ a tau lembaga lainnya. Ketentuan ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya secara efektif. Termasuk dalam pengertian untuk hal-hal tertentu di antaranya dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan atau perekonomian nasional. Tidak termasuk dalam pengertian campur tangan Pemerintah di antaranya ketika Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah untuk memitigasi dampak krisis dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional serta memelihara Stabilitas Sistem Keuangan. Tidak termasuk dalam pengertian campur tangan pihak lain di antaranya ketika dilakukan kerja sama antara Bank Indonesia dan pihak lain atau pemberian bantuan teknis oleh pihak lain atas permintaan Bank Indonesia dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Ayat (3) Bank Indonesia dinyatakan sebagai badan hukum dengan Undang-Undang ini dan dimaksudkan agar terdapat kejelasan wewenang Bank Indonesia dalam mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain itu, Bank Indonesia sebagai badan hukum publik berwenang untuk menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam batas kewenangannya. Angka 2
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pihak lain" adalah semua pihak di luar Bank Indonesia termasuk Pemerintah dan/atau lembaga lainnya. · Ketentuan ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya secara efektif. Termasuk dalam pengertian untuk hal-hal tertentu di antaranya dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan atau perekonomian nasional. Tidak termasuk dalam pengertian campur tangan oleh Pemerintah di antaranya ketika Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah untuk memitigasi dampak krisis dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional serta memelihara Stabilitas Sistem Keuangan. Tidak termasuk dalam pengertian campur tangan oleh pihak lain di antaranya ketika dilakukan kerja sama antara Bank Indonesia dan pihak lain atau pemberian bantuan teknis oleh pihak lain atas permintaan Bank Indonesia dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas. Angka 5 Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Hurufb Yang dimaksud dengan "memengaruhi suku bunga pasar" adalah upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk memastikan suku bunga kebijakan dapat tertransmisikan ke suku bunga pasar. Ayat (5) Pengelolaan nilai tukar ditujukan untuk menjaga perkembangan nilai tukar agar stabil dan sejalan dengan kondisi fundamental perekonomian, sehingga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk mendukung tercapainya inflasi yang rendah dan stabil. Ayat (6) Bank Indonesia menjaga permintaan dan penawaran likuiditas di Pasar Uang, Pasar Valuta Asing, Perbankan, dan perekonomian di antaranya melalui instrumen operasi moneter, pengembangan dan pendalaman Pasar Uang, serta pengaturan giro wajib minimum. Ayat (7) Huruf a Operasi moneter Bank Indonesia dapat dilakukan melalui:
penerbitan surat berharga Bank Indonesia;
pembelian dan penjualan surat berharga negara dan surat berharga berkualitas tinggi lainnya secara jual putus ( outright) di pasar sekunder;
transaksi repo (repurchase agreement) dan/atau reverse repo surat berharga negara dan surat berharga berkualitas tinggi lainnya;
penempatan dan penyediaan dana jangka pendek ke dan dari Bank Indonesia baik dalam Rupiah maupun valuta asing (term deposit, deposit facility, dan _lending facility); _ e. pembelian dan penjualan valuta asing; dan
transaksi lainnya di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing. Huruf b Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Angka 6 Pasal lOA Ayat (1) Huruf a Pengaturan pengelolaan risiko terkait aliran modal termasuk di antaranya pengaturan utang luar negeri. Huruf b Pengaturan mengenai penerimaan dan/atau penggunaan devisa bagi penduduk termasuk di antaranya repatriasi, penyerahan, dan/atau konversi devisa. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 10B Cukup jelas. Angka 7
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07 /2022 tentang Pengelolaan Dana Desa
Relevan terhadap
P emerintah Desa menganggarkan dan melaksa naka n kegiatan prioritas yang bersumber dari Dana Desa yang dihitung sebelum tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a, diutamakan penggunaannya untuk:
program pemulihan ekonomi, berupa perlindungan sosial dan penanganan kemi sk inan ekstrem dalam bentuk BLT Desa pali ng sedikit 10% (sepuluh persen) dan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari anggaran Dana Desa;
dana operasional Pemerintah Desa paling banyak 3% (tiga persen) dari anggaran Dana Desa; 20 2 3 , No. 759 - 14 - c. program ketahanan pang an dan hewani paling sedikit 20% (dua pul uh persen) dari anggaran Dana Desa termasuk pembangunan lumbung pangan Desa; dan
dukungan program sektor prioritas di Desa berupa bantuan permodalan kepada Badan Usaha Milik Desa, program kesehatan termasuk pe nanga na n stunting , pariwisata skala desa sesua i dengan potensi dan karakteristik Desa, serta program atau kegiatan lain.
Pemerintah Desa menganggarkan dan melaksanakan kegiatan prioritas yang bersumber dari Dana Desa yang dihitung pada tahun anggaran berj alan s eb agaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b , digunakan untuk:
mendanai kegiatan sesuai dengan prioritas Desa; dan/atau
penanganan bencana alam dan non - alam.
Ketentuan ayat (1) dan ayat (14) Pasal 36 diubah dan setelah ayat (17) ditambahkan 3 (tiga) a yat , yakni ayat (18), ayat (19), dan ayat (20), sehingga Pasal 36 berbunyi sebagai berikut:
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.04/2022 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor berdasarkan Perjanjian K ...
Relevan terhadap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 219/PMK.04/2022 TENTANG TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR BERDASARKAN PERJANJIAN KEMITRAAN EKONOMI KOMPREHENSIF ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK KOREA. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.04/2022 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1447), diubah sebagai berikut:
Ketentuan angka 27 dan angka 30 Pasal 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. 2. Kawasan yang Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. 4. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. 5. Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. 6. Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB. 7. Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean. 8. Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
penyelenggara kawasan berikat;
penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
penyelenggara gudang berikat;
penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat. 9. Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
penyelenggara PLB;
penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
pengusaha di PLB merangkap sebagai penyelenggara di PLB. 10. Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
Badan U saha KEK; a tau b. Pelaku Usaha di KEK. 11. Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea. 12. PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFITZ-01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas, dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP. 13. Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK. 14. Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasiah produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO). 15. Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi, dan dokumen lain terkait yang dilakukan di Kantor Pusat, Kantor Wilayah, atau Kantor Pelayanan Utama oleh pejabat bea dan cukai. 16. Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. 17. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesua1 dengan Undang-Undang Kepabeanan. 18. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. 19. Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea untuk menentukan negara asal barang. 20. Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea. 21. Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea.
Barang Originating adalah Ketentuan Asal Barang Kemitraan Ekonomi barang yang memenuhi berdasarkan Perjanjian Komprehensif antara Pemerintah Republik Republik Korea. Indonesia dan Pemerintah Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari luar Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea. Aturan Khusus Produk (Product Specific Rules) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan mengenai:
barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (wholly obtained a tau _produced); _ b. barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating, dan Bahan Non- originating terse but harus mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification ( CTC);
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang memenuhi kriteria kandungan bilateral sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
barang yang mengalami suatu proses pabrikasi atau proses operasional tertentu; atau
kombinasi dari setiap kriteria tersebut. Surat Keterangan Asal ( Certificate of Origin) Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea yang selanjutnya disebut SKA Form KI-CEPA adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi. Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor dan diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form KI-CEPA atas barang yang akan diekspor. Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form KI- CEPA yang berisi petunjuk pengisian SKA Form KI- CEPA. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/ airway bill, manifest, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan. Surat Keterangan Asal Elektronik Form KI-CEPA yang selanjutnya disebut e-Form KI-CEPA adalah SKA Form KI-CEPA yang disusun berdasarkan panduan dan spesifikasi yang disepakati oleh Negara Anggota dan dikirim secara elektronik.
Non-Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (selain Negara Anggota). 31. Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat. 32. Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form KI-CEPA. 33. Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di negara penerbit SKA Form KI-CEPA untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau keabsahan SKA Form KI-CEPA. 34. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. 35. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 36. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional
Relevan terhadap 4 lainnya
Pada Tahun 1, A Co mendapatkan laba GloBE sebesar EUR100,00 di yurisdiksi A. Kewajiban pajak awal untuk A Co adalah EUR25,00 tetapi yurisdiksi A memberikan insentif kredit pajak kepada A Co sebesar EUR15,00. Karena rezim pajak minimum yurisdiksi A, hanya sebesar EUR8,00 dari insentif kredit pajak yang dapat digunakan pada Tahun 1 mengingat persyaratan tarif pajak minimum 17%. Sisa insentif kredit pajak sebesar EUR7,00 ditangguhkan untuk tahun pajak mendatang. Dengan demikian, A Co membayar pajak yurisdiksi A sebesar EUR17,00 pada Tahun 1 dan menangguhkan kelebihan kredit sebesar EUR7,00. Pada Tahun 2, A Co mendapatkan laba GloBE sebesar EUR100,00 dan memiliki kewajiban pajak awal di yurisdiksi A sebesar EUR25,00. A Co menggunakan kredit pajak yang ditangguhkan sebesar EUR7,00 dari Tahun 1 dan membayar pajak yurisdiksi A sebesar EUR18,00 pada Tahun 2. Karena Pasal 34 ayat 2 huruf e mengecualikan Beban Pajak Tangguhan sehubungan dengan pembentukan dan penggunaan kredit pajak, penangguhan sebesar EUR7,00 yang dihasilkan pada Tahun 1 tidak menimbulkan Aset Pajak Tangguhan untuk tujuan GloBE, dan oleh karena itu tidak mengurangi Pajak Tercakup yang disesuaikan untuk yurisdiksi A pada Tahun 1. Menerapkan aturan yang sama, penggunaan penangguhan kredit sebesar EUR7,00 pada Tahun 2 tidak meningkatkan Pajak Tercakup yang disesuaikan untuk Negara A pada Tahun 2. Sebagai hasilnya, Tarif Pajak Efektif yurisdiksi A adalah 17% pada Tahun 1 (17/100) dan 18% pada Tahun 2 (18/100). Tabel yang menggambarkan penghitungan dari contoh ini disajikan sebagai berikut: Tahun 1 (dalam EUR) Tahun 2 (dalam EUR) Laba atau (Rugi) GloBE 100 100 Pajak Penghasilan yurisdiksi A (25%) 25 25 Insentif kredit pajak (15) 0 Carry-forward Tax Credit Applied 0 (7) Penyesuaian Pajak Minimum 7 0 Pajak akhir yurisdiksi A 17 18 Tarif Pajak Efektif yurisdiksi A 17% 18% Pajak tambahan 0 0 Excess Tax Credit Carry-forward 7 0 Tanpa ketentuan Pasal 34 ayat 2 huruf e, hasil yurisdiksi A akan terdistorsi oleh pembentukan excess tax credit carry-forward pada Tahun 1, karena credit carry-forward akan menimbulkan Aset Pajak Tangguhan yang akan mengurangi Pajak Tercakup yang disesuaikan sehingga Tarif Pajak Efektif menjadi lebih rendah dari Tarif Minimum. Contoh 2:
mendistribusikan dividen yang memicu kewajiban pajak. Contoh: B Co adalah Entitas Konstituen yang berlokasi di negara B. B Co memiliki penghasilan sebesar EUR100,00 dan dikenai Pajak Penghasilan sebesar EUR5,00 (5% xEUR100,00). B Co mendistribusikan dividen kepada pemiliknya yaitu A Co sebesar EUR200,00. Atas dividen yang didistribusikan tersebut dikenai pajak pemotongan atau pemungutan atas dividen ( withholding tax) sebesar 10%. Dalam kasus ini, Pajak Tercakup atas penghasilan dividen yang didistribusikan tersebut perlu dialokasikan kepada Entitas Konstituen yang melakukan distribusi dividen yaitu B Co. Adapun Pajak Tercakup tersebut meliputi pajak yang berkaitan dengan penghasilan dividen yakni sebesar EUR25,00 (yang terdiri atas : PPh Badan EUR5,00 dan PPh Dividen EUR20,00).
Informasi pada contoh ini sama dengan contoh 1 di atas, kecuali bahwa A Co tidak memperlakukan kredit pajak investasi sebagai Aset Pajak Tangguhan tetapi sebagai penghasilan dalam laporan keuangan. Kredit pajak investasi tersebut tidak memenuhi definisi QRTC. Pada tahun 2027, A Co menggunakan kredit pajak investasi sebesar EUR10,00 dan mengurangi pajak yang terutang untuk tahun 2027. Pajak Tercakup yang disesuaikan dari A Co tidak dikurangi dengan jumlah kredit pajak investasi yang telah digunakan pada tahun tersebut.
Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) ...
Relevan terhadap
Objek pajak yang mendapat insentif berupa Pajak DTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan objek pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pajak terhadap barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai insentif pajak untuk wajib pajak terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
bahwa untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), Pemerintah telah mengalokasikan belanja subsidi dalam rangka pemberian insentif pajak ditanggung pemerintah, yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019;
bahwa agar belanja subsidi dalam rangka pemberian insentif pajak ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat ditatausahakan dan dikelola secara tertib dan transparan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, perlu mengatur ketentuan mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung pemerintah dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban atas Pajak Ditanggung Pemerintah dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
Peraturan Menteri ini digunakan untuk pertanggungjawaban pendapatan Pajak DTP dan Belanja Subsidi Pajak DTP sesuai masa pajak berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pajak terhadap barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai insentif Pajak DTP untuk wajib pajak terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Nega ...
Relevan terhadap
bahwa untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi dan meningkatkan kerja sama ekonomi secara komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara- Negara EFTA, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengesahan Comprehensive Economic Partnership Agreement between The Republic of Indonesia and The EFTA States (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara- Negara EFTA);
bahwa untuk melaksanakan kerja sama perdagangan intemasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk memberikan kepastian hukum dalam memberikan pelayanan kegiatan kepabeanan atas impor barang, perlu mengatur tata cara pengenaan tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara- Negara EFTA;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA;
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan __ 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya __ disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
penyelenggara kawasan berikat;
penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
penyelenggara gudang berikat;
penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
penyelenggara PLB;
penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
pengusaha di PLB merangkap penyelenggara di PLB.
Badan Usaha/ Pelaku Usaha KEK adalah:
Badan Usaha KEK;
Pelaku Usaha di KEK; atau
Badan Usaha KEK sekaligus Pelaku Usaha di KEK.
European Free Trade Association yang selanjutnya disingkat EFTA adalah perhimpunan perdagangan bebas beberapa negara di Eropa yang terdiri dari Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss. __ 12. Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ- 01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait.
Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
Ketentuan Asal Barang __ ( Rules of Origin ) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA untuk menentukan negara asal barang.
Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA . 21. Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari selain Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
Barang Non-Originating adalah barang yang berasal dari selain Negara Anggota atau barang yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
Aturan Khusus Produk ( Product Specific Rules ) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan-aturan yang merinci mengenai:
barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota ( wholly obtained atau wholly produced );
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang telah mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification (CTC);
barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang memenuhi kriteria kandungan bilateral sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
barang yang mengalami suatu proses pabrikasi atau operasional tertentu; atau
kombinasi dari setiap kriteria tersebut.
Deklarasi Asal Barang ( Origin Declaration ) Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA yang selanjutnya disebut DAB IE-CEPA __ adalah pernyataan asal barang yang dibuat oleh eksportir yang dibubuhkan pada invoice atau dokumen komersial lainnya yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice , packing list , bill of lading/ airway bill , manifest dan dokumen lain yang dipersyaratkan.
Instansi Berwenang adalah instansi yang, menurut hukum dan peraturan domestik dari Negara Anggota, bertanggung jawab atas otorisasi, verifikasi dan isu asal barang lainnya.
Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
Permintaan Verifikasi DAB IE-CEPA adalah permintaan secara tertulis yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Berwenang pada Negara Anggota pengekspor untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, keabsahan DAB IE- CEPA, dan/atau pemenuhan ketentuan lain sebagaimana diatur dalam Annex I dari Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
Tata Laksana Pelayanan dan Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu dalam Daerah Pabean
Relevan terhadap
Barang Tertentu wajib diberitahukan oleh Pengangkut di Kantor Pabean dengan menggunakan PPBT.
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai pada Kantor Pabean di pelabuhan pemuatan dan Kantor Pabean di pelabuhan pembongkaran.
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai:
dokumen pemberitahuan pemuatan;
dokumen pemberitahuan keberangkatan;
dokumen pelindung pengangkutan Barang Tertentu;
dokumen pemberitahuan rencana kedatangan Sarana Pengangkut;
dokumen pemberitahuan kedatangan; dan
dokumen pemberitahuan pembongkaran.
Kewajiban pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap pengangkutan Barang Tertentu yang dilakukan:
oleh angkutan penyeberangan;
dari tempat penimbunan berikat ke tujuan akhir tempat penimbunan berikat lainnya;
dari tempat penimbunan berikat ke tujuan akhir kawasan ekonomi khusus; 8 d. dari kawasan ekonomi khusus ke tujuan akhir kawasan ekonomi khusus lainnya; atau
dari kawasan ekonomi khusus ke tujuan akhir tempat penimbunan berikat.
Angkutan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a merupakan angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaran beserta muatannya.
Tempat penimbunan berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c merupakan bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dan huruf e merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), minimal memuat elemen data sebagai berikut:
nama dan kode Kantor Pabean di pelabuhan pemuatan dan Kantor Pabean di pelabuhan pembongkaran;
nama dan kode pelabuhan pemuatan;
nama dan kode pelabuhan pembongkaran;
nama, nomor pokok wajib pajak, dan alamat Pengangkut;
nama, nomor pokok wajib pajak, dan alamat agen Pengangkut, jika ditunjuk;
nama, nomor pokok wajib pajak, dan alamat pengirim, penerima, dan pemilik barang;
waktu keberangkatan Sarana Pengangkut;
waktu rencana kedatangan Sarana Pengangkut;
waktu kedatangan Sarana Pengangkut;
nomor dan tanggal pendaftaran;
nama, nomor voyage , nomor International Maritime Organization (IMO), dalam hal Sarana Pengangkut diwajibkan terdaftar di International Maritime Organization (IMO), dan/atau nomor Maritime Mobile Service Identity (MMSI)/nomor registrasi Sarana Pengangkut dan/atau tanda daftar kapal;
uraian dan harmonized system code (HS code ) __ barang;
jumlah dan satuan barang;
jumlah dan jenis kemasan barang;
bruto dan netto barang;
nomor dan tanggal bill of lading (B/L); dan
jumlah, ukuran, dan nomor peti kemas, dalam hal menggunakan peti kemas. 9 (9) Petunjuk pengisian elemen data sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
PPBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui:
SKP;
SINSW; dan/atau
platform yang terhubung dengan NLE.
Penyampaian PPBT secara elektronik melalui SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf a, dilakukan dalam hal Kantor Pabean telah menggunakan sistem PDE kepabeanan dan belum menerapkan secara penuh SINSW dalam sistem pelayanan kepabeanannya.
Penyampaian PPBT secara elektronik melalui SINSW sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf b, dilakukan dalam hal Kantor Pabean telah menerapkan secara penuh SINSW dalam sistem pelayanan kepabeanannya.
Penyampaian PPBT secara elektronik melalui platform yang terhubung dengan NLE sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf c, dilakukan dalam hal SKP PPBT pada Kantor Pabean telah terhubung dengan NLE.
Dalam hal penyampaian PPBT secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (10) belum dapat dilakukan atau terjadi suatu gangguan yang menyebabkan penyampaian PPBT secara elektronik tidak berjalan, PPBT disampaikan melalui tulisan di atas formulir.